dampak pandemi covid-19 terhadap nilai tukar...
TRANSCRIPT
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 83
DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP
NILAI TUKAR PETANI DAN NILAI TUKAR
USAHA PERTANIAN
Valeriana Darwis1, Mohamad Maulana1, Rika R. Rachmawati1
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jln. Tentara Pelajar No. 3B, Bogor 16111
Korespondensi penulis: [email protected]
PENDAHULUAN
Sejak awal berkembangnya pandemi Covid-19 di Indonesia pada
bulan Maret 2020, sudah banyak usaha yang dilakukan oleh
pemerintah dalam mengatasi laju penularannya. Kebijakan ini
diperlukan karena virus corona menyebabkan dampak negatif tidak
hanya pada kesehatan, tetapi juga sektor ekonomi. Hal ini terlihat pada
laporan Badan Pusat Statistik (BPS) bulan Agustus 2020 yang
menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia -5,32% pada
kuartal II-2020 (BPS 2020a). Sebelumnya, pada kuartal I-2020,
dilaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh
sebesar 2,97%, turun signifikan dari pertumbuhan sebesar 5,02% pada
periode yang sama tahun 2019 (BPS 2020b).
Menurut BPS (2020a), sektor pertanian memberikan kontribusi
sebesar 15,46% terhadap struktur pertumbuhan PDB nasional pada
triwulan II-2020. Nilai kontribusi ini meningkat dibanding periode
yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu sebesar 13,57%.
Pertumbuhan positif sektor pertanian pada masa pandemi tentu
memberikan harapan akan kelangsungan produksi pangan di
Indonesia. Namun, saat ini cukup sulit bagi Indonesia untuk
mengembangkan sektor pertanian, termasuk memberdayakan petani
sebagai penopang utama sektor ini, dikarenakan berbagai faktor yang
ada. Pandemi Covid-19 menyebabkan hasil panen tidak dapat terserap
secara maksimal di pasaran karena menurunnya pendapatan
1 Kontributor utama
84 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
masyarakat ataupun karena kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB). Penerapan kebijakan pembatasan ruang gerak secara
langsung memengaruhi sektor pertanian, khususnya dalam hal
stabilisasi harga komoditas, gangguan rantai pasok input dan
produksi, mengancam kesehatan petani, dan terganggunya produksi
karena kekurangan tenaga kerja (Saefudin 2020).
Pandemi Covid-19 berdampak pada terhambatnya aktivitas
beberapa sektor sehingga menyebabkan berkurangnya pendapatan
dan tenaga kerja. Hal ini berimplikasi melemahkan daya beli dan
konsumsi masyarakat. Selain itu, kebijakan PSBB juga turut
memengaruhi kelancaran distribusi komoditas pangan antarkota,
antarprovinsi, dan antarpulau. Walaupun pangan dikecualikan dari
penerapan PSBB, adanya pemeriksaan di pos-pos yang berada di pos
pemeriksaan tertentu berdampak pada kelancaran lalu lintas.
Badan Pusat Statistik menyebutkan turunnya nilai tukar petani
(NTP) pada masa pandemi ini dibarengi dengan adanya perubahan
indeks konsumsi rumah tangga (IKRT) sebesar -0,07% pada bulan Mei
2020. Hal ini disebabkan oleh turunnya indeks pada kelompok
makanan, minuman, dan tembakau (Ulya 2020). Di sisi lain, pandemi
Covid-19 mengakibatkan terjadinya penurunan NTP karena turunnya
harga komoditas pertanian. Rendahnya NTP menyebabkan penurunan
insentif petani untuk melakukan penanaman di musim selanjutnya (Al
Faqir 2020). Terbatasnya permintaan karena mobilitas berkurang dan
masyarakat sedang menderita ekonominya menyebabkan penurunan
harga komoditas pertanian. Survei terbatas yang dilakukan Yayasan
Odesa Indonesia (Yusuf et al. 2020) di pasar-pasar utama Jawa Barat
(misalnya di Pasar Gede Bage) menunjukkan bahwa sekitar 50%
pedagang produk-produk pertanian sudah pulang kampung karena
mengalami kerugian. Hanya sedikit yang masih bertahan
mengandalkan keuntungan Rp20.000 sampai Rp30.000 per hari.
Pandemi Covid-19 berdampak pada jadwal operasional pasar yang
biasanya 24 jam, kini dibatasi hanya 10 jam, dari jam 4 sore sampai
dengan jam 2 pagi. Sebelum terjadinya pandemi Covid-19, harga cabai
merah keriting berada di kisaran Rp40.000 hingga Rp50.000 per
kilogram. Namun, selama pandemi Covid-19 turun drastis menjadi
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 85
Rp10.000 per kilogram. Harga cabai turun menjadi Rp10.000 per
kilogram di tingkat petani karena tengkulak yang mematok harganya.
