daftar isi lembar pengesahan panitia ujian...
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN………………………….. i ABSTRAKSI................................................................................................ ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii DAFTAR ISI …………………………………………………………....... v DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.............................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 6
D. Metodologi Penelitian ..................................................... 7
E. Tinjauan Pustaka ............................................................. 15
F. Sistematika Penulisan ..................................................... 16
BAB II LANDASAN TEORI........................................................... 19
A. Teori-teori Evaluasi Program.......................................... 19
1. Pengertian Evaluasi Program .................................... 19
2. Pengertian Evaluasi Hasil ......................................... 21
3. Model-model Evaluasi .............................................. 22
4. Desain Evaluasi........................................................ 23
5. Pendekatan Metode LFA (Logical Framework
Analysis).................................................................... 23
6. Tujuan dan Pentingnya Evaluasi............................... 27
B. Anak Yatim dan Dhuafa.................................................. 29
1. Definisi anak ............................................................. 29
2. Definisi Yatim Piatu.................................................. 29
v
3. Dhuafa ....................................................................... 31
C. Pemberdayaan ................................................................. 32
1. Pengertian Pemberdayaan ......................................... 32
2. Tujuan Pemberdayaan............................................... 33
D. Pesantren ......................................................................... 34
1. Pengertian Pesantren ................................................. 34
2. Bentuk-bentuk Aktivitas Pesantren........................... 34
3. Fungsi Pesantren ....................................................... 36
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PESANTREN
YATIM PIATU DAN DHUAFA ASSURUR.................... 38
A. Profil Lembaga Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa
Assurur ............................................................................ 38
1. Sejarah Berdirinya Pesantren .................................... 38
2. Karakteristik Pesantren Assurur................................ 39
3. Sistem Pendidikan dan Pengajaran di Pesantren
Assurur ...................................................................... 39
4. Struktur organisasi dan kepengurusan pesantern ..... 40
5. Visi dan Misi Pesantren ............................................ 41
6. Program Kegiatan Pesantren ..................................... 43
7. Fasillitas dan Sarana.................................................. 43
8. Prestasi yang pernah di Raih ..................................... 44
vi
vii
BAB IV ANALISA DATA EVALUASI HASIL TERHADAP
PROGRAM PEMBERDAYAAN PESANTREN
YATIM PIATU DAN DHUAFA ASSURUR DI KEBON
JERUK JAKARTA BARAT.............................................. 45
A. Kesesuaian Pelaksanaan Program Pesantren Yatim
Piatu dan Dhuafa Assurur antara kondisi awal dengan
masukan dengan aktivitas dengan faktor-faktor antara
dengan keluaran manfaat dan dampak?........................... 45
B. Pencapaian target fisik (jumlah sasaran, volume
kegiatan, waktu, biaya, tenaga dan sarana prasarana)
dan target fungsional (perkembangan fungsi sosial)? ..... 50
C. Dampak negatif dan positif terhadap pembangunan
sektor sosial? ................................................................... 54
D. Masalah Faktor Pendukung dan Penghambat?................ 56
BAB V PENUTUP............................................................................ 57
A. Kesimpulan .................................................................... 57
B. Saran................................................................................ 57
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 58
LAMPIRAN…………………………….................................................. .. 59
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam melihat aspek kehidupan sosial Indonesia yang kurang mampu
maka perlu adanya kesejahteraan yang membangun masyarakat yang madani.
Sebagai lembaga tradisional ini mengembangkan fungsi sebagai lembaga
sosial dan penyiaran agama. Tiga fungsi pesantren, yaitu: (1) transmisi dan
transfer ilmu-ilmu Islam, (2) pemeliharaan tradisi Islam, dan (3) reproduksi
ulama. Sebagai lembaga sosial, pesantren telah menyelenggarakan pendidikan
non formal berupa madrasah diniyah yang mengajarkan bidang-bidang ilmu
agama saja.
Pesantren juga telah mengembangkan fungsinya sebagai lembaga
solidaritas sosial dengan menampung anak-anak dari segala lapisan
masyarakat muslim dan memberi pelayanan yang sama kepada mereka, tanpa
membedakan tingkat sosial ekonomi mereka.1 Dengan menyandarkan diri
kepada Allah SWT, para kyai pesantren memulai pendidikan pesantrennya
dengan modal niat ikhlas dakwah untuk menegakkan kalimat-Nya, di dukung
dengan sarana prasarana sederhana dan terbatas.
Relevan dengan jiwa kesederhanaan di atas, maka tujuan pendidikan
pesantren adalah menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu
kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,
bermanfaat bagi masyarakat sebagai pelayan masyarakat mandiri, bebas dan
1 Sulthon Masyhud dan Khusnurdila, Manajemen Pondok Pesantren, (Jakarta:Diva Pustaka,
2005), h. 90-91.
1
2
teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan agama Islam
di tengah-tengah masyarakat (‘Izzul Islam wal Muslimin), dan mencintai ilmu
dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia.2
Lembaga dakwah merupakan potensi masyarakat dan asset nasional
yang mempunyai latar belakang sejarah panjang dalam perjuangan bangsa.
Keberadaannya mempunyai arti penting dalam menghimpun dan menggalang
potensi dan kekuatan bangsa untuk kesatuan, persatuan dan perjuangan
nasional. Dalam kapasitas tertentu lembaga dakwah memainkan peranan
pembinaan masyarakat. Dalam era pembangunan, lembaga dakwah tidak
banyak memunculkan peran-peran fisik sebagaimana masa pra dan era
perjuangan kemerdekaan. Mereka lebih banyak melakukan peran-peran
pembinaan mental kepribadian dan attitude masyarakat.3
Salah satu wujud kepedulian masyarakat atau individu dalam
membangun pendidikan berbasis kepedulian masyarakat adalah Pesantren
Assurur yang bergerak sebagai Lembaga Asuhan Anak Yatim Piatu dan
Dhuafa yang mengatasi masalah pendidikan, sosial, keterampilan, dan sosial
yang bersifat keagamaan dan juga yang masih dicanangkan seperti program
berbasis ekonomi Pesantren karena keterbatasan biaya untuk perawatan
pembangunan fisik pesantren maka program ekonomi tersebut belum berjalan.
Pesantren tersebut adalah wujud kepedulian dalam membantu
masyarakat yang kurang mampu. Pesantren Assurur didirikan oleh Abuya KH.
Abdul Hamid, HA. Beliau adalah pendiri sekaligus Ketua Yayasan Assurur
2 Ibid, h. 92-93. 3 Hasanuddin, Manajemen Dakwah, (Jakarta: UIN Press, Desember 2005), cet. 1, h. 135.
3
dan pada tanggal 25 April 1995 resmi berdiri dan berbadan hukum. Tujuan
didirikan Pesantren adalah untuk membantu kaum miskin Yatim Piatu dan
Dhuafa sekaligus membina dan memberdayakan mereka melalui Pesantren
serta bertanggung jawab sosial dalam perkembangan anak di masa akan
datang.
Lembaga Pesantren yang mempunyai pemberdayaan masyarakat
bekerjasama dengan para donatur berusaha untuk membantu menyalurkan
dana untuk memberikan santunan kepada anak asuh yang kurang mampu
dalam memberdayakan mereka di dalam pesantren assurur tersebut.
Upaya-upaya yang dilakukan pesantren agar dapat menjalankan tugas
dan kewajibannya sebagai seorang muslim yang terlibat dalam kegiatan sosial
dalam membantu serta mengajarkan nilai-nilai islami yang dapat
dikembangkan anak asuh melalui penerapan agama, sosial, ekonomi, serta
keterampilan yang berdasarkan Islam.
Menurut Selo Soemardjan perubahan sosial adalah segala perubahan-
perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalam nilai-nilai, sikap, dan
pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat4
Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat
tumbuh dan berkembang serta menjadi pribadi yang mandiri sehingga berguna
bagi dirinya sendiri, keluarga, agama, bangsa, dan masyarakat. Untuk
mencapai harapan itu anak-anak memerlukan sarana pendidikan dan pelatihan,
4 Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1990), h.38.
4
karena dengan pendidikan dan pelatihan sangat berguna bagi masa depannya
karena pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan untuk menyiapkan
generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya
secara efektif dan efisien.5
Sasaran Pesantren Assurur adalah anak-anak yatim piatu, serta dhuafa
yang tidak mampu orang tuanya dalam membiayai sekolah bagi pendidikan
formal serta memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan seperti komputer
dan menjahit agar anak dapat mengembangkan potensi dirinya dengan baik
dan dapat berguna di masyarakat.
Penulis tertarik pada masalah yang sudah dibahas diatas agar dapat
mengetahui lebih jauh perkembangan serta pemberdayaan Pesantren Assurur
dalam memberdayakan anak dengan judul: “Evaluasi hasil program
pemberdayaan pesantren assurur yatim piatu dan dhuafa di Kebon jeruk
Jakarta barat”.
B. Pembatasan Masalah
1. Batasan Masalah
Agar penulisan skripsi ini terarah dan tidak meluas, maka penulis
membatasi masalah seputar bagaimana kesesuaian pelaksanaan program
pemberdayaan pesantren assurur yatim piatu dan dhuafa di Kebon Jeruk
Jakarta Barat dan apa yang menjadi faktor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan program tersebut.
5 Azzumardy Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru,
(Jakarta: Logos, 1999), h.3.
5
Sebab pada dasarnya evaluasi dibutuhkan dalam setiap program untuk
mengetahui keberhasilan dan kemajuannya serta sasaran apakah sudah
tercapai atau belum dan hasilnya nanti diperbaiki menjadi lebih baik pada
program selanjutnya.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan diatas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah kesesuaian pelaksanaan program/kegiatan pesantren
yaitu dengan kondisi awal, masukan, aktivitas, faktor-faktor antara,
keluaran manfaat, dan dampak?
b. Bagaimanakah pencapaian target fisik (jumlah sasaran, volume
kegiatan, waktu, biaya, tenaga dan sarana prasarana) dan target
fungsional (perkembangan fungsi sosial)?
c. Bagaimanakah dampak negatif dan positif terhadap pembangunan
sektor sosial?
d. Bagaimanakah masalah faktor pendukung dan penghambat pesantren
dalam pelaksanaan program?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengetahui program apa saja
yang dilakukan Pesantren Assurur dalam usaha meningkatkan
pemberdayaan masyarakat dan bagaimanakah hasil pelaksanaannya.
2. Manfaat Penelitian
6
a. Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam pengembangan
wacana dakwah Islamiyyah, khususnya mengenai pemberdayaan
masyarakat.
b. Dapat menambah wawasan dan pengalaman penulis secara langsung di
lapangan melalui penelitian ini.
c. Sebagai bahan evaluasi hasil bagi Pesantren Yatim Piatu dan Dhuafa
Assurur dalam merencanakan program kerja di masa datang.
D. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian adalah alat uji dan analisa yang digunakan untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid, realibel dan objektif.6
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini merupakan salah satu aplikasi
penelitian evaluasi program dalam pengevaluasian program dakwah pada
lembaga-lembaga keislaman dengan menggunakan pendekatan evaluasi. Yang
terdiri dari pengertian evaluasi adalah mengkritisi suatu program dengan
melihat kekurangan, kelebihan, pada kontek, input, proses, dan produk pada
sebuah program.
Ada beberapa konsep tentang evaluasi dan bagaimana melakukannya, kita
namakan sebagai pendekatan evaluasi. Istilah pendekatan evaluasi ini
diartikan sebagai beberapa pendapat tentang apa tugas evaluasi dan bagaimana
dilakukan, dengan kata lain tujuan dari prosedur evaluasi.7
2. Pendekatan Penelitian
6 Ipah Fatimah, Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h.34. 7 Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah: Dengan Pendekatan Kalitatif, Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Desember 2006, h.124.
7
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian kulitatif adalah sebuah penelitian yang menghasilkan
data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau
perilaku yang dapat diamati. Kirk dan Miller memberikan pengertian
penelitian kualitatif sebagai tradisi penelitian yang bergantung pada
pengamatan sesuai dengan orang-orang di sekitar objek penelitian dalam
bahasa dan peristilahan sendiri.8
Penelitian kualitatif berupaya menggambarkan secara komprehensif hasil
pengamatan kajian lapangan dan menganalisis program keterampilan dengan
cara menyesuaikan dan membandingkan dengan konsep-konsep atau teori
yang bersifat pemberdayaan dalam mengkaji dan memberikan kontribusi bagi
perkembangan program keterampilan.
Tujuan dari data deskriptif ini adalah untuk membuat suatu gambaran
yang sistematis, faktual dan akurat tentang fenomena-fenomena yang
diselidiki dalam penelitian. Sehingga penulis mendeskripsikan penelitian ini
mengenai “Evaluasi Hasil Program Pemberdayaan Pesantren Assurur Yatim
Piatu dan Dhuafa Di Kebon Jeruk Jakarta Barat”.
3. Teknik Pemelihan Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini yaitu, pihak pelaksana program : yayasan
pesantren assurur yatim piatu dan dhuafa. Dan pihak sasaran penerima
kegiatan program, yaitu: anak asuh (klien) sebanyak 10 orang, staf terdiri
8 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Karya, 1989), h.3.
8
dari: ketua bidang pendidikan, ketua donatur, kepala bidang umum harian dan
pengasuh/pengajar sebanyak 8 orang di lokasi tersebut.
4. Sumber Data
a. Data primer adalah data yang belum tersedia sehingga untuk menjawab
masalah penelitian, data harus diperoleh dari sumber aslinya.9 Data
primer, terbagi menjadi 2 sumber data yaitu:
1) Data Utama yaitu data yang diperoleh secara langsung dari partisipan
atau sasaran penelitian, yaitu Pengurus Pondok Pesantren Assurur
Yatim Piatu dan Dhuafa terdiri dari Pendiri Yayasan Bpk. Abuya KH.
