dinamika populasi ikan pedang
TRANSCRIPT
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 1/87
i
TESIS
DINAMIKA POPULASI IKAN PEDANG (Xiphias
gladius L.) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA
BRAM SETYADJI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 2/87
i
TESIS
DINAMIKA POPULASI IKAN PEDANG (Xiphias
gladius L.) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA
BRAM SETYADJI
NIM. 1392261010
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 3/87
ii
TESIS
DINAMIKA POPULASI IKAN PEDANG (Xiphias
gladius L.) DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA
Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Biologi,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
BRAM SETYADJI
NIM. 1392261010
PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 4/87
iii
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 5/87
iv
Tesis Ini Telah Diuji dan DinilaiOleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana pada tanggal 27 April 2015
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. 1161/UN14.4/HK/2015
Tanggal 17 April 2015
Pantia Penguji Tesis adalah:Ketua : Prof. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc., Ph.D.Anggota : 1. Prof. Ir. I Wayan Arthana, MS., Ph.D.
2. Prof. Dr. Drs. I Ketut Junitha, MS.3. Drs. Joko Wiryatno, M.Si.4. Drs. Denny Suhernawan Yusup, M.Sc.St.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 6/87
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat, karunia serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan tesis yang berjudul “Dinamika Populasi Ikan Pedang (Xiphias
gladius L.) di Perairan Samudera Hindia”.
Tersusunnya tesis ini tidak lepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini diucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc., Ph.D selakuPembimbing I dan Prof. Ir. I Wayan Arthana, MS., Ph.D sebagai Pembimbing II
yang telah banyak meluangkan waktu, kesabaran dalam memberikan bimbingan,
dukungan serta bantuan selama penulisan tesis ini.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD. dan Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis
untuk menjadi mahasiswa Program Studi Biologi pada Program PascasarjanaUniversitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Prof. Dr. Drs.
I Ketut Junitha, MS, Drs. Joko Wiryatno, M.Si, dan Drs. Denny Suhernawan
Yusup, M.Sc.St selaku dosen penguji, yang telah memberikan kritik, saran dan
masukan untuk melengkapi tesis ini.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir Ida Ayu
Astarini, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister Biologi Udayana,
yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menempuh studi,
Prof. Ir. I Wayan Kasa, M.Rur.Sc., Ph.D selaku Pembimbing Akademik (PA),
yang selalu memberikan bimbingan serta motivasi untuk terus maju kepada
penulis agar menyelesaikan studi tepat pada waktunya dan kepada seluruh dosen
dan staf pegawai di lingkungan Program Studi Magister Biologi yang telah
membantu selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada istri tercinta, Aini
Chairunnisa Amalia untuk semua doa yang dipanjatkan, semangat, perhatian dan
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 7/87
vi
kesabaran yang diberikan selama penulis menempuh studi, rekan-rekan Program
Studi Magister Biologi angkatan 2013 antara lain, Uslan, Dina, Ibu Made, Saka,
Yuni, Yuli, Nara, Nadya dan Rani.
Penulis juga memberikan apresiasi kepada teman-teman pemantau ilmiah
dan enumerator dari Loka Penelitian Perikanan Tuna yang telah bekerja keras
mengumpulkan data selama penelitian dilangsungkan, Dr. Paul van Zwieten dan
Dr. Megan Bailey dari Wageningen University serta Susan M Luna dari FishBase
Information and Research Group, Inc. (FIN) yang telah banyak membantu dalam
memberikan koreksi dan penajaman pada tesis ini serta Seluruh pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan
sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Penghargaan juga diberikan kepada Commonwealth Scientific and Industrial
Research Organisation (CSIRO), Australian Centre for International Agricultural
Research (ACIAR) dan Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi
Sumber Daya Ikan (P4KSI) yang telah mendukung dan mendanai kolaborasi
penelitian melalui program FIS/2002/074: Capacity Development to Monitor,
Analyse and Report on Indonesian Tuna Fisheries.
Dengan segala kerendahan hati disadari bahwa tesis ini masih banyak
kekurangan dan keterbatasan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun
sangatlah diharapkan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukan.
Denpasar, April 2015
Penulis
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 8/87
vii
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 9/87
viii
ABSTRAK
Model pengkajian stok melalui data frekuensi panjang banyak dipilih karenaketersediaan dan kemudahan pengambilan data tersebut dibandingkan dengan
pengukuran jaringan keras maupun tagging . Walaupun telah banyak diaplikasikan pada perikanan pelagis kecil dan demersal model ini jarang digunakan pada ikan peruaya jauh seperti ikan pedang.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan persamaan empiris antar ukuran panjang pada ikan pedang berdasarkan jenis kelamin, estimasi parameter pertumbuhan, laju kematian, dan laju eksploitasi berdasarkan data panjang hasil program pemantauan ilmiah tahun 2005 – 2014 dan program pengamatan pendaratan tuna dan sejenisnya tahun 2002 – 2014 oleh Loka Penelitian Perikanan
Tuna.Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara LJFL, EFL, dan PFL ikan pedang (ANOVA, P < 0,001) dengan nilai R 2 lebih besar dari0,97 dan tidak ada perbedaan yang nyata antara jantan dan betina terhadapmorfometri ikan pedang ( EFL-LJFL, P > 0,05 dan PFL-LJFL, P > 0,05). Ikan
pedang mempunyai sifat pertumbuhan lambat. Korelasi umur dan pertumbuhandinyatakan dengan persamaan Lt = 302,4 (1 - e -0,12 (t+0,76025), dengan nilai K =0,12/tahun, t0 = -0,76025 tahun dan L∞ = 302,4 cm. Nilai F (0,28/tahun) sedikitlebih besar daripada nilai M (0,24/tahun), yang berarti kematian ikan pedang lebih
banyak disebabkan oleh eksploitasi/penangkapan. Nilai E sebesar 0,55mengindikasikan bahwa ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawai tuna di
Samudera Hindia berada pada kondisi optimum (padat tangkap).
Kata Kunci : Ikan pedang, frekuensi panjang, umur, pertumbuhan, mortalitas,
laju eksploitasi
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 10/87
ix
ABSTRACT
Stock assessment models based on catch-at-size data were more preferabledue to its availability and ease on collecting the data, compared to skeletal parts ortagging. Even though such models were applied on small pelagic and demersalfisheries, it was rarely used on highly migratory species due to their complexity.
This research aimed to determine empirical conversion equations amongdifferent length measurements of swordfish based on sex, estimate the growth
parameters, mortality rate and exploitation rate. The observation was based oncatch-at-size data from scientific observer program from 2005 to 2014 and dailytuna and tuna-like species monitoring data from 2002 to 2014, courtesy of
Research Institute for Tuna Fisheries.The results showed that the models were fit quite well for LJFL, EFL andPFL (R 2 > 0.97; P < 0.01) and there were no significant relationship betweenmorphometric and sex ( EFL-LJFL, P > 0.05 and PFL-LJFL, P > 0.05).Correlation between age and growth of swordfish was notated in equation Lt =302.4 (1 - e -0.12 (t+0.76025), where growth coefficient (K) was 0.12/year; t0 = -0.76025 year; asymptotic length (L∞) = 302.4 cm. Total mortality rate (Z) was
0.52/year with natural mortality rate (M) was 0.24/year and fishing mortality rate(F) was 0.28/year which mean that the exploitation (fishing activities) were likelyresponsible for most mortality occurred. Exploitation rate (E) was on range of 0.5(0.55), it suggests that the swordfish in Eastern Indian Ocean are fully exploited
but not a subject of overfishing.
Keywords: Swordfish, length frequency, age, growth, mortality, exploitation
rate.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 11/87
x
RINGKASAN
Model pengkajian stok melalui data frekuensi panjang banyak dipilih karenaketersediaan dan kemudahan pengambilan data tersebut dibandingkan dengan
pengukuran jaringan keras (sisik, otolith, sirip dan tulang belakang) maupuntagging . Akan tetapi data panjang hasil pengukuran di tempat pendaratan sebagian
besar tidak standar karena ikan pedang yang tertangkap biasanya langsungdiproses di laut yang mana bagian kepala, sirip, isi perut dibuang. Oleh karena itudibutuhkan persamaan empiris untuk konversi dari ukuran non-standar ke standaryang kemudian digunakan untuk melakukan pendugaan umur dan pertumbuhanikan pedang. Hasil dari pendugaan tersebut lebih lanjut digunakan untuk analisamortalitas alami dan penangkapan sehingga didapatkan tingkat laju eksploitasi.
Interpretasi data di atas dapat digunakan sebagai dasar kajian stok ikan pedang diSamudera Hindia.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan metode penelitian eksploratif. Data primer merupakan hasil observasi laut selama kurun waktu Maret 2011 sampaidengan Desember 2014, sedangkan data sekunder diambil dari pengamatan harian
pendaratan ikan tuna dan sejenisnya di Pelabuhan Benoa pada kurun waktu 2002sampai dengan 2014 dan data pemantau ilmiah Loka Penelitian Perikanan Tunatahun 2005 – 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan persamaanempiris antar ukuran panjang pada ikan pedang berdasarkan jenis kelamin,estimasi parameter pertumbuhan, laju kematian, dan laju eksploitasi berdasarkandata tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara beberapa parameter morfometrik ikan pedang yang diukur yakni panjang dari pangkal sirip dada ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( PFL), panjang dari mata keujung lekukan tengah sirip ekor ( EFL) dan panjang dari ujung rahang bawah keujung lekukan tengah sirip ekor ( LJFL) (R 2 > 0,97; P < 0,01), akan tetapi tidak ada
perbedaan yang nyata antara morfometri ikan pedang dan jenis kelamin ( EFL-
LJFL, P > 0,05 dan PFL-LJFL, P > 0,05). Korelasi umur dan pertumbuhan ikan pedang dinyatakan dengan persamaan Lt = 302,4 (1 - e -0,12 (t+0,76025), dimana nilaikoefisien pertumbuhan (K) = 0,12/tahun; t0 = -0,76025 tahun; panjang asimtotik(L∞) = 302,4 cm. Laju mortalitas total (Z) sebesar 0,52/tahun dengan laju
mortalitas alami (M) sebesar 0,24/tahun dan laju mortalitas penangkapan (F)sebesar 0,28/tahun, yang berarti kematian ikan pedang di Samudera Hindia bagiantimur lebih banyak disebabkan oleh eksploitasi/penangkapan. Tingkat lajueksploitasi (E) sebesar 0,55 (E≈0,5) yang berarti ikan pedang yang tertangkapoleh armada rawai tuna di Samudera Hindia berada pada kondisi padat tangkap.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 12/87
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................................. i
PRASYARAT GELAR ........................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
RINGKASAN ......................................................................................................... x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 11.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ................................................................................. 6
2.1. Klasifikasi Ikan Pedang ............................................................................. 6
2.2. Distribusi dan Aspek Biologi Ikan pedang ................................................ 7
2.3. Aspek Morfometrik Ikan pedang ............................................................... 8
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 13/87
xii
2.4. Pertumbuhan Ikan pedang.......................................................................... 9
2.5. Status Stok Ikan Pedang........................................................................... 12
2.6. Rawai Tuna .............................................................................................. 12
BAB III. KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN ................... 15
3.1. Kerangka Berpikir .................................................................................... 15
3.2. Konsep Penelitian .................................................................................... 17
BAB IV. METODE PENELITIAN ...................................................................... 18
4.1. Jenis Penelitian......................................................................................... 18
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................... 184.3. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................ 19
4.4. Prosedur Penelitian .................................................................................. 20
BAB V. HASIL PENELITIAN............................................................................. 31
5.1. Aspek Biologi Ikan Pedang ..................................................................... 31
5.2. Aspek Morfometrik Ikan Pedang ............................................................. 34
5.3. Parameter Pertumbuhan Ikan Pedang ...................................................... 40
BAB VI. PEMBAHASAN .................................................................................... 44
6.1. Distribusi Spasial-Temporal Ikan Pedang ............................................... 44
6.2. Korelasi antara Komposisi Ukuran, Parameter Morfometrik, dan
Nisbah Kelamin Ikan Pedang................................................................... 46
6.3. Parameter Populasi dan Laju Eksploitasi Ikan Pedang ............................ 51
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 57
7.1. Kesimpulan .............................................................................................. 57
7.2. Saran ........................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59
LAMPIRAN .......................................................................................................... 69
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 14/87
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Ilustrasi ikan pedang ( Xiphias gladius) ............................................ 7
Gambar 2.2. Distribusi ikan pedang di Samudera Pasifik, Atlantik dan
Hindia berdasarkan hasil tangkapan dari armada rawai tuna
Jepang .............................................................................................. 8
Gambar 2.3. Beberapa metode dalam pemrosesan ikan berparuh........................ 9
Gambar 2.4. Spesifikasi alat tangkap rawai tuna yang digunakan oleh kapal – kapal tuna komersial di Indonesia. ............................................. 14
Gambar 3.1. Diagram alir konsep penelitian ...................................................... 17
Gambar 4.1. Lokasi penelitian berada pada Samudera Hindia bagian timur
sesuai dengan kompetensi area IOTC. .......................................... 19
Gambar 4.2. Variasi metode pengukuran pada ikan berparuh. .......................... 21
Gambar 4.3. Diagram alir penelitian. ................................................................. 30
Gambar 5.1. Peta daerah penangkapan ikan pedang yang tertangkap oleharmada rawai tuna di Samudera Hindia selama kurun waktu
2005 – 2014. .................................................................................. 31
Gambar 5.2. Distribusi spasial CPUE ikan pedang yang tertangkap oleh
armada rawai tuna di Samudera Hindia pada kurun waktu 2005
– 2014 berdasarkan lintang dan bujur. .......................................... 32
Gambar 5.3. Distribusi bulanan rata-rata CPUE ikan pedang yang
tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia pada
kurun waktu 2005 – 2014. ............................................................. 33
Gambar 5.4. Distribusi rata-rata CPUE ikan pedang yang tertangkap oleh
armada rawai tuna di Samudera Hindia pada kurun waktu 2005
– 2014. ........................................................................................... 33
Gambar 5.5. Hubungan antara LJFL dan PFL, LJFL dan EFL serta EFL dan
PFL dari ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawai tuna
di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2002 – 2014 .................. 35
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 15/87
xiv
Gambar 5.6. Panjang rata-rata ikan pedang yang tertangkap oleh armada
rawai tuna di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2002 –
2014. .............................................................................................. 37
Gambar 5.7. Sebaran frekuensi panjang ikan pedang yang tertangkap oleh
armada rawai tuna di Samudera Hindia pada kurun waktu 2002
– 2014. ........................................................................................... 37
Gambar 5.8. Sebaran frekuensi panjang ikan pedang tahunan yang
tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia pada
kurun waktu 2002 – 2014 .............................................................. 38
Gambar 5.9. Hubungan panjang-berat ikan pedang yang tertangkap oleh
armada rawai tuna di Samudera Hindia dalam kurun waktu
2002 – 2014. .................................................................................. 39
Gambar 5.10. Sebaran frekuensi ikan pedang yang tertangkap oleh armada
rawai tuna di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2005 –
2014 berdasarkan jenis kelamin. ................................................... 40
Gambar 5.11. Kalkulasi mundur length at age (LJFL) dan kurva pertumbuhan
von Bertalanffy ikan pedang yang tertangkap oleh armada
rawai tuna di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2002 –
2014. .............................................................................................. 42
Gambar 5.12. Kurva hasil tangkapan yang dikonversikan ke panjang (LJFL)
untuk menduga nilai mortalitas yang dihitung dari parameter
persamaan pertumbuhan von Bertalanffy pada suhu rata-rata
28,60 C .......................................................................................... 43
Gambar 6.1. Perbandingan model persamaan empiris konversi antar ukuran panjang dari beberapa referensi ..................................................... 47
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 16/87
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1 Kisaran (minimum dan maksimum) dan rata-rata panjang ikan
pedang yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera
Hindia selama bulan Maret 2011 – Desember 2014 ................... 34
Tabel 6.1 Hasil beberapa penelitian mengenai umur dan pertumbuhan
ikan pedang ................................................................................. 51
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 17/87
xvi
DAFTAR ISTILAH
ASPIC : A Stock Production Models Incorporating Covariates
ASPM : Age Structured Production Models
BBDM : Bayesian Biomass Dynamics Models
CPUE : Catch per Unit of Effort (perbandingan antara hasil tangkapan denganupaya penangkapan yang dilakukan)
E : Laju eksploitasi
EFL : Eye orbit Fork Length (panjang dari mata ke ujung lekukan tengahsirip ekor)
ELEFAN : Electronic Length Frequency Analysis
F : Laju kematian ikan akibat eksploitasi/penangkapan
FISAT : FAO/ICLARM Stock Assessment Tools
IOTC : Indian Ocean Tuna Commission (komisi pengelolaan perikanan tunaregional di Samudera Hindia)
K : Koefisien laju pertumbuhan
LFSA : Length Based Fish Stock Assessment
LJFL : Lower Jaw Fork Length (panjang dari ujung rahang bawah ke ujunglekukan tengah sirip ekor)
L∞ : Panjang asimtotik
M : Laju kematian ikan secara alami
MSY : Maximum Sustainable Yield (hasil tangkapan lestari)
PFL : Pectoral Fork Length (panjang dari panjang dari pangkal sirip dada keujung lekukan tengah sirip ekor)
SS3 : Stock Synthesis 3
Z : Laju kematian ikan total, baik secara alami maupuneksploitasi/penangkapan
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 18/87
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Hasil perhitungan parameter panjang asimtot (L∞) dan
koefisien pertumbuhan (K) menggunakan metode ELEFAN
I pada program FISAT II. ....................................................... 34
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 19/87
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikan berparuh (Istioporidae dan Xiphiidae) merupakan hasil tangkapan
kedua terbesar setelah tuna, dimana terkadang tidak tercatat dengan baik di
logbook (Cramer et al ., 1998). Hampir 90% ikan berparuh yang di daratkan di
dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et
al ., 1995; Amande et al ., 2008, 2010; Chapman, 2001; Cramer dan Adams, 1999;
Campbell dan Tuck, 1998). Ikan pedang ( Xiphias gladius) merupakan satu –
satunya spesies dari famili Xiphiidae yang telah menjadi obyek eksploitasi di
Samudera Pasifik (Brodziak dan Ishimura, 2010), Atlantik, dan Laut Mediterania
(Tserpes dan Tsimenides, 1995). Di Samudera Hindia, eksploitasi ikan pedang,
dimulai sejak tahun 1950-an oleh armada Jepang dan didominasi oleh armada
Taiwan pada tahun 1990-an (IOTC, 2009) sedangkan Indonesia mulai pada tahun
1983 semenjak diperkenalkannya deep tuna longline (Sadiyah et al ., 2011). Hasil
tangkapan ikan pedang di Samudera Hindia terus meningkat, dari kurang 10.000
ton pada awal tahun 1990 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998, yakni
35.000 ton (Wang dan Nishida, 2010). Kontribusi ikan pedang terhadap perikanan
tuna di Indonesia cukup signifikan yakni sekitar 5%, dengan produksi rata – rata
mencapai 1.600 ton pada kurun waktu 2004 – 2007 (Mahiswara dan Prisantoso,
2009).
