34
Universitas Kristen Petra
4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Mendeskripsikan Profil Pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut
4.1.1 Mendeskripsikan Profil UMKM di Kecamatan Rungkut
Sebelum dilakukan analisis statistik untuk menjawab tujuan penelitian,
peneliti akan menjelaskan tentang deskripsi atau gambaran UMKM di Kecamatan
Rungkut, Surabaya, khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan Kelurahan Rungkut
Kidul. Berikut adalah gambaran UMKM di Kecamatan Rungkut, Surabaya,
khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan Kelurahan Rungkut Kidul:
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Jenis Usaha
Jenis usaha Frequency Percent
Makanan dan jajanan 21 84
Handycraft 4 16
Total 25 100
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel di atas memberikan penjelasan bahwa sebagian besar UMKM di
Kecamatan Rungkut, Surabaya, khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan
Kelurahan Rungkut Kidul, adalah berupa makanan dan jajanan, seperti kerupuk,
martabak, bakso, dan lain sebagainya, dimana dari hasil survei di lapangan
menyebutkan bahwa dari 25 UMKM, 21 diantaranya adalah merupakan usaha
makanan dan jajanan. Sedangkan usaha yang bersifat kreatif hanya 4 UMKM,
usaha kreatif ini seperti pembuatan tas, souvenir dan lain sebagainya. Secara
umum memang dapat dilihat bahwa wirausaha yang paling mudah dari sisi modal
dan ide adalah usaha dengan jenis makanan dan jajanan atau kue, karena pemilik
tidak perlu menggunakan ide kreatif hanya bagaimana cara mengatur organisasi
usahanya.
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Lama Berdiri Usaha
N Min Max Mean Std. Deviation
Lama berdiri
usaha 25 1,00 30,00 9,1600 7,99833
Sumber: data primer yang telah diolah
35
Universitas Kristen Petra
Pada tabel 4.2 diketahui bahwa rata-rata UMKM di Kecamatan Rungkut,
Surabaya, khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan Kelurahan Rungkut Kidul,
telah berdiri sekitar 9 tahun yang lalu, dimana distribusi lama berdiri paling muda
adalah 1 tahun dan paling lama sudah berdiri sejak 30 tahun yang lalu. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa ide UMKM di Kecamatan Rungkut, Surabaya,
khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan Kelurahan Rungkut Kidul, ternyata telah
ada dari sejak 30 tahun yang lalu.
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Ijin Usaha
Ijin usaha Frequency Percent
Ada 4 16
Tidak Ada 21 84
Total 25 100
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel di atas memberikan penjelasan bahwa sebagian besar UMKM di
Kecamatan Rungkut ternyata tidak ada ijin usahanya, dimana ada 21 UMKM di
Kecamatan Rungkut yang tidak memliki ijin usaha dan hanya ada 4 UMKM yang
memiliki ijin usaha. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha yang bersifat
mikro, bagi pemilik atau pemimpin UMKM cenderung dianggap tidak perlu ijin
usaha.
Berdasarkan penelitian terhadap profil UMKM di Kecamatan Rungkut,
Surabaya, khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan Kelurahan Rungkut Kidul,
didapatkan bahwa jumlah terbesar merupakan Usaha Mikro seperti yang
disampaikan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 sehubungan dengan ciri-
ciri Usaha Mikro (terdapat pada landasan teori halaman 21-22).
Pada sub bab berikut peneliti akan menganalisis dan membahas secara
berurutan deskripsi tentang profil pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut,
Surabaya, khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan Kelurahan Rungkut Kidul, dan
deskripsi tentang atribut kewirausahaan yang dimiliki oleh pengusaha UMKM di
Kecamatan Rungkut, Surabaya, khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan
Kelurahan Rungkut Kidul, dilanjutkan analisa dan pembahasan tentang hubungan
antara profil pengusaha UMKM dengan atribut kewirausahaan pada UMKM di
36
Universitas Kristen Petra
Kecamatan Rungkut, Surabaya, khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan
Kelurahan Rungkut Kidul.
4.1.2 Mendeskripsikan Profil Pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut
Pada sub bab ini setelah mengamati dan membagikan kuisioner kepada 25
responden yaitu UMKM yang berada di Kecamatan Rungkut, , Surabaya,
khususnya Kelurahan Kali Rungkut dan Kelurahan Rungkut Kidul, akan dianalisa
dan dibahas secara berurutan mengenai deskripsi tentang profil pengusaha
UMKM di Kecamatan Rungkut, Surabaya, khususnya Kelurahan Kali Rungkut
dan Kelurahan Rungkut Kidul, yang mencakup banyak aspek dengan penjelasan
sebagai berikut.
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Asal Kota/Kabupaten Tempat Lahir Menurut
Kelompok Usia dan Jenis Kelamin
Kelompok
Usia
Jenis
Kelamin
Asal Kota/Kabupaten Tempat lahir Total
Surabaya Luar Surabaya
kurang dari 25
th
Laki-laki 0 1 1
Perempuan 0 1 1
Total 0 2 2
25 - 35 th
Laki-laki 0 4 4
Perempuan 1 3 4
Total 1 7 8
36 - 45 th
Laki-laki 0 3 3
Perempuan 2 4 6
Total 2 7 9
46 - 55 th Laki-laki 1 3 4
Total 1 3 4
lebih dari 55 th Perempuan 0 2 2
Total 0 2 2
Sumber: data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa
distribusi data tidak merata pada asal kota/kabupaten tempat lahir. Hal ini
disebabkan karena lebih banyak asal kota/kabupaten tempat lahir pengusaha
UMKM yang berasal dari luar Surabaya sebesar 21 responden dibandingkan
37
Universitas Kristen Petra
dengan yang berasal dari Surabaya sebesar 4 responden. Sedangkan untuk
kelompok usia dan jenis kelamin diketahui bahwa distribusi data merata.
Selain itu, dapat terlihat bahwa jumlah terbesar terdapat pada responden
yang memiliki kelompok usia 36-45 tahun yaitu sebanyak 9 responden, sedangkan
jumlah yang paling sedikit respondennya yang memiliki kelompok usia kurang
dari 25 tahun dan lebih dari 55 tahun yaitu masing-masing ada 2 responden.
Kemudian dari hasil tabulasi silang pada kelompok usia berdasarkan jenis
kelamin, diketahui responden yang memiliki usia kurang dari 25 tahun masing-
masing ada 1 responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, untuk
responden yang memiliki usia 25-35 tahun masing-masing ada 4 responden yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, untuk responden yang memiliki usia
36-45 tahun jumlah terbesar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 6
responden, untuk responden yang memiliki usia 46-55 tahun semuanya berjenis
kelamin laki-laki yaitu ada 4 responden dan untuk responden yang memiliki usia
lebih dari 55 tahun semuanya berjenis kelamin perempuan yaitu ada 2 responden.
Sedangkan dari hasil tabulasi silang pada asal kota atau kabupaten tempat
lahir, berdasarkan kelompok usia kurang dari 25 tahun dihubungkan dengan jenis
kelamin, asal tempat lahir responden semuanya adalah luar Surabaya yaitu
sebanyak 2 responden, untuk kelompok usia 25-35 tahun dihubungkan dengan
jenis kelamin jumlah terbesar asal tempat lahir responden adalah luar Surabaya
yaitu sebanyak 7 responden, untuk kelompok usia 36-45 tahun dihubungkan
dengan jenis kelamin jumlah terbesar asal tempat lahir responden adalah luar
Surabaya yaitu sebanyak 7 responden, untuk kelompok usia 46-55 tahun
dihubungkan dengan jenis kelamin, asal tempat lahir responden semuanya adalah
luar Surabaya yaitu sebanyak 3 responden dan untuk kelompok usia lebih dari 55
tahun dihubungkan dengan jenis kelamin, asal tempat lahir responden semuanya
adalah luar Surabaya yaitu sebanyak 2 responden.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tabel 4.4 menggambarkan bahwa
pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut jumlah terbesar adalah penduduk dari
luar kota Surabaya yang berusia 36-45 tahun dan memiliki jenis kelamin
perempuan. Tabel 4.4 ini didukung juga dengan pernyataan Alma (2008).
Terlebih hal ini disebabkan karena mengingat Surabaya sebagai kota metropolitan
38
Universitas Kristen Petra
yang tentu saja menarik bagi setiap orang untuk mencoba peluang dalam
berwirausaha, terlebih adanya anggapan bahwa di kota peluang bisnis lebih
banyak dan bervariasi.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Jenjang Pendidikan Menurut Kelompok
Usia dan Status Perkawinan
Kelompok Usia Status
Perkawinan
Jenjang pendidikan Total
SD SMP SMA Perguruan Tinggi
kurang dari 25
th
kawin 0 1 0 1 2
Total 0 1 0 1 2
25 - 35 th
tidak kawin 0 0 1 0 1
kawin 2 1 3 1 7
Total 2 1 4 1 8
36 - 45 th
tidak kawin 0 1 0 0 1
kawin 1 2 3 2 8
Total 1 3 3 2 9
46 - 55 th kawin 3 1 0 0 4
Total 3 1 0 0 4
Sumber: data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa
distribusi data merata mulai dari lulusan SD, SMP, SMA hingga Perguruan
Tinggi, dengan sebaran 8 responden, 6 responden, 7 responden dan 4 responden,
begitu pula dengan kelompok usia yang memiliki distribusi data merata.
Sedangkan untuk yang status perkawinan distribusi data tidak merata karena
terdapat 23 responden yang kawin dan 2 responden belum kawin.
Tabel di atas juga dapat mengetahui bahwa jumlah terbesar responden
yang memiliki kelompok usia 36-45 tahun yaitu sebanyak 9 responden, sedangkan
jumlah yang paling sedikit responden memiliki kelompok usia kurang dari 25
tahun dan lebih dari 55 tahun yaitu masing-masing ada 2 responden. Kemudian
dari hasil tabulasi silang pada kelompok usia berdasarkan status perkawinan,
diketahui responden yang memiliki usia kurang dari 25 tahun semuanya memiliki
status kawin yaitu ada 2 responden, untuk responden yang memiliki usia 25-35
tahun jumlah terbesar memiliki status kawin yaitu sebanyak 7 responden, untuk
responden yang memiliki usia 36-45 tahun jumlah terbesar memiliki status kawin
yaitu sebanyak 8 responden, untuk responden yang memiliki usia 46-55 tahun
39
Universitas Kristen Petra
semuanya memiliki status kawin yaitu ada 4 responden dan untuk responden yang
memiliki usia lebih dari 55 tahun semuanya memiliki status kawin yaitu ada 2
responden.
Sedangkan dari hasil tabulasi silang pada jenjang pendidikan, berdasarkan
kelompok usia kurang dari 25 tahun dihubungkan dengan status perkawinan,
jenjang pendidikan responden adalah SMP dan Perguruan Tinggi yaitu masing-
masing ada 1 responden, untuk kelompok usia 25-35 tahun dihubungkan dengan
status perkawinan jumlah terbesar jenjang pendidikan responden adalah SMA
yaitu sebanyak 4 responden, untuk kelompok usia 36-45 tahun dihubungkan
dengan status perkawinan jumlah terbesar jenjang pendidikan responden adalah
SMP dan SMA yaitu masing-masing ada 3 responden, untuk kelompok usia 46-55
tahun dihubungkan dengan status perkawinan jumlah terbesar jenjang pendidikan
responden adalah SD yaitu sebanyak 3 responden dan untuk kelompok usia lebih
dari 55 tahun dihubungkan dengan status perkawinan semuanya memiliki jenjang
pendidikan SD yaitu ada 2 responden.
Pendapat dari Alma (2008) ternyata sesuai dengan hasil pada tabel 4.5.
sehubungan dengan usia (lihat pada halaman 9). Begitu juga dengan pendapat dari
Robbins (2001, p. 36) sehubungan dengan status kawin (lihat pada halaman 9) dan
pendapat dari Hisrich (2008) sehubungan dengan jenjang pendidikan (lihat pada
halaman 9). Adapun gambaran yang dapat diambil dari tabel bahwa pengusaha
UMKM di Kecamatan Rungkut adalah penduduk dengan usia yang sudah matang
dengan jenjang pendidikan merata mulai dari lulusan SD sampai dengan lulusan
Perguruan Tinggi, karena usia sudah matang tentu saja pengusaha tersebut sudah
kawin. Berwiraswasta tentunya bukan hanya untuk mereka yang berpendidikan
tinggi, asalkan memiliki komitmen untuk berwirausaha pasti akan bisa
menjalankan bisnis dengan baik.
