cpd.docx

32
CEPHALOPELVIC DISPROPORTION A. PENDAHULUAN Persalinan yang normal didefinisikan sebagai kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya pembukaan yang progresif pada serviks disertai dengan pendataran. Namun dalam proses persalinan tak jarang ditemui adanya masalah khususnya persalinan pervaginam yang bias disebut sebagai persalinan abnormal. Oleh karena itu sejak dikenalnya persalinan abnormal maka penatalaksanaan alternatif pun banyak ditemui sebagai bentuk upaya meminimalisir risiko baik pada ibu maupun pada bayi. Distosia merupakan kesulitan pada persalinan atau kemajuan persalinan yang abnormal, Istilah lain yang sering digunakan pada kasus distosia antara lain persalinan disfungsional, kegagalan kemajuan persalinan (gagalnya serviks membuka dan mendatar), serta Cephalopelvic Disproportion (CPD). 1 B. DEFINISI Cephalopelvic Disproportion(CPD) atau disproporsi kepala panggul merupakan ketidaksesuaian antara ukuran rongga pelvis pada ibu hamil dan kepala janin yang menghalangi 1

Upload: laxusdreyar

Post on 16-Sep-2015

226 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ed

TRANSCRIPT

CEPHALOPELVIC DISPROPORTION

A. PENDAHULUANPersalinan yang normal didefinisikan sebagai kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya pembukaan yang progresif pada serviks disertai dengan pendataran. Namun dalam proses persalinan tak jarang ditemui adanya masalah khususnya persalinan pervaginam yang bias disebut sebagai persalinan abnormal. Oleh karena itu sejak dikenalnya persalinan abnormal maka penatalaksanaan alternatif pun banyak ditemui sebagai bentuk upaya meminimalisir risiko baik pada ibu maupun pada bayi. Distosia merupakan kesulitan pada persalinan atau kemajuan persalinan yang abnormal, Istilah lain yang sering digunakan pada kasus distosia antara lain persalinan disfungsional, kegagalan kemajuan persalinan (gagalnya serviks membuka dan mendatar), serta Cephalopelvic Disproportion (CPD).1

B. DEFINISICephalopelvic Disproportion(CPD) atau disproporsi kepala panggul merupakan ketidaksesuaian antara ukuran rongga pelvis pada ibu hamil dan kepala janin yang menghalangi persalinan pervaginam. Kasus ini merupakan sesuatu yang sulit didiagnosis dengan cepat.2Seseorang dapat dicurigai menderita CPD atau disproporsi kepala panggul apabila posisi kepala yang masih tinggi setelah memasuki usia 39 minggu masa kehamilan, memanjangnya fase laten, kurang baiknya posisi fetus pada serviks, kemajuan persalinan melambat yang berhubugan dengan kontraksi uterus yang irregulardan melambat, ditemukannya molase. Namun molase yang ringan bukan merupakan tanda CPD sehingga memungkinkan dilakukannya persalinan normal.Caput jugabukanlah merupakan tanda pasti CPD namun hal tersebut kemungkinan adanya molase yang tersembunyi, maka menegakkan diagnosis CPD menjadi sulit. Diagnosis CPD dapat dibuat tanpa melalui persalinan percobaan seperti pada kasus yang jarang terjadi yaitu hidrosefalus.3

C. KLASIFIKASISecara umumCephalopelvic Disproportion (CPD) terbagi atas :1. CPD Absolut. Tidak memungkinkan dilakukan persalinan normalpervaginam bahkanjikamekanismepersalinanyangdilaksanakansudahtepat.Di Negara barat,keadaaninijarangditemui,namunterdapatbeberapapenyebabCPDabsolutantaralain :a. Hidrosefalus fetalb. Kelainan pelvis kongenital (contoh: Roberts atau Naegeles Pelvis) dimana salah satu atau kedua ruas os sacrum tidak ada sehingga menyebabkan sempitnya pintu atas panggul.c. Kerusakan struktur pelvis yang disebabkan kecelakaan lalu lintas pada masa muda.d. Distorsi pelvis akibat osteomalasia

