cover 1 sisi -...
TRANSCRIPT
2018
SIMPOSIUM NASIONAL
Tema :
KONSERVASI PERAIRAN PESISIR
DAN PULAU-PULAU KECIL
Konservasi Perairan Untuk Perlindungan
Keanekaragaman Hayati dan Perikanan Berkelanjutan
http://www.simnas2017.konservasi-perairan.org/
PROSIDING
9-10 Mei 2017
Lokasi Studi Kasus
Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Peta Lokasi Kajian Studi Kasus yang dipresentasikan dalam Simposium Nasional Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2017
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL KONSERVASI PERAIRAN PESISIR DAN
PULAU-PULAU KECIL
Gedung Mina Bahari IV, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jakarta, Indonesia
8 - 9 Mei 2017
Reviewer
Dr. Ir. Yvonne Indrajati Pattinaja, DEA
Dr. Aulia Riza Farhan, M. SciTech
Dr. Fitryanti Pakiding
Dr. Imam Bachtiar
Dr. Moch. Nurhudah, A.Pi., M.Sc
Dr. Zulhamsyah Imran, S.Pi, M.Si
Estradivari, M.Sc
www.simnas2017.konservasi-perairan.org
Penerbit :
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Bekerjasama dengan : WWF Indonesia
Coastal and Ocean Journal
2018
PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL KONSERVASI PERAIRAN PESISIR DAN PULAU-
PULAU KECIL
Desain Sampul: WWF-Indonesia
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau
seluruhnya, dalam bentuk dan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis,
termasuk fotokopi, rekaman, dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit.
Prosiding ini diterbitkan bersama oleh Kementerian Kelautan Perikanan, Yayasan WWF
Indonesia, dan Coastal and Ocean Journal. Semua pilihan substansi, tulisan, dan penyajian
materi yang disajikan dalam prosiding ini tidak mewakili pendapat dari penerbit, reviewer, dan
penyunting serta tidak ada komitmen tertulis sebelumnya dengan Kementerian Kelautan
Perikanan, Yayasan WWF Indonesia, dan Coastal and Ocean Journal terkait dengan isi materi.
Penulis bertanggung jawab penuh atas pilihan substansi tulisan dan penyajian materi yang
terkandung dalam prosiding ini.
Diterbitkan Oleh:
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jalan Medan Merdeka Timur No. 16, Jakarta Pusat, Telp : (021) 3519070
DKI Jakarta, INDONESIA
Bekerjasama dengan:
WWF-Indonesia
Graha Simatupang Tower 2 Unit C Lt 7th-11th, Jalan TB Simatupang, Jati Padang
Pasar Minggu, RT.4/RW.8, Jati Padang, Ps. Minggu, Jakarta Selatan. Telp : (021) 7829461
DKI Jakarta, INDONESIA
Coastal and Ocean Journal
Kampus IPB Baranangsiang, Jalan Raya Pajajaran No. 1, Bogor, 16127
Phone: (62-251) 8374816, 8374820, 8374839
Jawa Barat, INDONESIA
© Kementerian Kelautan dan Perikanan, WWF-Indonesia, dan Coastal and Ocean Journal
Sitasi : Pattinaja Y.I., Farhan A.R., Pakiding F., Bachtiar I., Nurhudah M., Imran Z.,
Estradivari (ed.). 2018. Prosiding Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil. Kementerian Kelautan dan Perikanan, WWF-Indonesia, Coastal and
Ocean Journal, Jakarta : Indonesia.
Penyunting : Christian Novia N. Handayani, Desita Anggraeni, Anissa Fajari, Aloysia
Rarasningtias, Amindari F. Fitrianti, Renata Felichiko N, dan Antoninus Satria.
ISBN : 978-602-71086-4-6
Jakarta: Februari 2018
677 hlm; 21 cm x 29,7 cm
i
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga buku prosiding “Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil” dapat diselesaikan. Buku prosiding ini disusun berdasarkan hasil
Simposium Nasional yang diselenggarakan atas kerja sama Direktorat Konservasi dan
Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Yayasan WWF-
Indonesia di Gedung Mina Bahari IV Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta pada
tanggal 9-10 Mei 2017, yang bertujuan untuk mendapatkan data, informasi dan best practices
dari pemerintah daerah, perguruan tinggi, lembaga penelitian, pihak swasta, lembaga swadaya
masyarakat, maupun kelompok masyarakat lain yang terlibat dalam konservasi perairan pesisir
dan pulau-pulau kecil baik perencanaan maupun pengelolaannya.
Buku prosiding ini diharapkan dapat menjadi referensi dan pertimbangan bagi
pengambil kebijakan dan para mitra dalam melakukan upaya pengelolaan konservasi pesisir
dan pulau-pulau kecil ke depan. Akhir kata, semoga prosiding ini bermanfaat bagi semua
pihak.
Jakarta, Desember 2017
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut
Ir. Andi Rusandi, M.Si
ii
KATA PENGANTAR
Upaya pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Indonesia sudah berjalan
selama tiga dekade. Saat ini Pemerintah Indonesia menargetkan untuk membentuk KKP seluas
20 juta hektar di tahun 2019. Sampai dengan Desember 2016, sudah terbentuk 17,9 juta hektar,
yang artinya 2,1 juta hektar sisanya harus terbentuk hanya dalam waktu kurang dari 3 tahun.
Upaya untuk menghadapi kebijakan tersebut salah satunya adalah mencari strategi baru yang
lebih mutakhir dan berkembang agar mendapatkan metode, model serta inisiatif yang sesuai,
efektif dan efisien. Upaya ini dilakukan untuk percepatan pembentukan KKP baru yang dapat
memaksimalkan manfaat perlindungan keanekaragaman hayati dan mendorong perikanan
berkelanjutan.
Prosiding Simposium Nasional Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau kecil ini berisi
tentang ide-ide baru yang mengupas pembelajaran dan hasil nyata dari pembentukan, manfaat
dan strategi pengelolaan konservasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia yang
meliputi kondisi ekologi, sosial dan ekonomi, serta rekomendasi desain KKP yang potensial
dibentuk. Ide-ide ini berasal dari pembelajaran dari beberapa pemerintah daerah, perguruan
tinggi, lembaga penelitian, pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat, maupun kelompok
masyarakat lain yang berperan langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan,
pengelolaan, dan pemanfaatan KKP di Indonesia.
WWF-Indonesia mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KemenKP), khususnya Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut serta
lembaga Jurnal Pesisir dan Kelautan sebagai pihak yang telah bekerja sama untuk suksesnya
acara Simposium Nasional ini. Semoga prosiding ini dapat memberikan ilmu, informasi, dan
manfaat untuk para pemangku kepentingan yang berperan dalam pembentukan dan
pengelolaan KKP di Indonesia.
Jakarta, September 2017
Direktur Program Coral Triangle WWF-Indonesia
Wawan Ridwan
iii
Simposium Nasional
Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Susunan Kepanitiaan
Pengarah
Brahmantya Satyamurti Poerwadi - Direktur Dirjen Pengelolaan Ruang Laut
Penanggung Jawab
Andi Rusandi - Direktur Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut
Wawan Ridwan - Direktur Program Coral Triangle, WWF-Indonesia
Ketua
Amehr Hakim - Kepala Subdit Penataan Kawasan Konservasi
Anton Wijonarno - MPA for Fisheries Manager Coral Triangle, WWF-Indonesia
Sekertaris
M. Subhan Wattiheluw - Kepala Seksi Penataan Kawasan Konservasi Daerah
Agus Widayanto - Kepala Seksi Penataan Kawasan Konservasi Nasional
Christian Novia Ngesti Handayani - Marine Spatial Planning & Monitoring Senior Officer,
WWF Indonesia
Dwi Aryo Tjiptohandono - Marine & Fisheries Campaign Coordinator, WWF-Indonesia
Pelaksana
Muhamad Saefudin, Tendy Kuhaja, Ervien Julianto, Muschan Ashari, Leny Dwihastuti, Ririn
Widyastutik, Yusuf Arief Afandy, Pertiwi Aprianty, Fahrizal Ari Iwari, Hadi Yoga Dewanto,
Dinah Yunitawati, Akhmad Muharram, Hery Gunawan Daulay, Amkieltiela, Hana Ulinnuha,
Yoppy Endano, Lelyana Ramadhini, Navisa Nurbandika, Ninish Fajrina, Edy Setiawan, Nara
Wisesa, Roy Pangalila, Dewi Satriani, Desita Anggraeni, Fikri Firmansyah, Ignatia
Dyahapsari, Nara Wisesa, Adella Adiningtyas, Imanda Hikmat Pradana, Deti Triani, Hardie
Martua, Gracia Satya Widi, Arezka Ari Hatyanto, Imelda Theresia, Gladys Respati
2018
iv
Ucapan Terima Kasih
Panitia Simposium Nasional Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang membantu menyukseskan acara simposium nasional
dari awal hingga akhir. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kami
sampaikan kepada para pembicara kunci yaitu Bapak Andi Rusandi, Bapak Udhi Eko
Hernawan, Bapak Dasril, Bapak Ahman Kurniawan, Mr. Peter Mumby, Bapak Ngurah
Nyoman Wiadnyana, dan Bapak Wawan Ridwan.
