cha kelompok fadlan

91
1 I. Pendahuluan i. Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan di Indonesia. Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah diare. Penyakit diare ini sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang disertai dengan jumlah kematian yang cukup tinggi (Depkes RI, 1996). Diare merupakan penyakit menular yang dapat dicegah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Sander, 2005). Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkanmeningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama

Upload: m-rizki-fadlan

Post on 05-Jul-2015

175 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: cha kelompok Fadlan

1

I. Pendahuluan

i. Latar Belakang

Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan di

Indonesia. Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia adalah diare. Penyakit diare ini sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB)

yang disertai dengan jumlah kematian yang cukup tinggi (Depkes RI, 1996).

Diare merupakan penyakit menular yang dapat dicegah dengan menerapkan perilaku

hidup bersih dan sehat. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak

memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan,

pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta

penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Sander, 2005).

Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor

pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku.

Faktor penjamu yang menyebabkanmeningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya

tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi.

Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan

tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor

lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku

manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes,

2005). Usia bawah lima tahun (Balita) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita

diare. Faktor daya tahan tubuh, gizi, perilaku ibu, pengetahuan ibu dansanitasi lingkungan

merupakan faktor faktor yang diduga berperan dalam menyebabkan terjadinya diare pada

balita (Calistus, 2008).

Faktor ibu merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap angka

kesakitan diare pada balita. Hal ini terjadi karena balita masih tergantung dengan ibunya

sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan ibu akan berpengaruh terhadap balita.

Menurut Markum (2002) kejadian diare yang dialami oleh balita dipengaruhi oleh pola asuh

yang diberikan oleh keluarga, khususnya pola asuh yang diberikan oleh ibu. Markum (2002)

juga menyatakan bahwa faktor pemberian ASI berpengaruh terhadap kejadian diare. Balita

Page 2: cha kelompok Fadlan

2

yang menderita diare umumnya tidak mendapatkan ASI dan hanya digantikan oleh susu

formula. Beberapa peran ASI belum mampu digantikan oleh susu formula, misalnya peran

bakteriostatik, anti alergi, atau peran psikososial. Hasil penelitian Soetjiningsih (1997)

menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai kemungkinan 14,2 kali

lebih sering terkena diare dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hal ini

dapat disebabkan karena ASI mengandung nilai gizi yang tinggi, adanya antibodi seperti IgA

yang dapat melindungi balita dari infeksi, laktosa yang merupakan karbohidrat utama yang

berfungsi sebagai salah satu sumber energi otak, lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan

pada perkembangan otak bayi. Disamping itu ASI juga mengandung docosaheksanoic acid

(DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan dalam perkembangan jaringan saraf dan

retina mata (Hendarto, 2008).

Hygienitas ibu juga penting dalam pengaruhnya terhadap kejadian diare anak

balitanya. Cairncross et al., (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa keluarga yang

tidak menerapkan perilaku hygienis pada pola asuh balita memiliki kemungkinan 2,2 kali

lebih tinggi menderita diare dibandingkan dengan keluarga yang menerapkan pola perilaku

hidup hygienis. Selain hygienitas dan pemberian ASI, berdasarkan hasil penelitian Tjitra

(1994), pendidikan ibu juga memiliki hubungan terhadap kejadian diare.

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di

negara berkembang. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa diare merupakan

penyebab 13% - 36% kematian penduduk dunia atau sekitar 5,5 juta jiwa per tahun, baik di

negara maju maupun di negara berkembang.(WHO, 2003). Penyakit diare di Indonesia sampai

saat ini masih merupakan salah satu penyakit endemis dan masih sering menimbulkan

kejadian luar biasa (KLB) di masyarakat oleh karena seringnya terjadi peningkatan kasus

diare pada saat atau musim-musim tertentu yaitu pada musim kemarau dan pada puncak

musim hujan.

Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat

yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang

menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari

tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per

1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR

2,52%). Pada tahun 2007 terdapat peningkatan CFR diare di Indonesia menjadi 3,5%. Pada

Page 3: cha kelompok Fadlan

3

tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian yang pertama pda balita dengan proporsi

mencapai 31, 5% (Riset Kesehatan Dasar , 2007).

Jawa Tengah memiliki prevalensi diare sebesar 15,2% lebih tinggi dari prevalensi

nasional Diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden) sebesar

15,00%. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Diare diatas prevalensi nasional, yaitu

Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa

Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua (Riset Kesehatan Dasar, 2007).

Jumlah kasus diare di Jawa Tengah tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita

dengan sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 269.483 penderita. Jumlah

kasus diare pada balita setiap tahunnya ratarata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus

diare pada balita masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Jateng,

2007).

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu dari 35 Kabupaten atau kota di Provinsi

Jawa Tengah. Prevalensi diare di Kabupaten Banyumas pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu

sebanyak 15,71% dari total jumlah penduduk. Penyakit diare seluruhnya yang tercatat ada

43.538 kasus, untuk kasus diare pada balita sebesar 21,98% atau sebanyak 9883 penderita.

Kabupaten Banyumas terbagi menjadi 20 kecamatan dan salah satunya adalah

Kecamatan Pekuncen. Diare menjadi salah satu masalah kesehatan utama di wilayah kerja

puskesmas pekuncen, Banyumas. Angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen

kabupaten Banyumas pada tahun 2010 mencapai 1151 kasus (17%) dengan proporsi

terbanyak pada Balita dengan proporsi sebanyak 21,7%. Angka kejadian diare di Wilayah

kerja Puskesmas Pekuncen mengalami peningkatan dari tahun ketahun, pada tahu 2009

jumlah kasus diare sebanyak 973 kasus sedangkan pada tahun 2008 jumlah kasus diare

mencapai 905 kasus (Profil Kesehatan Puskesmas Pekuncen 2010, 2009, 2008). Oleh Karena

itu, perlu dilakukan intervensi komunitas untuk menurunkan kejadian diare terutama pada

Balita di Kecamatan Pekuncen yang terus meningkat dari tahun ketahun.

Studi kasus community health analysis (CHA) mengenai hubungan antara

perilaku ibu, pengetahuan Ibu dan Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di

Kecamatan Pekuncen belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh kareanya studi ini perlu

dialkukan untuk mengetahui hubungan antara perilaku ibu, pengetahuan Ibu dan Sanitasi

Page 4: cha kelompok Fadlan

4

Lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di Kecamatan Pekuncen. Hasil studi CHA ini

diaharapkan dapat menjadi dasar untuk pelaksanaan intervensi komunitas guna menurunkan

angka kejadian diare pada Balita di Kecamatan pekuncen.

ii. Tujuan

1. Mengetahui hubungan antara pengetahunan dengan kejadian diare di Desa Pekuncen

2. Mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare di Desa

Pekuncen

3. Mengetahui hubungan antara perilaku dengan kejadian diare di Desa Pekuncen

iii. Manfaat

1. Bagi mahasiswa

Memberikan pengalaman bagi mahasiswa dalam memecahkan masalah kesehatan Diare

yang ada di masyarakat

2. Bagi masyarakat Desa Pekuncen

Masyarakat Desa Pekuncen mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan Diare dan

cara penanggulangannya.

3. Bagi instansi terkait

Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diare

di Desa Banjar Anyar sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan yang harus

diambil untuk menyelesaikan masalah Puskesmas Pekuncen.

4. Bagi Fakultas Kedokteran Unsoe

Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian

selanjutnya.

Page 5: cha kelompok Fadlan

5

II. Analisis Situasi

i. Keadaan Geografi Kecamatan Pekuncen

Kecamatan Pekuncen merupakan salah satu kecamatan yang berbatasan langsung

dengan wilayah kabupaten lain yaitu Kabupaten Brebes. Kecamatan Pekuncen memiliki luas

wilayah kurang lebih 92.70 Km2. Kecamatan Pekuncen terdiri dari 16 desa yaitu: Desa

Pekuncen, Desa Kranggan, Desa Karangkemiri, Desa Banjaranyar, Desa Cikawung, Desa

Krajan, Desa Glempang, Desa Pasiraman Lor, Desa Pasiraman Kidul, Desa Karangklesem,

Desa Candinegara, Desa Cikembulan, Desa Cibangkong, Desa Semedo dan Desa Petahunan.

Dari 16 desa yang ada di Kecamatan Pekuncen tersebut, desa yang mempunyai

wilayah terluas adalah Desa Krajan yaitu sekitar 24,61 Km2 sedangkan Desa Pasiraman

Kidul merupakan desa yang mempunyai wilayah paling sempit yaitu sekitar 0,79 Km2.

Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pekuncen adalah:

- Sebelah Utara : Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes

- Sebelah Selatan : Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas

- Sebelah Barat : Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas

- Sebelah Timur : Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas

ii. Keadaan Demografi Kecamatan Pekuncen

1. Pertumbuhan Penduduk

Berdasarkan data statistik Kecamatan Pekuncen, hasil Registrasi Penduduk pada

tahun 2009 jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen adalah 65.886 jiwa, yang terdiri dari

32.927 jiwa laki-laki (49,98%) dan 32.959 jiwa perempuan (50,02%). Terdiri dari 20.893

rumah tangga/KK dengan rata-rata jiwa/rumah tangga adalah 3 orang.

Jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen tahun 2010 yang tertinggi/terbanyak

adalah di desa Pekuncen yaitu sebanyak 5.873 jiwa dan paling sedikit adalah Desa

Pasiraman Kidul sebanyak 1.742 jiwa. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk

tahun 2009 , terjadi kenaikan sebesar 0,37 % pada tahun 2010.

2. Kepadatan Penduduk

Page 6: cha kelompok Fadlan

6

Kepadatan penduduk Kecamatan Pekuncen Tahun 2010 sebesar 711 jiwa/km2,

dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu di desa Cikembulan sebesar 2.314 jiwa/km2,

sedangkan tingkat kepadatan terendah yaitu di desa Krajan sebesar 175 jiwa/km2.

3. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

Berdasarkan data statistik kecamatan, dapat diketahui bahwa proporsi penduduk

menurut umur di Kecamatan Pekuncen adalah kelompok umur terbesar pada umur 10-14

tahun yaitu sebanyak 6.156 jiwa, sedangkan kelompok umur terkecil yaitu pada

kelompok umur > 75 tahun sebanyak 718 jiwa. Kelompok umur Balita di kecamatan

pekuncen berjumlah 3081 jiwa.

iii. Keadaan Sosial Ekonomi

1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Pekuncen pada tahun 2010 dapat dilihat

pada tebel berikut:

Tabel 2.1. Keadaan Sosial Ekonomi

No. Jenis Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1.

2.

3

4.

5

6

Tidak/ Belum pernah sekolah

Tidak/ Belum tamat SD

SD

SLTP

SLTA

Perguruan Tinggi

1.201

6.658

15.079

3.332

2.434

356

1.304

7.214

15.690

3.672

2.535

379

2.505

13.872

30.769

7.004

4.969

735

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan penduduk

sebagian besar adalah tamat SD sebesar 30.769 orang atau 46,7 % dari jumlah penduduk.

Sedangkan jumlah tingkat pendidikan terkecil yaitu Perguruan tinggi sebanyak 735 orang

atau 1,11 % dari jumlah penduduk.

Angka melek huruf di Kecamatan Pekuncen juga sudah cukup tinggi, hal ini dapat

dilihat dari penduduk usia 10 tahun ke atas yang melek huruf di kecamatan Pekuncen

yaitu sebesar 80,4%.

