chapter 19 buku implementing continuous quality improvement in health care

15
1 BAB 19. PENINGKATAN MUTU DI NEGARA-NEGARA BERSUMBER DAYA RENDAH KEBUTUHAN AKAN PENINGKATAN MUTU DI NEGARA-NEGARA BERSUMBER DAYA RENDAH Jurang Pemisah dalam Hasil-Hasil Kesehatan Global Terdapat jurang besar dalam hasil-hasil perkembangan kesehatan pada populasi negara berpenghasilan tinggi jika dibandingkan dengan yang berpenghasilan rendah dan menengah atau negara-negara bersumber daya rendah. Indikator yang paling jelas terlihat dari disparitas ini adalah perbedaan angka harapan hidup yang begitu besar di negara-negara tersebut. Harapan hidup berkisar pada lebih dari 75 tahun di negara berpendapatan tinggi dan kurang dari 50 tahun di negara berpendapatan rendah (Central Intelligence Agency [CIA], tanpa tanggal). Walaupun cukup tampak hubungan antara angka harapan hidup dan tingkat ekonomi suatu negara, keterkaitan ini tidak selalu benar. Korelasi serupa juga terlihat antara harapan hidup dan pengeluaran per kapita pada kesehatan, yang dapat menyebabkan penyimpulan keliru bahwa cara utama menutup jurang tersebut adalah melalui pengenalan sumber-sumber baru. Meski demikian, variasi dalam hasil kesehatan terkini dan tingkat perbedaan dari peningkatan negara-negara tersebut dapat dijumpai dengan tingkat sumber daya yang sama. Pengamatan ini mengemukakan bahwa faktor-faktor lain seperti kebijakan, fungsionalitas sistem kesehatan, prioritas program kesehatan dan beban dari berbagai penyakit juga menjadi penentu hasil yang utama. Contoh bagus mengenai variasi tingkat peningkatan hasil yang tidak terikat dengan pengeluaran kesehatan dapat dijumpai di Asia, dengan tingkat mortalitas bayi yang lebih baik terdapat di negara-negara bersumber daya rendah seperti Bangladesh daripada di Kamboja atau negara-negara Asia tengah yang memiliki sumber serupa. Kita dapat mempelajari cara meningkatkan sistem kesehatan dengan menganalisis negara- negara tersebut; faktor-faktor yang dianalisis harus meliputi minimal penekanan dari

Upload: nasiatul-salim

Post on 07-Apr-2017

182 views

Category:

Healthcare


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

1

BAB 19. PENINGKATAN MUTU DI NEGARA-NEGARA

BERSUMBER DAYA RENDAH

KEBUTUHAN AKAN PENINGKATAN MUTU DI NEGARA-NEGARA BERSUMBER DAYA

RENDAH

Jurang Pemisah dalam Hasil-Hasil Kesehatan Global

Terdapat jurang besar dalam hasil-hasil perkembangan kesehatan pada

populasi negara berpenghasilan tinggi jika dibandingkan dengan yang

berpenghasilan rendah dan menengah atau negara-negara bersumber daya rendah.

Indikator yang paling jelas terlihat dari disparitas ini adalah perbedaan angka

harapan hidup yang begitu besar di negara-negara tersebut. Harapan hidup berkisar

pada lebih dari 75 tahun di negara berpendapatan tinggi dan kurang dari 50 tahun di

negara berpendapatan rendah (Central Intelligence Agency [CIA], tanpa tanggal).

Walaupun cukup tampak hubungan antara angka harapan hidup dan tingkat

ekonomi suatu negara, keterkaitan ini tidak selalu benar.

Korelasi serupa juga terlihat antara harapan hidup dan pengeluaran per

kapita pada kesehatan, yang dapat menyebabkan penyimpulan keliru bahwa cara

utama menutup jurang tersebut adalah melalui pengenalan sumber-sumber baru.

