diajukan kepada fakultas syariah dan hukum untuk …...12. sahabat-sahabat 5 menara tambah 1, firda...
TRANSCRIPT
MOBILISASI ULAMA TERHADAP KONTESTASI PEMILIHAN
KEPALA DESA (STUDI KASUS PEMILIHAN KEPALA DESA ZED
KECAMATAN MENDO BARAT TAHUN 2017)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Fatma Agustina
NIM. 11150450000010
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2019 M
iv
ABSTRAK
Fatma Agustina. NIM 11150450000010. Mobilisasi Ulama terhadap
Kontestasi Pemilihan Kepala Desa (Studi Kasus Pemilihan Kepala Desa Zed
Kecamatan Mendobarat Tahun 2017). Skripsi Strata Satu (S1) Jurusan Hukum
Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan bentuk mobilisasi serta pengaruh
ulama kepada masyarakat dalam kontestasi pemilihan Kepala Desa Zed Istilah
ulama merupakan orang ‘alim yang memiliki atribut ‘ilm sebagai suatu kekuatan
yang berakar kuat dalam ilmu pengetahuan literatur. Oleh karena itulah, secara
etimologis ulama kemudian diartikan sebagai seorang pakar yang memiliki
pemahaman tinggi tentang Ilmu-ilmu agama (‘ulum al diniyah) yang mempunyai
Hak-hak istimewa (Priveleges) di mata masyarakat. Ulama memperoleh hak
istimewa dikarenakan ulama mempunyai tugas sebagai pelaksana hukum fiqih
terhadap masyarakat sekaligus sebagai penanggung jawab dalam pengajaran Ilmu-
ilmu agama dan pelestarian praktek-praktek ortodoksi keagamaan para
penganutnya. Hal ini yang menimbulkan kultur taklid masyarakat kepada ulama
karena menilai apa yang disampaikan ulama adalah kebenaran sehingga,
timbullah dimensi kekuasaan patrimonial yang dimiliki oleh ulama.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif di dukung oleh
data-data dengan format yang bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan
berbagai kondisi, sebagai situasi, atau berbagai fenomena yang timbul di
masyarakat yang menjadi objek penelitian berdasarkan apa yang terjadi.
Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sumber data
sekunder. Sumber data primer yaitu dengan mendapatkan melalui wawancara
infrorman ulama, calon kandidat serta tokoh masyarakat. Sumber data sekunder
merupakan data tambahan yang diperoleh dalam bentuk tertulis berkaitan dengan
letak geografis, demografis dan kehidupan sosial budaya, keagamaan, pendidikan,
adat istiadat dan ekonomi pada masyarakat Desa Zed.
Dari hasil analisis data yang terkumpulkan disimpulkan bahwa Bentuk mobilisasi ulama terhadap kontestasi pemilihan Kepala Desa Zed Tahun 2017
adalah lebih kepada bidang keagamaan dengan menggunakan fasilitas ibadah
seperti khutbah jum’at, pengajian majelis ta’lim, jamaah masjid baik laki-laki
maupun prempuan, pengajian para pemuda-pemudi desa, serta mendekatkan
masyarakat secara individualis. Adapun faktor-faktor Pengaruh dari mobilisasi
ulama terhadap kontestasi pemilihan Kepala Desa Zed Kecamatan Mendo Barat
Kabupaten Bangka terhadap partisipasi politik masyarakat Desa Zed Kecamatan
Mendo Barat adalah Pertama, sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan
ekonomis, Kedua, ingin memiliki peran dalam pemerintahan Desa, Ketiga,
sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan bagi penyesuaian.
Kata kunci: Ulama, Partisipasi Politik, Masyarakat.
Pembimbing : Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag, M.Si
Daftar Pustaka : 2000 s.d 2014
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. Tuhan semesta
alam, yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan kepada penulis.
Sehingga atas karunia pertolongan-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul: Mobolisasi Ulama terhadap Kontestasi Pemilihan Kepala
Desa(Studi kasus Pemilihan Kepala Desa Zed Kecamatan Mendobarat), sebagai
salah satu syarat untuk menyelasaikan studi pada Program Studi Hukum Tata
Negara Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan seluruh
umatnya.
Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan motivasi
dari berbagai sehingga segala kesuliatan dan hambatan dapat diatas dan tentunya
dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali
ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Umar Lubis, M.A, Rektor Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H.,MA., M.H Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Sri Hidayati,M.Ag dan Masyrofah, M.Si Ketua dan Sekretaris Program
studi Hukum Tata Negara.
4. Hj.Masyrofah,S.Ag,M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk mengarahkan dan memotivasi
selama membimbing penulis.
5. Seluruh Dosen di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang berharga kepada penulis beserta seluruh staf dan
karyawan yang telah memberikan pelayanan terpadu selama kuliah di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Terima kasih banyak kepada kedua orang tua saya, bapak Puad dan Ibu
Siti Batto yang selalu mendoakan penulis dan selalu memberikan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan.
7. Kakak-kakak kandung dan keponakan-keponakan dikampung yang selalu
memberikan semangat dan selalu memberikan dukungan kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Ayahanda Suharjono selaku kepala Desa Zed dan beserta Staf
Pemerintah Desa Zed yang senantiasa telah memberikan waktu untuk bisa
vi
di wawancarai dan serta Informasi Data-data Desa dalam mengumpulkan
Data-data Desa.
9. Ust. Zainan, Ust. M.Ma’ruf, Ust Ali Akbar, dan H. Saidi yang telah
memberikan waktu untuk bisa di wawancarai serta bimbingan nasehat dan
sarannya dalam melakukan wawancara.
10. Terima kasih banyak kepada sahabat-sahabat terkhusus Firda Aulia dan
Helma Suryani yang selalu memberikan semangat dan motivasi serta doa
kepada penulis dalam menyelesaikan Skripsi.
11. Kakak Syamsul Maarif, kak Rati Juliana dan kak Nurma Oktaviany yang
selalu mendoakan dan memberi semangat serta berpatisipasi dalam
penulisan skripsi.
12. Sahabat-sahabat 5 menara tambah 1, Firda Aulia, Nana Andriyana, Siti
Rofiqoh, Badriyah dan juga Andhika Tiara, yang selalu memberikan
motivasi serta doanya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
13. Sahabat-sahabat seperjuangan penulis, Lesnida Borotan, Tarmizi
Kabalmay, Ahmad Nubli, Muhammad Ridwan, dan Azka Febriawan dan
teman-teman Hiqma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
14. Teman-teman Hukum Tata Negara angkatan 2015 dan KKN Formicidae
19 2018 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
15. Para polisi wanita bhayangkara Jakarta Selatan, Bripda Widia, Bripda Esa,
Bripda Nazah, Bripda Delvian, Bripda Melin, Bripda Yayu, dan Keluarga
besar Mumtaz Islamic Mentoring yang telah memberikan semangat serta
doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Tanpa mengurangi rasa hormat, kepada seluruh pihak yang telah banyak
memberikan inspirasi juga dukungan kepada penulis untuk mencapai cita-cita
yang telah diimpikan dan telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung dalam penulisan skripsi ini. Semoga segala kebaikan akan diganjar
dengan pahala yang berlipat ganda oleh Allah Swt.
Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 2 September 2019
Penulis
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii
ABSTRAK .............................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah, Pembatasan, dan Rumusan Masalah.......................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 5
D. Review Studi Terdahulu ............................................................................... 6
E. Metode Penelitian ......................................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan .................................................................................. 12
BAB II KONSEP PARTISIPASI POLITIK ULAMA
A. Definisi dan Tipologi Ulama ........................................................................ 13
B. Tanggung Jawab Ulama dan Fungsi Ulama ................................................ 17
C. Pengaruh Ulama Serta Partisipasi Politik Masyarakat ............................... 24
D. Definisi Mobilisasi Ulama ........................................................................... 26
E. Definisi Politisasi Agama ............................................................................. 28
BAB III PENGARUH MASYARAKAT TERHADAP PEMILIHAN
KEPALA DESA ZED
A. Profil Singkat Desa Zed ............................................................................... 32
B. Karakter Masyarakat Desa Zed .................................................................... 35
C. Realitas Mobilisasi Ulama terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat
dalam Pemilihan Kepala Desa Zed .............................................................. 38
BAB IV RESPON DAN ANALISIS MOBILISASI ULAMA
TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DESA ZED TAHUN 2017
A. Analisis Mobilisasi Ulama Terhadap Kontestasi Pemilihan Kepala
Desa
tahun 2017 .................................................................................................... 44
B. Analisis Faktor-Faktor Pengaruh Mobilisasi Ulama Terhadap
Kontestasi Pemilihan Kepala Desa Tahun 2017........................................... 52
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. 60
B. Saran ............................................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 62
LAMPIRAN ............................................................................................................. 66
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan kyai di tengah-tengah masyarakat pada umumnya melakukan
banyak peran. Mereka dapat sebagai pendidik agama, pemuka agama, pelayan
sosial dan sebagian sosial ada yang melakukan peran politik. Sebagai pendidik
agama, kyai biasanya memiliki pondok pesantren, di mana sehari-hari mereka
mengajarkan agama kepada para santrinya.1
Kyai sebagai pemuka agama, bertindak sebagai pemimpin kegiatan ibadah
seperti sholat, khutbah, doa, puasa, zakat dan haji. Sedangkan dalam politik,
mereka melakukan perannya yang terkait dengan kepentingan umum baik melalui
partai politik secara langsung atau tidak langsung maupun lewat saluran-saluran
lain yang bisa dilakukan.2
Keterlibatan para kyai dalam lingkungan masyarakat memberikan beberapa
perubahan-perubahan situasional menyangkut pilihan politik yang terjadi, secara
umum dapat dikemukakan ada dua model kyai. Pertama, model yang memilih
diam dan lebih memperhatikan lembaga pendidikan (dakwah) yang dimilikinya,
dari pada terlibat langsung dalam urusan sosial politik yang dapat menghancurkan
lembaga dakwah tersebut. kyai type ini, harus bersikap hati-hati. Kedua, dengan
model berbagai perubahan sosial politik yang terjadi di masyarakat. Perubahan
bagi kyai merupakan tawaran nilai dari sesuau yang baru, kemungkinan besar bisa
memberikan hal-hal yang lebih baik dari nilai-nilai yang lama. Sehingga dengan
demikian kyai bisa saling bekerja sama dengan instansi politik.3
1Imam Suprayogo, Kyai dan Politik, (Malang: UIN Malang Preaa,2009). H. 4
2Imam Suprayogo, Kyai dan Politik, (Malang: UIN Malang Preaa,2009). H. 5
2
Sikap ini membuat para kyai lebih berani untuk terjun pada perubahan
sosial politik yang terjadi. Perubahan sosial politik dengan cara ini bisa tetap
berjalan dalam jalur yang aman tidak terpaku dengan tradisi yang telah
berkembang. Kyai tipe ini cenderung agresif dan termasuk ikut terlibat dalam
partai-partai politik.
Kemudian Kyai bagi umat beragama, khususnya di pedesaan
kedudukannya sangat sentral. Pemuka agama ini dijadikan sebagai panutan dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan, karena di pandang memiliki kelebihan-kelebihan
yang bersifat transeneden, pemuka agama atau kyai amat dihormati dan memiliki
kharisma.4
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ulama adalah pewaris
yang ahli dalam pengetahuan agama Islam. Terdapat pengertian ulama dari
berbagai sumber diantaranya adalah ulama merupakan hamba Allah yang memiliki
ciri-ciri tertentu, menjadi pewaris para nabi, pemimpin dan panutan,
mengembankan amanah Allah, penerang bumi, pemelihara, kemaslahatan dan
kelestarian hidup manusia.5
Desa Zed merupakan salah satu desa yang terletak di kawasan hutan
lindung yang banyak terdapat perkebunan serta tanaman rempah-rempah, tanaman
kelapa sawit, ladadan lain sebagainya. Desa Zed berpenduduk mayoritas beragama
Islam. Dengan kultur masyarakat yang mayoritas beragama Islam maka budaya
Islam memengaruhi kehidupan dalam kegiatan masyarakatnya. Hal ini dibuktikan
ketika masyarakat Desa Zed melakukan suatu kegiatan pembangunan atau
kegiatan-kegiatan penting lainnya baik sebelum maupun sesudahnya, masyarakat
Desa Zed selalu mengadakan acara keagamaan seperti hari-hari besar dalam Islam
3Nurlatifah Nasir, “Kyai dan Islam dalam Mempengaruhi Prilaku Memilih Masyarakat
KotaTasikmalaya”, Jurnal Politik Profetik, VI, 2 (Agustua, 2015), h. 32.
4Imam Suprayogo, Kyai dan Politik, (Malang: UIN Malang Press,2009). h. 289.
5http://kbbi.web. Id/ulama, diakses pada tanggal 27 Juli 2019.
3
yang bermanfaat besar bagi kalangan masyarakat terutama pada anak-anak, remaja
dan seluruh masyarakat.
Pengaruh budaya Islam yang besar ini, telah memengaruhi kepatuhan dan
kepercayaan masyarakat kepada salah satu kepimpinan yaitu tokoh ulama.Tokoh
ulama lebih dipercaya dan dipatuhi oleh masyarakat daripada kepala Desa. Bukan
hanya di masalah pembangunan, tetapi juga dalam keikutsertaan masyarakat dalam
menentukan hak suara pada pemilihan umum. Sedangkan dalam politik, mereka
melakukan perannya yang terkait dengan kepentingan umum baik melalui partai
politik secara langsung atau tidak langsung maupun lewat saluran-saluran lain
yang bisa dilakukan.6
Sebagai contoh ketika diadakan pemilihan Kepala Desa Zed pada Tahun
2017 mayoritas pemilih adalah masa yang di mobilisasi oleh ulama tertentu yang
condong kepada salah satu kepala desa. di Desa Zed ada beberapa tokoh-tokoh
ulama yang sangat vokal dalam memengaruhi suara masyarakat, karena di Desa
Zed ada beberapa ulama denga tipe masing-masing dari berbagai latar belakang,
ada yang menjadi pengasuh pesantren, ada yang sebatas sebagai pengajar majelis
ta’lim dan juga ulama yang berperan sebagai imam masjid, dari latar belakang
masing-masing ulama tersebut, mereka mempunyai komposisi masa yang besar
sehingga hal ini juga dapat di jadikan sebagai faktor pendukung suara untuk
memenangkan salah satu calon kepala Desa Zed. Selain itu tokoh ulama dipercaya
oleh masyarakat Desa Zed sebagai seorang yang selalu mendekatkan diripada sang
pencipta. Oleh karena itu masyarakat lebih mempercayai tokoh ulama yang
terhindar dari perbuatan tercela dan menyesatkan.
Ulama dan tokoh masyarakat tidak dapat dipisahkan, karena dua hal ini
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup dalam bermasyarakat, dapat dikatakan
bahwa dalam bermasyarakat memiliki keanekaragaman kepribadian yang dimiliki
6Imam Suprayogo, Kyaidan Politik,.hl,.4.
4
seseorang, begitu juga dalam memilih ulama biasanya masyarakat mengikuti
ulama yang benar-benar mereka anggap sebagai motivasi hidup dalam kegiatan
beribadah, namun tidak menjauhkan ulama-ulama yang lain. Desa Zed memiliki
beberapa Tokoh Ulama yang diikuti oleh masing-masing warga masyarakat,
begitupun dalam pemilihan Kepala Desa masyarakat akan mengikuti masing-
masing Ulama yang secara tidak langsung berpolitik dalam kegiatan keagamaan,
seperti menggunkan media dakwah, atau berkomunikasi secara langsung dengan
sistem silaturrahmi ketempat Ulama, hal ini sangat mempengaruhi dalam
pemilihan Kepala Desa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti sangat tertarik untuk
mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan peran ulama dalam pemilihan
dalam pemilihan Kepala Desa Zed, dengan demikian dapat dirumuskan dengan
judul peneltian sebagai berikut “Mobilisasi Ulama terhadap Kontestasi
Pemilihan Kepala Desa, (Studi Kasus Pemilihan Desa Zed Kecamatan
Mendobarat Kabupaten Bangka Tahun 2017 ).
B. Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Upaya ulama dalam memerankan perannya sebagai pemuka agama
sehingga terjadinya beberapa permasalah dalam situasi kehidupan perubahsan
sosial masyarakat. Adapun identifikasi masalah yang penulis dapatkan dalam
penelitian antara lain :
a. Strategi ulama kurang optimal dalam meningkatkan kesadaran masyarakat Desa
Zed dalam kontestasi Pemilihan Kepala Desa Zed.
b. Masyarakat belum merasakan manfaat ulama dalam memerankan perannya
sebagai memobilisasikan masyarakat dalam kontestasi pemilihan Kepala Desa
Zed.
c. Kurang efektifnya ajakan ulama dalam mempengaruhi masyarakat Desa Zed,
untuk memenangkan salah satu calon kandidat Kepala Desa Zed.
5
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka masalah ini hanya
dibatasi pada Mobilisasi Ulama terhadap Kontestasi Pemilihan Kepala Desa Zed
Tahun 2017, dengan fokus penelitian pada bentuk dan pengaruh mobilisasi ulama
terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa Zed.
3. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang sudah penulis uraikan diatas, maka
pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana bentuk mobilisasi dalam kontestasi pemilihan Kepala Desa Zed ?
b. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi ulama terhadap tingkat
partisipasi masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa Zed?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian,ini penulis memiliki tujuan diantaranya :
a. Menjelaskan konsep dan strategi mobilisasi ulama dalam kontestasi pemilihan
Kepala Desa Zed yang berkaitan dengan pemahaman dari tokoh ulama mengenai
mobilisasi ulama itu sendiri terhadap pemenangan kandidat Kepala Desa Zed.
b. Menjelaskan dampak positif dari pengaruh mobilisasi ulama terhadap tingkat
partisipasi masyarakat serta respon calon kandidat kepala desa mengenai
mobilisasi ulama dalam kontestasi pemilihan Kepala Desa Zed.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Secara akademik, hasil penelitian akan menambah wawasan dan pengetahuan
penulis dan pembaca tentang politik dan hokum mengenai mobilisasi ulama
terhadap kontestasi pemilihan kepala desa.
b. Manfaat teoritis, memberikan sumbangan pemikiran di bidang Hukum Tata
Negara, berkaitan dengan politik hukum dalam pilkada, memperluas dan
mengembangkan ilmu pengetahuan hukum yang menjadi rujukan bagi
penelitian-penelitian selanjutnya. Sebagai pengetahuan tambahan untuk dibaca
6
oleh masyarakat pada umumnya da n dipelajari lebih lanjut oleh kalangan hukum
pada khususnya.
c. Secara praktis, hasil penelitian ini akan menambah hasil inventarisasi kekayaan
dan intelektual di lingkungan akademik UIN Syarif Hidayatullah di fakultas
syariah dan hukum khususnya melalui hasil penelitian penulis mengenai
mobilisasi ulama terhadap kontestasi pemilihan kepala desa.
D. Review Studi Terdahulu
Dalam rangka mendukung penelitian ini, peneliti telah berusaha melakukan
penelusuran terhadap berbagai karya-karya ilmiah baik berbentuk buku, jurnal dan
sebagainya yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini. Adapun hasil
penelitian yang peneliti dapatkan antara lain :
Skripsi karya Akbar Faqih Maula Nahdli Mahasiswa Fakultas Ilmu Politik
dan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berjudul “Keterlibatan Ulama
dalam Politik”(Studi terhadap Peran Ulama dalam Kemenangan Idris Pradi pada
pemilukada kota depok tahun 2015). Penelitian ini adalah mengenai bahwa adanya
keterlibatan dan pengaruh ulama dalam pemenangan pasangan Idris dan Pradi
pada pilkada kota depok tahun 2015. Ada beberapa ulama yang terhimpun dalam
MUI yang melakukan mobilisasi umat untuk memenangkan pasangan Idris dan
Pradi pilkada kota Depok tahun 2015.
Berbeda dengan penulis, dalam penelitian yang dibahas adalah penulis hanya
menfokuskan pada mobilisasi ulama secara langsung terhadap masyarakat Desa
Zed, masing-masing ulama tidak hanya memenangkan salah satu calon saja, tetapi
masing-maisng ulama mempunyai dukungan calon kandidat. Selain itu berbeda
dengan penulis, saudara akbar hanya ingin mengetahui sejauh mana keterlibatan
ulama dalam kemenangan pasangan Idris dan Pradi.
Skripsi karya Muhammad Dafan Inanda Mahasiswa Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berjudul “Pengaruh Ulama
terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Kraksan (Studi Kasus pada Pilkada
Kabupaten Probolinggo Tahun 2008). Penelitian ini adalah mengenai tingginya
7
tingkat partisipasi politik masyarakat dan pengaruh ulama terhadap tingkat
partisipasi politik masyarakat kraksan pada pilkada kabupaten Probolinggo tahun
2008. Saudara Dafan juga menggunakan jenis penelitian kualitatif yang didukung
oleh data-data yang bersifat kuantitatif.
