case - persalinan pervaginam pada janin dengan presentasi bokong

Upload: reinita-arlin-pringgoredjo

Post on 18-Oct-2015

259 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus : Persalinan Pervaginam pada Janin dengan Presentasi Bokong

TRANSCRIPT

  • 1

    LAPORAN KASUS

    PERSALINAN PERVAGINAM

    PADA JANIN LETAK SUNGSANG

    Oleh

    Nur Rahmat Wibowo, S.Ked

    I11106029

    Pembimbing

    dr. Syahnural Lubis, Sp.OG

    SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

    RUMAH SAKIT UMUM DOKTER SOEDARSO

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    UNIVERSITAS TANJUNGPURA

    PONTIANAK

    2011

  • 2

    LEMBAR PENGESAHAN

    Telah disetujui dan dipresentasikan Laporan Kasus dengan judul :

    Persalinan Pervaginam Pada Janin Letak Sungsang

    Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

    Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Kebidanan dan Kandungan

    di SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Dokter Soedarso

    Pontianak

    Pontianak, 24 Juli 2011

    Pembimbing Laporan Kasus,

    dr. Syahnural Lubis, Sp.OG

    Disusun oleh :

    Nur Rahmat Wibowo,S.Ked

    NIM: I11106029

  • 3

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang

    dengan kepala difundus uteri dan bokong dibagian bawah kavum uteri. Letak

    sungsang terjadi dalam 3-4% dari persalinan yang ada.1 Terjadinya letak sungsang

    berkurang dengan bertambahnya umur kehamilan. Letak sungsang terjadi pada

    25% dari persalinan yang terjadi sebelum umur kehamilan 28 minggu, terjadi

    pada 7% persalinan yang terjadi pada minggu ke-32 dan terjadi pada 13%

    persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm.2,3

    Sebagai contoh, 3,5% dari

    136.256 persalinan tunggal dari tahun 1990 sampai 1999 di Parkland Hospital

    merupakan letak sungsang.1

    Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni: Presentasi bokong (frank

    breech) (5070%). Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut,

    kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala

    janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong1,4.

    Selain itu, terdapat pula presentasi bokong kaki sempurna (complete breech)

    (510%). Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba

    kaki.1,4

    Sedangkan, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki

    (incomplete or footling) (1030%). Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna

    hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat

    ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.1,4

    Kejadian presentasi bokong ditemukan sekitar 34% dari seluruh persalinan

    tunggal.1-3

    Presentasi bokong adalah suatu keadaan pada letak janin memanjang

    dimana presentasi bokong dengan atau tanpa kaki merupakan bagian terendahnya.

    Angka kejadiannya adalah 34% dari seluruh kehamilan.1-3 Beberapa peneliti lain

    seperti Greenhill melaporkan kejadian persalinan presentasi bokong sebanyak

    44,5%.1 Sedangkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang sendiri pada

    tahun 20032007 didapatkan persalinan presentasi bokong sebesar 8,63%.

  • 4

    Kematian perinatal letak sungsang 13 kali lebih tinggi daripada kematian

    perinatal pada presentasi kepala. Morbiditas perinatal 57 kali lebih tinggi

    daripada presentasi kepala. Gambaran ini dipengaruhi usia kehamilan, berat janin

    dan jenis presentasi bokong. Sebab utama kematian perinatal pada presentasi

    bokong adalah hipoksia, trauma persalinan, prematuritas dan kelainan kongenital.

    Kelainan kongenital terdapat 618% pada presentasi bokong, dibandingkan 23%

    pada presentasi kepala.1,2,4

    Oleh karena itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan menggunakan

    pendekatan preventive medicine yaitu dengan mengenal faktor risiko (pencegahan

    primer) dan mengenal tanda-tanda dan gejala (pencegahan sekunder), serta

    menyadari bahwa terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul bagi ibu dan

    janin (pencegahan tersier) maka diharapkan kejadian letak sungsang dapat

    ditangani dengan tepat, agar dapat meminimalkan kejadian tidak diinginkan pada

    ibu dan janin.3,4

    Berikut ini akan diuraikan sebuah kasus persalinan pervaginam pada janin

    letak sungsang dari aspek teori, penatalaksanaan, serta kesesuaian teori dengan

    penatalaksanaannya.

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Persalinan sungsang adalah persalinan untuk melahirkan janin yang

    membujur dalam uterus dengan bokong atau kaki pada bagian bawah dimana

    bokong atau kaki akan dilahirkan terlebih dahulu daripada anggota badan

    lainnya.1,2,3

    Terdapat tiga tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (5070%)

    yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech (510%) yaitu tungkai atas lurus

    keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (1030%) yaitu satu atau kedua

    tungkai atas ekstensi, presentasi kaki.1

    Gambar 1. Klasifikasi Presentasi Bokong5

  • 6

    2.2 Insiden

    Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak

    sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang

    pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32

    minggu 7% dan, 13% pada kehamilan aterm.4

    2.3 Etiologi

    Ada beberapa penyebab yang memegang peranan dalam terjadinya letak

    sungsang diantaranya adalah:4

    1. Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong, air ketuban

    masih banyak dan kepala anak relatif besar

    2. Hidramnion karena anak mudah bergerak.

    3. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas

    panggul.

    4. Panggul sempit

    5. Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala

    kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.

    Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang selain

    umur kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus berkaitan dengan

    multiparitas, multi fetus, persalinan sungsang sebelumnya, kelainan uterus dan

    tumor pelvis. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula

    menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan di

    daerah fundus.6

    Fianu dan Vaclavinkova (1978) menemukan prevalensi lebih tinggi pada

    implantasi plasenta di daerah kornual-fundal pada letak lintang (7%) dari

    presentasi vertex (5%) dengan sonografi. Frekuensi terjadinya letak sungsang

    juga meningkat dengan adanya plesenta previa, tetapi hanya sejumlah kecil

    letak sungsang yang berhubungan dengan plasenta previa. Tidak ada

    hubungan yang kuat antara letak sungsang dengan pelvis yang menyempit

    (panggul sempit).1

  • 7

    2.4 Patofisiologi

    Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap

    ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu,

    jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan janin

    bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri

    dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.6

    Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah

    air ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat

    lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang

    yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang lebih

    kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa

    pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,

    sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan

    dalam presentasi kepala.6

    2.5 Diagnosis

    Diagnosis letak sungsang dapat ditentukan dengan persepsi gerakan janin

    oleh ibu, pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas

    umbilikus, pemeriksaan dalam, USG dan Foto sinar-X.1

    Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan

    luar, di bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat,

    yakni kepala, dan kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin

    teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak

    dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali wanita tersebut menyatakan

    bahwa

    kehamilannya terasa lain daripada kehamilannya yang terdahulu,

    karena terasa penuh di bagian atas dan gerakan terasa lebih banyak di bagian

    bawah. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit

    lebih tinggi daripada umbilikus.

