dampak komersialisasi pendidikan

29
BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu elemen penting yang mendukung kemajuan tersebut adalah pendidikan, sebab pendidikan merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa. Apabila output dari proses pendidikan itu berhasil maka kemajuan pun ada di depan mata. Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Berbagai masalah masih sering terjadi, mulai dari sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak putus sekolah, kurikulum yang selalu berubah, ketidakprofesionalan para pendidik, hingga kepribadian peserta didik yang kurang terpuji. Namun hal yang paling menambah buramnya pendidikan di negara ini adalah masalah mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak terjangkau bagi masyarakat miskin. Memang di zaman sekarang untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas baik biasanya harus menelan biaya yang tidak sedikit. Tidak diingkari bahwa tiap tahunnya, hampir semua jenjang pendidikan terus mengalami kenaikan biaya. Selain itu, akreditasi yang 1

Upload: greedh-yrp

Post on 16-Apr-2015

2.216 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Makalah ini ditujukan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah pancasila. Jurusan Teknik Elektro Prodi Manajemen Informatika Politeknik Negeri Malang 2013

TRANSCRIPT

Page 1: Dampak Komersialisasi Pendidikan

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Menjadi bangsa yang maju tentu merupakan cita-cita yang ingin

dicapai oleh setiap negara di dunia. Salah satu elemen penting yang

mendukung kemajuan tersebut adalah pendidikan, sebab pendidikan

merupakan proses mencetak generasi penerus bangsa.

Apabila output dari proses pendidikan itu berhasil maka kemajuan pun

ada di depan mata.

Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia

saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Berbagai masalah masih sering

terjadi, mulai dari sarana yang tidak memadai, membengkaknya anak

putus sekolah, kurikulum yang selalu berubah, ketidakprofesionalan para

pendidik, hingga kepribadian peserta didik yang kurang terpuji. Namun hal

yang paling menambah buramnya pendidikan di negara ini adalah

masalah mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak terjangkau bagi

masyarakat miskin.

Memang di zaman sekarang untuk memperoleh pendidikan yang

berkualitas baik biasanya harus menelan biaya yang tidak sedikit. Tidak

diingkari bahwa tiap tahunnya, hampir semua jenjang pendidikan terus

mengalami kenaikan biaya. Selain itu, akreditasi yang ditetapkan oleh

negara dijadikan ajang kompetisi untuk membangun lembaga pendidikan

berperspektif komersil. Akhirnya, mahalnya biaya pendidikan ini pun

menjadi paradoks bagi konstitusi negara ini.

1

Page 2: Dampak Komersialisasi Pendidikan

Bukankah seharusnya pendidikan merupakan hak seluruh rakyat

Indonesia seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang

berbunyi salah satu tujuan negara kita adalah mencerdaskan kehidupan

bangsa. Bahkan disebutkan pula dalam Undang - Undang Dasar 1945

Pasal 31 ayat 1 berbunyi : “Setiap warga negara berhak mendapat

pendidikan” (UUD ’45.Surabaya:Serbajaya) Bagaimana mungkin tetap

mencapai tujuan nasioanal tersebut jika memperoleh pendidikan saja

terhalang masalah biaya.

Dalam salah satu tujuan pembukaan Undang – Undang Dasar

1945 diatas, ini mempunyai konsekuensi bahwa Negara harus

menyelenggarkan dan menfasilitasi seluruh rakyat untu memperoleh

pengajaran dan pendidikan yang layak. Tentu saja Negara dalam hal ini

pemerintah harus mengusahakan agar pendidikan dapat dinikmati oleh

seluruh rakyat Indonesia. Pendidikan merupakan faktor kebutuhan yang

paling utama dalam kehidupan. Biaya pendidikan sekarang ini tidak murah

lagi karena dilihat dari penghasilan rakyat Indonesia setiap harinya.