Berbeda dengan penulis, penulis hanya memfokuskan pada bentuk
mobilisasi ulama terhadap masyarakat Desa Zed. Selain itu, penulis sendiri
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan format deskriptif dalam bentuk
Field Research merupakan penelitian lapangan.
Skripsi karya Ahmad Mikail Mahasiswa Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu
Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berjudul “Ulama Sebagai Kekuatan
Politik (Peran Ulama Nahdlatul Ulama dalam Kemenangan Ipong muchlissoni di
Pilkada Langsung Kabupaten Ponorogo 2015). Penelitian ini adalah mengenai
teori prilaku memilih dan memilih rasional, yaitu bahwa anggota dewan syuriah
PCNU Kabupaten Ponorogo berhasil memengaruhi dan meyakinkan para pemilih
di kabupaten ponorogo yang sebagian besar adalah seorang Nahdliyin untuk
memilih Ipong Muchlissoni sebagai Bupati mereka selanjutnya.
Berbeda dengan penulis sendiri, dalam penelitian yang dibahas penulis
hanya memfokuskan untuk memaparkan tentang pengaruh ulama terhadap
masyarakat dalam kontestasi pemilihan Kepala Desa Zed, sebagaimana fungsi
ulama yang menjadi panutan bagi masyarakat, sehingga tinggi partisipasi
masyarakat dalam memilih Kepala Desa Zed.
Dengan melihat penelitian terdahulu di atas, maka penulis merasa perlu
melakukan penelitian lebih lanjut tentang bentuk mobilisasi ulama dan pengaruh
mobilisasi dlaam pemilihan Kepala Desa Zed Kecamatan Mendobarat Tahun
2017.
E. Metode Penelitian
Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini, maka
penting bagi penulis untuk menyusun metode yang nanti akan digunakan sebagai
petunjuk dalam melakukan penelitian, yang meliputi prosedur dan alat yang
8
digunakan peneliti7 dengan tujuan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan
Mobilisasi Ulama terhadap kontestasi pemilihan Kepala Desa pada Desa Zed
Kecamatan Mendobarat Kabupaten Bangka Tahun 2017. Adapun metode
penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami
oleh Subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu
konteks khusus yang alamiah dan menggunakan metode yang alamiah.8 Pada
penelitian ini yaitu untuk menjelaskan tingkat partisipasi masyarakat dan pengaruh
kepemimpinan ulama terhadap partisipasi politik masyarakat Desa Zed Kecamatan
Mendobarat.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu untuk
menjelaskan tingkat partisipasi masyarakat dan pengaruh kepemimpinan ulama
terhadap partisipasi politik masyarakat Desa Zed Kecamatan Mendobarat.
Penelitian ini di dukung oleh data-data dengan format deskriptif dalam bentuk
Field Research merupakan penelitian lapangan atau penelitian di lapangan9.
Bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, sebagai situasi, atau
berbagai fenomena yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian
berdasarkanapa yang terjadi.10
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
7Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 1993, Cet. Kedua), h. 24.
8LexyJ. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitataif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013),
h. 06.
9Bungaran Antonium Simanjuntak, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta: Pustaka Obor
Indonesia, 2014) h. 12.
9
pendekatan sosiologis untuk memperoleh data yang yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dikaji.
2. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
a. Data primer
Data Primer dalah data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh
peneliti dari sumber pertama atau utama, Menurut Lofland sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain.11
Data primer tersebut merupakan data
utama dari hasil penelitian di lapangan, wawancara dan dokumentasi yang
dilakukan oleh peneliti berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji, yang
diamati atau diwawancarai, dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman
video/audio tapes, pengambilan foto yang digunakan oleh peneliti.
Data ini peneliti dapatkan melalui wawancara kepada informan Ulama,
calon kandidat serta tokoh masyarakat. Data primer tersebut merupakan data
utama dari hasil pengamatan, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan oleh
peneliti berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji. Metode ini digunakan
untuk mendapatkan data dan informasi tentang besar pengaruh ulama terhadap
masyarakat dalam pemilihan kepala desa, Hal ini dilakukan dengan cara tanya
jawab secara langsung dengan ulama yang benar-benar berpatisipasi dengan
memobilisasi masyarakat dalam pemilihan Kepala Desa Zed.
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan, diolah dan disajikan olah
pihak lain, yang biasanya dalam bentuk-bentuk publikasi atau jurnal. dokumen
atau sumber tertulis, foto dan data statistik. Data sekunder merupakan data
10
Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2004) h.36.
11
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitataif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), h. 157.
10
tambahan yang diperoleh dalam bentuk tertulis berkaitan dengan letak geografis,
demografis, dan kehidupan sosial budaya, keagamaan, pendidikan, adat istiadat
dan ekonomi, pada masyarakat Desa Zed.
Adapun data sekunder dari penelitian ini adalah semua bahan yang
memberikan penjelasan mengenai data primer berupa tulisan-tulisan, baik dalam
bentuk buku, jurnal, artikel, maupun melalui informasi media internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk teknik pengumpulan data yang akan penulis gunakan dalam penelitian
ini, menggunakan tekhnik observasi atau pengamatan, wawancara, dan
dokumentasi, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
a. Wawancara
Pada penelitian ini penulis menggunakan tekhnik wawancara, yaitu penulis
akan melakukan tanya jawab antara pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan.12
Yang berkaitan dengan bentuk dan pengaruh mobilisasi Ulama
terhadap kontestasi pemilihan kepala desa, dimana peneliti akan mewawancarai
secara langsung tokoh Ulama, Tokoh masyarakat dan Calon kandidat dengan
menggunakan tehnik tehnik indept interview (wawancara mendalam) atau
wawancara tak terstruktur.
Dalam hal ini proses wawancara dilakukan secara terbuka disebut juga
wawancara terbuka (open interview) yaitu subjeknya tahu bahwa mereka sedang
diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud dan tujuan wawancara itu.13
Dalam hal ini peneliti akan mewawancara langsung pihak-pihak yang terkait
permasalahan yang akan dikaji.
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitataif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), Hlm. 186.
13
LexyJ. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitataif, (Bandung: RemajaRosdakarya, 2013),
Hlm. 189.
11
b. Observasi atau pengamatan
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, maka peneliti menggunakan
tehnik observasi atau pengamatan yaitu tekhnik pengumpulan data yang
mengharuskan peneliti turun kelapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan
ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan
perasaan, yang diamati oleh peneliti hal-hal yang terkait dan relevan dengan data
yang dibutuhkan.14
Dalam melakukan observasi, peneliti akan mencatat data yang
terjadi dilapangan, berupa catatan lapangan yang peneliti dapatkan baik berupa
hasil wawancara maupun hasil observasi yang berkaitan dengan latar belakang
informan, yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dikaji yaitu Mobilisasi
Ulama terhadap kontestasi pemilihan Kepala Desa Zed tahun 2017 di Kecamatan
Mendobarat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan tehnik akhir yang digunakan untuk pengumpulan
data dalam penelitian ini. Untuk melakukan proses dokumentasi maka
membutuhkan dokumen, record, foto. Dokumen tertulis baik berupa buku, arsip-
arsip dan karya-karya orang lain yang dibutuhkan peneliti, serta data dari observasi
atau pengamatan dan wawancara berupa data catatan harian, gambar atau
kumpulan foto,15
4. TeknikAnalisis Data
Untuk menganalisis data penelitian dipergunakan metode kajian secara
kualitatif dari berbagai data yang telah terkumpul. Dalam menganalisis data
penelitian ini penulis menggunakan tehnik deskriptif analisisyaitu dengan
menggambarkan beberapa data yang di kumpulkan, yaitu data yang diperoleh dari
hasil wawancara, serta dari pihak masyarakat Desa Zed terkait dengan masalah
14
Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), Hlm. 63.
15
Lexy J. Moleong, h. 216
12
penelitian, selanjutnya dilakukan analisa terhadap data yang telah terkumpul
dengan tujuan memperoleh suatu kesimpulan dalam penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini merupakan karya ilmiah, maka peneltian ini disusun menjadi
bab-perbab denagn tujuan untuk memudahkan dalam menarik sebuah kesimpulan
dengan tetap mengacu pada inti permasalahan. Oleh karena itu, masing-maisng
bab tersebut masih mmepunyai korelasi dengan tema yang dibahas menjadi satu
kesatuan.
Adapun uraian sistem penyusunan penelitian adalah sebaagi berikut :
Bab I terdiri dari pendahuluan pada Bab ini dibahas Latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II konsep partisipasi politik ulama, pada Bab ini membahas tentang
kajian konsep ulama dan politik. Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka seputar
konsep ulama, meliputi definisi ulama, tipologi ulama, peran fungsi dan
tanggung jawab ulama, pengaruh ulama, pasrtisipasi politik masyarakat Desa
Zed, pengertian Mobilisasi serta pengertian politisasi ulama.
Bab III berisi pengaruh masyarakat terhadap pemilihan kepala Desa Zed,
pada bab ini, membahas tentang Pilkades Desa Zed kecamatan mendobarat tahun
2017, karakteristik desa, karakter masyarakat desa, tipologi desa, realitas
mobilisasi ulama Desa Zed dalam kontestasi pemilihan kepala desa.
Bab VI membahas tentang analisis hasil penelitian , yaitu analisis tentang
mobilisasi ulama dalam kontestasi pilkada di Desa Zed, serta hasil dari analisis
faktor-fatktor mobilisasi ulama terhadap tingkat pasrtisipasi masyarakat dalam
pemilihan Kepala Desa Zed.
Bab V yaitu penutup terdiri dari kesimpulan akhir dan saran- saran yang
berkenaan dnegan pembahasan penelitian ini.
13
BAB II
ULAMA DAN POLITIK
A. Definisi dan Tipologi Ulama
lstilah ulama adalah bentuk jamak dari kata benda (fail) bahasa Arab
‘alim artinya orang yang tahu, orang memiliki ilmu agama, atau orang
memiliki ilmu pengetahuan, kata‘alim berasal dari kata kerja ‘alima yang
berarti “mengetahui atau “berpengetahuan tentang agama. Sedangkan ‘alim
adalah seorang yang memiliki atribut ‘ilm sebagai suatu kekuatan yang berakar
kuat dalam ilmu pengetahuan dan literatur. Oleh karena itulah, secara
etimologis ulama diartikan sebagai seorang pakar yang memiliki pemahaman
tinggi tentang ilmu-ilmu agama (‘ulum al diniyah) yang mempunyai hak-hak
istimewa (privileges) di mata masyarakat. Ulama memperoleh hak istimewa
dikarenakan ulama mempunyai tugas sebagai pelaksana hukum fiqih terhadap
masyarakat disamping tetap penanggung jawab dalam pengajaran ilmu-ilmu
agama dan melestarikan praktek-praktek ortodoksi keagamaan para
penganutnya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan kultur taklid masyarakat
kepada ulama karena menilai apa yang disampaikan ulama adalah kebenaran
sehingga kemudian timbullah dimensi kekuasaan patrimonial yang dimiliki
oleh ulama.1Seorang ulama tumbuh dan berkembang yakni umat Islam.
Secara terminologis ulama adalah orang yang tahu atau orang yang
memiliki ilmu agama dan ilmu pengetahuannya tersebut memiliki rasa takut
untuk tunduk kepada Allah SWT. Oleh kalangan awam Indonesia, pengertian
ulama kerapkali dikesankan berubah menjadi tunggal (mufrad), untuk itu kata
ulama sering digunakan, meskipun digunakan untuk menunjuk orang yang
dikatagorikan sebagai alim. Dari segi istilah pengertian ulama juga sering
disempitkan karena diartikan sebagai orang yang memiliki pengetahuan dalam
bidang fiqih, di Indonesia identik dengan fukaha, bahkan dalam pengertian
sehari-hari diartikan sebgaai fukaha dibidang ibadah saja. Hal ini terpengaruh
1Wasisto Raharjo Jati. “Ulama dan Pesantren Dinamika Politik dan Kultur Nahdatul
Ulama”, Ulul Albab, , 13, 1, (Tahun 2012), h. 97.
14
dengan tradisi masa lalu yaitu pada akhir abad ke 19 atau awal abad ke 20
dimana ulama diidentikan dengan kiai di pesantren yang kebanyakan keahlian
dibidang fiqih saja.2
Dalam pengertian lain kata Kyai juga berasal dari bahasa Jawa kuno.
Kyai-kyai artinya orang yang di hormati. Sedangkan dalam pemakaiannya
dipergunakan untuk: Pertama, benda atau hewan yang di keramatkan seperti
kiai plered (tombak), Kedua, orang tua pada umumnya, Ketiga orang yang
memiliki keahlian dalam agama Islam, yang mengajar santri di pondok
pesantren. Sedangkan secara terminologis pengertian kyai adalah “pendiri atau
pemimpin sebuah pesantren yang sebagai muslim“terpelajar” telah
membaktikan hidupnya “demi Allah” serta menyebarluaskan dan mendalami
ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui pendidikan Islam.3
Dalam perspektif Al-Qur‟an ada beberapa sebutan yaitu ulama‟, Ulul ilm,
arrasikhunfil’ilm, Ahludzikr dan UlulAlbab. Kata Ulama disebut dua kali
dalam Al-Qur‟an yang terdapat pada surat Asy Syura ayat 197. Firman Allah
dalam Surat Asy Syura ayat 197
Artinya: Dan Apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa Para ulama
Bani Israil mengetahuinya.
Allah berfirman dalam Al-Qur‟an surat Fathir ayat 28, berbunyi:
2Moch Eksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchith Muzadi, (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2000, Cet. Pertama), h. 1.
3Moch Eksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchith Muzadi ,h.,1.
15
Artinya: Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan
binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama.
Berdasarkan pada firman Allah SWT dalam ayat tersebut, yang
dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orang yang mengetahui
kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Kata Ulama dalam surat Asy Syuraa
untuk menyebutkan Bani Israil yang mengetahui untuk diturunkannya Al-
Qur‟an pada Nabi Muhammad SAW dari kitab mereka. Sedangkan dalam surat
Fathir istilah Ulama dipergunakan untuk menyebut hamba-hamba Allah swt
yang takut.4 Berdasarkan kedua ayat tersebut, menyimpulkan pengertian ulama
tidak hanya mengacu pada penguasaan ilmu agama melainkan juga ilmu
umum; atau penguasaan pengetahuan tentang ayat ayat Allah, baik yang
bersifat kawniyyah maupun qur'aniyyah. Menurut Shihab yang membedakan
antara sarjana atau cendekiawan dengan ulama tidak terletak pada bidang
ilmunya melainkan pada apakah ilmu yang dimilikinya mengantar manusia
kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah, taqwa dan khasyyah (takut
kepada-Nya) atau tidak.5
Kiai, memiliki pemaknaan yang beragam. Dari sisi istilah, secara umum
„kiai‟ diartikan sebagai penyebutan kepada seseorang yang di hormati yang
memiliki ilmu keagamaan. Namun, secara luas, tentunya terdapat beberapa
penafsirannya. Di dalam beberapa daerah, „ajengan‟ memiliki arti sinonim
‟kiai‟ajengan memiliki makna sebagai orang yang terkenal, yang kemudian
diikuti dengan penjelasan “terutama guru agama Islam”. Dalam penjelasan
tersendiri mengenai arti kata „kiai‟ secara istilah terdapat beberapa pengertian,
yaitu Pertama, sebutan bagi alim ulama atau cerdik pandai-agama Islam.
Kedua, alim ulama. Ketiga, sebutan bagi guru ilmu gaib seperti dukun dan
4Moch Eksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchith Muzadi. h.,2.
5Abd.Kadir Ahmad Kadir, “Partisipasi Ulama dalam Pendidikan Islam dan
Pandangannya Tentang Penyelenggaraan Madrasah di Indonesia Dewasa Ini”, Al-Qalam, XVII,
XII (Januari-Juni, 2006), h. 4.
16
sebagainya. Keempat, kepala distrik atau nama lain sebutan di daerah. Kelima,
sebutan bagi benda yang dianggap bertuah seperti di keraton-keraton, senjata,
gamelan, dan sebagainya disebut dengan „kiai‟. Pemaknaan mengenai kata
„kiai‟ juga dapat diartikan sebagai seorang „ahli‟ yang berfokus pada bidang
keagamaan.6
Secara sederhana, ulama dibagi pada dua tipologi, yaitu Pertama, ulama
akhirat atau ulama yang berorientasi pada keakhiratan. Kedua, ulama su‟ atau
ulama yang berorientasi pada keduniaan. Penampilan ulama terkadang terkesan
antagonistik dan kontras selama ini diatas permukaan, lebih di dorong pada
permukaan, lebih di dorong pada permukaan orientasi antar ulama yang satu
dengan ulama yang lain, sehingga ada ulama yang menjadi “tokoh idola” dan
“panutan umat” dan ada juga ulama yang menjadi “bola” yang dimainkan oleh
penguasa untuk kepentingan dunia yang sesaat ini.7
Dalam konstalisasi kehidupan masyarakat, khususnya kehidupan politik
menurut Amien Rais, seperti yang dikutip dalam buku Moch Eksan dengan
judul Kyai Kelana, ada tiga tipologi ulama. Pertama, kiai atau ulama tradisi
yang menguasai kitab kuning tetapi wawasan keilmuan dan
kemasyarakatannya terbatas atau pas-pasan. Tipe ulama ini menurut Amien
Rais tidak memberikan akses berarti dalam kehidupan demokrasi. Tipe Kedua,
kiai atau ulama yang memiliki kemampuan handal dalam ilmu agama tetapi
memiliki wawasan yang luas terhadap perkembangan zaman. Tipe yang kedua
ini bersikap modernis dan positif bagi kehidupan demokrasi. Tipe yang ketiga,
kiai atau ulama yang terjun kedunia politik praktis yang sebenarnya sering
menghambat perkembangan demokrasi8
Beragam sikap politik kiai yang terjadi menunjukkan bahwa keterlibatan
kiai dalam politik didorong oleh motif yang beragam. Motif disini adalah
6Sayfa Auliya Achidsti, Kian dan Pembangunan Institusi Sosial (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005, Cet. Pertama), h., 28-29.
7Moch Eksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchith Muzadi. 4.
8 Kehidupan Politik Amin Rais dalam Buku Moch Eksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai
Muchit Muzadi, h. 6.
17
dorongan dan kekuatan yang berasal dari diri kiai sendiri, pesantren atau
bahkan luar, baik disadari maupun tidak, untuk mencapai tujuan tertentu.
Mencoba memahami motif keterlibatan kiai dalam politik, bukanlah persoalan
yang mudah. Disini kita akan memasuki ruang subjektif kiai dan dorongan
dirinya terlibat dalam politik.9
B. Tanggung Jawab dan Fungsi Ulama
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, keberadaan kiai diposisikan
dalam kelompok dan dalam struktur masyarakat. Kiai ditempatkan sebagai
tokoh, yang karena dianggap memiliki kelebihan dalam hal ilmu pengetahuan
agama dan kebijaksanaan, sering kali didatangi dan dimintai nasehat. Dalam
kehidupan masyarakat modern, beberapa fungsi dari psikolog dalam hal
layanan konsultasi terdapat dalam peran kiai terhadap lingkungan sekitarnya.
Pendapat Zamakhasyari Dhofier,10
secara teknis seseorang pantas dan
berkembang untuk disebut sebagai seorang kiai adalah apabila telah memiliki
pesantren, walaupun tidak menutup kemungkinan, tokoh yang tidak memiliki
pesantren tetap dapat disebut kiai, tergantung bagaimana karakter dan faktor
sosial masing-masing.11
Hadis riwayat Abu Daud dan Tirmizi mengatakan bahwa ulama adalah
pewaris para nabi (inna al-ulama waratsatul anbiya), hadis itu merupakan
tugas kenabian yang di alihkan kepada ulama setelah para nabi wafat. Ulama
yang dalam sosiologi masyarakat muslim Indonesia dikenal dengan sautan kiai
memiliki fungsi waratsaul anbiya yang bertugas untuk menjaga, melestarikan,
mengembangkan dan mengamalkan risalah rosulullah SAW ditengah-tengah
kehidupan umat manusia. Fungsi tersebut tidak ringan namun suci dan mulia
menjadi Mujahid Fi sabilillah dengan ilmu pengetahuan yang di miliki
9H. Saidi,”Kiai dan Politikk: Mengintip Motif Kiai NU dalam Pemilu 2009 di Glenmore
Kabupaten Banyuwangi”, Jurnal Ilmiah Kependidikan, x, 1 (September, 2016), h. 4.
10 Zamakhsyari Dhofier,Tradisi Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 2011), h. 148.
11Sayfa Auliya Achidsti, Kian dan Pembangunan Institusi Sosial, h., 29-30.