40
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Asal Kota/Kabupaten Tempat Lahir Menurut Lama
Tinggal di Kecamatan Rungkut dan Orientasi Budaya
Lama tinggal di Kecamatan
Rungkut (Tahun)
Orientasi
Budaya
Asal Kota/Kabupaten
Tempat Lahir Total
Surabaya Luar Surabaya
1-10
Jawa 1 6 7
Tionghoa 0 1 1
Total 1 7 8
11-20 Jawa 0 10 10
Total 0 10 10
21-30 Jawa 0 3 3
Total 0 3 3
31-40 Jawa 1 1 2
Total 1 1 2
lebih dari 40 tahun Jawa 2 0 2
Total 2 0 2
Sumber: data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa
distribusi data tidak merata pada orientasi budaya dan asal kota/kabupaten tempat
lahir. Hal ini disebabkan karena jumlah terbesar responden merupakan
berorientasi budaya Jawa sebesar 24 responden dan hanya 1 responden yang
berorientasi budaya Tionghoa. Begitu juga dengan asal/kabupaten tempat lahir
dimana yang berasal dari luar Surabaya yaitu sebesar 21 responden sedangkan
responden yang berasal dari Surabaya yaitu sebesar 4 responden. Sedangkan
untuk lama tinggal di Kecamatan Rungkut distribusi data merata.
Selain itu berdasarkan tabel di atas juga, dapat diketahui bahwa jumlah
terbesar responden memiliki lama tinggal di Kecamatan Rungkut 11-20 tahun
yaitu sebanyak 10 responden, sedangkan jumlah yang paling sedikit responden
memiliki lama tinggal di Kecamatan Rungkut 31-40 tahun dan lebih dari 40 tahun
yaitu masing-masing ada 2 responden. Kemudian dari hasil tabulasi silang pada
lama tinggal di Kecamatan Rungkut berdasarkan orientasi budaya, diketahui
responden yang memiliki lama tinggal di Kecamatan Rungkut 1-10 tahun jumlah
terbesar berorientasi budaya Jawa yaitu sebanyak 7 responden, untuk responden
yang memiliki lama tinggal di Kecamatan Rungkut 11-20 tahun semuanya
berorientasi budaya Jawa yaitu ada 10 responden, untuk responden yang memiliki
41
Universitas Kristen Petra
lama tinggal di Kecamatan Rungkut 21-30 tahun semuanya berorientasi budaya
Jawa yaitu ada 3 responden, untuk responden yang memiliki lama tinggal di
Kecamatan Rungkut 31-40 tahun semuanya berorientasi budaya Jawa yaitu ada 2
responden dan untuk responden yang memiliki lama tinggal di Kecamatan
Rungkut lebih dari 40 tahun semuanya berorientasi budaya Jawa yaitu ada 2
responden.
Sedangkan dari hasil tabulasi silang pada asal kota atau kabupaten tempat
lahir, berdasarkan lama tinggal di Kecamatan Rungkut 1-10 tahun dihubungkan
dengan orientasi budaya, asal kota atau kabupaten tempat lahir responden jumlah
terbesar adalah luar Surabaya yaitu sebanyak 7 responden, untuk lama tinggal di
Kecamatan Rungkut 11-20 tahun dihubungkan dengan orientasi budaya semua
responden memiliki asal tempat lahir luar Surabaya yaitu ada 10 responden, untuk
lama tinggal di Kecamatan Rungkut 21-30 tahun dihubungkan dengan orientasi
budaya semua responden memiliki asal tempat lahir luar Surabaya yaitu ada 3
responden, untuk lama tinggal di Kecamatan Rungkut 31-40 tahun dihubungkan
dengan orientasi budaya masing-masing ada 1 responden yang memiliki asal
tempat lahir Surabaya dan luar Surabaya dan untuk lama tinggal di Kecamatan
Rungkut lebih dari 40 tahun dihubungkan dengan orientasi budaya semua
responden memiliki asal tempat lahir Surabaya yaitu ada 2 responden.
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pengusaha UMKM di
Kecamatan Rungkut jumlah terbesar adalah penduduk dari luar Surabaya dengan
orientasi budaya Jawa dan mereka sudah tinggal di Kecamatan Rungkut cukup
lama yaitu antara 11 sampai dengan 20 tahun. Jumlah terbesar penduduk yang
urban artinya penduduk yang pindah dari desa ke kota terutama ke kota Surabaya,
adalah masyarakat Jawa, apalagi dari Jawa Timur sehingga mereka yang
berwirausaha di Kecamatan Rungkut dan berasal dari luar kota Surabaya adalah
memiliki orientasi budaya Jawa. Sedangkan untuk profil pengusaha berkaitan
dengan orientasi budaya ataupun lama tinggal di suatu tempat belum ada teorinya
sehingga belum bisa dikatakan mendukung atau tidak mendukung hasil penelitian.
42
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Lama Tinggal di Kecamatan Rungkut Menurut
Kelompok Usia dan Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin
Kelompok
Usia
Lama tinggal di Kecamatan Rungkut (Tahun) Total
1-10 11-20 21-30 31-40 lebih dari 40 tahun
Perempuan
kurang dari 25
th 1 0 0 0 0 1
25 - 35 th 2 1 0 1 0 4
36 - 45 th 1 4 0 0 1 6
lebih dari 55 th 0 1 0 1 0 2
Total 4 6 0 2 1 13
laki-laki
kurang dari 25
th 1 0 0 0 0 1
25 - 35 th 2 2 0 0 0 4
36 - 45 th 1 1 1 0 0 3
46 - 55 th 0 1 2 0 1 4
Total 4 4 3 0 1 12
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa distribusi data
merata mulai dari lama tinggal 1-10 tahun sampai lebih dari 40 tahun, dengan
sebaran 8 responden, 10 responden, 3 responden, 2 responden dan 2 responden.
Distribusi data merata juga untuk jenis kelamin dan kelompok usia.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah terbesar
responden memiliki kelompok usia 36-45 tahun yaitu sebanyak 9 responden,
sedangkan jumlah yang paling sedikit responden memiliki kelompok usia kurang
dari 25 tahun dan lebih dari 55 tahun yaitu masing-masing ada 2 responden.
Kemudian dari hasil tabulasi silang pada kelompok usia berdasarkan jenis
kelamin, diketahui responden yang memiliki usia kurang dari 25 tahun masing-
masing ada 1 responden yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, untuk
responden yang memiliki usia 25-35 tahun masing-masing ada 4 responden yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, untuk responden yang memiliki usia
36-45 tahun jumlah terbesar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 6
responden, untuk responden yang memiliki usia 46-55 tahun semuanya berjenis
kelamin laki-laki yaitu ada 4 responden dan untuk responden yang memiliki usia
lebih dari 55 tahun semuanya berjenis kelamin perempuan yaitu ada 2 responden.
43
Universitas Kristen Petra
Sedangkan dari hasil tabulasi silang pada lama tinggal di Kecamatan
Rungkut, berdasarkan kelompok usia kurang dari 25 tahun dihubungkan dengan
jenis kelamin, lama tinggal responden di Kecamatan Rungkut semuanya 1-10
tahun yaitu ada 2 responden, untuk kelompok usia 25-35 tahun dihubungkan
dengan jenis kelamin jumlah terbesar lama tinggal responden di Kecamatan
Rungkut adalah 1-10 tahun yaitu sebanyak 4 responden, untuk kelompok usia 36-
45 tahun dihubungkan dengan jenis kelamin jumlah terbesar lama tinggal
responden di Kecamatan Rungkut adalah 11-20 tahun yaitu sebanyak 5
responden, untuk kelompok usia 46-55 tahun dihubungkan dengan jenis kelamin
jumlah terbesar lama tinggal responden di Kecamatan Rungkut adalah 21-30
tahun yaitu sebanyak 2 responden dan untuk kelompok usia lebih dari 55 tahun
dihubungkan dengan jenis kelamin masing-masing ada 1 responden responden
yang lama tinggal di Kecamatan Rungkut adalah 11-20 tahun dan 31-40 tahun.
Tabel di atas menggambarkan bahwa pengusaha UMKM di Kecamatan
Rungkut jumlah terbesar adalah penduduk yang sudah cukup lama tinggal di
Kecamatan Rungkut dan berusia 36-45 tahun dengan jenis kelamin perempuan.
Berdasarkan hasil tabel 4.7 dapat dikatakan bahwa pengusaha yang merasa sukses
dengan usahanya pasti akan tetap bertahan di Surabaya terutama di Kecamatan
Rungkut, sedangkan mereka yang gagal menjalani usahanya tentu saja akan
kembali ke daerahnya masing-masing. Tetapi terlebih dari semuanya untuk hasil
tabel di atas didukung dengan pendapat Alma (2008).
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jenjang Pendidikan Menurut Kerabat Dekat/Famili
yang Pernah Memiliki UMKM dan Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin
Kerabat dekat/famili
yang pernah memiliki
UMKM
Jenjang pendidikan Total
SD SMP SMA Perguruan Tinggi
Laki-laki
Adik/Kakak Kandung 3 3 2 1 9
Adik/Kakak Misanan 1 1 0 0 2
Lainnya 0 1 0 0 1
Total 4 5 2 1 12
44
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jenjang Pendidikan Menurut Kerabat Dekat/Famili
yang Pernah Memiliki UMKM dan Jenis Kelamin (sambungan)
Jenis
Kelamin
Kerabat dekat/famili
yang pernah memiliki
UMKM
Jenjang pendidikan Total
SD SMP SMA Perguruan Tinggi
Perempuan
Ayah Kandung 0 0 1 1 2
Ibu Kandung 0 1 0 0 1
Ayah Mertua 1 0 0 0 1
Ibu Mertua 1 0 0 0 1
Adik/Kakak Kandung 0 0 2 1 3
Adik/Kakak Misanan 0 0 1 0 1
Lainnya 2 0 1 1 4
Total 4 1 5 3 13
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa distribusi data
merata antara jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan, dengan
sebaran 12 responden dan 13 responden. Tidak hanya itu saja tetapi juga untuk
jenjang pendidikan dan kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah terbesar kerabat
dekat/famili responden yang pernah memiliki UMKM adalah adik/kakak kandung
yaitu sebanyak 12 responden, sedangkan jumlah yang paling sedikit kerabat
dekat/famili responden yang pernah memiliki UMKM adalah ibu kandung, ayah
mertua dan ibu mertua yaitu masing-masing ada 1 responden. Kemudian dari hasil
tabulasi silang pada kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM
berdasarkan jenis kelamin, diketahui responden yang memiliki kerabat
dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah ayah kandung semuanya
berjenis kelamin perempuan yaitu ada 2 responden, untuk responden yang
memiliki kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah ibu kandung,
ayah mertua dan ibu mertua semuanya berjenis kelamin perempuan yaitu masing-
masing ada 1 responden, untuk responden yang memiliki kerabat dekat/famili
yang pernah memiliki UMKM adalah adik/kakak kandung jumlah terbesar
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 9 responden, untuk responden yang
memiliki kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah adik/kakak
misanan jumlah terbesar berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 2 responden
45
Universitas Kristen Petra
dan untuk responden yang memiliki kerabat dekat/famili yang pernah memiliki
UMKM adalah lainnya (selain yang telah disebutkan) jumlah terbesar berjenis
kelamin perempuan yaitu sebanyak 4 responden.
Sedangkan dari hasil tabulasi silang pada jenjang pendidikan, berdasarkan
kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah ayah kandung
dihubungkan dengan jenis kelamin, jenjang pendidikan responden adalah SMA
dan Perguruan Tinggi yaitu masing-masing ada 1 responden, untuk kerabat
dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah ibu kandung dihubungkan
dengan jenis kelamin, jenjang pendidikan responden adalah SMP yaitu ada 1
responden, untuk kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah ayah
mertua dan ibu mertua dihubungkan dengan jenis kelamin, jenjang pendidikan
responden adalah SD yaitu masing-masing ada 1 responden, untuk kerabat
dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah adik/kakak kandung
dihubungkan dengan jenis kelamin jumlah terbesar jenjang pendidikan responden
adalah SMA yaitu sebanyak 4 responden, untuk kerabat dekat/famili yang pernah
memiliki UMKM adalah adik/kakak misanan dihubungkan dengan jenis kelamin,
jenjang pendidikan responden adalah SD, SMP, SMA yaitu masing-masing ada 1
responden dan untuk kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah
lainnya (selain yang telah disebutkan) dihubungkan dengan jenis kelamin, jumlah
terbesar jenjang pendidikan responden adalah SD yaitu sebanyak 2 responden.
Pada penelitian tabel 4.8 didapatkan bahwa pengusaha UMKM di
Kecamatan Rungkut jumlah terbesar adalah penduduk yang memiliki famili
seresponden pengusaha terutama adik/kakak kandung dengan jenis kelamin laki-
laki dengan jenjang pendidikan yang merata mulai dari SD, SMP, SMA hingga
Perguruan Tinggi. Dan hasil tabel 4.8 tersebut ternyata sejalan dengan teori dari
Alma (2008, p. 33) dan Hisrich (2008).
