chairunisa ferdiana program pasca sarjana...

60
1 HUBUNGAN ANTARA DENSITAS NUKLEUS DENGAN EFFECTIVE PHACO TIME DAN PHACO TIME MENGGUNAKAN TEKNIK PHACO CHOP CORRELATION AMONG NUCLEUS DENSITY, EFFECTIVE PHACO TIME AND PHACO TIME USING THE PHACO CHOP TECHNIQUE CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2007

Upload: ngoliem

Post on 02-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

1

HUBUNGAN ANTARA DENSITAS NUKLEUS DENGAN EFFECTIVE PHACO TIME DAN PHACO TIME

MENGGUNAKAN TEKNIK PHACO CHOP

CORRELATION AMONG NUCLEUS DENSITY, EFFECTIVE PHACO TIME AND PHACO TIME

USING THE PHACO CHOP TECHNIQUE

CHAIRUNISA FERDIANA

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2007

Page 2: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

2

HUBUNGAN ANTARA DENSITAS NUKLEUS DENGAN EFFECTIVE PHACO TIME DAN PHACO TIME

MENGGUNAKAN TEKNIK PHACO CHOP

CORRELATION AMONG NUCLEAR DENSITY, EFFECTIVE PHACO TIME AND PHACO TIME

USING THE PHACO CHOP TECHNIQUE

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Dokter Spesialis Mata

Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Kesehatan Mata

Disusun dan Diajukan oleh

CHAIRUNISA FERDIANA

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

Page 3: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

3

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan antara Densitas Nukleus dengan Effective Phaco

Time dan Phaco Time Menggunakan Teknik Phaco Chop

Nama : dr. Chairunisa Ferdiana

No Pokok Mahasiswa

Pasca Sarjana : P2402202011

Program Pendidikan : Dokter Spesialis I

Program Studi : Ilmu Kesehatan Mata

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ahmad Afifudin, Sp.M Ketua

Dr. Noor Syamsu, Sp.M Dr. Hamzah, Sp.M Anggota Anggota

Mengetahui:

Ketua Program Studi I.K Mata Ketua Bagian I.K Mata Fakultas Kedokteran UNHAS Fakultas Kedokteran UNHAS

Dr. Rahasiah Taufik, Sp.M Dr. Habibah S.Muhiddin, Sp.M

Page 4: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

4

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, karunia, bimbingan dan

pertolonganNya. Berkat kehendak dan perkenanNya jualah saya dapat menyusun tesis ini

sebagai persyaratan sekaligus merupakan karya akhir saya dalam penyelesaian

pendidikan spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar.

Saya mengharapkan karya akhir yang berjudul hubungan antara densitas

nukleus dengan effective phaco time dan phaco time menggunakan teknik phaco

chop ini dapat memberikan masukan dan menambah wawasan, walaupun saya menyadari

bahwa penulisan karya akhir ini masih jauh dari kesempurnaan.

Pada kesempatan ini dengan hati yang tulus dan penuh hormat, saya ingin

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin atas kesempatan yang diberikan

kepada saya sehingga dapat mengikuti pendidikan pasca sarjana.

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti program pendidikan keahlian di Bagian Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

3. Koordinator PPDS-I Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang

senantiasa memantau kelancaran program pendidikan saya.

4. Prof.DR.Dr. Rukiah Syawal,SpM(K), Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Mata pada

masa beliau yang telah bersedia menerima saya sebagai peserta PPDS serta

Page 5: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

5

dengan kesungguhan hati telah membimbing dan mendidik saya selama menikuti

pendidikan.

5. Dr. Habibah S. Muhiddin,SpM, Ketua Bagian Ilmu Kesehatan Mata yang telah

mendidik, memberi nasehat, membimbing dan menyemangati saya selama

mengikuti pendidikan.

6. Dr. Rahasiah Taufik,SpM, Ketua Program Studi Dokter Spesialis I Bagian Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin atas bimbingan dan

didikannya selama mengikuti pendidikan.

7. Dr. Ahmad Afifudin, SpM selaku pembimbing saya dalam penulisan karya akhir

ini dan atas segala bantuan tanpa kenal lelah, kesempatan dan kemudahan yang

telah diberikan kepada saya dalam melakukan penelitian.

8. Dr. Hamzah, SpM atas segala kebaikan hati, bimbingan serta masukan, dan

bantuan terutama pengumpulan sampel dalam penelitian ini.

9. Dr. Noor Syamsu, SpM selaku pembimbing saya selama menjalani pendidikan

sekaligus menjadi pembimbing dalam penulisan karya akhir ini atas kesediannya

membimbing, memberi masukan yang sangat berharga dan mengarahkan saya

dengan penuh perhatian dan kesabaran.

10. DR.Dr. Ilhamjaya Patellongi, MS selaku konsultan statistik atas kesediannya

membimbing dan mengkoreksi sejak awal hingga hasil penelitian ini.

11. Seluruh Staf Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, Dr. A. Rukmini Fachry,SpM, Dr. Noro Waspodo, SpM, , Dr. Junaedi

Sirajuddin, SpM, Dr. Halimah Pagarra, SpM, Dr. Munzyl Yunus, SpM, Dr.

Muliasnaeny, SpM, Dr. Hudaedah, SpM, Dr. A. Sengngeng, SpM, Dr. Suliati P.

Page 6: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

6

Amir, SpM, Dr. Benny Untu, SpM, Dr. Budu, SpM, PhD, Dr. Batari T.Umar,

SpM, Dr. Purnamanita Syawal, SpM selaku guru-guru yang sangat berjasa dalam

memberikan ilmu dan bimbingan kepada saya.

12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti pendidikan yaitu

RS. Wahidin Sudirohusodo, Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)

Makassar, RSUD Labuang Baji, RS Pelamonia, RS Akademis Jaury Yusuf Putra,

atas segala bantuan fasilitas dan kerjasamanya selama pendidikan saya.

13. Direktur, para paramedis dan segenap staf Klinik Mata Orbita Makassar atas

kesempatan, kerjasama dan bantuan yang sangat berarti dalam pengumpulan

sampel penelitian ini.

14. Para pegawai/karyawan Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, para paramedis dimana saya telah mengikuti pendidikan

spesialis Mata, atas segala bantuan dan kerjasamanya selama saya menempuh

pendidikan.

15. Seluruh sahabat teman sejawat peserta PPDS-I Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, kakak-kakak dimanapun bertugas dan adik-

adik yang sedang berjuang, atas jalinan persaudaraan, dukungan, kebersamaan

dan kerjasamanya selama ini.

16. Kepada ayahanda tercinta H. Nachrowi (Almarhum) yang tidak sempat melihat

kesempatan ini serta ibunda Hj. Maslichah yang sangat saya cintai, yang dengan

tulus dan penuh kasih sayang senantiasa mendoakan, memberikan dukungan,

bantuan dan nasehat sehingga pendidikan ini dapat saya selesaikan dengan baik.

Page 7: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

7

17. Kepada ayahanda mertua saya Drs. Sutrisno,Mpd (Almarhum) yang saya hormati

dan ibunda mertua tercinta Dra. Hartatik,MSc, yang telah banyak memberikan

dorongan moril kepada saya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

18. Segenap keluarga yang telah memberikan dukungan, bantuan dan doanya.

19. Semua pihak yang telah membantu kelancaran penelitian saya baik secara

langsung maupun tidak langgsung.

20. Akhirnya kepada suami saya tercinta dr. Johan Bastian dan permata hati saya

Ahmad Ferhan Rafrijal Fauzan yang sangat saya sayangi, tidak lupa Mistriani

pengasuhnya, atas segala dorongan, pengertian dan penuh kesabaran

mendampingi saya sehingga dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan ini

dengan baik.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk kita semua dan kiranya Allah SWT

senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan hidayahNya, serta melindungi setiap

langkah dan pengabdian kita.

Makassar, Maret 2007

Chairunisa Ferdiana

Page 8: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

8

ABSTRAK

CHAIRUNISA FERDIANA. Hubungan Antara Densitas Nukleus dengan Effective Phaco Time dan Phaco Time Menggunakan Teknik Phaco Chop ( dibimbing oleh Ahmad Afifudin, Hamzah dan Noor Syamsu ).

Penelitian obervasional cross sectional study untuk mengetahui hubungan antara

densitas nukleus dengan effective phaco time dan phaco time. Penelitian berlangsung

selama 5 bulan di klinik mata Orbita Makassar. Didapatkan 30 mata katarak senil yang

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu derajat lunak (densitas nukleus 2), derajat sedang

(densitas nukleus 3), dan derajat keras (densitas nukleus 4 dan 5). Pada seluruh mata

dilakukan prosedur fakoemulsifikasi konvensional (coaxial) menggunakan teknik phaco

chop dengan modulasi power linier, mesin Sovereign (AMO), dan dilakukan implantasi

lensa intra okuler. Effective phaco time dan phaco time dicatat selam operasi berlangsung.

Didapatkan rata-rata effective phaco time pada derajat lunak 6.09 ± 5.70 detik (0.38 – 11.

78 detik), derajat sedang sebesar 11.51 ± 8.73 detik (2.78 – 20.24 detik), dan derajat

keras 21.72 ± 14.02 detik (7.69 – 35.73 detik). Semakin keras densitas nukleus, semakin

panjang effective phaco timenya (r = 0.545, p = 0.0020). Rata-rata phaco time pada

derajat lunak sebesar 70.57 ± 29.09 detik (41.48 – 99.66 detik), derajat sedang 154.42 ±

72.33 detik (82.09 – 226.75 detik), dan derajat keras 236.86 ± 152.87 detik (83.99 –

389.73 detik). Makin keras densitas nukleus, phaco time semakin lama (r = 0.541, p =

0.0020). Berdasarkan uji statistik disimpulkan adanya hubungan linier positif antara

derajat densitas nukleus dengan effective phaco time dan phaco time.

Page 9: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

9

ABSTRACT

CHAIRUNISA FERDIANA. Correlation Among Nucleus Density, Effective Phaco Time and Phaco Time Using the Phaco Chop Technique ( supervised by Ahmad Afifudin, Hamzah and Noor Syamsu ). In order to asses the pertinency among nuclear density, effective phaco time and

phaco time, an observation cross-sectional study has been conveyed, during 5 months

period in ophthalmologist clinic Orbita, Makassar. Thirty eyes with senile cataract were

comprised and divided into 3 groups according to nuclear density gradation, which is soft

(grade 2), moderate (grade3), and hard (grade 4 and 5). All eyes underwent conventional

phacoemulsification procedure (coaxial phacoemulsification) with phaco chop technique,

linear modulation using Sovereign (AMO) equipment. Intraocular lens was implanted

intracapsularly. Effective phaco time and phaco time were recorded intraoperatively.