18
membutuhkan sikap rela berkorban, tulus ikhlas, dan semata-mata ingin
mendapatkan mardlatillah demi Izzatul Islam Walmuslimin.12
Dalam tanggung jawab seorang ulama dan posisi ulama berada di
tengah-tengah masyarakat lapisan bawah adalah pergerak rakyat untuk
berjuang membebaskan diri dari penjajahan dan penindasan, sehingga segala
bentuk penjajahan dan penindasan tidak dapat bertahan kuat di tengah-tengah
bangsa Indonesia. Tugas utama Ulama adalah bergerak di bidang da‟wah, amar
ma’ruf dan nahi mungkar, yaitu kegiatan spritual keagamaan, sosial,
kebuadayaan, pendidikan, ekonomi, pertahanan dan keamanan. K.H. Hasan
Basri selaku ketua MUI pada tahun 1984 -1990, menyatakan ketika menjawab
pertanyaan wartawan sinar pagi: “Ulama selalu menghadapi masalah-masalah
politik yang terjadi di masyarakat, tetapi tidak meninggalkan tugas utama
sebagaimana mestinya. Pengetahuan agama tidak hanya terbatas di bidang
agama, tetapi juga mengenai kenegaraan dan kemasyarakatan.
Ulama hidup di tengah-tengah masyarakat, maka Ulama tetap layak
berpolitik praktis yang meliputi tiga hal: Pertama, terlibat langsung politik
praktis, Kedua menyuarakan hati nurani masyarakat. Ketiga, menjadi kekuatan
moral. Salah satu aspek dari banyaknya masalah yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat adalah politik. Disinilah perlunya kehadiran ulama untuk berperan
sebagai kekuatan moral melalui da‟wah serta fatwa-fatwanya, dan hal ini sudah
berjalan sejak dulu.
Dengan posisi demikian, tidaklah sukar menilai ulama di tengah-tengah
masyarakat, baik tingkat bawah maupun tingkat atas dengan bimbingan dan
nasehat-nasehatnya. Fungsi ulama membangun kesadaran untuk beramal secara
konkrit, seperti pembangunan bidang fisik, yaitu membangun musholla,
langgar, pesantren, madrasah, universitas, rumah sakit, rumah panti asuhan
anak yatim dan fakir miskin. Ulama dapat juga menggerakkan umat
membangun jembatan, jalan, dan menanam pohon lindung di seluruh pelosok
Nusantara. Ulama sebagai gerakan pembangunan tidak di ragukan lagi yaitu
berupa seruan para ulama, karena Ulama adalah panutan umat, semua itu di
12
MochEksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchith Muzadi, h.,9.
19
kerjakan ulama dengan ikhlas tanpa balas jasa, dengan memotivasi hanya
mencari ridha Allah SWT saja. Oleh karena itu ulama di katagorikan sebagai
orang yang tahu tentang perintah Allah SWT dan dilaksanakannya semua jihad
atau bersungguh-sungguh.13
Tugas atau peran utama yang harus dijalankan ulama sesuai dengan
tugas kenabian.Pertama, menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Kedua,
menjelaskan ajaran-ajaran Islam. Ketiga, memutuskan perkara atau problem
yang dihadapi masyarakat. Keempat,memberikan contoh pengamalan. Tugas
ulama di atas bersifat normatif merupakan konsekuensi posisinya sebagai
pewaris Nabi. Fungsi ulama, dengan demikian, adalah sebagai mubalig,
pengajar, hakim dalam arti pengambil keputusan, dan teladan bagi
pengikutnya.14
Fungsi dan peran ulama mengalami transformasi sesuai kondisi zaman.
Kelihatannya fungsi ulama pada zaman kerajaan dan kolonial Belanda dan
menurut Pijper fungsi ulama adalah sebagai penghulu dan guru agama. Fungsi
sebagai penghulu meliputi fungsi-fungsi (1) penasehat atau mufti, (2) hakim
(qadli) (3) pemangku mesjid dan seluruh pegawai bawahannya; (4) pengurus
dan pencatat pernikahan, perceraian, dan rujuk menurut hukum Islam; dan (5)
pengawas pendidikan agama.15
Sementara menurut Horikoshi16
secara konsisten membedakan
penggunaan istilah kyai dari ulama karena fungsi formal yang diperankannya.
Ulama lebih memerankan fungsi-fungsi administratif, sedangkan kyai lebih
cenderung bermain pada tataran kultural. Menggunakan istilah kyai dan ulama
karena analisisnya yang lebih ditekankan pada aspek kultural dari kehidupan
13
MochEksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchith Muzadi (Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta, 2000, Cet. Pertama),h.,8.
14
MochEksan, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchith Muzadi (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2000, Cet. Pertama),h.,9.
15
Abd.Kadir Ahmad Kadir, “Partisipasi Ulama dalam Pendidikan Islam dan
PandangannyaTentang Penyelenggaraan Madrasah di Indonesia Dewasa Ini”, Al-Qalam, XVII,
XII (Januari-Juni, 2006), h. 6.
16
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1987, Cet. Pertama), h.,
114.
20
figur sosial yang disebut kyai. selebihnya untuk melihat fungsi sosial politik
yang diperankannya seperti judul skripsi ini. Fenomena perbedaan perilaku
sosial politik dikalangan kyai, dalam banyak hal di pengaruhi oleh dua faktor.
Pertama, faktor posisi sosial kyai yang menurut studi-studi terdahulu
memperlihatkan adanya suatu kekuatan penggerak perubahan masyarakat.
Misalnya menunjukan kekuatan kyai sebagai sumber perubahan sosial, bukan
saja pada masyarakat pesantren tapi juga pada masyarakat sekitarnya.17
Ulama yang menduduki posisi sentral dalam masyarakat Islam pedesaan
dan menyatakan berbagai golongan hingga mampu melakukan tindakan
kolektif. Bebrapa orang yang terdekat dengan ulama rata-rata mereka memiliki
kepentingan pribadi dan menggunakan nama pribadi. Kepentingan tersebut
yaitu seperti untuk menduduki posisi kepemimpinan agar lebih di kenal dan
terpandang oleh masyarakat mereka maisng-masing, dengan sikap antusias
para ulama sehingga mereka pun memanfaatkan peran mereka masing-masing
sebagai ulama.18
secara politis kyai dikatagorikan sebagai sosok yang tidak mempunyai
pengalaman dan kemampuan profesional, tetapi secara sosial terbukti mampu
menjembatani berbagai kepentingan melalui bahasa yang paling mungkin
digunakan. Kedua, faktor kekuatan personal yang diwarnai oleh pemikiran
teologis yang menjadi dasar perilaku yang diperankannya. Sebagai sosok yang
sering di identifikasi memiliki kekuatan kharismatik ditengah-tengah
masyarakat, kyai dipandang memiliki kemampuan luar biasa untuk
menggerakkan masyarakat khususnya dalam menentukan pilihan-pilihan
17
Abd.Kadir Ahmad Kadir, “Partisipasi Ulama dalam Pendidikan Islam dan
PandangannyaTentang Penyelenggaraan Madrasah di Indonesia Dewasa Ini”, Al-Qalam, XVII,
XII (Januari-Juni, 2006), h. 7.
18
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1987, Cet. Pertama), h.,
114.
21
politik. Dia bukan politisi, tapi kalkulasi politiknya sering dianggap fatwa
politik yang terakhir untuk diikuti.19
Dalam perkembangan zaman adanya fungsi birokrasi ulama sebagai
penghulu dan lebih pada otoritas keilmuan dan pemimpin ibadah yaitu
Pertama, sebagai pemangku masjid dan madrasah. Kedua, pengajar dan
pendidik, dan ketiga ulama sebagai ahli penguasa dan hukum Islam.20
memasukkan dimensi politik sebagai salah satu fungsi ulama. Fungsi-
fungsi tersebut adalah ulama sebagai, (1) guru, (2) mubalig, (3) pegawai
pemerintah, dan (4) politisi. Ulama sebagai pegawai pemerintah biasanya
berfungsi sebagai syaikhul Islam, Qadhi, Khatib, imam dan guru-guru dalam
lembaga pendidikan pemerintah. Dalam pandangan Islam, ulama sebagai orang
yang memiliki pengetahuan agama adalah pengganti para nabi dalam segala
rujukan permasalahan umat. Dalam konteks di Indonesia, dan di dunia hanya
dimengerti oleh minoritas umat Islam. Dalam kaitan ini para ulama adalah
rujukan umat: ulama memegang peran dan tugas kedakwahannya yang diyakini
sebagai kewajiban jalan agama. Kiai disini yang merupakan seorang ulama,
memiliki peran dan fungsi sosial yang penting dalam masyarakat beragama. 21
Berhubung kaitan dengan peranan ulama di Indonesia adalah dalam
kedudukannya sebagai pemuka pendapat atau opinion leader. Dalam konteks
kajian ini, aspirasi masyarakat boleh diwakilkan kepada para ulama selaku
pemimpin pendapat bagi memberikan idea-idea, cadangan dan pandangan
tentang pembangunan kepada pihak kerajaan. Ulama dalam masyarakat
19
Dr.Miftah Faridl, “Peran Sosial Politik Kyai di Indonesia”Jurnal Sosio Teknologi, 11, 6
(Agustus, 2007), h. 238.
20
Abd.Kadir Ahmad Kadir, “Partisipasi Ulama dalam Pendidikan Islam dan
Pandangannya Tentang Penyelenggaraan Madrasah di Indonesia Dewasa Ini”, Al-Qalam, XVII,
XII (Januari-Juni, 2006), h. 4.
21
Sayfa Aulia Achidsti,”Eksistensi Kiai dalam Masyarakat” Ibda Jurnal Kebudayaan), h.
159.
22
mempunyai fungsi sebagai pemimpin tidak formal. Kedudukan dan tugasnya
tidak hanya dalam bidang keagamaan saja.22
Oleh karena itu, ulama terlibat dalam aktivitas politik, sosial dan perkara
kemasyarakatan merupakan tindakan yang amat mustahak. Sebagai pemimpin
tidak formal, ulama termasuk pula sebagai elit bukan politik. Ia tidak
mempunyai kekuasaan dalam lembaga politik formal maupun dalam struktur
pentadbiran, akan tetapi ia boleh menggunakan hak politik, melakukan
aktivitas-aktivitas politik, dan berhubungan langsung dengan elit politik yang
berada dalam institusi politik dalam mewujudkan kepentingannya mengemban
amanah masyarakat. Maka dalam kajian ini dipandang perlu untuk mengetahui
aktivitas pada ulama dalam bidang politik dan aktivitas lainnya dalam bidang
sosial kemasyarakatan. kiai, sebagaimana peran individu yang tersebar di desa
atau kota. Melihat perbedeaan ulama dari segi geopolitik tersebut tetap saja
menempatkan kiai sebagai tokoh yang berada diatas dari pada masyarakat biasa
pada umumnya.23
Dalam politik keterlibatan ulama merupakan satu cara lain untuk
menegaskan keadaan mereka di Indonesia pasca-kolonial. Keterlibatan ulama
dalam politik ini pada gilirannya memberi berbagai pandangan baru kepada
ulama untuk memiliki peran dan mendapatkan posisi di Pengadilan Agama
Islam atau kantor-kantor di bawah Kementrian Agama. Sebagian ulama
menduduki jabatan di Kementrian Agama tersebut karena ada kepentingan.
Mereka yang menggunakan pengaruh masing-masing dalam kebijakan
pemerintah, seperti Kementian Agama mewakili sumber peran yang besar bagi
pembagian jabatan-jabatan administrasi (guru, pengurus masjid, dan hakim
agama) yang menjadikan mentri tampil sebagai pelindung bagi
konstituennya.24
Hal ini termasuk dalam Partisipasi ulama untuk pembangunan
22
Mambaul Ngadhimah, “Peran serta Ulama dalam Membangun Nilai-Nllai Demokrasi
pada Pilkada”, Al-Tahrir, 10, 2 (Desember, 2010), h.233.
23
Sayfa Aulia Achidsti,”Eksistensi Kiai dalam Masyarakat” Ibda Jurnal Kebudayaan
Islam, 12, 2 (Juli- Desember, 2014), h. 160.
24
Jajat Burhanudin, Ulama dan Kekuasaan, (Bandung: Miza Media Utama, 2012), h,.376.
23
yang merupakan pelaksanaan dari pada aktivitas politik, karena pembangunan
yang dilaksanakan sesungguhnya bertujuan untuk mempertingkatkan
kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Setiap bentuk aktivitas yang melibatkan
masyarakat dan negara merupakan aktivitas politik. Segala sesuatu yang
digerakkan oleh manusia ini yaitu politik. Kegiatan politik dapat berupa
keterlibatan dalam partai politik dan partisipasi dalam pembangunan yang
berlaku dalam lingkungan masyarakat.25
Dengan kedudukan dalam struktur sosial yang diposisikan dalam
tingkatan elit, kiai menjadi tumpuan bagi aspirasi dan kebutuhan masyarakat
disekitarnya. Oleh karena itulah, kiai dalam gerakannya juga tidak jarang atau
juga harus bersentuhan dengan politik. Sejak masa awal kerajaan Islam di
Nusantara, para ulama telah memainkan peran penting. Bahkan, para raja di
zaman dulu tersebut, proses penobatannya pun di haruskan melalaui prosesi
melibatkan para pemuka agama sebagai pelantik, atau paling tidak, kaum
agama dilibatkan sebagai simbolisasi dukungan kalangan agama pada kenaikan
tahtanya itu.26
Secara umum, perjuangan ulama merupakan salah satu kerangka
keseluruhan dari peran kiai, dengan menggambarkan cita-cita fundamental
serta tujuan untuk tetap mempertahankan peran mereka dalam masyarakat.
Menurut Horikoshi27
, keterlibatan dan keprihatinan politik kiai dalam turut
memikirkan nasib masyarakat merupakan tugas sekunder dan pada saat
bersamaan merupakan bagian yang penting dari perjuanagn Islam. Sejarah
mengatakan bahwa tugas keagamaan dan sosial adalah dua sisi mata uang
sebagai tugas para kiai. Horikoshi menekankan bahwa fungsi keulamaan yang
primer kemudian adalah fungsi keagamaan, bahwa peran ulama yang paling
25
Haidir Fitrah Siagian, “Partisipasi Ulama di Sulawesi Selatan dalam Aktivitas Politik
dan Kemasyarakatan”, Jurnal Dakwah Tabligh, 16, 1 (Juni, 2015), h. 101.
26Sayfa Aulia Achidsti,”Eksistensi Kiai dalam Masyarakat” Ibda Jurnal Kebudayaan
Islam, 12, 2 (Juli- Desember, 2014), h. 66.
27
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial, h., 243.
24
bernilai sebagaimana telah berlangsung adalah peran tradisional mereka
sebagai penanggungjawab dalam mempertahankan keyakinan itu sendiri.28
C. Pengaruh Ulama serta Partisipasi Masyarakat
a. Pengaruh Ulama terhadap Masyarakat
Secara ideal, seorang Kyai diharapkan berperan sebagai figur moral dan
pemimpin sosial,serta tokoh sentral dalam masyarakatnya, sebab dibawah
merekalah terletak cita-cita dan eksistensi umat. Oleh karena itu ukuran
seorang kyai tidak dapat hanya dilihat dari segi apa uang dilakukannya dan dari
karakteristik pribadinya saja, tetapi yang penting sejauh mana masyarakat
memberikan pengakuan kepadanya. Kiai, ditinjau baik dari kekuatan maupun
karakter dan kharisma personalnya, merupakan sosok merupaka soosk
mempengaruhi proses pembentukan institusi sosial masyarakat.29
Pengaruh kyai sebagai sosok yang kuat kecakapan dan pancaran
kepribadian sebagai seorang pemimpin pesantren, hal ini menentukan
kedudukan suatu pesantren. Kemampuan kyai menggerakkan masa yang
bersimpati dan para pengikutnyaakan memberikan peran strategis baginya
sebagai pemimpin informal masyarakat melalui komunikasi intensif dengan
penduduk yang mendukungya. Sehingga dalam kedudukan itu, kyai dapat
disebut sebagai agent of change dalam masyarakat yang berperanana penting
dalam suatu proses perubahan sosial.30
Gelar kehormatan kyai bagi kalangan elit agama khususnya di Jawa
masih sering diperdebatkan karena sering dikaitkan dengan politik. Sebagian
kalangan berpendapat bahwa kyai seharusnya cukup berperan sebagai
pengayom umat terutama dalam kehidupan beragama, oleh karena itu lebih
tepatnya seorang ulama menghindarkan diri dari kegiatan politik. Ada pula
yang mengatakan sebaliknya, tidak ada alasan seorang kyai untuk
28
Sayfa Auliya Achidsti, Kian dan Pembangunan Institusi Sosial, , h., 66.
29
Sayfa Auliya Achidsti, Kian dan Pembangunan Institusi Sosial, , h., 31.
30Sayfa Aulia Achidsti,”Eksistensi Kiai dalam Masyarakat” Ibda Jurnal Kebudayaan
Islam, 12, 2 (Juli- Desember, 2014), h. 159.
25
meninggalkan politik praktis, sebab berpolitik merupakan bagian kehidupan
agama sendiri. Tapi kenyataannya kyai sebagai salah satu elemen yang esensial
di dalam subsistem politik kebangsaan dalam menyikapi suatu fenomena
politik di dalam konteks kebangsaan yang plural serta dinamis. Dengan
berpijak kenyataan terjadi di lapangan tersebut, maka perlu kiranya
diberdayakan suatu kerangka dasar untuk pemberdayaan kyai,sebagai agen of
exchange politik publik, yang diharapkan nantinya dapat dijadikan sebagai
teladan dalam pendewasaan politik umat dalam masyarakat luas.31
Dalam pendewasaan politik pengaruh kyai pesantren kecil maupun besar
begitu berarti bagi masyarakat, daya motivasi mereka dikalangan penduduk
pedesaan seringkali berdasarkan kekuatan kharismatik. Seni berbicara dan
pidato yang terlatih, digabungkan dengan kecakapan mengalami jiwa
penduduk desa, mengakibatkan kyai dapat tampil sebagai juru bicara
masyarakat yang diakui. Dengan demikian ia mempunyai kemungkinan besar
untuk mempengaruhi pembentukan opini dan kehendak di kalangan penduduk,
termasuk dalam memilih pemimpin secara langsung dalam pilkada.32
b. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi adalah suatu proses aktif yang mengandung arti bahwa orang
atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks
politik hal ini, mengacu pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses
politik. Keikutsertaan warga dalam proses politik tidaklah hanya berarti warga
mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan oleh para
pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah
mobilisasi politik. Partisipasi politik dalam pilkada adalah keterlibatan warga
termasuk ulama dalam hal ini keikutsertaan Kyai, Muballigh, MUI, dalam
segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan keputusansampai dengan
31
Mambaul Ngadhimah, “Peran serta Ulama dalam Membangun Nilai-Nllai Demokrasi
pada Pilkada”, Al-Tahrir, 10, 2 (Desember, 2010), h. 236.
32
Mambaul Ngadhimah, “Peran serta Ulama dalam Membangun Nilai-Nllai Demokrasi
pada Pilkada”, Al-Tahrir, 10, 2 (Desember, 2010), h. 232-233.
26
penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan
keputusan.33
Ulama sebagai agent of moral and social change dituntut mau
menyampaikan aspirasi politik umat ke hadapan pemerintah (umara), bentuk-
bentuk partisipasi ulama dalam pilkada adalah a) partisipasi aktif, dilakukan
secara formal, melalui pemberian “fatwa” atau “tausiah” kepada umat agar
turut mendukung suksesnya pilkada agara bisa berjalan dengan aman, damai,
dan kondusif,mengikuti sosialisasi pilkada yang diselenggarakan KPU dan atau
kandidat Kada dan Wakada, dan ikut serta memeberikan hak pilihnya. Secara
non formal ulama buktikan dengan kesediaannya memberikan dukungan
spritual berupa do‟a restu, saran pendapat, membantu menyelesaikan problem-
problem yang tidak bisa selesai secara administratif dan material, serta
komunikator atau juru bicara kandidat; dan b) partisipasi pasif, adalah ulama
yang dikatagorikan sebagai orang yang apatis secara total, atau mungkin
mereka dapat menjadi aktif pada berbagai tingkatan partisipasi.34
Partisipasi ulama secara aktif dalam pilkada merupakan wujud dorongan
alamiah sebagai bentuk tanggung jawab, kepedulian sosial atau friendship serta
bentuk solidaritas sosial ulama dalam keikut sertaan membangun demokrasi
berdasarkan nilai-nilai ahlakul karimah, dalam rangka mengimbangi derasnya
laju peradaban modern yang mengagumkan, tapi tanpa disertai keimanan.
Maka peran serta ulama dituntut untuk mewarnai paradigma politik.35
D. Definisi Mobilisasi Ulama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Mobilisasi adalah pengerahan
orang untuk dijadikan tentara dalam keadaan perang, Pemerintahan dapat
33
Mambaul Ngadhimah, “Peran serta Ulama dalam Membangun Nilai-Nllai Demokrasi
pada Pilkada”, Al-Tahrir, 10, 2 (Desember, 2010), h. 233.
34
Mambaul Ngadhimah, “Peran serta Ulama dalam Membangun Nilai-Nllai Demokrasi
pada Pilkada”, Al-Tahrir, 10, 2 (Desember, 2010), h. 236.