46
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Status Perkawinan Menurut Jenjang Pendidikan
dan Pekerjaan Sebelum Mengelola UMKM
Jenjang
pendidikan
Pekerjaan sebelum
mengelola UMKM
ini
Status perkawinan Total
tidak kawin kawin
SD
bukan pengangguran 0 7 7
pengangguran 0 1 1
Total 0 8 8
SMP
bukan pengangguran 1 4 5
pengangguran 0 1 1
Total 1 5 6
SMA bukan pengangguran 1 6 7
Total 1 6 7
Perguruan
Tinggi
bukan pengangguran 0 3 3
pengangguran 0 1 1
Total 0 4 4
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa distribusi data
tidak merata pada pekerjaan sebelum mengelola UMKM. Hal ini disebabkan
karena jumlah terbesar responden memiliki latar belakang yang telah mempunyai
pengalaman kerja atau pernah bekerja sebelum memulai usaha yaitu sebesar 23
responden sedangkan 2 responden memiliki latar belakang tidak memiliki
pengalaman kerja sebelum memulai wirausaha. Selain itu distribusi data juga
tidak merata pada status perkawinan, dimana terdapat 23 responden yang kawin
dan 2 responden belum kawin. Namun untuk jenjang pendidikan distribusi data
merata.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah terbesar
responden memiliki jenjang pendidikan SD yaitu sebanyak 8 responden,
sedangkan jumlah yang paling sedikit responden memiliki jenjang pendidikan
Perguruan Tinggi yaitu ada 4 responden. Kemudian dari hasil tabulasi silang pada
jenjang pendidikan berdasarkan pekerjaan sebelum mengelola UMKM, diketahui
responden yang memiliki jenjang pendidikan SD jumlah terbesar mempunyai
pekerjaan sebelum mengelola UMKM (bukan pengangguran) yaitu sebanyak 7
responden, untuk responden yang memiliki jenjang pendidikan SMP jumlah
terbesar mempunyai pekerjaan sebelum mengelola UMKM (bukan pengangguran)
47
Universitas Kristen Petra
yaitu sebanyak 5 responden, untuk responden yang memiliki jenjang pendidikan
SMA semuanya mempunyai pekerjaan sebelum mengelola UMKM (bukan
pengangguran) yaitu ada 7 responden dan untuk responden yang memiliki jenjang
pendidikan Perguruan Tinggi jumlah terbesar mempunyai pekerjaan sebelum
mengelola UMKM (bukan pengangguran) yaitu sebanyak 3 responden.
Sedangkan dari hasil tabulasi silang pada status perkawinan, berdasarkan
jenjang pendidikan SD dihubungkan dengan pekerjaan sebelum mengelola
UMKM, status perkawinan responden semuanya adalah kawin yaitu ada 8
responden, untuk jenjang pendidikan SMP dihubungkan dengan pekerjaan
sebelum mengelola UMKM jumlah terbesar status perkawinan responden adalah
kawin yaitu sebanyak 5 responden, untuk jenjang pendidikan SMA dihubungkan
dengan pekerjaan sebelum mengelola UMKM jumlah terbesar status perkawinan
responden adalah kawin yaitu sebanyak 6 responden dan untuk jenjang
pendidikan Perguruan Tinggi dihubungkan dengan pekerjaan sebelum mengelola
UMKM, status perkawinan responden semuanya adalah kawin yaitu ada 4
responden.
Sebelum mengelola UMKM ternyata para pengusaha ini bukanlah
pengangguran, ketertarikan untuk berwirausaha jumlah terbesar dimiliki oleh
penduduk dengan pendidikan SD dan SMA serta sudah kawin. Peneliti melihat
bahwa lulusan SD dan SMA biasanya bekerja sebagai karyawan swasta dengan
pekerjaan kasar, seperti kuli bangunan dan lain sebagainya, sehingga ketika ada
peluang untuk berwirausaha, tingkat pendidikan SD dan SMA lebih banyak
dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Begitu juga dengan hasil tabel 4.9 yang
didukung dengan teori yang berasal dari Hisrich (2008) dan Robbins (2001, p. 36)
serta Siagian (1992, p. 52).
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Kerabat Dekat/Famili yang Pernah Memiliki
UMKM Menurut Asal Kota/Kabupaten Tempat Lahir dan Tingkatan Anak
Kerabat
dekat/famili yang
pernah memiliki
UMKM
asal
Kota/kabupaten
tempat lahir
Bapal/Ibu/Saudara adalah
anak yang ke (angka) Total
anak
pertama
bukan anak
pertama
Ayah Kandung luar surabaya 1 1 2
Total 1 1 2
48
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Kerabat Dekat/Famili yang Pernah Memiliki
UMKM Menurut Asal Kota/Kabupaten Tempat Lahir dan Tingkatan Anak
(sambungan)
Kerabat
dekat/famili yang
pernah memiliki
UMKM
asal
Kota/kabupaten
tempat lahir
Bapal/Ibu/Saudara adalah
anak yang ke (angka) Total
anak
pertama
bukan anak
pertama
Ibu Kandung luar surabaya 1 0 1
Total 1 0 1
Ayah Mertua luar surabaya 0 1 1
Total 0 1 1
Ibu Mertua luar surabaya 1 0 1
Total 1 0 1
Adik/Kakak
Kandung
Surabaya 0 3 3
luar surabaya 2 7 9
Total 2 10 12
Adik/Kakak
Misanan
luar surabaya 0 3 3
Total 0 3 3
Lainnya
Surabaya 0 1 1
luar surabaya 1 3 4
Total 1 4 5
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa distribusi data
tidak merata. Hal ini disebabkan karena jumlah terbesar responden terdapat pada
bukan anak pertama yaitu sebesar 19 responden sedangkan yang anak pertama
sebesar 6 responden. Begitu pula dengan asal kota/kabupaten tempat lahir, tetapi
untuk kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM distribusi data merata.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah terbesar kerabat
dekat/famili responden yang pernah memiliki UMKM adalah adik/kakak kandung
yaitu sebanyak 12 responden, sedangkan jumlah yang paling sedikit kerabat
dekat/famili responden yang pernah memiliki UMKM adalah ibu kandung, ayah
mertua dan ibu mertua yaitu masing-masing ada 1 responden. Kemudian dari hasil
tabulasi silang pada kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM
berdasarkan asal kota atau kabupaten tempat lahir, diketahui responden yang
memiliki kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah ayah
kandung semuanya mempunyai asal tempat lahir luar Surabaya yaitu ada 2
49
Universitas Kristen Petra
responden, untuk responden yang memiliki kerabat dekat/famili yang pernah
memiliki UMKM adalah ibu kandung, ayah mertua dan ibu mertua semuanya
mempunyai asal tempat lahir luar Surabaya yaitu masing-masing ada 1 responden,
untuk responden yang memiliki kerabat dekat/famili yang pernah memiliki
UMKM adalah adik/kakak kandung jumlah terbesar mempunyai asal tempat lahir
luar Surabaya yaitu sebanyak 9 responden, untuk responden yang memiliki
kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah adik/kakak misanan
semuanya mempunyai asal tempat lahir luar Surabaya yaitu ada 3 responden dan
untuk responden yang memiliki kerabat dekat/famili yang pernah memiliki
UMKM adalah lainnya (selain yang telah disebutkan) jumlah terbesar mempunyai
asal tempat lahir luar Surabaya yaitu ada 4 responden.
Sedangkan dari hasil tabulasi silang pada tingkatan anak, berdasarkan
kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah ayah kandung
dihubungkan dengan asal kota atau kabupaten tempat lahir, masing-masing ada 1
responden responden yang merupakan anak pertama dan bukan anak pertama,
untuk kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah ibu kandung
dihubungkan dengan asal tempat lahir, responden merupakan anak pertama yaitu
ada 1 responden, untuk kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah
ayah mertua dihubungkan dengan asal tempat lahir, responden bukan merupakan
anak pertama yaitu ada 1 responden, untuk kerabat dekat/famili yang pernah
memiliki UMKM adalah ibu mertua dihubungkan dengan asal tempat lahir,
responden merupakan anak pertama yaitu ada 1 responden, untuk kerabat
dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah adik/kakak kandung
dihubungkan dengan asal tempat lahir jumlah terbesar bukan merupakan anak
pertama yaitu sebanyak 10 responden, untuk kerabat dekat/famili yang pernah
memiliki UMKM adalah adik/kakak misanan dihubungkan dengan asal tempat
lahir, responden bukan merupakan anak pertama yaitu ada 3 responden dan untuk
kerabat dekat/famili yang pernah memiliki UMKM adalah lainnya (selain yang
telah disebutkan) dihubungkan dengan asal tempat lahir, jumlah terbesar bukan
merupakan anak pertama yaitu sebanyak 4 responden.
Gambaran yang dapat diambil dari tabel di atas adalah pengusaha UMKM
di Kecamatan Rungkut jumlah terbesar adalah penduduk yang memiliki famili
50
Universitas Kristen Petra
seresponden pengusaha, terutama adik/kakak kandung yang berasal dari luar kota
Surabaya dan bukan merupakan anak pertama. Biasanya kalau ada saudara baik
kakak atau adik kandung yang sukses berwirausaha di kota besar, maka saudara
yang lain juga akan mengikuti terutama sebagai anak kedua dan seterusnya akan
lebih melihat kakak kandung mereka yang telah sukses berwirausaha di kota besar
seperti Surabaya. Hasil tabel 4.10 ini semakin mendukung teori dari Alma (2008)
yang latar belakang keluarga.
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Tingkatan Anak Menurut Pekerjaan Sebelum
Mengelola UMKM dan Orientasi Budaya
Pekerjaan sebelum
mengelola UMKM
ini
Orientasi
Budaya
Bapak/Ibu/Saudara adalah anak
yang ke (angka) Total
anak
pertama
bukan anak
pertama
bukan
pengangguran
Jawa 5 17 22
Total 5 17 22
pengangguran
Jawa 1 1 2
Tionghoa 0 1 1
Total 1 2 3
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa distribusi data
tidak merata. Hal ini disebabkan karena jumlah terbesar responden berorientasi
budaya Jawa yaitu sebesar 24 responden sedangkan 1 responden berorientasi
budaya Tionghoa. Begitu juga dengan posisi anak ke berapa dan latar belakang
pekerjaan sebelum mengelola UMKM yang memiliki distribusi data juga tidak
merata.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah terbesar
responden mempunyai pekerjaan sebelum mengelola UMKM (bukan
pengangguran) yaitu sebanyak 22 responden, sedangkan responden yang tidak
mempunyai pekerjaan sebelum mengelola UMKM (pengangguran) ada sebanyak
3 responden. Kemudian dari hasil tabulasi silang pada pekerjaan sebelum
mengelola UMKM berdasarkan orientasi budaya, diketahui responden yang
mempunyai pekerjaan sebelum mengelola UMKM (bukan pengangguran)
semuanya berorientasi budaya Jawa yaitu ada 22 responden dan untuk responden
51
Universitas Kristen Petra
yang tidak mempunyai pekerjaan sebelum mengelola UMKM (pengangguran)
jumlah terbesar berorientasi budaya Jawa yaitu sebanyak 2 responden. Sedangkan
dari hasil tabulasi silang pada tingkatan anak, berdasarkan mempunyai pekerjaan
sebelum mengelola UMKM (bukan pengangguran) dihubungkan dengan orientasi
budaya jumlah terbesar responden bukan anak pertama yaitu sebanyak 17
responden dan untuk tidak mempunyai pekerjaan sebelum mengelola UMKM
(pengangguran) dihubungkan dengan orientasi budaya jumlah terbesar responden
bukan anak pertama yaitu sebanyak 2 responden.
Sebelum mengelola UMKM ternyata para pengusaha ini bukanlah
pengangguran, ketertarikan untuk berwirausaha jumlah terbesar dimiliki oleh
penduduk dengan orientasi budaya Jawa dan bukan merupakan anak pertama.
Peneliti melihat bahwa jumlah terbesar penduduk yang urban artinya penduduk
yang pindah dari desa ke kota, terutama Surabaya adalah masyarakat Jawa,
apalagi dari Jawa Timur sehingga mereka yang berwirausaha di Kecamatan
Rungkut dan bukan merupakan anak pertama adalah memiliki orientasi budaya
Jawa. Dengan begitu hasil tabel 4.11 mendukung teori dari Siagian (1992, p. 52)
terkait dengan pengalaman pekerjaan.