2. CPD Relatif. Hali ini berarti bayi yang dikandung besar namun dapat melalui rongga pelvis apabila dilakukan proses persalinan yang benar. Namun jika, kepala janin defleksi atau gagal berputar pada mid-kavitas dan tidak ada kemajuan persalinan, maka akan terjadi persalinan abnormal. Definisi tersebut tidak termasuk perkiraan berat badan bayi atau pengukuran rongga pelvis berdasarkan sinar X. CPD hanya dapat didiagnosis setelah dilakukan persalinan percobaan. Hal ini berarti saat dilakukan observasi persalinan, tidak ditemukan adanya kemajuan persalinan bahkan dengan induksi menggunakan sintosinon.Seorang wanita dicurigai menderita CPD apabila tingginya kurang dari 5,2 (1,58 m). Wanita tersebut cenderung memiliki pelvistipe ginekoid tetapi sering juga memiliki bayi yang kecil. Pada bayi dengan presentasi kepala telah ditemukan bukti bahwa pemeriksaan Pelvimetri sinar X atau CT Scan dapat membantu penatalaksanaan CPD. Maka dapat dilakukan persalinan percobaan pervaginam pada wanita tersebut.Seluruh wanita dengan posisi kepala bayi yang tinggi harus menjalani pemeriksaan ultrasound untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain seperti plasenta previa, fibroid uterus, dan kista ovarium. Jadi saat pemeriksaan kasus tersebut tidak ditemui maka dapat diduga salah satu penyebabnya adalah CPD. 4

D. EPIDEMIOLOGIBerdasarkan semua kasus persalinan dengan presentasi kepala, sebesar 8 - 11% mengalami komplikasi pada kala I. Distosia terjadi sebanyak 12% dari pada seluruh wanita yang tidak memiliki riwayat persalinan Caesar. Distosia terjadi sebanyak 60% pada wanita yang menjalani persalinan Caesar.1

E. ANATOMI Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam setiap persalinan adalah jalan lahir. Jalan lahir dibagi atas (a) bagian tulang, terdiri atas tulang panggul dengan persendiannya (artikulasio) dan (b) bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan, dan ligamen-ligamen.5

E.1. Tulang-tulang PanggulTulang-tulang panggul terdiri atas 3 buah tulang yaitu (1) os koksa 2 buah, kiri dan kanan, (2) os sacrum, dan (3) os koksigis. Os koksa merupakan fusi dari os ilium, os iskium dan os pubis.Tulang-tulang ini satu dengan yang lainnya berhubungan dalam suatu persendian panggul. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Simfisis terdiri atas jaringan fibrokartilago dan ligamnetum pubikum superior di bagian atas serta ligamentum pubikum inferior di bagian bawah.Kedua ligamentum ini sering disebut ligamentum arkuatum.Simfisis mempunyai tingkat pergerakan tertentu, yang dalam masa kehamilan, tingkat pergerakan tersebut semakin mudah. 5Di bagian belakang, terdapat artikulasio sakro-iliaka yang menghubungkan os sacrum dengan os ilium.Di bawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sacrum dengan os ilium.Di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi dalam kehamilan, persendian ini mengalami relaksasi akibat perubahan hormonal, sehingga pada saat persalinan dapat digeser lebih jauh dan lebih longgar.Secara fungsional, panggul terdiri atas 2 bagian yang disebut pelvis mayor dan pelvis minor.Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis, disebut pula false pelvis. Bagian yang terletak di bawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis.5

Gambar 1. Pelvis mayor dan pelvis minor6

Bentuk pelvis minor ini menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu melengkung ke depan (sumbu Carus). Bagian atas saluran ini berupa suatu bidang datar,normal berbentuk hampir bulat, disebut pintu atas panggul (pelvic inlet). Bagian bawah saluran ini disebut pintu bawah panggul (pelvic outlet).Di antara kedua pintu ini terdapat ruang panggul (pelvic cavity). Ukuran ruang panggul dari atas ke bawah tidak sama. Ruang panggul mempunyai ukuran yang paling luas di bawah pintu atas panggul, kemudian menyempit di panggul tengah dan selanjutnya menjadi sedikit lebih luas lagi di bagian bawah.5

Gambar 2. Sumbu Panggul5

E.2.Pintu Atas PanggulPintu atas panggul merupakan suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium korpus vertebra sacral 1, line terminalis, dan pinggir atas simfisis.Terdapat 4 diameter pada pintu atas panggul, yaitu diameter anteroposterior, diameter transversa, dan 2 diameter oblikua. 5Panjang jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium kurang lebih 11 cm, disebut konjugata versa. Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggul kurang lebih 12,5-13 cm, disebut diameter transversa. Bila ditarik garis dari artikulasio sakro-iliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa ke linea terminalis, ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua sepanjang kurang lebih 13 cm. Jarak bagian bawah simfisis sampai ke promontorium dikenal sebagai konjugata diagonalis. Secara statistic diketahui bahwa konjugata vera sama dengan konjugata diagonalis dikurangi 1,5 cm. Selain kedua konjugata ini, dikenal pula konjugata obstetrika, yaitu jarak tengah dari simfisis bagian dalam ke promontorium. Sebenarnya, konjugata obstetrika ini yang paling penting, walaupun perbedaanya dengan konjugata vera sedikit sekali. 5

