BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hakekat Senam Osteoporosis
2.1.1 Defenisi Senam Osteoporosis
Senam osteoporosis yaitu kegiatan yang merangsang kekuatan otot, tulang
dan latihan yang biasanya ditambah beberapa bentuk permainan-permainan untuk
meningkatkan koordinasi, keseimbangan dan kelenturan (Tilarso, 1988). Senam
osteoporosis merupakan kombinasi beberapa jenis latihan yang bersifat aerobik
dengan benturan ringan, latihan kekuatan dengan menggunakan beban di kedua
tangan, latihan keseimbangan dan latihan pernafasan.
2.1.2 Manfaat Senam Osteoporosis
Gerakan aerobik pada senam osteoporosis yang berbeban berat badan akan
bermanfaat pada kepadatan tulang punggung, pinggang dan pinggul, dan bila latihan
tersebut dilakukan dengan duduk dikursi akan aman untuk sendi panggul dan sendi
lutut. Latihan kekuatan otot dengan menggunakan beban di kedua tangan masing-
masing beratnya 0,5 – 1 Kg akan bermanfaat mengurangi resiko patah tulang pada
pergelangan tangan. Latihan keseimbangan mencegah usia lanjut agar tidak mudah
jatuh latihan ini harus dilakukan dengan hati-hati benar dan perlahan-lahan. Latihan
pernafasan sangat baik dilakukan karena menghirup oksigen yang banyak ke dalam
otot-otot, pembuluh darah, kepala/otak, jantung dan paru-paru, yang akan menambah
ketenangan dalam menjalani kehidupan atau aktivitas sehari-hari dan menambah
Universitas Sumatera Utara
energi, serta pengendalian stress. Ditegaskan bahwa melakukan senam osteoporpsis
juga dapat menjaga postur tubuh, menjaga kelenturan dan pergerakan otot,
meningkatkan kerja jantung dan paru-paru, menjaga keseimbangan tubuh, melatih
koordinasi anggota gerak. Aktivitas fisik merupakan gerakan fisik apapun yang
dihasilkan oleh otot dan rangka yang memerlukan atau membutuhkan
pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat istirahat, yang diukur dalam
jumlah kilo kalori (Public Health, 1985).
2.1.3 Hal-Hal yang tidak Dianjurkan dalam Senam Osteoporosis
2.1.3.1 Gerakan membungkuk. Misalnya Sit Up/meraih jari-jari kaki berdiri sambil
membungkuk ke depan dari pinggang dengan pinggang melengkung
2.1.3.2 Gerakan naik turun dingklik atau step aerobik
2.1.3.3 Gerakan memutar badan/twisting misalnya memutar ke kanan dan ke kiri
tidak boleh lebih dari sudut 90 derajat, tetapi boleh 30 derajat sampai 45
derajat
2.1.3.4 Gerakan terlalu lama berdiri
2.1.3.5 Gerakan yang terlalu cepat
2.1.3.6 Mengangkat beban dengan ayunan punggung
2.1.3.7 Duduk dengan punggung membungkuk
2.1.4 Frekuensi Senam Osteoporosis
Frekuensi latihan olahraga yaitu tiga kali seminggu, maksimal intensitas 50-
70% VO2 maks dan frekuensi denyut nadi yaitu 110-120 (Sukarman, 1987). Untuk
individu dengan tingkat kebugaran yang rendah, tiga sesi perminggu pada hari yang
Universitas Sumatera Utara
bergantian sudah cukup untuk meningkatkan kesehatan (Jackson et.al, 1986). Jika
intensitas dan durasi latihan bertambah, frekuensi juga harus bertambah bila
penigkatan ingin diteruskan (Pollock, 1973). Pembahasan penelitian mendapati
bahwa perubahan kebugaran berkaitan langsung dengan frekuensi latihan, walaupun
dianggap tidak tergantung pada efek intensitas, durasi, lama program, dan tingkat
kebugaran awal (Wenger & Bell, 1986). Individu yang tidak terlatih pada kenyataan
membutuhkan waktu 48 jam untuk beradaptasi dan pulih dengan ransangan latihan
(Fleck & Kraemer, 1987).
2.2 Hakekat Osteoporosis
Osteoporosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan berkurangnya masa
tulang dan adanya kelainan mikroarsitektur jaringan tulang yang berakibat
meningkatnya kerapuhan tulang serta resiko terjadinya patah tulang.
World Health Organisation (WHO, 2005) dan consensus ahli mendefinisikan
osteoporosis menjadi penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan
memburuknya mikrostruktural jaringan tulang, yang menyebabakan kerapuhan tulang
sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Dimana keadaan tersebut tidak
memberikan keluhan klinis, kecuali apabila telah terjadi fraktur (tief in the night).
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik, dan fraktur osteoporosis dapat
terjadi pada setiap tempat. Meskipun fraktur yang berhubungan dengan kelainan ini
meliputi torak dan tulang belakang (lumbal), radius distal dan femur proksimal,
definisi tersebut tidak berarti bahwa semua fraktur pada tempat yang berhubungan
Universitas Sumatera Utara
dengan osteoporosis disebabkan oleh kelainan ini.interaksi antara geometri tulang dan
dinamika terjatuh atau kacelakaan (trauma), keadaan lingkungan sekitar, juga
merupakan faktor penting yang menyebabkan fraktur. Ini semua dpat berdiri sendiri
atau berhubungan dengan rendahnya densitas tulang.
Dengan demikian, penyakit osteoporosis adalah berkuramgnya kepadatan tulang yang
progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah, tulang terdiri dari
kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu
mengatur kandungan mineral dalam tulang, mak tulang menjadi kurang padat dan
lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.
Meskipun kalsium diluar tulang kurang lebih 2% dari kalsium dalam tubuh,
perannya sangat vital, terutama untuk kegiatan enzim, hormone, saraf, otot, dan
pembekuan darah. Kalsium yang beredar dalam darah menjadi patokan keseimbangan
kalsium diseluruh tubuh. Keseimbangan dan kestabilan kadar kalsium darah terutama
ditentukan oleh hormone paratiroid. Kalau kadar kalsium dalam darah normal, maka
proses mineralisasi berlangsung seimbang.
Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai
dengan rendahnya massa tulang yang disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Keadaan ini
berisiko tinggi, karena tulang menjadi rapuh dan mudah ratak, bahkan patah. Banyak
orang tidak menyadari jika osteoporosis merupakan pembunuh tersembunyi. Penyakit
ini hampir tidak menimbulkan gejala yang jelas. Sering kali, osteoporosis justru
Universitas Sumatera Utara
diketahui ketika sudah parah. Contoh kasus seorang terpeleset ringan, tetapi
tulangnya patah dibagian lengan atau pinggang.
Jika kita bertanya pada sekumpulan wanita usia paro baya ( 40 – 50 tahun)
mengenai sejauh mana pemahaman mereka terhadap ancaman osteoporosis, ternyata
informasi yang kita dapat sangat beragam. Ada yang beranggapan kondisi tubuhnya
aman–aman saja karena selama ini tidak merasakan adanya keluhan, sehingga dia
tidak perlu berjaga-jaga secara berlebihan. Namun, sebagian ada juga yang sangat
sadar akan pentingnya perhatian terhadap kesehatan tulang pada usia tersebut.
Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang umum pada orang dewasa.
Penyakit ini menyebabakan tulang lebih mudah keropos dan lebih mudah patah
daripada tulang yang normal. Dibanding penyakit tulang lain seperti ostomalasia dan
rickets, osteoporosis berbeda. Ini disebabkan berkurangnya matriks organik bukan
kelainan klsifikasi tulang. Pendeteksian dini osteoporosis merupakan langkah yang
tepat untuk mencegah terjadinya fraktur (patah tulang).
2.2.1 Epidemologi Osteoporosis
Meningkatnya usia harapan hidup akan mempengaruhi angka kejadian
penderita osteoporosis dan bertambahnya jumlah orang lanjut usia (lansia) di
Indonesia menimbulkan kekhawatiran akan epidemi penyakit osteoporosis. Dua dari
lima orang Indonesia memiliki resiko terkena penyakit osteoporosis (Depkes, 2006).
Satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki di Indonesia terserang
osteoporosis atau keretakan tulang (Yayasan Osteoporosis Internasional)
Universitas Sumatera Utara
Jumlah penderita osteoporosis atau pengeroposan tulang di Indonesia semakin
mengkhawatirkan. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin tingginya tren kenaikan
angka insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis pada 2007-2010. Kenaikan
insiden patah tulang akibat osteoporosis terus meningkat sejak 2007-2010. Dari
sekitar 20 ribuan kasus pada 2007 meningkat menjadi sekitar 43 ribuan kasus pada
2010. Data tersebut juga diperkuat dengan data dari Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIRS) tahun 2010, yang menyatakan angka insiden patah tulang paha atas tercatat
sekitar 200/100 ribu kasus pada wanita dan pria di atas usia 40 tahun diakibatkan
osteoporosis.
WHO mendata sekitar 200 juta orang menderita angka patah tulang pinggul
akibat osteoporosis di seluruh dunia. Pada tahun 2050, diperkirakan akan meningkat
dua kali lipat pada wanita dan tiga kali lipat pada pria.
Tahun ini merupakan tahun ke-10 peringatan Hari Osteoporosis Nasional
(HON), sejak diluncurkan tahun 2002 lalu. Tahun ini, HON 2012 bertema "Indonesia
Bergerak-Waspadai Patah Tulang Akibat Osteoporosis". Puncak Peringatan HON
2012 akan dilaksanakan pada 21 Oktober 2012, di Monas. Berbagai kegiatan akan
dilakukan seperti peluncuran logo 10 tahun Hari Osteoporosis Nasional, jalan kaki
10.000 langkah yang akan diikuti oleh lebih dari 15 ribu orang, pengenalan osteo
dance dan lomba foto jurnalistik bagi media (Dimyati, 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Faktor Resiko Osteoporosis
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan pengaruh hormon
estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun Pencegahan
lebih awal terhadap penyusutan tulang pada wanita sebelum menopause akan memperlambat
proses penyusutan tulang, seperti diketahui bahwa penyusutan tulang telah terjadi sejak usia 30-40
tahun, disinilah pentingnya pemeriksaan marker tulang (Nugroho, 2008).
2.2.2.1 Wanita
2.2.2.2 Usia
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh justru menurun. Pada
usia 75-85 tahun, wanita memiliki risiko 2 kali lipat dibandingkan pria dalam
mengalami kehilangan tulang trabekular karena proses penuaan, penyerapan kalsium
menurun dan fungsi hormon paratiroid meningkat ( Nugroho, 2008 ).
2.2.3
Jika ada anggota keluarga yang menderita osteoporosis, maka berhati-hatilah.
Osteoporosis menyerang penderita dengan karakteristik tulang tertentu. Seperti
kesamaan perawakan dan bentuk tulang tubuh. Itu artinya dalam garis keluarga pasti
punya struktur genetik tulang yang sama (Nugroho, 2008).
Keturunan Penderita Osteoporosis
2.2.4
2.2.4.1
Gaya Hidup Kurang Baik
Konsumsi daging merah dan minuman bersoda, karena keduanya
mengandung fosfor yang merangsang pembentukan horman parathyroid,
penyebab pelepasan kalsium dari dalam darah. Minuman berkafein seperti
kopi dan alkohol juga dapat menimbulkan tulang keropos, rapuh dan rusak.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.2 Malas Berolahraga. Wanita yang malas bergerak atau olahraga akan terhambat
proses osteoblasnya (proses pembentukan massa tulang). Selain itu kepadatan
massa tulang akan berkurang. Semakin banyak gerak dan olahraga maka otot
akan memacu tulang untuk membentuk massa.
