Hukum Tata Negara
BAB IPENGANTAR HUKUM TATA NEGARA
A. HAKIKAT HUKUM TATA NEGARA1. Istilah HTN
Hukum Tata Negara disebut juga Hukum Negara (Staatsrecht)
yang berarti Hukum Tata Negara dalam arti luas (Staatsrecht in
ruimere zein). Istilah Hukum Negara dimaksudkan untuk membedakan
arti antara Hukum Tata Negara dalam arti luas dan sempit.
Jadi,dapat disimpulkan bahwa istilah Hukum Tata Negara dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Hukum Tata Negara dalam arti luas atau Hukum Negara
Meliputi Hukum Administrasi Negara atau Hukum Tata
Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintahan
(Administratief Recht) dan Hukum Tata Negara.
b. Hukum Tata Negara dalam arti sempit
Hanya meliputi Hukum Tata Negara itu sendiri, yaitu Hukum
Tata Negara suatu negara tertentu yang berlaku pada waktu
tertentu (HTN positif dari suatu negara).
Inggris menyebut Hukum Tata Negara sebagai Constitutional
Law. Dasar pemikirannya adalah bahwa dalam Hukum Tata Negara,
yang lebih menonjol adalah unsur konstitusi.
Istilah lain untuk menyebut Hukum Tata Negara adalah State
Law, yang didasarkan atas perkembangan bahwa hukum negara lebih
penting.
2. DefinisiHukum Tata Negara memiliki beberapa definisi, hal ini
disebabkan karena pendapat para ahli yang memberikan definisi
Hukum Tata Negara didasarkan pada sudut pandangnya masing-
masing, diantaranya adalah :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
1
Hukum Tata Negara
a. Van VollenhovenDalam bukunya Staatsrecht over Zee, ia mengatakan bahwa
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur semua
masyarakat hukum dari tingkat atas sampai bawah, yang
selanjutnya menentukan wilayah lingkungan
rakyatnya,menentukan badan-badan yang berkuasa, berwenang
dan fungsinya dalam lingkungan masyarakat hukum tersebut.
b. Van der PotDalam bukunya Handboek van de Nederlans Staat-recht, ia
berpendapat bahwa Hukum Tata Negara adalah peraturan yang
menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenangnya
masing-masing, hubungannya dengan individu-individu
(kegiatannya).
c. Wade dan PhilipDalam bukunya Constitutional Law, mereka berdua pendapat
bahwa Hukum Tata Negara hukum yang mengatur organisasi-
organisasi negara, struktur organisasi, kedudukan, tugas dan fungsi
serta hubungan antara organ-organ tersebut.
d. PatonDalam bukunya Textbook of Jurisprudence, ia mendefinisikan
Hukum Tata Negara sebagai hukum yang hanya dapat dilihat dari
alat perlengkapan negara, tugas dan wewenangnya.
e. A.V. DiceyDalam bukunya An Introduction to the Study of the Law of the
Constitution : Hukum Tata Negara pada dasarnya menitik beratkan
pada pembagian kekuasaan dalam Negara dan pelaksanaan yang
tertinggi dalam suatu negara.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
2
Hukum Tata Negara
f. Maurice DuvergerHukum Konstitusi adalah salah satu cabang dari hukum publik
yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga
negara.
g. M. Soli LubisDalam bukunya Asas-asas Hukum Tata Negara, ia menyatakan
bahwa Hukum Tata Negara adalah seperangkat peraturan
mengenai bentuk susunan negara, alat perlengkapannya, tugas-
tugas dan hubungan diantara alat-alat perlengkapan.
h. Kusumadi PudjosewojoDalam bukunya Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, ia
menyebutkan bahwa Hukum Tata Negara adalah hukum yang
mengatur bentuk negara(kesatuan atau federal) dan bentuk
pemerintahan (kerajaan atau republik) yang menunjukkan
masyarakat hukum atasan maupun bawahan serta tingkatan-
tingkatan (hirarki) yang selanjutnya menegaskan wilayah dan
lingkungan rakyat dan masyarakat-masyarakat hukum dan akhirnya
alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari
masyarakat hukum itu, beserta susunan (terdiri dari seorang atau
lebih),wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat
perlengkapan itu.
i. Moh. Kusnardi dan Harmaily IbrahimDalam bukunya Pengantar Tata Hukum Indonesia, ia
mendefinisikan Hukum Tata Negara sebagai sekumpulan
peraturan hukum yang mengatur organisasi negara, hubungan
antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan
horizontal serta kedudukan warga negara dan hak asasinya.
Dari pendapat para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa
Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah peraturan-peraturan yang
mengatur organisasi negara dari tingkat atas sampai bawah, stsruktur,
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
3
Hukum Tata Negara
tugas dan wewenang alat perlengkapan negara,hubungan antar alat
perlengkapan tersebut secara hirarki maupun horizontal, wilayah
negara, kedudukan warga negara serta hak asasinya.
3. Letak Hukum Tata Negara dalam Klasifikasi HukumSecara klasik, hukum dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu
hukum publik dan hukum privat. Menurut Asser-Scholten,pembagian
hukum ke dalam hukum publik dan hukum privat tersebut untuk
pertama kalinya dikemukakan oleh Ulpianus.
a. Hukum Publik (Public Law/Publiekrecht)
Adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kerajaan
Romawi.
b. Hukum Privat (Private Law/Privaatrecht)
Adalah segala sesuatu mengenai kepentingan individu.
Dalam klasifikasi hukum maka Hukum Tata Negara termasuk
dalam ruang lingkup hukum publik.
4. Sistematika Hukum Tata Negaraa. Kranenburg
dalam bukunya Het Nederland Staatsrecht mendasarkan
sistematikanya pada fungsi negara yang dibedakan dalam tiga
fungsi pokok, yaitu :
1) Fungsi yang mengatur peri kehidupan kelompok serta tata
cara berkelompok.
2) Fungsi yang bersifat pelaksanaan/perwujudan dari hal yang
telah diatur tersebut.
3) Fungsi sebagai reaksi terhadap tingkah laku yang
bertentangan dengan peraturan dan yang akan mengganggu
pelaksanaan dari maksud yang terkandung dalam peraturan
tersebut.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
4
Hukum Tata Negara
b. LogemanLogeman membedakan Hukum Tata Negara dalam arti luas ke
dalam dua sistem, yaitu :
1) Sistem yang material
Sistem yang material mencari jawaban atas pertanyaan
mengenai tipe negara, dasar pemerintahan, sifat dan tujuan
organisasi maupun macam masyarakat yang hendak
dibentuk. Misalnya masyarakat sosialis, kapitalis, liberalis dll.
2) Sistem yang formal
Mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan
tugas,kewajiban serta wewenang dari dan di dalam
organisasi itu sendiri. Karena mengenai masalah wewenang
maka Logeman menyebut sistem yang formal ini sebagai
ajaran tentang wewenang (competentie leer).
c. Jellinek Menurut Jellinek, Ilmu Kenegaraan (Staatswissenschaft) dapat
dibedakan dalam dua : yaitu :
1) Staatswissenschaft dalam arti sempit
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara dimana titik berat
pembahasannya terletak pada negara sebagai objeknya.
Staatswissenschaft dalam arti sempit dapat dibedakan lagi
ke dalam :
a) Beschreibende staatswissenschaft
(statenkunde)
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang
melukiskan negara dari segi
masyarakat/penduduk,alam,flora dan fauna.
b) Theoritische staatswissenschaft atau lebih
dikenal sebagai Ilmu Negara (Staatsleer)
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
5
Hukum Tata Negara
Ilmu pengetahuan mengenai negara yang menganalisa
dan mengolah bahan-bahan dari Beschreibende
staatswissenschaft untuk kemudian disusun dalam suatu
sistematika serta melengkapinya dengan sendi-sendi
pokok dan pengertian pokok dari negara.
Theoritische staatswissenschaft dapat dibagi lagi ke
dalam :
Allgemeine staatslehre
Yaitu ilmu negara umum yang membahas teori-teori
tentang negara yang berlaku umum terhadap semua
negara.
Allgemeine staatslehre dibedakan lagi dalam :
Allgemeine soziale staatslehre
Melakukan peninjauan dari segi
sosiologis,misalnya teori-teori mengenai sifat
hakekat negara, tujuan negara, terjadi dan
hilangnya suatu negara, penggolongan tipe-tipe
negaradll.
Allgemeine staatsrechtslehre
Melakukan peninjauan dari sudut yuridis.
Termasuk di dalamnya teori-teori tentang negara,
kedaulatan negara, fungsi negara, konstitusi
negara dll.
Besondere Staatslehre
Yaitu ilmu negara khusus yang membahas teori-teori
tentang negara yang hanya berlaku pada suatu
negara tertentu.
c) Praktische staatswissenschaft atau lebih
dikenal dengan politiek
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
6
Hukum Tata Negara
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang
menguraikan tentang tata cara mempraktekkan teori-teori
ilmu negara.
2) Rechtswissenschaft
Yaitu ilmu pengetahuan mengenai negara yang titik berat
pembahasannya terletak pada segi yuridis/hukum dari suatu
negara.
Rechtwissenschaft terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum
Tata Usaha Negara dan Hukum Antar Negara.
B. HUBUNGAN HUKUM TATA NEGARA DENGAN ILMU KENEGARAAN LAINNYA
Secara prinsip, Hukum Tata Negara memiliki hubungan dengan
ilmu pengetahuan lainnya,terutama yang memiliki obyek penyelidikan
yang sama, yaitu negara. Dalam hal ini, hubungan yang akan dibahas
adalah :
1. Hubungan Tata Negara dengan Ilmu Negaraa. Segi Sifat
Hukum Tata Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat
praktis, sehingga dapat diterapkan langsung. Sedangkan Ilmu
Negara merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat teoritis
sehingga tidak dapat digunakan secara langsung.
b. Segi ManfaatIlmu negara tidak mementingkan bagaimana caranya suatu
hukum itu harus dilaksanakan, oleh karena itu ilmu negara lebih
mementingkan negara secara teoritis sedangkan Hukum Tata
Negara dan Hukum Administrasi Negara lebih mementingkan
segi prakteknya.
Selain itu, para ahli juga ada yang menyampaikan pendapat
mereka mengenai hubungan antara HTN dengan Ilmu Negara,
diantaranya adalah :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
7
Hukum Tata Negara
a. Dasril Radjab
Ia menyimpulkan bahwa ilmu negara merupakan ilmu
pengetahuan yang menyelidiki pengertian-pengertian pokok
dan sendi-sendi dasar teoritis yang bersifat umum bagi Hukum
Tata Negara. Oleh karena itu untuk dapat mengerti Hukum Tata
Negara harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan secara
umum tentang negara (Ilmu Negara). Dengan demikian, Ilmu
Negara dapat memberikan dasar-dasar teoritis untuk Hukum
Tata Negara positif dan Hukum Tata Negara merupakan
penerapan di dalam kenyataan bahan-bahan teoritis dari Ilmu
Negara.
b. JellinekBerdasarkan sistematika Jellinek maka jelaslah hubungan
antaraHTN dengan ilmu negara, yaitu keduanya merupakan
bagian dari staatswissenschaft dalam arti luas.
2. Hubungan Tata Negara dengan Ilmu PolitikHubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik sangat dekat
sehingga dapat dikatakan batas-batas ketentuan yang digariskan
sering diisi atau memerlukan pengisian dari garis politik, misalnya :
a. Terbentuknya undang-undang (UUD atau undang-undang
organik lainnya) tentunya diisi dengan kebijakan politik yang
ditarik pada waktu penyusunannya. Misalnya : dari pembukaan
suatu UUD dapat dilihat politik suatu negara. Begitu pula
dengan Amandemen UUD 1945 oleh MPR.
b. Maklumat Wapres No.X 16 Oktober 1945 yang diikuti oleh
maklumat pemerintah 14 November 1945 dimana Badan
Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat menyetujui
perubahan pertanggungjawaban kepada BP KNIP yang
kedudukannya setara dengan MPR-DPR vide Aturan Peralihan
Pasal IV UUD 1945.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
8
Hukum Tata Negara
Secara kronologis, keputusan politik tersebut merupakan usaha
Sutan Syahrir untuk mengadakan pendemokrasian dengan jalan
:
1) BP KNIP ikut menentukan haluan negara
2) Menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada
presiden tetapi kepada BP KNIP adalah tidak konstitusional.
Keputusan politik ini kemudian diterima oleh rakyat walaupun
bertentangan dengan UUD 1945 dan menjadi kebiasaan yang
berangsur-angsur berlaku sebagai bagian dari HTN yang hidup
pada waktu itu.
c. Pembentukan suatu undang-undang, ratifikasi yang
dilakukan oleh DPR,diterima atau ditolaknya suatu RUU
dipengaruhi oleh suara wakil rakyat yang ada di dalam DPR.
3. Hubungan Tata Negara dengan Hukum Administrasi NegaraHTN dan HAN mempunyai hubungan yang sangat erat karena HTN
dalam arti sempit dan HAN adalah bagian dari HTN dalam arti
luas.
Terdapat dua kelompok dalam memandang hubungan antara HTN
dan HAN, yaitu :
a. Golongan yang berpendapat bahwa HTN dan HAN memiliki
perbedaan secara prinsip.
Hal ini disebabkan karena HTN dan HAN dapat dibagi secara
tajam, baik sistematika maupun isinya.