Terima kasih kepada para penyunting yang telah membantu menelaah naskah, makalah dan
jurnal peserta Simposium Nasional. Terima kasih kami ucapkan kepada Yvonne Indrajati
Pattinaja, Aulia Riza Farhan, Fitryanti Pakiding, Imam Bachtiar, Moch. Nurhudah,
Zulhamsyah Imran, dan Estradivari.
Selanjutnya kami ucapkan terima kasih juga kepada para Moderator yang telah memandu
setiap paparan dalam Simposium Nasional ini. Ucapan Terima kasih kami ucapkan kepada
Anton Wijonarno, Mudatstsir, Taufik Alansar, Irfan Yulianto, Muhammad Subhan
Wattiheluw, Syamsul Bahri Lubis, Handoko Susanto, Imran Amin, Amehr Hakim, Agus
Widayanto, Saefudin, Firdaus Agung, Subianto, Ronny Megawanto, Sarmintohadi,
Sukendi, Ihsan Ramli, Rudyanto, dan Veda Santiaji.
Selain itu, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh institusi yang mendukung acara
Simposium Nasional ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Terima kasih kami
sampaikan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan khususnya Direktorat Jenderal
Pengelolaan Ruang Laut Direktorat Kawasan Konservasi dan Keanekaragaman Hayati
Laut (KKHL) serta Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan
(BRSDM-KP), Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(P2O-LIPI), UPTD Konservasi Penyu Kab. Pangumbahan, Dinas Kelautan dan
Perikanan Kota Pariaman, Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Institut Pertanian Bogor,
Universitas Mataram, Universitas Papua, WWF-Indonesia, University of Queensland,
Wildlife Conservation Society (WCS) Indonesia Program, RARE, The Nature
Conservancy (TNC) Indonesia, Coral Triangle Center (CTC), Conservation
International (CI) Indonesia, GIZ (Deutsche Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit) Indonesia dan OnTrack Media.
v
DAFTAR ISI Kata Sambutan ............................................................................................................... i Kata Pengantar ............................................................................................................... ii Susunan Kepanitiaan ...................................................................................................... iii Ucapan Terima Kasih ...................................................................................................... iv Daftar Isi ......................................................................................................................... v Ringkasan Eksekutif ....................................................................................................... xiv Abstrak Keynote Speaker Status, Ancaman, dan Konservasi Ekosistem Pesisir dan Keanekaragaman Hayati
Laut di Indonesia
Udhi Eko Hernawan – Peneliti Pertama PO2-LIPI .................................................................. 1
Pembelajaran Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Kota
Pariaman Provinsi Sumatera Barat
Dasril – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Pariaman ............................................... 2
Implementasi Pengelolaan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Dengan Memanfaatkan CSR (Coorporate Social Responsibility) di Taman Pesisir
Pantai Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi
Ahman Kurniawan - Kepala Balai Pengawasan dan Konservasi Sumber Daya Kelautan dan
Perikanan Wilayah Selatan Pangumbahan ........................................................................... 3
MPAs For Fisheries: From Policy to Implementation
Peter J. Mumby - Lecturer and Head of Marine Spatial Ecology Lab, University of
Queensland ...................................................................................................................... 4
Kawasan Konservasi Perairan : Investasi Cerdas Untuk Perlindungan
Keanekaragaman Hayati Laut dan Membangun Perikanan Indonesia
Wawan Ridwan – Direktur Program Coral Triangle WWF-Indonesia ........................................ 5
Membangun Sektor Maritim, Kelautan, dan Perikanan di Indonesia: Tantangan dan
Kesempatan
Andi Rusandi – Direktur Dit. KKHL-KepmenKP ..................................................................... 6
TOPIK 1. Manfaat Kawasan Konservasi Perairan 1.1 Dinamika Perubahan Budaya Masyarakat di Kawasan Konservasi Perairan:
Studi Kasus di Bentang Laut Kepala Burung Papua Joice Pangulimang, Fitryanti Pakiding, Michael Mascia, Louise Glew, Albertus Girik
Allo, Kezia Salloso, Fadli Zainuddin, dan Marjan Bato ................................................. 7
vi
1.2 Kontribusi Pengelolaan Akses Area Perikanan di Kawasan Konservasi Terhadap Sustainable Development Goal 14 “Kehidupan Bawah Laut”
Imanda Hikmat Pradana, Arwandrija Rukma, Handoko Adi Susanto, Galuh Sekar
Arum, dan Deti Triani .............................................................................................. 8 1.3 Keterkaitan Antara Sistem Zonasi dengan Dinamika Status Ekosistem
Terumbu Karang di Taman Nasional Wakatobi* Fikri Firmansyah, Adib Mustofa, Estradivari, Adrian Damora, Christian Handayani,
Gabby Ahmadia, Jill Harris, Amkietiela, Klaas J. Teule, Sugiyanta, Veda Santiadji,
Anton Wijonarno, dan Muhammad Yusuf .................................................................. 9 1.4 Rumah Belajar Sebagai Komponen Penting Konservasi Penyu Belimbing di
Distrik Abun Papua Barat Oleh: Alberto Y. T. Allo, Fitryanti Pakiding, Deasy Lontoh, Kartika Zohar, dan Sinus
Keroman .............................................................................................................................. 19
1.5 Manfaat Daerah Perlindungan Laut (DPBL): Kajian Terhadap Kelimpahan
Kerang di Padang Lamun
Sam Wouthuyzen dan Jonas Lorwens ................................................................................ 25 1.6 Manfaat Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Kecil (KKP3K) Pulau Koon
dan Perairan Sekitarnya Bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Hellen Nanlohy, Natelda Timisela, Ignatia Dyahapsari, dan Rizal ...................................... 26 1.7 Pengaruh Jenis Pekerjaan Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat di
Kawasan Konservasi Perairan Bentang Bentang Laut Kepala Burung Maya Paembonan, Fitryani Pakiding, Louise Glew, Michael Mascia, Dariani
Matualage, Yori Turu Toja, dan Albertus Girik Allo ............................................................. 27 1.8 Manfaat Kawasan Konservasi Mangrove di Pesisir Desa Bengkak
Kabupaten Banyuwangi Yanuar Rustrianto Buwono ................................................................................................. 28 1.9 Analisis Pengaruh Kawasan Konservasi Laut Terhadap Produksi Perikanan
Tangkap di Indonesia
Prabowo dan Widyono Soetjipto ......................................................................................... 29 1.10 Efektivitas Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau Bunaken Taman
Nasional Bunaken Provinsi Sulawesi Utara Joshian N.W. Schaduw ........................................................................................... 36 1.11 Strategi Pengelolaan Ekowisata Pesisir di Taman Nasional Baluran Dengan
Metode Multidimensional Scalling (Mds)* Nike I. Nuzula, Daniel M. Rosyid, dan Haryo D. Armono ............................................. 47 1.12 Kawasan Konservasi Perairan dan Pengentasan Kemiskinan: Dampak
Sosial Jangka Pendek di Bentang Laut Kepala Burung Papua Fitryanti Pakiding, Louise E. Glew, dan Michael Mascia .............................................. 55 1.13 Efektivitas Sub Zona Perlindungan Setasea di Kawasan Konservasi
Perairan TNP Laut Sawu, NTT* Mujiyanto, Riswanto, dan Adriani Sri Nastiti ....................................................................... 56
1.14 Membangun Desain Jejaring Kawasan Konservasi Perairan: Studi Kasus
Provinsi Maluku*
vii
Estradivari, Christian Novia N. Handayani, Dirga Daniel, dan Adib Mustofa ................... 68
