ckr.docx
TRANSCRIPT
![Page 1: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/1.jpg)
STATUS MAHASISWA
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH
SEMARANG
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TUGUREJO SEMARANG
Kasus : Cedera Kepala Ringan
Nama Mahasiswa : Oktavia Candra Utami
NIM : H2A010038
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 57 tahun
Agama : Islam
Alamat : Campurejo RT 05/II
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
No RM : 223099
Tanggal masuk RS : 2 November 2015
Jaminan Kesehatan : Umum
Dirawat di ruang : Alamanda Bed 5.A
II. DAFTAR MASALAH
NO Masalah Aktif Tanggal NO Masalah Pasif Tanggal
1. Cedera Kepala Ringan 2/11/2015
2. Suspect Fraktur Clavikula
![Page 2: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/2.jpg)
III.ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa dan alloanamnesa pada
tanggal 5 November 2015 pukul 14.30 WIB di Ruang Alamanda RSUD
Tugurejo Semarang.
Keluhan utama : Nyeri kepala post jatuh dari pohon mangga
Riwayat Penyakit Sekarang :
Onset : ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit pasien jatuh dari
pohon mangga
Lokasi : Kepala bagian belakang
Kuantitas :Nyeri kepala dirasakan mendadak setelah pasien jatuh
dari pohon mangga dengan ketinggian ± 2,5 meter.
Nyeri kepala dirasakan dirasakan terus menerus dan
terasa nyeri kepala hebat.
Kualitas :Nyeri kepala dirasakan seperti ditekan dan baru
pertama dialami.
Kronologis :
± 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien jatuh dari pohon mangga
dengan ketinggian ± 2,5 meter. Pasien jatuh setelah ranting yang dipegang
patah sehingga pasien jatuh dengan posisi kepala terbentur tanah. Pasien jatuh
pada posisi miring ke kanan. Setelah kejadian pasien sempat tidak sadarkan
diri 10- 15 menit namun pasien masih dapat mengingat kejadiannya. Pasien
mengeluh nyeri kepala bagian belakang, leher terasa berat, mual, muntah
sebanyak 2 kali, muntah tidak disertai darah. Pasien kemudian dibawa oleh
keluarganya ke RSUD Tugurejo semarang. Saat di RS pasien masih
mengeluhkan nyeri kepala.
Faktor memperberat : Nyeri kepala bertambah jika pasien menggerakkan
kepalanya
Faktor : -
![Page 3: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/3.jpg)
memperingan
Gejala penyerta :Leher terasa berat, mual dan muntah sebanyak 2 kali,
dan bahu kanan nyeri saat digerakkan. Nyeri kepala
tidak disertai perasaan berputar dan tidak disertai
demam, penglihatan ganda, kejang, rasa baal dianggota
gerak, ataupun telinga berdenging. BAK maupun BAB
tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat trauma sebelumnya : Disangkal
Riwayat alergi obat dan makanan : Disangkal.
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal.
Riwayat penyakit gula : Disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat alergi obat dan atau makanan : Disangkal.
Riwayat tekanan darah tinggi : Disangkal.
Riwayat penyakit gula : Disangkal.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien merupakan seorang wiraswasta. Tinggal dirumah bersama istri dan 1
orang anak. Biaya pengobatan pasien menggunakan biaya sendiri.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pemerikaan fisik dilakukan pada tanggal 5 November 2015 pukul
14.45 WIB di Ruang Alamanda RSUD Tugurejo Semarang.
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital sign :
![Page 4: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/4.jpg)
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 88x /menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 20x/menit reguler
Suhu : 360 C (aksiler)
1. STATUS INTERNA
Kepala : kesan mesocephal
Mata : reflek cahaya direk (+/+); reflek cahaya indirek (+/+);
pupil isokor 2,5mm/2,5mm.
Hidung : rhinorrhea (-), epistaksis (-), deformitas (-)
Telinga : otorrhea (-/-), ekimosis mastoid (-)
Mulut : lembab (+), sianosis (-), perot (-), karies gigi (-)
Leher : kaku kuduk (+), penggunaan otot bantu nafas (-), JVP
(Normal).
Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V LMCS, tak kuat angkat
Perkusi : Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal
sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal
sinistra
Batas kiri bawah jantung : ICS V 2 cm medial Linea
mid clavicula sinistra
Batas kanan bawah jantung : ICS V Linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II normal & murni, bising jantung (-).
![Page 5: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/5.jpg)
Pulmo
Dextra Sinistra
Depan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Warna sama dengan warna
sekitar, simetris statis &
dinamis, retraksi (-).
Stem fremitus normal kanan
= kiri.
Sonor seluruh lapang paru.
SD paru vesikuler (+), suara
tambahan paru: wheezing (-),
ronki (-).
Warna sama dengan warna
sekitar, simetris statis &
dinamis, retraksi (-).
Stem fremitus normal kanan
= kiri.
Sonor seluruh lapang paru.
SD paru vesikuler (+), suara
tambahan paru: wheezing (-),
ronki (-).
Belakang
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Warna sama dengan warna
sekitar, simetris statis &
dinamis
Stem fremitus sulit dinilai
Sulit dinilai
SD paru vesikuler (+), suara
tambahan paru : wheezing (-),
ronki (-).
Warna sama dengan warna
sekitar, simetris statis &
dinamis
Stem fremitus sulit dinilai
Sulit dinilai
SD paru vesikuler (+), suara
tambahan paru: wheezing (-),
ronki (-).
