dhf dewi fix
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviridae, mempunyai 4 jenis
serotype yaitu, DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, melalui perantara nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotype dengue terdapat di Indonesia,
DEN-3 merupakan serotype dominan dan banyak berhubungan dengan kasus
berat, diikuti serotype DEN-2 (Pudjiadi, 2010).
Dilaporkan sebanyak 58.031 kasus DBD terjadi di Indonesia sejak 1
Januari hingga 30 April 2004 dan 658 kematian. Menurut jumlah kasus DBD di
wilayah Asia Tenggara, Indonesia mendapatkan peringkat kedua setelah Thailand
(Subawa, dkk 2007).
Masa kritis dari penyakit ini terjadi pada akhir fase demam yaitu pada
Dengue Syok Syndrome (DSS), karena pada saat itu terjadi penurunan suhu tubuh
yang tiba-tiba dan sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi
dalam berat-ringanya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan
yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami
syok. Syok pada demam berdarah (DSS) merupakan tanda kegawatan yang harus
mendapat perhatian serius. Syok dapat terjadi dalam waktu yang sangat singkat,
pasien dapat meninggal dalam waktu 12 – 24 jam atau sembuh cepat setelah
mendapat penggantian cairan yang memadai. Apabila syok tidak dapat segera
diatasi dengan baik, akan terjadi komplikasi yaitu asidosis metabolik, perdarahan
saluran cerna hebat atau perdarahan lain, hal ini pertanda prognosis yang buruk
(DepKes RI, 2005). Angka kematian kasus DBD pada penderita yang tidak
dirawat dan diobati segera mencapai 50%, tetapi angka tersebut menurun sampai
5 % dengan tindakan yang cepat dan tepat, baik dalam diagnosis maupun dalam
penatalaksanaannya (Depkes RI, 2005).
Upaya pengendalian terhadap faktor kependudukan tersebut (terutama
kontrol vektor nyamuk) harus terus diupayakan, di samping pemberian terapi
yang optimal pada penderita DBD, dengan tujuan menurunkan jumlah kasus dan
kematian akibat penyakit ini. Sampai saat ini, belum ada terapi yang spesifik
untuk DBD, prinsip utama dalam terapi DBD adalah terapi suportif, yakni
pemberian cairan pengganti. Dengan memahami patogenesis, perjalanan penyakit,
gambaran klinis dan pemeriksaan laboratorium, diharapkan penatalaksanaan dapat
dilakukan secara efektif dan efisien (Khie Chen, et al, 2009)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Demam dengue merupakan salah satu varian klinis infeksi virus dengue yang
ditandai oleh demam tinggi mendadak, ditambah gejala penyerta 2 atau lebih seperti nyeri
kepala, nyeri retro orbita, nyeri otot dan tulang, ruam kulit, leukopenia dan tidak
ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura, asites,
hipoproteinemia) (WHO,2008). Sedangkan Demam berdarah dengue merupakan salah
satu varian klinis infeksi virus dengue, yang ditandai oleh panas 2-7 hari dan pada saat
panas turun disertai dengan gangguan hemostatik dan kebocoran plasma (plasma
leakage) (Darmowandowo, 2008), disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe
virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae (Lestari, 2007).
EPIDEMIOLOGI
Dilaporkan sebanyak 58.031 kasus DBD terjadi di Indonesia sejak 1
Januari hingga 30 April 2004 dan 658 kematian, yang mencakup 30 provinsi dan
terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada 293 kota di 17 provinsi. Beberapa
penelitian lain menunjukkan kejadian DBD lebih banyak terjadi pada anak-anak
yang lebih muda dari 15 tahun. Menurut jumlah kasus DBD di wilayah Asia
Tenggara, Indonesia mendapatkan peringkat kedua setelah Thailand (Subawa,
dkk 2007).
ETIOLOGI
Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue sampai saat ini dikenal ada 4
serotype virus yaitu : (1) Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944. (2)
Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944. (3) Dengue 3 (DEN 3) diisolasi
oleh Sather (4) Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather.
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di Indonesia
menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus yang dominan menyebabkan
kasus yang berat (Sukohar, 2014).
CARA PENULARAN
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu mausia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada
manusia melalui nyamuk Aedes Aegypti. Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor
yang kurang berperan. Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit
manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8 – 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat di
tularkan kembali pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk
dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus
selama hidupnya (infektif).
Ditubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4 – 6 hari (intrinsic
incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia,
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (Sylvana,2005).