Mean of effective phaco time was 6.09 ± 5.70 seconds (0.38 – 11. 78 seconds) in soft

nuclear density, 11.51 ± 8.73 seconds (2.78 – 20.24 seconds) in moderate nuclear

density , 21.72 ± 14.02 seconds (7.69 – 35.73 seconds) in hard nuclear density. There was

a statistically significant correlation between nucleus hardness and effective phaco time,

mean effective phaco time were found to be significantly higher in the harder density (r =

0.545, p = 0.0020). Phaco time mean of eyes with soft, moderate, and hard nuclear

density were 70.57 ± 29.09 seconds (41.48 – 99.66 seconds), 154.42 ± 72.33 seconds

(82.09 – 226.75 seconds), 236.86 ± 152.87 seconds (83.99 – 389.73 seconds). Further

analysis showed a correlation between nuclear density and phaco time (r = 0.541, p =

0.0020). Conclusion, there is a positive correlation among nuclear density, effective

phaco time and phaco time.

Page 10: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

10

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR………………………………………………………….. i

ABSTRAK............................................................................................................ v

ABSTRACT……………………………………………………………………. vi

DAFTAR ISI......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN LAMPIRAN……………………………. x

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah……………………………...…………..…… 1

B. Rumusan masalah…………………………………………………….. 4

C. Tujuan penelitian……………………………………………………... 4

a. Tujuan umum..................................................................................... 4

b. Tujuan khusus.................................................................................. 4

D. Hipotesis................................................................................................ 5

E. Manfaat pene litian……………………………………………………. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum mengenai katarak.................................................. ..... 6

B. Perkembangan teknik bedah katarak..................................................... 7

C. Fakoemulsifikasi.................................................................................... 8

a. Fakodinamika dan instrument setting............................................ 8

b. Mekanisme pompa mesin fakoemulsifikasi................................... 9

1. Sistem peristaltik........................................................................ 9

2. Sistem venturi............................................................................. 10

c. Phaco power................................................................................... 11

d. Modulasi energi.............................................................................. 12

1. Linear / continuous mode........................................................... 12

2. Pulse mode................................................................................. 12

Page 11: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

11

3. Burst mode................................................................................ 13

4. Teknologi WhiteStar.................................................................. 14

e. Phaco time...................................................................................... 14

1. Effective phaco time.................................................................. 14

2. Total phaco time........................................................................ 14

f. Teknik fakoemulsifikasi................................................................ 15

1. Generasi I…………………………………………………….. 15

2. Generasi II……………………………………………………. 15

3. Generasi III…………………………………………………… 16

4. Generasi IV…………………………………………………… 16

g. Teknik nukleofraksis..................................................................... 17

1. Divide and conquer…………………………………………... 17

2. Phaco chop…………………………………………………… 17

3. Quick chop…………………………………………………… 18

4. Stop & chop………………………………………………….. 28

h. Teknik fakoemulsifikasi dalam hal luasnya insisi dan sistem aliran

cairan.............................................................................................. 19

1. Teknik fakoemulsifikasi konvensional……………………….. 19

2. Micro- incision cataract surgery (MICS)……………………… 19

3. Microcoaxial cataract procedure……………………………… 20

i. Komplikasi………………………………………………………. 20

BAB III. KERANGKA KONSEP 21

BAB IV. METODE PENELITIAN

A. Bentuk penelitian.............................................................................. 23

B. Lokasi dan waktu penelitian............................................................. 23

C. Populasi sampel............................................................................... 23

D.Perkiraan besar sampel...................................................................... 23

E. Kriteria sampel................................................................................. 24

F. Identifikasi variabel........................................................................... 24

Page 12: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

12

G. Definisi operasional......................................................................... 24

H. Sarana penelitian.............................................................................. 27

I. Prosedur penelitian............................................................................ 27

J. Alur penelitian................................................................................... 28

K. Pencatatan data................................................................................. 29

L. Pengolahan dan penyajian data......................................................... 29

M. Metode analisis................................................................................. 29

BAB V. HASIL PENELITIAN 30

BAB VI. PEMBAHASAN 36

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 41

KEPUSTAKAAN 42

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 13: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

13

DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN LAMPIRAN

halaman

DAFTAR TABEL

1. Karakteristik demografi penderita...................................................................... 30

2. Hasil analisis deskriptif effective phaco time dan phaco time........................... 31

3. Perbedaan effective phaco time menurut derajat densitas nukleus…………… 32

4. Perbandingan effective phaco time menurut derajat densitas nukleus………... 33

5. Perbedaan phaco time menurutderajatdensitas nukleus………………………. 33

6. Perbandingan phaco time menurut derajat densitas nukleus………………….. 35

DAFTAR GAMBAR

1. Grafik distribusi sampel menurut umur………………………………………. 31

2. Grafik effective phaco time menurut derajat densitas nukleus………............. 32

3. Grafik phaco time menurut derajat densitas nukleus………............................ 34

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar isian penelitian

2. Surat persetujuan (informed consent)

3. Tabel induk penelitian

Page 14: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Katarak adalah penyebab kebutaan utama di dunia dan dialami oleh lebih dari 15

juta penduduk di seluruh dunia dan merupakan salah satu masalah cukup besar yang

terdapat di Indonesia.1 Jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini berbanding lurus

dengan jumlah penduduk usia lanjut pada tahun 2000, yang diperkirakan mencapai

besaran 15,3 juta atau 7,4% dari total jumlah penduduk Indonesia.2 Dibandingkan dengan

angka kebutaan negara-negara di Regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia

yang tertinggi. Insiden katarak 0,1% ( 210 ribu orang ) /tahun, yang menjalani operasi

baru sekitar 80.000 orang / tahun.2 Tindakan bedah (operasi) merupakan satu-satunya

pengobatan yang dapat memberikan perbaikan penglihatan, oleh karena itu bedah katarak

menjadi tindakan bedah yang paling banyak dilakukan oleh dokter ahli mata. 1

Bedah katarak sangat berbeda dengan tindakan bedah lainnya, karena tujuan

utama yang ingin dicapai baik oleh dokter maupun penderita adalah visus pasca operasi

yang optimal. Saat ini teknik bedah katarak dan pemasangan lensa intra okuler dengan

teknologi mesin fakoemulsifikasi memungkinkan hasil yang sangat akurat.1

Fakoemulsifikasi adalah teknik operasi ekstrakapsuler menggunakan sistem ultrasonik

untuk memecah dan mengaspirasi lensa melalui insisi kecil.3,4 Teknik ini berbeda dari

teknik extracapsular cataract extraction (ECCE) konvensional dalam hal luas insisi dan

teknik pengeluaran lensa. Keuntungan dari tenik ini yaitu dapat menghasilkan

penyembuhan dan perbaikan visus yang lebih cepat.3 Penggunaan fakoemulsifikasi untuk

operasi katarak diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Charles D. Kelman pada tahun

Page 15: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

15

1967.1,3,4 Pada dekade terakhir ini, operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi

berkembang pesat khususnya di negara maju dan telah mencapai taraf bedah katarak

refraktif dengan kriteria rehabilitasi visus yang cepat, induksi astigmat akibat operasi

yang minimal, komplikasi dan inflamasi pasca bedah yang minimal, dan mampu untuk

melakukan koreksi refraktif pra bedah. Fakoemulsifikasi telah meningkatkan kualitas

bedah katarak dan digunakan secara luas. 1,4

Klasifikasi dan densitas katarak (nukleus) perlu diketahui sebelum dilakukan

fakoemulsifikasi. Densitas katarak dapat diperkirakan berdasarkan gambaran klinis. Hal

ini sangat penting pada fakoemulsifikasi, karena katarak dengan nukleus yang terlalu

keras atau terlalu lunak lebih sulit dilakukan fakoemulsifikasi daripada densitas nukleus

sedang.1,3 Klasifikasi sederhana untuk memperkirakan densitas nukleus yaitu berdasarkan

klasiffikasi Buratto dkk. Buratto membagi densitas nukleus menjadi 5 jenis, dimana

derajat 1 adalah yang paling lunak, derajat 2 dengan kekerasan ringan, derajat 3

mempunyai nukleus dengan kekerasan sedang, derajat 4 adalah nukleus yang keras

sedangkan derajat 5 adalah katarak dengan nukleus yang sangat keras.4

Densitas katarak semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Katarak

dengan warna yang sama, pada penderita us ia 60 tahun lebih lunak dibandingkan pada

usia 80 tahun. Semakin lama katarak itu dibentuk maka nukleusnya akan semakin keras

dan besar.4 Penelitian oleh Heyworth dan Thompson menunjukkan bahwa variasi dari

densitas nukleus berhubungan dengan usia dan derajat sklerosis nukleus.5

Phaco-parameter terdiri dari effective phaco time, power, vacuum, dan flow rate.3

Effective phaco time (EPT) adalah lamanya waktu fakoemulsifikasi dengan power yang

digunakan sebesar 100% secara terus menerus.6,7,8,9 Lamanya EPT tergantung pada

Page 16: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

16

densitas katarak.10 EPT ini mempunyai arti penting, dimana EPT yang singkat

menunjukkan kurangnya energi yang masuk ke mata sehingga mengurangi efek samping

power fakoemulsifikasi.8 Penggunaan waktu fakoemulsifikasi yang lama dan power

fakoemulsifikasi yang besar akan merusak sel-sel endotel kornea.6 Nukleus dengan

densitas keras membutuhkan energi yang banyak sehingga menyebabkan kerusakan

endotel yang banyak. Kerusakan endotel ini akibat energi kavitasi yang ditimbulkan saat

tip fako bergetar dengan frekuensi ultrasonik. Jumlah endotel yang kurang akan

menyebabkan edema kornea yang permanen. 1 Pengurangan energi fakoemulsifikasi akan

menghasilkan visus optimal, dimana hal ini merupakan tujuan dari teknologi

fakoemulsifikasi.11

Penelitian oleh Ermiss, Ozturk, dan Inan pada katarak yang matur menggunakan

teknik divide and conquer, ditemukan rata-rata EPT sebesar 44.3 (SD 23.6) detik dan

didapatkan edema kornea pada hari pertama pasca operasi pada 20.7% penderita.12

Penelitian oleh Dholakia dan Vasavada, didapatkan EPT 121.2± 19.8 detik pada katarak

brunescent dengan menggunakan teknik chop, sedangkan pada katarak derajat 1 sampai