Sebagian petani terpaksa menjual ke tengkulak karena lokasi pasar
yang jauh dari desa dan khawatir merugi lebih besar (Hidayat 2020).
Pandemi Covid-19 sampai sekarang belum menunjukkan kepastian
kapan berakhir. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum
mencabut restriksi sosial karena khawatir akan terjadi lagi kenaikan
jumlah kasus yang terkena Covid-19. Kondisi ini menyebabkan NTP
dan nilai tukar usaha pertanian (NTUP) akan semakin menurun.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tulisan ini bertujuan untuk
melihat dampak pandemi Covid-19 terhadap NTP dan NTUP di
Indonesia. Secara detail, kajian singkat ini akan menjawab pertanyaan
berikut. (1) Berapakah penurunan nilai NTP dan NTUP subsektor
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan rakyat, dan peternakan
akibat pandemi Covid-19? (2) Bagaimanakah pengaruh perubahan
harga produsen dan konsumen komoditas utama terhadap penurunan
NTP dan NTUP akibat pandemi Covid-19?
METODE
Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif yang bahan
tulisannya diperoleh melalui tinjauan (review) pustaka dengan
menggali dan menelaah data dan informasi yang diperoleh dari
berbagai sumber, seperti data BPS dan Kementerian Pertanian. Selain
itu, kajian juga menggunakan informasi yang relevan dari berbagai
hasil kajian yang diterbitkan dalam berbagai publikasi, seperti buku,
jurnal, prosiding, dan publikasi lainnya, termasuk media cetak dan
media elektronik. Kajian lebih menekankan pada NTP dan NTUP. Nilai
tukar petani merupakan rasio indeks harga seluruh barang yang dijual
(hasil usaha tani) terhadap indeks harga seluruh barang yang dibeli
(barang konsumsi maupun input usaha tani) rumah tangga petani,
sementara NTUP merupakan perbandingan indeks harga seluruh
barang yang dijual (hasil usaha tani) terhadap indeks harga faktor
produksi yang dibayar oleh petani. Penghitungan NTP didasarkan
pada pemikiran bahwa sebagai agen ekonomi yang memproduksi hasil
86 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
pertanian dan kemudian menjual hasilnya, petani juga merupakan
konsumen yang membeli barang dan jasa untuk kebutuhan hidupnya
sehari-hari dan juga mengeluarkan biaya produksi dalam usahanya
untuk memproduksi hasil pertanian. Sementara itu, NTUP
menunjukkan insentif berusaha tani (Simatupang 2018).
Badan Pusat Statistik mendefinisikan NTP sebagai perbandingan
antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga
yang dibayar petani (IB) yang dinyatakan dalam persen. Indeks harga
yang diterima petani (IT) mengukur rata-rata perubahan harga dalam
suatu periode dari suatu paket jenis barang hasil produksi pertanian
pada tingkat harga produsen di petani dengan tahun dasar 2018 (BPS
2020c). Badan Pusat Statistik mempublikasikan IT, IB, NTP, dan NTUP
bulanan tahun 2019 dengan tahun dasar 2012, sementara tahun 2020
dipublikasikan dengan tahun dasar 2018 sehingga perlu dilakukan
penyesuaian tahun 2019 menjadi tahun dasar 2018. Metode
perhitungannya adalah dengan membandingkan 100 (tahun dasar 2018
= 100) dengan nilai pada tahun 2018. Rata-rata setahun hasil
perbandingannya dikalikan dengan nilai tiap bulan pada tahun 2019
sehingga nilai pada tahun 2019 memiliki tahun dasar 2018. Namun
demikian, cara menyamakan tahun dasar ini masih terkendala lonjakan
nilai pada bulan Desember 2019 ke Januari 2020.
Indeks harga yang dibayar petani (IB) mengukur rata-rata
perubahan harga dalam suatu periode dari suatu paket jenis barang
dan jasa biaya produksi dan penambahan barang modal serta
konsumsi rumah tangga di daerah perdesaan dengan dasar suatu
periode tertentu. Dengan kata lain, IB adalah agregasi dari paket-paket
jenis barang dan jasa biaya produksi dan penambahan barang modal
(IF) dan paket barang dan jasa konsumsi rumah tangga (IK) di daerah
perdesaan dengan dasar suatu periode tertentu (Simatupang 1992;
Simatupang dan Isdiyoso 1992; Maulana 2004; Simatupang dan
Maulana 2008).
