demam thypooid tita
DESCRIPTION
tipoidTRANSCRIPT
Laporan Kasus
DEMAM TIFOID
Oleh
Fatimah Putri Sonia100610039
Pembimbing
dr. Sukardi, Sp. A
BAGIAN / UPF ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CUT MEUTIA ACEH UTARA
OKTOBER 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………….
DAFTAR ISI…………………………………………………………….
PENDAHULUAN………………………………………………………
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS………………………………………………….
II. ANAMNESIS…………………………………………….…..
III. PEMERIKSAAN FISIK……………………………………...
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA……...
V. RESUME………………………………………………….….
VI. DIAGNOSA...……….……………………………………….
VII. PENATALAKSANAAN…………………………………….
VIII. USULAN PEMERIKSAAN…………………………………
IX. PROGNOSIS………………………………………………....
X. PENCEGAHAN……………………………………………...
PEMBAHASAN………………………………………………………..
TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………...
PENUTUP………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
Halaman
i
ii
1
3
3
7
12
12
14
15
15
15
16
17
22
47
ii
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus yang
disebabkan oleh kuman Salmonella typhi dan Salmonela paratyphi.
Di Indonesia, saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan penyakit
endemik, terutama di kota-kota besar yang padat penduduknya, seperti halnya di
negara-negara yang sedang berkembang lainnya. Hal ini berhubungan erat dengan
keadaan sanitasi, kebiasaan higiene yang tidak memuaskan dan tingkat pendidikan
yang rendah.
Etiologi demam tifoid adalah kuman Salmonella typhi, basil gram negatif,
bergerak dengan rambut getar, dan tidak berspora. Ada dua sumber penularan
Salmonella typhi, yakni pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering adalah
pembawa. Orang-orang tersebut mengekskresi 109 sampai 1011 kuman per gram tinja.
Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar. Makanan yang
tercemar oleh pembawa merupakan sumber penularan yang paling sering. Pembawa
adalah orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekskresi
Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari satu tahun.
Masa tunas demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari. Gejala yang timbul
amat bervariasi. Perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia, tetapi juga di
daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari
penyakit ringan yang tidak terdiagnosis, sampai gambaran penyakit khas dengan
komplikasi dan kematian. Hal ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sangat
berpengalaman pun dapat mengalami kesulitan untuk membuat diagnosa klinis
1
demam tifoid. Adapun gejala klinis yang umumnya terjadi adalah demam 5 hari atau
lebih, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran.
Berikut dilaporkan sebuah kasus demam tifoid pada seorang anak perempuan
berumur 12 tahun yang dirawat di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Cut Meutia
Aceh Utara.
2
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Identitas penderita
Nama penderita : Mutia Sari
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat & tanggal lahir : Riau, 27 September 2002
2. Identitas orang tua / wali
AYAH : Nama : Rajali
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Pekan baru, Riau
IBU : Nama : Zainabon
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Desa Cot seutui Kec kuta makmur,
Buloh
II. ANAMNESIS
Kiriman dari : UGD
Dengan diagnosa : Suspect Thypoid
Aloanamnesa dengan : Ayah dan ibu pasien
Tanggal / jam : 2 November 2004 / 17.00 Wita
3
1. Keluhan utama : Panas
2. Riwayat penyakit sekarang :
Sekitar 8 hari sebelum masuk Rumah Sakit, anak tampak lesu, sering
mengeluh pusing dan terlihat tidak bersemangat. Sejak 6 hari sebelum
masuk Rumah Sakit, anak mulai panas, tidak mendadak, muncul perlahan
dan tidak terlalu tinggi, namun berangsur-angsur meningkat setiap harinya.
Oleh ibunya, anak diberi obat penurun panas, panas turun beberapa saat
setelah minum obat, namun kemudian naik lagi. Panas terus-menerus
sepanjang hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu
panas pada pagi dan siang hari. Pada waktu malam hari penderita tekadang
mengigau, tidak berkeringat dan tidak ada kejang. Kurang lebih 3 hari
sebelum masuk Rumah Sakit, anak mengeluh nyeri di daerah ulu hati, anak
juga mengalami mual dan muntah, serta tidak ada buang air besar hingga
masuk Rumah Sakit. Muntah sering, dengan frekuensi 2 hingga 4 kali
dalam sehari. Isi muntahan berupa air yang diminum, dan terkadang berisi
apa yang dimakan. Nafsu makan anak menurun sejak terjadinya demam,
namun minum masih kuat. Buang air kecil normal seperti biasa, berwarna
kuning muda, dan tidak ada sakit waktu buang air kecil. Anak tidak ada
mengeluh nyeri otot atau nyeri pinggang, serta tidak ada riwayat bepergian
ke luar kota.
3. Riwayat penyakit dahulu :
4
Campak Diare Sesak / manggah
Batuk rejan Sakit tenggorokan
tidak pernah masuk RS
4. Riwayat kehamilan dan persalinan :
Riwayat antenatal : Saat hamil ibu tidak pernah memeriksakan
kehamilannya ke bidan ataupun ke Puskesmas
dan tidak pernah mendapat suntik TT, plasenta
previa
Riwayat natal :
Spontan / tidak spontan : Spontan
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : ibu tidak ingat
Lingkar kepala : -
Penolong : Dokter Spesialis kandungan
Tempat : Rumah Sakit
Riwayat neonatal : Langsung menangis, badan kemerahan, dan
gerak aktif
5. Riwayat perkembangan :
Tiarap : 6 bulan
Merangkak : 9 bulan
Duduk : 9 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
5
Saat ini : Kelas 1 SMA, masuk dalam 10 besar ranking
kelas.
6. Riwayat imunisasi
Nama Dasar(umur dalam hari/bulan)
Ulangan(umur dalam bulan)
BCG -Polio 2 bln - - -Hepatitis B - - -DPT - - -Campak -
7. Makanan :
Anak mendapat ASI sejak lahir sampai 2 bulan, dilanjutkan bubur saring
sampai 5 bulan, berisi sayuran, pisang, serta lauk (hati ayam, ikan, dan
lain-lain) yang dihancurkan. Hingga sekarang, kecuali pada saat sakit,
anak makan nasi ditambah lauk, tidak suka sayur, sebanyak 1 piring dan
biasanya habis.