Page 7: cha kelompok Fadlan

7

2. Jenis Pekerjaan

Berdasarkan data statistik Kecamatan Pekuncen, dapat diketahui bahwa sebagian

besar penduduk memiliki mata pencaharian pada sektor informal yaitu sebesar 50,33 %

dari jumlah penduduk, sedangkan yang memiliki mata pencaharian pada sektor formal

sebesar 1,89 % dari total penduduk. Secara spesifik, mata pencaharian sebagian besar

penduduk Kecamatan Pekuncen adalah sebagai buruh tani yaitu sebanyak 11.780 orang

atau sebesar 18,50% dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah terkecil adalah penduduk

yang bekerja pada BUMN/BUMD yaitu sebanyak 20 orang atau sebesar 0,03 % dari total

penduduk.

iv. Petugas kesehatan

Menurut profil puskesmas Pekuncen (2010) Data petugas kesehatan di Puskesmas

Pekuncen pada tahun 2010 sebagai berikut :

Tabel 2.2. Daftar Tenaga Kesehatan PUSKESMAS Pekuncen

No Jenis Tenaga PNS PTT Honor Daerah

Honor Puskesmas

Jml Ket

1.2.3.4.5.6. 7.8.9.10.11.12.13.14.15.

Dokter UmumDokter GigiPerawat UmumPerawat GigiBidanApotekerPelaksana GiziPelaksanaKeslingAnalisPekarya Kes.Juru ImunisasiJuru masak Cleaning serviceSopir

21419-1-1215---

----7----------

-----------1---

--6----1----111

2110116-111216111

2 S1S1

8SPK,2AKPERDIII

8 DI, 8 DIII-

DIIIDIIIDIIISMASMP

5 SMA, 1 SDSD

SMPSMA

JUMLAH 25 8 1 10 44

Page 8: cha kelompok Fadlan

8

v. Pencapaian Program Puskesmas

1. Program Kesehatan Ibu dan Anakl

1.1. Angka Kematian Ibu

Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 88,97/100.000 kelahiran hidup, angka

kematian ibu mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 262,3/ 100.000

kelahiran hidup. Angka kematian ibu di puskesmas Pekuncen lebih tinggi daripada

indicator standar pelayanan minimal (SPM) yaitu sebesar 150/100.000 kelahiran

hidup.

1.2. Angka Kematian Bayi

Pada tahun 2009 Angka Kematian bayi sebesar 0/1000 kelahiran hidup dari jumlah

kelahiran sebesar 1124 kelahiran hidup. pada tahun 2010 terdapat 1.141 kelahiran

hidup dimana jumlah lahir mati sebanyak 17 bayi, jumlah bayi mati sebanyak 18 bayi.

Angka kematian bayi (AKB) di kecamatan Pekuncen pada tahun 2010 adalah sebesar

15,8 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi mengaami peningkatan dari

tahun sebelumnya, akan tetapi jumlah tersebut lebih rendah dari indikator Indonesia

sehat 2010 yaitu sebesar 40/1000 kelahiran hidup.

1.3. Angka Kematian balita

Angka kematian balita pada tahun 2009 dan 2010 adalah 0/1000 kelahiran hidup,

angka tersbut jauh lebih rendah dari indikator Indonesia sehat 2010 yaitu sebesar

58/1000 kelahiran hidup.

1.4. Cakupan Kunjungan Neonatus, Bayi Dan Bayi BBLR yang Ditangani

Berdasarkan data koordinator KIA Puskesmas Pekuncen diketahui bahwa cakupan

kunjungan neonatus adalah sebanyak 1.124 orang atau 100%, adapun cakupan

kunjungan bayi adalah sebanyak 1.109 atau sebesar 98,67%. Jumlah bayi lahir hidup

sebanyak 1.124 orang dengan jumlah bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

sebanyak 40 orang atau sebesar 55,94%. Dari sejumlah 40 bayi dengan BBLR

tersebut, semuanya atau 100% telah mendapat penanganan.

1.5. Bumil Risti Dirujuk

Page 9: cha kelompok Fadlan

9

Dari sejumlah 1.210 ibu hamil yang ada di wilayah Puskesmas Pekuncen, terdapat ibu

hamil dengan resiko tinggi sebanyak 377 orang dan yang dirujuk sebanyak 249 orang

atau sebesar 66%, sedangkan pada tahun 2010 jumlah ibu hamil risiko tinggi yang di

rujuk sebesar 368 orang (52%) dari total jumlah ibu hamil risiko tinggi sebesar 714

orang. Hal ini masih dibawah SPM yaitu sebesar 90%.

1.6. Bumil dan Neonatal Risti

Pada tahun 2010 data petugas KIA Puskesmas Pekuncen menunjukan bahwa jumlah

ibu hamil sebanyak 1.210 orang, dan dari jumlah tersebut ibu hamil dengan resiko

tinggi/komplikasi sebanyak 249 orang dengan jumlah bumil risti ditangani sebanyak

249 orang. Jumlah neonatal sebanyak 1.124, dengan jumlah neonatal risti/komplikasi

sebanyak 40 orang dan ditangani sebanyak 40 orang.

1.7. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K1, K4), Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan dan

Pelayanan Ibu Nifas

Jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun 2009 tercatat sebanyak

1.120 orang. Dari jumlah tersebut yang melakukan pemeriksaan kesehatan ke petugas

kesehatan untuk kunjungan pertama (K1) sebanyak 1.120 orang atau 100%,

sedangkan yang melakukan kunjungan ke empat (K4) sebanyak 1.055 orang atau

87,99% berarti diawah SPM (95%). Sedangkan pada tahun 2010 jumlah ibu hamil

tercatat sebanyak 1.224 orang. Dari jumlah tersebut yang melakukan pemeriksaan

kesehatan ke petugas kesehatan untuk kunjungan pertama (K1) sebanyak 1.224 orang

atau 100%, sedangkan yang melakukan kunjungan ke empat (K4) sebanyak 1.141

orang atau 93,22% dibawah SPM (95%).

Jumlah ibu bersalin sebanyak 1.133 orang, dan ibu bersalin yang ditolong tenaga

kesehatan sebanyak 1.082 atau sebesar 95,50%. Sedangkan jumlah ibu nifas sebanyak

1.133 orang dan yang mendapat palayanan nifas sebanyak 1.133 orang atau 100%.

Jumlah ibu bersalin sebanyak 1.060 orang, dan semuanya atau 100% ditolong oleh

tenaga kesehatan. Sedangkan jumlah ibu nifas sebanyak 1.109 orang dan yang

mendapat palayanan nifas sebanyak 1.109 orang atau 100%.

1.8. Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita, Pemeriksaan Kesehatan Siswa

SD/SMP/SMU

Page 10: cha kelompok Fadlan

10

Pada tahun 2009, di Kecamatan Pekuncen terdapat balita (Pra sekolah) sebanyak 4.889

orang, dan yang dideteksi sebanyak 4.922 orang atau sebesar 100,67%. Sedangkan

jumlah anak usia SD sebanyak 7.498 orang dan usia SMP sampai dengan SMA

sebanyak 2.419 orang.

1.9. Jumlah PUS, Peserta KB, Peserta KB Baru, Dan KB Aktif

Berdasarkan data koordinator KB Puskesmas Pekuncen, diketahui bahwa jumlah

Pasangan Usia Subur (PUS) di wilayah Puskesmas Pekuncen sebanyak 14.393 orang.

Dari jumlah PUS yang ada tersebut jumlah peserta KB baru sebanyak 2.203 orang atau

15,31%. Sedangkan jumlah peserta KB aktif sebanyak 10.192 orang atau 70,81% atau

dibawah SPM yaitu sebesar 80%

1.10. Cakupan Desa/Kelurahan UCI

Pada tahun 2009 dan 2010, berdasarkan data petugas koordinator imunisasi

Puskesmas Pekuncen diketahui bahwa seluruh desa di wilayah Puskesmas Pekuncen

sudah UCI 100%.

1.11. Cakupan Imunisasi Bayi

Berdasarkan data petugas koordinator imunisasi Puskesmas Pekuncen diketahui

bahwa jumlah bayi di Kecamatan Pekuncen pada tahun 2009 sebanyak 1.072 bayi.

Sedangkan cakupan imunisasinya untuk tiap jenis imunisasi adalah sebagai berikut:

bayi mendapat imunisasi BCG sebanyak 1.118 atau sebesar 104,29%, bayi mendapat

imunisasi DPT1+HB1 sebanyak 1.050 atau sebesar 97,95%, bayi mendapat

imunisasi DPT3+HB3 sebanyak 1.048 atau 97,76%, bayi mendapat imunisasi polio 4

sebanyak 1.016 atau sebesar 94,78%, bayi mendapat imunisasi campak sebanyak

1.008 atau 94,03% dan bayi mendapat imunisasi Hepatitis B3 sebanyak 657 atau

sebesar 61,29%. Sedangkan angka Drop Out (DO) sebesar 954%.

1.12. WUS dengan Imunisasi TT

Data jumlah wanita usia subur (WUS) di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun

2009 sebanyak 1.210 orang, dari jumlah tersebut yang telah mendapatkan imunisasi

TT1 sebanyak 106 atau sebesar 8,76%. Sedangkan yang telah mendapat TT 3

sebanyak 254 orang atau sebesar 20,992%.

1.13. Akses Ketersediaan Darah untuk Bumil dan Neonatus yang Dirujuk

Page 11: cha kelompok Fadlan

11

Pada tahun 2009, jumlah ibu hamil yang memerlukan darah sebanyak 10 orang dan

semuanya (100%) mendapat darah. Sedangkan jumlah ibu hamil dan neonatus yang

memerlukan 10 orang dan yang mendapat darah juga sebanyak 10 orang atau 100%.

2. Pemberantasan penyakit Menular

2.1. Pada tahun 2009 kasus TB Paru sebanyak 26 kasus, doibati 26 kasus dan yang

sembuh sebanyak 26 kasus atau 100%. Sedangkan pada tahun 2010 terdapat 10 kasus

baru BTA positif. Kasus baru yang diobati 10 kasus dan yang sembuh sebanyak 10

kasus atau 100%. Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk kesembuhan penderita

TBC BTA positif adalah > 85%. Sehingga jika dibandingkan dengan SPM maka

kesembuhan penderita TBC BTA positif sudah memenuhi target.

2.2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD

Pada tahun 2010 berdasarkan data petugas P2 DBD Puskesmas Pekuncen diketahui

bahwa kasus penyakit DBD sebanyak 15 kasus, dan jumlah tersebut semuanya telah

mendapat pelayanan/ ditangani (100%). Angka kejadian DBD di puskesmas

pekuncen ( 21,3/100.00) lebih tinggi dari indikator indonesia sehat yaitu sebesar

(2/100.000). Angka kejadian DBD pada tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan tahun

2009 yaitu sebesar 11 kasus ( 16/100.000)

2.3. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA dan Pneumonia

Pada tahun 2010 berdasarkan data petugas P2 ISPA Puskesmas Pekuncen, dapat

diketahui bahwa kasus pneumonia balita sebanyak 104 kasus, yang ditangani

sebanyak 104 kasus (100%). Perkiraan kasus pneumonia balita adalah sebanyak 380

kasus, sehingga pneumonia balita yang ditemukan/ ditangani belum memenuhi

target. Sedangkan jika dibandingkan dengan SPM untuk balita dengan pneumonia

yang ditangani sebesar 100% maka Puskesmas Pekuncen sudah memenuhi standar

SPM.

2.4. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA dan Pneumonia

Pada tahun 2010 berdasarkan data petugas P2 ISPA Puskesmas Pekuncen, dapat

diketahui bahwa kasus pneumonia balita sebanyak 104 kasus, yang ditangani

sebanyak 104 kasus (100%). Perkiraan kasus pneumonia balita adalah sebanyak 380

kasus, sehingga pneumonia balita yang ditemukan/ ditangani belum memenuhi

target. Sedangkan jika dibandingkan dengan SPM untuk balita dengan pneumonia

Page 12: cha kelompok Fadlan

12

yang ditangani sebesar 100% maka Puskesmas Pekuncen sudah memenuhi standar

SPM.