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 20/87
2
Seiring dengan tingkat eksploitasi yang terus meningkat, sumberdaya ikan
pedang di Samudera Hindia terus menurun, indikatornya adalah penurunan CPUE
(Catch per Unit of Effort ) secara global dari tahun ke tahun dengan tingkat laju
eksploitasi sudah mencapai padat tangkap (optimum) (IOTC, 2009). Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa jumlah penangkapan sudah mendekati nilai
maksimum tangkapan lestarinya (MSY) yakni antara 29.900 – 34.200 ton (IOTC,
2013). Untuk menghindari adanya penangkapan yang berlebih maka dibutuhkan
upaya penelitian kajian stok untuk mengetahui tingkat laju eksploitasi yang aman,
sehingga sumberdaya ikan pedang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Kajian stok tak terlepas dari aspek biologi yaitu sumberdaya ikan yang
menjadi target penangkapan, aspek sumberdaya yang mendukung keberhasilan
operasi penangkapan, aspek teknis seperti alat tangkap, aspek sosial yaitu yang
berkaitan dengan tenaga kerja, maupun aspek ekonomi. Aspek biologi memegang
peranan penting dalam kajian stok, yakni perubahan (dinamika) yang terjadi pada
populasi ikan pedang yang dipengaruhi oleh pertumbuhan dan rekrutmen
(pertambahan stok/biomassa), serta mortalitas alami dan penangkapan
(pengurangan stok/biomassa).
Kajian stok ikan pedang dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, salahsatunya adalah menggunakan informasi aspek morfometrik, seperti data frekuensi
panjang ikan tertangkap, dapat digunakan sebagai dasar manajemen pengelolaan
perikanan (Herrera dan Pierre, 2011; Neilson et al., 2006). Metode atau model
yang berbasis dari data tersebut adalah FISAT (FAO/ICLARM Stock Assessment
Tools) (Gayanilo et al ., 2005), COMPLEAT ELEFAN ( Electronic Length
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 21/87
3
Frequency Analysis) (Gayanilo dan Pauly, 1989), dan LFSA ( Length based Fish
Stock Assessment ) (Sparre dan Venema, 1999). Data frekuensi panjang dipilih
karena data tersebut paling mudah didapatkan dibandingkan data pengukuran
jaringan keras (sisik, otolith, sirip dan tulang belakang) maupun tagging .
Akan tetapi pada ikan berparuh, khususnya ikan pedang, untuk memperoleh
data frekuensi panjang standar relatif sulit karena hasil tangkapan langsung
diproses di laut, yaitu kepala, sirip, isi perut dibuang sehingga pengukuran hanya
dapat dilakukan mulai dari panjang dari pangkal sirip dada ke ujung lekukan
tengah sirip ekor ( pectoral fork length) sedangkan ukuran standar yang digunakan
dalam kajian stok sesuai standarisasi IOTC adalah panjang dari ujung rahang
bawah ke ujung lekukan tengah sirip ekor (lower jaw fork length). Perbedaan
pengukuran ini menimbulkan interpretasi data yang berbeda antara panjang utuh
dengan panjang setelah diproses, sehingga dibutuhkan persamaan empiris untuk
konversi ukuran diantaranya (Prager et al ., 1995). Persamaan empiris tersebut
dapat dihasilkan dari data pengukuran rutin pada beberapa aspek morfometrik
terhadap setiap sampel ikan.
Penelitian – penelitian mengenai aspek morfometrik khususnya mengenai
hubungan antara beberapa pengukuran panjang telah dikemukakan oleh Uchiyamadan Kazama (2003) di Kepulauan Hawaii, Su et al . (2005) di pesisir dan lepas
pantai Taiwan, dan beberapa lainnya di Samudera Atlantik (Lenarz dan
Nakamura, 1974); Prince dan Lee, 1989; Lee dan Prince, 1990). Penelitian
mengenai pendugaan umur dan pertumbuhan sebagian besar berasal dari Atlantik
(Ehrhardt, 1992; Ehrhardt et al., 1996; Arocha et al ., 2003), Pasifik (Sun et al .,
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 22/87
4
2009; 2010; Cerna, 2008) dan perairan Laut Mediterranea (Tserpes dan
Tsimenides, 1995; Aliçli dan Oray, 2001; Valeiras et al ., 2008). Akan tetapi
penelitian tentang ikan pedang yang berasal dari Samudera Hindia masih terbatas,
hal ini disebabkan sebagian besar negara yang berbatasan dengan Samudera
Hindia merupakan negara berkembang sehingga keterbatasan dana penelitian
menjadi isu yang utama. Oleh sebab itu perlu adanya upaya penelitian tentang
aspek biologi seperti: umur dan pertumbuhan, mortalitas, laju eksploitasi.
Hasil penelitian diharapkan akan memberikan gambaran mengenai dinamika
populasi ikan pedang di perairan Samudera Hindia sehingga dapat dijadikan dasar
dalam kajian dinamika stok ikan pedang sehingga sumberdaya ikan tersebut dapat
terus dimanfaatkan sesuai dengan potensi lestarinya.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah:
a) Bagaimanakah model/persamaan empiris untuk konversi dari ukuran
panjang tidak standar (PFL dan EFL) ke panjang standar (LJFL) dan
signifikansinya terhadap jenis kelamin?
b) Bagaimanakah umur (t0) dan laju pertumbuhan (K) ikan pedang yang
tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia?c) Berapakah nilai laju mortalitas alami (M) dan mortalitas akibat
penangkapan (F) ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawai tuna
di Samudera Hindia?
d) Bagaimanakah laju eksploitasi perikanan ikan pedang di Samudera
Hindia?
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 23/87
5
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Membuat model/persamaan empiris untuk konversi dari ukuran panjang
tidak standar (PFL dan EFL) ke panjang standar (LJFL) dan
signifikansinya terhadap jenis kelamin.
2. Menentukan nilai estimasi umur (t0) dan laju pertumbuhan (K)
3. Menentukan nilai mortalitas alami (M) dan mortalitas akibat
penangkapan (F).
4. Menduga laju eksploitasi (E) ikan pedang yang tertangkap oleh armada
rawai tuna di Samudera Hindia.
1.4. Manfaat Penelitian
Membuat model/persamaan empiris untuk konversi dari ukuran panjang
tidak standar (PFL dan EFL) ke panjang standar (LJFL) dapat digunakan untuk
melakukan standarisasi dari berbagai macam ukuran panjang ikan pedang yang
ada. Selain itu, informasi mengenai parameter – parameter dinamika populasi
seperti umur dan pertumbuhan, mortalitas serta laju eksploitasi dapat digunakan
sebagai dasar manajemen pengelolaan perikanan salah satu diantaranya adalah
penentuan status stok ikan pedang berdasarkan metode – metode ataupun model –
model pengkajian stok yang berbasis data tersebut.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 24/87
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Ikan Pedang
Ikan pedang ( Xiphias gladius) merupakan salah satu spesies yang masuk
dalam kelompok ikan berparuh, yang mana istilah tersebut digunakan untuk ikan
dengan karakterisasi adanya ekstensi rahang atas yang melebihi rahang bawahnya,
sehingga membentuk paruh yang panjang dan lurus seperti pedang/tombak
(Nakamura, 1985).
Secara umum, klasifikasi ikan berparuh dapat dibedakan dengan jelas baik
secara genetis mapun morfolologis dari tuna (scombroids). Ikan berparuh terdiri
dari 2 famili, yakni Xiphiidae (monotypic) dan Istiophoridae yang memiliki 5
genus ( Istiophorus, Istiompax, Makaira, Tetrapturus, Kajikia) dan 8 spesies
(Collette et al ., 2006). Sedangkan ikan pedang (Gambar 2.1) merupakan satu-
satunya genus dan spesies dari famili Xiphiidae.
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Super Kelas : Gnathostomata
Kelas : Osteichthyes
Sub Kelas : Actinopterygii
Infra Kelas : Teleostei
Divisi : Euteleostei
Super Ordo : Acanthopterygii
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 25/87
7
Ordo : Perciformes
Sub Ordo : Xiphioidei
Famili : Xiphiidae
Genus : Xiphias
Spesies : Xiphias gladius
Gambar 2.1. Ilustrasi ikan pedang ( Xiphias gladius) (Nakamura, 1985)
2.2. Distribusi dan Aspek Biologi Ikan pedang
Ikan pedang termasuk jenis predator puncak yang terdistribusi hampir di
seluruh perairan dunia dari 450 LU - 450 LS (Gambar 2.2), baik di perairan tropis,
sub tropis maupun perairan yang lebih dingin (Palko et al ., 1981), tidak hanya di
Samudera Hindia, Pasifik dan Atlantik tetapi juga cukup melimpah di Laut
Mediterania, Marmara, Hitam dan Azov (Lu et al ., 2006; IOTC, 2009). Hal ini
memungkinkan karena spesies ini dapat mentoleransi kisaran temperatur air laut
yang tinggi, yakni 6 – 26 0C (Carey dan Robison, 1981).
Spesies ini berukuran 156 – 250 cm, pertama kali matang gonad pada
ukuran 170 cm (LJFL) untuk betina dan 120 cm untuk jantan. Ukuran ini setara
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 26/87
8
dengan umur 6 – 7 tahun dan 1 – 3 tahun. Ukuran berat rata-rata tertangkap oleh
armada rawai tuna di Samudera Hindia berkisar antara 40 – 80 kg (IOTC, 2009).
Gambar 2.2. Distribusi ikan pedang di Samudera Pasifik, Atlantik dan Hindia berdasarkan hasil tangkapan dari armada rawai tuna Jepang.Lingkaran menunjukkan laju tangkap (jumlah ikan per 1.000 mata
pancing). Area 1,2,3 merupakan hipotesa konsentrasi stok ikan pedang di Samudera Pasifik (Sumber: Palko et al ., 1981)
2.3. Aspek Morfometrik Ikan pedang
Pada umumnya, ikan pedang yang tertangkap langsung diproses di laut.
Bagian kepala, sirip, isi perut dibuang dan kemudian dibekukan pada suhu -200 C
s.d. -300 C (Su et al ., 2005; Murniyati dan Sunarman, 2000). Sebelum dilakukan
pengukuran panjang, ikan berparuh kemungkinan telah diproses dengan 10 cara
yang berbeda (Prince dan Miyake, 1989; Gambar 2.3). Perbedaan perlakuan ini
akan menimbulkan interpretasi data yang berbeda antara panjang utuh dengan
panjang setelah diproses, sehingga dibutuhkan persamaan empiris untuk konversi
ukuran diantaranya (Prager et al ., 1995).
Informasi aspek morfometrik seperti: panjang rata-rata ikan tertangkap,
dapat digunakan sebagai dasar manajemen pengelolaan perikanan (Herrera dan
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 27/87
9
Pierre, 2011; Neilson et al., 2006), salah satu diantaranya adalah penentuan status
stok ikan berparuh (Dowling dan Basson, 2004; Sparre dan Venema, 1999),
berdasarkan metode – metode ataupun model – model pengkajian stok yang
berbasis data tersebut, seperti FISAT (Gayanilo et al ., 2005), COMPLEAT
ELEFAN (Gayanilo dan Pauly, 1989), dan LFSA (Sparre dan Venema, 1999).