1) Van Vollenhoven
Ia mengartikan HTN sebagai sekumpulan peraturan hukum
yang menentukan badan-badan hukum kenegaraan serta
memberi wewenang kepadanya dan bahwa kegiatan suatu
pemerintah modern adalah membagi wewenang itu kepada
badan-badan tersebut dari yang tertinggi sampai yang
terendah kedudukannya
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
9
Hukum Tata Negara
2) J.H.A. Logeman
Hukum Tata Usaha Negara mempelajari tentang jenis
hukum, bentuk serta akibat hukum yang dilakukan oleh para
fungsionaris sehubungan dengan tugas dan kewajibannya
3) Stellinga
Bagian-bagian yang terpenting dalam HAN dan HTN
termasuk sistematikanya akan menentukan tempatnya
secara tepat. Oleh karena itu sangat jelas terdapat
perbedaan prinsipil antara HAN dengan HTN.
b. Golongan yang berpendapat bahwa antara HTN dan HAN tidak
terdapat perbedaan secara prinsip,tetapi hanya pertimbangan
manfaat.
1) Kranenburg
Hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Tata
Usaha Negara adalah tidak jauh berbeda, seperti antara
Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
2) Van der Pot
Perbedaan antara HTN dengan HAN tidak membawa akibat
hukum.
3) Vegtig
HAN dan HTN mempunyai obyek penyelidikan yang sama
C. METODE PENDEKATAN DALAM STUDI HUKUM TATA NEGARAAda empat jenis metode pendekatan yang dapat digunakan dalam
mempelajari HTN, yaitu :
1. Pendekatan Yuridis FormalYaitu pendekatan yang didasarkan pada asas-asas hukum yang
mendasari ketentuan-ketentuan atau peraturan.
Misalnya : ketentuan suatu peraturan perundang-undangan tidak
boleh menyimpang dari ketentuan dasar, yaitu UUD 1945.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
10
Hukum Tata Negara
2. Pendekatan FilosofiYaitu pendekatan yang didasarkan pada pandangan hidup bangsa.
Misalnya: di Indonesia, kajian hukum dalam masyarakat harus
bersumber pada falsafah bangsa yaitu Pancasila.
3. Pendekatan SosiologisYaitu suatu pendekatan yang ditinjau dari sudut kemasyarakatan,
khusunya politis. Maksudnya adalah bahwa suatu ketentuan
mengenai peraturan perudanga-undangan yang berlaku pada
hakekatnya merupakan keputusan politis.
4. Pendekatan HistorisYaitu suatu pendekatan yang bersumber pada sudut pandang
sejarah. Artinya,lahirnya ketentuan peraturan perundang-undangan
tidak terlepas dari proses sejarah, misalnya dalam hal kronologis
pembuatannya ataupun masa pada saat peraturan tersebut dibuat.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
11
Hukum Tata Negara
BAB IISUMBER-SUMBER HUKUM TATA NEGARA
A. PENGERTIAN SUMBER HUKUMSumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan
aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yang
jika aturan tersebut dilanggar maka akan mengakibatkan sanksi yan
tegas dan nyata.
Menurut Utrecht, para ahli memberikan istilah sumber hukum
berdasarkan sudut pandang keilmuannya, diantaranya :
1. Menurut ahli sejarah
Jika ditinjau dari sudut pandang ahli sejarah, maka sumber hukum
memiliki arti :
a. Sumber hukum dalam arti
pengenalan hukum.
b. Sumber hukum dalam arti sumber
dimana pembentuk ikatan hukum memperoleh bahan dan sistem
hukum dimana tumbuh hukum positif suatu hukum.
Jika ditinjau dari sudut sejarah maka sumber hukum berfungsi untuk
menyelidiki perkembangan hukum dari masa ke masa agar dapat
diketahui perkembangan dan perubahan hukum yang berlaku di suatu
negara.
2. Menurut ahli filsafat
Berdasarkan pendapat dari para ahli sejarah, sumber hukum diartikan
sebagai:
a. Sumber untuk menentukan isi
hukum apakah isi hukum tersebut sudah benar, adil
sebagaimana mestinya atau masih terdapat penyimpangan dan
ketidakadilan.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
12
Hukum Tata Negara
b. Sumber untuk mengetahui
kekuatan mengikat hukum yaitu untuk mengetahui faktor-faktor
apa yang menyebabkan seseorang taat atau tidak taat pada
hukum.
3. Menurut ahli sosiologi dan antropologi budaya.
Sumber hukum adalah keadaan masyarakat itu sendiri dengan
kehidupan sosial budayanya serta lembaga sosial yang ada di
dalamnya.
4. Menurut sudut pandang religius
Sumber hukum adalah kitab suci atau ajaran agama.
5. Menurut ahli ekonomi
Sumber hukum adalah apa yang tampak dalam lapangan ekonomi.
6. Menurut ahli hukum
Sumber hukum menurut ahli hukum memiliki dua arti, yaitu :
a. Sumber hukum formil
Sumber hukum formil merupakan ketentuan-ketentuan hukum
yang telah mempunyai bentuk formalitas, oleh karena itu ia
merupakan kaidah hukum dan oleh pihak yang berwenang
dijadikan petunjuk hidup yang harus diberi perlindungan.
Bagi ahli hukum, kedudukan hukum formil lebih penting
dibandingkan sumber hukum materiil. Jika memerlukan penentuan
asal-usul hukum maka barulah diperlukan sumber hukum materiil.
b. Sumber hukum materiil
Selain itu, dalam Ilmu Pengetahuan Hukum digunakan beberapa
pengertian dari sumber hukum yang sering digunakan oleh para ahli
hukum, yaitu:
1. Sumber hukum dalam pengertian sebagai ”asalnya hukum”
Yaitu berupa keputusan penguasa yang berwenang untuk
membuat keputusan tersebut. Artinya, keputusan tersebut
harus berasal dari penguasa yang berwenang
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
13
Hukum Tata Negara
2. Sumber hukum dalam pengertian sebagai ”tempat”
ditemukannya berbagai peraturan hukum yang berlaku.
Bentuknya yaitu berupa undang-undang, kebiasaan, traktat,
yurisprudensi atau doktrin dan terdapat dalam UUD 1945,
Ketetapan MPR, UU, Perpu, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden dll.
3. Sumber hukum dalam pengertian sebagai ”hal-hal yang dapat
mempengaruhi penguasa” dalam menentukan hukumnya.
Misalnya keyakinan akan hukumnya atau rasa keadilan.
B. JENIS-JENIS SUMBER HUKUMDalam Ilmu Hukum, sumber hukum juga dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu :
1. Sumber pengenalan hukum (kenbron van het recht)
Yaitu sumber hukum yang mengharuskan untuk menyelidiki
asal dan tempat ditemukannya hukum
2. Sumber asal nilai-nilai yang menyebabkan timbulnya atau
lahirnya aturan hukum (welbron van het recht)
Yaitu sumber hukum yang mengharuskan untuk membahas
asal sumber nilai yang menyebabkan atau menjadi dasar aturan
hukum.
Menurut Joniarto, istilah sumber Hukum Tata Negara dapat
dipandang dalam tiga pengertian, yaitu :
1. Sumber dalam arti sebagai asal Hukum Tata Negara
Yaitu yang berkaitan dengan kewenangan penguasa, antara
lain :
a. Adanya suatu peraturan hukum dikeluarkan oleh penguasa
yang berwenang untuk mengeluarkan keputusan tersebut.
b. Adanya kewenangan itu merupakan syarat mutlak untuk
sahnya keputusan tersebut.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
14
Hukum Tata Negara
c. Kewenangan yang dimiliki oleh penguasa harus ada dasar
hukumnya.
2. Sumber dalam arti tempat ditemukannya Hukum Tata Negara
Yaitu sumber yang membahas mengenai macam-macam, jenis
dan bentuk peraturan terutama yang tertulis, dapat berupa UU,
PP, Keppres dan peraturan lainnya.
3. Sumber dalam arti sebagai hal-hal yang dapat mempengaruhi
penentuan Hukum Tata Negara
Artinya dapat menciptakan hukum positif yang baik dan adil
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan, harus memperhatikan
berbagai hal, antara lain keyakinan, rasa keadilan serta
perasaan hukum yang hidup di masyarakat. Hal ini diperlukan
agar hukum yang diciptakan oleh penguasa dapat diterima
masyarakat.
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik.
Dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah
mempunyai kaidah-kaidah hukum yang jelas dan tidak bertentangan
dengan Hukum Tata Negara.Dengan demikian, Hukum Tata Negara
Indonesia pada dasarnya adalah segala bentuk dan wujud peraturan
hukum tentang ketatanegaraan yang beresensi dan bereksistensi di
Indonesia dalam suatu sistem dan tata urutan yang telah diatur.
1. Sumber Hukum FormilYaitu sumber hukum yang telah dirumuskan peraturannya
dalam suatu bentuk, karena bentuknya itulah sumber hukum formil
diketahui dan ditaati sehingga suatu hukum dapat berlaku
umum,ditaati dan mengikat.
Untuk memperoleh sifatnya yang formal,maka sumber hukum
dalam arti ini mempunyai dua buah ciri-ciri,yaitu :
a. Dirumuskan dalam suatu bentuk
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
15
Hukum Tata Negara
Perumusan suatu norma hukum sangat penting,hal ini
dimaksudkan untuk membedakan norma hukum dengan
norma-norma lainnya. Sebelum dirumuskan, suatu norma
hukum tidak berbeda dengan nilai-nilai lainnya yang hidup
dalam masyarakat. Sebelum dirumuskan, maka suatu
hukum baru merupakan perasaan hukum dalam masyarakat
atau baru merupakan cita-cita hukum, oleh karenanya belum
mempunyai kekuatan mengikat.
Wujud perumusan dari suatu norma hukum tampak dalam
suatu bentuk keputusan pihak yang berwenang.
Oleh karena itu, jika ditinjau dari segi bentuknya yang
menyebabkan suatu norma hukum positif dapat dikenali
maka keputusan pihak yang berwenang tersebut merupakan
tempat ditemukannya hukum positif.
Jadi,dapat disimpulkan bahwa berdasarkan ciri yang
pertama ini maka sumber hukum formal mengandung arti
sebagai tempat ditemukannya hukum positif.
b. Berlaku umum,mengikat dan ditaati
Dengan dirumuskannya suatu norma hukum, maka nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya menjadi patokan, pedoman
atau ukuran yang berlaku umum. Namun, hanya patokan,
pedoman atau ukuran yang dirumuskan dalam bentuk
keputusan berwenang saja yang mempunyai kekuatan
mengikat sehingga dapat ditaati masyarakat.
Oleh karena itu, jika ditinjau dari segi wewenangnya, yang
menyebabkan timbulnya norma hukum positif yang berlaku
umum di masyarakat dan bersifat mengikat sehingga dapat
ditaati maka berarti keputusan yang berwenang tersebut
merupakan asalnya hukum positif.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
16
Hukum Tata Negara
Dengan demikian, berdasarkan ciri yang kedua, sumber
hukum formal juga mengandung pengertian sebagai asalnya
hukum positif.
Sumber hukum dalam arti tempat ditemukannya hukum positif
dan sumber hukum dalam arti asalnya hukum positif merupakan
sebab yang langsung (causa effeciens) bagi berlakunya hukum. Oleh
karena itu sumber hukum formal disebut juga sebagai sumber
berlakunya hukum.
Sumber hukum formil meliputi :
a. Undang-undangUndang-undang adalah suatu peraturan negara yang
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, diadakan dan
dipelihara oleh penguasa negara.
Menurut T.J. Buys, undang-undang mempunyai dua arti,
yaitu :
1) Undang-undang dalam arti formil
Yaitu setiap keputusan pemerintah yang merupakan
undang-undang karena cara pembuatannya (terjadinya).
Misalnya : pengertian UUD 1945 hasil amandemen
adalah bentuk peraturan yang dibuat oleh pemerintah
bersama-sama DPR.
2) Undang-undang dalam arti materiil
Yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya
mengikat langsung setiap penduduk.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan meliputi:
1) UUD 1945
2) Undang-undang (UU)/Peratuan Pemerintah Pengganti UU
(Perpu)
3) Peraturan Pemerintah (PP)
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
17
Hukum Tata Negara
4) Peraturan Presiden
5) Peraturan Daerah (Perda)
b. Kebiasaan dan adatKebiasaan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan
berulang-ulang dalam hal yang sama. Apabila suatu kebiasaan
tertentu telah diterima di masyarakat dan kebiasaan itu selalu
dilakukan berulang-ulang sedemikian rupa sehingga tindakan yang
berlawanan dengan kebiasaan dianggap pelanggaran perasaan
hukum, maka timbulah kebiasaan hukum yang selanjutnya
dianggap sebagai hukum.
Menurut J.H.P. Bellefroid, hukum kebiasaan disebut juga
kebiasaan saja,meliputi peraturan-peraturan yang walaupun tidak
ditetapkan oleh pemerintah namun tetap ditaati oleh seluruh rakyat
karena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.
Syarat-syarat untuk timbulnnya suatu kebiasaan, yaitu :
1) Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan
berulang-ulang (tetap) dalam lingkungan masyarakat
tertentu.
2) Adanya keyakinan hukum dari masyarakat
(opinio juris seu necessitates) yang bersangkutan bahwa
perbuatan itu mnerupakan sesuatu yang seharusnya
dilakukan (bersifat psikologis)
3) Adanya akibat hukum jika perbuatan
tersebut dilanggar.
Berkaitan dengan keyakinan hukum dalam
masyarakat,maka Hartono Hadisapoetro membedakan keyakinan
hukum ke dalam dua pengertian, yaitu :
1) Keyakinan hukum dalam arti materiil
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
18
Hukum Tata Negara
Yaitu suatu keyakinan bahwa hukum atau suatu aturan
memuat hukum yang baik. Jadi, yang dilihat adalah
isinya,tentang baik atau tidaknya suatu peraturan.