Abdul Hamid, HA, Kepala Bidang Sekretaris Umum Bpk. Husni
Thamrin, BBA, Kepala Bidang Pendidikan Bpk. Ahmad Faisal, S.Ag,
Staff Pembantu Umum Harian Bpk. Mursyid, Ichwan, dan Instruktur
Keterampilan.
2) Data umum yaitu data yang diperoleh dari anak asuh yang ada dalam
pesantren, dan kelompok sampel yang terdiri dari kelompok anak yang
mengikuti pelatihan keterampilan menjahit dan bahasa Inggris.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari catatan-catatan atau
dokumen yang berkaitan dengan penelitian dari sumber yang terkait.
Catatan dan dokumen penting tersebut yang penulis peroleh dari data
internet tentang website. Pesantren assurur sebagai catatan-catatan penting
untuk keperluan kebutuhan data penulis serta dokumen pribadi Pesantren
Assurur Yatim Piatu dan Dhuafa berupa buku panduan.
9 Jaenal Arifin, Teknik Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data, disampaikan pada Pelatihan Penelitian Mahasiswa FDI Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu 23 April 2005, h.17.
9
1. Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian dipusatkan di Pesantren Assurur Yatim Piatu dan
Dhuafa di Jln. Panjang Raya Kebon Jeruk di samping Kecamatan Kebon Jeruk
Jakarta Barat. Penentuan lokasi tersebut karena letaknya yang tidak jauh dari
tempat tinggal peneliti.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung sejak bulan Desember 2008, namun efektif
waktu pelaksanaannya pada bulan Januari sampai bulan Agustus 2009.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi merupakan usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan
data dengan pengamatan langsung di lapangan terhadap suatu kegiatan
secara akurat, serta mencatat fenomena yang muncul dan
mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.10
Adapun data yang digunakan adalah hasil data dari tinjauan langsung
ke lapangan serta melihat bagaimana proses program yang dilakukan oleh
Pesantren Assurur. Peneliti melakukan observasi di lapangan dengan cara
mengumpulkan data-data dari Pesantren serta data-data yang langsung
dari pengamatan di lapangan.
b. Wawancara
Wawancara merupakan bagian observasi pula karena wawancara
adalah salah satu cara untuk memperoleh data melalui informasi yang
10 E. Kristi Poerwandari, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi (Jakarta:
LPSP 3- VI, 1998), h.62.
10
didengarnya dengan panca indra pendengaran, yang sebelumnya
ditanyakan terlebih dahulu kepada responden.11Wawancara dilakukan
agar diperoleh informasi yang mendalam mengenai sejarah berdirinya
pesantren, visi, misi, struktur kepengurusan, program kegiatan, dan tolak
ukur keberhasilan program.
Data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada Ketua Pesantren
Assurur, Sekretaris dan di jajaran guru (khusus pendidikan) sedangkan
Kepala bidang keterampilan. Proses wawancara ini sesuai dengan seluruh
bidang yang ada agar tercapai sasaran untuk melengkapi data-data yang
diperlukan.
c. Dokumentasi
Studi dokumentasi mencari data yang tertulis, baik berupa buku, jurnal
ataupun lainnya.12 Dokumen yang diambil oleh penulis adalah dari
laporan Pengurus kepada Pesantren dan dokumen resmi Pesantren
Assurur.
4. Teknik Analisis Data
Dalam pengelolahan data yang telah dikumpulkan melalui wawancara,
observasi, dan dokumentasi, keseluruhan data yang tersedia ditelaah dengan
cara reduksi, reduksi adalah dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi
merupakan usaha membuat rangkuman ini menjadi satuan-satuan, yang
kemudian satuan-satuan tersebut dikategorisasikan, sebagai upaya memilah-
11 Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Desember 2006), h. 39. 12 Imam Suprayogo dan Trobroni, Metode Penelitian Sosial Agama, (Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2004), h. 172.
11
milah satuan ke dalam bagian yang memiliki kesamaan data. Kategori itu
dibuat sambil melakukan koding, kemudian tahap terakhir mengadakan
pemeriksaan keabsahan data.13
Maka peneliti akan menganalisa data dengan mengolah data tersebut
dengan menggunakan data yang bersifat deskriptif untuk mendapatkan
gambaran yang kongkrit tentang proses kesesuaian pelaksanaan program
pesantren dengan pihak sasaran (klien). Adapun teknik penulisan skripsi ini,
penulis mengacu pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi
UIN Jakarta, (Jakarta: Press, 2007) cet. Ke-2”.
5. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekkan keabsahan data merupakan usaha untuk meningkatkan
derajat kepercayaan data, dimana peneliti berusaha bagaimana agar pesertanya
(termasuk dirinya), bahwa temuan-temuan penelitian ini dipercaya, atau dapat
di pertimbangkan. Dalam melakukan penelitian ini. Penulis menggunakan tiga
pengecekkan keabsahan data.14 Yaitu:
a. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data itu untuk keperluan
memanfaatkan sesuatu yang lain, diluar data itu untuk keperluan
pengecekkan atau sebagai perbandingan data yang diperoleh. Triangulasi
dalam penelitian ini, penulis melakukan pemeriksaan data yang diperoleh
dengan sumber data lainnya, dimana peneliti membandingkan dan
mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yan gdiperoleh
13 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya, 2007), h. 247. 14 Ibid, h.329-335.
12
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini
bisa dicapai dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara
yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.
2) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang lain, misalnya dalam hal ini, peneliti
membandingkan jawaban yang diberikan oleh sasaran penerima
kegiatan program yang satu dengan jawaban dari sasaran penerima
kegiatan program lainnya atau membandingkan jawaban yang
diberikan oleh pengasuh pelaksana program dari pengasuh Pesantren
Assurur yang terkait dengan jawaban yang diberikan oleh staf dari
Pesantren Assurur.
3) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang diajukan.
b. Ketekunan atau Keajegan Pengamatan. Ketekunan pengamatan bermaksud
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan
dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, kemudian memusatkan diri
pada hal-hal tersebut secara rinci. Dalam hal ini, peneliti mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan dan mencari
jawaban sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan.
c. Pengecekan Anggota, yaitu dengan melakukan pengecekan para anggota
yang terlibat mewakili rekan-rekan mereka dalam proses pengumpulan
data dari wawancara dan observasi. Para anggota yang terlibat dalam
13
penelitian dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dari segi pandangan
yang terkait dengan fokus penelitian, kemudian hasil pandangan anggota
tersebut dibandingkan dengan pandangan dari rekan-rekannya yang
mewakili.
9. Buku Pedoman yang digunakan
Karya-karya tulis yang dikaji dan digunakan dalam penelitian penulisan
skripsi ini, baik dari buku, skripsi, yaitu:
a. Buku pedoman penelitian kualitatif: Lexy J. Moleong, metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007.
b. Skripsi pedoman evaluasi hasil: Maimunah, “Evaluasi Hasil Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Dalam Pengembangan
Ekonomi Keluarga Melalui Keterampilan Merangkai Bunga di Kelurahan
Lenteng Agung”. Skripsi (S 1) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif H idayatullah Jakarta, 2007).
c. Buku pedoman penulisan skripsi: Pedoman Penulisan Karya Ilmiah,
(Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Jakarta Press, 2007, cet. Ke-2.
E. Tinjauan Pustaka
Adapun tinjauan pustaka dalam penulisan skripsi ini, penulis
menggunakan literatur berupa skripsi, yaitu: Maimunah, “Evaluasi Hasil
Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Dalam
Pengembangan Ekonomi Keluarga Melalui Keterampilan Merangkai Bunga di
Kelurahan Lenteng Agung”. Skripsi (S 1) Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Syarif H idayatullah Jakarta, 2007).
14
Skripsi ini membahas tentang evaluasi hasil pada program
pemberdayaan masyarakat kelurahan (PPMK) dalam pengembangan ekonomi
keluarga melalui keterampilan merangkai bunga di kelurahan Lenteng Agung.
Analisa evaluasi hasil pada tujuan tersebut, yaitu, berupa penilaian dengan
mengkaji pada unsur-unsur atau variabel yang masuk di dalam pelaksanaan
program, yang terdiri dari: 1. tujuan yang telah dicapai, 2. analisa tentang
program kegiatan keterampilan, 3. analisa tentang hasil jangka panjang
program kegiatan.
Meskipun pembahasan skripsi di atas, memiliki kesamaan dalam
penelitian evaluasi hasil pada penulisan skripsi yang dilakukan penulis, yaitu,
melakukan penelitian evaluasi hasil pada tujuan program keterampilan. Akan
tetapi terdapat perbedaan-perbedaan pada penulisan penelitian skripsi ini, di
antaranya:
a. Penelitian evaluasi hasil pada skripsi yang dijadikan sebagai kajian
pustaka, menggunakan evaluasi hasil pada tujuan program keterampilan.
Sedangkan penelitian evaluasi hasil pada penulisan skripsi ini,
menggunakan evaluasi hasil pada proses dan output (hasil).
b. Alat ukur untuk melakukan penelitian evaluasi hasil pada skripsi yang
dijadikan kajian pustaka, tidak menggunakan indikator yang digunakan
sebagai alat ukur penilaian pada unsur-unsur yang masuk pada
pelaksanaan program. Akan tetapi menggunakan pada perumusan masalah
yang ditetapkan. Sedangkan pada penulisan skripsi ini, penulis,
15
menggunakan indikator sebagai alat ukur untuk melakukan penilaian
evaluasi hasil pada proses (input) dan output (hasil).
c. Terletak perbedaan pada objek yang diteliti. Yaitu Pesantren Assurur
Yatim Piatu dan Dhuafa Kebon Jeruk Jakarta Barat yang dijadikan sebagai
objek penelitian pada penulisan skripsi ini, sebelumnya tidak ada dari
salah satu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
melakukan penelitian evaluasi hasil pada kedua lembaga dan program
tersebut.
Perbedaan-perbedaan yang disebutkan di atas, menjadikan dasar
argumentasi, bahwa penelitian evaluasi hasil yang dilakukan pada penulisan
skripsi ini bukanlah bersifat Pelagiat.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pembahasan dalam skripsi ini, penulis menyusun
dalam lima bab. Adapun setiap bab terdiri dari sub-sub bab tersendiri. Agar
pembaca dapat memahami uraian selanjutnya, maka penulis
memsistematisasikan pembahasan yang akan ditulis ke dalam bab-bab sebagai
berikut:
BAB I Merupakan bagian yang terdiri dari pendahuluan, memuat tentang latar
belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penyusunan.
BAB II Tinjauan teoritis, yang meliputi: Teori-teori Evaluasi Program yaitu
Pengertian Evaluasi Program, Pengertian Evaluasi Hasil, Model-model
Evaluasi, Desain Evaluasi Program, Pendekatan Metode LFA, Tujuan
16
Evaluasi Program. Pengertian Anak yatim piatu dan dhuafa meliputi:
Definisi anak, Definisi yatim piatu, Dhuafa, Pemberdayaan masyarakat
meliputi: Pengertian pemberdayaan, Tujuan pemberdayaan, Pesantren
meliputi: Pengertian pesantren, Bentuk-bentuk aktivitas pesantren,
Fungsi pesantren.
BAB III Dalam bab ini akan membahas tentang gambaran umum lokasi
penelitian. Bab ini dibagi ke beberapa sub-sub, diantaranya yaitu:
Profil Lembaga Pesantren Assurur Yatim Piatu dan Dhuafa: Sejarah
berdirinya Pesantren Assurur, Struktur Organisasi dan Kepengurusan
Pesantren, Visi dan misi pesantren, Program kegiatan pesantren
assurur, Fasilitas dan Sarana, Prestasi yang pernah diraih.
BAB IV Bab ini berisi tentang analisis tentang evaluasi hasil kesesuaian
pelaksanaan program/kegiatan pesantren yaitu dengan kondisi awal,
dengan masukan, dengan aktivitas, dengan faktor-faktor antara, dengan
keluaran manfaat, dan dengan dampak dan pencapaian target fisik
(jumlah sasaran, volume kegiatan, waktu, biaya, tenaga dan sarana
prasarana) dan target fungsional (perkembangan fungsi sosial) dan
dampak negatif dan positif terhadap pembangunan sektor sosial. Dan
masalah faktor pendukung dan penghambat.
BAB V Merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Teori-teori Evaluasi Program
1. Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi secara etimologi adalah penaksiran, perkiraan keadaan
dan penentuan nilai. Sedangkan berdasarkan pengertiannya evaluasi
adalah mengkritisi suatu program dengan melihat kekurangan, kelebihan,
pada kontek, input, proses, dan produk pada sebuah program. Ada
beberapa konsep tentang evaluasi dan bagaimana melakukannya, kita
namakan sebagai pendekatan evaluasi. Istilah pendekatan evaluasi ini
diartikan sebagai beberapa pendapat tentang apa tugas evaluasi dan
bagaimana dilakukan, dengan kata lain tujuan dari prosedur evaluasi.1
Tetapi pada dasarnya evaluasi dibutuhkan dalam setiap program
untuk mengetahui keberhasilan dan kemajuannya serta sasaran apakah
sudah tercapai atau belum dan hasilnya nanti diperbaiki menjadi lebih baik
pada program selanjutnya.
Sriven (1967) orang pertama yang membedakan antara evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif sebagai fungsi evaluasi yang utama.
Kemudian Stufflebeam juga membedakan proactive evaluation untuk
melayani pemegang keputusan, retroactive evaluation untuk keperluan
pertanggungjawaban.
1 Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah: Dengan Pendekatan Kalitatif, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta. Desember 2006), h.124.