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Status Perkawinan Menurut Kerabat Dekat/Famili
yang Saat ini Masih Memiliki UMKM dan Orientasi Budaya
Kerabat dekat/famili
yang saat ini masih
memiliki UMKM
Orientasi
Budaya
Status perkawinan Total
tidak kawin kawin
Ayah Kandung
Jawa 0 1 1
Tionghoa 0 1 1
Total 0 2 2
Ibu Kandung Jawa 0 1 1
Total 0 1 1
Ayah Mertua Jawa 0 1 1
Total 0 1 1
Paman/Bibi Jawa 0 1 1
Total 0 1 1
Adik/Kakak
Kandung
Jawa 2 8 10
Total 2 8 10
Adik/Kakak
Misanan
Jawa 0 3 3
Total 0 3 3
52
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Status Perkawinan Menurut Kerabat Dekat/Famili
yang Saat ini Masih Memiliki UMKM dan Orientasi Budaya (sambungan)
Kerabat dekat/famili
yang saat ini masih
memiliki UMKM
Orientasi
Budaya
Status perkawinan Total
tidak kawin kawin
Lainnya Jawa 0 7 7
Total 0 7 7
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel distribusi frekuensi di atas, dapat diketahui bahwa distribusi data
tidak merata. Hal ini disebabkan karena jumlah terbesar responden sudah kawin
yaitu sebesar 23 responden sedangkan 2 responden yang belum kawin. Distribusi
tidak merata juga terjadi pada orientasi budaya, sedangkan untuk kerabat
dekat/famili yang saat ini masih memiliki UMKM distribusi data merata.
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah terbesar (jumlah
terbesar) kerabat dekat/famili responden yang saat ini masih memiliki UMKM
adalah adik/kakak kandung yaitu sebanyak 10 responden, sedangkan jumlah yang
paling sedikit kerabat dekat/famili responden yang saat ini masih memiliki
UMKM adalah ibu kandung, ayah mertua dan paman/bibi yaitu masing-masing
ada 1 responden. Kemudian dari hasil tabulasi silang pada kerabat dekat/famili
yang saat ini masih memiliki UMKM berdasarkan orientasi budaya, diketahui
responden yang memiliki kerabat dekat/famili yang saat ini masih memiliki
UMKM adalah ayah kandung masing-masing ada 1 responden yang berorientasi
budaya Jawa dan Tionghoa, untuk responden yang memiliki kerabat dekat/famili
yang saat ini masih memiliki UMKM adalah ibu kandung, ayah mertua dan
paman/bibi semuanya berorientasi budaya Jawa yaitu masing-masing ada 1
responden, untuk responden yang memiliki kerabat dekat/famili yang saat ini
masih memiliki UMKM adalah adik/kakak kandung semuanya berorientasi
budaya Jawa yaitu ada 10 responden, untuk responden yang memiliki kerabat
dekat/famili yang saat ini masih memiliki UMKM adalah adik/kakak misanan
semuanya berorientasi budaya Jawa yaitu ada 3 responden dan untuk responden
yang memiliki kerabat dekat/famili yang saat ini masih memiliki UMKM adalah
lainnya (selain yang telah disebutkan) semuanya berorientasi budaya Jawa yaitu
ada 7 responden.
53
Universitas Kristen Petra
Sedangkan dari hasil tabulasi silang pada status perkawinan, berdasarkan
kerabat dekat/famili yang saat ini masih memiliki UMKM adalah ayah kandung
dihubungkan dengan orientasi budaya, semuanya memiliki status kawin yaitu ada
2 responden, untuk kerabat dekat/famili yang saat ini masih memiliki UMKM
adalah ibu kandung, ayah mertua dan paman/bibi dihubungkan dengan orientasi
budaya, semuanya memiliki status kawin yaitu masing-masing ada 1 responden,
untuk kerabat dekat/famili yang saat ini masih memiliki UMKM adalah
adik/kakak kandung dihubungkan dengan orientasi budaya jumlah terbesar
memiliki status kawin yaitu sebanyak 8 responden, untuk kerabat dekat/famili
yang saat ini masih memiliki UMKM adalah adik/kakak misanan dihubungkan
dengan orientasi budaya, semuanya memiliki status kawin yaitu ada 3 responden
dan untuk kerabat dekat/famili yang saat ini masih memiliki UMKM adalah
lainnya (selain yang telah disebutkan) dihubungkan dengan orientasi budaya
semuanya memiliki status kawin yaitu ada 7 responden.
Sehingga dapat digambarkan dari tabel di atas adalah pengusaha UMKM
di Kecamatan Rungkut jumlah terbesar adalah penduduk yang memiliki
kerabat/famili seresponden pengusaha terutama adik/kakak kandung yang sudah
kawin dan merupakan penduduk dengan orientasi budaya Jawa. Hal ini
diakibatkan karena kebiasaan ketika melihat saudara baik kakak atau adik
kandung yang sukses berwirausaha di kota besar, maka saudara yang lain juga
akan mengikuti, seperti anak kedua dan seterusnya akan lebih melihat kakak
kandung mereka yang telah sukses berwirausaha di kota besar missal di Surabaya,
dan hal ini biasanya dilakukan oleh penduduk dengan orientasi budaya Jawa.
Hasil tabel mendukung pernyataan Alma (2008, p. 33) sehubungan dengan
dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, dan mendukung juga teori Siagian
(1992, p. 52) sehubungan dengan pengalaman pekerjaan.
4.2 Mendeskripsikan Atribut Kewirausahaan yang Dimiliki oleh
Pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut
4.2.1 Mendeskripsikan Profil Pengusaha UMKM dengan Atribut
Kewirausahaan yang Dimiliki oleh Pengusaha UMKM di Kecamatan
Rungkut
54
Universitas Kristen Petra
Sebelum dilakukan analisa statistik tentang deskripsi atribut
kewirausahaan, peneliti akan menganalisis atribut kewirausahaan berdasarkan
profil pengusaha. Berikut adalah atribut kewirausahaan berdasarkan profil
pengusaha.
1. Jenis Kelamin
Tabel 4.13 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Jenis Kelamin
Atribut
Kewirausahaan
Jenis
Kelamin N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Innovativeness Laki-laki 12 4,00 0,72 17,88% 2,50 5,00
Perempuan 13 4,15 0,72 17,31% 3,00 5,00
Risk taking Laki-laki 12 4,15 0,52 12,44% 3,25 5,00
Perempuan 13 3,56 1,03 28,83% 1,00 5,00
Proactiveness Laki-laki 12 3,73 0,53 14,13% 2,75 4,50
Perempuan 13 3,75 0,76 20,37% 2,50 5,00
Competitive
aggressiveness
Laki-laki 12 2,40 0,88 36,48% 1,00 3,75
Perempuan 13 2,69 0,84 31,09% 1,50 4,75
Autonomy Laki-laki 12 3,65 0,59 16,12% 2,25 4,25
Perempuan 13 3,75 0,74 19,63% 2,00 4,75
Org.
Innovativeness
Laki-laki 12 3,48 0,66 18,90% 2,00 4,60
Perempuan 13 3,42 0,73 21,28% 1,80 4,20
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel di atas menjelaskan bahwa pada atribut kewirausahaan
innovativeness, diketahui responden berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai
mean sebesar 4,00 dengan koefisien variasi sebesar 17,88% dan responden
berjenis kelamin perempuan memiliki nilai mean sebesar 4,15 dengan koefisien
variasi sebesar 17,31%. Hal ini menunjukkan bahwa innovativeness yang
merupakan daya guna sumber ekonomi ke arah yang lebih produktif. Sehingga
dari hasil dapat disimpulkan bahwa responden perempuan memiliki
innovativeness yang lebih tinggi dari pada responden laki-laki. Pada atribut
kewirausahaan risk taking, diketahui responden berjenis kelamin laki-laki
memiliki nilai mean sebesar 4,15 dengan koefisien variasi sebesar 12,44% dan
responden berjenis kelamin perempuan memiliki nilai mean sebesar 3,56 dengan
koefisien variasi sebesar 28,83%. Risk taking yang berarti pengambilan resiko
atau konsekuensi dari suatu tindakan. Sehingga dari hasil dapat disimpulkan
55
Universitas Kristen Petra
bahwa responden laki-laki memiliki risk taking yang lebih tinggi dari pada
responden perempuan. Pada atribut kewirausahaan proactiveness, diketahui
responden berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai mean sebesar 3,73 dengan
koefisien variasi sebesar 14,13% dan responden berjenis kelamin perempuan
memiliki nilai mean sebesar 3,75 dengan koefisien variasi sebesar 20,37%. Dalam
hal ini proactiveness berarti suatu upaya untuk dapat memberikan pengaruh dalam
lingkungan. Sehingga dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden laki-
laki memiliki proactiveness yang lebih besar dari pada responden perempuan.
Pada atribut kewirausahaan competitive aggressiveness, diketahui responden
berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai mean sebesar 2,40 dengan koefisien
variasi sebesar 36,48% dan responden berjenis kelamin perempuan memiliki nilai
mean sebesar 2,69 dengan kofisien variasi sebesar 31,09%. Dalam hal ini
competitive aggressiveness berarti bagaimana mereaksikan kecenderungan
kompetitif dan permintaan yang telah ada pada pasar. Sehingga dari hasil dapat
disimpulkan bahwa responden perempuan memiliki competitive aggressiveness
yang lebih tinggi dari pada responden laki-laki. Pada atribut kewirausahaan
autonomy, diketahui responden berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai mean
sebesar 3,65 dengan koefisien variasi sebesar 16,12% dan responden berjenis
kelamin perempuan memiliki nilai mean sebesar 3,75 dengan koefisien variasi
sebesar 19,63%. Dalam hal ini autonomy berarti pekerja mempunyai kebijakan
dalam mengambil keputusan tentang cara kerja mereka yang mereka yakini paling
efektif. Sehingga dari hasil dapat disimpulkan bahwa responden laki-laki memiliki
autonomy yang lebih besar dari pada responden perempuan. Pada atribut
kewirausahaan org. innovativeness, diketahui responden berjenis kelamin laki-laki
memiliki nilai mean sebesar 3,48 dengan koefisien variasi sebesar 18,90% dan
responden berjenis kelamin perempuan memiliki nilai mean sebesar 3,42 dengan
koefisien variasi sebesar 21,28%. Sehingga dari hasil dapat disimpulkan bahwa
responden laki-laki memiliki org. innovativeness yang lebih tinggi dari pada
responden perempuan. Dalam hal ini belum ada teori yang mengkaitkan antara
profil pengusaha jenis kelamin dengan atribut kewirausahaan.
56
Universitas Kristen Petra
2. Asal Kota/Kabupaten Tempat Lahir
Tabel 4.14 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Asal
Kota/Kabupaten Tempat Lahir
Atribut
Kewirausahaan Asal Tempat Lahir N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Innovativeness Surabaya 4 3,81 1,03 26,97% 2,50 5,00
luar surabaya 21 4,13 0,65 15,74% 3,00 5,00
Risk taking Surabaya 4 3,19 1,46 45,90% 1,00 4,00
luar surabaya 21 3,96 0,68 17,19% 2,75 5,00
Proactiveness Surabaya 4 3,63 0,32 8,90% 3,25 4,00
luar surabaya 21 3,76 0,70 18,50% 2,50 5,00
Competitive
aggressiveness
Surabaya 4 2,31 0,66 28,43% 1,75 3,25
luar surabaya 21 2,60 0,89 34,26% 1,00 4,75
Autonomy Surabaya 4 3,31 0,97 29,15% 2,00 4,25
luar surabaya 21 3,77 0,59 15,52% 2,25 4,75
Org.