35
Mambaul Ngadhimah, “Peran serta Ulama dalam Membangun Nilai-Nllai Demokrasi
pada Pilkada”, Al-Tahrir, 10, 2 (Desember, 2010), h. 238-239.
27
mengundang bagi pemuda-pemudinya.36
Maksudnya adalah pengerahan dari
seseorang untuk menyuruh atau mnggerakkan orang lain untuk mengikuti
pendapatnya, terutama dalam ranah politik.
Dalam pengertian lain Mobilisasi adalah aktivitas berbagai kelompok
yang berusaha untuk memperoleh (dan menggunakan) power untuk mencapai
tujuan tertentu, atau merupakan interaksi antar kelompok yang berada di dalam
masyarakat. Secara teoritik mobilisasi merupakan interaksi terkait dengan
konsep pengambilan keputusan politik dan kebijakan publik maupun konsep
civil society dan manajemen konflik.37
Mobilisasi dalam konsep ‘political decision-making dan kebijakan
publik, bertolak dari „authoritative allocation of values’. Allocation’ mengacu
pada bagaimana proses pengambilan keputusan itu berlangsung, sedangkan
‘authority’ berkaitan dengan pelaksanaan keputusan sehingga kebijakan publik
sebagai autcome proses pengambilan keputusan politik yang harus
dilaksanakan. Allocation akan dapat mendorong munculnya mobilisasi
persuasif, sedangkan authority akan dapat mendorong munculnya mobilisasi
represif. Dalam hal ini bersinggungan dengan dua kriteria. Degree of hierarchy
yang mengukur kettanya kontrol dari tingkat sentralisasi dan type of values
yang melihat tingkat-tingkat capaian jangka pendek dengan menggunakan
tindakan tertentu. Oleh karen itu, mobilisasi juga membutuhkan structure of
authirutative decision making dan structure of accountability, struktur otoritatif
pengambilan keputusan berkaitan dengan legitimasi, Sedangkan
akuntabilitas berkaitan dengan pertanggung jawaban kepada kelompok yang
memilihnya.38
Mobilisasi berdasarkan konsep pengambilan keputusan dan kebijakan
publik masih memiliki daya tarik yang paling menarik adalah janji-janji kepada
36
https://kbbi.web.id/mobilisasi, diakses pada tanggal 19 Agustus 2019, jam 11.00 WIB.
37 Hilmy Mochtar, Demokrasi dan Politik Lokal di Kota Santri, (Malang: UB Press,
2011), h. 51.
38
Hilmy Mochtar, Demokrasi dan Politik Lokal di Kota Santr,h. 52.
28
rakyat pemilih untuk mewujudkan nilai-nilai yang berlaku universal. Dalam
arti lain mobilisasi merupakan tindakan kolektif (collective action) sebagai
proses persaingan atau konflik antar anggota kelompok yang berkaitan dengan
power, kepentingan dan tujuan berbeda. Konsep mobilisasi dalam tindakan
kolektif memiliki dua model, yaitu polity model dan mobilization model. Model
pertama mengacu pada pemerintah seabagai organisasi yang mengendalikan
instrumen koersif, maksudnya adalah pemerintah yang mengendalikan di
antara bagian-bagian di kedua belah pihak yang terlibat konflik. Sedangkan
model yang kedua mengacu kepada tindakan kolektif masing-maisng pihak
yang terkait dengan kepentingan kelompok, tingkat organisasi, jumlah sumber
yang berada di bawah kendali kolektif.
E. Definisi Politisasi Agama
Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, Politisasi berarti membuat
keadaan (perbuatan, gagasan, dan sebagainya) bersifat politis.39
Dari
pengertian ini dapat ditarik sebuah arti, dimana politisasi diartikan sebagai
sebuah perbuatan baik berupa gagasan, ide, dan lain sebagainya menjadi
bersifat politik. Jika politisasi dikaitkan dengan agama, maka, pengertian
politisasi agama menjadi: suatu perbuatan baik perbuatan itu berupa gagasan,
ide, pemahaman dan lain sebagainya yang berkenaan tentang keagamaan
menjadi bersifat politik, bukan bersifat keagamaan lagi.
Dengan kata lain, dalam Politisasi agama terdapat instrumentalisasi
agama untuk kepentingan politik tertentu. Politisasi agama juga menjadi salah
satu konsep penting dalam memahami Teologi Politik seperti Islam Politik,
dimana memandang agama memiliki daya fungsional strategis terhadap realitas
politik yang ada.40
Pada intinya, politisasi agama tidak dapat menyudutkan
salah satu agama yang ada di Indonesia, melainkan kepada semua praktik-
praktikhitam yang mengatas namakan agama dalam ruang lingkup politiknya.
Politisasi agama yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kekuasaan
39
https://kbbi.web.id/politisasi, diakses pada tanggal 19 Agustus 2019, jam 11.10 WIB.
40Budi Kurniawan, “Politisasi Agama di Tahun Politik: Politik Pasca Kebenaran di
Indonesia dan Ancaman Bagi Demokrasi”, Sosiologi Agama, 1, XII, (Januari-Juni, 2018), h. 137.
29
justru bisa mereduksi nilai dari agama itu sendiri. Karena agama merupakan
sesuatu yang bersifat emosional dan lahir dari sikap batin seseorang. Sehingga,
pengambilan isu agama dalam berpolitik bagi sebagiangolongan memang
memiliki nilai-nilai tersendiri.
Perbedaan antara politisasi dengan politik agama menurut Lukman
Hakim Syaifudin sebagai Mentri Agama di Indonesia mengatakan bahwa
Politik agama adalah upaya memasukkan nilai-nilai agama dalam bidang
politik. Sementara, politisasi agama tidak lain hanyalah menggunakan agama
sebagai alat untuk kepentingan politik. Namun demikan, agama dan politik
tidak bisa dipisahkan, karena pada dasarnya agama dan politik memiliki tujuan
yang sama, yaitu untuk menebarkan rahmat bagi alam semesta. Demikian juga
politik memiliki tujuan untuk mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan di
tengah-kita. Pada titik inilah politik agama dibolehkan, terlebih dalam konteks
keindonesiaan yang setiap aspek kehidupan pun selalu mengandung muatan
agama.41
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin
menyatakan bahwa ketika agama dijadikan ideologi yang kuat dan digunakan
untuk politik, sah dan boleh. Tetapi, ketika agama dijadikan alat legitimasi
politik ini jadi masalah. Dalam hal ini, wajar kalau pola pikir kita yang keliru
digunakan pihak tertentu untuk melegitimasi politik. Ketika agama dijadikan
simbol, itu akan berbahaya. Fakta menunjukkan bahwa politisi Islam dalam
ranah demokrasi tidak sungguh-sungguh menggunakan Islam sebagai standar.
Para politisi Islam cenderung pragmatis yang minus visi dan ideologis dalam
sistem demokrasi.42
Dilihat dari deal-deal politik yang mereka lakukan dengan parpolnya
untuk kepentingan. Terjadilah transaksi-transaksi politik yang akhirnya, tidak
ada teman abadi dalam politik. Tetapi yang ada kepentingan abadi. Menjadi
41
https://www.nu.or.id/post/read/93418/menag-jelaskan-beda-politisasi-dan-politik-
agama, diakses pada tanggal 25 Agustus 2019, jam 06.46 WIB.
42
https://www.republika.co.id/berita/retizen/surat-pembaca/ppsawn349/politisasi-agama
dan-ulama-dalam-tahun-politik, diakses pada tanggal 25 Agustus 2019, jam 07.13 WIB.
30
wajar jika negara kacau karena diatur oleh orang-orang yang tidak kapabel dan
hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Sementara ulama juga rentan
masuk dalam jebakan penguasa dan dijadikan sebagai legitimasi kebijakan. Hal
ini harus diwaspadai oleh umat Islam yang menjadi basis massa para ulama itu.
Jika umat dan ulama terjebak dalam jebakan penguasa, maka mereka akan
menjadi korban. Bukan hanya mereka, tetapi juga negeri ini. Karena mereka
merupakan tulang punggung Indonesia. Maka ulama tidak boleh menjadi
stempel kekuasaan yang buruk dan bertentangan dengan Islam. Tidak boleh
menjadi alat penguasa untuk memecah-belah umat. Tidak menggadaikan
agamanya untuk kepentingan diri sendiri dan penguasa jahat.
Nabi saw menyatakan, “Janganlah kalian mendekati pintu penguasa
karena ia benar-benar menjadi berat dan menghinakan” ( H.R ath-Thabarani
dan ad-Dailami). Bahkan Imam Ja‟far ash-Shadiq ra, juga menyatakan, “Para
fuqaha’ adalah orang-orang amanah [di mata] Rasul. Jika kalian melihat
Fuqaha‟ telah condong kepada para penguasa, maka curigailah mereka.”
Karena itu pada masala lalu para penguasa itulah yang mendatangi para ulama,
bukan ulama mendatangi istana mereka. Ini juga yang menunjukkan akhlak
dan adab mereka kepada para ulama yang merupakan pewaris Nabi saw, dan
orang-orang yang dipercaya Rasul, menjadi penyambung lidah mereka.43
Harus disadari bahwa fungsi ulama salah satunya ialah melakukan
muhasabah lil hukam. Muhasabah itu adalah kewajiban syariah. Dibangun
berdasarkan kaidah dan hukum syariah tentang amar ma‟ruf nahi mungkar.
Bahkan lahir dari cinta. Sebagaimana dalam riwayat Imam al-Hakim, Nabi saw
menyatakan, “Penghulu para syuhada adalah Hamzah dan siapa saja yang
berdiri di hadapan penguasa zalim, lalu menasihati penguasa tersebut,
kemudian penguasa itu membunuh dirinya. Karena amar ma‟ruf nahi mungkar
ini membutuhkan ilmu, maka tugas ini banyak diemban oleh para ulama.
Apalagi para ulama hakikatnya orang yang hanya takut kepada Allah. Maka
43 https://www.republika.co.id/berita/retizen/surat-pembaca/ppsawn349/politisasi-agama-
dan-ulama-dalam-tahun-politik, di akses pada tanggal 25 Agustus 2019, jam 07.11 WIB.
31
mereka selalu menjadi tokoh terdepan dalam melaksanakan amar ma‟ruf nahi
mungkar, termasuk muhasabah terhadap para penguasa.
32
BAB III
PENGARUH MASYARAKAT TERHADAP PEMILIHAN KEPALA DESA
A. Profil Singkat Desa Zed
Desa Zed merupakan salah satu desa di Kecamatan Mendo
Barat Kabupaten Bangka mempunyai luas wilayah 5.627 km2 dengan
batas-batas administrasi sebagai berikut:Sebelah Utara Desa Zed
berbatasan langsung dengan Desa Puding Besar, sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Labu, sebelah Barat berbatasan dengan Desa
Puding Besar, dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kemuja.
Berdasarkan pada batas wilayah tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa Desa Zed merupakan Deza yang dikelilingi oleh beberapa desa
yang penduduknya saling damai dan tentram. Desa Zed merupakan
Desa dengan bermata pencaharian mayoritas berkebun. Jika dilihat
dari beberapa Desa yang mengelilingi Desa Zed memiliki nama Desa
yang unik berupa nama buah-buahan, hal ini menunjukan bahwa
Kecamatan Mendo barat memiliki tanah yang subur.
Secara Geografis Desa Zed berbentuk jenis tanah perbukitan
dataran rendah dengan kondisi tanah sedikit bergelombang. Luas
permukiman di Desa Zed 125 Ha, Luas persawahan 150 Ha, dan Luas
perkebunan atau pertanian 5.315 Ha. Sebagaimana wilayah tropis,
Desa Zed mengalami musim kemarau dan musim penghujan dalam
tiap tahunnya. Jarak pusat desa dengan Ibukota kecamatan yang
dapat ditempuh dengan perjalanan darat adalah 8,5 km, jarak Desa ke
Ibukota kabupaten adalah 32 km, sedangkan jarak desa ke provinsi
dengan perjalanan darat mencapai 25 km. Desa Zed merupakan salah
satu desa pertanian yang ada di Kabupaten Bangka.
Secara Geografis Desa Zed berbentuk jenis tanah perbukitan
dataran rendah dengan kondisi tanah sedikit bergelombang tanah
berjenis asosiasi podsolik coklat kekuning-kuningan dengan bahan
induk komplek batu pasir kwarsit dan batuan plitonik masam.
33
1) Tipologi dan Tingkat Perkembangan Desa
Berdasarkan kondisi spesifik keunggulan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia dan potensi kelembagaan serta potensi
prasarana dan sarana dalam menentukan arah pengembangan dan
pembinaan masyarakat berdasarkan karakteristik keunggulan
komparatif dan kompetitif maka Desa Zed mempunyai tipologi
sebagai desa perkebunan dan desa pertanian hal ini dicirikan oleh
sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian berkebun,
bertani, dan berdagang.
Adapun tingkat perkembangan Desa Zed adalah Desa
Swadaya, ini berarti bahwa Desa Zed mulai menunjukkan
perkembangan dengan memiliki ciri – ciri sebagai berikut : sudah
mampu menyelenggarakan pemerintahan sendiri, lembaga sosial
mulai berfungsi, administrasi desa sudah berjalan, mata pencaharian
mulai beragam, sudah mulai berinteraksi dengan wilayah sekitarnya,
adat istiadat mulai longgar karena pengaruh arus informasi, tingkat
pendidikan dan kesehatan mulai membaik.
Tabel 3.11
No Uraian Sumber Daya Manusia (SDM) Jumlah Satuan
1 Penduduk dan keluarga
a. Jumlah penduduk laki-laki 1.455 Orang
b. Jumlah penduduk perempuan 1.343 Orang
c. Jumlah keluarga 652 keluarga
2 Sumber penghasilan utama penduduk
1Data profil desa tahun 2016
34
No Uraian Sumber Daya Manusia (SDM) Jumlah Satuan
a. Pertanian, perikanan, perkebunan 2113 Orang
b. Industri pengolahan (pabrik, kerajinan,
dll)
20 Orang
c. Perdagangan besar/eceran dan rumah
makan
50 Orang
d. Angkutan, pergudangan, komunikasi 5 Orang
e. PNS 24 Orang
f. Peternakan 2 Orang
g. Jasa 2 Orang
3 Tenaga kerja berdasarkan latar belakang
pendidikan
a. Lulusan S-1 keatas 25 Orang
b. Lulusan SLTA 393 Orang
c. Lulusan SMP 260 Orang
d. Lulusan SD 300 Orang
e. Tidak tamat SD/ tidak sekolah 6 Orang
Beradasarkan pada Tabel diatas, bahwa Desa Zed sangat
menjunjung pendidikan dibuktikan dengan adanya lulusan S-1 keatas
berjumlah 25 orang dan lulusan dengan angka tertinggi adalah lulusan
SLTA berjumlah 393 orang, hal ini sangat mempengaruhi sistem
politik dalam masyarakat, dan berkaitan antara pendidikan. Pada tabel
diatas menunjukan bahwa mayoritas masyarakat Desa Zed bermata
35
pencaharian pertanian, perikanan dan perkebunan dengan angka
tertinggi 2113 orang. Mata pencaharian juga mempengaruhi sistem
politik dalam masyarakat, biasanya masyarakat akan
menentukanpilihan kepala desa yang mampu mengelola desa dengan
baik, serta mengatasi perekonomian yang terjadi di masyarakat, baik
berupa pengelolaan dana desa maupun pengelolaan dana desa. dalam
hal ini pembentukan kepala desa sangat mempengaruhi ulama, karena
baik bagi ulama, baik pula bagi masyarakat. Oleh karena tidak secara
langsung peran ulama sangat mempengaruhi dalam masyarakat.
2. Administrasi Pemerintahan Desa
Desa Zed terdiri dari 4 Dusun dan 12 RT, susunan organisasi
pemerintah Desa Zed terdiri dari kepala Desa dan perangkat Desa
yaitu Sekrtaris Desa, dan Pelaksana Teknis Lapangan dan Unsur
Kewilayahan.2
Berikut susunan Organisasi pemerintah Desa Zed :
Kepala Desa : 1 orang.
Perangkat Desa
Sekretaris Desa : 1 orang.
Kepala Urusan : 3 orang.
Kepala Seksi : 3 orang.
Unsur kewilayahan : 4 orang.
B. Karakter Masyarakat Desa Zed
Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup
bermasyarakat, biasanya tanpak dalam perilaku keseharian mereka.
Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat
digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di daerah tertentu.
Masyarakat desa juga ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin
yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga atau
2www..Prodeskel.binadesa.go/id diakses pada tanggal 27 Juli 2019, jam
10.00 WIB
36
anggota masyarakat yang amat kuat. Pada hakikatnya bahwa
seseorang merasa bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat
itu sendiri, dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan
bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau
anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai
masyarakat yang saling mencintai saling menghormati.
Dalam kehidupan bermasyarakat mempunyai hak tanggung
jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagian bersama di
dalam masyarakat. Kehidupan dalam masyarakat Desa memiliki ciri
khas antara lain: pertama, di dalam masyarakat pedesaan di antara
warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya. Kedua, sistem
kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
Ketiga, sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari
pertanian. Keempat, masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal
mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya. Tetapi
Raharjdo, menambahkan bahwa sejumlah sosiolog dalam
merumuskan karakteristik masyarakat cenderung mengacu pada pola
pola pikiran yang bersifat teoritik, seperti konsep dari Ferdinand
Tonnies3, Emile Durkheim, dan Charles Horton Cooley.
Desa Zed merupakan desa yang memiliki nilai-nilai budaya
dan adat istiadat yang mengatur pergaulan serta kehidupan
masyarakatnya sehari-hari. Masyarakat desa ini juga sangat berpegang
teguh terhadap nilai-nilai kebudayaan dan adat istiadat yang terdapat
di desa mereka. Nilai-nilai kebudayaan serta adat istiadat yang
berlaku, membentuk suatu prilaku dan sikap masyarakat yang
mempunyai rasa solidaritas yang tinggi dan menjujung tinggi prinsip
kebersamaan. Seperti dengan adanya adik beredik dalam bahasa
Indonesia artinya saudara kandung., adik beredik merupakan alat
3http://id.wikipedia.org/Ferdinand_T%C3%B6nnies ,diakses pada tanggal
23 Juni 2019, Jam 11.14 WIB
37
pemersatu masyarakat sekaligus dapat mengikat atau terikat kepada
hubungan kekerabatan yang sekaligus pula sebagai dasar gotong
royong, dan saling hormat menghormati.
Dalam segenap aspek kehidupan masyarakat Desa Zed, adik
beredik ini sangat berperan penting karena merupakan dasar bagi
sistem kekerabatan dan menjadi landasan untuk semua kegiatan yang
bertalian dengan pelaksanaan adat dan juga interaksi dengan sesama
masyarakat. Melalui Adik Beradik semua masyarakat Desa Zed
saling berkerabat. Hubungan kekerabatan ini dapat tebentuk melalui
hubungan darah dan dapat juga terbentuk melalui hubungan saudara.
Jadi Adik Beredik adalah landasan sistem kekerabatan dan menjadi
landasan bagi semua kegiatan, khususnya kegiatan yang bertalian
dengan pelaksanaan adat istiadat dan interaksi antar sesama
masyarakat.4
Adik Beredik ini didukung oleh dua faktor yang dikenal
dengan Ayak dan Adik , dalam bahasa Indonesia Ayak berarti kakak
laki-laki. Adik Beredik merupakan suatu jaringan kerja sosial-budaya
yang bersifat gotong royong dan kebersamaan yang terdapat pada
masyarakat.Selain Adik Beradik yang merupakan alat pemersatu,
dalam kehidupan bermasyarkat juga dikenal dengan konsepTulong
Menulong merupakan dialeg bahasa melayu dalam bahasa Indonesia
yang berarti Tolong menolong, yang harus diterapkan dalam hidup
bermasyarakat. Tolong menolong atau saling bantu-membantu satu
sama lain dalam melaksanakan atau mengatasi suatu masalah yang
dianggap akan lebih mudah jika di selesaikan secara bersama-sama.
Masyarakat Desa Zed mempunyai persepsi bahwa kehidupan
sosial budaya di kota tidak sama seperti di Desa Zed. Tingkat
solidaritas masyarakat di kota lebih rendah, selain itu interaksi sesama
warga juga terjadi seperlunya saja. Masyarakat di kota saling tidak
4Suharjono, Kepala Desa Zed, Interview Pribadi, Desa Zed, 22 Febuarai
2019.
38
peduli dan sibuk dengan urusannya masing-masing serta kurangnya
rasa kekeluargaan yang terbentuk. Begitu juga dalam hal budaya dan
adat istiadat yang terdapat di kota jauh berbeda daripada adat-istiadat
yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat desa
khususnya Desa Zed. Kehidupan dikota merupakan masyarakat yang
heterogen, menyebabkan beranekaragam budaya dan adat-istiadat,
sehingga tidak ada lagi peraturan yang dapat membentuk masyarakat
menjadi semakin erat dan merasa saling membutuhkan satu sama lain,
bahkan lebih cenderung pada sekelompok orang yang bersifat non
Friendly.