Gambar 3. Pintu atas panggul5

E.3 Ruang Panggul (Pelvic Cavity)Ruang panggul di bawah pintu atas panggul mempunyai ukuran yang paling luas.Di panggul tengah terdapat penyempitan dalam ukuran melintang setinggi kedua spina iskiadika.Jarak antara kedua spina ini (distansia interspinarum) normal 10 cm atau lebih sedikit.Karena di pintu atas panggul ukuran yang terlebar adalah ukuran melintang, sedangkan ketika memasuki ruang panggul, ukuran terlebar adalah diameter anteroposterior, maka saat janin lewat di ruang panggul harus menyesuaikan diri dengan melakukan putaran paksi dalam. 5

Gambar 4. Ruang Panggul5E.3.1. Bidang HodgeBidang-bidang Hodge ini dipelajari untuk menentukan sampai di manakah bagian terendah janin turun dalam panggul ketika proses persalinan.5a. Bidang Hodge I merupakan bidang datar yang melalui bagian atas simfisis dan promontorium. Bidang ini dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul.b. BidangHodgeII merupakan bidangyangsejajardenganHodgeIterletaksetinggibagianbawahsimfisis.c. Bidang Hodge III merupakan bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I dan II terletak setinggi spina iskiadika kanan dan kiri. d. Bidang Hodge IV merupakan bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I, II, dan III, terletek setinggi os koksigis.

E.4. Pintu Bawah PanggulPintu bawah panggul tersusun atas 2 bidang datar yang masing-masing berbentuk segitiga yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tuber os iskii dengan ujung os sacrum dan segitiga lainnya yang alasnya juga garis antara kedua tuber oskii dengan bagian bawah simfisis.Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan berupa sudut yang disebut arkus pubis.Dalam keadaan normal besarnya sudut ini 90. Bila lebih kecil dari 90 maka kepala janin akan sulit dilahirkan karena memerlukan tempat lebih banyak kearah dorsal (ke arah anus). Jarak antara kedua tuber os iskii (distansia tuberum) juga merupakan ukuran pintu bawah panggul yang penting.Distansia tuberum (diukur dari bagian dalam) adalah 10,5 cm. Bila lebih kecil, diameter sagitalis posterior (jarak antara tengah-tengah distansia tuberum ke ujung sacrum) harus cukup panjang agar bayi normal dapat dilahirkan. 5

Gambar 5. Pintu bawah panggul6

E.5. Bagian Lunak Jalan LahirPada kala II, segmen bawah uterus, serviks uteri, dan vagina ikut membentuk jalan lahir.Di samping uterus dan vagina, otot-otot, jaringan ikat, dan ligamen-ligamen yang berfungsi menyokong alat-alat urogenitalis mempengaruhi jalan lahir dan lahirnya janin pada partus.Otot-otot yang menahan dasar panggul di bagian luar adalah muskulus sfingter ani eksternus, muskulus bulbokavernosus yang melingkari vagina, dan muskulus perinei transversus superfisialis. Di bagian bawah ditemukan otot-otot yang melingkari uretra (muskulus sfingter uretrae), otot-otot yang melingkari vagina bagian tengah dan anus, antara lain muskulus iliokoksigeus, muskulus iskiokoksigeus, muskulus perinei trasnersus profundus, dan muskulus koksigeus. Lebih ke dalam lagi, ditemukan otot-otot dalam yang paling kuat, disebut diafragma pelvis, terutama muskulus levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul.Muskulus levator ani mempunyaiperanan yang penting dalam mekanisme putaran paksi dalam janin.Kemiringan dan elastisitas otot ini membantu memudahkan putaran paksi dalam janin. 5

