dkpp sebagai peradilan etika modern

16
UNTUK KEMANDIRIAN, INTEGRITAS DAN KREDIBILITAS PENYELENGGARA PEMILU www.dkpp.go.id | facebook: [email protected] | twitter @DKPP_RI EDISI 1 | II | JANUARI 2014 Kuliah Etika DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu hlm 12 Kupas Tuntas VONIS ETIS TERKAIT CALEG MANTAN NAPI hlm 4-6 Teropong GUBERNUR PAPUA: TAK INGIN ADA LAGI YANG DIBERHENTIKAN hlm 13

Upload: dinhliem

Post on 16-Jan-2017

227 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

UntUk kemandirian, integritas dan kredibilitas Penyelenggara PemilU

www.dkpp.go.id | facebook: [email protected] | twitter @DKPP_RI

Edisi 1 | ii | januari 2014

Kuliah Etika

DKPP Sebagai PeraDilan etiKa MoDernOleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., Ketua Dewan

Kehormatan Penyelenggara Pemilu

hlm 12

Kupas Tuntas

VoniS etiS terKait Caleg Mantan naPi

hlm 4-6

Teropong

gubernur PaPua: taK ingin aDa lagi yang DiberhentiKan

hlm 13

Page 2: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

2

Pemilihan Umum tinggal menghitung hari. KPU se-bagai penyelenggara Pemilu menyiapkan kebutuhan-ke-butuhan yang diperlukan

guna suksesnya pesta rakyat yang digelar lima tahunan ini. Bawaslu pun melakukan upaya pencegahan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pe-nyelenggara Pemilu (KPU) dan peserta Pemilu (parpol). Sementara itu, peserta Pemilu mempersiapkan strategi dan taktik untuk pemenangan Pemilu.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sejak awal berdirinya telah melakukan langkah antisipatif terhadap berbagai kemungkinan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penye-lenggara Pemilu.

Di lingkungan internal, DKPP telah menyiapkan mekanisme persidangan melalui video conference. Perangkat elektronik canggih ini merupakan hasil kerjasama DKPP dengan kepolisian dan kejaksaan Agung. Tujuannya untuk menggelar sidang jarak jauh. Pengadu dan Teradu tak perlu repot-repot ke Jakarta. Majelis panel berada di Jakarta sementara Teradu dan Pengadu bisa ber-ada di Mapolda atau Kejaksaan Tinggi provinsi. Dengan begitu, sidang bisa berlangsung lebih efisien baik dari segi waktu maupun dari segi pembiayaan.

Ada sekitar 12 juta penyelenggara Pemilu yang terdiri dari KPU dan Bawaslu serta jajarannya yang ber-potensi menjadi pihak Teradu. Sean-

dainya setiap penyelenggara Pemilu di daerah itu diadukan, tidak menutup kemungkinan DKPP akan kewalahan. Untuk itu, DKPP menyiapkan Tim Pemeriksa Daerah. Tim Pemeriksa Daerah ini akan bertugas meme-riksa pengaduan yang dilakukan oleh KPU dan Panwaslu kabupaten/kota. Berdasarkan Peraturan DKPP No 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu, Tim Pemeriksa Daerah ini terdiri dari satu orang anggota DKPP yang merangkap sebagai ketua, satu orang komisioner KPU Provinsi, satu orang komisioner Bawaslu provinsi dan dua orang dari unsur masyarakat. Keberadaan majelis ini di ibu kota provinsi. Mengenai teknisnya, DKPP telah memberikan penjelasan melalui bimbingan teknis di sejumlah daerah.

Sedangkan untuk sesama penyeleng-gara Pemilu, DKPP telah menyiapkan perangkat berupa Peraturan Bersama KPU, Bawaslu dan DKPP tentang Tata Laksana. Peraturan ini berguna untuk meningkatkan sinergitas sesama pe-nyelenggara Pemilu sehingga tercipta hubungan yang harmonis tanpa me-ngurangi independensi masing-masing lembaga.

DKPP juga telah intensif menyo-sialisasikan kode etik terhadap partai peserta Pemilu, kepada masyarakat dan perguruan tinggi. Diharapkan dengan kesiapan ini dapat menghasilkan Pemi-lu yang berintegritas dan demokratis. (*)

Sekapur Sirih

Persiapan DKPP di Tahun Politik

Daftar Isi

Susunan RedaksiPenerbit: DKPP RI Pengarah: Prof. Jimly Asshiddiqie, SH., Nur Hidayat Sardini, S.Sos, M.Si., Saut H Sirait, M.Th., Prof Anna Erliyana, SH, MH., Dr. Valina Singka Subekti, Ida Budhiati, SH, MH., Ir. Nelson Simanjuntak Penanggung Jawab: Gunawan Suswantoro, SH, M.Si., Redaktur: Ahmad Khumaidi, SH, MH., Editor: Yusuf, S.Si, MA, Dini Yamashita S.Pi, MT, Dr. Osbin Samosir Sekretariat: Umi Nazifah, Diah Widyowati, Rahman Yasin, Susi Dian Rahayu, Sandhi Setiawan Desain Grafis dan Fotografer: Irmawanti, Teten Jamaludin, Arif Syarwani Pembuat Artikel: Tim Humas DKPPAlamat Redaksi: Jalan M. H. Thamrin No 14 Lt. 5 Jakarta Pusat, 10350. Telp/Fax: (021) 3192 2450

Warta DKPPMedia Sebagai Pilar Keempat Demokrasi hlm 3

Kupas TuntasVonis Etis Terkait Caleg Mantan Napi hlm 4-6

OpiniWebsite Sebagai Public Relation Online hlm 7

Ketok PaluPutusan DKPP di Awal Tahun hlm 8

Mereka BicaraApa Kata Mereka hlm 9-10

Sisi LainTak Semua Pengadu Paham Prosedur Beracara hlm 11

PerspektifPeran DKPP dalam Menjaga Integritas Pengawas Pemilu hlm 12

Teropong”Gubernur Papua: Tak Ingin Ada Lagi yang Diber-hentikan” hlm 13

Kuliah EtikaDKPP Sebagai Peradilan Etika Modern hlm 14-15

Parade Foto hlm 16

Page 3: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

3

Warta DKPP

Media sering disebut sebagai pilar keem-pat demokrasi sete-lah eksekutif, legis-latif, dan yudikatif.

Walaupun berada di luar sistem politik formal, keberadaan media memiliki posisi strategis dalam informasi massa, pendidikan kepada publik sekaligus menjadi alat kontrol sosial. Bahkan Benyamin Constant (1767-1830) pernah mengatakan “Dengan surat kabar, kadang-kadang muncul kericuhan, tapi tanpa surat kabar akan selalu muncul penindasan.”

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyadari pentingnya keberadaan media dalam era demokra-si seperti saat ini. DKPP berkeyakinan melalui peran media sebagai wahana komunikasi massa, penyebar infor-masi, dan pembentuk opini publik, media memiliki peran besar dalam menyukseskan Pemilu 2014 ini. Dalam waktu beberapa hari terakhir, DKPP menghadiri undangan dari berbagai media diantaranya Aktual, Gatra, dan TV One.

Dalam setiap kunjungannya, DKPP selalu menekankan visi paling pen-ting yang harus diwujudkan dalam Pemilu 2014 yakni Pemilu berintegritas. Seluruh elemen, mulai dari penye-lenggara Pemilu, partai politik peserta Pemilu, dan masyarakat pemilih harus turut serta mewujudkan visi tersebut. Termasuk yang tak ketinggalan adalah media massa.

Saat kunjungan ke redaksi Aktu-al (6/1) lalu, Anggota sekaligus juru bicara DKPP Nur Hidayat Sardini mengemukakan bahwa DKPP siap untuk menjadi garda terdepan dalam mewujudkan Pemilu yang berintegri-tas tentunya melalui penegakan kode etik bagi setiap penyelenggara Pemilu. Menurut Sardini, membanjirnya per-kara yang masuk ke DKPP seperti saat ini sungguh di luar dugaan, dalam waktu kurang dari dua tahun seba-nyak lebih dari 700 perkara masuk ke DKPP. Hal ini mengindikasikan tingginya animo masyarakat terhadap keberadaan lembaga etik ini, tentu hal tersebut tak lepas dari peran awak

media. Hal senada juga diungkapkan oleh

Ketua DKPP Prof Jimly Asshiddiqie. Dalam kunjungannya ke Redaksi Gatra (17/1) dan TV one (29/1) lalu, Jimly me-ngatakan bahwa media memiliki peran yang sangat strategis untuk mewujud-kan Pemilu berintegritas.