3, dengan teknik yang sama didapatkan EPT 36 ± 19 detik.10 Penelitian Chitra Sambare

dan Seedevi Pieris menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal power dan

waktu fakoemulsifikasi antara derajat 3 dengan derajat 1 dan 2.13 Gerd U. Auffarth,

menemukan tidak ada korelasi antara densitas nukleus dengan power pada penelitiannya,

tetapi mempunyai korelasi dengan EPT.14 Ermiss, Ozturk , dan Inan pada penelitiannya

menyimpulkan bahwa kesulitan-kesulitan intraoperatif dan visus pasca operasi pada

katarak matur dengan katarak tipe lainnya mempunyai hasil yang sama.12

Page 17: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

17

Bedoza mendapatkan rata-rata total waktu fakoemulsifikasi (U/S time) lebih

singkat pada derajat 1 dan 2 dibandingkan derajat 3 dan 4. Chakrabarti dkk melaporkan

rata-rata U/S time 3.05 menit pada katarak hipermatur. Penelitian lain dilaporkan rata-rata

U/S time 4 menit pada derajat 3 sedangkan derajat 4 dan 5 rata-rata 5.5 menit. 15

Telah dilaporkan penelitian mengenai lamanya effective phaco time, power dan

keamanan fakoemulsifikasi pada katarak berdasarkan densitas nukleus serta hubungannya

dengan hilangnya sel endotel. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian

mengenai hubungan antara densitas nukleus dengan EPT dan phaco time di Makassar.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, menjadi dasar bagi penelitian

ini untuk merumuskan pertanyaan :

1. Bagaimana hubungan densitas nukleus terhadap effective phaco time ?

2. Bagaimana hubungan densitas nukleus terhadap phaco time ?

C. Tujuan penelitian

a. Tujuan umum :

Menilai hubungan densitas nukleus terhadap phaco time

b. Tujuan khusus :

1. Untuk mengetahui lamanya effective phaco time pada tingkat densitas nukleus

yang berbeda.

Page 18: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

18

2. Untuk mengetahui besarnya phaco time pada tingkat densitas nukleus yang

berbeda.

D. Hipotesis

Semakin tinggi densitas nukleus, effective phaco time semakin lama dan semakin

besar pula phaco timenya

E. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan

mengenai hubungan densitas nukleus terhadap waktu fakoemulsifikasi sehingga para ahli

mata dapat lebih memperhatikan derajat kerasnya katarak sebelum melakukan operasi.

Selain itu diharapkan juga penelitian ini dapat membantu menambah referensi untuk

penelitian serupa dimasa yang akan datang.

Page 19: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum mengenai katarak

Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa. Katarak yang disebabkan karena

faktor usia ( katarak senil ) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan pada

manusia. Patogenesisnya bersifat multifaktorial dan tidak diketahui secara jelas.3. Katarak

ini muncul pada akhir dewasa muda dan menyebabkan penurunan penglihatan yang

progresif. 16

Ada beberapa cara dalam klasifikasi katarak, berdasarkan kekeruhan lensa dibagi

dalam stadium immatur, matur, dan hipermatur. Penggolongan lainnya adalah minimal,

moderate, dan advanced. Klasifikasi lain menggunakan lokasi anatomi dari kekeruhan

lensa yaitu kortikal, nuklear, dan subkapsul posterior.16 Klasifikasi katarak yang paling

luas penggunaannya adalah Lens Opacities Classification Sistem (LOCS) III yang

dikemukakan oleh Chylack pada tahun 1993. Klasifikasi ini melihat gambaran nukleus

yang disebut nuclear opalescence (NO), nuclear color (NC), cortical cataract (C), serta

posterior subcapsular cataract (P) pada penderita dan membandingkannya dengan foto

yang dipublikasikan oleh Chylack dkk.17 Pembagian katarak menurut LOCS III ini sangat

baik akan tetapi kurang praktis untuk penggunaan klinis sehari-hari dan penggunaan

untuk operasi dengan fakoemulsifikasi. Klasifikasi katarak yang lebih sederhana untuk

memperkirakan densitas nukleus yaitu klasifikasi Buratto dkk.1

Page 20: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

20

Grade U/S time Color Type of cataract Red reflex

1 Minimal Transparent or pale gray Cortical or recent subcapsular High 2 Redecuced Gray or gray yellows Subcapsular posterior Marked 3 Moderate Yellow or yellow gray Nuclear, cortico-nuclear Good 4 Long Yellow-amber or amber Cortico-nuclear, dense Poor 5 Very long Dark brown or black Totally dense Absent

Tabel 1. Klasifikasi Buratto4

Gambar 1. Brunescent cataract18

B. Perkembangan teknik bedah katarak

Teknik bedah katarak diawali dengan teknik couching oleh seorang ahli dari India

pada tahun 800 sebelum Masehi. Komplikasi yang ditimbulkan oleh teknik ini sangat

tinggi. Pengembangan teknik bedah katarak berikutnya yaitu dengan cara ekstraksi

ekstrakapsuler. Diawali oleh Jacques Daviel (1696-1762) dari Perancis yang

mengeluarkan lensa melalui pupil dan keluar dari mata melalui insisi limbal.19 Teknik ini

mempunyai kelemahan yaitu korteks tidak dikeluarkan secara keseluruhan, inflamasi

kronik dan terjadinya blok pupil. Albrecht von Graefe (1828-1870), seorang ahli mata

Jerman mengembangkan teknik ini, dengan menggunakan pisau yang membuat luka

insisi menjadi lebih baik. Perkembangan teknik bedah katarak selanjutnya yaitu pada

tahun 1753 dilakukan suatu teknik ekstraksi intrakapsuler di London oleh Samuel Sharp.

Page 21: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

21

Teknik ini memberikan hasil yang baik pada waktu itu. Teknik ini kemudian mengalami

pergeseran oleh adanya metode ekstrakapsuler modern yaitu dengan meninggalkan

kapsul posterior.3

C. Fakoemulsifikasi

Fakoemulsifikasi merupakan salah satu teknik bedah yang baik dan banyak

dilakukan oleh ahli mata. Beberapa keuntungan yang didapatkan dibandingkan teknik

konvensional adalah :2

1. Insisi yang kecil : waktu penyembuhan lebih singkat, astigmat pasca operasi dapat

dikurangi, dan tidak ada jahitan

2. Aspirasi korteks dapat lebih baik ( aspirasi pada bilik mata yang tertutup )

3. Implantasi IOL lebih mudah dan pada posisi yang benar (pada bilik mata

belakang).

4. Perbaikan visus lebih cepat

a. Fakodinamika dan instrument setting

Fakodinamik adalah suatu keadaan yang mempelajari aliran cairan yang masuk ke

dalam mata, dinamika saat cairan berada di dalam mata serta saat cairan keluar dari mata

melalui mesin fakoemulsifikasi.1 Cara kerja sistem fakoemulsifikasi untuk

menghancurkan lensa adalah melalui ultrasonic probe yang mempunyai tip yang mampu

bergetar dengan frekuensi yang sangat tinggi yaitu setara dengan gelombang ultrasound,

antara 28,000 s/d 60,000 hertz. Massa lensa yang sudah dihancurkan akan diaspirasi

melalui rongga yang ada pada tip untuk kemudian dikeluarkan dari dalam mata melalui

selang aspirasi pada mesin fakoemulsifikasi.3 Potensi yang dimiliki mesin

Page 22: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

22

fakoemulsifikasi untuk menghancurkan massa lensa sangat besar, mampu menghasilkan

tenaga getaran 20m/detik dengan kecepatan aliran 0,65 m/detik. Kekuatan yang besar ini

hanya bermanfaat apabila menguasai cara kerja mesin agar dapat digunakan pada saat

yang tepat pada tahap-tahap teknik operasi.1,3 Operasi pertama yang dilakukan oleh

Charles D. Kelman membutuhkan waktu hampir 6 jam dengan phaco time mencapai 1

jam. Dalam dekade terakhir ini, operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi

berkembang pesat khusunya di negara maju. 1

b. Mekanisme pompa mesin fakoemulsifikasi

1. Sistem peristaltik

Aliran cairan pada sistem peristaltik berdasarkan prinsip peristaltik pada

selang akibat gencetan oleh sejumlah roda pada mesin fako. Pada sistem ini,

pengaturan dari aliran cairan, kekuatan vakum, serta kekuatan energi U/S yang

digunakan dapat diatur secara terpisah. Parameter yang dapat diatur antara

lain irigasi, flow rate, kekuatan vakum dan kekuatan energi fakoemulsifikasi

( phaco power/ U/S power ) Keuntungan yang diperoleh dari mesin dengan sistem

ini adalah kemampuan mengatur flow rate dan vakum secara terpisah. Keadaan

ini tidak bisa dilakukan pada mesin dengan sistem venturi. Pengaturan secara

terpisah tersebut meningkatkan faktor keamanan bagi ahli bedah, karena rise

time ( waktu yang diperlukan mulai saat lubang fako tip tersumbat oleh massa

lensa sampai dengan tercapainya vakum maksimum ) yang terjadi lebih lambat

dibanding sistem venturi.1,4,8

Page 23: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

23

Gambar 2. Sistem peristaltik3

2. Sistem Venturi

Pada sistem venturi, cairan dari bilik mata depan akan tersedot masuk ke

dalam kaset pada mesin fakoemulsifikasi, karena tekanan dalam kaset lebih

rendah dari bilik mata depan.4 Istilah fakodinamik pada sistem venturi ini adalah

flow, aspirasi, dan vakum. Perbedaan sistem venturi dengan peristaltik adalah

adalah dalam hal aspirasi dimana pada sistem venturi aspirasi tidak bisa diatur

kekuatannya melalui mesin karena tidak terdapat tombol untuk pre-set aspiration

flow rate.1

Gambar 3. Sistem venturi3

Semua phaco-parameter ( EPT, power, flow rate, dan vacuum ) dapat dilihat pada

masing-masing tahapan fakoemulsifikasi. Pengaturan instrumen yang optimal tergantung

pada kemampuan yang dimiliki oleh operator.3

Page 24: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

24

Hardness Vacuum setting Aspiration Maximum of cataract (maximum) flow rate power Sculpting nukleus before nuclear fracturing All types of cataract 40-60 mmHg 20 cc/min 50% Grasping emulsifying devided nuclear fragments 1+ 70 mmHg 25 cc/min 70% 2+ 110 mmHg 25 cc/min 70% 3+ 150 mmHg 25 cc/min 70% 4+ 200 mmHg 25 cc/min 70%

Tabel 2. Perkiraan pengaturan instrumen untuk tahap dasar fakoemulsifikasi3

Gambar 4. Phaco-parameter 20

c. Phaco power

Pemakaian power yang aman dapat dilakukan preoperatif tergantung pada variasi

densitas nukleusnya. Umumnya antara 50-70%. Pada keadaan lensa yang lunak power

fako sekitar 30% dan jika keras meningkat sampai 80 atau 90%.8 Mesin fakoemulsifikasi

mempunyai beberapa fasilitas pengaturan energi ultrasound yang dapat dimanfaatkan

sesuai dengan situasi dan kondisi dari kasus yang dihadapi serta teknik yang digunakan.