    6,7

    Sedangkan dari pemeriksaan fisik Leopold akan ditemukan dari Leopold I

    difundus akan teraba bagian bulat dan keras yakni kepala, Leopold II teraba

    punggung dan bagian kecil pada sisi samping perut ibu, Leopold III-IV teraba

  • 8

    bokong di segmen bawah rahim. Apabila diagnosis letak sungsang dengan

    pemeriksaan luar belum dapat dibuat, karena misalnya dinding perut tebal,

    uterus mudah berkontraksi dan banyaknya air ketuban maka diagnosis

    ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Dari pemeriksaan dalam akan

    teraba bokong atau dengan kaki disampingnya. Disini akan teraba os sakrum,

    kedua tuberosis iskii dan anus. Pemeriksaan penunjang juga dapat digunakan

    untuk menegakkan diagnosis seperti ultrasonografik atau rontgen1,8

    Gambar 2. Presentasi bokong kaki ganda pada persalinan dengan selaput ketuban

    utuh1

    2.6 Diagnosis Banding

    Kehamilan dengan letak sungsang dapat didiagnosis dengan kehamilan

    dengan letak muka. Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi Leopold masih

    ditemukan kemiripan. Ini dibedakan dari pemeriksaan dalam yakni pada letak

    sungsang akan didapatkan jari yang dimasukkan ke dalam anus mengalami

    rintangan otot dan anus dengan tuberosis iskii sesuai garis lurus. Pada letak

    muka, jari masuk mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa

  • 9

    hambatan serta mulut dan tulang pipi membentuk segitiga. Sedangkan dengan

    USG atau rontgen sangatlah dapat dibedakan.1,8

    2.7 Penatalaksanaan

    2.7.1 Dalam Kehamilan

    Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak

    sungsang dihindarkan. Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal

    dijumpai letak sungsang, terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan

    melakukan versi luar menjadi presentasi kepala. Versi luar sebaiknya

    dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38 minggu. Pada umumnya versi luar

    sebelum minggu ke-34 belum perlu dilakukan, karena kemungkinan besar

    janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke-38 versi luar

    sulit untuk berhasil karena janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif

    berkurang.6

    Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti,

    sedangkan denyut jantung janin harus baik. Apabila bokong sudah turun,

    bokong harus dikeluarkan lebih dahulu dari rongga panggul, tindakan ini

    dilakukan dengan meletakkan jari-jari kedua tangan penolong pada perut ibu

    bagian bawah untuk mengangkat bokong janin. Kalau bokong tidak dapat

    dikeluarkan dari panggul, usaha untuk melakukan versi luar tidak ada

    gunanya. Setelah bokong keluar dari panggul, bokong ditahan dengan satu

    tangan, sedang tangan yang lain mendorong kepala ke bawah sedemikian

    rupa, sehingga fleksi tubuh bertambah.6

    Selanjutnya kedua tangan bekerjasama untuk melaksanakan putaran janin

    untuk menjadi presentasi kepala. Selama versi dilakukan dan setelah versi

    berhasil denyut jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada

    keadaan presentasi kepala, kepala didorong masuk ke rongga panggul. Versi

    luar hendaknya dilakukan dengan kekuatan yang ringan tanpa mengadakan

    paksaan. Versi luar tidak ada gunanya dicoba bila air ketuban terlalu sedikit,

    karena usaha tersebut tidak akan berhasil.6

  • 10

    Kontraindikasi lain untuk melakukan versi luar ialah: 1) panggul sempit,

    2) perdarahan antepartum; 3) hipertensi; 4) hamil kembar; 5) plasenta previa.

    Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena

    meskipun berhasil menjadi presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan seksio

    sesarea. Tetapi bila kesempitan panggul hanya ringan, versi luar harus

    diusahakan karena kalau berhasil akan memungkinkan dilakukan partus

    percobaan. Versi luar pada perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan,

    karena dapat menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta.6 Pada penderita

    hipertensi, usaha versi luar dapat menyebabkan solusio plasenta; sedangkan

    pada kehamilan kembar, selain janin yang lain dapat menghalangi usaha versi

    luar tersebut, yang lebih berbahaya ialah bila janin berada dalam satu kantong

    amnion kemungkinan tali pusat kedua janin akan saling melilit.6

    Kalau versi luar gagal karena penderita menegangkan otot-otot dinding

    perut, penggunaan narkosis dapat dipertimbangkan. Kerugian penggunaan

    narkosis untuk versi luar antara lain: narkosis harus dalam, sebab dengan

    narkosis ringan versi laur jauh lebih sulit dibandingkan bila penderita tetap

    dalam keadaan sadar. Disamping itu, karena penderita tidak merasakan sakit

    ada bahaya kemungkinan digunakan tenaga berlebihan dan dapat

    mengakibatkan lepasnya plasenta. Mengingat bahayanya, sebaiknya tidak

    melakukan versi luar dengan menggunakan narkosis.1,6

    Gambar 3. Versi Sefalik Luar1

  • 11

    Keberhasilan versi luar 3586 % (rata-rata 58 %). Peningkatan

    keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak

    lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan

    penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).

    Table 1. Bishop Like Skore1

    Artinya: Keberhasilan 0% jika nilai 9.

    Zhang dkk meninjau 25 laporan terpilih mengenai versi sefalik eksternal

    yang diterbitkan antara tahun 1980 dan 1991. Beberapa point yang dihasilkan

    patut dipertimbangkan yaitu:9

    1. Versi sefalik eksternal berhasil pada 65% pasien.

    2. Jika versi sefalik berhasil, hampir semua janin tetap pada presentasi

    kepala dan sebakliknya.

    2.7.2 Dalam Persalinan

    2.7.2.1 Jenis Persalinan

    Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zachtuchni dan

    Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah

    persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang

    atau sama dengan 3 dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan

    evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap

    dapat dilahirkan pervaginam, dan jika nilai lebih dari 5 dilahirkan

    pervaginam.10

  • 12

    ALARM (Advanced in Labour and Risk Management) International

    memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak

    sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi

    dan taksiran berat janin 25003600 gram serta tindakan augmentasi dan

    induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang.

    Table 2. Skor Zachtuchni Andros10

    2.7.2.2 Prinsip Dasar Persalinan Sungsang

    1. Persalinan Pervaginam6,11,12,13,14

    Berdasarkan tenaga yang dipakai dalam melahirkan janin pervaginam,

    persalinan pervaginam dibagi menjadi 3 yaitu:

    a) Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga

    ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht.

    b) Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian

    dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga

    penolong.

    c) Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan

    seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.

    2. Persalinan perabdominan (sectio caesaria).6,11,12,13,14

  • 13

    a. Prosedur Pertolongan Persalinan Sungsang1,6,12

    Tahapan Persalinan Spontan

    1. Tahap pertama: fase lambat, yaitu mulai lahirnya bokong sampai pusat

    (skapula depan ).disebut fase lambat karena fase ini hanya untuk

    melahirkan bokong, yaitu bagian yang tidak begitu berbahaya.

    2. Tahap kedua: fase cepat, yaitu mulai dari lahirnya pusar sampai

    lahirnya mulut. Disebut fase cepat karena pada fase ini kepala janin

    mulai masuk pintu atas panggul, sehingga kemungkinan tali pusat

    terjepit. Oleh karena itu fase ini harus segera diselesaikan dan tali pusat

    segera dilonggarkan. Bila mulut sudah lahir, janin dapat bernafas lewat

    mulut.

    3. Tahap ketiga: fase lambat, yaitu mulai lahirnya mulut sampai seluruh

    kepala lahir. Disebut fase lambat karena kepala akan keluar dari

    ruangan yang bertekanan tinggi (uterus), ke dunia luar yang tekanannya

    lebih rendah, sehingga kepala harus dilahirkan secara perlahan-lahan

    untuk menghindari terjadinya perdarahan intra kranial (adanya ruptur

    tentorium serebelli).

    Teknik

    a) Sebelum melakukan persalinan, penolong harus memperhatikan sekali

    lagi persiapan untuk ibu, janin, maupun penolong. Pada persiapan

    kelahiran janin harus selalu disediakan cunam Piper.

    b) Ibu tidur dalam posisi litotomi, sedang penolong berdiri di depan vulva.