17
18
Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, yaitu
evaluasi yang dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang
sedang berjalan (program, orang, produk, dan sebagainya). Fungsi sumatif,
evaluasi dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi, atau
lanjutan. Jadi evaluasi hendaknya membantu pengembangan,
implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program,
pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan dan
dukungan dari mereka yang terlibat.2
Fungsi pengawasan dalam suatu organisasi pada umumnya terkait
dengan proses pemantauan (monitoring) dan evaluasi (evaluation). Istilah
pemantauan dikenal juga dengan nama evaluasi proses, sedangkan untuk
istilah evaluasi mempunyai dua makna yang berbeda. Bila istilah evaluasi
muncul bersama dengan pemantauan (monitoring) maka evaluasi yang
dimaksud disini adalah evaluasi hasil. Pengertian yang kedua dari kata
evaluasi adalah jika ia berdiri sendiri tanpa diikuti pemantauan, maka
evaluasi disini dapat berarti evaluasi masukan (input evaluation), evaluasi
proses (process evaluation) ataupun evaluasi hasil (outcome evaluation).3
Jadi, yang dimaksud evaluasi adalah membahas keseluruhan proses
evaluasi mulai dari input, proses dan hasil suatu program. Guna melihat
kelebihan dan kemajuan suatu program agar dapat diperbaiki menjadi
lebih baik pada program selanjutnya.
2 Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta), h.4. 3 Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 2003), h.186-188.
19
2. Pengertian Evaluasi Hasil4
Evaluasi hasil, yaitu diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak
(overall impact) dari suatu program terhadap penerima layanan. Pada
evaluasi hasil terbagi pula menjadi lima bagian :
a. Evaluasi efisiensi; yaitu analisis hubungan antara pencapaian output
dengan input (efisiensi internal) atau rasio pencapaian output dengan
populasi sasaran yang membutuhkan pelayanan (efisiensi eksternal).
b. Evaluasi efektivitas, yaitu analisis hubungan antara outputs dengan
outcomes.
c. Evaluasi dampak dan keberlanjutan program adalah analisis hubungan
antara dampak pelayanan yang positif dan negatif dibandingkan
dengan outcomes.
d. Evaluasi tujuan, meliputi pengujian hubungan tingkat efisiensi dan
efektivitas program.
e. Evaluasi kebijakan yaitu mereview konsep kebijakan, program, dan
strategi, merumuskan “exit strategy” dari perubahan kebijakan dan
merumuskan alternatif model pelayanan.5
Jadi, evaluasi adalah untuk merumuskan keseluruhan kesesuaian
program mulai dari kondisi awal program hingga dampak dari suatu
program terhadap penerima layanan.
4 Nurul Hidayati, Metode Penelitian Dakwah, h.142. 5 Ibid, h.125.
20
3. Model-Model Evaluasi
Model evaluasi yang penulis ambil adalah menurut pendapat Nurul
Hidayati dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian Dakwah
(dengan pendekatan kualitatif)6, bahwa ada banyak model-model atau
jenis evaluasi program, namun hanya beberapa model evaluasi yang
diuraikan dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
a. Pelaksanaan evaluasi menurut Pietrzak, Ramler, dan Gilbert dibagi
menjadi tiga tipe jenis evaluasi input, evaluasi proses, dan evaluasi
hasil atau produk. Evaluasi input memfokuskan berbagai unsur yang
masuk dalam pelaksanaan suatu program. Tiga unsur utama yang
terkait:
1) Evaluasi input adalah klien, staff, dan program serta sarana atau
fasilitas yang digunakan dalam pelaksanaan program.
2) Evaluasi proses, menurut Pietrzak dkk, memfokuskan diri pada
aktivitas program yang melibatkan langsung antara klien dengan
staff terdepan (line staf) yang merupakan pusat dari pencapaian
tujuan (objektif) program.
3) Evaluasi hasil, yaitu diarahkan pada evaluasi keseluruhan dampak
(overall impact) dari suatu program terhadap penerima layanan.
Jadi, model evaluasi pada skripsi ini adalah model evaluasi hasil
yang akan peneliti gunakan guna membahas suatu program terhadap
penerima layanan. Pada konteks ini membahas tentang program
6 Ibid, h. 142.
21
pemberdayaan pesantren assurur yatim piatu dan dhuafa di kebon
jeruk Jakarta barat.
Dalam konteks penulisan skripsi ini, penulis menggunakan model
atau jenis evaluasi yang dipilih penulis adalah pendekatan LFA yang
diuraikan di bawah ini:
4. Desain Evaluasi
Desain penelitian ialah rencana dan struktur penyelidikan yang
disusun sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan di dalam penelitian. Rencana ini merupakan suatu
skema menyeluruh yang mencakup program-program penelitian,
memaparkan mengenai hal-hal yang dilakukan, dan menetakan kerangka
bingkai bagi pengkajian relasi variabel-variabel yang diteliti.7
Desain penelitian mempunyai maksud dan kegunaan untuk
mengontrol atau mengendalikan varian, serta membantu mendapatkan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan peneliti.8 Jadi, desain peneliti peneliti
gunakan sesuai dengan tujuan evaluasi yaitu tujuan evaluasinya berkaitan
dengan keputusan program tersebut akan berlanjut atau tidak, maka
evaluasi yang digunakan adalah evaluasi hasil.
5. Pendekatan Metode LFA (Logical Framework Analysis)
Langkah selanjutnya menentukan pendekatan yang akan
digunakan. Ada beberapa pendekatan evaluasi, yang uraiannya dikutip
dari buku “Panduan Standarisasi Monitoring & Evaluasi Program
7 Landing R. Simatupang, Asas-asas Penelitian Behavioral, (Bandung: Gadjah Mada University Perss (UGM) 1990), h.483.
8Ibid, h.484.
22
Pemberdayaan Fakir Miskin” (Hal.133), namun contoh-contohnya telah
disesuaikan oleh peneliti dengan objek penelitian dakwah. Berikut
uraiannya tertulis di bawah ini:9
a. Pendekatan yang digunakan dalam rangka monitoring dan evaluasi
yang merupakan metode standar yang digunakan secara internasional
yakni menggunakan Analisis Kerangka Kerja Logis (Logical
Framework Analysis/LFA). Di dalam LFA terdapat beberapa faktor
penting yang harus diketahui sebagai proses sistematis. Kegiatan
evaluasi didasarkan atas penentuan indikator dan cara melakukan
pengumpulan data dari setiap indikator yang ditentukan.
Dalam menyusun indikator kinerja diperlukan pemahaman yang
baik tentang program/kegiatan, tujuannya, sumber daya yang tersedia,
ruang lingkup kegiatan dan saling hubungan yang terdapat diantara
berbagai kegiatan tersebut yang dilaksanakan.
1) Indikator masukan (inputs)
Indikator masukan yang disusun harus mengidentifikasi
sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan keluaran. Indikator
input mengukur jumlah sumber daya seperti: ketersediaan dana,
ketersediaan SDM/petugas, ketersediaan informasi, ketersediaan
jamaah, ketersediaan bantuan/modal usaha, ketersediaan panduan
teknis dan ketersediaan waktu.
9 Nurul Hidayati, Metode Penelitian Dakwah, h.125.
23
2) Indikator keluaran (outputs)
Indikator output digunakan untuk mengukur keluaran yang
dihasilkan oleh suatu program/kegiatan. Dengan membandingkan
keluaran dan sasaran program kegiatan, dapat diketahui apakah
kemajuan pelaksana dan pencapaian program/kegiatan tersebut
sesuai dengan rencana. Indikator output hanya dapat menjadi
landasan untuk menilai kemajuan suatu program/kegiatan apabila
indikator ini dikaitkan dengan sasaran-sasaran program/kegiatan
yang didefinisikan secara jelas dan terukur.
3) Indikator hasil/manfaat (outcomes)
Dalam program/pelaksanaan ibadah haji, indikator ini sangat
penting untuk menunjukkan keberhasilan secara fungsional.
Indikator ini menggambarkan hasil nyata atau manfaat yang
diperoleh suatu program/kegiatan. Namun informasi yang
diperlukan untuk mengukur outcome seringkali tidak lengkap dan
tidak mudah diperoleh. Oleh karena itu setiap pengelola
program/kegiatan perlu mengetahui berbagai metode dan teknik
untuk mengukur keberhasilannya program/kegiatan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai.
4) Indikator dampak (impacts)
Indikator ini menggambarkan pencapaian tujuan dalam jangka
panjang seperti yang dirumuskan dalam tujuan (goals), baik
dampak positif maupun dampak negatif. Indokator ini dapat
24
diketahui, jika pengukuran dilakukan secara terus menerus dalam
jangka waktu yang cukup lama dan setelah pelaksanaan ibadah haji
selesai dilaksanakan.
Contoh dari indikator dampak positif adalah; meningkatnya
taraf kesejahteraan jama’ah haji, meliputi: peningkatan keimanan,
peningkatan ibadah, meningkatnya rasa kemanusiaan,
meningkatnya aksebilitas jama’ah haji terhadap pelayanan
bimbingan haji. Sedangkan contoh dari indikator dampak negatif
adalah; setelah dibimbing haji timbulnya ketergantungan terhadap
para pembimbing haji.
Selain menggunakan 4 (empat) indikator di atas LFA (Logical
Framework Analysis) juga menggunakan sembilan indikator yang
digunakan oleh Feurstein, indikator yang paling sering digunakan
untuk mengevaluasi suatu kegiatan:
5) Indikator Ketersediaan (Indicators of Avalability). Indikator ini
melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu prose situ
benar-benar ada.
6) Indikator Relevansi (Indicators of Relevance). Indikator ini
menunjukkan seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang
teknologi atau layanan yang ditawarkan.
7) Indikator Keterjangkauan (Indicators of Accessibility). Indikator
ini melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam
“jangkauan” pihak-pihak yang membutuhkan.
25
8) Indikator Pemanfaatan (Indicators of Utilisation). Indikator ini
melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan
oleh pihak pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh
kelompok sasaran.
9) Indikator Cakupan (Indicators of Coverage). Indikator ini
menunjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu
dari menerima layanan tersebut.
10) Indikator Kualitas (Indicators of Quality). Indikator ini
menunjukkan standar kualitas dari layanan yang disampaikan ke
kelompok sasaran.
11) Indikator Efisien (Indicators of Efficiency). Indikator ini
menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang
dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat
guna (efisien), atau tidak memboroskan sumber daya yang ada
dalam upaya mencapai tujuan.
12) Indikator Dampak (Indicators of Impact). Indikator ini melihat
apakah sesuatu yang kita lakukan benar-benar memberikan suatu
perubahan di masyarakat.10
6. Tujuan dan Pentingnya Evaluasi
Secara umum tujuan evaluasi menurut Edi Suharto, dalam bukunya
membangun masyarakat memberdayakan rakyat adalah:
a. Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan
10 Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunikasi edisi revisi. (Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 2003), h.189-194.
26
b. Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran
c. Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang
mungkin terjadi di luar rencana
Evaluasi merupakan suatu yang penting dilakukan, dalam hal ini,
feurstein menyatakan 10 (sepuluh) alasan mengapa suatu evaluasi perlu
dilakukan.11 :
1) Pencapaian. Guna melihat apa yang sudah dicapai.
2) Mengukur kemajuan. Melihat kemajuan dikaitkan dengan objektif
program.
3) Meningkatkan pemantauan. Agar tercapai manajemen yang lebih baik.
4) Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan. Agar dapat memperkuat
program itu sendiri.
5) Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif. Guna melihat
perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.
6) Biaya dan manfaat. Melihat apakah biaya yang dikeluarkan cukup
masuk akal.
7) Mengumpulkan informasi. Guna merencanakan dan mengelolah
kegiatan program secara lebih baik.
8) Berbagi pengalaman. Guna melindungi pihak lain terjebak dalam
kesalahan yang sama, atau untuk mengajak seseorang untuk ikut
melaksanakan metode yang serupa bila metode yang dijalankan telah
berhasil dengan baik.
11 Ibid, h.187-188.
27
9) Meningkatkan keefektifan. Agar dapat memberikan dampak yang
lebih luas.
B. Pengertian Anak Yatim Piatu dan Dhuafa
1. Definisi Anak
Anak adalah manusia yang berbentuk kecil, tetapi anak adalah
makhluk yang masih lemah dalam seluruh jiwa dan jasmaninya maupun
kehidupan fisik dan psikis anak berbeda dengan orang dewasa karena ia
sedang masa pertumbuhan dan perkembangan yang mengikuti hukum genesa,
secara individual berbeda dengan yanga lain.12
Seperti dalam bukunya Hasan Langgung, menurut pandangan al-
Ghozali mengatakan bahwa anak merupakan amanat dan tanggung jawab
ditangan orang tua, jiwanya yang suci dan murni merupakan permata mahal
dan bersahaja yang bebas dari ukiran dan gambaran dan ia bisa menerima
setiap ukiran dan gambaran kepada siapa saja yang ia cenderungkan
kepadanya.13
b. Definisi Yatim Piatu
Kata yatim berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata: يتم–تما ي–ويتما
يتم yang artinya : telah menyendiri, sedang menyendiri.14 Sedangkan pada
kamus Al-Munjid yatim adalah :
من فقد أناه ولم يبلخ ا لر جال
12 Agus Suhanto, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Aksara Baru, 1996), Cet. Ke-7, h. 35 13 Hasan Langgulung, Pendidkan dan Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna,
1985), Cet. Ke-3, h. 19 14 Muhammad bin Abi Bakar bin Abd Qodir Ar-razi, Muhratus Shihab, h. 741
28
Artinya : adalah “anak yang kehilangan ayahnya sednagkan ia belum sampai pada batas orang dewasa”.
Secara umum yatim terbagi menjadi dua yaitu :
1. Yatim adalah anak yang ditinggal wafat bapaknya, sedangkan ia belum
berusia baligh.