Innovativeness
Surabaya 4 2,65 0,89 33,40% 1,80 3,60
luar surabaya 21 3,60 0,54 14,91% 2,60 4,60
Sumber: data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pada atribut kewirausahaan
innovativeness, responden yang berasal dari Surabaya memiliki nilai mean sebesar
3,81 dengan koefisien variasi sebesar 26,97% dan responden yang berasal dari
luar Surabaya memiliki nilai mean sebesar 4,13 dengan koefisien variasi sebesar
15,74%. Hal ini menunjukkan bahwa innovativeness yang merupakan daya guna
sumber ekonomi ke arah yang lebih produktif dari pengusaha yang berasal dari
luar Surabaya lebih tinggi dari pada responden yang berasal dari Surabaya. Pada
atribut kewirausahaan risk taking, diketahui responden yang berasal dari Surabaya
memiliki nilai mean sebesar 3,19 dengan koefisien variasi sebesar 45,90% dan
responden yang berasal dari luar Surabaya memiliki nilai mean sebesar 3,96
dengan koefisien variasi sebesar 17,19%. Risk taking yang berarti pengambilan
resiko atau konsekuensi dari suatu tindakan dari pengusaha yang berasal dari luar
Surabaya yang lebih tinggi dari pada pengusaha yang berasal dari Surabaya. Pada
atribut kewirausahaan proactiveness, diketahui responden yang berasal dari
Surabaya memiliki nilai mean sebesar 3,63 dengan koefisien variasi sebesar
8,90% dan responden yang berasal dari luar Surabaya memiliki nilai mean sebesar
3,76 dengan koefisien variasi sebesar 8,90%. Dalam hal ini proactiveness berarti
57
Universitas Kristen Petra
suatu upaya untuk dapat memberikan pengaruh dalam lingkungan dari pengusaha
yang berasal dari Surabya memiliki proactiveness yang lebih besar dari pada
pengusaha yang berasal dari luar Surabaya. Pada atribut kewirausahaan
competitive aggressiveness, diketahui responden yang berasal dari Surabaya
memiliki nilai mean sebesar 2,31 dengan koefisien variasi sebesar 28,43% dan
responden yang berasal dari luar Surabaya memiliki nilai mean sebesar 2,60
dengan kofisien variasi sebesar 34,26%. Dalam hal ini competitive aggressiveness
berarti bagaimana mereaksikan kecenderungan kompetitif dan permintaan yang
telah ada pada pasar dari pengusaha yang berasal dari Surabaya lebih besar dari
pada pengusaha yang berasal dari luar Surabaya. Pada atribut kewirausahaan
autonomy, diketahui responden yang berasal dari Surabaya memiliki nilai mean
sebesar 3,31 dengan koefisien variasi sebesar 29,15% dan responden yang berasal
dari luar Surabaya memiliki nilai mean sebesar 15,52 dengan koefisien variasi
sebesar 15,52%. Dalam hal ini autonomy berarti pekerja mempunyai kebijakan
dalam mengambil keputusan tentang cara kerja mereka yang mereka yakini paling
efektif dari pengusaha yang berasal dari luar Surabaya lebih besar dari pada
pengusaha dari Surabaya. Pada atribut kewirausahaan org. innovativeness,
diketahui responden yang berasal dari Surabaya memiliki nilai mean sebesar 2,65
dengan koefisien variasi sebesar 33,40% dan responden yang berasal dari luar
Surabaya memiliki nilai mean sebesar 3,60 dengan koefisien variasi sebesar
14,91%. Sehingga dari hasil dapat disimpulkan bahwa pengusaha dari luar
Surabaya memiliki org. innovativeness yang lebih tinggi dari pada pengusaha dari
Surabaya. Untuk hasil tabel 4.14 ini ternyata juga belum ada teori yang
mendukung sehingga hasil tabel merupakan penelitian yang baru.
3. Kelompok Usia
Tabel 4.15 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Kelompok
Usia
Atribut
Kewirausahaan Usia N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Innovativeness Usia produktif 19 4,17 0,66 15,74% 3,00 5,00
Usia kurang produktif 6 3,79 0,84 22,23% 2,50 5,00
Risk taking Usia produktif 19 3,93 0,92 23,28% 1,00 5,00
Usia kurang produktif 6 3,54 0,62 17,53% 2,75 4,00
58
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.15 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Kelompok
Usia (sambungan)
Atribut
Kewirausahaan Usia N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Proactiveness Usia produktif 19 3,80 0,66 17,34% 2,50 5,00
Usia kurang produktif 6 3,54 0,62 17,53% 2,50 4,25
Competitive
aggressiveness
Usia produktif 19 2,67 0,92 34,47% 1,00 4,75
Usia kurang produktif 6 2,17 0,44 20,21% 1,75 3,00
Autonomy Usia produktif 19 3,62 0,68 18,76% 2,00 4,50
Usia kurang produktif 6 3,96 0,56 14,08% 3,25 4,75
Org.
Innovativeness
Usia produktif 19 3,53 0,67 18,93% 1,80 4,60
Usia kurang produktif 6 3,20 0,73 22,71% 2,00 4,00
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel di atas menjelaskan bahwa pada atribut kewirausahaan
innovativeness, responden yang berusia produktif memiliki nilai mean sebesar
4,17 dengan koefisien variasi sebesar 15,74% dan responden yang berusia kurang
produktif memiliki nilai mean sebesar 3,79 dengan koefisien variasi sebesar
22,23%. Hal ini menunjukkan bahwa innovativeness yang merupakan daya guna
sumber ekonomi ke arah yang lebih produktif dari pengusaha yang berusia
produktif lebih tinggi dari pada responden yang berusia kurang produktif. Pada
atribut kewirausahaan risk taking, diketahui responden yang berusia produktif
memiliki nilai mean sebesar 3,93 dengan koefisien variasi sebesar 23,28% dan
responden yang berusia kurang produktif memiliki nilai mean sebesar 3,54
dengan koefisien variasi sebesar 17,53%. Risk taking yang berarti pengambilan
resiko atau konsekuensi dari suatu tindakan dari pengusaha yang berusia produktif
yang lebih tinggi dari pada pengusaha yang berusia kurang produktif. Pada atribut
kewirausahaan proactiveness, diketahui responden yang berusia produktif
memiliki nilai mean sebesar 3,80 dengan koefisien variasi sebesar 17,34% dan
responden yang berusia kurang produktif memiliki nilai mean sebesar 3,54
dengan koefisien variasi sebesar 17,53%. Dalam hal ini proactiveness berarti
suatu upaya untuk dapat memberikan pengaruh dalam lingkungan dari pengusaha
yang berusia produktif memiliki proactiveness yang lebih besar dari pada
pengusaha yang berusia kurang produktif. Pada atribut kewirausahaan competitive
aggressiveness, diketahui responden yang berusia produktif memiliki nilai mean
59
Universitas Kristen Petra
sebesar 2,67 dengan koefisien variasi sebesar 34,47% dan responden yang berusia
kurang produktif memiliki nilai mean sebesar 2,17 dengan kofisien variasi sebesar
20,21%. Dalam hal ini competitive aggressiveness berarti bagaimana mereaksikan
kecenderungan kompetitif dan permintaan yang telah ada pada pasar dari
pengusaha yang berusia produktif lebih besar dari pada pengusaha yang berusia
kurang produktif. Pada atribut kewirausahaan autonomy, diketahui responden
yang berusia produktif memiliki nilai mean sebesar 3,62 dengan koefisien variasi
sebesar 18,76% dan responden yang berusia kurang produktif memiliki nilai mean
sebesar 3,96 dengan koefisien variasi sebesar 14,08%. Dalam hal ini autonomy
berarti pekerja mempunyai kebijakan dalam mengambil keputusan tentang cara
kerja mereka yang mereka yakini paling efektif dari pengusaha yang berusia
kurang produktif lebih besar dari pada pengusaha yang berusia produktif. Pada
atribut kewirausahaan org. innovativeness, diketahui responden yang berusia
produktif memiliki nilai mean sebesar 3,53 dengan koefisien variasi sebesar
18,93% dan responden yang berusia kurang produktif memiliki nilai mean sebesar
3,20 dengan koefisien variasi sebesar 22,71%. Sehingga dari hasil dapat
disimpulkan bahwa pengusaha yang berusia produktif memiliki org.
innovativeness yang lebih tinggi dari pada pengusaha berusia kurang produktif.
Dalam hal ini ternyata sesuai dengan teori yang telah ada yaitu menurut Alma
(2008) berkaitan dengan usia.
4. Status Perkawinan
Tabel 4.16 Statistik Deksriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Status
Perkawinan
Atribut
Kewirausahaan Status Perkawinan N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Innovativeness tidak kawin 2 4,50 0,71 15,71% 4,00 5,00
kawin 23 4,04 0,71 17,55% 2,50 5,00
Risk taking tidak kawin 2 4,50 0,71 15,71% 4,00 5,00
kawin 23 3,78 0,86 22,75% 1,00 5,00
Proactiveness tidak kawin 2 4,00 0,35 8,84% 3,75 4,25
kawin 23 3,72 0,67 17,94% 2,50 5,00
Competitive
aggressiveness
tidak kawin 2 2,50 1,06 42,43% 1,75 3,25
kawin 23 2,55 0,86 33,64% 1,00 4,75
60
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.16 Statistik Deksriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Status
Perkawinan (sambungan)
Atribut
Kewirausahaan Status Perkawinan N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Autonomy tidak kawin 2 3,88 0,18 4,56% 3,75 4,00
kawin 23 3,68 0,68 18,55% 2,00 4,75
Org.
Innovativeness
tidak kawin 2 4,10 0,71 17,25% 3,60 4,60
kawin 23 3,39 0,66 19,60% 1,80 4,20
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel di atas menjelaskan bahwa pada atribut kewirausahaan
innovativeness, responden yang tidak kawin memiliki nilai mean sebesar 4,50
dengan koefisien variasi sebesar 15,71% dan responden yang kawin memiliki
nilai mean sebesar 4,04 dengan koefisien variasi sebesar 17,55%. Hal ini
menunjukkan bahwa innovativeness yang merupakan daya guna sumber ekonomi
ke arah yang lebih produktif dari pengusaha yang tidak kawin lebih tinggi dari
pada pengusaha yang kawin. Pada atribut kewirausahaan risk taking, diketahui
responden yang tidak kawin memiliki nilai mean sebesar 4,50 dengan koefisien
variasi sebesar 15,71% dan responden yang kawin memiliki nilai mean sebesar
3,78 dengan koefisien variasi sebesar 22,75%. Risk taking yang berarti
pengambilan resiko atau konsekuensi dari suatu tindakan dari pengusaha yang
tidak kawin yang lebih tinggi dari pada pengusaha yang kawin. Pada atribut
kewirausahaan proactiveness, diketahui responden yang tidak kawin memiliki
nilai mean sebesar 4,00 dengan koefisien variasi sebesar 8,84% dan responden
yang kawin memiliki nilai mean sebesar 3,72 dengan koefisien variasi sebesar
17,94%. Dalam hal ini proactiveness berarti suatu upaya untuk dapat memberikan
pengaruh dalam lingkungan dari pengusaha yang tidak kawin memiliki
proactiveness yang lebih besar dari pada pengusaha yang kawin. Pada atribut
kewirausahaan competitive aggressiveness, diketahui responden yang tidak kawin
memiliki nilai mean sebesar 2,50 dengan koefisien variasi sebesar 42,43% dan
responden yang kawin memiliki nilai mean sebesar 2,55 dengan kofisien variasi
sebesar 33,64%. Dalam hal ini competitive aggressiveness berarti bagaimana
mereaksikan kecenderungan kompetitif dan permintaan yang telah ada pada pasar
dari pengusaha yang kawin lebih besar dari pada pengusaha yang tidak kawin.
61
Universitas Kristen Petra
Pada atribut kewirausahaan autonomy, diketahui responden yang tidak kawin
memiliki nilai mean sebesar 3,88 dengan koefisien variasi sebesar 4,56% dan
responden yang kawin memiliki nilai mean sebesar 3,68 dengan koefisien variasi
sebesar 18,55%. Dalam hal ini autonomy berarti pekerja mempunyai kebijakan
dalam mengambil keputusan tentang cara kerja mereka yang mereka yakini paling
efektif dari pengusaha yang tidak kawin lebih besar dari pada pengusaha yang
kawin. Pada atribut kewirausahaan org. innovativeness, diketahui responden yang
tidak kawin memiliki nilai mean sebesar 4,10 dengan koefisien variasi sebesar
17,25% dan responden yang kawin memiliki nilai mean sebesar 3,39 dengan
koefisien variasi sebesar 19,60%. Sehingga dari hasil dapat disimpulkan bahwa
pengusaha yang tidak kawin memiliki org. innovativeness yang lebih tinggi dari
pada pengusaha kawin. Hasil tabel di atas didukung oleh pernyataan dari Robbins
(2001, p. 36).
5. Pendidikan
Tabel 4.17 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Pendidikan
Atribut
Kewirausahaan Pendidikan N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Innovativeness
Pendidikan di bawah
SMA 14 4,11 0,78 18,91% 2,50 5,00
Pendidikan SMA dan
tinggi 11 4,05 0,64 15,83% 3,00 5,00
Risk taking
Pendidikan di bawah
SMA 14 3,93 0,67 17,01% 2,75 5,00
Pendidikan SMA dan
tinggi 11 3,73 1,08 29,00% 1,00 5,00
Proactiveness
Pendidikan di bawah
SMA 14 3,75 0,59 15,69% 2,50 4,50
Pendidikan SMA dan
tinggi 11 3,73 0,75 20,00% 2,50 5,00
Competitive
aggressiveness
Pendidikan di bawah
SMA 14 2,45 0,66 26,94% 1,75 3,75
Pendidikan SMA dan
tinggi 11 2,68 1,07 39,79% 1,00 4,75
Autonomy
Pendidikan di bawah
SMA 14 3,71 0,63 16,87% 2,25 4,75
Pendidikan SMA dan
tinggi 11 3,68 0,73 19,70% 2,00 4,50
Org.
