disfungsi endotel pada pasien demam berdarah dengue
TRANSCRIPT
DISFUNGSI ENDOTEL PADA PASIEN DEMAM BERDARAH
DENGUE
ENDOTHELIAL DYSFUNCTION IN DENGUE HEMORRAGIC
FEVER PATIENT
NURDIN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
DISFUNGSI ENDOTEL PADA PASIEN DEMAM BERDARAH
DENGUE
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelas Magister
Program Studi
Biomedik
Disusun dan diajukan oleh
NURDIN
kepada
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
TESIS
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Nurdin
Nomor mahasiswa : P1505212002
Program Studi : Biomedik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan
merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Januari 2017
Yang menyatakan
Nurdin
v
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala
rahmat, taufik dan hidayah hingga penulis dapat merampungkan
penyusunan tesis dengan judul “Disfungsi Endotel Pada Pasien Demam
Berdarah Dengue”. Penelitian ini disusun dalam rangka penyusunan tesis
yang menjadi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
dari Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penelitian ini masih
terdapat kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu
dilengkapi. Karena itu, dengan rendah hati penulis mengaharapkan
masukan, koreksi dan saran untuk memperkuat kelemahan dan
melengkapi kekurangan tersebut.
Dengan tersusunnya hasil Penelitian ini, penulis mengucapkan
terimakasih kepada Ibu dan Ayah serta isteri dan anak-anakku yang telah
memberikan motivasi, nasehat, perhatian, dan kasih sayang serta doa
yang tentu takkan bisa penulis balas. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepadadr. Uleng Bahrun, Ph.D., Sp. PK. (K) selaku Ketua
Komisi Penasehat, dan Dr dr. IrfanIdris, M.Kes selaku Anggota Komisi
Penasehat, yang berkenan memberi bimbingan, arahan dan masukan
mulai dari dari pengembangan minat terhadap permasalahan penelitian
ini, pelaksanaan penelitiannya sampai dengan penulisan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur Poltekkes
Makassar beserta seluruh jajarannya terutama kepada kajur dan staf
vi
jurusan Analis Kesehatan Makassar yang telah memberi kesempatan
untuk menimba ilmu, dan yang terakhir ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada mereka yang namanya tidak tercantum tetapi telah
banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Makassar, 19 Januari 2017
Nurdin
vii
ABSTRAK
NURDINDISFUNGSI ENDOTEL PADA PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (dibimbing oleh Uleng Bahrun dan Irfan Idris)
Penelitian ini bertujuan melihat kadar sICAM-1 dan sVCAM-1
sebagai pertanda terjadinya disfungsi endotel pada pasien demam berdarah dengue (DBD).
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Perguruan Tinggi Universitas Hasanuddin pada bulan November 2014. Metode yang digunakan adalah cross sectional. Sampel sebanyak 64 orang yang terdiagnosis DBD oleh klinisi dan memenuhi kriteria inklusi. Sampel yang berupa serum diperiksa kadar sICAM-1 dan sVCAM-1 menggunakan metode ELISA.
Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata kadar sICAM-1 pada derajat I dan derajat II berturutan 535.09±194.37 dan 657.58±164.63 (p<0.05) dan Kadar sVCAM-1 pada derajat I dan II berturutan 574.09±392.59 dan 1077±1032.04 (p<0.05). Hasil tersebut menandakan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar sICAM-1 dan sVCAM-1 berdasarkan derajat DBD. Kata Kunci : sICAM-1, sVCAM-1, Disfungsi endotel, demam berdarah dengue
viii
ABSTRACT
NURDIN. Endothelial Dysfunction In Dengue Hemorragic Patients (supervised by Uleng Bahrun and Irfan Idris)
This study aimed to determine the level of sICAM-1 and sVCAM-1 as the indications of the occurence of endothelial dysfunction in patient with Dengue Hemorragic Fever (DHF).
The research was conducted at the laboratory of clinical Pathology of Hasanuddin University in November 2014 using cross sectional method. The sample consisted of 64 people diagnosed dengue by clinician anda fulfilling inclusion criteria. The sICAM-1 and sVCAM-1 level of the serum sample were examined using elisa method.
The results of the research indicate that the average level of sICAM-1 in degree I and degree II is respectively 535.09±194.37 and 657.58±164.63 (p<0.05) and sVCAM-1 at degree I and degree II is respectively 574.09±392.59 and 1077±1032.04 (p<0.05). This means that are significant differences in level of sICAM-1 and sVCAM-1 based on the degree of DHF. Keywords: sICAM-1, sVCAM-1, endothelial dysfunction, DHF
ix
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
DAFTAR SINGKATAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 5
D. Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Demam Berdarah Dengue 7
B. Tanda dan Gejala DBD 8
C. Etiologi DBD 11
D. Patogenesis DBD 13
E. Imunopatogenesis DBD 19
F. Diagnosis infeksi virus dengue 25
G. Disfungsi Endotel 27
x
H. Interceluler Adhesion Molecule (ICAM-1) 32
I. Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (Vcam-1) 33
J. Peran ICAM-1 dan VCAM-1 pada DBD 36
K. Kerangka Pikir 41
L. Kerangka Konsep 42
BAB III METODE PENELITIAN 43
A. Jenis Penelitian 43
B. Tempat Penelitian 43
C. Waktu Penelitian 43
D. Populasi dan Sampel 43
1. Populasi 43
2. Sampel 43
E. Kriteria Inklusi 44
F. Kriteria Ekslusi 44
G. Cara Pengambilan Sampel 44
H. Jumlah Sampel 44
I. Data Yang dikumpulkan 45
J. Cara Pengumpulan Data 45
K. Alat dan Bahan 45
L. Cara Kerja Penelitian 46
M. Alur Penelitian 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 51
A. HASIL 51
xi
B. PEMBAHASAN 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 67
A. KESIMPULAN 67
B. SARAN 67
DAFTAR PUSTAKA 68
DAFTAR LAMPIRAN 74
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Karateristik subjek penelitian 52
2. Jumlah Pasien DBD anak dan dewasa 55
3. Klasifikasi Pasien DBD berdasarkan Umur 55
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Virus Dengue 11
2. Gen Virus Dengue 12
3. Respon antibodi terhadapvirus dengue. 21
4. Kebocoran Plasma 37
5. Kerangka Pikir 41
6. Kerangka Konsep 42
7. Alur Penelitian 50
8. Analisis Kadar sICAM-1 pada derajat DBD 53
9. Analisis Kadar sVCAM-1 pada derajat DBD 54
10. Grafik analisis Kadar kadar sICAM-1 pada pasien anak
berdasarkan Derajat DBD 56
11. Grafik analisis kadar kadar sVCAM-1 pada pasien anak
berdasarkan Derajat DBD 56
12. Grafik Analisis kadar Trombosit pada pasien anak
berdasarkan Derajat DBD 57
13. Grafik Analisis kadar Hematokrit pada pasien anak
berdasarkan Derajat DBD 58
14. Grafik analisis Kadar kadar sICAM-1 pada pasien
anak berdasarkan lama demam 59
15. Grafik analisis Kadar kadar sVCAM-1 pada pasien
anak berdasarkan lama demam 59
16. Grafik analisis Kadar kadar sICAM-1 pada pasien
dewasa berdasarkan Derajat DBD 60
17. Grafik analisis Kadar kadar sVCAM-1 pada pasien
dewasa berdasarkan Derajat DBD 61
18. Grafik analisis Kadar kadar trombosit pada pasien
dewasa berdasarkan Derajat DBD 61
19. Grafik analisis Kadar kadar Hematokrit pada pasien
dewasa berdasarkan Derajat DBD 62
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil pemeriksaan kadar sICAM-1 dan sVCAM-1 74
2. Hasil Analisis kadar sICAM-1 dan sVCAM-1 pada
pasien anak 77
3. Hasil Analisis kadar sICAM-1 dan sVCAM-1 pada
pasien dewasa 78
xv
aa
ADE
Ae
ALT
AST
CFR
DBD
DD
DSS
dkk
DNA
DSS
E
ELISA
Fc
Ht
ICAM-1
ICE
IFN γ
IL
Asam amino
Antibody dependent enhancement
Aedes
Alanin aminotransferase
Aspartat aminotransferase
Case fatality rate
Demam berdarah dengue
Demam dengue
Dengue shock syndrome
Dan kawan-kawan
Deoxyribonucleic acid
Demam syok sindrom
Envelope (protein virus)
Enzyme linked immunosobend assay
Fragmen crystallizable
Hematokrit
intercellular adhesion molecule-1
IL-1ß-converting enzyme
Interferon gamma
Interleukin
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan
xvi
IR
LFA
MAC
MMP
NFĸβ
NK
NS
KLB
ml
PI-3kinase
RNA
TGF-β1
Th
TNF
μL
VCAM-1
VLA
WHO
Insiden rate
Leucocyte function associated antigen
Membrane attack complex
Matrix metalloproteinase
Nuclear factor kappa Beta
Natural killer
Non structural (protein virus)
Kejadian luar biasa
Milliliter
phosphatidylinositol 3-kinase
Ribonucleic acid
Transforming Growth Factor β1
T helper (Sel T)
Tumor Necrosis Factor
mikroliter
vascular cell adhesion molecule-1
Very late activation molecule
World Health Organization
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia, salah satu negara dengan curah hujan yang cukup
tinggi, merupakan negara yang menjadi “langganan” penyakit demam
berdarah dengue (DBD) paling tidak dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Terutama setiap datangnya musim penghujan. Penyakit ini dilaporkan
pertama kali menyerang penduduk Indonesia pada tahun 1968, yaitu di
Jakarta dan Yogyakarta Pada tangga 7 Februari, 2005 Departemen
Kesehatan Indonesia mengumumkan 7 Provinsi di Indonesia sebagai
daerah yang mengalami Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah. Sejak
Penyakit tersebut muncul di Indonesia pada tahun 1968 sampai dengan
sekarang, Demam Berdarah masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia.(Firdaus U, Suwaryo 2012).