Meski demikian, variasi dalam hasil kesehatan terkini dan tingkat perbedaan dari

peningkatan negara-negara tersebut dapat dijumpai dengan tingkat sumber daya

yang sama. Pengamatan ini mengemukakan bahwa faktor-faktor lain seperti

kebijakan, fungsionalitas sistem kesehatan, prioritas program kesehatan dan beban

dari berbagai penyakit juga menjadi penentu hasil yang utama. Contoh bagus

mengenai variasi tingkat peningkatan hasil yang tidak terikat dengan pengeluaran

kesehatan dapat dijumpai di Asia, dengan tingkat mortalitas bayi yang lebih baik

terdapat di negara-negara bersumber daya rendah seperti Bangladesh daripada di

Kamboja atau negara-negara Asia tengah yang memiliki sumber serupa. Kita dapat

mempelajari cara meningkatkan sistem kesehatan dengan menganalisis negara-

negara tersebut; faktor-faktor yang dianalisis harus meliputi minimal penekanan dari

Page 2: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

2

masing-masing negara pada perawatan primer dan kuratif, tingkat akses populasi

kepada perawatan, kader kesehatan yang fokus kepada pengembangan, inovasi-

inovasi yang diperkenalkan, dan pendekatan yang digunakan.

Beban dan jenis penyakit lain penyebarannya di negara-negara miskin dan

makmur. Negara-negara berpendapatan rendah memikul beban penyakit menular.

Penyakit-penyakit tidak menular, penyakit-penyakit kronis dan kanker merupakan

determinan utama urusan kesehatan di negara-negara berpendapatan tinggi, namun

karena penyakit-penyakit tersebut lebih lazim pada populasi berumur, di negara-

negara berpenghasilan rendah mereka tidak terlalu diperhatikan dan kejadiannya

lebih rendah daripada penyakit menular dan masalah kesehatan anak.

Menurut kami, terdapat pendekatan umum untuk meningkatkan sistem

kesehatan—mengoptimalkan pengelolaan dan penyampaian perawatan—yang

dapat digunakan di tatanan kesehatan manapun, baik makmur maupun miskin.

Peningkatan mutu telah berhasil digunakan di tatanan penghasilan tinggi (Ayers dkk.,

2005) dan di beberapa sistem kesehatan kota-swasta yang mencari untung di

negara-negara berpendapatan rendah (Gupta dkk., 2009). Meski demikian, upaya

memperkenalkan konsep-konsep ini dan melatih para pegawai metode dan

perangkat peningkatan mutu di negara-negara berrpendapatan rendah untuk saat ini

masih terbatas (Berwick, 2004; Smits dkk, 2002).

Pendekatan untuk Menutup Jurang Hasil Kesehatan

Millenium Development Goal

Jurang penghasilan antara negara-negara berpendapatan rendah, menengah

dan tinggi telah cukup menarik perhatian di milenium baru. Pada September 2000,

PBB melalui Millenium Declaration mengumumkan target-target terikat waktu

dengan tenggat tahun 2015, dikenal dengan Millenium Development Goals (MDG –

Sasaran Pengembangan Milenium) (PBB, 2010). Tiga dari MDG secara khusus

menarget peningkatan kesehatan: mengatasi kematian maternal dan meningkatkan

Page 3: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

3

kesehatan reproduksi, mengurangi mortalitas anak hingga dua pertiga, dan

menghentikan epidemi HIV, malaria dan TB.

Peresmian Program Peningkatan Kesehatan Internasional

Sejak Millenium Declaration, bantuan telah bertambah semakin banyak untuk

negara-negara berpendapatan rendah dan menengah dari organisasi-organisasi

multilateral dan bilateral, seperti WHO (2011), President’s Emergency Response for

AIDS Relief (PEPFAR), Roll Back Malaria Partnership (2011), Stop TB Partnership

(2011), dan global Initiative for Vaccines and Immunizations (GAVI) (2009). Ada pula

program Bangladesh Rural Advancement Commitee (BRAC) di Bangladesh (2011)

yang efektif meningkatkan daya tahan anak melalui serangkaian program termasuk

manajemen efektif terhadap diare (Chowdhury dan Cash, 1996).

Pencapaian

Penyusunan tujuan-tujuan terikat waktu dan pemasukan pokok pendanaan

telah mendatangkan kesuksesan. Pengobatan-pengobatan yang ditargetkan untuk

meningkatkan proses dan hasil pada penyakit-penyakit tertentu dengan dukungan

dari donor dan di luar NGO (nongovermental organizations/organisasi-organisasi

non-pemerintah) telah lebih berhasil mencapai peningkatan pada tingkat populasi.