KLASIFIKASI
Klasifakasi WHO 2011 untuk dengue fever dan derajat dengue hermorragic fever
Comprehensive guidelines for prevention and control of Dengue and DHF – WHO 2011
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas
vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume
plasma menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat. Jika penderita sudah
stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat,
menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS
melibatkan 3 faktor, yaitu perunahan vaskuler, trombositopeni, dan kelainan
koagulasi (Soegijanto, 2004).
PATOGENESIS
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam
berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar
menganut"the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa
DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat
infeksi berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan dalam jangka waktu
tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun. Patogenesis terjadinya
renjatan berdasarkan hipotesis infeksi sekunder dilihat pada gambar berikut ini :
(Sukohar,2014)
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons
antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan
proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG
anti dengue titer tinggi. Replikasi virus dengue terjadi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang selanjutnya
akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh
darah (Sukohar,2014)
Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang
tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain dari kematian pada DBD ialah
perdarahan saluran pencernaran hebat yang biasanya timbul setelah renjatan
berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan
kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD.
Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai
terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada
masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari ke 10 sejak
permulaan penyakit (Candra,2010)
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab
perdarahan pada penderita DBD. Berapa faktor koagulasi menurun termasuk
faktor II, V, VII, IX, X dan fibrinogen. Faktor XII juga dilaporkan
menurun. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan
hepar yang fungsinya memang terbukti terganggu, juga oleh aktifasi sistem
koagulasi (Sukohar, 2014).
(Sukohar,2014)
Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM/DIC) secara potensial
dapat terjadi juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan
pada PIM akan saling mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki
renjatan irrevesible disertai perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital
dan berakhir dengan kematian (Sukohar, 2014).
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar
demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan
menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar
antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara
infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar
demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat
pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat
ditegakkan dengan mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima,
diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya
peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat (Candra,2010).
(Candra,2010)
GEJALA KLINIS
Demam
Demam berdarah dengue biasanya ditandai dengan demam yang mendadak tanpa
sebab yang jelas, continue, bifasik. Biasanya berlangsung 2-7 hari Naik turun dan tidak
berhasil dengan pengobatan antipiretik. Demam biasanya menurun pada hari ke-3 dan ke-
7 dengan tanda-tanda anak menjadi lemah, ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin
dan lembab. Masa kritis pda hari ke 3-5. Demam akut (38°-40° C) dengan gejala yang
tidak spesifik atau terdapat gejala penyerta seperti , anoreksi, lemah, nyeri punggung,
nyeri tulang sendi dan kepala.
Gambar: Kurva suhu pada DHF
Perdarahan
Manifestasi perdarahan pada umumnya muncul pada hari ke 2-3 demam. Bentuk
perdarahan dapat berupa: uji tourniquet positif yang menandakan fraglita kapiler
meingkat Kondisi seperti ini juga dapat dijumpai pada campak, demam chikungunya,
tifoid, dll. Perdarahan tanda lainnya ptekie, purpura, ekomosis, epitaksis dan perdarahan
gusi, hematemesisi melena. Uji tourniquet positif jika terdapat lebih dari 20 ptekie dalam
diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian volar termasuk fossa cubiti.
Hepatomegali
Ditemukan pada permulaan demam, sifatnya nyeri tekan dan tanpa disertai
ikterus. Umumnya bervariasi, dimulai dengan hanya dapat diraba hingga 2-4 cm di bawah
lengkungan iga kanan Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beratnya penyakit
namun nyeri tekan pada daerah tepi hati berhubungan dengan adanya perdarahan.
Renjatan (Syok)
Syok biasanya terjadi pada saat demam mulai menurun pada hari ke-3 dan ke-7
sakit. Syok yang terjadi lebih awal atau periode demam biasanya mempunyai prognosa
buruk Kegagalan sirkulasi ini ditandai dengan denyut nadi terasa cepat dan lemah
disertai penurunan tekanan nadi kurang dari 20 mmHg. Terjadi hipotensi dengan tekanan
darah kurang dari 80 mmHg, akral dingin, kulit lembab, dan pasien terlihat gelisah.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah
Pada demam berdarah dengue umum dijumpai trobositopenia (<100.000) dan
hemokonsentrasi uji tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting.
Masa pembekuan masih dalam batas normal, tetapi masa perdarahan
biasanya memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan masa perdarahan biasanya
memanjang. Pada analisis kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX, dan X.