2) Keyakinan hukum dalam arti formil
Yaitu seseorang yakin bahwa peraturan tersebut
dijalankan dengan taat dan dengan tidak mengingat akan
nilai dari isi peraturannya.
Dengan demikian,keyakinan hukum mengandung arti bahwa
mereka memenuhi kewajiban hukum (legal consciousness).
Dalam lapangan ketatanegaraan dikenal adanya kebiasaan
ketatanegaraan atau convention, yaitu perbuatan dalam kehidupan
ketatanegaraan yang dilakukan berulang kali sehingga diterima dan
ditaati dalam praktek kenegaraan, walaupun sebenarnya bukan
merupakan hukum.
Adat
Adat merupakan hukum yang tumbuh, berkembang dan
hidup dalam kehidupan bermasyarakat.
Utrecht tidak melihat perbedaan struktural antara kebiasaan
dan adat. Perbedaannya hanya terletak pada asalnya. Adat adalah
sebagian kaidah-kaidah yang ada dalam suatu masyarakat tertentu
yang berasal dari sesuatu yang agak ”sakral”, yang berhubungan
dengan ”tradisi” masyarakat Indonesia. Sedangkan kebiasaan,tidak
merupakan tradisi, belum menjadi ”kebudayaan asli”. Kebiasaan
adalah hasil akulturasi antara ”timur” dengan ”barat” yang belum
diresapi sebagai tradisi.
c. Perjanjian antar bangsa (traktat/treaty)Traktat pada dasarnya adalah perjanjian antara dua
negara atau lebih.
Menurut Bellefroid, traktat dan perjanjian mempunyai arti
yang berbeda. Traktat adalah perjanjian yang terikat pada bentuk
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
19
Hukum Tata Negara
tertentu. Sedangkan perjanjian tidak selalu terikat pada bentuk
tertentu. Namun, Hukum Internasional tidak membedakan antara
traktat dengan perjanjian (treaty).
Berdasarkan negara yang mengadakan perjanjian, maka
traktat terdiri dari :
1) Traktat bilateral
Yaitu traktat yang diadakan antara dua negara.
Misalnya perjanjian internasional yang diadakan oleh
Indonesia dan China tentang Dwi-Kewarganegaraan.
Perjanjian ini dibuat untuk menghilangkan status dwi
kewarganegaraan dari warga negara Indonesia
keturunan China,
2) Traktat multilateral
Yaitu perjanjian yang diadakan oleh lebih dari dua
negara. Misalnya perjanjian internasional tentang NATO
yang diikuti oleh beberapa negara Eropa.
3) Traktat kolektif atau traktat terbuka
Yaitu traktat multilateral yang memberikan kesempatan
kepada negara-negara yang pada awalnya tidak turut
mengadakan perjanjian, tetapi kemudian menjadi para
pihaknya.Misalnya Piagam PBB.
Traktat sebagai suatu bentuk perjanjian antar negara
merupakan sumber hukum formil Hukum Tata Negara disamping
termasuk ke dalam Hukum Internasional. Isi perjanjian mempunyai
sifat dan kekuatan mengikat dan berlaku sebagai peraturan hukum
terhadap warga negara dari masing-masing negara yang
mengadakannya, dihormati dan ditaati. Mengikatnya suatu traktat
umumnya didasarkan pada asas pacta sunt servanda yang berarti
bahwa setiap perjanjian harus dihormati dan ditaati.
Perjanjian antar negara (traktat) dapat menjadi sumber
hukum tata negara apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
20
Hukum Tata Negara
mempunyai kekuatan mengikat. Traktat yang mempunyai kekuatan
mengikat adalah traktat yang telah diratifikasi oleh pemerintah dari
negara yang mengadakan perjanjian.
Menurut Utrecht, pembuatan suatu traktat melalui empat
fase yang berurutan, yaitu :
1) Penetapan (sluiting)
Pada tahap ini diadakan perundingan atau pembicaraan
tentang masalah yang menyangkut kepentingan masing-
masing negara. Hasil perundingan berupa concept
verdrag yaitu penetapan isi perjanjian oleh utusan atau
delegasi pihak-pihak yang bersangkutan.
2) Persetujuan
Penetapan pokok dari hasil perundingan tersebut
kemudian diparaf sebagai tanda persetujuan karena
naskah tersebut masih memerlukan persetujuan lebih
lanjut dari anggota parlemen/DPR masing-masing
negara. Masing-masing parlemen/DPR masih memiliki
kemungkinan untuk mengadakan perubahan terhadap
masalah tersebut.
3) Penguatan (bekrachtiging) atau Ratifikasi/Pengesahan
(ratificatie)
Ratifikasi dilakukan oleh masing-masing kepala negara.
Jika sudah diratifikasi maka tidak mungkin lagi diadakan
perubahan terhadap perjanjian tersebut dan perjanjian
tersebut sudah mengikat para pihak.
4) Pelantikan atau pengumuman (afkondiging)
Perjanjian yang sudah disetujui dan ditandatangani
kemudian akan diumumkan. Biasanya dilakukan dalam
suatu acara ceremonial dan para pihak saling
menukarkan piagam perjanjian.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
21
Hukum Tata Negara
Terdapat dua pendapat yang berbeda tentang kekuatan
hukum traktat mengikat terhadap penduduk di suatu wilayah.
1) Menurut P. Laband
Traktat tidak langsung mengikat penduduk suatu negara,
karena traktat merupakan perjanjian antara negara yang
mengadakannya, bukan manusia/individunya sebagai
warganegaranya. Agar suatu traktat dapat mengikat
seluruh warga negaranya maka traktat tersebut harus
dijadikan hukum nasional berdasarkan undang-undang
negara yang bersangkutan.
Pendapat ini didukung oleh Telders dengan teorinya yaitu
Teori Inkorporasi yang mengatakan bahwa suatu traktat
harus lebih dulu diinkorporasikan ke dalam suasana
hukum nasional yang terjadi pada pengundangan traktat
dalam lembaran negara.
2) Menurut Van Vollenhoven
Traktat mengikat langsung penduduk di wilayah negara
yang menjadi pihaknya.
Pendapat ini didukung oleh Hamaker, van Eijsinga,
Versijl dan Hoge Raad Belanda pada tahun 1906
dengan Teori Primat Hukum Antar Negara yaitu
mengakui hukum antar negara lebih tinggi derajatnya
daripada hukum nasional.
Pemerintah Indonesia juga mengakui primat hukum antar
negara.
Mengenai kekuatan hukum mengikatnya suatu traktat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Traktat sebagai salah satu bentuk perjanjian/persetujuan
harus mempunyai kekuatan seperti undang-undang
sehingga harus ditaati (pacta sunt servanda).
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
22
Hukum Tata Negara
2) Sebagai undang-undang bagi yang membuatnya,
sehingga dilihat dari kekuatan hukumnya, perjanjian
dalam pengertian umum dapat sederajat dengan hukum.
3) Trakat merupakan sumber hukum formil
4) Dalam menentukan peraturan dalam pergaulan
internasional disamping harus mengindahkan ketentuan
internasional, suatu negara dalam membuat traktat juga
harus memperhatikan kepentingan bangsa dan rakyatnya
sehingga pembuatannya memerlukan persetujuan dari
wakil rakyat.
Menurut Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 9 UUD 1945, perjanjian
dengan negara lain dilakukan Presiden dengan persetujuan DPR.
Dengan demikian dalam membuat perjanjian dengan negara lain
maka Presiden harus mengingat kepentingan nasional dan
berpegang teguh pada isi dan jiwa UUD. Dengan kata lain, traktat
harus bersumber pada UUD sebagai sumber hukum tertulis yang
tertinggi. Oleh sebab itu tidak tepat jika traktat dikatakan
mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari hukum
nasional, terutama UUD.
Kedudukan dan derajat hukum traktat dapat dikatakan sama
dengan undang-undang, dengan alasan sebagai berikut :
1) Bahwa Presiden membuat perjanjian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR.
2) Jika traktat bertentangan dengan UUD maka traktat menjadi
batal sebab Presiden telah melakukan sesuatu yang
menyimpang dari ketentuan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 9 ayat
(9) UUD 1945.
3) Apabila traktat baru berbeda dengan UU maka traktat yang
berlaku sebab Presiden dan DPR menyetujui traktat tersebut.
Dalam hal ini berlaku asas lex posterior derogat priorilegi.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
23
Hukum Tata Negara
Sebaliknya, jika traktat merugikan kepentingan nasional maka
traktat tersebut dibatalkan.
Kesimpulannya,traktat mempunyai derajat hukum di bawah
undang-undang dan dapat disamakan dengan undang-undang.
Selain itu, traktat dapat berakhir karena hukum dari kedua belah
pihak menghendaki , pecah perang atau tindakan negara peserta.
d. Keputusan hakim (yurisprudensi)Yurisprudensi berasal dari bahasa latin,jurisprudentia yang
berarti pengetahuan hukum (rechtgeleerheid). Sebagai istilah teknis
di Indonesia,sama artinya dengan jurisprudentie (Belanda) yaitu
peradilan tetap. Hal ini berbeda dengan kata jurisprudence
(Inggris) yang berarti Teori Ilmu Hukum (Allgemene rechtsleer atau
general theory of law. Sedangkan untuk yurisprudensi digunakan
istilah cas law atau judge made law.
Yurisprudensi adalah keputusan hakim terdahulu yang
sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian
atas masalah yang sama. Hal ini berarti pula bahwa yurisprudensi
adalah hukum hasil penetapan seorang hakim terhadap masalah
atau perkara yang dihadapinya dan yang merupakan hasil
ijtihadnya karena untuk perkara tersebut tidak ada undang-undang
yang mengaturnya, atau ada undang-undangnya tetapi kurang
jelas. Istilah yurisprudensi juga sering digunakan untuk menyebut
kumpulan putusan pengadilan.
Dasar yurisprudensi adalah merujuk pada Pasal 16 dan
Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 16 UU No. 4 Tahun 2004
”Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa,
mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang
jelas,melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
24
Hukum Tata Negara
”Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang
hidup dalam masyarakat”.
Berdasarkan sifat berlakunya, maka yurisprudensi terdiri
dari:
1) Yurisprudensi tetap
Yaitu keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian
keputusan serupa dan yang menjadi dasar bagi
pengadilan untuk mengambil keputusan.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
25
Hukum Tata Negara
2) Yurisprudensi tidak tetap
Yaitu keputusan hakim yang hanya dipakai sebagai
pedoman dalam mengambil suatu keputusan mengenai
suatu perkara serupa.
e. Pendapat atau pandangan ahli hukum (doctrin)Doktrin adalah pernyataan atau pendapat para ahli hukum.
Dalam kenyataan, banyak pendapat para ahli hukum yang banyak
diikuti orang dan menjadi dasar dan pertimbangan dalam
penetapan hukum, baik oleh para hakim ketika akan memutus
suatu perkara atau oleh pembentuk undang-undang.
Mahkaham Internasional dalam Pasal 38 ayat (1) Piagam
Mahkamah Internasional (Statuta of the International Court of
Justice),mengakui bahwa dalam menimbang dan memutus suatu
perselisihan dapat menggunakan beberapa pedoman, antara lain :
1) Perjanjian Internasional (International Convention)
2) Kebiasaan Internasional (International Customs)
3) Asas-asas hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang
beradab (The General Principles of Law Recognised by
Civilised Nations)
4) Keputusan-keputusan hakim (judicial decision) dan pendapat
sarjana hukum
2. Sumber Hukum Materiil Yaitu sumber hukum yang menentukan isi hukum. Sumber hukum
materiil diperlukan ketika akan menyelidiki asal-usul hukum dan
menentukan isi hukum.
Dalam hal ini, sumber hukum mengandung arti sebagai hal-hal
yang seharusnya dijadikan pertimbangan oleh yang berwenang
dalam menentukan isi hukum.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
26
Hukum Tata Negara
Haal-hal tersebut diantaranya adalah faktor sosiologis, faktor
filosofis, faktor historis dll.
Inti dari seluruh faktor tersebut bagi Indonesia adalah Pancasila
yang merupakan staatsfundamentalnorm. Oleh karena itu, sumber
hukum materiil pada intinya adalah Pancasila.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangasa Indonesia yang
kemudian menjadi falsafah negara merupakan sumber hukum
dalam arti materiil yang tidak saja menjiwai bahkan harus
dilaksanakan oleh setiap peraturan hukum.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
mengandung pengertian bahwa semua sumber hukum yang
berlaku di Indonesia (baik formil maupun materiil) seluruhnya
bersumber pada Pancasila.
Alasan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
dalam arti materiil adalah :
1. Pancasila merupakan isi dari sumber hukum
2. Pancasila merupakan falsafah dan pandangan hidup
bangsa
3. Pancasila merupakan jiwa dari setiap peraturan yang
dibuat dan diberlakukan sehingga setiap peraturan hukum yang
bertentangan dengan Pancasila harus dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
C. KONSTITUSI ATAU UUD SEBAGAI SUMBER HUKUM TATA NEGARA1. Pengertian Konstitusi atau Undang-undang Dasar
a. Dari Sudut Sejarah/HistorisJika ditinjau dari sudut sejarah, istilah konstitusi sudah
dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Konstitusi Athena dipandang
sebagai alat demokrasi yang sempurna. Dalam masyarakat Yunani
Kuno, politea diartiakan sebagai konstitusi dan nomoi diartikan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
27
Hukum Tata Negara
sebagai undang-undang. Politea mengandung kekuasaan yang
lebih tinggi dibandingkan nomoi, karena politea mempunyai
kekuatan membentuk agar tidak terpisah-pisah. Dalam
kebudayaan Yunani Kuno, istilah konstitusi berkaitan erat dengan
ucapan Respublica Constituere sehingga lahirlah semboyan Pricep
Legibus solutus est, Salus Publica Suprema lex yang berarti
Rajalah yang berhak menentukan organisasi/struktur negara, oleh
karena itu adalah satu-satunya pembuat undang-undang. Dengan
demikian, istilah konstitusi pada zaman Yunani Kuno baru diartikan
secara materiil karena saat itu konstitusi belum diletakkan dalam
suatu naskah yang tertulis.
b. Bahasa PerancisWirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa istilah konstitusi
berasal dari bahasa Perancis, yaitu constituer atau membentuk,
yang berarti membentuk suatu negara . Sehingga konstitusi
mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai negara.
Konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental) mengenai
sendi-sendi pertama untuk menegakkan negara.
c. Bahasa LatinKonstitusi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu cume dan
statuere. Cume merupakan sebuah preposisi yang artinya adalah
”bersama dengan..”. Sedangkan statuere artinya membuat sesuatu
agar berdiri/mendirikan/menetapkan. Dengan demikian, konstitusi
dalam bentuk tunggal (consitutio) berarti menetapkan secara
bersama-sama dan dalam bentuk jamak (constitusiones) berarti
segala sesuatu yang telah ditetapkan.
d. Bahasa BelandaIstilah undang-undang dasar merupakan terjemahan dari
bahasa, yaitu gronwet. Grond berarti tanah/dasar dan wet adalah
undang-undang.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
28
Hukum Tata Negara
Istlah yang digunakan oleh negara-negara yang menggunakan
bahasa Inggris sebagai bahasa nasionalnya adalah constitution yang
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi konstitusi.
Para ahli banyak yang membedakan pengertian antara
konstitusi dan udang-undang dasar, namun banyak juga yang
berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara pengertian konstitusi
dan undang-undang dasar.
Pihak yang membedakan antara pengertian konstitusi dan undang-
undang dasar
Para ahli ilmu politik berpendapat bahwa pengertian konstitusi
lebih luas daripada undang-undang dasar. Konstitusi adalah
keseluruhan peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun yang
tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana
suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
L.J.van Apeldoorn berpendapat bahwa gronwet atau undang-
undang dasar adalah bagian tertulis dari konstitusi, sedangkan
constitution atau konstitusi memuat peraturan baik tertulis maupun
tidak tertulis.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim berpendapat bahwa setiap
peraturan hukum karena pentingnya harus ditulis dan konstitusi
yang ditulis itu adalah undang-undang.
Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu :
1) Konstitusi yang mengandung pengertian politis dan sosiologis,
dan belum merupakan pengertian konstitusi secara hukum →
Konstitusi mencerminkan kehidupan politik dalam masyarakat
sebagai suatu kenyataan.
2) Abstsraksi → Unsur-unsur hukum dari konstitusi yang hidup
dalam masyarakat dijadikan sebagai satu kesatuan kaidah
hukum (rechtverfassung) dan bertugas untuk mencari unsur-
unsur hukum dalam ilmu pengetahuan hukum.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
29
Hukum Tata Negara
3) Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-
undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Berdasarkan pendapat Heller dapat disimpulkan bahwa undang-
undang hanya merupakan sebagian dari pengertian konstitusi, yaitu
konstitusi yang tertulis. Selain itu, konstitusi tidak hanya
mengandung pengertian yuridis tetapi juga mengandung pengertian
logis dan politis.
Suatu rechtverfassung memerlukan dua syarat yang harus
dipenuhi, yaitu :
1) Syarat mengenai bentuknya
Bentuknya sebagai naskah yang tertulis yang merupakan
undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu
negara.
2) Syarat mengenai isinya
Isinya merupakan peraturan yang fundamental.
F. Lassale membagi konstitusi ke dalam dua pengertian, yaitu :
1) Pengertian sosiologis atau politis (sosiologische atau politische
begrip)
Konstitusi adalah sinthese faktor-faktor kekuatan nyata dalam
masyarakat. Konstitusi menggambarkan hubungan antara
kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dalam suatu negara.
kekuasaan tersebut diantaranya adalah raja/presiden,
parlemen, kabinet, pressure groups, partai politik.
2) Pengertian yuridis (yuridische begrip)
Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat semua bangunan
negara dan sendi-sendi pemerintahan. .
Berdasarkan pengertian sosiologis dan politis, Lassale berpendapat
bahwa pengertian konstitusi lebih luas daripada undang-undang
dasar. Namun berdasarkan pengertian yuridis, Lassale
menyamakan pengertian konstitusi dan undang-undang dasar.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
30
Hukum Tata Negara
Pihak yang tidak membedakan antara pengertian konstitusi dan
undang-undang dasar
Sri Soemantri dalam disertasinya berpendapat bahwa pengertian
konstitusi sama dengan undang-undang dasar.
G.J. Wolhaff berpendapat bahwa kebanyakan negara-negara
modern adalah berdasarkan suatu undang-undang
dasar(konstitusi).
J.C.T. Simorangkir menganggap bahwa konstitusi adalah sama
dengan undang-undang.
Praktek ketatanegaraan di sebagian besar negara-negara di dunia
termasuk di Indonesia pada dasarnya menyamakan arti konstitusi
dan undang-undang dasar.
Penyamaan pengertian antara konstitusi dan undang-
undang dasar dimulai sejak Oliver Cromwell (Lord Protector Inggris
1649-1660) menamakan undang-undang dasar sebagai Instrument
of Government, yaitu bahwa undang-undang dasar dibuat sebagai
pedoman untuk memerintah dan disinilah timbul identifikasi dari
pengertian kontitusi dan undang-undang dasar.
Menurut E.C.S. Wade dalam bukunya Constitutional
Law, undang-undang dasar adalah naskah yang memaparkan
rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan
suatu negara dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut.
Jadi, intinya adalah bahwa dasar dari setiap sistem pemerintahan
diatur dalam suatu undang-undang dasar.
James Bryce memberikan pengertian konstitusi
sebagai kerangka negara yang diorganisir dengan dan melalui
hukum, dimana hukum menetapkan :
1) Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang
permanen.
2) Fungsi dari alat-alat kelengkapan
3) Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
31
Hukum Tata Negara
Selain itu, Bryce berpendapat bahwa ada 4 motif yang
menyebabkan timbulnya konstitusi, yaitu :
1) Adanya keinginan warga negara untuk
menjamin hak-haknya yang mungkin terancam dan sekaligus
membatasi tindakan penguasa.
2) Adanya keinginan dari pihak yang
diperintah atau yang memerintah dengan harapan untuk
menjamin rakyatnya dengan menentukan bentuk suatu bentuk
sistem ketatanegaraan tertentu.
3) Adanya keinginan dari pembentuk
negara yang baru untuk menjamin tata cara penyelenggaraan
ketatanegaraan.
4) Adanya keinginan untuk menjamin
kerjasama yang efektif antar negara bagian.
C.F. Strong berpendapat bahwa konstitusi juga dapat
dikatakan sebagai kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan :
1) Kekuasaan pemerintah (dalam arti luas)
2) Hak-hak dari yang diperintah
3) Hubungan antara yang diperintah dan yang memerintah
(termasuk masalah hak asasi manusia).
K.C. Wheare mengartikan konstitusi sebagai
keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara berupa
kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk, mengatur atau
memerintah dalam pemerintahan suatu negara. Peraturan disini
merupakan gabungan antara ketentuan yang memiliki sifat hukum
(legal) dan yang tidak memiliki sifat hukum (non-legal).
Dalam dunia politik, pengertian konstitusi dibedakan dalam dua,
yaitu:
a. Pengertian konstitusi dalam arti luas
Yaitu sistem pemerintahan dari suatu negara dan
merupakan himpunan peraturan yang mendasari serta
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
32
Hukum Tata Negara
mengatur pemerintahan dalam menyelenggarakan tugas-
tugasnya.
Sebagai sistem pemerintahan, maka di dalamnya terdapat
peraturan baik yang bersifat hukum (legal) maupun yang
tidak bersifat hukum (non legal/ekstra legal).
Selain itu, konstitusi dalam pengertian yang luas berarti
keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum
dasar (droit constitutionelle), baik yang tertulis, tidak tertulis
atau campuran dari keduanya.
b. Pengertian konstitusi dalam arti sempit
Yakni sekumpulan peraturan yang legal dalam lapangan
ketatanegaraan suatu negara yang dimuat dalam satu atau
beberapa dokumen yang terkait satu sama lain.
Konstitusi dalam arti sempit juga dapat diartikan sebagai
piagam dasar atau undang-undang dasar (loi
constitutionelle), yaitu suatu dokumen lengkap mengenai
peraturan-peraturan dasar negara.
Misalnya : UUD RI 1945, Konstitusi Amerika Serikat 1787.
Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan
dan berpendapat bahwa negara merupakan organisasi kekuasaan,
maka undang-undang dasar dipandang sebagai lembaga atau
kumpulan asas yang menetapkan bagaimana suatu kekuasaan dibagi
antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan
legislatif, eksekutif dan yudikatif. Undang-undang dasar juga
menentukan cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan tersebut dapat
bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain serta merekam
hubungan kekuasaan dalam suatu negara.
Penyusun UUD 1945 tampaknya menganut pemikiran
sosiologis sebab dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan bahwa :
”Undang-undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari
hukumnya dasar negara itu. Undang-undang dasar ialah hukum dasar
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
33
Hukum Tata Negara
yang tertulis, sedangkan disamping Undang-undang Dasar itu berlaku
juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara,
meskipun tidak tertulis.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian konstitusi meliputi
konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Undang-undang Dasar merupakan
konstitusi yang tertulis. Definisi konstitusi dapat dirumuskan ke dalam
pengertian sebagai berikut :
c. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-
pembatasan kekuasaan kepada para penguasa.
d. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus
petugasnya dari suatu sistem politik.
e. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara
f. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi
manusia.
4) Sejarah Konstitusia. Zaman Yunani
Catatan historis timbulnya negara konstitusional merupakan
suatu proses sejarah yang panjang. Sejak zaman Yunani kuno,
konstitusi sebagai suatu kerangka kehidupan politik telah dikenal.
Bangsa Yunani kuno telah mengenal beberapa kumpulan hukum.
Pada masa kejayaannya ( 642-404 AD), Athena mempunyai
tidak kurang dari 11 konstitusi. Koleksi konstitusi milik Aristoteles
pribadi yang berhasil dikumpulkan berjumlah 158 buah konstitusi
dari berbagai negara.
Pemahaman awal tentang konstitusi pada masa itu hanya
merupakan suatu kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan.
b. Zaman RomawiPada masa kekaisaran Roma, pengertian constitutionnes
adalah suatu kumpulan ketentuan serta peraturan yang dibuat oleh
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
34
Hukum Tata Negara
para kaisar, termasuk di dalamnya pernyataan pendapat dari para
ahli hukum/negarawan, serta adat kebiasaan setempat disamping
undang-undang.
Konstitusi Roma mempunyai pengaruh yang cukup besar
sampai abad pertengahan. Konsep tentang kekuasaan tertinggi
(ultimate power) dari para kaisar Roma telah menjelma dalam
bentuk L’Etat General di Perancis. Bahkan kesukaan orang
Romawi akan ordo et unitas telah memberikan inspirasi lahirnya
paham demokrasi perwakilan dan nasionalisme yang merupakan
cikal bakal munculnya paham konstitusionalisme modern.
c. Zaman Abad PertengahanPada zaman abad pertengahan, corak konstitusionalisme
bergeser ke arah feodalisme. Dalam sistem feodal, tanah-tanah
dikuasai oleh para tuan tanah dan orang-orang yang tinggal di
tanah tersebut harus mengabdi pada tuan tanah. Hal ini
menyebabkan kedudukan raja tergeser oleh tuan tanah, padahal
kedudukan raja seharusnya lebih tinggi dari tuan tanah.
Di Eropa Kontinental, khususnya di Perancis, Rusia, Prusia
dan Autria pada abad ke-15, asbolutisme semakin kokoh dengan
kemenangan yang didapat oleh salah satu pihak. Hal ini ditandai
dengan ucapan Raja Louis XVI (1638-1715) dari Perancis : L’Etat
C’Est moi.
Sebaliknya, di Inggris, kaum bangsawan yang mendapatkan
kemenangan dalam revolusi Istana (The Glorious Revolution -
1688) menyebabkan berkhirnya absolutisme di Inggris serta
munculnya parlemen sebagai pemegang kedaulatan. Selanjutnya,
12 negara koloni Inggris mengeluarkan Declarations of
Independence dan menetapkan konstitusi sebagai dasar negara
yang berdaulat pada tahun 1776. Deklarasi ini merupakan
realisasi dari berbagai teori perjanjian.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
35
Hukum Tata Negara
Pada tahun 1789 meletus revolusi dalam Monarchi
Absolutisme di Perancis. 20 Juni 1789 Estats Generaux
memproklamirkan dirinya konstituante walaupun baru pada tanggal
14 September 1791 konstitusi pertama di Eropa itu diterima Louis
XVI.
Sejak saat itu, sebagian besar negara-negara di dunia, baik
monarki, republik, negara kesatuan atau federal menggunakan
konstitusi sebagai dasar negara mereka.