Dekade terakhir telah menemui terobosan melawan penyakit-penyakit tertentu,

namun pada saat yang sama, terdapat kemunduran pada manajemen TB dengan

semakin kuatnya serangan TB di Afrika bagian selatan (Singh dkk., 2007).

Hal-Hal yang Masih Kurang

Kemajuan dalam meningkatkan hasil kesehatan masih rendah dan terbatas

meskipun terdapat banyak macam tindakan. Setiap MDG yang berkaitan dengan

kesehatan mengandung ilmu berbasis fakta. Jika diterapkan melalui program yang

efektif, maka setiap negara akan mencapai target-target MDG. Lambatnya

Page 4: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

4

perkembangan ini karena epidemi HIV mengakibatkan beberapa negara di Afrika

selatan mengalami peningkatan mortalitas maternal 10 tahun terakhir. Masalah

utamanya adalah kami belum memiliki sistem penerapan ilmu medis yang

seharusnya dapat menyelamatkan jutaan nyawa (Barker dkk., 2011). Jarak antara

mengetahui hal-hal yang harus dilakukan dan yang sedang dilakukan ini disebut

“celah tahu-laku (knowing-doing gap)” (Pfeffer dan Sutton, 2000). Upaya serupa oleh

UNICEF yang memperkenalkan “seikat” target pengobatan kesehatan anak di distrik-

distrik kesehatan di Afrika Barat pun tidak memperlihatkan manfaat di distrik-distrik

yang dulunya tidak memperoleh pengobatan tersebut (Bryce, 2010).

Berdasarkan penelitian, ternyata peningkatan yang efektif dan dapat

dipertahankan memerlukan pendekatan yang diarahkan untuk memperkuat sistem

kesehatan. Model yang paling banyak dipakai adalah dari WHO tahun 2007

berdasarkan “enam pilar” sistem kesehatan, meliputi pelayanan kesehatan,

informasi, tenaga kerja, komoditi, pembiayaan dan kepemimpinan (WHO, 2007).

Meningkatkan hasil tidak sekadar menambah pelatihan. Seluruh aspek sistem

kesehatan—penyampaian layanan kesehatan yang ditingkatkan, pengumpulan data

dan ketersediaan informasi untuk pengambilan keputusan yang tepat, ketersediaan

secara tepat waktu untuk komoditi yang tepat, pemenuhan sumber keuangan dan

daya manusia dan kebijakan dan kepemimpinan yang tepat—harus diperkuat.

Janji Metode Peningkatan Mutu untuk Memperkuat Sistem Kesehatan

WHO telah menyatakan arti penting pendekatan peningkatan mutu untuk

membantu beberapa negara mencapai MDG melalui makalahnya, “Apabila

mayoritas penghalang MDG yang berhubungan dengan kesehatan dapat dipandang

berhubungan dengan mutu, maka pendekatan peningkatan mutu dapat

menghancurkan beberapa di antaranya” (Spies, 2006). Tantangan yang dihadapi

negara-negara bersumber daya rendah dalam menerapkan program peningkatan

mutu menurut makalah tersebut:

Penggunaan pendekatan peningkatan mutu yang tidak sesuai dengan

kenyataan di negara yang bersangkutan

Page 5: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

5

Kurangnya visi menyeluruh sehingga menghambat peningkatan proyek-

proyek pemandu

Kesulitan membangun dasar bukti bagi dampak program peningkatan mutu

karena memerlukan pendekatan khusus kepada konteks

Adaptasi model yang telah berhasil diimplementasikan di negara-negara kaya

perlu dilakukan bagi negara-negara berpendapatan rendah dengan

mempertimbangkan konteks, hambatan dan penekanan tertentu. Untuk itu,

dibutuhkan beberapa elemen:

Mengusahakan kemitraan

Belajar dari masa lalu demi masa depan yang lebih baik

Menyeimbangkan cita-cita jangka pendek dan jangka panjang

Kepemilikan lokal atas proses-proses dan isinya

Konsultasi dan partisipasi secara tulus

Fokus yang strategis, bukan tindakan taktis yang mengandung maksud

tertentu

Bergerak dengan kesadaran lebih untuk mengubah perilaku

Memberi perhatian kepada pengelolaan, dukungan, dan evaluasi

berkesinambungan

PRINSIP-PRINSIP DAN MODEL-MODEL PENINGKATAN MUTU

Prinsip Peningkatan Mutu

Pokok dari metode peningkatan mutu adalah segala pekerjaan dilaksanakan

melalui proses, termasuk sistem kesehatan. Hammer dan Champy (1993)

menjelaskan proses sebagai “Sekumpulan aktivitas yang mengambil satu masukan

atau lebih dan mengeluarkan hasil yang bernilai bagi pihak lain,” yang meliputi tiga

aspek:

Page 6: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

6

Suatu proses terdiri atas serangkaian kegiatan yang semuanya berdampak

pada kualitas proses tersebut. Diperlukan pandangan sistemis.

Hasil semua proses ada pemakainya. Dalam konteks kesehatan, penyedia

layanan seperti dokter, perawat atau komunitas petugas kesehatan, atau

penerima layanan seperti pasien dapat berlaku sebagai pemakai/pelanggan.

Tujuan dari suatu proses adalah menambah nilai bagi pemakai. Peningkatan

mutu mengupayakan pengembangan nilai dari proses kepada para

konsumennya.

Inti Peningkatan Mutu: Siklus PDSA

Siklus PDSA merupakan kerangka yang dapat dipakai di berbagai negara dan

konteks serta dapat diterapkan oleh para praktisi dari latar belakang dan tingkat

pendidikan yang berlainan. Tujuan siklus PDSA adalah memastikan bahwa gagasan

perubahan telah diuji dan dievaluasi dalam skala kecil sebelum disebarkan. Metode

PDSA digunakan dalam pembelajaran berorientasi pada tindakan di barisan depan

dan merupakan wadah penerimaan penting dari strategi-strategi top-down, ketika

perubahan direncanakan oleh pimpinan sistem dan para petugas pelayanan

kesehatan diharapkan melaksanakannya dengan panduan tertentu.

Pendekatan PDSA terbukti efektif mengikat para praktisi dalam pelaksanaan

CQI, baik di negara-negara industri berpendapatan tinggi maupun bersumber daya

rendah.

Model-Model Peningkatan Mutu

Model untuk Peningkatan

Di bawah kepemimpinan Institute for Healthcare Improvement (IHI),

beberapa organisasi dan negara telah menggunakan suatu versi siklus PDSA yang

disebut Model for Improvement (Model untuk Peningkatan) untuk mengubah

pelayanan kesehatan di proyek-proyek lokal, regional dan nasional di negara-negara

Page 7: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

7

berkembang. Model tersebut berpusat di sekitar aplikasi siklus PDSA. Model ini

mempunyai dua komponen, yakni “pemeriksaan (inquiry)” dan “aktivitas”.

Komponen pemeriksaan mempertanyakan tiga hal: sasaran upaya peningkatan

mutu, ukuran-ukuran yang diperlukan untuk memastikan peningkatan sistem, dan

gagasan-gagasan untuk mewujudkan peningkatan. Komponen aktivitas

menggunakan siklus PDSA untuk menguji gagasan-gagasan yang dihasilkan selama

pemeriksaan.

Lean

Pada pelayanan medis, paradigma peningkatan mutu lean (Liker, 2003)

berdasar pada keyakinan bahwa peningkatan sistem pelayanan kesehatan

melibatkan pengurangan limbah sistem. Limbah adalah semua kegiatan yang tidak

menambah nilai. Tujuh kategori limbah menurut pendekatan lean:

Overproduksi—menggunakan sumber daya lebih banyak daripada yang

dibutuhkan

Transportasi yang tak perlu—misalnya memindahkan pasien ke klinik lain,

padahal dapat dikunjungi di tempat yang sama

Gerakan yang tak perlu—misalnya dokter atau perawat harus pergi ke

tempat jauh untuk memperoleh persediaan atau obat-obatan

Inventaris yang tak efisien—penyediaan barang-barang yang tidak banyak

digunakan

Kesalahan-kesalahan

Terlalu banyak proses—misalnya pemrosesan laporan atau permintaan obat-

obatan dan persediaan dengan prosedur yang terlalu bertele-tele

Terlalu banyak menunggu—contoh, antrian panjang untuk menemui dokter,

mengambil obat atau persediaan

Sistem lean meningkatkan aliran, mengurangi waktu tunggu, menghemat

biaya dan meminimalkan kesalahan.