2.2.4.3
Ternyata rokok dapat meningkatkan risiko penyakit osteoporosis. Perokok
sangat rentan terkena osteoporosis, karena zat nikotin di dalamnya
mempercepat penyerapan tulang. Selain penyerapan tulang, nikotin juga
membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam tubuh berkurang
sehingga susunan-susunan sel tulang tidak kuat dalam menghadapi proses
pelapukan.
Merokok
Disamping itu, rokok juga membuat penghisapnya bisa mengalami hipertensi,
penyakit jantung, dan tersumbatnya aliran darah ke seluruh tubuh. Kalau
darah sudah tersumbat, maka proses pembentukan tulang sulit terjadi. Jadi,
nikotin jelas menyebabkan osteoporosis baik secara langsung tidak langsung.
Saat masih berusia muda, efek nikotin pada tulang memang tidak akan terasa
karena proses pembentuk tulang masih terus terjadi. Namun, saat melewati
umur 35 tahun, efek rokok pada tulang akan mulai terasa, karena proses
pembentukan tulang pada umur tersebut sudah berhenti.
2.2.4.1 Kurang Kalsium, jika kalsium tubuh kurang maka tubuh akan mengeluarkan
hormon yang akan mengambi l kalsium dari bagian tubuh lain, termasuk
yang ada di tulang.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.2 Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai anti peradangan pada
penyakit asma dan alergi ternyata menyebabkan risiko penyakit osteoporosis.
Jika sering dikonsumsi dalam jumlah tinggi akan mengurangi massa tulang.
Sebab, kortikosteroid menghambat proses osteoblas. Selain itu, obat heparin
dan antikejang juga menyebabkan penyakit osteoporosis. Konsultasikan ke
dokter sebelum mengkonsumsi obat jenis ini agar dosisnya tepat dan tidak
merugikan tulang.
2.2.4.3 Kurus dan mungil, Perawakan kurus dan mungil memiliki bobot tubuh
cenderung ringan misal kurang dari 57 kg, padahal tulang akan giat
membentuk sel asal ditekan oleh bobot yang berat. Karena posisi tulang
menyangga bobot maka tulang akan terangsang untuk membentuk massa pada
area tersebut, terutama pada derah pinggul dan panggul. Jika bobot tubuh
ringan maka massa tulang cenderung kurang terbentuk sempurna
(Lumbantobing, 2001).
2.3 Penyebab Osteoporosis
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya
gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai
muncul lebih cepat ataupun lebih lambat.Tidak semua wanita memiliki risiko yang
2.3.1 Osteoporosis Postmenopausal
Universitas Sumatera Utara
sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah
timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
2.3.2
Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia
dan ketidak seimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan
tulang yang baru.
Osteoporosis Senilis
Senilis
2.3.3
berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis pada
postmenopausal (Suryati, 2006 ).
Osteoporosis Sekunder
Ini dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh
keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan
adrenal
2.3.4
) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan
hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok
bisa memperburuk keadaan osteoporosis.
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon
yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari
rapuhnya tulang.
Osteoporosis Juvenil Idiopatik
Universitas Sumatera Utara
2.4 Standard Baku Pemeriksaan Osteoporosis yang Diukur dengan Densitometri
2.4.1 Normal: Massa tulang < 1
2.4.2 Masa tulang rendah: Massa tulang 1-2.5
2.4.3 Osteoporosis: Massa tulang >2.5
2.4.4 Osteoporosis berat: Massa tulang > 2.5 + fraktur.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Pencegahan Osteoporosis
2.5.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya terbaik, paling murah dan mudah.
2.5.1.1 Kalsium
Kalsium dibutuhkan untuk mineralisasi tulang, sehingga menjadi kuat.
Makanan yang cukup mengandung kalsium adalah sayuran hijau, jeruk, citrun, susu,
keju, yoghurt.
2.5.1.2 Latihan atau Aktivitas Fisik (Exercise Therappy)
Latihan fisik harus ada unsur pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan
penekanan pada tulang, seperti berjalan, jogging, aerobik, atau naik turun tangga.
Latihan yang sangat berlebihan sangat tidak dianjurkan karena dapat mengganggu
menstruasi (menjadi amenorrhea) karena akan meningkatkan massa tulang.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1.3 Terapi Latihahn atau Latihan yang Dianjurkan
Jalan dan berenang dianjurkan setiap hari 30 menit. Kalau sudah cukup
terlatih, latihan dapat ditingkatkan dengan jarak yang lebih jauh, tetapi waktu yang
sama serta bersepeda dengan mengikuti pedoman untuk tiap-tiap individu, termasuk
postur, beban, tingginya dudukan, tahanan dan kecepatannya.
2.5.1.4 Hindari Faktor-faktor sebagai berikut:
Menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan pengrusakan tulang, atau
mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok, peminum alkohol, pemberian
obat seperti kortikosteroid maka suplemen kalsium harus ditambahkan.
2.5.2 Pencegahan Sekunder
2.5.2.1 Konsumsi Kalsium. Penurunan masa tulang terjadi pada wanita menopause
yang asupan kalsiumnya kurang dari 400mg/hari.
2.5.2.2 Estrogen Repleacement Therapy (ERT) atau Terapi Sulih Hormon (TSH).
Semua wanita pada saat menopause mempunyao resiko osteoporosis,
karenanya dianjurkan pemakaian IRT pada mereka yang tak ada
kontraindiksi.
2.5.2.3 Latihan. Latihan fisik bagi penderita osteoporosis, bersifat spesifik dan
individual, memperhatikan berat ringannya osteoporosis sehingga perlu
mendapat supervise dari tenaga medis/fisioterapi individu per individu.
2.5.2.4 Intervensi fisioterapi secara spesifik berdasarkan kajian problematik.
2.5.2.5 Kalsitonin. Bekerja menghambat pengeroposan tulang dan diindikasikan
untuk pasien yang tidak dapat menggunakan IRT.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2.6 Vitamin D yang fungsi utamanya untuk membantu penyerapan kalsium
diusus.
2.5.3 Pencegahan Tersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, jangan dibiarkan berbaring
terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana pergerakan, mulai dari
pergerakan pasif sampai aktif dan berfungsi mandiri.