Pada pemeriksaan kimia darah hipoproteinemia, hiponatremia (Sylvana, 2005).
Diagnosis etiologis
Bisa dilakukan dengan cara : a. Serologi eliza, memeriksa IgM dan IgG dengue,
dilakukan pada hari sakit ≥ 5, untuk lebih memperoleh hasil positif. b. Serologis
hemaglutinasi inhibisi, dengan mengambil serum sepasang, serum pertama saat masuk
rumah sakit dan serum kedua dilakukan ≥ 7 hari kemudian. c.Virologi, isolasi virus dari
specimen darah, usahakan pengambilan serum saat periode febris, kemudian dengan dry
ice dikirim ke pusat pemeriksaan virologi (Darmowandowo, 2008).
Pola gejala klinis dan perubahan hasil laboratorium pada demam berdarah bisa
dilihat pada gambar berikut ini :
Yip WCL. Dengue haemorrhagic fever: current approaches to management. Medical Progress, October 1980
Pemeriksaan pencitraan
Kelainan yang dapat terlihat pada infeksi dengue adalah sebagai berikut:
Foto toraks : Dilatasi pembuluh darah paru (Gambar 1 dan 2), Efusi pleura
(Gambar 1 dan 2) Kardiomegali (Gambar 2 b) Terkadang adanya efusi pleura
terlihat sebagai diafragma yang terletak lebih tinggi atau bentuk lengkung
diafragma yang asimetris; keadaan ini disebabkan adanya cairan subpulmonik
atau subfrenikus
USG toraks dan abdomen: Efusi pleura (gambar 3), Efusi perkardium ,
Hepatomegali, Dilatasi vena hepatica, Asites (Gambar 4), Penebalan dinding
kandung empedu
(Pudjiadi,2009)
DIAGNOSIS
Berdasarkan pedoman WHO tahun 1997, demam dengue ditegakkan
berdasarkan kriteria :
1. Probable (mungkin ) jika ditemukan demam akut ≥2 hari dengan
manifestasi nyeri kepala, nyeri retroorbital, myalgia, arthralgia, ruam,
manifestasi perdarahan, dan leukopenia. Pada hasil laboratorium
ditemukan serologis yang mendukung (titer antibodi hemaglutinasi –
inhibisi ≥ 1280, IgE ELISA atau IgM yang positif pada keadaan akut fase
akhir / konvalesen) atau penderita berada pada lokasi dan waktu yang
sama dengan kasus demam dengue lain yang telah terbukti.
2. Confirmed (terbukti) jika didapatkan bukti-bukti laboratorium berupa
isolasi virus dengue dari serum atau jaringan otopsi atau peningkatan ≥ 4
kali titer IgM atau IgG terhadap 1 atau lebih antigen virus dengue pada
serum, adanya antigen virus dengue pada jaringan otopsi , serum, cairan
serebrospinal dengan imunohistokimia , imunofluoresensi, atau ELISA,
adanya sekuens genomik virus dengue pada serum jaringan otopsi atau
cairan serebrospinal dengan polymerase chain reaction (PCR).
3. Reportable (dilaporkan) yaitu seluruh kasus probable atau confirmed harus
dilaporkan.
Penegakan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) :
1. Demam atau riwayat demam akut selama 2-7 hari , biasanya bifasik
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut : uji tornikuet positif,
ptekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa, perdarahan saluran
cerna, tempat suntikan, atau lokasi lain, hematemesis melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ml)
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma :
a. Peningkatan hematokrit ≥ 20 % dibandingkan standar sesuai umur,
jenis kelamin, dan populasi.
b. Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapatkan terapi cairan
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma : Efusi pleura, ascites, hipoproteinemia.