Abdomen
Inspeksi : Dinding abdomen datar, warna kulit sama dengan warna kulit
sekitar, cullen’s sign (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal (16x/menit)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak hepar (+),
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar & Lien tak teraba
![Page 6: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/6.jpg)
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral pucat -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Capillary Refill < 2 detik/< 2 detik < 2 detik/< 2 detik
2. STATUS LOKALIS
Lokasi : Bahu sebelah kanan
Inspeksi : hematoma (+)
Palpasi : perabaan hangat (+), krepitasi (+)
ROM : keterbatasan gerak
3. STATUS PSIKIS DAN NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos mentis
Kuantitatif : GCS 15 (E4 M6 V5)
Kualitatif : Tingkah laku : wajar, Perasaan hati : eutim
Orientasi : Tempat: Baik, Waktu: Baik, Orang: baik,
Sekitar: baik
Jalan Pikiran : Realistik
Kecerdasan : Baik
Daya ingat baru : Baik
Daya ingat lama : Baik
Kemampuan bicara : Baik
Cara berjalan : Sulit dinilai
Gerakan abnormal : Tidak ada
Badan:
- Atrofi otot punggung : -
- Atrofi otot dada : -
![Page 7: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/7.jpg)
- Neri’s sign : -
Vertebra :
- Bentuk : Normal (skoliosis (-), lordosis (-), kifosis (-))
- Nyeri tekan : -
- Gerakan :Tidak dilakukan
Anggota Gerak Atas:
Inspeksi Kanan Kiri
Drop hand - -
Pitcher’s hand - -
Warna Kulit Hematoma Sama seperti warna sekitar
Claw hand - -
Kontraktur - -
Palpasi Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal
Kekuatan 5-5-5 (nyeri) 5-5-5
Tonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Termis Normal Normal
Diskriminasi Normal Normal
Posisi Normal Normal
Vibrasi Normal Normal
Refleks Fisiologis :
1. Biceps
2. Triceps
3. Radius
4. Ulna
+
+
+
+
+
+
+
+
![Page 8: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/8.jpg)
Refleks Patologis :
1. Hoffman trommer - -
Sensoris :
1. Rasa Gramestesia
2. Rasa Barognosia
3. Rasa Topognosia
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Anggota Gerak Bawah
Inspeksi Kanan Kiri
Drop foot - -
Warna Kulit Sama seperti warna sekitar Sama seperti warna sekitar
Kontraktur - -
Palpasi Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal
Kekuatan 5-5-5 5-5-5
Tonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas Normal Normal
Trofi Eutrofi Eutrofi
Termis Normal Normal
Diskriminasi Normal Normal
Posisi Normal Normal
Vibrasi Normal Normal
Refleks Fisiologis :
1. Patella
2. Achilles
+
+
+
+
Refleks Patologis:
1. Babinski
2. Chaddock
-
-
-
-
![Page 9: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/9.jpg)
3. Oppenheim
4. Gordon
5. Gonda
6. Bing
7. Rossolimo
8. Mendel Bechterew
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Palpasi Kanan Kiri
Tes Provokasi
1. Tes Lasegue
2. Tes Patrick
3. Tes Kontra patrick
4. Tes Brudzinki II
5. Tes Kernig
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Sensoris :
1. Rasa Gramestesia
2. Rasa Barognosia
3. Rasa Topognosia
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Rangsangan Meningeal:
Kaku Kuduk +
Tanda Kernig - -
Tanda Brudzinski I - -
Tanda Brudzinski II - -
Tanda Brudzinski III - -
Tanda Brudzinski IV - -
Nervus Cranialis
![Page 10: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/10.jpg)
N. I (OLFAKTORIUS) Lubang hidung
Kanan
Lubang hidung
Kiri
Daya Pembau Normal Normal
N. II (OPTIKUS) Mata Kanan Mata Kiri
Daya Penglihatan Normal Normal
Pengenalan Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Medan Penglihatan Normal Normal
Perdarahan Arteri/Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Papil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri
Ptosis - -
Gerak Mata Ke Atas + +
Gerak Mata Ke Bawah + +
Gerak Mata Ke Media + +
Ukuran Pupil 2,5 mm 2,5 mm
N. III (OKULOMOTORIS) Mata Kanan Mata Kiri
Bentuk Pupil Isokor Isokor
Reflek Cahaya Langsung + +
Reflek Cahaya Konsesuil + +
Strabismus Divergen - -
Diplopia - -
N. IV (TROKHLEARIS) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Bawah + +
![Page 11: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/11.jpg)
Strabismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. V (TRIGEMINUS) Kanan Kiri
Mengigit N N
Membuka Mulut N N
Sensibilitas Muka Atas N N
Sensibilitas Muka Tengah N N
Sensibilitas Muka Bawah N N
Reflek Kornea + +
Trismus - -
N. VI (ABDUSEN) Mata Kanan Mata Kiri
Gerak Mata Lateral Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
Starbismus Konvergen - -
Diplopia - -
N. VII (FASIALIS) Kanan Kiri
Kerutan Kulit Dahi + +
Menutup Mata + +
Lipatan Nasolabial + +
Sudut Mulut + +
Tic Facial - -
N. VIII (AKUSTIKUS) Kanan Kiri
Mendengar Suara Berbisik Normal Normal
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
![Page 12: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/12.jpg)
N. IX
(GLOSSOFARINGEUS)
KANAN KIRI
Arkus Faring Simetris Simetris
Daya Kecap 1/3 Belakang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek Muntah +
Sengau -
Tersedak -
N. X (VAGUS) Kanan Kiri
Arkus faring Simetris Simetris
Reflek muntah +
Bersuara Suara tidak serak
Menelan +
N. XI (AKSESORIUS) Kanan Kiri
Memalingkan Kepala N N
Sikap Bahu Simetris Simetris
Mengangkat Bahu Adekuat Adekuat
Trofi Otot Bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII (HIPOGLOSUS)
Sikap lidah Normal
Artikulasi Jelas
Menjulurkan lidah Baik
Fasikulasi lidah -
![Page 13: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/13.jpg)
Fungsi Vegetatif
- Miksi : Inkontinentia urin (-), Retensio urin (-), Poliuria (-)
- Defekasi : Inkontinentia alvi (-), Retensio alvi (-)
V. RESUME
Tn. S usia 57 tahun dengan keluhan nyeri kepala post-jatuh dari pohon
mangga. ± 2 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien jatuh dari pohon mangga
dengan ketinggian ± 2,5 meter. Pasien jatuh setelah ranting yang dipegang
patah sehingga pasien jatuh dengan posisi kepala terbentur tanah. Pasien jatuh
pada posisi miring ke kanan. Setelah kejadian pasien sempat tidak sadarkan
diri 10- 15 menit namun pasien masih dapat mengingat kejadiannya. Pasien
mengeluh nyeri kepala pada kepala bagian belakang, nyeri dirasakan terus
menerus dan terasa nyeri kepala hebat. Nyeri kepala dirasakan seperti ditekan
dan baru pertama dialami. Nyeri bertambah jika pasien menggerakkan
kepalanya. Selain itu pasien juga mengeluhkan leher terasa berat, mual dan
muntah (+) sebanyak 2 kali, dan bahu kanan nyeri saat digerakkan. Pasien
tidak mengeluhkan nyeri kepala disertai perasaan berputar, demam,
penglihatan ganda, rasa baal dianggota gerak, kejang, ataupun telinga
berdenging.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, vital sign dalam batas normal, pupil isokor
2,5mm/2,5mm. Bahu sebelah kanan tampak hematoma (+), perabaan hangat