Page 25: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

25

d. Modulasi energi

Jenis modulasi energi Ultrasound (U/S) yang paling sering digunakan adalah

linear / continuous mode, yang dikendalikan berdasarkan injakan pada pedal kaki, yaitu

ketika pedal kaki pada posisi 3. 1 Selain itu didapatkan pula modulasi pulse mode dan

burst mode.

1. Linear / Continuous mode

Semua jenis mesin fakoemulsifikasi sejak awal perkembangannya hanya

mempunyai satu jenis modulasi US power, yaitu linear atau continuous mode. Pada

modulasi ini, ahli bedah bisa menentukan (pre-set) maksimum power yang dibutuhkan

pada panel mesin fakoemulsifikasi, yaitu mulai dari 10% sampai 100%. Linear mode

dapat digunakan pada saat melakukan sculpting nukleus, seperti pada teknik divide &

conquer atau teknik stop & chop.1

Gambar 5. Grafik peningkatan U/S power pada linear mode1

2. Pulse mode

Pulse mode adalah modulasi energi dimana sepanjang pedal pada posisi 3, maka

energi yang keluar tidak secara terus menerus, tetapi sepotong-sepotong yang disebut

Page 26: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

26

sebagai pulsa. Banyaknya pulsa perdetik ini dapat diatur melalui panel kontrol, dimana

ditetapkan sebesar 10 pulsa energi perdetik ( setting dari pabrik ).1 Pemakaian pulse

mode adalah pada keadaan dimana lensa suda terpecah, kemudian framen lensa tersebut

berada di bilik mata depan.6

Gambar 6. Grafik peningkatan U/S power pada pulse mode1

3. Burst mode

Pada burst mode, meskipun pedal kaki pada saat mencapai posisi 3, U/S power

akan dialirkan secara maksimal bergantung setting yang dibuat pada panel kontrol. Mesin

yang lebih mutakhir mempunyai kemampuan power burst, yang hampir sama dengan

fungsi power pulse, yaitu dengan semakin dalam menginjak pedal kaki maka interval

antara tiap burst energi akan semakin pendek sehingga pada posisi pedal kaki maksimum

akan menghasilkan U/S energi yang kontinu. Penggunaan burst mode ini sangat efisien

pada teknik fakoemulsifikasi yang mengandalkan chop.1

Page 27: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

27

Gambar 7. Grafik peningkatan U/S power pada burst mode1

4. Teknologi WhiteStar

Teknologi WhiteStar ini menggabungkan burst mode dan pulse mode.!

Mempunyai pengaturan waktu yang sangat singkat, menghantarkan energi dan

diselingi oleh periode pendinginan, sehingga dapat menghemat jumlah energi yang

dikeluarkan. 1

e. Phaco time

1. Effective phaco time (EPT)

EPT menunjukkan berapa lama energi fako masuk ke mata jika digunakan phaco

power sebesar 100%. EPT ini dapat lebih rendah daripada total foot-pedal time. EPT ini

sangat signifikan, kurangnya EPT menunjukkan kurangnya energi yang dialirkan pada

mata.8

2. U/S time ( phaco time ) :

U/S time adalah lamanya total waktu dalam menggunakan energi ultrasound (U/S

power ) yang mengalir ke dalam mata.15 Penggunaan waktu ultrasound yang panjang

berakibat pada rusaknya sel-sel endotel kornea.6

Page 28: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

28

f. Teknik fakoemulsifikasi

Satu hal yang menentukan keberhasilan fakoemulsifikasi adalah memilih teknik

yang sesuai.1 Penguasaan teknik fakoemulsifikasi ini sangat penting karena pemakaian

teknik ini bergantung pada densitas nukleus (derajat katarak).1,4 Saat ini telah tercatat 4

generasi teknik fakoemulsifikasi :

1. Generasi I (1968-1978)

Fakoemulsifikasi nukleus di bilik mata depan dengan kapsulotomi menggunakan

teknik can opener. Energi ultrasound yang dihasilkan berasal dari kumparan

medan magnet, sehingga ukuran handpiece fakoemulsifikasi cukup besar dan

berat. Pada masa ini, fakoemulsifikasi tidak berkembang karena banyak

menemui banyak komplikasi. Kumparan medan magnet sebagai sumber

gelombang ultrasound menghasilkan panas yang berlebihan pada ujung tip

fakoemulsifikasi, bahkan panasnya sampai terasa pada gagang handpiece. Teknik

fakoemulsifikasi yang digunakan adalah serutan (sculpting) pada nukleus dan

hanya pada densitas nukleus yang lunak. 1,3

Gambar 15 . Sculpting2

2. Generasi II (1978-1986)

Pada dekade kedua, terjadi perubahan teknik fakoemulsifikasi yang ditandai

dengan fakoemulsifikasi di posterior pada kantung lensa.1,11 Handpiece

fakoemulsifikasi yang dipakai menggunakan kristal piezzo electric, menghasilkan

Page 29: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

29

getaran dengan frekuensi sangat tinggi sehingga menjadi sumber energi

ultrasound. Teknik fakoemulsifikasi yang berkembang adalah cara sculpting

menggunakan satu tangan atau dua tangan. Dengan teknik dua tangan, satu tangan

yang dominan memegang handpiece fakoemulsifikasi, sedangkan tangan lainnya

memegang alat untuk memanipulasi nukleus. Teknik inii hanya efektif untuk

nukleus yang lunak. 1,3

3. Generasi III (1986-1996)

Setelah memperkenalkan kapsulotomi dengan cara kapsuloreksis, Gimbel

memperkenalkan teknik fakoemulsifikasi interkapsular (in-situ

phacoemulsification) dengan cara memecah nukleus ( nucleofractis ) menjadi

beberapa bagian. Gimbel menyebut teknik ini divide and conquer, Teknik ini

membuat 2 alur yang dalam serta saling menyilang dan tegak lurus dengan teknik

sculpting. Nukleus dibagi menjadi bagian yang selanjutnya dilakukan

fakoemulsifikasi. Pada teknik ini emulsifikasi fragmen lensa agak sulit sebab

tidak ada ruangan yang cukup. Teknik ini berkembang menjadi teknik phaco chop

oleh Nagahara dan stop and chop oleh Paul Koch. 1,2,3

4. Generasi IV

Generasi ini adalah teknik supracapsular yang diperkenalkan oleh

Maloney,dimana nukleus dikeluarkan dari kantung lensa agar saat

fakoemulsifikasi tidak mengancam integritas kapsul posterior. Nukleofraksis tetap

dilakukan di bilik mata belakang.1

Page 30: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

30

g. Teknik nukleofraksis

Teknik nukleofraksis adalah teknik melakukan fakoemulsifikasi dimana nukleus

terlebih dahulu telah dibagi menjadi beberapa bagian. Dengan memecah nukleus menjadi

bagian yang lebih kecil, maka dapat dengan mudah melakukan emulsifikasi tanpa harus

menggunakan energi U/S yang tinggi. Dengan demikian waktu fako dapat dipersingkat.1,3

Teknik ini dapat dikerjakan aman dan efektif untuk nukleus dengan densitas sedang

sampai dengan yang keras. 3,4

1. Divide and conquer

Dikemukakan pertama kali oleh Gimbel. Pada teknik ini nukleus dibelah dalam

kantung lensa kemudian dilakukan emulsifikasi pada setiap framen lensa tersebut. Teknik

manipulasi di dalam kantung lensa ini disebut sebagai intracapsular atau lebih dikenal

dengan istilah endocapsular phacoemulsifiacation. 3,4 Selama bertahun-tahun teknik ini

sangat diminati, karena mudah dilakukan. Tetapi teknik ini mempunyai kelemahan

karena boros energi saat mengemulsi lensa sehingga dapat merusak endotel kornea.1

2.Phaco chop

Kunihiro Nagahara mengemukakan teknik modifikasi nukleofraksis yang disebut

teknik phaco chop pada pertemuan ilmiah ASCRS (American Society of Cataract &

Refractive Surgery) tahun 1993.1,21 Nukleus dipecahkan dengan second instrument

dengan chopper. Chopper digunakan setelah nukleus dipegang dengan tip fako. Teknik

ini memerlukan setting vakum yang tinggi, yaitu dengan membenamkan tip

fakoemulsifikasi ke dalam nukleus (engaged). Second instrument berupa chopper

Page 31: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

31

kemudian disispkan menuju bagian ekuator lensa melalui bagian lensa yang tepat di

bawah kapsuloreksis, lalu nukleus dibelah dengan cara menarik chopper kearah tip

fakoemulsifikasi. Beberapa keuntungan teknik ini yaitu mempersingkat waktu fako, dapat

digunakan pada semua jenis densitas nukleus.1,3,4

Gambar 3. Phaco chop8

3. Quick Chop ( Vertical Phaco Chop )

Teknik ini dikemukakan oleh Vladimir Pfeiffer, dimana teknik ini merupakan

modifikasi dari phaco chop dari Nagahara. Chopping nukleus berbeda dengan teknik

Nagahara, karena tidak dilakukan dengan gerakan horizontal tetapi dengan gerakan

vertikal. Pada teknik ini ujung chopper ditancapkan pada nukleus tepat di atas ujung tip

fako yang telah dibenamkan ( impale ) di tengah-tengah lensa. Keunggulan dari teknik

ini adalah dapat digunakan pada pupil yang tidak maksimal, karena semua alat berada di

bagian tengah lensa.1,22

4. Stop & Chop

Teknik stop & chop berkembang karena berbagai kesulitan yang dialami dalam

menerapkan teknik phaco chop. Teknik ini merupakan gabungan dari teknik divide and

conquer dari Gimbel dan phaco chop dari Nagahara.1 Teknik stop & shop dikemukakan