Page 8: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

8

Six Sigma

Fokus Six Sigma adalah mengeliminasi defek dan mengurangi variabilitas.

Defek adalah hasil yang tidak memenuhi persyaratan pemakainya. Prinsip Six Sigma

yaitu variabilitas proses menimbulkan defek dan dengan menguranginya, kualitas

keluaran secara keseluruhan dapat ditingkatkan.

Pendekatan Lean dan Six Sigma menjadi sangat populer di negara-negara

berpendapatan tinggi. Namun, penerapan model-model ini hingga sekarang masih

terbatas di negara-negara bersumber daya rendah. Metode Six Sigma telah

digunakan di negara-negara berkembang seperti India dan Afrika Selatan, tetapi

sejauh ini hanya di sistem-sistem publik atau pelayanan swasta yang relatif

bersumber daya baik untuk melatih pegawai dan menjalankan proyek-proyek

semacam ini (Shukla,dkk., 2008; Vanker dkk., 2010; Wharton School, 2010).

MENGIMPLEMENTASIKAN PENINGKATAN MUTU: FAKTOR-FAKTOR TANTANGAN

DAN KEBERHASILAN

Tantangan terhadap Peningkatan Mutu di Tatanan Bersumber Daya Rendah

Implementasi program peningkatan mutu di negara-negara bersumber daya

rendah melibatkan perubahan pada proses-proses organisasi dan cara-cara

pelaksanaan. Perubahan sulit dilakukan di sistem manapun. Sistem-sistem tertentu

dirancang untuk berkembang secara lambat, membangun lapisan-lapisan dari

kegiatan dan norma-norma sebelumnya. Alasan umum penolakan terhadap

perubahan (Phyllida dkk., 2004) meliputi:

Ketidakpastian mengenai kebutuhan akan strategi baru

Page 9: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

9

Ketidakpastian konsekuensi strategi baru untuk karier individual atau

persyaratan ukuran, struktur dan kualifikasi pegawai perusahaan kelak

Takut mempelajari ilmu-ilmu atau cara-cara baru dalam bekerja

Tidak bersedia menerima perubahan dari sumber-sumber luar

Sedikit partisipasi dalam perencanaan aktivitas perubahan

Ketidakpuasan komunikasi

Takut pada perubahan atau takut gagal, berdasarkan upaya-upaya

sebelumnya

Faktor-faktor ini muncul di semua sistem, diperparah pada berbagai konteks

kendala sumber. Sistem kesehatan di negara-negara bersumber daya rendah

menghadapi kendala aksesibilitas keuangan, aksesibilitas fisik, kecakapan pegawai

yang tidak memenuhi, staf bermotivasi rendah, manajemen perencanaan lemah, dan

kurangnya tindakan intersektoral dan kemitraan (Schneider, 2006).

Faktor-Faktor Keberhasilan Implementasi Peningkatan Mutu

Faktor 1: Membuat Cita-Cita Peningkatan yang Jelas

Kesepakatan harus ada di semua tingkat sistem bahwa masalah yang

dihadapi merupakan persoalan bersama agar tercipta kondisi untuk perubahan.

Tujuan upaya peningkatan dapat berupa menutup celah kinerja atau meningkatkan

hasil yang bermanfaat bagi semua partisipan. Dalam konteks negara berpendapatan

rendah dan menengah, sasarannya bisa jadi mengarah pada persoalan yang

mengancam nyawa di negara tersebut, atau memperbaiki celah dalam pelayanan.

Jika sistem kesehatan secara keseluruhan tidak bekerja dengan baik, mungkin ada

beberapa proses dan masalah organisasional yang harus diarahkan untuk mendirikan

sistem kesehatan yang koheren, dapat dipertahankan dan efektif. Misalnya,

persoalan motivasi pegawai rendah, kurangnya sistem informasi, limbah dan lain-

lain.