Gambar 2.3. Beberapa metode dalam pemrosesan ikan berparuh (Sumber:
Prince dan Miyake, 1989)
2.4. Pertumbuhan Ikan pedang
Menurut Effendie (2002), istilah pertumbuhan dapat diartikan sebagai
pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu tertentu, sedangkan
pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan jumlah individu. Pertumbuhan
tersebut dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor dalam (endogenous) dan
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 28/87
10
faktor luar (exogenous) (Wheeler dan Jones, 1989). Faktor dalam adalah faktor
yang sukar dikontrol seperti keturunan, seks, umur, parasit dan penyakit.
Sedangkan faktor luar yakni kompetisi, ketersediaan makanan dan suhu perairan
(Baudron et al ., 2014).
2.4.1. Umur dan Pertumbuhan
Informasi umur dan pertumbuhan ikan adalah elemen utama dalam
manajemen perikanan mengingat fungsinya sebagai variabel kunci dalam
pendugaan riwayat hidup dan aspek biologi seperti mortalitas dan pertumbuhan
(Sun et al ., 2010). Beberapa metode untuk menentukan pertumbuhan dari sebuah
spesies biasanya menggunakan persamaan matematis yang sederhana, diantaranya
adalah Richard's Growth Model (Richards, 1959), Chapman's Growth Model
(Chapman, 1961) dan von Bertalanffy Growth Function Model yang banyak
digunakan oleh para peneliti perikanan (Widodo dan Suadi, 2005). Model ini
dicari dengan menggunakan program Electronic Length Frequency Analysis
(ELEFAN) yang merupakan integrasi dari Model Progression Analysis (MPA)
dalam software FISAT II (Gayanilo et al. 2005).
2.4.2. Hubungan Panjang Berat
Persamaan hubungan panjang berat ikan dimanfaatkan untuk berat ikan
melalui panjangnya dan menjelaskan sifat pertumbuhannya. Berat dapat dianggap
sebagai satu fungsi dari panjang. Hubungan panjang dengan berat dirumuskan
dengan notasi matematika yang dikemukakan oleh Klawe (1980):
W = α L b
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 29/87
11
Menurut Pauly (1983) formula tersebut akan menghasilkan suatu nilai
konstanta (b), yaitu harga pangkat yang menunjukkan pola pertumbuhan ikan
yang nilainya berada antara 2,5 dan 3,5, biasanya mendekati 3. Pauly (1984) telah
membuktikan hal tersebut berdasarkan hasil plotting terhadap data panjang - berat
dari berbagai macam jenis ikan dengan jumlah sampel yang sangat besar dan
apabila terdapat nilai b<2,5 atau b>3,5 data tersebut kemungkinan berasal dari
kelompok sampel yang kecil ataupun terdapat indikasi adanya kesalahan. Ketika b
= 3, pertumbuhan berat dinamakan isometrik, yang berarti pertambahan berat
selaras dengan pertambahan panjang. Sedangkan pertumbuhan dinyatakan sebagai
pertumbuhan alometrik positif bila b>3, yang menandakan bahwa pertambahan
berat lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan panjang. Sedangkan
pertumbuhan dinyatakan sebagai pertumbuhan alometrik negatif apabila nilai b<3,
ini menandakan bahwa pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan
pertambahan berat (Pauly, 1984).
2.4.3. Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Kematian ikan secara alamiah (natural mortality/M) dapat ditentukan
dengan menggunakan formula Pauly's equation model sedangkan kematian total
(total mortality/Z) menggunakan metode length converted catch curves yang telahdisempurnakan untuk memperkecil bias akibat pertumbuhan musiman ( seasonal
growth) yang mana keduanya sudah terintegrasi dengan software FISAT II.
Berdasarkan dua parameter di atas, maka kematian akibat penangkapan ikan (F)
dapat ditentukan dengan mencari selisih antara antara Z dengan M.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 30/87
12
Laju eksploitasi adalah persentase perbandingan antara kematian akibat
penangkapan ikan dengan kematian ikan secara natural atau secara formula E=F/Z
2.5. Status Stok Ikan Pedang
Pengkajian stok ikan pedang di Samudera Hindia telah dilakukan oleh IOTC
pada tahun 2014, berdasarkan data hasil tangkapan armada rawai tuna Jepang,
Taiwan, Korea, Spanyol, Portugis dan Perancis. IOTC (2014) merekomendasikan
bahwa MSY ( Maksimum Sustainable Yield ) untuk ikan pedang di Samudera
Hindia tak lebih dari 33.000 ton/tahun dengan kisaran antara 32.000 – 34.000
ton/tahun. Hal ini didasarkan atas kecenderungan penurunan CPUE secara global
dari tahun ke tahun dengan tingkat pemanfaatan sudah mencapai padat tangkap
(optimum).
2.6. Rawai Tuna
2.6.1. Definisi
Alat tangkap rawai tuna resmi diperkenalkan di Indonesia lebih kurang pada
tahun 1954, kemudian pada tahun 1962 usaha penangkapan secara komersial
pertama kali diusahakan (Simorangkir, 2000). Rawai tuna merupakan
pengembangan teknik pada perikanan pancing. Alat ini bersifat pasif, terentang
secara horisontal dan dihanyutkan (drifting ) (von Brandt, 1984).
Berdasarkan material yang digunakan, rawai tuna dibedakan menjadi 2,
yakni: monofilamen dan multifilament longline (Beverly et al ., 2003; Soepriyono,
2009). Menurut Kosasih (2007), perbedaan antar keduanya adalah:
Bahan multifilament lebih berat dan mahal, sedangkan bahan monofilamen
lebih mudah dirakit dan sesuai untuk kapal yang lebih kecil
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 31/87
13
Bahan multifilament lebih mudah ditangani dan kuat sehingga secara
ekonomis lebih menguntungkan dengan jangka waktu yang panjang
Karena bahan monofilamen lebih kecil, halus, dan transparan maka akan
memberikan hasil tangkapan yang lebih baik
2.6.2. Konstruksi Rawai Tuna
Rawai tuna terdiri dari tali utama (main line), tali cabang (branch line), mata
pancing (hook ), tali pelampung (buoy line), pelampung (buoy), lampu pelampung
( floating light ), bendera ( flag ) dan tiang ( pole) (Soepriyono, 2009) (Gambar 2.4).
Keseluruhan daya apung dari pelampung-pelampung harus lebih besar dari total
gaya berat seluruh bagian rawai dalam air (Nomura dan Yamazaki, 1975).
Menurut Soepriyono (2009), berdasarkan kedalaman mata pancing, rawai tuna
dibedakan menjadi: rawai tuna permukaan ( surface/drifting longline) dan rawai
tuna dalam (deep longline).
Rawai tuna permukaan diatur dengan jangkauan mata pancing terdalam
kurang dari 136 m. Terdiri dari 5 tali utama masing-masing berukuran 50 m, 4 tali
cabang/pancing masing-masing berukuran 20 m. Satu pelampung ditambah satu
tali pelampung dengan panjang 20 m. Target utama adalah madidihang dan ikan
berparuh.
Rawai tuna dalam diatur dengan jangkauan mata pancing terdalam lebih
dari 200 m. Terdiri dari 11 atau lebih tali utama masing-masing berukuran 50 m,
10 atau lebih tali cabang/pancing, dengan 1 – 2 pelampung yang digabung jadi
satu ditambah satu tali pelampung yang panjangnya 20 m atau lebih. Target
utamanya adalah tuna mata besar, albakora, tuna sirip biru selatan.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 32/87
14
Gambar 2.4. Spesifikasi alat tangkap rawai tuna yang digunakan oleh kapal – kapal tuna komersial di Indonesia.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 33/87
15
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Berpikir
Penelitian mengenai dinamika populasi ikan peruaya jauh terutama di
Samudera Hindia pada umumnya menggunakan model yang rumit dan melibatkan
banyak variabel, sehingga tidak semua negara dapat melakukan kajian yang
komprehensif karena kekurangan maupun ketiadaan data yang dibutuhkan. FAO
( Food and Agricultural Organisation) bersama ICLARM ( International Centre
for Living Aquatic Resources Management sekarang dikenal dengan nama
Worldfish) pada tahun 2005 menerbitkan paket software FISAT II yang
merupakan gabungan dari LFSA yang dikembangkan oleh FAO dengan the
Compleat ELEFAN yang dikembangkan oleh ICLARM.
Dasar pemikiran dari software tersebut adalah jika “terlalu sedikit ikan tua”
maka stok sudah “lebih tangkap” dan tekanan penangkapan terhadap stok tersebut
harus dikurangi, begitu juga sebaliknya apabila “terlalu banyak ikan tua” maka
stok masih underfished dan masih lebih banyak lagi ikan yang dapat ditangkap
untuk memaksimalkan hasil. Pendugaan tersebut berdasarkan dari data frekuensi
panjang ikan yang tertangkap selama beberapa periode waktu tertentu. Data
frekuensi panjang dipilih karena paling banyak tersedia dan mudah didapatkan
dibandingkan data pengukuran jaringan keras (sisik, otolith, sirip dan tulang
belakang) dan tagging .
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 34/87
16
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang sama, di mana aspek
morfometrik, meliputi hubungan antara panjang (LJFL, PFL dan EFL) dan berat
yang akan digunakan untuk melakukan pendugaan umur dan pertumbuhan ikan
pedang. Hasil dari pendugaan tersebut akan digunakan untuk analisa mortalitas
alami dan penangkapan sehingga didapatkan tingkat laju eksploitasi. Intepretasi
data di atas dapat digunakan sebagai dasar kajian stok ikan pedang di Indonesia.
Diagram alir konsep penelitian dapat dijelaskan pada Gambar 3.1.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 35/87
17
3.2. Konsep Penelitian
Gambar 3.1. Diagram alir konsep penelitian
Laju MortalitasAlami dan
Penan ka an
Umur danPertumbuhan
Morfometri(LJFL, PFL &
EFL
Hasil Tangkapan per Satuan Upaya
CPUE
Laju Eksploitasi Von Bertalanffy Growth Fuction
Model
Hubungan Panjang & Berat
Distribusi Spasialdan Temporal
Regresi dan
Korelasi
Distribusi Ukuran
Panjang
Intepretasi Hasil
Pengolahan Data
Pengelolaan Sumber Daya Ikan Pedang
di Samudera Hindia
Ancaman Eksploitasiyang berlebih
Kajian Stok Ikan
Pedang
Sumber Daya Ikan Pedang ( Xiphias gladius) di Samudera Hindia
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 36/87
18
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, yang dikemukakan oleh Arikunto (2007) dengan mempertimbangkan
tentang sifat umum penelitian kuantitatif, antara lain: (a) kejelasan unsur: tujuan,
subjek, sumber data sudah mantap, dan rinci sejak awal, (b) dapat menggunakan
sampel, (c) kejelasan desain penelitian, dan (d) analisis data dilakukan setelah
semua data terkumpul. Sedangkan metode penelitian yang dipakai adalah
penelitian eksploratif yakni salah satu pendekatan penelitian yang digunakan
untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum
dipahami, atau belum dikenali dengan baik (Kotler et al., 2006).
4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan data morfometri yang dikumpulkan oleh
pemantau ilmiah Loka Penelitian Perikanan Tuna mulai bulan Maret tahun 2011
sampai dengan Desember 2014 dengan cara mengikuti kapal rawai tuna komersial
yang berbasis di Pelabuhan Benoa Bali, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)
Cilacap Jawa Tengah dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu
Jawa Barat dengan daerah operasi di Samudera Hindia bagian timur dengan
koordinat antara 00 LU – 400 LS dan 800
– 1250 BT (Gambar 4.1). Pelabuhan
Benoa menjadi prioritas karena kurang lebih 60% hasil perikanan tuna Indonesia
berasal dari lokasi tersebut (Satria et al ., 2011)
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 37/87
19
Gambar 4.1. Lokasi penelitian (bagian yang diarsir) berada pada SamuderaHindia bagian timur sesuai dengan kompetensi area IOTC.
4.3. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup yang diamati dalam penelitian ini adalah :
a) Hubungan morfometrik ikan pedang ( Xiphias gladius) yang tertangkap
oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia berdasarkan jenis kelamin.
Parameter morfometrik yang dimaksud adalah: panjang dari ujung
rahang bawah ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( LJFL); panjang dari
mata ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( EFL); dan panjang dari
pangkal sirip dada ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( PFL);
b) Umur dan pertumbuhan ikan pedang;
c) Laju mortalitas alami dan akibat penangkapan;
d)
Tingkat laju eksploitasi ikan pedang di Samudera Hindia.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 38/87
20
4.4. Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan model analitik yang dikembangkan oleh
Baranov (1914), Thompson dan Bell (1934) dan Beverton dan Holt (1957) yang
membutuhkan data komposisi umur hasil tangkapan sebagai data masukan. Model
ini dikembangkan dengan pendekatan:
1. Jika “terlalu sedikit ikan tua” maka stok sudah “lebih tangkap” dan tekanan
penangkapan terhadap stok tersebut harus dikurangi.
2. Jika “terlalu banyak ikan tua” maka stok masih underfished dan masih lebih
banyak lagi ikan yang dapat ditangkap untuk memaksimalkan hasil.
Data komposisi umur diduga melalui data frekuensi panjang, dengan
tahapan penelitian sebagai berikut:
4.4.1. Penentuan Sumber Data
Data primer dalam penelitian ini adalah data morfometri ikan pedang yang
diambil pada kurun waktu bulan Maret 2011 sampai dengan Desember 2014.
Pengambilan data dilakukan oleh pemantau ilmiah dalam koridor Program
Observasi Ilmiah Loka Penelitian Perikanan Tuna. Sedangkan data sekunder
diambil dari pengamatan harian pendaratan ikan tuna dan sejenisnya di Pelabuhan
Benoa pada kurun waktu 2002 sampai dengan 2014 dan data pemantau ilmiah
Loka Penelitian Perikanan Tuna tahun 2005 – 2014.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 39/87
21
4.4.2. Variabel Penelitian
Variabel utama yang diamati dalam penelitian ini adalah:
1. Panjang
Jenis ukuran panjang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah 1) Panjang
dari ujung rahang bawah ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( LJFL); Panjang
dari mata ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( EFL); Panjang dari pangkal
sirip dada ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( PFL) (Gambar 4.2).
Gambar 4.2. Variasi metode pengukuran pada ikan berparuh.Keterangan:PFL : Pectoral Fork Length
EFL : Eye-Fork Length LJFL : Lower Jaw-Fork Length
2. Berat
Berat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berat setelah dilakukan
pemrosesan di mana ikan pedang dipotong pada bagian kepala, insang dan isi
perut dibuang serta semua sirip dipotong. Pengambilan data berat dilakukan
pada saat ikan di daratkan di pelabuhan, hal ini dikarenakan kapal rawai tuna
tidak dilengkapi dengan timbangan.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 40/87
22
3. Umur dan Pertumbuhan
Pertumbuhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pertambahan ukuran
panjang atau berat dalam suatu waktu (Effendie 1997). Sedangkan umur
adalah waktu yang dibutuhkan ikan untuk tumbuh.