Page 32: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

32

oleh Paul Koch pada tahun 1993.22 Dasar dari teknik ini adalah pertama kali membuat

alur kemudian setelah terbentuk celah yang dalam di bagian tengah lensa, lensa dibagi

menjadi 2 bagian kemudian “stop”, dilanjutkan chop dengan memutar nukleus 45° searah

jarum jam untuk membelah lensa menjadi bagian yang lebih kecil.2,21 Bagian-bagian

nukleus akan masuk ke dalam tip dan diemulsi.23

h. Teknik fakoemulsifikasi dalam hal luasnya insisi dan sistem aliran cairan

1.Teknik fakoemulsifikasi konvensional ( Conventional / Coaxial Phacoemulsification )

Pada teknik konvensional, insisi yang umum digunakan adalah beveled, biplanar,

sealf-sealing incision yang dikenalkan oleh Shimuzu dan Fine. Lebar insisi sekitar 3 mm

(ukuran rata-rata besarnya tip fakoemulsifikasi).3 Jarum untuk tip fakoemulsifikasi

mempunyai diameter tertentu (sekitar 1 mm) dan mempunyai rongga. Massa lensa yang

sudah dihancurkan akan diaspirasi melalui rongga pada tip tersebut untuk kemudian

dikeluarkan dari dalam mata melalui selang aspirasi pada mesin fakoemulsifikasi.1 Untuk

mempertahankan kedalaman bilik mata depan dan mendinginkan probe diperlukan irigasi

yang stabil, dimana irigasi ini melalui irrigation sleeve pada ultrasound tip.3

Pada coaxial phaco aliran irigasi sangat dekat dengan aspirasi sehingga fragmen

nukleus didorong dari tip ini. Pada teknik ini, banyak cairan irigasi justru dihisap kembali

oleh tip fako sehingga kerjanya tidak efektif.24

2. Micro-incision cataract surgery (MICS)/ Bimanual microincison

Micro-incision cataract surgery (MICS) mengurangi insisi dari 2.75 – 3 mm yang

biasa digunakan pada teknik fakoemulsifikasi konvensional menjadi kurang dari 2 mm

(0.7 mm;1.2 mm;1.4 mm; 1,5 ; 1.7 mm ). Pada teknik ini sistem irigasi dan aspirasinya

terpisah menggunakan teknik bimanual.25,26

Page 33: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

33

Bimanual microincison dan coaxial phaco memiliki persamaan dan perbedaan,

oleh karena itu transisi dari kedua teknik ini tidak terlalu sulit. Pada bimanual

microincison digunakan kanula atau chopper irigasi (irrigating chopper).25 Terpisahnya

aspirasi dan irigasi pada bimanual microincision memberikan peningkatan yang baik

terhadap followability, yaitu kemampuan aliran cairan untuk membawa materi lensa

mendekati tip fakoemulsifikasi.26

3. Micro Coaxial Cataract Procedure (Coaxial microphaco/Ultra-small incision)

Coaxial microphaco dengan implantasi IOL melalui insisi 2.2 mm menjadi

perubahan baru dalam tindakan bedah katarak. Dibandingkan dengan teknik

konvensional, pada coaxial microphaco ini astigmat yang timbul sesudah operasi secara

signifikan lebih kecil. Insisi untuk second instrument ( side port ) dibuat sebesar 0.6 mm.

Tanpa mengubah prosedur fakoemulsifikasi yang ada sebelumnya, micro coaxial phaco

ini dapat dilakukan dengan mudah.27

i. Komplikasi

Berbagai komplikasi pasca operasi dapat timbul setelah dilakukan

fakoemulsifikasi.Luka insisi yang tidak menutup dengan baik merupakan komplikasi

yang paling ringan, tetapi dapat menjadi sumber resiko untuk komplikasi yang lebih

berat. Komplikasi lain adalah edema kornea yang merupakan komplikasi yang paling

sering terjadi dan umumnya bersifat reversible kecuali pada keadaan yang berat. Toxic

anterior sement syndrome (TASS) merupakan komplikasi berupa edema kornea yang

difus disertai pupil yang dilatasi,serta disertai dengan peningkatan intraokuler setelah

operasi.1

Page 34: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

34

BAB III

KERANGKA KONSEP

Katarak dengan nukleus yang terlalu keras atau terlalu lunak lebih sulit dilakukan

fakoemulsifikasi daripada nukleus derajat sedang. Densitas nukleus merupakan salah satu

faktor yang berpengaruh pada keberhasilan fakoemulsifikasi. Operator diharapkan dapat

memperkirakan densitas nukleus sebelum memilih penderita tersebut untuk dilakukan

metode fakoemulsifikasi, oleh karena densitas nukleus dapat mempengaruhi lamanya

waktu fakoemulsifikasi, yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap visus pasca operasi.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu fakoemulsifikasi selain densitas

nukleus diantaranya adalah teknik fakoemulsifikasi yang digunakan, pemilihan modulasi

power serta teknologi mesin fakoemulsifikasi. Pengetahuan mengenai fakoemulsifikasi

penting dipelajari dengan semakin majunya teknologi mesin fakoemulsifikasi sehingga

dapat melakukan prosedur operasi yang aman dan mempunyai efektifitas tinggi serta

hasilnya stabil untuk jangka panjang. Hal inilah yang menjadi pertimbangan untuk

dilakukan penelitian lebih lanjut pada penderita katarak dan fakoemulsifikasi. Pada

penelitian ini akan diteliti adanya hubungan antara variabel bebas dengan variabel

tergantung.

Page 35: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

35

Kerangka konsep penelitian

Keterangan :

: Variabel bebas Hubungan variabel bebas

: Variabel tergantung Hubungan variabel tergantung

: Variabel kendali Hubungan variabel kendali

Mesin fakoemulsifikasi

Effective phaco time

Phaco time

Teknik fakoemulsifikasi

Operator

Katarak

Densitas nukleus

Page 36: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

36

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Bentuk penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional study

B. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di klinik mata Orbita dan berlangsung selama bulan

September 2006 sampai bulan Januari 2007.

C. Populasi sampel

Populasi penelitian adalah semua penderita katarak senil yang menjalani operasi

katarak. Sampel yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah semua penderita dengan

diagnosa katarak yang menjalani operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi. Cara

pengambilan sampel adalah purposive sampling, yaitu dengan memasukkan setiap

penderita yang memenuhi kriteria inklusi, menjalani operasi fakoemulsifikasi

konvensional di Klinik Mata Orbita dan dilakukan oleh satu orang operator , satu mesin,

dan satu teknik (chop) dengan modulasi linier.

D. Perkiraan besar sampel

Besar sampel diperkirakan dengan rumus di bawah ini :

Z? + Zß 2

0,5 ln [(1+r)/(1-r)]

n = + 3

Page 37: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

37

Keterangan :

n : perkiraan besar sampel

Z? : deviat baku normal untuk ?

? : tingkat kemaknaan (0,05)

Zß : deviat baku normal untuk ß, power ( 80%)

r : perkiraan koefisien korelasi (0,6)

Dari perhitungan di atas, maka jumlah sampel yang diambil adalah 30 orang

E. Kriteria sampel

Terdiri atas 2 macam yaitu :

1. Kriteria inklusi : Penderita katarak senil yang menjalani operasi

fakoemulsifikasi.

2. Kriteria eksklusi : Penderita katarak morgagni, riwayat inflamasi okuler, riwayat

glaukoma, terapi laser dan trauma, dilatasi pupil yang tidak baik (<5mm),

penderita yang tidak kooperatif, penderita dengan nukleus yang tidak dapat

dilakukan teknik phaco chop.

F. Identifikasi variabel

Variabel bebas : katarak, densitas nukleus

Variabel tergantung : effective phaco time, phaco time

G. Definisi operasional

1. Katarak :

Setiap kekeruhan pada lensa. Katarak senil adalah katarak yang disebabkan faktor

usia.

Page 38: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

38

2. Densitas nukleus :

Tingkat kekerasan nukleus pada katarak yang diklasifikasikan oleh Buratto

menjadi 5 jenis / derajat :

a. Derajat 1 : Nukleus lunak. Pada katarak derajat 1, visus masih lebih baik

dari 6/12, tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan, refleks

fundus jelas sekali. Usia penderita pada umumnya kurang dari 50 tahun.

b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan. Nukleus mulai sedikit

berwarna kekuningan, refleks fundus jelas, visus antara 6/12 – 6/30.

c. Derajat 3 : Nukleus dengan kekrasan medium. Nukleus tampak berwarna

kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan,

refleks fundus baik. Visus antara 3/60 – 6/30.

d. Derajat 4 : Nukleus keras. Nuk leus berwarna kuning kecoklatan, refleks

fundus sedikit. Visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60.

e. Derajat 5 : Nukleus sangat keras. Pada katarak jenis ini nukleus sudah

berwarna kecoklatan sampai berwarna agak kehitaman, refleks fundus

tidak ada. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek. Katarak ini sangat

keras dan disebut juga brunescent cataract atau black cataract.

Kriteria :

Derajat 1-2 : lunak

Derajat 3 : sedang

Derajat 4-5 : keras

Page 39: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

39

2. Fakoemulsifikasi :

teknik operasi katarak ekstrakapsuler yang menggunakan sistem ultrasonik untuk

memecah dan mengaspirasi lensa melalui insisi kecil. Fakoemulsifikasi

konvensional adalah teknik fakoemulsifikasi dengan lebar insisi sekitar 3 mm,

dimana tip fakoemulsifikasi yang digunakan memiliki lubang aspirasi dan irigasi.

