diagnosis prenatal

26
DIAGNOSIS PRENATAL PENDAHULUAN Diagnosis prenatal adalah ilmu dan seni untuk mengidentifikasi kelainan struktur dan fungsi pada perkembangan janin. Sekitar 2-3% bayi baru lahir mempunyai masalah dengan kelainan kongenital mayor yang ditemukan pada saat lahir. Kelainan kongenital mayor merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatus, dan kelainan genetik merupakan empat besar kasus rawat inap di bagian anak. 1 Banyak kelainan pada janin dapat diidentifikasi saat prenatal dan kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan telah memungkinkan untuk melakukan pengobatan prenatal, sehingga saat ini diagnosis prenatal merupakan jembatan penting antara obstetri dan pediatrik. Terapi prenatal saat ini meliputi optimalisasi lingkungan intrauteri dan kondisi pada saat persalinan, transfusi darah, pemberian obat-obatan, amnioreduksi, pemasangan shunt dan operasi. Utuk masa yang akan datang akan memungkinkan untuk melakukan transplantasi hematopeitic stem cell dan metode transfer gen yang lain. 1-3 Diagnosis prenatal meliputi evaluasi terhadap tiga kategori pasien berupa yaitu : 1 1. Janin dengan risiko tinggi untuk kelainan genetik dan kongenital

Upload: ria-lubis

Post on 31-Oct-2015

25 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Diagnosis Prenatal

DIAGNOSIS PRENATAL

PENDAHULUAN

Diagnosis prenatal adalah ilmu dan seni untuk mengidentifikasi kelainan

struktur dan fungsi pada perkembangan janin. Sekitar 2-3% bayi baru lahir

mempunyai masalah dengan kelainan kongenital mayor yang ditemukan pada

saat lahir. Kelainan kongenital mayor merupakan salah satu penyebab utama

kematian neonatus, dan kelainan genetik merupakan empat besar kasus rawat

inap di bagian anak.1

Banyak kelainan pada janin dapat diidentifikasi saat prenatal dan

kemajuan teknologi dalam bidang kesehatan telah memungkinkan untuk

melakukan pengobatan prenatal, sehingga saat ini diagnosis prenatal

merupakan jembatan penting antara obstetri dan pediatrik. Terapi prenatal saat

ini meliputi optimalisasi lingkungan intrauteri dan kondisi pada saat persalinan,

transfusi darah, pemberian obat-obatan, amnioreduksi, pemasangan shunt dan

operasi. Utuk masa yang akan datang akan memungkinkan untuk melakukan

transplantasi hematopeitic stem cell dan metode transfer gen yang lain.1-3

Diagnosis prenatal meliputi evaluasi terhadap tiga kategori pasien berupa

yaitu :1

1. Janin dengan risiko tinggi untuk kelainan genetik dan kongenital

2. Mereka dengan risiko yang tidak diketahui untuk kelainan kongenital

umum.

3. Janin yang pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan mempunyai

kelainan struktur dan perkembangan

Kualitas USG mempengaruhi kemampuannya untuk diagnostik prenatal

dalam mendeteksi kelainan-kelainan kongenital yang secara klinis sudah jelas

tampak, dan juga peningkatan kemampuannya mendeteksi kelainan kongenital

yang masih belum tampak jelas secara klinik, selain itu dapat membantu atau

sebagai pembimbing yang sangat akurat untuk berbagai prosedur seperti :

Page 2: Diagnosis Prenatal

pemeriksaan amniosintesis, pemeriksaan villi khorialis, pemeriksaan darah janin

dan pemeriksaan biopsi Janin.

Upaya pencegahan cacat bawaan dapat dibedakan atas pencegahan

primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer ditujukan pada upaya

pencegahan terjadinya kehamilan dengan cacat bawaan, kegiatan utamanya

adalah penyaringan atau deteksi dini golongan yang mempunyai risiko untuk

mendapat keturunan dengan cacat bawaan, yang meliputi kegiatan skrining,

konseling prakonsepsi / pranikah dan tindakan supportifnya berupa keluarga

berencana, adopsi atau inseminasi donor.2, 3

Pencegahan sekunder ditujukan pada upaya pencegahan kelahiran bayi

dengan cacat bawaan dengan melakukan kegiatan pranatal antara lain: skrining

genetika dalam kehamilan, konseling prenatal, diagnosis prenatal dan tindakan

suportif lainnya berupa terminasi kehamilan, terapi gen maupun terapi janin in

utero.2, 3

INDIKASI DIAGNOSIS PRENATAL

Alasan utama untuk melakukan diagnosis prenatal adalah faktor usia

maternal (>35 tahun), abnormalitas maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP)

dan hasil skrining test lain yang positif. Secara singkat indikasi untuk diagnosis

prenatal adalah sebagai berikut :1-3

1. Usia maternal 35 tahun atau lebih

2. Riwayat keluarga dengan anomali kromosom

3. Orang tua dengan karier translokasi

4. Abnormalitas MSAFP atau multiple markers screen

5. Riwayat keluarga dengan neural tube defect (NTD)

6. Kelainan gen tunggal – riwayat keluarga atau karier yang didapat dari

skrining populasi.