    Ketika timbul his ibu disuruh mengejan dengan merangkul kedua

    pangkal paha. Pada waktu bokong mulai membuka vulva (crowning)

    disuntikkan 2-5 unit oksitosin intra muskulus. Pemberian oksitosin ini

    adalah untuk merangsang kontraksi rahim sehingga fase cepat dapat

    diselesaikan dalam 2 his berikutnya.

    c) Episiotomi dikerjakan pada saat bokong membuka vulva. Segera

    setelah bokong lahir, bokong dicengkram secara Bracht, yaitu kedua

  • 14

    ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain

    memegang panggul.

    d) Pada setiap his ibu disuruh mengejan. Pada waktu tali pusat lahir dan

    tampak sangat tegang,tali pusat dikendorkan lebih dahulu.

    e) Kemudian penolong melakukan hiperlordosis pada badan janin guna

    mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke

    perut ibu. Penolong hanya mengikuti gerakan ini tanpa melakukan

    tarikan sehingga gerakan tersebut hanya disesuaikan dengan gaya berat

    badan janin. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis ini,

    seorang asisten melakukan ekspresi Kristeller pada fundus uterus,

    sesuai dengan sumbu panggul. Maksud ekspresi Kristeller ini adalah:

    a.Agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga fase cepat dapat segera

    diselesaikan. b. Menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam posisi

    fleksi. c. Menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus

    dengan kepala janin sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.

    Gambar 4. Teknik hiperlordosis punggung bayi pada perasat

    Bracht15

    f) Dengan melakukan gerakan hiperlordosis ini berturut-turut lahir tali

    pusat, perut, bahu dan lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.

    g) Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu. Seorang asisten segera

    menghisap lendir dan bersamaan dengan itu penolong memotong tali

    pusat.

  • 15

    h) Keuntungan

    a) Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir, sehingga

    mengurangi bahaya infeksi.

    b) Cara ini adalah cara yang paling mendekati persalinan fisiologik,

    sehingga mengurangi trauma pada janin.

    i) Kerugian

    a) 510% persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, sehingga

    tidak semua persalinan letak sungsang dapat dipimpin dengan cara

    Bracht.

    b) Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan terutama dalam

    keadaan panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaku misalnya pada

    primigravida, adanya lengan menjungkit atau menunjuk.

    b. Prosedur Manual aid1,6,12

    Indikasi

    1. Persalinan secara Bracht mengalami kegagalan, misalnya bila terjadi

    kemacetan baik pada waktu melahirkan bahu atau kepala.

    2. Dari semula memang hendak melakukan pertolongan secara manual

    aid. Negara Amerika sebagian besar ahli kebidanan cenderung untuk

    melahirkan letak sungsang secara manual aid, karena mereka

    menganggap bahwa sejak pusar lahir adalah fase yang sangat berbahaya

    bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas

    panggul, dan kemungkinan besar tali pusat terjepit diantara kepala janin

    dan pintu atas panggul.

    Tahapan

    1. Tahap pertama, lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan

    tenaga ibu sendiri.

    2. Tahap kedua, lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong.

    Cara atau teknik untuk melahirkan bahu dan lengan adalah secara:

    a) Klasik ( Deventer )

  • 16

    b) Mueller

    c) Louvset

    3. Tahap ketiga, lahirnya kepala. Kepala dapat dilahirkan dengan cara:

    a) Mauriceau

    b) Najouks

    c) Wigan Martin-Winckel

    d) Prague terbalik

    e) Cunam Piper

    Teknik

    Tahap pertama persalinan secara bracht sampai pusat lahir. Tahap kedua

    melahirkan bahu dan lengan oleh penolong.

    1. Cara Klasik

    Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara klasik ini melahirkan lengan

    belakang lebih dulu karena lengan belakang berada di ruang yang luas

    (sacrum), kemudian melahirkan lengan depan yang berada di bawah

    simpisis. Kedua kaki janin dipegang dengan tangan kanan penolong

    pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atas sejauh mungkin

    sehingga perut janin mendekati perut ibu. Bersamaan dengan itu tangan

    kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah

    dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai pada fossa kubiti kemudian

    lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah

    mengusap muka janin.

    Gambar 5. Melahirkan bahu dan lengan dengan cara Klasik/Deventer

  • 17

    Untuk melahirkan lengan depan, pergelangan kaki janin diganti dengan

    tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung

    janin mendekati punggung ibu. Dengan cara yang sama lengan depan

    dilahirkan. Keuntungan cara klasik adalah pada umumnya dapat

    dilakukan pada semua persalinan letak sungsang tetapi kerugiannya

    lengan janin relative tinggi didalam panggul sehingga jari penolong

    harus masuk ke dalam jalan lahir yang dapat manimbulkan infeksi.

    2. Cara Mueller

    Prinsip melahirkan bahu dan lengan secara Mueller ialah melahirkan

    bahu dan lengan depan lebih dulu dengan ekstraksi, baru kemudian

    melahirkan bahu dan lengan belakang. Bokong janin dipegang dengan

    femuro-pelvik yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina

    sakralis media dan jari telunjuk pada Krista iliaka dan jari-jari lain

    mencengkram bagian depan. Kemudian badan ditarik ke curam ke

    bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak di bawah simpisis

    dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan bawahnya. Setelah

    bahu depan dan lengan lahir, tarik badan janin ke atas sampai bahu

    belakang lahir. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir

    sehingga mengurangi infeksi.

    Gambar 6. Melahirkan bahu dan lengan dengan cara Mueller

  • 18

    3. Cara lovset

    Prinsip melahirkan persalinan secara Lovset ialah memutar badan janin

    dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi curam ke

    bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada di belakang akhirnya

    lahir dibawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan. Keuntungannya

    yaitu sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada semua letak

    sungsang, minimal bahaya infeksi. Cara lovset tidak dianjurkan

    dilakukan pada sungsang dengan primigravida, janin besar, panggul

    sempit.

    Gambar 7. Melahirkan bahu dan lengan dengan cara Lovset

    4. Cara Bickhenbach

    Prinsip melahirkan ini merupakan kombinasi antara cara Mueller dengan

    cara klasik.

    Tahap ketiga : melahirkan kepala yang menyusul (after coming head)

    1. Cara Mauriceau

    Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam

    jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan

    jari keempat mencengkeram fossa kanina, sedang jari lain

    mencengkeram leher. Badan anak diletakkan diatas lengan bawah

    penolong seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari

    ketiga penolong yang lain mencengkeram leher janin dari punggung.

  • 19

    Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil

    seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama

    dilakukan oleh penolong yang mencengkeram leher janin dari arah

    punggung. Bila suboksiput tampak dibawah simpisis, kepala dielevasi

    keatas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut

    lahir dagu, mulut, hidung, mata dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya

    lahirnya seluruh kepala janin.

    Gambar 8. Melahirkan kepala dengan cara Mauriceau

    2. Cara Naujoks

    Teknik ini dilakukan apabila kepala masih tinggi sehingga jari penolong

    tidak dimasukkan ke dalam mulut janin. Kedua tangan penolong yang

    mencengkeram leher janin menarik bahu curam kebawah dan bersamaan

    dengan itu seorang asisten mendorong kepala janin kearah bawah. Cara

    ini tidak dianjurkan lagi karena menimbulkan trauma yang berat.

    3.Cara Prague Terbalik

    Teknik ini dipakai bila oksiput dengan ubun-ubun kecil berada di

    belakang dekat sacrum dan muka janin menghadap simpisis. Satu tangan

    penolong mencengkeram leher dari bawah dan punggung janin

    diletakkan pada telapak tangan penolong. Tangan penolong yang lain

    memegang kedua pergelangan kaki, kemudian ditarik keatas bersamaan

    dengan tarikan pada bahu janin sehingga perut janin mendekati perut

    ibu. Dengan laring sebagai hipomoklion, kepala janin dapat dilahirkan.