Masyarakat Desa Zed memiliki solidaritas yang tinggi,
menciptakan kehidupan yang damai, tentram dan sejahtera, hal ini
menjadi faktor utama masyarakat desa enggan meninggalkan Desa
Zed dan pindah ke kota maupun di tempat lain. Masyarakat Desa
mempunyai rasa kekhawatiran yang tinggi karena takut jika tidak bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Masyarakat Desa
Zed sudah merasa nyaman tinggal di Desa Zed dengan kehidupan
sosial budayanya yang sudah terbentuk dan terjalin dengan baik.5
C. Realitas mobilisasi ulama terhadap tingkat partisipasi masyarakat
dalam pemilihan Kepala Desa Zed
Kiprah ulama’ secara langsung dalam proses mendorong
kesadaran pemilih sebenarnya sudah lama dilakukan, baik yang secara
terang-terangan terjun langsung yang ikut andil dalam pemilihan
kepala desa Zed. Seperti beberapa ulama yang. Beberapa sosok
ulama-ulama yang berbeda dalam memepengaruhi masyarakat atau
para ulama memiliki caranya tersendiri dalam memengaruhinya.
Tidaklah dinafikan kehadiran beberapa ulama yang berbeda
pilihannya masing-masing dalam pemilihan kepala desa di Desa Zed
5Mat Amin, Tokoh Masyarakat Desa Zed, Inteview Pribadi, Desa Zed, 22
Febuari 2019.
39
yang akan memotivasi masyarakat untuk sadar dalam menyalurkan
aspirasinya untuk memilih seseorang pemimpin.6
Figur ‘alim, ramah dan tidak pernah berkeinginan untuk
meraih jabatan merupakan daya tarik yang kuat untuk membangkitkan
kesadaran masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya.
Kepemimpinan para ulama yang karismatik tidak mementingkan
jabatan, hanya saja semata-mata untuk melaksanakan kewajiban
syari’at. Di Desa Zed kiprah ulama’ secara langsung pada kancah
politik dapat terlihat dalam struktural pemerintah desa serta di
lingkungan sehari-hari dalam desa itu sendiri. Pada Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden RI Tahun 2014 dapat terlihat dengan
dibentuknya Forum Kyai Kampung.7Meskipun terbentuknya forum ini
secara jelas-jelas memihak salah satu pasangan calon, tetapi tidak bisa
dinafikan akan mendorong dalam peningkatan kesadaran pemilih
untuk menyalurkan aspirasinya.
Keikutsertaan Ulama’ dalam pemilihan Kepala Desa Zed
Secara tidak langsung biasanya dilakukan ulama’ dalam pengajian-
pengajian maupun melalui Jam’iyah-Jam’iyah yang ada dikalangan
masyarakat. Peran ulama’ secara tidak langsung ini biasanya bukan
keberpihakan terhadap salah satu pasangan calon tetapi menganjurkan
masyarakat agar tidak golput didalam pemilihan umum. Karena
semakin banyaknya golput di masyarakat menandakan semakin
menurun tingkat kesadaran mereka.
Peran ulama’ dalam pemilihan kepala desa adalah wujud
ketaatan terhadap syara’. Hukum syara’ sendiri secara istilah adalah
khitob atau doktrin syari’ yang berhubungan dengan perbuatan
6H.Saidi, “Kiai dan Politik: Mengintip Motif Kiai NU dalam Pemilu
Glenmore Kabupaten Banyuwangi, Kahazanah Pendidikan, X, 1 (September 2016), h.
7.
7Riyanto, “Peran Ulama dalam Meningkatkan Kesadaran Pemilih pada
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di kabupaten
Demak”, Addin, 9, 2 (Agustus,
2015), h. 428.
40
mukallaf, baik berupa tuntunan, pilihan, atau ketetapan. Adapun
hukum Syara’ menurut istilah ahli fiqh adalah pengaruh yang
ditimbulkan oleh doktrin syari’ dalam perbuatan mukallaf, seperti
kewajiban, keharaman, dan kebolehan. Islam mewajibkan
pemeluknya untuk mematuhi segala aturan yang berlaku.8
Pemilihan Kepala Desa atau Pilkades merupakan salah satu
proses demokrasi di Indonesia pada tingkat desa. Pemilihan kepala
desa dilakukan secara langsung oleh masyarakat desa untuk memilih
calon kepala desa sesuai dengan kehendaknya masing-masing. Oleh
karena itu keikut sertaan masyarakat dalam berpartisipasi politik
secara langsung untuk memilih pemimpin di desa, diharapkan dapat
menciptakan suatu tatanan Pemerintahan yang lebih baik bagi
percepatan pembangunan pada tingkat desa. Partisipasi politik
masyarakat di desa sangat diperlukan demi terlaksananya tujuan dan
cita-cita dari Undang-Undang dasar 1945 untuk menciptakan
masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Hal ini juga diperkuat oleh
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 68 Ayat (2) butir kelima
yang mengharuskan agar setiap masyarakat dapat berpartisipasi dalam
setiap kegiatan desa. Dengan begitu masyarakat bisa secara langsung
mempengaruhi segala kebijakan dan keputusan yang dibuat oleh
pemerintah.
Partisipasi politik dalam suatu pemilihan umum khususnya
pada tingkat desa tentunya tak lepas dari peran panitia pemilihan
kepala desa. Berhasil atau tidaknya suatu pemilihan dapat dipengaruhi
oleh bagaimana panitia dalam mensosialisasikan kepada masyarakat
tentang suatu pemilihan yang akan dilakukan serta mempengaruhi
masyarakat tentang arti pentingnya berpartisipasi untuk menggunakan
hak suara yang dimiliki oleh setiap masyarakat yang terdaftar sebagai
pemilih tetap. Untuk itulah peran panitia sangat diharapkan secara
8Riyanto, “Peran Ulama dalam Meningkatkan Kesadaran Pemilih pada
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden RI Tahun 2014 di Kabupaten Demak”, Addin,
9, 2 (Agustus, 2015), h. 428-429.
41
maksimal untuk dapat melaksanakan peranannya dalam suatu
pemilihan demi teriptanya partisipasi politik masyarakat yang tinggi.
Pemilihan kepala desa yang dilakukan pada tahun 2017 dilakukan
secara serentak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa yang mengatur peraturan desa secara tersendiri. Salah
satu perubahan yang dilakukan adalah dengan diadakannya proses
Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) secara serentak. Hal ini sesuai
dengan Pasal 31 Ayat (1) yang berbunyi : “Pemilihan Kepala Desa
dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Kabupaten/Kota”.9
Beberapa ulama masing-masing berbeda dalam pilihannya
terhadap calon kepala desa dalam pemilihan Kepala Desa Zed
kecamatan mendo barat, para ulama-ulama tersebut dalam kegiatan
sehari-harinya sebagai pengisi khutbah dan ada juga beberapa
memiliki jamaah dalam pengajiannya, dengan ada kesempatan seperti
itu para ulama bisa memanfatkan kesempatan yang ada, dengan cara
mengayomi masyarakat sebagai jama’ahnya dan secara langsung juga
ada yang mengarahkannya untuk memilih calon kepala desa sesuai
pilihannya masing-masing. Oleh sebab itu banyak masyarakat yang
terpengaruh serta banyak yang percaya dengan pilihan yang di
anjurkan oleh para ulama yang mereka guru dalam menuntut ilmu
agama tersebut.10
Oleh karena itu, adanya pemilihan Kepala Desa, di Desa Zed
ini banyak masyarakat yang terkecoh atau ikut-ikutan dalam
menentukan pilihannya masing-masing dan dukungan para ulama
serta beberapa masyarakat juga melihat dampak dari latarbelakang
para calon Kepala Desa Zed tersebut. Diselenggarakannya pemilihan
Kepala desa yang ada di Desa Zed ini hampir saja terjadi kericuhan,
9Undang-Undang Desa dan Peraturan Pelaksanaan,Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Bandung: Fukosindo Mandiri. h.
18.
10
Suharjono, Kepala Desa Zed, Interview Pribadi, Desa Zed 22 Febuari
2019.
42
karena ketidak setujunya masyarakat terhadap pemenangan dalam
pemilihan kepala desa tersebut. sebelum hari pemilihan keapala desa
dilaksanakan, sebagian ulama yeng memerankan peranya
sebagaimana mestinya: sebagai khotib sholat jum’at, dan beberapa
juga sebagai pengajar pesantren. Ulama yang senantiasa ingin
menunujukkan jati dirinya sendiri sehingga banyak dikenal oleh
masyarakat, dengan eksistensinya dikalangan masyarakat desa, maka
semakin mudahnya mereka mempengaruhinya suara rakyat untuk
memilih kepala desa sesuai pilihannya masing-masing.11
Di dalam Desa Zed masing-masing ada empat calon kepala
desa, dan masing-masing mempunyai perbedaan dukungan ulama
tersendiri. Masyarakat yang sangat peduli dan antusias terhadap
pemilihan kepala desa. Masyarakat Desa Zed ingin mempunyai
pemimpin yang bisa membuat desa menjadi lebih maju dengan hidup
sejahtera. Visi misi serta tujuan masyarakat Desa Zed yaitu membuat
mereka sangat antusias dalam memilih pemimpin yang baik dan jujur.
Sehingga beberapa ulama sangat menggunakan kesempatan ini untuk
memilih pemimpin yang sesuai dengan pilihan mereka masing-
masing. Sehingga sebagian dari ulama tersebut menggunakan cara
tersendiri untuk mendapatkan suara masyarakat.
Tujuan dari ulama dalam memengaruhi masyarakat tersebut,
dikarenakan mereka tahu kualitas calon kepala desa tersebut, sehingga
mereka takut jika orang-orang desa itu memilihi pemimpin yang salah.
dikarenakan ini bukan hanya untuk kepentingan mereka semata tetapi
untuk kepentingan desa dan masyarakat. dalam mempengaruhi
masyarakat, para ulama pun tidak memaksa dengan keras dan tidak
secara terang-terangan namun kebanyakan dari mereka memilih untuk
secara diam-diam atau secara tersembunyi-sembunyi, dikarenakan
mereka tidak mau di bilang ikut andil dalam pemilihan kepala desa
11
Suharjono, Kepala Desa Zed, Interview Pribadi, Desa Zed, 22 Febuari
2019.
43
dan sebagian masyarakat tidak mau ikut campur dalam ranahnya
unutuk memilih kepala desa, karena mereka seperti sudah mengetahui
iming-iming serta janji manisnya para calon kandidiat kepala desa.
dalam pemilihan kepala desa tersebut ulama hanya mengarahkan
masyarakat untuk memilih calon sesuai pilihan mereka masing-
masing, dikarenakan mereka yang melihat calon kepala desa tidak
sesuai kriteria pemimpin ideal dan ada juga menurut para ulama desa,
salah satu para calon kepala desa cacat dalam kesehatannya, karena
faktor umur serta dikarenakan juga ada calon kandidiat ada yang
memiliki dua istri.12
Beberapa masyarakat yang meminta nasehat sekaligus
pendapat salah satu ulama agar dapat memberikan gambaran,
pemimpin yang seperti apa yang baik untuk agama dan negara.
Dengan mulai pertanyaan tersebut, beberapa ulama pun menjawab
pertanyaan masyarakat serta menasehatkan untuk lebih condong
kepada pemimpin yang mereka pilih. Karena dalam setiap ulama
memiliki masing-masing pemimpin yang mereka pilih, pasti sudah
mmepunyai tujuan tertentu, ada yang karena terikat hubungan saudara
sehingga ulama tersebut lebih memilih untuk kemenangan saudaranya,
dan ada juga untuk kemaslahatan masyarakat serta tidak jauh dari
unsur kepentingan politik. Dan karena ulama memiliki ketenaran
masing-masing dalam masyarakat dan mereka mempunyai cara
tersendiri dalam mengarahkan masyarakat untuk amar ma’ruf nahi
munkar.13
12
Mat Amin, Tokoh Masyarakat Desa Zed, Interview Pribadi, Desa Zed, 24
Febuari 2019.
13Amri, Masyarakat Desa Zed , Interview Pribadi, Desa Zed, 26 Febuari 2019.
44
BAB IV
RESPON DAN ANALISIS MOBILISASI ULAMA TERHADAP
PEMILIHAN KEPALA DESA ZED TAHUN 2017
A. Analisis Mobilisasi Ulama Terhadap Kontestasi Pemilihan Kepala Desa
tahun 2017
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawamcara serta
observasi menggunakan data-data yang berkaitan dengan pelaksanaan pemilihan
Kepala Desa Zed Kecamatan Mendobarat Kabupaten Bangka Provinsi Bangka
Belitung pada Tahun 2017, yang diikuti oleh lima calon kepala desa yang akan
menjabat selama satu periode, dari Tahun 2017-2021, bahwa secara umum
keterlibatan ulama dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa di Desa Zed cukup
mempengaruhi dalam hal memobilisasi masyarakat terhadap pilihannya masing -
masing.
Kemudian berdasarkan data mengenai peran ulama dalam memobilisasi
masyarakat pada pemilihan kepala desa dapat di deskripsikan bahwa pengaruh
ulama dalam mengkampanyekan salah satu calon menggunakan beberapa pola
kampanye untuk mempengaruhi pilihan masyarakat kepada calon tertentu. di Desa
Zed terdapat empat tokoh ulama yang berpengaruh, dan menjadi rujukan
masyarakat dalam memilih salah satu calon kepala desa, namun secara umum
keterlibatan ulama dalam pelaksanaan pemilihan kepala desa hanya sebatas
memberikan motivasi ataupun arahan mengenai ciri – ciri pemimpin yang ideal
yang dapat dijadikan teladan dalam masyarakatnya guna memberikan pelayanan
yang terbaik kepada warganya.1
Tabel 0.2 Polarisasi Kampanye Ulama
Nama Ulama Pola Kampanye Respon Masyarakat
1M. Ma’ruf, Tokoh Ulama, Interview Pribadi, Desa Zed, 23 Febuari 2019.
45
Ust. M. Ma’ruf
- Melalui Majelis Ta’lim
remaja
- Secara individu
perorangan
- Pendekatan kepada
sekelompok warga
- Menurut saya model
kampanye yang seperti itu
tidak cukup untuk
mempengaruhi kepada
pilihan masing – masing
masyarakat kepada semua
calon ( Arman 30 tahun)
- Menurut seharusnya ulama
yang bersifat netral, dan
boleh saja ulama itu
menjelaskan kepada
masyarakat bahwa kriteria
pemimpin yang baik itu
yang mampu melayani
masyarakatnya dengan
baik. (Abdurrahman ,50
Tahun)
- Menurut Saya cara ustadz
mengkampanyekan calon
kepala desa tidak
menunjukan
keberpihakanya, karena
beliau tidak menunjuk
kepada calon tertentu
untuk di pilih. (titin dahlia,
34 Tahun)
Ust. Zainan
- Melalui pengajian ibu –
ibu dan bapak – bapak
- Pendekatan personal
kepada santri pesantren
- Menurut saya tidak boleh
bahwa seorang ulama itu
terlalu menyudutkan salah
satu calon kandidat dalam
pemilihan pilkada kalau
46
- Melalui Khutbah
- Terlibat langsung untuk
mengkampanyekan
kandidat calon tertentu.
bukan untuk
kemasalahatna umum atau
kemasalahatn masyarakat,
seharusnya bersifat netral
dan lebih baik lagi
memberikan contoh yang
layak untuk masyarakat. (
Kholil Mahrub, 27 Tahun)
- Menurut saya ulama itu
hanya untuk memebrikan
tauladan serta sifat
netralnya dalam memilih
calon kepaal desa, tidak
terllau menonjolkan diri
untuk mengarahkan
masyarakat agar memilih
pilihan atau dukungannya.(
Suryana, 41 Tahun )
- Menurut saya ulama itu
tidak boleh menggunakan
kesempatan ini agar untuk
menaikan kharismatiknya
atau ketenarannya di
lingkungan masyarakat,
harus memberikan arahan
atau pelajaran yang baik
untuk masyarakat desa.
(Amri, 57 Tahun )
Ust.Ali Akbar
- Melalui Pengajian remaja
masjid
- Menurut saya, seharusnya
ulama itu sebagai
penengah bagi masyarakat
47
- Melalui Khutbah –
khutbah
- Pendekatan kepada santri
- Melalui Pengajian
rumahan jamaah ibu –
ibu
bukan sebagai provokator
dalam masalah yang ada di
masyarakat, dan seorang
ulama juga harus bisa
mendinginkan suasana
yang ada dlaam
masyarakat bukan malah
menjadi-jadi. (Yana, 49
Tahun)
- Menurut saya, tidak harus
menyebutkan didalam
khutbah secara langsung,
ya walaupun kelihatannya
tidak secara langsung tapi
masyarakat pun ada yang
tau tujuan dan maksud dari
isi khutbah ulama tersebut.
( Zarkasi, 65 Tahun)
- Menurut saya, ustad itu
tidak mensosialisasikan
kepada masyarakat siapa
yang mereka dukung, dan
siapa mereka yang tidak
mereka dukung,
seharusnya mereka bisa
menerima siapa pun itu
yang menjadi pemimpin
atau kepala desa yang
terpilih dan seharusnya
para ustad menerima siapa
pun itu, tidak untuk
48
menjauhi. ( Umar Nazi, 53
Tahun )
H. Saidi
- Pendekatan kepada jamaah
masjid
- pendekatan kepada jamaah
pengajian rumahan ibu –
ibu
- Pendekatan Kepada jamaah
Pengajian Rumahan
Bapak – bapak
- melalui Khutbah
- Menurut saya ,beliau tidak
begitu menunjukan
kampanye untuk calon
kades tertentu, karena yang
beliau tunjukan hanya cara
cara memilih calon
pemimpin yang dapat
dijadikan panutan dan
pelayan bagi
masyarakatnya,
(Zuhriyah, 48 Tahun )
Menurut tabel diatas, berdasarkan model kampanye yang dilakukan oleh
tokoh ulama setempat untuk mengkampanyekan beberapa calon kepala desa, ,
maka dapat penulis simpulkan bahwa Desa Zed dalam memilih Kepala Desa
sangat dipengaruhi oleh Ulama. Dalam hal ini, mobilisasi Ulama dalam kontestasi
pemilihan kepala Desa sangat dipengaruhi oleh tokoh agama, karena mereka
beranggapan bahwa pilihan terbaik seorang pemimpin berdasarkan pilihan Ulama
mereka masing-masing. Desa Zed memiliki empat orang Ulama yang memiliki
pola kampanye sama yaitu lebih kepada bidang keagamaan, seperti pada Majelis
Ta’lim remaja, baik secara individu maupun pendekatan kepada sekelompok
orang, melalui pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak, pendekatan personal kepada
santri pesantren, melalui Khutbah, dan terlibat langsung untuk mengkampanye
terhadap kandidat calon pilihannya masing-masing.
Namun kebanyakan hanya ditujukan untuk orang-orang yang masih
dianggap dekat dengan masing – masing tokoh ulama tersebut seperti, Jamaah
Masjid / Musholla, Jamaah Pengajian baik laki-laki maupun perempuan, Santri
49
Pesantren, remaja Masjid dan Sekelompok warga baik dari Karang taruna atau
LSM. Di dalam metode penyampaian inspirasi terhadap calon kepala desa.
Metode penyampaian inspirasi terhadap calon kepala Desa tersebut
bermacam-macam dilakukan oleh para Ulama, hal ini dengan tujuan agar
masyarakat tidak salah dalam memilih pemimpin. Masyarakat harus tahu
karekteristik seorang pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab, serta
menjalankan tugas dengan baik. Kemakmuran suatu Desa tergantung pada
seorang pemimpin, begitupula dengan Desa Zed, sangat antusiias dalam memilih
calon kepala Desa.
Selain itu juga ada tokoh ulama setempat untuk mengkampanyekan salah
satu calon kepala Desa, kebanyakan hanya ditujukan untuk orang – orang yang
masih dianggap dekat dengan masing – masing tokoh ulama tersebut seperti,
Jamaah Masjid atau Musholla , Jamaah Pengajian baik laki laki maupun
perempuan , Santri Pesantren, remaja Masjid dan Sekelompok warga baik dari
Karang taruna atau LSM. Selain itu cara ulama dalam memobilisasi masyarakat
ada pula yang menampilkan secara terbuka kepada masyarakat sebagai orang
yang terang–terangan mendukung salah satu calon kepala desa. Hal ini diperjelas
oleh salah satu tokoh ulama, Bapak Zainan mengatakan bahwa:
“...Saya termasuk salah satu orang yang dianggap sebagai tokoh
masyarakat Desa Zed, yang secara terang – terangan mendukung dan
menjadi tim sukses salah satu calon kades. Karena bagi saya calon kades
yang saya dukung ini merupakan sosok calon pemimpin yang mempunyai
jiwa kepemimpinan yang bagus, merakyat dan mampu melayani masyarakat
Desa Zed untuk lima tahun kedepan. Maka karena saya sebagai salah satu
tim sukses yang bertujuan untuk memenangkan calon kades pilihan saya,
maka saya selalu mengkampanyekan beliau baik dalam pengajian, ataupun
khutbah dan juga forum pengajian lainnya yang ada di Desa Zed.”2
Hal ini juga dipertegaskan oleh bapak M. Makruf, mengatakan bahwa:
“...Saya termasuk salah satu orang yang pernah bekerja di kantor
Desa Zed, dan saya juga termasuk yang dianggap sebagai tokoh masyarakat
Desa Zed, saya tidak secara terang-terangan, hanya saja saya hanya melalui
secara perorangan dan saya juga tidak memaksakan masyarakat untuk
2Zainan, Tokoh Ulama, Interview Pribadi, Desa Zed, 23 Febuari 2019.
