Download - askep gerontik masalah depresi .doc
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa adalah dilihat dari harapan
hidup penduduknya. Demikian juga dengan Indonesia sebagai suatu negara
berkembang yang tingkat kesehatan penduduknya cukup baik (Darmojo dan
Martono,1999). Meningkatnya status kesehatan masyarakat, selain digambarkan
dengan makin menurunnya angka kesakitan dan kematian juga dapat digambarkan
dengan meningkatnya umur harapan hidup (Djojosugito, 2000). Sebagai akibat
penurunan angka kelahiran, angka kesakitan, dan angka kematian menyebabkan
terjadi peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (lansia). Makin panjangnya umur
harapan hidup disamping sebagai suatu kebanggaan tetapi dilain pihak juga
merupakan tantangan yang sangat berat, mengingat tidak sedikit masalah yang
bisa timbul sebagai dampak penuaan. Penyakit – penyakit pada lansia pada
umumnya memiliki karakterisrik berupa penyakit multiple, degeneratif yang
kronis. Sering kali keluhan sakit pada lansia tidak diikuti oleh adanya kondisi
yang patologis, sehingga hanya berupa suatu keluhan subyektif dari lansia (Ilness)
(Pearson and Vaughan, 1986). Studi morbiditas menunjukkan bahwa tingkat
keluhan sakit dari penduduk Indonesia, dan lansia berdasarkan SUSENAS 1992
sebesar 21,0 % dan menunjukkan peningkatan yang sangat berarti pada tahun
1995 yakni sebesar 55,8 % (Djojosugito,2000).Pandangan sebagian masyarakat
yang menganggap lansia sebagai manusia yang tidak mampu, lemah dan sakit-
sakitan menyebabkan mereka memperlakukan lansia sebagai manusia yang tidak
berdaya sehingga segala aktifitas sangat dibatasi (Menuh,2000).
Bagaimanapun kuatnya kemauan, harapan dan usaha pengembangan karir
yang dilakukan akhirnya akan mencapai puncaknya kemudian tanpa terasa akan
mengalami kemunduran baik aktivitas fisik, pemanfaatan fungsi psikologis
maupun kegiatan sosial. Sebenarnya keadaan para Lansia tidak separah seperti
menurut pandangan dan mitos-mitos, karena mereka masih memiliki potensi dan
dapat menjadi usia keemasan (golden age) dan atau senior citizen. Akibatnya
jumlah orang yang lanjut usia akan bertambah dan ada kecenderungan akan
meningkat lebih cepat (Nugroho,1992). Dengan meningkatnya harapan hidup,
perlu diwaspadai kemungkinan peningkatan jumlah orang yang menderita cacat
dan pada manusia lansia (manula; usia diatas 65 tahun) sering dijumpai berbagai
gangguan, diantaranya: gangguan daya ingat (memori), gangguan kecerdasan
(kognitif), gangguan fungsi gerak dan rasa, serta gangguan keseimbangan dan
koordinasi. Pada saat ini pergeseran kondisi sosial masyarakat yang mengarah
pada pola hidup individu mengakibatkan kondisi hidup lansia semakin menderita.
Banyak lansia yang ditelantarkan oleh keluarga akibat ketidakmampuan merawat
dan tidak sedikit dari mereka kini hidup di jalanan dan hanya sebagian kecil yang
masih beruntung bisa dirawat di Panti-Panti Wreda. Keadaan ini memerlukan
antisipasi dari semua pihak termasuk diantaranya profesi keperawatan.
Keadaan lansia yang serba terbatas memerlukan perlakuan hak asasi sama
seperti manusia lainnya, khusus karena kondisinya yang menurun, bantuan
peningkatan kesejahteraan sosial dan sentuhan keperawatan yang khusus sehingga
dapat mengurangi angka morbiditas lansia serta menjadikan mereka hidup lebih
sejahtera sesuai dengan kondisinya. Oleh karena itu praktek keperawatan lansia di
Panti Wreda merupakan suatu langkah nyata untuk merealisasikan upaya
perawatan khususnya keperawatan bagi lansia, dengan fokus peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, optimalisasi fungsi fisik dan mental serta
pemerliharaan kesehatan untuk mendapatkan ketenangan hidup dan berproduktif.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah melakukan proses pembelajaran lapangan/klinik diharapkan dapat
mempelajari asuhan keperawatan pada lansia di Panti Werda Sosial
“Bahagia“ Magetan.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Melakukan pengkajian perawatan pada lansia
b. Melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada lansia
c. Melakukan tindakan keperawatan pada lansia
d. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada lansia di Panti Sosial
Werda “Bahagia” Magetan.
C. Lingkup/Batasan Masalah
Pada laporan kasus ini membahas tentang “Asuhan Keperawatan Lansia Ny.
C dengan Gangguan Pola Makan Akibat Gastritis” di Panti Sosial Tresna
Werdha “Bahagia” Magetan.
D. Sistematika Penulisan
Asuhan Keperawatan ini disusun dengan mengunakan metode diskriptif
dalam bentuk studi kasus mengenai asuhan keperawatan pada lansia di Panti
Wreda Bahagia Magetan. Adapun langkah penulisan studi kasus ini sebagai
berikut :
a. Studi pustaka dengan mempelajari literatur ilmiah
b. Studi kasus dengan melakukan asuhan langsung pada lansia mulai
pengkajian hingga evaluasi.
Sistematika Penulisan
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Lingkup/Batasan Masalah
D. Sistematika Penulisan
BAB 2 TINJAUAN TEORI
A. Teori – teori tentang proses penuaan
B. Teori Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan kasus Gastritis
BAB 3 TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
B. Rencana Keperawatan
C. Pelaksanaan Asuhan Keperawatan
D. Evaluasi
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. TEORI-TEORI TENTANG PROSES PENUAAN
Proses penuaan dipandang sebagai sebuah proses total dan sudah dimulai
saat masa konsepsi. Meskipun penuaan adalah sebuah proses berkelanjutan, belum
tentu seseorang meninggal hanya karena usia tua. Sebab individu memiliki
perbedaan yang unik terhadap genetik, sosial, psikologik, dan faktor-faktor
ekonomi yang saling terjalin dalam kehidupannya menyebabkan peristiwa menua
berbeda pada setiap orang. Dalam sepanjang kehidupannya, seseorang mengalami
pengalaman traumatik baik fisik maupun emosional yang bisa melemahkan
kemampuan seseorang untuk memperbaiki atau mempertahankan dirinya.