Jimly selalu menyatakan bahwa Pemilu 2014 ini harus lebih baik. Alasannya, persiapan kali ini jauh lebih matang dibanding Pemilu sebelum-nya. Pada Pemilu 2009, jelas Jimly, ada banyak hambatan sehingga terjadi kekacauan. Kekacauan yang paling mencolok adalah terlambatnya un-dang-undang Pemilu dan terlambatnya

pembentukan KPU di berbagai daerah. Ditambah lagi, waktu itu ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal no-mor urut caleg yang turut mengacau-kan persiapan KPU.

Dengan segala persiapan yang baik tersebut, Jimly mengharapkan kepada media massa, untuk turut melakukan pendidikan kepada publik tentang Pemilu yang berkualitas. Mantan Ketua MK ini juga menegaskan bahwa Pemilu 2014 adalah konstitusional, meskipun saat ini sedang ada upaya deligitimasi. Tugas media adalah mendorong ma-syarakat untuk memilih dan menjadi pemilih yang cerdas.

Susi Dian Rahayu

Media Sebagai Pilar Keempat Demokrasi

Page 4: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

4

Kupas Tuntas

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD 2014 (Pemilu Legislatif 2014) kurang dari tiga bulan lagi. Namun, tahapan yang telah

dilewati menyisakan catatan-catatan. Salah satunya adalah keputusan KPU yang meloloskan atau tidak meloloskan calon anggota legislatif (caleg) yang pernah menjadi narapidana. Keputusan itu dianggap menjadi masalah bagi beberapa pihak. Akibatnya Komisioner KPU diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Memang tidak banyak pengaduan terkait caleg mantan napi ini ke DKPP. Akan tetapi, pengaduan semacam ini cukup menarik sebagai sebuah catatan. Dari 758 pengaduan yang masuk ke DKPP per 30 Januari 2014, hanya ada empat pengaduan yang berkaitan dengan caleg mantan napi. Pengad-uan tersebut dapat dibagi dalam tiga kategori. Pertama adalah pengaduan yang disampaikan secara langsung oleh caleg mantan napi. Kedua, pengaduan disebabkan KPU telah meloloskan caleg mantan napi yang dianggap tidak me-menuhi syarat pencalonan. Dan ketiga, pengaduan disampaikan oleh partai politik pengusung caleg mantan napi.

Keempat pengaduan tersebut dia-jukan oleh Parlindungan Siringo-rin-

go dari Kabupaten Bangkalis, Riau; pengaduan oleh Ketua dan Anggota Panwaslu Kabupaten Buol, Sulawesi Te-ngah; pengaduan oleh Tahan Manahan Panggabean dari Sumatera Utara; dan pengaduan oleh Ketua Umum Partai Nasional Demokrasi (Nasdem) Surya Paloh. Terhadap empat pengaduan ini, oleh DKPP, tiga perkara sudah diber-ikan putusan dan satu perkara diberi ketetapan.

Kalau dicermati, kenapa pengaduan terkait mantan napi ini bisa terjadi, semua berawal dari silang pendapat antara Pengadu dengan Teradu soal peraturan hukum tentang syarat pencalonan bagi para mantan napi. Di sini karena kebetulan semuanya terkait mantan napi yang hendak mencalonkan sebagai anggota legislatif, maka per-aturan yang diperdebatkan tentunya berhubungan dengan syarat pencalonan para mantan napi menjadi anggota legislatif.

Parlindungan Siringo-ringo, misal-nya, mengadukan Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Bengkalis serta Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Riau ka-rena ada beda tafsir soal syarat mantan napi yang akan maju sebagai caleg. Sir-ingo-ringo adalah mantan napi dengan ancaman pidana di atas lima tahun. Dia mencalonkan diri sebagai caleg untuk

DPRD Kabupaten Bengkalis lewat Par-tai Hanura.

Pasal 5 Ayat (3) Peraturan Komisi Pe-milihan Umum (PKPU) Nomor 13/2013 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD menyebutkan bahwa orang yang pernah dipidana penjara lima tahun atau lebih berdasarkan putusan penga-dilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, wajib memenuhi syarat yang bersifat kumulatif. Syarat tersebut pertama adalah telah selesai menjalani pidana penjara sampai dengan dimu-lainya jadwal waktu pendaftaran dalam waktu paling singkat lima tahun. Ke-dua, secara terbuka dan jujur mengemu-kakan kepada publik sebagai mantan narapidana. Ketiga, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang.

Untuk kasus Siringo-ringo, KPU Bengkalis memutuskan tidak melo-loskannya karena tidak menemukan pernyataan yang bersangkutan di media massa terkait statusnya sebagai mantan napi dengan ancaman pidana lima tahun ke atas. Memang ada media lokal, yakni di Bengkalis Ekspres yang member-itakan pencalegan Siringo-ringo. Bagi Siringo-ringo, berita itu muncul atas inisiatifnya, sehingga dia mengklaim itu sebagai pernyataan jujurnya kepada publik.

Penilaian berbeda justru datang dari

Vonis Etis Terkait Caleg Mantan Napi

Page 5: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

5

KPU Bengkalis. KPU memutuskan bahwa berita di Bengkalis Ekspres itu merupakan berita biasa, bukan sebuah pernyataan. Di dalam persidangan yang pernah digelar, Anggota Majelis Sidang Saut Hamonangan Sirait juga menilai berita di media tersebut bukan sebuah pernyataan. “Sebenarnya Pengadu bisa saja membuat pernyataan jujur seperti iklan layanan masyarakat,” saran Saut, waktu itu.

Kasus ini oleh Siringo-ringo sebelum-nya sempat diadukan ke Bawaslu Pro-vinsi Riau. Akan tetapi ditolak, karena Bawaslu Riau menilai keputusan KPU Bengkalis sudah tepat. Atas penolakan itu, Siringo-ringo akhirnya justru melaporkan Bawaslu Riau ke DKPP. Namun, di ujung babak perkara, DKPP pada sidang putusan 2 Agustus 2013 menolak semua dalil pengaduan Sirin-go-ringo. Dengan penolakan itu, semua Teradu, yakni Ketua dan Anggota KPU Bengkalis serta Ketua dan Anggota Bawaslu Riau nama baiknya direhabi-litasi.

“Menolak pengaduan Pengadu untuk seluruhnya. Merehabilitasi Teradu I atas nama Iskandar, S.H., Teradu II atas nama Drs. H. Bakri, Teradu III atas nama Drs. Syuib Usman, Teradu IV atas nama Defitri Akbar, S.Pi, Teradu V atas nama Mustafa Kamal, Teradu VI atas nama Edy Syarifudin, S.Ag., Teradu VII atas nama Fitri Heriyanti, S.Ip, M.Si., dan Teradu VIII atas nama Rusidi Rusdan, S.Ag, M.Pd.I. masing-masing selaku Ketua dan Anggota KPU Kabupa-ten Bengkalis serta Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Riau,” demikian bunyi amar putusan DKPP.

***

Pengaduan kedua adalah pengad-uan terhadap Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah. Pengadu dalam perkara ini adalah Ke-tua dan Anggota Panwaslu Kabupaten Buol, yaitu Jamrin dan Sudirman Daud. Menurut kedua Pengadu, Ketua dan Anggota KPU Buol sudah melanggar kode etik penyelenggara Pemilu karena telah menetapkan tiga caleg yang tidak memenuhi syarat (TMS) ke dalam daft-ar calon tetap (DCT) DPRD Kabupaten Buol.

Ketiga caleg, yakni Ahmad P Dullah, Jufri S Ali, dan Moh Taufik A Intam ada-

lah mantan napi yang pernah dipenjara karena melakukan perbuatan pidana yang ancaman hukumannya di atas lima tahun. Untuk Ahmad P Dullah, se-perti kasus Parlindungan Siringo-ringo, dianggap TMS karena tidak membuat pernyataan secara jujur di media massa. Sedangkan Jufri dan Taufik dianggap TMS karena baru bebas menjalani hukuman pada 2011.