F. FISIOLOGI DAN MEKANISME NORMALMekanisme persalinan yang utama yaitu engagement, desensus, fleksi, putaran paksi dalam, ekstensi, putaran paksi luar, dan ekspulsi.Walaupun dibedakan secara bertahap, proses persalinan tersebut biasanya terjadi bersamaan. Sebagai contoh yaitu ketika proses engagement, fleksi dan desensus kepala juga berlangsung.6F.1. EngagementMekanisme di mana diameter biparietal yang merupakan diameter transversal terbesar dari kepala fetus memasuki pintu atas panggul disebut sebagai engagement.Masuknya kepala janin ke pintu atas panggul terjadi pada akhir masa kehamilan bahkan saat mendekati persalinan. Kepala berukuran normal memasuki pintu atas panggul dengan sutura sagittalis dalam posisi transversal atau oblik.6F.2. AsinklitismusMasuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul.Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinkitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Asinklitismus posterior menurut Nagele ialah apabila arah sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan dengan pintu atas panggul. Dapat pula asinklitismus posterior menurut Litzman ialah apabila keadaan merupakan kebalikan dari asinklitismus anterior. 5F.3. DesensusMekanisme desensus merupakan syarat pertama terjadinya persalinan.Pada nullipara, engagement merupakan tahap awal persalinan dan desensus mungkin tidak terjadi hingga memasuki tahap persalinan berikutnya.Namun pada multipara, desensus terjadi sesaat setelah engagement. Desensus terjadi karena satu atau lebih dari empat faktor berikut: (1) tekanan oleh caairan amnion, (2) tekanan langsung pada fundus, (3) tekanan oleh otot-otot abdominal dan (4) usaha ekstensi dan meluruskan badan janin.6F.4. FleksiKetika kepala janin yang desensus kemudian mendapat tahanan, baik oleh serviks, dinding pelvis ataupun dasar pelvis, fleksi kepala janin kemudian terjadi secara normal. Dagu janin merapat kearah thoraks dan diameter oksipitofrontalis yang panjang digantikan oleh diameter suboksipitobregmatikus yang lebih pendek.6F.5. Putaran Paksi DalamAkibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin yang disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi dalam. Ubun-ubun kecil akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar pangguul, ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis, kepala kemudian mengadakan defleksi untuk dapat dilahirkan. 5F.6. EkstensiSetelah putaran paksi dalam, kepala mengalami fleksi ringan, mencapai vulva, kemudian terjadi ekstensi.Ketika kepala janin menekan dasar panggul, ada dua faktor yang kemudian berperan.Faktor pertama, yaitu uterus yang mempengaruhi dari arah posterior dan faktor yang kedua yaitu dasar panggul dan simfisis yang berpengaruh dari arah anterior. Hasil akhirnya adalah pembukaan vulva yang kemudian menyebabkan terjadinya ekstensi kepala, di mana oksiput akan kontak langsung dengan sisi inferior simfisis pubis.6F.7. Putaran Paksi LuarPada tiap his, vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak.Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rectum, dengan kekuatan hisbersama kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu.Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi yang disebut putaran paksi luar.Putaran paksi luar merupakan gerakan mengembalikan posisi kepala ke posisi sebelum putaran paksi dalam terjadi agar kedudukan kepala dengan punggung janin sesuai. 5F.8. EkspulsiSegera setelah terjadinya putaran paksi luar, bahu anterior muncul dibawah simfisis pubis, dan perineum mengalami distensi oleh bahu posterior. Setelah lahirnya bahu, kemudian bertutut-turut lahir badan dan ekstremitas.5