Akhirnya periode akhir dari hidup yang disebut senescence terjadi saat organisme
biologik tidak dapat menyeimbangkan lagi mekanisme “Pengerusakan dan
Perbaikan”.
a. Batasan-batasan Lansia
Batasan seseorang dikatakan Lanjut usia masih diperdebatkan oleh para
ahli karena banyak faktor fisik, psikis dan lingkungan yang saling mempengaruhi
sebagai indikator dalam pengelompokan usia lanjut. Proses penuaan berdasarkan
teori psikologis ditekankan pada perkembangan. World Health Organization
(WHO) mengelompokkan usia lanjut sebagai berikut :
1. Middle Aggge (45-59 tahun)
2. Erderly (60-74 tahun)
3. Old (75-90 tahun)
4. Very old (> 91 tahun)
Menurut Birren dan Renner dalam Johanna E.P (1991; 75) usia biologis
dapat diberi batasan sebagai suatu estimasi posisi seseorang dalam hubungannya
dengan potensi jangka hidupnya. Menurut Eisdoefer dan Wilkie dalam Johanna,
EP (1993, 75) mengatakan bahwa usia biologis adalah proses genetik yang
berhubungan waktu, tetapi terlepas dari stres, trauma dan penyakit. Seseorang
dikatakan muda secara biologis apabila secara kronologis tua, tetapi organ-organ
tubuhnya, seperti jantung, ginjal, hati, saluran pencernaan, tetap berfungsi seperti
waktu muda.
Usia psikologis adalah kapasitas individu untuk adaptif dalam hal ingatan,
belajar, intelegnsi, keterampilan, perasaan, motivasi dan emosi. Apabila hal ini
masih baik dan stabil dapat dikatakan secara psikologis ia masih dewasa.
Usia sosial menekankan peran dan kebiasaan seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain dan menjalankan perannya dengan penuh
tanggung jawab di mayarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan :
1. Herediter
2. Nutrisi
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stress
b. Proses penuaan
1. Pengertian
Aging proses adalah suatu periode menarik diri yang tak
terhindarkan dengan karakteristik menurunnya interaksi antara lansia
dengan orang lain di sekitarnya. Individu diberi kesempatan untuk
mempersiapkan dirinya menghadapi “ketidakmampuan” dan bahkan
kematian (Cox, 1984).
2. Teori-teori Proses Penuaan
a. Teori Biologi
1) Perubahan biologi yang berasal dari dalam (intrinsik)/ Teori
Genetika
a) Teori jam biologi (Biological clock theory). Proses menua
dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan dari dalam. Umur
seseorang seolah-olah distel seperti jam.
b) Teori menua yang terprogram (program aging theory), sel
tubuh manusia hanya dapat membagi diri sebanyak 50 kali.
c) Teori Mutasi (somatic mutatie theory), setiap sel pada saatnya
akan mengalami mutasi.
d) The Error Theory, “Pemakaian dan rusak” kelebihan usaha dan
stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
2) Perubahan biologik yang berasalah dari luar/ekstrinsik (Teori Non
Genetika).
a) Teori radikal bebas, meningkatnya bahan-bahan radikal bebas
sebagai akibat pencemaran lingkungan akan menimbulkan
perubahan pada kromosom pigmen dan jaringan kolagen.
b) Teori imunlogi, perubahan jaringan getah bening akan
mengakibatkan ketidakseimbangan sel T dan terjadi penurunan
fungsi sel-sel kekebalan tubuh, akibatnya usia lanjut mudah
terkena infeksi.
b. Teori Psikologik
1) Maslow Hierarchy Human Needs Theory
Teori Maslow mengungkapkan hirarki kebutuhan manusia yang
meliputi 5 hal (kebutuhan biologik, keamanan dan kenyamanan ,
kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri.
2) Jung’s Theory of invidualism
Teori individualism yang dikemukakan Carl Jung (1960)
mengungkapkan perkembangan personality dari anak-anak,
remaja, dewasa muda, dewasa pertengahan hingga dewasa tua
(lansia) yang dipengaruhi baik dari internal maupun eksternal.
3) Course of Human Life Theory
Chorlotte Buhler juga merupakan penganut teori psikologik
dengungkapkan bawa teori perkembangan dasar manusia yang
difokuskan pada identifikasi pencapaian tujuan hidup seseorang
dalam melalui fase-fase perkembangan.
4) Eight Stages of Life Theory
Teori “Eight Stages of Life” yang dikemukakan Erikson (1950)
adalah suatu teori perkembangan psikososial yang terbagi atas 8
tahap, yang mempunyai tugas dan peran yang perlu diselesaikan
dengan baik :
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
Tahap VII
Tahap
VIII
Masa bayi timbul kepercayaan dasar (basic trust)
Tahap penguasaan diri (autonomi)
Tahap inisiatip
Timbulnya kemauan untuk berkarya (Industriousness)
Mencari identitas diri (Identy)
Timbulnya keintiman (Intimacy)
Mencapai kedewasaan (generativity)
Memasuki usia lanjut akan mencapai kematangan
kepribadian (ego Integrity), dia merupakan orang yang
memiliki integritas dalam kepribadian sehingga mampu
berbuat untuk kepentingan umum. Kegagalan pada tahap
ini akan menyebabkan cepat putus asa.
Demikian juga dengan teori “Developmental Task” yang dikemukakan
Havighurst (1972) bahwa masing-masing individu melalui tahap-tahap
perkembangan secara spesifik dan terjadi variasi/perbedaan antara individu satu
dengan lainnya.
Tahap perkembangan ini harus dilalui dengan baik sehingga individu akan
merasakan kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup.
3. Peran Perawat pada klien lansia sesuai Proses Penuaan.
Proses Perawatan Kesehatan bagi para Lansia merupakan tugas yang
membutuhkan suatu kondisi yang bersifat komprehnsif sehingga diperlukan suatu
upaya penciptaan suatu keterpaduan antara berbagai proses yang dapat terjadi
pada lansia. Untuk mencapai tujuan yang lebih maksimal, konsep dan strategi
pelayanan kesehatan bagi para lansia memegang peranan yang sangat penting
dalam hal ini tidak lepas dari peran perawat sebagai unsur pelaksana.
Dalam proses tersebut, peran perawat yang dapat dikembangkan untuk
merawat lansia, berdasarkan proses penuaan yang terjadi, yaitu :
1). Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Biologik (Fisik).Perawatan dengan perubahan fisik adalah perawatan yang memperhatikan
kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yagn dialami oleh lansia semasa
hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresivitasnya.
Perawatan fisik ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Perawatan bagi usila yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhannya sehari-
hari bisa dipenuhi sendiri.
b. Perawatan bagi usila yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau kesakitan sehingga memerlukan
bantuan orang lain untuk melakukan kebutuhannya sendiri. Disinilah
peran perawat teroptimalkan, terutama tentang hal-hal yang berhubungan
dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya, dan
untuk itu perawat harus mengetahui dasar perawatan bagi pasien lansia.
Peran perawat dalam membantu kebersihan perorangan sangat penting
dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat
timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Selain itu kemunduran
kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap
gangguan infeksi dari luar. Untuk para lansia yang masih aktif, peran perawat
sebagai pembimbing mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan
badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidir, hal
makanan, cara mengkonsumsi obat, dan cara pindah dari kursi ke tempat tidur
atau sebaliknya. Kegiatan yang dilakukan secara rutin akan sangat penting
dipertahankan pada lansia dengan melihat. Kemampuan yang ada, karena adanya
potensi kelemahan atropi otot dan penurunan fungsi.
2). Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Sosial.
Dalam perannya ini, perawat perlu melakukan pendekatan sosial sebagai
salah satu upayanya adalah memberikan kesempatan berkumpul dengan sesama
usila. Mereka dapat bertukar cerita atau bertukar pikiran dan memberikan
kebahagiaan karena masih ada orang lain yang mau bertukar pikiran serta
menghidupkan semangat sosialisasi. Hasil kunjungan ini dapat dijadikan
pegangan bahwa para lansia tersebut adalah makluk sosial juga, yang
membutuhkan kehadiran orang lain.
3). Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Psikologi.
Pada lansia, terutama yang melakukan kegiatan pribadi, memerlukan
bantuan orang lain, memerlukan sebagai suporter, interprester terhadap segala
sesuatu yang asing, penampung rahsia pribadi, dan sahabat yang akrab. Peran
perawat disini melakukan suatu pendekatan psikis, dimana membutuhkan seorang
perawat yang memiliki kesabaran, ketelitian dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai keluhan agar para usila merasa puas.
Pada dasarnya pasien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
lingkungannya, termasuk perawat sehingga perawat harus menciptakan suasana
aman, tenang dan membiarkan klien lansia melakukan atau kegiatan lain yang
disenangi sebatas kemampuannya.
Peran perawat disini juga sebagai motivator atau membangkitkan kreasi
pasien yang dirawatnya untuk mengurangi rasa putus asa, rendah diri, rasa
terbatas akibat ketidak mampuannya. Hal ini perlu dilakukan karena bersamaan
dengan makin lanjutnya usia, terjadi perubahan psikis yang antara lain
menurunnya daya ingat akan peristiwa yang baru saja terjadi, perubahan pola tidur
dengan kecenderungan untuk tiduran di siang hari dan pengeseran libido.
Mengubah tingkah laku dan pandangan terhadap kesehatan lansia tidak
dapat dilakukan seketika. Seorang perawat harus melakukannya secara perlahan-
lahan dan bertahap serta mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi
sehingga seluruh pengalaman yang dilalui tidak menambah beban tetapi justru
tetap memberikan rasa puas dan bahagia.
4. Penutup
Sejalan dengan program peningkatan Sumber Daya Manusia seluruh
masyarakat Indonesia, maka peran perawat yang diintervensikan terhadap para
lansia meliputi konsep pembinaan kesehatan terpadu, terarah, kontinu dan
memiliki jangkauan yang seluas-luasnya. Hal ini sejalan dengan proses penuaan
yang terjadi pada lansia baik secara proses biologik, sosiologik maupun
psikologik yang memerlukan suatu pendekatan yang komprehensif dan
memandang lansia secara holistik.
Peran perawat dalam konsep pembinaan ini meliputi pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif, adapun upaya pelayanan disesuaikan dengan
keadaan lansia dengan penekanan pada upaya pelayanan promotif dan preventif.
Kegiatan promotif dan preventif lebih dititik beratkan pada penyuluhan kesehatan,
pencegahan cedera, peningkatan kesadaran hidup sehat dengan terapan
tercapainya pola dan perilaku yang selalu mengarah pada hidup sehat dan
sejahtera.
Kepustakaan
Annette G. Lueckenotte, 1996. Gerontologic Nursing, Saint Louis Mosby Year Book. Inc.
Barbara C. Long, 1989. Perawatan Medical Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Saint Louis. Mosby Year Book. Inc.
Darmojo, Boedhi dan Martono Hadi. 2000. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI.
Depkes RI. 1994. Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: PPNI.
Effendy Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakar-ta: EGC
Hardywinoto dan Setiabudhi, Tony. 1999. Panduan Gerontologi; Tinjauan dari Berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hudak and Gallo, 1994. Keperawatan Kritis, Philadelphia Lippincott Company.
Lueckenotte, 1998. Pengkajian Gerontologi. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Wahjudi Nugroho, 1992. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Lanjut Usia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh
setiap orang. Batasan orang dikatakan lansia berdasarkan UU No.13 tahun 1998
adalah 60 tahun. Depkes dikutif dari Azis (1994) lebih lanjut membuat
penggolongan lansia menjadi 3 (tiga) kelompok yakni:
(1) Kelompok lansia dini (55-64 tahun), yakni keompok yang baru memasuki
lansia
(2) Kelompok lansia (65 tahun keatas)
(3) Kelompok lansia resiko tinggi, yakni lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
B. Proses Terjadinya Penuaan
Proses terjadinya penuaan dijelaskan dalam beberapa teori penuaan, antara
lain:
1. Biologi
a. Teori "Genetic Clock";
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program
jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu
tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan
berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian
Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu
dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam
kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teorierrorcatastrophe) hal
penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-aktor
penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui
bahwa radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini
terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik, akan
menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori “Error”
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik
adalah hipotesis "Error Castastrophe" (Darmojo dan Martono, 1999).
Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai
macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat kesalahan
tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan
kerukan sel dan fungsi sel secara perlahan.
c. Teori “Autoimun”
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang
dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik
menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini akan
mengakibatkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami
perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya
Goldstein(1989) dikutif dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan dengan makin
bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia (Brocklehurst,1987
dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem imun tubuh
sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua,
daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel
patologis meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994
dikutif dari Nuryati, 1994)
d. Teori “Free Radical”
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam
tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal
Hidroksil (OH) dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat
merusak karena sangat reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA,
protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang dikutif dari
Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin
banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi ,
kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyababan sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan
kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan
secara langsung.
b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan
adanya suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti
hubungan dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia, karena orangyang digolongkan dala usia tua akan
mempercepat proses penuaan.
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai
aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai
kebtuhan yang sempurna.
b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas
dalam perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan denga
lingkungan ada tingkat maksimumnya.
d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas
perkembangan sesuai dengan usianya.
B. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia
1. Perubahan Fisik
a. Sistem pernafasan pada lansia.
1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume
udara inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk
sehingga potensial terjadi penumpukan sekret.
3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya )
sehingga jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami
penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan
normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.
5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose
oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua
kejaringan.
6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri
juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh
sendiri.
7) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus
alium dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya
obstruksi.
c. Sistem persyarafan.
1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3) Mengecilnya syaraf panca indera.
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya
syaraf pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu
dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1) Penglihatan
a) Kornea lebih berbentuk skeris.
b) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon
terhadap sinar.
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya
gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau
pada skala.
2) Pendengaran.
a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 %
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan
otosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena
meningkatnya kreatin.
3) Pengecap dan penghidu.
a) Menurunnya kemampuan pengecap.
b) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan
selera makan berkurang.