1.15 Strategi Pengelolaan Taman Pulau Kecil Pulau Panjang, Kabupaten Jepara
Munasik, Rudhi Pribadi, Ita Riniatsih, Sri Rejeki, dan Sugiyanto ................................... 81
1.16 Ketahanan Pangan Masyarakat Pemilik Hak Sumber Daya Perairan di
Bentang Laut Kepala Burung Papua Dariani Matualage, Fitryanti Pakiding, Michael Mascia, Louise Glew, Yori Turu Toja,
Albertus Girik Allo, Kezia Salloso, Fadli Zainuddin, dan Marjan Bato ............................ 87
1.17 Konservasi Penyu Belimbing di Bentang Laut Kepala Burung Papua Melalui
Pemberdayaan Perekonomian Masyarakat Pemilik Pantai Peneluran Deasy Lontoh, Fitryanti Pakiding, dan Kartika Zohar ................................................... 88
1.18 Pemantauan Kesehatan Terumbu Karang Untuk Melihat Efektivitas
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Berbasis Zonasi di Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Evi Nurul Ihsan, Estradivari, Amkieltiela, La Hamid, Mulyadi, Purwanto, Dedi
Parenden, dan Juswono Budisetiawan ...................................................................... 89 1.19 DPL vs KKPD : Menguji Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi
(Telaah Kasus Kondisi Terumbu Karang Perairan Kabupaten Buton Pasca Coremap II)
Ma’ruf Kasim ......................................................................................................... 101 1.20 Dampak Kepmen KP Nomor KEP.59/MEN/2011 Tentang Penetapan Status
Perlindungan Terbatas Jenis Ikan Terubuk (Tenualosa macrura) Dalam Meningkatlan Populasi Ikan Terubuk di Provinsi Riau
Deni Efizon ............................................................................................................ 109 1.21 Tantangan Pengelolaan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Nusa Tenggara
Barat, Indonesia A. Boby Yefry Adi Rianto ......................................................................................... 110 1.22 Kajian Pembentukan Daerah Perlindungan Laut (DPL) Pulo Aceh,
Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh Munawar Khalil, Zulfikar, dan Muhammad Rusdi ........................................................ 111 TOPIK 2. Strategi Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 2.1 Model Sebaran Larva Karang di Kawasan Konservasi Taman Wisata
Perairan Kapoposang* Zulfikar Afandy, Ario Damar, Syamsul Bahri Agus, dan Budy Wiryawan ........................ 120 2.2 Lesson Learned Dalam Perencanaan Tata Ruang Kelautan di Ekoregion
Sunda Kecil Putu Oktavia, Uly Faoziyah, B. Kombaitan, Djoko Santoso Abi Suroso, Andi
Oetomo, dan Gede Suantika ............................................................................................... 134
2.3 Urgency on Shifting Fishing Ground From Coral Reef Fishery to Pelagic in
Selayar Lisda H. Hanaruddin, Jamaluddin Jompa, dan Peter J. Mumby ......................................... 149 2.4 EMC (Ecotourism and Mangrove Conservation): Strategi Inovatif Pelestarian
Hutan Mangrove Berbasis Ecotourism di Pulau Sapudi, Madura
viii
Bachtiar Rivai dan Syahlaini ............................................................................................... 150 2.5 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Provinsi Aceh
Berbasis Kearifan Lokal (Hukum Adat Laot) Marzuki dan TeukuMuttaqin Mansur ......................................................................... 157 2.6 Peran Kelembagaan Panglima Laot di Kota Sabang Dalam Mewujudkan
Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan* Baskoro Pakusadewo, Akhmad Solihin, dan Ernani Lubis ........................................... 167 2.7 Konsep Konservasi Berbasis Kawasan Dalam Rangka Pemulihan Populasi
Endemik Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni)* Abigail Mary Moore, Samliok Ndobe, dan Jamaluddin Jompa ........................................... 180
2.8 Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Baros Melalui Pertimbangan
Jasa Ekosistem Menurut Perspektif Masyarakat Pengguna Jasa* Mochammad Yenny, Boedi Hendrarto, dan Jafron W. Hidayat ..................................... 189
2.9 Pembelajaran Proses Harmonisasi Pengelolaan Kawasan Konservasi di
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tasrif Kartawijaya, Fajar Ardiyansyah, Adi Triana Mihardja, dan Hernawati ................... 196
2.10 Alternatif Rejim Pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu Dengan Pendekatan Pembayaran Jasa Ekosistem (Payment For Ecosystem Services – PES)
Studi Kasus Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Sukabumi
Leny Dwihastuty, Luky Adrianto, dan Fredinan Yulianda ............................................. 197
2.11 Pemanfaatan Kearifan Lokal Sasi Dalam Sistem Zonasi Kawasan Konservasi Perairan di Raja Ampat Paulus Boli ............................................................................................................ 198
2.12 Strategi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Indrapurwa Lhok
Peukan Bada Berbasis Hukum Adat Laot Rika Astuti ............................................................................................................. 205 2.13 Pemodelan Perilaku Nelayan Pada Program Konservasi Penyu di Taman
Nasional Karimunjawa Susi Sumaryati dan Kuswadi ................................................................................... 217 2.14 Dukungan Kearifan Lokal “Hoholok/Papadak” Dalam Pengelolaan TNP Laut
Sawu Berbasis Masyarakat di Kabupaten Rote Ndao, NTT Rahmad Hidayat, Ikram M. Sangadji, dan Imam Fauzi ................................................ 225 2.15 Analisis Zonasi Sembilan Kawasan Konservasi Perairan Daerah di Provinsi
Sulawesi Tenggara* Desita Anggraeni, Christian Novia N.H., Dirga Daniel, Agus Wahyudi, Tarlan
Subarno, Zulfikar Afandy, Dyah Rahmatika, Fikri Firmansyah, dan Estradivari ............... 236 2.16 Identifikasi Kemunculan Hiu Karang di Perairan Meko Dalam Mendukung
Upaya Pengelolaan di KKPD Flores Timur Ranny Ramadhani Yunaeni dan Casandra Tania ....................................................... 246
ix
2.17 Membangun Jejaring Kawasan Konservasi Perairan di Bird’s Head Seascape – (BHS) Papua: Konektivitas Migrasi Spesies dan Genetik*
Roni Bawole dan Rony Megawanto .......................................................................... 247 2.18 Protokol Kajian Cepat: Perangkat Pengumpulan Informasi Sosio-Ekologi
Untuk Survei Dengan Waktu dan Aksesibilitas Terbatas Nara Wisesa, Estradivari, Christian Novia N. Handayani, Ignatia Dyahapsari, Adrian
Damora, Amkieltiela, dan Louise Glew ...................................................................... 260 2.19 Melawan Destructive Fishing, Menumbuhkan Usaha Keramba Belajar dari
Nelayan Pulau Bontosua Kep. Spermonde, Sulawesi Selatan Munsi Lampe ......................................................................................................... 261 2.20 Identifikasi Lokasi Prioritas Konservasi di Indonesia Berdasarkan
Konektivitas Darat-Laut* Christian Novia N. Handayani, Estradivari, Dirga Daniel, Oki Hadian, Khairil Fahmi
Faisal, Dicky Sucipto, dan Puteri Maulida .................................................................. 262 2.21 Pengelolaan Sumber Daya Laut Berbasis Kearifan Lokal di Kawasan
Konservasi Pulai Kei Kabupaten Maluku Tenggara* Natelda R. Timisela, Hellen Nanlohy, Estradivari, Ignatia Dyahapsari, dan Rizal ............ 281 2.22 Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Berbasis Kearifan
Lokal di Teluk Mayalibit Kabupaten Raja Ampat Endang Gunaisah, Yazid Bin Saleh, dan Nasir Bin Nayan ........................................... 297 2.23 Upaya Pengelolaan Pesisir dan Laut Berkelanjutan Melalui Pendidikan
Konservasi Sejak Dini di Pulau Pari, Kepulauan Seribu* Sarah Rosemary Megumi Wouthuyzen, Nurdien Harry Kistanto, dan Agus Hartoko ....... 309 2.24 Model Integrasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Status