Innovativeness
Pendidikan di bawah
SMA 14 3,50 0,67 19,12% 2,00 4,60
Pendidikan SMA dan
tinggi 11 3,38 0,72 21,40% 1,80 4,20
Sumber: data primer yang telah diolah
62
Universitas Kristen Petra
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada atribut
kewirausahaan innovativeness, responden yang berpendidikan di bawah SMA
memiliki nilai mean sebesar 4,11 dengan koefisien variasi sebesar 18,91% dan
responden yang berpendidikan SMA dan tinggi memiliki nilai mean sebesar 4,05
dengan koefisien variasi sebesar 15,83%. Hal ini menunjukkan bahwa
innovativeness yang merupakan daya guna sumber ekonomi ke arah yang lebih
produktif dari pengusaha yang berpendidikan SMA dan tinggi lebih besar dari
pada pengusaha yang berpendidikan di bawah SMA. Pada atribut kewirausahaan
risk taking, diketahui responden yang berpendidikan di bawah SMA memiliki
nilai mean sebesar 3,93 dengan koefisien variasi sebesar 17,01% dan responden
yang berpendidikan SMA dan tinggi memiliki nilai mean sebesar 3,73 dengan
koefisien variasi sebesar 29,00%. Risk taking yang berarti pengambilan resiko
atau konsekuensi dari suatu tindakan dari pengusaha yang berpendidikan di bawah
SMA yang lebih besar dari pada pengusaha yang berpendidikan SMA dan tinggi.
Pada atribut kewirausahaan proactiveness, diketahui responden yang
berpendidikan di bawah SMA memiliki nilai mean sebesar 3,75 dengan koefisien
variasi sebesar 15,69% dan responden yang berpendidikan SMA dan tinggi
memiliki nilai mean sebesar 3,73 dengan koefisien variasi sebesar 20%. Dalam
hal ini proactiveness berarti suatu upaya untuk dapat memberikan pengaruh dalam
lingkungan dari pengusaha yang berpendidikan di bawah SMA memiliki
proactiveness yang lebih besar dari pada pengusaha yang berpendidikan SMA dan
tinggi. Pada atribut kewirausahaan competitive aggressiveness, diketahui
responden yang berpendidikan di bawah SMA memiliki nilai mean sebesar 2,45
dengan koefisien variasi sebesar 26,94% dan responden yang berpendidikan SMA
dan tinggi memiliki nilai mean sebesar 2,68 dengan kofisien variasi sebesar
39,79%. Dalam hal ini competitive aggressiveness berarti bagaimana mereaksikan
kecenderungan kompetitif dan permintaan yang telah ada pada pasar dari
pengusaha yang berpendidikan SMA dan tinggi lebih besar dari pada pengusaha
yang berpendidikan di bawah SMA. Pada atribut kewirausahaan autonomy,
diketahui responden yang berpendidikan di bawah SMA memiliki nilai mean
sebesar 3,71 dengan koefisien variasi sebesar 16,87% dan responden yang
berpendidikan SMA dan tinggi memiliki nilai mean sebesar 3,68 dengan koefisien
63
Universitas Kristen Petra
variasi sebesar 19,70%. Dalam hal ini autonomy berarti pekerja mempunyai
kebijakan dalam mengambil keputusan tentang cara kerja mereka yang mereka
yakini paling efektif dari pengusaha yang berpendidikan di bawah SMA lebih
besar dari pada pengusaha yang berpendidikan SMA dan tinggi. Pada atribut
kewirausahaan org. innovativeness, diketahui responden yang berpendidikan di
bawah SMA memiliki nilai mean sebesar 3,50 dengan koefisien variasi sebesar
19,12% dan responden yang berpendidikan SMA dan tinggi memiliki nilai mean
sebesar 3,38 dengan koefisien variasi sebesar 21,40%. Sehingga dari hasil dapat
disimpulkan bahwa pengusaha yang berpendidikan di bawah SMA memiliki org.
innovativeness yang lebih tinggi dari pada pengusaha berpendidikan SMA dan
tinggi. Bagi jenjang pendidikan ternyata hasil tabel 4.17 sesuai dengan teori
menurut Hisrich (2008).
6. Orientasi Budaya
Tabel 4.18 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Orientasi
Budaya
Atribut
Kewirausahaan Orientasi budaya N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Innovativeness Jawa 24 4,13 0,68 16,57% 2,50 5,00
Tionghoa 1 3,00 . - 3,00 3,00
Risk taking Jawa 24 3,88 0,86 22,19% 1,00 5,00
Tionghoa 1 3,00 . - 3,00 3,00
Proactiveness Jawa 24 3,73 0,66 17,67% 2,50 5,00
Tionghoa 1 4,00 . - 4,00 4,00
Competitive
aggressiveness
Jawa 24 2,53 0,86 34,13% 1,00 4,75
Tionghoa 1 3,00 . - 3,00 3,00
Autonomy Jawa 24 3,69 0,67 18,13% 2,00 4,75
Tionghoa 1 4,00 . - 4,00 4,00
Org.
Innovativeness
Jawa 24 3,43 0,69 20,15% 1,80 4,60
Tionghoa 1 3,80 . - 3,80 3,80
Sumber: data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada atribut
kewirausahaan innovativeness, responden dengan orientasi budaya jawa memiliki
nilai mean sebesar 4,13 dengan koefisien variasi sebesar 16,57% dan responden
dengan orientasi budaya Tionghoa memiliki nilai mean sebesar 3,00. Hal ini
64
Universitas Kristen Petra
menunjukkan bahwa innovativeness yang merupakan daya guna sumber ekonomi
ke arah yang lebih produktif dari pengusaha dengan orientasi budaya jawa lebih
besar dari pada pengusaha dengan orientasi budaya tionghoa. Pada atribut
kewirausahaan risk taking, diketahui responden dengan orientasi budaya jawa
memiliki nilai mean sebesar 3,88 dengan koefisien variasi sebesar 22,19% dan
responden dengan orientasi budaya Tionghoa memiliki nilai mean sebesar 3. Risk
taking yang berarti pengambilan resiko atau konsekuensi dari suatu tindakan dari
pengusaha dengan orientasi budaya jawa yang lebih besar dari pada pengusaha
dengan orientasi budaya Tionghoa. Pada atribut kewirausahaan proactiveness,
diketahui responden dengan orientasi budaya jawa memiliki nilai mean sebesar
3,73 dengan koefisien variasi sebesar 17,67% dan responden dengan orientasi
budaya Tionghoa memiliki nilai mean sebesar 4. Dalam hal ini proactiveness
berarti suatu upaya untuk dapat memberikan pengaruh dalam lingkungan dari
pengusaha dengan orientasi budaya tionghoa memiliki proactiveness yang lebih
besar dari pada pengusaha dengan orientasi budaya jawa. Pada atribut
kewirausahaan competitive aggressiveness, diketahui responden dengan orientasi
budaya jawa memiliki nilai mean sebesar 2,53 dengan koefisien variasi sebesar
34,13% dan responden dengan orientasi budaya Tionghoa memiliki nilai mean
sebesar 3. Dalam hal ini competitive aggressiveness berarti bagaimana
mereaksikan kecenderungan kompetitif dan permintaan yang telah ada pada pasar
dari pengusaha dengan orientasi budaya Tionghoa lebih besar dari pada
pengusaha dengan orientasi budaya jawa. Pada atribut kewirausahaan autonomy,
diketahui responden dengan orientasi budaya jawa memiliki nilai mean sebesar
3,69 dengan koefisien variasi sebesar 18,13% dan responden dengan orientasi
budaya Tionghoa memiliki nilai mean sebesar 3. Dalam hal ini autonomy berarti
pekerja mempunyai kebijakan dalam mengambil keputusan tentang cara kerja
mereka yang mereka yakini paling efektif dari pengusaha dengan orientasi budaya
Tionghoa lebih besar dari pada pengusaha dengan orientasi budaya Jawa. Pada
atribut kewirausahaan org. innovativeness, diketahui responden dengan orientasi
budaya Jawa memiliki nilai mean sebesar 3,43 dengan koefisien variasi sebesar
20,15% dan responden dengan orientasi budaya Tionghoa memiliki nilai mean
sebesar 3,80. Sehingga dari hasil dapat disimpulkan bahwa pengusaha dengan
65
Universitas Kristen Petra
orientasi budaya Tionghoa memiliki org. innovativeness yang lebih tinggi dari
pada pengusaha dengan orientasi budaya Jawa. Namun sayangnya belum ada teori
yang berhubungan dengan orientasi budaya sehingga merupakan hal yang baru.
7. Kerabat Dekat/Famili yang Pernah Memiliki UMKM
Tabel 4.19 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Kerabat
Dekat/Famili yang Pernah Memiliki UMKM
Atribut
Kewirausahaan
Kerabat yang pernah
memiliki UMKM N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Innovativeness Kerabat kandung 15 3,95 0,70 17,61% 2,50 5,00
Kerabat tidak kandung 10 4,28 0,71 16,64% 3,00 5,00
Risk taking Kerabat kandung 15 3,80 0,94 24,64% 1,00 5,00
Kerabat tidak kandung 10 3,90 0,77 19,86% 2,75 5,00
Proactiveness Kerabat kandung 15 3,82 0,53 13,89% 2,75 4,50
Kerabat tidak kandung 10 3,63 0,81 22,35% 2,50 5,00
Competitive
aggressiveness
Kerabat kandung 15 2,48 0,83 33,49% 1,00 3,75
Kerabat tidak kandung 10 2,65 0,91 34,51% 2,00 4,75
Autonomy Kerabat kandung 15 3,52 0,68 19,46% 2,00 4,25
Kerabat tidak kandung 10 3,98 0,53 13,41% 3,00 4,75
Org.
Innovativeness
Kerabat kandung 15 3,41 0,76 22,31% 1,80 4,60
Kerabat tidak kandung 10 3,50 0,58 16,44% 2,60 4,20
(Sumber: data primer yang telah diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada atribut
kewirausahaan innovativeness, responden dengan kerabat kandung yang pernah
memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,95 dengan koefisien variasi sebesar
17,61% dan responden dengan kerabat tidak kandung yang pernah memiliki UKM
memiliki nilai mean sebesar 4,28 dengan koefisien variasi sebesar 16,64%. Hal ini
menunjukkan bahwa innovativeness yang merupakan daya guna sumber ekonomi
ke arah yang lebih produktif dari pengusaha dengan kerabat tidak kandung yang
pernah memiliki UKM lebih besar dari pada pengusaha dengan kerabat kandung
yang pernah memiliki UKM. Pada atribut kewirausahaan risk taking, diketahui
responden dengan kerabat kandung yang pernah memiliki UKM memiliki nilai
mean sebesar 3,80 dengan koefisien variasi sebesar 24,64% dan responden dengan
kerabat tidak kandung yang pernah memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar
3,90 dengan koefisien variasi sebesar 19,86%. Risk taking yang berarti
66
Universitas Kristen Petra
pengambilan resiko atau konsekuensi dari suatu tindakan dari pengusaha dengan
kerabat tidak kandung yang pernah memiliki UKM yang lebih besar dari pada
pengusaha dengan kerabat kandung yang pernah memiliki UKM. Pada atribut
kewirausahaan proactiveness, diketahui responden dengan kerabat kandung yang
pernah memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,82 dengan koefisien variasi
sebesar 13,89% dan responden dengan kerabat tidak kandung yang pernah
memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,63 dengan koefisien variasi sebesar
22,35%. Dalam hal ini proactiveness berarti suatu upaya untuk dapat memberikan
pengaruh dalam lingkungan dari pengusaha dengan kerabat kandung yang pernah
memiliki UKM memiliki proactiveness yang lebih besar dari pada pengusaha
dengan kerabat tidak kandung yang pernah memiliki UKM. Pada atribut
kewirausahaan competitive aggressiveness, diketahui responden dengan kerabat
kandung yang pernah memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 2,48 dengan
koefisien variasi sebesar 33,49% dan responden dengan kerabat tidak kandung
yang pernah memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 2,65 dengan kofisien
variasi sebesar 34,51%. Dalam hal ini competitive aggressiveness berarti
bagaimana mereaksikan kecenderungan kompetitif dan permintaan yang telah ada
pada pasar dari pengusaha dengan kerabat tidak kandung yang pernah memiliki
UKM lebih besar dari pada pengusaha dengan kerabat kandung yang pernah
memiliki UKM. Pada atribut kewirausahaan autonomy, diketahui responden
dengan kerabat kandung yang pernah memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar
3,52 dengan koefisien variasi sebesar 19,46% dan responden dengan kerabat tidak
kandung yang pernah memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,98 dengan
koefisien variasi sebesar 13,41%. Dalam hal ini autonomy berarti pekerja
mempunyai kebijakan dalam mengambil keputusan tentang cara kerja mereka
yang mereka yakini paling efektif dari pengusaha dengan kerabat tidak kandung
yang pernah memiliki UKM lebih besar dari pada pengusaha dengan kerabat
kandung yang pernah memiliki UKM. Pada atribut kewirausahaan org.
innovativeness, diketahui responden dengan kerabat kandung yang pernah
memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,41 dengan koefisien variasi sebesar
22,31% dan responden dengan kerabat tidak kandung yang pernah memiliki UKM
memiliki nilai mean sebesar 3,50 dengan koefisien variasi sebesar 16,44%.