Penegakan kasus Dengue Shock Syndrome (DSS )
1. Nadi cepat dan lemah
2. Penyempitan tekanan nadi <20 mmHg
3. Hipotensi
4. Kulit basah dan lembab, gelisah
Pedoman diagnosis DHF berdasar WHO 2009 pada gambar dibawah
berikut ini :
Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control - WHO 2009
PENATALAKSANAAN
Periode febris
Apabila penderita infeksi virus dengue datang pada periode febris, saat
atau ketika belum atau tidak dapat dibedakan Demam Dengue atau Demam
Berdarah Dengue , maka pengobatan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
antipiretik, antibiotik tidak diperlukan, makan disesuaikan dengan kondisi
makannya
Apabila penderita ditetapkan rawat jalan, maka kalau dalam perjalanan
didapatkan tanda klinis seperti dibawah ini dianjurkan untuk segera datang ke RS
untuk pengobatan selanjutnya. Gejala dan tanda yang dimaksud adalah: Nyeri
abdomen, tanda perdarahan di kulit, petekie, dan ekimosis, perdarahan lain seperti
epistaksis dan perdarahan gusi, penderita tampak loyo dan perabaan terasa dingin,
kebutuhan cairan harus dipenuhi. Pemberian cairan dapat diberikan per oral, akan
tetapi apabila penderita tidak mau minum, muntah terus, atau panas yang terlalu
tinggi maka pemberian cairan intravena menjadi pilihan. Berikut adalah formula
cairan untuk memenuhi cairan rumatan yaitu formula Halliday Segar dengan
rincian sebagai berikut:
Berar Badan (Kg) Cairan rumatan (Volume)/24 jam
10 100 cc/kgBB
10-20 1000 cc + 50 cc/KgBB di atas 10 Kg
>20 1500 cc + 20 cc/KgBB diatas 20
(Darmowandowo,2008)
Lakukan observasi setiap 6 jam atas tanda vitalnya, dengan tujuan untuk
mendeteksi tanda-tanda kebocoran plasma, yang mengarah ke demam berdarah
dengue.
Periode afebris
Pada saat temperatur turun, pada penderita DBD terjadi 2 fenomena yang
dapat membawa penderita pada keadaan kritis bahkan dapat berakhir dengan
kematian apabila tidak tertangani secara benar, yaitu adanya gangguan hemostatik
berupa penurunan jumlah dan kualitas trombosit, gangguan faktor beku darah, dan
adanya kebocoran plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas pembuluh
darah. Proses kebocoran plasma dari pembuluh darah ini akan menimbulkan
deficit di dalam pembuluh darah. Apabila diurut tahapan klinis deficit plasma
dalam pembuluh darah akan didapat urutan sebagai berikut:
1. Peningkatan hematokrit ≥ 20%, tanpa disertai gejala gangguan sirkulasi
2. Peningkatan hematokrit ≥ 20%, disertai munculnya gejala penyempitan
tekanan nadi
3. Peningkatan hematokrit ≥ 20%, disertai dengan timbulnya gejala shock,
yang ditandai dengan TD sistol dan diastole menurun, nadi kecil dan cepat
serta perabaan akral dingin
4. Peningkatan hematokrit ≥ 20%, disertai gejala nadi tak teraba dan tekanan
darah tak terukur
Setelah diagnosis DBD sudah ditentukan, maka tetapkan terlebih dahulu
derajatnya. Perlu ditegaskan bahwa untuk penatalaksanaan DBD yang terpenting adalah
pemberian cairan intravena sebatas cukup mempertahankan sirkulasi yang efektif selama
periode plasma leakage disertai pengamatan yang teliti dan cermat secara periodik.
Cairan yang dipakai berupa kristaloid seperti D5 Normal salin, Ringer laktat, D5 Ringer
laktat, D5 Ringer asetat dan koloid yang mempunyai berat molekul yang tinggi seperti
plasma, plasma pengganti (Dexran, Haess dll). Berikut ini adalah algoritma pemberian
cairan pada penderita DBD (Darmowandowo,2008)
(Darmowandowo,2006)
(Darmowandowo,2006)
(Darmowandowo,2006)
(Darmowandowo,2006)
KOMPLIKASI
Infeksi primer demam dengue biasanya self limiting disease. Kehilangan
cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi yang
paling sering pada bayi dan anak kecil. Epistaksis, petechiae, dan lesi purpura
jarang terjadi namun dapat terjadi pada setiap tahap. Tertelan darah dari
epistaksis, muntah atau dikeluarkan oleh rektum, mungkin keliru ditafsirkan
sebagai perdarahan gastrointestinal. Pada orang dewasa dan mungkin pada anak-
anak, kondisi yang mendasari dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan
secara klinis. Di daerah endemik, demam berdarah dengue harus dicurigai pada
anak-anak dengan penyakit demam sugestif demam berdarah yang mengalami
hemokonsentrasi dan trombositopenia (Behrman, 2003)
PROGNOSIS
Prognosis demam berdarah dapat terpengaruh oleh antibodi pasif atau
oleh infeksi sebelumnya dengan virus yang merupakan predisposisi
pengembangan demam berdarah dengue. Kematian telah terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan kematian perawatan intensif yang memadai
harus terjadi dalam waktu kurang dari 1% kasus. Kelangsungan hidup secara
langsung berkaitan dengan terapi suportif awal. Jarang, ada kerusakan otak yang
disebabkan oleh sisa syok berkepanjangan atau kadang-kadang oleh perdarahan
intrakranial (Behrman, 2003).