Pengelolaan Perikanan: Kasus Taman Pulau Kecil Kei Kecil* James Abrahamsz, Tofik Alansar, Taufik Abdillah, Marvin M. Makailipessy, dan
Mozart Thenu ........................................................................................................ 323 2.25 Pengaruh Kepemimpinan Lingkungan (Environmental Leadership) dan
Kawasan Warisan Geologi Gumuk Pasir Pesisir Parangtritis Mega Dharma Putra, Etik Siswanti, Theresia Retno Wulan, Edwin Maulana, Farid
Ibrahim, Anggara Setyabawana Putra, Dwi Sri Wahyuningsih, Fajrun Wahidil
Muharram, Gianova Andika Putri, dan Bernike Hendrastuti ......................................... 339 3.2 Status Keberlanjutan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Pasca Penetapan
Kawasan Konservasi Perairan di Pulau Koon dan Sekitarnya Adrian Damora, Aliana Nafsal, dan Taufik Abdillah ..................................................... 349
Kemampuan Kognitif (Cognitive Ability) Tentang Kelautan dan Perikanan Terhadap Kemampuan Pegawai Dalam Pengambilan Keputusan (Decision Making). Sebuah Studi Expost Facto terhadap Pegawai Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam Pengelolaan Sustainable Fisheries (2017)
TOPIK 3. Status dan ancaman Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau kecil 3.1 Aplikasi DPSIR Framework Berbasis Spasial Pada Degradasi Lahan di
Simon Boyke Sinaga, I Made Putrawan, Nadiroh………………………………………........ 329
x
3.3 Status Pemutihan Karang Akibat Meningkatnya Suhu Permukaan Air Laut di Indonesia Tahun 2016
Firdaus Agung, Derta Prabuning, Yvonne Pattinaja, Hadi Yoga, Novi Setyo, Beginer
Subhan, Permana Yudiarso, Muhamad Abrar, dan Rizya Ardiwidjaya ........................... 350 3.4 Strategi Pengelolaan Wisata Bahari Minat Khusus Hiu Paus (Rhincodon
typus) dan Daya Dukung Kawasan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih Kabupaten Nabire Indonesia
Donny Juliandri Prihadi, Aris Nuryana, Walim Lili, dan Evi Nurul Ihsan ............................. 359
3.5 Analisis Perubahan dan Strategi Pengelolaan Kawasan Hutan Mangrove di
Taman Nasional Gunung Palung, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat*
Nurul Ihsan Fawzi ................................................................................................................ 369 3.6 Upaya Perlindungan Hiu (Apendiks II CITES) di Timur Indonesia Arief Reze Fahlevi dan Zarlin Rikola ......................................................................... 380 3.7 Pemantauan Partisipatif Kondisi, Ancaman, dan Persepsi Masyarakat
Terhadap Cetacean di Perairan Pantai Wawaran dan Tawang Pacitan Nurul Kusuma Dewi ................................................................................................ 386 3.8 Mengurangi Resiko Pencemaran Air Laut Akibat Pembuangan Air Pendingin
Mesin Diesel Kapal Nelayan di Wakatobi Ari Kuncoro, Mamuri, dan Susilo Wisnugroho ............................................................ 387 3.9 Kajian Potensi Biofisik TWP Selat Tiworo Al Furkan, Muh. Hamsir Lasikada, dan Fajar Izas ....................................................... 395 3.10 Perilaku Masyarakat Lokal Kampung Menawi Terhadap Rusaknya Terumbu
Karang di Perairan Teluk Samiri, Kabupaten Yapen Dolfina Lea Ansanay dan Zhelvyanie .................................................................................. 396
3.11 Identifikasi Ancaman Terhadap Kawasan Konservasi Perairan Taman
Wisata Perairan Laut Banda, Pulau Hatta, dan Pulau Ay Julham MS Pelupessy, Iqbal S. Gultom, Adil M. Firdaus, dan Jimmi RP Tampubolon ..... 407
3.12 Ancaman Kerusakan Habitat Lamun di Pulau Wangi-Wangi, Wakatobi
Nanda Radhitia Prasetiawan ................................................................................... 422
3.13 Status dan Ancaman Terhadap Mikrohabitat Ikan Endemik Terancam Punah
Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni)* Samliok Ndobe, Jamaluddin Jompa, dan Abigail Mary Moore ...................................... 431 3.14 Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Pulau Nusa Manu dan Nusa Leun
untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah Ilham Marasabessy, Achmad Fahrudin, Zulhamsyah Imran, dan Syamsul Bahri
Agus ..................................................................................................................... 439
3.15 Analisis Spatial Identifikasi Lokasi Kawasan Konservasi Perairan yang Ideal
di Kota Tual, Provinsi Maluku* Taufik Abdillah, Christian Novia N. Handayani, dan Dirga Daniel .................................. 454 3.16 Studi Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang di Kawasan Wisata Bahari
Pulau Liukang Loe Kabupaten Bulukumba
xi
Nirwan, Muhammad Syahdan, dan Dafiuddin Salim ................................................... 462 3.17 Status Kondisi Sosial, Pemanfaatan Sumber Daya Laut dan Habitat Pesisir
di Teluk Sawai Ignatia Dyahapsari, Fikri Firmansyah, dan Nara Wisesa .............................................. 476 3.18 Pemanfaatan Citra Landsat untuk Upaya Konservasi Pulau-pulau Kecil dan
Terluar, Studi Kasus: Pulau Tikus, Bengkulu Adhitya Wisnu Nugraha, Angela Dini Anandathassa, dan Anindya Wirasatriya .............. 486 3.19 Pemodelan Numerik Sebaran Do Estuari Wonorejo, Surabaya dan
Dampaknya Terhadap Ekosistem Perairan Estuari Wazirotus Sakinah dan Suntoyo .............................................................................. 494 3.20 Evaluasi Konservasi Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Goa Cemara
Sebagai Entitas Ekosistem Pesisir Dengan Analisis CASM* Bernike Hendrastuti, Theresia Retno Wulan, Edwin Maulana, Farid Ibrahim, Mega
Dharma Putra, Fajrun Wahidil Muharram, Dwi Sri Wahyuningsih, dan Gianova
Anfika Putri ............................................................................................................ 502 3.21 Status Ekosistem Terumbu Karang Kawasan Konservasi Perairan di
Bentang Laut Sunda Banda Amkieltiela, Fikri Firmansyah, dan Estradivari ............................................................ 510 3.22 Kesehatan Terumbu Karang Taman Nasional Komodo Jensi Sartin, Khaifin, Amkieltiela, Andi Kefi, dan Jackson Benu .................................... 520 3.23 Daya Dukung Fisik Kunjungan Wisatawan ke Poncan Marine Resort, Pulau
Poncan Gadang Kota Sibolga Hamzah Lubis ........................................................................................................ 521 3.24 Karakteristik Populasi Hiu Paus dan Pola Perilaku Tinggalnya di Pantai
Botubarani, Bone Bolango, Gorontalo* Kris Handoko, R. Andry Indryasworo Sukmoputro, Mahardika R. Himawan, dan
Casandra Tania ..................................................................................................... 522 3.25 Status Pemutihan Karang di Karangasem Bali dan di Gili Matra Nusa
Tenggara Barat Ayub, Permana Yudiarso, Nirmaya, I Made Jaya Ratha, I Made Dharma Jaya
Aryawan, dan Derta Prabuning ................................................................................ 529 POSTER 4.1 Sistem Pengetahuan Lokal Masyarakat Nelayan Suku Bajo Kabupaten Bone
Terhadap Konservasi Ekosistem Pesisir Dalam Perspektif Etnografi Muhammad Ansarullah S. Tabbu ............................................................................. 538 4.2 Studi Awal Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Laut Menggunakan
Pendekatan Resiliensi Sosial-Ekologi Terumbu Karang dan Spatial System Dynamics: Studi Kasus KKPD Pulo Pasi Gusung, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan
Suryo Kusumo, Luky Adrianto, Mennofatria Boer, dan Suharsono .................................... 548
4.3 Egek, (Konservasi) yang Membangunkan Malaumkarta
Wiwit Handayani, Jaquolina Ania Kusaly, dan Arief Reza Fahlevi ..................................... 563
xii
4.4 Pengelolaan Berbasis Kearifan Lokal (Sasi) di Kawasan Konservasi