7. Malformasi kongenital yang didiagnosis dengan USG

8. Kecemasan.

2

Page 3: Diagnosis Prenatal

Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun perlu ditawarkan untuk menjalani

pemeriksaan diagnosis prenatal karena pada usia 35 tahun insidens trisomi

mulai meningkat dengan cepat. Hal ini berhubungan dengan non-disjunction

pada miosis. Pada usia 35 tahun kemungkinan untuk mendapat bayi lahir hidup

dengan kelainan kromosom adalah 1:192, sehingga ada beberapa ahli yang

menawarkan diagnosis prenatal pada usia 33 tahun namun hal ini belum menjadi

konsensus.1, 2

RIWAYAT KELUARGA

Pasangan yang pernah mempunyai anak trisomi mempunyai

kemungkinan rekurens sebesar 1% sehingga perlu ditawari untuk diagnosis

prenatal. Saudara kandung dan keluarga dekat (tingkat kedua) dari penderita

sindroma Down juga mempunyai sedikit peningkatan risiko untuk mendapat

keturunan yang menderita sindroma Down, namun banyak penelitian yang tidak

menemukan peningkatan insiden sindroma Down dalam keluarga pada tingkat

kedua dan ketiga.2

Translokasi dan rearrangement struktur kromosom yang lain merupakan

predisposisi untuk mendapat keturunan dengan kelainan kromosom. Pasangan

yang salah satu partnernya adalak karier translokasi berimbang resiprocal

mempunyai risiko tinggi untuk mendapat abortus berulang. Diagnosis prenatal

pada keturunannya menemukan hampir 10-12% dengan translokasi kromosom

yang tidak berimbang. Turunan dari penderita karier translokasi Robertsonian

berisiko untuk mendapat turunan dengan trisomi dan monosomi, bahkan pada

karier translokasi robertsonian 21-21 seluruh keturunannya diprediksi akan

menjadi trisomi atau monosomi (lethal) kromosom 21.1, 2

Riwayat keluarga dengan defek gen tunggal, yang memerlukan diagnosis

prenatal tergantung dari banyak faktor, seperti berapa jauh hubungan

kekerabatan antara anggota keluarga yang sakit dengan individu yang meminta

konseling, demikian juga halnya frekuensi dari penyakit tersebut dalam populasi.

Pasangan keluarga yang mempunyai anak dengan kelanan gen, akan

mempunyai risiko berulang, tetapi risiko ini akan menurun dengan bertambah

3

Page 4: Diagnosis Prenatal

jauhnya jarak dengan individu yang berisiko. Sebagai contoh orang tua dengan

anak kelainan autosomal resesif mempunyai risiko kelainan berulang 25% setiap

kehamilannya, sebaliknya keturunan dari saudara kandungnya mempunyai

risiko 2/3 x risiko bila partnernya karier (frekuensi karier dalam populasi bila tidak

ada riwayat dalam keluarga) x risiko untuk mendapat keturunan yang sakit bila

kedua orang tuanya karier( 1/4). Untuk penyakit kistik fibrosis dengan frekuensi

karier dikalangan kaukasian Amerika adalah 1 dari 25, maka risiko untuk

saudara kandung yang tidak sakit dari penderita kistik fibrosis adalah: 2/3 X 25 X

¼ = 1/150. Skrining karier saat ini telah digunakan secara luas terhadap

beberapa penyakit resesif, seperti sickle cell anemia, penyakit Tay-Sachs dan

terakhir penyakit Canavan. 2

PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI

Sejak Donald memperkenalkan ultrasonografi (USG) dalam bidang

obstetri pada akhir tahun 1950an telah terjadi banyak kemajuan dalam teknologi

USG ini. Dengan semakin baiknya resolusi dan sensitifitas pemeriksaan dengan

USG, maka telah terjadi peningkatan penggunaan USG untuk diagnosis prenatal

dalam mememukan abnormalitas morfologi janin terutama setelah 18 minggu,

dengan penggunaan transduser transvaginal memungkinkan deteksi

abnormalitas morfologi janin mulai kehamilan 13 minggu.1, 4

Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ultrasonografi antenatal

meliputi :4

- Konfirmasi kehidupan janin

- Penentuan umur kehamilan yang akurat

- Diagnosis kehamilan ganda dan penentuan korionisitas

- Deteksi anomali pada janin

- Pemantauan pertubuhan janin

- Penilaian kesejahteraan janin

- Penentuan lokasi plasenta dan tepinya

- Pemantauan real time untuk prosedur invasif

- Deteksi kelainan uterus dan adneksa

4

Page 5: Diagnosis Prenatal

RCOG pada tahun 1997 membuat rekomendasi untuk pemakaian USG

sebagai berikut :4

1. Skrining universal lebih dapat dipercaya untuk menentukan kelainan pada

janin dibanding dengan pemeriksaan scanning selektif.