Mahalnya biaya pendidikan tidak hanya pendidikan di perguruan tinggi

melainkan juga biaya pendidikan di sekolah dasar sampai sekolah

menengah atas/kejuruan walaupun sekarang ini sekolah sudah mendapat

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) semuanya masih belum mencukupi

biaya pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.

2

Page 3: Dampak Komersialisasi Pendidikan

Tak jarang terdengar istilah komersialisasi pendidikan di lingkungan

masyarakat Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi oleh semakin tingginya

biaya pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga sekolah

menengah (SMP dan SMA). Masih adanya pungutan-pungutan biaya

pendidikan bagi siswa SD dan SMP dianggap menyimpang dari aturan

yang ada, disebabkan untuk biaya pendidikan SD dan SMP mendapat

anggaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah

karena sudah termasuk dalam program “Wajib Belajar Sembilan Tahun”.

Tak hanya SD hingga SMA, pendidikan di tingkat perguruan tinggi (PT),

baik negeri maupun swasta, biayanya juga ikut melambung tinggi

sehingga seringkali dirasa sangat memberatkan bagi sebagian besar

masyarakat dan menjadi salah satu halangan bagi lulusan SMA/sederajat

untuk melanjutkan pendidikan mereka di bangku perkuliahan.

Tetapi penggunaan dana BOS yang dicanangkan tidak sesuai

harapan. Yang seharusnya bisa digunakan untuk memfasilitasi sarana

prasarana pendidikan, malah digunakan untuk yang tidak sebaiknya

digunakan. Ini salah satu yang menyebabkan lembaga pendidikan zaman

sekarang menjadi dikomersialisasikan.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengertian komersialisasi pendidikan

2. Mengetahui dampak dari kompersialisasi pendidikan.

3. Untuk mengetahui solusi alternatif penanggulangan komersialisasi

pendidikan

1.3 Manfaat

1. Untuk mengetahui pengertian komersialisasi pendidikan

2. Untuk mengetahui dampak dari komersialisasi pendidikan.

3. Untuk mengetahui solusi alternatif penanggulangan komersialisasi

pendidikan.

3

Page 4: Dampak Komersialisasi Pendidikan

BAB II

PERMASALAHAN

2.1Apa pengertian komersialisasi pendidikan ?

2.2Apa dampak dari komersialisasi pendidikan ?

2.3Apa solusi alternatif penanggulangan komersialisasi pendidikan ?

4

Page 5: Dampak Komersialisasi Pendidikan

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pengertian Pendidikan

Pendidikan (wikipedia.org) adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat

Pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya dan masyarakat.

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari

kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini

mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara

bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan

manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional

Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu tuntutan di

dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu

menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar

mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah

mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

5

Page 6: Dampak Komersialisasi Pendidikan

Dapat disimpulkan dari beberapa pengertian pendidikan diatas

bahwa pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan

dirinya dan masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan

setinggi – tingginya.

3.2Kendala dalam Dunia Pendidikan

Kendala yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita saat ini tak lain

disebabkan oleh beberapa hal yang sangat urgen dan sangat mendasar

bagi masyarakat, seperti:

1. Tingginya biaya pendidikan menyebabkan masyarakat kurang mampu

tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hal ini

berakibat pada kehidupan sosial mereka dalam masyarakat, sebab

kondisi ini menyulitkan mereka untuk dapat berkompetisi secara global

melalui pendidikan. Untuk mengatasi hal ini masyarakat yang kurang

mampu harus diberi jalan untuk mendapat pendidikan yang lebih tinggi

dengan konsekuensi menggalakkan Gerakan Orang Tua Asuh

(GNOTA), pemerintah mengeluarkan kebijakan yang ditujukan bagi

perusahaan yang ada di Indonesia untuk mengeluarkan 1% dari

keuntungan mereka per tahun bagi dana pendidikan.