50
memilih salah satu calon kandidat, hanya saja saya menyinggung gambaran
sosok kepemimpinan yang baik serta ideal untuk masyarakat Desa Zed itu
seperti pemimpin yang akan mengerti agama dan peduli terhadap
masyarakat serta, saya sebenarnya lebih ke individu masing-masing
masyarakat terutama keluarga saya sendiri, hanya saya saling menghargai
pendapat satu sama lain dan saya juga bersifat netral, tidak menutup
kemungkinan saya akan pilih salah satu calon kepala desa yang pernah
menjabat sebelumnya. Dan bagi anak-anak atau para kaum pemuda yang
datang kerumah pun saya hanya memberikan gambaran kepemimpinan
sesuai yang dibutuhkan oleh masyarakat dan desa pada saat ini.”3
Masyarakat Desa Zed sangat dipengaruhi oleh ulama, teruatama dalam
pemilihan kepala desa, sebagaimana dikatakan oleh Ust Ali Akbar Bahwa:
“...Saya sebagai salah satu anggota majelis atau orang yang
berpengaruh baik dalam lingkungan masyarakat maupun dalam kalangan
pemerintahan desa dan kalangan pengurus masjid, saya sangat
menganjurkan para pemuda-pemudi desa terutama jamaah saya yang setiap
malam kamis mengaji dirumah, saya dengan antusias memberikan arahan
serta nasehat termasuk arahan untuk memilih pemimpin yang baik untuk
desa kita agar lebih maju dan berkembang lagi, disitu kita sangat
membutuhkan sosok pemimpin yang baik dan benar sesuai pilihan saya dan
kesepakatan majelis yang ada di Desa Zed. tidak lupa juga mnegarahkan
jamaah-jamaah yang lain juga, baik itu ibu-ibu maupun bapak-bapak, tetapi
saya tidak memaksa atau menekan kan masyarakat secara paksaan, saya
juga menghargai setiap pandapat yang berbeda-beda.”4
Dari hasil Interview diatas bisa dikatakan bahwa ulama sangat
menekankan masyarakat secara lemah lembut untuk kemaslahatan masyarakat
serta untuk kebaikan Desa Zed sendiri. Masing-masing ulama memiliki cara
tersendiri dalam mendekatkan diri kepada masyarakat Desa Zed. Oleh karena itu,
denagn bentuk pola mobilisasi para ulama dalam menggerakkan masyarakat agar
memilih sesuai yang mereka pilih. Tetapi para ulama juga memiliki sifat netral
juga dalam menghargai para pendapat masyarakat dan mereka mengerti karena
indonesia menganut asas demokrasi juga. Keadaan masyarakat desa dengan
adanya bentuk mobilisasi seperti ini membuat masyarakat hampir kebingungan
dan penuh kebimbangan dalam memilih kepala desa. Bentuk dari mobilisasi
3M. Ma’ruf, Tokoh Ulama, Interview Pribadi, Desa Zed, 23 Febuari 2019.
4Ali Akbar, Tokoh Ulama, Interview Pribadi, Desa Zed, 23 febuari 2019.
51
ulama itu sendiri seperti para ulama terlihat pada saat mereka membawa khutbah
dan dalam suatu pengajian-pengajian setiap malam kamis dan malam sabtu di
masjid-masjid serta di musholla-musholla yang ada di Desa Zed itu sendiri.
Dengan cara arahan dari pembicaraannya sedikit menyinggung mengenai
pemilihan kepala Desa. ulama memiliki majlis ta’lim masing-masing. Dengan
keadaan masyarakat saat itu hampir terjadi kericuhan di Desa Zed sendiri, karena
terjadi pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat kemudian masih bisa di
netralisirkan oleh salah satu ulama Desa Zed juga. Ulama Desa Zed tersebut
memiliki peran masing-masing yang berbeda-beda, ada ulama sebagai ustad atau
selaku guru di pondok pesantren, ada juga sebagai kepala sekolah dan sekaligus
sebagai pengajar di Madrasah Ibtida’yah dan ada juga sebagai pengurus masjid di
desa, dan juga sebagai ulama kondang serta sebagai guru mengaji di Desa Zed,
salah satu dari ulama di atas berperan aktif dalam struktur pemerintahan desa.
mereka sanagat di segani dan di hormati oleh sebagian masyarakat.
Masing-masing dari calon kepala desa, di Desa Zed Kecamatan Mendo
Barat tersebut, dua dari calon kepala desa yang sudah pernah menjabat
sebelumnya sudah pernah menjadi kepala desa dengan tahun yang berbeda salah
satu dari dua calon kepala Desa Zed tersebut pada saat menjabat Desa Zed desa
bisa dikatakan sangat begitu maju dengan masyarakat yang begitu sejahtera dan
tidak adanya terjadi saling fitnah dan tidak terjadi berpecah belah satu sama lain.
pada tahun 2017 ulama yang mulai ikut andil dalam pesta demokrasi yang di
lakasanakan secara langsung oleh masyarakat Desa Zed.
Ulama yang memiliki pengaruh sebagai agent of moral and social change
dituntut mau menyampaikan aspirasi politik umat dihadapan pemerintah
(umara)5, bentuk-bentuk partisipasi ulama dalam pilkada adalah, Pertama
partisipasi aktif, dilakukan secara formal, melalui pemberian “Fatwa” atau
tausiyah pada umat agar turut mendukung suksesnya pilkada agar bisa berjalan
dengan aman, damai, dan kondusif mengikuti sosialisai pilkada yang
diselenggarakan KPU dan ikut serta memberikan hak pilihannya.
5Mambaul Ngadimah, “Peran serta Ulama dalam Membangun Nilai-Nilai Demokrasi
pada Pilkada”, Al-Tahrir, 10, 2 (Desembe, 2010), h. 232-233.
52
Secara non formal ulama buktikan kesediaannya memberikan dukungan
berupa Do’a, restu saran, pendapat, membantu menyelesaikan problem-problem
yang tidak bisa selesai secara administratif dan material, serta komunikator/jubir
kandidiat.6 Peran ulama yang ada di Desa Zed ini ternasuk ulama yang aktif
dalam memerankan kewajiban serta perannya sebagai ulama, dengan alasan para
ulama untuk demi kemaslahatan masyarakat dan desa.
B. Analisis Faktor-Faktor Pengaruh Mobilisasi Ulama Terhadap Kontestasi
Pemilihan Kepala Desa Tahun 2017
Selanjutnya mengenai analisis pengaruh mobilisasi ulama dalam pilkades
di desa zed, membuktikan bahwa pesta demokrasi yang di laksanakan lima
Tahun sekali itu dikatakan sabagai salah satu pesta demokrasi yang berhasil.
Karena pada pemilihan Kepala Desa Zed Tahun 2017 tersebut antusias
masyarakat dalam menggunakan hak pilihannya lebih tinggi, hal tersebut bisa
dilihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1.3 Partisipasi Masyarakat7
No. Pemilih dan Pengguna Hak
Pilih
Laki-laki Prempuan Total
1. Pemilih 1.130 800 1.930
2. Pengguna Hak Pilih 958 690 1.648
3. Partisipasi 84,77% 86,25% 85,38%
Berdasarkan analisis tabel diatas, jumlah pemilih untuk pilkades
tahun 2017 sendiri masih dikatakan relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan
adanya faktor partisipasi ulama dalam memobilisasikan masa dalam hal
pemilihan terhadap masing-masing calon Kepala Desa Zed Kecamatan
Mendo barat.
6Mambaul Ngadimah, “Peran serta Ulama dalam Mebangun Nilai-Nilai
Demokrasi pada Pilkada”, Al-Tahrir, 10, 2 (Desember, 2010), h. 232-233.
7Sumber Data Panitia Pemilihan Kepala Desa Zed.
53
Berdasarkan karakter masyarakat Desa Zed yang termasuk
masyarakat yang bisa dikatakan religius dan masih mengikuti anjuran para
ulama atau tokoh ulama yang dikatagorikan berilmu atau memiliki ilmu
Agama yang lebih dan juga yang pernah mengabdi di pondok pesantren. Dan
dengan karismatik para ulama dalam setiap perannya. Beberapa pertanyaan
yang di wawancarai oleh penulis sebagai berikut :
“...Saya salah satu anggota dari majelis yang ada di Desa Zed,
ajakan ulama terhadap suara rakyat dilakukan secara diskusi atau
forum-forum tertentu dan dalam kontak seperti Muzakaroh yang ada
dalam suatu majelis yang tujuannya untuk memperbaiki atau
memberikan pandangan-pandangan yang baik kedepan untuk
kemaslahatan desa dan masyarakat. Tetapi dalam hal ini ulama juga
bersifat netral dan memberikan pandangan kepada masyarakat agar bisa
memilih kepala yang baik yang di butuhkan oleh masyarakat. dalam hal
ini peran ulama sangat penting dengan keadaan suasan politik seperti
ini, agar bisa mengarahkan masyarakat untuk hal-hal yang lebih baik
untuk kedepannya. Bagusnya, Dengan ajakan dan arahan dari salah satu
ulama tersebut masyarakat tetap dengan keadaan kondisi yang aman
dan damai.”8
Hal ini juga ditegaskan oleh bapak Abdurrahman, mengatakan bahwa :
“...Saya hanya mendengar ajakan ulama ya seperti hanya
sedikit menyinggung tema pada saat khutbah jumat yaitu tentang
pemimpin yang baik serta sesuai dengan amar ma’ruf nahi munkar,
disitu ulama hanya menjelaskan beberapa karakteristik pemimpin yang
baik dan ideal untuk masyarakat desa, menurut saya ajakan ulama tidak
secara terang-terangan dan tidak menyudutkan salah satu calon kepala
desa, dan ulama hanya mengarahkan untuk memilih calon sesuai
kriteriapemimpin yang baik. Dan saya sedikit mendengarkan dengan
keadaan kondisi masyarakat terjadi keributan di salah satu media sosial
terjadi keributan, tapi saya mendengar dari masyarakat an tetangga
saya, setau saya kondisi lingkungan masyarakat seperti biasa.”9
Hal ini juga disampaikan oleh ibu Hj. Yana, mengatakan bahwa :
8Junaidi, Warga Masyarakat Desa Zed, Interview Pribadi, Desa Zed, 25 Febuari
2019.
9Abdurrahman, Warga Masyarakat Desa Zed, Intreview Pribadi, Desa Zed, 25
Febuari 2019.
54
“...Dalam memilih pemilihan kepala desa Tahun 2017
kemarin, saya tidak mengikuti arahan dari siapa pun saya hanya
mengikuti kemauan diri sendiri serta mengikuti hati nurani saya,
mengenai ajakan para ulama setau saya hanya melalui majelis-majelis
yang ada di Desa Zed. Ulama sangat memiliki peran penting dalam
suasana politik yang sangat sensitif terutama untuk masyarakat Desa
Zed, saya mendengar dan melihat keributan yang ada di salah satu
media sosial bahwa beberapa dari masyarakat yang pro dan kontra
terhadap masing-maisng calon kepala desa yang mereka dukung, dan
itu sangat berdampak pada kehidupan lingkungan sosial dalam sehari,
dan bahkan beberapa masyarakat tidak saling menyapa satu sama lain.
dan karena pada tahun 2017 tersebut bisa dikatakan tingginya
partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala Desa Zed.”10
Hal ini disampaikan oleh bapak M. Kholil, Mengatakan bahwa :
“...Saya sebagai salah satu tim sukses dalam kemenangan
salah satu calon kepala Desa Zed, dan saya hanya bermain di belakang
layar saja,saya tidak secara langsung mempengaruhi masyarakat namun
saya juga sedikit banyak membantu proses pengauh suara kandidat
yang saya dukung. Dan dengan ajakan para ulama yang seharusnya bisa
bersifat netral terhadap maisng-masing calon kepala desa tidak
seharusnya mendukung salah satu calon sesuai dengan pilihannya, dan
ulama seharusnya tidak mengunggulkan salah satu calon kandidat
kepala desa, ulama juga harus berada di tengah-tengah, agar masyarakat
juga tidak bingung dengan kebimbangannya dalam memilih calon
kepala desa, dan untungnyadalam pemilihan kemaren Tahun 2017
hampir rata-rata masyarakat bisa memilih sendiri mana calon kepala
desa yang baik dan mana yang pantas untuk dijadikan Kepala Desa
Zed.”11
Dari hasil wawancara penulis kepada informan, ada beberapa
informan menyatakan benar adanya ajakan para ulama terhadap beberapa
calon kandidat dari dukungan mereka masing-masing, namun sangat
berdampak terhadap masyarakat Desa Zed terutama para anggota majelis
serta beberapa tokoh masyarakat, sehingga sempat membuat masyarakat
dalam keadaan bimbang dalam memilih serta antusiasnya partisipasi politik
masyarakat terhadap pemilihan Kepala Desa Zed Kecamatan Mendobarat
10
Hj. Yana, Warga Masyarakat Desa Zed, Interview Pribadi, Desa Zed, 27 Febuari
2019.
11
Kholil Mahrub, Warga Masyarakat Desa Zed, Interview Pribadi, Desa Zed, 25
Febuari 2019.
55
Tahun 2017. Dari hasil tersebut dapat dikatakan cara mobilisasi dari ulama
terhadap masyarakat Desa Zed dikatakan berhasil dengan cara mempengaruhi
suara masyarakat yaitu dengan cara pendekatan majelis dan pendekatan
perorangan serta pendekatan dengan macam-macam tokoh masyarakat.
Dengan pengaruh para ulama terhadap masyarakat Desa Zed dengan
kedudukan dalam struktur sosial yang diposisikan dalam tingkat elite, ulama
menjadi tumpuan bagi aspirasi dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Oleh
karena itu, ulama dalam gerakannya juga tidak jarang, atau juga harus,
bersentuhan dengan politik. Secara umum, perjuanagan merupakan satu
kerangka keseluruhan dari peran ulama, mengambarkan cita-cita fundamental
serta tujuan untuk tetap mempertahankan peran mereka dalam masyarakat.
keterlibatan dan keprihatinan politik ulama dalam turut memikirkan nasib
masyarakat merupakan tugas sekunder dan pada saat bersamaan merupakan
bagian yang penting dari perjuangan Islam.12
Pada pengumpulan data dipergunakan beberapa teknik salah satunya
adalah wawancara. Wawancara mendalam dilakukan mendalam terhadap para
ulama yang ada di Desa Zed. Di samping itu, dilakukan observasi untuk
menyajikan gambaran realistik perilaku ulama atau kejadian dalam peran
politiknya sebagai warga negaar untuk menjawab pertanyaan dan membantu
mengerti prilaku manusia, dalam evaluasi tertentu melakukan umpan balik
terhadap pengukuran tersebut. memahami motif politik ulama yang dijadikan
alasan mereka berpolitik ternyata tidak mudah. Ulama sebagai elite agama
biasanya dalam melakukan sebuah tindakan dan keputusan selalu
mempertimbangkan banyak aspek.
Kebebasan menentukan pilihan pada dasarnya merupakan fitrah
manusia. Ulama sebagai seorang individu dalam kajian ini, jika dikaitkan
dengan tindakannya untuk terjun ke politik. Teori tindakan sosial Parson
menyebutkan bahwa perilaku manusia itu adalah subjek yang bertindak
12
Sayfa Auliya Achidsti, Kiai dan Pembangunan Institusi Sosial (Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2015, Cet. Pertama), h.,64-65.
56
secara konkrit dan subjek yang terus menerus dinamis bereaksi diluar struktur
yang melengkapinya, namun dalam nilai-nilai individunya.
Pilihan untuk politik atau tidak bagi seorang ulama merupakan
pilihan individu ulama yang didasarkan atas internalisasi nilai-nilai
keagamaan yang di milikinya sekaligus dikontektualisasikan dalam
kehidupan sosial yang ada di masyarakatnya. Sebagai sorang individu yang
memiliki banyak peran di masyarakat dan juga merupakan elite didalam
organisasi-organisasi besar, seorang ulama ketika memilih berpolitik atau
tidak, sulit dibedakan antara sikap politik dirinya dengan sikap politik dari
organisasi, apalagi secara kebetulan sikap politik ulama memiliki sikap
politik ulama-ulama lain dengan jumlah yang besar maka sulit dibedakan
sikap politik individu ulama yang bersangkutan dengan sikap politik dari
organisasi berkaitan dengan konteks ini seorang Kiai berpolitik tentunya
memiliki tujuan, motif yang hanya dirinya dan Allah SWT yang tahu.
Tersembunyinya motif dan tujuan tersebut biasanya akan menghasilkan
karakter berpolitik yang khas yang merupakan karakter bawaan dari motif
dan tujuan mereka berpolitik. Pola ini tergantung dari bentukan dan proses
interaksi dalam dirinya sendiri maupun proses interaksi diluar dirinya,
Karakter yang berbeda itu selanjutnya dibawa dalam penerapan tindakan
untuk menentukan, memilih, menyikapi persoalan-persoalan pribadi dan
sosial yang ada. Manusia secara individu, boleh memilih salah satu dari
pilihan dalam menentukan alternatif pilihannya.
Dari teori tindakan sosial ini dapat dianalisa bahwa pilihan berpolitik
bagi seorang Kiai dalam Pilkada, sebagaimana diungkapkan oleh para
informan adalah sebagai berikut: Kiai berpolitik adalah pilihan pribadi,
berpolitik merupakan bagian perjuangan dalam ber amar ma’ruf nahi
munkar, sikap politik Kiai adakalanya merupakan cerminan dari sikap politik
yang dipilih Jam‟iyah Nahdlatul Ulama, pilihan perpolitik merupakan bentuk
intrepetasi atas dogma agama Islam yang dianut dan kontektualisasi peran
kemasyarakatan Kiai dan pesantren untuk merespon isu-isu kontenporer yang
57
menjadi isu utama dalam masyarakat, dan perbedaan sikap dalam merespon
politik adalah sebuah dinamika yang wajar dalam organisasi.13
Setiap tindakan yang dilakukan Kiai secara individu maupun
kelompok akan menghasilkan karakter yang berbeda sebagai hasil bentukan
proses internalisasi dan interaksi sosial yang ada dalam dirinya. Karakter
yang berbeda seorang Kiai juga merupakan bagian dari struktur pemahaman
seorang Kiai dalam hal agama Islam menjadikan sebuah pola karakter yang
berbeda dan unik jika dibandingkan dengan karakter manusia awam. Karakter
khas yang berasal dari internalisasi dogma-dogma agama islam yang dimiliki
Kiai selanjutnya dibawa dalam penerapan tindakan menentukan, memilih,
menyikapi persolan-persolan pribadi dan kelompoknya. dalam bertindak
seorang Kiai biasanya berusaha untuk mengetahui terlebih dahulu apa yang
diinginkan kemudian mencari rujukan-rujukan yang bersifat otoritatif dalam
Al Qur‟an dan Sunnah, selanjutnya dikaji bagaimana hukum halal haramnya
baru kemudian merespon dengantindakan apa yang akan dilakukan.
Dalam pandangan Kiai yang dogmatis berpolitik merupakan
tindakan yang sangat mulia sehingga perlu cara yang baik pula untuk
mencapai tujuan yang dituju atau dalam teori tindakan sosial pola sikap ini
merupakan Zwerk Rational. Akan tetapi bagi Kiai yang pragmatis bahwa
berpolitik yang memiliki tujuan mulia tidak harus dilakukan dengan cara
yang baik pula, adakalanya berdasarkan cara yang tepat dan cepat untuk
mencapai tujuan yang hendak dicapai. Tindakan ini masih dalam kategori
tindakan yang rasional meskipun tidak seideal yang Pertama, tindakan ini
sering disebut dengan Wrektrational Action. Meskipun banyak yang
beranggapan bahwa berpolitik merupakan suatu upaya yang cara
memperolehnya dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Kiai sebagai seorang yang memiliki kemampuan spiritual lebih dibanding
masyarakat awam akan selalu mendasarkan tindakan yang dilakukan
berdasarkan sumber rujukan yang otoritatif berupa Al Qur‟an, Hadits dan
13
H. Saidi, “Kiai dan Politik: Mengintip Motif Kiai NU dalam pemilu 2009 di Glenmore
Kabupaten Banyuwangi”, Khazanah Pendidikan, X, 1 (September 2016), h.16-17.