Massa lensa dihancurkan oleh tip fakoemulsifikasi dan akan diaspirasi melalui

rongga pada tip tersebut untuk kemudian dikeluarkan dari dalam mata melalui

selang aspirasi.

3. Effective phaco time (EPT) :

lamanya waktu fakoemulsifikasi (phaco time) dengan kekuatan (power) yang

digunakan sebesar 100% secara terus menerus (EPT = phaco time (detik) x rata-

rata power fakoemulsifikasi). Besarnya EPT dapat dilihat pada tampilan

monitor mesin fakoemulsifikasi. Dinilai dalam satuan detik.

4. Phaco time (U/S Time):

lamanya total waktu dalam menggunakan energi ultrasound. Dilihat pada

tampilan monitor mesin fakoemulsifikasi. Dihitung dalam satuan detik.

5. Kekuatan energi ultrasonik ( power ) :

besarnya tenaga, mulai dari 0% sampai 100% yang dikendalikan berdasarkan

kedalaman injakan pada pedal kaki, yaitu ketika pedal kaki pada posisi 3 untuk

menghancurkan nukleus.

Page 40: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

40

H. Sarana penelitian

Alat :

1. Senter

2. Snellen chart

3. Trial Lens

4. Slitlamp biomikroskop

5. Keratometri

6. Biometri

7. Tonometri Schiotz

8. Funduskopi ( direct funduscopy )

9. Mesin fakoemulsifikasi Sovereign (AMO)

Bahan :

1. Tetes mata C. Pantocaine 0,5%

2. Tetes mata C. Polydex

3. Tetes mata C. Mydriatyl

4. Lidokain

5. Viskoelastik ( I-Gel dan Vitrax )

I. Prosedur penelitian

1. Setiap subyek yang dimasukkan dalam penelitian dan bersedia ikut dalam

penelitian dicatat identitasnya

2. Penderita menjalani pemeriksaan visus, tekanan intra okuler, funduskopi

slitlamp biomikroskopi , dan biometri.

Page 41: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

41

3. Ditentukan densitas nukleus berdasarkan klasifikasi Buratto

4. Pada saat menjalani operasi dilakukan pencatatan effective phaco time dan phaco

time (U/S time )

J. Alur penelitian

Penderita katarak

Pemeriksaan visus, tekanan intra okuler, funduskopi, slit lamp dan biometri

Ditentukan klasifikasi katarak dengan slit lamp dan pupil dilatasi berdasarkan klasifikasi Buratto

Fakoemulsifikasi

Pencatatan EPTdan phaco time

Anamnesa identitas : nama, umur, alamat, dan lama katarak

Page 42: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

42

K. Pencatatan data

Data yang dicatat meliputi :

1. Identitas pasien (nama,umur,jenis kelamin,alamat)

2. Lama menderita katarak

3. Visus pre operasi

4. Densitas nukleus

5. Effective phaco time dan phaco time

L. Pengolahan dan penyajian data

Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan komputer

melalui program SPSS Windows versi 13, sedangkan penyajian data dilakukan dalam

bentuk tabel dan grafik disertai penjelasan.

M. Metode analisis

Variabel-variabel yang diperiksa akan dianalisis secara deskriptif. Analisa statistik

menggunakan uji korelasi Spearman, oneway anova dan Kruskal Wallis.

Hasil yang diperoleh akan dilaporkan dalam bentuk karya tulis untuk memenuhi

persyaratan dalam rangka menyelesaikan tugas pendidikan spesialis pada Program Studi

Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Page 43: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

43

BAB V

HASILPENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di klinik mata Orbita Makassar dari bulan September

2006 sampai dengan Januari 2007. Diperoleh 30 mata dari 29 orang penderita katarak

dengan operasi fakoemulsifikasi berumur antara 43 – 83 tahun terdiri dari 21 orang

(70.0%) pria dan 9 orang (30.0%) wanita. Lama katarak antara 1.0 – 3.9 tahun dan

sebagian besar (50.0%) antara 2.0 – 2,9 tahun. Ditemukan 7 orang (23.3%) dengan

densitas nukleus lunak, 12 orang (40.0%) sedang dan 11 orang (36.7%) dengan densitas

nukleus keras. Karakteristik penderita dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik demografi penderita

Variabel Frekuensi (N) Persentase (%) Jenis kelamin

Pria 21 70.0 Wanita 9 30.0 Lama katarak

1.0 – 1.9 tahun 6 20.0 2.0 – 2.9 tahun 15 50.0

3.0 – 3.9 tahun 9 30.0 Derajat densitas nukleus

Lunak 7 23.3 Sedang 12 40.0

Keras 11 36.7

Page 44: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

44

02

468

10

1214

40-49 thn 50-59 thn 60-69 thn 70-79 thn 80-89 thn

Umur

Jum

lah

Grafik 1. Distribusi sampel menurut umur

Dari grafik 1 didapatkan jumlah penderita terbanyak dengan kelompok umur 60 –

69 tahun (n=13; 43.3%), disusul oleh kelompok umur 50 – 59 (n=6; 20%) tahun dan

kelompok umur 70 – 79 tahun (n=6; 20.0%), kelompok 40 – 49 tahun (n=4; 13.3%) dan

yang paling sedikit adalah kelompok umur 80 – 89 tahun (n=1; 3.3%).

Tabel 2. Hasil analisis deskriptif effective phaco time dan phaco time Variabel Minimum – Maksimum Rerata (SD) Effective phaco time(detik) 0.25 – 41.39 13.99 (11.99) Phaco time (detik) 14.00 – 527.00 165.08 (119.90)

Hasil analisis deskriptif effective phaco time dan phaco time dapat dilihat pada

tabel 2. Dapat dilihat bahwa effective phaco time rata-rata 13.99 ± 11.99 detik dan phaco

time rata rata 165.08 ± 119.90 detik.

Page 45: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

45

Tabel 3. Perbedaan effective phaco time menurut derajat densitas nukleus Derajat Densitas Effective phaco time (detik) Uji Kruskal Nukleus n% Mean / Median 95% CI Wallis Lunak 7 (23.3) 6.09 / 3.81 0.81 – 11.36 p=0.0130

Sedang 12 (40.0) 11.51 / 6.92 5.96 – 17.06

Keras 11 (36.7) 21.72 / 16.87 12.30 – 31.13

Keterangan: Uji korelasi Spearman ? r = 0.545 dan p=0.0020 Hasil uji Kruskal Wallis menujukkan perbedaan effective phaco time yang

bermakna (p<0.05) menurut derajat densitas nukleus. Efective phaco time pada nukleus

keras lebih lama daripada nukleus yang lunak. Hasil uji korelasi Spearman menujukkan

adanya hubungan linear positif antara derajat densitas nukleus dengan effective phaco

time dengan kofisien korelasi r=0.545 dan p=0.0020. Semakin tinggi (keras) densitas

nukleus, semakin lama effective phaco timenya.

11127N =

Derajat Nukleus

KerasSedangRingan

95%

CI E

fetiv

e P

heco

Tim

e (s

ec)

40

30

20

10

0

-10

Keterangan : analisis dengan uji korelasi Spearman ? r = 0.545; p=0.0020

Grafik 2. Effective phaco time menurut derajat densitas nukleus

Lunak

Page 46: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

46

Dari grafik 2 dapat dilihat bahwa semakin tinggi densitas nukleus, semakin lama

effective phaco timenya. Mereka yang mempunyai densitas keras effective phaco timenya

berbeda bermakna dengan mereka yang mempunyai densitas yang lunak.

Tabel 4. Perbandingan effective phaco time menurut derajat densitas nukleus

Derajat nukleus Derajat nukleus Perbedaan rata-rata p (a) (b) (a-b)

Lunak Sedang -5.43 0.289 Keras -15.63 0.005 Sedang Lunak 5.43 0.289 Keras -10.20 0.028 Keras Lunak 15.63 0.005 Sedang 10.20 0.028

p = 0.05

Perbandingan effective phaco time antara derajat lunak dengan sedang yaitu 5.43

menunjukkan ada perbedaan tetapi perbedaan tersebut tidak bermakna, p = 0.289 . Pada

perbedaan effective phaco time antara lunak dengan keras menunjukkan hasil 15.63 dan

bermakna, p = 0.005 . Hal yang sama pada perbedaan effective phaco time antara derajat

nukleus sedang dengan keras yaitu 10.20, menunjukkan hasil yang bermakna , p = 0.028.

Tabel 5. Perbedaan phaco time menurut derajat densitas nukleus Derajat Densitas Phaco time (detik) Uji Kruskal

Nukleus n% Mean / Median 95% CI Wallis Lunak 7 (23.3) 70.57 / 71.00 43.67 – 97.48 p=0.0100

Sedang 12 (40.0) 154.42 / 124.00 108.46 – 200.38

Keras 11 (36.7) 236.86 / 202.00 134.16 – 339.56

Keterangan: Uji korelasi Spearman ? r = 0.541 dan p=0.0020

Page 47: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

47

Hasil uji Kruskal Wallis menujukkan perbedaan phaco time yang bermakna

(p<0.05) menurut derajat densitas nukleus. Phaco time pada densitas keras lebih panjang

daripada densitas lunak. Hasil uji korelasi Spearman menujukkan adanya hubungan linear

positif antara derajat nukleus dengan phaco time dengan kofisien korelasi r=0.541 dan

p=0.0020. Semakin tinggi (keras) densitas nukleus, semakin lama phaco timenya.

Keterangan : analisis dengan uji korelasi Spearman ? r = 0.541 dan p=0.0020

Grafik 3. Phaco time menurut derajat densitas nukleus

Dari grafik 3 ditunjukkan bahwa semakin tinggi densitas nukleus, semakin lama

phaco timenya. Mereka yang mempunyai densitas keras phaco timenya berbeda

bermakna dengan mereka yang mempunyai densitas yang lunak.

Densitas nukleus

Page 48: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

48

Tabel 6. Perbandingan phaco time menurut derajat densitas nukleus

Derajat nukleus Derajat nukleus Perbedaan rata-rata p (a) (b) (a-b

Lunak Sedang -83.84 0.104 Keras -166.29 0.003

Sedang Lunak 83.84 0.104 Keras -82.44 0.070

Keras Lunak 166.29 0.003 Sedang 82.44 0.070

p = 0.05

Perbedaan phaco time antara derajat lunak dan sedang 83.84 akan tetapi tidak

menunjukkan perbadaan yang bermakna, p=0.104 . Sedangkan antara lunak dengan

keras, perbedaan phaco time sebesar 166.29 dan menunjukkan hasil yang bermakna

p=0.003. Antara derajat sedang dengan keras, phaco time walupun menujukkan

perbedaan 82.44 akan tetapi tidak bermakna ,p = 0.070.