2.5.4 Edukasi Pasien
Pemahaman pasien dan keluarganya tentang hal osteoporosis diharapkan
menambahkan kepedulian mereka, dan selanjutnya berperilaku hidup sehat, sesuai
dengan pencegahan osteoporosis. Pemahaman tentang pencegahan osteoporosis
secara dini sehingga bahaya yang dapat menimbulkan gangguan terhadap aktifitas
gerak dan fungsi dapat diantisipasi.
2.6 Hakekat Aktivitas Fisik
Aktvitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh Aktivitas fisik
merupakan gerakan fisik apapun yang dihasilkan oleh otot dan rangka yang
memerlukan atau membutuhkan pengeluaran energi di atas kebutuhan energi saat
istirahat, yang diukur dalam jumlah kilo kalori (Public Health, 1985)
menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap
sehat, bugar sepanjang hari. (Depkes. RI, 2006). Dari ungkapan tersebut maka
dapat digambarkan bahwa aktivitas fisik bukan merupakan rutinitas sehari-hari,
Universitas Sumatera Utara
tetapi kegiatan dengan energi yang dikeluarkan di atas energi rata-rata saat
istirahat sehingga dapat meningkatkan kemampuannya.
Aktivitas fisik merupakan bagian terpenting dalam mempertahankan hidup,
sehingga lebih sehat dan bahagia. Hal ini dapat mengurangi stress serta
nyaman secara keseluruhan. Dijelaskan bahwa beberapa manfaat melakukan
aktivitas fisik secara teratur adalah :
2.6.1 Membantu dalam mengendalikan berat badan, sehingga memberikan
kemungkinan untuk mempertahankan gaya hidup yang lebih baik, tetap segar
dan waspada saat terjaga.
2.6.2 Aktivitas fisik membantu mengurangi resiko penyakit jantung dan gagal
jantung karena otot-otot jantung lebih kuat.
2.6.3 Aktivitas fisik mampu mengurangin resiko diabetes dan kondisi lain
yang terkait dengan aktivitas seperti kegemukan.
2.6.4 Aktivitas fisik membantu mengurangi resiko jenis kanker tertentu.
2.6.5 Aktivitas fisik mampu menguatkan tulang dan otot menjadi lebih lentur. Hal
ini mampu mnegurangi terjadinya cedera fisik dan membantu
meningkatkan perbaikan jaringan tertentu.
2.6.6 Ketika seseorang aktif secara fisik, maka dapat meningkatkan kesehatan
mental serta suasana hati lebih stabil.
2.6.7 Membantu meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan
sehari-hari dan bagi orang dewasa mampu memberikan kekuatan lebih
banyak untuk membantu mencegah terjadinya jatuh.
Universitas Sumatera Utara
2.6.8 Secara keseluruhan aktivitas fisik membantu untuk lebih lama hidup
Dari penjelasan tersebut aktivitas fisik yang dimaksud adalah aktivitas
fisik yang dilakukan secara rutin dan teratur, sehingga menghasilkan perubahan
pada seseorang ke arah derajat keondisi fisik yang lebih baik. Manfaat aktivitas
fisik yang rutin dilakukan seperti olahraga kesehatan akan mampu
menghasilkan perubahan-perubahan pada aspek jasmani, rohani dan sosial. (WHO,
2009).
2.7 Hubungan Senam Osteoporosis dan Aktifitas Fisik
Senam aerobik adalah bentuk latihan atau gerakan yang dilakukan berulang-
ulang kali dan menggunakan kumpulan otot-otot besar sekurang-kurangnya 15 menit
dan membutuhkan oksigen sebagai sumber tenaga (Sadoso. 1996). Senam aerobik
yang pelaksanaannya mirip latihan aerobik berupa jalan, jogging dan lari dapat
merangsang kerja jantung dan paru serta peredaran darah. Peningkatan daya tahan
jantung paru (daya tahan cardiorespirasi) dapat dijadikan sebagai indikator tunggal
untuk menentukan tingkat kebugaran jasmani seseorang antara lain pengukuran VO2
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan
mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat, bugar sepanjang
maks secara tidak langsung. Senam osteoporosis adalah gerakan aerobik dengan
benturan ringan (low impact) yang bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang,
kekuatan otot, keseimbangan, kelenturan dan independensi.
Universitas Sumatera Utara
hari (Pusat Promosi Depkes. RI, 2006). Tingkat aktifitas fisik dalam populasi
diperkirakan tidak aktif secara fisik 30,5%, aktif tapi tidak teratur 28,5%, aktif secara
teratur tidak intensif 31,5%, aktif secara teratur, intensif 9,1%. Hidup aktif
membutuhkan aktifitas fisik yang teratur dan hanya 40% populasi yang mendapatkan
keuntungan fisik dan mental. Ketidak-aktifan fisik dapat membahayakan kesehatan
dengan demikian Senam Osteoporosis diyakini dapat meningkatkan aktifitas fisik
lanjut usia.
2.8 Hakekat Lanjut Usia
2.8.1 Defenisi Lansia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia pada bab I pasal 1 ayat 2, yang dimaksud lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan pasal 19 ayat 1, Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial, perubahan ini akan
memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya.
Pengertian lanjuta usia beragam tergantung kerangkan pandang individu. Orang tua
berusia 35 tahun dapat dianggap tua bagi anaknya dan tidak muda lagi. Orang sehat
berusia 65 tahun mungkin menganggap usia 75 tahun sebagai permulaan lanjut usia
(Brunner & Suddart, 2011). Menurut Pudjiastuti & Utomo (2003), lanjut usai bukan
suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjutan dari suatu proses kehidupan yang
akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
Universitas Sumatera Utara
beradaptasi dengan stres lingkungan. Menurut analisa dari 57 negara didunia
menemukana bahwa kriteria lanjut usia paling umum adalah gabungan antara usia
kronologis dengan perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status
fungsional seseorang (Glascock & Feinman 1981; Stanley & Beare, 2007).