Pada pengamatan selama kurun waktu 20-25 tahun sejak awal
ditemukan kasus DBD, angka kejadian luar biasa penyakit DBD
diestimasikan setiap 5 tahun dengan angka kematian tertinggi terutama
penderita DBD yang datang terlambat dengan derajat IV.(Soegijanto. S,
Sustini F, Wirahjanto A. 2012)
Awal kejadian luar biasa penyakit DBD setiap 5 tahun selanjutnya
mengalami perubahan menjadi 3 tahun, 2 tahun dan akhirnya setiap tahun
diikuti dengan adanya kecenderungan peningkatan infeksi virus dengue
pada bulan-bulan tertentu. Hal ini terjadi, kemungkinan berhubungan erat
2
dengan ; (a) perubahan iklim dan kelembaban nisbi; (b) terjadinya migrasi
penduduk dari daerah yang belum ditemukan atau jarang ditemukan
infeksi virus dengue ke daerah endemis penyakit infeksi virus dengue atau
dari pedesaan ke perkotaan; (c) meningkatnya kantong-kantong jentik
nyamuk Aedes aegypti di perkotaan terutama daerah kumuh pada bulan-
bulan tertentu.(Soegijanto.S. 2012).
Demam berdarah dengue adalah penyakit yang ditandai dengan
demam dan perdarahan. Selain itu terdapat efusi pleura yang diduga
karena peningkatan permeabilitas vaskular. Berdasarkan tanda tersebut,
diduga disfungsi endotel memegang peranan dalam patogenesis demam
berdarah dengue .(Dharma R, Hadinegoro SR, dan Priatni I .2006).
Mekanisme terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular dan
perdarahan pada DBD belum diketahui dengan jelas . Pada otopsi kasus
DBD tidak dijumpai adanya infeksi virus dengue pada sel endotel kapiler.
Pada percobaan in vitro dengan kultur sel endotel, ternyata sel endotel
akan mengalami aktivasi jika terpapar dengan monosit yang terinfeksi
virus dengue. Diduga setelah virus dengue berikatan dengan antibodi
maka komplek ini akan melekat pada monosit karena monosit mempunyai
Fc receptor. Oleh karena antibodi bersifat heterolog, maka virus tidak
dinetralkan sehingga bebas melakukan replikasi di dalam monosit.
Monosit akan menghasilkan sitokin yang akan menyebabkan sel endotel
teraktivasi sehingga mengekspresikan molekul adhesi seperti vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1), intercellular adhesionmolecule-1 (ICAM-
3
1)dan E-selectin. Pada infeksi yang berat ekspresi adhesi molekul pada
sel endotel berlebihan sehingga dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam
bentuk terlarut (soluble VCAM-1/ICAM/Selektin). Jadi molekul adhesi
terlarut merupakan salah satu petanda aktivasi atau kerusakan endotel.
Ada beberapa molekul adhesi yang terdapat pada permukaan endotel
diantaranya VCAM-1, ICAM-1 dan E-Selektin.
Sitokin juga dapat menimbulkan berbagai perubahan pada fungsi
sel endotel yaitu peningkatan sekresi faktor von Willebrand (vWF), tissue
factor (TF), platelet activating factor (PAF), plasminogen activator inhibitor
(PAI) prostasiklin (PGI2), dan nitric oxide(NO) serta penurunan tissue
plasminogen activator (tPA) dan trombomodulin . Oleh karena itu pada
disfungsi endotel terjadi peningkatan permeabilitas vaskular dan aktivasi
sistem koagulasi. (Dharma R, Hadinegoro SR, dan Priatni I .2006)
Jadi disfungsi endotel dapat di lihat dari perubahan kadar molekul
yang terlibat pada disfungsi endotel itu sendiri. Berbagai penelitian telah
melaporkan adanya peningkatan kadar petanda disfungsi endotel pada
penderita DBD. Hadinegoro melaporkan terjadinya peningkatan kadar
TNF-αdan IL-6 pada DBD sebagai faktor prediktor demam (Hadinegoro
SR 1996). Demikian halnya dengan Suhartimenemukan peningkatan
TNF–α, IL-1β dan IL-1 pada DBD (Suharti. C 2001)
Penelitian di Polinesia Prancis juga melaporkan peningkatan kadar
VCAM-1 pada pasien dengan infeksi Virus dengue, terutama pada
penderita DBD-Renjatan, Nilai prognostiknya terutama pada fase akut
4
masih belum jelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut. (Murgue dkk,
2001). Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahajuningsih menunjukkan
terjadi disfungsi endotel pada pasien DBD hal ini terlihat dengan
terdapatnya peningkatan kadar sVCAM-1, tetapi tidak ada hubungannya
dengan berat penyakit hanya ada hubungan lemah dengan kadar VWF
dengan D-dimer maupun beratnya penyakit. Pada penelitian ini
menggunakan pasien DBD yang diagnosanya berdasarkan kriteria WHO
dan hasil tes HI menunjukkan infeksi dengue sekunder (Dharma R,
Hadinegoro SR, dan Priatni I. 2006).
Gunadi. A dalam penelitian Deteksi Disfungsi Endotel Akibat
Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada Cairan Sulkus Ginggiva (CSG)
Dan Whole Saliva menyimpulkan , ekpresi IgA maupun sVicam yang
merupakan marker kerusakan endotel, terdeteksi secara positif pada
saliva, CSG maupun serum darah. Dengan adanya ekspresi IgA maupun
sVicam menunjukkan terjadinya kerusakan sel endotel pada penderita
DBD (Gunadi A. dkk 2010)
Berdasarkan berbagai hasil penelitian diatas, calon peneliti
bermaksud untuk meneliti disfungsi endotel dari aspek petanda molekul
adhesi yakni sVCAM-1dan sICAM-1 pada penderita DBD.
B. Rumusan Masalah
Apakah terjadi peningkatan kadar sVCAM-1 dan sICAM-1 sebagai
petanda disfungsi endotel pada pasien DBD?
5
C. Tujuan Penelitian
1). Tujuan Umum
Untuk membuktikan terjadi peningkatan kadar sICAM-1, dan
sVCAM-1 pada penderita demam berdarah dengue.
2). Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui perbedaan bermakna kadar sICAM-1
pada beratnya penyakit DBD
b) Untuk mengetahui perbedaan bermakna kadar sVCAM-1
pada beratnya penyakit DBD
D. Manfaat Penelitian
1) Memberi informasi tentang kadar sICAM-1 dan sVCAM-1 Pada
pasien DBD.
2) Sebagai parameter alternatif untuk mengidentifikasi disfungsi
endotel terhadap pasien DBD
3) Sebagai sumber data kepada peneliti selanjutnya tentang kadar
sICAM-1dan sVCAM-1 pasien DBD.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah atau demam dengue(disingkat DBD)
adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Nyamuk atau/
beberapa jenis nyamuk menularkan (atau menyebarkan) virus dengue.
Demam dengue juga disebut sebagai "breakbone fever" atau "bonebreak
fever" (demam sendi), karena demam tersebut dapat menyebabkan
penderitanya mengalami nyeri hebat seakan-akan tulang mereka patah.
Sejumlah gejaladari demam dengue adalah demam; sakit kepala; kulit
kemerahan yang tampak seperticampak; dan nyeri otot dan persendian.