Page 49: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

49

BAB VI

PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian pada 30 mata katarak senil dari 29 orang yang

menjalani operasi fakoemulsifikasi yang dilakukan oleh satu operator. Katarak dibagi

menjadi 3 kelompok yaitu derajat lunak ( densitas nukleus 2 ), derajat sedang ( densitas

nukleus 3 ) dan derajat keras ( densitas nukleus 4-5 ). Terhadap semua mata dilakukan

prosedur fakoemulsifikasi konvensional menggunakan teknik phaco chop, modulasi linier

dengan mesin fakoemulsifikasi Sovereign (AMO) dan dilakukan implantasi lensa

intraokuler. Effective phaco time (EPT) dan total phaco time dicatat selama operasi

berlangsung.

Dari tabel karakteristik penderita dapat dilihat bahwa rentang umur antara 43 – 83

tahun. Umur terbanyak 60 – 69 tahun sebesar 43.3% ( n=13 ). Pada suatu penelitian

cross-sectional prevalensi katarak 50% pada umur 65 sampai 74 tahun. 3 Di India usia

terbanyak yang menjalani operasi katarak di atas 70 tahun.28 Hasil survey kesehatan

indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 di Indonesia bahwa masyarakat

Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibanding

penderita di daerah sub tropis.29 Pada penelitian ini jumlah laki- laki lebih banyak

daripada wanita. Di beberapa negara jumlah wanita lebih banyak dibandingkan laki- laki.

Hal ini berarti bahwa secara epidemiologi wanita yang menderita katarak lebih banyak

dan dioperasi.30 Pada penelitian ini didapatkan laki – laki lebih banyak disebabkan sampel

yang datang untuk dilakukan fakoemulsifikasi dan memenuhi kriteria inklusi adalah laki-

Page 50: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

50

laki. Di beberapa negara berkembang dilakukan penelitian bahwa jumlah laki- laki yang

dioperasi lebih tinggi dibandingkan wanita.2

Pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara umur dan lama katarak

dengan effective phaco time dan phaco time (tabel tidak ditampilkan). Didapatkan

hubungan yang tidak signifikan antara umur dan lama dengan densitas nukleus. Hal ini

berbeda dengan penelitian Heyworth dan Thompson yang menyatakan ada hubungan

antara variasi densitas lensa dengan usia.5

Dari hasil penelitian ini didapatkan rata-rata effective phaco time pada derajat

lunak sebesar 6.08 ± 5.70 detik dengan rentang .38 – 11.78 detik. Sedangkan pada

derajat sedang didapatkan rata-rata EPT 11.51 ± 8.73 dengan rentang 2.78 – 20.24 detik.

Pada derajat keras rata-rata EPT sebesar 21.71 ± 14.02 detik dengan rentang 7.69 – 35.73

detik. Hasil uji statistik menujukkan perbedaan effective phaco time yang bermakna

(p<0.05) menurut derajat densitas lensa (nukleus). Semakin tinggi (keras) densitas lensa,

semakin lama efective phaco timenya, sehingga didapatkan adanya hubungan linear

positif antara derajat densitas nukleus dengan effective phaco time (r=0.545, p=0.0020).

Dari penelitian ini diperlihatkan hasil seperti pada penelitian Sambare dan Pieris yang

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara derajat 3 dengan derajat 1 dan 2.

Didapatkan hubungan linier antara densitas katarak dan waktu fakoemulsifikasi.13

Hubungan yang sama pernah dilaporkan oleh Auffarth.14 Pada penelitian ini juga

ditemukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penelitian Budiman. Budiman

membandingkan derajat 3 dan 4 dengan rata-rata EPT pada derajat 3 sebesar 5.37 ± 4.41

detik dengan rentang 0.04 – 16.22 detik. Sedangkan pada derajat 4 sebesar 19.33 ± 8.84

Page 51: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

51

detik dengan rentang 5.46 – 33.54. Ada perbedaan yang bermakna antara effective phaco

time dengan densitas nukleus.31

Dari analisa statistik, terdapat perbedaan bermakna rata-rata effective phaco time

antara derajat lunak dengan keras dan derajat sedang dengan keras. Sedangkan pada

derajat lunak walaupun ada perbedaan pada rata-rata effective phaco timenya tetapi

menunjukkan hasil yang tidak bermakna. Hal ini disebabkan bahwa pada densitas lunak

proses cracking (pembelahan nukleus) kadang-kadang sulit, sehingga waktu untuk

emulsifikasi juga agak lama. Adakalanya derajat lunak memiliki densitas yang hampir

sama dengan densitas sedang sehingga waktu fako yang diperlukan tidak jauh berbeda.

Pada densitas keras, proses cracking bagus tetapi proses pemecahan nukleus manjadi

fragmen-fragmen memerlukan waktu lebih lama sehingga waktu fakoemulsifikasi

menjadi lebih lama juga.

Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan phaco time yang bermakna (p<0,05)

menurut derajat densitas nukleus. Phaco time pada densitas keras lebih lama daripada

densitas lunak. Ditemukan adanya hubungan linear positif antara derajat densitas nukleus

dengan phaco time (r = 0.541, p = 0.0020). Semakin tinggi (keras) densitas nukleus,

semakin lama phaco timenya. Didapatkan rata-rata phaco time sebesar 70.57 ± 29.09

detik dengan rentang 41.48 - 99.66 detik pada derajat lunak. Pada derajat sedang

didapatkan rata-rata phaco time sebesar 154.42 ± 72.33 detik dengan rentang 82.09 -

226.75 detik. Rata-rata phaco time pada derajat keras sebesar 236.86 ± 152.87 detik

dengan rentang 83.99 – 389.73 detik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chakrabarti

dan Singh, rata-rata waktu fakoemulsifikasi pada nukleus derajat keras 121.8 detik.32

Hasil uji korelasi menujukkan adanya hubungan linear positif antara derajat densitas

Page 52: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

52

nukleus dengan phaco time. Semakin tinggi (keras) densitas nukleus, semakin lama phaco

timenya. Hal ini hampir sama seperti yang dilakukan oleh Badoza dkk.15

Effective phaco time dan phaco time semakin panjang dengan meningkatnya

densitas nukleus. Hal ini disebabkan nukleus yang keras diperlukan waktu yang agak

lama untuk dibelah menjadi fragmen-fragmen, sehingga proses emulsifikasi juga lama

dan energi yang yang masuk ke dalam mata juga semakin besar. Hal ini berbeda dengan

penelitian Vucic dimana didapatkan hasil yang menunjukkan energi untuk emulsifikasi

tidak ada korelasi dengan densitas nukleus. Disebutkan juga bahwa densitas yang keras

dapat dilakukan dengan menggunakan energi yang sedikit dengan teknik dan instrument

yang baik.33 Pada beberapa kasus dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

fakoemulsifikasi pada nukleus dengan densitas keras dilanjutkan dengan teknik ECCE.

Komplikasi kornea yaitu hilangnya sel-sel endotel terjadi terutama pada katarak dengan

densitas yang keras.32

Pada penelitian ini dilakukan fakoemulsifikasi pada derajat yang lunak sampai

keras. Digunakan teknik phaco chop untuk mendapatkan energi yang minimal. Hal yang

sama juga pernah dilakukan oleh Hoffman.34 Walaupun pada beberapa kasus teknik chop

tidak selalu dapat dilakukan pada katarak yang lunak.10

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi waktu fakoemulsifikasi selain densitas

nukleus diantaranya adalah teknik fakoemulsifikasi yang digunakan, pemilihan modulasi

power serta teknologi mesin fakoemulsifikasi. 6,34 Can dkk melaporkan adanya perbedaan

waktu fakoemulsifikasi yang signifikan antara teknik phaco chop dengan stop and chop.

Dilaporkan bahwa waktu fakoemulsifikasi, power dan effective phaco time secara

signifikan lebih rendah pada teknik phaco chop.35 Dilaporkan oleh Patel dengan modulasi

Page 53: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

53

burst dapat menurunkan 40% effective phaco time dan phaco time dibandingkan modulasi

pulse.6 Dalam penelitiannya Fishkind membandingkan mesin WhiteStar dengan mesin

standar, didapatkan perbedaan wakto fakoemulsifikasi yang bermakna.36

Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara densitas nukleus

dengan effective phaco time dan phaco time yang ditunjukkan oleh angka statistik yang

bermakna. Dengan demikian perlu diperhatikan densitas nukleus dalam melakukan

operasi fakoemulsifikasi untuk mendapatkan hasil operasi yang optimal.

Keterbatasan jumlah sampel dan tidak adanya follow up tidak dapat

mengemukakan lebih lanjut tentang perbedaan efek lamanya effective phaco time dan

phaco time terhadap endotel kornea utamanya terhadap visus penderita.

Page 54: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

54

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam periode September 2006 sampai Januari 2007 telah dilakukan penelitian

cross sectional terhadap 30 mata dari 29 penderita katarak senil yang menjalani operasi

fakoemulsifikasi konvensional di klinik mata Orbita Makassar. Terdapat 7 orang

penderita katarak dengan densitas nukleus lunak, 12 orang dengan densitas sedang dan

11 orang dengan densitas keras.

Dari hasil penelitian dan uji statistik dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat

hubungan antara effectif phaco time dan phaco time dengan densitas nukleus. Semakin

tinggi densitas nukleus, effective phaco time semakin lama dan semakin besar pula

phaco timenya.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian yang didapatkan, maka disarankan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan antara

densitas nukleus dengan waktu fakoemulsifikasi terhadap timbulnya komplikasi

pasca operasi.

2. Perlu dilakukan penelitian efek waktu fakoemulsifikasi terhadap visus pasca

operasi.

Page 55: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

55

KEPUSTAKAAN

1. Soekardi I, Hutahuruk AJ. Transisi menuju fakoemulsifikasi. Edisi Pertama. Jakarta : Granit, 2004: 107-244.

2. Maksum T, Soenardi J, Gondhowiardjo TD, dkk. Rencana strategi

nasional penanggulangan gangguan penglihatan dan kebutaan. Jakarta : Direktorat Kesehatan Komunitas Depkes RI, 2004.