2. Piatu adalah anak yang ditinggal wafat ibunya sedangkan ia belum berusia
baligh.15
Adapun pengertian yatim menurut istilah aalah tidak berbapak atau
tidak beribu, atau tiak beriu bapak, tetapi sebagian orang memakai kata yaitu
untuk yang bapaknya meninggal dunia.16
Para ahli dan ulama berbeda pendapat tentang pengertian yatim piatu
diantaranya sebagai berikut:
a. Hasan Ayun mengatakan: “anak yatim adalah anak yang telah ditinggalkan
ayah dan ibunya sebelum mencapai kedewasaanya dan jika sudah dewasa
maka tidak disebut yatim piatu.17
b. Sri Suhadjati Sukri mengatakan: yatim piatu adalah anak yang tinggal
mati ayah dan ibunya.18
c. H. Ahmad Zurzani Djunaidi mengatakan “anak yatim adalah seorang anak
yang masih kecil, lemah dan belum mampu berdiri sendiri yang
15 W.J.S, Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985),
h. 1153 16 Petersalim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern
English, 1991), h. 1727 17 Hasan Ayub, Etika Islam: Menuju Islam yang Hakiki, (Bandung: Trignda Karya,
1994), Cet. Ke-1, h. 1 18 Sri Suhadjati, Menyantunkan Anak Yatim Psiklogi, dalam Suara Merdeka 21 November
2003, h. 1
29
ditinggalkan oleh orang tua mereka yang menanggung biaya
penghidupannya.19
d. Rudi Setiadi mengatakan: anak yatim aalah anak yang dtinggal mati ayah
dan ibunya selagi belum mencapai umur balig.20
e. Drs. Moh. Ngajean bewrpendapat: yatim adalah yang ayahnya sudah
meninggal ketika ia masih kecil. Piatu aalah anak yang tidak beribu.21
f. Syeikh Othman Bin Syeikh Salim, BA, mengemukakan : yaitu adalah anak
yang kematian kedua orang tuanya, sedang piatu adalah tiada beribu tiada
berbapak, atau tiada sanak saudara.22
Dalam UUD 1945, anak yatim adalah anak yang tinggal wafat ayahnya
sedangkan ia masih belum berada usia baligh adalah batas usia dari masa anak-
anak kepada masa dewasa. Untuk dapat mengetahui tanda-tanda baligh dan batas
umur seorang anak yang disebut yatim adalah sebagai berikut.
1. Telah berumur 15 tahun
2. Telah keluar mani
3. Telah haid bagi anak perempuan23
a. Pola Pemeliharaan Anak Yatim
19 Ahmad Zurzani Djunaidi dan Ismail Maulana Syarif, Sepuluh Inti Perintah Allah,
(Jakarta: PT. Fikhati Aneska, 1991), Cet. Ke-2,h. 19 20 Rusdi Setiadi, Mentantuni Anak Yatim, dalam Renunmgan Jum’at, 10 Desember 2004,
h. 1. 21 Mohammad Ngajean, Kamus Etimologi Bahasa Indonesia, (Semarang: dahara Prize,
1992), cet ke-3, h. 139. 22 Md. Nor Bin. Hj. Ab. Ghani, BA, Kamus Dewan Edisi Baru, (Slogor Darul Ehsan:
Dewan Bahasa dan Pustaka Lot 1037, 1991), cet. Ke-1, h. 1469. 23 Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Batu Al-Gensido, 1994), Cet. Ke-27, h.
316.
30
Adapun beberapa hal yang pokok dalam memeliharaan anak yatim
yang penulis gambarkan sebagai berikut:
1). Manjemanin Makan dan Minum
Makan dan minum adalah kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia.
Tanpa makan dan minum, manusia akan lemah baik fisik maupun
daya pikirannya. Di dalam hadits Nabi Muhammad SAW. Dijelaskan
mengenai balasan bagi orang yang memberi makan dan minum bagi
anak yatim, yaitu :
حب أن تلين قلبك وتدرك حا جتك ارحم اليتيم وامسه رأسه واطعمه من تا
)رواه الطبر انى عن أبي درداء ( طعا ماك يلين قلبك وتدرك حا جت Artinya : “Apakah engkau menyukai supaya hatimu lunak dan
engkau memperoleh keingnan. Kalau begitu, kesihilah anak-
anak yatim dan usaplah kepalanya dan beri makanlah
daripada makanmu, nanti haimu akan lunak dan engkau
akan mencapaiu kehendakmu”. (HR. Thabrani dari Abi
Darda).24
2). Memelihara Hartanya
Harta peninggalan ayah dari seorang anak yatim merupakan amanah
yang harus dijaga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan
bagi anak yatim yang masih usianya kecil dan belum bisa
mengurus harta peninggalan bapaknya sebaiknya dititipkan kepada
orang yang dapat mengurus hartanya tersebut agar terhindar dari
perbuatan yang tida baik.
Seperi firman Allah SWT, yang berbunyi.
24 Ass al-Hasyim, Ip,Cit., h. 52
31
Artinya : Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan
maksud yang baik” (Al-An’am, 152)25
3). Memberi Kasih Sayang
Kasih sayang yang diberikan dari orang tuanya merupakan kasih
sayang yan paling dibanggakan bagi setiap anak. Namun bila sudah
tidak memiliki orang tua maka harus ada pula yang menyayangi
dan menjaga seperti orang tua mereka sendiri, maka dari itu kita
sebagai orang mukin haruslah saling membantu dan menyayangi
saudara sesama muslim ajar jiwa anak tersebut tidak terganggu dan
terlan tar dirinya.
4). Memberikan Pendidikan
Pendidikan sangat penting bagi perkembangan seorang nak, apalaghi
jika yang tertimpa musibah adalah bagi anak yang tidak lagi memiliki
orang tua maka dari itu sebagai tempat tinggal anak asuh yaim
(pesantren) haruslah memberi pelayanan sosial juga baik itu
pendidikan formal maupun non formal seperti keghiatan pelatihan
keterampilan maupun kegiatan sosial lainnya.
b. Dhuafa
25 Al-Qur’an dan Terjamahnya, h. 214.
32
Menurut Najah Maqiyah kaum dhuafa adalah orang-orang yang menderita
hidupnya secara sistemik atau orang-orang miskin yang ada dijalanan,
dipinggiran dan disudut lingkungan kumuh.26
Menurut Maratua Simanjuntak ada dua bentuk kedhuafaan jika kita
melihat dalam konteks surat Al-maun yaitu: yatim dan miskin.30 Jadi,
penulis menyimpulkan istilahYatim adalah mereka yang tidak punya
ayah,berarti sama artinya dengan seseorang yang tidak memiliki tempat
berlindung,bergantung,dan tempat mengadu setiap memiliki masalah. Jadi
yatim dhuafa bisa juga yatim kaya karena tak ada ayah pembimbing
sekaligus pengayom,berarti dia sangat memerlukan bimbingan yang sama
seperti kedudukannya seperti ayah.
C. Pemberdayaan Masyarakat
a. Pengertian Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah proses menambah daya individu atau
kelompok yang tidak beruntuk atas pribadi, lembaga, aktivitas ekonomi,
dan reproduksi melalui kebijakan sosial, aksi politik dan pendidikan.27
Konsep pemberdayaan lahir sebagai antithesis terhadap model
pembangunan yang sudah berjalan. Pembangunan yang cenderung
bermainstream technocrat developmentalism menyebabkan kesenjangan
sosial di beberapa Negara. Secara makro terbenuk pengklasifikasian
26 Najlah Naqiyah, Dhuafa Kekerasan Negara, htp//blogspot.com.taggal:4februari 2009. 27 Maulidiansyah Muhammad “Pusat Kegiatan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan
Masyarakat Desa” (Universitas Indonesia: Program Studi Sosial Ilmu Kesejahteraan Sosial, 2002) h. 33.
33
Negara, yaitu Negara dunia ketiga dan Negara adi daya (Negara
terbelakang/miskin dengan/berkembang dan Negara maju)28
Pemberdayaan bisa juga sebagai suatu proses yang relatif terus
berjalan untuk meningkatkan kepada perubahan. Pemberdayaan bisa
disebut juga sebagai pengembangan.29 Pemberdayaan masyarakat adalah
upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat golongan masyarakat yang
sedang kondisi miskin, sehingga mereka dapat melepaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan adalah upaya
untuk membangun kemampuan masyarakat, dengan mendorong,
memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki
dan berupaya untuk mengembangkan potensi itu menjadi tindakan nyata.30
Menurut Shardlow, pemberdayaan pada intinya membahas
bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengontrol
kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa
depan dengan keinginan mereka.31
Payne mengemukakan bahwa suatu proses pemberdayaan pada
intinya ditunjukkan guna membantu klien memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan
yang terkait dengan diri mereka, termasuk merugikan efek hambatan
28 Pelatihan pendamping community development program kerjasama masyarakat mandiri
(MM) UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, 27-28 Juni 2007, h.14. 29 Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001), h.32-33. 30 Zubaedi, Wacana Pembangunan Alternatif, Ragam Perspektif Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h.41-42. 31 Adi Isbandi Rukminto, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), h. 42.
34
pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini melalui peningkatan
kemampuan dan rasa percaya untuk menggunakan daya yang ia miliki,
antara lain melalui transfer daya dari lingkungan.32
b. Tujuan Pemberdayaan
Pendapat para ahli mengenai tujuan pemberdayaan masyarakat,
diantaranya:
Tujuan pengembangan pada bidang ekonomi, agar kelompok sasaran dapat
mengelola usahanya, kemudian menafsirkan membentuk siklus atau jarak
(perputaran) pemasaran yang relatif stabil. Tujuan pengembangan pada
bidang pendidikan sosial, yaitu supaya kelompok sasaran dapat
menjalankan fungsi sosialnya kembali sesuai dengan peran dan tugasnya.
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi
masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik
seluruh warga masyrakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya.
Untuk mencapai tujuan ini, faktor peningkatan kualitas SDM
melalui pendidikan formal peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan
formal perlui mendapat perioritas. Memberdayakan masyarakat bertujuan
mendidik masyarakat agar mampu membantu diri mereka diri mereka
sendiri. Tujuan yang dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat,
adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi
inovasi dan memiliki pola pikir konsopolitan.33
32 Isbandi Rukminto Adi, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2003), h.54. 33 Adi Isbandi Rukminto, Permberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakara: FE UI, 2001).
35
D. Pesantren
1). Pengertian Pesantren
Istilah pesantren secara terminologi bisa disebut dengan pondok
saja atau kedua kata ini digabung menjadi pondok pesantren. Secara
esensial, semua istilah ini mengandung makna yang sama, kecuali sedikit
perbedaan. Asrama yang menjadi penginapan santri sehari-hari dapat
dipandang sebagai pembeda antara pondok dan pesantren. 34
Secara Lembaga Reseach Islam (Pesantren Luhur) mendefinisikan
pesantren adalah “suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam
menerima pelajaran-pelajaran agama Islam seklaigus tempat berkumpul
dan tempat tinggalnya.35
2). Bentuk-bentuk Aktivitas Pesantren
Pesantren adalah tempat tinggal para santri yang belajar aau
semacam asrama, dan disitu ada seorang (beberapa orang) kiai sebagai
figur pimpinanuya dan tempat ibadah yang sekaligus sebagai tempat
belajarnya seperti musholla atau masjid. Kiai mempunyai wewenang
penuh unuk menentukan kebijaksanaan dalam pesantren, baik mengenai
tata tertibnya maupun mengenai sistem pendidikannya seklaigus materi
dan silabus pendidikan/pengajaran.
Sedangkan, santri (siswa) mempunyai hak untuk bisa menerima
kebijaksanaan di dalam pesantren (menjadi santri), maupun tidak setuju
dengan kebijaksanaannya, sehingga mempunyai kebebasan untuk
34 Mujamil Qomar, Pesantren dari transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta: PT. Erlangga, 2005), h.1.
35 Ibid, 2.
36
meninggalkan atau pindah dari pesantren tersebut. Maka siswa yang telah
memutuskan untuk menjadi santri di suatu pesantren, dari awal mulai
sudah bertekad siap mengikuti segala aturan dan tata tertib serta
kebijaksanaannya yang ada di dalamnya.36
Secara umum, upaya pengembangan masyarakat dilaksanakan
dalam tiga aktivitas:
a. Berupaya membebaskan dan menyadarkan masyarakat. Kegiatan ini
bersifat subjektif dan memihak kepada masyarakat tertindas (dhuafa)
dalam rangka memfasilitasi mereka dalam mencapai suatu proses
penyadaran sehingga memungkinkan lahirnya upaya untuk
pembebasan diri dari kemiskinan dan keterbelakangan.
b. Ia menggerakkan partisipasi dan etos swadaya masyarakat. Pesantren
perlu menciptakan suasana dan kesempatan yang memungkinkan
masyarakat mengidentifikasi masalah mereka sendiri, menjadi
pelaksana program sendiri, melakukan evaluasi, menindaklanjuti serta
menikmati hasilnya sendiri.
c. Pesantren mendidik dan menciptakan pengetahuan.37
d. Pesantren mempelopori cara mendekati masalah secara benar sehingga
masyarakat mengetahui kebutuhan riilnya (real-need). Jadi, masyarakat
pada konteks ini dididik untuk mampu mengintegrasikan antara
36 Ahmad Qodri A. Azizy, Islam dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar,
(Yogyakarta, LKIS, 2000), h. 102. 37 Zubaedi, “Wacana Pembangunan Alternatif: Ragam Perspektif Pengembangan dan
Pemberdayaan Masyarakat", (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h.227.
37
penelitian dengan aksi-aksi konkret yang melibatkan elemen
masyarakat sebagai pelaku utamanya.38
3). Fungsi Pesantren
Fungsi pesantren pada awal berdirinya sampai dengan kurun
sekarang telah mengalami perkembangan. Visi, posisi, dan persepsinya
terhadap dunia luar telah berubah. Laporan Syarif dkk, menyebutkan
bahwa pesantren pada masa yang paling awal (masa Syaikh Maulana
Malik Ibrahim) berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama
Islam.
Kedua fungsi ini bergerak saling menunjang. Pendidikan dapat
dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah sedang dakwah bisa
dimanfaatkan sebagai sarana dalam membangun sistem pendidikan. Jika
ditelusuri akar sejarah berdirinya sebagai kelanjutan dari pengembangan
dakwah, seharusnya fungsi edukatif pesantren adalah sekedar
membonceng misi dakwah. Misi dakwah Islamiyah inilah yang
mengakibatkan terbangunnya sistem pendidikan.