Pada sejumlah pasien, demam dengue dapat berubah menjadi satu dari
dua bentuk yang mengancam jiwa. Yang pertama adalah demam
berdarah, yang menyebabkan pendarahan, kebocoran pembuluh darah,
dan rendahnya tingkat trombosit darah. Yang kedua adalah sindrom renjat
dengue, yang menyebabkan tekanan darah rendah yang
berbahaya.(Gould EA et al 2008)
Terdapat empat jenis virus dengue. Apabila seseorang telah
terinfeksi satu jenis virus, biasanya dia menjadi kebal terhadap jenis
tersebut seumur hidupnya. Namun, dia hanya akan terlindung dari tiga
jenis virus lainnya dalam waktu singkat. Jika kemudian dia terkena satu
dari tiga jenis virus tersebut, dia mungkin akan mengalami masalah yang
7
serius. Belum ada vaksin yang dapat mencegah seseorang terkena virus
dengue tersebut. Terdapat beberapa tindakan pencegahan demam
dengue. (Centre For Disease) Orang-orang dapat melindungi diri mereka
dari nyamuk dan meminimalkan jumlah gigitan nyamuk. Para ilmuwan
juga menganjurkan untuk memperkecil habitat nyamuk dan mengurangi
jumlah nyamuk yang ada. Apabila seseorang terkena demam dengue,
biasanya dia dapat pulih hanya dengan meminum cukup cairan, selama
penyakitnya tersebut masih ringan atau tidak parah. Jika seseorang
mengalami kasus yang lebih parah, dia mungkin memerlukan cairan infus
, atau transfusi darah.
Sejak 1960-an, semakin banyak orang yang terkena demam
dengue. Penyakit tersebut mulai menimbulkan masalah di seluruh dunia
sejak Perang Dunia Kedua. Penyakit ini umum terjadi di lebih dari 110
negara. Setiap tahun, sekitar 50–100 juta orang terkena demam
dengue.(WHO 2009) Para ahli sedang mengembangkan obat-obatan
untuk menangani virus secara langsung. Masyarakat pun melakukan
banyak usaha untuk membasmi nyamuk.
Deskripsi pertama dari demam dengue ditulis pada 1779. Pada
awal abad ke-20, para ilmuwan mengetahui bahwa penyakit tersebut
disebabkan oleh virus dengue, dan bahwa virus tersebut ditularkan oleh
nyamuk.
8
B. Tanda dan gejala DBD
Sekira 80% dari pasien (atau 8 dari 10 pasien) yang terinfeksi virus
dengue tidak menunjukkan gejala, atau hanya menunjukkan gejala ringan
(seperti demam biasa). (WhitehornJ 2010) Sekira 5% dari orang yang
terinfeksi akan mengalami infeksi berat. Penyakit tersebut bahkan
mengancam jiwa sedikit dari mereka. Pada sebagian kecil penderita ini,
penyakit tersebut mengancam jiwa. (WhitehornJ 2010)Gejala akan muncul
antara 3 dan 14 hari setelah seseorang terpajan virus dengue. Seringkali
gejala muncul setelah 4 hingga 7 hari.Oleh karena itu jika seseorang baru
kembali dari wilayah yang memiliki banyak kasus dengue, kemudian ia
menderita demam atau gejala lainnya setelah lebih dari 14 hari dia
kembali dari wilayah tersebut, kemungkinan penyakitnya tersebut bukan
dengue. (Rajit et al 2010)
Seringkali, apabila anak-anak terkena demam dengue, gejala yang
muncul sama dengan gejala pilek atau gastroenteritis (atau flu perut;
misalnya, muntah-muntah dan diare).(Varatharaj A 2010) Namun, anak-
anak mungkin mengalami masalah yang parah karena demam dengue.(
(Rajit et al 2010)
Gejala klasik demam dengue adalah demam yang terjadi secara
tiba-tiba; sakit kepala (biasanya di belakang mata); ruam; nyeri otot dan
nyeri sendi. Julukan "demam sendi" untuk penyakit ini menggambarkan
betapa rasa sakit yang ditimbulkannya dapat menjadi sangat
9
parah.(WhitehornJ 2010). Demam dengue terjadi dalam tiga tahap:
demam, kritis, dan pemulihan.(Rajit et al 2010)
Pada fase demam, seseorang biasanya mengalami demam tinggi.
Panas badan seringkali mencapai 40 derajat Celsius (104
derajat Fahrenheit). Penderita juga biasanya menderita sakit yang umum
atau sakit kepala. Fase febrile biasanya berlangsung selama 2 hingga 7
hari. (Chen et al 2010)Pada fase ini, sekira 50 hingga 80% pasien dengan
gejala mengalami ruam.(Wolff K et al 2009) Pada hari pertama atau
kedua, ruam akan tampak seperti kulit yang terkena panas (merah).
Selanjutnya (pada hari ke-4 hingga hari ke-7), ruam tersebut akan tampak
seperti campak.Bintik merah kecil (petechiae) dapat muncul di kulit. Bintik-
bintik ini tidak hilang jika kulit ditekan. Bintik-bintik ini disebabkan oleh
pembuluh kapiler yang pecah. Penderita mungkin juga mengalami
perdarahan ringan membran mukus mulut dan hidung.(Chen et al)
Demam itu sendiri cenderung akan berhenti (pulih) kemudian terjadi lagi
selama satu atau dua hari. Namun, pola ini berbeda-beda pada masing-
masing penderita.(Gould EA et al 2008). Pada beberapa penderita,
penyakit berkembang ke fase kritis setelah demam tinggi mereda. Fase
kritis tersebut biasanya berlangsung selama hingga 2 hari.Selama fase ini,
cairan dapat menumpuk di dada danabdomen. Hal ini terjadi karena
pembuluh darah kecil bocor. Cairan tersebut akan semakin banyak,
kemudian cairan berhentibersirkulasi di dalam tubuh. Ini berarti bahwa
organ-organ vital (terpenting) tidak mendapatkan suplai darah sebanyak
10
biasanya. Karena itu, organ-organ tersebut tidak bekerja secara normal.
Penderita penyakit tersebut juga dapat mengalami perdarahan parah
(biasanya dari saluran gastrointestinal) .(Rajit et al 2010)
Kurang dari 5% dari orang dengan dengue
mengalami renjat peredaran darah, sindrom renjat dengue, dan demam
berdarah. Jika seseorang pernah mengidap jenis dengue yang lain
(“infeksi sekunder”), kemungkinan mereka akan mengalami masalah yang
serius. (Rodehuis et al 2010). Pada fase penyembuhan, cairan yang
keluar dari pembuluh darah diambil kembali ke dalam aliran darah. Fase
penyembuhan biasanya berlangsung selama 2 hingga 3 hari.(Rajit et al
2010). Pasien biasanya semakin pulih dalam tahap ini. Namun, mereka
mungkin menderita gatal-gatal yang parah dan detak jantungyang lemah.
Selama fase ini, pasien dapat mengalami kondisi kelebihan cairan (yakni
terlalu banyak cairan yang diambil kembali). Jika terkena otak, cairan
tersebut dapat menyebabkan kejang atau perubahan derajat kesadaran
(yakni seseorang yang pikirannya, kesadarannya, dan perilakunya tidak
seperti biasanya).Sesekali, dengue dapat memengaruhi sistem lain di
dalam tubuh manusia. Seseorang yang terkena dengue dapat menderita
gejalanya saja, atau disertai gejala dengue klasik juga. Tingkat kesadaran
yang menurun terjadi pada 0,5–6% dari kasus parah. Ini dapat terjadi
apabila virus dengue menyebabkan infeksi di otak. Ini juga dapat terjadi
apabila organ vital, seperti hati, tidak berfungsi dengan baik.(Gould EA et
al 2008). Kelainan neurologikal lainnya (kelainan yang memengaruhi otak
11
dan saraf) dilaporkan terjadi pada pasien yang mengalami demam
dengue. Misalnya, dengue dapat menyebabkan mielitis melintang dan
sindrom Guillain-Barré. Meskipun hal ini hampir tidak pernah terjadi,
dengue juga dapat mengakibatkan infeksi jantung dan gagal
ginjal akut.(Rajit et al 2010)
C. Etiologi DBD
DBD disebabkan oleh dengue virus (DENV) merupakan virus RNA
familiFlaviviridae dari genus Flavivirus yang disebarkan melalui
perantaraannyamuk Aedes aegypti dan A. Albopictus (Chaturvedi et al.,
2005). Virionvirus dengue terdiri dari suatu genom rantai tunggal RNA
(genomic type SSRNA) yang dikelilingi oleh nukleokapsid yang dibungkus
oleh lipidenvelope yang mengandung protein envelope (protein E) dan
proteinmembrane (protein M).