Page 10: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

10

Faktor 2: Mendorong Partisipan dari Semua Penyelenggara

Penyelenggara (stakeholder) kegiatan peningkatan tidak hanya petugas klinik

dan rumah sakit, tetapi juga para anggota komunitas yang menerima jasa pelayanan

kesehatan. World Bank Participation Sourcebook (2006) mengemukakan beberapa

pendekatan agar mencakup partisipasi dari pihak-pihak yang pada umumnya tidak

termasuk:

Membangun kapasitas anggota komunitas untuk mengungkapkan perhatian

mereka

Memerintahkan partisipasi melalui perancangan

Mengorganisasi kegiatan-kegiatan terpisah bagi kelompok-kelompok lemah

Menggunakan teknik tingkat kekuatan yang eksplisit agar semua pihak dapat

memperoleh kesempatan untuk berbicara

Menggunakan wakil terpercaya untuk mewakili pihak miskin

Menyediakan insentif untuk pihak miskin agar turut serta

Mengambil tindakan cepat dan mendemonstrasikan hasil-hasilnya

Memahami peran-peran, konteks dan tekanan kesehatan

Sistem kesehatan di negara-negara berpenghasilan tinggi maupun rendah

tidak dirancang untuk memasukkan pasien atau anggota komunitas dalam upaya

peningkatan. Di banyak negara yang lebih rendah, keputusan sering ditentukan oleh

pemerintah negara bagian kemudian disalurkan ke distrik di bawahnya, sehingga

celah menjadi semakin besar.

Faktor 3: Menentukan Ukuran-Ukuran yang Relevan

Ukuran-ukuran harus relevan secara langsung dengan tujuan upaya

peningkatan tidak hanya untuk memberikan analisis spesifik yang dibutuhkan

proyek, tetapi juga untuk mendorong partisipasi dan keterikatan penyelenggara.

Selain itu, karena pelaporan syarat-syarat kepada pemerintah atau donor

Page 11: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

11

internasional sering fokus kepada ukuran-ukuran hasil kesehatan, ukuran-ukuran

tersebut adalah yang biasanya dikumpulkan, atau yang membutuhkan sumber-

sumber atau pelatihan. Meski demikian, bagi komunitas yang menggunakan sistem

kesehatan, pengukuran proses bersifat penting karena ukuran-ukuran ini sering

berhubungan langsung dengan pengalaman pengguna dengan sistem tersebut.

Faktor 4: Mengikutkan Para Partisipan dalam Pengumpulan Data

Mengumpulkan data yang tepat untuk analisis merupakan tantangan bagi

negara-negara dengan kendala pendidikan, ekonomi, teknologi, kultural, atau

geografis. Bahkan data yang harus dikumpulkan secara rutin guna kelangsungan

pengawasan dan pemantauan kesehatan sering kali tidak lengkap dan tidak akurat.

Mengevaluasi keberhasilan upaya peningkatan mutu tidak cukup hanya dilakukan

satu kali. Setidaknya, pengukuran sebelum dan setelah harus dilakukan untuk

menilai terjadinya peningkatan. Setelah peningkatan tercapai pun, pemantauan

harus terus dilakukan untuk memastikan bahwa kinerja sistem tidak menurun.

Mengomunikasikan penggunaan data secara jelas, mengembangkan instrumen yang

konkret dan nyata dan menyederhanakan pencatatan dan penyesuaian tugas akan

menambah pemenuhan data dan meningkatkan keakuratan data.

Faktor 5: Membuat Gagasan Perubahan secara Kolaboratif

Penggalian ide meliputi analisis data untuk mengenali dan memprioritaskan

titik-titik kegagalan, defek, atau limbah yang akan diarahkan oleh usaha peningkatan.

“Tujuh perangkat dasar” (Bab 3) cocok bagi petugas barisan depan atau anggota

komunitas yang dapat menggunakan perangkat tersebut dengan sedikit pelatihan

statistika. Tantangannya di lapangan adalah menggunakan perangkat secara tepat

agar memperoleh solusi berdasarkan data, namun juga memastikan bahwa

perangkat tersebut tidak menghalangi diskusi, keterlibatan dan partisipasi.