8. Riwayat keluarga :
Ikhtisar keturunan : (Gambar skema keluarga dan beri tanda keluarga
yang menderita penyakit sejenis)
ket : tidak ada riwayat penyakit keturunan dalam keluarga
Ayah, 45 tahun Ibu, 36 tahun
Pasien, 12 tahun Adik, 10 tahun
6
Kakak, 16 tahun Adik, 2 tahun
Susunan keluarga
No Nama Umur L/P
Jelaskan : Sehat, Sakit (apa)Meninggal (umur, sebab)
1 Rajali 45 th L Sehat2 Zainabon 36 th P Sehat3 Velia Wahyuni 16 th L Sehat4 Mutia Sari 12 th P Sakit 5 M. Arif 10 th L Sehat6 Fatimah Zahra 2 th P Sehat
9. Riwayat sosial lingkungan :
Anak tinggal bersama kedua orang tua, satu kakak dan 2 orang adik di
sebuah rumah sendiri yang terbuat dari kayu, ventilasi dan pencahayaan
cukup. Air untuk minum berasal dari sumur, MCK di sungai.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
GCS : 4 – 5 – 6
2. Pengukuran
Tanda vital:Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 86 X/menit, kualitas: kuat, reguler
Suhu : 38,2 OC
Respirasi : 25 X/menit, reguler
Berat badan : 49 kg
Panjang/tinggi badan : 150 cm
Lingkar lengan atas : -
7
Lingkar kepala : -
3. Kulit : Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Hemangioma : Tidak ada
Turgor : Cepat kembali
Kelembaban : Cukup
Pucat : Tidak ada
Lain-lain : -
4. Kepala : Bentuk : Mesosefali
UUB : Sudah menutup
UUK : Sudah menutup
Lain-lain : -
Rambut : Warna : Hitam
Tebal / tipis : Tebal
Jarang / tidak (distribusi) : Tidak
Alopesia : Tidak ada
Lain-lain : -
Mata : Palpebra : Tidak edem, tidak cekung
Alis dan bulu mata : Tidak mudah dicabut
Konjungtiva : Tidak anemis
Sklera : Tidak ikterik
Produksi air mata : Cukup
Pupil : Diameter : 3 mm / 3 mm
8
Simetris : Isokor
Reflek cahaya : +/+
Kornea : Jernih
Telinga : Bentuk : Simetris
Sekret : Tidak ada
Serumen : Minimal
Nyeri : Tidak ada Lokasi : -
Hidung : Bentuk : Simetris
Pernapasan cuping hidung : Tidak ada
Sekret : Tidak ada
Lain-lain : -
Mulut : Bentuk : Simetris
Bibir : Mukosa basah, berwarna merah muda
Gusi : - Mudah berdarah / tidak
- Pembengkakan : Tidak ada
Gigi-geligi : Lengkap
Lidah : Bentuk : Simetris
Pucat / tidak
Tremor / tidak
Kotor / iya
9
Warna : Bagian tengah agak putih, dan tepinya
kemerahan, bercak hitam di tengah
lidah
Faring : Hiperemi : Tidak ada
Edem : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada
Tonsil : Warna : Merah muda
Pembesaran : Tidak ada
Abses / tidak : Tidak ada
Membran / pseudomembran : Tidak ada
5. Leher :
- Vena Jugularis : Pulsasi : Tidak terlihat
Tekanan : Tidak meningkat
- Pembesaran kelenjar leher : Tidak ada
- Kaku kuduk : Tidak ada
- Masa : Tidak ada
- Tortikolis : Tidak ada
6. Toraks :
a. Dinding dada / paru
Inspeksi : Bentuk : Simetris
Retraksi : Tidak ada Lokasi : -
Dispnea : Tidak ada
Pernapasan : Gerakan simetris
10
Palpasi : Fremitus fokal : Simetris kanan – kiri
Perkusi : Sonor / sonor
Auskultasi : Suara napas dasar : Vesikuler
Suara napas tambahan: Tidak ada ronkhi dan tidak ada
wheezing
b. Jantung :
Inspeksi : Iktus : Tidak terlihat
Palpasi : Apeks : Tidak teraba Lokasi : -
Thrill : Tidak ada
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikula sinistra
Batas atas : ICS II linea parasternalis dextra
Auskultasi : Frekuensi : 86 X / menit, Irama : Reguler
Suara dasar : S1 dan S2 tunggal
Bising : Tidak ada Derajat : -
Lokasi : -
Punctum max : -
Penyebaran : -
7. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : Simetris, supel
Lain-lain : -
Palpasi : Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
11
Ginjal : Tidak teraba
Masa : Tidak teraba
Ukuran : -
Lokasi : -
Permukaan : -
Konsistensi : -
Nyeri : Daerah epigastrika
Perkusi : Timpani / pekak : Timpani
Asites : Tidak ada
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
8. Ekstremitas :
Umum : Akral atas dan bawah hangat, tidak
ada edem dan tidak ada parese
Neurologis
Lengan TungkaiKanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Normal Normal Normal NormalTonus Normal Normal Normal NormalTrofi Normal Normal Normal NormalKlonus - - - -Reflek fisiologis + + + +Reflek patologis - - - -Sensibilitas Normal Normal Normal NormalTanda meningeal - - - -
9. Susunan saraf : Tidak ada kelainan
10. Genitalia : Tidak ada kelainan
11. Anus : Tidak ada kelainan
12
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA
Darah : Hb 12,4 g/dL; LED 22; Eritrosit 4,5; Leukosit 7,2; Ht 38,7; MCV
86; MCH 27,6; MCHC 32,1; RDW 11,7; Trombosit 267
Urin : Keruh; Kuning muda; BJ 1,015; pH 5; Blood dan Hb (+)
Feses : -
Widal
V. RESUME
Nama : Mutia Sari
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 12 tahun
Berat badan : 49 kg
Keluhan utama : panas
Uraian : + 8 hari SMRS anak tampak lesu, pusing, dan tidak
bersemangat. Sejak + 6 hari SMRS anak mulai panas,
tidak mendadak, muncul perlahan dan tidak terlalu
tinggi, remitten. Setelah minum obat penurun panas,
panas turun namun kemudian naik lagi, terus naik,
terutama saat malam hari, mengigau (+), berkeringat
(-), kejang (-). 3 hari SMRS anak mengeluh nyeri di
Bakteri O HSalmonella typhi 1/160 1/320Salmonella paratyphi A 1/160 1/320Salmonella paratyphi B 1/320 1/320Salmonella paratyphi C 1/320 1/320
13
ulu hati, mual (+), muntah (+), muntah sering dengan
frekuensi 2 – 4 X/hari, berisi air atau makanan. Nafsu
makan menurun namun minum tetap kuat. BAB (-)
hingga MRS, BAK (+) normal, ikterik (-), nyeri (-).