Gambar 1. Struktur Virus dengue (sumber : http://www.nature.com/scitable/topicpage/dengue-viruses-22400925, diunduh 7 Februari 2014)
12
Gambar 2 Gen Virus dengue
(sumber http://www.nature.com/scitable/topicpage/dengue-viruses-22400925, diunduh 7 Februari 2014)
Genom RNA virus dengue dikode sebagai stucturalprotein capsid
(C), membrane (M), dan envelope (E), dan non-structuralproteins NS1,
NS2a, NS2b, NS3, NS4a, NS4b, dan NS5 (Rothman, 2003).Dikenal 4
serotipe virus dengue yaitu virus dengue tipe 1, tipe 2, tipe 3, dantipe 4
atau disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 (Catharina,
2001).Kemampuan masing-masing serotipe virus dengue tersebut
dalammenyebabkan penyakit terutama ditentukan oleh respon imun
pejamu (Rothman, 2004).
Di samping itu, initial binding antara virus dan ko-reseptor
yang diekspresikan pada permukaan sel target sangat menentukan
tropismesel dan jaringan yang mendasari patogenesis penyakit
(Soedarmo, 2002).Sebuah penelitian menyebutkan bahwa ko-reseptor
terhadap virus dengueadalah heparan sulfat (Soedarmo, 2002; Thongtan
et al., 2004) dan bahwaDEN-2 dan DEN-3 umumnya berikatan dengan
manifestasi klinik DBDberat sedang DEN-4 jarang dijumpai dan umumnya
berkaitan dengan DBDringan (Nimmannitya, 2000).
13
D. Patogenesis DBD
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan
tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu
yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah.Setelah masuk
ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran
yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus,
sumsum tulang serta paru-paru (Srikiatkhachorn. A 2009). Beberapa
penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran
pada infeksi ini , dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus
ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen
perantara dan komponen struktur virus. (Carr JM, Hocking H, Bunting K,
et al 2003). Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari
dalam sel. (Jessie K, Fong MY, Devi S, et al. 2004)
Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap
serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap
serotipe virus lainnya.( Koraka P et.al 2001) Secara invitro, antibodi
terhadap virus dengue mempunyai empat fungsi biologis yaitu netralisasi
virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity
(ADCC) dan ADE. (Handojo. I .2004). Berdasarkan perannya, terdiri
dari antibodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki
serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody
non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan
dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD
14
dan DSS. Patofisiologi DBD seringkali mengalami perubahan, oleh karena
itu muncul banyak teori respon imun. (Soegijanto. S, Sustini F, Wirahjanto
A, 2012)
Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktivitas
netralisasi yang mengenali protein E dan monoklonal antibodi terhadap
NS 1, pre M dan NS 3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel
yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktivasi
komplemen. (Avirutnan et.al ,2006) Akhirnya banyak virus dilenyapkan
dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnnya terjadilah
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama tersebut,
tetapi apabila terjadi antibodi yang non netralisasi yang memiliki sifat
memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini
terjadi apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang
tersedia di hospes.
Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe
yang berbeda terjadi proses dimana virus dengue berperan sebagai
superantigen setelah dipagosit oleh monosit dan makrofag. Makrofag ini
menampilkan antigen presenting cell (APC). Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari mayor histocompatibility complex II
(MHC II). (Dejnirattisai W, et.al 2010)
Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan
CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor) sebagai
15
usaha tubuh untuk bereaksi terhadap infeksi tersebut, maka limposit T
akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang berfungsi sebagai
immunomodulator yaitu INF gamma, IL-2 dan CSF (colony stimulating
factor). Dimana IFN gamma akan merangsang makrofag untuk
mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor immunomodulator
yang juga mempunyai efek pada endotelial sel termasuk didalamnya
pembentukan prostglandin dan merangsang ekspresi intercellular
adhesion molecule 1 (ICAM 1), vascular adhesion molecule-1 VCAM-1,
dan P-Selectin. (Gunadi A. dkk 2010) (Cardier JE 2005)
Sedangkan CSF (colony stimulating factors) akan merangsang
neutrofil, oleh pengaruh ICAM 1 neutrofil yang telah terangsang oleh CSF
akan mudah mengadakan adhesi neutrofil yang beradhesi dengan endotel
akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan dinding endotel lisis
dan akibatnya endotel terbuka. Netrofil juga membawa superoksida yang
termasuk dalam radikal bebas yang akan memengaruhi oksigeasi pada
mitokrondria dan siklus GMPs. Akibatnya endotel menjadi nekrosis,
sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang akan
mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga terjadi syok.
Pada infeksi yang berat ekspresi VCAM-1 pada sel endotel
berlebihan sehingga dilepaskan ke dalam sirkulasi dalam bentuk terlarut
(soluble VCAM-1). Jadi molekul adhesi terlarut merupakan petanda
aktivasi atau kerusakan endotel. (Dharma R, Hadinegoro SR, dan Priatni I,
2006)
16
Patogenesis Demam Berdarah Dengue sampai saat ini masih
kontrovesial dan belum dapat diketahui secara jelas. Terdapat dua teori
yang dikemukakan dan paling sering dianut adalah : Virulensi virus dan
Imunopatologi yaitu Hipotesis Infeksi Sekunder Heterolog (The Secondary
Heterologous Infection). Teori lainnya adalah teori endotel, endotoksin,
mediator, dan apoptosis.
1. Virulensi Virus
Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat
serotip (DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang
dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus Dengue memerlukan asam
nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu sintesis protein
sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada
pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui
kemampuan virus untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel
b. Membentuk virus progenik
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor.
Penelitian terakhir memperkirakan bahwa terdapat perbedaan
tingkatan virulensi virus dalam hal kemampuan mengikat dan
menginfeksi sel target. Perbedaan manifestasi klinis demam
dengue, DBD dan Dengue Syok syndrome mungkin disebabkan
17
oleh varian-varian virus dengue dengan derajat virulensi yang
berbeda-beda.
2. Teori Imunopatologi
Hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologous
(secondary heterologous infection) menyatakan bahwa pasien
yang mengalami infeksi kedua kalinya dengan serotype virus
dengue yang heterolog akan mempunyai risiko yang lebih besar
untuk menderita Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok
Dengue. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan
mengenali virus lain yang telah menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan
dengan reseptor dari membrane sel leukosit, terutama makrofag.
Antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak dinetralisasi
oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent
enhancement (ADE), yaitu suatu proses yang akan meningkatkan
infeksi sekunder pada replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear yaitu terbentuknya komplek imun dengan virus yang
berkadar antibodi rendah dan bersifat subnetral dari infeksi primer.
Komplek imun melekat pada reseptor sel mononukleus fagosit
(terutama makrofag) untuk mempermudah virus masuk ke sel dan
meningkatkan multiplikasi. Kejadian ini menimbulkan viremia
yang lebih hebat dan semakin banyak sel makrofag yang terkena.
18
Sedangkan respon pada infeksi tersebut terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang mengakibatkan terjadinya keadaan hipovolemia
dan syok.
3. Teori Endotoksin
Syok pada DBD menyebabkan iskemia usus, yang kemudian
menyebabkan translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam
sirkulasi. Endotoksin sebagai komponen kapsul luar bakteri gram
negative akan mudah masuk ke dalam sirkulasi pada keadaan
iskemia berat. Telah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya bahwa
endotoksin berhubungan erat dengan kejadian syok pada Demam
Berdarah Dengue. Endotoksinemia terjadi pada 75% Sindrom
Syok Dengue dan 50% Demam Berdarah Dengue tanpa syok.
4. Teori Mediator
Makrofag yang terinfeksi virus Dengue mengeluarkan sitokin
yang disebut monokin dan mediator lain yang memacu terjadinya
peningkatan permeabilitas vaskuler dan aktivasi koagulasi dan
fibrinolisis sehingga terjadi kebocoran vaskuler dan
perdarahan.(Kurane 1998)
5. Teori Apoptosis
Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisiologis yang
merupakan reaksi terhadap beberapa stimuli. Akibat dari apoptosis
19
adalah fragmentasi DNA inti sel, vakuolisasi sitoplasma,
peningkatan granulasi membran plasma menjadi DNA subseluler
yang berisi badan apoptotik.(Sutaryo 1998)
6. Teori Endotel
Virus Dengue dapat menginfeksi sel endotel secara in vitro
danmenyebabkan pengeluaran sitokin dan kemokin. Sel endotel
yangtelah terinfeksi virus Dengue dapat menyebabkan aktivasi
komplemen dan selanjutnya menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskuler dan dilepaskannya trombomodulin yang
merupakan pertanda kerusakan sel endotel. Bukti yang
mendukung adalah kebocoran plasma yang berlangsung cepat dan
meningkatnya hematokrit dengan mendadak.