4) Peraba.
a) Kemunduran dalam merasakan sakit.
b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
b. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun
sesudah berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
( mengakibatkan pusing mendadak ).
4) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
d. Sistem genito urinaria.
1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50
%, fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria
( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang
ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah,
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi
BAK meningkat, vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut
usia sehingga meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva.
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga
permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya
lebih alkali terhadap perubahan warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi
kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
e. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1) Produksi hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada
di pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH
dan LH.
4) Menurunnya aktivitas tiriod BMR turun dan menurunnya daya
pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen,
testosteron.
7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari
sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa
(stess).
f.Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang
biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput
lendir, atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari
syaraf pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam
lambung menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
g. Sistem muskuloskeletal.
1) Tulang kehilangan densikusnya rapuh.
2) resiko terjadi fraktur.
3) kyphosis.
4) persendian besar & menjadi kaku.
5) pada wanita lansia > resiko fraktur.
6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi
badan berkurang ).
a. Gerakan volunter gerakan berlawanan.
b. Gerakan reflektonik Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi
terhadap rangsangan pada lobus.
c. Gerakan involunter Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi
terhadap suatu perangsangan terhadap lobus
d. Gerakan sekutu Gerakan otot lurik yang ikut bangkit untuk
menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
h. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2) Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan
hilangnya jaringan adiposa
3) Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga
tidak begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4) Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya
aliran darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
5) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan
penyembuhan luka luka kurang baik.
6) Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7) Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna
rambut kelabu.
8) Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang
menurun.
9) Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang
menurun.
10) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak rendahnya akitfitas otot.
I. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1) Perubahan sistem reprduksi.
a) selaput lendir vagina menurun/kering.
b) menciutnya ovarium dan uterus.
c) atropi payudara.
d) testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur berangsur.
e) dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi
kesehatan baik.
2) Kegiatan sexual.
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi
kehidupan yang berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang
mempunyai kebutuhan sexual, disini kita bisa membedakan dalam tiga
sisi : 1) fisik, Secara jasmani sikap sexual akan berfungsi secara
biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan proses
reproduksi, 2) rohani, Secara rohani tertuju pada orang lain sebagai
manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan
sexualitas melalui pola pola yang baku seperti binatang dan 3) sosial,
Secara sosial kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang
lain yang merupakan suatu alat yang apling diharapkan dalammenjalani
sexualitas.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan
cara yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa
ia sangat berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa
harus berhubungan badan, msih banyak cara lain unutk dapat
bermesraan dengan pasangan anda. Pernyataan pernyataan lain yang
menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak mengambil alih fungsi
hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.
2. Perubahan-perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. kesehatan umum
c. Ttingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
Perubahan kepribadian yang drastis keadaan inijarang terjadi lebih sering
berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin
oleh karena faktor lain seperti penyakit-penyakit.
Kenangan (memory) ada dua; 1) kenangan jangka panjang, berjam-jam
sampai berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan, 2) Kenangan
jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
Intelegentia Quation; 1) tidakberubah dengan informasi matematika dan
perkataan verbal, 2) berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan
psikomotorterjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-
tekanan dari faktro waktu.
Pengaruh proses penuaan pada fungsi psikososial.
1. perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi,
kemunduran orientasi, penglihatan, pendengaran mengakibatkan
kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.
2. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel sel otak.
3. Gangguan halusinasi.
4. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
5. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri.
2.4 Konsep Gangguan Harga Diri
Gangguan harga diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami atau
beresiko mengalami evaluasi diri yang negatif tentang kemampuan atau diri
(Carpenito, 1999). Harga diri merupakan satu dari empat komponen konsep diri.
Gangguan konsep diri merupakan kategori diagnostik umum.
2.4.1 Batasan karakteristik ganguan harga diri (Carpenitto) :
- Pengungkapan diri negatif
- Ekpresi malu atau rasa bersalah
- Ekpresi diri sebagai seorang yang tidak dapat mengatasi suatu situasi.
- Merasionalisasi penolakan
- Ketidakmampuan untuk menentukan tujuan
- Pemecahan masalah yang buruk
- Menunjukkan gejala depresi (ggn tidur, ggn makan).
- Mencari jaminan secara berlebihan
- Perilaku penyalahgunaan diri
- Menolak mencoba situasi baru
- Mengingkari masalah-masalah nyata
- Proyeksi rasa bersalah/ tanggungjawab terhadap masalah
- Merasionalisasikan kegagalan pribadi
- Hipersensivitas terhadap kritik ringan
- Penuh kata-kata yang muluk.
2.4.2. Faktor-faktor yang berhubungan
Gangguan harga diri dapat merupakan kejadian episodik atau masalah kronis.
Kegagalan untuk memecahkan suatu masalah atau stress berurutan dapat
menimbulkan harga diri rendah kronis. Faktor-faktor tersebut dapat terjadi
sepanjang waktu.
2.4.3 Patofisiologi
Gambar 1. Hubungan harga diri dengan timbulnya berbagai masalah
keperawatan.
Dari konsep diatas dapat dirumuskan beberapa diagnose keperawatan pada klien
yang mengalami gangguan harga diri yaitu:
1). Gangguan harga diri b.d kegagalan hidup skunder tidak bekerja, masalah
finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta instiusionalisasi.
2). Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan
3). Resiko cedera b.d gangguan fungsi vaskuler
2.5 Konsep Asuhan keperawatan lansia dengan gangguan harga diri
2.5.1. Pengkajian
- Kaji hal yang berhubungan dengan karakteristik atau identitas klien secara
umum termasuk genogram serta riwayat hidup klien terutama yang behubungan
dengan kondisi klien saat ini.
- Kaji tentang keadaan umum
- Kaji tentang keadaan fisik dengan melakukan pemeriksaan fisik
Perubahan penampilan :- Kehilangan bagian tubuh- Kehilangan fungsi tubuh- Bentuk badan berubah
Situasional:- Kebutuhan tidak terpenuhi- Kurangnya umpan balik positif- Perasaan diabaikan- Perasaan kegagalan skunder ; tidak bekerja, masalah
finansial, kehilangan kerja, masalah hubungan dengan keluarga, riwayat penyalah gunaan hubungan.
- Harapan yang tak terelealisasi- Penolakan oleh keluarga- Persaasaan tidak berdaya akibat institusionalisasi- Riwayat berbagai kegagalan
Maturasi :- Berhubungan dengan kehilangan (orang, fungsi, finansial, pekerjaan)
Harga diri rendah Ggn konsep diri (Harga diri)
Stress
HPA AXIS
ACTH
Korteks adrenal (cortisol)(Perubahan sistem imun)
Medulla adrenal(Peningkatan katekolamin )
Resiko terjadi infeksiNadi meningkat, Tek. Darah meningkat, Respirasi
meningkat
Resiko terjadi trauma
- Kaji tentang kemampuan ADL klien dan lakukan penilaian dengan indeks ADL
Katz.