2. Mengejar dan mengagungkan gelar akademis telah menjadi budaya di

tengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal ini mengakibatkan

masyarakat melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan gelar

akademis tersebut seperti jalan pintas tanpa melalui proses

pembelajaran dengan mengandalkan uang sehingga praktik

komersialisasi pendidikan semakin subur. Budaya ini harus diberantas

dengan cara adanya kebijakan pemerintah yang tegas untuk menutup

6

Page 7: Dampak Komersialisasi Pendidikan

lembaga pendidikan yang telah melakukan kecurangan pendidikan

yang dapat mengurangi kualitas mutu pendidikan. Di samping itu

lembagalembaga pemerintah maupun swasta yang ada harus tegas

untuk tidak merekrut atau mempromosikan mereka yang memperoleh

gelar akademis melalui jalan pintas tersebut, dan diharapkan juga

adanya sebuah kontrol sosial dari masyarakat.

1.3Penyebab Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk

menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat

untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari

Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat

masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah.

Orang miskin tidak boleh sekolah. Untuk masuk TK dan SDN saja saat

ini dibutuhkan biaya Rp 500.000,- sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada

yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk SLTP/SLTA bisa mencapai

Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari

kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis

Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai

upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite

Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu

disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih

luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan

uang selalu berkedok, "sesuai keputusan Komite Sekolah". Namun,

pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih

menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang

dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya

menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya

menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap

permasalahan pendidikan rakyatnya.

7

Page 8: Dampak Komersialisasi Pendidikan

Kemunculan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional dan perubahan status empat Perguruan

Tinggi Negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN)

membuat bertambahnya masalah. Perubahan status tersebut

merupakan salah satu bentuk pelaksanaan privatisasi di bidang

pendidikan yang selama ini marak diterapkan dalam bidang

perekonomian dan pasar. Akibat yang ditimbulkan dari privatisasi

diantaranya adalah komoditasi kampus dan kenaikan biaya

operasional yang efeknya langsung dirasakan oleh para mahasiswa.

Pada tahun 2009, bentuk BHMN digantikan dengan Badan Hukum

Pendidikan Pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. UU tersebut kemudian

dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-

136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010, yang membuat pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 yang

mengembalikan status perguruan tinggi BHMN menjadi perguruan

tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Seluruh perguruan tinggi

BHMN ini akan dikembalikan statusnya menjadi perguruan tinggi yang

diselenggarakan oleh pemerintah. Saat ini, masa transisi pengalihan

status masih berlangsung hingga tahun 2013. Meskipun begitu,

kurangnya pengawasan pemerintah terkait tingginya biaya yang

dipatok perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, menjadi salah

satu penyebab masih rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia.

Karena faktor tersebut merupakan salah satu halangan bagi

masyarakat yang tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan di

jenjang yang lebih tinggi.

8

Page 9: Dampak Komersialisasi Pendidikan

3.4 Aspek-Aspek yang Memunculkan “Komersialisasi” Pendidikan

a. Aspek Politik

Pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar manusia dan yang

harus dipenuhi oleh setiap manusia juga memiliki aspek politik karena

dalam pengelolaan harus berdasarkan ideologi yang dianut negara.

Adapun ideologi pendidikan kita adalah ideologi demokrasi Pancasila,

yaitu setiap warga negara mendapat kebebasan dan hak yang sama

dalam mendapat pendidikan. Dalam Pembukaan UUD 45 pada alinea ke-

4 , hal ini pun tercermin ada kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa.

Atas dasar itu sudah seharusnya pemerintah dalam menetapkan

setiap kebijakan pendidikan merujuk pada ideologi negara. Akan tetapi

dalam kenyataannya melalui pemerintah mengeluarkan peraturan (PP)

No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan

Hukum, pemerintah telah memberikan otonomi pada perguruan tinggi

dalam mengelola pendidikan lembaganya termasuk pencarian dana bagi

biaya operasionalnya.