Tidak ada riwayat keluar kota atau ke hutan.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis GCS : 4 – 5 – 6
Tensi : 100/70 mmHg
Denyut nadi : 86 kali/menit
Pernapasan : 25 kali/menit
Suhu : 38,2 OC
Kulit : Turgor cepat kembali, pucat (-)
Kepala : Mesosefali, UUB dan UUK sudah menutup
Mata : Isokor, cekung (-), anemis (-), ikterik (-)
Telinga : Simetris, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir basah dan merah muda, oral thrush (+)
Toraks / paru : Simetris, sonor, sn. vesikuler, ronkhi (-),wheezing (-)
Jantung : S1 dan S2 tunggal, iktus (-), apeks (-), thrill (-)
Abdomen : Bising usus (+) menurun
Ekstremitas : Akral hangat, edem (-), parese (-)
Susunan saraf : Tidak ada kelainan
Genital : Tidak ada kelainan
14
Anus : Tidak ada kelainan
VI. DIAGNOSA
1. Diagnosa banding : Demam tifoid
Campak
Demam berdarah dengue derajat I
Meningitis
Tuberkulose Paru
Malaria
Infeksi saluran kemih
2. Diagnosa kerja : Suspect demam tifoid
3. Status gizi : Gizi Lebih (standar WHO NCHS)
VII. PENATALAKSANAAN
-Istirahat total
-IVFD D5 ¼ NS 20 tetes makro/menit
-Injeksi - Cefotaxime 1gr/12jam
- Ranitidin 1 amp/12jam
- Ondancetron 1 amp/hari
-Peroral - Mucogard syr 3 x Cth 1
- Paracetamol 500 mg (K/P)
-Diet lunak, rendah serat, tidak merangsang, tinggi kalori, tinggi protein
VIII. USUL PEMERIKSAAN
-Biakan darah
15
-Pemeriksaan serologis (Tes Widal, IgM)
-Tes tourniquet
-Biakan LCS
-Tes Mantoux
-Darah rutin (Hb, WBC, RBC, trombosit, LED, hitung jenis)
-Pemeriksaan hapusan darah tepi
-Biakan urin
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
X. PENCEGAHAN
-Menjaga kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan
-Imunisasi aktif
PEMBAHASAN
16
17
Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh
Salmonella enterica serotype typhi, dapat juga disebabkan oleh Salmonella enterica
serotype paratyphi A, B, atau C (demam paratifoid). Yang merupakan kuman gram
negatif berbentuk batang yang hanya ditemukan pada manusia. Salmonella termasuk
dalam famili Enterobacteriaceae yang memiliki lebih dari 2300 serotipe. Salmonella
typhi merupakan salah satu Salmonellae yang termasuk dalam jenis gram negatif,
memiliki flagel, tidak berkapsul, tidak bersporulasi, termasuk dalam basil anaerobik
fakultatif dalam fermentasi glukosa, mereduksi nitrat menjadi nitrit.
Penularan penyakit demam tifoid adalah secara “faeco-oral”, dan banyak
terdapat di masyarakat dengan higiene dan sanitasi yang kurang baik. Kuman
Salmonella typhi masuk ke tubuh melalui mulut bersama dengan makan atau
minuman yang tercemar. Sesudah melewati asam lambung, kuman menembus
mukosa usus dan masuk peredaran darah melalui aliran limfe. Selanjutnya, kuman
menyebar ke seluruh tubuh. Dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa, dll), kuman
berkembangbiak dan masuk ke dalam peredaran darah kembali (bakteriemia kedua).
Meskipun melalui peredaran darah kuman menyebar ke semua sistem tubuh dan
menimbulkan berbagai gejala, proses utama ialah di ileum terminalis. Bila berat,
seluruh ileum dapat terkena dan mungkin terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman
melepaskan endotoksin yang merangsang terbentuknya pirogen endogen. Zat ini
mempengeruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus dan menimbulkan gejala
demam. Walaupun dapat difagositosis, kuman dapat berkembang biak di dalam
makrofag karena adanya hambatan metabolisme oksidatif. Kuman dapat menetap
atau bersembunyi pada satu tempat dalam tubuh penderita, dan hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya relaps atau pengidap (pembawa).
Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis, yaitu anamnesa dan
pemeriksaan fisik. Klinis didapatkan adanya demam, lidah tifoid, meteorismus, dan
hepatomegali serta roseola. Diagnosis ini disokong oleh hasil pemeriksaan serologis,
yaitu titer Widal O positif dengan kenaikan titer 4 kali atau pemeriksaan
bakteriologis didapatkan adanya kuman Salmonella typhi pada biakan darah.
Pasien sejak 8 hari sebelum masuk Rumah Sakit tampak lesu, mengeluh pusing,
dan terlihat tidak bersemangat. Gejala ini diduga merupakan gejala prodromal pada
masa inkubasi Salmonella typhi, yakni perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing dan tidak bersemangat.