3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Surgery for cataract in lens and cataract.

Section 11. San Francisco : American Academy of Ophthalmology, 2002-2003: 104.

4. Buratto L. Phacoemulsification:Principles and techniques. United States : SLACK

Incorporated, 1998 : 1- 168.

5. Heyworth P, Thompson GM. The relationship between clinical classification of cataract and lens hardness. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov Mar 15th 2006.

6. Patel NM, Randeri KJ, Gajjar DA. Comparison of effective phaco time in pulse

mode and burst mode during fragment removal. Available at www.aios.org/proceed2003/cataract/cat6.pdf Jan 28th 2006

7. Braga-Mele R. The millenium microsurgical system. Available at

www.crstoday.com Dec 1st 2005 8. Agarwal S, Agarwal A, Sachdev SM. Phacoemulsification, laser cataract surgery,

and foldable IOL. India : Jaypee Brothers Medical Publishers, 1998:47-8. 9. Wong T, Hingorani M. Phacoemulsification time and power requirements in

phaco chop and divide and conquer nucleofractis techniques. J Cataract Refract Surg 2000;26:1374-8.

10. Dholakia SA, Vasavada AR. Intraoperative performance and longterm outcome of

phacoemulsification in age related cataract. Indian Journal of Ophthalmology 2004; 52:311-7.

11. Ronge JL. Phaco’s new fontier. Available at

www.aao.org/aao/news/eyenet/feature1/feature1_sep.htm_5 Dec 1st 2005. 12. Ermis SS, Ozturk F, Inan UU. Comparing the efficacy and safety of

phacoemulsification in white mature and other types of senile cataract. Br. J. Ophthalmol 2003;87:1356-1359.

Page 56: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

56

13. Sambare C, Pieris S. Endothelial cell loss after phacoemulsification. Available from http://www.crstoday.com/Images/PDFRollOver.data Jan 28th 2006

14. Auffarth G, Petrou S. WhiteStar power upgrade reduces phaco energy by up to

40%. Available at http://www.escrs.org/eurotimes/may2003/whitestar.asp Jul 13th 2006.

15. Badoza D, Mendy JF, Ganly M. Phacoemulsification using the burst mode. J

Cataract Ref Surg 2003;29:1101-1105. 16. Manuel B. Datiles, Benjamin V. Cataract clinical types. Duane’s Clinical

Ophthalmology on CD-ROM, Lippincott Williams & Wilkins Publishers, Philadelphia, 2003.

17. Chylack LT Jr, Wolfe JK, Singer DM. The lens opacities classification system III:

the longitudinal study of cataract group Arch Ophthalmol.1993;111:831-6.

18. Anonim. Brunescent cataract. Available at http://dro.hs.columbia.edu/lc1/brunescb.jpg Jul 15th 2006

19. Anonim. Cataract. Available at www.cataracthystory.html Apr 14th 2006.

20. David F. Phaco chop: mastering techniques, optimizing technology, and avoiding

complications. Available at www.slackbooks.com/excerpts Jul 15th 2006. 21. Boyd B. Highlights of ophthalmology world atlas series of ophthalmic

surgery. Vol. II. Panama : Highlights of Ophthalmology Int’l, 1995 : 65-70.

22. Steinert RF. New techniques and technology enhance benefits of MICS.

Eurotimes 2005; 10:17. 23. Koch PS. Mastering phacoemulsification. Fourth edition. Thorofare : SLACK

Incorporated, 1994: 99-103. 24. Olson RJ. Bimanual microincision phaco. Available at

www.ophthalmologymanagement.com/archive_results.asp April 11th 2006.

25. Barret G. A Twist on MICS. Available at www.eyeworld.org/article.php Dec 12th 2006.

26. Culbertson WW. Bimanual microincision phaco “ready for prime time”.

Available at www.revophth.com/index.asp Dec 12th 2006.

Page 57: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

57

27. Akahoshi T. Micro coaxial cataract procedure, why? Asico Vision News. Spring 2006.

28. Desai P, Minassian DC, Reidy A. The national cataract surgery survey 1997/98.

A report of the results of the clinical outcomes. Br J Ophthalmol 1999;83:1336-40.

29. Suparmanto SA. Jumlah penderita katarak di Indonesia cukup besar. Pikiran

Rakyat. Bandung : Pikiran Rakyat Cyber Media, 2004. 30. Lewallen S. Courtright. Gender and use of cataract surgical services in

developing countries. Bulletion of the World Health Organization 2002;80:300-2.

31. Budiman. Total effective phaco time dan phaco power pada katarak derajat 3

dan 4 menggunakan teknologi WhiteStar. Bandung Eye Center. Edisi Pertama. Bandung : Multimedia Studio Bandung Eye Center, 2007 : 9-11.

32. Chakrabarti A, Singh S. Phacoemulsification in eyes with white cataract. J

Cataract Refract Surg 2000;26:1041-7. 33. Vucic D. Ultrasonic Energy Application in cataract surgery. Available at

www.escrs.org/publications/eurotimes/07Feb/pdf Feb 20th 2007. 34. Hoffman RS, Fine IH, Packer M. Comparison of Sonic and Ultrasonic

Phacoemulsification using the Staar Sonic Wave System. J Cataract Ref Surg 2002;28:1581-4.

35. Can I, Takmaz T, Ozgul M. Comparison of Nagahara phaco-chop and stop and

chop phacoemulsification nucleotomy techniques. J Cataract Refract Surg 2004;30:663-8.

36. Charters L. Better control, efficiency with upgraded phaco system. Available at

www.ophthalmologytimes,com/ophthalmologytimes/article Feb 20th 2007 37. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi kedua.

Jakarta : CV Sagung Seto, 2002 : 280, 387.

Page 58: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

58

LAMPIRAN I

DAFTAR ISIAN PENELITIAN

1. Nomor register :……………………………………………

2. Nama : ……………………………………………

3. Umur : ……………………………………………

4. Jenis Kelamin : ……………………………………………

5. Alamat : ……………………………………………

6. Pekerjaan : ……………………………………………

7. Lama menderita katarak : ……………………………………………

8. Pemeriksaan oftalmologis : ……………………………………………

OD OS

Visus pre operasi : ………………… ……………………

Grade katarak : ………………… ……………………

(Buratto)

9. Parameter fako :

EPT : ………………… ……………………

% Power : ………………… ……………………

flow rate : ………………… ……………………

vacuum : ………………… ……………………

phaco time : ………………… ……………………

Page 59: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

59

LAMPIRAN II

SURAT PERSETUJUAN

(INFORMED CONSENT)

1. Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Pekerjaan :

Sebagai penderita / keluarga penderita secara sadar, sukarela dan tanpa

paksaan menyatakan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.

2 Setelah mendapat penjelasan tentang penelitian ini, saya dapat memahami dengan

sebenarnya akan maksud, tujuan serta cara yang akan digunakan dalam penelitian

ini.

3. Apabila dalam penelitian ini saya merasa dirugikan, maka saya berhak

membatalkan persetujuan ini.

Makassar, 2006

Pemeriksa Yang menyetujui,

(CHAIRUNISA FERDIANA) ( )

Page 60: CHAIRUNISA FERDIANA PROGRAM PASCA SARJANA …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · 12. Para Direktur dan Staf rumah sakit dimana saya telah mengikuti

60

LAMPIRAN III Tabel Induk Penelitian

No.

Nama Umur Jns Kel. Lama

katarak Visus Grade

Phaco time

(menit) EPT

(detik) 1. H. Beddu 70 th L 3 th 2/60 OS 4 3:47 8.82 2. Parida Bt Kasim 47 th P 2 th 4/60 OS 2 1:05 3.81 3. H.Najamuddin 63 th L 1 th 20/80 OS 3 1:15 4.18 4. Etje Sondakh 63 th P 2 th 4/60 OD 3 2:06 6.34 5. A. Amal 46 th L 3 th 0.5/60 OS 3 1:09 4.05 6. H. Najamuddin 63 th L 3 th 0.5/60 OD 4 3:22 16.14 7. Abd. Latif 71 th L 2 th 2/60 OD 3 2:49 6.7 8. St. Nurwati 64 th P 3 th 0.5/60 OS 4 3.93 10.8 9. Halowi 60 th P 1 th 1/300 OD 4 2:52 16.87 10. H. Nuhung 60 th L 1.5 th 20/400 OD 4 8:47 35.13 11. H. Cenne 60 th L 2 th 2/60 OD 4 2:10 7.58 12. H. Makerra 68 th L 2 th 1/60 OS 3 2:01 7.14 13. Suyuti 72 th L 2 th 4/60 OS 3 2:02 12.49 14. Abdullah 54 th L 3 th 1/- OD 5 6:22 40.34 15. Hj. St. Satiah 70 th P 2 th 1/300 OD 5 5:48 41.39 16. Hj. Rafiah 83 th P 2 th 20/400 OD 3 4:18 29.47 17. H. Benyamin 70 th L 2 th 1/300 OS 4 4:43 34.46 18. Tjung Ho San 74 th L 2 th 20/50- OD 2 1:37 11.46 19. H. Waras

Suratno 66 th L 3 th 1/300 OS 3 1:56 6.25 20. Hj. Hanatiah 61 th P 2 th 20/400 OD 2 1:38 15.82 21. Nahariah

paturungi 58 th P 3 th 1/300 OS 5 5:20 24.15 22. Aburuddin 61 th L 3 th 1/60 OD 3 3:24 24.24 23. H.Laumma 63 th L 0.5 th 20/100 OS 3 1:22 4.31 24. Abd. Azis 55 th L 3 th 1.5/60 OS 3 4:30 11.67 25. Farida 43 th P 1.5 th 3/60 OD 2 1:01 7.02 26. H. Badaruddin 50 th L 1 th 3/60 OD 3 4:02 21.32 27. Hamzah 67 th L 2 th 20/200 OS 2 1:28 2.18 28. Mastura 46 th L 1 th 5/60 OS 2 1:11 2.06 29. Syahrir 53 th L 1 th 20/100 OD 2 0:14 0.25 30. H.Ongge 57 th L 2 th 1/300 OS 4 1:01 3.19