2. Skrining kelainan pada janin menurunkan angka kematian perinatal

karena mampu mengidentifikasi kelainan dan melakukan terminasi

kehamilan.

3. Berdasarkan bukti terkini, scanning pada usia kehamilan 18-20 minggu

merupakan metode yang paling efektif untuk mendeteksi kelainan pada

janin.

4. Walaupun tidak memerlukan persetujuan tertulis sebelum pemeriksaan

namun wanita perlu diberi kesempatan untuk memilih apakah mau

diperiksa. Harus tersedia informasi tertulis dan lisan sebelum

pemeriksaan. Ketetapan mengenai konseling dan informasi yang

memadai harus merupakan bagian dari program skrining.

5. Bila terdeteksi adannya suatu kelainan maka harus diskusi mengenai

dampaknya. Orang tua mendapat manfaat dari diskusi yang melibatkan

ahli lain selain ultrasonografer dan spesialis kebidanan seperti ahli anak,

ahli genetik dan ahli bedah anak.

6. Pemeriksaan ultrasonografi hanya dilakukan oleh tenaga yang sudah

terlatih. Pemeriksaan skrining rutin harus dilakukan dengan dengan

menggunakan protokol atau daftar tilik yang telah disetujui.

Diagnosis kelainan janin dilakukan dengan tiga cara yaitu :

1. Dengan visualisasi langsung dari defek struktural, misalnya tidak adanya

tulang tengkorak pada anencephali.

2. Dengan menunjukkan disproporsi ukuran atau pertumbuhan dari bagian

tubuh tertentu pada janin misalnya, anggota gerak yang pendek pada

dwarfism.

3. Dengan mengenali dampak dari anomali terhadap organ yang

berdekatan, misalnya adanya katup pada uretra posterior terdiagnosis

dengan adanya dilatasi pada saluran ginjal.

5

Page 6: Diagnosis Prenatal

RCOG merekomendasikan program pemeriksaan dua tahap; pertama

pada saat ibu mendaftar dan pemeriksaan kedua pada sekitar atau saat

kehamilan 20 minggu, minimal pada kehamilan 20 minggu. Bila ditemukan

adanya kelainan maka harus dirujuk untuk diperiksa oleh tenaga yang terampil

untuk pemeriksaan yang lebih rinci dan menentukan penanganan selanjutnya

yang sesuai. Keputusan penanganan harus dilakukan dengan mendapat

masukan dari tim dengan keahlian yang multidisplin. Orang tua harus terlibat

langsung dan mendapat informasi yang memadai untuk mengambil keputusan.4

Beberapa anomali yang banyak ditemukan antara lain : defek pada

jantung, defek dinding perut, kelainan SSP, kelainan gastro intestinal, kelainan

ginjal dan nuchal translucency. Kelainan ini dapat tersendiri atau berhubungan

dengan anomali kromosom atau bagian dari sindroma mendelian. Dengan

demikian pemeriksan dengan USG akan memberikan manfaat yang besar.2

Standar RCOG untuk pemeriksaan USG pada kehamilan 20 minggu

adalah sebagai berikut :4

Umur kehamilan : dengan mengukur diameter biparietal (BPD), lingkar kepala

(HC) dan panjang femur (FL)

Nomalitas janin

Bentuk kepala dan struktur di dalamnya : midline echo, kavum pellucidum,

cerebellum, ukuran ventrikel dan atrium (< 10 mm)

Spina : longitudinal dan transversal

Bentuk abdomen dan isinya ( setinggi lambung)

Bentuk abdomen dan isinya (setinggi umbilikus)

Pelvis ginjal (jarak anterior-posterior < 5 mm)

Aksis longitudinal : tampak toraks – abdominal (diafragma / buli-buli)

Toraks (setinggi 4 chamber view)

Lengan – 3 tulang dan tangan (tidak termasuk jari-jari)

Tungkai – 3 tulang dan kaki (tidak termasuk jari-jari)

Optional : pembuluh darah yang keluar dari jantung, muka dan bibir

6

Page 7: Diagnosis Prenatal

DIAGNOSIS PRENATAL INVASIF

Dengan makin meluasnya indikasi untuk melakukan diagnosis prenatal

maka metode yang tersedia untuk mendeteksi kelainan-kelainan genetik juga

meningkat dengan cepat. Selain amniosintesis, metode diagnostik invasif yang

lain meliputi pemeriksaan villi korialis (CVS), pemeriksaan darah janin (FBS) dan