Apabila pendidikan tetap mahal dan dikomersialisasikan,

masyarakat yang kurang mampu tidak akan dapat meningkatkan status

sosial mereka, dan ironisnya komersialisasi pendidikan ini didukung oleh

tatanan sosial dan diterima oleh masyarakat. Akibat longgarnya sanksi

social dan kurangnya kontrol pemerintah, komersialisasi pendidikan

tumbuh subur serta membentuk social gap atau diskriminasi dalam

pendidikan antara masyarakat yang mampu dengan yang tidak mampu.

9

Page 10: Dampak Komersialisasi Pendidikan

b. Aspek Budaya

Budaya bangsa kita mengagungkan gelar akademis dan sebagai

contoh dihampir setiap dinding rumah yang keluarganya berpendidikan

selalu terpajang foto wisuda anggota keluarga lulusan dari universitas

manapun. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa kita masih menganut

budaya yang degree minded. Budaya berburu gelar ini berkembang pada

lembaga pemerintah yang mengangkat atau mempromosikan pegawai

yang memiliki gelar sarjana tanpa terlebih dahulu diteliti dan dites

kemampuan akademik mereka.

Ironisnya program pendidikan seperti ini banyak diminati oleh

pejabat-pejabat. Dengan komersialisasi pendidikan berarti ideologi

kapitalisme telah masuk kampus. Ideologi ini memberikan kebebasan

pada individu atau kelompok untuk berusaha, sementara intervensi

pemerintah harus berkurang. Akibat masuknya ideologi ini akan dapat

menggeser pendidikan demokrasi Pancasila kalau pemerintah tidak cepat

tanggap dalam hal ini.

c. Aspek Ekonomi

Ekonomi sudah pasti kita akan membicarakan aspek ekonomi

terkait dengan masalah biaya. Biaya pendidikan nasional seharusnya

menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi dengan keluarnya UU

No. 20 Tahun 2003 pada bab XIV pasal 50 ayat 6 dinyatakan bahwa

perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam

mengelola pendidikan lembaganya. Hal ini menunjukkan ketidak

mampuan pemerintah membiayai pendidikan nasional, khususnya

pendidikan tinggi yang dulu mendapat subsidi dari pemerintah sebanyak

75% dan 25% lagi berasal dari biaya masyarakat termasuk dana SPP.

10

Page 11: Dampak Komersialisasi Pendidikan

Namun subsidi 75% dicabut dan kemudian pemerintah memberikan

status BHMN (Badan Hukum Milik Negara) kepada beberapa perguruan

tinggi negeri agar mengelola keuangannya masing-masing. Berbagai

program pendidikan ditawarkan oleh pengelola perguruan tinggi untuk

memaksimalkan potensi intuisinya dalam mencari sumber pendanaan.

Beberapa perguruan tinggi ternama membuka jalur khusus dalam

penerimaan mahasiswa baru dengan tarif mulai dari Rp.15 juta sampai

dengan Rp.150 juta.

Hal ini terjadi akibat dari lepasnya tanggung jawab pemerintah

dalam membiayai pendidikan sehingga berdampak pada komersialisasi

pendidikan di perguruan tinggi negeri (berstatus BHMN), yang tentu saja

menguntungkan. Alasan untuk menciptakan pendidikan yang bermutu

perlu biaya besar dan mahal bagi kalangan masyarakat yang kehidupan

ekonominya lemah, maka status BHMN akan menjadi momok yang

menakutkan.

d. Aspek Sosial

Aspek sosial terkait dengan dari hubungan dengan manusia.

Pendidikan sangat menentukan perubahan strata sosial seseorang, yaitu

semakin tinggi pendidikan seseorang, akan semakin meningkat pula strata

sosialnya, begitu juga sebaliknya. Sesuai dengan pendapat Kartono

(1997: 97) yang menyatakan: tingginya tingkat pendidikan dan tingginya

taraf kebudayaan rakyat akan menjadi barometer bagi pertumbuhan

bangsa dan negara yang bersangkutan. Akan tetapi bagaimana orang

dapat, mencapai pendidikan tinggi apabila biaya pendidikan tersebut

mahal dan hanya dapat dinikmati oleh masyarakat golongan ekonomi

mapan saja.lantas bagaimana dengan masyarakat golongan ekonomi

lemah.