Sesuai Pasal 5 Ayat (3) huruf a PKPU Nomor 7 Tahun 2013 yang telah diubah dengan PKPU Nomor 13/2013 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD, man-tan napi yang menjadi caleg dipersyarat-kan harus selesai menjalani pidana pen-jara paling singkat lima tahun dihitung sejak keluar dari lembaga pemasyaraka-tan sampai dengan penetapan DCT. Kalau Jufri dan Taufik baru bebas pada 2011, artinya belum memenuhi syarat

minimal lima tahun.Pada dua kali sidang, para Teradu

mengaku mengetahui bahwa tiga orang itu memang TMS. Akan tetapi, me-reka tidak bisa mencoretnya karena rekomendasi Panwaslu tersebut masuk sesudah masa perbaikan. Oleh KPU, rekomendasi itu dianggap kedaluwarsa. Para Teradu juga mengaku tidak bisa berbuat banyak. Empat orang dari me-reka adalah komisioner baru yang dilan-tik pada 13 Juli 2013. Hanya satu yang merupakan komisioner lama. Mereka mengaku hanya melanjutkan keputusan komisioner sebelumnya.

Dengan segala pertimbangan, DKPP berpendapat, yang dilakukan para Teradu meskipun mungkin benar secara legal-formal, tapi secara substansial tidak bisa dibenarkan. Para Teradu su-dah tahu ketiganya TMS dan tidak bisa membuktikan rekomendasi Panwaslu salah, maka Teradu seharusnya menja-lankan rekomendasi Panwaslu tersebut.

Pertimbangan lain yang dipakai oleh DKPP adalah Keputusan Badan Kehormatan (BK) DPR RI Nomor: 02/

KEP-BK/VI/2011. Di dalam keputusan itu, BK DPR RI secara tegas akan lang-sung memberhentikan seorang caleg terpilih dari keanggotaan DPR kalau terbukti tidak memenuhi persyaratan terkait pasal 5 ayat (3) PKPU Nomor 07 Tahun 2013. Hal ini pernah terjadi pada caleg terpilih Izzul Islam dari Partai Per-satuan Pembangunan.

Dengan berbagai pertimbangan terse-but akhirnya DKPP memberi sanksi peringatan keras kepada para Teradu. Bahkan, amar putusan DKPP juga me-merintahkan kepada KPU Kabupaten Buol untuk menganulir tiga caleg yang TMS tadi.

“Menjatuhkan sanksi berupa Perin-gatan Keras kepada Teradu I, Teradu II, Teradu III, Teradu IV, dan Teradu V selaku Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Buol atas nama M. Jasin Pu-

sadan, Ibrahim R Mangge, Abd. Halim, Syafrudin K Dampal, dan Arianto. Memerintahkan KPU Kabupaten Buol untuk mencoret 3 orang Calon Legislatif DPRD Kabupaten Buol yang dinya-takan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) oleh Panwaslu Kabupaten Buol atas nama Ahmad P Dullah, Jufri S Ali dan Moh. Taufik A Intam dari Daftar Calon Tetap (DCT) DPRD Kabupaten Buol pada Pemilu Legislatif Tahun 2014,” demikian amar putusan DKPP yang dibacakan oleh Ketua Majelis DKPP Jimly Asshiddiqie di ruang sidang DKPP, Jakarta, (2/10/2013).

***

Pengaduan ketiga adalah yang diaju-kan oleh Tahan Manahan Panggabean. Dia adalah bakal caleg untuk DPRD Sumatera Utara dari Partai Demok-rat. Oleh KPU Sumatera Utara, Tahan tidak diloloskan dalam tahap DCS. KPU Sumut beralasan, Tahan adalah bakal caleg yang TMS karena pernah dipen-jara dalam kasus pidana murni dengan

Kasus ini oleh siringo-ringo sebelumnya sempat diaduKan Ke bawaslu provinsi riau. aKan tetapi ditolaK, Karena bawaslu riau menilai Keputusan Kpu bengKalis sudah tepat. atas penolaKan itu, siringo-ringo aKhirnya justru melaporKan bawaslu riau Ke dKpp. namun, di ujung babaK perKara, dKpp pada sidang putusan 2 agustus 2013 menolaK semua dalil pengaduan siringo-ringo.

Kupas Tuntas

Page 6: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

6

ancaman penjara lima tahun lebih pada 2009. Hal itu sesuai dengan keterangan Pengadilan Negeri Medan.

Tahan tidak terima dengan pen-coretan dirinya dari DCS. Soal tindak pidana yang pernah dilakukan, dia berpendapat itu merupakan tindak pidana yang beralasan politik, sehingga harus dibedakan dengan tindak pidana biasa. Sesuai penjelasan Pasal 51 Ayat (1) huruf g UU No 8/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasal 5 Ayat (3) huruf a PKPU No 13/2013, ada pengecualian bagi para mantan napi yang terbukti tindak pidananya adalah tindak pidana beralasan politik (elected official).

“Saya pernah dipenjara karena turut serta dalam demonstrasi menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli. Pen-gadilan Negeri Medan mendakwa saya dengan pasal 146 KUHP yang menurut beberapa Ahli itu adalah tindak pidana yang termasuk pidana politik. Jadi harus dikecualikan,” ungkap Tahan M Panggabean dalam sidang waktu itu.

Keyakinan Tahan tersebut juga dikuatkan dengan terbitnya Surat Mahkamah Agung RI No 26/Tuada Pidana/V/2013 tertanggal 29 Mei 2013 yang coba menjelaskan tentang yang di-maksud tindak pidana beralasan politik. Menurut pendapat Mahkamah Agung, yang dimaksud tindak pidana beralasan politik adalah orang yang memper-juangkan keyakinan politik yang memi-liki tujuan kebaikan bagi masyarakat banyak dan dilakukan tanpa kekerasan atau menggunakan senjata.

Perkara ini kalau melihat kasusnya sebenarnya sangat menarik. Publik sempat menunggu bagaimana putusan DKPP atas perkara Tahan Manahan ini, khususnya bagaimana vonis yang akan dijatuhkan oleh DKPP terkait

silang pendapat antara KPU Sumut yang menganggap itu pidana murni dan keyakinan Tahan serta para Ahli bahwa itu tindak pidana beralasan politik. Mungkin kalau perkara ini bisa diputus, minimal akan ada semacam yuris-prudensi baru yang bisa diikuti oleh perkara yang sama terkait hal itu.

Pada akhirnya publik harus puas bahwa perkara ini dengan sangat ter-paksa tidak bisa dilanjutkan persidan-gannya. DKPP menghentikan perkara ini karena para Teradu yang merupakan Ketua dan Anggota KPU Sumut saat itu sudah habis masa tugasnya. Oleh karena itu, tidak ada lagi kewenangan DKPP untuk menyidangkan para Tera-du. DKPP kemudian pada 2 Oktober 2013 membuat ketetapan atas perkara ini yang pada intinya menghentikan pemeriksaan.

***

Pengaduan terakhir atau yang keem-pat adalah pengaduan yang diajukan oleh Ketua Umum Partai Nasional Demokrasi (Nasdem) Surya Paloh. Ini terkait dua bakal caleg DPRD Kabupa-ten Tolitoli, Sulawesi Tengah, dari Partai Nasdem yang tidak diloloskan oleh KPU Tolitoli dalam DCS. Keduanya, yakni Aziz Bestari dan Idham Dahlan adalah mantan napi yang masa bebasnya belum sampai lima tahun.