Di Perancis terbit sebuah buku yang berjudul Du Contract
Social karya J.J. Rousseau. Dalam bukunya, Rousseau
mengatakan bahwa manusia itu lahir bebas dan sederajat dalam
hak-haknya. Hukum merupakan ekspresi dari kehendak umum
(rakyat). Tesis Rousseau sangat menjiwai De Declaration des Droit
de I’Homme du Citoyen. Deklarasi ini mengilhami pembentukan
Konstitusi Perancis (1791) khususnya yang menyangkut hak asasi
manusia. Masa ini merupakan realisasi konstitusi dalam arti
tertulis (modern) seperti yang ada di Amerika.
Konstitusi tertulis Amerika yang tertulis kemudian diikuti oleh
berbagai konstitusi tertulis di berbagi negara Eropa, seperti
konstitusi Spanyol (1812), konstitusi Norwegia (1814), konstitusi
Nederland (1815), konstitusi Italia (1848), konstitusi Austria (1861)
dan konstitusi Swedia (1866).
d. Masa Perang Dunia IMasa PD I (1914) telah memberikan dorongan pada
konstitusionalisme yaitu dengan menghancurkan pemerintahan
yang tidak liberal dan menciptakan negara baru dengan konstitusi
yang berdasarkan demokrasi dan nasionalisme. Upaya tersebut
direalisasikan dengan mendirikan Liga Bangsa-bangsa dengan
tujuan untuk menciptakan perdamaian dunia.
Tiga tahun kemudian muncul reaksi keras terhadap
konstitusionalisme politik yang ditandai dengan Revolusi Rusia
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
36
Hukum Tata Negara
(1917), diikuti dengan meletusnya fasisme di Italia dan
pemberontakan Nazi di Jerman sampai akhirnya meletus PD II.
e. Masa Perang Dunia IIPD II telah memberikan kesempatan pada bangsa-bangsa
untuk menerapkan metode konstitusionalisme melalui Piagam PBB
dengan tujuan untuk menciptakan perdamaian bagi dunia.
Konstitusi modern diharapkan dapat memberikan jaminan
bagi pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta paham welfare
state. Hal ini sejalan dengan pendapat Strong yang menyatakan
bahwa tujuan pokok dari konstitusi modern adalah to secure social
peace and progress, safeguard individual rights and promote
national well-being.
5) Materi Muatan KonstitusiMenurut A.A.H. Struycken, undang-undang dasar (grondwet)
sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang
berisi :
a. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
b. Perkembangan ketatanegaraan.
c. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan,
baik untuk sekarang maupun yang akan datang.
d. Adanya keinginan untuk memimpin perkembangan
kehidupan ketatanegaraan bangsa.
Berdasarkan materi muatannya maka dapat disimpulkan bahwa
suatu konstitusi selain dapat diartikan sebagai dokumen nasional dan
tanda kedewasaan dari kemerdekaan suatu bangsa juga dapat
diartikan sebagai alat yang berisi sistem politik dan sistem hukum yang
hendak diwujudkan oleh suatu negara.
Berkaitan dengan hal tersebut maka Wheare mengemukakan
adanya dua pihak yang mempunyai pendapat berbeda mengenai
konstitusi, yaitu :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
37
Hukum Tata Negara
a. Pihak pertama menganggap bahwa konstitusi hanya
merupakan dokumen hukum dan hanya berisi aturan-aturan
hukum.
b. Pihak kedua menganggap bahwa konstitusi tidak hanya
berisi kaidah hukum tetapi juga berisi pernyataan tentang
keyakinan, prinsip dan cita-cita.
Selanjutnya, Wheare berpendapat bahwa ciri khas dan
mendasar dari bentuk konstitusi yang terbaik dan ideal adalah
sesingkat mungkin. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesulitan
yang mungkin akan ditemui pembentuk undang-undang dasar dalam
memilih mana yang harus dicantumkan dan mana yang tidah harus
dicantumkan dalam membuat rancangan undang-undang dasar.
Dengan demikian diharapkan undang-undang dasar yang terbentuk
dapat diterima oleh seluruh pihak, baik pihak yang akan melaksanakan
maupun pihak yang akan dilindungi oleh undang-undang tersebut.
Menurut J. G. Steenbeek, pada umumnya suatu konstitusi
berisi tiga hal pokok, yaitu :
a. Adanya jaminan hak asasi manusia terhadap warganya.
b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat
fundamental.
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
yang bersifat fundamental.
Dengan demikian apa yang diatur dalam setiap konstitusi
merupakan penjabaran dari ketiga masalah pokok tersebut.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Steenbeek, Miriam
Budiardjo berpendapat bahwa setiap undang-undang dasar harus
memuat ketentuan-ketentuan mengenai :
a. Organisasi negara
Misalnya di Indonesia adanya pembagian kekuasaan antara
badan eksekutif, yudikatif, legislatif. Sedangkan dalam
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
38
Hukum Tata Negara
negara federal adanya pembagian kekuasaan antara
pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian.
b. Hak asasi manusia
Umumnya disebut Bill of Rights jika berbentuk naskah
tersendiri.
c. Prosedur mengubah undang-undang dasar.
d. Adakalanya memuat juga tentang larangan untuk mengubah
sifat tertentu dari undang-undang dasar.
Hal ini biasanya terdapat jika pembentuk undang-undang
dasar ingin menghindari terulangnya kembali hal-hal negatif
yang pernah terjadi, misalnya munculnya kembali diktator
atau monarchi.
Misalnya Undang-undang Dasar Federasi Jerman melarang
untuk mengubah sifat federalisme dari undang-undang dasar
karena dikhawatirkan sifat unitarisme dapat membuka jalan
kembalinya diktator seperti Hitler.
Selain itu, suatu undang-undang dasar seringkali juga memuat
cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi suatu negara. Hal ini
mencerminkan semangat penyusun undang-undang dasar dan
diabadikan dalam undang-undang dasar tersebut, misalnya :
a. Undang-undang Dasar Amerika Serikat 1789
UUD AS merupakan keinginan untuk memperkokoh
penggabungan 13 negara merdeka dalam suatu Uni dan
dalam pembukaannya dikatakan bahwa : ”Kami rakyat
Amerika Serikat, dalam keinginan untuk membentuk Uni
yang lebih sempurna ..... menerima Undang-undang Dasar
ini untuk Amerika Serikat”.
b. Undang-undang Dasar India
”Kami rakyat India memutuskan secara khidmat untuk
membentuk India sebagai suatu republik yang berdaulat
dan demokratis, dan untuk menjamin kepada semua warga
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
39
Hukum Tata Negara
negara : keadilan sosial, ekonomis dan politik; kebebasan
berfikir, mengungkapkan diri, beragama dan beribadah;
kesamaan dalam status dan kesempatan.... ”
c. Mukadimah Undang-undang Dasar 1945
”Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala
bangsa....”.
6) Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Konstitusia) Kedudukan Konstitusi
Kedudukan konstitusi dalam negara mengalami banyak
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
1) Pada masa negara feodal monarkhi atau
oligarkhi kedudukan konstitusi adalah sebagai
benteng pemisah antara rakyat dan penguasa
2) Pada masa peralihan dari negara feodal
monarkhi atau oligarkhi (dengan kekuasaan mutlak
penguasa) ke negara nasional demokrasi kedudukan
konstitusi berubah sebagai alat yang digunakan oleh
rakyat dalam perjuangan melawan penguasa.
3) Pada masa negara demokrasi
kedudukan konstitusi sebagai senjata pamungkas rakyat
untuk mengakhiri kekuasaan sepihak satu golongan
serta untuk membangun tata kehidupan baru atas
dasar landasan kepentingan bersama rakyat dengan
menggunakan berbagai ideologi seperti individualisme,
liberalisme, universalisme, demokrasi dan sebagainya.
b) Fungsi KonstitusiDalam sesjarahnya di dunia barat, konstitusi berfungsi untuk
membatasi kewenangan penguasa, menjamin hak rakyat dan
mengatur jalannya pemerintahan. Dengan adanya kebangkitan
paham kebangsaan sebagai kekuatan pemersatu serta kelahiran
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
40
Hukum Tata Negara
demokrasi sebagai paham politik, konstitusi memberikan jaminan
bagi rakyat untuk mengkonsolidasikan kedudukan hukum dan
politik, untuk mengatur kehidupan bersama dan mencapai cita-cita
suatu negara.
Dalam negara demokrasi, konstitusi mempunyai fungsi yang
khas,yaitu untuk membatasi kekuasaan pemerintah agar
pemerintah tidak berlaku sewenang-wenang dalam
menyelenggarakan negara atau pemerintahan. dengan demikian
diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi.
Gagasan ini dinamakan konstitualisme.
Carl J. Friedrich dalam bukunya, Constitutional Government
and Democracy mendefinsikan konstitusionalisme sebagai :
”Gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan
yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang
dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin
bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak
disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk
memerintah”.
Selanjutnya, Friedrich berpendapat bahwa cara yang paling
efektif adalah dengan membagi kekuasaan karena dengan
membagi kekuasasan maka konstitusionalisme akan dapat
menyelenggarakan pembatasan yang efektif atas tindakan
pemerintah. Pembatasan-pembatasan tersebut tercermin di dalam
undang-undang dasar atau konstitusi. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa fungsi khusus dari konstitusi adalah merupakan perwujudan
atau manifestasi dari hukum yang tertinggi (Supremation of Law)
yang harus ditaati oleh rakyat dan oleh pemerintah.
Salah satu usaha yang dilakukan oleh negara untuk
mencapai tujuan masyarakatnya adalah dengan menentukan
adanya berbagai macam lembaga negara dan hal ini telah
ditetapkan dalam konstitusinya. Selain itu juga ditentukan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
41
Hukum Tata Negara
kedudukan, tugas dan wewenang masing-masing lembaga negara
agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini
mencerminkan adanya pembatasan kekuasaan terhadap lembaga
politik yang meliputi dua hal, yaitu :
1) Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya
Dalam konstitusi ditentukan tugas serta wewenang
lembaga-lembaga negara. Bahkan juga terhadap
lembaga negara yang mempunyai kedudukan dan
peranan penting dalam usaha mencapai tujuan negara.
2) Pembatasan kekuasaan yang berkaitan dengan waktu
dijalankannya kekuasaan tersebut.
Hal ini berkaitan dengan masa jabatan masing-masing
lembaga negara atau pejabatnya dalam menjalankan
kekuasaan. Dengan demikian dalam waktu tertentu
harus dilakukan pergantian pejabat.
Magna Charta (1215) dianggap sebagai awal dari ide
konstitusionalisme serta pengakuan atas kebebasan dan
kemerdekaan rakyat. Hal ini disebabkan karena Raja John dalam
Magna Charta menjamin bahwa pemungutan pajak tidak akan
dilakukan tanpa persetujuan dari yang bersangkutan dan tidak
akan diadakan penangkapan tanpa peradilan.
Pada tahun 1776, di Amerika Serikat juga lahir Declaration
of Independence yang merupakan salah satu hak kebebasan
individu yang sangat penting.
Dalam perkembangan selanjutnya, di Virginia, Amerika
Serikat (1778) diproklamirkan Bill of Rights yang menyatakan
bahwa setiap manusia diciptakan bebas dengan dikaruniai hak-hak
yang tidak dapat dirampas dan dienyahkan. Setiap manusia berhak
untuk hidup dalam kesejahteraan dan perdamaian tanpa ketakutan
akan dirampas hak miliknya oleh penguasa. Semua kekuasaan
sebenarnya berasal dari rakyat, tetapi karena rakyat menyadari
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
42
Hukum Tata Negara
bahwa jika setiap orang menggunakan hak-haknya sekehendak
hatinya sendiri maka hal tersebut pasti akan menimbulkan
kekacauan. Oleh karena itu kemudian rakyat menyerahkan
sebagian hak-haknya kepada penguasa. Berdasarkan teori
tersebut, jika kemudian penguasa bertindak sewenang-wenang
maka srakyat berhak merampas kembali kekuasaan tersebut dari
penguasa. Pendapat ini sangat dipengaruhi oleh filsafat John
Locke tentang Teori Kontrak Sosial.
Di Perancis pada tahun 1789, timbul revolusi Perancis yang
merupakan reaksi atas perlakuan sewenang-wenang dari raja
yang absolut. Revolusi Perancis mempengaruhi lahirnya
pernyataan tentang hak-hak dan kemerdekaan rakyat (declaration
des droits de L’homme et du citoyen yang menunjukkan adanya
pembatasan atas kekuasaan raja.
Di negara-negara komunis, undang-undang dasar
mempunyai fungsi ganda, yaitu :
1) Mencerminkan kemenangan yang telah dicapai dalam
perjuangan ke arah tercapainya masyarakat komunis
serta merupakan pencatatan formil dan legal dari
kemajuan yang telah dicapai.
2) Memberikan rangka dan dasar hukum untuk perubahan
masyarakat yang dicita-citakan dalam tahap
perkembangan berikutnya undang-undang dasar
komunis mengikuti perkembangan ke arah terbentuknya
masyarakat komunis dan diganti setiap kali telah dicapai
suatu tahap yang lebih maju. Oleh karena itu sangat sulit
untuk mengerti isi dan karakteristik undang-undang dasar
negara komunis tanpa didahului dengan suatu analisa
historis.
Andrei Y. Vyshinsky berpendapat bahwa Undang-undang
Dasar Soviet menggambarkan perkembangan historis yang telah
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
43
Hukum Tata Negara
dijalani oleh negara Soviet dan memberikan dasar hukum untuk
perkembangan kehidupan kenegaraan selanjutnya.
Perkembangan undang-undang dasar komunis dapat
dibedakan dalam dua tahap, yaitu :
1) Tahap pertama
Berhasilnya perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh
golongan komunis dan diselenggarakannya diktator
ploretariat. Hal ini tercermin dalam UUD 1918 di Rusia.