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian
vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
A. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi
tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan
perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: menguras bak mandi/penampungan air-
sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti atau menguras vas bunga dan
tempat- minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat tempat
penampungan- air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di
sekitar rumah dan lain sebagainya.
B. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan
jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri.
C. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan: Pengasapan atau fogging
(dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi
kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu, memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga,
kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan ”3M Plus”, yaitu
menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada
waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan disesuaikan
dengan kondisi setempat (Sukohar, 2014).
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
• Nama : An. H
• Umur : 6 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Alamat : Jln. Sumber Boto Mojoduwur, Mojowarno
• Tgl MRS : 8 oktober 2014 Jam 21.30
• Tgl Pemeriksaan : 8 oktober 2014
Keluhan Utama
Demam mendadak tinggi sejak 3 hari yang lalu disertai bintik perdarahan
A. Riwayat Penyakit Sekarang
Px kiriman IGD datang dengan keluhan utama panas mendadak tinggi
sejak minggu malam (5-10-2014) atau 3 hari sebelum masuk rumah sakit. panas
tidak turun ketika diberi obat penurun panas parasetamol yang diminumnya 3x
sehari ½ tablet. pasien juga mengeluh sakit kepala cekot-cekot, mual, muntah
setiap makan dan minum yaitu muntah air dan makanan diserta nafsu makan
menurun. Buang air besar (-) sejak tanggal 5-10-2014, Buang air kecil terakhir
jam 19.00 2 jam sebelum masuk rumah sakit, BAK merah (-), diare (-), mimisan
(-), gusi berdarah (-), bintik perdarahan di kaki dan tangan.
B. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
- Riwayat bepergian ke luar kota atau ke daerah endemis malaria disangkal.
C. Riwayat Penyakit dalam Keluarga
- Riwayat adanya keluarga, tetangga sekitar rumah yang menderita DBD (-),
teman sekolah (-)
D. Riwayat Sosial Ekonomi
- Penderita adalah anak pertama dari dua bersaudara dengan orangtua yang
bernama Tn.S yang bekerja sebagai guru dan Ny.D sebagai ibu rumah tangga.
Secara ekonomi, keluarga penderita tergolong mampu.
- Pasien tinggal di rumah seluas 80 m² terdiri dari 4 ruangan dibatasi sekat
tembok. Pencahayaan dalam rumah cukup. Terdapat sebuah kamar mandi
yang jarang dikuras dan tidak menggunakan abate. Air berasal dari sumur
pompa, jarak sumber air dan septi tanc 6 m.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan Umum : tampak sakit
Kesadaran : Composmetis
Berat badan : 17,5 kg
Tinggi badan : 105 cm
BMI : 17.3 = cukup
Status Gizi : baik
Tanda Vital :
Frekuensi nadi: 110x/menit kuat Tekanan darah: 110/70mmHg
Frekuensi nafas: 24x/menit Suhu tubuh: 36,5 C
B. Status Generalis
KEPALA LEHER
Bentuk dan ukuran : normocephali
• Mata :
Pupil bulat isokor diameter 3mm,Refleks cahaya +/+
Anemis (-)
Ikterus (-)
• Telinga : tidak ada sekret
• Hidung : bentuk normal, septum deviasi(-), sekret(-), pernapasan
cuping hidung (-), dyspneu (-)
• Mulut : dalam batas normal, sianosis (-)
• Tenggorokan :hiperemis faring(-), tonsil T3/T3, hiperemi (+), detritus (-),
kripte tampak normal
• Leher : trakea ditengah, kel. Tiroid tidak teraba
THORAX
Paru
• Inspeksi : pergerakan dada simetris, retraksi(-)
• Palpasi : fremitus kesan normal ,krepitasi (-)
• Perkusi : sonor/sonor
• Auskultasi : rhonki -/-, wheezing-/-, suara napas normal/normal
Jantung
• Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
• Palpasi : iktus tidak kuat angkat, thrill(-)
• Perkusi :
• batas jantung kiri : sela iga V midclavicula line sinistra
• batas jantung kanan : sela iga IV parasternal line dextra