- Kaji tentang data mental, dengan sekala depresi beck, Short Portable Mental
Status Questionnaire (SPMSQ), dan Mini Mental State Exam (MMSE) serta
tingkat keasadarn klien.
2.5.2 Rencana Keperawatan
1). Gangguan harga diri b.d kegagalan hidup skunder tidak bekerja, masalah
finansial, masalah dengan hubungan keluarga serta instiusionalisasi.
Tujuan :
Setelah dirawat klien menunjukan harga diri positif :
- Mengungkapkan perasaan dan pikiran mengenai diri
- Mengidentifikasi atribut positif mengenai diri
- Dapat mengeidentifikasi akibat gangguan harga diri
Kriteria:
- Klien dapat aktif beraktivitas
- Klien dapat tidur 5-6 jam sehari
- Klien dapat berkomunikasi secara terbuka dengan sesama lansia.
Intervensi :
INTERVENSI RASIONALISASI
1. Tetapkan hubungan saling percaya perawat klien dengan cara: Dorong individu meng-
ungkapkan perasaan. Dorong individu bertanya tentang
masalah dan penanganan serta akibat jika masalah stress tidak diatasi
Berikan informasi yang terpercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan
Perjelas mengenai konsep harga diri, perawatan dan pemberi pelayanan perawatan.
1 Dengan adanya saling percaya klien akan mau mengungkapkan perasaan yang terpendam yang beresiko menimbulkan stress sehingga dengan proses katarsis beban hidup klien akan berkurang sehingga harga diri klien akan menjadi semakin baik.
Hindari kritik negatif Berikan privasi atau lingkungan
aman.1 Tingkatkan interaksi sosial
Hindari perlindungan ber-lebihan Dorong gerakan/latihan
2 Gali kekuatan dan sumber - sumber pada individu
3 Diskusikan tentang realitas harapan dan alternatif.
4 Rujuk ke sumber-sumber koping yang lain
5 Beri dorongan terhadap aktivitas posistif dan kontak dengan teman yang telah dilakukan.
6 Bantu kien mengepresikan pikiran dan perasaannya.
7 Libatkan dalam aktivitas sosial, ketrampilan dan kejujuran serta berikan bimbingan prilaku sesuai norma.
2). Untuk meningkatkan intensitas hubungan sehingga semakin banyak proses katarsis yang dapat dilakukan dengan klien.
3). Sebagai koping yang dapat meningkatkan konsep diri klien.
4). Agar klien dapat menjalani hidup secara rasional sesuai dengan kondisinya saat ini.
5) Untuk membantu memecahkan masalah dengan mencari berbagai dukungan koping.
6) Untuk mempertinggi rasa percaya diri klien sehingga mampu meningkatkan harga diri klien menciptakan situasi hubungan yang saling membantu.
7). Untuk mengurangi beban psikologis sehingga dapat merduksi stress.
8). Agar aktivitas klien lebih terarah dan secara langsung dapat mengurangi kesempatan klien menyendiri yang dapat memunculkan timbulnya stress.
2). Resiko infeksi b.d penurunan daya tahan
Tujuan :
Setelah dirawat klien tidak mengalami infeksi
Kriteria:
- Personal higiene baik
- Klien tahu pengaruh stress dengan tibulnya penyakit infeksi
- Tanda-tanda infeksi tidak muncul
INTERVENSI RASIONAL
1 Lakukan HE tentang pengaruh stress terhadap ttimbulnya penyakit infeksi.
1 Stress dapat meningkatkan kadar kortisol yang bersifat imunosupresan.
2 HE agar klien aktif melakukan latihan fisik
3 HE agar klien makan makanan dengan jumlah dan kualitas yang cukup.
4 He dan beri contoh agar klien menjaga kebersihan lingkungannya setiap hari.
5 He agar klien teratur menjaga kebersihan dirinya.
2 Aktivitas dapat meningkatkan status imunologi.
3 Makanan sebagai sumber energi, pembangun serta vitamin yang bermanfaat bagi daya tahan klien.
4 Lingkungan yang sehat akan mencegah terjadinya perkembangan penyakit terutama penyakit akbat lingkungan.
5 Tubuh yang bersih akan mencegah timbulnya penyakit seperti diare, dan penyakit kulit.
BAB 3TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian A. Data BiografiNama : HRJenis kelamin : Laki-lakiGolongan darah : -Tempat & tanggal lahir : Kediri, 29 September 2001Pendidikan terakhir : SDAgama : IslamStatus perkawinan : DudaTinggi badan/berat badan : 164 cm /BB 64 kgPenampilan : Rapi dan ceria dengan ciri tubuh tinggi
sedang kulit agak gelap, rambut putihAlamat : Desa Wedi, RT I, RW 01, Wedi, Kec.
Gedangan, Sidoarjo
Orang yang mudah dihubungi : Agus SalimHubungannya dengan klien : KeponakanAlamat & telepon : Desa Wedi, RT 01, RW 01, Wedi, Gedangan
Sidorajo Telp -Tanggal pengkajian : 26 November 2001
B. Riwayat KeluargaGenogram :
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan = Lansia yang dirawat
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini : -Alamat pekerjaan : -Berapa jarak dari rumah :-Alat transportasi :-
Pekerjaan sebelumnya : Sebagai pedagang hasil bumi dan ternak antar provinsi
Berapa jarak dari rumah : Hingga luar pulau jawa spt: Sumatra dan NTB
Alat tranpoertasi : Kapal Laut dan Mobil
Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan : Semasih kuat bekerja klien mempunyai penghasilan yang cukup banyak. Gaya hidupnya sangat konsumstif. Lansia mempunyai sejumlah rumah dan tabungan. Akan tetapi setelah menderita Stroke 1998 kelien kehabisan ahrta yang dimiliki dan terpaksa hidup dari rumah ke rumah bekas teman-temannya semasa sukses. Hinga pada akhirnya bosan dan memutuskan masuk ke Panti.
D. Riwayat Lingkungan HidupType tempat tinggal : permanen milik keponakan Jumlah kamar : 3 buah kamar tidur 1 kamar mandi, 1 dapurKondisi tempat tinggal : sempit dan sumpekJumlah orang yang tinggal dalam satu rumah : laki 3..orang, perempuan 2 orgDerajat privasi : Kurang diperhatikan dan dihargai oleh keponakanTetangga terdekat : -Alamat dan telepon : -
E. Riwayat RekreasiHobbi/minat : Main sepak bola dan bulu tangkis serta menariKeanggotaan dalam organisasi : -Liburan/perjalanan : Keliling Jawa dan Sumatra sambil mencarai
barang dagangan.