Pada masa wali songo, unsur dakwah lebih dominan dibanding
unsur pendidikan. Saridjo dkk. Mencatat bahwa fungsi pesantren pada
kurun wali songo adalah sebagai pencetak calon ulama dan mubaligh yang
militant dalam menyiarkan agama Islam. Sebagai lembaga dakwah,
pesantren berusaha mendekati masyarakat. Pesantren bekerjasama dengan
mereka dalam mewujudkan pembangunan. Sejak semula pesantren terlibat
38 Ibid, h.228.
38
aktif dalam memobilisasi pembangunan sosial masyarakat desa. Warga
pesantren telah terlatih melaksanakan pembangunan untuk kesejahteraan
masyarakat khusus-nya, sehingga terjalin hubungan yang harmonis antara
santri dan masyarakat, antara kyai dan kepala desa.
Oleh karena itu, menurut Ma’shum, fungsi pesantren semula
mencakup tiga aspek yaitu fungsi religius (diniyyah), fungsi sosial
(ijtimaiyyah), dan fungsi edukasi (tarbawiyyah). Ketiga fungsi ini masih
berlangsung hingga sekarang. Fungsi lain adalah sebagai lembaga
pembinaan moral dan kultural, baik di kalangan para santri maupun santri
dengan masyarakat. Kedudukan ini memberikan isyarat bahwa
penyelenggaraan keadilan sosial melalui pesantren lebih banyak
menggunakan pendekatan kultural.39
Fungsi pesantren adalah sebagai instrumen untuk tetap
melestarikan ajaran-ajaran Islam di nusantara, karena pesantren
mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk dan memelihara
kehidupan sosial, kultural, politik, keagamaan dan lain sebagainya. Oleh
karena itu antara fungsi pondok pesantren dengan lembaga pendidikan
lainnya tidak bisa dipisahkan yaitu untuk mensukseskan pembagunan
nasional, karena pendidikan di negara kita arahkan dapat terciptanya
manusia yang bertaqwa, mental membangun dan memiliki keterampilan
dan berilmu pengetahua sesuai dengan perkembangan zaman.40
39 Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, h.23. 40 Dawam Raharjo, Perkembangan Masyrakat dalam Perspektif Pesantren dalam Perspekif
Pesantren, dalam Pergulatan Dunia Pesantren (Jakarta: P3 M, 1985), h. 7.
BAB III GAMBARAN UMUM PESANTREN YATIM PIATU DAN DHUAFA
ASSURUR
A. Pesantren Assurur
1. Sejarah Berdirinya Pesantren Assurur
Yayasan Pesantren Assurur / Panti Asuhan Yatim Piatu dan
Dhuafa, merupakan salah satu realisasi dari Buya Haji Abdul Hamid bin
H. Abdullah, yag terpanggil untuk dapat memperdulikan anak-anak yatim,
piatu dan dhuafa yang putus sekolah khususnya di wilayah Negara
Indonesia, mulai dari menampung, merawat, membina dan mendidiknya
untuk jenjang masing-masing pendidikan, hingga cita-cita yang
diharapkan untuk memajukan dan mencerdaskan bangsa Indonesia dapat
terwujud dengan agama dan akhlak yang kuat. Banyak kendala yang
dihadapi saat itu mulai dari keluarga sampai masala dana, tetapi semua itu
dapat diatasi berkat kegigihan beliau untuk membantu sesamanya yang
memerlukan pertolongan.
Beliau adalah pendiri sekaligus Ketua Yayasan Assurur dan pada
tanggal 25 April 1995 resmi berdiri dan berbadan hukum. Hingga hari ini
Panti Asuhan Yatim Piatu Assurur memiliki pelayanan yang cukup baik,
semakin diperlukan keberadaannya sebagai wadah bagi mereka yang
hidupnya kurang beruntung/kurang mendapatkan perhatian pendidikan
yang layak.
39
40
2. Karakteristik Pesantren Assurur
Pesantren Assurur adalah salah satu jenis Pondok Pesantren yang
mengembangkan sistem pendidikan modern (khalaf). Para santri selain
dididik dan diajarkan ilmu pengetahuan agama, juga dibekali ilmu-ilmu
pengetahuan umum lainnya yang menggunakan sistem kurikulum sekolah.
Yang lebih penting dari itu adalah penanaman disiplin hidup dan disiplin
dalam beribadah. Dengan demikian para santri diharapkan mempunyai
wawasan dan pengetahuan yang seimbang antara ukhrowi dan dunianya.
Karakter lain dari Pesantren Assurur adalah prinsipnya yang bebas
(independent), tidak terikat apabila ada santri yang ingin tidak menetap
dalam asrama tersebut karena rumah mereka yang tidak jauh dari
Pesantren sehingga bebas untuk melakukan apapun yang ia inginkan.
Pesantren Assurur juga mengajarkan nilai-nilai islami sehingga mereka
memiliki sifat ramah tamah, sopan santun, dan berbudi pekerti yang baik.
3. Sistem Pendidikan dan Pengajaran Di Pesantren Assurur
Sistem pendidikan dan pengajaran yang diterapkan di Pesantren
assurur ini adalah perpaduan dari sistem pendidikan pesantren dan sistem
pendidikan sekolah. Lebih dari itu, dengan menyadari bahwa hakikat
pendidikan juga harus menyentuh kepada aspek emosional dan spiritual.
Maka dalam aplikasi sistem pendidikan dan pengajaran di pesantren
assurur berada pada dua jalur ajar dan jalur didik (asuh). Kedua jalur
tersebut sesuai dengan misi dan visi yang dicita-citakan pesantren. Yaitu
41
menciptakan generasi yang berwawasan dalam IPTEK (Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi) dan IMTAQ (Iman dan Taqwa).
B. Struktur Organisasi dan Kepengurusan Pesantren Yatim Piatu dan
Dhuafa Assurur
1. Struktur Organisasi
Ketua Umum Pondok Pesantren : Abuya KH. Abdul Hamid, HA
Sekretaris Umum/Pendiri Pesantren : Husni Thamrin, BBA
Koordinator Bidang Pendidikan : Ahmad Faisal, S.Ag
Penjemputan Donasi : Fahrurrozy
Pembantu Umum Harian : - Mursyid
- Ichwan
Staff Kesekretariatan : Liana Astuti
Selanjutnya, aktivitas para santri Pesantren Assurur dalam kegiatan harian
dan mingguan sebagai berikut:
a. Kegiatan Harian
1). Qiyamul lail (Sholat Tahajjud) dan dilanjutkan dengan sholat
shubuh berjama’ah.
2). Pengajian Kitab Alqur’an
3). Makan Pagi dan Persiapan sekolah
4). Belajar mengajar di kelas
5). Sholat Zhuhur berjama’ah dan makan siang
6). Ekstrakulikuler
7). Sholat Ashar berjama’ah
42
8). Belajar Komputer, Menjahit
9). Sholat Magrib dilanjutkan dengan pengajian Al-Qur’an
10). Sholat Isya dan makan malam
11). Belajar malam dan Istirahat
b. Kegiatan Mingguan
1). Malam minggu : Muhadhoroh dan belajar malam
2). Kamis malam : Pengajian Kitab kuning
3). Minggu pagi : Pelatihan dalam belajar bahasa Inggris dan
ekstrakulikuler
C. Visi Dan Misi Pesantren Assurur
1. Visi
Unggul dalam IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan IMTAQ
(Iman dan Taqwa).
2. Misi
a.. Mewujudkan MTs. Assurur dan MI Nahjul Huda sebagai Madrasah
Unggulan.
b. Mewujudkan Pendidikan yang seimbang antara IPTEK dan IMTAQ.
c. Melahirkan bakat dan kreativitas siswa agar memiliki ilmu pengetahuan
dan akhlaqul karimah.
d. Mengembangkan potensi guru yang berkualitas, kreatif dan berakhlaq
mulia untuk menunjang penyebarluasan Ilmu Pengetahuan.
e. Mewujudkan toleransi yang berkesinambungan.
43
Untuk mencapai maksud dan tujuan pesantren tersebut di atas, pesantren
tersebut akan melakukan program sasaran pesantren sekaligus sebagai
program jangka panjang untuk meningkatkan mutu kualitas pesantren
yaitu:
Gedung Asrama dan Sekolah meliputi :
1). Pendidikan mulai dari tingkat TK, SD/MI, dan SMP/MTs.
2). Membantu anak-anak dhuafa dan yatim putus sekolah
3). Anak-anak yatim piatu. Di asramakan.
4). Anak-anak putus sekolah dari keluarga tidak mampu (Beasiswa
berkala)
5). Janda-janda dari keluarga tidak mampu. (berjalan namun belum
terfokus penuh)
Jumlah penghuni :
1). Anak-anak : 70 orang (usia beragam mulai umur 5 Tahun (TK) sampai
dengan 15 Tahun (SLTA).
2). Pria 37 santri.
3). Wanita 33 santriwati
4). Penghuni tiap kamar: 4-5, asrama putri lantai 2, asrama putra lantai 3.
Sumbangan yang diperlukan:
1). Menjadi orang tua asuh baik tetap, maupun kontemporer
2). Dalam bentuk tunai untuk Program Pendidikan anak asuh sesuai
dengan pendidikan
3). Beberapa bahan baku dan sembako untuk kesehariannya.
44
4). Beberapa keperluan bahan bangunan untuk kelanjutan
pembangunan Musholla, dan lain-lain (untuk pembangunan).
D. Program Kegiatan Pesantren Assurur
Program dapat diartikan sebagai rancangan suatu rangkaian kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pesantren Assurur adalah sebuah pesantren yang
mengutamakan pendidikan, kesejahteraan sosial, (Anak Yatim Piatu, Dhuafa)
serta menyantuni masyarakat miskin di sekitar pesantren dan meningkatkan
kualitas moral agama pada anak asuh.
E. Fasilitas dan Sarana Pendidikan Pesantren Assurur
1. Gedung sekolah milik sendiri,
2. Gedung asrama
3. Laboratorium komputer
4. Toilet
5. Ruang Perpustakaan
6. Ruang Menjahit
7. Fasilitas olah raga
8. Ruang UKS
9. Mushollah
10. Tempat parkir luas dan aman
E. Ekstrakulikuler
1. Marawis
2. Muhadhoroh
45
3. Bola Voli
4. Basket
5. Futsal
6. Pramuka
7. Paskibra
8. Pencinta Alam
F. Prestasi Yang Pernah Diraih
JENIS LOMBA JUARA TINGKAT TAHUN CERDAS CERMAT HARAPAN SMP SEJAKARTA BARAT 2002
PERKEMAHAN I, II, III SE KKM 12 JAKARTA 2002 ADZAN III SMP SEJAKARTA BARAT 2003 TENIS MEJA III KECAMATAN KEBON JERUK 2003 PUISI III SEJAKARTA BARAT 2003 PIDATO BAHASA INDONESIA
I PORSEMA JAKARTA BARAT 2005
MTQ I PORSEMA JAKARTA BARAT 2005 SEPAK BOLA III KKM 2005 KALIGRAFI III KKM 2005 RABANA PUTRI I JABODETABEK 2007
BAB IV ANALISIS EVALUASI HASIL PROGRAM PEMBERDAYAAN
PESANTREN ASSURUR YATIM PIATU DAN DHUAFA
Dari hasil wawancara dan dokumentasi yang penulis paparkan pada hasil
temuan lapangan dibawah ini, bahwa program pemberdayaan pesantren assurur
yatim piatu dan dhuafa, yaitu program pendidikan formal, kegiatan pelatihan
keterampilan (non formal) merupakan bentuk pemberdayaan anak bagi masa
depan dengan keinginan mereka. Selanjutnya, Penulis akan memaparkan hasil
temuan dengan mencoba menghubungkan aspek-aspek yang di evaluasi ke dalam
bentuk pendekatan LFA (Logical Framework Analysis), yaitu:
1. Bagaimanakah kesesuaian pelaksanaan program/kegiatan pesantren yaitu
dengan kondisi awal, masukan, aktivitas, faktor-faktor antara, keluaran
manfaat, dan dampak.
a. Kondisi Awal
Awal dari berdirinya sebuah bangunan sekolah MTs (Madrasah
Tsanawiyyah) di samping masjid assurur di bawah naungan Yayasan
Nahjul Huda tahun 1985. letak lokasi berada di jalan HH. adanya sebuah
bangunan SD (Sekolah Dasar) yang tidak dikelola dan dirawat oleh
pemerintah, pada waktu itu pemerintah daerah.
Pada tahun 1988, anak muridnya masih sekitar 15 anak dan pada tahun
kemudian terus bertambah sampai tahun 2000 berjumlah sekitar 20 anak dengan
disesuaikan finansial (keuangan) pesantren yang ada. Dan sekarang sekitar 65
anak. Adapun yang dibutuhkan sebesar Rp. 13.135.000,- (tiga belas juta seratus
tiga puluh lima ribu rupiah) dengan ukuran 15 x 12 M = 180 M2. Dan sebagai
46
47
bahan pertimbangan Bapak/Ibu/Sdr, bersama ini kami lampirkan berkas-berkas
dimaksud.
Yayasan Pesantren Assurur/Panti Asuhan Yatim Piatu dan Dhuafa,
merupakan bentuk keperdulian anak-anak yatim yang putus sekolah mulai
dari menampung, merawat, membina dan mendidiknya untuk memberikan
pendidikan bagi anak yang putus sekolah dengan santunan biaya
operasional pendidikan, pada tanggal 25 April 1995 resmi berdiri dan
berbadan hukum.
Dilihat dari program pemberdayaan pesantren assurur terdapat dua
jenis kegiatan yaitu: pertama, memberikan pendidikan formal dengan
bantuan santunan bagi anak yatim dan dhuafa seperti biaya untuk
pendidikan sekolah (formal). Kedua, memberikan pelatihan keterampilan
seperti menjahit, komputer dan les bahasa Inggris.