4. Mortalitas
Mortalitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mortalitas
penangkapan, yang mana kematian diakibatkan oleh penangkapan serta
mortalitas alami yakni kematian yang terjadi karena berbagai sebab selain
penangkapan seperti pemangsaan, penyakit, stres pemijahan, kelaparan dan
usia tua
5. Laju Eksploitasi
Laju eksploitasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagian suatu
kelompok umur yang ditangkap selama ikan tersebut hidup.
4.4.3. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah ikan pedang. Sampel berasal dari pengukuran
langsung maupun hasil pendaratan armada rawai tuna Indonesia yang beroperasi
di Samudera Hindia.
4.4.4.
Pengambilan data hasil tangkapan (insitu)Prosedur pengambilan data hasil tangkapan mengacu pada IOTC Regional
Observer Scheme – Draft Observer Manual (IOTC, 2010), yakni di mana urutan
prosedur pengambilan data dibagi menjadi beberapa tahapan:
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 41/87
23
1. Mencatat data kapal dan alat tangkap secara rinci
Informasi ini termasuk rincian trip (trip id ) dan data kapal (no. surat izin,
tanda selar, nama fishing master , radio call sign, anak buah kapal, peralatan
elektronik, alat tangkap)
2. Mencatat informasi hasil tangkapan
Informasi rincian hasil tangkapan termasuk di dalamnya adalah:
a) Posisi Pancing
Mencatat koordinat posisi pancing untuk masing-masing ikan yang
tertangkap, baik pada saat setting maupun hauling .
b) Kode Spesies
Kode spesies yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kode Spesies
FAO ( Food and Agricultural Organization).
c)
Kode Kondisi Ikan – Tertangkap
Mencatat kondisi ikan tertangkap ketika sudah berada dalam dek, ikan
yang dilepas sebelum berada di atas dek tidak dicatat.
d) Kode Kondisi Ikan – Dilepas
Mencatat kondisi ikan yang tertangkap dan dilepas ke laut dari kapal
ataupun dari mata pancing sebelum branch line di tarik ke kapal(hauling ).
e) Jenis Ukuran Panjang
Jenis ukuran panjang yang diukur adalah panjang standar (LJFL)
ditambah dengan pengukuran panjang non standar (EFL dan PFL).
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 42/87
24
f) Cara Pengukuran
Metode pengukuran melengkung (curve tape measurement )
menggunakan tape atau meteran tukang ( steel ) dengan ketelitian 0,5 cm.
g) Jenis Pemrosesan
Mencatat jenis pemrosesan yang dilakukan pada ikan, seperti: hasil
tangkapan utuh (tidak diproses), tanpa kepala dan atau tanpa ekor, tanpa
insang dan tanpa sirip dan seterusnya.
h) Jenis kelamin
Jenis kelamin ikan berparuh diketahui dengan cara mengamati ketika
ikan diproses di atas dek kemudian bagian gonad diidentifikasi secara
visual dan dibedakan menjadi: Jantan (M), betina (F) dan tak tercatat/tak
diketahui ( pooled sex)
4.4.5.
Analisis Hubungan Morfometrik
4.7.2.1. Model Empiris Konversi Ukuran Panjang
Data morfometrik ( LJFL, EFL, dan PFL) diukur dengan ketelitian 1 cm.
Ketiga ukuran panjang tersebut ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma
natural (ln) kemudian di plot ke dalam Ordinary Least Square model (OLS)
dengan LJFL sebagai variabel tetapnya (Morato et al , 2001). Model yangdigunakan untuk mengetahui hubungan antar data morfometrik ikan berparuh
adalah Y = β0 + β1X1 + ε, dimana β0 adalah intercept /perpotongan sumbu tegak, β1
merupakan slope/kemiringan dan ε adalah galat.
Signifikansi antar jenis kelamin diuji dengan t-test untuk membandingkan
slope pada 2 sampel independen (Zar, 1996 dalam Morato et al , 2001). Apabila
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 43/87
25
tidak ada signifikansi antar keduanya, data LJFL, EFL dan PFL dihitung kembali
untuk mendapatkan persamaan regresi linier campuran ( pooled sex).
Signifikansi model regresi diuji dengan Analysis of Variance (ANOVA)
dengan hipotesis H0: β=0 dan H1: β≠0 (Zar, 1996 dalam Morato et al , 2001). Data
diolah dengan menggunakan software Minitab® release 14.12.0. Sedangkan
analisis grafik menggunakan Microsoft® Excel® for mac, version 2011.
4.7.2.2.
Analisis Hubungan Panjang – Berat
Berat dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Hubungan panjang
dan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat ikan sebagai pangkat
tiga. Namun sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang ikan berbeda-
beda sehingga untuk menganalisis hubungan panjang-berat masing-masing
spesies ikan pedang digunakan persamaan sebagai berikut:
W (GGT) = α L (PFL) b (1)
Dimana,
W : Berat setelah diproses (kg)
L : Panjang setelah diproses (cm)
α dan b : Parameter yang dicari
Untuk mendapatkan persamaan linier atau garis lurus digunakan persamaan
sebagai berikut :
Ln W = Ln a + b Ln L (2)
Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t (uji parsial), dengan
hipotesis :
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 44/87
26
H0 : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik.
H1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah alometrik, dimana:
Alometrik positif, jika b>3 (pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan
panjang) dan negatif, jika b<3 (Pertambahan panjang lebih cepat daripada
pertambahan berat).
(3)
Dimana,
βi : nilai b dari regresi panjang-berat
Sb : simpangan koefisien b
Setelah itu dibandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel pada selang
kepercayaan 95%. Kemudian untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan, kaidah
keputusan yang diambil adalah :
thitung > ttabel : Tolak hipotesis nol (H0)
thitung < ttabel : Gagal tolak hipotesis nol (H0)
4.4.6. Estimasi Umur dan Pertumbuhan
Pertumbuhan ikan ditentukan dengan cara mengukur laju perubahan
ukuran (bagian tubuh) ikan berdasarkan perubahan waktu, dalam penelitian adalah
pertambahan panjang dan pertambahan berat. Selain itu pertumbuhan juga bisa
ditentukan dengan mengukur pertambahan jumlah populasi, pertambahan ukuran
otolith, sisik, operculum atau bagian tubuh lainnya dihubungkan dengan umur
ikan (Sparre dan Venema, 1999; Pauly, 1984).
thitung=
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 45/87
27
4.7.3.1. von Bertalanffy Growth Function Model (L∞, K) dan t0
Tserpes dan Tsimenides (1995) telah menunjukkan bahwa VBGF maupun
Chapman's Model (Chapman, 1961) dapat mendiskripsikan pertumbuhan ikan
pedang dengan sama baiknya dengan kisaran data panjang yang ada. Bahkan
VBGF model memberikan prediksi panjang asimtotik yang jauh lebih baik
daripada Chapman's Model , dimana menurut studi yang dilakukan oleh Valeiras
(2008) Chapman’s Model mempunyai kecenderungan memberikan prediksi yang
terlalu tinggi terhadap panjang asimtotik. Oleh karena itu pada penelitian ini
digunakan VGBF standar dengan persamaan sebagai berikut:
Lt = L∞ (1-e-K(t-t0)) (4)
Dimana,
Lt : Panjang (LJFL) pada umur t;
L∞ : Panjang asimtotik;
K : Koefisien pertumbuhan;
t : Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai panjang tertentu;
t0 : Umur teoritis pada saat panjang sama dengan 0.
Data panjang ikan pedang dikonversi ke ukuran standar ( LJFL) dengan
menggunakan persamaan regresi yang diperoleh dari analisis hubungan
morfometrik. Setelah itu ditentukan distribusi frekwensinya dan dimasukkan ke
dalam ELEFAN I model dengan menggunakan software FISAT II untuk
menentukan panjang asimtotik (L∞) dan koefisien pertumbuhan (K), kemudian
nilai t0 ditentukan dengan persamaan empiris Pauly (1984), yakni:
Log10 (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (Log10 L∞ ) – 1,038 (Log10 K) (5)
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 46/87
28
Length at age data dikalkulasi dengan program yang sama. Setelah semua
parameter pertumbuhan diperoleh maka kurva pertumbuhan dari ikan pedang
yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia dapat dibuat.
4.4.7. Penentuan Mortalitas Alami (M) dan Penangkapan (F)
Mortalitas adalah kematian yang terjadi karena berbagai sebab, seperti:
penangkapan, penyakit, stres, pemijahan, kelaparan, usia tua (Sparre dan Venema,
1999), serta predasi (Beverton dan Holt, 1957).
Adapun laju mortalitas total (Z) ditentukan dengan metode length converted
catch curves yang terdapat pada FISAT II melalui Z dari rata-rata panjang ikan
yang tertangkap. Nilai mortalitas alami (M) diperoleh dengan rumus empiris dari
Pauly (1984), yakni:
Log10 M = -0,0066-0,279*Log10 L∞+ 0,6543*Log10 K+ 0,463*Log10T (6)
Dimana,
L∞ : Parameter pertumbuhan
T : rata-rata suhu lingkungan perairan tahunan (°C) = 28,56°C (Yuniarti
et al ., 2013)
Berdasarkan hasil penghitungan kedua parameter tersebut, maka nilai
kematian akibat penangkapan (F) dari ikan pedang yang tertangkap oleh armada
rawai tuna di Samudera Hindia yang berbasis di Pelabuhan Benoa dapat
ditentukan, dengan persamaan:
F = Z-M (7)
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 47/87
29
4.7.2. Penentuan Tingkat Laju Eksploitasi
Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan laju mortalitas
penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z) (Pauly 1984):
(8)
Alur penelitian dimulai dari pengelompokan data awal menjadi data primer
dan sekunder. Data primer adalah data aspek morfometrik ikan pedang hasil
pengukuran secara insitu di lapangan, sedangkan data sekunder adalah hasil
pengamatan harian ikan pedang mulai tahun 2002 sampai 2014. Data aspek
morfometrik digunakan untuk mencari konversi antar ukuran panjang non standar
(PFL dan EFL) ke standar (LJFL) sehingga hasil konversi tersebut dapat
digunakan untuk menstandarisasi ukuran panjang.
Data hasil konversi ukuran panjang kemudian di plot ke distribusi spasio-
temporal dan frekuensi ukuran panjang. Data konversi juga digunakan untuk
menganalisa umur dan pertumbuhan dengan menggunakan sofware FISAT II.
Hasil analisa kemudian digunakan untuk mencari nilai mortalitas dan laju
eksploitasi. Sedangkan data hasil pendaratan ikan pedang dari tahun 2002 – 2014
digunakan untuk mencari hubungan panjang berat dan pola pertumbuhan.
Keseluruhan parameter tersebut digunakan untuk menganalisa dinamika populasi
ikan pedang di Samudera Hindia.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 48/87
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 49/87
31
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Aspek Biologi Ikan Pedang
5.1.1. Daerah Penangkapan
Ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia
berada pada area antara 50 LU – 350 LS dan 750 – 1350 BT (Gambar 5.1). Total
terdapat 8.603 ekor ikan pedang yang berhasil di data selama kurun waktu 2002 –
2014, 7.967 ekor berasal dari program pengamatan harian pendaratan ikan di
Pelabuhan Benoa (2002-2014), sedangkan sisanya (636 ekor) berasal dari
program Pemantau Ilmiah Loka Penelitian Perikanan Tuna (2005-2014).
Gambar 5.1. Peta daerah penangkapan ikan pedang yang tertangkap oleharmada rawai tuna di Samudera Hindia selama kurun waktu 2005
– 2014.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 50/87
32
5.1.2. Distribusi spasial dan temporal CPUE (Catch per Unit of Effort ) ikan
pedang.
Distribusi CPUE yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera
Hindia terkonsentrasi pada koordinat antara 10 - 150 LS dan 110 – 1200 BT
(Gambar 5.2) dengan kisaran antara 0,04 – 1,06 ikan/100 pancing. Rata-rata
CPUE bulanan tertinggi didapatkan pada bulan Juni sebesar 0,15 ikan/100
pancing sedangkan terendah didapatkan pada bulan Desember sebesar 0,08
ikan/100 pancing (Gambar 5.3). Rata-rata CPUE tahunan tertinggi terjadi pada
tahun 2009 sebesar 0,16 ikan/100 pancing dan terendah pada tahun 2005 sebesar
0,08 ikan/100 pancing (Gambar 5.4) dengan kecenderungan terus naik dari tahun
ke tahun.
Gambar 5.2. Distribusi spasial CPUE ikan pedang yang tertangkap oleh
armada rawai tuna di Samudera Hindia pada kurun waktu 2005 – 2014 berdasarkan lintang (kiri) dan bujur (kanan).
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 51/87
33
Gambar 5.3. Distribusi bulanan rata-rata CPUE ikan pedang yang tertangkapoleh armada rawai tuna di Samudera Hindia pada kurun waktu2005 – 2014.
Gambar 5.4. Distribusi rata-rata CPUE ikan pedang yang tertangkap oleharmada rawai tuna di Samudera Hindia pada kurun waktu 2005 – 2014.
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
C P U E ( i k a n / 1 0 0 p a n c i n g )
Bulan
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
C P U E ( i k a n / 1 0 0 p a
n c i n g )
Tahun
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 52/87
34
5.2. Aspek Morfometrik Ikan Pedang
5.2.1.
Hubungan antara LJFL, EFL dan PFL
Total terdapat 15 trip observasi laut dari kurun waktu Maret 2011 sampai
dengan Desember 2014. Sampel yang berhasil dikumpulkan berjumlah 173 ekor,
terdiri dari 27 ekor ikan pedang jantan, 20 ekor betina dan 126 lainnya tak tercatat
jenis kelaminnya ataupun belum bisa diidentifikasi. Tabulasi panjang maksimum,
minimum dan rata – rata berbagai macam ukuran panjang berdasarkan jenis
kelamin ditunjukkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Kisaran (minimum dan maksimum) dan rata-rata panjang ikan pedangyang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia selama
bulan Maret 2011 – Desember 2014.
Ikan Pedang
LJFL (cm) EFL (cm) PFL (cm)
Minimum
Jantan 58,0 48,0 40,0
Betina 76,0 67,0 56,0Campur 50,0 40,0 30,0
MaksimumJantan 254,0 230,0 190,0Betina 252,0 232,0 197,0Campur 254,0 232,0 197,0
Rata-rataJantan 164,7 145,7 121,9Betina 158,8 143,1 115,2Campur 132,7 116,7 96,6
Persamaan regresi linear antara LJFL, EFL, dan PFL ikan pedang jantan,
betina maupun campur signifikan (P < 0,01) dengan nilai R 2 lebih besar dari 0,97.
Hasil uji t-test terhadap korelasi persamaan regresi linear antara ikan pedang
jantan dan betina menunjukkan bahwa signifikasi antar keduanya tidak berbeda
nyata (P > 0,05) oleh karenanya data LJFL, EFL, dan PFL pada tiap jenis kelamin
dan yang tak teridentifikasi dihitung kembali sehingga didapatkan persamaan
regresi linear seperti terlihat pada Gambar 5.5 berikut:
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 53/87
35
Gambar 5.5. Hubungan antara LJFL dan PFL (A), LJFL dan EFL (B) sertaEFL dan PFL (C) dari ikan pedang yang tertangkap oleh armadarawai tuna di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2002 – 2014.(Keterangan: ----- = Betina; ....... = Jantan; ____ = Campur
(Jantan+Betina)).