Teradu dalam perkara ini adalah Hambali yang merupakan Ketua KPU Tolitoli. Menurut Nasdem, dua bakal calegnya itu adalah mantan napi yang perbuatannya masuk kategori tindak pidana politik. Dalam pengaduannya, Nasdem yakin Teradu memahami posisi yang terjadi pada dua calegnya. Akan tetapi, Teradu tidak mau membuat keputusan sesuai dengan pengetahuan-

nya. Dalam jawabannya, Teradu punya

alasan mengapa memutuskan dua bakal caleg tersebut TMS. Pertama, Teradu berpegang pada asas profesionalitas di mana seorang penyelenggara Pemilu berkewajiban bertindak berdasarkan standar operasional prosedur dan subtansi administrasi Pemilu. Yang kedua, kata Teradu, dia berpegang pada asas kepastian hukum di mana seorang penyelenggara Pemilu harus menaati semua prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Untuk Azis Bestari, keputusan Teradu juga didasarkan pada putusan MA Nomor 1099K/PID/2011 yang menya-takan bahwa Azis Bestari secara sah bersalah melakukan tindak pidana dalam perkara penggunaan surat/do-kumen palsu. Sedangkan untuk Idham Dahlan, Teradu mendasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri Tolitoli Nomor 97/Pid.B/2010/PN.Tli., yang dalam putusannya disebutkan bahwa Idham Dahlan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menghasut secara lisan di muka umum supaya orang melakukan perbuatan pidana.

DKPP dalam pertimbangan putu-sannya menyatakan bahwa apa yang diputuskan oleh Teradu sudah tepat karena sudah didasarkan pada keteta-pan hukum yang berlaku. Bagi DKPP, putusan pengadilan, baik MA maupun Pengadilan Negeri Tolitoli adalah putu-san hukum yang harus dihormati oleh siapa pun, tak terkecuali oleh DKPP. Atas penilaian itu, DKPP berkesimpulan bahwa dalil Pengadu tidak bisa diteri-ma. Putusan DKPP pada 3 Oktober 2013 pun akhirnya merehabilitasi nama baik Teradu.

arief syarwani

Kupas Tuntas

Hari pemungutan dan penghitungan suara 9 April 2014 segera tiba. Saatnya kita berduyun-duyun ke TPS terdekat.n Gunakan hak pilihmu untuk Indonesia yang lebih baik.n Lima menit untuk lima tahun.

Modus operandi pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu dalam pemu-ngutan dan penghitungan suara diperkirakan menyangkut keberpihakan.n DKPP bekerja untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas penye-

lenggara Pemilu.n Kata kuncinya: carrot and stick.

Bung Palu

Page 7: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

7

Pada era Teknologi Web 2.0 ini, portal resmi suatu lembaga adalah media yang sangat penting. Media online

(website) berfungsi sebagai Pub-lic Relation online bagi lembaga yang dapat mempengaruhi image lembaga secara signifikan. Website menjadi salah satu ujung tom-bak bagi percepatan penyebaran informasi, dan sosialisasi bagi masyarakat. Batasan-batasan dan hambatan-hambatan geografis, iklim dan cuaca tidak lagi menjadi penghalang bagi tersebarnya infor-masi kepada masyarakat.

Sebagai website resmi, www.dkpp.go.id telah memenuhi semua parameter kualitas sebuah portal. Mulai kemudahan mengakses por-tal melalui berbagai jenis perangkat media digital (Accessibility), kece-patan (Speed), petunjuk portal (Nav-igation), nyaman dibaca (Readibility), informasi yang disediakan (Content), kerapian tata letak informasi (Layout), perhiasan (Accessories) dan pemilihan warna (Colour).

Jumlah pengunjung pada setiap berita yang diupload, banyaknya pengaduan yang masuk melalui email [email protected] , Putusan dan Maklumat DKPP yang diunggah menjadi salah satu indikator efektifnya website DKPP sebagai sarana informasi dan komu-nikasi. Tak sedikit media massa baik cetak maupun online yang menjadikan berita-berita di website DKPP sebagai referensi. Bahkan Komisi II DPR RI pernah memuji website DKPP sebagai website yang paling update dibanding-kan dengan website penyelenggara Pemilu lainnya.

Namun, pada 27 Desember 2013 www.dkpp.go.id diretas. Peretas memodifika-si halaman website dengan mengubah gambar, script, dan teks yang tampilan-nya mengubah seluruh halaman pada website DKPP. Cara yang dilakukan oleh peretas adalah melalui hosting website yang dilakukan melalui ISP (Internet Service Provider) dengan space tertentu lalu melakukan upload melalui cPanel (control panel) menggunakan teknik

VPS (Virtual Private Server). Kerugian yang disebabkan karena

peretasan ini adalah terhentinya total informasi fungsi, kinerja dan image DKPP secara signifikan. Masyarakat ti-dak lagi dapat mengakses website DKPP karena system terpaksa dishutdown sementara tim IT DKPP bekerja untuk merestore kembali system. Lebih parah lagi karena proses migrasi server ada beberapa file data yang hilang. Tentunya ini sangat merugikan lembaga. Data Putusan dan Maklumat setahun lenyap. Admin website DKPP harus bekerja keras mengkompilasi data-data yang hilang, itu artinya sama dengan bekerja mundur satu tahun ke belakang.

Bahkan imbas dari peretasan ini menimbulkan efek domino yaitu pu-tusnya link ke media social antara lain Twitter, Facebook dan Youtube. Admin website harus melakukannya secara manual. Tentunya hal ini mengurangi percepatan penyebaran informasi. Melalui sosial media, DKPP dapat le-bih mudah menyampaikan informasi terkait berita-berita sidang yang digelar, aktivitas di luar persidangan bahkan berkomunikasi secara langsung dengan masyarakat, dan mengetahui tanggapan masyarakat mengenai kinerja DKPP. Umpan balik berupa komentar baik komentar positif maupun komentar

negative merupakan masukan agar DKPP ke depan menjadi lebih baik lagi.

Belajar dari peretasan ini, DKPP kini menggunakan server sendiri agar bisa memproteksi diri dari customized. Website DKPP saat ini masih dalam pro-ses rebuild. Ke depan DKPP akan terus melakukan review, testing dan simulasi berkala terhadap server. DKPP juga akan bekerja sama dengan ahli-ahli IT untuk melakukan audit implementasi security webservernya.

DKPP sebagai pihak yang sangat dirugikan memandang serius masalah ini dan tidak berdiam diri. Ketua DKPP Prof. Jimly Asshidiqqie memerintahkan Sekretariat DKPP untuk melaporkan peretasan ini kepada Cyber Crime Bare-skrim Mabes Polri. Untuk diketahui saat ini pihak Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri telah berhasil menangkap pelaku peretasan. Selanjutnya akan diproses sesuai UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pemilu 2014, tepatnya 9 April yang tinggal dalam hitungan hari saja, semo-ga peretasan website www.dkpp.go.id dapat menjadi refleksi bagi penyeleng-gara Pemilu lain (KPU & Bawaslu) untuk lebih memastikan sistem keamanan yang kuat pada website mereka.

diah widyawati

Opini

Website Sebagai Public Relation Online

Page 8: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

8

Titin Sumarni absen dalam sidang Putusan dugaan pelanggaran kode etik KPU Kab. Kaur dan KPU Prov. Bengkulu, Kamis

(30/1). Padahal, putusan itu menyangkut masa depannya selaku anggota KPU Kab. Kaur.

Memang, agenda pembacaan Putusan tidak diwajibkan untuk hadir baik kepa-da Teradu, yang diperkarakan, maupun kepada Pengadu, yang memperkarakan. Hanya saja, Pengadu dan Teradu dian-jurkan untuk datang.

“Saya tadinya mau hadir. Saya dapat informasi pembacaan putusan hari Rabu. Pengennya sih ikut. Tapi situasi tidak memungkinkan. Dari tempat saya ke bandara sekitar 6-7 jam. Belum lagi pemesanan tiketnya,” kata dia ketika di-wawancarai News Letter DKPP melalui telepon selularnya, Selasa (04/2).

Kemudian, dia berkonsul-tasi kepada salah seorang komisioner KPU Prov. Jam-bi atas ketidakhadirannya itu. “Saya diinformasi dari salah seorang komisioner KPU Bengkulu bahwa pembacaan Putusan, baik Teradu maupun Pengadu tidak diwa-jibkan datang. Nanti hasilnya dikasih tahu,” ucapnya menirukan perkataan yang di-sampaikan anggota KPU Bengkulu itu.