58
juga Ijma‟. Dengan demikian pola tindakan yang dilakukan selalu secara
ideal masih dalam rangka misi suci untuk beribadah dan perjuangan dakwah
agama Islam. 14
Sikap pragmatis Kiai dalam berpolitik, internalisasi ilmu agama yang
dimilikinya masih dipergunakannya sebagai perangkat rasionalitas yang
digunakan untuk bertindak. Makanya dengan adanya tindakan tersebut,
tindakan manusia dibedakan dalam dua orientasi penting, yaitu motivasi dan
nilai individu yang bertindak Dengan tujuan untuk memperbesar kepuasan
dan mengurangi kekecewaan.Sedangkan dalam orientasi nilai berhubungan
dengan standar-standar yang mempengaruhi dan mengendalikan pilihan-
pilihan individu terhadap tujuan yang hendak dicapai.
Standar nilai berupa Al Qur‟an dan Hadits merupakan standar nilai
yang menjadi pijakan rasional seorang Kiai dalam bertindak, artinya Kiai
yang rasional dan Kiai yang pragmatis memiliki motivasi untuk bersikap
sesuai Al Qur‟an dan Sunnah merupakan pengendali utama atas pilihan-
pilihan tindakan yang akan dilakukan. Hal ini dapat kita lihat dari sosok
K.M.Thohir Achmad yang sangat dogmatis, sebagai seorang politisi
seharusnya beliau bisa melakukan tindakan-tindakan yang dapat digunakan
untuk kepentingan dirinya dan partainya, akan tetapi perasaan yang selalu di
awasi oleh Allah SWT, dan teguh dalam memegang sumpah dan janjinya
sehingga berusaha bertindak yang tidak melanggar aturan dan hukum yang
berlaku. Sikap teguh pada syariat agama nampaknya adalah pilihan dan
mampu mengalahkan dorongan dan motivasi diri sendiri untuk berkuasa dan
mempertahankan kekuasaanya selama mungkin dalam politik.
Seseorang Kiai memilih berpolitik atau tidak berpolitik tergantung
pada sistem nilai yang dipegangnya. Berkaitan dengan hal tersebut
seharusnya nilai-nilai sosial merupakan seperangkat sikap masyarakat yang
dihargai sebagai suatu kebenaran dan dijadikan standar bertingkah laku guna
14
H. Saidi, “Kiai dan Politik: Mengintip Motif Kiai NU dalam pemilu 2009 di Glenmore
Kabupaten Banyuwangi”, Khazanah Pendidikan, X, 1 (September 2016), h.18.
59
memperoleh kehidupan masyarakat yang demokratis dan harmonis. Dalam
konteks ini, keyakinan agama seorang Kiai (antara lain didasari atas
pemahaman fiqh) akan mempengaruhi semua aspek kehidupannya. Agama
Islam yang produk-produk hukumnya dibahas dalam fiqh menjadi sistem nilai
yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang muslim,baik dalam kehidupan
sosial, ekonomi maupun politik. Pemikiran ini secara teoritis didasarkan pada
pendapat Talcott Parson bahwa agama menjadi satu-satunya sistem acuan
nilai (sistem referenced values) bagi seluruh sistem tindakan (sistem of
actions). 15
Secara umum pola sikap yang dimiliki Kiai pada umumnya dalam
pandangan teori tindakan sosial terkategori sebagai Traditional Action suatu
pola tindakan yang didasarkan atas kebiasan-kebiasaan dalam mengerjakan
seseuatu dimasa lalu. Dalam kasus Kiai dalam tindakan politiknya yang
memiliki corak pemahaman yang diwariskan dari kitab-kitan klasik yang
diajarkan di pesantren-pesantren tradisional. Secara tidak sengaja melalui
pola pengajaran yang relatifsama maka Kiai memiliki pola tindakan sosial
yang hampir sama pula. Meskipun pola sikap dalam politik masing-masing
Kiai mendasarkan atas keyakinan yang terdapat dalam dirinya sendiri dan
menghasilakan karakter yang berbeda, akan tetapi bentukan sistem
pendidikan pesantren tradisional yang telah melembaga sangat kuat secara
turun temurun membentuk sikap hidup, dan kepercayaan akan nilai-nilai dan
dogma-dogma yang membentuk seorang Kiai dalam corak dan pandangan
keagamaannya relatif memiliki kesamaan bentuk. Sehingga pola yang telah
mapan ini membentuk Kiai pesantren diseluruh Indonesia untuk bertindak
dalam pandangan yang masih merujuk pada organisasi Nahdlatul Ulama dan
mampu dipersatukan dalam lembaga yang mewadahi Kiai tradisional dalam
cakupan yang besar.
15
H. Saidi, “Kiai dan Politik: Mengintip Motif Kiai NU dalam pemilu 2009 di Glenmore
Kabupaten Banyuwangi”, Khazanah Pendidikan, X, 1 (September 2016), h.119-20.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisa tentang pengaruh mobilisasi
ulama terhadap kontetasi pemilihan Kepala Desa Zed Kecamatan Mendo
Barat Tahun 2017, maka Penulis menyimpulkan :
1. Bentuk mobilisasi ulama terhadap kontestasi pemilihan Kepala Desa
Zed Tahun 2017 adalah lebih kepada bidang keagamaan dengan
menggunakan fasilitas ibadah seperti khutbah jum’at, pengajian majelis
ta’lim, jamaah masjid baik laki-laki maupun prempuan, pengajian para
pemuda-pemudi desa, serta mendekatkan masyarakat secara
individualis.
Oleh karena itu, bebrapa ulama menggunakan polarisasi atau
bentuk kampanye dengan beberapa cara yang berbeda-beda, dengan
hasil wawancara dari beberapa informan bentuk dari polarisasi tersebut
adalah terutama pendekatan para ulama dengan masyarakat dengan
melalui pengajian serta majelis ta’lim dan mendekatkan masyarakat
secara individualis, dengan keberhasilan pengaruh dari mobilisasi
ulama terhadap masyarakat Desa Zed adalah tinggi nya tingkat
partisipasi masyarakat terhadap pemilihan Kepala Desa Zed.
2. Faktor-faktor Pengaruh dari mobilisasi ulama terhadap kontestasi
pemilihan Kepala Desa Zed Kecamatan Mendo Barat Kabupaten
Bangka terhadap partisipasi politik masyarakat Desa Zed Kecamatan
Mendo Barat adalah Pertama, sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan
ekonomis, keikutsertaan ulama tersebut karena adanya kepentingan
seperti supaya mendapatkan fasilitas yang lebih baik secara ekonomi
maupun politik. Kedua, ingin memiliki peran dalam pemerintahan
Desa, serta ingin dihargai atau dihormati oleh masyarakat desa. Ketiga,
sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan bagi penyesuaian,
61
3. secara umum organisasi keagamaan di Desa Zed selalu terbuka untuk
mengadakan kerjasama dengan pihak mana pun. Keempat, sebagai
sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus, seperti dengan adanya fatwa
ulama agar pilkada berjalan sesuai aturan, santun tetap menjaga
ukhuwah tidak money politik dan semua warga wajib memilih. Kelima,
untuk memperkuat moral individu, dengan memberikan dukungan
material dan termotivasi memberkan dukungan material, moral serta
spritual dalam bentuk memeberikan restu dan do’a melalui tahlil, yasin,
istighosah, sima’un, mujahadah dan lain-lain.
B. Saran
1. Hendaknya para panitia penyelenggara Pemilihan Kepala Desa Zed
Kecamatan mendobarat Harus lebih efektif dalam menanani
permaslahan yang ada di lingkungan Masyarakat Desa Zed.
2. Hendaknya masyarakat Harus membedakan dimana posisi ulama
sebagai panutan dalam masalah politik dan ulama sebagai panutan
dalam masalah Agama dan Sosial.
3. Hendaknya masing-masing calon kepala desa yang mencalonkan
dirinya sebagai calon Kepala Desa Zed Kecamatan Mendobarat,
harusnya bisa menetralisirkan para ulama yang akan berpihak kepada
salah satu dari mereka yang didukungkan oleh ulama agar masyarakat
tidak bimbang serta penuh kebingungan dalam memilih Kepala Desa
Zed.
4. Hendaknya para pegawai-pegawai yang ada di pemerintahan Desa Zed
harus lebih kondusif terutama dalam menyiapkan data-data desa, agar
setiap riset atau penelitian mengenai Desa Zed lebih akurat serta
memadai.
62
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahan.
Aziz Abdul AL-Badri. Mujio. Politik Ulama dalam Menghadapi Penguasa Islam.
Bandung: CV Pustaka Setia, 2005.
Achidsti Auliya, Sayfa. Kian dan Pembangunan Institusi Sosial, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 20015
Anwar Rosehan, Andi Bahruddin Malik. Ulama dalam Penyebaran Pendidikan
dan Khazanah Keagamaan. Jakarta: PT. Pringgondani Berseri, 2003.
Antonium Simanjuntak, Bungaran, MetodelogiPenelitianSosial, Jakarta: Pustaka
Obor Indonesia, 2014
Bungin, Burhan, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2004
Burhanudin, Jajat Ulama dan Kekuasaan, Bandung: Miza Media Utama, 2012.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan
visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, Jakarta: LP3ES, 2011.
Eksan, Moch, Kiai Kelana: Biografi Kiai Muchith Muzadi, Yogyakarta: Lkis
Yogyakarta, 2000.
Horikoshi, Hiroko, Kyai dan Perubahan Sosial, Jakarta: P3M, 1987.
MoleongJ, Lexy., Metodologi Penelitian Kualitataif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013.
Patilima, Hamid, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010.
Suprayogo Imam, Kyai dan Politik, Malang: UIN Malang Preaa,2009.
Syaikh Aziz Abdul Al-Badri, Ulama Mengoreksi Penguasa, Jakarta: CV. Pustaka
Mantiq, 1991.
Wasito, Hermawan, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1993.
Wasisto Raharjo Jati. “Ulama dan Pesantren Dinamika Politik dan Kultur
Nahdatul Ulama”, Ulul Albab, 2012.
63
Jurnal dan Makalah Ilmiah
Achidsti Auliya, Sayfa “Eksistensi Kiai dalam Masyarakat” Ibda Jurnal
Kebudayaan Islam. Vol. 2014, 12, (2014): 1693-6736.
Fitra, Haidir Siagian, dkk. “Partisipasi Ulama di Sulawesi Selatan di Dalam
Aktivitas Politik dan Kemasyarakatan”. Jurnal Dakwah Tabligh. Vol.
2015, 1 (2015): 98-110
Kadir, Abdul Ahmad, “Partisipasi Ulama dalam Pendidikan Islam dan
PandangannyaTentang Penyelenggaraan Madrasah di Indonesia Dewasa
Ini” , Al-Qalam, Vol. 2006, 17, (2006): 1-18.
Kurniawan, Budi “Politisasi Agama di Tahun Politik: Politik Pasca Kebenaran di
Indonesia dan Ancaman Bagi Demokrasi”, Sosiologi Agama, Vol. 2018,
12, (2018): 1-37.
Miftah Faridl, “Peran Sosial Politik Kyai di Indonesia”Jurnal Sosio Teknologi,
(2007)
Nasir, Nurlatifah. “Kyai dan Islam dalam Mempengaruhi Prilaku Memilih
Masyarakat Kota Tasikmalaya”, Jurnal Politik Profetik, Vol. 2015, 6,
(2015): 28-30.
Ngadhimah, Mambaul, “Peran serta Ulama dalam Membangun Nilai-Nllai
Demokrasi pada Pilkada”, Al-Tahrir,Vol. 2010, 10, (2010): 225-246.
Riyanto, “Peran Ulama dalam Meningkatkan Kesadaran Pemilih pada Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden 2014 di kabupaten Demak”, Addin,Vol.
2015, 2, (2015): 421-4440.
Saidi,”Kiai dan Politikk: Mengintip Motif Kiai NU dalam Pemilu 2009 di
Glenmore Kabupaten Banyuwangi”, Jurnal Khazanah Pendidikan. Vol.
2016. 1, (2016): 2-20.
Undang-Undang Desa dan Peraturan Pelaksanaan,Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Bandung: Fukosindo
Website
Diakses dari http://kbbi.web. Id/ulama, pada tanggal 27 Juli 2019, Jam 05.00 WIB.
Diakses dari http://id.wikipedia.org/Ferdinand_T%C3%B6nnies ,pada tanggal 23
Juni 2019, Jam 11.14 WIB
64
diakses dari www. Prodeskel binadesa.go/id, pada tanggal 27 Juli2019, jam 10.00
WIB
diakses https://kbbi.web.id/politisasi, diakses pada tanggal 19 Agustus 2019,
Jam 11.10 WIB.
Nu.or..id, Nu Online, diakses dari https://www.nu.or.id/post/read/93418/menag-
jelaskan-beda-politisasi-dan-politik-agama, diakses pada tanggal 25
Agustus 2019, jam 06.46 WIB.
Republika.co.id, Ichsan Emral Alamsyah, Politisasi Agama dan Ulama Tahun
Politik, diakses dari https://www.republika.co.id/berita/retizen/surat-
pembaca/ppsawn349/politisasi-agama-dan-ulama-dalam-tahun-politik,
pada tanggal 25 Agustus 2019, jam 07.13 WIB.
Interview
Interview pribadi dengan Abdurrahman, Warga Masyarakat Desa Zed, Bangka,
Desa Zed, 25 Febuari 2019.
Interview pribadi denganKholil Mahrub, Warga Masyarakat Desa Zed, 25 Febuari
2019
Interview pribadi dengan H. Saidi, Tokoh Ulama, Desa Zed, 23 Febuari 2019.
Interview pribadi dengan Hj. Yana, Warga Masyarakat Desa Zed, , 27 Febuari
2019.
Interview pribadi dengan Junaidi, Warga Masyarakat Desa Zed, Desa Zed, 25
Febuari 2019.
Interview pribadi dengan Mat Amin, Tokoh Masyarakat Desa Zed, 22 Febuari
2019
Interview pribadi dengan Ust M. Ma’ruf, Tokoh Ulama, Desa Zed, 23 Febuari
2019.
Interview pribadi dengan Suharjono, Kepala Desa Zed, Desa Zed, 22 Febuarai
2019
Interview pribadi dengan UstAli Akbar, Tokoh Ulama, Desa Zed, 23 Febuari
2019
Interview pribadi dengan Ust Zainan, Tokoh Ulama, Desa Zed, 23 Febuari 2019
65
Interview Pribadi,dengn Amri, Warga Masyarakat Desa Zed, Desa Zed, 26
Febuari 2019
64
66
Transkip Wawancara ulama
Nama : M. Ma’ruf
Tanggal : 23 Febuari 2019
1. Bagaimanakah bapak menyikapi kontestasi pilkades tahun 2017?
Jawaban : saya menyikapinya, sama dengan tahun sebelumnya, dan karena
ulama juga sangat berpengaruh terhadap masyarakat serta sangat berperan dalam
pilkades ini.
2. Apakah bapak terlibat langsung dakam pemenangan untuk salah satu kandidat
calon kepala desa tahun 2017?
Jawaban : saya tidak terlibat dalam pemenangan tersebut, saya bersifat netral.
Dan saya tidaka da pro ke siapa pun, karena memmang orang yang mencalon
kades itu pun tidak ada datang kerumah untuk meminta dukungan kemudian
memberikan motivasi orang lain agar memilihnya tersebut. hanya saja saya
memberikan gambaran ke masyarakat agar memilih pemimpin yang baik dan
pemimpin yang tepat saja
3. Bagaimana tanggapan anda jika ada ulama, langsung berkiprah di salah satu
pemenangan pilkades tahun 2017?
Jawaban : kalau ulama ikut campur dalam pemenangan calon kepala desa itu
boleh saja. Ulama boleh mendukung salah satu calon, yang mungkin menurut
ulama itu adalah sosok pemimpin yang menurut mereka ideal atau cocok atau
yang tepat untuk dipilih sebgai seorang pemimpin.
4. Apakah ustad pernah mensosialisasikan salah satu calon kandidat kepala desa?
Jawaban : tidak pernah. Tapi hanya untuk secara umum kriteria pemimpin yang
baik dan ideal sesuai syariat tetapi tidak untuk menyebut namanya secara terang-
terangan.
5. Apakah bapak dalam menentukan pilihan kepala desa salah satu pilihan bapak,
memberikan penekanan kepada jamaah atau membebaskan mereka?
67
Jawaban : kalau untuk penekanan sih tidak ada, karena saya netral. Cuma saya
saya hanya memberi gambaran saja. Contohnya seperti si A, yang sudah punya
pengalaman atau karakter yang sesuai ahlakul karimah , begitu juga dengan calon
kandidat yang lainnya.
Informan
M. Ma’ruf
68
Transkip Wawancara Ulama
Nama : Zainan
Tanggal : 23 Febuari 2019
1. Bagaimana ustad menyikapi kontestasi pilkades Tahun 2017 ?
Jawaban :dalam kontestasi pemilihan kepala desa tahun ini saya lebih
cenderung mendukung salahs atu calon kandidat kepala desanya, bulan berarti
tidak untuk mendukung yng lainnya, dan bukan berarti calon kandidat yang
lainnya tidak baik, karena calon kandidat ytang saya dukung itu sesuai dengan
kesepakatan majelis, dan lebih dekat dengan masyarakat serta rasa sosialnya
lebih peduli.
2. Bagaimana ustad dalam kontestasi Tahun 2017 yang lalu, langsung terlibat
dalam penekanan kepada masyarakat?
Jawaban : iya, saya memang langsung terlibat dalam pelihan kepala desa
tahanu 2017, tapi tidak memaksa secaar keras atau memaksa masyarakat
sesuai dengan keinginan saya, saya juga memberikan kebebasan kepada
mereka untuk memilihan sesuai pilhan hati mereka, hanya saya saja saya
mengarahakn untuk pemimpin yang sesuai syariat Islam nya.
3. Bagaimana tanggapan ustad jika ada ulama berkiprah dalam pemenangan
salah satu calon dalam pemilihan kepala desa?
Jawaban : pada dasarnya ulama/kyai di suasana politik sekarang ini, itu
memang harus mengayomi majlis atau masyarakat untuk menentukan pilihan
pemimipin yangs sesuai siyasah syar’iyah. Jadi baiknya ulama memang harus
terjun ke lapangan untuk hal-hal politik, kalau tidak ada ulama maka manusia
juga akan seperti binatang. Bukan maksud saya untuk menapikkan calon
kandidat yang lainnya, hanya saja pilihan yang kita dukung itu adalah pilhan
yang tepat untuk menjadi pemimpin desa. dan dalam khutbah pun boleh saja
mengarahkan masyarakatnya hanya untuk memberikan gambaran, tapi janagn
neyalah artikan politik juga untuk hal-hal kepentingan pribadi.
69
4. Bagaimana sikap ustad terhadap jamaah terkait pemilihan kepala desa tahun
lalu ?
Jawaban : kalau terhadap jamaah, artinya jamaah-jamaah kita yang terlibat
langsung dan memilih kandidat ysng lain, itu tidak jadi masalah, karena saya
memberikan kebebasan juga kepada mereka. Dan karena kita menganut asas
demokrasi jadi bebas hal untuk kebaikan masyarakat, serta saya saling
mengahargai pendapat maisng-masing juga. Yang terpenting politik di desa
tetap berjalan lancar serta untuk menjaga ukhuwah Islamiyah.
5. Bagaimana ustad di dalam khutbah atau ta’limnya pernah mensosialisasikan
kepada masyarakat atau jamaah untuk memilihsalh satu calon kandidiat yang
ustad pilih ?
Jawaban : sebenarnya saya hanay memberikan gambaran untuk memilih
pemimpin yang baik dan sesuai kriteria dalam Islam saja, tidak untuk
mensosialisasikan satu calon kandidat saja, hanya memberkan ganbaran
kepada jamaah khutbah agar bisa membedakan mana keriteria pemimpin yang
baik dan tepat untuk desa terutama.
Informan
Zainan
70
Transkip Wawancara Ulama
Nama : Ali Akbar
Tanggal : 23 Febuari 2019
1. Bagaimana ustad menyikapi kontestasi pemilihan kepala desa tahun lalu ?
Jawaban : alhamdulillah dalam pemilihan kepala desa tahun 2017
kemaren berjalan dengan lancar, sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku.
2. Apakah ustad dalam pemilihan kepala desa terlibat langsung dalam
pemenangan salah satu calon kepala desa ?
Jawaban : iya, saya memang terlibat langsung.
3. Bagaimana tanggapan ustad jika ada ulama atau tokoh agama langsung
berkiprah dalam pemenangan salah satu calon kepala desa tahun lalu ?
Jawaban : peran ulama yang sangat penting dalam hal suasana politik
sepeprti ini, karena fatwa-fatwa dari ulama sangat dibutuhkan oleh
masyarakat, untuk memilih figur-figur pemimpin untuk masyarakat, sesuai
dengan pendidikan atau sesuai dengan ahlak serta pengetahuannay, saya
mendukung calon kandidat si B karena sesuai keseparan di ranah majlis
dana karena si B juaga seorang tokoh majelis.