Perairan Pulau Koon dan Pulai Neiden Rizal ..................................................................................................................... 571 4.5 Penilaian Kesesuaian Lahan Pada Kawasan Konservasi Mangrove Baros
Muara Sungai Opak Sebagai Pencadangan Taman Pesisir di Kabupaten Bantul
Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Lutfi Gita Iriani, Theresia Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana, Dwi Sri Wahyuningsih, Fajrun Wahidil Muharram, Gianova
Andika Putri, Bernike Hendrastuti, Taufik Walinono, dan Wico Nandityanta Mulia .......... 579 4.6 Strategi Ekofeminisme Dalam Konservasi Perairan Pesisir Indonesia yang
Berkelanjutan Nova Scorviana H. dan Shahibah Yuliani ........................................................................... 586
4.7 Wanamina, Upaya Pengoptimalan Kawasan Konservasi Mangrove Sebagai
Lahan Budidaya Udang (Litopenaeus vannamei) di Parigi, Pangandaran Siti Rahmania Sari, Ikfa Permatasari, dan Baihaqi Wisnumurti Wiharno ........................ 592
4.8 Strategi Pengelolaan Wisata Bahari Berbasis Konservasi Penyu di KKP3K
Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya Meriussoni Zai dan Nofri Yani .................................................................................. 597
4.9 Urgensi Data Spasial Resolusi Tinggi untuk Konservasi Kawasan
Kepesisiran (Studi Kasus: Pemotretan Udara Kawasan Desa Parangtritis, Kabupaten Bantul, DIY)
Theresia Retno Wulan, Guridno Bintar Saputro, Mone Iye Cornelia Marchiavelli,
Edwin Maulana, dan Anggara Setyabawana Putra ..................................................... 605 4.10 Keberadaan Penyu Serta Upaya Konservasi dan Zonasi di Pantai Paloh,
Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat Dinda Rizky dan Johannes Riter .............................................................................. 614
4.11 Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Laut di KP3K Kei Kecil dan
Sekitarnya Rafika Puspita Army dan Rizal ................................................................................. 623 4.12 Pemodelan Numerik Sebaran Do Estuari Wonorejo, Surabaya dan
Dampaknya Terhadap Ekosistem Perairan Estuari Wazirotus Sakinah dan Suntoyo .............................................................................. 629 4.13 Status Populasi Sumber Daya Kima (Bivalvia, Cardiidae, Tridacninae) di
Perairan Taman Nasional Wakatobi Muhammad Nur Findra, Isdrajad Setyobudiandi, Nurlisa A. Butet, dan Dedy Duryadi
Solihin .................................................................................................................. 637 4.14 Studi Pola Pemanfaatan Sumber Daya Laut di Taman Nasional
Karimunjawa Puji Prihatinningsih, Raymond Jacob, dan Yusuf Syaifuddin ........................................ 646 4.15 Raja Ampat Sebagai No Take Zone Perikanan Hiu di Wilayah Indonesia
Timur Gulam Arafat ......................................................................................................... 653
xiii
4.16 Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu
Ratri Cahyani, Kutriyani, Agathis Noor L., Vivi Yuliana, Bondan Wisnuaji, Fitrian
Hana, dan Sri Lestari .............................................................................................. 660 Profil Reviewer ................................................................................................................ 670 Profil Pembicara kunci .................................................................................................... 673 Profil Presenter Terbaik .................................................................................................. 676 Profil Organisasi Penyelenggara ..................................................................................... 677 *Makalah ini dipublikasikan dalam Coastal and Ocean Journal No 1 Vol 2 (2017). Makalah yang disajikan dalam prosiding ini merupakan Salinan dari jurnal tersebut.
xiv
RINGKASAN EKSEKUTIF
PENDAHULUAN Kekayaan laut Indonesia harus bisa bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Namun
pemanfaatan sumber daya laut harus memperhatikan aspek berkelanjutan agar bisa terus
dimanfaatkan antar generasi. Meski saat ini sebagian besar sumber daya laut mendapat
tekanan, namun upaya pelestarian dan perlindungan juga semakin intensif didorongkan oleh
pemerintah, mitra dan masyarakat. Sejalan dengan 30 tahun pembentukan Kawasan
Konservasi di Indonesia, diperlukan strategi untuk mengoptimalkan efektivitas
pengelolaannya agar dapat memaksimalkan manfaat perlindungan keanekaragaman hayati
dan mendorong perikanan berkelanjutan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan dan WWF-Indonesia, serta bekerjasama
dengan Jurnal Pesisir dan Kelautan menyelenggarakan Simposium Nasional Konservasi
Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Auditorium Gedung Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Jakarta, pada tanggal 9-10 Mei 2017. Simposium yang bertema “Konservasi
perairan untuk perlindungan keanekaragaman hayati dan perikanan berkelanjutan” memiliki
tujuan untuk mengupas pembelajaran dan hasil nyata dari pembentukan, manfaat dan strategi
pengelolaan konservasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.
Foto bersama dengan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Bapak Brahmantya Satyamurti Poerwadi, 2017
Simposium ini dihadiri oleh tujuh pembicara kunci dan sekitar 200 peserta dari
berbagai penjuru nusantara yang merupakan perwakilan pemerintah, pengelola kawasan
konservasi, akademisi, dan LSM. Sebanyak 102 (oral dan poster) pemakalah
mempresentasikan hasil penelitiannya secara paralel. Simposium ini dibagi menjadi tiga
simposia dengan topik sebagai berikut:
xv
Topik 1. Manfaat Kawasan Konservasi Perairan
Makalah yang disajikan dalam topik ini adalah berbagai pembelajaran dari lapangan
mengenai manfaat ekologi, sosial, ekonomi maupun budaya yang dirasakan oleh masyarakat
sebagai dampak dari adanya kawasan lindung pesisir dan perairan di wilayahnya. Kawasan
lindung di sini tidak terbatas pada kawasan konservasi perairan yang disahkan oleh
pemerintah, tetapi juga kawasan lindung secara tradisional yang dimiliki oleh masyarakat
secara turun temurun.
Topik 2. Strategi Konservasi Perairan dan Pulau-pulau Kecil
Makalah yang dipresentasikan dalam topik ini adalah berbagai penelitian atau pembelajaran
mengenai strategi pengelolaan KKP dan perikanan. Selain itu topik ini juga membahas
pemanfaatan ilmu pengetahuan dalam pembuatan desain KKP maupun pengelolaan sumber
daya perikanan dalam KKP.
Topik 3. Status dan ancaman Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau kecil
Makalah yang disajikan dalam topik ini mengenai berbagai informasi terbaru mengenai status
ekosistem pesisir di berbagai lokasi di Indonesia, dampak dari aktivitas manusia terhadap
kondisi ekologi dan sosial serta dampak perubahan iklim terhadap kondisi ekologi.
RINGKASAN SIMPOSIUM
Laut Indonesia kaya, namun terancam
Laut Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati laut dunia, namun sumber
daya lautnya terancam oleh pembangunan wilayah pesisir, aktivitas perikanan
merusak, pencemaran laut, sedimentasi, dan perubahan iklim global. Hernawan
(2017, hal 1) menyatakan status kondisi kesehatan lamun di Indonesia per tahun 2015
adalah 13,29% untuk kategori sehat (persentase tutupan ≥ 60%), 72,49% untuk
kategori kurang sehat (persentase tutupan antara 30%-59,9%) dan 14,22% untuk
kategori tidak sehat (persentase tutupan ≤ 29,9%). Lebih lanjut, status kesehatan
ekosistem terumbu karang per tahun 2015 adalah 5% untuk kategori sangat baik
(tutupan karang keras ≥ 75%), 27% untuk kategori baik (tutupan karang keras antara
50%-74,9%), 38% untuk kategori sedang (tutupan karang keras antara 25%-49,9%)
dan 30% untuk kategori buruk (tutupan karang keras < 25%).