  • 20

    Gambar 9. Melahirkan kepala dengan cara Prague terbalik

    4.Cara Cunam Piper

    Seorang asisten memegang badan janin pada kedua kaki dan kedua

    lengan janin diletakkan dipunggung janin. Kemudian badan janin

    dielevasi ke atas sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.

    Pemasangan cunam piper sama prinsipnya dengan pemasangan pada

    letak belakang kepala. Hanya saja cunam dimasukkan dari arah bawah

    sejajar dengan pelipatan paha belakang. Setelah oksiput tampak dibawah

    simpisis, cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai

    hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya

    seluruh kepala lahir.

    Gambar 10. Melahirkan kepala dengan cara Cunam Piper

    c. Prosedur Ekstraksi Sungsang

    1.Teknik ekstraksi kaki

    Tangan dimasukkan ke dalam jalan lahir mencari kaki depan dengan

    menelusuri bokong, pangkal paha sampai lutut, kemudian melakukan

  • 21

    abduksi dan fleksi pada paha janin sehingga kaki bawah menjadi fleksi.

    Tangan yang dikuar mendorong fundus uterus ke bawah. Setelah kaki

    bawah fleksi pergelangan kaki dipegang oleh jari kedua dan jari ketiga

    dan dituntun keluar dari vagina sampai batas lutut. Kedua tangan

    memegang betis janin, kaki ditarik curam kebawah sampai pangkal paha

    lahir. Pangkal paha dipegang kemudian tarik curam ke bawah trokhanter

    depan lahir. Kemudian pangkal paha dengan pegangan yang sama

    dielevasi keatas sehingga trokhanter belakang lahir dan bokong pun

    lahir. Setelah bokong lahir maka untuk melahirkan janin selanjutnya

    dipakai teknik pegangan femuro-pelviks, badan janin ditarik curam

    kebawah sampai pusat lahir. Selanjutnya untuk melahirkan badan janin

    yang lainnya dilakukan cara persalinan yang sama seperti pada manual

    aid.

    Gambar 11. Teknik ekstraksi kaki

    2.Teknik ekstraksi bokong

    Dilakukan pada letak bokong murni (frank breech) dan bokong sudah

    berada di dasar panggul sehingga sukar menurunkan kaki. Jari telunjuk

    tangan penolong yang searah bagian kecil janin dimasukkan ke dalam

    jalan lahir dan diletakkan di pelipatan paha depan. Dengan jari telunjuk

    ini pelipatan paha dikait dan ditarik curam kebawah, sehingga trokhanter

    tampak dibawah simpisis, maka jari telunjuk penolong yang lain segera

    mengait pelipatan paha ditarik curam kebawah sampai bokong lahir.

  • 22

    Setelah bokong lahir, bokong dipegang secara femuro-pelviks kemudian

    janin dapat dilahirkan dengan cara manual aid.

    2. Persalinan Sungsang Perabdominam

    Persalinan letak sungsang dengan seksio sesaria sudah tentu merupakan

    yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa persalinan

    letak sungsang pervaginam memberi trauma yang sangat berarti bagi janin.

    Namun hal ini tidak berarti bahwa semua letak sungsang harus dilahirkan

    perabdominam. Persalinan diakhiri dengan seksio sesaria bila:

    1. Persalinan pervaginam diperkirakan sukar dan berbahaya (disproporsi

    feto pelvic atau skor Zachtuchni Andros 3).

    2. Tali pusat menumbung pada primi/multigravida.

    3. Didapatkan distosia

    4. Umur kehamilan:

    a) Prematur (EFBW=2000 gram)

    b) Post date (umur kehamilan 42 minggu)

    5. Nilai anak (hanya sebagai pertimbangan) Riwayat persalinan yang lalu:

    riwayat persalinan buruk, milai sosial janin tinggi.

    6. Komplikasi kehamilan dan persalinan:

    a) Hipertensi dalam persalinan

    b) Ketuban pecah dini

    2.8 Penyulit persalinan pervaginam

    1. Sufokasi.

    Bila sebagian besar badan janin telah lahir, terjadilah pengecilan rahim,

    sehingga terjadi gangguan sirkulasi plasenta dan menimbulkan anoksia janin.

    Keadaan ini merangsang janin untuk bernapas. Akibatnya darah, mukus,

    cairan amnion dan mekonium akan diaspirasi, yang dapat menimbulkan

    sufokasi. Badan janin yang sebagian sudah berada diluar rahim, juga

    merupakan rangsangan yang kuat untuk janin bernapas.

  • 23

    2. Asfiksia fetalis.

    Selain akibat mengecilnya uterus pada waktu badan janin lahir, yang

    menimbulkan anoksia, maka anoksia ini diperberat lagi, dengan bahaya

    terjepitnya tali pusat pada waktu kepala masuk panggul (fase cepat).

    3. Kerusakan jaringan otak.

    Trauma pada otak janin dapat terjadi, khususnya pada panggul sempit atau

    adanya diproporsi sefalo-pelvik, serviks yang belum terbuka lengkap, atau

    kepala janin yang dilahirkan secara mendadak, sehingga timbul dekompresi.

    4. Fraktur pada tulang-tulang janin.

    Kerusakkan pada tulang janin dapat berupa:

    a) Fraktur tulang-tulang kepala.

    b) Fraktur humerus ketika hendak melahirkan lengan yang menjungkit

    (extended).

    c) Fraktur klavikula ketika melahirkan bahu yang lebar.

    d) Paralisis brakialis

    e) Fraktur femur.

    f) Dislokasi bahu.

    g) Dislokasi panggul terutama pada waktu melahirkan tungkai yang

    sangat ekstensi (fleksi maksimal).

    h) Hematoma otot-otot.

    Mengingat penyulit pada janin akibat persalinan pervaginam cukup

    berat, maka perlu dilakukan evaluasi obstetrik dengan teliti, sebelum

    memutuskan untuk melahirkan janin secara pervaginam. Bila sudah

    diputuskan melahirkan janin pervaginam, maka penolong dituntut untuk

    menguasai teknik persalinannya secara terampil. Cara persalinan secara

    ekstraksi total (total extraction) merupakan cara persalinan dengan penyulit

    janin yang sangat buruk, yaitu kematian janin 3 kali lebih banyak dibanding

    persalinan spontan. Oleh karena itu cara persalinan ini sekarang sudah tidak

    dianjurkan lagi pada janin hidup. Kematian perinatal pada letak sungsang

    dibanding dengan letak belakang kepala rata-rata 5 kali lebih banyak.1,12

  • 24

    2.9 Komplikasi pada Persalinan Pervaginam

    Persalinan sungsang dengan tarikan sampai pada lahirnya umbilikus dan

    tali pusat menyentuh pelvis, akan menekan tali pusat. Oleh karena itu, sekali

    letak sungsang melewati introitus vagina, abdomen, thoraks, lengan dan

    kepala harus lahir secara tepat. Ini melibatkan persalinan yang sedikit cepat

    dapat menekan bagian-bagian janin. Pada kehamilan aterm, beberapa

    pergerakan kepala mungkin sukses melewati jalan lahir. Pada keadaan yang

    tidak menguntungkan ini, pilihan persalinan pervaginam keduanya tidak

    memuaskan:

    a) Persalinan mungkin tertunda beberapa menit ketika melahirkan kepala

    yang menyusul melewati pelvis ibu, tetapi hipoksia dan asidemia

    bertambah berat; atau

    b) Persalinan mungkin dipaksakan, menyebabkan trauma dari penekanan,

    tarikan atau keduanya.