(+), krepitasi (+), keterbatasan gerak (+). Status psikis dalam batas normal.
Status Neurologis: kesadaran GCS 15 (E4 M6V5), nervi cranialis dalam batas
normal, refleks fisiologis (+) normal, refleks patologis (-), rangsang
meningeal didapatkan kaku kuduk (+), motorik dalam batas normal,
sensibilitas dalam batas normal dan fungsi vegetatif dalam batas normal.
![Page 14: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/14.jpg)
VI. DIAGNOSIS
1. Diagnosis Klinik : Cephalgia, vomitus
Diagnosis Topis : Intrakranial
Diagnosis Etiologi: Cedera Kepala Ringan
2. Suspect Fraktur Clavicula
VII. INITIAL PLAN
1. Daftar Masalah : Cedera Kepala Ringan
2. Rencana Terapi
Farmakoterapi
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ketorolac 2 x 30 mg IV
- Inj. Ondansentron 2 x 4 mg IV
- Inj. Mecobalamin 1 x 500 mg IV
Non Farmakoterapi
- Pasien tidur dengan posisi kepala dinaikkan 30o
- Konsul dengan dokter spesialis orthopedi
3. Rencana Diagnosis
- Pemeriksaan laboratorium: darah rutin dan elektrolit.
- CT-scan kepala tanpa kontras
4. Monitoring
- Monitoring keadaan umum dan tanda vital
- Monitoring defisit neurologis
- Monitoring gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial
5. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi penyakit
yang diderita pasien
![Page 15: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/15.jpg)
- Menjelaskan kepada pasien usulan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk mencari penyebab penyakit pasien
- Menyarankan kepada keluarga untuk memberikan dukungan kepada
pasien dan bekerjasama dalam penatalaksanaan pasien.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Sanam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsionam : dubia ad bonam
![Page 16: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/16.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
CEDERA KEPALA
A. Definisi
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan
fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, yang dapat bersifat
temporer ataupun permanent.8 Menurut Brain Injury Assosiation of America,
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan / benturan fisik dari luar,
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran, sehingga menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.1,2
B. Aspek Fisiologi Cedera Kepala
1. Tekanan intrakranial
Berbagai proses patologi pada otak dapat meningkatkan tekanan
intracranial yang selanjutnya dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya
berdampak buruk terhadap penderita. Tekanan intrakranial yang tinggi dapat
menimbulkaan konsekwensi yang mengganggu fungsi otak. TIK Normal kira-
kira sebesar 10 mmHg, TIK lebih tinggi dari 20mmHg dianggap tidak normal.
Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala,semakin buruk prognosisnya.3
2. Hukum Monroe-Kellie
Konsep utama Volume intrakranial adalah selalu konstan karena sifat
dasar dari tulang tengkorang yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic)
adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu
volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume
darah (Vbl).Vic = V br+ V csf + V bl. 3
![Page 17: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/17.jpg)
3. Tekanan Perfusi otak
Tekanan perfusi otak merupakan selisih antara tekanan arteri rata-rata
mean arterial presure) dengan tekanan intrakranial. Apabila nilai TPO kurang
dari 70 mmHg akan memberikan prognosa yang buruk bagi penderita.3
4. Aliran darah otak (ADO)
ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO
menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan menghilang.
Apabila ADO sebesar 5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak akan mengalami
kematian dan kerusakan yang menetap.3
C. Patofisiologi
Trauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer.
Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak,
jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di
sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (±70% dari fraktur
tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal
dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan
cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan
aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan
telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat
menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung
atau telinga).5
Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi,
deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara
tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang
tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan
goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau
dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi
benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak
![Page 18: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/18.jpg)
lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang
mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi
(penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan
di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau
berturutan. 5
Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di
tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena
gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak
ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang
paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan
jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma
merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan
otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar
jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini
adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.7
Gambar 2.1 Coup dan Contrecoup Pada Kepala
Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak,
hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara
langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya
akibat penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang
![Page 19: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/19.jpg)
hemoragik pada daerah coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah
frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra
serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang
otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan
ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke
bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan
kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada
saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau
kenaikan tekanan intrakranial.8
Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina
kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah
oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan.