Enam hari kemudian, pada pasien ini didapatkan demam, tidak mendadak,
muncul perlahan, tidak terlalu tinggi, dan pada sore hingga malam hari demam lebih
tinggi dibandingkan pada pagi dan siang hari, dan berangsur-angsur meningkat setiap
harinya. Tipe demam demikian sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat infeksi
Salmonella typhi.
Pada malam hari, pasien sering mengigau dalam tidurnya, tidak berkeringat.
Hal ini dimungkinkan adanya gangguan kesadaran yang merupakan salah satu gejala
dari demam tifoid.
Selain demam, pasien juga mengalami mual dan muntah, di mana muntah
terjadi dari 2 hingga 4 kali dalam sehari, isi muntahan berupa air dan kadang-kadang
berupa apa yang dimakan, dan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien tidak
ada buang air besar disertai menurunnya nafsu makan. Pada demam tifoid, dalam
18
minggu pertama perjalanan penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya, yakni demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan
epistaksis. Dan pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat.
Jika perjalanan penyakit demam tifoid pasien terus dimonitor, maka biasanya
pada minggu kedua didapatkan gejala-gejala yang lebih jelas. Gejala yang timbul
pada minggu kedua berupa demam, bradikardi relarif, lidah yang khas (kotor di
tengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, roseolae
jarang ditemukan pada orang Indonesia.
Oleh karena dari gejala yang diperoleh pada pasien ini belum terlalu jelas,
maka ada beberapa penyakit infeksi akut lain yang dapat dijadikan sebagai diagnosa
banding, yaitu :
1. Campak
Terdapat gejala demam, batuk, pilek, mata merah (konjungtivitis), anoreksia,
malaise, dan gejala khasnya adalah timbulnya enamtem di mukosa bukal
(bercak koplik) yang merupakan tanda patognomonis untuk campak. Dari
pasien hanya ditemukan gejala demam, anoreksia dan malaise, tetapi gejala
khas campak tidak ditemukan.
2. Demam berdarah dengue derajat I
19
20
Pada minggu pertama penyakit ini biasanya tidak ditemukan gejala umum yang
khas, hanya terdapat demam antara 2 hingga 7 hari tanpa adanya manifestasi
perdarahan. Akan tetapi, pada uji tourniquet didapatkan hasil yang positif.
3. Meningitis
Penyakit ini mempunyai gejala untuk anak berumur lebih dari 2 tahun adalah
panas, menggigil, muntah, dan nyeri kepala. Selain itu juga adanya kejang,
gangguan kesadaran, serta positifnya tanda-tanda rangsang meningeal seperti
kaku kuduk, tanda Brudzinski dan Kernig. Pada pasien tidak didapatkan adanya
tanda-tanda perangsangan meningeal.
4. Tuberkulose paru
Pada anak kebanyakan penderita penyakit ini adalah asimptomatik. Keluhan
dapat berupa demam yang sering (sub febril), anoreksia, berat badan menurun,
keringat malam, hemoptoe jarang sekali. Yang terpenting adalah adanya
sumber penularan atau kontak di lingkungan pasien. Pasien pada kasus ini
memiliki status gizi yang normal dan tidak ada keringat malam ataupun
hemoptoe.
5. Malaria
Adanya demam yang turun naik atau intermitten disertai dengan menggigil,
diare, muntah, dan terkadang kejang merupakan beberapa gejala penyakit
malaria. Akan tetapi pada pasien ini tidak didapatkan menggigil serta tidak
adanya riwayat keluar kota atau ke hutan.
6. Infeksi saluran kemih
21
Penyakit ini memiliki beberapa gejala seperti demam tanpa diketahui sebabnya,
nyeri perut atau pinggang, tidak dapat menahan kencing, polakisuria, disuria,
enuresis, air kemih berbau dan berubah warna. Pada pasien ini tidak ditemukan
nyeri perut atau pinggang, serta tidak adanya kelainan dalam buang air kecil.
Agar semua diagnosa banding tersebut di atas dapat disingkirkan, maka perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang guna membuktikan pemeriksaan yang tidak
didapatkan pada anamnesa maupun pemeriksaan fisik.
Biakan darah, pemeriksaan darah rutin, dan tes serologis Widal dilakukan guna
menegakkan diagnosis demam tifoid, pemeriksaan serologis IgM untuk mendeteksi
kemungkinan adanya infeksi campak, tes tourniquet untuk melihat adanya
manifestasi perdarahan pada penderita demam berdarah dengue. Biakan liquor
serebrospinal diharapkan dapat mengetahui ada tidaknya infeksi pada selaput
meningeal. Tes Mantoux digunakan untuk membuktikan ada atau tidaknya infeksi
tuberkulose. Pemeriksaan darah rutin dan hapusan darah tepi berfungsi untuk
mendeteksi adanya kemungkinan terinfeksi malaria.
Dari keseluruhan diagnosa banding yang ada, diagnosa klinis adalah suspect
demam tifoid. Di mana pada periksaan penunjang berupa biakan darah, pemeriksaan
darah rutin dan tes serologis Widal diharapkan dapat menegakkan diagnosa klinis
pasien ini.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Tifoid Abdominalis adalah penyakit infeksi sistemik oleh Salmonella typhi yang
semula menyerang usus halus & klinis antara lain ditandai demam remitten,
splenomegali, limfadenopati intestinal & roseola.
2.2. KRITERIA DIAGNOSIS
1. Demam naik secara bertangga lalu menentap selama beberapa hari, demam
terutama pada sore/malam hari.
2. Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala.
3. Kesadaran berkabut, bradikardia relatif, lidah kotor, nyeri abdomen,
hepatomegali, atau splenomegali.
4. Kriteria Zulkarnaen:
a. Febris > 7 hari, naik perlahan, seperti anak tangga bisa remitten atau
kontinua, disertai delirium/apatis, gangguan defekasi.
b. Terdapat 2 atau lebih :
a. Lekopeni.
b. Malaria -.
c. Kelainan urine -.