Pada tahap ini undang-undang dasar menunjukkan sifat
kekerasan dalam rangka menghancurkan masyarakat
lama serta membangun masyarakat baru.
2) Tahap kedua
Tercapainya kemenangan sosialisme dan dimulainya
pembangunan masyarakat komunis.
Di Uni Soviet, tahap ini tercapai pada tahun 1936 dan
tercermin dalam UUD 1936. Sedangkan negara-negara
komunis di Eropa Timur lainnya, tahap ini baru tercapai
pada tahun 1960-an.
c. Tujuan KonstitusiSecara rinci, C.F. Strong memberikan batasan tentang
tujuan konstitusi dalam suatu negara, yaitu : Are to limit the
arbitrary action of the government, to guarantee the rights og
governed, and to define the operation of the sovereign power.
Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi
tindakan pemerintah yang sewenang-wenang, untuk menjamin hak-
hak yang diperintah dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan
yang berdaulat.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Loewenstein dalam
bukunya Political Power and the Governmental Proce’s. Menurut
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
44
Hukum Tata Negara
pendapatnya, konstitusi merupakan sarana dasar untuk mengawasi
proses-proses kekuasaan.
Oleh karena itu, setiap konstitusi mempunyai dua tujuan,
yaitu :
1) Untuk memberikan pembatasan dan
pengawasan terhadap kekuasaan politik.
2) Untuk membebaskan kekuasaan dari
kontrol mutlak para penguasa serta menetapkan
pembatasan kekuasaan penguasa.
d. Klasifikasi KonstitusiCarl Smith dan K.C. Wheare dalam bukunya Verfassunglehre
membagi konstitusi ke dalam 4 bagian, yaitu :
1) Konstitusi Absolut (Absolut Begriff der Verfassung)
Konstitusi dalam arti absolut kemudian dibagi lagi dalam :
a) Konstitusi dianggap sebagai kesatuan organisasi nyata
yang mencakup seluruh bangunan hukum dan semua
organisasi yang ada dalam negara.
b) Konstitusi sebagai bentuk negara dalam arti keseluruhan
(Sein Ganzheit) bentuk negara itu, dapat demokrasi atau
monarki. Sendi demokrasi adalah identitas sedangkan
monarki adalah representasi.
c) Konstitusi sebagai faktor integrasi
Faktor integrasi bersifat abstrak dan fungsional.
Abstrak hubungan antara bangsa dan negara,
negara dan lagu kebangsaan, bahasa persatuannya,
bendera sebagai lambang kesatuan dll.
Fungsional berkaitan dengan tugas konstitusi
sebagai pemersatu bangsa melalui pemilihan umum,
referendum, pembentukan kabinet, diskusi atau debat
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
45
Hukum Tata Negara
politik dalam negara-negara liberal, mosi tidak
percaya dll.
d) Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma-norma
hukum yang tertinggi dalam negara.
Konstitusi merupakan norma dasar yang merupakan
sumber bagi norma-norma lainnya yang berlaku dalam
satu negara.
2) Konstitusi Relatif (Relative Begriff der Verfassung)
Konstitusi dihubungkan dengan kepentingan suatu golongan
tertentu dalam suatu masyarakat. Golongan tersebut
terutama adalah golongan borjuis liberal yang menghendaki
adanya jaminan dari penguasa bahwa hak-haknya tidak
dilanggar.
Dalam arti relatif, konstitusi kemudian dibagi dua lagi, yaitu :
a) Konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis liberal
b) Konstitusi sebagai arti formal tertulis
3) Konstitusi Positif (Positive Begriff der Verfassung)
Carl Schmitt menghubungkan konstitusi positif dengan
Dezisionismus, yaitu suatu ajaran tentang keputusan.
Menurut Carl Schmitt, konstitusi dalam arti positif
mengandung pengertian sebagai keputusan politik yang
tertinggi berkaitan dengan pembentukan Undang-undang
Dasar Weimar tahun 1919 yang sangat menentukan nasib
seluruh rakyat Jerman dengan mengubah stelsel monarki
dengan pemerintahan parlementer.
Menurut Kusnadi dan Harmaily, jika pengertian ini
dihubungkan dengan pembentukan UUD 1945 maka
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah konstitusi
dalam arti positif.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
46
Hukum Tata Negara
4) Konstitusi Ideal (Ideal Begriff der Verfassung)
Konsitusi ideal merupakan konstitusi idaman kaum borjuis
liberal yang memberikan jaminan perlindungan terhadap
hak-hak asasi rakyat
Selain itu, suatu konstitusi juga dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Konstitusi Tertulis dan Konstitusi bukan
Tertulis (Written and Unwritten Constitution)
Konstitusi tertulis adalah konstitusi yang dituangkan ke
dalam sebuah atau beberapa dokumen formal, sedangkan
konstitusi tidak tertulis adalah suatu konstitusi yang tidak
dituangkan ke dalam suatu dokumen formal.
Pendapat lain menyatakan bahwa suatu konstitusi disebut
tertulis jika merupakan satu naskah, sedangkan konstitusi
disebut tidak tertulis jika tidak merupakan satu naskah serta
banyak dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Oleh karena
itu istilah lain untuk konstitusi tertulis adalah konstitusi
bernaskah (documentary constitution), sedangkan untuk
konstitusi tidak tertulis adalah konstitusi tak bernaskah (non-
documentary constitution)
Menurut C.F. Strong dalam bukunya, Modern Political
Constitution, perbedaan antara konstitusi tertulis dan tidak
tertulis sebenarnya tidak tepat karena tidak ada konstitusi
yang seluruhnya tidak tertulis, sebaliknya tidak ada konstitusi
yang seluruhnya tertulis.
Konstitusi Tertulis
Undang-undang Dasar Amerika Serikat yang disusun pada
tahun 1787 dan diresmikan pada tahun 1789 merupakan
naskah tertua di dunia. Hak asasi warga negara tercantum
dalam suatu naskah tersendiri yang dinamakan Bill of
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
47
Hukum Tata Negara
Rights. Selain itu terdapat beberapa ketentuan
ketatanegaraan yang tidak termuat dalam undang-undang
dasar, misalnya adanya partai politik dan wewenang
Mahkamah Agung untuk menguji undang-undang (judicial
review).
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ketentuan-
ketentuan konstitusional Amerika Serikat terdapat dalam :
a) Naskah undang-undang dasar
b) Sejumlah undang-undang
c) Sejumlah keputusan MA berdasarkan
hak uji.
Konstitusi Tidak Tertulis
Saat ini, Inggris merupakan satu-satunya negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis. Namun jika diselidiki
ternyata sebagian besar konstitusi Inggris terdiri dari bahan
tertulis berupa dokumen-dokumen.
Ketentuan ketatanegaraan Inggris yang merupakan
konstitusi terdapat dalam :
a) Beberapa undang-undang, antara lain :
Magna Charta 1215
Walaupun naskah ini bersifat feodal dan
ditandatangani oleh raja John dengan paksaan dari
kaum bangsawan namun naskah ini sangat penting
karena untuk pertama kalinya raja mengakui adanya
beberapa hak dari bangsawan.
Bill of Rights 1689 dan Act of
Settlement 1701.
Kedua undng-undang ini merupakan hasil
kemenangan parlemen melawan raja-raja keluarga
Stuart karena memindahkan kedaulatan dari tangan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
48
Hukum Tata Negara
raja ke tangan parlemen (King in Parliament).
Parlemen menghentikan raja James II dari jabatannya
dan mempersembahkan mahkota kepada putri Mary
dan suaminya pangeran William of Orange (Holland)
dalam Glorious Revolution of 1688.
Parliament Acts 1911 dan 1949
Kedua undang-undang ini membatasi kekuasaan
Majelis Tinggi (House of Lords) dan menetapkan
supremasi Majelis Rendah (House of Commons).
Misalnya House of Lords dalam beberapa keadaan
tertentu dilarang menolak rancangan undang-undang
yang telah diterima oleh House of Common.
5) Beberapa keputusan hakim terutama yang merupakan
tafsiran mengenai Undang-undang Parlemen
6) Konvensi-konvensi
Menurut Edward M. Sait dalam bukunya Political Institutions,
konvensi adalah aturan-aturan tingkah laku politik (rules of
political behaviour).
Di Inggris terdapat beberapa konvensi penting yang sudah
menjadi tradisi selama ratusan tahun, diantaranya adalah :
a) Prinsip tanggung jawab politik jika tidak mendapat
kepercayaan lagi dari mayoritas anggota Majelis Rendah
maka kabinet harus mengundurkan diri.
b) Jika kabinet mengundurkan diri maka raja harus
memberikan kesempatan pertama kepada pemimpin
partai oposisi untuk membentuk kabinet baru.
c) Sewaktu-waktu sebelum berakhirnya masa jabatan
anggota Majelis Rendah, perdana menteri dapat meminta
raja untuk membubarkan majelis dan mengadakan
pemilihan umum baru. Dengan demikian, perselisihan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
49
Hukum Tata Negara
antara kabinet dan parlemen pada tahap terakhir
diputuskan oleh rakyat.
d) Perdana menteri merupakan anggota Majelis Rendah.
Jika ditinjau dari sudut yuridis, konvensi tidak mempunyai
kekuatan hukum dan badan-badan pengadilan tidak dapat
melaksanakannya. Namun, konvensi-konvensi tersebut di
Inggris sangat ditaati. Alasannya adalah :
a) Karena fakor praktis misalnya jika yang diberi tugas
untuk membentuk kabinet baru bukan berasal dari partai
oposisi maka akan sukar mendapatkan dukungan dari
parlemen.
b) Aturan-aturan tersebut didukung dan dianggap wajar oleh
masyarakat jika seseorang melanggarnya maka ia
akan kehilangan dukungan dari masyarakat. Oleh karena
itu seorang filsuf Inggris, J.S. Mill berpendapat bahwa
konvensi merupakan aturan-aturan keahlakan umum
(rules of public morality).
Jadi dapat disimpulkan bahwa konstitusi Inggris hanya dapat
disebut “tidak tertulis” dalam arti bahwa ia tidak bersifat naskah
tunggal serta konvensi dan tradisi memegang peranan yang
lebih penting dibandingkan dengan negara lain yang
mempunyai konstitusi tertulis.
b. Konstitusi Fleksibel dan Rigid (Flexible Constitution and Rigid Constitution)Menurut C.F. Strong, perbedaan antara konstitusi fleksibel dan
rigid didasarkan pada apakah prosedur untuk mengubah
undang-undang dasar sama dengan prosedur untuk membuat
undang-undang. Jika prosedur mengubah undang-undang
dasar sama dengn prosedur membuat undang-undang maka
konsitusinya disebut konstitusi fleksibel, misalnya Inggris dan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
50
Hukum Tata Negara
Selandia Baru. Sebaliknya, jika prosedur mengubah undang-
undang dasar berbeda dengan prosedur membuat undang-
undang maka konstitusinya disebut konstitusi yang kaku atau
rigid, misalnya Amerika Serikat, Kanada dll.
Dengan kata lain, pembagian konstitusi atau undang-undang
dasar dalam fleksibel dan rijid didasarkan atas kriteria cara dan
prosedur pembuatannya. Jika suatu konstitusi mudah untuk
dirubah maka ia digolongkan dalam konstitusi fleksibe.
Sedangkan jika sulit untuk merubahnya maka ia termasuk
konstitusi yang rijid.
Undang-undang Dasar 1945 dalam realitanya termasuk dalam
konstitusi yang rijid.
Menurut Bryce, ciri-ciri khusus dari konstitusi yang fleksibel
adalah :
1) Elastis dapat menyesuaikan diri dengan
mudah.
2) Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama
seperti undang-undang.
Sedangkan ciri pokok dari konstitusi yang rijid adalah :
1) Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari
peraturan perundang-undangan yang lain.
2) Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa
atau dengan persyaratan yang cukup berat.
Persoalan fleksibel atau rigidnya suatu konstitusi merupakan
masalah penting karena jika terlalu kaku maka akan
menimbulkan tindakan yang melanggar undang-undang dasar,
sebaliknya jika terlalu fleksibel maka undang-undang tersebut
dianggap kurang berwibawa dan dianggap enteng.
c. oKonstitusi Derajat Tinggi dan Tidak Derajat Tinggi (Supreme Constitution and Not Supreme Constitution)
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
51
Hukum Tata Negara
Konstitusi Derajat Tinggi
Yaitu suatu konstitusi yang mempunyai
kedudukan tertinggi dalam negara.
Jika dilihat dari segi bentuknya maka konstitusi
ini berada di atas peraturan perundang-undangan lainnya.
Syarat untuk mengubah konstitusi lebih berat
dibandingkan dengan yang lain.
Konstitusi Derajat
Yaitu suatu konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan
serta derajat seperti konstitusi derajat tinggi.
Persyaratan untuk mengubah konstitusi tidak derajat tinggi
sama dengan persyaratan untuk merubah peraturan
perundang-undangan lainnya.
d. Konstitusi Serikat dan Konstitusi KesatuanKlasifikasi ini berkaitan dengan bentuk negara.
Konstitusi Serikat
Jika suatu negara berbentuk serikat maka terdapat sistem
pembagian kekuasaan antara pemerintah negara serikat
dengan negara bagian. Pembagian kekuasaan diatur dalam
konstitusi atau undang-undang dasar.
Konstitusi Kesatuan
Dalam negara kesatuan tidak terdapat pembagian kekuasaan
seperti itu karena seluruh kekuasaan dipegang oleh pemerintah
pusat, walaupun dalam negara kesatuan dikenal juga sistem
desentralisasi. Hal tersebut diatur dalam konstitusi.