11

Page 12: Dampak Komersialisasi Pendidikan

e. Aspek Teknologi

Dengan berkembang pesatnya teknologi maka semakin menuntut

sekolah-sekolah untuk menunjang berbagai fasilitas yang mendukung

kegiatan belajar mengajar. Tapi, tak jarang lembaga pendidikan

menjadikannya sebagai tameng untuk melakukan komersialisasi

pendidikan. Biasanya lembaga pendidikan berujar, “Ini dilakukan agar

para peserta didik bisa mengikuti perkembangan teknologi yang dari hari

ke hari semakin maju. “

Oleh karena, uang masuk ataupun SPP di sekolah ataupun

perguruan tinggi semakin mahal, implikasinya peserta didik yang berasal

dari ekonomi menengah ke bawah tidak bisa menyanggupinya. Ujung-

ujungnya, mereka ketinggalan dalam hal teknologi. Padahal dengan

perkembangan teknologi bisa meningkatkan kualitas sumber daya

manusia, kesejahteraan, dan kehidupan bangsa.

3.5Sumber Pendanaan Pendidikan Menurut Undang - Undang

Tertera pada Undang – Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Bab XIII Pendanaan Pendidikan Bagian Kesatu

Tanggung Jawab Pendanaan pasal 46 ayat 2, “Pemerintah dan

pemerintah daerah bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan

sebagaimana diatur dalam pasal 31 ayat 4 Undang – Undang Dasar

1945”. Berati jelas dana untuk pendidikan pada dasarnya berasal dari

pemerintah. Bahkan pada pasal 31 ayat 4 mengamanatkan bahwa negara

harus memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% dari APBN untuk

membiayai pendidikan. Ini dipertegas pada Undang – Undang nomor 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bagian Keempat

Pengalokasian Dana Pendidikan pasal 49 ayat 1, “Dana pendidikan selain

gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20%

dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD”

12

Page 13: Dampak Komersialisasi Pendidikan

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1Pengertian Komersialisasi Pendidikan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), komersialisasi

diartikan sebagai perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang

dagangan 

Komersialisasi pendidikan dapat bermakna memperdagangkan

pendidikan,karena menurut kamus, kata komersial atau commercialize

berarti memperdagangkan. Komesialisasi pendidikan dimaknai sebagai

sebuah manajemen pendidikan yang menempatkan lembaga pendidikan

sebuah institusi komersial. Sebagai lembaga komersial, maka lembaga

pendidikan akan mengimplementasikan prinsip prilaku produsen, dalam

literatur ekonomi liberal, tujuan produksi adalah untuk ”Profit Maximilizing”

dalam hal ini dimaknai secara finansial.

Adapun istilah “komersialisasi pendidikan” mengacu pada dua

pengertian yang berbeda, yaitu:

1. Komersialisasi pendidikan yang mengacu lembaga pendidikan dengan

program serta perlengkapan mahal.

Pada pengertian ini, pendidikan hanya dapat dinikmati oleh

sekelompok masyarakat ekonomi kuat, sehingga lembaga seperti ini

tidak dapat disebut dengan istilah komersialisasi karena mereka

memang tidak memperdagangkan pendidikan. Komersialisasi

pendidikan jenis ini tidak akan mengancam idealisme pendidikan

nasional atau idealisme Pancasila, akan tetapi perlu dicermati juga,

karena dapat menimbulkan pendiskriminasian dalam pendidikan

nasional.

13

Page 14: Dampak Komersialisasi Pendidikan

2. Komersialisasi pendidikan yang mengacu kepada lembaga pendidikan

yang hanya mementingkan uang pendaftaran dan uang gedung saja,

tetapi mengabaikan kewajiban-kewajiban pendidikan. Komersialisasi

pendidikan ini biasanya dilakukan oleh lembaga atau sekolah-sekolah

yang menjanjikan pelayanan pendidikan tetapi tidak sepadan dengan

uang yang mereka pungut dan lebih mementingkan laba.