Perhitungan bilangan indeks dilakukan dengan dengan metode
Laspeyres, yaitu
NTP = (IT/IB) x 100% .................................................................................... (1)
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 87
dengan IB adalah indeks agregasi (IK, IF).
Selain NTP, BPS juga menerbitkan data NTUP yang dihitung
sebagai rasio indeks harga yang diterima dengan indeks harga faktor
produksi yang dibayar, yaitu
NTUP = (IT/IF) x 100% ................................................................................. (2)
Dalam kajian ini, pengertian nilai NTP dan NTUP adalah sebagai
berikut.
1. NTP, NTUP > 100, berarti NTP semakin membaik. Harga yang
diterima mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada harga yang
dibayarkan terhadap tahun dasar atau ketika harga yang diterima
mengalami penurunan yang lebih lambat daripada harga yang
dibayarkan terhadap tahun dasar. Sementara, NTUP menunjukkan
insentif berusaha tani yang semakin tinggi.
2. NTP, NTUP = 100, berarti NTP tidak berubah, rasio harga yang
diterima oleh petani sama dengan harga yang dibayar petani
terhadap tahun dasar. Namun setelah itu tidak terjadi lagi, dalam
bulan ke bulan, tahun ke tahun NTP = 100. Jadi, jika NTP = 100, itu
jarang terjadi, maka definisi NTP akan lebih bagus jika kita
membandingkan bulan dan/atau tahun tertentu dibandingkan
dengan bulan dan/atau tahun sebelumnya. NTUP tidak memberi-
kan insentif kepada petani dalam berusaha tani. Bisa saja NTP = 100
jika bulan atau tahun sebelumnya NTP < 100. Jadi, bagus atau
tidaknya NTP itu relatif tergantung perbandingan bulan atau tahun
sebelumnya.
3. NTP, NTUP < 100, berarti NTP semakin memburuk. Harga yang
dibayar mengalami kenaikan yang lebih cepat daripada harga yang
diterima terhadap tahun dasar atau ketika harga yang dibayar
mengalami penurunan yang lebih lambat daripada harga yang
diterima terhadap tahun dasar. Sementara, NTUP tidak
menunjukkan insentif berusaha atau malah merugi.
Dari rumus perhitungan tersebut, jelas NTP tidak berhubungan
langsung dengan kesejahteraan karena pendapatan selain dari laba
usaha pertanian tidak tertangkap oleh NTP dan faktor konversi daya
beli, juga mencakup biaya produksi, tidak merefleksikan daya beli
barang konsumsi akhir. NTP hanyalah bagian dari indikator
88 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
kesejahteraan petani. Perbaikan kesejahteraan petani ditentukan oleh
dua faktor, yaitu (1) volume produksi dan (2) perbandingan antara
output dan input (efisiensi dan efektivitas input membuat petani
sejahtera karena profit marginnya menjadi lebih tinggi). NTP menjadi
indikasi awal bahwa ada perbaikan dalam benefit-cost.
Nilai tukar usaha pertanian menggambarkan insentif harga usaha
pertanian. Indeks harga yang diterima petani mencakup padi dan
palawija; hortikultura, yaitu sayur-sayuran, buah-buahan, dan
tanaman obat; peternakan, yaitu ternak besar dan kecil, unggas dan
hasil ternak; perkebunan, yaitu tanaman perkebunan rakyat. Indeks
harga yang dibayar petani mencakup indeks konsumsi rumah tangga,
yaitu bahan makanan, makanan jadi, perumahan, sandang, kesehatan,
pendidikan, rekreasi dan olahraga, transportasi, dan indeks biaya
produksi dan penambahan barang modal (BPPBM) (bibit, obat-obatan,
pupuk, transportasi, sewa lahan, pajak, penambahan barang modal,
upah buruh tani).