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan ParlementerMenurut C.F. Strong dalam bukunya Modern Political
Constitution, di negara-negara di dunia terdapat dua macam
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
52
Hukum Tata Negara
sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan presidensial
dan parlementer.
Ciri-ciri pokok dari pemerintahan presidensial adalah :
1) Selain mempunyai kekuasaan sebagai kepala
negara, presiden juga berkedudukan sebagai kepala
pemerintahan.
2) Presiden tidak dipegang oleh pemegang kekuasaan
legislatif tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau dewan
pemilih seperti di Amerika Serikat.
3) Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan
legislatif.
4) Presiden tidak dapat membubarkan pemegang
kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan
diadakan pemilihan.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri di atas diklasifikasikan
sebagai konstitusi sistem pemerintahan presidensial.
Ciri-ciri pokok sistem pemerintahan parlementer adalah :
1) Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau
berdasarkan kekuatan yang menguasai parlemen.
2) Para anggota kabinet sebagian atau seluruhnya adalah
anggota parlemen.
3) Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab
kepada parlemen.
4) Perdana menteri dapat memberi nasihat atau saran kepada
presiden untuk membubarkan parlemen dan memerintahkan
diadakannya pemilihan umum.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri sistem pemerintahan di
atas disebut Konstitusi Sistem Pemerintahan Parlementer.
6. Embrio Konstitusi
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
53
Hukum Tata Negara
Dalam disertasinya, Sri Soemantri berpendapat bahwa tidak
ada satupun negara di dunia saat ini yang tidak mempunyai konstitusi
atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua
lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa tanpa konstitusi maka tidak ada negara.
Embrio atau asal-usul konstitusi sebagai hukum dasar (droit
constitutional) suatu negara dapat dilihat dari dua sudut pandang,
yaitu :
a. Dari sudut bentuk negara
Hawgood dalam bukunya Modern Constitution Since 1787
berpendapat bahwa sebenarnya ada sembilan macam
bentuk negara yang sekaligus menunjuk bentuk-bentuk
konstitusinya. Namun kesembilan bentuk negara tersebut
sudah menjadi bangunan historis karena saat ini sudah tidak
mempunyai arti lagi. Oleh karena itu, saat ini hanya ada tiga
bentuk negara, yaitu :
1) Spontaneous State (Spontane Staat), konstitusinya
disebut Revolutionary Constitution
Spontaneous State adalah negara yang timbul akibat
revolusi sehingga konstitusinya bersifat revolusioner.
Contohnya adalah Konstitusi Amerika Serikat dan
Konstitusi Perancis.
2) Negotiated State (Parlementaire Staat), konstitusinya
disebut Parlementarian Constitution)
Negotiated State adalah negara yang berdasar pada
kebenaran relatif (relatieve waarheid) bukan absolute
waarheid.
3) Derivative State (Algeleide Staat), konstitusinya disebut
Neo-National Constitution.
Derivative State adalah negara yang konstitusinya
mengambil pengalaman dari negara-negara yang sudah
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
54
Hukum Tata Negara
ada (neo-national). Derivative state hanya meniru dan
tidak berasal dari pemikiran yang asli (oorspronkelijke
gedacht). Bentuk negaranya juga meniru dari negara-
negara barat. Keadaan ini disebut sebagai neo-national
yaitu nasionalisme yang didasarkan pada kolonialisme
atau nasionalisme yang timbul karena penjajahan akibat
akulturasi proses.
Misalnya : konstitusi Burma, Thailand, Vietnam Utara,
Vietnam Selatan, India, Pakistan, Indonesia.
Menurut Prof. Mr. Djokosutono, neo-nasionalisme
adalah nasionalisme yang timbul akibat PD I.
Derivative State juga mengenai negara-negara yang
timbul setelah PD II, yaitu negara-negara baru yang
sebelumnya merupakan koloni negara barat
b. Dari sudut pembentukan konstitusi (maker)
Dalam suatu negara dimungkinkan ada lima macam bentuk
konstitusi, yaitu :
1) Konstitusi yang dibuat oleh raja
2) Konsstitusi yang dibuat oleh raja bersama rakyatnya
(berbentuk pactum).
Misalnya pada aliran monarcho-machen dimana
perjanjian antara raja dan rakyat dimuat dalam
fundamentalis. Hal ini terjadi pada abad pertengahan.
3) Konstitusi yang seluruhnya dibuat oleh rakyat (berbentuk
einigung)
Hal ini pernah terjadi dimana para calvinisten dari Inggris
mendirikan koloni Amerika.
4) Konstitusi yang dibuat oleh badan konstituante.
5) Konsitusi yang dibuat oleh pemerintahan diktator
Misalnya konstitusi Uni Soviet.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
55
Hukum Tata Negara
7. Nilai Konstitusi Dr. A. Hamid . S. Attamimi dalam disertasinya berpendapat
tentang pentingnya suatu konstitusi atau undang-undang dasar, bahwa
konstitusi atau undang-undang dasar merupakan pemberi batas dan
pemberi pegangan mengenai bagaimana kekuasaan negara harus
dijalankan.
Pendapat Struycken yang menyatakan bahwa undang-undang
dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal
yang berisi empat hal (lihat bahan ajar pada bab sebelumnya)
menunjukkan arti pentingnya konstitusi bagi negara. Konstitusi
merupakan barometer kehidupan bernegara dan berbangsa yang
sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu, ide-ide dasar
yang telah digariskan oleh the founding fathers serta memberikan
arahan pada generasi penerus dalam menjalankan pemerintahan.
Semua agenda penting kenegaraan tersebut telah tercakup dalam
konstitusi sehingga dapat dikatakan bahwa konstitusi merupakan
cabang utama dalam ilmu Hukum Tata Negara.
Menurut A.G. Pringgodigdo, untuk dapat mempertahankan
eksistensinya suatu negara harus memenuhi empat unsur, yaitu :
a. Pemerintahan yang berdaulat
b. Wilayah tertentu
c. Rakyat yang hidup teratur sebagai suatu bangsa (nation)
d. Pengakuan dari negara lain
Namun, walaupun keempat unsur tersebut telah terpenuhi namun
untuk menjamin terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa
diperlukan hukum dasar untuk mengaturnya. Hukum dasar tersebut
adalah konstitusi atau undang-undang dasar. Namun, hukum dasar
suatu negara tidak hanya dapat dilihat pada ketentuan yang terdapat
dalam konstitusi atau undang-undang dasar tetapi juga dalam
konvensi.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
56
Hukum Tata Negara
Prof. Mr. Djokosutono melihat pentingnya konstitusi (grondwet)
dari dua segi, yaitu :
a. Segi isi (naar de inhoud)
Konstitusi memuat dasar (grondslagen) dari struktur
(inrichting) dan memuat fungsi (administratie) negara.
b. Segi bentuk (naar de maker)
Konstitusi tidak dibuat oleh sembarang orang atau lembaga,
tetapi oleh raja, raja dengan rakyat, lembaga konstituante
atau lembaga diktator.
Berdasarkan sudut pandang yang kedua, K.C. Wheare
mengaitkan pentingnya konstitusi dengan pengertian hukum
dalam arti sempit, dimana konstitusi dibuat oleh badan yang
mempunyai wewenang hukum, yaitu badan yang diakui
secara sah untuk memberikan kekuatan hukum pada
konstitusi.
Dalam praktek ketatenegaraan suatu negara banyak dijumpai
konstitusi tertulis yang tidak berlaku secara sempurna, karena
beberapa pasalnya tidak dilaksanakan, atau konstitusi tersebut
walaupun diberlakukan tetapi tidak dijalankan karena ada kepentingan
kelompok tertentu. Hal ini disebabkan karena tidak ada pertalian yang
nyata antara pihak yang merumuskan dan membuat konstitusi dengan
pihak yang menjalankan pemerintahan. Kondisi ini dapat
menyebabkan jatuhnya suatu pemerintahan yang kemudian diikuti
dengan perubahan konstitusi. Hal ini pernah terjadi di Philiphina,
Kamboja dll.
Karl Loewenstein kemudian menyelidiki arti penting dari suatu
konstitusi tertulis (UUD) dalam suatu negara. Berdasarkan
penyelidikannya, Loewenstein berpendapat bahwa nilai suatu
konstitusi dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :
a. Konstitusi yang mempunyai nilai normatif
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
57
Hukum Tata Negara
Yaitu suatu konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu
bangsa dan konstitusi tersebut tidak hanya berlaku dalam
arti hukum tetapi juga merupakan suatu kenyataan
sehingga dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
Nilai normatif suatu konstitusi diperoleh jika seluruh rakyat
suatu negara benar-benar menerima dan melaksanakan
konstitusi secara murni dan konsekuen. Konstitusi ditaati
dan dijunjung tinggi tanpa penyelewengan sedikitpun.
Dengan kata lain, konstitusi tersebut telah dilaksanakan
sesuai dengan isi dan jiwanya, baik dalam bentuk produk
hukum maupun dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah.
b. Konstitusi yang mempunyai nilai nominal
Maksudnya adalah bahwa secara hukum, konstitusi tersebut
berlaku tetapi kenyataannya kurang sempurna sebab ada
pasal-pasal tertentu dari konstitusi yang tidak berlaku.
Nilai nominal diperoleh bila ada kenyataan sampai dimana
batas berlakunya suatu konstitusi, dalam batas-batas
berlakunya itulah yang dimaksudkan dengan nilai nominal
konstitusi.
Misalnya : Ketentuan Pasal 1 Aturan Peralihan UUD 1945
sebelum amandemen dinyatakan tidak berlaku lagi karena
PPKI hanya bertugas dalam masa peralihan dan badan
tersebut sudah tidak berlaku lagi. Walaupun ketentuan
tersebut tidak dicabut namun tidak berarti masih berlaku
secara efektif.
c. Konsitusi yang mempunyai nilai semantik
Suatu konstitusi mempunyai nilai semantik jika konstitusi
tersebut secara hukum berlaku namun dalam kenyataannya
seringkali digunakan untuk melaksanakan kekuasaan
politik. Jadi, konstitusi hanya sekedar suatu istilah namun
dalam pelaksanaanya hanya digunakan untuk kepentingan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
58
Hukum Tata Negara
penguasa. Jadi, pelaksanaan konstitusi selalu dikaitkan
dengan kepentingan penguasa (dalam arti negatif).
Misalnya : UUD 1945 yang berlaku sebelum masa orde
lama. UUD 1945 pada waktu itu hanya berlaku secara
hukum namun dalam praktek berlakunya hanya untuk
kepentingan penguasa.
8. Sifat Konsitusi Secara umum, suatu konstitusi memiliki sifat-sifat tertentu, yaitu:
a. Formil dan materiil
Konstitusi dalam arti formil berarti konstitusi yang tertulis
dalam ketatanegaraan suatu negara. Suatu konstitusi baru
bermakna jika konstitusi tersebut telah berbentuk naskah
tertulis dan diundangkan. Misalnya : UUD 1945.
Konstitusi materiil adalah konstitusi yang dilihat dari segi
isinya. Isi dari suatu konstitusi pada umumnya adalah hal-
hal yang bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan negara.
Oleh karena itu untuk membuat suatu konstitusi diperlukan
prosedur khusus.
b. Tertulis dan tidak tertulis
Membedakan secara prinsipil antara konstitusi tertulis dan
tidak tertulis sebenarnya kurang tepat, sebab istilah
konstitusi tidak tertulis digunakan untuk ”melawan”
konstitusi modern yang umumnya ditulis dalam suatu
naskah. Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan karena
pengaruh aliran kodifikasi.
Saat ini, satu-satunya negara yang tidak memiliki konstitusi
tertulis adalah Inggris, namun prinsip-prinsip yang terdapat
dalam konstitusi Inggris dicantumkan dalam undang-undang
biasa, seperti Bill of Rights.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
59
Hukum Tata Negara
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa suatu konstitusi
disebut konstitusi tertulis jika dicantumkan dalam satu atau
beberapa naskah. Sedangkan suatu konstitusi disebut
konstitusi tidak tertulis apabila tidak ditulis dalam suatu
naskah tertentu namun diatur dalam konvensi-konvensi atau
undang-undang biasa.
c. Flexible (luwes) dan rigid (kaku)
Menurut James Bryce, suatu konstitusi dikatakan fleksibel
jika memiliki ciri-ciri pokok sebagai berikut :
1) Elastis → karena dapat menyesuaikan dirinya dengan
mudah.
2) Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti
undang-undang.
Sedangkan menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim,
ukuran untuk menentukan apakah suatu konstitusi bersifat
rijid atau fleksibel adalah :
1) Cara mengubah konstitusi
Setiap konstitusi tertulis umumnya akan mencantumkan
pasal tentang perubahan. Hal ini disebabkan karena
suatu konstitusi walaupun sudah dirancang agar dapat
berlaku lama namun seringkali tertinggal oleh
perkembangan masyarakat, oleh karena itu konstitusi
tersebut harus segera dirubah.
Suatu konstitusi pada dasarnya adalah suatu hukum
dasar yang merupakan dasar bagi peraturan perundang-
undangan lainnya. Karena tingkatannya yang lebih tinggi
dan menjadi dasar dari peraturan perundang-undangan
lainnya maka pembuat konstitusi menetapkan cara yang
tidak mudah untuk merubah konstitusi dengan tujuan
agar orang tidak dapat dengan mudah merubah
konstitusi.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
60
Hukum Tata Negara
Suatu konstitusi bersifat fleksibel jika perubahannya tidak
memerlukan cara yang istimewa, cukup dilakukan oleh
pembuat undang-undang biasa. Misalnya konstitusi New
Zealand.