    Pada fetus preterm, perbedaan antara ukuran kepala dan bokong biasanya

    lebih besar daripada fetus yang lebih tua. Saat itu, bokong dan ekstremitas

    bawah fetus preterm akan melewati serviks dan dilahirkan, dan serviks belum

    berdilatasi cukup untuk melahirkan kepala tanpa trauma. Pada keadaan ini,

    insisi Duhrssen pada serviks mugkin dapat dilakukan. Walaupun demikian,

    trauma pada fetus dan ibu mungkin dapat dinilai, dan fetal hipoksia mungkin

    berbahaya. Robertson dan kawan-kawan (1995-1996) mengamati tidak ada

    perbedaan yang bermakna pada kejadian kepala terperangkap pada persalinan

    sungsang umur kehamilan 28-36 mingggu atau 24-27 minggu. Mereka juga

    menemukan tidak ada hubungan kelahiran neonatus yang tidak diinginkan

    setelah kepala terperangkap. Masalah lain pada mekanisme letak sungsang

    adalah terperangkapnya lengan di belakang leher. Komplikasi lengan

    menunjuk (nuchal arm) sampai 6 persen dari persalinan sungsang pervaginam

    dan dihubungkan dengan peningkatan mortalitas neonatal (Cheng and Hanah,

    1993).

  • 25

    Frekuensi prolaps tali pusat meningkat apabila fetus berukuran kecil atau

    bila sungsang tidak dalam posisi bokong murni. Dalam laporan Collea dan

    kawan- kawan (1978), insiden pada posisi frank breech sekitar 0,5%, yang

    sesuai dengan 0,4% pada presentasi kepala (Barrett,1991). Sedangkan, insiden

    prolaps tali pusat pada presentasi kaki adalah 15%, dan 5% pada letak bokong

    murni.

    Soernes dan Bakke (1986) pada pengamatan awal menyatakan bahwa

    panjang tali pusat umbilikus lebih pendek pada letak sungsang dari keterliban

    letak kepala secara signifikan. Lebih lanjut, keterlibatan tali pusat yang

    melingkar-lingkar pada fetus lebih umum pada letak sungsang (Spellacy and

    associates,1996). Abnormalitas tali pusat ini sepertinya memainkan peran

    dalam perkembangan janin letak sungsang seperti insiden yang relatif tinggi

    pola denyut jantung janin yang mencemaskan pada persalinan. Sebagai

    contoh, Flannagan dan kawan-kawan (1987) menyeleksi 244 wanita dengan

    letak sungsung yang bervariasi (72% adalah frank brech) untuk percobaan

    persalinan, didapatkan 4% kejadian prolaps tali pusat. Fetal distres bukan

    karena prolaps tali pusat didiagnosa pada 5% wanita lainnya yang dipilih

    untuk persalinan pervaginam. Keseluruhan, 10% dari wanita yang dikenali

    untuk persalinan pervaginam mengalami persalinan sesarean karena berisiko

    dalam persalinan.

    Apgar skor, khususnya pada 1 menit, pada persalinan pervaginam letak

    sungsang secara umum lebih rendah dari bila dilakukan persalinan sesarean

    secara elektif (Flanagan dan kawan-kawan,1987). Dengan cara yang sama,

    nilai asam basa darah tali pusat secara signifikan berbeda untuk persalinan

    pervaginam. Christian dan Brady (1991) melaporkan bahwa pH darah arteri

    umbilikus rendah, PCO2 tinggi, dan HCO3 lebih rendah dibandingkan

    persalinan letak kepala. Socol dan kawan-kawan (1988) menyimpulkan,

    bagaimanapun persalinan sesarean meningkatkan Apgar skor tetapi tidak

    status asam basa. Flanagan dan kawankawan (1987) menekankan bahwa

    kelahiran bayi pada persalinan sungsang tidak diperburuk oleh perbedaan yang

    signifikan dari Apgar skor atau status asam basa pada kelahiran.

  • 26

    2.10 Prognosis

    Baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki risiko yang lebih

    besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang sulit

    terdapat peningkatan risiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan

    lahir akan memperbesar risiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri,

    khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan

    after coming head lewat serviks yang belum berdilatasi lengkap, dapat

    mengakibatkan ruptura uteri, laserasi serviks ataupun keduanya. Tindakan

    manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan pelebaran luka episiotomi dan

    robekan perineum yang dalam. Anestesi yang memadai untuk menimbulkan

    relaksasi uterus yang nyata dapat pula mengakibatkan atonia uteri yang

    selanjutnya diikuti oleh perdarahan postpartum dari tempat implantasi

    plasenta.

    Meskipun demikian, secara umum prognosis bagi ibu yang bayinya

    dilahirkan dengan ekstraksi bokong bagaimanapun juga lebih baik bila

    dibandingkan pada tindakan seksio sesarea. Bagi janin, prognosisnya kurang

    menguntungkan dan akan semakin serius dengan semakin tingginya bagian

    presentasi pada awal dilakukannya ekstraksi bokong. Di samping peningkatan

    risiko terjadinya ruptura tentorium dan perdarahan intraserebral, yang

    menyertai persalinan sungsang, angka mortalitas perinatal juga meningkat

    akibat semakin besarnya kemungkinan terjadinya trauma lain pada saat

    dilakukan ekstraksi. Lebih lanjut, prolapsus funikuli pada presentasi bokong

    tak lengkap jauh lebih sering dijumpai bila dibandingkan pada presentasi

    verteks, dan komplikasi ini selanjutnya akan memperburuk prognosis bagi

    bayi.

    Fraktur humerus dan klavikula tidak selalu dapat dihindari ketika

    dilakukan pembebasan lengan, dan fraktur femur dapat terjadi dalam

    pelaksanaan ekstraksi bokong pada persalinan frank breech yang sulit.

    Hematom otot sternokleidomastoideus kadang kala terjadi setelah tindakan

    ekstraksi, meskipun keadaan ini akan hilang spontan. Tetapi, beberapa

  • 27

    permasalahan yang lebih serius dapat mengikuti separasi epifisis pada tulang

    skapula, humerus atau femur. Paralisis lengan merupakan peristiwa yang bisa

    terjadi akibat tekanan oleh jari tangan operator pada pleksus brakialis ketika

    melakukan traksi, tetapi lebih sering lagi disebabkan oleh peregangan leher

    secara berlebihan ketika dilakukan pembebasan lengan bayi. Kalau bayi

    ditarik keluar secara paksa lewat panggul yang sempit, fraktur kompresi

    berbentuk sendok atau fraktur tengkorak yang sebenarnya, dengan akibat yang

    umumnya fatal, bisa saja terjadi. Kadang-kadang leher bayi sendiri dapat

    patah kalau pada waktu ekstraksi digunakan tenaga yang besar.1,6

    Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila

    dibandingkan dengan letak kepala. Di RS Karjadi Semarang, RS Umum Dr.

    Pringadi Medan dan RS Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian

    perinatal masing-masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastmen melaporkan

    angka kematian perinatal antara 1214%. Sebab kematian perinatal yang

    terpenting akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan panggul pada waktu

    kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat

    menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahir. Kelahiran kepala janin

    yang lebih lama dari 8 menit umbilikus dilahirkan akan membahayakan

    kehidupan janin. Selain itu bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir

    dapat membahayakan karena mucus yang terhisap dapat menyumbat jalan

    nafas. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali pusat menumbung, hal ini

    sering dijumpai pada presentasi bokong kaki sempurna atau bokong kaki tidak

    sempurna, tetapi jarang dijumpai pada presentasi bokong.1,12

  • 28

    BAB III

    PENYAJIAN KASUS

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Ny. TTS

    Umur : 29 tahun

    Agama : Budha

    Pekerjaan : ibu rumah tangga

    Status : menikah

    Alamat : Jl. Makmur Peniti Dalam I Kec Segedong

    Tgl MRS : 18-06-2011, pukul : 23.30

    WIB

    No. MR : 736445

    II. ANAMNESIS

    Seorang pasien wanita kiriman PKM Segedong dengan G1P0A0 hamil aterm

    40 minggu dengan letak sungsang, masuk ke RSU Dokter Soedarso pada

    tanggal 18 Juni 2011 jam 23.30 WIB dengan:

    Keluhan Utama

    Os. Mengaku sering mules-mules mau melahirkan sejak pukul 11.30 WIB

    (18062011).