Letak lokasi seperti: akses jalan hanya dapat dilalui dengan luas
jarak 6 meter, lokasi sempit karena berada dalam perumahan padat
penduduk, luas tanah sekitar 3000 meter, areal wilayahnya merupakan
dataran rendah sering banjir, lokasi tersebut berada di samping kantor
kecamatan kebon jeruk Jakarta Barat di jalan HH, berikut ini adalah daftar
jumlah anak, pengurus, pengasuh dan pengajar bidang pendidikan formal
jumlah anak pesantren assurur berdasarkan observasib(pengamatan)
peneliti.
48
Tabel 1 Jumlah Anak, Pengajar, Pengurus, Pengasuh kamar Pesantren Assurur
No Anak dan Staf Jumlah 1 Anak TK/TPA 3 orang
2 Anak SD/MI 6 orang
3 Anak MTs 53 orang
4 Anak SMK 8 orang
5 Pengurus/pengasuh kamar/pengajar 8 orang
6 Guru sekolah formal 32 orang
b. Masukan (input)
a. Klien (sasaran penerima kegiatan program)
Sasaran dan tujuan program yang ditetapkan oleh pelaksana
program (pesantren) yaitu: memberikan pendidikan formal dengan
bantuan santunan bagi anak yatim dan dhuafa seperti biaya untuk
pendidikan sekolah (formal). Kedua, memberikan pelatihan
keterampilan seperti menjahit, dan les bahasa Inggris.
Untuk melihat karakteristik yang ingin dijawab pada unsur klien,
yaitu: apakah karakteristik sasaran penerima kegiatan (klien) benar-
benar sesuai dengan sasaran dan tujuan program yang ditetapkan oleh
pelaksana program (pesantren)?
Peneliti akan uraikan pengkajian karakteristik sasaran penerima
kegiatan program (klien) dari 70 anak yang menerima bantuan
santunan pendidikan, peneliti hanya melakukan wawancara kepada
49
anak yang mengikuti program pelatihan keterampilan menjahit
sebanyak 10 orang berikut ini:
Tabel 2 Jumlah anak yang akan dijadikan sampel penelitian keterampilan
No Nama Status anak Umur Kelas Keterangan 1 Ika Miftahul
Alami Yatim 15 tahun 3 MTs Aktif
2 Sulia Hidayati Yatim 15 tahun 3 MTs Aktif
3 Jalaluddin Yatim 15 tahun 3 MTs Aktif
4 Angga Ariyanto Yatim 14 tahun 2 MTs Aktif
5 Cecep Supriyadi Yatim Piatu 14 tahun 2 MTs Aktif
6 Muhammad Ari Yatim Piatu 14 tahun 2 MTs Aktif
7 Irmawati Yatim 14 tahun 2 MTs Aktif
8 Tarmizi Dhuafa 13 tahun 1 MTs Aktif
9 Adi Kusuma Dhuafa 13 tahun 1 MTs Aktif
10 Yuni Arta Dhuafa 15 tahun 3 MTs Aktif
Sumber: wawancara pribadi dengan klien, pada tanggal 3 Maret 20091
Dari tabel di atas, dilihat dari status anak, bahwa karakteristik
sasaran program (klien) telah sesuai dengan sasaran dan tujuan
program yang ditetapkan oleh pelaksana program (pesantren) yaitu
memberikan pelatihan keterampilan seperti menjahit, dan les bahasa
Inggris. karena tidak ada target dalam mengikuti program pelatihan
keterampilan yang diberikan oleh pesantren assurur.
Adapun indikator yang digunakan untuk menilai (evaluasi) pada
unsur klien (sasaran penerima program), yaitu indikator cakupan
fungsinya adalah untuk melihat proporsi anak yang mengikuti program
pelatihan keterampilan dan diketahui hanya terdapat 10 anak saja,
1 wawancara pribadi dengan klien, pada tanggal 3 Maret 2009.
50
tetapi peneliti tidak bisa mengevaluasi program (menilai), apakah
pelaksanaan program telah sesuai atau tidak karena prosesnya masih
berjalan selama penelitian berlanjut.
b. Staf Pelaksana Program
Para staf pelaksana program yang dievaluasi (dinilai) untuk
diteliti dalam penulisan skripsi berjumlah 8 orang staf terdiri dari
Pengurus/pengasuh kamar/pengajar (non formal). Adapun kinerja staf
adalah untuk membantu kegiatan pesantren baik secara formal maupun
sukarelawan yang membantu lancarnya kegiatan tersebut.
Sebagaimana pertanyaan di ingin dijawab pada staf pelaksana,
yaitu apakah para staf pelaksana memiliki kualifikasi yang sesuai
dalam menjalankan mekanisme kerjanya. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut, maka peneliti melakukan wawancara kepada staf bidang
harian umum.
Dari hasil wawancara tersebut, akan diketahui, apakah para staf
pelaksana program memiliki kualifikasi yang sesuai dalam
menjalankan mekanisme kerjanya. Karakteristik sasaran yang dikenai
program (staf), penulis sajikan ke dalam tabel berikut ini:
Tabel 3 Jumlah para staf yang bekerja di dalam pesantren assurur
No Nama staf Latar belakang
Pengalaman kerja
Bidang kerja Jabatan Peranan
1 Iwan SMA Tidak ada Pembantu Harian Umum
Pengurus Penerima tamu
2 Salim Sarjana sosial Islam
Pendakwah Pengajar Pengurus Sukarelawan
51
3 Mursyid Aliyah Tidak ada Pengajar Pengurus Guru TK/TPA
4 Syukron Aliyah Tidak ada Pengajar Pengurus Guru SD/MI
5 Mulidin Sarjana Agama Islam
MTs. Yadika Pengajar Pengurus Guru MTs
6 Jajun SMA Tidak ada Pembantu kebersihan
Pengurus Sukarelawan
7 Ujang Aliyah Pendakwah Pengajar Pengurus Sukarelawan
8 Kamil SMA Tidak ada Pembantu osis
Pengurus Sukarelawan
Sumber: Wawancara pribadi dengan Bpk Iwan. Tanggal 17 maret 20092
Dari sisi indikator ketersediaan jumlah para staf yang ditetapkan
pesantren berjumlah 40 orang, berdasarkan pengamatan(observasi)
peneliti dapatkan jumlah staf yang bekerja hanya 8 orang staf dalam
kegiatan sehari-hari karena selain ia menetap di dalam pesantren juga
sebagai pembantu umum harian. Sisanya hanya sebagai guru bidang
pendidikan formal saja. Hal di atas terlihat bahwa kualifikasi kinerja
staf yang ada tidak sesuai dengan mekanisme kerjanya.
2. Bagaimanakah pencapaian target fisik (jumlah sasaran, volume kegiatan,
waktu, biaya, tenaga dan sarana prasarana) dan target fungsional
(perkembangan fungsi sosial).
a. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana apa saja yang terdapat dalam program ini.
Sebagaimana pertanyaan yang ingin dijawab pada sarana dan prasarana,
apakah sarana dan prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan program
2 Wawancara pribadi dengan Bpk Iwan. Tanggal 17 maret 2009.
52
sesuai dengan yang dibutuhkan seperti: fasilitas apa saja yang ada,
kegiatan yang dilakukan, ketersediaan waktu dan sumber dana yang
tersedia?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, peneliti melakukan observasi
(pengamatan) ke lapangan menunjukkan terdapat beberapa fasilitas yang
telah tidak dipakai karena tidak tersedia dana yang cukup untuk renovasi
gedung yang belum dapat digunakan.
Kondisi pembangunan fisik pesantren secara kualitas dan kuantitas
ditentukan oleh adanya beberapa sarana dan prasarana yang juga
merupakan sasaran target pembangunan fisik pesantren. Fasilitas yang
dimiliki sebagai berikut: gedung asrama terdapat tiga lantai terdiri dari
asrama putra di lantai 3 sebanyak 8 kamar, lantai 2 adalah asrama putri
sebanyak 5 kamar tidur dan 2 kamar mandi serta ruang laboratorium
komputer. Sedangkan lantai 1 adalah ruang belajar mengajar sekolah
Madrasah Tsanawiyyah (MTs) dari kelas 1, 2, 3 serta ruang kepala sekolah
MTs, ruang guru MTs, ruang perpustakaan dan ruang menjahit.
Sedangkan gedung SD/MI memiliki 3 kelas dan ruang guru, ruang
pramuka, gedung TK/TPA 2 kelas dan Ruang Guru, Ruang Masak dan
ruang pengurus dan gudang, dan Pos Jaga, Musholla, Ruang MCK putra
ada 5 dan 2 kamar mandi pengurus. Fasilitas penunjang yaitu: lapangan
parkir, lapangan volly,
Adapun indikator yang digunakan untuk menilai (mengevaluasi)
unsur sarana dan prasarana, peneliti menggunakan indikator kualitas untuk
53
melihat standar kualitas dari layanan yang dapat diberikan agar sarana dan
prasarana dapat membantu lancarnya proses belajar dan mengajar para
siswa dengan guru.
Peneliti melakukan wawancara dengan kepala bidang pendidikan
yaitu: Faisal, mengatakan:
“Sarana yang dimiliki pesantren masih terdapat banyak kekurangan karena memerlukan biaya yang cukup banyak untuk pembangunan fisik pesantren seperti gedung sekolah dasar (SD/TPA) yang belum direnovasi dan sarana pendidikan sifatnya adalah bantuan swadaya masyarakat yang menyumbang seperti: genteng, pasir, batu bata, dan kayu juga ada yang dalam bentuk uang setiap bulan pasti ada yang menyumbang untuk kebutuhan anak-anak setiap hari”3
Tetapi peneliti tidak bisa mengevaluasi program (menilai), apakah
pelaksanaan program telah sesuai atau tidak karena prosesnya masih
berjalan selama penelitian berlanjut.
Tabel 4 Jadwal kegiatan keterampilan
Jenis keterampilan Waktu Biaya Jumlah unit keterangan
Menjahit 6.00-17.00
(kamis) Relawan 6 unit Aktif
Bahasa Inggris 14.00-15.00
(selasa) Relawan 9 unit
6 tidak
aktif
Sumber: Wawancara pribadi dengan kepala bidang pendidikan yaitu: Faisal, tanggal tanggal 21 Februari 2009.
b. Proses
Dalam pelaksanaan program (proses) memfokuskan pada penilaian
pengoperasian program dan kualitas layanan yang diberikan yang
3 Wawancara pribadi dengan kepala bidang pendidikan yaitu: Faisal, tanggal tanggal 21
Februari 2009.
54
mencakup interaksi langsung antara klien dengan klien, interaksi antara
staf dengan staf dan interaksi antara klien dengan staf terdepan (line staf).
Sebagaimana pertanyaan yang ingin dijawab dari unsur interaksi
antara klien dengan staf adalah: a. Apakah klien mendapat informasi
program dari staf? b. Apakah staf melakukan sosialisasi program kepada
klien? c. Apakah ada interaksi secara langsung kepada klien?
Peneliti mendapatkan hasil dari wawancara dengan Bpk. Iwan
(pengurus harian umum) dengan peneliti:
“Pesantren sudah memberikan pengasuhan anak kepada pengurusnya masing-masing dan juga memberikan pendidikan non formal sore harinya. Kalau ada anak yang melanggar aturan akan diberikan hukuman oleh pengasuh anak, disini harus mentaati peraturan yang sudah ada”.4
Sedangkan dari klien
“Pengurus disini (pesantren) sama pengasuh kamar yang juga pengajar non formal karena staf yang ada jarang ada di pesantren. Terus kalau pulang kesini biasanya malam ada yang sambil kerja di tempat lain”.5
Hasil pengamatan (observasi) yang peneliti lakukan menunjukkan
bahwa interaksi antara klien dengan staf secara tidak langsung terdapat
adanya jarak antara klien dengan staf serta kurangnya pengasuh anak yang
menyebabkan kurangnya jalinan interaksi anak dengan pengurus atau
pengasuh kamar.
c. Hasil atau manfaat (output)
Hasil atau manfaat adalah hal yang dirasakan sasaran program
(klien) maupun pesantren assurur dengan adanya program ini baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sebagaimana pertanyaan yan ingin
4 Wawancara pribadi dengan Bpk Iwan. tanggal 17 maret 2009. 5 Wawancara pribadi dengan klien, pada tanggal 3 Maret 2009.
55
dijawab adalah: a. Adakah manfaat yang dapat dirasakan sasaran program
(klien) setelah menerima program? b. Adakah manfaat yang dirasakan
pesantren assurur dengan adanya program ini.
Peneliti mendapatkan informasi (sasaran penerima program)
manfaat atau hasil yang dicapai dari Staf (Pembantu Harian Umum) dan
klien (sasaran penerima program).
a. Manfaat langsung bagi klien:
1). Bisa memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari
2). Bisa belajar pendidikan formal dan non formal
3). Bisa belajar keterampilan dan kegiatan sosial.
Manfaat tidak langsung bagi klien:
1). Adanya rasa kebersamaan antar anak maupun dengan pengurus.
2). Meningkatkan kualitas anak bagi masa depan mereka.
b. Manfaat langsung bagi Pesantren:
Membantu terlaksananya program pendidikan dan pelatihan
keterampilan agar dapat dirasakan oleh sasaran penerima program
(klien).
Manfaat tidak langsung bagi Pesantren:
Meningkatkan kualitas belajar dan mengajar di pesantren agar semua
program dapat terlaksanakan dengan baik dan lebih baik.
3. Bagaimanakah dampak negatif dan positif terhadap pembangunan sektor
sosial.
56
Dampak (Impact) menggambarkan pencapaian tujuan dalam rangka
panjang yang dirasakan Pesantren Assurur dengan adanya program ini. Seperti
dirumuskan dalam tujuan (goals), baik dampak positif maupun dampak
negatif.