2.5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta

Berdasarkan data petugas P2 Kusta Puskesmas Pekuncen, pada tahun 2010 terdapat 4

penderita Kusta tipe MB dan dari jumlah tersebut 1 orang sudah RFT MB. Upaya

pencegahan dan pemberantasan penyakit kusta dilakukan dengan melakukan

penemuan dini kasus kusta dan pengawasan terhadap penderita, keluarga penderita

dan orang-orang yang melakukan kontak dengan penderita.

2.6. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-AIDS dan IMS

Berdasarakan data Puskesmas, jumlah kasus penyakit HIV-AIDS dan IMS pada

tahun 2010 sebanyak 0 kasus. Angka ini bisa merupakan keadaan sebenarnya dan

bisa juga bukan. Hal ini karena kasus penyakit HIV-AIDS dan IMS merupakan

fenomena gunung es, sehingga bisa saja di kecamatan Pekuncen ada penderita HIV-

AIDS dan IMS tapi tidak terdata karena penderita sulit terdeteksi.

3. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar

3.1. Pendataan Rumah Sehat

Salah satu usaha guna pembunaan kesehatan lingkungan adalah dengan dilakukannya

pendataan rumah sehat. Berdasarkan hasil pendataan yang telah dilakukan dapat

diketahui bahwa dari jumlah rumah sebanyak 17.152 rumah dengan jumlah rumah

yang diperiksa sebanyak 2.154 rumah atau 12,56%. Didapatkan bahwa sebanyak

1.013 rumah atau sebesar 47,03 % termasuk dalam rumah sehat.

3.2. Persediaan Air Bersih

Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.893 KK dengan jumlah KK yang diperiksa

sebanyak 2.261 KK didapatkan bahwa sebanyak 2.074 KK atau 92 % memiliki

persediaan air bersih dan 2.261 KK atau 100 % persediaan air bersihnya sehat.

3.3. Kepemilikan Jamban

Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.893 KK dengan jumlah KK yang diperiksa

sebanyak 2.261 KK didapatkan bahwa sebanyak 1.530 KK atau 67,67 % memiliki

jamban dan dari jumlah tersebut, jumlah jamban yang sehat sebanyak 935 atau 61,11

%.

3.4. Kepemilikan Tempat Sampah

Page 13: cha kelompok Fadlan

13

Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.893 KK dengan jumlah KK yang diperiksa

sebanyak 2.261 KK didapatkan bahwa sebanyak 1.386 KK atau 61,30% memiliki

tempat sampah dan jumlah tempat sampah yang sehat sebanyak 510 atau sebesar

36,80%.

3.5. Kepemilikan Sarana Pengelolaan Air Limbah (SPAL)

Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.893 KK dengan jumlah KK yang diperiksa

sebanyak 2.261 KK didapatkan bahwa sebanyak 1.150 KK atau 50,86% memiliki

sarana pengelolaan air limbah dengan jumlah sarana pengelolaan air limbah yang

sehat sebanyak 120 atau 10,43 %.

4. Perbaikan Gizi Masyarakat

4.1. Cakupan Bayi dan Balita Mendapat Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan laporan dari petugas gizi puskesmas Pekuncen tahun 2009, dapat

diketahui bahwa jumlah bayi umur 6-11 bulan sebanyak 705 orang dan seluruhnya

telah mendapat vit A 1x atau 100%. Bayi umur 12 – 59 bulan sebanyak 3884 orang

dan keseluruhannya (100%) telah mendapat vit A 2x.

Sedangkan jumlah anak usia 2-24 bulan yang BGM pada tahun 2009 sebanyak 3

orang, dan dari jumlah tersebut semuanya telah diberi MP ASI. Jumlah balita gizi

buruk pada tahun 2009 sebanyak 3 orang dan semuanya telah mendapat perawatan.

Pada tahun 2010 jumlah balita gizi buruk sebanyak 12 anak dan dari jumlah tersebut

semuanya mendapat perawatan. SPM untuk balita gizi buruk mendapatkan perawatan

adalah sebesar 100%. Sehingga cakupan gizi buruk mendapat perawatan di

Kecamatan Pekuncen dibanding dengan SPM sudah memenuhi target.

4.2. Cakupan Ibu Hamil Menadapat Tablet Fe

Berdasarkan laporan petugas gizi Puskesmas Pekuncen diketahui bahwa jumlah ibu

hamil di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun 2009 adalah sebanyak 1.210 orang.

Dari jumlah tersebut yang sudah mendapat tablet Fe1 sebanyak 1.016 orang atau

sebesar 83,97%, dan yang sudah mendapat tablet Fe3 sebanyak 931 orang atau

sebesar 76,94% atau lebih rendah dari SPM sebesar 80%. Sedangkan jumlah ibu nifas

adalah sebanyak 1.109 orang dengan 897 orang atau 80,884% diantaranya telah

mendapat vit A, akan tetapi jumlah tersebut masih dibawah SPM yaitu sebesar 90%.

Page 14: cha kelompok Fadlan

14

Berdasarkan laporan petugas gizi Puskesmas Pekuncen diketahui bahwa jumlah ibu

hamil di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.224 orang.

Dari jumlah tersebut yang sudah mendapat tablet Fe1 sebanyak 1.124 orang atau

sebesar 91,83%, dan yang sudah mendapat tablet Fe3 sebanyak 1.214 orang atau

sebesar 99,18%. Sedangkan jumlah ibu nifas adalah sebanyak 1.133 orang dengan

793 orang atau 69,991% diantaranya telah mendapat vit A.

5. Promosi Kesehatan

5.1. Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Penyuluhan tidak langsung bisa berupa pembagian leafleat, poster, pemutaran film

maupun melalui media-media lainnya. Berdasarkan tabel 35 lampiran Profil

Kesehatan Puskesmas Pekuncen tahun 2010, diketahui bahwa jumlah kegiatan

penyuluhan kesehatan (secara langsung) yang dilakukan sebanyak 1.098. Adapun

materi atau topik penyuluhan adalah mengenai masalah-masalah kesehatan seperti

PHBS, KIA, Kesehatan Lingkungan, Gizi, NAPZA dan Penyakit Menular.

5.2. Stratifikasi PHBS Tatanan Rumah Tangga

Berdasarkan hasil pendataan dengan menggunakan kuesioner PHBS tatanan rumah

tangga, dengan jumlah sampel sebanyak 11.562 KK, dan pada tahun ini hanya 10

desa yang di data, dengan cakupan pendataan sebesar 100% untuk tiap desanya.

Didapatkan hasil sebagai berikut: jumlah KK dengan strata PHBS Pratama adalah

sebanyak 4 KK atau sebesar 0,03%, Strata Madya sebanyak 1.341 KK atau sebesar

12%, Strata Utama sebanyak 9.545 KK atau 83% dan Strata Purnama 26 KK atau

sebesar 0,22%.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk rumah tangga sehat (Starata Utama dan

Paripurna) sebesar 74%. Sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa

pencapaian PHBS tatanan rumah tangga di wilayah Puskesmas Pekuncen sudah

memenuhi SPM yaitu 82,77%

5.3. Posyandu

Program promosi kesehatan juga melakukan upaya-upaya guna mengembangkan

pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuknya adalah

pembinaan Posyandu. Guna meningkatkan kualitas Posyandu, salah satunya adalah

Page 15: cha kelompok Fadlan

15

dengan dilakukan stratifikasi Posyandu. Jumlah posyandu di wilayah puskesmas

Pekuncen sebanyak 134 Posyandu.

Hasil stratifikasi posyandu tahun 2010, didapatkan hasil sebagai berikut:

a. Posyandu dengan strata Pratama sebanyak 7 posyandu atau sebesar 5,22%.

b. Posyandu dengan strata Madya sebanyak 55 posyandu atau sebesar 41,04%.

c. Posyandu dengan strata Purnama sebanyak 49 posyandu atau sebesar 36,57%.

d. Posyandu dengan strata Mandiri sebanyak 23 posyandu atau sebesar 17,16%.

Standar Pelayanan Minimal 2010 untuk prosentase posyandu dengan strata purnama

adalah sebesar 30% dan strata mandiri sebesar >2%. Sehingga pencapaian stara

Posyandu di Kecamatan Pekuncen sudah mencapai target. Sedangkan tingkat

partsipasi masyarakat di posyandu (D/S) adalah sebesar 70,91%, tingkat keberhasilan

program posyandu (D/N) sebesar 66,33%.

6. Pengobatan Dasar

6.1. Angka Kesakitan (Morbiditas)

Dari hasil pelayanan kesehatan di Puskesmas Pekuncen, baik rawat jalan maupun

rawat inap, dapat diketahui 10 besar penyakit yang ada pada tahun 2010 adalah seba

gai berikut:

Tabel 2.3. Daftar 10 besar penyakit

No Penyakit Jumlah Kasus

1 ISPA 14802 Diare 11513 MYALGIA 7874 DYSPEPSIA 6555 OSB.FEBRIS TYPOID 5726 Faringitis 5497 DERMATITIS 5158 HIPERTENSI 3869 BRONCHITIS 266

10 IMPETIGO ABSES+ PYODERMA 100JUMLAH  5597

Page 16: cha kelompok Fadlan

16

6.1.1. Penyakit Diare

Pada tahun 2010 kejadian atau kasus penyakit diare di wilayah Puskesmas

Pekuncen, berdasarkan data dari programer P2 Diare Puskesmas Pekuncen

adalah sebanyak 1.151 kasus atau sebesar 17,46 per 1000 penduduk.

Berdasarkan data tahun 2010 didapatkan angka penanganan diare yang di

tangani oleh tenaga medis sebesar 68%, hal tersebut maih dibawah SPM

sebesar 100% . Berdasarkan analisis pelaporan kasus dapat diketahui bahwa

kejadian diare tahun 2010, terbanyak terjadi pada bulan Januari dan Juli. Hal

ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Gambar 2.1Grafik Maksimal-Minimal Kejadian Diare Tahun 2010

Angka kejadian Diare mengalami peningkatn dari tahun ketahun, pada tahun

2007 angka kejadian diare mencapai 873 kasus, pada tahun 2008 angka

kejadian diare mencapai 905 kasus, pada tahun 2009 angka kejadian diare

mencapai 973 kasus.

Page 17: cha kelompok Fadlan

17

III. Identifikasi Permasalahan Dan Prioritas Masalah

i. Daftar Permasalahan Kesehatan

Masalah merupakan sesuatu yang menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan

dan sesuatu yang dicapai, sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Masalah dapat

menyebabkan ketidakmaksimalan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Dalam penetapan

masalah, perlu diperhatikan hal-hal yang diinginkan dan keadaan yang terjadi sekarang,

sehingga dapat dicari penyebab atau hal-hal yang dapat membuat tujuan tidak tercapai.

Untuk memutuskan adanya masalah, diperlukan tiga syarat yang harus dipenuhi,

antara lain: adanya kesenjangan, adanya rasa tidak puas, adanya rasa tanggung jawab untuk

menanggulangi masalah.

Dalam kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) yang dilaksanakan di

puskesmas Pekuncen dapat diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang terjadi

dalam pelaksanaan program basic six di puskesmas Pekuncen, Masalah tersebut antara lain:

1. Angka Morbiditas

Daftar 10 besar Penyakit pada tahun 2010 adalah :

Tabel 3.1. Tabel 10 besar Penyakit

2. Program P2M

No Penyakit Jumlah Kasus

1 ISPA 14802 Diare 11513 MYALGIA 7874 DYSPEPSIA 6555 OSB.FEBRIS TYPOID 5726 Faringitis 5497 DERMATITIS 5158 HIPERTENSI 3869 BRONCHITIS 266

10 IMPETIGO ABSES+ PYODERMA 100JUMLAH  5597

Page 18: cha kelompok Fadlan

18

Pada tahun 2010 berdasarkan data petugas P2 DBD Puskesmas Pekuncen diketahui

bahwa kasus penyakit DBD sebanyak 15 kasus, dan jumlah tersebut semuanya telah

mendapat pelayanan/ ditangani (100%). Angka kejadian DBD di puskesmas pekuncen

( 21,3/100.00) lebih tinggi dari indikator indonesia sehat yaitu sebesar (2/100.000).