F. Sistem PendukungPerawat/bidan/dokter/fisiotherapi : Puskesmas Pembantu, WediJarak dari rumah : 1 KmRumah Sakit : RS Dr. Soetomo jaraknya 15 kmKlinik : Dr Umum jaraknya 1 km kmPelayanan keehatan di rumah : -Makanan yang dihantarkan : -Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : -
Lain-lain : -G. Diskripsi kekhususan
Kebiasaan ritual : Lansia beragama islam sebelum sakit agak jarang sholat. Jarang ikut puasa penuh. Sekarang lansia ikut puasa penuh dan sholat 5 waktu.
Yang lainnya : Klien suka menari
H. Status KesehatanStatus kesehatan umum selama setahun yang lalu : tekanan darah tinggi dan
badan bagian kanan lemah.
Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu : Lansia sudah terdeteksi menderita tekanan darah tinggi sejak tahun 1998
Keluhan utama : Provokative/Paliative : Sulit tidur Quality/Quantity : Tidur hanya 3-4 jam sehari Region : - Severity scale : Sangat susah jika memejamkan mata Timing : Bila teringat akan bayangan masa lalu yang
sukses. Timbul perasaan bersalah karena tidak mampu bertanggung jawab terhadap keluarga.
Obat-obatan yang digunakan klien saat iniNO NAMA OBAT DOSIS KET
12
B1Paracetamol
1X11X1
Untuk obat sakit pegal badannya.
Status imunisasi : tak ingat Alergi :
* Obat-obatan : -* Makanan :-* Faktor lingkungan: -
Penyakit yang diderita: saat dikaji lansia tidak merasakan adanya suatu penyakit. Tetapi setelah diamati, tangan kanan kien sering bergerak tanpa kontrol (khorea), setiap menceritakan masa lalaunya lansia selalu menangis tersedu-sedu. Lansia selalu mengungkapkan alasan klise bahwa hidup sudah digarisakan Tuhan, sambil menangis.
I. Aktivitas Hidup Sehari-hari
Indeks Katz : A ; Lansia mandiri dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi.
Oksigenasi : Nafar 18 X/mnt, Suara paru normal, Wh -/-, Rh -/-, batuk -, sesak -
Cairan dan eklektrolit : Minum utama air putih 5 gelas (@200 cc)/hari ditambah teh. Lansia tidak minum kopi.
Nutrisi : Klien saat ini mengikuti puasa penuh. Makan 2 kali sehari dengan lauk sesuai yang disediakan Panti. Semua makanan yang disediakan bisa dihabiskan. Nafsu makan baik. Sebelum puasa lansia biasa makan 3 X sehari.
Eliminasi : bab 1 kali sehari pagi, jumlah dan konsistensi normal.Aktivitas : Klien aktif beraktivitas seperti mengikuti kegiatan sosialisasi,
ibadah dan kegiatan lain yang dilaksanakan oleh panti. Klien merasa aagak susah jika berjalan karena kaki kanannya lemah dan keseimbangan tubuhnya kurang baik.
Istirahat dan tidur : klien tidak pernah tidur siang, malam klien biasa tidur pk. 01.00 dan bangun pk. 3.00. Klien sering terbayang-bayang kesuksesan masa lalu dan rasa bersalah akibat tidak bisa bertanggungjawab terhadap keluarga.
Personal hygiene : Kepala bersih, hidung, telinga dan mulut bersih. Klien mandi 2 X sehari dengan sabun, klien menggosok gigi 2 X sehari dengan menggunakan pasta gigi. Kuku kaki klien tampak kotor, hitam dan panjang. Kulit bersih
Seksual : Lansia mengatakan masih mempunyai keinginan sek terhadap lawan jenis. Lansi masih bisa terangsang dan ereksi bila melihat tubuh wanita yang seksi. Tetapi klien menyadari sekarang klien sudah ada di panti dan harus mengikuti aturan yang ada.
Rekreasi : Klien dapat berekreasi dengan sesama lansia melalui kegiatan rekreasi yang dilakukan oleh Panti setap hari Rabu. Dengan kegiatan ini klien dapat menyalurkan hobi menarinya.
Psikologis : Persepsi klien : Lansia mengatakan bahwa dia memilih tinggal di
Panti karena merasa tidak perhatikan lagi rumah, lansia tidak mampu bekerja lagi dan tidak memiliki dana yang cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarga. lansia mengatakan telah gagal dalam hidupnya. Tetapi lansia menayadari bahwa semua ini merupakan nasib dan garis hidup yang harus dijalani (iucapkan sambil menangis).
Konsep diri : Lansia merasa telah gagal mengahapi hidup. Emosi : Lansia menangis setiap menceritakan keadaan dirinya dan
riwayat kehidupannya. Klien suka bercanda dan tertawa. Adaptasi : Lansia cepat akrab dengan petugas. Lansia mengatakan
betah tinggal di Panti. Mekanisme pertahanan diri: Rasionalisasi
J. Tinjauan SistemKeadaan umum : Tubuh segar, terlihat sehat dan dapat beraktivitas secara
penuh
Tingkat kesadaran: Kompos mentisGCS : E4 V5 M6 Total : 15Tanda vital : S: 36,8 o C, Nadi : 72 X/mnt, Tensi : 140/80. RR : 18 X
1. Kepala : Rambut uban semua, benjolan tidak ada, kulit kepala bersih
2. Mata-Telinga-Hidung : Katarak (-), visus 6/6, klien mengalami kesulitan jika menutup mata kanan. Pendengaran baik, serumen (-), hidung tidak ditemukan kelainan.
3. Leher : Tidak ditemukan benjolan ataupun bendungan vena jugularis.
4. Dada dan punggung : Bentuk normal, simetris, gerakan simetris, Suara paru vesikuler. Suara jantung S1 S2 normal, icts kordis pada ICCC 4-5 kiri. Tulang belakang tidak ditemukan kelainan.
5. Abdomen dan pinggang : Pada pemeriksaan abdomen dan pinggang tidak ditemuka kelainan.
6. Ektremitas atas dan bawah : Kelemahan pada ektremitas kanan (tangan kanan khorea) kaki kanan kemampuan kontraksinya menurun. Otot quadrisep femuralis mengecil. Ektremitas kiri dalam keadaan normal.
7. Sistem immune : Tidak ditemukan adanya kelainan yang berhubungan dengan sistem imun.
8. Genetalia : bersih dan normal
9. Reproduksi : lansia merasa masih mamapu melakukan aktivitas seksual.
10 Persarafan : Adanya kelemahan pada nervus kranialis IV, VI, dan VII
11 Pengecapan : lansia masih mampu membedakan semua rasa.
12 Penciuman : Tidak ditemukan gangguan penciuman
13 Taktil respon : Tidak ada masalah
K. Status Kognitif / Afektif / Sosial 1. Short Porteble Mental Status Questionaire ( SPMSQ ):Kesalahan 0/ mental
utuh 2. Mini - Mental State Exam ( MMSE ): Nilai 30/ fungsi mental normal 3. Inventaris Depresi Beck: Nilai 15 ( Dpresi sedang) 4. APGAR Keluarga : Nilai 4 : kondisi keluarga tidak kondusif untuk lansia.