2.8.2 Batasan Lanjut Usia
Batasaan usia ini sampai sekarang belum memiliki kepastian referensi, masih
banyak yang berpendapat mengenai hal ini, beberapa pendapat mengenai batasa usia
ini antara lain;
2.8.2.1 WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia
kronologis/biologis menjadi empat kelompok yaitu usia pertengahan (middle
age) antara usia 45 – 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 – 74
tahun, lanjut usia tua (old) usia 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old)
diatas 90 tahun.
2.8.2.2 Menurut Prof. Dr. Koesmanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan
menjadi usia dewasa muda (elderly adulhood) 18 atau 25-29 tahun, usia
dewasa penuh (middle years) atau maturitas 25 – 60 tahun, lanjut usia
(geriatric age) lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi dengan 70
– 75 tahun (young old), 75 – 80 tahun (old), lebih dari 80 tahun (very old).
2.8.2.3 Menurut UU No. 4 tahun1965 pasal 1 seseorang dapat dinyatakan sebagai
seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur
55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidup sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.8.3 Usia Harapan Hidup Penduduk Indonesia
2.8.4 Proses Penuaan
Penuaan (= menjadi tua = aging) adalah proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan furngsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994;
Darmojo, 2004)
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara
alamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses berkurangnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi stressor dari dalam maupun luar tubuh. Menuanya manusia
seperti ausnya suku cadang suatu mesin yang bekerjanya sangat kompleks yang
bagian-bagiannya saling mempengaruhi secara fisik atau somatik dan psikologik.
Universitas Sumatera Utara
Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya dan sangat
individual. Banyak faktor yang mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetik
(keturunan), asupan gizi, kondisi mental, pola hidup, lingkungan, dan pekerjaan
sehari-hari (Darmojo & Martono, 2004).
2.8.4.1 Teori Proses Penuaan
Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan struktural dan
fisiologis, begitu pula organ otak. Dalam hal perubahan fisiologis sampai patologis
telah dikenal proses menua yang menggunakan istilah senescence, senility dan
demensia. Senencense menandakan perubahan penuaan normal dan senility
menandakan penuaan yang abnormal, tetapi batasnya masih tidak jelas. Senility juga
dipakai sebagai indikasi gangguan mental yang ringan pada usia lanjut yang
mengalami demensia (Ciummings, Benson, 1992).
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hati-hati dalam
mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan fisiologis (fisiological
aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat (healthy aging). Penuaan ini
sesuai dengan kronologis usia (penuaan primer), dipengaruhi oleh faktor endogen,
perubahan dimulai dari sel-jaringan-organ-sistem pada tubuh. Bila penuaan banyak
dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya, gaya hidup disebut
penuaan sekunder. Penuaan sekunder yaitu ketidakmampuan yang disebabkan oleh
trauma atau sakit kronis, mungkin pula terjadi perubahan degeneratif yang timbul
karena stress yang dialami oleh individu. Penuaan ini tidak sesuai dengan kronologis
usia dan patologis. Faktor eksogen juga dapat mempengaruhi faktor endogen
Universitas Sumatera Utara
sehingga dikenal dengan faktor resiko. Faktor resiko tersebut yang menyebabkan
terjadinya penuaan patologis (patological aging) (Pudjiastusi, utomo, 2003).
Gambar 2.3. Proses Penuaan dengan Faktor yang Memengaruhinya Sumber: Fisioterapi pada Lansia, Pudjiastuti dan Utomo, hal. 18 Cetakan I, 2003
Dalam proses penuaan beberapa teori menjelaskan hal tersebut. Teori penuaan
secara umum dapat dibedakan menjadi dua teori yaitu teori penuaan secara biologi
dan terori penuaan secara psikologi.
2.8.4.1.1 Teori Biologi
2.8.4.1.1.1 Teori Selular
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel-sel tubuh di program untuk membelah 50 kali. Jika semua sel pada
lansia dilepas dari tubuh dan dibiarkan di laboratorium kemudian diobservasi jumlah
sel-sel yang akan membelah akan terlihat sedikit. Hal ini memberikan beberapa
pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel
lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan sesuai
dengan berkurangnya umur.
Universitas Sumatera Utara
2.8.4.1.1.2 Teori “Genetik Clock”
Teori genetik adalah menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu tiap spesies mempunyai didalam nuclei (inti sel) suatu jam genetik yang telah
diputar menurut replikasi tertentu (Suhana, 1994 ). Jam ini akan menghitung mitosis
dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar. Jadi menurut konsep ini bila jam
itu berhenti akan meninggal dunia meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan
atau penyakit (Azizah, 2011).
2.8.4.1.1.3 Teori Sintesi Protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya. Proses
kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada
komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lanjut usia beberapa protein
(kolagen, kartilago dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan
struktur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Keadaan ini akan terlihat dari
perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut,
juga terjadi penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal (
Azizah, 2011).
2.8.4.1.1.4 Sistim Imun
Kemampun sistem imun mengalami kemunduran padan lanjut usia.
Kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari limfatik dan khususnya sel darah
putih juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuan. Mutasi yang
berulang atau perubahan protein pasca tranlasi dapat menyebabkan berkurangnya
Universitas Sumatera Utara
kemampuan sistem imun tubuh mengenali diri sendiri (Goldstein, 1989). Jika mutasi
somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini
dapat menyebabkan sistem imun tubuh mengganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan ini akan menyebabkan
peningkatan aoutoimun (Goldstein, 1989).
2.8.4.1.1.5 Mutasi Somatic (teori error catastrophe)
Teori mutasi somatik dikatakan ada faktor-faktor lingkungan yang
menyebabakn terjadinya mutasi somatic, proses menua disebabkan oleh karena
kesalahan-kesalahan beruntun sepanjang kehidupan, setelah berlangsung dalam
waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi maupun proses
translasi, kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang salah dan akan
menyebabkan reaksi metabolisme yang salah sehingga mengurangi fungsional sel,
maka akan terjadi kesalahan yang makin banyak sehinnga terjadilah catastrop
(Suhana, 1994).
Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis “Error Catastrophe”. Menurut teori tersebut menua diakibatkan oleh
menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia. Akibat
kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan (Martono, 2000).
2.8.4.1.1.6 Teori Metabolisme
Pengurangn intake kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan
dan perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
Universitas Sumatera Utara
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan hormon
yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan. Peristiwa
menua akibat metabolisme badan sendiri antara lain karena kalori yang berlebihan,
kurang aktifitas dan sebagainya (Darmojo & Martono, 2000).
2.8.4.1.1.7 Teori Radikal Bebas
Teori radikal bebas dikatakan radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas,
dan didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai
pernapasan mitokondria. Radikal bebas bersifat merusak karena sangat reaktif
sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, asam lemak tak jenuh, seperti dalam
membrane sel dan gugus SH. Walaupun ada sistem penangkal namun sebagain
radikal bebas tetap lolos, bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas yang
terbentuk sehingga proses penuaan terus terjadi, kerusakan organela sel makin lama
makin banyak dan akhirnya sel mati. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat
regenerasi (Oen, 1993).
2.8.4.2 Teori Psikologis
2.8.4.2.1 Aktivitas atau Kegiatan (activity theory)
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya
setelah menua. Sense of integrity yang dibangun dimasa muda akan tetap terpelihara
sampai tua. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usai yang sukses adalah mereka
yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan hubungan antara sistem
Universitas Sumatera Utara
sosial dan individu agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia (Nugroho,
2008).
2.8.4.2.2 Kepribadian Lanjutan (continuty theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Identity
pada lanjut usia yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan
dengan masyarakat, melibatkan diri dengan masalah di masyarakat, keluarga dan
hubungan interpersonal. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi
pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personallity yang
dimilikinya (Kontjoro, 2002).
2.8.4.2.3 Teori Pembebasan (disengagement theory)
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran
individu dengan individu lainnya (Nugroho, 2000). Teori ini menyatakan bahwa
dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun baik secara kualitas maupun
kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (triple loss).
2.8.5 Patofisiologi Lanjut Usia
Semakin bertambahnya umur manusia terjadi proses penuaan secara
degenratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak
hanya perubahan fisik tetapi juga perubahan kognitif, perasaan, sosial dan sexual.
2.8.5.1 Sistem Muskuloskeletal
2.8.5.1.1 Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Universitas Sumatera Utara
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
Perubahan pada kolagen merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia
sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk
meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan
berjalan serta hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (Pudjiastuti & Utomo,
2003 Azizah, 2011;)
2.8.5.1.2 Kartilago;
Jaringan kartilago pada persendian lunak mengalami granulasi dan akhirnya
permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago utnuk regenerasi
berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya
kartilago pada persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut
sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat perubahan itu sendi
mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak dan terganggunya
aktifitas sehari-hari (Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).
2.8.5.1.3 Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah bagian dari
penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula tranversal
terabsorbsi kembali. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan
osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur (Azizah, 2011;
Pudjiastuti & Utomo, 2003).
2.8.5.1.4 Otot
Universitas Sumatera Utara
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat berfariasi, penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak otot
mengakibatkan efek negatif. Dampak perubahan marfologis pada otot adalah
penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot (Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).
2.8.5.1.5 Sendi
Pada lanjut usia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan periarkular mengalami
penuruan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada
kartilago dan kapdul sendi. Sendi kehilangan flesibilitasnya sehingga terjadi
penurunan luas dan gerak sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan
berupa bengkak, nyeri, kekakuan sendi, gangguan jalan dan aktifitas sehari-hari
(Azizah, 2011; Pudjiastuti & Utomo, 2003).
2.8.5.1.6 Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi
sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor
propriosetif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami
perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan
fungsi kognitif, koordinasi, keseimbangan, kekuatan otot, refleks, proprioseptif,
perubahan postur dan peningkatan waktu reaksi (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.8.5.1.7 Sistem Kardiovaskular dan Respirasi
2.8.5.1.7.1 Sistem kardiovaskular
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertofi, dan kemampuan
perenganggan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan
penumpukan lipofusin. Katup jantung mengalami fibrosis dan kalsifikasi. SA node
dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Kemampuan arteri dalam
menjalankan fungsinya berkurang samapi 50%. Pembuluh darah kapiler mengalami
penuruan elastisitas dan permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan
tahanan vaskular sehingga menyebabkan peningkatan tekanan sistole dan penurunan
perfusi jaringan. Penurunan sensitivitas berreseptor menyebabkan terjadinya
hipotensi postural. Curah jantung (cardiac output) menurun akibat penurunan denyut
jantung maksimal dan volume sekuncup. Respons vasokontriksi untuk mencegah
terjadinya pengumpalan darah (pooling of blood) menurun sehingga respons terhadap
hipoksia menjadi lambat. (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
2.8.5.1.7.2 Sistem Respirasi;
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru. Kapasitas total paru tetap
tetapi volume cadangan paru bertambah. Volume tidak bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang rugi paru. Udara yang mengalir ke paru berkurang.
Perubahan pada otot, kartilago dan sendi thoraks mengakibatkan pergerakan
pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan thoraks berkurang. Umur tidak
Universitas Sumatera Utara
berhubungan dengan perubahan otot diafragma. Apabila terjadi perubahan otot
diafragma, otot thoraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi
dinding thoraks selama respirasi berlangsung. Kalsifikasi kartilago kosta
mengakibatkan penurunan mobilitas tulang rusuk sehingga ekspansi rongga dada dan
kapasitas ventilasi paru menurun. (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
2.8.5.1.8 Sistem Indra
2.8.5.1.8.1 Sistem Penglihatan
Erat kaitannya dengan presbiopsi (old sigth). Lensa kehilangan elastisitas dan
kaku. Otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus. Ketajaman penglihatan dan
akomodasi dari jarak jauh atau jarak dekat berkurang (Pudjiastuti & Utomo, 2003) .