67
Universitas Kristen Petra
Sehingga dari hasil dapat disimpulkan bahwa pengusaha dengan kerabat tidak
kandung yang pernah memiliki UKM memiliki org. innovativeness yang lebih
tinggi dari pada pengusaha dengan kerabat kandung yang pernah memiliki UKM.
Hasil ini sangat sesuai dengan pernyataan dari Alma (2008, p. 33) sehubungan
dengan latar belakang keluarga.
8. Kerabat Dekat/Famili yang Saat Ini Masih Memiliki UMKM
Tabel 4.20 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Berdasarkan Kerabat
Dekat/Famili yang Saat Ini Masih Memiliki UMKM
Atribut
Kewirausahaan Kerabat N Mean
Std.
Deviation
Koef.
Variasi Min Max
Innovativeness Kerabat kandung 13 3,92 0,75 19,01% 2,50 5,00
Kerabat tidak kandung 12 4,25 0,65 15,26% 3,00 5,00
Risk taking Kerabat kandung 13 3,79 1,01 26,65% 1,00 5,00
Kerabat tidak kandung 12 3,90 0,70 18,04% 2,75 5,00
Proactiveness Kerabat kandung 13 3,81 0,57 14,96% 2,75 4,50
Kerabat tidak kandung 12 3,67 0,74 20,21% 2,50 5,00
Competitive
aggressiveness
Kerabat kandung 13 2,31 0,74 32,24% 1,00 3,50
Kerabat tidak kandung 12 2,81 0,91 32,41% 2,00 4,75
Autonomy Kerabat kandung 13 3,48 0,73 20,83% 2,00 4,25
Kerabat tidak kandung 12 3,94 0,50 12,73% 3,00 4,75
Org.
Innovativeness
Kerabat kandung 13 3,35 0,80 23,87% 1,80 4,60
Kerabat tidak kandung 12 3,55 0,54 15,22% 2,60 4,20
Sumber: data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada atribut
kewirausahaan innovativeness, responden dengan kerabat kandung yang saat ini
masih memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,92 dengan koefisien variasi
sebesar 19,01% dan responden dengan kerabat tidak kandung yang saat ini masih
memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 4,25 dengan koefisien variasi sebesar
15,26%. Hal ini menunjukkan bahwa innovativeness yang merupakan daya guna
sumber ekonomi ke arah yang lebih produktif dari pengusaha dengan kerabat
tidak kandung yang saat ini masih memiliki UKM lebih besar dari pada
pengusaha dengan kerabat kandung yang saat ini masih memiliki UKM. Pada
atribut kewirausahaan risk taking, diketahui responden dengan kerabat kandung
yang saat ini masih memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,79 dengan
68
Universitas Kristen Petra
koefisien variasi sebesar 26,65% dan responden dengan kerabat tidak kandung
yang saat ini masih memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,90 dengan
koefisien variasi sebesar 18,04%. Risk taking yang berarti pengambilan resiko
atau konsekuensi dari suatu tindakan dari pengusaha dengan kerabat tidak
kandung yang saat ini masih memiliki UKM yang lebih besar dari pada pengusaha
dengan kerabat kandung yang saat ini masih memiliki UKM. Pada atribut
kewirausahaan proactiveness, diketahui responden dengan kerabat kandung yang
saat ini masih memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,81 dengan koefisien
variasi sebesar 14,96% dan responden dengan kerabat tidak kandung yang saat ini
masih memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,67 dengan koefisien variasi
sebesar 20,21%. Dalam hal ini proactiveness berarti suatu upaya untuk dapat
memberikan pengaruh dalam lingkungan dari pengusaha dengan kerabat kandung
yang saat ini masih memiliki UKM memiliki proactiveness yang lebih besar dari
pada pengusaha dengan kerabat tidak kandung yang saat ini masih memiliki
UKM. Pada atribut kewirausahaan competitive aggressiveness, diketahui
responden dengan kerabat kandung yang saat ini masih memiliki UKM memiliki
nilai mean sebesar 2,31 dengan koefisien variasi sebesar 32,24% dan responden
dengan kerabat tidak kandung yang saat ini masih memiliki UKM memiliki nilai
mean sebesar 2,81 dengan kofisien variasi sebesar 32,41%. Dalam hal ini
competitive aggressiveness berarti bagaimana mereaksikan kecenderungan
kompetitif dan permintaan yang telah ada pada pasar dari pengusaha dengan
kerabat tidak kandung yang saat ini masih memiliki UKM lebih besar dari pada
pengusaha dengan kerabat kandung yang saat ini masih memiliki UKM. Pada
atribut kewirausahaan autonomy, diketahui responden dengan kerabat kandung
yang saat ini masih memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,48 dengan
koefisien variasi sebesar 20,83% dan responden dengan kerabat tidak kandung
yang saat ini masih memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,94 dengan
koefisien variasi sebesar 12,73%. Dalam hal ini autonomy berarti pekerja
mempunyai kebijakan dalam mengambil keputusan tentang cara kerja mereka
yang mereka yakini paling efektif dari pengusaha dengan kerabat tidak kandung
yang saat ini masih memiliki UKM lebih besar dari pada pengusaha dengan
kerabat kandung yang saat ini masih memiliki UKM. Pada atribut kewirausahaan
69
Universitas Kristen Petra
org. innovativeness, diketahui responden dengan kerabat kandung yang saat ini
masih memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,35 dengan koefisien variasi
sebesar 23,87% dan responden dengan kerabat tidak kandung yang saat ini masih
memiliki UKM memiliki nilai mean sebesar 3,55 dengan koefisien variasi sebesar
15,22%. Sehingga dari hasil dapat disimpulkan bahwa pengusaha dengan kerabat
tidak kandung yang saat ini masih memiliki UKM memiliki org. innovativeness
yang lebih tinggi dari pada pengusaha dengan kerabat kandung yang saat ini
masih memiliki UKM. Begitu juga dengan hasil tabel di atas yang mendukung
teori Alma (2008, p. 33).
4.2.2 Mendeskripsikan Atribut Kewirausahaan yang Dimiliki oleh
Pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut
Pada sub bab ini setelah mengamati dan membagikan kuisioner kepada 25
responden yaitu UMKM yang berada di Kecamatan Rungkut, akan dianalisa dan
dibahas secara berurutan mengenai deskripsi tentang atribut kewirausahaan yang
dimiliki oleh pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut yang meliputi atribut
innovativeness, risk taking, proactiveness, competitive aggressiveness, autonomy
dan org. innovativeness dengan penjelasan sebagai berikut.
a. Innovativeness
Tabel 4.21 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Innovativeness
N Min Max Mean
Std.
Deviation
Koef.
Keragaman
Mencari sendiri ide-ide
baru tentang produk dan
proses-proses bisnis
25 2 5 4,12 0,781 18,96%
Mendukung dan
mendorong munculnya
gagasan produk baru
25 3 5 4,20 0,764 18,18%
Mendukung dan
mendorong untuk mencoba
proses-proses baru
25 1 5 3,96 1,020 25,75%
Mendukung dan
mendorong kreartifitas
bagi munculnya produk
baru dan layanan baru
25 1 5 4,04 0,978 24,21%
Innovativeness 25 2,5 5 4,08 0,706 17,31%
Sumber: data primer yang telah diolah
70
Universitas Kristen Petra
Rata-rata innovativeness yang dihasilkan adalah sebesar 4,08 dengan
standard deviasi 0,706. Hal ini menunjukkan bahwa data innovativeness beragam
yang ditunjukkan oleh koefisien keragaman sebesar 17,31%. Data yang beragam
tersebut juga dapat ditunjukkan dari minimum innovativeness sebesar 2,5 (tidak
setuju) dan maksimum innovativeness sebesar 5 (sangat setuju). Berdasarkan tabel
4.21 menjelaskan bahwa pengusaha UMKM memiliki atribut kewirausahaan yang
innovativeness atau berdaya gunanya sumber ekonomi ke arah yang lebih
produktif, dimana hasil tabel di atas pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut
memiliki faktor paling mendukung innovativeness, yaitu adanya dukungan dan
dorongan akan munculnya gagasan produk baru, ditunjukkan oleh nilai rata-rata
yang paling besar yaitu 4,20 dan koefisien keragaman yang paling kecil yaitu
18,18%.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengusaha UMKM di
Kecamatan Rungkut selalu mendukung karyawan dan mendorong munculnya
gagasan produk baru, tetapi kurang mendukung dan mendorong karyawan untuk
mencoba proses-proses baru.
b. Risk Taking
Tabel 4.22 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Risk Taking
N Min Max Mean
Std.
Deviation
Koef.
Keragaman
Harus memikul resiko
produk tidak laku jual 25 1 5 4,08 1,038 25,43%
Harus memikul resiko
perusahaan bakal
ditutup
25 1 5 3,96 1,020 25,75%
Harus memikul resiko
kerugian finansial 25 1 5 4,12 0,881 21,39%
Harus memikul resiko
akan dijauhi oleh
keluarga
25 1 5 3,20 1,225 38,27%
RiskTaking 25 1 5 3,84 0,860 22,39%
Sumber: data primer yang telah diolah
Adapun tabel statistik deskriptif di atas menunjukkan bahwa rata-rata risk
taking yang dihasilkan adalah sebesar 3,84 dengan standard deviasi 0,860. Hal ini
menunjukkan bahwa data risk taking beragam yang ditunjukkan oleh koefisien
71
Universitas Kristen Petra
keragaman sebesar 22,39%. Data yang beragam tersebut juga dapat ditunjukkan
dari minimum rik taking sebesar 1 (sangat tidak setuju) dan maksimum risk taking
sebesar 5 (sangat setuju). Adapun hasil tabel di atas menjelaskan bahwa
pengusaha UMKM memiliki tingkat risk taking yang paling mendukung, yaitu
pernyataan tentang pengusaha UMKM yang harus memikul resiko kerugian
finansial. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata yang paling besar yaitu 4,12 dan
koefisien keragaman yang paling kecil yaitu 21,39%.
Dengan begitu dapat memberikan gambaran bahwa pengusaha UMKM di
Kecamatan Rungkut lebih berani memikul resiko kerugian finansial, karena bagi
mereka keberanian untuk mencoba peluang berwirausaha tentu saja akan memiliki
resiko yang tinggi terutama dari sisi keuangan, dimana berwirausaha tentunya
memerlukan modal dan jika produk yang dijual tidak laku berarti pengusaha akan
merugi.
c. Proactiveness
Tabel 4.23 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Proactiveness
N Min Max Mean Std.
Deviation
Koef.
Keragaman
Orang pertama yang berbuat
untuk mengamankan pangsa
pasar
25 2 5 3,72 1,021 27,46%
Melakukan tindakan antisipasi
terhadap permintaan dimasa
datang
25 3 5 3,92 0,702 17,92%
Berbuat lebih awal dan lebih
cepat dari pesaing untuk
mencapai sasaran
25 1 5 3,48 0,963 27,66%
Melakukan tindak lanjut dari
setiap eksekusi bisnis dalam
mencapai sasaran perusahaan
25 3 5 3,84 0,554 14,42%
Proactiveness 25 2,5 5 3,74 0,647 17,31%
Sumber: data primer yang telah diolah
Berdasarkan tabel 4.23 menunjukkan bahwa rata-rata proactiveness yang
dihasilkan adalah sebesar 3,74 dengan standard deviasi 0,647. Hal ini
menunjukkan bahwa data proactiveness beragam yang ditunjukkan oleh koefisien
keragaman sebesar 17,31%. Data yang beragam tersebut juga dapat ditunjukkan
dari minimum proactiveness sebesar 2,5 (tidak setuju) dan maksimum
72
Universitas Kristen Petra
proactiveness sebesar 5 (sangat setuju). Tabel di atas juga menjelaskan bahwa
tingkat proactiveness yang paling mendukung adalah pernyataan tentang
pengusaha UMKM yang melakukan tindak lanjut dari setiap eksekusi bisnis
dalam mencapai sasaran perusahaan, hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata yang
terbesar kedua yaitu 3,84 dan koefisien keragaman yang paling kecil yaitu
14,42%.
Sehingga gambaran dari tabel di atas adalah pengusaha UMKM
melakukan tindak lanjut dari setiap eksekusi bisnis dalam mencapai sasaran
perusahaan. Hal ini wajar saja terjadi karena sebagai pengusaha tentunya lebih
tahu bagaimana tindak lanjut dari setiap eksekusi yang dilakukan.
d. Competitive Aggressiveness
Tabel 4.24 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Competitive
Aggressiveness
N Min Max Mean Std.