Perkembangan NTP dan NTUP difokuskan pada subsektor
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Data yang
digunakan adalah data NTP dan NTUP bulanan yang diterbitkan
Badan Pusat Statistik, dan disajikan sepanjang 2019 hingga
pertengahan tahun 2020 untuk memperoleh dampak wabah Covid-19
terhadap NTP dan NTUP. Untuk menjelaskan NTP dan NTUP yang
terjadi selama pandemi Covid-19, disajikan perkembangan harga
konsumen untuk komoditas yang mewakili subsektor dan produknya
dikonsumsi masyarakat. Produk tersebut adalah beras, bawang merah,
cabai merah, gula pasir, daging ayam, dan daging sapi. Data dan
informasi yang dikumpulkan dianalisis mempergunakan analisis des-
kriptif sederhana, rata-rata, dan ditampilkan dalam bentuk tabel-tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Subsektor Tanaman Pangan
Nilai tukar petani subsektor tanaman pangan periode Januari‒Juli
2019 menurun, namun selanjutnya meningkat lagi hingga Desember
2019 (Gambar 1). Pada periode Januari‒Juli 2019, NTP rata-rata adalah
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 89
sebesar 101,88, sementara periode Agustus‒Desember 2020 naik
menjadi 104,05. Pada tahun 2020, pola perkembangan NTP subsektor
tanaman pangan serupa dengan pola NTP tahun 2019 hingga Juni 2020.
Namun setelah itu, kecenderungannya tetap menurun dan tidak
menunjukkan kenaikan kembali seperti tahun 2019. Hal ini
menunjukkan bahwa hingga pertengahan tahun 2020 pandemi Covid-
19 tidak berdampak berat terhadap NTP subsektor tanaman pangan.
Kecenderungan menurunnya NTP subsektor tanaman pangan
disebabkan menurunkan indeks terima (IT) dan meningkatnya indeks
bayar (IB) (Gambar 1). Menurunnya indeks terima disebabkan
kecenderungan menurunnya harga gabah yang memiliki bobot
penentu indeks harga terima sebesar 87%. Selain itu, bulan Februari,
Maret, dan April adalah masa panen padi musim hujan (MH) ketika
umumnya harga GKP mencapai titik terendah.
Indeks bayar meningkat karena dampak wabah Covid-19 yang
menurunkan pasokan barang-barang konsumsi dan input produksi
karena banyaknya pembatasan wilayah yang mengganggu distribusi.
Setelah pemerintah mengumumkan kasus Covid-19 pertama di
Indonesia pada awal Maret 2020, indeks bayar turun drastis dan terus
menurun hingga Juli 2020 sehingga NTP secara konsisten juga
menurun.
Pola yang relatif sama terjadi pada perkembangan NTUP. Pada
tahun 2020, NTUP konsisten turun selama periode Januari‒Juli 2020.
Pola ini serupa dengan periode yang sama pada saat kondisi normal
tahun 2019, namun tahun 2020 lebih tinggi nilainya. Hal ini berarti
insentif bagi petani tanaman pangan dalam berusaha tani, utamanya
padi dan palawija, menurun selama pandemi Covid-19. Harga gabah
dan palawija terus menurun akibat pasokan melimpah karena panen
raya, namun permintaan berkurang karena pembatasan sosial dan
distribusi terganggu.
Subsektor Hortikultura
Nilai tukar petani subsektor hortikultura sepanjang tahun 2019
cenderung meningkat setelah sempat menurun pada Februari 2019
karena harga produk hortikultura yang semakin meningkat.
90 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
Su
mb
er: B
PS
(20
20d
)
Gam
bar
1. P
erk
emb
ang
an N
TP
dan
NT
UP
su
bse
kto
r ta
nam
an p
ang
an b
ula
nan
, Jan
uar
i 20
19‒J
uli
202
0 (2
018
= 10
0)
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 91
Pada masa pandemi Covid-19 periode Januari hingga Juli 2020, NTP
konsisten menurun (Gambar 2). Walaupun sempat membaik di Januari
2020, NTP pada bulan-bulan sesudahnya terus menurun hingga Juli
2020.
Meningkatnya NTP hortikultura selama tahun 2019 disebabkan
meningkatnya indeks terima dan juga indeks bayar, dan bahkan sejak
April 2019 indeks terima lebih baik dari indeks bayar. Keadaan yang
berbeda dapat dilihat antara indeks terima dan indeks bayar selama
Januari–Juli 2020, masa pandemi Covid-19. Indeks terima turun selama
periode Januari–Juli 2020 karena wabah Covid-19 yang ditandai dengan
dampak turunnya harga produk hortikultura akibat turunnya permin-
taan akibat dihentikannya operasional hotel, restoran, dan katering
(horeka). Sementara, indeks bayar cenderung meningkat akibat me-
ningkatnya harga-harga barang konsumsi dan harga input hortikultura.
Insentif berusaha tani komoditas hortikultura sepanjang tahun 2019
memang bermasalah terkait rendahnya NTUP hortikultura selama
Januari‒April 2019. Nilai tukar usaha pertanian hortikultura Januari‒
April 2019 berada di bawah 100. Harga faktor produksi terus
meningkat, sementara harga produk hortikultura cenderung stagnan.