2.8.5.1.8.2 Sistem Pendengaran
Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya
kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, terjadi pada
usia 60 tahun keatas (Azizah, 2011)
2.8.5.1.8.3 Sistim Integument
Pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atrofi grandula sebasea dan grandula sudorifera. Penipisan kulit terjadi
pada dermis karena terdapat perubahan kolagen serta jaringan elastisnya. Bagian kecil
pada kulit menjadi mudah retak dan menyebabkan cechymosen. Timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit, dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak
Universitas Sumatera Utara
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain angin dan sinar matahari, terutama
ultra violet (Pudjiastuti & Utomo, 2003).
2.8.5.1.8.4 Sistem Ekresi
Pada lanjut usia ginjal mengalami perubahan yaitu terjadi penebalan kapsula
Bouwman dan gangguan permeabilitas terhadap zat yang akan difiltrasi, nefron
secara keseluruhan mengalami penurunan dan mulai terlihat atropi, aliran darah di
ginjal pada usia 75 tahun tinggal sekitar 50% dibanding usia muda tetapi fungsi ginjal
dalam keadaan istirahat tidak terlihat menurun. Apabila terjadi stress fisik ginjal
tidak dapat mengatasi peningkatan kebutuhan dan mudah terjadi gagal ginjal
(Martono, 2009).
2.8.5.1.8.5 Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lanjut usia ditandai dengan menciutnya ovari dan
uterus. Terjadi atrofi payudara. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi
halus, sekresi menjadi berkurang dan reaksinya menjadi bersifat alkali. Pada laki-laki
testis masih dapat memproduksi spermatosoa, meskipun adanya penuruanan secara
beransur-ansur. Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (jika kondisi
sehat baik), yaitu dengan kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut
usia (Azizah, 2011).
2.8.5.1.8.6 Kognitif
Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari
proses berfikir. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan
memanipulasi pengetahuan melalui aktifitas menggingat, mengganalisa, memahami,
Universitas Sumatera Utara
menilai, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa
diartikan sebagai kecerdasaan atau intelegensi (Ramdhani, 2008). Batasan fungsi
kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori, pemecahan masalah,
pengambilan sikap, integrasi belajar dan proses komprehensif (Pudjiastuti & Utomo,
2003).
2.9 Metode Uji Berjalan
Berjalan merupakan salah satu dari aktivitas dasar kehidupan (selain
bernafas, mendengar, melihat dan berbicara). Impairmen dari salah satu aktivitas
dasar ini akan menyebabkan disabilitas. Untuk mengetahui adanya impairmen dan
disabilitas berjalan dibutuhkan adanya parameter-parameter baik secara kualitatif
(gangguan keseimbangan untuk mencegah terjatuh) maupun kuantatif (kecepatan dan
jarak tempuh) serta apakah penderita membutuhkan alat bantu. Parameter-parameter
ini harus dijabarkan dan dibandingkan dengan kebutuhan fungsional yang nyata
dalam suatu komunitas. Kecepatan berjalan normal adalah berkisar antara 60-80
meter/menit (Ficher & Gullickson,1978). Kecepatan ini dibandingkan dengan
kecepatan fungsional yang dibutuhkan (79 meter/menit) untuk melewati tempat
menyeberang jalan raya dengan tanpa lampu, serta kecepatan yang umumnya pejalan
kaki dikota. Sementara itu 600 meter merupakan jarak tempuh terjauh yang umumnya
dibutuhkan seseorang untuk berjalan mengunjungi tempat-tempat umum di dalam
suatu komunitas. Kebanyakan aktivitas hidup sehari-hari mencerminkan suatu
latihan pada tingkat submaksimal, sehingga pengukuran dari kemampuan untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan latihan submaksimal (kapasitas endurance) merupakan komponen yang
penting dalam menilai adanya disabilitas. Uji berjalan sering digunakan dalam
praktek klinik maupun penelitian untuk menilai aspek dari fungsi fisik. Berbagai jenis
uji berjalan telah dikembangkan, baik berjalan pada waktu tertentu maupun pada
jarak tertentu. Sementara uji berjalan pada waktu 2 menit, 6 menit dan 12 menit
dilakukan untuk mengukur jarak tempuh dalam waktu tersebut diatas. Uji jarak
tempuh berjalan dalam waktu 12 menit, mula-mula dilaporkan sebagai petunjuk
untuk mengetahui kebugaran fisik seseorang (Lipkin et al, 1989) . Didapatkan adanya
hubungan yang erat antara jarak tempuh dalam 12 menit dengan penggunaan oksigen
maksimum (VO2 max) pada pria sehat.
Sejalan dengan waktu, uji ini dipersingkat menjadi 6 menit, 4 menit bahkan 2
menit. Membandingkan uji berjalan dalam waktu 12 menit, 6 menit, 2 menit, dan
mendapatkan bahwa waktu 12 menit sangat reprodusibel namun usia lanjut waktu
yang lebih pendek dibutuhkan mendapatkan hasil yang baik ( Butland et,al, 1982 ).
Sementara walaupun uji berjalan dalam waktu 2 menit, lebih singkat dan lebih mudah
bagi penderita maupun peneliti namun dijumpai beberapa kelemahan seperti: efek
latihan dari uji tersebut. Selanjutnya dikatakan uji jarak tempuh berjalan dalam waktu
6 menit merupakan waktu terbaik dan waktu yang paling sering digunakan dalam
praktek klinik maupun penelitian. Adapun keunggulan uji berjalan ini, dibanding
treadmill adalah bahwa uji ini lebih baik ditoleransi oleh penderita usia lanjut karna
kecepatan dari alat tersebut dan perasaan takut jatuh. Uji ini juga lebih mendekati
kebutuhan aktivitas fisik dibandingkan dengan uji menggunakan ergometer. Tidak
Universitas Sumatera Utara
dijumpai adanya efek samping dalam uji berjalan juga merupakan suatu uji sederhana
mudah dan murah (Mc Gavin,1979).