Di kawasan Bentang Laut Sunda Banda, melalui pendataan ekologi di delapan KKP,
diketahui bahwa rerata tutupan karang keras adalah 32,2% ± 0,9%, rerata kelimpahan
16 famili ikan mencapai 3.951 ± 264 ind/ha dan rerata biomassa 16 famili ikan sebesar
985,3 ± 224,5 kg/ha. Selain karang keras, substrat dasar didominasi oleh tingginya
persentase tutupan pecahan karang (rubble) yaitu sebesar 15,2%. Pecahan karang
merupakan substrat yang tidak stabil dan bukan merupakan substrat yang ideal untuk
rekrutmen karang (Amkieltiela et al., 2017, hal 510)
Fenomena pemutihan karang secara massal pernah terjadi beberapa kali dalam
beberapa dekade belakangan. Di tahun 2016, ekosistem terumbu karang Indonesia
kembali terancam oleh pemutihan karang massal akibat dari peningkatan suhu
permukaan laut. Dari 21 provinsi yang diamati, pemutihan karang terjadi di 20 provinsi
dengan berbagai variasi dampak. Provinsi Papua Barat merupakan provinsi yang
dilaporkan tidak terjadi pemutihan karang (Agung et al., 2017, hal 350).
xvi
Status Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia (KKP)
Hingga Desember 2016, Indonesia memiliki 166 KKP dengan total luasan mencapai 17,98
juta hektar. Dari 166 KKP, 124 (75%) diantaranya memiliki tipe Kawasan Konservasi Perairan
Daerah dengan total luasan mencapai 7,9 juta hektar. Sebanyak 19,3% (32) KKP dikelola
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan 80,7% (134) KKP dikelola oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
KKP yang dikelola jangka panjang dan secara efektif, bisa memberikan manfaat positif
untuk masyarakat dan lingkungan
KKP dipercaya dapat memberikan berbagai manfaat untuk masyarakat dan lingkungan.
Namun manfaat positif ini sangat beragam dari aspek waktu dan lokasi (Pakiding et al., 2017,
hal 55), sangat tergantung dari berbagai faktor seperti usia KKP, jenis kegiatan pengelolaan
yang dijalankan, karakteristik masyarakat, jenis pemanfaatan dan intensitas yang terjadi, dll.
Untuk itu, diperlukan pemantauan secara berkala untuk menilai perubahan ekologi dan sosial-
ekonomi yang terjadi akibat dari pembentukan KKP.
Dalam tujuh tahun pengelolaan Taman Nasional Wakatobi (2009-2016), terjadi
peningkatan biomassa dan kelimpahan ikan fungsional (yaitu ikan yang memiliki fungsi
ekologis terdiri dari famili Acanthuridae, Scaridae, dan Siganidae) hingga 3x lebih
tinggi dari data awal (T0). Peningkatan biomassa dan kelimpahan ikan fungsional
terjadi lebih tinggi di zona larang ambil daripada di zona pemanfaatan. Selain itu,
pengelolaan kawasan yang efektif dapat menurunkan tutupan pecahan karang
(rubble) secara signifikan (Firmansyah et al., 2017, hal 9).
Pendirian Daerah Perlindungan Laut di Pulau Pari berdampak pada peningkatan
populasi kerang kere (Gafrarium tumindum) hingga 5,8x dalam 5 tahun (2013-2017).
Kerang muda yang berukuran kecil juga lebih sering ditemukan di dalam DPL
(Wouthuyzen & Lorwens, 2017, hal 25)
Dalam studi kasus di tiga KKP di Bentang Laut Kepala Burung, yaitu Kawasan
Kawasan Konservasi Laut Raja Ampat (diwakili oleh Teluk Mayalibit dan Selat
Dampier), Kawasan Konservasi Laut Kaimana dan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih diketahui bahwa jenis pekerjaan memiliki dampak yang signifikan
terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga. Keluarga dengan penghasilan utama
melaut memiliki tingkat kesejahteraan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan
keluarga dengan sumber penghasilan bertani (Paembonan et al., 2017, hal 27)
Melalui kampanye “Fish forever” di beberapa KKPD di Indonesia, terjadi peningkatan
kesadaran nelayan (dari 26,2% ke 61,3%) mengenai kepatuhan terhadap regulasi
yang berlaku di zona larang ambil, penurunan jumlah kapal (dari 4,3 kapal/hari ke 1,7
kapal/hari) yang menangkap ikan di dalam zona larang ambil, peningkatan Catch Per
Unit Effort (CPUE/Tangkapan per Unit Upaya) dari 1,64 kg/jam menjadi 4,9 kg/jam di
Teluk Mayalibit, dan peningkatan rerata tutupan karang keras (dari 33% ke 37%)
(Pradana et al., 2017, hal 8)
Pembentukan KKP dapat menimbulkan dampak sosial-ekonomi jangka pendek dan hal
ini harus diantisipasi dalam rencana pengelolaan kawasan
Meski belum banyak diteliti, namun diketahui bahwa pembentukan KKP dapat merelokasi
daerah penangkapan ikan nelayan dan/atau membatasi akses masyarakat terhadap sumber
daya laut. Hal ini dapat mengakibatkan dampak sosial-ekonomi jangka pendek, melalui konflik
xvii
sosial, penurunan tangkapan, rendahnya dukungan masyarakat dalam pengelolaan, dll.
Kemungkinan dampak ini perlu diketahui dan dimitigasi oleh pengelola dalam rencana
pengelolaan kawasan, agar tidak menghambat upaya jangka panjang KKP dalam melindungi
keanekaragaman hayati serta meningkatkan perikanan di dalam dan di sekitar KKP.
Berdasarkan kajian di delapan KKPD di Bentang Laut Kepala Burung, dalam rentang
dua hingga empat tahun pengelolaan KKPD, masyarakat yang memiliki hak
pengelolaan sumber daya perairan yang lebih tinggi cenderung memiliki status
ketahanan pangan yang rendah, kecuali di KKPD Teluk Mayalibit dan Misool Selatan.
Pengelolaan keuangan yang tidak efektif diperkirakan menjadi penyebabnya.
Masyarakat yang memiliki hak pengelolaan sumberdaya biasanya menggunakan
uangnya untuk keperluan lain selain pangan (Matualage et al., 2017, hal 87).
• Keterkaitan emosi masyarakat (yaitu hubungan emosional antara seseorang dengan
KKP di tempat tinggalnya) di delapan KKPD di Bentang Laut Kepala Burung
cenderung menurun. Pengetahuan tentang lingkungan, lama bermukim dan jenis
pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan keterikatan emosi masyarakat di
BLKB terhadap lingkungan lautnya (Pangulimang et al., 2017, hal 7). Kemungkinan
besar hal ini terkait dengan perubahan ekonomi masyarakat dan kependudukan yang
terjadi secara luas di BLKB beberapa tahun terakhir (Ahmadia et al., 2016).
Pergeseran lokasi penangkapan ikan karang di Kabupaten Selayar yang semakin jauh
dari daratan mengakibatkan penurunan estimasi total tangkapan tahunan masyarakat
dari tahun 2011 ke 2015 (Hanaruddin et al., 2017, hal 149).
Di KKPD Pulau Koon dan sekitarnya, CPUE dari famili Nemipteridae, Scaridae,
Latidae dan Lethrinidae mengalami peningkatan pada periode 2012-2015, namun
kemudian menurun di tahun 2016. Sementara CPUE famili Serranidae, Caesionidae,
Carangidae, dan Lutjanidae cenderung mengalami penurunan pada periode 2012-
2016. Penurunan CPUE ini diperkirakan berkaitan dengan penguatan pengelolaan
lokal yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah setempat sehingga aktivitas
penangkapan ikan di zona-zona tertentu menjadi terbatas. Bila upaya pengelolaan
kawasan semakin diefektifkan, maka berdasarkan pemodelan Kobe Plot, KKP Koon
dan sekitarnya yang dikelola efektif dapat mengembalikan stok kerapu macan, lencam
dan kakatua, dalam durasi 4-8 tahun ke depan (Damora et al., 2017, hal 349).