Dinyatakan bahwa ± 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini.
Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin
traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang
mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak
otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak.
Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah
beberapa hari akibat dari edema otak.6
Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks
cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V
biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya
berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII
dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang
timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah
edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan
lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma
kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga
merupakan salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI
![Page 20: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/20.jpg)
jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila
trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat
dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung
terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri.
Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.5
Gambar 2.2 Patofisiologi cedera kepala.1
![Page 21: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/21.jpg)
D. Klasifikasi
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang
muncul setelah cedera kepala. Ada 3 klasifikasi yaitu berdasarkan:
1. Mekanisme Cedera Kepala
a. Cedera Kepala Tumpul
b. Cedera Kepala Tembus
2. Beratnya Cedera
a. Cedera Kepala Ringan (CKR)
b. Cedera Kepala Sedang (CKS)
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
3. Morfologi Cedera
a. Fraktur Kranium
(1) Kalvaria
(a)Linear/stelata
(b)Deoressed/nondepressed
(2) Basilar
b. Lesi Intrakranial
(1) Fokal
(a)Hematoma Epidural
(b)Hematoma Subdural
(c)Kontusio Serebri
(d)Perdarahan Intraserebral
(e)Perdarahan Subarakhnoid
(2) Cedera Difus
(a)Komosio Ringan
(b)Komosio Klasik
(c)Cedera Aksonal Difus (CAD)
![Page 22: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/22.jpg)
E. Gambaran Klinik
Gambaran Klinik berdasarkan atas klasifikasi cedera kepala adalah sebagai
berikut :
1. Mekanisme Cedera Kepala
a. Cedera Kepala Tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil
atau motor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
b. Cedera Kepala Tembus
Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan.
Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera
termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2. Beratnya Cedera
Berdasarkan beratnya cedera, kelainan neurologis dinilai secara kuantitatif
dengan Glasgow Coma Scale (GCS):
Tabel 2.1 Tabel Glasgow Coma Scale (GCS)
Respon Nilai
Membuka Mata (Eye):SpontanTerhadap rangsang suaraTerhadap rangsang nyeriTidak ada respon
4321
Motorik:Mengikuti perintahMelokalisir nyeriMenghindari nyeriFleksi abnormal (dekortikasi)Extensi (desereberasi)Tidak ada respon
654321
Verbal:Orientasi baikOrientasi terganggu/gelisah (confused)Kata-kata tidak jelas (tidak mengandung arti)Suara mengerang/merintih/tidak jelasTidak ada respon
54321
![Page 23: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/23.jpg)
a. Minimal = Simple head injury
GCS = 15 (normal)
Kesadaran baik
Tidak ada amnesia
Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.
Defisit neurologis (-)
CT-Scan normal
b. Cedera Kepala Ringan
GCS = 13 - 15
Penurunan kesadaran ≤ 10 menit
Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam/amnesia retrograde
Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo.
Defisit neurologis (-)
CT-Scan normal
c. Cedera Kepala Sedang
GCS = 9 – 12
Penurunan kesadaran >10 menit tetapi ≤ 6 jam
Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis
Amnesia pasca cedera selama 1 – 24 jam
CT-Scan abnormal
d. Cedera Kepala Berat
GCS = 5 – 8
Penurunan kesadaran > 6 jam
Terdapat defisit neurologi
Amnesia pasca cedera > 24 hari
CT-Scan abnormal
Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan sebagai
penderita cedera kepala berat bila :
- Pupil tak ekual
![Page 24: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/24.jpg)
- Pemeriksaan motor tak ekual.
- Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau adanya
jaringan otak yang terbuka.
- Perburukan neurologik.
- Fraktura tengkorak depressed.
3. Morfologi Cedera
a. Fraktur Kranium
Fraktur cranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan
dapat berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan
petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Tanda-
tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eye sign),
ekimosis retroaurikular (battle sign), kebocoran CSS (Rhinorrhea,
otorrhea) dan paresis nervus fasialis.1,4
Gejala dan tanda klinis fraktur basis cranii anterior (keluarnya cairan
likuor melalui hidung/rhinorrhea, ecchymosis periorbital bilateral
(raccoon eye sign) dan anosmia), fraktur basis cranii media (keluarnya
cairan likuor melalui telinga/otorrhea, gangguan N. VII dan VIII), fraktur
basis cranii posterior (ecchymosis mastoid bilateral/battle sign). Untuk
memastikan cairan cerebrospinal secara sederhana dengan tes Halo.
Depresi pada kepala atau muka (sunken eye) menandakan terjadi fraktur
maksila 1,4
Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT Scan
dengan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya.
Fraktur cranium terbuka atau komplikata mengakibatkan adanya
hubungan antara kulit kepala dan permukaan otak karena robeknya selaput
duramater. Keadaan ini membutuhkan tindakan dengan segera. Adanya
fraktur tengkorak merupakan petunjuk bahwa benturan yang terjadi cukup
berat sehingga mengakibatkan retaknya tulang tengkorak. Fraktur calvaria
![Page 25: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/25.jpg)
linear mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada
pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar. Untuk alasan
ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat
dirumah sakit untuk pengamatan.1,4
b. Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa,
walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal
termasuk hematoma epidural, hematoma subdural, dan kontusi (atau
hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa,secara
umum, menunjukkan CT scan normal namun keadaan klinisnya
menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan koma.4
i. Fokal
Hematom Epidural
Epidural hematoma (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk
diruang potensial antara tabula interna dan duramater dengan
ciri berbentuk bikonvek atau menyerupai lensa cembung Umumnya
terjadi pada regio temporal atau temporopariental akibat pecahnya
Arteri Meningea Media atau sinus venosuss. Perdarahan biasanya
dianggap berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan
vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang, EDH akibat robeknya
sinus venosus, terutama diregio parietal-oksipital atau fossa posterior.