Sebagaimana pertanyaan yang ingin dijawab adalah: Apakah dampak
positif dan negatifnya terhadap pembangunan sektor sosial?
Adapun indikator yan digunakan untuk menilai (evaluasi) dampak,
peneliti menggunakan indikator dampak untuk melihat apakah sesuatu yang
kita lakukan benar-benar memberikan suatu perubahan di lingkungan
pesantren.
Untuk mengetahui suatu dampak (impact) dari kegiatan ini baik
dampak positif dan negatif dari kegiatan pesantren, peneliti melakukan
wawancara dengan pengurus (bidang pendidikan) Bpk Faisal mengatakan:
a. Dampak positif :
1). Anak mendapatkan pelajaran dan pelatihan keterampilan juga
sekaligus dibimbing oleh tiap pengasuh kamar dan
mendapatkan kegiatan lainnya selama di pesantren untuk
melatih mental dan jiwa mereka di tambah ekstrakulikuler.
2). Anak masih bisa mendapatkan kegiatan sosial baik di
lingkungan pesantren maupun di sekitar lingkungan pesantren
dengan menanamkan akhlak yang baik kepada mereka.
b. Dampak negatif
57
1). Kurang mendapatkan perhatian pendidikan dan pelayanan
pesantren yang diperlukan anak sebagi orang tua asuh karena
mereka berasal dari luar kota jakarta menjadikan anak
menjadi tidak betah selain tingkat umur yang masih belum
stabil dari TK-SLTP kadang–kadang anak-anak menjadi
kurang mendapatkan perhatian pihak pengasuh maupun staff
lainnya.
2). Lingkungan pesantren terhadap pergaulan anak di luar
menyebabkan terjadinya benturan kelompok antar sekolah.
4. Bagaimanakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
program.
a. Faktor pendukung dengan target pesantren sebagai berikut :
1). Orang tua asuh angkat baik tetap, maupun kontemporer
2). Maupun Donatur tetap, maupun tidak tetap.
b. Adapun faktor penghambat pembangunan pesantren adalah :
Kurangnya anggaran pembangunan pesantren dan sumber daya manusia
yang dapat membantu kegiatan pemberdayaan yang dilakukan pesantren.
BAB IV
ANALISIS EVALUASI HASIL PROGRAM PEMBERDAYAAN PESANTREN
ASSURUR YATIM PIATU DAN DHUAFA
Analisis kondisi awal dengan input dari kualitas dan kuantitas, maka peneliti
mendeskripsikan mengenai indikator evaluasi dengan kesesuaian pelaksana program
dengan sasaran penerima program serta sampai dengan menjelaskan indikator
ketersediaan program pemberdayaan pesantren assurur yatim piatu dan dhuafa melalui
sebuah pendekatan kualitatif yaitu metode LFA (Logical Framework Analysis) yaitu
untuk melihat kondisi awal apakah menemukan kesesuaian program antara klien (yang
dikenai program) dengan pelaku program (yang dikenai program) dapat menjalankan
program pesantren dengan benar. Sebagai lembaga pengganti orang tua asuh anak yang
menjalankan fungsi keluarga bagi anak-anak yatim piatu dan juga dhuafa serta berupaya
meningkatkan pelayanan sosial yang baik mulai dari menampung, merawat, membina
dan mendidiknya untuk jenjang masing-masing pendidikan, hingga cita-cita yang
diharapkan untuk memajukan dan mencerdaskan bangsa Indonesia dapat terwujud
dengan agama dan akhlak yang kuat. Untuk itu, maka peneliti menganalisa indikator
evaluasi mulai dari :
Kesesuaian antara data-data pesantren assurur dilihat dari kualitas dan
kuantitas dari kondisi awal sampai tahap input :
- Pertama, dari sasaran penerima kegiatan program (klien) ;
Yaitu : anak-anak dhuafa dan yatim piatu putus sekolah berusia beragam mulai 5
tahun (TK) sampai dengan usia 15 tahun (SLTA) dengan total anak berjumlah 70
orang dengan masing-masing jenjang pendidikan yaitu (TK/TPA) sebanyak 3 anak
dan (SD/MI) sebanyak 9 anak dan (MTs) sebanyak 52 anak sedangkan 6 anak
(SMK). Sedangkan target pesantren untuk mendapatkan pendidikan melalui beasiswa
hanya sampai tingkat madrasah tsanawiyah (MTs) saja. Dengan jumlah 35 anak per
kelas dalam tingkat pencapaian masing-masing target sasaran pesantren untuk
madrasah tsanawiyyah (MTs). Tapi data yang ada hanya berjumlah 19-21 anak
namun program tersebut masih berjalan dan belum selesai dilaksanakan. Hasil
menunjukkan pelaksana program masih belum memenuhi target anak hal ini
disebabkan faktor finansial yang dimiliki pesantren. Sedangkan tingkat sekolah ke
atas (SMK) dengan biaya orang tua asuh angkat yang ditetapkan oleh pihak pesantren
sebagai donatur tetap untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kebutuhan sehari-
hari lainnya. Untuk klasifikasi kriteria anak, penulis menggunakan sampel sebagian
anak dalam menunjukkan kriteria umur, latar belakang serta aktivitas yang mereka
jalankan sehari-hari dalam pesantren maka penulis menggunakan tabel agar
mempermudah pengkajian karakteristik anak melalui kegiatan pelatihan keterampilan
di bawah ini :
Tabel 1
No Nama Anak Pendidikan Umur Aktivitas
yang diikuti
Status
Anak
1 Ika Miftahul Alami MTs 15 tahun Menjahit Yatim
2 Sulia Hidayati MTs 15 tahun Menjahit Yatim
3 Jalaluddin MTs 15 tahun Menjahit Yatim
4 Angga Ariyanto MTs 14 tahun Menjahit Yatim
5 Cecep Supriyadi MTs 14 tahun Tidak ikut Yatim Piatu
6 Muhammad Ari MTs 14 tahun Tidak ikut Yatim Piatu
7 Irmawati MTs 14 tahun Tidak ikut Yatim
8 Tarmizi MTs 14 tahun Menjahit Dhuafa
9 Adi Kusuma MTs 14 tahun Menjahit Dhuafa
10 Yuni Arta MTs 15 tahun Tidak ikut Dhuafa
11 Rizki Syamsuddin MTs 15 tahun Menjahit Yatim
12 Mulyana MTs 15 tahun Menjahit Yatim
13 Azhari MTs 15 tahun Menjahit Yatim
14 Sanjaya MTs 15 tahun Menjahit Yatim
15 Siti Nurrohmah MTs 15 tahun Menjahit Dhuafa
16 Siti Maria Ulfa MTs 15 tahun Menjahit Yatim Piatu
17 Haerul Atiah MTs 15 tahun Menjahit Yatim Piatu
18 Agus Setiawan SMK 17 tahun Menjahit Yatim
19 Syahroni SMK 18 tahun Tidak ikut Yatim
20 Rizal SMK 18 tahun Tidak ikut Yatim
Sumber: Dokumentasi Pesantren AssururYatim Piatu dan Dhuafa diambil pada tanggal
29 Mei-30 Mei 2009
Dari tabel di atas, maka dapat dilihat data keseluruhan peserta program mulai tingkat
pendidikan (MTs-SMK) terdapat 14 anak yang mengikuti program kegiatan pelatihan
keterampilan dan 6 anak yang tidak mengikuti keterampilan menjahit, berarti bila
dipresentasikan tingkat sekolah menengah (MTs) mencapai 90 % aktif mengikuti
keterampilan sedangkan 10 % anak yang tidak mengikuti keterampilan menjahit.
Presentase ini menunjukkan bahwa karakteristik penerima kegiatan program (klien) telah
sesuai dengan pelaksana program (staf) yang ditetapkan oleh lembaga pelaksana
(Pesantren Assurur) yaitu : usia 14 sampai dengan usia 15 terdapat pada tingkat (MTs)
dengan total yang dijadikan sampel 20 anak mayoritas sekolah menengah pertama (MTs)
sebagai prioritas tingkat akhir dengan mendapatkan beasiswa berskala dari pesantren dan
aktif mengikuti program pelatihan keterampilan.
Dari sisi indikator ketersediaan jumlah anak asuh yang ditetapkan pesantren assurur
(pelaksana program) dengan masing-masing kelas tingkat (MTs) berjumlah 35 anak,
namun realitanya hanya 19-21 anak dibanding jumlah seluruh ketersediaan sasaran
penerima kegiatan program sebanyak 70 anak yang ada masih belum memenuhi target
pencapaian. Adapun prosesnya peneliti mengamati secara langsung kepada klien (sasaran
program) maka peneliti tidak bisa menilai (mengevaluasi), apakah realitanya di lapangan
dalam pelaksanaan program, ketersediaan jumlah peserta program (anak asuh) telah
sesuai atau tidak dengan jumlah sasaran penerima kegiatan program (anak asuh). Hal ini
karena, selama proses penelitian yang dilakukan peneliti, pelaksanaan program masih
berjalan dan belum selesai pada target yang ditetapkan pesantren sebanyak 35 anak di
masing-masing tingkat kelas menengah pertama (MTs).
Dilihat dari segi pemberdayaan keterampilan menjahit maka dapat disimpulkan pelaksana
program (staf) pada tabel diatas, peserta program mayoritas mengikuti kegiatan program
pelatihan keterampilan, hanya 10 % yang tidak mengikuti pelatihan keterampilan, hal ini
menunjukkan pada data tersebut sesuai dengan sasaran penerima program (klien).
Adapun untuk mengetahui dan menjawab pertanyaan ada tidaknya kesesuaian
karakteristik sasaran penerima kegiatan program (klien) dengan tujuan program yang
ditetapkan Lembaga Pelaksana (Pesantren Assurur), peneliti melakukan wawancara
langsung dalam bentuk kuesioner kepada para peserta program (klien) tentang latar
belakang mereka masuk ke pesantren assurur.
Berikut ini adalah bentuk wawancara peneliti dengan sasaran kegiatan program (klien) :
1. Apakah yang membuat kamu untuk mau mondok di assurur ?
a. Ikut-ikutan b. di ajak c. niat cari ilmu
2. Apakah kamu menyukai kegiatan keterampilan yang diberikan pesantren ?
a. ya b. tidak c. tidak tahu
3. Apakah pelaksanaan kegiatan keterampilan sudah sesuai dengan keinginan kamu ?
a. ya b. tidak c. tidak tahu
4. Apakah dalam kegiatan keterampilan dilaksanakan teman-teman berminat ?
a. semua b. sedikit c. tidak minat
5. Apakah kegiatan keterampilan dapat menunjang aktivitas kamu ?
a. ya b. tidak c. tidak tahu
selanjutnya, jawaban dari pertanyaan penulis kepada para peserta program (klien) :
1. Nama : Ika Miftahul Alami
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b.
diajak
a. ya a. ya a.
sedikit
a. ya
2. Nama : Sulia Hidayati
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal
5
b. diajak a. ya a. ya b.sedikit a. ya
3. Nama : Jalaluddin
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
c. niat cari
ilmu
a. ya a. ya c. tidak
minat
b.
tidak
4. Nama : Angga Ariyanto
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
c. niat cari
ilmu
a. ya a. ya c. tidak
minat
b. ya
5. Nama : Cecep Supriyadi
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b.
diajak
b.
tidak
a. ya c. tidak minat b.
tidak
6. Nama : Muhammad Ari
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak b.
tidak
b.
tidak
c. tidak
minat
b. tidak
7. Nama : Irmawati
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak b.
tidak
b.
tidak
c. sedikit a. ya
8. Nama : Tarmizi
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
c. niat cari
ilmu
a. ya a. ya c. tidak
minat
b. tidak
9. Nama : Adi Kusuma
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
c. niat cari
ilmu
a. ya a. ya b. sedikit a. ya
10. Nama : Yuni Arta
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b.
diajak
b.
tidak
c. tidak tahu c. tidak
minat
a. ya
11. Nama : Rizki Syamsuddin
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b.
diajak
a. ya c. tidak tahu c. tidak
minat
a. ya
12. Nama : Mulyana
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
c. niat cari
ilmu
a. ya a. ya c. tidak
minat
a. ya
13. Nama : Azhari
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak a. ya b.
tidak
c. tidak
minat
b. tidak
14. Nama : Sanjaya
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak a. ya a. ya c. tidak
minat
a. ya
15. Nama : Siti Nurrohmah
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak a. ya a. ya b. sedikit a. ya
16. Nama : Siti Maria Ulfa
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak a. ya a. ya b. sedikit a. ya
17. Nama : Haerul Atiah
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak a. ya a. ya b. sedikit a. ya
18. Nama : Agus Setiawan
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak a. ya a. ya c. tidak
minat
a. ya
19. Nama : Syahroni
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak b.
tidak
b.
tidak
b. sedikit b. tidak
20. Nama : Rizal
Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5
b. diajak b.
tidak
b.
tidak
c. tidak
minat
b. tidak
Dari jawaban atas pertanyaan kuesioner yang peneliti ajukan menunjukkan ada beberapa
indikasi keluaran yang dirasakan oleh sasaran program, para peserta program akan di
klasifikasikan jawabannya dalam melihat latar belakang mereka masuk ke pesantren
assurur sebagai berikut :
- sejumlah 15 orang yang berminat masuk pesantren dengan tujuan diajak oleh teman
dari sesama tempat tinggal anak tersebut dan sebanyak 3 anak yang berniat untuk
mencari ilmu ke pesantren assurur berdasarkan hasil sampel peneliti di lapangan
dengan dilakukan dengan berkelompok yang masing-masing terdiri dari 5 anak.
Artinya secara kuantitas tujuan mereka masuk ke pesantren lebih tinggi daripada
kualitas anak yang mau masuk ke pesantren berdasarkan kesadaran dari anak itu
sendiri.
- Sejumlah 14 anak mengikuti kursus keterampilan sedangkan yang tidak berminat
berjumlah 6 anak. Artinya, kesadaran anak untuk masa depan mereka lebih tinggi
karena program keterampilan yang diberikan pesantren terwujud dengan visi misi
pesantren.