Angka kejadian DBD pada tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yaitu

sebesar 11 kasus ( 16/100.000).

Angka kejadian diare mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 1151

kasus, atau mengalami peningkatan dari tahun 2009 yaitu sebesar 973 kasus ,

Penanganan diare balita yang ditangani oleh tenaga kesehatan sebesar 68%, lebih

rendah dari SPM yaitu sebesar 100%.

3. Program KIA/ KB

Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 88,97/100.000 kelahiran hidup, angka

kematian ibu mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 262,3/ 100.000

kelahiran hidup. Angka kematian ibu di puskesmas Pekuncen lebih tinggi daripada

indicator Indonesia sehat 2010 yaitu sebesar 150/100.000 kelahiran hidup.

ii. Penentuan Prioritas Masalah

Penentuan Prioritas Masalah Penentuan prioritas masalah di Kecamatan Pekuncen dengan

menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan 4 kelompok kriteria,

yaitu:

1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah

2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak, urgensi dan biaya

3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian terhadap tingkat

kesulitan penanggulangan masalah

4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap propriety, economic,

acceptability, resources availability, legality

Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di Puskesmas Pekuncen

adalah sebagai berikut:

1. Kriteria A (besarnya masalah)

Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya penduduk yang

terkena efek langsung.

Page 19: cha kelompok Fadlan

19

Tabel 3.2. Hanlon berdasarkan kriteria A

Masalah Kesehatan

Besarnya Masalah per 10000 penduduk Nilai>500(10)

499-100(8)

99-50(6)

49-10(4)

9-5(2)

<5(1)

Diare X 8ISPA X 8Myalgia X 8Dispessia X 6Typoid X 6Faringitis X 6Dermatitis X 6Hipertensi X 6Bronchitis X 4AKI X 4

2. Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor yang digunakan adalah

1 untuk yang paling ringan sampai skor 10 untuk masalah yang paling gawat. Dari diskusi

kelompok, didapatkan nilai kriteria B untuk masing-masing masalah kesehatan.

Tabel 3.2 Nilai untuk Kriteria BMasalah

kesehatanSeverity Tingkat

UrgensiBiaya yang Dikeluarkan

Nilai

Diare 6 8 6 6,7ISPA 4 4 4 4Myalgia 4 4 6 4,7Dispessia 4 4 4 4Typoid 4 6 8 6Faringitis 4 4 4 4Dermatitis 2 2 4 2,7Hipertensi 6 4 4 4,6Bronchitis 4 4 4 4AKI 10 10 10 10

3. Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan masalah, maka

dinilai apakan sumber daya dan teknologi yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor

Page 20: cha kelompok Fadlan

20

yang digunakan dari skala 1 sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang diberikan

semakin kecil.

Tabel 3.3 Skor yang Diberikan Tiap-Tiap AnggotaMasalah Ningsih Fadlan Arif Jml N

Diare 4 4 4 12 4ISPA 4 4 4 12 4Myalgia 4 4 4 12 4Dispessia 3 3 4 10 3,3Typoid 2 2 3 7 2,3Faringitis 3 3 3 9 3Dermatitis 3 3 4 10 3,3Hipertensi 2 3 2 7 2,3Bronchitis 2 2 2 6 2AKI 1 2 1 4 1,3

4. Kriteria D (PEARL factor)

Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat tidaknya suatu

program dilaksanakan. Faktor-faktor tersebut adalah :

a. Kesesuaian (Propriety)

b. Murah (Economic)

c. Dapat diterima (Acceptability)

d. Tersedianya sumber (Resources Availability)

e. Legalitas terjamin (Legality)

Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-masing masalah :

Tabel 3.4 Kriteria PEARLMasalah Kesehatan P E A R L Hasil PerkalianDiare 1 1 1 1 1 1ISPA 1 1 1 1 1 1Myalgia 1 1 1 1 1 1Dispessia 1 1 1 1 1 1Typoid 1 1 1 1 1 1Faringitis 1 1 1 1 1 1Dermatitis 1 1 1 1 1 1Hipertensi 1 1 1 1 1 1Bronchitis 1 1 1 1 1 1AKI 1 0 1 1 1 0

Page 21: cha kelompok Fadlan

21

5. Penetapan nilai

Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke

dalam formula sebagai berikut :

Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B)x C

Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D

Tabel 3.5. Skor total penilaian Hanlon

Masalah A B C D NPD NPT Urutan

prioritasP E A R L

Diare 8 6,7 4 1 1 1 1 1 59 59 1

ISPA 8 4 4 1 1 1 1 1 48 48 3

Myalgia 8 4,7 4 1 1 1 1 1 50,8 88 2

Dispessia 6 4 3,3 1 1 1 1 1 33 33 4

Typoid 6 6 2,3 1 1 1 1 1 27,6 27,6 7

Faringitis 6 4 3 1 1 1 1 1 30 30 5

Dermatitis 6 2,7 3,3 1 1 1 1 1 28,7 28,7 6

Hipertensi 6 4,6 2,3 1 1 1 1 1 24,3 24,3 8

Bronchitis 4 4 2 1 1 1 1 1 16 16 9

AKI 4 10 1,3 1 0 1 1 1 91 0 10

Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi. Berdasarkan hasil

perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan prioritas masalahnya adalah

sebagai berikut :

1. Diare 2. Myalgia3. ISPA4. Faringitis5. Dispessia6. Typoid7. Dermatitis8. Hipertensi

Page 22: cha kelompok Fadlan

22

9. Bronchitis10. AKI

Page 23: cha kelompok Fadlan

23

IV. TINJAUAN PUSTAKA

i. Diare

1. Pengertian

Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya

lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000).

Sedangkan, menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari

empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.

2. Etiologi

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu karena

Infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, immunodefisiensi, dan penyebab lain, tetapi yang

sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.

Adapun penyebab-penyebab tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya

keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku, sanitasi lingkungan, dan sebagainya (Depkes RI,

2002).

Faktor-faktor yang berperan pada terjadinya diare akut karena infeksi yaitu faktor

kausal (agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk

mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri

dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna, antara lain:

keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus.

Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan

memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat

kuman. Menurut Simadibrata et al., 2006. patogenesis diare karena infeksi bakteri atau

parasit terdiri atas:

a. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik).

Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic

E.coli (ETEC) dan C. Perfringens. V. Cholerae eltor mengeluarkan toksin

yang terikat pada mukosa usus halus I5-30 menit sesudah diproduksi vibrio.

Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin dinukleutid

pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosisn 3',5'-siklik

monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyehabkan sekresi aktif aniom klorida

Page 24: cha kelompok Fadlan

24

kedalam lumen usus yaag diikuti oleh air, ion bikarbonatt, kation natrium dan

kalium (Simadibrata et al., 2006).

b. Diare karena bakteri atau parasit invasif (enterovasif).

Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive Ecoli (EIEC),

Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh

kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik

eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Infeksi kuman - kuman

ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis. Kuman Salmonella yang

sering menyebabkan diare yaitu S.paratyphi B, Styphimurium, S eraterriditis,

S choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E.histolitika dan G.lamblia

(Simadibrata et al., 2006).

3. Klasifikasi diare

Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare persisten dan

diare kronis (Asnil et al., 2003).

a. Diare Akut

Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari,

dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan

darah, penyebabnya antara lain infeksi bakteri, virus atau parasit (Noer et al., 1996).

b. Diare Persisten

Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari

diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.

c. Diare kronis

Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab

non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme

yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari, sering disebabkan oleh kelainan

fungsi pencernaan, seperti radang usus atau iritasi. Diare kronis biasanya diikuti

dengan dehidrasi, dehidrasi terjadi bila penderita kehilangan banyak cairan dan

elektrolit yang mengandung garam, potassium dan sodium (Noer et al., 1996).

4. Faktor – Faktor Risiko Terjadinya Diare Balita

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor

lingkungan yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini

Page 25: cha kelompok Fadlan

25

akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak

sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang

tidak sehat melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit

diare (Molbak et al., 1997).

Diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara

berkembang (Markum et al.,2002). Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan

transmisi terjadinya diare pada balita menurut Markum et al. (2002) adalah:

a. Faktor Penjamu

Balita dengan kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi memiliki fator

risiko yang lebih tinggi untuk menderita diare. Secara proposional diare lebih banyak

terjadi pada golongan balita karena sistem imun yang belum sempurna.

b. Faktor perilaku ibu

Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku ibu yang dapat menyebabkan penyebaran

kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita adalah sebagai

berikut :

1. Tidak memberikan ASI EksklusifPemberian ASI ekslusif mengurangi risiko untuk terjadnya diare pada bayi, ASI

mengandung kolostrum yang kaya akan immunoglobulin A yang menghambat

perlekatan bakteri di mukosa usus dan mencegah terjadinya diare.

Menurut Soekirman (1991) dalam (Wahyu W Bachtiar, 2000:3) bahwa ada

perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 6

bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu

formula biasanya mudah sakit dan sering mengalami problema kesehatan seperti

sakit diare dan lain-lain yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang

diberikan ASI biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan

dan jarang memerlukan perawatan.

Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang menegaskan tentang

manfaat pemberian ASI ekskusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan

tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang diberi air

putih atau minuman herbal, lainnya beresiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak

dibandingkan bayi yang diberi ASI Eksklusif (BKKBN, 2004:5).

Page 26: cha kelompok Fadlan

26

2. Penggunaan botol susu

Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susu

susah dibersihkan. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan

risiko tinggi terkena diare .

3. Kebiasaan cuci tanganKebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam

penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,

terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum

menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian

diare. Menurut Calistus(2006), Balita dengan Ibu yang mempunyai kebiasaan

tidak mencuci tangan sebelum menyuapi BALITAnya memilki risiko yang lebih

tinggi untuk menderita diare dibandingkan ibu dengan kebiasaan mencuci tangan

sebelum menyuapi BALITAnya (p= 0,001). Kebiasaan ibu yang tidak mencuci

tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang

tinja anak mempunyai dampak dalam kejadian diare karena kuman penyebab

diare dapat ditularkan melalui fekal oral misalnya jari-jari tangan yang

dimasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja

misalnya air minum, makanan yang disiapak dalam panci yang dicuci dalam air

yang tercemar. masyarakat yang mempunyai kebiasaan membuang tinja di kebun,

sawah atau sungai, minum air yang tidak dimasak, kebiasaan tidak mencuci

tangan serta melakukan pengobatan dan perawat dengan cara yang tidak tepat

dapat mempengaruhi berkembangnya penyakit diare (Depkes, 2000 ).

c. Faktor sanitasi Lingkungan

Sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik

dibidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat (Depdikbud, 2008 : 996).

Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia serta pengaruh-

pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia (Effendy

Nasrul, 1998 : 199). Sanitasi lingkungan adalah cara menyehatkan lingkungan hidup

yaitu tanah dan air. Penduduk pedesaan di negara belum maju menggunakan air

yang tidak terlindung dari penyakit karena minimnya atau bahkan belum

tersediannya air bersih yang mencukupi kebutuhan masyarakat, tidak memiliki

Page 27: cha kelompok Fadlan

27

tempat buang air besar yang memadai . Faktor sanitasi lingkungan yang menjadi

faktor risiko terjdinya diare meliputi :

1. Penggunaan air yang tercemar

Penggunaan air yang tercemar meningkatakn risiko untuk terjadinya diare karena

bakteri pada BALITA , proporsi terjadinya diare karena pencemaran air minum

pada balita di wilayah industry di Denmark mencapai 32,3%. (Ethelberg S et al,

2006). Menurut Reza (2008) terdapat hubungan yang signifikan antara

penggunaan air tercemar dengan terjadinya diare pada penderita diare di

puskesmas sukma jaya, Bogor ,Jawa Barat.