• batas atas : sela iga II parasternal line dextra
• Auskultasi : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN
• Inspeksi : flat, soefl
• Palpasi : hypochondrium dextra (+), hepar teraba 4cmx5cmx5cm,
lien tidak teraba
• Perkusi : meteorismus(-), shifting dullness(-)
• Auskultasi : bising usus (+) normal
EKSTREMITAS
akral hangat (+) sianosis (-), edema (-), muncul bintik bintik perdarahan di
tangan dan kaki
STATUS NEUROLOGIS : dalam batas normal
• DL Tanggal 8 oktober 2014 jam 21.08
– HB : 14.5 g/dl
– Eritrosit : 5.060.000
– Leukosit : 4.710/ul
– HCT : 43.9 %
– Trombosit : 133.000/ul
Resume :
An. H 6 tahun datang dengan keluhan utama panas mendadak tinggi sejak
3 hari. panas tidak turun ketika diberi obat penurun panas, sakit kepala cekot-
cekot, mual, muntah setiap makan dan minum yaitu muntah air dan makanan
diserta nafsu makan menurun. Buang air besar (-) Buang air kecil terakhir jam
19.00 2 jam sebelum masuk rumah sakit, BAK merah (-), diare (-), mimisan (-),
gusi berdarah (-). Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sakit dengan Nadi 110
kuat, frekuensi nafas 24x/menit, Tekanan Darah 110/70 mmHg, Suhu : 36,5 C,
Tonsil T3/T3 hiperemi (+), didapatkan hepatomegali. Dari hasil laboratorium
darah lengkap leukopenia, trombositopenia dan hematocrit meningkat.
Diagnosis :
DHF grade II dan Tonsilitis akut
Planning Diagnosis
- Pemx serologi IgG, IgM
Penatalaksanaan :
• Infus RLD5 500cc /3jam 2000cc/24 jam
• Tamoliv 5x20 cc
Planning Monitoring :
- Monitoring TTV dan klinis tiap 1 jam
- Monitoring DL (trombosit, hematokrit,leukosit)
- Monitoring pemeriksaan fisik
- Monitoring makan dan minum
- Monitoring BAB dan BAK pasien
Edukasi :
Menginformasikan kepada pasien mengenai:
- Penyakit pasien (Demam berdarah dengue)
- Tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan
- Prognosis dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi
- Hindari jajan-jajanan yang biasa dikonsumsi disekolah atau makanan yang dibeli dari
luar
- Memberitahukan kepada keluarga pasien agar pasien cukup beristirahat, dan
meningkatkan asupan makanan dan minum
- Memberitahukan kepada pasien dan keluarga pasien untuk memperbaiki hygine dan
kebersihan (kebersihan diri, kebiasaan cuci tangan, makanan, lingkungan serta
pencegahan 3M plus)
Prognosis
Prognosis pada pasien ini umumnya baik bila penanganan cepat, tepat, adekuat dan
dipicu dari kemauan pasien untuk sembuh. Hal yang paling penting adalah memenuhi
kebutuhan cairan, oleh karena itu pasien harus minum dan makan yang banyak.
SOAP HARIAN
Tgl 8-10-2014 9-10-14 10-10-14
S BB : 17,5 Kg
Panas (+), mual(+), badan pegal-pegal(+), nyeri perut (+), mimisan (-), gusi berdarah (-)
Panas (-), mual(+), pegal-pegal(+), kehausan(+), nyeri perut (+), mual (+), muntah (+), minum sedikit
Demam(-), badan lemah (+), mual (+), muntah (+), nyeri perut (+)
O N: 110x/mnt t: 39,2˚c,
RR : 24x/mnt, T: 110/
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simetris, suara napas↓/n, Rh-/- Wh-/-
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5cm BU (+) N, ascites (-)
Ext: akral hangat, petechie Lab HB: 14,5 g/dl
Leukosit: 4710/ulHCT : 43.9 %Trombosit: 133.000/ul
N: 112x/mnt t: 37,1 RR : 26x/mnt T: 100/70
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simteri, suara napas↓/n Rh-/- Wh-/-
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5 cm BU (+) N, ascites (-)
Ext: akral hangat, Lab HB : 12,7 g/dl
Leukosit: 2.300/ulHCT : 42 %Trombosit: 104.000/ulSGOT 79SGPT 38
N: 120x/mnt lemah t: 37,0
RR : 20x/mnt T : 90/60 lemah
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simteri, BJ(),Rh-/- Wh-/- stem fremitus menurun
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5 cm BU (+) N, ascites (+) minimal
Ext: akral lembab petechie (-)
HB : 16.3 g/dlLeukosit: 9.300/ulHCT : 48,1%Trombosit: 38.000/ul
A DHF gr II DHF gr II DHF grade III + EPD
P Infus RLD5 2000cc/24 jam
Tamoliv 5x20
Ranitidin 2x1 amp
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct,
Infus RLD5 2000cc/24 jam
Tamoliv 5x20
Ranitidin 2x1 amp
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct, Limfosit)
O2 masker 6 lpm
HES 350 cc ½ jam
HES 200cc/2jam pindah ICU central