Manifestasi klinik berupa EDH di daerah temporal adalah
gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid)
beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif
disertai kelainan neurologis unilateral yang diikuti oleh timbulnya
gejala neurologi yang secara progresif berupa pupil anisokor, late
hemisfer kontralateral lesi, babinsky (+) kontralateral lesi dan fraktur
di daerah temporal.1,4,5
![Page 26: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/26.jpg)
EDH di fossa posterior, perdarahan berasal dari sinus lateral, jika
terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala,
muntah ataksia serebral dan paresis nervus kranialis. Manifestasi klinis
EDH di fossa posterior adalah lucid interval tak jelas, fraktur kranii
oksipital, kehilangan kesadaran cepat, gangguan serebelum, batang
otak dan pernafasan, pupil isokor.1,4,5
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang
tidak selalu homogen, bentuknya bikonveks (double convex sign)
sampai planokonveks, melekat pada tabula interna dan mendesak
ventrikel ke sisi kontralateral (tanda space occupying lesion). Batas
dengan corteks licin, densitas duramater biasanya jelas, bila
meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena
sehingga tampak lebih jelas. atau ada pula yang menyebutnya sebagai
gambaran football shaped yang secara tipikal terletak di bagian
temporal tengkorak. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin
dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan
kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber
perdarahan.1,4,5
![Page 27: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/27.jpg)
Gambar 2.3 Hematoma Epidural
Tabel 2.2 Perbedaan Epidural Hematom dan Subdural Hematom
KETERANGAN EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL HEMATOM
Robek Robeknya A. Meningia media Robeknya “Bridging vein”
Gejala klinik
Interval lucid,
hemiparese/plegia yang terjadi
kemudian, pupil anisokor,
serangan kejang fokal, TIK
meningkat, refleks babinski
yang terjadi kemudian.
Sefalgia kronik progresif,
penurunan kesadaran yang
semakin memburuk
hemiparesis,
hemihipestesia, epilepsi
fokal, papil edema,
Hiperrefleks, Babinski +,
TIK meningkat
Letak lesiLetaknya diantara os. Kranii-
duramater
Letaknya antara arachnoid-
duramater.
Gambaran Ct-Scan Hiperdens Biconveks Hiperdens Lesi bulan sabit.
![Page 28: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/28.jpg)
Hematoma Subdural
Subdural Hematoma (SDH) adalah perdarahan yang terjadi
diantara duramater dan arakhnoid. SDH lebih sering terjadi
dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita dengan cedera
kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya bridging vein antara
korteks serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan
dengan laserasi permukaan atau substansi otak. Fraktur tengkorak
mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari
SDH akut biasanya lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari
EDH. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh
tindakan operasi yang segera dan pengelolaan medis agresif. SDH
akut (Interval Lucid : 0-5 hari), Sub Akut (Interval Lucid: 5 hari
sampai beberapa minggu), Kronik (Interval Lucid: > 3 bulan).
Manifestasi yaitu sakit kepala dan penurunan kesadaran dapat terjadi. 1,4,5
- SDH Akut
Pinterval lucid 0-5 hari. ada CT Scan tampak gambaran
crescentic sign (seperti bulan sabit) dekat tabula interna,
terkadang sulit dibedakan dengan EDH. Batas medial hematom
seperti bergerigi. Adanya hematom di daerah fissure
interhemisfer dan tentorium juga menunjukan adanya SDH.1,4,5
Gambar 2.4 Hematoma Subdural Akut
![Page 29: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/29.jpg)
- SDH Subakut : Interval lucid 5 hari-beberapa minggu
- SDH Kronis
Interval lucid >3 bulan. Pada CT Scan terlihat adanya komplek
perlekatan, transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh
bermacam- macam perubahan, oleh karenanya tidak ada pola
tertentu. Pada CT Scan akan tampak area hipodens, isodens, atau
sedikit hiperdens, berbentuk bikonveks, berbatas tegas melekat
pada tabula. Jadi pada prinsipnya, gambaran SDH akut adalah
hiperdens, yang semakin lama densitas ini semakin menurun,
sehingga terjadi isodens, bahkan akhirnya menjadi hipodens.1,4,5
Kontusio Intraserebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus
temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang
otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu
beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan
intracerebral.1,4-
Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi dalam
jaringan (parenkim) otak. Perdarahan terjadi akibat adanya laserasi
atau kontusio jaringan otak yang menyebabkan pecahnya pula
pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak tersebut. crescentic
sign Lokasi yang paling sering adalah lobus frontalis dan temporalis.
Lesi perdarahan dapat terjadi pada sisi benturan (coup) atau pada sisi
lainnya (countrecoup). Defisit neurologi yang didapatkan sangat
bervariasi dan tergantung pada lokasi dan luas perdarahan. 1,4-6
![Page 30: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/30.jpg)
Gambar 2.5 Perdarahan Intracerebral
Gambar 2.6 Gambar Skematik lokasi EDH, SDH dan ICH
ii. Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat
akselerasi dan deselerasi. Cedera ini merupakan bentuk yang lebih
sering terjadi pada cedera kepala.1,4,5
Komusio Serebri
Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan
(kurang dari 10 menit ). Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan
kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang
tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio
menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan
kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah
![Page 31: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/31.jpg)
cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang
menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa
menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang
abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total
dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing,
kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau
perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang
lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa mengalami kesulitan
dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut
sindroma pasca konkusio. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain
sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang
bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah
terjadinya cedera. Setiap orang yang mengalami cedera kepala
diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama
gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri
diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa
digunakan setelah 3-4 hari pertama.