Menghadapi dampak wabah Covid-19 selama tahun 2020, NTUP yang
sempat mencapai 105,5 pada bulan Januari 2020, secara konsisten
menurun hingga pada bulan Juli 2020 NTUP berada pada nilai 99,8.
Karena produksi tidak terganggu sementara pemasaran produk
hortikultura yang menghadapi masalah di samping permintaan yang
menurun, terjadi kelebihan pasokan sehingga harga produk
hortikultura konsisten menurun. Di sisi lain, harga barang konsumsi
dan harga faktor produksi justru meningkat. Insentif berusaha tani
menurun sebagai dampak wabah Covid-19.
Subsektor Perkebunan
Nilai tukar petani subsektor perkebunan berada di bawah 100
sepanjang tahun 2019 (Gambar 3). Keadaan sebelum wabah Covid-19
ini terjadi karena indeks bayar lebih rendah dibandingkan dengan
indeks terima. Keadaan ini berlanjut hingga bulan April 2020 sehingga
92 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
Su
mb
er: B
PS
(20
20d
)
Gam
bar
2. P
erk
emb
ang
an N
TP
dan
NT
UP
ho
rtik
ult
ura
bu
lan
an,
Jan
uar
i 20
19‒J
uli
202
0 (2
018
= 10
0)
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 93
NTP tetap meningkat dan berada di atas 100, walaupun cenderung
menurun secara konsisten di tengah munculnya dampak Covid-19 di
Indonesia.
Menurut Yoyok (2020), mampu bertahannya NTP di atas 100 bisa
terjadi karena beberapa faktor, yaitu (i) aktivitas budi daya komoditas
perkebunan masih tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19 karena
perkebunan rakyat lokasinya terpisah-pisah tidak terkonsentrasi
sehingga tidak ada kerumunan pekerja kebun dalam jumlah yang
banyak; (ii) kegiatan budi daya tetap berlangsung sehingga
produktivitas dan mutu produk perkebunan tetap terjaga; dan (iii)
produk perkebunan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok
masyarakat (misalnya gula pasir) boleh beroperasi sesuai dengan
regulasi. Sepanjang bulan Mei hingga Juni 2020, indeks bayar berada
di atas indeks terima dan NTP perkebunan rakyat menurun di bawah
100. Kenaikan NTP terjadi pada bulan Juli 2020 sehingga nilai NTP
berada di atas 100.
Besaran insentif berusaha tani bagi petani perkebunan mengikuti
pola NTP subsektor perkebunan rakyat. Saat kondisi normal sebelum
pandemi Covid-19, petani perkebunan kecil tidak mendapatkan
insentif (NTUP < 100) karena harga produk perkebunan menurun
sepanjang 2019, namun sebaliknya untuk harga barang konsumsi dan
harga faktor produksi usaha tani perkebunan rakyat.
Subsektor Peternakan
Pada kondisi normal sebelum wabah Covid-19, rata-rata NTP
subsektor peternakan periode Januari hingga Juli 2019 adalah 100,24.
Dampak wabah Covid-19 pada periode Januari–Juli 2020
menyebabkan NTP subsektor peternakan menurun menjadi rata-rata
97,96 (Gambar 4). Menurunnya NTP subsektor peternakan selama
pandemi Covid-19 disebabkan menurunnya indeks terima, sementara
indeks bayar cenderung tetap. Rata-rata indeks terima pada periode
Januari–Juli 2020 adalah 103,89. Rata-rata indeks bayar pada periode
yang sama adalah 106,06.
94 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
Su
mb
er: B
PS
(20
20d
)
Gam
bar
3. P
erk
emb
ang
an N
TP
dan
NT
UP
per
keb
un
an r
aky
at b
ula
nan
, Jan
uar
i 20
19‒J
uli
202
0 (2
018
= 10
0)
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 95
Su
mb
er: B
PS
(20
20d
)
Gam
bar
4. P
erk
emb
ang
an N
TP
dan
NT
UP
pet
ern
akan
bu
lan
an, J
anu
ari
2019
‒Ju
li 2
020
(201
8 =
100)
96 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
NTUP pada periode normal sebelum pandemi Covid-19, yaitu
bulan Januari–Juli 2019, rata-rata mencapai 99,49. Memasuki masa
wabah Covid-19, pada periode Januari–Juli 2020, NTUP subsektor
peternakan menurun menjadi 97,90. Hal ini menunjukkan insentif
berusaha ternak rata-rata semakin turun. Menurut Benyamin (2020),
penyebab penurunan usaha peternakan dalam masa pandemi karena
menurunnya permintaan. Kendati harga ayam di pasaran tinggi, harga
di tingkat petani relatif rendah. Akibatnya, keuntungan yang diperoleh
tidak sebanding dengan ongkos produksi yang dikeluarkan sehingga
peternak kecil dan menengah memilih tidak beroperasi dulu.