2. Tempat pembuangan tinja

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan

meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali

lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang

tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2004). Menurut hasil penelitian

Irianto (1996), anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban

yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan

7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik

12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat

pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja,

yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa. Kebiasaan membuang tinja BALITA di

jamban yang tidak sehat merupakan faktor risiko diare pada BALITA. Tinja

merupakan media transmisi bakteri enteral yang dapat mencemari lingkungan dan

menyebabkan terjadinya diare (Calistus, 2006).

3. Tempat Pembuangan sampah

Sampah yang menumpuk merupakan media perantara perkembang biakan kuman

yang akan menyebabkan peningkatan risiko terkena diare.Selain itu tempat

sampah juga harus tertutup agar tidak dihinggapi lalat yang dapat menjadi

pembawa kuman penyebab diare apabila hinggap di makanan.

d. Pengetahuan ibu mengeni diare (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia

Page 28: cha kelompok Fadlan

28

diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut (Hariweni, 2003) Notoatmodjo

mengatakan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di

dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tersebut, disini sikap

subyek sudah mulai terbentuk.

c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

d. Uji coba (Trial) dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adopsi (Adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan kesehatan

masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang

kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya

menjadi sehat (Slamet, 1994). Pengetahuan ibu tentang diare akan menyebabkan

terbentuknya perilaku hidup bersih dan sehat yang akan mencegah terjadinya diare

pada balita. Hal ini sesuai dengan teori Green dalam Hariweni (2003) yang

menyatakan bahwa pengetahuan akan mencetuskan terbentunya perilaku yang akan

menentukan kualitas hidup seseorang. Pengetahuan tentang masalah kesehatan akan

berpengaruh pada perilaku dalam menjaga kesehatan keluarga utamanya anak-anak

(Soegianto Soegeng, 2002). Pendidikan pada ibu dan pengasuh akan berpengaruh pada

pengetahuan tentang prinsip keamanan dan higiene makanan. Hal ini sangat penting

dalam pencegahan diare pada balita (Motarjemi Y & Adams M, 2003).

Page 29: cha kelompok Fadlan

29

ii. Kerangka Teori

Faktor penyebab diare Faktor penyebab diare pada pejamu

Gambar 4.1. Kerangka Teori

Diare

Kurang Gizi

BBLR

Imuno Defisiensi

Karakteristik Ibu :

1. Pengetahuan ibu

2. Perilaku Ibu

Sanitasi Lingkungan

Page 30: cha kelompok Fadlan

30

iii. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Objek yang menjadi variabel bebas yang diteliti

: Objek yang menjadi variabel luar penelitian yang tidak diteliti

Gambar 4.2. Kerangka Konsep

iv. Hipotesis

1. Terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas

Pekuncen, Kabupaten Banyumas.

2. Terdapat hubungan perilaku ibu kepada Balita dengan kejadian diare pada balita di

Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas.

3. Terdapat hubungan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare pada balita di

Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas.

4. Terdapat hubungan Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare balita di Puskesmas

Pekuncen Kabupaten Banyumas.

Karakteristik Ibu :

Pengetahuan ibu

Perilaku Ibu

Sanitasi Lingkungan

Diare

Faktor BALITA:

Riwayat BBLR

Imunodefisiensi

Gizi Buruk

Page 31: cha kelompok Fadlan

31

V. METODE PENELITIAN

i. Rancangan Penelitian

Peneitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan rancangan cross-

sectional yaitu penelitian analitik yang menyangkut besarnya rasio prevalens (Sudigdo,

2005). Penelitian cross-sectional dipilih sebagai desain penelitian ini karena desain cross-

sectional relatif lebih mudah, murah dan hasilnya cepat diperoleh (Eko, 2003). Penelitian

cross sectional dapat digunakan untuk meneliti banyak variabel sekaligus (Sudigdo, 2005).

ii. Populasi dan sampel

1. Populasi

1.1. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita.

1.2.Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dan

bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen desa Cikembulan dan Banjar

Anyar , Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling

dengan menggunakan purposive sampling. Sampel dipilih berdasarkan pertimbangan

subjektif peneliti menurut kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut :

2.1 Kriteria inklusi:

2.1.1. Ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal dan tercatat sebagai

penduduk di Kecamatan Pekuncen

2.12. Bersedia menjadi responden penelitian.

Page 32: cha kelompok Fadlan

32

2.1.3. Balita yang tidak mengkonsumsi obat obatan penurun sistem imun maupun

penyakit berat yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh berdasarkan

wawancara langsung terhadap pasien.

2.2. Kriteria Eksklusi

2.2.1. Ibu yang mempunyai balita dengan riwayat Berat Bayi Lahir rendah

(BBLR)

3. Besar sampel

Besar sampel minimal dalam penelitian ini menggunakan rumus : (Sudigdo, 2006)

n=

(Zα2

×PQ )

d2

n = Besar sampel

Zα = Kesalahan tipe 1 (0,05 ) pada hipotesis 2 arah = 1,96

P = Proporsi

n=

(1 ,962 x0 , 17 x 0 ,83 )0,12

n = 63 orang

Proporsi yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pada profil puskesmas

pekuncen ,Banyumas (2010), yang menyatakan bahwa proporsi pasien balita yang

mengalami diare mencapai 0,21%. Tingkat kemaknaan pada penelitian ini ditetapkan

sebesar 0,1 sehingga didapatkan jumlah sampel sebesar 63 orang.

iii. Variabel penelitian

1. Variabel bebas

Kejadian diare pada balita di Kecamatan Pekuncen, Banyumas

2. Variabel terikat

2.1. Pengetahuan ibu Mengenai diare.

2.2. Keadaan Sanitasi Lingkungan rumah

2.3. Perilaku Ibu kepada Balitanya

Page 33: cha kelompok Fadlan

33

iv. Definisi Operasional Variabel

1. Pengetahuan mengenai diare

Pengetahuan mengenai diare adalah hal yang diketahui oleh masyarakat tentang penyakit

diare yang diukur menggunakn kuesioner meliputi definisi dan gejala-gejala penyakit diare

serta komplikasi dari penyakit Diare. Jawaban benar diberikan skor 1 dan salah diberikan

skor 0. Skala yang digunakan adalah nominal dibedakan menjadi pengetahuan baik untuk

nilai ≥5 dan pengetahuan kurang untuk nilai <5

2. Pemberian ASI ekslusif

Pemberian ASI ekslusif adalah pemberian ASI saja selama 6 bulan. Data didapatkan

berdasarkan wawancara langsung dengan responden. Data menggunakan skala nominal

dan dibedakan menjadi membrikan ASI ekslusif dan tidak memberikan ASI ekslusif.

3. Higintas Ibu

Higinitas ibu adalah semua hal yang dilakukan oleh ibu yang berhubungan dengan

kebersihan kepada balitanya yang dapat menjadi faktor resiko timbulnya penyakit diare.

Data tersebut meliputi kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan meminum air bersih kebiasaan

mencuci botol susu, kebiasaan menggunakan jamban. Data menggunakan skala nominal

dan di bedakan menjadi perilaku baik untuk mencegah diare apabila skor kuesioner ≥ 7 dan

perilaku buruk apabila skor < 7

4. Diare pada balita

Diare pada penelitian ini adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari pada balita

dengan waktu terjadinya diare kurang dari satu tahun terakhir. Buang air besar encer

tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.

5. Sanitasi lingkungan rumah

Sanitasi lingkungan adalah sanitasi lingkungan rumah responden yang didapatkan

berdasarkan observasi langsung, meliputi : Sumber air minum, Jenis pembuangan tinja,

tempat pembuangan sampah. Data didapatkan berdasarkan observasi langsung dan skala

yang digunakan adalah skala nominal dan dibedakan menjadi sanitasi lingkungan baik

untuk skor ≥ 5 dan sanitasi lingkungan buruk untuk skor < 5

v. Pengumpulan Data

Page 34: cha kelompok Fadlan

34

1. Alat pengumpulan data

Jenis data merupakan data primer yang didapatkan berdasarkan kuesioner dengan jenis

pertanyaan tertutup.

2. Cara Pengumpulan data

Sebelum dilakukan pengambilan data primer pasien ataupun keluarganya diminta

menandatangani lembar persetujuan informed concent . Responden yang telah sesuai

dengan kriteria inklusi dan bersedia kemudian di catat identitas. Selanjutnya dilakukan

pengumpulan data primer dengan wawancara secara langsung kepada responden dan

pengamatan secara langsung pada jenis tempat pembuangan tinja, sumber air minum, dan

jenis lantai rumah di rumah responden.

vi. Analisis data

Analisis data merupakan bagian dari suatu penelitian, tujuan dari analisis data ini adalah agar

diperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti. Data yang telah terkumpul akan diolah

dan dianalisis dengan menggunakan program komputer. Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan metode sebagai berikut:

1. Analisis univariat

Analisis univariat ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel, baik

variabel bebas atau terikat. Analisis ini berupa distribusi frekuensi dan persentase pada

setiap variabel.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan. Variabel bebas yang diteliti menggunakan skala

nominal dan variabel terikat merupakan variabel yang menggunakan skala nominal ,

variabel tersebut terdiri dari dua kelompok dengan jenis data yang tidak berpasangan

(Bukan merupakan pengukuran pretest dan postest). Oleh karenanya dalam analisis data

yang di sajikan dalam penelitian ini menggunakan Chisquare (Sudigdo, 2005). Analisis

chisquare digunakan pada penelitian ini karena analisis ini efektif dalam menilai

kekuatan hubungan untuk tabel 2x2 ataupun kekuatan hubungan untuk tabel lebih dari

2x2 (Eko, 2003).

Page 35: cha kelompok Fadlan

35

vii. Waktu dan lokasi

Kegiatan dilaksanakan pada bulan mei 2011 dengan lokasi di Desa Karang anyar

kecamatan Pekuncen kabupaten Banyumas

Page 36: cha kelompok Fadlan

36

VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH

i. Deskripsi Data Dasar

Jumlah sampel didapatkan sebanyak 63 orang ibu dengan rerata usia 25,63 (SD = 4,67) dan

didapatkan balita yang terkena diare sebanyak 25 orang (39%). Pada penelitian ini didapatkan

jumlah balita 63 orang dengan rerata usia balita 22,04 bulan (SD = 8,8).Responden dengan

sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 54%, dengan rerata skor pengetahuan 4,8 (SD = 1,89).