E. Imunopatogenesis DBD
Patogenesis DBD melibatkan mekanisme kompleks yang meliputi
responimun terhadap virus dengue, sitokin, disfungsi endotel, agregasi
trombosit,dan trombositopenia (Nimmannitya, 2000).
a. Respon imun terhadap infeksi virus dengue
Respon imun terhadap infeksi virus diawali oleh respon imun bawaan
(innate, natural, native immune response) diikuti oleh respon imun
adaptif (adaptive, spesific immune response) (Miyata et al., 2001).
Respon imun bawaan terhadap infeksi virus melibatkan berbagai sel
dari sistem imun bawaan seperti sel monosit, natural killer cell (sel
20
NK), lekosit polimorfonuklear, dan dendritic cells (DCs), serta sitokin
yang dihasilkan oleh berbagai sel tersebut. Fungsi utama dari respon
imun bawaan adalah memfasilitasi pengaruh antimikrobial ketika
respon imun adaptif sedang berkembang dan diaktivasi (Lin et al.,
2004). Artinya, terjadi interaksi yang berlangsung secara bidirectional
antara respon imun bawaan dan respon imun adaptif (Miyata et al.,
2001).Respon imun adaptif mempunyai spesivitas lebih tinggi untuk
merespon antigen virus. Dikenal dua jenis respon imun adaptif yaitu
respon imun humoral yang diperankan oleh antibodi yang diproduksi
oleh sel limfosit B dan respon imun seluler yang diperankan oleh
major histocompatibility complex (MHC) class II-restrictred CD4+
cells dan MHC class I-restricted CD8+ T cells (Lin et al., 2003).
Berikut ini dipaparkan penjelasan peran respon imun adaptif dalam
infesi virus dengue :
1) Respon imun humoral terhadap virus dengue.
Antibodi terhadapvirus dengue memfasilitasi 4 fungsi
biologik, yaitu fungsi dalammenetralisasi virus, reaksisitolisis yang
dimediasi olehkomplemen, antibody-dependent cell-mediated
cytotoxycity atauADCC, dan antibody-dependent enhancement
atau ADE (Lin etal., 2002).
2) Antibodi penetralisir berperan dalam mengenali protein E
danepitope yang dikenali oleh antibodi penetralisir tersebut
bersifatspesifik terhadap serotipe yaitu reaktivitas silang serotipe
21
dengue.Peningkatan respon imun terhadap infeksi virus dengue
olehantibodi dilaporkan pertama kali tahun 1977 yang
selanjutnyadisebut fenomena antibody- dependent enhancement
atau ADE(Soedarmo, 2002).
Gambar 3. Respon antibodi terhadap protein target virus dengue proteindan fungsiantibodi.
(Sumber :http://www.nature.com/nri/journal/v11/n8/fig_tab/nri3014.html)
Dikemukakan bahwa partikel virus dengue dan
molekul Ig G anti dengue membentuk kompleks virus-
antibodidengan reseptor Fc-γ sel melalui Fc portion Ig G hasil
induksirespon imun oleh virus dengue. Observasi epidemiologik
danlaboratorik menyatakan bahwa kehadiran antibodi
yangmeningkatkan infeksi virus dengue pada monosit
merupakanfaktor risiko perkembangan menuju DBD dan SSD.
Artinya,
antibodi terhadap virus dengue memegang dua peran penting
22
yaitusebagai antibodi penetralisir yang spesifik terhadap serotipe
dapatmencegah terjadinya infeksi virus dengue dan sebagai
antibodinon-penetralisir yang mempunyai reaktivitas silang
terhadapserotipe sehingga dapat merespon infeksi virus dan
berperandalam patogenesis DBD dan SSD (Malavige et al., 2004;
Lin et al.,2005).Laporan penelitian oleh Lin et al. (2000) dan
Soedarmo (2002)menunjukkan adanya Ig M dan Ig G anti dengue
dalam serumpenderita DBD. Dengan demikian, terdeteksinya Ig G
dan Ig Manti dengue dalam serum dapat dipakai sebagai
konfirmasipenetapan diagnosis DBD berdasarkan kriteria WHO,
selain
isolasi virus dengue (Fujinami et al., 2006). 2) Respon limfosit T
terhadap virus dengue. Respon sel Tdiperlukan untuk menetralisir
sel yang terinfeksi virus selainmencirikan respon inflamatori yang
difasilitasi sitokin,menyebabkan perembesan endotel dan syok
(Jacobs et al., 2000).Nimmannitya (2000) menjelaskan bahwa
limfosit T spesifik virusdengue tersebut mempunyai karakteristik
sebagai berikut :
a) Virus dan memori sel T spesifik. Memori CD4+ limfosit Tspesifik
virus dengue dibentuk akibat infeksi primer virusdengue
terutama reaktivitas silang serotipe dengue. Denguevirus
spesific murine CD8+ T cell juga bersifat spesifik
terhadap serotipe dan reaktivitas silang terhadap serotipe. Halini
23
mendukung kemungkinan bahwa memori sel T diaktivasipada
infeksi sekunder oleh serotipe heterologous virus dengue.
b) Protein virus dengue dikenali oleh sel T spesifik virus
dengue.Sebagian besar klon CD4+ sel T terbuksti mengenali
proteinNS3. Ditemukan pula bahwa protein NS1 dan E
mengandung
epitope sel T.
c) Fungsi limfosit T spesifik virus dengue berdasarkan studi
invitro. Klon CD4+ sel T spesifik virus dengue
menghancurkanotologous sel target yang terinfeksi virus
dengue melaluimekanisme MHC kelas II dan menghasilkan IFN-
γ, IL-2, dangranolocyte macrophage colony stimulating factor
(GMCSF).Sedangkan CD8+ sel T spesifik virus dengue
(cytolytic Tlymphocytes, CD8+ CTLs) menghancurkan sel
terinfeksimelalui mekanisme MHC kelas I dan memproduksi
IFN-γ,TNF-α, dan limfotoksin (LT). Setelah sel target
mengalamikematian maka sejumlah virus, sitokin, dan mediator
yangberada di dalamnya masuk ke peredaran darah.Berbagai
penelitian menyebutkan bahwa sitokin terutama TNF-α,IL-1β,
dan IL-6 memegang peran penting dalam
menentukanperjalanan dan berat penyakit akibat infeksi virus
dengue(Rothman, 2004; King et al., 2000).
24
b. Sitokin.
Beberapa sitokin yang berperan dalam infeksi virus dengue antara lain:
1) TNF-α
TNF-α merupakan sitokin yang diproduksi terutama oleh selfagosit
polimorfonuklear yang teraktivasi, berfungsi menstimulasinetrofil
dan monosit menuju ke tempat infeksi dan mengaktivasisel tersebut
untuk memusnahkan mikroba (Miyata et al., 2001).Produksi TNF-α
dalam jumlah besar dapat menyebabkantrombosis intravaskuler
dan syok (Miyata et al., 2001; Oppenheim,
2003). Pada penderita DBD sumber utama TNF-α adalah sel T
yangteraktivasi selama infeksi virus dengue dan monosit atau
makrofagyang terinfeksi virus dengue (Kurane, 1999). Pada
penderita DBDdan SSD, TNF-α memegang peran penting dalam
produksi dansekresi PGI2, IL-1, dan IL-6, serta mengubah
keseimbanganaktivitas prokoagulan dan antikoagulan endotel yang
bermuarapada agregasi trombosit (Oppenheim, 2003; Kim et al.,
2006).
2) Interleukin-1β (IL-1β)
Sumber utama IL-1 adalah fagosit mononuklear yang
teraktivasioleh produk bakteri dan sitokin lain. Terdapat dua jenis
IL-1 yaituIL-1α dan IL-1β yang mempunyai reseptor permukaan
yang samadan memfasilitasi aktivitas biologik yang sama pula,
tetapi IL-1βmerupakan interleukin yang paling banyak dijumpai
25
dalamsirkulasi (Miyata et al., 2001). Seperti TNF-α, IL-1β juga
menyebabkan aktivasi pada endotel (Miyata et al., 2001;
Oppenheim, 2003).