Dia akhirnya lega atas informasi itu. Namun, kelegaan itu tidak berlangsung lama. Dia merasa kaget mendapatkan kabar dari komisioner KPU Prov. Jambi bahwa dirinya dipecat. “Saya pasrah dan diam walaupun tidak rela. Apa boleh buat, Putusan DKPP final dan mengikat,” ujar perempuan berjilbab itu.

Dia mengaku tegar atas Putusan itu. Dia juga tidak merasa bersedih sedikit pun. “Saya gentlemen,” katanya. Meskipun begitu, dirinya tetap merasa tidak bersalah. Dia bersikukuh pada keyakinannya bahwa dirinya tidak pernah mencalonkan menjadi anggota

legislatif dari Partai Bintang Reformasi pada Pemilu Legislatif 2009. “Saya lagi menunggu Putusan resminya dari KPU (KPU Provinsi Bengkulu, red),” ucapnya.

Kalau memang dipecat, lanjut dia, di-rinya akan kembali ke dunia habitatnya. “Saya akan kembali mengajar di PAUD Arrahman, di kampung saya,” jelas dia.

***

Titin Sumarni adalah salah satu dari dua orang penyelenggara Pemilu yang

diberhentikan tetap oleh De-wan Kehormatan

Penye-lenggara Pemilu di awal tahun ini. Salah seorang komisioner KPU Kaur ini diperkara-kan oleh Didi Iswandi dan Karyodi. Didi dan Karyodi juga mengadukan lima komisioner KPU Bengkulu, Irwan Saputra selaku ketua dan Eko Sugianto, Aries Munandar, Zainan Sagiman serta Siti Baroroh, masing-masing sebagai anggota.

Pokok pengaduannya, Pengadu me-merkarakan para pihak Teradu, Ketua dan Anggota KPU Provinsi Bengkulu, terindikasi melanggar kode etik dalam menetapkan anggota KPU Kaur periode

2013-2018 karena telah menetapkan Tit-in Sumarni sebagai anggota KPU Kaur. Sedangkan Titin diduga terlibat partai politik yang dibuktikan dengan DCS pengajuan calon anggota DPRD Kaur Tahun 2009.

Dalam amar putusannya, DKPP men-jatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap terhadap Teradu VI selaku Anggo-ta KPU Kabupaten Kaur atas nama Titin Sumarni. Namun berbeda dengan ketua dan anggota KPU Bengkulu.

“DKPP merehabilitasi Teradu I, Teradu II, III, Teradu IV dan Teradu V atas nama Sdr. Irwan Saputra, S.Ag., M.M, Sdr. Eko Sugianto, S.P., M.Si, Sdr.

Aries Munandar, AP, S.Sos., M.Si, Sdr. Zainan Sagiman, S.H., Sdri. Siti Baroroh, M.Si, yang ma-

sing-masing sebagai Ketua dan Anggota KPU Provinsi

Bengkulu,” kata Nelson saat membacakan amar putusan.

Selain Titin, yang divonis me-langgar kode etik penyelenggara

Pemilu adalah anggota Panwas-cam Buduran Dian Andjani Pra-

bandaru. Pihak Pengadu Sufyanto, ketua Bawaslu Jatim dan Burhanud-

din, anggota Panwaslu Sidoarjo. Teradu sebelumnya diadukan oleh

Ketua Panwaslu Sidoarjo Burhanud-din karena dianggap tidak pernah menjalankan tugasnya. Teradu juga tidak pernah menghadiri rapat Pleno. Dia hanya hadir saat mengambil honor. Pengaduan ini didasarkan pada pemantauan yang dilakukan oleh Panwaslu Sidoarjo serta laporan ma-syarakat. Menurut Pengadu, sudah ada klarifikasi terhadap yang bersangku-tan, namun dia justru keukeuh merasa tidak melanggar kode etik.

Berdasarkan hasil rekapitulasi dari sekretariat DKPP, selama awal tahun ini DKPP sudah memberhentikan tetap dua anggota penyelenggara Pemilu. Sementara penyelenggara Pemilu yang direhabilitasi lebih banyak, 10 orang. Ada pun pengaduan yang diterima hingga 30 Januari, sebanyak 80 perkara. Dari jumlah pengaduan tersebut, ada 66 perkara yang dismiss dan 14 perkara yang disidangkan.

teten jamaludin

Ketok Palu

Putusan DKPP di Awal Tahun

Ketok PaluKetok Palu

Page 9: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

9

Mereka Bicara

Pada Kamis (19/12) lalu, DKPP menggelar acara DKPP Outlook 2013: Refleksi dan Proyeksi yang diselengga-rakan di kantor Sidang

Utama KPU RI Jln. Imam Bonjol No 29. Acara ini dihadiri oleh berbagai unsur, meliputi Penyelenggara Pemilu, aka-demisi, Ormas, mahasiswa dan media. Diselenggarakannya acara ini bertujuan untuk mereview apa saja yang telah dikerjakan selama hampir satu setengah tahun berdirinya lembaga ini. Tentu masih banyak koreksi dan evaluasi yang harus diperbaiki, namun banyak pula pujian yang datang untuk lembaga yang baru berdiri ini.

Dalam acara tersebut, diisi oleh bebe-rapa narasumber yang terdiri dari ber-bagai elemen, seperti Komisioner KPU dan Bawaslu, penggiat media, penggiat Pemilu, akademisi, dan pihak yang per-nah menjadi Pengadu di DKPP. Penseg-mentasian narasumber ini tentu bukan tanpa alasan, DKPP sengaja mengkom-posisikan narasumber tersebut karena

ingin melihat bagaimana respon akan kinerja dan harapan untuk DKPP dari perspektif mereka.

Narasumber dalam acara tersebut dari unsur penyelenggara Pemilu Ketua KPU RI Husni Kamil Manik dan Anggota Bawaslu RI Nasrullah. Dari unsur media Pemimpin Redaksi Majalah Gatra Heidy Lugito, dari unsur masyarakat yang pernah menjadi Pen-gadu di DKPP Arief Wismansyah. Dari unsur akademisi Irmanputra Sidin, ahli hukum tata negara dan Ray Rangkuti, penggiat Pemilu.

Keenam narasumber dengan latar-belakang yang berbeda tentu memiliki opini yang berbeda tentang DKPP, namun harapan mereka sama yakni terselenggaranya Pemilu berintegritas. Berikut pandangan mereka tentang DKPP:

HuSni KaMiL ManiK, Ketua KPu Ri

Ketua KPU Husni Kamil Manik mengaku kehadiran DKPP menjadi hal

yang positif bagi lembaganya. Sebagai korban dan calon korban penegakan kode etik DKPP, keberadaan DKPP diakuinya mampu membuat jajarannya lebih berhati-hati. Beberapa putusan DKPP yang dijatuhkan kepada jajaran KPU, menurutnya sebagai pembela-jaran.

“Kreativitas harus tetap kami lakukan tanpa melanggar kode etik. Dengan adanya DKPP kami terpicu untuk selalu memperbaiki diri. Meskipun, semua sebenarnya harus berangkat dari diri kami sendiri,” ungkap Husni.

naSRuLLaH, anggota Bawaslu RiAnggota Bawaslu Nasrullah ber-

pendapat bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ke depan bisa dijadikan sebagai peradilan Pemilu.

“Dengan menjadi peradilan Pemilu, DKPP bisa mengadili baik sengketa Pemilu maupun kode etik penyelengga-ranya,” kata Nasrullah.

Pernyataan Nasrullah didasarkan pada fakta bahwa penegakan etika oleh

Apa Kata Mereka...

Page 10: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

10

Mereka Bicara

DKPP mampu menciptakan tero-bosan-terobosan baru. Banyak yang menilai putusan DKPP melebihi kewe-nangannya. Tapi menurut Nasrullah hal itu perlu untuk mengisi kekosongan hukum.

“Sifat putusan DKPP yang final dan mengikat memungkinkan untuk melakukan inovasi dan kreativitas dalam melihat suatu perkara. Kami di Bawaslu tidak bisa melakukan hal itu, karena akan terbentur oleh aturan-atur-an hukum yang ada,” tambah Nasrullah.