Itu hal yang lebih berbahaya lagi, komersialisasi jenis kedua ini dapat

pula melaksanakan praktik pendidikan untuk maksud memburu gelar

akademik tanpa melalui proses serta mutu yang telah ditentukan sehingga

dapat membunuh idealisme pendidikan Pancasila.

Komersialisasi ini pun telah berdampak pada tingginya biaya

pendidikan. Secara gamblang, masyarakat “disuguhi sesuatu” yang

(seolah-olah) mengamini kondisi tersebut. Contoh sederhana dapat dilihat

ketika memasuki tahun ajaran baru. Tak terbayangkan betapa banyaknya

orang tua yang mengeluh akibat buku pelajaran yang digunakan tahun

ajaran sebelumnya tidak lagi dapat digunakan di tahun ajaran berikutnya.

Kondisi ini tentu sangat memberatkan masyarakat yang sebagian

besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Siswa dipaksa

menggunakan buku pelajaran baru sebagai pengganti buku lama yang

konon “tidak layak” dipakai acuan lagi, dengan harga yang relatif tinggi.

Padahal jika dicermati, materi atau pokok bahasan di dalamnya sama

persis, tanpa ada “ilmu” baru yang dicantumkan.

Di sisi lain, pengelolaan dunia pendidikan kita juga masih

menggunakan konsep liberal. Artinya, konsep dunia pendidikan ini lebih

mengutamakan kompetisi daripada persamaan hak untuk memperoleh

pendidikan. Jika tetap mengedepankan pola ini, bagaimana nasib siswa

yang berasal dari keluarga tidak mampu.

14

Page 15: Dampak Komersialisasi Pendidikan

4.2 Dampak Komersialisasi Pendidikan

Rakyat kalangan bawah yang menginnginkan pendidikan, tak

mampu untuk me-realkan keinginannya dikarenakan biaya

pendidikan yang mahal.

Memperkaya pihak – pihak tertentu.

Biaya yang dibayar oleh wali murid/wali mahasiswa/i tidak

sebanding dengan sarana – prasarana yang diterima.

Biaya yang dibayar tidak sebanding dengan kualitas lulusan suatu

lembaga pendidikan formal – informal.

Menimbulkan kesenjangan sosial kelompok orang – orang kaya

dan kelompok orang – orang miskin.

Komersialisasi Pendidikan tanpa adanya alternatif lain untuk

mengimbanginya akan menyebabkan orang berlomba – lomba

untuk memperoleh pendidikan di Universitas atau Sekolah yang

terkenal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Ujung-

ujungnya bagi kelompok kaya, ada yang mencari jalan pintas agar

dapat gelar S2 dan S3 dari Universitas atau Sekolah begengsi

dengan mengucurkan dana yang besar agar mendapatkan

kemudahan – kemudahan.

15

Page 16: Dampak Komersialisasi Pendidikan

4.3Solusi alternatif penanggulangan komersialisasi pendidikan

Munculnya komersialisasi pendidikan adalah sebagai akibat dari

pelepasan tanggung jawab pemerintah yang telah mencabut subsidi

pembiayaan terutama pada perguruan tinggi dan pemberian hak otonomi

serta status BHMN pada perguruan tinggi negeri.

Perlu diketahui banyak dari para pe-bisnis menjadikan dunia

pendidikan sebagai salah satu tonggak utama usaha mereka dengan

membuka yayasan-yayasan pendidikan tentu saja dengan tujuan

“mendapatkan keuntungan” bukan lagi “mencerdaskan kehidupan bangsa”

seperti tertera pada UUD 1945.

Prinsip nirlaba mestinya menjadi roh dalam penyelenggaraan

pendidikan nasional. Sehingga diharapkan bisa mencegah terjadinya

praktek komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan. Karena prinsip

nirlaba dalam penyelenggaraan pendidikan, menekankan bahwa kegiatan

pendidikan tujuan utamanya tidak mencari laba, melainkan sepenuhnya

untuk kegiatan meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan

pendidikan.