Campur
LJFL = 1,2459*PFL + 12,357R² = 0,97521; P<0,01
Betina
LJFL = 1,2894*PFL + 10,21R² = 0,98779; P<0,01
Jantan
LJFL = 1,227*PFL + 15,139R² = 0,97178; P<0,01
0
50
100
150
200250
300
0 50 100 150 200 250
L J F L ( c m )
PFL (cm)
A
Betina
LJFL = 1,0594*EFL + 7,2059R² = 0,9959; P<0,01Jantan
LJFL = 1,0581*EFL + 10,614R² = 0,99474; P,0.01Campur
LJFL = 1,0587*EFL + 9,1652R² = 0,98868; P<0,01
0
50
100
150
200
250
300
0 50 100 150 200 250
L J F L ( c m )
EFL (cm)
B
CampurEFL = 1,174*PFL + 3,286R² = 0,98169; P<0,01
Betina
EFL = 1,2156*PFL + 3,0073R² = 0,98943; P<0.01Jantan
EFL = 1,1577*PFL + 4,5102R² = 0,97369; P<0,01
0
50
100
150
200
250
300
0 50 100 150 200 250
E F L ( c m )
PFL (cm)
C
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 54/87
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 55/87
37
Gambar 5.6. Panjang rata-rata ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawaituna di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2002 – 2014; Garis
putus-putus merupakan ambang batas Lm50 = 170 cm (IOTC,2009).
Gambar 5.7. Sebaran frekuensi panjang ikan pedang yang tertangkap oleharmada rawai tuna di Samudera Hindia pada kurun waktu 2002 – 2014, garis vertikal menunjukkan ambang batas Lm50 = 170 cm(IOTC, 2009).
0
25
50
75
100
125
150
175
200
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
P a n j a n g R a t a - r a t a ( L J F L ,
c m )
Tahun
0
100
200
300
400
500600
700
800
900
5 0
6 0
7 0
8 0
9 0
1 0 0
1 1 0
1 2 0
1 3 0
1 4 0
1 5 0
1 6 0
1 7 0
1 8 0
1 9 0
2 0 0
2 1 0
2 2 0
2 3 0
2 4 0
2 5 0
2 6 0
2 7 0
2 8 0
2 9 0
3 0 0
F r e k u e n s i ( J u m l a h
I k a n )
Panjang (LJFL, cm)
N = 8,603
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 56/87
38
Gambar 5.8. Sebaran frekuensi panjang ikan pedang tahunan yang tertangkapoleh armada rawai tuna di Samudera Hindia pada kurun waktu2002 – 2014, garis vertikal menunjukkan ambang batas Lm50 = 170
cm (IOTC, 2009).
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 57/87
39
5.2.3. Hubungan Panjang – Berat
Hubungan panjang – berat ikan pedang dinyatakan dengan persamaan
fungsi power W (GGT) = 0,00003*PFL2,953, sedangkan persamaan linearnya
adalah Ln W (GGT) = 2,953*Ln PFL – 10,35 dengan nilai R 2 = 0,9436, analisa
hubungan panjang-berat dilakukan melalui regresi non-linear (fungsi pangkat)
kemudian ditransformasikan ke persamaan regresi linear dengan terlebih dahulu
menghilangkan data-data pencilan (outliners) (Gambar 5.9). Pola pertumbuhan
ikan pedang diduga bersifat alometrik negatif yang berarti pertumbuhan panjang
lebih dominan daripada pertambahan berat ikan. Hal ini terlihat dari hasil uji t-test
terhadap 1.773 spesimen dengan selang kepercayaan 95%; thitung > ttabel
(2,833>1,962); b = 2,940.
Gambar 5.9. Hubungan panjang-berat ikan pedang yang tertangkap oleharmada rawai tuna di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2002
– 2014.
W (GGT) = 3E-05*PFL2,953
R² = 0,9436 N = 1,773
0
20
40
60
80
100
120
140160
180
70 90 110 130 150 170 190
B e r a t ( G G T ; k g )
Panjang (PFL; cm)
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 58/87
40
5.2.4. Nisbah Kelamin
Total terdapat 517 ekor sampel ikan pedang yang dapat diidentifikasi jenis
kelaminnya, terdiri dari 239 jantan dan 278 betina (Gambar 5.10). Perbandingan
nisbah kelamin betina dan jantan adalah 1:1,16, hasil uji Chi-Square menyatakan
bahwa perbandingan antar keduanya tidak berbeda nyata dimana nilai X2 hitung
(0,183) < dari nilai X2 (α = 0,05; db = 1) yakni (3,84). Hal ini menunjukkan
bahwa proporsi jantan dan betina adalah 1:1.
Gambar 5.10. Sebaran frekuensi ikan pedang yang tertangkap oleh armadarawai tuna di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2005 – 2014
berdasarkan jenis kelamin.
5.3. Parameter Pertumbuhan Ikan Pedang
5.3.1. Estimasi Umur dan Pertumbuhan
Berdasarkan non-parametric scoring of VBGF fit (Rn) menggunakan
ELEFAN I yang terdapat pada program FISAT II, diperoleh nilai koefisien
pertumbuhan (K) = 0,12; panjang asimtotik (L ) = 302,4 cm (Lampiran 1).
0
5
10
15
20
25
6 0
7 5
9 0
1 0 5
1 2 0
1 3 5
1 5 0
1 6 5
1 8 0
1 9 5
2 1 0
2 2 5
2 4 0
2 5 5
2 7 0
2 8 5
3 0 0
3 1 5
3 3 0
3 4 5
3 6 0
J u m l a h ( e k o r )
Kelas Panjang (cm)
■ Jantan n = 239 □ Betina n = 278
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 59/87
41
Setelah kedua parameter tersebut diketahui maka nilai t0 dapat diketahui melalui
persamaan Pauly (1984) dimana dari hasil perhitungan didapatkan nilai t0 = -0,76.
Nilai koefiesien pertumbuhan (K) sebesar 0,12 menujukkan bahwa ikan pedang
bertipe slow growth dengan laju pertumbuhan 0,12/tahun. Panjang asimtotik (L )
sebesar 302,4 cm artinya bahwa secara teoritis panjang ikan pedang berhenti
tumbuh pada ukuran tersebut walaupun umurnya terus bertambah. Sedangkan
nilai to = -0,76 artinya bahwa umur ikan pedang (semu) atau secara teoritis pada
panjang 0 cm diduga sebesar -0,76 tahun. Ketiga parameter pertumbuhan tersebut
kemudian disubstitusikan ke persamaan von Bertalanffy sehingga didapatkan hasil
Lt = 302,4 (1 - e -0,12 (t+0,760245)), yang kemudian dilakukan kalkulasi mundur untuk
mengetahui grafik perbandingan umur dan pertumbuhan ikan pedang (Gambar
5.11). Grafik tersebut menujukkan bahwa secara teoritis ikan pedang
membutuhkan waktu 30 tahun lebih untuk mencapai panjang asimtotiknya.
Pertumbuhan cepat di awal-awal tahun (4-6 tahun pertama) kemudian melambat
pada tahun-tahun berikutnya.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 60/87
42
Gambar 5.11. Kalkulasi mundur length at age (LJFL) dan kurva pertumbuhanvon Bertalanffy ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawaituna di Samudera Hindia dalam kurun waktu 2002 – 2014.
5.3.2. Mortalitas Alami (M), Mortalitas akibat Penangkapan (F) dan Mortalitas
Total (Z).
Berdasarkan nilai K dan L∞ yang diperoleh dari ELEFAN I maka nilai M
(mortalitas alami) dapat dicari dengan menggunakan persamaan empiris Pauly
yakni Log10 M = -0,0066-0,279*Log10L∞+ 0,6543*Log10K+0,463*Log10T. Dari
perasamaan tersebut didapatkan nilai mortalitas alami sebesar 0,24/tahun dengan
asumsi suhu rata-rata perairan Samudera Hindia bagian timur sebesar 28,560 C.
Dengan menggunakan metode length-converted catch curve yang terdapat pada
FISAT II, maka didapatkan nilai mortalitas total (Z) sebesar 0,52/tahun, dan nilai
mortalitas akibat penangkapan (F) sebesar 0,28/tahun (Gambar 5.12). Laju
mortalitas akibat penangkapan pada penelitian ini sedikit lebih besar daripada laju
mortalitas alaminya, hal ini menunjukkan bahwa faktor kematian ikan pedang
lebih besar disebabkan oleh kegiatan penangkapan.
0
50
100
150
200
250
300
350
0 2 4 6 8 1 0
1 2
1 4
1 6
1 8
2 0
2 2
2 4
2 6
2 8
3 0
P a n j a n g C a g a k ( c m )
Umur (tahun)
Lt = 302,4 (1 - e -0,12 (t+0,76025))
L ∞ = 302,4 cm
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 61/87
43
5.3.3. Tingkat Laju Eksploitasi (E)
Nilai tingkat laju eksploitasi ikan pedang (E) didapatkan dengan cara
membagi antara nilai F (laju mortalitas akibat penangkapan) dan Z (nilai laju
mortalitas total), yakni sebesar 0,55. Hal ini berarti 55% populasi ikan pedang di
perairan Samudera Hindia telah dieksploitasi. Nilai tersebut juga berarti bahwa
laju eksploitasi ikan pedang sudah optimum/padat tangkap karena nilai E ≈ 0,5.
Gambar 5.12. Kurva hasil tangkapan yang dikonversikan ke panjang (LJFL)untuk menduga nilai mortalitas yang dihitung dari parameter persamaan pertumbuhan von Bertalanffy pada suhu rata-rata 28,60 C. Keterangan: Z=mortalitas total; M=mortalitas alami;F=mortalitas akibat penangkapan; E=tingkat laju eksploitasi; titikhitam= titik data dalam kurva yang digunakan dalam regresi.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 62/87
44
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Distribusi Spasial-Temporal Ikan Pedang
Daerah penangkapan seperti terlihat pada Gambar 5.1 terkonsentrasi di
selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (70-150 LS dan 1050-1200 BT). Daerah
tersebut masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Samudera
Hindia bagian timur, khususnya selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara dinyatakan
sebagai daerah pemijahan penting bagi tuna sirip biru selatan dan beberapa
spesies tuna dan sejenisnya (Proctor et al., 2003; Stéquert dan Marsac, 1989).
Sebaran daerah penangkapan selama kurun waktu 2005 sampai dengan 2014
juga merefleksikan perkembangan armada rawai tuna di Indonesia, dimana mulai
tahun 1973 sampai dengan awal tahun 2000, operasi penangkapan di dominasi
oleh PT. Perikanan Samodra Besar (sekarang menjadi PT. Perikanan Nusantara)
(Sadiyah et al., 2011). Setelah masuknya armada Taiwan dan Jepang, kompetisi di
daerah penangkapan tersebut menjadi sangat ketat. Penambahan upaya pada
daerah dengan sumberdaya relatif sama akan menurunkan hasil tangkapan per
upaya (CPUE), sehingga pada perkembangannya kapal-kapal rawai tuna akanmencari daerah-daerah penangkapan yang baru di luar ZEE (Saputra et al., 2011).
Distribusi spasial CPUE Ikan pedang (Gambar 5.2) menunjukkan pola
konsentrasi yang sama dengan tuna mata besar (Jatmiko et al ., 2014) yang
tertangkap oleh rawai tuna dalam (deep longline) dengan waktu set malam hari.
Diduga ikan pedang sebagian merupakan hasil tangkapan sampingan dari
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 63/87
45
perikanan rawai tuna dengan target tuna mata besar. Hal ini terjadi karena
keduanya mempunyai karakter pergerakan vertikal yang sama, dimana cenderung
berada di permukaan pada waktu malam hari dan berenang ke tempat yang lebih
dalam pada siang hari (Carey dan Robinson, 1981; Musyl et al., 2003).
Distribusi temporal rata-rata CPUE bulanan (Gambar 5.3) menujukkan
bahwa ikan pedang lebih banyak tertangkap antara bulan Juni – Juli, kemudian
relatif menurun sesudahnya. Penurunan CPUE sesudah bulan September diduga
terkait dengan musim pemijahan yang berada di antara bulan Oktober sampai
dengan April (Kroese, 2000; Poisson dan Marjolet, 2001) sehingga ikan pedang
akan bermigrasi ke daerah dengan preferensi suhu di atas 240 C dan tingkat
klorofil-a di bawah 0.2 μg L−1 yang berada pada area di antara 100
– 200 LS
(Young et al., 2003). Selain itu penurunan CPUE juga diduga terkait oleh
kebiasaan makan, yang mana ikan pedang dewasa akan bermigrasi ke perairan
yang lebih dingin pada musim panas untuk makan dan kembali ke perairan tropis
yang lebih hangat di musim dingin (Nakamura, 1985). Anomali yang terjadi pada
bulan Januari diduga merupakan bias (outliners) dikarenakan karakteristik angin
muson barat yang menimbulkan cuaca buruk dan gelombang yang besar, yang
berimbas armada rawai tuna pada bulan-bulan tersebut jarang melakukanaktivitas, sehingga ketika upaya penangkapan menurun maka nilai CPUE akan
naik seiring dengan hasil tangkapan. Distribusi rata-rata CPUE tahunan (Gambar
5.4) menunjukkan kecenderungan nilai rata-rata CPUE yang terus meningkat
sepanjang tahun. Lonjakan (bump) nilai CPUE pada tahun 2009 diduga karena
efek moderate el nino yang terjadi di Samudera Hindia bagian timur. Hal ini
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 64/87
46
mengakibatkan suhu laut menjadi lebih dingin, sehingga ikan-ikan bernilai
ekonomis tinggi, yang mempunyai habitat perairan laut dalam seperti ikan tuna
dan sejenisnya akan berenang mendekati permukaan laut untuk mencari preferensi
suhu yang lebih hangat (Syahbuddin, 2000; Amri dan Satria, 2013) sehingga akan
lebih mudah tertangkap oleh armada rawai tuna.
Di Indonesia, musim penangkapan dipengaruhi oleh hujan yang
berhubungan dengan angin musim barat/timur. Angin bertiup dari tenggara antara
bulan Maret dan September ketika suhu mulai turun, hal ini menyebabkan
terjadinya fenomena upwelling yang mengakibatkan tingkat klorofil-a meningkat.
Pada bulan-bulan ini biasanya nelayan mulai melaut. Sebaliknya, dari bulan
Oktober sampai dengan Februari, ketika angin berhembus dari barat daya ke barat
laut, suhu mulai meningkat dan konsentrasi klorofil-a menurun (Susanto et al.,
2001; Surinati, 2009; Wiyono et al ., 2006). Seiring dengan menurunnya tingkat
klorofil-a sebagai parameter produktivitas perairan, maka kelimpahan plankton
dan zooplankton sebagai produsen primer juga akan berkurang sehingga ikan akan
bermigrasi ke lokasi dimana sumber makanan lebih melimpah. Hal ini secara
tidak langsung mengakibatkan produktivitas perikanan juga menurun.
6.2.