Terdapat 2 atau lebih : 22
23
a. Penurunan kesadaran.
b. Rangsang meningeal -.
c. Perdarahan usus +.
d. Bradikardi relatif.
e. Splenomegali +.
Dengan pemberian chloramfenicol 4 x 500mg, suhu akan lisis dalam 3 - 5
hari.
Temperatur turun, nadi naik : “Toten creutz”.
Diagnosa ditegakkan dari :
o Riwayat dan gejala klinik sesuai untuk typhus (5 gejala kardinal dianggap
sebagai positif, 3 gejala kardinal curiga).
5 cardinal sign (Manson-Bahr (1985))
1. Demam
2. Ratio frekuensi nadi = suhu yang rendah (bradikardi relatif).
3. Toxemia yang karakteristik.
4. Splenomegali
5. Rose spot
Sign lainnya :
24
1. Distensi abdomen.
2. Pea soup stool.
3. Perdarahan intestinal
o Biakkan Salmonella typhi +
o Tes widal meningkat atau peninggian ≥ 4x pada 2 kali pemeriksaan.
o Gall kultur+, Media SS agar.
2.3. PATOGENESIS
Benda tercemar kuman (tinja, muntah, keringat) => sistem pencernaan =>
lambung, kuman akan berkurang oleh karena HCl => pada usus kecil, melakukan
penetrasi & berbiak di kelenjar limfoid mesenterik => masuk ductus thoracicus
=>masuk ke peredaran darah (bakteriemi I) => ditangkap oleh RES (sampai disini
disebebut silent period/masa tunas) => kemudian di RES akan bermultiplikasi
intraseluler => masuk ke dalam peredaran darah (bakteriemi II) => beredar di seluruh
tubuh => masuk ke dalam empedu & usus, di usus akan membuat luka di plaque
payeri. Bila Salmonella typhi menetap di empedu/limpa dapat terjadi relaps/carrier.
Terjadinya febris diduga disebabkan oleh endotoksin (suatu lipopolisakarida
penyebab leukopeni) yang bersama-sama Salmonella typhi merangsang leukosit di
jaringan. Inflamasi merangsang pengeluaran zat pirogen.
Pada fase bakteriemi (minggu ke I, 7 hari pertama) Salmonella ada di hati, limpa,
ginjal, sumsum tulang, kantung empedu => bermanifestasi di usus (plaque payeri)
dimana akan terjadi :
Minggu I => membuat luka hiperemis pada plaque payeri.
Minggu II => terjadi necrosis pada plaque payeri.
Minggu III => terbentuk tukak/ulcus yang ukurannya bervariasi dimana dapat
terjadi perdarahan dan perforasi.
Minggu IV => dapat sembuh dengan sendirinya.
2.4. GEJALA KLINIS
1. Masa inkubasi : 10 -14 hari (mungkin kurang dari 7 hari atau lebih dari 21
hari)
2. Keluhan utama yang mencolok:
1. Panas yang makin tinggi terutama pada malam hari dan pagi hari, bila
panas sering disertai delirium, demam dapat bersifat remitten dapat
pula kontinua. Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai
puncaknya pada hari ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC.
2. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.
3. Mual - anoreksia.
25
4. Gangguan defekasi :
Obstipasi pada minggu I.
Diare pada minggu II (peas soup diare). Karena peradangan
kataral dari usus, sering disertai dengan perdarahan dari
selaput lendir usus, terutama ileum.
5. Insomnia.
6. Muntah.
7. Nyeri perut.
8. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan
menjadi meningismus (akhir minggu ke I).
9. Myalgi/atralgi.
10. Batuk.
3. Nadi terjadi bradicardi relatif (normalnya frekuensi nadi akan meningkat
sebanyak 18x/menit pada setiap peningkatan suhu tubuh sebanyak 1o C, pada
demam typoid denyut nadi akan lebih lambat dari perhitungan yang
seharusnya), hal ini disebabkan oleh karena efek endotoksin pada miokard.
o Lidah, typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan
ujung dan tepi hiperemis dan terdapat tremor.
26
o Thoraks, paru-paru dapat terjadi bronchitis/pneumonia, pada umumnya bersifat
tidak produktif, terjadi pada minggu ke II atau minggu ke III, yang
disebabkan oleh pneumococcus atau yang lainnya.
o Abdomen, agak cembung dan meteorismus.
1. Splenomegali pada 70% dari kasus, dengan perabaan keras, mulai
teraba pada akhir minggu ke I sampai minggu ke III, akan tetapi dapat
juga lunak dan nyeri tekan positif.
2. Hepatomegali pada 25% dari kasus, terjadi pada minggu ke II sampai
dengan masa konvalesens.
3. Kantung empedu, merupakan sumber kuman yang dapat tetap utuh,
dapat terjadi kholesistitis akut terutama pada wanita tua dan gemuk.
Karier sering terjadi pada penderita dengan kholesistitis kronik dan
batu empedu. Meteorismus, kita harus hati-hati untuk tanda
perforasi/adanya perdarahan pada usus.
4. Perubahan terjadi pada bagian distal dari Ileum, Plaque payeri
menunjukkan :
Hiperplasti pada minggu ke I.
Nekrose pada minggu ke II.
Ulcerasi pada minggu ke III.
Penyembuhan pada minggu ke IV.
27
Kulit, Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir
minggu ke I sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal ini
terjadi karena infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang
disebabkan oleh infiltrasi kuman Salmonella typhi pada kulit, yang menyebabkan
terjadinya proses radang, sehingga terjadi perembesan dari sel eritrosit, karena
permeabilitas kapiler meningkat.
Ginjal, karena 25% - 30% dari penderita demam tifoid mengeksresikan
Salmonella typhi dalam air kemih pada stadium akut dari penyakit, maka
dianggap bahwa ginjal sering terjangkit. Tetapi kelainan ginjal yang menetap
jarang terjadi, seperti juga jarangnya karier air kemih.