Membangun jejaring KKP merupakan langkah solutif untuk meningkatkan manfaat tiap
KKP di kawasan regional yang lebih luas
KemenKP melihat pentingnya membangun jejaring KKP untuk meningkatkan manfaat tiap
KKP disaat sumber daya yang tersedia terbatas. Oleh karena itu, KemenKP mengeluarkan
peraturan menteri No. 13 tahun 2014 mengenai Jejaring KKP agar para pemerintah provinsi
bisa segera bersinergi untuk membentuk jejaring KKP di kawasannya. Hingga tahun 2017,
pembentukan jejaring KKP baru dalam tahap inisiasi, oleh karena itu pembelajaran yang
tersedia baru sebatas mengenai pembuatan desain jejaring KKP.
Estradivari et al. (2017, hal 68) menggunakan metode 3K, yaitu Keterwakilan,
Keterulangan dan Konektivitas untuk mendesain jejaring KKP di Provinsi Maluku.
Metode ini digunakan untuk melihat gap konservasi di kawasan regional/provinsi dan
memberikan masukan ilmiah untuk para pengambil kebijakan untuk membangun
jejaring KKP yang dapat memberikan manfaat untuk lingkungan dan perikanan.
Metode ini cukup fleksibel digunakan ketika data setingkat regional tidak banyak
xviii
tersedia dan telah digunakan dalam mendesain jejaring KKP lainnya di Bentang Laut
Sunda Kecil, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kepulauan Riau dan Sumatra bagian Barat.
Jejaring KKP di Bentang Laut Kepala Burung dibangun berdasarkan konektivitas
biofisik, seperti pola migrasi beberapa spesies karismatik terancam punah yaitu penyu,
hiu, setasea, pari manta dan dugong; pergerakan larva planktonik; dan keterkaitan
antar ekosistem pesisir yaitu terumbu karang, mangrove dan padang lamun (Bawole
& Megawanto, 2017, hal 247).
Informasi konektivitas larva di Indonesia dapat memperkuat desain KKP yang lebih baik
Konektivitas merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan KKP
dalam melindungi keanekaragaman hayati laut dan mendorong perikanan. Namun penelitian
konektivitas larva belum banyak dilakukan karena kurangnya data yang tersedia.
Desain zonasi di sembilan KKPD di Provinsi Sulawesi Tenggara dibangun melalui
pemodelan konektivitas larva ikan dan pemodelan ukuran zona inti ideal, dan
dikombinasikan dengan analisa spasial menggunakan MARXAN. Penggunaan
pemodelan ini dapat memberikan masukan untuk para pengambil keputusan dalam
menentukan zonasi dalam KKPD yang dapat memberikan manfaat perikanan secara
optimal untuk masyarakat di dalam dan di sekitar KKPD (Anggraeni et al., 2017, hal
236).
Pola konektivitas sebaran larva karang di Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang
dibangun berdasarkan pemodelan hidrodinamika untuk mengetahui lokasi source,
sink dan local retention larva karang. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi
daerah-daerah baru yang penting untuk dilindungi (Afandy et al., 2017, hal 120).
Integrasi kearifan lokal dapat meningkatkan keberhasilan pengelolaan KKP
Sesuai dengan Peraturan No. 60 tahun 2007 mengenai perlindungan sumber daya ikan,
kearifan lokal merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam
melakukan konservasi sumber daya ikan. Bagian ini akan menjabarkan beberapa upaya
integrasi kearifan lokal ke dalam pengelolaan KKP.
Panglima laot merupakan kelembagaan lokal di Aceh yang telah ada lebih dari 400
tahun. Pelibatan lembaga/masyarakat adat ini ke dalam pengelolaan KKPD mutlak
diperlukan karena lembaga ini mempunyai hak, antara lain: (a) akses terhadap
bagian perairan pesisir yang sudah diberi izin; (b) mengusulkan wilayah
penangkapan ikan secara tradisional; (c) mengusulkan wilayah masyarakat
hukum adat; dan (d) melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya pesisir
berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-
undang. Peraturan yang ditetapkan oleh Panglima Laot ini merupakan perwujudan dari
pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dengan menerapkan sistem kolaborasi
antara pemerintah dan masyarakat lokal (Marzuki & Mansur, 2017, hal 157;
Pakusadewo et al., 2017, hal 167).
Pengelolaan sumber daya laut dengan sistem sasi masih dijumpai hampir di seluruh
kampung di Kabupaten Raja Ampat dengan nama lokal kabus dan samson. Jenis
sasi yang berlaku umumnya berdasarkan pada aspek lokasi, jenis komoditas,
pelaksana upacara, waktu buka-tutup, pengaruh musim angin dan kepemilikan ulayat.
Di Kabupaten Raja Ampat, telah terjadi adopsi kearifan lokal sasi khususnya dalam
sistem zonasi melalui pembentukan (1) Zona Ketahanan Pangan dan Wisata Bahari
dan (2) Zona Sasi (Boli, 2017, hal 198).
xix
Penerapan kearifan lokal Hoholok/Papadak dalam pengelolaan TWP Laut Sawu di
Provinsi Nusa Tenggara Timur didukung oleh berbagai pihak termasuk masyarakat.
Integrasi kearifan lokal ini didasari oleh adanya kerusakan ekosistem terumbu karang
dan mangrove akibat aktivitas penangkapan ikan yang merusak. Bentuk komitmen
bersama dari integrasi kearifan lokal ini berupa peraturan dan sanksi adat bagi
masyarakat yang melanggar aturan adat, penguatan kelembagaan adat,
pengembangan pengawasan berbasis masyarakat, serta peningkatan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan (Hidayat et al., 2017, hal 225).
Timisela et al. (2017, hal 281) mengungkapkan bahwa strategi pengelolaan KKPD Kei
Kecil perlu mengintegrasikan berbagai kearifan lokal yang sudah ada secara turun
temurun seperti budaya sasi laut, budaya makan bersama, penangkapan ikan secara
tradisional dan penggunaan alat tangkap ramah lingkungan.
Pemberdayaan masyarakat dan pendidikan lingkungan sejak dini dapat meningkatkan
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan KKP
Pelibatan masyarakat melalui Kelompok Pecinta Mangove (KPM) di Pulau Sapudi,
Madura sangat bermanfaat untuk membantu perlindungan, pelestarian dan
pemanfaatan mangrove secara berkelanjutan. Selain itu, melalui pembentukan
Learning Center Mangrove (LCM) yang dikelola oleh KPM dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat sekitar (dari 10% sebelum dilakukan sosialisasi menjadi 75%
setelah sosialisasi) akan pentingnya ekosistem mangrove (Rivai & Syahlaini, 2017, hal
150).
Rumah belajar merupakan komponen penting dalam upaya konservasi penyu
belimbing. Studi kasus di Distrik Abun, Provinsi Papua Barat menunjukkan bahwa
anak didik memperlihatkan kemampuan membaca meningkat 10,23% , menulis
10,23% dan berhitung 7,95% dalam satu tahun. Selain itu anak didik ini juga
memperlihatkan peningkatan kesadaran dalam konservasi penyu belimbing (Allo et
al., 2017, hal 19).
Berdasarkan studi kasus di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Wouthuyzen et al. (2017,
hal 309) mengungkapkan bahwa penerapan pendidikan konservasi sumber daya
hayati dan pesisir pada anak usia 8-9 tahun dapat secara efektif meningkatkan
pengetahuan dan sikap mereka dalam upaya konservasi. Para murid ini diharapkan
dapat menjadi agen perubahan untuk masyarakat di sekitarnya seiring mereka tumbuh
dewasa.
TANTANGAN IMPLEMENTASI KONSERVASI PERAIRAN Berdasarkan Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, tanggung
jawab untuk konservasi dan pengelolaan sumber daya laut diambil alih oleh pemerintah
nasional atau provinsi, dari sebelumnya di bawah tanggung jawab pemerintah kabupaten. Hal
ini mengakibatkan implementasi pengelolaan kawasan dan sumber daya kelautan berjalan
lambat karena adanya ketimpangan dalam proses transfer kewenangan khususnya terkait
tata kelola, penegakan hukum dan pembiayaan kawasan konservasi. Salah satu akibat dari
tantangan ini adalah masih rendahnya jumlah KKP yang “efektif” – yaitu yang memiliki
perangkat pengelolaan secara komplit dan KKP dapat berjalan secara mandiri, sehingga KKP
yang ada belum bisa memberikan manfaat secara maksimal dalam melindungi
keanekaragaman hayati laut dan mendorongkan pemanfaatan sumber daya secara lestari.
xx
Tantangan lainnya dalam implementasi pengelolaan kawasan dan sumber daya laut
adalah terpisahnya tata ruang nasional antara darat dan laut. Hal ini seringkali mengakibatkan
tidak sinkronnya pembagian ruang darat dan laut untuk pemanfaatan dan perlindungan. Di
banyak kasus, implementasi KKP untuk melindungi kawasan tidak dapat berjalan efektif
karena terjadi pemanfaatan darat yang intensif misalnya pembangunan hotel dan resort untuk
pariwisata, pembangunan pelabuhan yang tidak ramah lingkungan, pembangunan
perumahan dan tekanan reklamasi.
