critical review jurnal ilmiah
DESCRIPTION
contoh critical review jurnal ilmiah akuntansiTRANSCRIPT
“CRITICAL THINKING IN ACCOUNTING EDUCATION:
PROCESSES, SKILLS AND APPLICATIONS”
TUGAS MATA KULIAH
SEMINAR AKUNTANSI
Oleh :
Ainur Zurlis 080810391053
Dita Nanda Safitri 110810301133
Hasunah 110810301139
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Jember
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat
dibutuhkan baik dalam pekerjaan, pendidikan, hingga seluruh aspek
kehidupan lainnya. Begitu juga dalam pendidikan akuntansi sangat
dibutuhkan mengenai kemampuan berpikir kritis baik di dalam proses
pembelajaran dengan memasukkan berpikir kritis dalam kurikulum,
keterampilan pengajar maupun mahasiswa untuk berpikir kritis, hingga pada
pengaplikasian berpikir kritis pada bidang akuntansi. Misalkan dalam
auditing, auditor harus mampu berpikir secara kritis untuk mengetahui
adanya fraud acconting. Sehingga berpikir kritis harus mulai diterapkan
pada pendidikan akuntansi agar di masa depan pendidikan akuntansi
mampu mencetak profesi akuntansi yang kompeten dan berintelektual
tinggi.
Topik ini menarik untuk dibahas dan didiskusikan karena sebagai
mahasiswa akuntansi, pembelajaran mengenai berpikir kritis sangat
diperlukan guna membangun dan mengembangkan kemampuan dalam
berbagai hal. Kemampuan berpikir kritis mahasiswa akuntansi harus diasah
agar membantu dalam proses pemecahan masalah. Dalam jurnal ini terdapat
beberapa hipotesis yang menyatakan bahwa berpikir kritis sangat diperlukan
dalam dunia pendidikan akuntansi. Peneliti juga mengembangkan metode
lain untuk memahami pemikiran kritis yang mempermudah para akademisi
dan praktisi dalam memperkenalkan serta membangun konsep berpikir kritis
itu sendiri. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dalam pemecahan
masalah atau pencarian solusi. Lulusan akuntansi dituntut untuk mampu
memecahkan berbagai masalah yang terjadi dalam dunia bisnis. Melalui
hipotesis dan penelitian yang dilakukan, jurnal ini membantu banyak pihak
khususnya para akademisi dalam mengetahui arti penting berpikir kritis
dalam pendidikan akuntansi.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Definisi Berpikir Kritis
Saat ini kemampuan berpikir kritis sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, karena untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya,
seperti kemampuan untuk membuat keputusan dan menyelesaikan masalah.
Banyak sekali fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang perlu dikritisi.
Pengertian berpikir kritis dikemukakan oleh banyak pakar. Beberapa di
antaranya: Gunawan (2003:177-178) menyatakan bahwa keterampilan
berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir pada level yang kompleks
dan menggunakan proses analisis dan evaluasi. Berpikir kritis melibatkan
keahlian berpikir induktif seperti mengenali hubungan, manganalisis
masalah yang bersifat terbuka, menentukan sebab dan akibat, membuat
kesimpulan dan memperhitungkan data yang relevan. Sedangkan keahlian
berpikir deduktif melibatkan kemampuan memecahkan masalah yang
bersifat spasial, logis silogisme dan membedakan fakta dan opini. Keahlian
berpikir kritis lainnya adalah kemampuan mendeteksi bias, melakukan
evaluasi, membandingkan dan mempertentangkan.
2. Garis besar pemikiran kritis
Berpikir kritis bukan hanya mempraktekkan keterampilan seperti
ketekunan, keterbukaan pikiran, ketelitian maupun fleksibilitas tetapi
berpikir kritis adalah serangkaian proses yang saling mendukung untuk
mampu berpikir kritis. Taksonomi Bloom (1956) menunjukkan urutan
pembelajaran dalam pendidikan yang diharapkan mampu menghasilkan
kemampuan berpikir kritis. Berikut adalah urutan pembelajaran dalam
Taksonomi Bloom:
1. Pengetahuan (Knowledge), berisikan kemampuan untuk mengenali
dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola,
urutan, metodologi, prinsip maupun dasar.
2. Pemahaman (Comprehension), berisikan kemampuan
mendemonstrasikan fakta dan gagasan mengelompokkan dengan
mengorganisir, membandingkan, menerjemahkan, memaknai,
memberi deskripsi, dan menyatakan gagasan utama: terjemahan,
pemaknaan, ekstrapolasi
3. Aplikasi (Application), di tingkat ini, seseorang memiliki
kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus
maupun teori di dalam kondisi kerja.
4. Analisis (Analysis), di tingkat analisis, seseorang akan mampu
menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali serta
membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang
rumit.
5. Sintesis (Synthesis), satu tingkat di atas analisis, seseorang di tingkat
sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau pola dari sebuah
skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data
atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang
dibutuhkan.