Deviation
Koef.
Keragaman
Melakukan serangan secara
frontal untuk mengalahkan
pesaing
25 1 4 2,20 1,118 50,82%
Bertindak cepat melakukan
balasan terhadap perusahaan
lain menyerang posisi pasarnya
25 1 5 2,40 1,258 52,43%
Menarget pangsa pasar lebih
besar meski harus memotong
harga maupun keuntungan dari
laba
25 1 5 2,64 1,221 46,24%
Menganggarkan dana lebih
besar dari pesaing untuk
pemasaran, kualitas, dan
kapasitas pabrik agar pangsa
lebih besar
25 1 5 2,96 1,060 35,81%
Competitiveaggressiveness 25 1 4,75 2,55 0,851 33,37%
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel statistik deskriptif 4.24 menunjukkan bahwa rata-rata
competitiveaggressiveness yang dihasilkan adalah sebesar 2,55 dengan standard
deviasi 0,851. Hal ini menunjukkan bahwa data competitiveaggressiveness sangat
beragam yang ditunjukkan oleh koefisien keragaman sebesar 33,37%. Data yang
beragam tersebut juga dapat ditunjukkan dari minimum
73
Universitas Kristen Petra
competitiveaggressiveness sebesar 1 (sangat tidak setuju) dan maksimum
competitiveaggressiveness sebesar 4,75 (sangat setuju). Dapat dikatakan bahwa
tingkat competitiveaggressiveness yang dimiliki pengusaha UMKM di Kecamatan
Rungkut adalah menganggarkan dana lebih besar dari pesaing untuk pemasaran,
kualitas, dan kapasitas pabrik agar pangsa lebih besar, hal ini ditunjukkan oleh
nilai rata-rata yang terbesar yaitu 2,96 dan koefisien keragaman yang paling kecil
yaitu 35,81%.
Secara keseluruhan Competitive Aggressiveness memiliki rata-rata yang
berada di kisaran angka 2. Hal ini menunjukkan bahwa pengusaha UMKM di
Kecamatan Rungkut kurang memiliki reaksi kecenderungan kompetitif dan
permintaan yang telah ada pada pasar.
e. Autonomy
Tabel 4.25 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Autonomy
N Min Max Mean Std.
Deviation
Koef.
Keragaman
Berani frontal dalam bersaing
menghadapi pendatang baru dan
pemain lama
25 1 5 3,12 1,236 39,60%
Mandiri dalam mengambil
keputusan agar konsep dan visi
bisnis kedepan bisa diwujudkan
25 2 5 4,00 0,764 19,09%
Menciptakan satuan kerja
mandiri dan mengambil tindakan
independen agar lebih efektif
dalam mengatasi kesulitan
25 2 5 4,00 0,764 19,09%
Mandiri dalam mengatasi
kesulitan meski tidak ada
dukungan dan koodinasi dari
manajemen
25 1 5 3,68 1,145 31,10%
Autonomy 25 2 4,75 3,70 0,657 17,77%
Sumber: data primer yang telah diolah
Rata-rata autonomy yang dihasilkan adalah sebesar 3,70 dengan standard
deviasi 0,657. Hal ini menunjukkan bahwa data autonomy sangat beragam yang
ditunjukkan oleh koefisien keragaman sebesar 17,77%. Data yang beragam
tersebut juga dapat ditunjukkan dari minimum autonomy sebesar 2 (tidak setuju)
dan maksimum autonomy sebesar 4,75 (sangat setuju). Tabel 4.25 juga
menjelaskan bahwa tingkat autonomy merupakan faktor yang paling mendukung,
74
Universitas Kristen Petra
yaitu mandiri dalam mengambil keputusan agar konsep dan visi bisnis kedepan
bisa diwujudkan serta menciptakan satuan kerja mandiri dan mengambil tindakan
independen agar lebih efektif dalam mengatasi kesulitan, hal ini ditunjukkan oleh
nilai rata-rata yang terbesar yaitu 4 dan koefisien keragaman yang paling kecil
yaitu 19,09%.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pengusaha UMKM di Kecamatan
Rungkut dinilai telah mandiri dalam mengambil keputusan dengan tujuan agar
konsep dan visi bisnis bisa diwujudkan. Selain itu, pengusaha juga dinilai sudah
dapat menciptakan satuan kerja mandiri dan mengambil tindakan independen
dengan tujuan agar lebih efektif dalam mengatasi kesulitan.
f. Org.Innovativeness
Tabel 4.26 Statistik Deskriptif Atribut Kewirausahaan Org.Innovativeness
N Min Max Mean Std.
Deviation
Koef.
Keragaman
Pengembangan produk yang
dibutuhkan oleh pasar dan
pelanggan
25 1 5 4,16 0,943 22,68%
Pengetahuan teknologi yang
dikuasai 25 1 5 3,36 0,995 29,61%
Kebutuhan pasar maupun karna
pengetahuan teknologi yang
dikuasai
25 1 5 3,36 1,186 35,30%
Kerjasama dan adopsi UMKM
dengan pihak supplier 25 1 5 3,08 1,115 36,20%
Adanya kerjasama antar
kelompok internal dalam
perusahaan
25 1 5 3,28 1,173 35,77%
OrgInnovativeness 25 1,8 4,6 3,45 0,681 19,76%
Sumber: data primer yang telah diolah
Pada atribut org. innovativeness dihasilkan sebesar 3,45 dengan standard
deviasi 0,681. Hal ini menunjukkan bahwa data org. innovativeness beragam yang
ditunjukkan oleh koefisien keragaman sebesar 19,76%. Data yang beragam
tersebut juga dapat ditunjukkan dari minimum org. innovativeness sebesar 1,8
(sangat tidak setuju) dan maksimum org. innovativeness sebesar 4,6 (sangat
setuju). Tabel di atas juga menjelaskan bahwa tingkat factor yang paling
mendukung adalah org. Innovativeness, yaitu pengembangan produk yang
75
Universitas Kristen Petra
dibutuhkan oleh pasar dan pelanggan, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata yang
terbesar yaitu 4,16 dan koefisien keragaman yang paling kecil yaitu 22,68%.
Secara organisasi UMKM di Kecamatan Rungkut dinilai telah
berkembang karena pengembangan produk yang dibutuhkan oleh pasar dan
pelanggan. Permintaan pasar dan pelanggan selalu direspon positif oleh
pengusaha UMKM di Kecamatan Rungkut dengan cara mengembangkan produk
sesuai dengan yang dibutuhkan pasar, karena dengan mengikuti perkembangan
pasar maka pengusaha UMKM tersebut akan dapat bersaing dengan UMKM yang
lain.
4.3 Mengungkap Hubungan antara Profil Pengusaha UMKM dengan
Atribut Kewirausahaan pada UMKM di Kecamatan Rungkut
Pada sub bab ini setelah mengamati dan membagikan kuisioner kepada 25
responden yaitu UMKM yang berada di Kecamatan Rungkut, akan dianalisa dan
dibahas secara berurutan mengenai keterkaitan antara profil pengusaha UMKM
dengan atribut kewirausahaan pada UMKM di Kecamatan Rungkut yang
mencakup banyak aspek. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisa
statistik anova, dimana kriteria yang digunakan adalah jika F hitung < F tabel atau
sig. > 0,10 maka tidak ada perbedaan yang signifikan, sebaliknya jika F hitung ≥
F tabel atau sig. ≤ 0,10 maka ada perbedaan yang signifikan. Peneliti
menggunakan tingkat kesalahan (α) 10% karena penelitian ini bersifat sosial
(berhubungan dengan persepsi seseorang tentang sesuatu hal) sehingga peneliti
menentukan taraf kesalahan yang lebih besar dari biasanya yaitu sebesar 10%.
Berikut adalah penjelasan tentang hasil anova:
1. Jenis Kelamin
Tabel 4.27 Hasil Analisa Varian (ANOVA) Hubungan Atribut Kewirausahaan
Berdasarkan Jenis Kelamin
Atribut Kewirausahaan F hit Sig.
Innovativeness 0,287 0,597
Risk taking 3,187 0,087
Proactiveness 0,006 0,938
Competitive aggressiveness 0,750 0,396
Autonomy 0,151 0,701
76
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.27 Hasil Analisa Varian (ANOVA) Hubungan Atribut Kewirausahaan
Berdasarkan Jenis Kelamin (sambungan)
Atribut Kewirausahaan F hit Sig.
Org. Innovativeness 0,060 0,809
Sumber: data primer yang telah diolah
Hasil anova menunjukkan bahwa secara statistik hanya variabel risk taking
yang memiliki perbedaan signifikan pada level 10% antara jenis kelamin laki-laki
dengan perempuan, sehingga dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih berani
mengambil resiko atau konsekuensi dari suatu tindakan dibandingkan dengan
perempuan. Sedangkan atribut-atribut Innovativeness, Proactiveness, Competitive
aggressiveness, Autonomy dan Org. Innovativeness meskipun secara dekriptif
terdapat perbedaan (lihat tabel 4.13), namun secara statistik masih dianggap sama
(tidak berbeda), meskipun peneliti sudah menggunakan taraf kesalahan 10%.
2. Pendidikan
Tabel 4.28 Hasil Analisa Varian (ANOVA) Hubungan Atribut Kewirausahaan
Berdasarkan Pendidikan
Atribut Kewirausahaan F hit Sig.
Innovativeness 0,045 0,834
Risk taking 0,328 0,572
Proactiveness 0,007 0,933
Competitive aggressiveness 0,461 0,504
Autonomy 0,014 0,906
Org. Innovativeness 0,179 0,676
Sumber: data primer yang telah diolah
Hasil anova menunjukkan bahwa secara statistik atribut-atribut
kewirausahaan yang terdiri dari Innovativeness, Risk taking, Proactiveness,
Competitive aggressiveness, Autonomyi dan org. innovativeness meskipun secara
dekriptif terdapat perbedaan (lihat tabel 4.17), namun secara statistik masih
dianggap sama (tidak berbeda) berdasarkan pendidikan, meskipun peneliti sudah
menggunakan taraf kesalahan 10%..
77
Universitas Kristen Petra
3. Kerabat Dekat/Famili yang Pernah Memiliki UMKM
Tabel 4.29 Hasil Analisa Varian (ANOVA) Hubungan Atribut Kewirausahaan
Berdasarkan Kerabat Dekat/Famili yang Pernah Memiliki UMKM
Atribut Kewirausahaan F hit Sig.
Innovativeness 1,286 0,268
Risk taking 0,078 0,782
Proactiveness 0,515 0,48
Competitive aggressiveness 0,223 0,641
Autonomy 3,181 0,088
Org. Innovativeness 0,093 0,763
Sumber: data primer yang telah diolah
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari hasil hasil anova diketahui secara
statistik atribut-atribut kewirausahaan yang terdiri dari innovativeness, risk taking,
proactiveness, competitive aggressiveness, dan org. innovativeness meskipun
secara dekriptif terdapat perbedaan (lihat tabel 4.19), namun secara statistik masih
dianggap sama (tidak berbeda) berdasarkan kerabat dekat/famili yang pernah
memiliki UMKM, meskipun peneliti sudah menggunakan taraf kesalahan 10%.
Sedangkan atribut autonomy memiliki perbedaan yang signifikan karena nilai F
hitung yang lebih besar dari F tabel atau nilai signifikansi yang lebih kecil dari
0,10 (10%).
4. Kerabat Dekat/Famili yang Saat Ini Masih Memiliki UMKM
Tabel 4.30 Hasil Analisa Varian (ANOVA) Hubungan Atribut Kewirausahaan
Berdasarkan Kerabat Dekat/Famili yang Saat Ini Masih Memiliki UMKM
Atribut Kewirausahaan F hit Sig.
Innovativeness 1,358 0,256
Risk taking 0,094 0,762
Proactiveness 0,287 0,597
Competitive aggressiveness 2,317 0,142
Autonomy 3,300 0,082
Org. Innovativeness 0,507 0,484
Sumber: data primer yang telah diolah
Hasil anova menunjukkan bahwa secara statistik atribut-atribut
innovativeness, risk taking, proactiveness, competitive aggressiveness, dan org.
78
Universitas Kristen Petra
innovativeness meskipun secara dekriptif terdapat perbedaan (lihat tabel 4.20),
namun secara statistik masih dianggap sama (tidak berbeda) berdasarkan kerabat
dekat/famili yang saat ini masih memiliki UMKM, meskipun peneliti sudah
menggunakan taraf kesalahan 10%. Sedangkan atribut autonomy memiliki
perbedaan yang signifikan karena nilai F hitung yang lebih besar dari F tabel atau
nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,10 (10%).