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    Pasien awalnya datang ke Puskesmas Segedong dengan mengeluh sakit perut

    yang sering dan mules-mules sekitar pukul 11.30 WIB. Kemudian dilakukan

    pemeriksaan dalam (VT) oleh bidan, didapatkan hasil pemeriksaan yaitu

    ketuban () dan teraba bokong. Pasien kemudian di rujuk ke RSU Dokter

    Soedarso dengan G1P0A0 A/T/H dengan Letsu dan riwayat keluar air.

    Keluar lendir campur darah sejak pukul 19.05 WIB (18062011).

  • 29

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Tidak ditemukan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan.

    Riwayat Perkawinan :

    Menikah 1 kali

    Riwayat Obstetrik :

    Merupakan kehamilan yang pertama

    Riwayat Kehamilan Sekarang :

    Total periksa hamil 5x, dokter 1 kali, bidan 4 kali. HPHT 11092010.

    Selama kehamilan tidak ditemukan kelainan dalam kandungan pasien.

    taksiran persalinan tanggal 18062011. Kehamilan 40 minggu, siklus haid

    teratur, 30 hari.

    Riwayat persalinan sekarang :

    His : ada, sejak jam 11.30 (18062011)

    Pengeluaran darah lendir : ada, sejak jam 19.05 (18062011)

    Mengejan : belum ada

    Pecah ketuban : ada, sejak jam 11.00 (180611)

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Berat badan : 58 kg

    Tinggi badan : 155 cm

    Keadan umum : baik

    Kesadaran : kompos mentis

    Tanda vital :

    Tekanan darah : 120/80 mmHg

    Nadi : 88 x/m

    Pernapasan : 18 x/m

    Suhu : 36,5 0C

  • 30

    STATUS GENERALIS

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil

    isokor (3mm/3mm), refleks cahaya +/+

    THT : tidak ditemukan kelainan

    Leher : tidak ditemukan kelainan

    Jantung : tidak ditemukan kelainan

    Paru : tidak ditemukan kelainan

    STATUS OBSTETRIK

    Pemeriksaan luar : 180611 (23.30 WIB)

    Abdomen

    o Inspeksi : Membuncit sesuai usia kehamilan aterm, Linea Mediana

    hiperpigmentasi, striae gravidarum (+), Sikatrik (-)

    o Palpasi :

    L1 : FUT teraba 2 jari bawah processus xipoideus Teraba massa

    bulat, keras, melenting

    L2 :Tahanan terbesar di kiri. Bagian-bagian kecil di kanan

    L 3 : Teraba masa besar, lunak, noduler

    L 4 : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP

    o His : 3x/10 menit dengan durasi selama 30 detik/teratur/relaksasi

    baik

    o Auskultasi DJJ : 145 x/menit (reguler)

    Tinggi fundus uteri (cm) : 31 cm

    Taksiran berat janin : 3.100 gr

    Pemeriksaan dalam : 180611 (23.45 WIB)

    Porsio : tipis, lunak

    Pembukaan : 6 cm

    Penurunan : H1-2

    Ketuban : (), sisa jernih

    Terbawah : Presentasi Bokong murni (frank breech)

  • 31

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Hb : 12,0 gr/dl

    Leukosit : 8.900/m3

    Trombosit : 298.000/m3+

    Ht : 34,9%

    Bleeding time : 230

    Clotting time : 800

    Ureum : 30

    Creatinin : 1,1

    Gula darah sewaktu : 114 gr/dl

    V. DIAGNOSIS

    G1P0A0 hamil aterm inpartu kala I fase aktif janin tunggal hidup

    intrauterine dengan letak sungsang

    VI TERAPI

    Observasi keadaan ibu dan janin

    Pantau tanda vital, pembukaan, his dan DJJ untuk evaluasi setelah 4 jam.

    Rencana persalinan pervaginam

    ZA score = 5

    o Paritas: (Primi) = 0

    o Pernah letak sungsang: (tidak) = 0

    o TBJ : (

  • 32

    VII FOLLOW UP :

    19 Juni 2011, pukul 11.00 WIB

    S : sakit perut tambah kuat, ada rasa mau mengedan

    O : keadaan umum : baik

    tekanan darah : 130/90 mmHg

    nadi : 92 x/menit, teratur, kuat angkat

    pernapasan : 18 x/menit, teratur

    suhu : 36,70C

    TFU : 31 cm

    His : 3x/10 lamanya >30/teratur/relaksasi baik

    DJJ : 120x/menit, teratur

    VT : 8 cm, ketuban (-), mekonium

    Teraba bokong di HII, tidak teraba bagian

    Kecil/tali pusat.

    A : G1P0A0 Hamil Aterm Inpartu Kala I Fase Aktif Janin Tunggal

    Hidup Intrauterine dengan Letak Sungsang Bokong Murni HII

    P : - Observasi Keadaan ibu dan janin

    - Observasi tanda vital, His, DJJ, pembukaan dan kemajuan

    persalinan

    - Anjurkan ibu untuk makan dan minum

    - R/ Persalinan pervaginam

    19 Juni 2011, pukul 15.00 WIB

    S : mules-mules sakit perut ingin mengedan (+) semakin kuat, sakit

    pinggang (+), pergerakan anak (+)

    O : keadaan umum : baik

    tekanan darah : 110/70 mmHg

    nadi : 92 x/menit, teratur, kuat angkat

    pernapasan : 20 x/menit, teratur

    suhu : 36,50C

    TFU : 31 cm

  • 33

    His : 3x/10 lamanya 40/teratur/relaksasi baik

    VT : lengkap, ketuban (-), teraba bokong di

    HIII, tidak teraba bagian kecil/tali pusat

    A : G1P0A0 Hamil Aterm Inpartu Kala II Janin Tunggal Hidup

    Intrauterine dengan Letak Sungsang Bokong Murni HIII

    P : - R/ Persalinan pervaginam (ZA Score 5)

    - Monitoring DJJ

    - KIE : Pasien dan keluarganya tentang rencana tindakan

    19 Juni 2011, pukul 17.00 WIB

    S : mulles (+), anak belum lahir-lahir

    O : keadaan umum : baik

    tekanan darah : 110/80 mmHg

    nadi : 80 x/menit, teratur, kuat angkat

    pernapasan : 18 x/menit, teratur

    suhu : 36,70C

    TFU : 31 cm

    His : 3x/10 lamanya 40/teratur/relaksasi baik

    VT : lengkap, ketuban (-), teraba bokong di

    HIII, tidak teraba bagian kecil/tali pusat

    A : G1P0A0 Hamil Aterm Inpartu Kala II Janin Tunggal Hidup

    Intrauterine + Kala II Lama dengan Letak Sungsang Bokong

    Murni HIII

    P : setelah 2 jam tidak ada kemajuan persalinan, lapor Konsulen

    Saran Induksi

    - Misoprostol tab sublingual gerus/3 jam sampai his adekuat

    - Drip Syntocinon 5 IU 30 tpm

    19 Juni 2011, pukul 20.45 WIB

    S : mulles (+)

    O : keadaan umum : baik

  • 34

    tekanan darah : 110/80 mmHg

    nadi : 80 x/menit, teratur, kuat angkat

    pernapasan : 18 x/menit, teratur

    suhu : 36,70C

    TFU : 31 cm

    His : 3x/10 lamanya 40

    VT : lengkap, ketuban (-), teraba bokong di

    HIII, tidak teraba bagian kecil/tali pusat

    A : G1P0A0 Hamil Aterm Inpartu Kala II Janin Tunggal Hidup

    Intrauterine + Kala II Lama dengan Letak Sungsang Bokong Murni

    HIII

    P : - R/ Persalinan pervaginam

    Kemudian diambil sikap untuk memimpin persalinan dan

    memonitor denyut jantung janin. Proses yang terjadi selama partus

    kala II, sebagai berikut:

    1. Ibu tidur dalam posisi litotomi, dipimpin mengedan saat

    puncak his. Saat bokong crowning, sampai bokong lahir,

    bokong dicengkeram secara bracht, yaitu kedua ibu jari

    penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain

    memegang panggul.