biopsi janin untuk indikasi yang spesifik. Sampel yang diperoleh dengan metode

ini digunakan untuk analisis sitogenetik (karyotipe dan FISH), diagnosis DNA

molekuker (deteksi mutasi langsung, lingkage analysis) dan atau evalusi

biokimia, tergantung pada apa yang diinginkan. Tiap prosedur invasif ini

mempunyai keuntungan dan kerugian yang perlu dipertimbangkan saat

menawarkan pemeriksaan diagnosis prenatal.2, 3

AMNIOSINTESIS MIDTRIMESTER

Amniosintesis adalah tindakan mengeluarkan cairan amnion yang

mengandung sel-sel janin dan unsur biokimia dari rongga amnion. Pertama kali

dilakukan pada tahun 1880 untuk dekompresi polihidramnion. Pada tahun 1950

amniosintesis menjadi alat diagnostik ketika mulai dilakukan pengukuran kadar

bilirubin dalam cairan amnion untuk memantau isoimunisasi rhesus.

Amniosintesis untuk deteksi kelainan kromosom prenatal pertama kali dilaporkan

pada tahun 1967. Sejak itu amniosintesis diterima secara luas menjadi metode

untuk diagnosis prenatal untuk kelainan kromosom, penyakit-penyakit yang

diturunkan, dan beberapa infeksi kongenital.2, 3

Indikasi utama untuk tindakan amniosintesis adalah pemeriksaan

karyotype janin. Sel-sel dalam cairan amnion berasal dari kulit janin yang

mengalami deskuamasi dan dikeluarkan dari saluran gastrointestinal, urogenital,

saluran pernafasan dan amnion. Sel-sel ini dipersiapkan untuk analisis pada

tahap metafase maupun untuk pemeriksaan FISH. Namun laboratorium lebih

senang bila mendapat sampel dari darah atau villi korialis karena banyak

mengandung DNA yang diperlukan untuk kultur.5

Dahulu cairan amnion juga dipakai untuk pemeriksaan kadar enzym untuk

menentukan adanya gangguan metabolisme dan analisis metabolit untuk

7

Page 8: Diagnosis Prenatal

mendeteksi penyakit kistik fibrosis, namun saat ini telah digantikan dengan

pemeriksaan yang lebih akurat yaitu dengan pemeriksaan mutasi DNA yang

bertanggung jawab tehadap kondisi ini.5

Amniosintesis midtrimester untuk pemeriksaan genetik umumnya

dilakukan pada usia kehamilan antara 15-18 minggu. Pada saat itu jumlah air

ketuban sudah memadai (sekitar 150 ml) dan perbandingan antara sel yang

viable dan non viable mencapai rasio terbesar.3, 5

Sebelum amniosintesis terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan USG untuk

menentukan jumlah janin, konfirmasi usia kehamilan, memastikan viabilitas janin,

deteksi anomali pada janin dan menentukan lokasi plasenta dan insersi tali pusat

serta memperkirakan jumlah air ketuban. Dilakukan tindakan antisepsis pada

kulit perut ibu dan operator memakai sarung tangan steril. Dengan tuntunan

USG, tusukkan jarum ukuran 20-22 pada kantong amnion yang tidak berisi

bagian kecil janin atau tali pusat. Sebaiknya dilakukan pada daerah fundus untuk

mengurangi risiko robekan selaput ketuban, dan sedapat mungkin menghindari

daerah plasenta. Bila terpaksa harus melakukan tusukan pada daerah plasenta

sebaiknya dibantu dengan color doppler untuk mengidentifikasi pembuluh darah

dan lakukan tusukan pada daerah yang paling tipis jauh dari tepi plasenta.

Prosedur ini biasanya tidak memerlukan anestesi lokal.3, 5

Dapat dilakukan dengan teknik “free hand” dimana tangan operator yang

satu memegang tranduser dan tangan lainnya memegang jarum, atau dapat

dipasang pengantar jarum pada tranduser. Cara ini mempunyai keuntungan

karena dapat menghindari gerakan jarum ke arah lateral yang dapat

meningkatkan ukuran tusukan jarum. Cairan amnion yang pertama diaspirasi

dibuang sebanyak 1-2 ml untuk menghindari kontaminasi dengan sel-sel

maternal. Dilakukan aspirasi cairan amnion sebanyak 15 ml ke dalam tabung

untuk analisa sitogenetika.3, 5

Bila pada kesempatan pertama gagal untuk mengaspirasi cairan maka

dapat dilakukan pada lokasi lain setelah terlbih dahulu menilai kembali keadaan

janin dan letak plasenta. Tenting pada selaput ketuban atau kontraksi uterus

sering menjadi penyebab kegagalan. Bila tindakan kedua gagal maka tunda

8

Page 9: Diagnosis Prenatal

tindakan amniosintesis untuk beberapa hari kemudian, jangan melakukan dua

kali tindakan pada satu kesempatan yang sama.3, 5

Walaupun dengan pengalaman selama kurang lebih tiga dekade dengan

amniosintesis midtrimester namun masih sulit untuk menentukan risiko prosedur

ini yang berhubungan dengan abortus. Pada penelitian prospektif, multisenter

yang luas diperkirakan risiko abortus berkisar 0,5 – 1%.