3) Interleukin-6 (IL-6)
IL-6 diproduksi oleh fagosit mononuklear dan merupakan
sitokin pleotropik yang berfungsi dalam imunitas bawaan dan
adaptif.Pengaruh biologik IL-6 terutama adalah menstimulasi
sintesis protein fase akut oleh hepatosit yang bermuara pada efek
sistemik inflamasi. Selain itu, IL-6 menstimulasi limfosit B yang
telah terdeferensiasi menjadi produser antibodi. Secara in vitro, IL-6
berperan sebagai ko-stimulator terhadap sel T dan timosit serta
kostimulator terhadap sitokin lain untuk pertumbuhan sel induk
hematopoetik dalam sumsum tulang (Stephenson, 2005). Temuan
penelitian oleh King et al. (2000) menunjukkan bahwa IL-6
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan permeabilitas
endotel, ini berarti IL-6 juga menyebabkan aktivasi pada endotel.
F. Diagnosis infeksi virus dengue
Berdasarkan kriteria WHO (2002), infeksi virus dengue dibagi dalam
beberapa derajat (grade) yaitu :
1) grade I :
a) demam dengan gejala tidak spesifik.
b) tes turniket ( + ) satu2 nya manifestasi perdarahan
2) grade II :
26
Grade I plus perdarahan spontan.
3) grade III :
Kegagalan sistem vaskuler.
4) grade IV
Syok.
Di samping gejala tersebut, trombositopenia (hitung trombosit darah tepi
kurang dari 100.000/mm3) merupakan ciri menetap yang ditemukan pada
penderita DBD dan SSD (Nimmannitya, 2000). Trombositopenia
ditemukan 1-2 hari sebelum demam menurun dan menetap selama 3-5
hari untuk meningkat secara cepat menuju normal selama fase
penyembuhan. Tingkat trombositopenia dikelompokkan (hitung trombosit
darah tepi >50.000 s.d. ≤ 100.000/mm3), trombositopenia sedang (hitung
trombosit darah tepi >30.000 s.d. ≤ 50.000/mm3), dan trombositopenia
berat (hitung trombosit darah tepi (≤ 30.000/mm3) (Lei et al., 2001). Selain
trombositopenia, pada infeksi virus dengue terdapat tanda-tanda
kebocoran plasma yang sering terjadi pada DBD yaitu peningkatan
hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
Namun, pada beberapa keadaan ditemukan penurunan hematokrit >20%
setelah mendapat terapi cairan apabila dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya serta didapatkan tanda kebocoran plasma seperti
efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia (Nimmannitya,2000). Penetapan
diagnosis berdasarkan kriteria WHO memerlukan konfirmasi lebih lanjut
dengan pemeriksaan serologik, deteksi antigen, dan atau isolasi virus
27
dengue dari darah tepi setiapfase demam. Pemeriksaan serologik cepat
(lima menit) untuk menditeksi Ig M dan Ig G anti dengue dapat dikerjakan
dengan menggunakan teknik dengue fever rapid test. Ditemukannya
kriteria WHO pada kasus yang diduga terserang infeksi virus dengue
ditambah dengan hasil positif dengue fever rapid test dapat merupakan
landasan yang kuat untuk menetapkan diagnosis DBD (Vaughn et al.,
2000; Soedarmo, 2002).
G. Disfungsi endotel
Endotel adalah suatu sel berlapis tunggal yang melapisi bagian
dalam pembuluh darah. Selain berfungsi sebagai pelindung selektif,
endotel juga mempunyai aktivitas metabolik dan sekretori. Usia biologik
endotel dalam keadaan normal sekitar 30 tahun dan setelah usia tersebut
sel endotel akan terlepas dan menghilang melalui proses apoptosis.
Selanjutnya dengan bantuan sel endotel di sekitarnya terjadilah
regenerasi sel endotel baru (Wills et al., 2002).
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear
stresshemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin
inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi
abnormal dan disebut disfungsi endotel. Disfungsi endotel juga
menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga menyebabkan
edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada
permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi seperti vascular
28
cell adhesion molecule-1(VCAM-1) dan intercellular cell adhesion
molecule-1(ICAM-1). (Dharma R, Wibowo N, Hessyani, 2005).
Disfungsi endotel adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
ketidak seimbangan fungsi faktor-faktor relaksasi dan faktor-faktor
kontraksi yang di produksi oleh endotel. Disfungsi endotel dapat
merupakan penyebab atau sebagai akibat penyakit pembuluh darah.
Disfungsi endotel mengawali terjadinya perubahan-perubahan struktur
pembuluh darah. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan endotel
yang utuh dalam memproteksi pembuluh darah. Sementara beberapa
pembuluh darah rentan untuk mengalami disfungsi endotel dan
aterosklerosis, seperti arteri koroner epikardial, arteri-arteri besar seperti
aorta atau arteri iliaca, yang lain seperti arteri mammaria interna dan arteri
brachialis, terlindung terhadap disfungsi endotel. Adanya perbedaan ini
mungkin berhubungan dengan perubahan selektif akibat pengaruh
tekanan nadi atau perubahan fungsi sel endotel itu sendiri pada daerah2
yang berbeda sepanjang jalur pembuluh darah.
Perubahan-perubahan morfologi sel endotel ini akan diikuti dengan
perubahan-perubahan fungsi dan penebalan tunica intima, disertai dengan
akumulasi sel-sel darah putih, sel-sel otot polos pembuluh darah dan
fibroblast serta endapan matrix.Catharina (2001) mengemukakan bahwa
endotel memegang peran penting dalam proses protrombotik dan
antitrombotik. Sel endotel utuh mempunyai tugas utama mencegah
29
perlekatan trombosit dan pembekuan darah, sedangkan aktivasi terhadap
endotel menyebabkan proses protrombotik terpicu dan bermuara pada
pembentukan molekul agregasi trombosit. Zat yang berperan dalam
proses protrombotik adalah vWF dan PAF, sedangkan zat yang berperan
dalam proses antitrombotik adalah PGI2, NO, dan ADPase. Temuan
penelitian menunjukkan bahwa virus yang melakukan penetrasi ke dalam
sel dapat mengaktivasi sel tersebut dengan akibat terjadi peningkatan
adesi dan penggunaan platelet. Percobaan Anderson (2000) menunjukkan
bahwa endotel yang diinkubasi bersama dengan monosit yang terinfeksi
virus DBD memproduksi TNF-α dan IL-1β yang selanjutnya berperan
dalam mengaktivasi endotel dan menghasilkan berbagai molekul adesi,
tetapi endotel yang dipapar dengan virus dengue saja tidak menunjukkan
peningkatan molekul adesi, sedangkan endotel yang dipapar dengan virus
dengue bersama dengan mediator sitokin TNF-α dan IL-1β menunjukkan
peningkatan kadar molekul adesi. Molekul adesi yang berperan antara lain
adalah ICAM, VCAM, E-selectine, dan vWF yang kemudian menyebabkan
inflamasi lokal, kerusakan endotel, dan kebocoran plasma (Wu et al.,
2003). Sejalan dengan Miyata et al. (2001), Wu et al. (2003), dan
Oppenheim (2003) mengemukakan bahwa berbagai sitokin yang beredar
dalam aliran darah termasuk TNF-α, IL-1β, dan IL-6 merupakan zat yang
dapat menyebabkan stres pada sel endotel pembuluh darah. Respon sel
yang mengalami stres berlangsung dalam beberapa fase yaitu fase alarm,
adaptation, dan exhaustion. Apabila fase adaptation tidak terlampaui,
30
maka sel endotel tidak mengalami gangguan. Namun, jika sel endotel
tidak mampu beradaptasi, maka proses akan berlanjut menuju fase
exhaustion yang bermuara pada kematian sel (Halstead, 2003).
Patogenesis disfungsi endotel juga melibatkan proses autoimun yang
diperankan oleh anti-dengue virus NS1 (anti-DV NS1) terhadap target sel.
Proses autoimun yang diperankan oleh anti-DV NS1 ini mencakup dua
peristiwa, yaitu inflamasi dan apoptosis. Anti-DV NS1 menginduksi jalur
apoptosis dengan pacuan NO yang akan meningkatkan regulasi p53, Bax,
sitokrom-c, dan caspase-3 serta menurunkan regulasi Bcl-2 dan Bcl-xL.
Sedangkan inflamasi endotel terjadi setelah stimulasi anti-DV NS1 yang
disertai oleh fosforilasi protein tirosin dan aktivasi NF-κB. Kedua penyerta
stimulasi anti-DV NS1 ini akan meningkatkan produksi macrophage
cemotactic factor 1 (MCP-1), sitokin inflamasi di antaranya IL-6 dan IL-8
serta produksi molekul adesi (ICAM-1) (Halstead, 2002; Halstead, 2003;
Wuet al., 2003).