REKOMENDASI
Dalam rangka melindungi sumber daya laut Indonesia agar bisa dimanfaatkan secara
lestari, maka diperlukan upaya secara terstruktur untuk mendorongkan pembentukan KKP
baru dan meningkatkan efektifitas konservasi perairan pesisir dan pulau-pulau kecil yang
sudah ada. Untuk mencapai target ini, dibutuhkan kerjasama erat antar berbagai pemangku
kepentingan, termasuk para pengelola, pemerintah, akademisi, LSM, perusahaan swasta dan
masyarakat lokal melalui sistem pengelolaan kolaboratif (co-management). Terdapat tiga
pendekatan utama yang harus dilaksanakan secara berkesinambungan, yaitu (1)
mengoptimalkan desain kawasan konservasi berbasis ilmiah, (2) meningkatkan tata kelola
kawasan konservasi dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan (3)
mendorong pembangunan terintegrasi.
1. Mengoptimalkan desain kawasan konservasi berbasis ilmiah
Memastikan pembuatan desain kawasan konservasi dan rencana zonasinya dibangun
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru (contohnya menggunakan
MARXAN, pemodelan penyebaran larva, dll) dan berdasarkan data ilmiah terbaik yang
tersedia.
Membuat peta konektivitas larva di Indonesia dan melihat gap konservasi. Informasi
konektivitas larva ikan, karang, dll. sangat penting untuk menentukan lokasi prioritas
untuk kawasan konservasi, pemanfaatan perikanan atau pemanfaatan sumber daya
lainnya.
Mengkaji ulang ukuran zona larang ambil (No-Take Zone/NTZ) dalam Peraturan
Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 20 Tahun 2010 untuk memastikan zona ini
mampu melindungi sebagian besar biota laut. NTZ idealnya melindungi 20-30%
habitat pesisir dan berukuran antara 1-20 km (Ridwan, 2017, hal 5; Mumby, 2017, hal
4). Ukuran NTZ yang terlalu kecil tidak efektif karena tidak mampu melindungi ikan-
ikan yang memiliki daya jelajah (home range) sedang dan besar. Sementara ukuran
NTZ yang terlalu besar juga tidak efektif karena akan menimbulkan biaya pengelolaan
yang lebih tinggi dari tingginya konflik akibat penutupan daerah penangkapan ikan,
biaya patroli di zona inti, dll.
Mengintegrasikan kearifan lokal dan sistem pengelolaan tradisional/adat yang ada ke
dalam desain zonasi KKP. Lokasi-lokasi yang dikelola secara tradisional atau adat
dapat dimasukkan sebagai zona pemanfaatan tradisional atau zona lainnya, seperti
zona ketahanan pangan dan zona wisata bahari.
xxi
2. Meningkatkan tata kelola kawasan konservasi dan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil
Memperbanyak KKP baru khususnya di lokasi-lokasi yang memiliki nilai konservasi
tinggi untuk mendorong perikanan di tingkat Wilayah Pengelolaan Perikanan. Target
pemerintah untuk membentuk 20 juta ha KKP hingga tahun 2020 baru melindungi
sekitar 6% dari laut Indonesia dan nilai ini dibawah dari target global keanekaragaman
hayati (Aichi target, sebesar 10%). Untuk itu, Pemerintah perlu membangun target dan
strategi/roadmap baru untuk penambahan KKP baru di Indonesia setelah tahun 2020.
Mempercepat dan memperbanyak pembentukan jejaring KKP di Indonesia. Target ini
harus didorongkan oleh KemenKP, selaku management authority tertinggi, kepada
para pemerintah provinsi. Jejaring KKP yang dibangun harus memastikan aspek
keharmonisan antara peraturan tata ruang darat dan laut, serta mengakomodasi
keterkaitan biofisik serta sosial, ekonomi dan budaya antara KKP yang berjejaring.
Memadukan antara pengelolaan KKP dengan pengelolaan perikanan melalui
pendekatan ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management/EAFM).
Wilayah KKP dapat difungsikan sebagai zona perlindungan untuk sebagian besar
ikan-ikan target perikanan dalam satu Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). KKP
yang dibentuk harus mampu melindungi lokasi pemijahan, lokasi pembesaran dan
lokasi makan terpenting untuk ikan-ikan target perikanan.
Memastikan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) saling terintegrasi dengan
Rencana Pengelolaan KKP.
Memastikan kearifan lokal, jika ada, terintegrasi dalam rencana pengelolaan KKP.
Kearifan lokal baik yang masih dijalankan maupun yang akan direvitalisasi oleh
masyarakat dapat memberikan dampak positif dalam pengelolaan KKP terutama
dalam meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan. Lembaga adat
setempat dapat difungsikan sebagai bagian dari unit pengelola dan pengawasan.
Mendorongkan pengelolaan kolaboratif secara kontinu. BKKPN sebagai pemegang
mandat Undang-Undang bisa menjadi badan yang memimpin pengelolaan kolaboratif
khususnya untuk pengelolaan kawasan konservasi. Pengelolaan KKP secara
kolaboratif perlu dituangkan dalam Petunjuk Teknis (Juknis) untuk memberikan arahan
sistematis terkait pengelolaan KKP yang melibatkan berbagai unsur pemangku
kepentingan termasuk pemerintah, lembaga adat, akademisi, kelompok masyarakat,
LSM, pihak swasta, dll. Sinergi antar berbagai pemangku kepentingan dapat
meningkatkan efisiensi pelaksanaan program pengelolaan KKP dan mendorong
terjadinya inovasi tepat guna di dunia konservasi.
Mendorongkan pemantauan ekologi, sosial, ekonomi dan budaya secara berkala di
tiap KKP untuk melihat dan mendeteksi perubahan serta dampak yang terjadi.
Pemantauan berkala ini berguna untuk pengelolaan KKP secara adaptif. Untuk
memastikan data dan informasi yang dikumpulkan bisa dibandingkan antar tahun dan
antar lokasi, diperlukan standaridasi metode yang disepakati oleh berbagai pemangku
kepentingan.
Mengurangi tekanan-tekanan lingkungan yang dapat dikontrol, misalnya sedimentasi,
pembangunan pesisir, penangkapan ikan merusak, dll, serta meningkatkan daya
adaptasi masyarakat terhadap dampak perubahan iklim.
Menyediakan sumber daya dan kapasitas manusia yang memadai untuk melakukan
pengelolaan kawasan konservasi secara efektif.
xxii
Meningkatkan upaya/aksi pengelolaan, seperti diantaranya melakukan sosialisasi dan
penegakan peraturan, mendorongkan program pendidikan dan penjangkauan
(outreach), melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara partisipatif dan
membuat mekanisme penyelesaian konflik.
3. Mendorong pembangunan terintegrasi
Memberikan hak ekslusif untuk pemanfaatan perikanan untuk nelayan lokal melalui
zona pemanfaatan tradisional dalam KKP. Upaya ini dapat mengurangi kompetisi
pemanfaatan dengan nelayan luar dan meningkatkan rasa kepemilikan masyarakat
lokal terhadap sumber daya laut.
Mengembangkan strategi ekowisata pesisir yang menerapkan kebijakan terpadu
antara program konservasi sumber daya pesisir, optimasi kegiatan ekowisata pesisir,
dan penguatan kebudayaan lokal. Kegiatan ekowisata pesisir yang bertanggung jawab
dan berjalan optimal bisa memberikan keuntungan ekonomi, mendorong
pembangunan infrastruktur dan meningkatkan kapasitas masyarakat.
Menguatkan pendidikan serta meningkatkan kesadartahuan dan kapasitas
masyarakat terkait lingkungan dan konservasi.