Selain abortus risiko lain pada janin dan ibu juga perlu untuk

dipertimbangkan. Sudah ada laporan mengenai terjadinya scar pada tubuh janin

akibat tusukan jarum namun jarang terjadi. Amniosintesis yang dilakukan dengan

tuntunan USG dapat mengurangi risiko tersebut dan juga risiko perlukaan yang

lain. Komplikasi lain dari amniosintesis midtrimester meliputi korioamnionitis,

robekan selaput ketuban dan perdarahan pervaginam. Insidens korioamnionitis <

1 per 1000 prosedur, robekan selaput ketuban terjadi pada 1-2% penderita,

namun biasanya sembuh sendiri dan terjadi reakumulasi cairan dan pada

umumnya luaran kehamilan normal. Insiden perdarahan pervaginam juga sekitar

1% dan berhubungan dengan ukuran jarum yang dipakai.2, 5

Sudah pernah dilaporkan kasus sensitasi pada wanita dengan rhesus

negatif setelah amniosintesis, risikonya sekitar 1%. Risiko ini dapat dikurangi

dengan menghindari pendekatan transplasenta, memakai jarum berukuran kecil

dan pemberian anti-D immunoglobulin intramuskuler sesudah tindakan

amniosintesis terhadap pasien Rh-negatif yang belum tersensitasi.5

AMNIOSITESIS DINI

Amniosintesis dini adalah amniosintesis yang dilakukan pada usia

kehamilan sebelum 15 minggu (11-14 minggu). Kesulitan teknisnya lebih besar

karena jumlah air ketuban belum banyak dan fusi antara amnion dan korion

belum sempurna sehinngga sering menyebabkan tenting pada selaput ketuban.

Selain itu targetnya lebih kecil, uterus belum berbatasan dengan dinding perut

sehingga meningkatkan kemungkinan perlukaan pada usus atau masuknya

kuman dari usus ke uterus.2, 3

9

Page 10: Diagnosis Prenatal

Tindakan amniosintesis dini dilakukan dengan maksud untuk melakukan

diagnosis prenatal yang lebih dini dan menjadi tindakan alternatif untuk

pemeriksaan villi korialis yang tekniknya relatif lebih sulit dan mempunyai lebih

banyak komplikasi. Dengan tuntunan USG dilakukan pengambilan cairan amnion

sebanyak 10-12 ml. Walaupun jumlah sel yang terambil lebih sedikit namun

persentasi sel yang viable lebih besar dibanding dengan pada usia kehamilan

yang lebih lanjut. Keberhasilan kultur pada kehamilan 12-14 minggu lebih dari

95% dengan waktu panen rata-rata 12 hari (1-2 lebih lama ) daripada kehamilan

16 minggu. Dibanding dengan CVS, amniosintesis dini mempunyai frekuensi

kontaminasi sel maternal dan mosaicsm yang lebih rendah.5

Beberapa penelitian melaporkan peningkatan risiko abortus pada tindakan

amniosintesis dini dibanding dengan amniosintesis midtrimester dan CVS,

namun Johnson dkk tidak menemukan adanya perbedaan kejadian abortus

antara kelompok amniosintesis dini dan midtrimester. Penelitian lain di Kanada

menemukan perbedaan yang bermakna pada kejadian abortus (7,6% vs 5,9%),

robekan selaput ketuban (3,5% vs 1,7%) dan deformitas tulang, khususnya

talipes equinovarus (1,4% vs 0,4%) antara kelompok amniosintesis dini dan

midtrimester, sehingga peneliti ini menganjurkan untuk tidak melakukan

amniosisntesis dini kecuali tidak ada alternatif lain.3, 5

PEMERIKSAAN VILLI KORIALIS

Diagnosis prenatal yang dikerjakan pada trimester kedua mempunyai

beberapa kekurangan antara lain, diagnosis baru dapat diketahui pada usia

kehamilan yang lebih lanjut sehingga risiko untuk terminasi kehamilan lebih

besar dan terminasi pada saat janin sudah mulai bergerak menimbulkan beban

emosional yang berat bagi pasien, sehingga diusahakan untuk melakukan

diagnosis prenatal pada trimester pertama.