HEDDy LugiTO, Pemimpin Redaksi gatra

Pemimpin Redaksi Majalah Gatra Heddy Lugito, dalam pandangannya sebagai orang media mengungkap-kan dengan banyaknya perkara yang sudah ditangani oleh DKPP menun-jukkan kerja DKPP sangat efektif. Terobosan-terobosan yang diambil oleh DKPP juga dinilai sebagai hal yang progresif. Dalam waktu satu setengah tahun DKPP mampu menjadi perhatian media massa.

 “Kita butuh lembaga seperti DKPP. Bagi KPU dan Bawaslu, seharusnya DKPP tidak perlu ditakuti, tapi justru harus disyukuri karena ada yang men-gawasi. Usulan menjadikan DKPP se-bagai peradilan Pemilu sepertinya perlu dipertimbangkan,” ujar Heddy.

arif Wismansyah, Walikota Tan-gerang (Pengadu)

Sebagai pihak yang pernah menjadi Pengadu di DKPP, Arif Wismansyah mengungkapkan bahwa DKPP meru-pakan terobosan dalam mewujudkan good governance. Menurutnya, DKPP merupakan lembaga yang aman dan masih terjaga integritasnya.

“Ketika saya dijegal dalam pen-calonan, saya melaporkan perkara saya ini ke berbagai institusi namun satu-sa-tunya lembaga yang terampil dan mem-berikan keadilan hanya DKPP. Cahaya keadilan datang dari DKPP, semoga DKPP selalu dapat menjaga integritasn-ya,” ungkap Arif.

iRManPuTRa SiDin, Pakar Hukum Tata negara

Menurut Irman, banyaknya perkara yang masuk ke DKPP merupakan hal positif karena masyarakat mulai men-yadari kehadiran pranata etik seperti

DKPP. Selain itu, kehadiran DKPP dapat membantu kinerja penegak hukum lainnya.

“Banyaknya perkara yang masuk ke DKPP merupakan hal positif, kita dapat melihat bahwa masyarakat mulai men-yadari kehadiran pranata etik ini, dan masyarakat menaruh harapan terhadap DKPP ini,” terang Irman.

Cara DKPP menangani perkara yang cepat dan efektif juga memberikan angin segar bagi para pencari keadilan. Mekanisme persidangan yang terbuka juga memberikan kepastian, sehingga semua yang terjadi dalam persidangan dapat diketahui oleh publik.

Ray RangKuTi, Direktur Lingkar Madani (Lima)

Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengungkapkan keberadaan

DKPP dapat memberikan efek psikol-ogis bagi penyelenggara Pemilu dalam melaksanakan tupoksinya agar tidak melanggar etika.

Menurutnya, dengan banyaknya penyelenggara Pemilu yang diberhen-tikan tetap oleh DKPP, membuat para penyelenggara Pemilu lebih berhati-hati dalam bertindak. Apalagi dari jenis sanksi yang diberikan DKPP ada sanksi yang bersifat mendidik, yakni sanksi Peringatan.

“DKPP merupakan struktur yang aneh, namun meskipun aneh kinerjanya sangat efektif. Tidak dapat dipungkiri, hadirnya DKPP ini memberikan efek psikologis bagi para penyelenggara Pemilu dalam bertindak agar lebih ber-hati-hati,” ungkap Ray Rangkuti.

susi dian rahayu

Page 11: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

11

Bagian Pengaduan merupa-kan pintu gerbang masukn-ya pengaduan di ling-kungan sekretariat Dewan Kehormatan Penyelenggara

Pemilu sebelum masuk ke persidangan. Para staf bertugas menerima setiap pengaduan masuk. Tak pelak, mereka pun akan menghadapi para Pengadu de-ngan berbagai karakteristik dari seluruh Indonesia.   

Zaidy Baiturazak, staf bagian Pengad-uan di Sekretarait DKPP memiliki cerita ketika menerima pengaduan. Secara prosedur dia menerima pengaduan sesuai dengan Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Bera-cara Kode Etik Penyelenggara Pemilu sekarang direvisi menjadi Peraturan DKPP No. 1  Tahun 2013 tentang Pe-

doman Beracara Kode Etik Penyeleng-gara Pemilu Pasal 5, 6, 7 dan 8. “Pengadu harus mengisi formulir Pengaduan dan atau laporan Form I-P/L DKPP dengan menyerahkan paling sedikit dua alat bukti,” katanya.

Tidak semua Pengadu mengetahui prosedur beracara di DKPP. Pengadu hanya mengisi form pengaduan, tapi tidak menyerahkan minimal dua alat bukti. Bahkan, tidak sedikit pengacara yang tidak tahu prosedur beracara di DKPP ini.   

“Kami ini bagaikan konsultan yang harus menjelaskan tata cara sampai terkadang terkait kontennya. Pengadu yang tahu prosedur beracara itu adalah mereka yang pernah beracara di sini,” kata pria penyuka lagu dangdut itu. 

Hal serupa diceritakan staf Pengad-

uan lainnya, Santo Gotia. Kata dia, ada Pengadu ada yang hanya bersedia melapor dengan mengisi formulir tapi tidak menyerahkan bukti. Ada pula yang menyerahkan alat bukti tapi tidak bersedia mengisi formulir. “Misalnya ada Pengadu yang menyerahkan bukti berupa kliping koran dan foto-foto keja-dian di lapangan, namun si Pengadu ini ngga mau mengisi diform. Anehnya lagi mereka berharap agar DKPP mempros-esnya,” ujar dia.

Untuk itu, lanjut pria kelahiran Sulawesi itu dia memberikan pema-hamanan mengenai teknis beracara termasuk menyerahkan buku prosedur beracara di sini. “Dengan begitu me-reka merasa terinformasikan,” katanya bangga.

(Bersambung)

Sisi Lain

Cerita Staf Bagian Pengaduan di DKPP

@Bintang_Lukman: Tetap jaga semangat dan ideologi Pancasila dalam rangka menjaga demokrasi indonesia, terus berjuang @DKPP_RI@zainalbakri : Penting juga bagi @ DKPP_RIuntuk membekali penyelenggara Pemilu di level kabupaten/kota.@maswirowanto: Perlu diwacanakan DKPP ada di Provinsi seperti Bawaslu@lampungbersih: Anggota KPU / Bawaslu tidak netral? Tidak profesional? Main mata dengan peserta pemilu? Laporkan ke @DKPP_RI

Tak Semua Pengadu Paham Prosedur Beracara

Page 12: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

12

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai lembaga negara yang mempunyai tugas menegakkan kode

etik penyelenggara Pemilu secara sig-nifikan telah membuktikan kinerjanya dalam menjaga integrit as pengawas Pemilu. Integritas dapat dipahami dalam perilaku pengawas Pemilu dan ditunjukkan melalui kesesuaian antara ucapan dan perbuatan yang di dalam-nya terdapat norma, moral, dan asas. Integritas dalam proses penyelengga-raan Pemilu yang demokratis ditandai oleh adanya kepastian hukum dalam pengaturan setiap tahapan penye-lenggaraan Pemilu yang dirumuskan berdasarkan asas-asas Pemilu yang demokratis.

Berkaitan dengan penanganan pelanggaran Pemilu, integritas dapat dikonkretkan ke dalam proses, hasil Pemilu, sistem penyelesaian pelangga-ran, dan sengketa Pemilu secara adil. Semua ketentuan yang mengatur proses dilaksanakan secara adil, integritas dalam proses pemungutan suara dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, transparan, dan akurat. Dalam etika, integritas diarti-kan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Lawan dari integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau munafik). Seseorang dikatakan “mem-punyai integritas” apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya.