G. PATOFISIOLOGIMemanjangnya fase laten pada persalinan dapat disebabkan oleh sedasi yang berlebihan atau memasuki masa persalinan yang lebih awal dengan serviks yang masih tebal dan belum mendatar. Hal ini dapat disalahartikan karena adanya his awal yang belum adekuat. Maka partus yang lama akan lebih mudah didiagnosis menggunakan pedoman 3 P ( power, passanger, passage).1,7P yang pertama adalah passanger yang dapat menyebabkan terjadinya partus abnormal, hal ini disebabkan karena ukuran bayi yang besar (contoh: makrosomia) atau yang disebabkan oleh malpresentasi.Masalah passanger yang mutlak yaitu adanya hidrosefalus, bayi besar atau bayi dengan presentasi dahi sebaiknya tindakan augmentasi dihindari. Disproporsi relatif juga sering disebabkan oleh derajat defleksi yang berbeda atau asinklitismus atau presentasi kepala dengan diameter yang besar.Kontraksi yang adekuat selama 6-8 jam dapat membantu koreksi asinklitismus dan molase sehingga menyebabkan diameter kepala mengecil.Selain itu kontraksi yang adekuat juga dapat menyebabkan pelebaran simfisis os pubis. Perubahan ini kemudian akan membantu kemajuan persalinan. Pada kala II persalinan, gagalnya penurunan bayi dengan munculnya caput atau molase namun dengan kontraksi yang adekuat maka keadaan ini dapat diindikasikan disproporsi. Jika tidak ada kemajuan persalinan begitupula dengan kontraksi yang spontan, maka dapat diberikan augmentasi menggunakan oksitosin selama 1 jam. Jika kepala bayi memungkinkan untuk dilahirkan dengan bantuan instrumen maka ibu diharapkan berusaha untuk bersalin pervaginam.Namun tidak adanya penurunan mengindikasikan adanya disproporsi.Apabila hal tersebut disebabkan oleh malposisi atau asinklitismus namun posisi kepala bayi berada di station di bawah spina iliaka maka memungkinkan untuk dilakukan persalinan dengan bantuan forsep atau ventouse.Hambatan pada kemajuan persalinan pada kala I dan kala II apabila posisi bayi masih tinggi maka persalinan harus dilakukan malaui operasi Sectio Caesar. 1,7P yang kedua adalah passage yaitu ukuran pelvis yang terlalu kecil atau sempit sehinggasulit dilalui oleh bayi. Baik bayi maupun ukuran pelvis dapat menyebabkan terjadinya persalinan abnormal yang disebabkan oleh obstruksi mekanik yang kemudian disebut sebagai distosia mekanik.1,7

Gynaecoid pelvisPlatypelioid pelvisAndroid pelvis

Gambar 6. Perbedaan bentuk pelvis yang mempengaruhi proses persalinan7

P yang ke tiga adalah power atau kekuatan ibu.Walaupun kontraksi uterus telah adekuat namun tidak dengan intensitasnya atau tidak adekuat. Namun dapat juga terjadi gangguan pada uterus yang disebabkan oleh jaringan ikat pasca operasi, jaringan fibroid, atau gangguan konduksi his lainnya. Namun apapun penyebabnya, kegagalan kontraksi uterus dapat mengakibatkan gagalnya serviks mendatar dan berdilatasi.Keadaan ini disebut sebagai distosia fungsional.Kontraksi uterus dapat diukur dengan menggunakan kateter tekanan intra uterine (intra uterine pressure catheter).Alat tersebut dapat membantu mengukurjumlah kontraktilitas uterus dalam tiap kontraksi yang dihitung dalam Montevido units (MVUs).Kekuatan kontraksi uterus dapat dianggap adekuat apabila melebihi 200MVUs dalam 10 menit kontraksi. Gangguan kontraksi uterus dapat dinilai apabila pasien telah memasuki fase aktif dan tidak ada perubahan pada serviks selama 2 jam atau lebih dengan kontraksi tidak lebih dari 200 MVUs. Kontraksi uterus harus ditentukan adekuat atau tidak untuk menentukan terjadinya kegagalan dilatasi atau pembukaan serviks.Apabila serviks tidak membuka sebesar (20 jam>14 jamTirah baringDrips Oksitosin atau seksio sesarea jika diperlukan