    2. Pada setiap his ibu disuruh mengedan. Pada waktu tali pusat

    lahir dan tampak sangat tegang, tali pusat dikendorkan lebih

    dahulu.

    3. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil

    dilakukan traksi curam ke bawah badan janin diputar setengah

    lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan.

    Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar kembali

    ke arah yang berlawanan setengah lingkaran, demikian

    seterusnya bolak balik, sehingga bahu belakang tampak di

    bawah simfisis dan lengan dapat dilahirkan.

  • 35

    4. Kemudian berturut-turut lahir dagu, mulut, dan akhirnya

    seluruh kepala.

    5. Pukul 21.00 WIB lahir bayi laki-laki hidup, dengan berat badan

    3100 gram, panjang badan 50 cm, apgar score 7/10, anus (+),

    kelainan scrotum besar.

    6. Manajemen aktif kala III. Diberikan injeksi oksitosin 10 IU,

    secara IM, dilanjutkan dengan melakukan peregangan tali pusat

    terkendali.

    7. Pukul 21.10 WIB lahir plasenta dengan berat 400 gram,

    panjang tali pusat 40 cm, kesan komplit dan tidak ditemukan

    kalsifikasi.

    19 Juni 2011, pukul 21.30 WIB

    S : Post partum spontan

    O : keadaan umum : baik

    tekanan darah : 110/80 mmHg

    nadi : 80 x/menit, teratur

    pernapasan : 18 x/menit, teratur

    suhu : 36,70C

    TFU : 1 jari bawah umbilikus

    Kontraksi uterus : (+)

    A : P1A0 post partus matures secara manual aid dengan maneuver

    Louvset dan Mauriceau dalam Persalinan Kala IV. Anak-ibu baik

    P : Awasi kala IV

    19 Juni 2011, pukul 23.30 WIB

    S : 2 jam Post partum spontan

    O : keadaan umum : baik

    tekanan darah : 110/80 mmHg

    nadi : 80 x/menit, teratur, kuat angkat

    pernapasan : 18 x/menit, teratur

  • 36

    suhu : 36,70C

    TFU : 1 jari bawah umbilikus

    Kontraksi uterus : (+)

    A : P1A0 + PK IV

    P : - Observasi KU, TTV tiap 15 (1 jam ke I)

    Tiap 30 (1 jam ke II)

    - Pindah ke Nifas

    - KIE : Mobilisasi dini

    ASI Eksklusif

    KB Post Partum

  • 37

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada kasus di atas, saat

    anamnesis sebenarnya telah tanda-tanda kondisi letak sungsang. Pada

    pemeriksaan ante natal care, usia kehamilan masuk bulan ketujuh, bidan memberi

    informasi kondisi tersebut dan sempat memberikan interfensi dengan

    membenarkan posisi janin sehingga kepala berada di bagian bawah. Namun

    mengingat tindakan ini dilakukan saat air ketuban masih banyak, sehingga

    memasuki minggu-minggu sesudahnya posisi janin kembali sungsang.

    Adanya keluhan dari penderita yang mengatakan adanya pergerakan janin

    yang lebih aktif terutama di bagian abdomen setinggi pusat, juga mengarahkan

    pada diagnosis letak sungsang.

    Selanjutnya akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan kasus yang

    disesuaikan dengan teori seperti di bawah ini.

    1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat.

    Pasien ini didiagnosa dengan G1P0A0 dengan letak sungsang bokong H I-II

    + inpartu kala I, Anak aterm, tunggal, hidup, intrauterin, dengan riwayat keluar

    air. Usia kehamilan yang aterm pada kasus ini dapat dibuktikan dari HPHT yaitu

    11 September 2010, pemeriksaan tinggi fundus uteri 31 cm serta taksiran berat

    anak 3100 gr.

    Diagnosis letak sungsang pada kasus ini ditentukan dari hasil pemeriksaan

    Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas umbilikus serta pemeriksaan

    dalam. Pada pemeriksaaan Leopold I ditemukan teraba masa bulat, keras dan

    melenting pada bagian teratas fundus uteri yang mengesankan kepala janin,

    Leopold II juga menunjukkan daerah untuk memeriksa adanya denyut jantung

    janin terletak sedikit di atas pusat, begitu pun Leopold III, didapatkan massa yang

    bulat, lunak, noduler dan sedikit lebih susah digerakkan yang mengesankan

    bokong janin. Pemeriksaan dalam berupa vaginal toucher teraba bokong di HI-II

  • 38

    dan sakrum yang melintang semakin memperjelas diagnosis letak sungsang

    bokong murni (frank breech) pada kasus ini.

    2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat

    Pasien diberikan antibiotik injeksi. Berdasarkan kepustakaan hal ini sudah

    tepat sebagai profilaksis terjadinya infeksi. Berdasarkan evaluasi kemajuan yang

    dilakukan, diperoleh Zachtuchni Andros (ZA) score sebanyak 5, sehingga

    diputuskan untuk dilakukan ekspektasi per vaginam. Saat pengelolaan penderita

    menjelang persalinan, versi luar tidak dilakukan dengan beberapa pertimbangan.

    Bokong sudah masuk ke dalam pintu atas panggul, pembukaan serviks sudah

    lebih dari 4 cm dan hal ini merupakan kontraindikasi untuk dilakukan versi luar.

    Selanjutnya pasien direncanakan untuk persalinan pervaginam secara

    manual aid untuk melahirkan bokong sampai pusar lahir, dengan manuver

    Louvset untuk melahirkan bahu dan lengan serta teknik Mauriceu dilakukan untuk

    melahirkan kepala. Manual aid (partial breech axtraction; assisted breech

    delivery) adalah janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan

    sebagian lagi dengan tenaga penolong. Di Negara Amerika sebagian besar ahli

    kebidanan cenderung untuk melahirkan letak sungsang secara manual aid, karena

    mereka menganggap bahwa sejak tali pusat lahir adalah fase yang sangat

    berbahaya bagi janin, karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas

    panggul, dan kemungkinan besar tali pusat terjepit diantara kepala janin dan pintu

    atas panggul. Keuntungan manuver Louvset sebagai teknik yang dipergunakan

    dalam menolong persalinan sungsang pada kasus ini antara lain teknik ini

    merupakan teknik yang sederhana dan jarang gagal, dapat dilakukan pada segala

    macam letak sungsang tanpa memperhatikan posisi lengan serta meminimalisir

    bahaya infeksi karena tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir. Teknik

    Mauriceu dilakukan untuk melahirkan kepala. Interfensi Kristeller pada saat

    persalinan dilakukan dengan tujuan agar tenaga mengejan lebih kuat, sehingga

    fase cepat dapat segera diselesaikan ; menjaga agar posisi kepala janin tetap dalam

    posisi fleksi ; dan menghindari terjadinya ruang kosong antara fundus uterus

    dengan kepala janin sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.