Teknik pemeriksaan villi korialis pertama kali diperkenalkan di Cina pada

tahun 1975 yang bertujuan untuk menentukan jenins kelamin janin dengan cara

memasukkan kateter halus ke dalam uterus dengan hanya dituntun perasaan

10

Page 11: Diagnosis Prenatal

taktil. Bila terasa ada hambatan, kemudian pengisap dipasang dan dilakukan

aspirasi potongan villi.3

Pemeriksaan villi korialis biasanya dilakukan pada usia kehamilan antara

10-12 minggu, untuk pemeriksaan sitogenetik, molekuler (analisis DNA) dan atau

metode biokimia yang dapat diaplikasikan pada jaringan villii. Pemeriksaan ini

dapat mendeteksi anomali kromosom, defek gen spesifik dan aktivitas enzym

yang abnormal dalam kehamilan terutama pada penyakit turunan.2, 3

Jaringan villi dapat diambil dengan teknik transervikal maupun

transabdominal. Sebelum tindakan, dilakukan pemeriksaan USG untuk

konfirmasi denyut jantung janin dan letak plasenta. Tentukan posisi uterus dan

serviks, bila uterus anteversi maka tambahan pengisian kandung kemih dapat

membantu untuk meluruskan posisi uterus, namun hindari pengisian kandung

kemih yang berlebihan karena dapat mendorong uterus keluar dari rongga pelvis

sehingga memperpanjang jarak untuk mencapai tempat pengambilan sampel

yang dapat mengurangi kelenturan yang diperlukan untuk manipulasi kateter.3, 6

Pasien dibaringkan dalam posisis litotomi, antisepsis vulva dan vagina

kemudian masukkan spekulum dan lakukan hal yang sama pada serviks. Ujung

distal kateter (3-5 cm) sedikit ditekuk untuk membentuk lengkungan dan kateter

dimasukkan kedalam uterus dengan tuntunan USG sampai terasa tahanan

menghilang pada endoserviks. Operator menunggu sampai sonographer

menvisualisasi ujung kateter, kemudian kateter dimasukkan sejajar dengan

selaput korion ke tepi distal plasenta. Keluarkan stylet dan pasang tabung

pengisap 20 ml yang mengandung medium nutrien. Jaringan villi yang terisap ke

dalam tabung dapat dilihat dengan mata telanjang sebagai struktur putih yang

terapung dalam media. Kadang kala diperlukan pemeriksaan mikroskop untuk

mengkonfirmasi jaringan villi. Sering jaringan desidua ibu ikut terambil namun

mudah dikenali sebagai stuktur yang amorf (tak berbentuk). Bila tidak berhasil

mendapat jaringan villi yang cukup maka dapat dilakukan insersi kedua.3, 6

Teknik transabdominal pertama kali diperkenalkan oleh Smid –Jensen

dan Hahnemann dari Denmark. Dengan tuntunan USG masukkan jarum spinal

ukuran 19 atau 20 ke dalam sumbu panjang plasenta. Setelah stylet dikeluarkan,

11

Page 12: Diagnosis Prenatal

aspirasi villi ke dalam tabung 20 ml yang berisi media kultur jaringan.

Berhubung karena jarum yang dipakai lebih kecil dari kateter servikal maka perlu

dilakukan tiga sampai empat kali gerakan maju mundur pada ujung jarum

terhadap jaringan plasenta agar jaringan villi dapat terambil. Berbeda dengan

teknik transervikal yang dilakukan sebelum usia kehamilan 14 minggu, teknik ini

dapat dilakukan sepanjang kehamilan sehingga dapat menjadi alternatif untuk

amniosintesis dan pemeriksaan darah janin.3, 6

Komplikasi yang dapat terjadi pada pemeriksaan villi korialis adalah

abortus dan yang ditakuti akhi-akhir ini adalah hubungan antara tindakan ini

dengan kejadian reduksi anggota gerak. CVS yang dilakukan pada kehamilan <

9 minggu mempunyai risiko untuk reduksi anggota gerak 10-20 kali lebih besar

dibandingkan dengan CVS yang dilakukan setelah usia > 11 minggu.3

Kontaminasi jaringan desidua ibu pada sampel yang dikultur dapat

memberikan hasil negatif palsu, dan hal ini sering terjadi bila hanya sedikit

sampel yang terambil, namun di senter yang telah berpengalaman kejadian ini

tidak ditemukan lagi.6

PEMERIKSAAN DARAH JANIN

Pada tahun 1983, Daffos dkk memperkenalkan metode pengambilan

darah janin dengan tuntunan USG menggunakan jarum spinal ukuran 20-22

melalui perut ibu ke dalam tali pusat. Teknik ini disebut juga kordosentesis,

PUBS (percutaneous umbilical blood sampling), fetal blood sampling atau

furnipuncture. Kordosintesis adalah istilah yang sering digunakan.7

Indikasi pemeriksaan ini dapat dibagi atas indikasi diagnostik dan

terapeutik. Umumnya, pemeriksaan darah janin diindikasikan bila keuntungannya

lebih banyak dari kerugiannya. Sebelumnya pemeriksaan darah janin dilakukan

untuk karyotype cepat namun dengan teknik sitogenetik yang baru memakai

metode FISH sampel dari villi korialis dan amniosit juga dapat diperiksa dengan

cepat. Indikasi lain untuk pemeriksaan ini adalah bila ditemukan mosaik atau

kegagalan kultur pada amniosintesis dan biopsi plasenta. Pemeriksaan darah

janin juga dilakukan pada wanita yang datang terlambat (usia kehamilan lanjut)