Responden dengan pengetahuan yang baik sebanyak 79,4%, dengan rerata skor pengetahuan

4,6 (SD = 1,26). Responden dengan Perilaku higinitas ibu yang baik sebanyak 69,8%, dengan

rerata skor pengetahuan 6,7 (SD = 1,86). Sebanyak 68,3% responden mengaku memberikan

ASI ekslusif kepada balita mereka. Berikut ini merupakan tabel karaktersitik reponden

penelitian ini :

Tabel 6.1 Karakteristik Responden

Variabel Penelitian Frekuensi Persentase

Perilaku Ibu

Sanitasi Lingkungan

Pengetahuan

Asi Ekslusif

Perilaku baik: 19

Perilaku tidak baik: 44

Sanitasi Lingkungan Baik: 29

Sanitasi lingkungan yang tidak baik: 34

Pengetahuan baik : 50

Pengetahuan tidak baik: 13

Tidak memberikan Asi : 43

Memberikan Asi Ekslusif : 20

19/63

44/63

29/63

34/63

50/63

13/63

43/63

20/63

ii. Analisis Bivariat

Perilaku higinitas ibu merupakan variabel yang memiliki hubungan yang bermakna

dalam menyebabkan diare pada balita (p = 0,011). Hasil analisis menunjukkan bahawa

proporsi diare pada sampel penelitian yang terjadi pada ibu dengan perilaku higinitas kurang

baik sebesar 16/19. Rasio prevalens (RP) = 1,684 (95% CI =1,1-2,39) , yang berarti Balita

dengan ibu yang berperilaku higinitas kurang baik memiliki risiko 1,684 kali lebih tinggi

Page 37: cha kelompok Fadlan

37

untuk menderita diare. Berikut ini merupapakan tabel analisis Chi-square mengenai hubungan

antara variable terikat dengan terjadinya diare pada balita :

Tabel 6.2. hubungan antara variabel terikat dengan terjadinya diare pada balita

Varibel Nilai P RP CI 95%

Perilaku ibu 0,011 1,684 1,1-2,39

Pengetahuan Ibu 0,46 1,19 0,17-1,8

ASI ekslusif 0,284 1,15 0,5-0,17

Sanitasi Lingkungan 0,436 1,17 0,7-1,7

Sanitasi Lingkungan merupakan variabel yang tidak memiliki hubungan yang

bermakna dalam menyebabkan diare pada balita (p = 0,436). Hasil analisis menunjukkan

bahawa proporsi diare pada sampel penelitian yang terjadi pada sanitasi lingkungan yang

kurang baik sebesar 18/38. Rasio prevalens (RP) = 1,17 (95% CI =0,7-1,7) , yang berarti

Balita dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik belum tentu menjadi faktor risiko

terjadinya diare pada balita.

Pengetahuan ibu merupakan variabel yang tidak memiliki hubungan yang bermakna

dalam menyebabkan diare pada balita (p = 0,46). Hasil analisis menunjukkan bahawa

proporsi diare pada balita dengan ibu berpengetahuan kurang sebesar 9/13. Rasio prevalens

(RP) = 1,19 (95% CI =0,7-1,8) , yang berarti Balita dengan ibu berpengetahuan yang kurang

baik belum tentu menjadi faktor risiko terjadinya diare pada balita.

ASI ekslusif merupakan variabel yang tidak memiliki hubungan yang bermakna

dalam menyebabkan diare pada balita (p = 0,284). Hasil analisis menunjukkan bahawa

proporsi diare pada balita dengan ibu berpengetahuan kurang sebesar 24 /38. Rasio prevalens

(RP) = 1,19 (95% CI =0,5-1,17) , yang berarti Balita yang tidak mengkonsumdi ASI ekslusif

belum tentu menjadi faktor risiko terjadinya diare pada balita.

Page 38: cha kelompok Fadlan

38

iii.Pembahasan

a. Analisis Univariat

Penelitian yang dilakukan desa Banjar anyar dan desa Cikembulan, didapatkan hasil

penderita diare pada balita sebanyak 25 orang atau 39%. Desa banjar anyar merupakan

desa dengan prevalensi diare tertinggi di kecamatan pekuncen dengan angka kejadian

mencapai 143 kasus pada tahun 2010. Prevalensi diare yang ditemukan pada balita

berdasarkan penelitian ini lebih tinggi dari proporsi diare pada balita di pekuncen yaitu

sebesar 21%.

Hasil Analisis sanitasi lingkungan didapatkan rerata sanitasi lingkungan sehat mencapai

54%, angka tersebut lebih tinggi dari presentasi rumah sehat di kecamatan pekuncen yang

mencapai 47%. Hasil analisis terhadap ASI ekslusif seabanyak 68% responden telah

memberikan ASI ekslusif kepada Balitanya atau lebih tinggi dari presentasi ASI ekslusif

sebesar 37%.

b. Hubungan antara Perilaku ibu dengan terjadinya diare pada balita

Hasil analisis statistik di atas menunjukkan bahwa variabel perilaku ibu berhubungan

signifikan (P=0,011) dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian ini mendukung

penelitian sebelumnya oleh Calistus (2006), yang menyatakan terdapat hubungan

terjadinya diare pada balita dengan perilaku ibu yang tidak sehat. Perilaku merupakan

reaksi individu terhadap rangsangan dari lingkungan dan pengetahuan.

Tindakan atau perilaku adalah respon atau reaksi konkret seseorang terhadap stimulus

atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek

psikomotor atau seseorang telah mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapi

( Notoatmodjo, 1993). Tindakan atau perilaku kesehatan terjadi setelah seseorang

mengetahui stimulus kesehatan, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang

diketahui dan memberikan respon batin dalam bentuk sikap. Proses selanjutnya

diharapkan subjek akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo,

2003).

Menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni (Hurlock,

2002):

1. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Faktor)

Page 39: cha kelompok Fadlan

39

Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,

tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,

system nilai yang dianut masyarakat tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan

sebagainya. Tradisi masyarakat menganggap diare merupakan pertanda anak akan

tumbuh besar, hal ini terjadi pada masyarakat di desa pekuncen dan desa cikembulan,

42% ibu dengan pengetahuan baik menyatakan diare merupakan pertanda anak akan

tumbuh besar dan 84% ibu dengan pengetahuan tidak baik menyatakan diare

merupakan pertanda anak akan tumbuh besar. Pengetahuan masyarakat tentang

bahaya penyakit diare juga masih kurang, 69% responden dengan pengetahuan kurang

menyatakan diare pada balita tidak dapat menyebabkan kematian.

2. Faktor-Faktor Pemungkin (Enabling Faktor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan

bagi masyararakat. Sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan di puskemas pekuncen

juga masih kurang. Perbandingan tenaga kesehatan seperti rasio dokter / 100.000

penduduk masih kurang, rasio dokter adalah 3/100.000, sedangkan rasio dokter ideal

adalah 40/100.000. Perbandingan sarjana kesehatan masyarakat di puskesmas azdalah

2/100.000, sedangkan rasio ideal adalah 40/100.000. Rasio Ahli sanitasi di puskesmas

pekuncen adalah 3/100.000 penduduk, sedangkan rasio ideal adalah 40/100.000.

Jumlah kader posyandu yang aktif mencapai 80% sedangkan target SPM untuk kader

posyandu aktif adalah 95%. Faktor sarana saitasi lingkungan yang belum memadai

seperti tidak adanya jamban yang sehat maupun tempat sampah juga merupakan faktor

yang menyebabkan terbentuknya perilaku masyarakat yang tidak sehat yang dapat

menyebabkan diare. Mnurut profil kesehatan PUSKESMAS pekuncen (2010), angka

kepemilikan jamban hanya 67% dan yang mempunyai jamban sehat hanya 30%.

3. Faktor-Faktor Penguat ( Reinforcing Faktor )

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh

agama (toga), dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, suami, dalam

memberikan dukungannya kepada seorang ibu menyusui dalam memberikan ASI

secara ekslusif. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari

pengetahuan.

Page 40: cha kelompok Fadlan

40

Penelitian Rogers (1974), dalam Notoatmodjo mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,

yaitu :

3.1 Awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

3.2 Interest, yaitu orang tertarik kepada stimulus.

3.3 Evaluation yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

3.4 Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

3.5 Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan

prilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas apabila penerimaan perilaku baru atau

adopsi perilaku seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap. Faktor prilaku

ini pula dapat mempengaruhi kejadian diare pada sebuah keluarga (Notoatmodjo, 1977).

C. Hubungan variabel pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita

Variabel pengetahuan ibu tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian

diare pada balita (P=0,43). Pengetahuan merupakan suatu domain yang sangat penting

untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Nursalam, 2003). Penelitian ini

bertentangan dengan teori tersebut, karena pada penelitian ini didapatkan angka perilaku

tidak secara signifikan berhubungan dengan pengetahuan (P=0,9). Terdapat 9/13

responden dengan pengetahuan kurang akan tetapi memiliki perilaku baik. Akan tetapi,

terdapat 15/50 orang dengan pengetahuan kurang akan tetapi memiliki perilaku baik.

Pada Analisis data didapatkan bahwa faktor perilaku yang buruk ditambah dengan

pengetahuan ibu yang buruk merupakan faktor yang signifikan dalam meyebabkan terjadinya

diare pada balita (p=0,005) dengan Rasio prevalens = 4,44 (95% CI = 1,3-14,6) . Penelitian

Notoatmodjo (1993) mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

mampu bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan.

D. Hubungan variabel sanitasi lingkungan dengan terjadinya diare pada balita

Sanitasi lingkungan pada penelitian ini tidak terbukti secara signifikan dalam

menyebabkan terjadinya diare pada balita (P=0,43). Penelitian ini bertentangan dengan

Page 41: cha kelompok Fadlan

41

peneltian Anjar (2009), yang menyatakan faktor lingkungan merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap terjadinya diare pada balita. Pada penelitian ini digunakan system

skor yang menggabungkan antara skor sumber air, lingkungan rumah, tempat

pembuangan sampah , dan sarana pembuangan air limbah. Hal ini berbeda dengan

penelitian anjar (2009), yang meneliti faktor faktor tersebut secara terpisah. Variabel

sanitasi lingkungan yang buruk apabila digabungkan dengan perilaku ibu yang buruk

tidak berhubungan signifikan dengan terjadinya dire pada balita (P =0,076).

E. Hubungan antara ASI ekslusif dengan terjadinya diare pada balita

Hasil analisis bivariat dengan chi square menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang

signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita (P=0,284).

Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Roesli (2000) yang menunjukkan bahwa

bayi yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai kemungkinan 14,2 kali lebih sering

terkena diare dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Perbedaan hasil

penelitian dapat dikarenakan bias recall responden yang kurang memahami pegertian ASI

ekslusif sehingga didapatkan pada penelitian ini angka pemberian ASI ekslusif yang

cukup tinggi yaitu sebear 67% dibandingakan angka ASI ekslusif pada puskesmas

pekuncen sebesar 31% (Fatmawati ,2008)

Page 42: cha kelompok Fadlan

42

F. Analisis Faktor yang menyebabkan diare pada Balita

Gambar 6.1. Analisis Fish Bone

Suatu penelitian mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan mampu

bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan ( Notoatmodjo, 1993).

Permasalahan utama yang terjadi di Desa Banjar Ayar dan Desa Cikembulan adalah pengetahuan

yang baik akan tetapi tidak diikuti oleh perialaku masyarakat yang baik juga. Sebelum orang

berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yang dimulai dari

kesadaran adanya stimulus kemudian ada rasa tertarik. Setelah itu terjadi pertimbangan dalam

Perilaku Ibu

Masih buruk

Kurangnya Sarana

Pelayanan Kesehatan

SIKAP

Kurangnya Jumlah dokter

Kurangnya tenaga promosi kesehatan

Kurangnya Tenaga Sanitasi

lingkungan

Terdapat Pengetahuan ibu Yang kurang baik

Pengetahuan akan bahaya diare kurang

Tradisi masyarakat bahwa diare adalah pertanda anak

akan dewasa

Kurangnya motivasi

masyarakat

Kurangnya role

modelling,

seperti kader posyandu

Predisposision factor

Enabling Factor

Kurangnya POSYANDU

Puranama mandiri

Kurangnya

Fasilitas Kesehatan

Kurangnya Sanitasi Lingkungan

Kurangnya Kepemilikan Jamban Sehat

Page 43: cha kelompok Fadlan

43

batin bagaimana dampak negatif positif dari stimulus. Hasil pemikiran yang positif akan

membawa subyek untuk memulai mencoba dan akhirnya dalam dirinya sudah terbentuk suatu

perilaku baru. Adopsi perilaku yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif

terhadap stimulus akan membentuk perilaku baru yang mampu bertahan lama (Notoatmodjo,

1993).