Pengawas Pemilu harus selalu ber-

usaha untuk melaku-kan tindakan yang berkaitan dengan kepentingan umum dengan mengedepan-kan prinsip-prinsip dan norma serta etika yang berlaku di dalam undang-undang sebagai pedoman bagi penye-lenggara Pemilu. Nilai tersebut menggambar-kan keseriusan dan ke-yakinan yang menjadi ukuran mutlak bagi terselenggaranya pemi-lihan umum yang adil dan beradab. Integritas menjadi karakter kunci bagi seorang pemimp-in. Seorang pemimpin yang mempunyai integ-ritas akan mendapat-kan kepercayaan (trust) dari bawahan dan anggotanya. Pimpinan yang berintegritas dipercayai karena apa yang menjadi ucapann-

ya juga menjadi tindakannya. Bagi pengawas Pemilu yang tidak pu-

nya integritas dapat dikenakan sanksi etika sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu berupa te-guran tertulis, pemberhentian semen-tara, atau pemberhentian tetap. Pada perkembangan terakhir DKPP sudah

Peran DKPP dalam Menjaga Integritas Pengawas Pemilu

Perspektif

Oleh Dr. ihat Subihat, SH., MH., Penulis adalah tenaga ahli DKPP RI dan Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum UIN Bandung.

pengawas pemilu harus selalu berusaha untuK melaKuKan tindaKan yang berKaitan dengan Kepentingan umum dengan mengedepanKan prinsip-prinsip dan norma serta etiKa yang berlaKu di dalam undang-undang sebagai pedoman bagi penyelenggara pemilu.

memberhentikan/memecat sebanyak 111 penyelenggara Pemilu (dari KPU dan Bawaslu) dengan bentuk pelang-garan yang bermacam-macam seperti melakukan penggelembungan suara, tidak netral atau berpihak kepada salah satu calon, dan lain-lain. DKPP juga telah memberhentikan sementara seba-nyak 13 orang dan memberi peringatan tertulis terhadap 129 orang.

Berbeda ketika DKPP belum ter-bentuk, penanganan pelanggaran etika menggunakan PKPU Nomor 38 Tahun 2008 tentang Tata Kerja De-wan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Pemilihan Umum Provinsi. PKPU No. 38 Tahun 2008 ini tidak secara signifikan dapat menjawab persoalan etika baik di pusat maupun di daerah. l

Page 13: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

13

Gubernur Papua Lucas Enembe merasa malu. Pasalnya, Papua adalah provinsi yang penyeleng-gara Pemilunya paling

banyak diberhentikan tetap oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Berdasarkan catatan dari DKPP ada 64 penyelenggara Pemilu dari Provinsi Papua yang diberhentikan. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan de-ngan provinsi yang lain.

“Saya tak mau lagi ada pemecatan anggota KPU maupun Bawaslu di Pro-vinsi Papua,” kata Lucas Enembe, hal itu disampaikan dalam acara Sosialisasi Bagi Pemangku Kepentingan Penye-lenggaraan Pemilihan Umum 2014 yang Damai Berkualitas, Bermartabat, Berkemandirian, Berintegritas dan Ber-kredibilitas di aula Sasana Krida kantor Gubernur Provinsi Papua, Sabtu (18/01) sekitar pukul 14.00 WIT. Perwakilan komisioner KPU RI yang hadir, Ida Budhiati, Arif Budiman. Dari Bawaslu RI, ketua dan anggota Muhammad, Nelson Simanjuntak dan Endang Wih-datiningtiyas. Hadir pula dari Komnas HAM Natalis Pigai. Dari DKPP, Jimly

Asshiddiqie, Nur Hidayat Sardini dan Saut H Sirait.

Dia menilai, pemecatan terhadap anggota KPU di Provinsi Papua itu menunjukan kualitas penyelenggara Pemilu di Papua masih rendah. Untuk itu dia berharap, semua harus menjaga dan tidak disibukkan dengan DKPP karena penyelesaiannya bukan di sana melainkan cukup di Papua dengan cara yang bermartabat dan terhormat.

“Banyaknya penyelenggara Pemilu dari Papua yang dipecat karena ini men-yangkut kualitas penyelenggara Pemilu. Saya tidak ingin pada hajat besar nanti, Pemilu, ada masalah. Untuk itu, saya berharap Penyelenggara Pemilu nanti dapat melaksanakan dengan baik. De-ngan diadakan acara ini, tak ada lagi penyelenggara Pemilu yang diberhenti-kan,” pintanya.

Hal serupa juga disampaikan oleh Arief Budiman. Dia meminta kepa-da penyelenggara Pemilu agar tidak mengikuti pesanan-pesanan yang bisa merusak independensi penyelenggara Pemilu. “Mari ikut dan laksanakan aturan yang ada, agar penyelenggara Pemilu terbebas dari pemecatan DKPP,”

pintanya. Sementara itu, Jimly menyampaikan

bahwa lembaganya tidak terlibat da-lam teknis Pemilu. Tapi DKPP turut bertanggung jawab terhadap suksesnya Pemilu. Ada pun terkait dengan banyak-nya penyelenggara Pemilu yang dipecat, kata dia, itu terjadi terhadap komision-er-komisioner lama yang akan menga-khiri masa jabatannya. Mereka berpihak terhadap salah satu pasangan calon terutama incumbent. Untuk itu, DKPP meminta kepada semua penyelenggara Pemilu itu bersikap netral dan tidak berpihak. Dirinya pun optimis bahwa penyelenggara Pemilu ini akan sukses. Salah satu indikatornya bakal adanya kenaikan tingkat partisipasi pemilih.

“Berdasarkan survey-survey, Pemilu 2014 tingkat partisipasinya kan mening-kat jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya,” tutup dia.

Untuk diketahui, selain sosialisasi acara ini merupakan kegiatan puncak dari kegiatan bimbingan teknis DKPP dan KPU. Peserta bimbingan teknis adalah anggota KPU kabupaten dan kota se Papua.

teten jamaludin

”Gubernur Papua: Tak Ingin Ada Lagi yang Diberhentikan”

Teropong

Page 14: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

14

Pada era modern sekarang ini, praktik demokrasi tidak lagi hanya berpaku pada me-kanisme formal yang pasif dan kaku tetapi demokrasi

perlu dimaknai secara komprehensif. Dalam arti kata, demokrasi substansial harus tegak selaras, serasi, dan seim-bang dengan demokrasi prosedural. Itulah pentingnya memadukan ide demokrasi baik sebagai perangkat keras (hardware) maupun sebagai perangkat lunak (sofware). Dengan memaknai demokrasi dalam dua sudut pandang ini, maka ide-ide demokrasi yang memuat tentang norma, apakah itu norma hukum, norma etika dan norma agama akan bisa dengan mudah ditransformasikan ke dalam sistem ke-hidupan berbangsa, dan bernegara. Dan kebebasan (liberty) dalam demokrasi harus disejajarkan pula dengan iklim kompetisi dan kerjasama yang komple-menter (competition and cooperation)

secara simultan. Dengan demikian tidak perlu ada pertentangan antara norma hukum, norma etika, dan norma agama atas nama ideologi politik karena ide-ide politik kebangsaan kita sudah jelas tercermin pada Pancasila dan UUD 1945.

Dalam praktik bernegara, ide-ide demokrasi tentang kebebasan selalu diterjemahkan secara normatif se-hingga selalu muncul interpretasi-in-terpretasi hukum berdasarkan kepen-tingan siapa yang berkuasa termasuk menafsirkan Pasal-pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan. Akibatnya, penegakan hukum tidak dilaksanakan dengan baik. Hukum dan penjara yang jadi trand penyelesaian masalah dalam faktanya tidak mampu menyelesaikan masalah. Ironinya lagi, institusi dan aparatur penegak hukum banyak yang tidak lagi bertindak pro-fesional. Peradilan diarahkan untuk memenuhi kepentingan orang kuat. Im-

plikasi negatifnya, peradilan mengalami krisis kepercayaan yang hebat.

PRaKTiK PERaDiLan ETiKa MODERn

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan perkem-bangan lebih lanjut dari lembaga Dewan Kehormatan KPU (DK KPU) yang sudah ada sebelumnya yang diatur berdasar-kan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Sejak UU No. 22 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum, putusan Dewan Kehormatan dinyatakan bersifat final dan mengikat, sehingga oleh karena itu dapat dikatakan memiliki karakter dan mekanisme kerja seperti lembaga peradilan. Oleh karena itu, sejak ter-bentuknya DK-KPU pertama kali pada tahun 2009, dimana saya dipercaya menjadi ketuanya secara berturut-turut selama tahun 2009 dan 2010, me-kanisme kerja Dewan Kehormatan

Kuliah Etika

DKPP Sebagai Peradilan Etika ModernOleh Prof. Dr. Jimly asshiddiqie, SH., Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

Page 15: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

15

ini didesain sebagai badan peradilan etika yang menerapkan semua prinsip peradilan modern.