Menurunnya kesejahteraan petani subsektor peternakan
disebabkan tingginya harga bibit sapi penggemukan, turunnya nilai
tukar rupiah terhadap dolar karena bibit sapi umumnya diimpor,
turunnya daya beli secara signifikan, meningkatnya biaya
operasional karena meningkatnya harga bahan baku pakan, dan
terhambatnya tata niaga serta logistik karena penerapan lockdown di
beberapa daerah di Australia. Pada awal pandemi, industri sapi
potong mengalami kesulitan, baik dalam hal pengadaan sarana
produksi peternakan, khususnya bakalan dan pakan, kenaikan biaya
distribusi, dan penurunan omzet karena berkurangnya kegiatan yang
membutuhkan banyak daging. Selain itu, pandemi juga berdampak
negatif terhadap industri sapi potong dikarenakan menurunnya daya
beli masyarakat.
NTP dan NTUP Umum
Nilai tukar petani bulanan sepanjang tahun 2019 saat normal
sebelum pandemi Covid-19 terus meningkat dengan rata-rata NTP
sebesar 100,73. Meningkatnya NTP disebabkan rata-rata indeks
terima yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata indeks bayar
sepanjang tahun 2019. Rata-rata indeks terima periode Januari–
Desember adalah 103,62, sementara rata-rata indeks bayar mencapai
102,86 (Gambar 5). Hal yang sama juga terjadi pada NTUP yang pada
tahun 2019 terus meningkat. Rata-rata NTUP periode Januari–
Desember 2019 adalah sebesar 100,58.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 97
Pandemi Covid-19 berdampak pada fluktuasi harga produk
pertanian, input usaha tani, dan barang konsumsi. Harga komoditas
pertanian pada masa pandemi Covid-19 mengalami fluktuasi setiap
bulannya. Hal ini direpresentasikan dari harga produsen dan harga
konsumen dari beberapa komoditas pertanian yang sering
dikonsumsi masyarakat tiap hari. Berfluktuasinya harga jual
menyebabkan margin antara harga produsen dan harga konsumen
menjadi tidak tetap. Menurut Sunarti dan Khomsan (2006),
kesejahteraan petani bisa terealisasi melalui pendapatan mereka yang
meningkat, menurunnya kegagalan panen, produktivitas meningkat,
dan harga jual produk tinggi.
Harga gabah kering giling (GKG) dalam masa pandemi rata-rata
Rp5.619/kg, sementara harga beras rata-rata di tingkat konsumen bisa
mencapai Rp10.987/kg (Gambar 6). Dengan menggunakan konversi
dari gabah ke beras sebesar 64%, maka harga beras adalah Rp8.780/kg.
Artinya, harga jual di tingkat konsumen lebih tinggi senilai Rp2.207/kg.
Margin yang tinggi juga terjadi pada komoditas bawang merah
dan cabai merah, dengan margin masing-masing sebesar 98% dan
142%. Hal yang sama juga terjadi pada harga daging sapi dan daging
ayam. Harga produsen untuk daging ayam sebesar Rp17.500/kg,
sementara harga di tingkat konsumen rata-rata sebesar Rp31.871/kg.
Artinya, ada margin sebesar Rp14.371/kg atau 82%. Untuk daging
sapi, persentase margin antara harga produsen dan harga konsumen
sebesar 37% atau senilai Rp32.633/kg. Harga gula pasir di tingkat konsumen rata-rata sebesar
Rp15.578/kg, sementara HPP gula pasir sebesar Rp9.100/kg. Bagi
petani, penentuan HPP ini masih belum bisa mencukupi kebutuhan
usaha tani. Oleh karena itu, perlu direvisi menjadi Rp12.000/kg
Sebelum usulan revisi tersebut disetujui, terjadi wabah Covid-19 yang
menyebabkan biaya pokok produksi menjadi naik. Oleh karena itu,
melalui petani melalui Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia
(APTRI) mengusulkan HPP gula di tingkat petani untuk tahun ini
naik menjadi Rp14.000/kg (Timorria 2020).