Sistim syaraf pusat, dapat timbul encephalopathy dengan ring haemorrhagic,
trombus kapiler, demyelinasi perivaskuler, transverse myelitis dan Guillain Barre
syndrome. Meningitis purulenta telah dilaporkan. Penurunan pendengaran juga
sering ditemukan.
Lesi-lesi fokal, abses tifoid dapat terjadi dimana-mana:
1. Osteomyelitis.
2. Abses otak.
3. Abses limfa.
4. Eksudat pada kasus-kasus ini merupakan suatu PMN dan bukan
mononuklear.
28
Status typhosa :
1. Toxic
2. Mengantuk
3. Apatis
4. Delirium
5. Incontinentia urine et alvi
6. Tremor halus: tangan dan lidah.
7. Gejala psikose sampai koma.
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin.
Leukopeni (47% dari kasus) 2000 - 3000 sampai dengan 5000/mm3. Bila
ada leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau
infeksi sekunder.
Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit lebih
banyak dari normal).
Aneosinofilia.
2. Pemeriksaan bakteriologik
Biakan Gall, untuk diagnosa pasti! Biakan dapat diambil dari :
29
a. Sumsum tulang (90% ketelitian) pada minggu ke I dan minggu ke II.
b. Darah pada minggu ke I dan minggu ke II (70% - 90%) minggu ke II
sampai minggu ke III (30% - 40%).
Biakan pada agar SS bahan diambil dari :
a. Tinja pada minggu ke II sampai minggu ke III.
b. Urine pada minggu ke III sampai minggu ke IV.
c. Jangan menggunakan Gall culture, Rose spot boleh di Gall kultur.
Bila Gall positif diagnosa pasti dari tiphoid abdominalis, tetapi bila
negatif belum tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik
pengambilan bahan, waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi.
3. Pemeriksaan serologik
Test aglutinasi mikroskopik cepat, nilai positif bila terjadi penggumpalan,
pemeriksaan ini berguna untuk identifiksai pendahuluan pada biakan
kuman.
Test Widal (Aglutinasi pengenceran pada tabung)
a. Yang diukur adalah aglutinasi antigen H (flagela, suatu protein yang
spesies spesifik), dan antigen O (somatik, suatu lipopolisakarida
(endotoksin) group spesifik)
b. Interpretasi hasil pemeriksaan:
30
c. Positif bila titer O meningkat lebih dari 1/160 atau peningkatan > 4x
pada pengambilan serum yang berangkaian.
d. Nilai O 1/80 menunjukkan suggestif tifoid. sedangkan untuk titer H
nilai positif adalah > 1/800 semua hasil tersebut dengan syarat tidak
menerima vaksinasi typhoid dalam 6 bulan terakhir.
e. Peninggian titer H > 1/160 menunjukkan bahwa penderita pernah
divaksinasi atau terinfeksi Salmonella typhi.
f. Titer Vi (antigen kapsul) meninggi pada pembawa kuman atau karier.
2.6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Paratiphoid.
2. Malaria.
3. TBC millier.
4. Influenza.
5. Dengue.
6. Rheumatic fever.
7. Sistemic lupus erimatosus.
8. Hepatitis.
31
2.7. KOMPLIKASI
1. Relaps, febris timbul kembali setelah ± 10 hari afebris atau setelah 3 minggu
diberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat
ditemukan setelah beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat
terapi tidak adekuat (Manson-Bahr, 1985), limfa yang tetap teraba adalah
gejala penting dari impending relaps.
Insidensi 10% - 20%.
Patogenesa :
a. Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang
bermanifestasi, sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu
relaps disebabkan oleh kuman yang tersembunyi.
b. Chloramfenikol menghambat atau memperlambat pembentukkan
antibodi, sehingga memudahkan relaps tapi justru relaps pada titer
antibodi yang tinggi hal ini dibuktikan dengan titer widal, yaitu
penularan bukan oleh karena kekebalan.
c. Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel
tubuh tersebut mati.
2. Perdarahan usus, biasanya timbul pada hari ke 14 - ke 21 dari perjalanan
penyakit. Dapat berupa perdarahan yang minimal sampai perdarahan
tersembunyi yang masif. Yang ditandai dengan :
32
Penurunan suhu mendadak.
Tanda-tanda shock.
a. Tensi turun mendadak sampai dibawah normal.
b. Nadi cepat dan kecil.
c. Sianosis.
d. Tachypnoe.
e. Kulit dingin dan lembab.
Perdarahan per ani yang tidak selalu tampak.
3. Perforasi usus, biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi
di daerah sekitar 60cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita
dapatkan adalah:
KU buruk.
Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat.
Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut.
Muntah-muntah.
Suhu tiba-tiba turun.
Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal.
33
Dinding perut tegang, defence musculare, terutama di perut sebelah kanan
(pada lokasi ileum).
Pekak hati menghilang.
Perkusi menjadi tympani.
Bising usus menurun sampai hilang.
Foto RÖ BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama
dibawah diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan
pengumpulan exudat.
4. Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III,
berupa :
Takikardia.
Nadi kecil dan lemah.
Bunyi jantung redup.
Gallop rhythm.
Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala
dekompresi lain.
5. Cholecystitis
6. Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari
disorientasi, kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti dengan/tanpa
34
munculnya gejala neurologis : afasia, ataxia, perubahan refleks, konvulsi dan
lain-lainnya. Thypoid toxic dapat dibagi menjadi :
Meningocerebral
a. Demam > 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak
sadar.
b. Selalu ada kaku kuduk.
c. Tanda kernig dapat positif atau negatif.
d. Refleks tendo menjadi meninggi terutama APR.
e. Liquor cerebro spinal normal.
f. Prognosa: dapat sembuh sempurna!
Encephalitis diffus
a. Demam tinggi diikuti penurunan kesadaran.
b. Refleks tendo dapat positif atau menurun, refleks dinding perut
negatif.
c. Rangsang meningen negatif.
d. Setelah berlangsung lebih dari 1 minggu akan sembuh sempurna.