Adalah pertama kali dalam sejarah KPU dimana berdasarkan UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum membentuk DK KPU. Tahun 2008 akhir setelah saya pensiun dari hakim Konstitusi, saya diminta menjadi ketua DK KPU. DK KPU diben-tuk berdasarkan rekomendasi Bawaslu. Anggota DK KPU secara resmi dibentuk tanggal 22 Desember 2008. Anggota DK KPU berjumlah 5 orang, yakni saya sendiri sebagai ketuanya, dan anggota Ahmad Syarifuddin Natabaya (mantan hakim Konstitusi), Syamsul Bahri (an-ggota KPU), Endang Sulastri (anggota KPU), dan I Gusti Putu Artha (anggota KPU), dan satu tahun kemudian (2009) Ahmad Syarifuddin Natabaya diganti oleh Komaruddin Hidayat (mantan ke-tua Panwaslu 2004).DK KPU dibentuk dengan tujuan melakukan investigasi terhadap setiap anggota KPUD yang di-duga melakukan pelanggaran kode etik Pemilu. Pada awal bekerja, berdasarkan laporan Bawaslu, DK KPU berkonsen-trasi pada 4 daerah untuk penanganan dugaan pelanggaran kode etik yaitu Pa-pua, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Utara.

Saya ingin memberikan pengertian kepada masyarakat kita sekarang, bahwa konsekuensi demokrasi modern adalah kita harus menyelenggarakan pemerintahan yang akuntabel termasuk menerapkan prinsip-prinsip peradilan etika yang terbuka. Meskipun konseku-ensi dari praktik keterbukaan meng-alami tantangan. Contoh kasus, DK KPU pernah memberhentikan ketua dan anggota KPU Provinsi Sumatera Se-latan periode 2008-2013, yakni Syafitri Irwan, Mismiwati, Helmi Ibrahim, Ahmad Bakri, dan Alfiyan Toni yang diberhentikan sementara.

Keempat orang yang diberhentikan karena terbukti melanggar ketentuan Pasal 11 huruf (i) jo ketentuan Pasal 29 ayat (2) huruf (a) Undang-Undang No-mor 22 Tahun 2007 tentang Penyeleng-gara Pemilu dan Pasal 9 ayat (4) huruf (i) jo Peraturan KPU Nomor 31 Tahun 2008 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilu. DK KPU juga memberhenti-kan anggota KPU Pusat Andi Nurpati karena terbukti melanggar kode etik pemilu pada penyelenggaraan pemilu-

kada Kabupaten Toli-Toli. Untuk kasus Andi Nurpati DK KPU merekomen-dasikan kepada Presiden supaya segera memberhentikan yang bersangkutan dari keanggotaan KPU. Pada prinsipnya, DK KPU baik dalam pemeriksaan maupun dalam persidangan kode etik senantiasa mengidentifikasi dengan cermat dan memutuskan setiap status anggota KPU yang melanggar kode etik Pemilu akan diberikan sanksi sesuai bobot pelanggaran.

Sedangkan DKPP sejak dibentuk 12 Juni 2012 sampai dengan akhir Febru-ari 2014 ini telah menangani perkara dugaan pelanggaran kode etik penye-lenggara pemilu sebanyak 569 dengan rincian 442 ditolak, 135 disidangkan, 368 anggota direhabilitas, peringatan tertulis 112, peringatan sementara 13 dan pemberhentian tetap 86 anggota dari 131

perkara yang diputuskan, 96 putusan dan 5 ketetapan. Umumnya pelangga-ran kode etik karena keberpihakan pada calon peserta pemilu. Kasus paling ken-tara adalah penetapan pasangan calon Gubernur Jawa Timur 2013-2018 dengan tidak meloloskan pasangan Khofifah In-dar Parawansyah-HermanSumawiredja, kasus pemilukada Kota Tangerang pada penghujung 2013, dan sebelumnya kasus pemilukada Provinsi Sulawesi Tenggara, beberapa daerah di Papua, Kalimantan, dan Sumatera.

Beberapa prinsip penting yang dipraktikkan dalam penyelengga-raan peradilan etik DKPP adalah prinsip-prinsip ‘audi et alteram partem’, prinsip independensi, imparsialitas, dan transparansi. Dengan diberlakukannya prinsip-prinsip tersebut, maka semua pihak yang terkait dengan perkara wajib didengarkan dalam persidangan yang diselenggarakan secara terbuka, dimana para anggota DKPP bertindak sebagai hakim yang menengahi pertentangan untuk mengatasi konflik dan memberi-

kan solusi yang adil. Sebagai pengadilan, para anggota

DKPP juga bersikap netral, pasif, dan tidak memanfaatkan kasus-kasus yang timbul untuk popularitas pribadi. Para anggota dilarang menikmati pujian yang timbul dari putusan, dan sebali-knya dilarang pula tersinggung atau marah karena dikritik oleh masyarakat yang tidak puas akan putusan DKPP. Pendek kata, sebagai lembaga peradilan etika, DKPP juga harus menjadi contoh mengenai perilaku etika dalam menye-lenggarakan sistem peradilan etika yang menyangkut aneka kepentingan yang saling bersitegang antara para peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu atau antara masyarakat pemilih (voters) dengan penyelenggara pemilu, ataupun di antara sesama penyelenggara pemilu sendiri, khususnya antara aparat KPU

dan aparat Bawaslu.Dengan demikian, dalam rangka

mewujudkan peradilan yang bebas, mandiri, dan independen dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary), maka peran para hakim diharapkan selain harus memberikan teladan bagi etika penegakan hukum juga memiliki kesadaran ethhics yang tinggi dalam penegakan keadilan. Tegaknya keadilan dalam perspektif ‘the rule of law’ diperlukan pemahaman ‘the rule of just law’ secara komprehensif dalam proses peradilan,dan ini sangat ditentukan oleh sikap jujur, adil, dan independen setiap hakim. Maka setiap hakim hendaknya memiliki sikap yang otonomi absolut dalam menilai, memu-tuskan perkara berdasarkan konstruksi pemahaman terhadap pearturan per-undang-undangan dan nurani mereka sendiri. Dalam konteks ini,DKPP senan-tiasa tampil sebagai lembaga pengadilan etika yang mengutamakan penegakan keadilan restotarif dalam proses ber-negara.*

dalam praKtiK bernegara, ide-ide demoKrasi tentang Kebebasan selalu diterjemahKan secara normatif sehingga selalu muncul interpretasi-interpretasi huKum berdasarKan Kepentingan siapa yang berKuasa termasuK menafsirKan pasal-pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan.

Page 16: DKPP SEBAGAI PERADILAN ETIKA MODERN

16

Parade Foto DKPP

Parade Foto

Refleksi 2013. Komisioner DKPP melaporkan hasil kinerja selama tahun 2013, Kamis (19/12/2013) bertempat di ruang rapat KPU RI, dengan mengundang stakeholders (KPU, Bawaslu, DPR Komisi II, Parpol dan Ormas).

sidang Maluku. Suasana pemeriksaan perkara yang bernomor registrasi 7,8,9,10/ DKPP-PKE III/2014 dengan Teradu KPU Provinsi Maluku yang diduga melanggar kode etik penyelenggara pemilu, oleh 4 Pengadu.

kupang. Suasana antusiasme stakeholders (KPU, Bawaslu, mahasiswa dan ormas) di Kupang dalam mengikuti kegiatan sosialisasi peraturan kode etik dan beracara DKPP, Jum’at (06/12/2013).

WeBsiTe dkpp. Suasana rapat internal Humas bersama tim IT untuk memaksimalkan fungsi website DKPP, yang dipimpin langsung oleh anggota DKPP, Nur Hidayat Sardini.

sosialisasi papua. Suasana kemeriahan sosialisasi DKPP di Papua, bersama KPU dan Bawaslu RI, Senin (10/02/2014).

peMilu 2014. Suasana pertemuan DKPP dengan Komnas HAM dalam rangka mendukung suksesi penyelenggaraan Pemilu 2014.

fOTO: IRMA

fOTO: IRMA

fOTO: ARIf SyARwANI

fOTO: IRMA

fOTO: IRMA

fOTO: IRMA