L. Data Penunjang
1. Laboratorim :- 2. Radiologi :- 3. EKG : - 4. USG :- 5. CT- Scan :-
6. Obat - obatan : B1 1X1 dan Paracetamol 1X1
II. ANALISA DATA
NO
DATA (SIGN/SYMPTOM) INTERPRETASI
(ETIOLOGI)
MASALAH(PROBLEM
)1 2 3 4
1
2
3
Lansia merasa gagal dalam hidup, lansia merasa tidak mampu bekerja lagi, tidak punya dana, lansia merasa tidak mampu bertanggungjawab terhadap keluarga, Dulu lansia sebagai pedagang yang sukses. Bila teringat masa lalu lansia sering sulit tdur. Lansia tidur 3-4 jam/hari. Setiap bercerita masa lalu lansia menangis. Selalu menggunakan pembelaan bahwa semua ini sudah nasib dengan justufikasi rasional.
Skala depresi beck 15 (depresi sedang), susah tidur, tidur 3-4 jam/hari. Komunikasi kurang. Perasaan bersalah yang berkepanjangan. Kuku kotor, kamar kotor,
Kelemahan pada ektremitas kanan, riwayat hipertensi sejak 1991, riwayat stroke tahun 1999, tempat tidur tinggi, lokasi Panti yang naik turun
Kegagalan hidup.
Stress/ggn daya tahan
Kondisi vaskuler dan ektremitas yang belum stabil serta lingkungan yang tidak kondusif.
Ggn harga diri
Resiko terjadi infeksi.
Resiko terjadi trauma
3.2 Prioritas Diagnose Keperawatan1) Gangguan harga diri b.d kegagalan dalam hidup dan koping yang tidak
adekuat ditandai dengan skala depresi ……, tidur hanya 3-4 jam/hari, sering melakukan mekanisme koping rasionalisasi, mengis jika menceritakan masa lalunya, klien tidak punya simpanan, keluarga menolak klien.
2) Resiko terjadi trauma/jatuh b.d kelemahan bagian tubuh dan tekanan darah yang tidak stabil
3) Resiko terjadi penyakit infeksi b.d personal hygiene kurang, kamar kotor, kecemasan yang menahun.
3.3. Perencanaan
1) Gangguan harga diri b.d kegagalan dalam hidup dan koping yang tidak adekuat ditandai dengan skala depresi ……, tidur hanya 3-4 jam/hari, sering melakukan mekanisme koping rasionalisasi, mengis jika menceritakan masa lalunya, klien tidak punya simpanan, keluarga menolak klien.
Tujuan :
Setelah dirawat klien menunjukan harga diri positif :
- Mengungkapkan perasaan dan pikiran mengenai diri
- Mengidentifikasi atribut positif mengenai diri
- Dapat mengeidentifikasi akibat gangguan harga diri
Kriteria:
- Klien dapat aktif beraktivitas
- Klien dapat tidur 5-6 jam sehari
- Klien dapat berkomunikasi secara terbuka dengan sesama lansia.
:
Rencana tindakan
Hari/tanggal INTERVENSI RASIONALISASI
Selasa, 27/11/2001
Rabu, 28/11/2001
1 Tetapkan hubungan saling percaya perawat klien dengan cara: Dorong individu meng-ungkapkan perasaan. Dorong individu bertanya tentang masalah
dan penanganan serta akibat jika masalah stress tidak diatasi
Berikan informasi yang terpercaya dan perkuat informasi yang telah diberikan
Perjelas mengenai konsep harga diri, perawatan dan pemberi pelayanan perawatan.
Hindari kritik negatif Berikan privasi atau lingkungan aman.
2 Tingkatkan interaksi sosial Hindari perlindungan ber-lebihan Dorong gerakan/latihan
3 Gali kekuatan dan sumber - sumber pada individu4 Diskusikan tentang realitas harapan dan
alternatif.5 Rujuk ke sumber-sumber koping yang lain
6 Beri dorongan terhadap aktivitas posistif dan kontak dengan teman yang telah dilakukan.
7 Bantu kien mengepresikan pikiran dan
1 Dengan adanya saling percaya klien akan mau mengungkapkan perasaan yang terpendam yang beresiko menimbulkan stress sehingga dengan proses katarsis beban hidup klien akan berkurang sehingga harga diri klien akan menjadi semakin baik.
2). Untuk meningkatkan intensitas hubungan sehingga semakin banyak proses katarsis yang dapat dilakukan dengan klien.
3). Sebagai koping yang dapat meningkatkan konsep diri klien.
4). Agar klien dapat menjalani hidup secara rasional sesuai dengan kondisinya saat ini.
5) Untuk membantu memecahkan masalah dengan mencari berbagai dukungan koping.
6) Untuk mempertinggi rasa percaya diri klien sehingga mampu meningkatkan harga diri klien menciptakan situasi hubungan yang saling membantu.
perasaannya.
8 Libatkan dalam aktivitas sosial, ketrampilan dan kejujuran serta berikan bimbingan prilaku sesuai norma.
7). Untuk mengurangi beban psikologis sehingga dapat merduksi stress.
8). Agar aktivitas klien lebih terarah dan secara langsung dapat mengurangi kesempatan klien menyendiri yang dapat memunculkan timbulnya stress.
2) Resiko terjadi trauma/jatuh/stoke berulang b.d kelemahan bagian tubuh tekanan darah yang tidak stabil dan riwayat stroke
Tujuan
Setelah dirawat klien dapat mengenal dan melakukan mencegahan terhadap resiko terjadi trauma dan trauma tidak terjadi
Kriteria :
- Lingkungan aman dari benda-benda yang berbahaya
- Lantai tidak licin
- Klien dapat bergerak dengan poisisi yang benar
- Tempat tidur aman
- Klien bersedia melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur
- Tekanan darah normal
HARI/TANGGAL INTERVENSI RASIONALISASI
Rabu, 28/11/2001 1 Amankan benda-benda berbahaya yang ada di sekitar klien.
2 Perhatikan agar lantai jangan terlalu licin
3 He agar klien hati-hati bila baru bangun terutama jika kepala pusing. Beritahu agar klien jangan salah posisi jika bergerak.
4 Jaga agar tempat tidur bersih dan tidak terlalu tinggi.
1 Untuk mencegah timbulnya trauma fisik akibat benda terutama benda tajam
2 Lantai licin dapat menyebabkan terpeleset sehingga lansia bisa jatuh.
3 Bangun yang tiba-tiba dapat menyebabkan hipotensi ortostatik sehingga klien bisa jatuh. Posisi yang benar dapat mencegah timbulnya penyakit akibat kerja.
4 Tempat tidur yang bersih dapat mencegah timbulnya trauma (dekubitus). TT yang tinggi dapat menyebabkan jatuh.
Lakukan pemeriksaan fisik secara teratur dan he agar klien mengurangi jumlah garam.