Pengetahuan yang baik akan tetapi tidak menimbulkan perilaku yang baik pada ibu dapat di desa

pekuncen disebabkan oleh Sikap ibu yang kurang baik. Sikap merupakan faktor penguat yang

akan menciptakan sebuah perilaku. Selain itu, Motivasi juga dapat memepengaruhi perilaku

seseorang :

Motivasi dapat timbul pada masyarakat dengan adanya tokoh masyarakat yang berperilaku hidup

sehat, kurangnya pemberdayaan kader kader posyandu untuk berprilaku hidup bersih dan sehat

merupakan salah satu penyebab kurangnya motivasi masyarakat terutama para ibu untuk

mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat. Presentasi kader posyandu yang aktif di wilayah

kerja puskesmas pekuncen relative rendah dengan presentasi 80% kader aktif.

a. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian pula perilaku

yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda.

b. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu

c. Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu perilaku tertentu cenderung

untuk diulang kembali.

d. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak menyenangkan.

Faktor sarana dan fasilitas kesehatan juga menjadi faktor pendorong rendahnya perilaku

higinitas ibu yang menyebabkan diare pada balita. Jumlah tenaga kesehatan di wilayah kerja

puskesamas pekuncen relative kurang. Rasio tenaga dokter hanya 3/100.000, rasio Perbandingan

sarjana kesehatan masyarakat di puskesmas adalah 2/100.000, sedangkan rasio ideal adalah

40/100.000. Rasio Ahli sanitasi di puskesmas pekuncen adalah 3/100.000 penduduk, sedangkan

rasio ideal adalah 40/100.000. Selain perilaku pencegahan diare yang masih buruk, perilaku ibu

dalam menagani diare pada balita juga masih buruk, hanya 68% angka diare pada balita yang

ditangani oleh tenaga kesehatan, padahal target SPM untuk penaganan diare oleh tenaga

kesehatan mencapai SPM.

Page 44: cha kelompok Fadlan

44

VII. Alternatif Pemecahan Masalah

i. Pengembangan Alternatif

Setelah menggunakan metode fishbone analisis, maka metode alternatif pengajuan

penyelesaian masalah yang kami ajukan adalah :

a. Penyuluhan diare dan pelatihan PHBS kepada masyarakat disertai pamflet terutama

mengenai bahaya dan perbaikan anggapan masyarakat yang salah mengenai penyakit

diare pada balita.

b. Memberdayakan kader kader posyandu yang telah ada sebagai agen agen perubah

masyarakat.

c. Pelatihan penanganan diare kepada masyarakat.

d. Motivasi masyarakat untuk pembuatan mandi cuci kakus yang sehat.

ii. Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan keputusan untuk mengetahui alternatif yang paling tepat dalam

pemecahan masalah ini dilakukakan dengan menggunakan pertimbangan (syarat mutlak)

berupa input dan output dan pertimbangan keinginan berupa proses kegiatan. Pengambilan

keputusan ini dilakukan dengan metode rinke, meliputi : besarnya masalah yang dapat

diatasi, pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya

yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.

1. Kriteria efektifitas jalan keluar

1.1. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :

1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil

2. Masalah yang dapat diatasi kecil

3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar

4. Masalah yang diatasi besar

5. Masalah yang diatasi dapat sangat besar

1.2. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya masalah):

1. Sangat tidak langgeng

2. Tidak langgeng

3. Cukup langgeng

Page 45: cha kelompok Fadlan

45

4. Langgeng

5. Sangat langgeng

1.3. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian masalah):

1. Penyelesaian masalah sangat lambat

2. Penyelesaian masalah lambat

3. Penyelesaian cukup cepat

4. Penyelesaian masalah cepat

5. Penyelesaian masalah sangat cepat

1.4. Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam

menyelesaikan masalah)

1. Biaya sangat murah

2. Biaya murah

3. Biaya cukup murah

4. Biaya mahal

5. Biaya sangat mahal

Tabel 7.2 Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke

No Daftar Alternatif Jalan Keluar Efektivitas Efisiensi

C

MxIxV

C

Urutan

Prioritas

Masalah

M I V

1 Penyuluhan diare, pelatihan PHBS kepada

masyarakat dan kader disertai pamflet

terutama mengenai bahaya dan perbaikan

anggapan masyarakat yang salah mengenai

penyakit diare pada balita

5 5 5 5 25 I

2 Memberdayakan kader kader posyandu yang

telah ada sebagai agen agen perubah

masyarakat.

4 5 3 4 15 III

3 Pelatihan penanganan diare kepada

masyarakat.

4 4 3 3 16 1I

4 Motivasi masyarakat untuk pembuatan mandi

cuci kakus yang sehat

2 3 3 5 3,6 IV

Page 46: cha kelompok Fadlan

46

Hasil perhitungan pemecahan ,asalah menggunakan metode rinke didapatkan prioritas masalah

untuk diselesaikan dengan cara penyuluhan diare, pelatihan PHBS kepada masyarakat dan kader

disertai pamflet terutama mengenai bahaya dan perbaikan anggapan masyarakat yang salah

mengenai penyakit diare pada balita

Page 47: cha kelompok Fadlan

47

BAB VIII

RENCANA KEGIATAN

i. Latar Belakang

Perilaku merupakan respons terhadap stimulus dalam bentuk tindakan atau praktek,

yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain. Pengetahuan yang kurang baik akan

mengakibatkan sikap dan perilaku seseorang menjadi kurang tepat dalam menanggapi suatu

hal. Berdasarkan hasil Community Health Analysis di desa cikembulan, higinitas ibu

terhadap balita masih rendah, hal ini berhubungan secara bermakna (P=0,011) . Oleh karena

itu, untuk menyikapi rendahnya hygiene perorangan serta kebersihan lingkungan yang

tercermin dari sikap dan perilaku mereka, diperlukan suatu upaya tertentu. Upaya yang

dapat dilaksanakan sesuai dengan penentuan prioritas pemecahan masalah adalah pelatihan

tentang perilaku hidup bersih dan sehat meliputi cara mencuci tanagn yang benar dan

penyuluhan tentang diare teutama mengenai bahaya diare dan anggapan masyarakat yang

salah mengenai diare.

ii. Tujuan

Tujuan Umum :

Diberikan Penyuluhan dan pelatihan selama 60 menit diharapkan ibu balita desa

Banjaranyar.

Tujuan Khusus :

Setelah Pelatihan selama 60 menit diharapkan ibu balita serta kader-kader desa Banjaranyar:

1. Mengetahui tentang cara menjaga hygiene perorangan

2. Mengetahui tentang cara mencuci tangan yang baik dan benar.

3. Megetahui bahaya penyakit diare

4. Merubah anggapan yang salah tentang diare

iii. Bentuk dan Materi Kegiatan

Kegiatan yang akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk pelatihan secara interaktif

tentang angka kejadian diare selama tiga bulan. Materi yang diberikan kepada kader

kesehatan (Posysndu) desa Banjaranyar dan ibu yang memiliki balita. setelah acara

Page 48: cha kelompok Fadlan

48

pelatihan berlangsung dilakukan post test untuk mengetahui keberhasilan pelatihan dan

penyuluhan tersebut.

iv. Sasaran

Ibu yang memiliki Balita di desa Banjaranyar.

v. Pelaksanaan

1. Personil

- Penanggung jawab : dr. Novita S (Kepala Puskesmas Pekuncen).

- Pembimbing : dr. Hesa Kusuma (Dokter Puskesmas Pekuncen).

- Pelaksana : Nurul Fathiya,Sked; Rois hasyim, Sked; Nessyah Fatahan, Sked;

Arief Hariyadi S,Sked; M.Rizky Fadlan,Sked; Sri Wahyuningsih

Gah,Sked

2. Waktu dan Tempat

- Hari : Jum’at

- Tanggal : 20 Mei 2011

- Tempat : Posyandu Desa Banjaranyar

- Waktu : 08:00-12:00 WIB

3. Narasumber : Nurul Fathiya,Sked; Rois hasyim, Sked; Nessyah Fatahan, Sked;

Arief Hariyadi S,Sked; M.Rizki Fadlan,Sked; Sri Wahyuningsih

Gah,Sked

4. Rencana Anggaran

1. Susu dan snack

@ Rp 5.000,X 20 Rp 100.000

2. Fotocopy Leaflet Rp 50.000,00

Lain-lain Rp 50.000,00 +

Jumlah Rp 200.000,00

vi. Monitoring dan Evaluasi

1. Pelaksanaan Kegiatan

Intervensi kesehatan yang dilakukan pelatihan dengan ibu-ibu posyandu mengenai

PHBS meliputi pelatihan cuci tangan yang baik dan benar dan pelatihan pembuatan

Page 49: cha kelompok Fadlan

49

larutan gula garam. Penyuluhan yang dilakukan lebih ditekankan mengenai bahaya diare

dan merubah anggapan masyarakat mengenai diare, dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :

a. Tahap Persiapan

1. Perijinan : Perijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda yang ditujukan kepada

Bidan desa Banjar Anyar. Surat ijin tersebut diserahkan kepada Bidan desa Banjar

Anyar pada hari Rabu tanggal 18 Mei 2011. Dalam pelaksanaan, penulis

mendapatkan ijin secara lisan dari Bidan desa Banjar anyar.

2. Materi : Materi yang disiapkan adalah materi tentang pengertian diare, PHBS

yang meliputi pelatihan cuci tangan yang baik dan benar, dan pembuatan larutan

gula garam.

3. Sarana : Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis, leaflet, susu, masker, meja

dan kursi.

b. Tahap pelaksanaan

1. Judul Kegiatan : Mencegah Diare dengan Perilaku Sehat

2. Hari/Tanggal :Jum’at, 20 Mei 2011 Pukul: 09.00 WIB

3. Tempat : Posyandu Mitra Sejahtera desa Banjar Anyar

4. Penanggungjawab : dr. Novita sari

5. Pembimbing : dr. Hesa Kusuma (Dokter Puskesmas Pekuncen)

6. Pelaksana : Arief Hariyadi S,Sked; M.Rizki Fadlan,Sked; Sri Wahyuningsih

Gah,Sked

7. Peserta : Ibu-ibu posyandu posyandu sebanyak 30 orang

c. Penyampaian materi : penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan tulisan untuk

menjelaskan tentang cuci tangan yang baik dan benar, dan pembuatan larutan gula

garam, bahaya diare, dan merubah anggapan masyarakat mengenai diare pada anak.

d. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi sumber

daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hasil

evaluasi masing-masing aspek.

1. Evaluasi sumber daya

Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man, money, metode,

material, machine.

Page 50: cha kelompok Fadlan

50

a. Man: Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi sudah

termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan yang cukup

memadai mengenai materi yang disampaikan.

b. Money: Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya diskusi

termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana.

c. Metode: Metode diskusi adalah pemberian materi secara. Evaluasi pada

metode ini termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk

mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.

d. Material: Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan dengan

baik, materi penyuluhan diperoleh dari internet, buku ajar ilmu penyakit

dalam, dan artikel kesehatan.

2. Evaluasi proses

Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses pelaksanaan pelatihan.

pelatihan yang dijadwalkan pada hari Jum’at, 20 Mei 2011 pukul 09.00 WIB.

Proses pelatihan berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi pengisian pretest 10

menit dan postest 15 menit, pemberian materi 20 menit, dan sesi diskusi 10 menit.

Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini dilihat dari antusias peserta

pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif. Peserta yang hadir terdiri 20 orang ibu-

ibu peserta posyandu Mitra sejahtera desa banjar anyar. Acara ditutup dengan

pemberian susu untuk balita dan pemberian masker.