  • 39

    Zachtuchni dan Andros memberikan panduan untuk menentukan jenis

    persalinan pada letak sungsang. Pada kasus ini didapatkan skor 5, artinya boleh

    dilahirkan pervaginam. ALARM (Advanced in Labour and Risk Management)

    memberikan panduan persalinan untuk letak sungsang yaitu bukan footlink

    breech, taksiran berat anak antara 25003600 gram serta tidak adanya

    hiperekstensi kepala. Kasus ini dapat memenuhi 2 dari 3 kriteria yang diberikan

    ALARM, dimana jenis sungsang bukan footlink, dan taksiran berat anak 3100

    gram. Adanya hiperekstensi kepala pada kasus ini belum dapat disingkirkan,

    karena untuk menentukan adanya hiperekstensi kepala memerlukan pemeriksaan

    USG atau Rontgen.1,16

    Jenis A17

    melaporkan tingginya resiko cedera servikal

    akibat hiperekstensi kepala selama proses persalinan sungsang. Westgren18

    , dkk

    dalam penelitiannya, dari 445 kasus letak sungsang, 33 dengan hiperekstensi

    kepala dalam derajat yang berbeda. Dari 33 kasus ini 26 lahir pervaginam dan 7

    dengan SC. Setelah follow-up selama 24 tahun lima bayi dengan hiperekstensi

    kepala yang lahir pervaginam (22%) mempunyai sekuele neurologis yang

    berhubungan dengan cedera spinal, supraspinal dan cerebelum, sementara semua

    bayi yang lahir dengan SC normal. Sehingga ia menganjurkan pemeriksaan

    roentgen abdominal untuk semua kasus sungsang. Caterini19

    , dkk serta Ballas16

    ,

    dkk menganjurkan hal yang sama karena terjadinya aftercoming head akibat

    hiperekstensi kepala adalah hal yang serius. Oleh karena itu sebelum memutuskan

    persalinan pervaginam sebaiknya dilakukan dulu pemeriksaan Roentgen

    abdominal. Pemeriksaan penunjang diagnosis berupa ultrasonografi (USG)

    sebenarnya bisa membantu terapi lebih dini, tetapi hal ini tidak dilakukan.

    Komplikasi yang berarti tidak dijumpai pada penderita, dan secara umum

    prognosis baik ibu maupun janin dengan letak sungsang memiliki resiko yang

    lebih besar dibandingkan dengan letak kepala. Pada persalinan sungsang yang

    sulit terdapat peningkatan resiko maternal. Manipulasi secara manual dalam jalan

    lahir akan memperbesar resiko infeksi pada ibu. Sehingga post partus sebagai

    tindakan profilaksis terhadap infeksi diberikan terapi oral berupa antibiotik

    Amokcicillin 3x500 mg, pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri pada luka

  • 40

    post partus Asam Mefenamat 3x500 mg, tablet penambah darah Sulfas Ferosus

    2x1sebagai pengganti darah yang banyak hilang saat proses persalinan

    3. Apa penyebab Letak Sungsang pada kasus ini.

    Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas

    uterus (malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa pada

    leher, aneploid), overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion), multipara

    dengan berkurangnya kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis (plasenta previa,

    myoma, tumor pelvis lain). Fianu dan Vacclanova (1978) mendapatkan dengan

    pemeriksaan USG bahwa prevalensi letak sungsang tinggi pada implantasi

    plasenta pada cornu-fundal.1

    Sesuai teori yang ada bahwa plasenta yang terletak

    didaerah kornu fundus uteri dapat menyebabkan letak sungsang, karena plasenta

    mengurangi luas ruangan didaerah fundus sehingga kepala berada diruang yang

    lebih kecil dan bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas yaitu di

    segmen bawah rahim.

    Abnormalitas uterus sebagai penyebab sungsang pada kasus ini mungkin

    dapat kita singkirkan mengingat riwayat kelahiran sebelumnya tidak pernah

    sungsang. Abnormalitas janin, overdistensi uterus serta obstruksi pelvis juga tidak

    ditemukan. Implantasi plasenta pada cornu-fundal sebagai predisposisi sungsang

    kasus ini tidak bisa ditegakkan karena tidak dilakukan manual plasenta. Schiara20

    menyatakan bahwa 50% kasus sungsang tidak ditemukan faktor penyebabnya.

  • 41

    BAB V

    KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan

    1. Pemeriksaan dan diagnosis serta penatalaksanaan kasus ini dapat diterima

    dan sesuai dengan literatur yang ada.

    2. Pada kasus ini pasien direncanakan untuk persalinan pervaginam secara

    manual aid dengan manuver Louvset dan Teknik Mauriceu.

    3. Faktor predisposisi sungsang pada kasus ini tidak dapat ditemukan.

    5.2 Saran

    1. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG terlebih dahulu untuk

    menyingkirkan adanya hiperekstensi kepala sebelum diputuskan dilakukan

    tindakan persalinan pervaginam pada kasus sungsang.

  • 42

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JH, Wenstrom

    KD. Breech Presentation and Delivery in William Obstetrics, 21st edition.

    New York: Mc Graw Hill Company, 2001;509535.

    2. Distosia (Patologi Persalinan) dalam Obstetri Patologi Bagian Obstetri dan

    Ginekologi, edisi 1979. Bandung: Elstar Offset: 169185.

    3. DiLeo GM. Fetal Anatomi. http://www.ahealthyme.com/fa/ahealth.csd,

    last update december 10, 1999. accesssed june 20, 2011.

    4. Fischer R. Breech Presentation. http://www.emedicine.com/bp/emed.css,

    last update May 5, 2005. Accessed june 20, 2011.

    5. Saputra RG dkk. Presentasi Bokong. Tinjauan Pustaka. Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.

    Purwokerto. 2009.

    6. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya dalam Ilmu

    Kebidanan, edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 2002; 607622.

    7. Alan H, Cherney D, Nathan L, Goodwin TM. Current Obstetric and

    Gynecologic Diagnosis and Treatment. McGraw-Hill Medical USA, 2006;

    45.

    8. Giuliani A, Scholl WMJ, Basver A, Tamussino KF. Mode of Delivery and

    Outcome of 699 Term Singleton Breeech Deliveries at a Single Center.

    Am J Obstet Gynecol 2002; 187:16941698.

    9. Zhang J, Bowes WA, Fortney JA. Efficacy of External Cephalic Version,

    Including Safety, Cost Benefits Analysis, and The Impact on The Cesarean

    Delivery Rate. Obstet Gynecol 1993; 82:306.

    10. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan,

    Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000.

    11. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu

    Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.

    12. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4.

    Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002

    13. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan

    Kesehatan Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka,

    Jakarta 2002.

  • 43

    14. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC,

    Jakarta 1998.

    15. Nugroho K. Persalinan Sungsang. Tersedia pada

    http//:www.geocities.com/Yosemite/rapids/ck obpt9.html. Accessed june

    20, 2011.

    16. Ballas S, et al. Deflexion of The Fetal Head in Breech Presentation.

    Incidence, Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology.

    Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.

    17. Jenis A. Pregnancy, Breech Delivery. Diakses dari

    http://www.emedicine.com/. Juli, 2011.

    18. Westgren, et al. Hyperextension of The Fetal Head in Breech Presentation.

    A Study with Long-Term Follow-up. Diakses dari :

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Juli, 2011.

    19. Caterini, et al. Fetal Risk in Hyperextension of The Fetal Head in Breech

    Presentation. Diakses dari http://www.greenjournal.org/. Juli, 2011.

    20. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th

    edition, Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997.