Encephalitis akut
a. Tiba-tiba hiperpireksia.
35
b. Tidak sadar dan kejang umum 24 jam setelah onset.
c. Bisa timbul kejang ulang.
d. Prognosa : buruk!
Meningitis akut
a. Liquor cerebro spinal : jernih dengan pleositosis ringan.
b. Electro encephalograph : gambaran encephalopati.
Bisa terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis atau kekebalan
seseorang.
Dapat dikaitkan pula dengan kepribadian seseorang, orang yang gampang
histeris, akan lebih gampang jatuh ke dalam toxic typhoid.
Pasien dalam keadaan delirium / bicara ngaco / berteriak-teriak dan
mengalami agitasi.
Terdapat gerakan-gerakan seperti menarik-narik seprei.
7. Hepatitis typhosa
8. Pneumotyphoid
9. Pankreatitis typhosa
10. Carrier typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1 bulan
masih tetap positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan).
36
2.8. PENATALAKSANAAN
1. Terapi secara umum
Non medikamentosa
Perawatan :
Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya
sampai akhir minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan
perforasi.
Tujuannya untuk :
Mempercepat penyembuhan.
Mencegah perforasi usus.
Karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan
peristaltik meningkat, dengan peningkatan peristaltik maka akan terjadi
peningkatan dari aktifitas pembuluh darah, hal ini akan meningkatkan
kadar toksin yang masuk ke dalam darah, dapat menyebabkan peningatan
dari suhu tubuh.
Mobilisasi berangsur-angsur dilakukan setelah pasien 3
hari bebas demam.
Dietetik :
Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit.
37
Mudah dicerna dan halus.
Kebutuhan 2500 kkal, 100 gr protein, 2 - 3 liter cairan.
Typhoid diet I : Bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang
demam tanpa komplikasi.
Typhoid diet II : Bubur saring.
Typhoid diet III : Bubur biasa.
Typhoid diet IV : Nasi tim.
Prinsip pengelolaan dietetik pada typhoid padat dini, rendah
serat/rendah selulosa.
Typoid diet biasanya dimulai dari TD II, setelah 3 hari bebas demam
menjadi TD III, sampai 3 hari kemudian dapat diganti kembali menjadi
TD IV.
Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka
di ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan
peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka makin hebat.
Medika mentosa:
Antibiotik
Drug of Choice adalah Chloramfenicol dengan dosis 4 x 500 mg/hari
selama 7 hari afebris atau sampai 1 minggu bebas demam.
39
Kontra indikasi :
Tidak boleh diberikan pada wanita hamil trisemester 3.
Grey baby syndrome.
Partus premature.
Kematian intrauterine (IUFD).
Jangan berikan pada pasien yang leukositnya kurang dari 2000.
Pengobatan dianggap gagal (chloramfenicol resisten) bila dalam 10
hari pemberian pasien tetap demam, gunakan antibiotik yang lain.
Cotrimoxazole, dengan dosis 400 mg 2 x 2 tablet/hari sampai 7 hari
afebris. RSHS 2 x 3 tablet.
Waktu yang diperlukan untuk penurunan suhu sama dengan
chloramfenicol.
Tidak terjadi krisis toksik.
Gejala lebih cepat hilang.
Dapat digunakan untuk pasien yang toksik dan delirium.
Lebih unggul dalam mencegah relaps.
Efek samping yang perlu diperhatikan adalah trombositopenia,
untuk menghindarkannya kita berikan asam folic.
40
Amphicillin, dosis 3 - 4 x (0.5 - 1 gram)/hari selama 15
hari (RSHS)
Digunakan untuk tifoid abdominalis ringan dan untuk karier.
Amoxicilin, dosis 4 x 1 gr(untuk ukuran kecil) - 6 gr (untuk ukuran
besar)/hari.
Untuk kasus karier 6 gr/hari selama 6 minggu
Golongan Quinolon.
Ciprofloksasin, dosis 2 x 750 mg sampai 4 minggu, untuk
menanggulangi karier, karena pasien dapat menularkan secara
fecal - oral (typhoid mary).
Tidak boleh diberikan pada pasien dengan usia kurang dari 15
tahun, karena bisa menyebabkan penutupan epifise tulang lebih
cepat.
Keuntungan dari Quinolon:
Waktu yang diperlukan untuk terapi lebih pendek.
Bersifat bakterisida.
Hati-hati akan terjadi reaksi “harxheimer reaction” yang
merupakan reaksi yang hebat dari pemberian awal dari antibiotic
pada perderita typhoid, oleh karena dilepaskannya secara
mendadak dalam jumlah besar, antigen dari kuman typhoid.(reaksi
41
seperti anafilaktik syok, dimana pasien dapat jatuh kedalam
keadaan komatous)
Simptomatik:
Analgetik antipiretik (DOC : parasetamol)
Jangan menggunakan asam salisilat, karena bisa menyebabkan
hiperhidrosis.
Jangan pada penderita hepatitis.
Dapat merangsang mukosa usus.
Efek anti piretik dapat berlebihan.
Menghambat efek dari chloramfenicol.
Laxantia dan enema, untuk memudahkan buang air besar.
Hati-hati perdarahan dan perforasi.
Muntah-muntah
Prochlorperazine (Stemetil) dengan dosis 3 x 5mg atau 3 x
10 mg.
Prometazine (Phenergan) dengan dosis 3 x 25 mg.
Diare
Diphenoxylate hydrochloride (Lomotil, Reasec) 4 x 2 tab
42
Meteorismus
Intake diganti dengan parenteral
Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam.
Supportif
Kortikosteroid
Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia berat dan
hiperpireksi berat.
Tidak boleh dipergunakan secara rutin.
Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada
perdarahan kita tidak tahu dari penyakit atau dari
kortikosteroid.
Memperpendek deman dan gejala cepat hilang.