Komosio Cerebri ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap
tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologis yang bersifat
sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun
karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan
dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa
amnesia retrograd, amnesia integrad (keadaan amnesia pada peristiwa
sebelum dan sesudah cedera).1,4,5
Komosio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan
menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai
dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan
ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung
![Page 32: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/32.jpg)
beberapa waktu lamanya dan reversible. Penderita akan sadar kembali
dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio
cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologis, namun pada
beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa
waktu. Defisit neurologis itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing,
mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini
dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat.1,4,5
Cedera akson difus
Cedera Aksonal Difus (CAD) atau Diffuse Axonal Injury (DAI)
adalah dimana penderita mengalami koma pasca cedera yang
berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau
serangan iskemi. Penderita akan dalam keadaan koma yang dalam dan
tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan
gejala dekortikasi atau desereberasi dan bila pulih sering tetap dalam
keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering
menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis
dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
Kerusakan akson oleh karena adanya proses akselerasi dan deserelasi
yang terjadi pada otak sewaktu terjadinya trauma kepala. Otak
memiliki beberapa lapisan yang membentuknya. Pada saat terjadinya
trauma, lapisan – lapisan ini akan ikut bergeser. Pergerakkan tiap
lapisan ini akan berbeda – beda. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan
adanya penarikan neuron akibat perbedaan waktu pergeseran yang bias
menyebabkan akson teregang, terpuntir, terputus, dan terjepit.
Akibatnya cairan dan ionic akan masuk ke axon dan menyebakan
pembengkakkan, yang nantinya akan menyebakkan kerusakkan
neuron. Akson terputus dan akson bagian distal akan terpisah. Pada
stadium lanjut, akan terjadi kematian akson pada ujung distal 1,4,5
F. Diagnosis
![Page 33: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/33.jpg)
1. Anamnesis
a. Trauma kapitis dengan/tanpa gangguan kesadaran atau dengan interval
lucid
b. Perdarahan/otorrea/rhinorea
c. Amnesia traumatik (retrograd/anterograd)
2. Hasil pemeriksaan klinis Neurologis
a. Penilaian Kesadaran berdasarkan skala koma Glasgow (SKG)
b. Penilaian fungsi vital tensi, nadi pernafasan
c. Otorrea, Rhinorea
d. Echymosis Periorbital bilateral/eyes hematoma kaca mata
e. Gangguan fokal neurologik
f. Fungsi motorik : lateralisasi kekuatan otot
g. Refleks tentot, refleks patologis
h. Pemeriksaan fungsi batang otak
i. Ukuran besar, bentuk, isokor/anisokor dan reaksi pupil
j. Refleks kornea
k. Doll’s eye phenomen
l. Monitor pola pernadafasan
- Cyne stokes ; lesi hemisfer
- Central neurologic hyperventilation : lesi di mesensefalon –pons
- Apneustic breth ; lesi di pons
- Ataxic breath : lesi di medula oblongata
m. Gangguan fungsi otonom
n. funduskopi
3. Foto kepala polis, posisi AP, lateral, tangensial
Dari hasil foto, oerlu diperlihatkan kemungkinan adanya fraktur linier,
imoresi dan terbuka/tertutup.
4. Foto lain dilakukan atas indikasi termasuk foto servikal
5. Ct-Csan Kepala
![Page 34: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/34.jpg)
Ctscan untuk melihat kelian berupa gambaran kontusio, gambaran edema
otak, gambaran perdarahan, gambaran epidural, hematoma subdural,
perdarahan subaraknoid dan hematoma intraserebral.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos kepala
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang. Tidak semua penderita dengan cedera
kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan
kegunaan yang sekarang makin ditinggalkan. Indikasi foto polos kepala
meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus (tembak/tajam), adanya corpus
alineum, deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang
menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto
polos kepala meliputi jangan mendiagnosa foto kepala normal jika foto
tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka
dilakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique.
2. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras).
Indikasi CT Scan adalah :
a. Nyeri kepala menetap atau muntah yang tidak menghilang
setelah pemberian obat-obatan analgesia/anti muntah
b. Adanya kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general
c. Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor-faktor ekstracranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi
shock, febris, dan lain-lain)
d. Adanya lateralisasi
e. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal
fraktur depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan
f. Luka tembus akibat benda tajam atau peluru
![Page 35: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/35.jpg)
g. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan perbaikan GCS.
h. Bradikardia
CT-scan mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Untuk mengetahui adanya infark /
iskemia jangan dilakukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
Ctscan untuk melihat kelian berupa gambaran kontusio, gambaran edema
otak, gambaran perdarahan, gambaran epidural, hematoma subdural,
perdarahan subaraknoid dan hematoma intraserebral.
3. MRI
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
4. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak
sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
5. Serial EEG : Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
6. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. Analisa Gas Darah
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan(oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intrkranial1,4-7
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya memikili tujuan
untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta
memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat
membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala
![Page 36: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/36.jpg)
tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang,
atau berat.1,3-5
Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder.
Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian
dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan
cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak
sekunder dan mencegah homeostasis otak.
1. Survei Primary
a. Airway
Periksa dan bebaskan jalan nafas dari sumbatan.