12

Page 13: Diagnosis Prenatal

pada kunjungan antenatal dan menginginkan pemeriksaan karyotype atau untuk

diagnosis prenatal retardasi mental fragile-X.3, 7

Indikasi diagnostik yang lain adalah pemeriksaan hemoglobinopathi,

koagulaopathi, penyakit granulomatous kronik dan beberapa kelainan

metabolisme serta penentuan anemia dan trombositopenia pada janin. Untuk

indikasi terapeutik adalah : terapi anemia pada janin melalui transfusi darah dan

pemberian obat antiaritmia pada janin dengan hidrops.7

Dengan tuntunan USG tusukkan jarum melalui dinding perut ibu dan

arahkan ke tempat insersi tali pusat di plasenta, tusukan pada bagian tali pusat

yang melayang lebih sulit dilakukan. Bila menggunakan pengantar jarum pada

tranduser USG maka ukuran jarumnya lebih kecil (22-26) sedang bila

menggunakan teknik free hand jarum yang dipakai berukuran 20-22. Bila ujung

jarum telah mencapai tali pusat, pasang tabung pengisap dan isap darah kurang

lebih 5 ml. Penting untuk menentukan apakah sampel darah ini berasal dari janin

atau terkontaminasi darah ibu, walaupun dengan teknik yang baik hal ini jarang

terjadi namun lebih bijaksana bila dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

memastikannya. Sel darah janin akan tampak lebih besar dengan MCV yang

lebih besar. Pengambilan sampel darah janin juga dapat dilakukan pada vena

intrahepatik maupun jantung janin3, 7

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin pasca kordosintesis adalah :

terjadinya hematoma atau perdarahan pada tempat tusukan jarum, bradikardi,

infeksi. Kemungkinan untuk terjadinya kematian janin berkisar 1% untuk itu perlu

dilakukan pemantauan denyut jantung janin dengan kardiotokografi selama

paling sedikit 30 menit. Pada ibu komplikasi yang dapat terjadi adalah

isoimunisasi rhesus, sehingga harus diberikan anti-D immunoglobulin pada ibu

dengan rhesus negatif.7

13

Page 14: Diagnosis Prenatal

BIOPSI JANIN

Indikasi pemeriksaan jaringan janin sampai saat ini masih terus

berkembang. Teknik yang invasif ini digunakan hanya untuk kelainan dengan

morbiditas tinggi, dimana diagnosis dengan pemeriksaan amniosintesis, villi

khorialis atau darah janin tidak memuaskan. Jaringan yang diambil dari janin

untuk prenatal diagnosis antara lain : kulit, otot, liver, ginjal dan otak.2, 3

Indikasi yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan jaringan janin

adalah untuk diagnosis genodermatosis, yang merupakan penyakit berat turunan

pada kulit dengan angka morbiditas dan mortalitas tinggi.