6. Evaluasi (Evaluation), dikenali dari kemampuan untuk memberikan
penilaian terhadap solusi, gagasan, maupun metodologi dengan
menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk
memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
Selain Taksonomi Bloom, Ennis (1962) juga mengembangkan
metode lain untuk memahami pemikiran kritis yaitu:
a. Menentukan arti sebuah pernyataan.
b. Memutuskan apakah kesimpulan dibutuhkan.
c. Memutuskan apakah pernyataan observasi dapat diandalkan.
d. Memutuskan apakah definisi definisi telah sesuai
e. Memutuskan apakah pernyataan yang dibuat oleh orang yang
berwenang (para ahli) dapat diterima.
3. Keterampilan Berpikir Kritis
Harkins menggambarkan kemampuan untuk berpikir kritis dengan
menggunakan keterampilan kognitif untuk: menyelesaikan masalah,
mencapai kesimpulan, membentuk kesimpulan, dan membuat keputusan
melalui tujuan, beralasan, proses logis dan diarahkan pada tujuan. Selain itu
juga ada yang menyebutkan bahwa pemikiran kritis adalah proses
memahami bagaimana berpikir dan menyelesaikan pekerjaan, menggunakan
keterampilan yang lebih tinggi untuk memahami isu-isu, dan menganalisis,
mensintesis dan menilai ide-ide secara logis. Kata "kritis" memiliki arti
netral, tidak menyiratkan sudut pandang negatif atau menemukan kesalahan.
4. Menggabungkan Keterampilan Berpikir Kritis Menjadi
Kurikulum Akuntansi
Topik berpikir kritis telah menjadi perhatian dalam berbagai literatur
bisnis. Banyak organisasi akuntansi, buku-buku dan jurnal artikel telah
menekankan pentingnya dalam kurikulum akuntansi. Dengan demikian,
anggota fakultas akuntansi dan praktisi harus membahas masalah-masalah
seperti:
Apa itu berpikir kritis, dan mana unsur-unsur yang relevan dengan
akuntan?
Bagaimana seharusnya berpikir kritis diperkenalkan pada mahasiswa
di perguruan tinggi?
Bagaimana berpikir kritis dihubungan dengan filosofi baru termasuk
perbaikan terus menerus (kaizen), just-in-time (tepat waktu),
benchmarking (standar) ?
Haruskah berpikir kritis diterapkan dalam akuntansi, bisnis, atau
bidang lain?
5. Metode untuk mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis
dalam kurikulum
Para pendidik akuntansi dapat menggunakan keterampilan berpikir
kritis dalam kurikulum dengan menggunakan:
Alternatif seni liberal, yang mana konsep-konsep pemikiran kritis
tradisional dibahas dalam kursus seperti filsafat, psikologi, linguistik
dan sejarah. Seni liberal merujuk pada kurikulum pendidikan yang
berbasis pendidikan klasik. "Seni liberal" didefinisikan oleh
Encyclopaedia Britannica sebagai "kurikulum universitas atau
universitas yang bertujuan memiliki pengetahuan umum dan
meningkatkan kemampuan intelektual, berbeda dari kurikulum
bersifat profesional, kejuruan atau teknis."
Berpikir kritis dalam bidang yang berbeda, sebagaimana yang
ditunjukkan Chaffee (1994), konsep ini terdapat dalam bidang yang
berbeda
Alternatif desentralisasi, di mana kemampuan berpikir kritis yang
dilakukan di luar kurikulum berfokus pada keterampilan yang
relevan dengan program tertentu.
6. Tiga Bentuk Metode Desentralisasi
Terdapat tiga bentuk desentralisasi dalam pendidikan berpikir kritis
di beberapa dimensi pendidikan yaitu
a) Separate Teaching (pengajaran-terpisah), bentuk mengajar-terpisah
menekankan pada mahasiswa untuk memahami konsep
b) Teaching Mode (model pengajaran), model pengajaran menekankan
mahasiswa mampu melakukan penilaian (yaitu pengambilan
keputusan mengenai konsep-konsep dan penerapan konsep)
c) Discipline-free Learning (pengajaran bebas-terikat), pengajaran
bebas terikat menekankan pada penalaran mahasiswa (yaitu
menggabungkan pemahaman untuk penemuan dan kreativitas).
Kesimpulannya, tiga bentuk metode desentralisasi pendidikan
berpikir kritis menekankan fitur yang berbeda dan daya intelektual yang
dapat melayani kebutuhan yang berbeda untuk peserta yang berbeda dalam
lingkungan yang berbeda. Akuntansi pendidik harus memahami perbedaan-
perbedaan ini sebelum mengembangkan program-program akuntansi yang
didasarkan pada pemikiran kritis dalam bentuk, bahan dan fungsi.
Critical Review
Kemampuan berpikir kritis mahasiswa penting digalakkan agar
mereka mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan yang tepat
sesuai dengan kebenaran ilmiah. Khususnya Pendidikan akuntansi harus
menyediakan mahasiswa dengan keterampilan dan kemampuan yang
memadai yang berguna di masa depan, termasuk kemampuan komunikasi
yang kuat, mampu menganalisis secara kuantitatif, kemampuan
interpersonal dan keterampilan intelektual. Jurnal yang telah ditulis oleh dua
orang professor akuntansi yaitu Alan Reinstein dan Mohamed E. Bayou
terdapat kelebihan dan kekurangan di dalamnya.