Lendir, darah,muntahan, benda asing : lakukan penyedotan dengan
suction, pasang NGT
Posisi kepala dalam posisi netral, tidak miring ke kanan atau ke kiri.
Lakukan intubasi endotrakeal terutama pada pasien GCS ≤ 7 tetapi
sebelumnya harus diyakini tidak ada fractur cervical.
Foto rontgen cervical lateral dapat menjadi pilihan sebelum
melakukan tindakan intubasi. Apabila didapatkan fractur cervical,
maka tindakan yang dilakukan adalah tracheostomi.
b. Breathing
Perhatikan gerak napasnya, jika terdapat tanda – tanda sesak segera
pasang oksigen.
c. Circulation
Periksa tekanan darah dan denyut nadi. Jika ada tanda – tanda syok segera
pasang infuse. Bila disertai dengan perdarahan yang cukup banyak bisa
ditambah dengan tranfusi darah ( whole blood ). Pasang kateter untuk
memonitoring balans cairan.
d. Disability
![Page 37: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/37.jpg)
Unruk mengetahui lateralisasi dan kondisi umm dengan pemeriksaan
cepat status umum dan neurologi)
Tanda vital ; tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
Skara koma Glasgow
Pupil ; ukuran, bentuk dan refleks cahaya
Pemeriksaan neurologi cepat :hemiparesis, refleks patologis
Luka-luka
Anamnesis : AMPLE (Alergi, Medication, Post ilness, last meas,
even/environment related to the injury).
2. Secondary Survei
Sekunder survei :
Laboratorium
Darah : hb, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit, ureum, kreatinin,
GDS, analisa gas darah dan elektrolit
Unrin : perdarahan (+), (-)
Manajeman terapi
Indikasi Rawat inap :1,3-5
- Amnesia post traumatika jelas (lebih dari 1 jam)
- Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)
- Penurunan tingkat kesadaran
- Nyeri kepala sedang hingga berat disertai muntah
- Intoksikasi alkohol atau obat
- Fraktura tengkorak
- Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea
- Cedera penyerta yang jelas
- Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggung jawabkan
- Letak rumah jauh atau sulit untuk kembali ke RS
- CT scan abnormal
Indikasi Oprasi
![Page 38: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/38.jpg)
Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis
pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara
umum digunakan panduan sebagai berikut :8
EDH (Epidural Hematoma)
- >40 cc dengan midline shifting pada daerah
temporal/frontal.parietal dengan fungsi batang otak masih
baik
- >30cc pada daerah fosa posterior dengan tanda-tanda
penekanan batang otak atau hidrosefalus dengan fungsi
batang otak masih baik
- EDH progresif
- EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi
operasi
SDH (subdural Hematom)
- SDH luas (>40cc/>5mm) dengan GCS >6, fungsi batang otak
masih baik
- SDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi
operasi
- SDH dengan edema serebri/kontusio serebri disertai midline
shift dengan fungsi batang otak masih baik
ICH (perdarahan intraserebral)
Indikasi operasi ICH pasca trauma :8
- Penurunan kesadaran progresif
- Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas
(cushing reflex)
- Perburukan defisit neurologi fokal
Fraktur Impresi melebihi 1 (Satu) diploe.
Fraktur kranii dengan laserasi serebri
Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-kranial)
![Page 39: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/39.jpg)
Edema serebri berat yang disertai tanda oeningkatan
TIK, dipertimbangkan operasi dekompresi
Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara
klinis
Tanda fokal neurologis semakin berat
Terdapat gejala TIK yang meningkat lebih dari 25 mmHg( sakit
kepala hebat, muntah proyektil)
Pada pemeriksaan CT-Scan terdapat pendorongan garis tengah
sampai lebih dari 3 mm atau penambahan ukuran hematom
pada pemeriksaan ulang
Penatalaksanaan
Terapi Nutrisi
Dalam 2 minggu pertama pasien mengalami hipermetabolik,
kehilangan kurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu.
Penurunan berat badan melebihi 30% akan meningkatkan
mortalitas. diberikan kebutuhan metabolisme istirahat dengan
140% kalori/ hari dengan formula berisi protein > 15%
diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat
mencegah kejadian hiperglikemi, infeksi.
Prevalensi Kejang
Pada kejang awal dapat mencegah cedera lebih lanjut,
peningkatan TIK, penghantaran dan konsumsi oksigen,
pelepasan neuro transmiter yang dapat mencegah
berkembangnya kejang onset lambat (mencegah efek
kindling). Pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin,
karbamazepin efektif pada minggu pertama. Faktor-faktor
terkait yang harus dievaluasi pada terapi prevensi kejang
adalah kondisi pasien yang hipoglikemi, gangguan elektrolit,
dan infeksi.
![Page 40: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/40.jpg)
Penanganan Cedera Kepala/Komosio Serebri
o Cedera Kepala Ringan
Penatalaksanaan : Dirawat 2 x 24 jam, Tidur
dengan posisi kepala di tinggikan 30 derajat, Obat-
obat simtomatis seperti analgetik, anti emetik, dan
lain-lain sesuai indikasi dan kebutuhan.
o Cedera Kepala Sedang
Menambahkan skala Post trauma Amnesia
(PTA) dengan sub skala 0-7 dimana skore 0 apabila
mengalami amnesia lebih dari 3 bulan, dan skore 7
tidak ada amnesia. Bachelor (2003) membagi cedera
kepala sedang menjadi :
- Risiko ringan : tidak ada gejala nyeri kepala,
muntah dan dizziness
- Risiko sedang : ada riwayat penurunan kesadaran
dan amnesia post trauma
- Risiko tinggi : nyeri kepala hebat, mual yang
menetap dan muntah
Manifestasi : Mudah lupa, mengantuk, nyeri kepala,
gangguan konsentrasi dan dizziness.