98 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
Su
mb
er: B
PS
(20
20d
)
Gam
bar
5. P
erk
emb
ang
an N
TP
dan
NT
UP
um
um
bu
lan
an, J
anu
ari
2019
‒Ju
li 2
020
(201
8 =
100)
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 99
Su
mb
er:
(Pu
sdat
in 2
020)
Gam
bar
6. P
erk
emb
ang
an h
arg
a k
on
sum
en k
om
od
itas
per
tan
ian
, Mar
et‒A
gu
stu
s 20
20
(Rp
/kg
)
100 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Nilai tukar petani tidak dapat digunakan sebagai ukuran
kesejahteraan petani karena merupakan perbandingan indeks harga
komoditas pertanian (tidak termasuk nonpertanian) dengan indeks
harga seluruh barang konsumsi dan faktor produksi. Nilai tukar
usaha pertanian adalah perbandingan indeks harga produk pertanian
dengan indeks harga faktor produksi produk pertanian. Secara
eksplisit, NTUP merupakan insentif harga berusaha tani.
Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang berbeda terhadap
NTP dan NTUP setiap subsektor dalam periode pandemi bulan
Januari‒Juli 2020 dibandingkan periode normal Januari‒Juli 2019. Pada
periode pandemi, NTP subsektor tanaman pangan turun 0,13,
sementara NTUP naik 1,11. Untuk subsektor hortikultura, NTP dan
NTUP naik masing-masing 2,06 dan 2,64. Untuk subsektor perkebunan
rakyat, NTP dan NTUP naik 4,45 dan 5,70. Untuk subsektor
peternakan, NTP dan NTUP turun sebesar 2,28 dan 2,04 poin. Secara
umum, selama wabah Covid-19 periode Januari‒Juli 2020, NTP dan
NTUP umum meningkat berturut-turut sebesar 1,07 dan 2,07 poin.
Wabah Covid-19 berdampak terhadap NTP dan NTUP.
Menurunnya NTP selama pandemi Covid-19 disebabkan
menurunnya harga produk pertanian karena kelebihan pasokan dan
menurunnya permintaan akibat gangguan distribusi yang dipicu oleh
pembatasan mobilisasi pelaku ekonomi dan barang konsumsi di
berbagai wilayah. Selain itu, rendahnya daya beli akibat banyak
masyarakat yang berkurang penghasilannya selama pandemi Covid-
19 juga memengaruhi turunnya NTP. Nilai tukar petani berbanding
lurus dengan inflasi pangan, yang biasanya terjadi pada bulan
Januari. Pandemi Covid-19 menurunkan insentif berusaha tani.
NTUP hingga pertengahan tahun 2020 cenderung terus menurun
karena harga komoditas pertanian cenderung menurun selain
beberapa komoditas utama seperti padi memasuki masa panen raya.
Sebaliknya, harga faktor produksi semakin meningkat.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 101
Saran
Pandemi Covid-19 belum berakhir dan tidak tahu sampai kapan
akan berakhirnya, sementara kebutuhan akan pangan yang
dihasilkan oleh pertanian tetap. Meskipun sektor pertanian dari nilai
tukar dan usaha pertanian tidak berdampak besar, kebijakan untuk
mempertahankan produksi tetap diperlukan. Beberapa kebijakan itu,
antara lain, jaminan pasokan dalam mendapatkan input produksi dan
mekanisasi alat pertanian perlu ditingkatkan dalam mengatasi
keterbatasan tenaga kerja akibat adanya pembatasan ruang gerak.
Untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan memperpendek tata
niaga serta margin keuntungan, diperlukan dukungan fasilitas dan
kebijakan dalam pemasaran secara daring. Kebijakan tersebut dapat
dilakukan dengan cara membangun sendiri perusahaan start-up di
bawah Kementan atau membuat kerja sama dengan start-up lainnya
yang sudah eksis.
DAFTAR PUSTAKA
Al Faqir A. 2020. Pukulan corona pada sektor pertanian masih bakal berlanjut
hingga tahun depan [Internet]. [diunduh 2020 Sep 20]. Tersedia dari:
https://www.merdeka.com/uang/pukulan-corona-pada-sektor-pertanian-
masih-bakal-berlanjut-hingga-tahun-depan.html
[BPS] Badan Pusat Statistik [Internet]. 2020a Agu 5. Berita resmi statistik:
ekonomi Indonesia triwulan II 2020 turun 5,32 persen [Internet]. [diunduh
2020 Agu 24]. Tersedia dari: https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/
08/05/1737/-ekonomi-indonesia-triwulan-ii-2020-turun-5-32-persen.html
[BPS] Badan Pusat Statistik [Internet]. 2020b Mei 5. Berita resmi statistik:
ekonomi Indonesia triwulan I 2020 tumbuh 2,97 persen [Internet].