3. Evaluasi Hasil

Pre test dilaksanakan dengan metode pengisian kuesioner kepada peserta diskusi.

Setelah dilakukan pelatihan kepada ibu-ibu yang memiliki balita di Banjar anyar,

dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah pelatihan yang dilakukan

berpengaruh terhadap pengetahuan ibua ibu yang memiliki balita di desa banjar

anyar tentang Diare yang di bandingkan dari sebelum diberikan pelatihan. Maka

di dapatkan hasil sebagai berikut :

Page 51: cha kelompok Fadlan

51

Tabel 8.1. Evaluasi Hasil

Hasil Pelatihan dan penyuluhan didapatkan peningkatan pengetahuan sebesar

40%, sehingga dapat disimpulkan bhwa acara penyuluhan dan palatihan

berlangsung dnegan sukses baik dari segi penyelengagaraan maupun pencapaian.

Evaluasi Pre test

(Mengetahui)

Post test

(Mengetahui

)

Peningkatan

Pengetahuan

bahaya diare

10 (50%) 18 (70%) 20%

Cara Mencuci

Tangan

Cara Pembuatan

Oralit

Pengetahuan

Mengenai Perilaku

Sehat

Anggapan yang

yang tepat

mengenai diare

5 (25%)

7 (35%)

18 (90%)

10 (50%)

17 (85%) 60%

19 (95%) 60%

20 (100%) 10%

20 (100%) 50%

Page 52: cha kelompok Fadlan

52

BAB IX

KESIMPULAN DAN SARAN

i. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan antara perilaku ibu dengan kejadian diare pada Balita di desa Banjar

Anyar dan desa Cikembulan.

2. Tidak Terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita di desa

cikembulan dan desa banjar anyar Pekuncen, Kabupaten Banyumas.

3. Tidak Terdapat hubungan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare pada balita di di

desa cikembulan dan desa banjar anyar Pekuncen, Kabupaten Banyumas.

4. Tidak Terdapat hubungan Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare balita di Puskesmas

Pekuncen Kabupaten Banyumas.

ii. Saran

1. Bagi Ibu, untuk meningkatkan perilaku hidup sehat sehingga dapat mencegah terjadinya

diare pada balira.

2. Puskesmas, memberikan skala prioritas kegiatan program setiap tahun, guna peningkatan

pengetahuan masyarakat, higienitas, dan sanitasi lingkungan dalam penangulanggan

terjadinya diare.

Page 53: cha kelompok Fadlan

53

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2004. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa tengah. Availble: SPM

http://www.jawatengah.go.id/dinkes/new/SPM/lamp1.htm. diakses: 15 Mei 2011.

Calistus,Deborah A, Aldo A. M. Lima, Robert D. Newman,Tadesse W,Richard D, Richard L.

Guerrant, and Cynthia L, 2008. Diarrhea in Northeastern Brazilian Children: Association

with Increased Diarrhea Morbidity. The Journal of Infectious Diseases 1998;177:754–60

John b, schorling, christine a. Wanke, sophia k, schorling, jay f, mcauliffe, maria auxiliadora de

souza and richard l. Guerran. 2008. A prospective study of persistent diarrhea among

children in an urban brazilian slum. Am. J. Epidemiol. 132 (1): 144-15.

Buku Profil Kesehatan Kecamatan Puskesmas. 2010. Profil Kesehatan Masyarakat Wilayah

Kerja Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas. Diterbitkan oleh Puskesmas Pekuncen

Notoatmodjo,S. 1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Pertama. RinekaCipta ; Jakarta.

Nursallam. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan Kedua. Rineka Cipta ; Jakarta.

Mansjoer, A. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Ausculapius; Jakarta.

Fatmawati, H. 2008. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif, MP ASI, Hygiene perorangan dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Anak 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kudus. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; Semarang.

Anjar , Y. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita Di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan Kabupaten Inhil. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru.

Markum, A. Ismael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sostroasmoro S. 2002, editor : Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1,Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia, Jakarta

Wikandari, T. 1995. Hubungan antara tingkat Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku dalam

Menangani Diare Pada Balita di Desa Kemiri. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas

Maret, Surakarta.

Page 54: cha kelompok Fadlan

54

Nelson E.A., J. Tam, J. S. Bresee, K. H. Poon, C. H. Ng, K. S. Ip, T. C. Mast, P. K. Chan, U. D.

Parashar, T. F. Fok, and R. I. Glass. 2005. Estimates of rotavirus disease burden in Hong

Kong: hospital-based surveillance. Journal Infect. Disease. 192 suppl 1: s71-s79.

Noer, S., Waspadji, S., Rahman, AM., et al., 1996.editor : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid

1, edisi 3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta,

Asnil, P. Noerasid H, Suraatmadja S. Gastroenteritis akut. Dalam: Suharyono, Boediarso

aswitha, Halimun EM (editors). Gastroenterologi anak praktis. Jakarta : Balai penerbit

FKUI, 2003. 51-68

WHO. 2007. Breastfeeding: Maternal And Infant Aspects. Special report from ACOG. International Journal of Obstetric and Gynaecology, 12, 12-16.

Ethelberg S Olesen B , Neimann J, Böttiger B, , Schiellerup P, Jensen C, Helms M, Scheutz F, Olsen KE, Krogfelt K, Petersen E, Mølbak K, Gerner. 2008.Etiology of diarrhea in young children in Denmark: a case-control study. J Clin Microbiol. 43(8): 36-41.

Riset Kesehatan Dasar. 2007. Prevalensi diare di Indoesia. Tersedia dalam : www.riskesdas.litbang.depkes.go.id [diakses pada tanggal : 10 Mei 2011]

Sudigdo, Sastroasmoro, 2005. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Jakarta : EGC

Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta. hal 138 – 55.

Page 55: cha kelompok Fadlan

55

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian 1

KUESIONER

A. Identitas Responden

Nama : ………………………………………………….

Jenis Kelamin : ………………………………………………….

Usia : ………………………………………………….

Usia Anak : ………………………………………………….

Alamat : ………………………………………………….

…………………………………………………..

Agama : ………………………………………………….

Pendidikan : ………………………………………………….

Pekerjaan : ………………………………………………….

1. Apakah Balita anda pernah menderita diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir ?

1. Iya

2. Tidak

B. Sanitasi Lingkungan

1. Apakah dirumah ada jamban keluarga ?

a. Ya (1) b. Tidak(0)

2. Apakah letak antara septik tank dengan sumur jaraknya ≥ 10 m ?

a. Ya (1) b. Tidak(0)

3. Apakah dirumah ada tempat sampah ?

a. Ya (1) b. Tidak(0)

4. Apakah tempat sampah yang terdapat dirumah selalu tertutup ?

a. Ya (1) b. Tidak(0)

5. Apakah jarak antara tempat pembuangan sampah dengan tempat tinggal > 5 m ?

a. Ya (1) b. Tidak(0)

6. Apakah dirumah terdapat saluran pembuangan air limbah ?

a. Ya (1) b. Tidak(0)

7. Apakah air limbah langsung menuju ke got dan mengalir dengan lancar ?

a. Ya (1) b. Tidak(0)

Page 56: cha kelompok Fadlan

56

8. Sumber air bersih yang anda gunakan untuk keperluan sehari-hari adalah :

a. PAM/PDAM (1)

b. Mata Air (1)

c. Sungai (0)

. d Sumur Gali (0)

C. Pemberian ASI Ekslusif

Apakah anda memberikan ASI Eksklusif pada anak anda?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

D. Perilaku Ibu

1. Apakah anda menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari hari terutama untuk minum

bagi balita anda?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

2. Apakah melakukan cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan membuat makanan ?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

3. Apakah selalu mencuci buah dan sayur sebelum dimasak/dimakan ?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

4. Apakah alat-alat makan (piring, sendok, garpu, dan gelas) dicuci menggunakan air bersih

dan menggalir ?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

5. Apakah anda selalu mencuci tangan setelah BAB?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

6. Apakah anda merebus air sampai mendidih dan menunggu sampai 5 menit?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

7. Apakah anda memberikan susu formula atau makanan pendamping lain kepada anak anda?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

8. Apakah anda selalu menutup makanan siap saji?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

9. Apakah anda rutin membersihkan lingkungan rumah dan sekitarnya?

a. Ya (1) b. Tidak (0)

10. Apakah anda selalu merebus botol susu sebelum digunakan?

Page 57: cha kelompok Fadlan

57

a. Ya (1) b. Tidak (0)

E. Pengetahuan Ibu tentang diare

1. Diare adalah buang air besar lebih dari satu kali dan kurang dari tiga kali?

a. benar (0)

b. salah (1)

2. Penyebab diare adalah bakteri?

a. Benar (1)

b. Salah (0)

3. Dimanakah dari 2 dibawah ini yang dapat memyebabkan diare?

a. ASI yang terlalu sering (1)

b. Tidak memberikan asi ekslusif (0)

4. Diare dengan kekurangan cairan berat dapat menyebabkan kematian?

a. benar (1)

b. salah (0)

5. Memberikan banyak minum sebagai caiaran pengganti merupakan salah satu cara

penanggulangan terjadinya diare pada balita anda?

a. benar (1)

b. Salah (0)

6. Diare merupakan tanda anak akan dapat berjalan?

a. benar (0)

b. salah (1)

7. Memberikan susu formula pada bayi anda dapat mencegah diare?

a. Ya (0)

b. Tidak (1)

Page 58: cha kelompok Fadlan

58

Lampiran 2. Kuesioner Pretest - Post-test

1. Diare dapat menyebabkan kematian pada balita anda?Iya (1)Tidak (0)

2. Diare tidak dapat menyebabkan Kekurangan cairan Pada balitaIya (0)Tidak (1)

3. Diare tidak akan menyebabkan balita anda kejangIya (0)Tidak (1)

4. Diare tanda anak anda akan bisa berjalan karena mengurangi bebanIya (0)Tidak (1)

5. Mencuci tangan sebaiknya di air yang mengalirIya (1)Tidak (0)

6. Mencuci tangan menggunakan sabun sebaiknya dilakukan kapan?A. Setiap Mencuci tangan (1)B. Ketika mencuci tangan sebelum makan (0)C. Ketika mencuci tangan setelah BAB (0)

7. Ada berapa langkah mencuci tangan yang baik ?A. 4 langkahB. B. 10 langkahC. 6 langkah

8. Diare dapat dicegah dengan BAB di jamban ?Iya (1)’Tidak (0)

9. Merebus air harus sampai matang tidak perlu tunggu lima menit langsung diangkat ?Setuju (0)Tidak (1)

10. Memberi ASI saja selama 6 bulan pada bayi baru lahir dapat mencegah diare ?Setuju (1)Tidak (0)

Page 59: cha kelompok Fadlan

59

11. ASI yang pertama kali keluar meruapakan ASI kotor yang tidak boleh diberikan kepada bayi anda Setuju (0)Tidak (1)

12. Sebutkan cara mebuat larutan Gula-garam untuk penanganan terhadap diare ?

Page 60: cha kelompok Fadlan

60

Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan CHA

Para Ibu dan Anak peserta Penyuluhan dan Pelatihan

Kegiatan Penyuluhan dan Pelatihan

Page 61: cha kelompok Fadlan

61

Pembagian Makanan Ringan dan Susu Kepada para peserta penyuluhan dan Pelatihan

Tanya-Jawab Kepada Peserta Penyuluhan

Page 62: cha kelompok Fadlan

62

Observasi Lingkungan Rumah Sampel Penelitian

Observasi Lingkungan Rumah Sampel Penelitian

Page 63: cha kelompok Fadlan

63

LAMPIRAN 5. BAHAN PENELITIAN