Penatalaksanaan trauma sedang-berat-SKG 5-12 :
- Lanjutkan penanganan ABC
- Pantau tanda vital (suhu, pernafasaan, tekanan
darah), pupil, SKG, gerakan ekstremitas, sampai
pasien sadar:
• Pantau setiap 4 jam
• Lama pemantauan sampai pasien mencapai
SKG 15
![Page 41: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/41.jpg)
- Dijaga sehingga tidak terjadi :
• Tekanan darah sistolik (90 mmHg
• Suhu >38derajat selsius
• Frekuensi nafas >20x/menit
- Cegah kemungkinna terjadi TIK meningkat
dengan cara:
• Posisi kepala di tinggikan 30 derajat
• Bila perlu berikan Manitol 20%. Dosis
aeal 1 gr/kgBB, berikan dalam waktu ½-1
jam, drip cepat, dilanjutkan pemberian
dengan dosis 0.5gr/KgBB drip cepat ½-
1jam, setelah 6 jam dari pemberian
pertama dan 0.25gr/kgBB drip cepat ½-1
jam setelah 12 jam dan 24 jam dari
pemberian pertama.
• Berikan analgetik dan bila perlu padat
diberikan sedasi jangka pendek.
- Atasi Komplikasi
• Kejang : profilaksis OAE selama 7 hari
untuk mencegah immediate and early seizure
pada kasus resiko tinggi
• Infeksi akibat fraktur basis cranii/fraktur
terbuka : profilaksis antibiotika, sesuai doaid
infeksi intrakranial selama 10-14 hari.
• Gastrointestinal-perdarahan lambung
• Demam
• DIC : Pasien dengan trauma kapitis tertutup
cenderung mengalami koagulopati akut.
- Pemberian cairan dan nutrisi
![Page 42: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/42.jpg)
- Roboransia, neuroprotektan (citicolin), nootropik
sesuai indikasi
o Cedera Kepala Berat
Diagnosis dan penanganan yang cepat meliputi:
Primary survey: stabilisasi cardio pulmoner,
Secondary survey : penanganan cedera sistemik,
pemeriksaan mini neurologi dan ditentukan perlu
penanganan pembedahan atau perawatan di ICU.1,3-5
I. Komplikasi
1. Kejang Pasca Trauma
Kejang yang terjadi setelah masa trauma yang dialami pasien merupakan
salah satu komplikasi serius. Faktor risikonya adalah trauma penetrasi,
hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi kranium, kontusio
serebri, GCS <10. 4
2. Demam dan Menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolisme dan
memperburuk outcome. Sering terjadi akibat kekurangan cairan, infeksi, efek
sentral.Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muskular paralisis.
Penanganan lain dengan cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid. 7
3. Hidrosefalus
Hidrosefalus dibagi menjadi komunikan dan non komunikan.Hidrosefalus
non komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala dengan obstruksi,
kondisi ini terjadi akibat penyumbatan di sistem ventrikel. Gejala klinis
hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil edema, demensia,
ataksia dan gangguan miksi.
4. Spastisitas
![Page 43: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/43.jpg)
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan
gerakan.Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi. Beberapa penanganan
ditujukan pada : pembatasan fungsi gerak, nyeri, pencegahan kontraktur, dan
bantuan dalam memposisikan diri. Terapi primer dengan koreksi posisi dan
latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting, casting, dan terapi
farmakologi dengan dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum dan
benzodiazepin. 1
5. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam
bentuk delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga
sering terjadi akibat nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral.
Penanganan farmakologi antara lain dengan menggunakan antikonvulsan,
antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant, benzodiazepin dan terapi
modifikasi lingkungan. 3
6. Sindroma Post Kontusio
Sindroma Post Kontusio merupakan komplek gejala yang berhubungan
dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan pertama, 30% pada 3 bulan pertama
dan 15% pada tahun pertama. Berupa gejala somatik : nyeri kepala, gangguan
tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya.
Gejala kognitif: gangguan perhatian, konsentrasi, memori. Gejala afektif:
iritabel, cemas, depresi, emosi labil.1,3,5
J. Prognosis
Prognosis pada cedera kepala mengacu pada tingkat keparahan yang dialami.
Nilai GCS saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit memiliki nilai
prognosis yang besar. Nilai GCS antara 3-4 memiliki tingkat mortalitas hingga
85%, sedangkan nilai GCS diatas 12 memiliki nilai mortalitas 5-10%. Gejala
gejala yang muncul pasca trauma juga perlu diperhatikan seperti mudah letih,
sakit kepala berat, tidak mampu berkonsentrasi dan irritable.3
![Page 44: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/44.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
1. Soertidewi L, Misbach J, Sjahrir H, Hamid A, Jannis J, Bustami M, editors. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal; 2006 Nov 28; Jakarta. Jakarta:Perdossi; 2006.
2. Iskandar J. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif . SumatraUtara: USU Press; 2004.
3. American college of Surgeons. Advance Trauma Life Support. United States of America: First Impression; 1997.
4. David B. Head Injury [serial online]. 2009 [cited July 26, 2015]. Available from: www.e-medicine.com
5. Malueka G. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta: Pustaka Cendekia; 2007.
6. Hafid A. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua. Jong W.D. Jakarta: EGC; 2007.
7. Haryo W et all. Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah. Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta; 2008.
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Konsesus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta. PERDOSI.2006
![Page 45: CKR.docx](https://reader035.vdocuments.net/reader035/viewer/2022062305/5695d2f11a28ab9b029c4793/html5/thumbnails/45.jpg)