[diunduh 2020 Agu 24]. Tersedia dari: https://www.bps.go.id/
pressrelease/2020/05/05/1736/ekonomi-indonesia-triwulan-i-2020-
tumbuh-2-97-persen.html
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020c Okt 1. Berita resmi statistik: nilai tukar
petani (NTP) September 2020 sebesar 101,66 atau naik 0,99 persen
[Internet]. [diunduh 2020 Okt 1]. Tersedia dari: https://www.bps.go.id/
pressrelease/2020/10/01/1707/nilai-tukar-petani--ntp--september-2020-
sebesar-101-66-atau-naik-0-99-persen.html
102 Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Usaha Pertanian
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2020d. NTP (nilai tukar petani) menurut
subsektor 2019 [Internet]. [diunduh 2020 Okt 1]. Tersedia dari:
https://www.bps.go.id/indicator/22/13/1/ntp-nilai-tukar-petani-menurut-
subsektor.html
Benyamin MY. 2020. Petani & peternak terdampak corona, presiden setuju
BUMN pangan jadi 'offtaker' [Internet]. [diunduh 2020 Ags 24]. Tersedia
dari: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200422/99/1230766/petani-peter
nak-terdampak-corona-presiden-setuju-bumn-pangan-jadi-offtaker
Hidayat R. 2020. Nasib buram petani dan peternak di tengah pandemi
COVID-19 [Internet]. [diunduh 2020 Okt 10]. Tersedia dari: https://tirto.id/
nasib-buram-petani-dan-peternak-di-tengah-pandemi-covid-19-eNpo
Maulana M. 2004. Peranan luas lahan, intensitas pertanaman dan
produktivitas sebagai sumber pertumbuhan padi sawah di Indonesia
1980–2001. J Agro Ekon. 2(1):74-95.
[Pusdatin Kementan] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Kementerian Pertanian. 2020. Newsletter Pusdatin. 17(5). Jakarta (ID):
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian.
Saefudin. 2020. Covid-19: Peluang dan dampak terhadap sektor pertanian
[Internet]. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan;
[diunduh 2020 Ags 20]. Tersedia dari: http://perkebunan.
litbang.pertanian.go.id/covid-19-peluang-dan-dampak-terhadap-sektor-
pertanian/
Simatupang P. 1992. Pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar barter sektor
pertanian. J Agro Ekon. 11(1):33-48.
Simatupang P. 2018. Konsep, pengukuran dan makna nilai tukar petani.
Dalam: Sudaryanto T, Syahyuti, Suryani E, Ariningsih E, editors. Ragam
pemikiran menjawab isu aktual pertanian. Jakarta (ID): IAARD Press. p.
269-288.
Simatupang P, Isdiyoso B. 1992. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
nilai tukar sektor pertanian: landasan teoritis dan bukti empiris. Ekon
Keuangan Indones. 40(1):33-48.
Simatupang P, Maulana M. 2008. Kaji ulang konsep dan perkembangan nilai
tukar petani tahun 2003-2006. J Ekon Pembang. 14(2):218-246.
Sunarti E, Khomsan A. 2006. Kesejahteraan keluarga petani mengapa sulit
diwujudkan? Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Dampak Pandemi Covid-19: Perspektif Adaptasi dan Resiliensi Sosial Ekonomi Pertanian 103
Timorria IF. 2020. Petani tebu revisi usulan kenaikan HPP gula [Internet].
[diunduh 2020 Sep 20]. Tersedia dari: https://ekonomi.bisnis.com/
read/20200424/12/1232268/petani-tebu-revisi-usulan-kenaikan-hpp-gula
Ulya FN. 2020. Melihat tingkat daya beli petani di tengah pandemi Covid-19
[Internet]. [diunduh 2020 Okt 10]. Tersedia dari: https://
money.kompas.com/read/2020/05/04/173100426/melihat-tingkat-daya-
beli-petani-di-tengah-pandemi-covid-19?page=all
Yoyok. 2020. Pra panen perkebunan bertahan dalam kondisi pandemi Covid-
19 [Internet]. [diunduh 2020 Sep 20]. Tersedia dari:
https://www.sketsaonline.com/pra-panen-perkebunan-bertahan-dalam-
kondisi-pandemi-covid-19/.
Yusuf AA, Suganda T, Hermanto, Mansur FH. 2020. Strategi ekonomi sektor
pertanian di tengah pandemi Covid-19. Perspektif 2030 SGDs Center
Policy Brief No. 2/2020 [Internet]. Bandung (ID): Center for Sustainable
Development Goals Studies.