Menghambat pembentukkan immunitas sehingga mudah untuk
relaps.
Dosis :
Hari ke I : Hidrokortison 200 mg im
Prednison 3 x 15 mg
Hari ke II : Prednison 3 x 10 mg
43
Hari ke III : Prednison 3 x 5 mg
Hari ke IV : Prednison 3 x 5 mg
Hari ke V : Prednison 1 x 5 mg.
Roborantia
Vitamin B dan vitamin C.
Terapi untuk karier yang gagal pengobatan dengan
medikamentosa kita lakukan cholecystectomy.
o Perforasi usus.
1. Cito operasi !
2. Persiapan :
- Puasakan pasien.
- Infus dengan Ringer Lactat.
- Berikan Antibiotika dosis tinggi.
- Gunakan gastric suction untuk kompresi.
3. Prognosa :
Mortalitas 20% - 50%, dimana hal ini dipengaruhi oleh:
- Umur.
- Keadaan umum sebelum pembedahan.
44
- Diagnosa yang lambat (>24 jam).
- Terdapat sepsis intraperitoneal.
- Perforasi ulang atau penyulit lainnya.
o Toxic typhoid
1. Pasang maag slang (NGT) dan akan digunakan untuk pemberian
nutrisi :
Untuk keadaan yang berat sekali gunakan TD I.
Untuk keadaan yang tidak berat kita gunakan TD II yang telah
diblender dahulu.
2. Pasang infus, untuk pemberian kemicetin 3 - 4 x 1 gr/hari secara IV, bila
sudah membaik berikan peroral dengna dosis 4 x 2 tablet selama 2
minggu.
3. Kortikosteroid
Berikan kalmethasone yang dilarutkan dalam NaCl 0,9% atau dextran
5% atau Ringer Lactat.
1 mg kalmethasone dilarutkan dalam 2 cc larutan.
8 jam pertama berikan 3 mg/kgBB secara IV.
45
30 ml diberikan dalam infus pada 6 - 8 jam kedua dan selanjutnya
diberikan 1 mg/kgBB diberikan 6 x (1 ampul kalmethasone = 4 ml)
dalam waktu 2 hari.
Jangan diberikan pada akhir minggu ke II atau ke III karena bisa
merangsang gaster menambah bahaya terjadinya perforasi.
Minggu ke I boleh diberikan karena kalau ada melena pada minggu ke
I pasti oleh kortikosteroid, sedangkan pada minggu ke II atau ke III,
kita tidak tahu penyebab dari melena karena bisa dari perforasi atau
karena obat.
Bila ada septik shock berikan dopamin 2 ampul (1 amp = 200 mg)
larutkan dalam dextrose 5% dengan kecepatan 8 tetes permenit sampai
shock teratasi ganti dengan Dextran saja 10 tetes per menit.
4. Prognosa, sangat bervariasi, dapat menjadi jelek dan angka kematian
tinggi bila terdapat gangguan SSP.
46
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus diduga demam tifoid pada seorang anak
perempuan berusia 12 tahun dengan berat badan 49 kg yang dirawat di bangsal ruang
anak RSUD Cut Meutia. Diagnosa demam tifoid ditegakkan berdasarkan anamnesa
yang dilakukan pada ibu dan ayah kandung pasien dan dari hasil pemeriksaan fisik
yang didapatkan pada pasien, yakni demam selama 6 hari, remitten, disertai rasa
mual dan muntah, dengan frekuensi 2 – 4 kali dalam sehari dengan isi air atau
makanan yang dimakan. Selain itu pasien selama 3 hari terakhir tidak ada buang air
besar. Status gizi anak sendiri tergolong lebih. Dapat disimpulkan bahwa anak
diduga mengalami infeksi akut oleh kuman Salmonella typhi.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Juwono R. Penyakit tropik dan menular : Demam tifoid. Dalam: Noer MS, Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. h. 435-442.
2. Widodo Darmowandoyo. Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis. Edisi pertama. 2002. Jakarta ;Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 367-375
3. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama. 2003. Jakarta ;Ikatan Dokter Anak Indonesia: 37-46
4. Kaspan MF, Soejoso DA, Soegijanto S, et al. Penyakit tropik dan menular: Demam tifoid. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 2007. h. 187-189.
5. Rampenan TH, Laurentz. Demam tifoid. Dalam: Rampenan TH, penyunting. Infeksi tropik pada anak:. Jakarta: EGC. 2010. h. 53-71.
6. Gunawan G. Infeksi: Demam tifoid. Dalam: Yunanto A, Gunawan G dan Muhyi R, penyunting. Pedoman diagnosis dan terapi bagian/SMF ilmu kesehatan anak. Edisi I. Banjarmasin: Rumah Sakit Umum Daerah Ulin. 2000. h. 16-17
7. Wheeler DT. typhoid fever. Department of ophthalmology, Oregon health scienses university; 2011 (online). Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic2331.htm.
8. Corales R. Typhoid fever. Department of infectious disease and tropical medicine, Birmingham heartlands hospital; 2010 (online). Available from: URL: http://www.emedicine.com/med/topic2331.htm
9. Alatas H. Demam tifoid. Dalam : Sunoto, Tambunan T, Madiyono B, Alatas H, penyunting. Buku panduan tatalaksana prosedur baku pediatrik UPF anak rumah
sakit cipto mangunkusumo fakultas kedokteran universitas indonesia. Jakarta: UPF Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2001. h. 278-280.
10. Suharso D. Neurologi: Meningitis. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 2007. h. 154-158.
11. Santosa G dan Makmun MS. Pulmologi: Tuberkulosis paru. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 2007. h. 238-240.
12. Zulkarnain, Iskandar. Malaria berat (malaria pernisiosa). Dalam: Noer MS, Waspadji S, Rachman AM, et al, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. 2009. h. 504-507.
13. Noer MS. Nefrologi: Infeksi saluran kemih. Dalam: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, penunting. Pedoman diagnosis dan terapi lab/UPF ilmu kesehatan anak. Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. 2007. h. 191-121.