Dewasa ini seperti yang sudah diketahui dana APBN sebesar 20%

tidak dapat mencegah makin maraknya komersialisasi pendidikan di

Indonesia, belum lagi pendidikan yang seyogyanya dijadikan jasa yang

dapat dinikmati setiap orang seolah-olah menjadi komoditas utama yang

dapat bahkan harus dijual dengan harga tinggi.

16

Page 17: Dampak Komersialisasi Pendidikan

Berikut solusi alternatif penanggulangan komersialisasi pendidikan :

Pembentukan lembaga non pemerintah yang diberi kewenangan

untuk mengawasi jalannya sistem pendidikan.

Alasan mengapa lembaga ini harus bersifat non pemerintah adalah

agar dalam pelaksanaannya, lembaga ini tidak terpengaruh dan tidak

tertekan oleh pihak manapun. Lembaga ini nantinya diharapkan mampu

bersikap mandiri dan independen, sehingga ketika terjadi

penyimpangan, mereka berani melaporkan apa yang sebenarnya

terjadi tanpa takut akan ancaman apapun dan dari siapapun. Lembaga

ini berhak melakukan evaluasi terkait kebijakan-kebijakan pemerintah di

bidang pendidikan, seperti dana BOS dan sekolah dengan status RSBI,

agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun bersifat non

pemerintah, dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini tetap harus

berkoordinasi dengan Departemen Pendidikan untuk mencapai tujuan

mulia bersama.

Pemberian beasiswa yang lebih gencar kepada para pelajar yang

berprestasi dan tidak mampu dalam hal biaya.

Upaya ini sebagai antisipasi agar para pelajar yang berprestasi dan

tidak mampu dapat terus melanjutkan pendidikan tanpa harus terbebani

biaya dan termotivasi untuk belajar lebih baik. Meski begitu, dalam

distribusinya nanti, perlu ada survey terlebih dahulu terkait kondisi

pelajar yang sesungguhnya agar pemberian beasiswa tersebut dapat

tepat sasaran dan penggunaan. Selain survey, juga perlu adanya

sosialisasi terkait segala bentuk beasiswa, karena kurangnya akses

informasi bagi pelajar yang tidak mampu, menjadikan mereka seringkali

tidak begitu paham tentang berbagai informasi terkait beasiswa

tersebut.

17

Page 18: Dampak Komersialisasi Pendidikan

Pencanangan program “Wajib Belajar 12 Tahun”.

Pada program ini, nantinya SMA/sederajat memperoleh aliran dana

BOS, sehingga biaya pendidikan dapat ditanggung oleh pemerintah

dan tidak begitu memberatkan bagi orangtua/wali murid. Hal ini

dilakukan sebagai upaya  untuk mengurangi komersialisasi dan

komoditasi pendidikan di jenjang SMA, dan biaya tinggi tak lagi menjadi

alasan bagi mereka yang tidak mampu untuk berhenti belajar di

sekolah.

Pemeriksaan rutin transaksi keuangan di seluruh lembaga

pendidikan (tingkat dasar, menengah, dan perguruan tinggi), baik

negeri maupun swasta, oleh lembaga pemerintah dan  non

pemerintah.

Dari lembaga pemerintah dapat diwakilkan oleh Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK), sedangkan dari lembaga non pemerintah dapat

diwakilkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli

dengan dunia pendidikan. Solusi ini diambil sebagai langkah antisipasi

terjadinya penggunaan dana yang tidak tepat serta penyelewengan

dana oleh oknum-oknum tertentu yang ingin mengambil keuntungan

dari  proses pendidikan.

Penarikan uang untuk biaya sekolah seharusnya disampaikan

dengan jelas dan terinci.