Partus Lama

Dilatasi lama 2 jamSeksio sesarea untuk CPDSeksio sesarea

Gagal turun>1 jam, tanpa penurunan pada fase deselerasi atau kala dua>1 jam

Tabel 1. Kriteria diagnosis Partus lama dan partus macet Cohen dan Friedman6Seksio Sesarea6Seksio sesarea adalah proses melahirkan fetus, plasenta dan selaput ketuban melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus. Prosedur operasi ini dindikasikan pada kasus-kasus CPD. Selain itu, indikasi-indikasi lain untuk seksio sesarea adalah seksio riwayat sesarea sebelumnya, malposisi atau malpresentasi, gawat janin, serta indikasi-indikasi lain.Jika kepala janin tidak mengalami penurunan selama persalinan sehingga tetap lebih tinggi dari station 0, prosedur operasi pervaginam seperti penggunaan forseps tidak dapat dilakukan. Pada kasus-kasus seperti ini, seksio sesarea harus dilakukan.CPD pada pintu atas panggul perlu dicurigai pada ibu-ibu primigravida yang persalinannya sudah dimulai tetapi kepala bayi tidak turun.CPD midpelvis dicurigai jika diameter anteroposterior pendek, spina iskiadika menonjol, ligamen sekrospinosa pendek, atau janin terlalu besar.CPD pada pintu bawah panggul biasanya ditegakkan jika bantuan dengan forsep atau vakum gagal dilakukan.Kebanyakan ahli opstetri melakukan insisi transversal (Pfannensteil) pada dinding abdomen karena dehisensi dan hernia post operasi lebih jarang dilaporkan. Selain itu, insisi transversal memberikan hasil kosmetik yang lebih baik.Untuk kasus-kasus gawat janin, di mana pasien memiliki riwayat operasi abdomen atau menyandang obesitas, insisi midline suprapubik lebih sering dilakukan karena lebih cepat dan paparan untuk melahirkan janin dan menghentikan perdarahan juga lebih baik.Jika terdapat bekas luka operasi abdomen bagian bawah, ruang peritoneum sebaiknya ditembus di bagian atas insisi sebelumnya untuk menghindari kandung kemih yang dapat tertarik ke atas pada dinding abdomen pada waktu insisi sebelumnya menutup.Sebelum insisi uterus dilakukan, bantalan laparotomi yang telah dibasahi dengan larutan salin hangat diletakkan pada kedua sisi uterus untuk mencegah tumpahan cairan amnion.Derajat dekstrorotasi yang terjadi juga harus diperhatikan dengan melihat posisi ligamentum rotundum agar insisi uterus tepat di tengah.Plasenta yang ditemukan di bawah insisi uterus sebaiknya jangan diinsisi karena dapat menyebabkan perdarahan janin yang membahayakan.Jika plasenta tidak dapat dihindari, janin harus dilahirkan secepat mungkin lalu tali pusar diklem untuk menghindari kehilangan darah terlalu banyak.Bukti yang ada menunjukkan bahwa kehilangan darah dapat diminimalkan dengan melakukan masase uterus agar terjadi pemisahan plasenta spontan.Setelah janin dan plasenta lahir, ruang uterus dibersihkan untuk menyingkirkan sisa-sisa jaringan.Komplikasi paling sering yang dapat diakibatkan oleh seksio sesarea adalah perdarahan postpartum, endometritis, dan infeksi.Pemberian antibiotik profilaksis dan pemastian hemostasis yang adekuat sebelum luka ditutup dapat membantu mencegah komplikasi-komplikasi tersebut.Faktor-faktor yang paling berpengaruh pada penyembahan insisi uterus adalah hemostasis, jumlah dan kualitas benang, serta ada tidaknya infeksi dan strangulasi jaringan.Dapat dikatakan bahwa komplikasi postoperasi akan lebih mungkin terjadi jika durasi operasi lebih lama. Nyeri pada lokasi insisi pada persalinan berikutnya dapat menandakan adanya dehisensi luka.Kurang lebih 50% dari seluruh ruptur bekas operasi klasik terjadi tepat sebelum persalinan berikutnya. Insidensi ruptur diperkirakan 4-9% pada bekas operasi klasik dan 0,7-1,5% pada bekas operasi dengan insisi transversal. Ruptur bekas operasi klasik biasanya berakibat buruk, dengan penymbulan sebagian atau seluruh janin dari rongga abdomen.Syok akibat perdarahan dalam biasanya muncul sebagai tanda yang menonojol.Ruptur bekas insisi transversal lebih jarang dan hampir selalu terjadi pada fase aktif persalinan.Tanda-tanda yang paling umum (80%) adalah perubahan pola denyut jantung janin. Tanda-tanda lain antara lain: perdarahan per vaginam dan nyeri abdomen (khususnya pada lokasi insisi lama). Jika ruptur uterus dicurigai, pasien harus dioperasi sesegera mungkin.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Joy S. Abnormal Labor [online] , [cited on 2014, January 21st]. Available from : http://www.emedicine.medscape.com2. Paul D, Susan M. Dystocia and augmentation of labor. In :Current clinical strategies gynaecology and obstetrics.New acog treatment guidelines. 2004; 116-7.3. Pickersgill A, Meskhi A, Paul S. Cephalopelvic disproportion. In: Key questions in obstetrics and gynaecology. Second edition. Oxford, Washington DC.Bios scientific publisher; 1998;123.4. Hamilton D,Fairley. Abnormal labour. In: Lecture notes obstetrics and gynaecolgy. Second edition. London. Blackwell publishing. 2004. 177.5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta. Bina pustaka sarwono prawirohardjo. 2008. 188-314.6. Gary C, John C, Kenneth J. Williams obstetrics. Twenty second edition. Texas. Mc g raw hill. 2008. 7. Edmonds K..Malpresentation, malposition, cephalopelvic disproportion and obstetric procedures. In :Dewhurts textbook of obstetric and gynaecology. Seventh edition. London. 2007; 213-26.1