Bila bleeding FFp 40 unit
Limfosit) Cek DL (Hb, Trombosit, Hct, Limfosit)
Tgl 11-10-2014 12-10-14 13-10-14
S BB : 17,5 Kg
Panas (+), mual(+), badan pegal-pegal(+), nyeri perut (+), mimisan (+), gusi berdarah (-) melena (+)
Panas (-), mual(+) , nyeri perut (+), mual (+), muntah (+),
Demam(-), badan lemah (+), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-),
O KU : lemah N: 110x/mnt t: 37,9˚c,
RR : 24x/mnt, T: 110/70
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simetris, suara napas↓/n, Rh-/- Wh-/-
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5cm BU (+) N, ascites (+)
Ext: akral hangat, petechie
NGT : coklat Lab HB: 12,5 g/dlLeukosit: 11000/ulHCT : 35.6 %Trombosit: 20.000/ulLimfosit : 52
KU : lemah
N: 112x/mnt t: 37,2 RR : 26x/mnt T: 100/60
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simteri, suara napas↓/n Rh-/- Wh-/-
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5 cm BU (+) N, ascites (-)
Ext: akral hangat, HB : 12,7 g/dlLeukosit: 2.300/ulHCT : 42 %Trombosit: 38.000/ul
KU : cukup
N: 120x/mnt t: 36,9
RR : 20x/mnt T : 100/ 60 lemah
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simteri, BJ(),Rh-/- Wh-/- stem fremitus menurun
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5 cm BU (+) N, ascites (+) minimal
Ext: akral hangat, HB : 16.3 g/dlLeukosit: 9.300/ul\HCT : 48,1%Trombosit: 38.000/ul
A DHF gr III + EPD DHF gr III + EPD DHF grade III + EPD
P Infus HES 500cc/12 jam 500 cc/24 jam
Tamoliv 20 cc kp
Ranitidin 2x1 amp
Lasix 1 amp dalam 20 menit
Puasa
Infus HES 500 cc/12 jam RLD5 1000 cc/12 jam
Tamoliv 20 cc kp
Lasix 2x1 ampul
puasa
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct, Limfosit)
O2 masker
RLD5 1500cc/24jam
Tamoliv 20 cc kp
Lasix 2x1 amp
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct, Limfosit)
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct, Limfosit)
Tgl 14-10-2014 15-10-14 16-10-14
S Panas (-), mual(-), badan pegal-pegal(-), nyeri perut (-), mimisan (-), gusi berdarah (-) melena (-)
Panas (-), mual(+) , nyeri perut (+), mual (+), muntah (+), minum (+) makan (+)
Demam(-), badan lemah (+), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-),
Minum (+) nafsu makan (+)
O KU : cukup lemah
N: 110x/mnt t: 36,5˚c,
RR : 24x/mnt, T: 110/70
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simetris, suara napas↓/n, Rh-/- Wh-/-
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5cm BU (+) N, ascites (+)
Ext: akral hangat, petechieLabHB : 12,5 g/dlLeukosit: 11000/ulHCT : 35.6 %Trombosit: 20.000/ulLimfosit : 52
KU : lemah
N: 112x/mnt t: 37,2 RR : 26x/mnt T: 100/60
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simteri, suara napas↓/n Rh-/- Wh-/-
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5 cm BU (+) N, ascites (-)
Ext: akral hangat, HB : 12,7 g/dlLeukosit: 2.300/ulHCT : 42 %Trombosit: 38.000/ul
KU : cukup
N: 120x/mnt t: 36,9
RR : 20x/mnt T : 100/ 60 lemah
Kpl: a- ict- cyan- disp –
Th : simteri, BJ(),Rh-/- Wh-/- stem fremitus menurun
Ab: distended, Hepar 4cm x 5 cm x 5 cm BU (+) N, ascites (+) minimal
Ext: akral hangat, HB : 16.3 g/dlLeukosit: 9.300/ul\HCT : 48,1%Trombosit: 38.000/ul
A DHF gr III + EPD DHF gr III + EPD DHF grade III + EPD
P Infus RLD5 1000 cc/24 jam
Tamoliv 20 cc kp
Ranitidin 2x1 amp
Lasix 1 amp dalam 20 menit
Infus RLD5 1000 cc/24 jam
Tamoliv 20 cc kp
Susu 12x50 cc
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct, Limfosit)
Infus RLD5 500n cc/24jam
Tamolivn 20 cc kp
Susu 8 x 125 cc
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct, Limfosit)
PRO KRS
Susu 12x50 cc
Cek DL (Hb, Trombosit, Hct, Limfosit
Pindah HCU Seruni
BAB IV
KESIMPULAN
Demam berdarah dengue merupakan salah satu varian klinis infeksi virus dengue,
yang ditandai oleh panas 2-7 hari dan pada saat panas turun disertai dengan gangguan
hemostatik dan kebocoran plasma (plasma leakage). Demam berdarah dengue merupakan
(DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis
dan subtropics termasuk Indonesia. Penyakit Demam Berdarah Dengue juga
merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan
kematian dalam waktu singkat dan sering menimbulkan wabah.