Endotel yang terinduksi oleh sitokin menunjukkan aktivitas
antitrombotikdan jika induksi tersebut berkembang menjadi aktivasi, maka
aktivitasprotrombotik mendominasi proses hemostasis. Pada keadaan
normal, tidakterjadi adesi vWF dengan trombosit yang tidak teraktivasi,
tetapi dalamberbagai keadaan misalnya kehadiran trombin, dan inflamasi,
vWF dapatmenjadi aktif dan melakukan interaksi dengan trombosit melalui
reseptorglikoprotein 1b. Trombin dapat berinteraksi langsung dengan
reseptor padaendotel atau memicu terbentuknya fibrin yang pada akhirnya
31
mengaktivasiendotel (Lei et al., 2001). Setelah terjadi aktivasi terhadap
endotel, makatrombosit mengalami kontak dengan berbagai zat yang
diproduksi olehendotel, antara lain vWF dan PGI2 yang biasanya
dihancurkan oleh selendotel utuh (Chaturvedi et al., 2005).vWF
merupakan suatu high weight glycoprotein yang disintesis terutamaoleh
sel endotel dan megakariosit. Berbagai temuan penelitian
menunjukkanbahwa trombin dan IL-1 menstimulasi dan meningkatkan
sekresi vWF darisel endotel. Halstead (2003) mengemukakan bahwa
mekanisme agregasitrombosit yang diperantarai oleh vWF berlangsung
dengan diawali olehadesi trombosit dengan reseptor glikoprotein Ib (Gp
Ib). Reaksi ini diikutioleh pelepasan kalsium (Ca) yang memegang peran
penting pada kaskadekoagulasi dan pelepasan ADP yang merupakan
mediator kuat untuk agregasitrombosit. Selain ADP, ternyata tromboksan
A2 (TXA2) juga menstimulasiagregasi trombosit (Nimmannitya,
2000).Temuan penelitian laboratorium dan peristiwa klinis menunjukkan
bahwabiosintesis vWF diatur secara hormonal (Halstead, 2003). Dalam
tubuhmanusia, terdapat tiga tempat berkumpul vWF yaitu vWF plasma
solubel,vWF membran basal, dan vWF seluler yang ditimbun dalam
gudangpenyimpanan dari sel endotel dan trombosit. Sekresi vWF terjadi
melaluidua jalur, yaitu jalur konsekutif dan jalur regulasi. Sekresi vWF
melalui jalurkonsekutif berasal dari vWF yang dikemas dalam vesikel
sekretorisedangkan sekresi vWF melalui jalur regulasi berasal dari
tempatpenyimpanan vWF dalam organel weibel palade bodies (WPB),
32
suatuorganel yang hanya terdapat pada endotel vaskuler (Jacobs et al.,
2000).vWF yang disekresi melalui jalur regulasi akan dibawa oleh sistem
transendotelial ke dalam pembuluh darah untuk memulai proses
hemostasisdengan berikatan pada faktor VIII, sedangkan vWF yang
disekresi melaluijalur konsekutif berfungsi pada keadaan endotel terluka
akibat kerusakanvaskuler (Chaturvedi et al., 2005).
H. Interceluler Adhesion Molecule (ICAM-1)
ICAM-1 (antar Adhesi Molekul 1) juga dikenal sebagai CD54
(Cluster of Differentiation 54) adalah protein yang pada manusia
dikodekan oleh gen ICAM-1. (Carlson M, 1998) Gen ini mengkode
glikoprotein permukaan sel yang biasanya diekspresikan pada sel-sel
endotel dan sel-sel sistem kekebalan tubuh. Ia mengikat integrins jenis
CD11a / CD18, atau CD11b / CD18 dan juga dimanfaatkan oleh rhinovirus
sebagai reseptor. (Katz FE, 1985)
1. Struktur
Icam-1 adalah anggota dari imunoglobulin superfamili, yang
superfamili protein termasuk antibodi dan T-sel reseptor. icam-1 adalah
transmembran protein memiliki amino-terminus ekstraseluler domainnya,
satu transmembran domainnya, dan karboksi-terminus sitoplasmik
domain. struktur icam-1 ditandai oleh heavyglycosylation, dan protein
ekstraseluler domain terdiri dari beberapa loop diciptakan oleh disulfida
jembatan dalam protein. struktur dominan sekunder adalah protein adalah
lembaran beta. Intercellular Adhesion Molecule 1 (ICAM-1) dikodekan
33
pada tujuh ekson dengan urutan sinyal pengkodean ekson 1, masing-
masing daerah-Ig ekstraseluler ekson 2 sampai 6 dan transmembran
ekson 7 dan Intraseluler. Berat molekul berkisar antara 80–114kDa
sebagai berat kadar glikosilasi yang bervariasi antara jenis sel yang
berbeda. Daerah ekstraseluler ICAM-1 terdiri dari 453 asam amino
terutama hidrofobik, yang membentuk lima Ig-domain dengan struktur β-
sheet, masing-masing Ig-domain distabilkan oleh ikatan disulfida. Ig-
domain yang diikuti oleh daerah transmembran satu hidrofobik dan daerah
sitoplasmik 28 asam amino yang pendek, yang kurangmotif sinyal
konvensional. Residu tirosin dalam ekor sitoplasma telah terbukti penting
untuk memberi sinyal intraseluler ICAM-1 (a b Bella J et al, 1998)
2. Fungsi
Protein ini dikodekan oleh gen jenis interselular adhesi molekul
yang terus terdapat dalam konsentrasi rendah dalam membran leukosit
dan sel endotel. Setelah stimulasi sitokin konsentrasi sangat meningkat.
Icam-1 dapat dirangsang oleh interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis
factor (TNF) dan dinyatakan oleh vaskular endotelium, makrofag, dan
lymphocytes. Icam-1 adalah Ligan untuk LFA-1 (integrin), reseptor
ditemukan di leukosit. Ketika diaktifkan, leukosit mengikat sel endotel
melalui icam-1 / LFA-1 dan kemudian berpindah ke jaringan. LFA-1 juga
telah ditemukan dalam bentuk larut, yang tampaknya mengikat dan
memblok icam-1. (Kragstrup et al 2014)
34
3. Peran dalam signal sel
ICAM-1 adalah protein transmembran yang menghubungkan
endothelial dan leukosit, telah lama dikenal karena pentingnya dalam
menstabilkan interaksi sel-sel dan memfasilitasi transmigrasi lekosit
melalui endotel .Baru-baru ini, ICAM-1 telah ditandai sebagai situs untuk
masuknya seluler rhinovirus manusia. (Abraham G, et al 1984) Karena
ikatan ini dengan respon imun, telah dihipotesiskan bahwa ICAM-1 bisa
berfungsi dalam transduksi sinyal. ICAM-1 ligasi menghasilkan efek
proinflamasi seperti inflamasi leukosit perekrutan oleh sinyal melalui
kaskade melibatkan sejumlah kinase, termasuk p56 lyn kinase.
I. Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (Vcam-1)
Vascular cell adhesi molecule-1 (VCAM-1) atau cluster diferensiasi 106
(CD106) adalah protein yang pada manusia dikodekan oleh gen VCAM1
(Carlson M et al 1988). VCAM-1 berfungsi sebagai molekul adhesi sel.
1. Struktur.
Gen VCAM-1 berisi enam atau tujuh domain immunoglobulin, dan
dinyatakan pada kedua pembuluh darah besar dan kecil hanya setelah sel
endotel dirangsang oleh sitokin. Hal ini alternatif disambung menjadi dua
transkrip RNA diketahui bahwa mengkodekan isoform yang berbeda pada
manusia. Produk gen adalah sialoglycoprotein permukaan sel, tipe I
membran protein yang merupakan anggota dari superfamili Ig.( Katz FE et
al 1985)
35
2. Fungsi
VCAM-1 menengahi adhesi limfosit, monosit, eosinofil, dan basofil pada
endotel vaskular. Hal ini juga berfungsi dalam leukosit-endotel transduksi
sinyal sel, dan mungkin memainkan peran dalam perkembangan
aterosklerosis dan rheumatoid arthritis.Upregulation VCAM-1 pada sel
endotel oleh sitokin terjadi sebagai akibat dari peningkatan transkripsi gen
(misalnya, dalam menanggapi Tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan
Interleukin-1 (IL-1)) dan melalui stabilisasi ofMessenger RNA ( mRNA)
(misalnya, Interleukin-4 (IL-4)). Daerah promotor gen VCAM-1 berisi NF-
kB (faktor-kappa nuklir B) situs tandem fungsional. Ekspresi berkelanjutan
VCAM-1 berlangsung lebih dari 24 jam.Terutama, protein VCAM-1
merupakan ligan endotel untuk VLA-4 (Very Late Antigen-4 atau integrin
α4β1) dari subfamili β1 integrin. VCAM-1 juga telah diamati di tipe sel
lainnya (misalnya, sel-sel otot polos). Molekul Adhesi yang diekspresikan
pada permukaan sel endotel dan reseptornya pada leukosit akan
menyebabkan adhesi leukosit melalui beberapa tahap. Tahapan ini
disebut cascade adhesi. Tahap pertama adalah leukosit akan menempel
dan menggelinding sepanjang endotel. Tahap ini dimediasi oleh molekul
dari kelompok selektin seperti selektin E dan selektin P, dengan ligannya
sialyllewis X pada permukaan leukosit. Tahap selanjutnya, adhesi yang
kuat dari leukosit dimediasi oleh ICAM-1 dan VCAM-1 dengan ligannya
LFA-1 (Lymphocyte function associated antigen 1) dan VLA-4 pada
leukosit yang terkativasi. Ikatan yang kuat ini mengawali migrasi lekosit
36
dari vaskuler ke jaringan. Gangguan regulasi dari molekul adhesi ini
tentunya akan menyebabkan migrasi lekosit yang berkelanjutan dan
kerusakan jaringan (Yang L et al 2005).