Penggalian gagasan berdasarkan analisis pun harus menjadi bagian dari proses

partisipasi dan banyak alat yang telah digunakan dalam proyek peningkatan mutu

Page 12: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

12

seperti penjelajahan ide dan multivoting. Dua macam gagasan yang timbul dari

penggalian ide:

1. Gagasan perubahan yang dapat diuji dan segera diperbaiki dalam skala kecil.

Ide-ide seperti ini biasanya fokus pada pengurangan limbah, penyederhanaan

proses, dan eliminasi kegagalan dan kesalahan.

2. Ide perubahan yang memerlukan tindakan lebih rumit, misalnya perancangan

kembali proses-proses, mempekerjakan pegawai baru, program pelatihan

berskala besar, program kesadaran tingkat komunitas, dan perancangan

ulang ruang fasilitas internal atau eksternal.

Faktor 6: Menciptakan Jaringan Pembelajaran: Mempercepat Perubahan dan

Meningkatkan Ketahanan Perubahan

IHI (2003) telah sukses mencanangkan pendekatan bernama Breakthrough

Series (BTS) Collaborative untuk mempercepat perubahan melalui sebuah struktur,

melaksanakan dalam waktu yang sangat terbatas, yang membuktikan bahwa proses

perubahan ini efisien dan meningkatkan kemungkinan untuk mempertahankan

perubahan. Sistem dapat ditingkatkan secara menyeluruh dengan BTS. Desain BTS

menggabungkan wakil-wakil dari sistem kesehatan. Di negara berpendapatan

rendah, wakil-wakil tersebut termasuk berbagai penyelenggaran dalam distrik

kesehatan, seperti manajer distrik dan wakil dari klinik-klinik perawatan primer

rumah sakit. Tim dapat mengembangkan tujuan bersama menyangkut proses-proses

pelayanan dan hasilnya melalui mekanisme BTS. Para peserta juga dapat berbagi

praktik-praktik sukses serta mencari ide dengan peserta lain untuk menghadapi

tantangan berikutnya.

MEMACU: MENYEBARKAN PENINGKATAN SECARA CEPAT DALAM SISTEM

KESEHATAN

Rogers (1995) menggambarkan lima karakteristik perubahan yang dapat

disebarkan dengan cepat:

Page 13: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

13

1. Manfaat relatif—Seberapa bagus inovasi yang muncul untuk memenuhi

kebutuhan komunitas yang melaksanakan perubahan?

2. Kompatibilitas—Seberapa dekat kesesuaian gagasan perubahan dengan

kultur dan lingkungan yang ada?

3. Kesederhanaan—Seberapa sederhana dan mudah dipahami perubahan itu?

4. Percobaan—Apakah perubahan dapat dipasangkan dan diuji dalam

lingkungan baru yang menerima penyebarannya?

5. Observabilitas—seberapa transparan inovasi dan hasil-hasilnya dari sudut

pandang pelaku potensial?

Di negara-negara berpendapatan tinggi, karakteristik ini telah disatukan

dalam kampanye-kampanye cepat. Di negara-negara berpendapatan rendah dan

menengah, tampaknya diperlukan desain yang lebih teliti dan penjadwalan bertahap

agar dapat memacu perubahan.

BEBERAPA CONTOH—IMPLEMENTASI PENINGKATAN MUTU DI NEGARA-NEGARA

BERSUMBER DAYA RENDAH

Pengendalian malaria di Ghana telah berhasil menerapkan teknik PDSA dan

perangkat CQI pada tingkat lokal. Perangkat tersebut antara lain teknik

sampling survei, diagram Pareto, diagram tulang ikan dan teknik

pengendalian proses statistik.

Program CQI (Project Five Alive!) tahun 2008 di wilayah utara Ghana oleh IHI

dan National Catholic Health Service (NCHS) untuk mempercepat upaya

Ghana health Service guna mengurangi morbiditas dan mortalitas anak-anak

berusia di bawah 5 tahun.