Penyebab DBD sendiri yaitu Virus dengue yang tergolong dalam grup
Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN – 3, merupakan serotie yang paling banyak. Vektor
utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria
klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis ditambah trombosipenia dan
peningkatan hmatokrit cukup untuk menegakkan diagnosis demam berdarah dengue.
Setelah diagnosis DBD sudah ditentukan, maka tetapkan terlebih dahulu
derajatnya. Perlu ditegaskan bahwa untuk penatalaksanaan DBD yang terpenting adalah
pemberian cairan intravena sebatas cukup mempertahankan sirkulasi yang efektif selama
periode plasma leakage disertai pengamatan yang teliti dan cermat secara periodik.
Disamping itu dalam penanganan DBD, hal yang perlu diperhatikan yaitu
pencegahan terjadinya DBD lagi. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada
pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Cara yang paling efektif dalam
mencegah penyakit DBD adalah”3M Plus”, yaitu menutup, menguras, menimbun serta
plus yang meliputi memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala dan
disesuaikan dengan kondisi setempat.
Komplikasi yang sering terjadi pada anak dan bayi yaitu kehilangan cairan dan
elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Prognosis demam berdarah dapat
terpengaruh oleh antibodi pasif atau oleh infeksi sebelumnya dengan virus yang
merupakan predisposisi pengembangan demam berdarah dengue.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman RE et all. 2003. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Nelson
Textbook of Pediatrics 17th edition (May 2003).
Chandra A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor
Risiko Penularan. Staf Pengajar FK-UNDIP Semarang. Vol 2. Pp 110-119
<http://www.share-pdf.com >
Chen K, et al. 2009. Diagnosis dan Terapi Cairan Pada Demam Berdarah Dengue.
Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical and Medical Application. Vol
22 <http://www.dexa-medica.com/sites/default/files/
publication_uploadmedicinus_maret-mei_2009.pdf>
Darmowandowo W. 2006. Infeksi Virus Dengue. Divisi Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dr.
Soetomo
Darrmowandowo W, Basuki PS, Soegijanto S. 2008. Infeksi Virus Dengue In: Pedoman
Diagnosis dan Terapi BAG/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III. Surabaya :
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Pp 102-117
Hartoyo E. 2008. Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat/RSUD. Banjarmasin: Sari pediatri <http://saripediatri.idai.
or.id/pdfile/10-3-1.pdf>
Lestari K. 2007. Epidemiologi dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Fakultas Farmasi Universitas Padjadajaran - Jatinangor . Vol 5.
<http://farmasi.unpad.ac.id/farmaka-files/v5n3/keri.pdf>
Pudjiadi et al. 2009. Infeksi Virus Dengue In: Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia
Pudjiadi et al. 2011. Pencitraan pada Infeksi Virus Dengue In: Pedoman Pelayanan
Medis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Sukohar. 2014. Demam Berdarah Dengue. Bagian Farmakologi. Fakultas Kedokteran
Universitas lampung. Medula Unila. Vol 2
<http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/311>
Sylvana F, Pereira G. 2005. Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma <http://last3arthtree.files.
wordpress.com/2005/02/dbd1.pdf>
WHO. 2008, Demam Berdarah Dengue In: Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di
Rumah Sakit Rujukan Tingkat pertama di Kabupaten. Jakarta : World health
Organization, Country Office for Indonesia.