4. Bagaimana sikap ustad terhadap jamaah ustad, terkait pilihan kepala desa
Tahun 2017 ?
Jawaban : sikap saya hanya memberikan arahan kepada jamaah, agar
memilih pemimpin yang berahlak dan berilmu agama. Tapi saya tidak
memaksa kepada masyarakat, karen aitu hak mereka. Saya hanya
memberikan penjelasannya saja agar bisa memilih yang baik diantara yang
baik.
5. Apakah ustad ikut mensosialisasikan salah satu calon kandidiat kepada
jamaah dalam khutbah mamupun dalam pengajian ?
71
Jawaban : saya hanya mengarahkan secara tidak langsung, tidak
menyebut namanya, tapi tujuan saya unutk kandidat yang saya dukung.
Informan
Ali Akbar
72
Transkip Wawancara Ulama
Nama : H.Saidi
Tanggal : 24 Febuari 2019
1. Bagaimana ustad menyikapi kontestasi pemilihan kepala desa tahun lalu ?
Jawaban : dalam menyikapi kontestasi pilkada tahun kemaren saya
bersikap seperti biasa, sama seperti yahun sebelumnya, hanya saja ada
yang sedikit berbeda, ya karena salah satu calon kades itu sendiri adik ipar
saya sendiri.
2. Apakah ustad dalam pemilihan kepala desa terlibat langsung dalam
pemenangan salah satu calon kepala desa ?
Jawaban : iya, saya memang terlibat langsung, tapi hanya secara
sembunyi –sembunyi.
3. Bagaimana tanggapan ustad jika ada ulama atau tokoh agama langsung
berkiprah dalam pemenangan salah satu calon kepala desa tahun lalu ?
Jawaban : ya tidak ada masalah sih, selagi tidak menyalah artikan politik
hanya untuk kepentingan pribadi, memang perlu ulama itu untuk
memerankan posiisnya dimana aiya akan bertindak, karena ini untuk
kemaslahatan ummat.
4. Bagaimana sikap ustad terhadap jamaah ustad, terkait pilihan kepala desa
Tahun 2017 ?
Jawaban : tanggapan saya ya sepeprti biasa-biasa saja, saya masih
menghargai pendapat mereka, saya tidak memaksa juga, hanya saja saya
mengarahkan atau menyuurhkan anaka-anak saya serta menantu saya juga,
agar memilih pemimpin yang benar dan Islami juga.
5. Apakah ustad ikut mensosialisasikan salah satu calon kandidiat kepada
jamaah dalam khutbah maupun dalam pengajian ?
73
Jawaban : saya hanya mengarahkan saja, tidak menyebut namanya
secara langsung. Hanay menjelaskan saja kriteria pemimpin yg bak
sepeprti apa begitu.
Informan
H. Saidi
74
Transkip Wawancara Masyarakat
Nama : Junaidi
Profesi : guru SD
Tanggal : 25 Febuari 2019
1. Apakah anda ikut memilih Pilkades Tahun 2017 ?
Jawaban : iya. Saya ikut andil dalam pemilihan kepala desa.
2. Bagaimana cara anda memilih calon dalam pemilihan kepala desa
tahun 2017
Jawaaban : dalam pemilihann kepala desa tersebut, saya
mnecoblos nomor pada gambar dan nama calon kepala yang tertera di
dalam kertas tersebut, dan saya memilih calon pun sesuai hati nurani
sya, tidak secaar keterpaksaan juga.
3. Dalam pemilihan tahun lalu, apakah anda termausk timses salah satu
calo kepala desa ?
Jawaban : tidak, saya bukan timses calan kepala desa.
4. Apakah dalam memilih kepala desa, anda mengikuti saran orang
lainatau dari diri sendiri ?
Jawaban : ya, menurut saran orang lain, tapi itu sesuai visi dan misi
yang disampaikan oleh calon kepala desa pada saat debat calon kepala
desa tersebut.
5. Bagaimanakah tanggapan anda, jika ulama atau tokoh agama memilih
salah satu calon kepala desa sesuai pilihannya ?
Jawaban : peran ulama dalam pemilihan kepala desa itu sangat penting,
karena setiap pemimpin atau sekalian calon kepala desa, haruslah
memiliki adab yang baik dan bisa di teladankan oleh rakyat atau
masyarakatnya yang dalam tingkahlakunya sehari-hari.
75
Jadi pperan ulama mengarahkan kepada rakyat untuk bisa melihat dan
memilih mana pemimpin yang berahlak dan mana yang hanya
menginginkan jabatannya saja.
6. Bagaimana ajakan ulama dalam memilih calon kepala desa ?
Jawaban : ajakan tersebut dilakukan secra diskusi atau forum-forum
tertentu atau dalam kontak seperti Muzakaroh dalam suatu majelis
yang tujuannya untuk memperbaiki atau memberikan pandangan-
pandangan yang baik kedepan untuk kemaslahatan desa dan
masyarakat. Dalam hal ini ajakan ulama bersifat netral dan
memberikan pandangan kepada masyarakat agar bisa memilih kepala
desa yang lebih baik untuk masyarakat.
7. Apakah cara ulama dalam mengajak jamaah untuk memilih salah satu
calon kepala desa itu menggunakan fasilitas ibadah ?
Jawaban : tidak sama sekali.
8. Bagaimana kondisi jamaah ketika mengetahui antara ulama A dan
ulama B saling berebut suara jamaah ?
Jawaban : dalam hal ini ulama dalam kontek pemilihan kepala desa di
desa kami ini hanya satu orang, tidak ada ulama memihak kepada salh
satu calon kepala desa, ulama hanya sebgai penasehat untuk
masyarakay saja.
Informan
Junaidi
76
Transkip Wawancar Masyarakat
Nama : Arman
Profesi : pegawai kantor Desa Zed
Tanggal : 25 Febuari 2019
1. Apakah anda ikut memilih Pilkades Tahun 2017 ?
Jawaban : iya. Saya ikut andil dalam pemilihan kepala desa.
2. Bagaimana cara anda memilih calon dalam pemilihan kepala desa
tahun 2017
Jawaaban : saya memilih sesuai hati nurani saya, saya tidak
memihak salah satu calon kandidat manapun, karena saya sebagi
petugas panitia dalam pemilihan kepla desa tersebut. jadi saya harus
bersifat netral.
3. Dalam pemilihan tahun lalu, apakah anda termausk timses salah satu
calo kepala desa ?
Jawaban: tidak, saya bukan timses calon kepala desa.
4. Apakah dalam memilih kepala desa, anda mengikuti saran orang
lainatau dari diri sendiri ?
Jawaban tidak, saya tidak pernha mengikuti saran siapa pun, karena
saya tidak mau ikut campur dalam kampanye seperti nitu, jadi saya
sesuai pilihan saya aja.
5. Bagaimanakah tanggapan anda, jika ulama atau tokoh agama memilih
salah satu calon kepala desa sesuai pilihannya ?
Jawaban : peran ulama sih memnaqg baik untuk masyarakat, tapi tidak
untuk memanafaatkan suasana politik juga untuk kepentingan pribadi,
tapi ada juga ulama hanya ingin mneyelamatkan rakyat untuk
kemaslahatan bersama. Itu ulama yang baik dunia akhirat.
77
6. Bagaimana ajakan ulama dalam memilih calon kepala desa ?
Jawaban :sebenarnya tidak ada mungkin yah ajakan ulama secara
terang-terangan, yng syaa tau hanya di khutbah saja, ulama
menyinggung tentang kriteria pemimpin itu aja sih.
7. Apakah cara ulama dalam mengajak jamaah untuk memilih salah satu
calon kepala desa itu menggunakan fasilitas ibadah ?
Jawaban : tidak sama sekali.
8. Bagaimana kondisi jamaah ketika mengetahui antara ulama A dan
ulama B saling berebut suara jamaah ?
Jawaban :
Unutk hal ini setau saya sih jamaah seperti biasa aja, Cuma pasti adlah
ya pro dan kintra terhadap calon yang ini, maupun yang itu. pasti
semua masyarakat punya alasan tersendiri tergadap calon yngiya pilih.
Tidak semata-mata hanay karena ikut ulam yang ini, atau yng itu.
Informan
Arman
78
Transkip Wawancara Masyarakat
Nama : Kholil Mahrub
Profesi : Guru Di Mts Negeri 2
Tanggal : 25 Febuari 2019
1. Apakah anda ikut memilih Pilkades Tahun 2017 ?
Jawaban : iya. Saya ikut andil dalam pemilihan kepala desa.
2. Bagaimana cara anda memilih calon dalam pemilihan kepala desa
tahun 2017
Jawaaban : untuk menentukan pilihan saya melihat drai sosok atau
figur orangnya nya dulu, yang kedua dari segi pengalaman kandidat
tersebut di masyarakat, yang ketiga dari segi kepemimpinannya
pengaruhnya terhadap masyarakat, jadi tiga poin tersebut sangat
menentukan bagi sya adalam menentukan pemilihan kepala desa.
3. Dalam pemilihan tahun lalu, apakah anda termausk timses salah satu
calo kepala desa ?
Jawaban: iya, saya di katakan termasuk timses salah satu calon
kandidiat kepala desa, tapi saya hanya bermain di belkaang layar saja
dan tidak langsung untuk mempengaruhi masyarakat, namun saya
sedikit banyaknya membantu proses pengaruh suara untuk masuk ke
kandidiat yang saya dukung. Tapi saya tidak dikatakan sebagai timses
formal, hanaya saja bermain di bermain di belakang layar saja.
4. Apakah dalam memilih kepala desa, anda mengikuti saran orang lain
atau dari diri sendiri ?
Jawaban : saya hanya mengikuti diri sendiri, karena dengan alasan ya
and atau sendiri calon kandidiat itu masih satu darah dengan saya
sendiri, tapi saya sesuai hati nurani dan tidak paksaaan, akrean kita saja
memakai asas demokrasi.
79
5. Bagaimanakah tanggapan anda, jika ulama atau tokoh agama memilih
salah satu calon kepala desa sesuai pilihannya ?
Jawaban : saya dan kawan-kawan saya pernah kompromi dengan para
ulama itu sendiri dalam pemilihan kepala desa tahun 2017. Ya kita
saling mengahargai saja pperbedaan kita dalam memilih, tidakada
secara paksaan juga, dan ulama pun juga sedemikian rupa untuk bebas
dalam milih sesuai pilihannya masing-masing.
6. Bagaimana ajakan ulama dalam memilih calon kepala desa ?
Jawaban : seharusnya ulama bersikap netralitas, atau ulama sebagai
penengah untuk memilih pemimpin siapa pun itu, tidak harus berpihak
ke siapa pun. Ajakan nya sih bisa berupa face to face langsung atau
bahkan bisa dari mulut ke mulut para jamaahnya.
7. Apakah cara ulama dalam mengajak jamaah untuk memilih salah satu
calon kepala desa itu menggunakan fasilitas ibadah ?
Jawaban : mungkin sih tidak, tapi kemungkinan besar secara diam-
diam ada. Memang secara aturanya pun tidak boleh menggunakan
fasilitas ibadah untuk mengkampanyekan hal-hal seperti menyudutkan
calon si A begitu.
8. Bagaimana kondisi jamaah ketika mengetahui antara ulama A dan
ulama B saling berebut suara jamaah ?
Jawaban : masyarakat sempat bimbang serta kebingungan, tapi dengan
keadaan masyarakat yang sekarang dari segi pemikirannya pun sudah
pinter dari pada zama-zaman terdahulu atau sebelumnya, jadi
masyarakat bisa memilih mana yang baik, dan mana yang buruk.
Informan
Kholil Mahrub
80
Transkip Wawancara Masyarakat
Nama : Abdurrahman
Profesi : kepala sekolah SDN 9 Desa Zed
Tanggal : 25 Febuari 2019
1. Apakah anda ikut memilih Pilkades Tahun 2017 ?
Jawaban : iya. Saya ikut andil dalam pemilihan kepala desa.
2. Bagaimana cara anda memilih calon dalam pemilihan kepala desa
tahun 2017
Jawaaban : untuk memilih calon tersebut saya melihat dari pengalaman
serta kepedulian sosial yang tinggi untuk masyarakat dan desa, serta
tidak untuk hanaya semata-mata karena ingin menduduki jabatannya
saja.
3. Dalam pemilihan tahun lalu, apakah anda termausk timses salah satu
calo kepala desa ?
Jawaban: tidak. Saya bukan sebagai timsesnya salah satu calon kepla
desa itu sendiri, ya walaupun salah satu calon kepala desa ituadalah
adik kandung saya sendiri, karena saya tiak mau ikut campur atau
bawa nama keluarga dalam ranah politik itu sendiri.
4. Apakah dalam memilih kepala desa, anda mengikuti saran orang lain
atau dari diri sendiri ?
Jawaban : saya hanya mengikuti diri sendiri, saya pun bersifat netral,
tidak menutup kemungkinan karena dia adik saya,maka saya harus
memilihnya tidak sama sekali, saya hanyaingin yang terbaik untuk
desa nukan untuk nama baik keluarga besar saya, karena ini untuk
masyarakat Desa Zed itu sendiri.
5. Bagaimanakah tanggapan anda, jika ulama atau tokoh agama memilih
salah satu calon kepala desa sesuai pilihannya ?
81
Jawaban : ya boleh saja sih, asalkan ulama itu sendiri bisa bersifat
netral serta bisa mengayomi atau memberi nasehat yang baik unutk
masyarakat desa.
6. Bagaimana ajakan ulama dalam memilih calon kepala desa ?
Jawaban : ajakan ulama ya seperti hanya sedikit menyinggung tema
khutbah tentang pemimpin yang baik serta untuk amar ma’ruf nahi
munkar, disitu ualam hanya menjelaskan beberapa ahlak atau prilaku
pemimpin yang baik serta ideal untuk masyarakat desa.
7. Apakah cara ulama dalam mengajak jamaah untuk memilih salah satu
calon kepala desa itu menggunakan fasilitas ibadah ?
Jawaban menurut saya sih tidak ada, yang saya tahu sih tidaka da sama
skelai, ya mungkin di majelis atau pengajian mereka.
8. Bagaimana kondisi jamaah ketika mengetahui antara ulama A dan
ulama B saling berebut suara jamaah ?
Jawaban : kondisi masyarakat kata sih ada sedikit terjadi keributan dan
kericuhan tapis ya tidak meneliit secra jelas sih, saya hanya dengar dari
masyarakat lainnya dan tetangga saya. Yaa setau saya sih masyarakat
baik-baik saja.
Informan
Abdurrahman
82
Transkip Wawancara Masyarakat
Nama : Suryana
Profesi : Wiraswasta
Tanggal : 26 Febuari 2019
1. Apakah anda ikut memilih Pilkades Tahun 2017 ?
Jawaban : iya. Saya ikut andil dalam pemilihan kepala desa.
2. Bagaimana cara anda memilih calon dalam pemilihan kepala desa
tahun 2017
Jawaaban :saya yang tadinya hanya ikut-ikutan dari yang kata tetangga
sampai bahkan kata pak ustad. Karena ya masing-masing calon bagis
aya ya semua nay baikdan bagus.
3. Dalam pemilihan tahun lalu, apakah anda termausk timses salah satu
calo kepala desa ?
Jawaban: tidak. Saya bukan timses nya sama sekali.
4. Apakah dalam memilih kepala desa, anda mengikuti saran orang lain
atau dari diri sendiri ?
Jawaban saya ikut bersama suami saya dan anak-anak saya.
5. Bagaimanakah tanggapan anda, jika ulama atau tokoh agama memilih
salah satu calon kepala desa sesuai pilihannya ?
Jawaban : ya boleh saja sih, malahan boleh banget, biar masyarakat
tidak buta terhadap pilihan mana yng baik dna mana yang buruk, ya
kalau tidak ada nasehat dari ualam desa ini akan penuh dengan ke
zaliman dan kemaksiatan kali yah.
6. Bagaimana ajakan ulama dalam memilih calon kepala desa ?
83
Jawaban : saya sih tidak pernah mendengarajakan aulama sih, hanay
saja mungkin bersifat menyinggung tentaang calon ekpla desa, untuk
menjadi pemimpin yang baik untuk desa..
7. Apakah cara ulama dalam mengajak jamaah untuk memilih salah satu
calon kepala desa itu menggunakan fasilitas ibadah ?
Jawaban : menurut saya sih tidak ada kok,
8. Bagaimana kondisi jamaah ketika mengetahui antara ulama A dan
ulama B saling berebut suara jamaah ?
Jawaban : katanya sih, masyarakat nya ramainya di media sosial ada
yang sahut menyahut atau saling berlomba-lomba dalam komentar di
salah satu media sosial.
Informan
Suryana
84
Transkip Wawancara Tokoh Masyarakat
Nama : Amri
Profesi : Petani
Tanggal : 26 Febuari 2019
1. Apakah anda ikut memilih Pilkades Tahun 2017 ?
Jawaban : iya. Saya ikut andil dalam pemilihan kepala desa.
2. Bagaimana cara anda memilih calon dalam pemilihan kepala desa
tahun 2017
Jawaaban : terutama saya melihat dari segi pengalaman dan ahlaknya
terhadap masyarakat, serta kedekatannya dengan masyarakat.
3. Dalam pemilihan tahun lalu, apakah anda termausk timses salah satu
calo kepala desa ?
Jawaban: tidak. Saya bukan timses nya sama sekali.
4. Apakah dalam memilih kepala desa, anda mengikuti saran orang lain
atau dari diri sendiri ?
Jawaban : saya ikut sesuai kemauan diri saya sendiri, tidak ada pkasaan
dari siapa pun.
5. Bagaimanakah tanggapan anda, jika ulama atau tokoh agama memilih
salah satu calon kepala desa sesuai pilihannya ?
Jawaban : boleh saja kok, terutama nasehat ulama itu sangat penting
untuk masyarakat desa, dan para ulama pun tidak boleh hanya
mendukung satu calon kandidat saja, mereka harus bersifat netral atau
sebagai penengah dalam masyarakat.
6. Bagaimana ajakan ulama dalam memilih calon kepala desa ?
Jawaban : ajakan sih jarang yah, ya yang tau mungkin dari para ulama-
ulama itu sendiri yah.
85
7. Apakah cara ulama dalam mengajak jamaah untuk memilih salah satu
calon kepala desa itu menggunakan fasilitas ibadah ?
Jawaban : tidak sama sekali kok. Malahan ulama pun secara halus dan
secara baik-baik saja.
8. Bagaimana kondisi jamaah ketika mengetahui antara ulama A dan
ulama B saling berebut suara jamaah ?
Jawaban : setau saya kondisi jamaa baik-baik saja, ya akata anak saya
rame nya di media sosial sih.
Informan
Amri
86
Transkip Wawancara Masyarakat
Nama : Hj. Yana
Profesi : Guru SDN 9 Zed
Tanggal : 27 Febuari 2019
1. Apakah anda ikut memilih Pilkades Tahun 2017 ?
Jawaban : iya. Saya ikut andil dalam pemilihan kepala desa.
2. Bagaimana cara anda memilih calon dalam pemilihan kepala desa
tahun 2017
Jawaaban : saya melihat dari segi ahlak dan kepedulian sosial terhadap
masyarakat serta ketegasannya dalam pemerintahan desa maupun
ketegasananya terhadap kebijakannya.
3. Dalam pemilihan tahun lalu, apakah anda termausk timses salah satu
calo kepala desa ?
Jawaban: tidak. Saya bukan timses nya sama sekali.
4. Apakah dalam memilih kepala desa, anda mengikuti saran orang lain
atau dari diri sendiri ?
Jawaban : saya ikut sesuai kemauan diri saya sendiri, tidak ada
pakasaan dari siapa pun.
5. Bagaimanakah tanggapan anda, jika ulama atau tokoh agama memilih
salah satu calon kepala desa sesuai pilihannya ?
Jawaban : ya seharusnya ulama itu kan sebagai teladan untuk
masyarakat serta sebagai penegah untuk masyaraakat juga dan ahrus
bisa bersifat netral, tidak boleh hanay mendukung satu calon kandidat
saja.
6. Bagaimana ajakan ulama dalam memilih calon kepala desa ?
Jawaban : ajakan nya setau saya mungkin lewat majelis-majelisnya
saja yah.
87
7. Apakah cara ulama dalam mengajak jamaah untuk memilih salah satu
calon kepala desa itu menggunakan fasilitas ibadah ?
Jawaban : tidak sama sekali kok. Kemungkinan ya karena ulama kalau
penagjian sering nay di masjid, jadi mau gak mau mungkin orang
mengira mereka menunggunakan masjid untuk kampanye begditu,
padahal tidak juga sih.
8. Bagaimana kondisi jamaah ketika mengetahui antara ulama A dan
ulama B saling berebut suara jamaah ?
Jawaban : saya sempat baca juga sih konflik yang terjaid di media
sosial tersebut, tetapi sekarang sudah mulai untuk baik laagi, ya tidaka
da yang mau di permasahkan lagi.
Informan
Hj. Yana