Suatu uji yang baik harus mempunyai reabilitas yang tinggi sehingga hasilnya
dapat diandalkan. Reabilitas dari uji berjalan 6 menit sangat baik. yang mana
pengukuran akan memberikan suatu hasil yang sama atau hampir sama ketika
dilakukan berulang kali (Harrada et,al,1997 ). Uji berjalan 6 menit (jarak tempuh)
dapat mengetahui kekuatan otot maupun ketahanan serta mobilitas yang akan
memberikan informasi tentang peningkatan aktivitas fisik.
Universitas Sumatera Utara
2.10 Landasan Teori
Gambar 2.4 Landasan Teori
Proses Menua 1. Faktor Endogen 2. Faktor Eksogen
1. Usia 2. Berat Badan 3. Tinggi Badan 4. Jenis Kelamin
Penurunan Fungsi
1. Kognitif 2. Psikososial 3. Integumen
1. Musculoskeletal 2. Neuromusculer 3. Kardiorespirasi
Resiko Osteoporosis
1. Kepadatan tulang menurun
2. Mikro Fraktur
1. Kurang Olahraga 2. Gaya Hidup
Senam Osteoporosis 1. Frekuensi Sekali
Seminggu 2. Frekuensi dua
kali seminggu
1. Keseimbangan 2. Kelenturan 3. Kekuatan Otot 4. Kepadatan Tulang
Jarak Tempuh Berjalan 6 Menit
Kualitas Aktivitas Fisik meningkat
Universitas Sumatera Utara
Penuaan adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur
dan furngsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994; Darmojo, 2004). Lanjut
usia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjutan dari suatu proses
kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Pujiastuti &
Utomo,2003). Kriteria lanjut usia dari 57 negara didunia dan menemukan bahwa
kriteria lanjut usia paling umum adalah gabungan antara usia kronologis dengan
perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional seseorang
(Staley & Beare, 2007). Yang terjadi dengan tubuh manusia dalam proses menua ini
secara ringkas yaitu kulit tubuh dapat menjadi lebih tipis, kering dan tidak elastis lagi,
rambut rontok , warnanya berubah menjadi putih, kering dan tidak mengkilat, jumlah
otot berkurang, ukuran juga mengecil, volume otot secara keseluruhan menyusut dan
fungsinya menurun, otot-otot jantung mengalami perubahan degeneratif, ukuran
jantung mengecil, kekuatan memompa darah berkurang, pembuluh darah mengalami
kekakuan (Arteriosklerosis), terjadinya degenerasi selaput lender dan bulu getar
saluran pemapasan, gelembung' pani-paru menjadi kurang elastis, tulang-tulang
menjadi keropos (osteoporosis). (Hardianto Wibowo, 2003). Osteoporosis adalah
kondisidi mana tulang menjadi rapuh dan mudah retak atau patah menjadi tua bukan berarti
harus berhenti dari olahraga (Wolf,1982). Aktivitas fisik atau olahraga tetap dapat
dilakukan dengan menyesuaikan kondisi lansia tersebut. Pemilihan jenis olahraga,
Universitas Sumatera Utara
intensitas (kerasnya melakukan latihan), lama dan frekuensi olahraga sangat
bergantung dari kemampuan lansia tersebut.
Dengan bertambahnya usia di atas 30 tahun akan terjadi penambahan lemak
tubuh, penurunan masa otot dan pengurangan jaringan organ tubuh. Dengan demikian
pula V0 2 Max secara otomatis akan menurun secara bertahap, yang juga
menunjukkan terjadinya kemunduran dalam kebugaran dan kesehatan jasmaninya
(Wibowo, 2003). Manfaat Senam Osteoporosis adalah, menjaga postur tubuh,
menjaga kelenturan dan pergerakkan otot, meningkatkan kerja jantung dan paru –
paru, menjaga keseimbangan tubuh, melatih koordinasi anggota gerak. Aktivitas
fisik merupakan gerakan fisik apapun yang dihasilkan oleh otot dan rangka
yang memerlukan atau membutuhkan pengeluaran energi di atas kebutuhan
energi saat istirahat, yang diukur dalam jumlah kilo kalori ( Public Health 1985).
Pembahasan penelitian mendapati bahwa perubahan kebugaran berkaitan langsung
dengan frekuensi latihan, walaupun dianggap tidak tergantung pada efek intensitas,
durasi, lama program, dan tingkat kebugaran awal ( Wenger & Bell, 1986 ). Individu
yang tidak terlatih pada kenyataan membutuhkan waktu 48 jam untuk beradaptasi dan
pulih dengan ransangan latihan ( Fleck & Kraemer, 1987 ). Uji berjalan 6
menit (jarak tempuh) dapat mengetahui kekuatan otot maupun ketahanan serta
mobilitas dan akan memberikan informasi tentang peningkatan aktivitas fisik.
Reabilitas dari uji berjalan 6 menit sangat baik. yang mana pengukuran akan
memberikan suatu hasil yang sama atau hampir sama ketika dilakukan berulang kali
(Harrada et,al,1997 ). Tidak dijumpai adanya efek samping dalam uji berjalan juga
Universitas Sumatera Utara
merupakan suatu uji sederhana mudah dan murah ( Mc Gavin,1979 ). Keterandalan
Uji Jalan Enam Menit di Lintasan Empat Persegi Panjang 20 x 2 m pada Penyandang
Disabilitas Intelektual dengan Obesitas di Jakarta (Tamin, et,al, 2011). Tidak
terdapat perbedaan jarak tempuh yang bermakna ketika uji jalan enam menit
dilakukan di panjang lintasan antara 15 sampai 50 meter ( Tamin, et, al, 2011 ).
2.11 Kerangka Konsep
Gambar 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Senam Osteoporosis
Lansia
Perlakuan I (Senam
Osteoporosis, Frekuensi
Sekali Seminggu)
Perlakuan II (Senam
Osteoporosis, Frekuensi dua
kali Seminggu)
Kualitas Aktifitas
Fisik
Universitas Sumatera Utara