Korelasi antara Komposisi Ukuran, Parameter Morfometrik, dan
Nisbah Kelamin Ikan Pedang
Semakin banyak data ukuran panjang yang didapatkan dengan kisaran yang
lebar, maka akan berpengaruh terhadap validitas dari model itu sendiri, terutama
terhadap model yang disajikan akan mewakili semua ukuran kelas panjang dan
menghindari adanya underestimate maupun overestimate (Prager et al ., 1995).
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 65/87
47
Model persamaan empiris konversi antar ukuran panjang pada penelitian ini
mempunyai validitas yang kuat (P<0,01) (Gambar 5.5). Walaupun jumlah sampel
relatif sedikit, sebaran titik regresi mempunyai rentang yang lebar, dimana kisaran
panjang sampel antara 58 – 254 cm. Model yang digunakan juga sesuai dengan
beberapa penelitian sebelumnya (lihat Sun et al ., 2002; IOTC, 2013) dimana
proyeksi garis regresi berhimpitan dan memberikan nilai estimasi konversi yang
hampir sama (Gambar 6.1).
Gambar 6.1. Perbandingan model persamaan empiris konversi antar ukuran panjang dari beberapa referensi (Keterangan: konversi antara EFLke LJFL (kiri), dan konversi antara PFL ke LJFL (kanan)).
Aspek morfometrik dipengaruhi oleh morfologi ikan. Beberapa penelitian
melaporkan adanya dimorfisme seksual pada ikan pedang (DeMartini et al ., 2007;
Sun et al ., 2010), dan ikan jantan tumbuh lebih lambat dari betina serta mencapai
panjang asimtotik yang lebih rendah daripada betina (FAO, 2013). Pada penelitian
ini, hasil uji t-test terhadap korelasi persamaan regresi linear antara perbedaan
pengukuran panjang dengan jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata (P > 0,05). Hal ini diduga karena kelompok ikan berparuh, khususnya ikan
pedang mempunyai tubuh yang ramping dan panjang sehingga perbedaan
pengukuran yang digunakan dalam metode ini sangat kecil dan dapat diabaikan.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 66/87
48
Hal ini dibuktikan oleh Lee dan Scott (1992) di mana estimasi parameter
persamaan konversi ukuran panjang untuk ikan pedang berdasarkan pengukuran
melengkung tidak berbeda secara signifikan (P <0,05) dengan pengukuran lurus.
Berbeda halnya dengan tuna mata besar ataupun sirip biru selatan di mana ketika
dewasa, bentuk tubuh betina lebih besar dan gempal daripada jantan. Sehingga
walaupun terdapat fenomena dimorfisme akan tetapi hal tersebut tidak
berpengaruh pada aspek morfometrinya. Hal yang sama juga disampaikan oleh Su
et al . (2005) di perairan lepas pantai Taiwan.
Tidak adanya signifikansi hubungan morfometrik dengan jenis kelamin
menunjukkan bahwa model konversi untuk ikan pedang dengan jenis kelamin
campur (jantan, betina, dan tak teridentifikasi) dapat digunakan secara
keseluruhan pada semua jenis kelamin (Gambar 5.5). Hal ini akan memudahkan
peneliti dalam rangka pengambilan data, terutama apabila menemukan kondisi di
mana jenis kelamin tidak dapat diidentifikasi atau diketahui. Data tersebut juga
dapat digunakan untuk mengonversi dari data-data panjang sebelumnya yang
didapatkan dalam berbagai macam ukuran yang tidak standar, seperti halnya data
frekuensi panjang hasil dari pengamatan di tempat-tempat pendaratan ikan.
Data frekuensi panjang merupakan salah satu komponen penting dalammerekonstruksi data tangkapan per ukuran (catch-at-size) untuk keperluan kajian
stok (Herrera dan Pierre, 2011). Adanya indikasi tekanan penangkapan dapat
dilihat dari pergerakan nilai panjang rata-rata ikan pedang yang tertangkap pada
kurun waktu tertentu. Pada penelitian ini panjang rata-rata antara tahun 2002 –
2014 relatif stabil dengan kisaran panjang 34 – 287 cm dan rata-rata 158,72 cm
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 67/87
49
(Gambar 14). Nilai ini lebih tinggi daripada yang dilaporkan oleh Varghese et al .
(2013) di perairan India, sebesar 103,90 cm maupun di Laut Mediterania sebelah
timur, sebesar 94,90 cm (Akyol dan Ceyhan, 2013). Akan tetapi lebih rendah
dibandingkan di Pasifik Utara, sebesar 174,92 cm (Valeiras et al., 2008).
Perbedaan nilai panjang rata-rata ikan pedang di Samudera Pasifik, Laut
Mediternia, dan Samudera Hindia diduga akibat adanya variasi pola pertumbuhan,
mengingat lokasi-lokasi tersebut telah diidentifikasi menjadi unit-unit populasi
yang berbeda berdasarkan studi genetik (Cerna, 2006). Setidaknya terdapat 5 stok
ikan pedang di dunia: Atlantik Utara, Atlantik Selatan, Laut Mediterania, Pasifik
dan Samudera Hindia (Chow et al ., 1997). Walaupun terdapat dugaan adanya stok
yang terpisah antara Samudera Hindia bagian barat dan timur, akan tetapi
berdasarkan studi genetik dan otolith, ikan pedang di Samudera Hindia
merupakan sebuah stok tunggal (Mahe et al., 2014). Stabilitas nilai rata-rata
panjang ikan pedang yang tertangkap mengindikasikan bahwa area Samudera
Hindia bagian timur diduga merupakan satu kohort yang didominasi oleh ukuran
170 -175 cm (Gambar 5.7), dimana ukuran tersebut adalah ukuran pertama kali
matang gonad (Lm50).
Hubungan panjang-berat ikan pedang bersifat alometrik negatif (Gambar5.9), yang berarti penambahan panjang lebih cepat daripada penambahan berat.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Akyol dan Ceyhan,
2013) di Laut Mediterania bagian timur, Samudera Pasifik Selatan sebelah timur
lepas pantai Cili (Cerna, 2006), Perairan Taiwan (Sun et al., 2010), maupun
Perairan India (Varghese et al ., 2013) yang semuanya menunjukkan indikasi
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 68/87
50
alometrik positif. Hubungan panjang-berat merupakan komponen penting dalam
ilmu perikanan dan dapat digunakan pada beberapa aplikasi, seperti: 1) estimasi
nilai biomass dari data panjang; 2) estimasi faktor kondisi ikan; dan 3)
membandingkan diantara perbedaan siklus hidup dan morfologi pada ikan yang
sama pada daerah yang berbeda (Pauly, 1993; Petrakis dan Stergiou, 1995).
Rasio jantan dan betina pada penelitian – penelitian sebelumnya lebih tinggi
daripada yang didapatkan pada penelitian ini, yakni 1:1 (Gambar 5.10). Rasio ikan
betina dengan jantan di lepas pantai selatan California sebesar 2,94: 1 (nisbah
kelamin 0,75) (Weber dan Goldberg, 1986); 2,3: 1 (nisbah kelamin 0,70) untuk
ikan pedang yang tertangkap oleh perikanan Kanada di Atlantik Utara sebelah
barat (Stone dan Porter 1997); dan 2,25: 1 (nisbah kelamin 0,69) untuk ikan
pedang yang tertangkap di Australia Selatan (ZEE Australia) (Young et al ., 2000).
Pada penelitian ini rasio jenis kelamin betina dan jantan adalah 1:1,16 (278 betina
dan 239 jantan, nisbah kelamin 0,54), nilai ini serupa dengan hasil penelitian
DeMartini et al . (2000) di Hawaii sebesar 0,53.
Hubungan antara nisbah kelamin dan ukuran badan (morfometrik) dapat
dijadikan dasar untuk merekonstruksi komposisi jenis kelamin dari data hasil
tangkapan (Wang et al ., 2010). Stone dan Porter (1997) menggunakan persamaanregresi linear untuk menggambarkan pola antara nisbah kelamin dan panjang
untuk ikan pedang yang tertangkap oleh armada Kanada di Atlantik Utara sebelah
barat, sedangkan DeMartini et al . (2000) menggunakan model yang berdasarkan
regresi non-linear (fungsi pangkat) pada ikan pedang yang tertangkap oleh
perikanan rawai yang berbasis di Hawaii.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 69/87
51
6.3. Parameter Populasi dan Laju Eksploitasi Ikan Pedang
Ikan pedang mempunyai tipe pertumbuhan yang lambat, akan tetapi pada
awal-awal tahun perkembangannya bisa tumbuh dengan cepat (Ehrhardt, 1992),
dalam penelitian ini ikan pedang dapat mencapai panjang 57,58 cm hanya dalam
waktu 1 tahun (Gambar 5.11). Bahkan pada penelitian sebelumnya dilaporkan
dapat tumbuh sepanjang 74 cm pada enam bulan pertama (Megalofonou et al.,
1995) dan 90 - 100 cm pada umur satu tahun (Sun et al., 2002; Young dan Drake,
2004). Nilai koefisien pertumbuhan dalam penelitian ini (0,12/thn) sedikit lebih
kecil dibandingkan dengan Varghese et al. (2013) di perairan Laut India dan
Wang et al . (2010) di barat dan timur Samudera Hindia. Model dalam penelitian
ini tidak diverifikasi dengan model-model lain yang lebih dapat diandalkan,
seperti penghitungan lingkaran tahun pada sirip anal maupun otolith, meskipun
demikian estimasi nilai K dan L∞ yang diberikan tidak berbeda jauh dengan
penelitian-penelitian sebelumnya pada spesies yang sama (Tabel 6.1).
Tabel 6.1. Hasil beberapa penelitian mengenai umur dan pertumbuhan ikan pedang. Keterangan: Jenis kelamin campur terdiri dari jantan, betinadan tak teridentifikasi.
L∞
(cm)
K
(1/thn)t0
Jenis
KelaminMetode Lokasi Referensi
252,196 0,133 -2,432 Campur Sirip anal Laut Aegean Aliçli dan Oray, 2001
283,600 0,150 -2,090 Campur Sirip anal LautMediterania
bagian timur
Akyol dan Ceyhan,2013
263,500 0,119 -2,270 Betina Sirip anal LautMediterania
bagian barat
Valeiras et al., 2008
185,500 0,219 -1,968 Jantan Sirip anal LautMediterania
bagian barat
Valeiras et al., 2008
321,000 0,133 -2,460 Betina Sirip anal Chili Cerna, 2006
279,000 0,158 -2,650 Jantan Sirip anal Chili Cerna, 2006
300,660 0,040 -0,750 Betina Sirip anal Taiwan Sun et al ., 2010
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 70/87
52
L∞
(cm)
K
(1/thn)t0
Jenis
KelaminMetode Lokasi Referensi
213,050 0,086 -0,626 Jantan Sirip anal Taiwan Sun et al ., 2010
227,200 0,534 -2,410 Betina Sirip anal Hawai DeMartini, 2007
221,000 0,070 -0,150 Jantan Sirip anal Hawai DeMartini, 2007
296,000 0,080 -3,700 Betina Sirip anal Australia Young dan Drake, 2004
224,200 0,130 -3,000 Jantan Sirip anal Australia Young dan Drake, 2004
576,600 0,033 -4,550 Campur Sirip Anal Selandia Baru Griggs et al ., 2005
434,700 0,053 -3,460 Betina Sirip anal Selandia Baru Griggs et al ., 2005
394,400 0,044 -5,860 Jantan Sirip anal Selandia Baru Griggs et al ., 2005
274,855 0,138 -1,998 Betina Sirip anal Samudera
Hindia bagiantimur laut dan
barat laut
Wang et al., 2010
234,002 0,169 -2,181 Jantan Sirip anal SamuderaHindia bagianutara
Wang et al., 2010
311,110 0,170 -0,530 Betina FrekuensiPanjang
Perairan sekitarLaut India
Varghese et al ., 2013
243,790 0,220 -0,370 Jantan FrekuensiPanjang
Perairan sekitarLaut India
Varghese et al ., 2013
302,400 0,120 -0,760 Campur FrekuensiPanjang
SamuderaHindia bagiantimur
Studi ini
Metode yang paling mutakhir untuk melakukan estimasi umur dan
pertumbuhan ikan pedang adalah dengan mengamati lingkar tahun yang terdapat
dalam duri keras kedua dari sirip anal (Aliçli dan Oray, 2001; Valeiras et al.,
2008; DeMartini, 2007; Sun et al ., 2002; Young dan Drake, 2004; Wang et al.,
2010; Cerna, 2006), hal ini dikarenakan ikan pedang mempunyai ukuran otolith
yang terlalu kecil dan tidak terdapat adanya sisik (Megalofonou et al., 1995).
Akan tetapi, bagi sebagian negara (termasuk Indonesia) hal tersebut masih sulit
karena ikan pedang yang didaratkan sudah diproses (semua sirip dipotong, isi
perut dibuang, dan bagian kepala dipotong) sehingga pengambilan sampel hanya
dapat dilakukan oleh observer yang terlatih, ketiadaan sumberdaya manusia dan
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 71/87
53
peralatan analisis juga menjadi kendala. Metode lain yang dapat digunakan adalah
dengan menganalisis data frekuensi panjang (Jennings, 2005; Blanchard et al .,
2005), walaupun terlihat sederhana, hasil analisis data frekuensi panjang dapat
menghasilkan estimasi yang cukup bagus (Kell et al., 2013).
Nilai laju mortalitas alami (M) pada penelitian ini sebesar 0,24/tahun
(Gambar 5.12), sedikit lebih tinggi daripada di perairan Chili sebesar 0,123/tahun
(Barbieri et al. 1998) dan kepulauan Hawaii yakni sebesar masing-masing
0,20/tahun, 0,21/tahun (Yabe et al. 1959); Uchiyama et al. 1998). Sedangkan
Griggs et al. (2005) di Perairan Seladia Baru menggunakan persamaan Hoenig
untuk menentukan nilai M, dimana hasilnya tidak jauh berbeda yakni berkisar
antara 0,21 – 0,28/tahun dengan estimasi terbaik sebesar 0,2/tahun. Nilai M akan
sangat tergantung pada penyakit, stres, pemijahan, kelaparan, usia tua (Sparre dan
Venema, 1999), serta predasi (Beverton dan Holt, 1957). Selain itu mortalitas
penangkapan (F) juga berpengaruh terhadap nilai M, dimana kondisi stok dengan
nilai F>M mengindikasikan adanya gejala eksploitasi yang berlebih.
Mortalitas alami (M) adalah salah satu indikator yang paling berpengaruh
dalam kajian stok dan manajemen perikanan karena berhubungan langsung
dengan produktivitas stok, sumberdaya yang dapat diperoleh, nilai eksploitasi
optimum dan titik acuan (Brodziak et al ., 2011). Nilai M dapat digunakan untuk
menganalisis hasil tangkapan dan menduga populasi yang dieksploitasi (Ricker,
1975 dalam Saputra, 2007). Akan tetapi nilai M juga merupakan salah satu
parameter yang sulit untuk diestimasi. Beberapa model empiris dan teoritis telah
digunakan untuk mengestimasi nilai M pada ikan dan invertebrata laut (Brodziak,
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 72/87
54
2009), salah satunya adalah melalui pendekatan dari Pauly (1983) berdasarkan
asumsi bahwa nilai mortalitas ikan dipengaruhi oleh dinamika suhu tahunan.