K. Peran ICAM-1 dan VCAM-1 pada DBD
Sel Endotel berperan dalam tahap terakhir patogenesis DBD.
Aktivasi sel endotel mengarah pada perubahan permeabilitas vaskullar
dan melepaskan faktor-faktor yang mengaktifkan jalur koagulasi. Secara
in vitro, virus Dengue yang mengifeksi sel endotel telah menunjukan
produksi beberapa kemokin termasuk IL-8. Infeksi sel endotel juga
mengarah pada aktifnya komplemen dan apoptosis selular. Fungsi sel
endotelial dipengaruhi oleh pelepasan sitokin dari sel yang telah
terinfeksivirus Dengue. Penelitian telah menunjukan supernantan dari
monosit terinfeksi virus Dengue menyebabkan peningkatan regulasi
ekspresi ICAM-1 oleh sel endotel yang mungkin dimediasi oleh TNF-α
(Anderson,.1997). Peningkatan kadar molekul permukan endotel yang
terlarut seperti ICAM-1 dan VCAM-1yang dilaporkan pada pasien DBD
(Koraka., 2004; Cardier., 2006).
Banyak faktor yang memengaruhi sel endotel termasuk pengaruh
antigen viral pada sel endotel. Peningkatan kadar sirkulasi virus dan
antigen viral yang berhubungan dengan DBD pada banyak penelitian
(libraty., 2002). Peningkatan beban viral secara relatif berkaitan lemahnya
respon IFN tipe I yang memungkinkan replikasi virus meningkat atau
memediasi adanya cross-reactive, antibodi non netralisasi, yang
37
mempercepat virus mudah mengifeksi (Srikiatkhachorn., 2014). Penelitian
baru ini telah fokus pada peran protein NS1 dengue di patogenesis
dengue. NS1 dihasilkan sebagai membran dan protein terlarut. Sirkulasi
kadar NS1 terlarut telah menunjukan korelasi dengan beratnya penyakit.
Protein NS1 menunjukan aktivasi komplemen modifikasi oleh ikatan C4
dan C1s dan meningkatkan degradasi C4b (Avirutnan., 2007).
Penelitian yang dilakukan Vielma dkk, (2014) menemukan
peningkatan awal ekspresi sIL2-R dan sVCAM-1 di sampel-sampel serum
yang secara signifikan berhubungan dengan beratnya pada waktu tahap
awal penyakit dengue yang dapat digunakan sebagai penanda beratnya
pada bentuk komplikasi pasien dengue. Sitokin seperti TNF-α dan IL-8
yang berpengaruh penting pada ekspresi molekul adhesi seperti ICAM-1
dan VCAM-1 pada sel endotel. ( Vielma., 2014)
Gambar 4. Kebocoran plasma. Virus dengue menginfeksi sel imun yang menghasilkan
sitokin dan NS-1 yang merangsang pembentukan ICAM dan VCAM dan anti NS-1 yang dapat menyebabkan kebocoran plasma.
38
Perubahan sel Endotel kemungkianan disebabkan oleh efek
sitokin atau mediator lain karena infeksi langsung terhadap sel endotel
oleh virus Dengue. In vitro, infeksi terhadap sel endotel tersebut
menginduksi produksi sitokin, kemokin, regulated and activationT cell
excretion and secretion (RANTES) dan dapat menyebabkan apoptosis
sel endotel. Perubahan sel endotel dari kondisi istirahat ke tahap
prokoagulan berkaitan dengan ekspresi beberapa molekul adhesi
yaitu ICAM-1 dan VCAM-1, selektin E, vWf, dan selektin P. Selain itu
virus Dengue dapat menginduksi aktivasi komplemen. Ekspresi ICAM-
1 dengan IL-8 dan RANTES meningkatkan adhesi sel PMN dan
mononuclear yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskuler dan trombomodulin. Peningkatan permeabilitas vaskuler ini
akan berakibat terjadinya kebocoran plasma, bahkan kebocoran
plasma tersebut telah terbukti sebagai faktor diskriminan untuk
memprediksi rejatan pada DBD terutama pada hari ke 0 dan 2.
VCAM-1 setelah mengalami suatu proses proteolisis akan ditemukan
dalam bentuk soluble dalam sirkulasi (sVCAM-1). Dilaporkan dalam
suatu penelitian bahwa sVCAM-1 meningkat pada pasien infeksi
dengue dan terutama lebih tinggi secara signifikan pada DBD-TR atau
pada fase akut dengan manifestasi lebih berat (sutaryo., 2004).
Penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan peranan sitokin
terhadap beratnya infeksivirus Dengues. Azeredo dkk, dalam
penelitannya melaporkan kadar sitokin pada 54 penderita yang
39
diperiksa di Recife Brasil, penderita yang mengalami manifestasi
perdarahan menggambarkan kadar TNF-α berhubungan dengan
beratnya penyakit. Chakravarti (2006) dalam penelitiannya
menemukan bahwa kadar dari sitokin proinflamasi meningkat secara
signifikan selama infeksivirus Dengue, Peningkatan kadar TNF-α lebih
tinggi pada penderita DBD dibandingkan demam dengue dan
membuktikan penyebab dari permeabilitas kapiler yang meningkat
dan rejatan yang terjadi saat DBD berlangsung. (Chakravarti dkk.,
2006).
Efek biologis TNF-α yaitu meningkatkan ekspresi molekul yaitu
ICAM-1, VCAM-1, selektin dan integrin ligan pada permukaan endotel
pembuluh darah, juga selektin ligan dan integrin pada permukaan sel
lekosit (Setiati., 2004). Ekspresi molekul Adhesi tersebut akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan migrasi
leukosit ke tempat infeksi untuk menyingkirkan mikroba. (abbas., A.K.
dan Lichtman, A. H., 2005). Peningkatan permeabilitas darah akan
menyebabkan perembesan plasma (plasma leakage) dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial sehingga terjadi peningkatan
hematokrit, hipoproteinemia, hipovolemia (rejatan), ada cairan dalam
rongga plura dan peritoneum (Setiati dkk., 2009).
Sel endotel berperan penting dalam mengatur permeabilitas
vaskuler dan mempertahankan homeostasis. Patogen tertentu, seperti
virus Dengue, dapat menginfeksi sel endotel dan mengganggu
40
fungsinya,dan akan menyebabkan pelepasan berbagai sitokin, yang
selanjutnya akan menrangsang ekspresi adhesi molekul,
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan aktifitas
prokoagulasi yang akan bermuara pada terjadinyagangguan
hemostasis (Huan et al., 2000).
41
J. Kerangka Pikir
Gambar 5. Kerangka Pikir
Makrofag (APC)
Disfungsi Endotel
Antibodi
Sel-Th
sitokin
TNF-α, IL-6, IL-1ß
Adhesi Netrofil
darah perifer
sel endotel
inflamasi
↑ solubelmolekul adesi :- sICAM-1/ sVCAM-1
Infeksi Virus dengue
↑molekul adhesi ICAM-1 dan VCAM-1
kematian endotel
Sel B
Netralisir
Mencegah Infeksi
Non Netralisir
Virus Dengue
Monosit
42
K. Kerangka konsep
Gambar 6 Kerangka Konsep
Ket :
= variabel bebas
= variabel antara
= variabel kendali
= variabel random
= variabel tergantung
Virus Dengue
Monosit
ENDOTEL
Transfusi Darah
Sepsis infeksi non dengue
IL-1, IL-6, TNf-@
Disfungsi Endotel
sICAM-1
/sVCAM-
1
inflamasi
Jenis
kelamin
Umur