5 Dengan pemeriksaan fisik dapat diketahui faktor resiko sehingga dapat lebih mudah mencegah timbulnya trauma.
3) Resiko terjadi penyakit infeksi b.d personal hygiene kurang, kamar kotor, kecemasan yang menahun.Tujuan :
Setelah dirawat klien tidak mengalami infeksi
Kriteria:
- Personal higiene baik
- Klien tahu pengaruh stress dengan tibulnya penyakit infeksi
- Tanda-tanda infeksi tidak muncul
HARI/TANGGAL INTERVENSI RASIONAL
Kamis, 29/11/2001 1 Lakukan HE tentang pengaruh stress terhadap ttimbulnya penyakit infeksi.
2 HE agar klien aktif melakukan latihan fisik
3 HE agar klien makan makanan dengan jumlah dan kualitas yang cukup.
4 He dan beri contoh agar klien menjaga kebersihan lingkungannya setiap hari.
5 He agar klien teratur menjaga kebersihan dirinya.
1 Stress dapat meningkatkan kadar kortisol yang bersifat imunosupresan.
2 Aktivitas dapat meningkatkan status imunologi.
3 Makanan sebagai sumber energi, pembangun serta vitamin yang bermanfaat bagi daya tahan klien.
4 Lingkungan yang sehat akan mencegah terjadinya perkembangan penyakit terutama penyakit akbat lingkungan.
5 Tubuh yang bersih akan mencegah timbulnya penyakit seperti diare, dan penyakit kulit.
3.4 Pelaksanaan
Hari/tgl Tindakan Evaluasi formatif(Hasil)
Selasa27/11/01
08.00-14.00
Rabu, 28/11/2001Pk. 08.00-10.00
1 Membina hubungan saling percaya perawat klien dengan cara:
Perkenalan lebih intensif Mendorong individu meng-ungkapkan
perasaan. Mendorong individu bertanya tentang
masalah dan penanganan serta akibat jika masalah stress tidak diatasi
Menjelaskan mengenai konsep harga diri, perawatan dan pemberi pelayanan perawatan.
2 Menganjurkan agar klien melakukan interaksi sosial dengan penghuni lain.secara terbuka.
3 Gali kekuatan dan sumber - sumber pada individu
4 Diskusikan tentang realitas harapan dan alternatif.
5 Menyampaikan kondisi yang dialami klien sehubungan dengan adanya gejala post stroke yang berpengaruh terhadap prilaku klien saat ini.kepada penanggungjawab panti.
6 Memberi dorongan terhadap aktivitas posistif dan kontak dengan teman yang telah dilakukan.
7 Membantu klien mengepresikan pikiran dan perasaannya.
8 Melibatkan klien dalam aktivitas sosial
3.5 Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
Ader R & Cohen N. (1991). The Influence Of Conditioning On Immune Response, Psychoneuroimmunology. 2 nd Ed. Academic Press Inc. San Diego
Azis H. (1994). Manajemen Upaya Kesehatan Usia Lanjut di Puskesmas. AKPER Dr. Otten. Bandung. (Makalah)
Bouchard C, (1990). The Field of The Phisical Activity Science. Human Konetics Books. Champaign.
Darmojo dan Martono, (1999). Geriatri. PercetakanYudistira. Jakarta,
Departemen Kesehatan R.I, (1995), Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Jakarta
Djojosugito. A.H.M (2000). Wujud Nyata Pelayanan Individu dari Profesi Perawat. Bandung. (Makalah disampaikan dalam Munas PPNI VI).
Lueckenotte. (1998) (alih Bahasa Maryunani). Pengkajian Gerontologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Nuryati M.(1994). Proses Menua.AKPER Dr. Oten. Bandung. (Makalah)
Nurgiwiati.E. (1994) Perubahan-Perubahan Psikososial Pada Usia Lanjut. AKPER Dr. Oten. Bandung.
Soedoso (1995). Cedera Olahraga. EGC.Jakarta.
Shadikin. dr. (1999). Modulasi Imunologi Pada Pemberian Aktivitas Dengan Metode DLF. UNAIR. Surabaya.
Stevens P.J.M, F. Bordui, Van Der Weyde (1999), Perawatan Lanjut Usia, EGC, Jakarta
BAB IIITINJAUAN KASUS
BAB IVPEMBAHASAN
Dalam pengkajian klien dengan gangguan pola makan akibat dari
gangguan sistem pencernaan yaitu terjadi akibat dari peningkatan produksi asam
lambung menyebabkan gangguan pada pola aktivitas sehari-hari dan pemenuhan
asupan nutrisi yang berkurang dari kebutuhan tubuh, sedangkan sistem
pernafasan, sistem kardiovaskueler, sistem perkemihan, sistem reproduksi masih
dalam batas normal.
Masalah-masalah yang muncul adalah gangguan rasa nyaman;nyeri, asupan
nutrisi kurang dari kebutuhan dan kemampuan dalam perawatan mandiri.
Dalam intervensi dan implementasi secara umum tidak banyak perbedaan,
hanya saja perlu modifiksi untuk mempermudah dan bersifat operasional sehingga
bisa dilaksanakan dan diaplikasikan oleh klien sesuai dengan kemampuan dan
sumber daya dan dana yang ada.
Evaluasi dari yang telah dilakukan dari berbagai tindakan baik
independent maupun interdependent dan dalam catatan perkembangannya
memberikan evaluasi yang baik walaupun tidak maksimal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Proses menua terjadi pada setiap individu dengan masalah-masalah
yang bervariasi sesuai dengan tingkat kemampuan fisik, psikologis, sosial
dan lingkungannya sebelum menjelang masa tuanya.
2. Pelayanan perawatan klien Ny. C meliputi pemenuhan kebutuhan
akan nutrisi bagi tubuh dan kebutuhan aktivitas sehari-hari seoptimal
mungkin, memelihara dan meningkatkan kesehatannya, bimbingan
keterampilan perawatan mandiri dan penjelasan tentang status gizi serta
faktor-faktor yang mempengaruhi proses ketuaan.
3. Dalam menyelenggarakan implementasi perawat melibatkan klien
untuk mengatasi masalah yang terjadi.
4. Kegiatan pelayanan yang diberikan juga menitikberatkan pada
promotif dan preventif serta minimal curatif dan rehabilitatif.
5. Proses pendokumentasian dilakukan tiap hari untuk mengikuti
perkembangan klien dalam bekerja sama mengatasi masalahnya.
B. Saran
1. Pelayanan lanjut usia diselenggarakan dalam bentuk pelayanan
kepererawatan secara komprehensif dengan melibatkan beberapa disiplin
ilmu meliputi bidang kesehatan, rehabilitasi dan sosial.
2. Peningkatan pendidikan kesehatan dilaksanakan secara terpadu
sesuai dengan media yang sehingga dapat mengoptimalkan lansia dalam
memenuhi kehiudpan sendiri secara mandiri sehingga siap
diresosialisasikan.