Konsep dasar pengelolaan perikanan yang berkelanjutan adalah melalui
pendekatan kehati-hatian ( precautionary approach), dalam penelitian ini
parameter yang digunakan adalah laju mortalitas. Secara teoritis nilai F bisa
didapatkan dengan cara mengurangkan nilai mortalitas total (Z) dengan nilai M.
Nilai Z pada penelitian ini menggunakan pendekatan kurva hasil tangkapan yang
dikonversikan ke panjang (length-converted catch curve) yang diperkenalkan oleh
Pauly (1990) dengan asumsi bahwa rekruitmen dianggap tetap selama waktu
pengamatan (Punt et al., 2013). Nilai Z sebesar 0,52/tahun, sehingga nilai
mortalitas akibat penangkapan (F) sebesar 0,28/tahun (Gambar 5.12).
Sebuah stok akan dikatakan dalam kondisi lebih tangkap atau tidak
berdasarkan asumsi nilai optimal E (Eopt) 0,5. Asumsi ini juga berarti bahwa
hasil yang berkelanjutan akan diperoleh ketika nilai F M (Gulland, 1971).
Berdasarkan nilai F dan M yang telah diketahui maka didapatkan nilai laju
eksploitasi (E) sebesar 0,55 (Gambar 5.12). Hal ini berarti tingkat laju eksploitasi
ikan pedang di Samudera Hindia berdasarkan hasil tangkapan armada rawai tuna
Indonesia berada pada kondisi padat tangkap (optimum) akan tetapi belum berada
pada kondisi lebih tangkap. Hasil ini sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan
oleh IOTC (2014) yang menggunakan titik acuan MSY sebagai dasar model yang
digunakan, yang mana menyatakan bahwa status stok ikan pedang di Samudera
Hindia tidak berada pada kondisi lebih tangkap dan tidak menjadi subyek
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 73/87
55
eksploitasi yang berlebih, walaupun terjadi penurunan hasil tangkapan di sebelah
barat Samudera Hindia.
Walupun kondisi stok ikan pedang belum menjadi subyek eksploitasi yang
berlebih akan tetapi tingkat laju eksploitasi berada pada kondisi padat tangkap
sehingga potensi terjadinya kondisi lebih tangkap sangat tinggi terutama beberapa
tahun mendatang. Permasalahan yang dihadapi adalah ikan pedang, seperti halnya
ikan tuna sirip biru selatan merupakan hasil tangkapan sampingan dari perikanan
rawai tuna, sehingga pengelolaannya lebih sulit untuk dilakukan.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan membatasi
ukuran layak tangkap, yakni di atas 170 cm (LJFL) sehingga ikan pedang yang
tertangkap tidak terlalu muda maupun terlalu tua. Hal ini dikarenakan individu
betina yang berumur lebih tua (berukuran lebih besar) mempunyai masa
pemijahan yang lebih awal dengan durasi yang lebih lama dibandingkan dengan
individu betina yang lebih muda (lebih kecil), sehingga mempunyai peranan besar
dalam suksesi rekruitmen ikan tersebut (Poisson dan Fauvel, 2009). Solusi lainnya
adalah dengan membatasi ataupun moratorium ijin baru untuk kapal rawai tuna,
mengingat total armada rawai tuna Indonesia yang terdaftar di IOTC per 26
Desember 2014 cukup besar yakni sebanyak 1.282 unit, dengan komposisi armadadi atas 30 GT sebesar 1.040 unit (81,20%) (Irianto et al ., 2014). Hal ini sudah
dilakukan oleh Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor 56/PERMEN-KP/2014 tentang penghentian sementara
(moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap di wilayah pengelolaan
perikanan negara Republik Indonesia yang mana akan mempertahankan bahkan
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 74/87
56
mengurangi upaya penangkapan, lebih lanjut isi peraturan tersebut juga mencakup
moratorium perpanjangan izin yang telah habis masa berlakunya, sehingga
diharapkan selama moratorium berlaku rekruitmen ikan pedang dapat terus
berlanjut sehingga kelangsungan sumberdaya dapat terus dipertahankan.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 75/87
57
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Simpulan yang didapatkan pada penelitian dinamika populasi ikan pedang
di Samudera Hindia adalah:
1. Model/persamaan empiris konversi panjang non-standar ke panjang standar
dinyatakan dalam notasi linear:
a. LJFL = 9,165 + 1,059*EFL
b. LJFL = 12,357 + 1,246*PFL
Beberapa parameter morfometrik ikan pedang yang diukur yakni panjang
dari pangkal sirip dada ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( LJFL), panjang
dari mata ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( EFL) dan panjang dari ujung
rahang bawah ke ujung lekukan tengah sirip ekor ( PFL) menunjukkan adanya
korelasi yang signifikan (R 2 > 0.97; P < 0,01), akan tetapi tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara morfometri ikan pedang dengan jenis kelamin
( EFL-LJFL, P > 0,05 dan PFL-LJFL, P > 0,05).
2. Ikan pedang pada penelitian ini mempunyai tipe pertumbuhan lambat, dengan
persamaan von Bertalanffy: Lt = 302,4 (1 - e -0,12 (t+0,76025). Nilai Koefisien
pertumbuhan (K) = 0,12/tahun; t0 = -0,76025 tahun; panjang asimtotik (L∞) =
302,4 cm.
3. Laju mortalitas total (Z) sebesar 0,52/tahun dengan laju mortalitas alami (M)
sebesar 0,24/tahun dan laju mortalitas penangkapan (F) sebesar 0,28/tahun,
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 76/87
58
yang berarti kematian ikan pedang di Samudera Hindia bagian timur lebih
banyak disebabkan oleh eksploitasi/penangkapan.
4. Tingkat laju eksploitasi (E) sebesar 0,55 (E≈0,5) yang berarti ikan pedang
yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia berada pada
kondisi padat tangkap.
7.2. Saran
Walaupun hasil analisis umur dan pertumbuhan berdasarkan data frekuensi
panjang dalam penelitian ini menghasilkan estimasi yang cukup bagus, akan tetapi
disarankan untuk:
1. Melakukan verifikasi dengan menggunakan metode-metode analisis umur dan
pertumbuhan yang lebih dapat diandalkan, seperti penghitungan lingkaran
tahun pada sirip anal maupun otolith.
2. Menggunakan model pengkajian stok yang lebih kompleks seperti: ASPM,
ASPIC, BBDM maupun SS3 sehingga dapat ditentukan model stok yang lebih
mewakili untuk sumberdaya ikan pedang di Samudera Hindia.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 77/87
59
DAFTAR PUSTAKA
Akyol, O and T. Ceyhan. 2013. Age and growth of swordfish ( Xiphias gladius L.)in the Aegean Sea. Turk. J. Zool. 37: 59-64
Aliçli, T.Z. and I.K. Oray. 2001. Age and growth of swordfish ( Xiphias gladius L., 1758) in the Eastern Mediterranean Sea. Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT . 52(2):698-707.
Arikunto, 2007. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik . Jakarta:Rineka Aksara.
Amandè, J.M., Ariz, J., Chassot, E., Chavance, P., Delgado, D.M.A., Gaertner, D.,Murua, H., Pianet, R. and J. Ruiz. 2008. Bycatch and discards of theEuropean purse seine tuna fishery in the Indian Ocean. Estimation andcharacteristic for the 2003-2007 period. Paper presented in Ecosystem and
By-catch Working Group, 20 - 22 October 2008. Bangkok. Thailand.
Amandè, M.J., Lennert-Cody, C.E., Bez, N., Hall, M. and A.C. Chassot. 2010.How much sampling coverage affects bycatch estimates in purse seinefisheries? IOTC-2010-WPEB-20. 16 p.
Amri, K dan F. Satria. 2013. Impact of climate anomaly on catch composition ofneritic tuna in Sunda Strait (eastern part of Indian Ocean). IOTC-2013-
WPNT03-14. 17 p.
Arocha, F., Moreno, C., Beerkircher, L., Lee, D.W. and L. Marcano. 2003.Update on growth estimates for swordfish, Xiphias gladius, in the
Northwestern Atlantic. Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT . 55(4): 1416-1429
Baranov, F.I. 1914. The capture of fish by gillnets. Mater.Poznaniyu.Russ.Rybolov. 3(6): 56-99.
Barbieri, M.A., Canales, C., Correa, V., Donoso, M., Casanga, A.G., Leiva, B.,Montiel, A. and E. Yáñez. 1998. Development and present satate of theswordfish, Xiphias gladius, fishery in Chile. NOAA technical Report NMFS
142. 1-10
Baudron, A.R., Needle, C.L., Rijnsdorp, A.D. and T. Marshall. Warmingtemperatures and smaller body sizes: synchronous changes in growth of
North Sea fishes. Global change Biology. 20: 1023-1031.
Beverly, S., Chapman, L and W. Sokimi. 2003. Horizontal longline fishing
methods and techniques: a manual for fisherman. Multipress, Noumea, New
Caledonia. 130 p.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 78/87
60
Beverton, R.J.H. and S.J. Holt. 1957. On the dynamics of exploited fish
populations. Fish.Invest.Min.Agric.Fish.Food.G.B. (2. sea Fish) 19, 533 p.Reprinted 1993. chapman and Hall. Fish Fish. Ser . 11.
Blanchard, J., Dulvy, N., Jennings, S., Ellis, J., Pinnegar, J., Tidd, A and L. Kell,2005, Do climate and fishing influence size-based indicators of celtic seafish com- munity structure? ICES Journal of Marine Science: Journal du
Conseil . 62 (3): 405-411.
Brodziak, J. 2009. Potential natural mortality rates of North Pacific swordfish. International Scientific Committee for Tuna and Tuna-Like Species in the
North Pacific/Billfish WG, ISC/09/BILLWG-1/13. 20 p.
Brodziak, J. and G. Ishimura. 2010. Stock assessment of North Pacific swordfish( Xiphias gladius) in 2009. Pacific Islands Fish. Sci. Cent., Natl. Mar. Fish.
Serv., NOAA, Honolulu, HI 96822-2396. Pacific Islands Fish. Sci. Cent.
Admin. Rep. H-10-01, 37 p.
Brodziak, J., Ianelli, J., Lorenzen, K and R.D. Methot Jr. (eds). 2011. Estimatingnatural mortality in stock assessment applications. U.S. Dep. Commer.,
NOAA Tech. Memo. NMFS-F/SPO-119. 38 p.
Campbell, R.A and G.N. Tuck. 1998. Preliminary analysis of billfish catch ratesin the Indian Ocean. 7 th Expert Consultation on Indian Ocean, Victoria,
Seychelles, 9-14 November 1998. 19 p.
Carey, F.G and B.H. Robison. 1981. Daily patterns in the activities of swordfish, Xiphias gladius, observed by acoustic telemetry. Fishery Bulletin. 79(2):277-292.
Cerna, J.F. 2006. Age and growth of the swordfish ( Xiphias gladius Linnaeus,1758) in the southeastern Pacific off Chile. Lat. Am. J. Aquat. Res. 11 p.
Chapman, D.G. 1961. Statistical Problems in Dynamics of Exploited FisheriesPopulations. Proceedings of the 4th Berkeley Symposium of Mathematics,
Statistics and Probability. Univ. Calif. Press, Berkeley, CA-USA. 4: 153-168.
Chapman, L. 2001. Bycatch in the tuna longline fishery. 2nd SPC Heads of
Fisheries Meeting (Noumea, New Caledonia, 23 – 27 July 2001)
Chow, S., Okamoto, H., Uozumi, Y., Takeuchi, Y and H. Takeyama. 1997.Genetic stock structure of the swordfish ( Xiphias gladius) inferred by PCR-RFLP analysis of the mitochondrial DNA control region. Mar. Biol . 127:
359-367.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 79/87
61
Collette, B.B., McDowell, J.R. and J.E. Graves. 2006. Phylogeny of recent
billfishes (Xiphioidei). Bulletin of Marine Science. 79(3): 455-468.
Cramer, J. and H.M. Adams. 1999. Pelagic longline bycatch.Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT . 49(4): 288-299
Cramer, J., Bertolino, A. and G.P. Scott. 1998. Estimates of recent shark bycatch by U.S. vessels fishing for Atlantic tuna and tuna-like species.Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT. 48(3): 117-128
DeMartini, E.E., Uchiyama, J.H., Humphreys Jr, R.L., Sampaga, J.D. and H.A.Williams. 2007. Age and growth of swordfish ( Xiphias gladius) caught by
the Hawaii-based pelagic longline fishery. Fish. Bull . 105:356 – 367
DeMartini, E.E., Uchiyama, J.H. and H.A. Williams. 2000. Sexual maturity, sexratio, and size composition of swordfish, Xiphias gladius, caught by theHawaii-based pelagic longline fishery. Fish. Bull . 98: 489-506.
Dowling, N. and M. Basson. Standardisation of size-based indicators for broadbillswordfish in the Indian Ocean. IOTC-2004-WPB-07 . 23 p.
Effendie M.I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 111Hal.
Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.163 Hal.
Ehrhardt, N. M. 1992. Age and growth of swordfish, Xiphias gladius, in thenorthwestern Atlantic. Bull. Mar. Sci. 50(2): 292−301.
Ehrhardt, N.M., Robbins, R.J. and F. Arocha. 1996. Age validation and growth ofswordfish, Xiphias gladius in the Northwest Atlantic.Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT . 45(2): 358-367
FAO (Fisheries and Agricultural Organisation). 2013. Biological characteristics oftuna. http://www.fao.org/fishery/topic/16082/en#Characteristics. Diunduh
pada tanggal 24 Februari 2013.
Gayanilo, F.C. and D. Pauly. 1989. Announcing the release of Version 1.1 of theComplete ELEFAN Software package. Fishbyte. 7(2): 20-21
Gayanilo, F.C., Sparre, P. and D. Pauly. 2005. FAO-ICLARM Stock AssessmentTools II (FISAT II). Revised version. User's guide. FAO Computerized
Information Series (Fisheries) No. 8
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 80/87
62
Griggs, L., Francis, M. and C. Ó Maolagáin. 2005. Growth rate, age at maturity,longevity and natural mortality rate of swordfish ( Xiphias gladius). New
Zealand Fisheries Assessment report 2005/56 . 29 p.
Gulland, J.A. 1971. The fish resources of the oceans. FAO/Fishing News Books,Ltd., Surrey, England.
Herrera, M. and L. Pierre. 2011. Preparation of data input files for the stockassesments of Indian Ocean swordfish. IOTC-2011-WPB09-07 . 32 p.
IOTC (Indian Ocean Tuna Commission). 2009. Executive summary of the statusof the Indian Ocean swordfish resource. IOTC-2009-SC-04[E].
IOTC (Indian Ocean Tuna Commission). 2010. IOTC regional observer scheme,draft observer manual, version 10 July 2010.http://www.iotc.org/files/proceedings/2010/wros/IOTC-2010-WROS-06%20Draft%20Obs%20Manual(July2010).pdf diunduh tanggal 19Februari 2014.
IOTC (Indian Ocean Tuna Commission). 2013. Report of the Eleventh Session ofthe IOTC Working Party on Billfish. La Réunion, France, 18 – 22 September2013. IOTC – 2013 – WPB11 – R[E]: 85 pp.