Biasanya modus penarikan untuk pendidikan yang bermacam –

macam. Diantaranya pembayaran ekstrakulikuler, dana untuk

keselamatan, dana untuk membeli gorden kelas, biaya wisuda, serta

biaya untuk membeli LKS dan seragam. Pungutan tersebut semestinya

tidak perlu. Mengingat Dinas Pendidikan (Dindik) sudah mempunyai

anggaran khusus. Wajib belajar 9 tahun pun telah dibebaskan biaya

malalui penyaluran BOS daerah dan BOS nasional.

18

Page 19: Dampak Komersialisasi Pendidikan

Mengadakan rapat komite sekolah yang terbuka, tidak transparan,

dan akuntabilitasnya terjamin

Komite sekolah seharusnya terbuka tentang program sekolah.

Untuk merumuskan kebutuhan, sekolah juga bisa melibatkan siswa,

karena yang tahun kebutuhannya adalah siswa sendiri. Dalam rapat

komite sekolah harus jelas dan transparan sehingga tidak ada wali

murid yang keberatan adannya tarikan dana.

Penggunaan dana BOS dengan sasaran yang tepat.

Adanya dana BOS dari Dinas Pendidikan seharusnya digunakan

dengan sebaik – baiknya untuk menunjang sarana – prasarana

lembaga pendidikan. Tak hanya biaya sekolah yang mahal tetapi

fasilitas yang didapat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Biaya yang besar dikeluarkan juga mempengaruhi kualitas dari peserta

didik. Semakin mahal sekolah maka semakin baik kualitas pendidikan

ditempat tersebut. Apakah hal ini dapat dibenarkan, tentu saja tidak.

Hal ini tidak menjamin.

Pengawasan ketat dari pihak Diknas Pendidikan terhadap lembaga

pendidikan.

Pengawasan ini digunakan untuk mencapai penggagalan komite

sekolah yang “nakal”. Penggunaan uang penarikan dari siswa

digunakan tidak semestinya. Yang mengakibatkan tindak korupsi.

Sudah banyak orang yang terlibat dalam lembaga pendidikan yang

terjerat tindak korupsi. Ini yang menyebabkan adanya rapat komite

yang tertutup. Pengaliran dana tidak jelas.

19

Page 20: Dampak Komersialisasi Pendidikan

BAB V

PENUTUP

5.1Kesimpulan

Komersialisasi pendidikan mengacu pada dua hal yaitu komersialisasi

dalam arti :

1. Komersialisasi pendidikan yang mengacu lembaga pendidikan

dengan program serta perlengkapan mahal.

2. Komersialisasi pendidikan yang mengacu kepada lembaga

pendidikan yang hanya mementingkan uang pendaftaran dan uang

gedung saja, tetapi mengabaikan kewajiban-kewajiban pendidikan

Dari kedua acuan diatas, komersilisasi dianggap sangat

menguntungkan pihak – pihak tertentu saja. Tidak memikirkan kerugian

yang akan dialami pihak terkait.

Ilmu dan pendidikan menjadi barang komoditi yang bisa

diperjualbelikan, sedangkan manusia diposisikan sebagai konsumen.

20

Page 21: Dampak Komersialisasi Pendidikan

5.2Saran

Perlu adanya badan pengawas intensif yang benar – benar mengawasi

jalannya dana untuk lembaga pendidikan. Tentu diikuti oleh anggota

badan pengawas sendiri yang tidak “nakal”. Yang akan mengakibatkan

kerugian Negara.

Dan jika mengimpikan sebuah proses pendidikan yang murah didalam

kondisi saat ini. Maka salah satu jalan adalah dengan membuat sebuah

model pendidikan baru, yaitu model pendidikan alternatif. Model

pendidikan yang berpihak kepada kaum menengah kebawah. Model

pendidikan yang bertujuan untuk membebaskan dari segala bentuk

ketertindasan. Impian hanya menjadi khayalan jika kita berharap bisa

mengubah system pendidikan formal sekarang ini, tanpa membentuk

sebuah sistem pendidikan alternatif sebagai bentuk perlawanan.

21