Pada awalnya biopsi janin dilakukan dengan fetoskopi, tetapi saat ini telah

diganti dengan memakai USG. Prosedur ini dilakukan pada kehamilan 17-20

minggu dengan memakai forsep biopsi yang dimasukkan melalui jarum

angiocath no 14. Biopsi jaringan janin untuk diagnosis genodermatosis hanya

dapat dilakukan dengan biopsi kulit, hasil biopsi ini dapat diperiksa dengan

teknik morfologi, immunohistokimia, dan biokimia.2, 3

Biopsi jaringan otot janin, jarang dilakukan tetapi pernah dilakukan untuk

diagnosis prenatal mucular dystrophy yang disebabkan mutasi gen pada

kromosom X, gen untuk distrofin. Sejak karakteristik gen distrofin diketahui

diagnosis prenatal untuk janin yang berisiko dapat dilakukan dengan metode

molekuler (polymerase chain reaction) yang diambil dari ekstrak DNA dari cairan

ketuban atau vili korialis.2

Seperti halnya biopsi otot, maka biopsi hati juga hanya dilakukan pada

penyakit yang diturunkan yang tidak dapat didiagnosis dengan pemeriksaan

amniosit atau villi korialis. Sejumlah kecil penyakit gangguan metabolisme

termasuk dalam kategori ini dan dapat didiagnosis dengan pemeriksaan enzym

yang diproduksi di hati, seperti ornitrin transcarbamilase (OTC) deficiency,

carbamoyl phospstase synthetase (CPS) deficiency, glucosa 6 phospatase

deficiency (G6PD).2

14

Page 15: Diagnosis Prenatal

DIAGNOSIS PRENATAL NONINVASIF

DIAGNOSIS PRAIMPLANTASI

Perkembangan polymerase chain reaction (PCR) telah membawa revolusi

dalam molekuler genetik, teknik ini dapat menggandakan / mengkopi jutaan

target segmen DNA. Dimasa mendatang teknik ini bila dikombinasi dengan

teknik fertilisasi invitro akan membantu diagnosis prenatal terhadap pasangan

dengan risiko penyakit keturunan, dimana dengan pemeriksaan amniosintesis

atau villi korialis saja masih sulit untuk menetapkan keputusan diteruskan atau

tidaknya suatu kehamilannya. Kebanyakan wanita hamil akan mengharapkan

janinnya tumbuh lengkap dan tidak mempunyai karier, tetapi untuk itu

memerlukan beberapa teknologi yang dapat melakukan skrining terhadap

embrio sebelum terjadinya implantasi.2

Teknologi untuk diagnosis genetik preimplantasi ini dimungkinkan karena

adanya perkembangan didalam fertilisasi invitro, sebelum dilakukan transfer

embryo kedalam kandungan sebagian sel zygot dibiopsi untuk analisa kromosom

atau DNA. Sel-sel embrio ini dapat berasal dari polar body, blastomere atau

trophectoderm, dengan demikian hanya embrio dengan material genetik yang

diprediksi tidak terdapat kelainan akan dilakukan implantasi.1, 2

Setiap metode ini mempunyei keuntungan dan kerugian tergantung

derajat kesulitan dan kejadian kelainan tersebut dalam kehamilan. Kesalahan

dalam diagnosis akan membahayakan terutama karena hanya satu sel yang

dianalisa. Biopsi seperempat dari embrio pada hari ke 3 setelah fertilisasi

(sekitar stadium 12 sel) merupakan teknik diagnosis praimplantasi yang paling

memungkinkan untuk dilakukan.2

SEL JANIN DALAM SIRKULASI MATERNAL

Sejak tahun 1950 berbagai jenis sel janin telah ditemukan dalam dalam

sirkulasi maternal. Dengan teknologi PCR, sekarang telah diketahui bahwa

hampir semua wanita mempunyai sedikit sel –sel janin dalam aliran darahnya.

Bila sel-sel janin ini dapat dianalisa untuk diagnosis prenatal maka prosedur

yang invasif sudah tidak diperlukan lagi. 1

15

Page 16: Diagnosis Prenatal

Untuk mengidentifikasi sel-sel janin, telah dikembangkan antibodi

monoclonal terhadap berbagai antigen sel janin meliputi antibodi terhadap

trofoblas, antigen permukaan sel eritrosit janin dan antigen HLA paternal.2

Teknik analisa genetik yang juga dipakai untuk isolasi sel janin dari

maternal sirkulasi adalah PCR dan insitu hibridisasi. Terhadap sel-sel janin yang

diisolasi telah dilakukan pemeriksaan untuk penyakit autosom resesif seperti -

thalasemia. Juga telah dilakukan karyotype sel janin dengan teknik FISH.

Bianchii dkk (1997) melaporkan bahwa pada janin dengan aneuploidy ditemukan

peningkatan jumlah sel-sel janin dalam sirkulasi maternal sebesar 6 kali.

Penelitian multisenter yang disponsori oleh National Institutes of Health

diharapkan dapat menyempurnakan teknik untuk aplikasi yang lebih luas.1, 2

Ringkasan

Telah dibicarakan secara singkat mengenai beberapa teknik pemeriksaan untuk

diagnosis prenatal yang dapat dipakai untuk mendeteksi kelainan pada janin

sejak dalam rahim bahkan pada masa sebelum implantasi.

16

Page 17: Diagnosis Prenatal

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins Gea.

Prenatal diagnosis and therapy. In: Williams Obstetrics. 21 st ed. New York:

McGraw Hill; 2001. p. 973-1003.

2. Rossiter J, Blakemore K. Fetal genetic disorders. In: Winn H, Hobbins J,

editors. Clinical maternal-fetal medicine. 1 st ed. New York: Parthenon

Publishing Group; 2000. p. 783-98.

3. Jenkins T, Wapner R. Prenatal diagnosis of congenital disorders. In: Creasy

R, Resnik R, Iams J, editors. Maternal fetal medicine. 5 th ed. Philadelphia:

WB. Saunders; 2004. p. 235-73.

4. Rodeck C, Pandya P. Prenatal diagnosis of fetal abnormalities. In:

Chamberlain G, Steer P, Breat G, Chang A, Johnson M, Neilson J, editors.

Turnbull's obstetrics. 3 rd ed. London: Churchill Livingstone; 2001. p. 169 -

96.

5. Overton T, Fisk N. Amniocentesis. In: James D, Steer P, Weiner C, Gonik B,

editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New York: W.B

Saunders; 2000. p. 215-23.

6. Holzgreve W, Miny P. Chorionic villus sampling and placental biopsy. In:

James D, Steer P, Weiner C, Gonik B, editors. High risk pregnancy

management option. 2 nd ed. New York: W.B Saunders; 2000. p. 207-13.

7. Soothill P. Fetal blood sampling before labor. In: James D, Steer P, Weiner C,

Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New

York: W.B Saunders; 2000. p. 225-33.

17