Irianto, H.E., Wudianto., Suman, A., Susanto, K., Nugraha, B., Satria, F. and S.D.Retnowati. Indonesia national report to the scientific committee of theIndian Ocean Tuna Commission 2014. IOTC-2014-SC17-NR10. 23 p.
Jatmiko, I., Setyadji, B. and D. Novianto. 2014. Spatial and temporal distributionof bigeye tuna (Thunnus obesus) in Eastern Indian Ocean based on scientificobserver data from 2005 – 2013. IOTC-2014-WPTT16-25. 8 p.
Jennings, S., 2005, Indicators to support an ecosystem approach to fisheries. Fish
and Fisheries. 6(3): 212 – 232.
Kell, L.T., Bonhommeau, S. and Fromentin, J. 2013. Length based catch analysisfor East Atlantic Mediterranean bluefin tuna. Collect. Vol. Sci. Pap. ICCAT .69(1): 204-209
Klawe, W.L. 1980. Long lines catches of tunas within the 200 miles economiczones of the Indian and Western Pasific Ocean. Dev. Rep. Indian OceanProg.48: 83 pp.
Kosasih. 2007. Strategi pengembangan perikanan tuna longline anggota asosiasituna longline Indonesia (studi kasus di Benoa, Bali). Tesis. Institut PertanianBogor. Bogor. 112 Hal.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 81/87
63
Kotler, P., Bowen, J.T. and J.C. Makens. 2006. Marketing for hospitality and
tourism. (4th ed.). Upper Saddle River: Prentice-Hall.
Kroese, M. 1999. An overview of swordfish catches in the South AfricanExperimental pelagic longline fishery. In Proceedings of the third southern
African Marine Linefish Symposium, Arniston, 28 April-1 May 1999, Mann,
B.Q. (Ed.). South African Network for Coastal and Oceanic Research
Occasional Report. 5: 88-89.
Lee, D.W. and E.D. Prince. 1990. Further development of length and weightregression parameters for Atlantic blue marlin, white marlin and sailfish.Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT . 32(2): 418-425.
Lee, D.W. and G.P. Scott. 1992. Development of length and weight regression parameters for Atlantic swordfish ( Xiphias gladius). Col.Vol.Sci.Pap.
ICCAT . 39(2): 572-578.
Lenarz, W.H. and E.L. Nakamura. 1974. Analysis of length and weight data onthree species of billfish from the western Atlantic Ocean dalam Shomura,R.S. dan F. Williams, eds. Proceedings of the International Billfish
Symposium, Kailua-Kona, Hawaii, 9-12th
August 1972. Part 2: Review and
contributed papers. U.S. Dept. Commer. NOAA Tech. Rep. NMFS SSRF-
675.
Lu, C.P., Chen, C.A., Hui, C.F., Tzeng, T.D. and S.Y. Yeh. 2006. Populationgenetic structure of the swordfish, Xiphias gladius (Linnaeus, 1758), in theIndian Ocean and West Pacific inferred from the complete DNA sequenceof the mitochondrial control region. Zoological Studies. 45(2): 269-279
Mahiswara and B. I. Prisantoso. 2009. Billfish fisheries in Indonesia. IOTC-2009-
WPB-14. 10 p.
Mahe, K., Evano, H., Mille, T and J. Bourjea. 2014. Otolith shape as a valuabletool to evaluate the stock structure of swordfish ( Xiphias gladius) in the
Indian Ocean. IOTC-2014-WPB12-12. 12 pMegalofonou, P., Dean, J.M., de Metrio, G., Wilson, C. and S. Berkeley. 1995.
Age and growth of juvenile swordfish, Xiphias gladius Linnaeus, from theMediterranean Sea. Jor. Exp. Marine Bio. And Ecology. 188: 79-88.
Morato, T., Alfonso, P., Lourinho, P., Barreiros, J.P., Santos, R.S. and R.D.M. Nash. 2001. Length-weight relationship for 21 coastal fish species of theAzores, north-eastern Atlantic. Fisheries Research. 50(2001): 297-302.
Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.
Penerbit Kanisius. 220 Hal.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 82/87
64
Musyl, M.K., Brill, R.W., Boggs, C.H., Curran, D.S., Kazama, T.K. and M.P.
Seek. 2003. Vertical movements of bigeye tuna (Thunnus obesus) associatedwith islands, buoys, and seamounts near the main Hawaiian Islands fromarchival tagging data. Fish. Oceanogr . 12(3): 152-169
Nakamura, I. 1985. FAO species catalogue. Vol. 5. Billfishes of the world. Anannotated and illustrated catalogue of marlins, sailfishes, spearfishes andswordfishes known to date. FAO Fish. Synop. 125(5): 65
Neilson, J.D., Paul, S.D. and S.C. Smith. 2006. Stock structure of swordfish( Xiphias gladius) in the Atlantic: A review of the non-genetic evidence.Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT . 61:25-60
Nomura, M. and T. Yamazaki. 1975. Fishing techniques. Compilation of
SEAFDEC lectures. Japan International Co – operation Agency. 206 p.
Palko, B.J., Beardsley, G.L. and W.J. Richards. 1981. Synopsis of the biology ofthe swordfish, Xiphias gladius Linnaeus. NOAA Technical Report NMFS1981; circular 441. 21 p.
Pauly, D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical waters: A Manual for Use
with Programmable Calculators. ICLARM Studies and Reviews 8. 325 p.
Pauly, D. 1990. Length-converted catch curves and the seasonal growth of fishes. Fishbyte. 3(3): 22-38
Pauly, D. 1993. Fishbyte Section. Editorial. NAGA, The ICLARM Quarterly. 16:26
Petrakis, G. and K.I. Stergiou. 1995. Weight-Length Relationships for 33 FishSpecies in Greek Waters. Fisheries Research. 21: 465-469
Poisson, F and C. Fauvel. 2009. Reproductive dynamics of swordfish ( Xiphias
gladius) in the southwestern Indian Ocean (Reunion Island). Part 2:fecundity and spawning pattern. Aquat. Living Resour . 22: 59 – 68. DOI:10.1051/alr/2009012
Poisson, F and F.C. Marjolet. 2001. Sexual maturity, spawning season andestimation of batch fecundity of swordfish ( Xiphias gladius) caught by theReunion based pelagic longline fishery. In: Report of the second session of
the IOTC working party on billfish, St Gilles, La Reunion, November 5-8,
2001. IOTC. Seychelles.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 83/87
65
Prager, M.H., Prince, E.D. and D.w. Lee. 1995. Empirical length and weightconversion equations for blue marlin, white marlin and sailfish from the
north Atlantic Ocean. Bulletin of Marine Science. 56(1): 201-210.
Prince, E.D. and D.W. Lee. 1989. Development of length regressions for AtlanticIstiophoridae. Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT . 30(2): 364-374.
Prince, E.D. and P.M. Miyake. 1989. Methods of dressing Atlantic billfishes(Istiophoridae) by ICCAT reporting countries. Col.Vol.Sci.Pap.ICCAT .30(2): 375-381.
Proctor, C.H., Merta, I.G.S., Sondita, M.F.A., Wahju, R.I., Davis, T.L.O., Gunn,J.S. and R. Andamari. 2003. A review of Indonesia’s Indian Ocean Tuna
Fisheries. ACIAR Project FIS/2001/079. 106 p.
Punt, A.E., Huang, T.C. and M.N. Maunder. 2013. Review of integrated size-structured models for stock assessment of hard-to-age crustacean andmollusc species. ICES Journal of Marine Science. 70(1): 16-33.
Richards, F.J. 1959. A flexible growth function for empirical use. J. Exp. Bot . 10:290-300.
Sadiyah, L., Dowling, N. and B.I. Prisantoso. 2011. Changes in fishing patternfrom surface to deep longline fishingby the Indonesian vessels operating inthe Indian Ocean. Ind.Fis.Res.J. 17(2): 87-99
Saputra, S.W. 2007. Buku ajar mata kuliah dinamika populasi. Program StudiManajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.Universitas Diponegoro. Semarang. 76 Hal.
Saputra, S.W., Solichin, A., Wijayanto, D. Dan F. Kurohman. 2011. Produktivitasdan kelayakan usaha tuna longliner di Kabupaten Cilacap Jawa Tengah.
Jurnal Saintek Perikanan. 6(2): 84-91.
Satria, F., Wudianto, Nugroho, D., Sadiyah, L., Nugraha, B., Barata, A. &Suryanto. 2011. National report Indonesia southern bluefin tuna fisheries.
Bali, Benoa, 19 - 28th July 2011. CCSBT – ESC/1107/SBT FISHERIES –
Indonesia (revised).
Simorangkir, S. 2000. Perikanan Indonesia. Bali Post. 294 Hal.
Soepriyono, Y. 2009. Teknik dan Manajemen Penangkapan Tuna melalui Metode
Longline. Bilas Utama. 156 Hal.
Sparre, P. and S.C. Venema. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku
1. Manual (Edisi Bahasa Indonesia). Pus.Lit.Bang.Kan. Jakarta. 438 Hal.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 84/87
66
Stéquert, B and F. Marsac. 1989. Tropical tuna surface fisheries in the Indian
Ocean. FAO Fisheries Technical Paper, No. 282. Rome. FAO. 238 p.
Stone, H.H., & J.M. Porter. 1997. Development of a swordfish sex ratio-at-sizerelationship for catches from the Canadian fishery. Int. Comm. Conserv. Atl.
Tunas Coll.Vol.Sci.Pap. 46: 311-314.
Su, N.J., Sun, CL., Yeh, S.Z., Chiang, W.C., Wang, S.P. and C.H. Liu. 2005.LJFL and EFL relationship for the billfishes caught by the Taiwaneseoffshore and coastal fisheries. A working paper submitted to the 1st Joint
Intercessional Meeting of the Swordfish and Marlin Working Group of ISC.
29 Agustus - 2 September 2005.
Sun, C.L., Su, N.J. and S.Z. Yeh. 2009. Stock assessment of swordfish, Xiphias
gladius, in the North Pacific Ocean using an age-structured populationdynamics model. Working document submitted to the ISC Billfish Working
Group Workshop, 19-26 May 2009, Busan, Korea.
Sun, C.L., Wang, S.P. and S.Z. Yeh. 2010. Age and growth of the swordfish( Xiphias gladius L.) in the waters around Taiwan determined from anal-finrays. Fish. Bull. 100: 822 – 835
Surinati, D. 2009. Upwelling dan efeknya terhadap perairan laut. Oseana, 34(4):35 – 42
Susanto, R.D., Gordon, A.L. and Q. Zheng. 2001. Upwelling along the coasts ofJava and Sumatra and its relation to ENSO. Geophysical Research Letters,28(8): 1599-1602.
Syahbuddin, B. 2000. Fenomena El Nino dan pengaruhnya. Berita Dirgantara.1(1): 25-27
Thompson, W.F. and F.H. Bell. 1934. Biological statistic of the Pacific halibut
fishery. 2. Effect of changes in intensity kupon total yield per unit of gear. Rep.Int.Fish.(Pacific Halibut) Comm. (8): 49 p
Tserpes, G. and N. Tsimenides. 1995. Determination of age and growth ofswordfish, Xiphias gladius L., 1758, in the Eastern Mediterranean usinganal-fin spines. Fishery Bulletin. 93:594-602
Uchiyama, J.H., Skillman, R.A., Sampagna, J.D. and E.E. DeMartini. 1998. A preliminary assessment of the use of hard parts to age central Pacificswordfish, Xiphias gladius. U.S. Dep. Commer. NOAA Tech. Rep. NMFS
142: 261-272.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 85/87
67
Uchiyama, J.H. and T.K. Kazama. 2003. Updated weight-on-length relationshipsfor pelagic fishes caught in the Central North Pacific Ocean and
bottomfishes from the Northwestern Hawaiian Islands. PIFSC Administrative Report H-03-01. 46 p.
Valeiras, X., de la Serna, J.M., Macías, D., Ruiz, M., García-Barcelona, S.,Gómez, M.J. and J.M. Ortíz de Urbina. 2008. Age and growth of swordfish( Xiphias gladius) in the Western Mediterranean Sea. Collect. Vol. Sci. Pap.
ICCAT . 62(4): 1112-1121
Varghese, S.P., Vijayakumaran, K., Anrose, A. and V.D. Mhatre. 2013.Biological aspect of swordfish, Xiphias gladius Linnaeus, 1758, caughtduring tuna longline survey in the Indian Seas. Turk. J. Fish. Aquat. Sci. 13:
529-540.
von Brandt, A. 1984. Fish catching methods of the world . Fishing News (Books)Ltd. London. 418 p.
Wang, S.P. and T. Nishida. 2010. Update of the application of an age-structuredassessment model to swordfish ( Xiphias gladius) in the Indian Ocean.
IOTC-WPB-2010-13. 16 p.
Weber, E.C., & S.R. Goldberg. 1986. The sex ratio and gonad indices ofswordfish, Xiphias gladius, caught off the coast of southern California in1978. Fish. Bull . 84: 185-186.
Wheeler, A and A.K.G. Jones. 2009. Fishes. Cambridge University Press. 210 p.
Widodo, J dan Suadi. 2006. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut . GadjahMada University Press. Yogyakarta. Hal 1-2.
Wiyono, E.S., Yamada, S., Tanaka, E., Arimoto, T. & T. Kitakado. 2006.Dynamics of fishing gear allocation by fishers in small-scale coastalfisheries of Pelabuhanratu Bay, Indonesia. Fisheries Management and
Ecology. 13, 185 – 195.Yabe, H., Ueyanagi, S., Kikawa, S. and H. Watanabe. 1959. Study of the life
history of swordfish ( Xiphias gladius, L.). Rept. Nankai. Reg. Fish. Res.
Lab. 10: 107-151.
Young, J., A. Drake., T. Carter. & J. Farley. 2000. Reproductive dynamics of broadbill swordfish ( Xiphias gladius) in the eastern Australian AFZ- preliminary results. 13
th Meeting of the Standing Committee on Tuna and
Billfish, working paper, BBRG-12. July 5-12, 2000. Noumea, New
Caledonia. Oceanic Fisheries Programme, Secretariat of the Pacific
Committee, Noumea, New Caledonia. 126 p.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 86/87
68
Young, J., Drake, A., Brickhill, M., Farley, J and T. Carter. 2003. Reproductive
dynamics of broadbill swordfish, Xiphias gladius, in the domestic longlinefishery off eastern Australia. Marine and Freshwater Research. 54: 1-18.
Young, J. and T. Drake. 2004. Age and growth of broadbill swordfish ( Xiphias
gladius) from Australian waters. Final report for FRDC Project 2001/014.121 p.
Yuniarti, A., Maslukah, L. dan M. Helmi. Studi variabilitas suhu permukaan laut berdasarkan citra satelit aqua MODIS tahun 2007-2011 di Perairan SelatBali. Jurnal Oseanografi. 2(4): 416-421.
8/18/2019 Dinamika Populasi Ikan Pedang
http://slidepdf.com/reader/full/dinamika-populasi-ikan-pedang 87/87
69
Lampiran 1. Hasil perhitungan parameter panjang asimtot (L∞) dan koefisien pertumbuhan (K) menggunakan metode ELEFAN I pada program
FISAT II.