- Sejumlah 13 anak yang sesuai dengan keinginan anak untuk mengikuti keterampilan
menjahit sedangkan 7 anak yang belum sesuai dengan keinginan mereka dalam
mengikuti pelatihan keterampilan. Artinya, tujuan daripada visi misi pesantren masih
belum banyak yang sesuai dengan bakat serta minat yang belum diminati sasaran
target (klien).
- Sejumlah 8 anak yang menjawab teman-teman berminat mengikuti keterampilan dan
12 anak yang menjawab tidak berminat mengikuti keterampilan. Artinya, masih
seimbang antara putra dengan putri yang mengikuti keterampilan dalam melihat
maupun menilai bahwa keterampilan menjahit disukai dan diminati oleh anak asuh.
- Sejumlah 13 anak yang mengatakan bahwa kegiatan pelatihan keterampilan dapat
menunjang aktivitas anak untuk lebih berdaya di pesantren dan terdapat 7 anak yang
mengatakan tidak dapat menambah kreativitas anak untuk lebih meningkatkan
kemampuan (skill) yang dimiliki anak asuh. Artinya, anak-anak masih ada yang lebih
suka bermain daripada belajar keterampilan.
Berdasarkan data jawaban kuesioner para peserta program di atas, menunjukkan bahwa
terdapat kesesuaian antara karakteristik sasaran penerima kegiatan program (klien)
dengan tujuan program yang ditetapkan lembaga pelaksana (Pesantren Assurur). Yaitu :
Unggul dalam IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) dan IMTAQ (Iman dan
Taqwa). Artinya bila para peserta program dapat menjalankan aktivitas yang ada di
pesantren dengan sunguh-sungguh berarti mereka dapat mengatasi masalah kemampuan
(skill) yang dimilikinya, hal ini menunjukkan mayoritas kesadaran anak akan mulai
tumbuh kembang agar dapat menyesuaikan dengan keadaan pesantren, tetapi jika tidak
terus dibimbing maka yang terjadi penurunan kualitas anak untuk lebih mau belajar untuk
kursus menjahit, hal ini menunjukkan, harus ada peningkatan pada anak putra agar dapat
memiliki potensi yang unggul. jadi kegiatan program yang dilakukan untuk para peserta
program tersebut telah tepat sasaran dengan tujuan pesantren yang mendidik dan
mengajarkan ilmu pengetahuan luas.
- Kedua, yang dikenai program (pelaksana program) ;
Yaitu : Staf pelaksana program yang di evaluasi (dinilai) untuk diteliti dalam penulisan
skripsi ini, adalah para staf yang menjalankan kegiatan pesantren di lapangan melalui
bimbingan dan pelatihan keterampilan di lokasi yang menjadi sasaran dalam penelitian
ini. Para staf pesantren terbagi 2 bagian , pertama : (1). Bidang Pendidikan (formal), (2).
Bidang Pengasuhan Anak asuh (non formal). Adapun kinerja staf adalah untuk membantu
kegiatan pesantren baik secara formal maupun sukarelawan yang membantu lancarnya
kegiatan tersebut, untuk itu penulis melakukan wawancara kepada para staf mengenai
latar belakang pendidikan staf, pelatihan-pelatihan yang pernah diikutinya, bidang kerja
para staf, serta jabatan dan peranannya atau mekanisme kerjanya dalam program.
Berikut ini adalah proses wawancara peneliti kepada para staf pengurus pesantren :
1. Apakah sebelum mengajar atau menjadi pelaksana program, bapak mempunyai
pengalaman dalam mengajar?
2. Dimana lokasi bapak mengikuti pelatihan atau mendapatkan pengalaman yang
dimiliki bapak ?
Jawaban dari pertanyaan di atas, peneliti akan melihat hasil wawancara tersebut, untuk
melihat dan mengetahui, apakah para staf pelaksana kegiatan program memiliki
kualifikasi yang sesuai dalam menjalankan mekanisme kerjanya. Karakteristik sasaran
yang dikenai program (staf pesantren), penulis sajikan dalam bentuk table berikut ini:
No Nama Latar belakang
pendidikan
Pengalaman
kerja
Bidang kerja Jabatan Peranan
1 Iwan SMA Tidak ada Pembantu
umum harian
Pengurus Penerima
tamu
2 Salim S. sos. Islam Pendakwah Pengajar Pengurus Sukarelawan
3 Mursyid Aliyah Tidak ada Pengajar Pengurus Guru TK/TPA
4 Syukron Aliyah Tidak ada Pengajar Pengurus Guru SD/MI
5 Mulidin S. Ag. Islam Mts. Yadika Pengajar Pengurus Guru Mts
6 Jajun SMA Tidak ada Pembantu Pengurus Sukarelawan
kebersihan/
pengasuh
7 Ujang Aliyah Pendakwah Pengajar/peng
asuh
Pengurus Sukarelawan
8 Kamil SMA Tidak ada Pembantu
Osis/pengasuh
Pengurus Sukarelawan
Dari tabel di atas, dilihat dari jumlah staf keseluruhan pelaksana program terdapat 8
orang pembantu harian dengan masing-masing jabatan, berarti bila dipresentasekan hanya
10 %. Presentase ini menunjukkan bahwa karakteristik pelaksana program (staf) tidak
sesuai dengan sasaran penerima program (klien) yang peneliti observasi dengan
pengamatan langsung menunjukkan jumlah sasaran lebih besar 90 % dibandingkan
dengan pelaksana program yang hanya berjumlah 10 % di bawah rata-rata.
Dari sisi indikator ketersediaan jumlah staf pelaksana program berjumlah 8 dengan total
yang dilihat dengan pengamatan langsung. Realitanya di lapangan, peneliti tidak bisa
menilai (mengevaluasi), apakah realitanya di lapangan dalam pelaksanaan program,
ketersediaan jumlah pelaksana program telah sesuai atau tidak dengan jumlah pelaksana
program (staf). Hal ini menunjukkan karena, selama proses penelitian yang dilakukan
peneliti, pelaksanaan program masih berjalan dengan keterbatasan dana yang dimiliki
untuk pembangunan pesantren.
Sedangkan untuk melihat kondisi pembangunan pesantren secara kualitas dan kuantitas
ditentukan oleh adanya beberapa fasilitas pesantren yang dimiliki sekarang, maka dari
itu, penulis menggambarkan sarana inti maupun prasarana kegiatan selama berada dalam
pesantren, sebagai berikut :
• SARANA INTI
No Fasilitas Inti Unit Jumlah
1 Kantor 1 Unit 1 ruang
2 Gedung Asrama (8)kamar putra, (5) kamar putri dan
(2) kamar mandi, (1) ruang komputer : 4 unit, (3)
kelas (MTs), Ruang Guru MTs (1) dan kantor (1),
3 Lantai 24 ruang
ruang perpustakaan (1), ruang menjahit (1) : 6 unit,
ruang bahasa Inggris (1)
3 Ruang Guru SD/MI (1) dan Ruang kelas (3), ruang
Pramuka
1 Unit 5 ruang
4 Gedung TK/TPA (2) kelas dan Ruang Guru (1) 1 Unit 3 ruang
5 Musholla 1 Unit 1 ruang
6 Ruang Masak dan Makan (1), ruang pengurus (1)
dan gudang (1)
1 Unit 3 ruang
7 Pos Jaga 1 Unit 1 ruang
8 Ruang MCK 1 Unit 10 ruang MCK
• PRASARANA
NO Fasilitas Penunjang
1 Lapangan Volly
2 Lapangan parker
3 Kegiatan sosial
Tujuan dengan Output
Adapun tujuan sasaran pelaksana program (staf) sebagai berikut ;
- Secara umum:
Mengembangkan potensi guru yang berkualitas, kreatif dan berakhlaq mulia untuk
menunjang penyebarluasan Ilmu Pengetahuan.
- Output :
Jumlah target sasaran penerima program (klien) tidak terdapat kesesuaian sebab
jumlah guru lebih sedikit dibandingkan jumlah anak.
2. Pencapaian target fisik dan target fungsional
Aspek target fisik:
- Klien (sasaran penerima kegiatan program) sekaligus sasaran fisik dapat
mencapai tataran kondisi sebagai berikut: mampu melakukan identifikasi
penyebab masalah potensi anak tersebut serta tujuan masuk ke dalam pesantren.
- Staf (pelaksana program) mampu melakukan kegiatan pembangunan dalam upaya
peningkatan kualitas anak serta pengajaran yang diberikan, maupun prasarana
penunjang kegiatan sosial di luar lingkungan pesantren.
- Pembangunan fisik pesantren, baik sarana inti maupun prasarana mampu
memberikan pelayanan sosial dengan baik karena sudah dapat menunjang
kegiatan pemberdayaan (kemampuan anak) untuk lebih mandiri dan hasil yang
dicapai.
Target fungsional (perkembangan fungsi sosial)
- Prasarana (Program Sosial ) merupakan kegiatan program pesantren rutinan dan
di masukkan ke dalam program pesantren, peneliti mewancarai secara mendalam
kepada salah satu pengurus pesantren yaitu Bapak Iwan mengatakan bahwa
“kegiatan sosial itu untuk mewujudkan kesadaran anak aja yah.. supaya dapat
menjadi kepribadian yang unggul sesuai visi misi pesantren assurur”. Beliau
menambahkan kegiatan sosial biasanya dilakukan pada bulan suci Romadhan.
- Sasaran penerima kegiatan program, yaitu : pemberian santunan kepada
masyarakat miskin pedesaan, perlombaan skill( kemampuan anak) dengan pihak
lain, dan ceramah sosial-agama.
Dampak (impacts) negatif dan positif bagi lingkungan pesantren :
• Positif : anak mendapatkan pelajaran dan pelatihan keterampilan juga sekaligus
dibimbing oleh tiap pengasuh kamar dan mendapatkan kegiatan lainnya selama di
pesantren untuk melatih mental dan jiwa mereka di tambah ekstrakulikuler.
• Negatif : kurang mendapatkan perhatian pendidikan dan pelayanan pesantren
yang diperlukan anak sebagi orang tua asuh karena mereka berasal dari luar kota
jakarta menjadikan anak menjadi tidak betah selain tingkat umur yang masih belum
stabil dari TK-SLTP kadang–kadang anak-anak menjadi kurang mendapatkan
perhatian pihak pengasuh maupun staff lainnya.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Kesesuaian faktor pendukung dengan target pesantren sebagai berikut :
- Orang tua asuh angkat baik tetap, maupun kontemporer
- Bantuan dari Departemen Agama berupa fasilitas pembangunan fisik pesantren
- Maupun Donatur tetap, maupun tidak tetap.
Adapun faktor penghambat pembangunan pesantren adalah :
- Letak geografis seperti : akses jalan yang hanya dapat dilalui seluas jarak 6
meter, lokasi sempit yang berada dalam perumahan kampung yang padat.
- Minimnya donatur serta kurangnya informasi keberadaan pesantren yang kurang
memadai.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka ada beberapa
kesimpulan yaitu :
a. Kesesuaian pelaksanaan program/kegiatan pesantren yaitu dengan kondisi
awal, dengan masukan, dengan aktivitas, dengan faktor-faktor antara,
dengan keluaran manfaat, dan dengan dampak, sudah menunjukkan bahwa
terdapat kesesuaian antara karakteristik sasaran penerima kegiatan
program (klien) dengan tujuan program yang ditetapkan lembaga
pelaksana (Pesantren Assurur).
b. Pencapaian target fisik (jumlah sasaran, volume kegiatan, waktu, biaya,
tenaga dan sarana prasarana) dan target fungsional (perkembangan fungsi
sosial), dengan sarana inti maupun prasarana penunjang sebagai kegiatan
sosial mampu memberikan pelayanan sosial dengan baik karena sudah
dapat menunjang kegiatan pemberdayaan (kemampuan anak) untuk lebih
mandiri dan hasil yang dicapai.
c. Dampak positif terhadap pembangunan sektor sosial adalah anak
mendapatkan pelajaran dan pelatihan keterampilan juga sekaligus
dibimbing oleh tiap pengasuh kamar dan mendapatkan kegiatan lainnya
selama di pesantren untuk melatih mental dan jiwa mereka di tambah
ekstrakulikuler. Adapun dampak negatif yaitu kurangnya mendapatkan
perhatian pendidikan dan pelayanan pesantren yang diperlukan anak
58
59
sebagi orang tua asuh karena mereka berasal dari luar kota jakarta
menjadikan anak menjadi tidak betah selain tingkat umur yang masih
belum stabil dari TK-SLTP kadang–kadang anak-anak menjadi kurang
mendapatkan perhatian pihak pengasuh maupun staff lainnya.
d. Masalah faktor ketersediaan yang dimiliki oleh pesantren dalam
pelaksanaan program, adapun sisi indikator ketersediaan jumlah anak asuh
yang ditetapkan pesantren assurur (pelaksana program) masih belum
memenuhi target pencapaian.
B. Saran-saran
1. Sesuai dengan uraian diatas, yang berkaitan mulai dengan kesesuaian
program, pencapaian target fisik, faktor dampak dan faktor ketersediaan,
maka perhatian penulis tertuju pada hal pemberdayaan anak, oleh karena
itu harapan penulis kepada pihak pelaku program maupun pihak terkait
pada skripsi ini adalah memperbaiki dan memperhatikan segala aspek
yang mendukung jalannya program keterampilan di pesantren tersebut.
2. Masalah program dan pelayanan pesantren harus lebih ditingkatkan
terlebih pada sarana dan prasarana pesantren agar tercapai bagi sasaran
program (klien) untuk menjadi lebih baik dari kehidupannya.
3. Menciptakan suasana yang nyaman serta dapat meningkatkan kualitas
anak untuk menjadi lebih baik di lingkungan pesantren tersebut untuk
mendapatkan perhatian khusus pada pendidikan, kegiatan sosial, serta
keterampilan.