Kelebihan yang terdapat dalam jurnal tersebut adalah isi jurnal telah
memaparkan berbagai model pengajaran seperti Taksonomi Bloom, Teori
Ennis, Alternatif seni liberal, maupun Alternatif desentralisasi di mana
model pembelajaran tersebut saling menguatkan yang pada akhirnya para
pendidik dapat menyampaikan kepada mahasiswa mengenai kemampuan
berpikir kritis sehingga pendidik akuntansi di setiap universitas maupun
perguruan tinggi mampu mencetak mahasiswa yang memiliki kemampuan
berpikir kritis dan memiliki intelektual yang tinggi. Selain itu kelebihan
jurnal ini telah memberikan contoh secara real tentang bagaimana
pengaplikasian berpikir kritis sebagai seorang akuntan.
Sedangkan kelemahan dan keterbatasan pada jurnal ini adalah
mengenai beberapa teori atau literatur yang dipakai dapat dikatakan telah
usang. Pada model pembelajaran Taksonomi Bloom yang digunakan dalam
jurnal ini adalah Taksonomi Bloom yang telah usang yaitu tahun 1956
padahal telah disempurnakan pada tahun 1994, oleh salah seorang murid
Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran
kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan
zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001
dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah
kognitif. Revisi tersebut meliputi:
1) Perubahan kata kunci dari kata benda menjadi kata kerja untuk
setiap level taksonomi
2) Perubahan hampir terjadi pada semua level hierarkhis, namun urutan
level masih sama yaitu dari urutan terendah hingga tertinggi.
Perubahan mendasar terletak pada level 5 dan 6. Perubahan-
perubahan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pada level 1, knowledge diubah menjadi remembering
(mengingat)
Pada level 2, comprehension dipertegas menjadi
understanding (memahami)
Pada level 3, application diubah menjadi applying
(menerapkan).
Pada level 4, analysis menjadi analyzing (menganalisis)
Pada level 5, synthesis dinaikkan levelnya menjadi level 6
tetapi dengan perubahan mendasar, yaitu creating (mencipta)
Pada level 6, Evaluation turun posisisinya menjadi level 5,
dengan sebutan evaluating (menilai).
Begitu juga tentang Teori Ennis tahun 1962, padahal teori tersebut
telah disempurnakan pada tahun 1991. Di mana Ennis (1962) hanya
memberikan enam rambu-rambu dalam menerapkan pola berpikir kritis bagi
pelajar baik di dalam kelas maupun kehidupan sehari-hari dan pada 1991
telah disempurnakan yang terdiri atas: (1) Mencari pernyataan yang jelas
dari setiap pernyataan (2) Mencari alasan (3) Berusaha mengetahui
informasi dengan baik (4) Memakai sumber yang memiliki kridibilitas dan
menyebutkannya (5) Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan
(6) Berusaha tetap relevan pada ide utama (7) Mengingat kepentingan asli
dan mendasar (8) Mencari alternatif (9) Bersikap dan berpikir terbuka (10)
Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu
(11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan (12)
Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari
keseluruhan masalah (13) Peka terhadap tingkat keilmuan dan keahlian
orang lain.
Kesimpulan
Para pendidik akuntansi telah dikritik karena terlalu lambat dalam
memodifikasi sistem pendidikan mereka untuk mengakomodasi lingkungan
baru dengan berpikir kritis untuk membentuk sebuah cara yang sangat baik
dalam membantu mahasiswa akuntansi menjadi master yang lebih teoritis
dan memiliki keterampilan intelektual yang tinggi. Sehingga para pendidik
akuntansi dapat menggunakan keterampilan berpikir kritis dalam kurikulum
seperti menggunakan alternatif seni liberal maupun alternatif desentralisasi.
Di mana ada tiga metode dalam alternatif desentralisasi yaitu Separate
Teaching (pengajaran-terpisah), Teaching Mode (model pengajaran),
Discipline-free Learning (pengajaran bebas-terikat). Diharapkan dengan tiga
metode tersebut dapat memenuhi kebutuhan yang berbeda dan dapat
menciptakan keterampilan berpikir kritis dan memiliki intelektual yang
tinggi sebagai profesi akuntan di masa mendatang.
Selain itu, akuntansi profesional, baik dalam akuntansi publik,
manajemen akuntansi atau akuntansi nirlaba, memberikan layanan bernilai
tambah kepada orang lain dalam sebuah kompleks yang dinamis,
memperluas, dan terus-menerus mengubah profesi. Para profesional harus
mengembangkan sebuah paradigma keterampilan, salah satunya adalah
berpikir, mengharuskan mereka untuk mengembangkan keterampilan
belajar seumur hidup untuk berpikir kritis (untuk memahami makna dari
prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang kompleks), serta untuk menilai dan
menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip untuk isu-isu spesifik.
Referensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Seni_liberal
http://nengah235.blogspot.com/2013/03/apa-itu-berpikir-kritis.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
http://UNIMED-Article-24572-Hasruddin.pdf