Di Rusia, tim dari University Research Company menggunakan tim

peningkatan dan merancang ulang upaya-upaya peningkat proses dan

hasilnya untuk jangkauan luas proses-proses dan hasil kesehatan maternal

dan anak. Model yang digunakan untuk peningkatan adalah BTS terkait

Page 14: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

14

beberapa tempat—klinik dan rumah sakit—dalam sistem umum pengukuran,

pengujian dan pembelajaran.

Di Afrika Selatan, Model for Improvement dan BTS Collaborative digunakan

dengan rancangan pemacu peningkatan untuk menambah akses populasi

seluruh distrik ke pengobatan antiretroviral HIV (Barker dkk., 2007) dan

mengurangi transmisi HIV dari ibu ke anak (Doherty dkk., 2009; Youngleson

dkk., 2010). Metode tersebut kini digunakan oleh pemerintah Afrika Selatan

untuk merancang ulang dan meningkatkan pelayanan HIV di negara itu.

Max healthcare, sebuah rumah sakit swasta yang mencari keuntungan di

India, menggunakan Six Sigma untuk mengurangi jumlah infeksi aliran darah

akibat kateter hingga 66%

Sebuah rumah sakit tersier di Blantyre, Malawi merancang ulang tatanan fisik

dan meningkatkan arus pasien dengan menambahkan departemen darurat.

Klinik pasien rawat jalan untuk anak-anak berusia di bawah 5 tahun dapat

mengurangi tingkat mortalitas pasien rawat inap dari 10-18% hingga 6-7%

(Molyneux dkk., 2006).

MENDOKUMENTASIKAN DAMPAK CQI DI NEGARA-NEGARA BERSUMBER DAYA

RENDAH

Walaupun terdapat banyak contoh penggunaan pendekatan untuk

meningkatkan kualitas di negara-negara bersumber daya rendah, publikasi contoh-

contoh peningkatan mutu yang digunakan di tatanan terkendala sumber daya

ternyata masih kurang. Hal ini sepertinya akan berubah ketika metode peningkatan

mutu semakin digunakan di sistem kesehatan di negara-negara berpendapatan tinggi

(Berwick dkk., 2006) dan metode semakin disokong oleh banyak organisasi dan

negara yang berpengaruh bagi peningkatan sistem kesehatan di negara-negara

berpendapatan rendah (Berwick, 2004). Salah satu alasan ketiadaan materi-materi

yang dipublikasikan adalah kesulitan dalam mengaitkan peningkatan sistem

kesehatan secara sistemik dengan metode-metode peningkatan mutu yang

Page 15: Chapter 19 Buku Implementing Continuous Quality Improvement in Health care

15

digunakan. Persoalan-persoalan desain dan pelaporan dapat menjadi faktor dalam

tatanan sumber daya rendah dan juga di negara-negara berpendapatan tinggi.

Namun, karena banyak perubahan peningkatan mutu yang muncul di proses-proses

penyampaian pelayanan, evaluasi efek perubahan tersebut pada tingkat operasional

mungkin dapat dilakukan. Jika rencana peningkatan mutu organisasi menyangkut

proyek-proyek besar, sarat sumber dan strategis, maka diperlukan rancangan

evaluasi yang kuat.

KESIMPULAN

Perbedaan besar dalam hasil kesehatan terus muncul di antara negara-

negara berpendapatan tinggi dan rendah-hingga-menengah. Perbedaan ini dapat

diatasi dengan aplikasi sistemis metode-metode peningkatan mutu untuk

menambah kinerja sistem kesehatan dalam kendala-kendala yang dihadapi.

Pendekatan-pendekatan yang dijelaskan dapat memberikan peningkatan lokal dan

populasi untuk mengakses layanan dan kualitas perawatan. Langkah selanjutnya

adalah memasang metode-metode ini ke konteks sumber dan kultur lokal negara-

negara berpendapatan rendah dan menengah, untuk memastikan bahwa kapasitas

perancangan dan pelaksanaan program-program peningkatan mutu dikembangkan

di kalangan petugas kesehatan, manajer dan pimpinan dalam pemerintahan dan

mitra-mitra NGO di negara-negara tersebut.

Sumber : William A.Sollecito dan Julie K.Johson. Chapter 19 Buku Implementing

Continuous Quality Improvement in Health care edisi ke empat (2011).