Sedangkan suatu konstitusi bersifat rijid jika
perubahannya memerlukan cara yang istimewa.
Misalnya: konstitusi Amerika Serikat, Canada, Australia
dan Swiss.
2) Apakah konstitusi tersebut mudah atau tidak mengikuti
perkembangan zaman (dinamis).
Konstitusi yang mudah mengikuti perkembangan jaman
adalah konstitusi yang fleksibel, umumnya hanya berisi
hal-hal pokok. Namun, konstitusi yang fleksibel memiliki
kelemahan atau sisi negatif, yaitu dapat mengakibatkan
kemerosotan wibawa konstitusi itu sendiri.
Menurut Elster, ada delapan situasi dimana reformasi
konstitusi lebih mudah dilakukan, yaitu di masa :
a) Krisis ekonomi dan sosial
b) Revolusi
c) Jatuhnya suatu rezim
d) Kekalahan dalam perang
e) Rekonstruksi setelah perang
f) Pembentukan negara baru
g) Kemerdekaan
9. Supremasi Konstitusi Supremasi konstitusi yaitu dimana konstitusi mempunyai
kedudukan tertinggi dalam tertib hukum suatu negara. Hal ini
disebabkan karena dalam negara modern penyelenggaraan
kekuasaan negara dilakukan berdasarkan hukum dasar (droit
constitutionil). Carl Schmit berpendapat bahwa undang-undang dasar
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
61
Hukum Tata Negara
(verfassung) merupakan keputusan politik yang tertinggi sehingga
konstitusi mempunyai kedudukan atau derajat supremasi dalam suatu
negara.
Pada intinya, kedudukan konstitusi dalam suatu negara dapat
dipandang dari dua aspek, yaitu :
a. Aspek Hukum
Jika dilihat dari aspek hukum, konstitusi mempunyai derajat
yang tertinggi (supremasi).
Dasar pertimbangannya adalah :
1) Konstitusi dibuat oleh badan atau lembaga pembuat
undang-undang.
2) Konstitusi dibentuk atas nama rakyat, berasal dari
rakyat, kekuatan berlakunya dijamin oleh rakyat dan
harus dilaksanakan langsung kepada rakyat untuk
kepentingan rakyat.
3) Konstitusi ditetapkan oleh lembaga atau badan yang
diakui keabsahannya.
Superioritas konstitusi mempunyai daya ikat tidak hanya
bagi rakyat/warga negara, tetapi juga bagi penguasa dan
badan pembuat konstitusi itu sendiri.
b. Aspek Moral
Jika dilihat dari aspek moral maka konstitusi tidak boleh
bertentangan dengan nilai-nilai universal dan etika moral.
Oleh karena itu jika dilihat dari constitutional phyloshofi, jika
aturan konstitusi bertentangan dengan etika moral maka
konstitusi tersebut harus dikesampingkan.
William H. Seward mencontohkan bahwa konstitusi yang
mengesahkan perbudakan tidak boleh diikuti. Selain itu,
konstitusi yang melegalkan sistem apartheid yang
bertentangan dengan moral juga harus dikesampingkan.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
62
Hukum Tata Negara
Oleh karena konstitusi merupakan hukum yang tertinggi
(supremasi law) yang harus ditaati oleh rakyat dan alat-alat
perlengakapan negara maka kemudian timbul permasalahan siapa
yang akan menjamin bahwa suatu konstitusi telah diselenggarakan
secara murni dan konsekuen.
Menanggapi permasalah tersebut, menurut Miriam Budiardjo
ada beberapa pemikiran yang berbeda sesuai dengan sistem
pemerintahan yang dianut, yaitu :
a. Di Inggris → Parlemen dianggap sebagai badan
yang tertinggi oleh karena itu hanya parlemen yang boleh
menafsirkan ketentuan-ketentuan konsitusional dan menjaga
agar semua undang-undang dan peraturan lainnya sesuai
dengan ketentuan konstitusional.
b. Di negara federasi → terdapat satu badan di luar
badan legislatif yang berhak meneliti apakah suatu undang-
undang tidak bertentangan dengan konstitusi.
c. Di Amerika Serikat, India dan Jerman Barat →
wewenang untuk meneliti atau menilai apakah suatu
undang-undang tidak bertentangan dengan konstitusi
terletak pada Mahkamah Agung Federal. Di negara-negara
tersebut berlaku asas judicial supremacy.
d. Di Indonesia → hak uji material judicial review yang
berada pada Mahkamah Agung hanya terbatas pada
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
Pada akhirnya, kesadaran dan semangat penyelenggara
negaralah yang dapat menjamin dilaksanakannya undang-undang
dasar secara konstitusional atau sejalan dengan bunyi ketentuan dan
jiwa naskah konstitusi. Sebab, sebagus apapun suatu konstitusi
namun jika penyelenggaranya tidak memiliki kesadaran dan
semangat yang tinggi untuk mencapai tujuan negara maka konstitusi
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
63
Hukum Tata Negara
tersebut tidak akan memberi arti pada kelangsungan hidup bernegara
dan hal ini dapat mengurangi hakikat kedudukan supremasi konstitusi.
Berkaitan dengan masalah supremasi konstitusi yang
berhubungan dengan adanya kemungkinan untuk merubah konstitusi
atau undang-undang dasar maka kenyataan menunjukkan bahwa tidak
semua negara memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada
undang-undang dasar dalam arti formal. Artinya, tidak semua undang-
undang dasar memerlukan persyaratan yang lebih berat untuk
melakukan perubahan/amandemen dibandingkan dengan undang-
undang biasa. Jadi, prosedur pembuatan, penyempurnaan dan
perubahan undang-undang dasar sama dengan prosedur pembuatan
undang-undang.
Negara-negara yang mengakui supremasi undang-undang
dasar umumnya memiliki prosedur yang lebih berat untuk merubah
undang-undang dasar dibandingkan dengan membuatnya.
Pembuatan suatu undang-undang dasar didorong oleh
kesadaran politik yang tinggi untuk mengatur penyelenggaraan
pemerintahan negara. Menurut Bryce, motif politik yang menonjol
dalam penyusunan undang-undang dasar adalah :
a. Keinginan untuk menjamin hak-hak rakyat
dan untuk mengendalikan tindakan penguasa.
b. Keinginan untuk menggambarkan sistem
pemerintahan yang jelas untuk mencegah kemungkinan
timbulnya perbuatan sewenang-wenang dari penguasa.
c. Keinginan dari pencipta kehidupan politik
baru untuk menjamin atau mengamankan pemerintahan
dalam bentuk yang permanen dan yang dapat dipahami oleh
warga negaranya.
d. Keinginan dari masyarakat untuk
menjamin aksi bersama yang efektif untuk mempertahankan
hak dan kepentingannya masing-masing.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
64
Hukum Tata Negara
Berdasarkan pendapat Bryce dapat disimpulkan bahwa undang-
undang dasar dibuat secara sadar sebagai seperangkat kaidah
fundamental yang mempunyai nilai politik yang lebih tinggi
dibandingkan kaidah lain karena menjadi dasar bagi seluruh tata
kehidupan negara.
Selain itu dimungkinkan adanya kaidah hukum lain di luar
undang-undang dasar yang dianggap sederajat dengan undang-
undang dasar, yaitu :
a. Rangkaian amandemen atau kaidah tambahan undang-
undang dasar (mis: di AS). Supremasi amandemen undang-
undang dasar memiliki arti yang penting terutama jika timbul
keraguan dalam menafsirkan arti dan konsekuensi sebagian
atau seluruh amandemen undang-undang dasar tsb.
b. Jika terjadi kebiasaan ketatanegeraan yang menyimpulkan
kaidah baru yang harus dianggap sederajat dengan
undang-undang dasar.
Jika dihubungkan dengan pengertian konstitusi dalam arti luas,
maka:
7) Bagi negara dengan konstitusi kaku, kaidah konstitusi
dibedakan atas :
1) kaidah setaraf dengan undang-undang dasar
2) kaidah setaraf dengan undang-undang
3) kaidah setaraf dengan peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang.
8) Bagi negara dengan konstitusi luwes (mis : Inggris dan New
Zealand), kaidah konstitusi dibedakan atas :
1) kaidah setaraf dengan undang-undang
2) kaidah di bawah itu.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
65
Hukum Tata Negara
10.Perubahan KonstitusiMenurut Dasril Radjab, perbuatan mengubah konstitusi dalam
bahasa Inggris disebut To Amend the Constitution. Sedangkan dalam
bahasa Belanda disebut dengan Verandring (Verandringen) in de
Grondwet. Sedangkan menurut John M. Echols, amandement berarti
mengubah undang-undang dasar.
Pada asasnya terdapat dua macam sistem yang digunakan oleh
negara-negara di dunia dalam mengubah konstitusinya, yaitu :
a. Sistem yang pertama → apabila suatu undang-undang
dasar atau konstitusi diubah maka yang akan berlaku adalah
undang-undang dasar atau konstitusi yang baru secara
keseluruhan. Sistem ini dianut oleh hampir semua negara di
dunia.
b. Sistem yang kedua → apabila suatu konstitusi diubah,
konstitusi yang asli tetap berlaku. Perubahan terhadap
konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi
yang asli. Amandemen tersebut merupakan bagian dari
konstitusinya. Sistem ini dianut oleh Amerika Serikat.
Menurut K.C. Wheare, ada 4 cara untuk mengubah undang-
undang dasar atau konstitusi, yaitu :
a. Some Primary Forces (Beberapa kekuatan yang bersifat
primer)
Yaitu cara mengubah konsitusi yang dilakukan atau terjadi
oleh sebagian besar rakyat suatu negara yang merupakan
kekuatan-kekuatan yang berpengaruh dan dominan dalam
kehidupan negara yang bersangkutan, atau oleh golongan-
golongan kuat dalam masyarakat.
b. Formal Amandement ( Perubahan yang diatur dalam
konstitusi)
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
66
Hukum Tata Negara
Adalah cara mengubah konstitusi suatu negara apabila
pengubahan itu dilakukan sesuai dengan atau melalui
ketentuan-ketentuan yang tercantum di dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Judicial Interpretation (Penafsiran secara hukum)
Yaitu pengubahan konstitusi yang dilakukan melalui
penafsiran berdasarkan hukum.
Misalnya : ketentuan dalam Pasal 37 UUD 1945 tentang
perubahan UUD dapat ditafsirkan bahwa perubahan UUD
1945 bukan hanya pada batang tubuhnya tetapi dapat
dilakukan pada pembukaan, batang tubuh maupun
penjelasannya.
d. Usages and Convention (Kebiasaan dan Konvensi)
Perubahan konstitusi dapat dilakukan berdasarkan
kebiasaan (usages) dan konvensi (kebiasaan
ketatanegaraan).
Misalnya :
Pidato Presiden setiap tanggal 16 Agustus di depan
sidang pleno DPR
Pemukulan palu oleh ketua DPR RI pada setiap
pembukaan sidang etc.
Menurut C.F. Strong, dalam Hukum Tata Negara dan Ilmu
Politik, perubahan konstitusi dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu :
a. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang
kekuasaan legislatif tetapi menurut pembatasan-pembatasan
tertentu (by ordinary legislative but under certain restriction)
Perubahan konstitusi menurut sistem ini dapat dilakukan
melalui tiga cara, yaitu :
1) Untuk dapat mengubah konstitusi, sidang harus dihadiri
oleh paling sedikit 2/3 atau 4/5 dari seluruh jumlah
anggota (fixed quorum of members) dan keputusan untuk
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
67
Hukum Tata Negara
mengubah konstitusi adalah sah jika disetujui oleh suara
terbanyak (2/3 dari jumlah anggota yang hadir).
2) Sebelum mengubah konstitusi, lembaga perwakilan
rakyat harus dibubarkan, kemudian diselenggarakan
pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat yang baru
inilah (sebagai kontituante) yang melakukan perubahan
konstitusi.
3) Untuk mengubah konstitusi, dua lembaga perwakilan
rakyat (bicameral system – MPR-DPR) melakukan sidang
gabungan sebagai satu badan. Keputusan perubahan
konstitusi adalah sah jika disetujui dengan suara
terbanyak dari anggota-anggotanya.
b. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui
suatu referendum (by the people through of referendum)
Perubahan konstitusi memerlukan pendapat langsung dari
rakyat yang dapat dilakukan melalui referendum, plebisit
atau popular vote.
Jika ada kehendak untuk merubah konstitusi, maka lembaga
negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul
perubahan kepada rakyat dalam suatu referendum atau
plebisit. Usul perubahan konstitusi telah disiapkan terlebih
dahulu. Dalam referendum atau plebisit, rakyat
menyampaikan pendapatnya dengan menerima atau
menolak usul perubahan tersebut. Penentuan diterima atau
ditolaknya usul perubahan diatur dalam konstitusi.
Misalnya di Perancis dimana de Gaulle yang diberi
wewenang khusus untuk melakukan perubahan terhadap
konstitusi dengan melakukan rancangan perubahan
kemudian rancangan itu disampaikan kepada rakyat melalui
referendum.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
68
Hukum Tata Negara
c. Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh sejumlah negara
bagian (by a major of all units of federal state).
Perubahan dengan cara ini berlaku dalam negara serikat.
Konstitusi dalam negara serikat dianggap sebagai
’perjanjian’ antara negara-negara bagian, oleh karena itu
perubahan konstitusi harus disetujui oleh sebagian besar
negara-negara bagian. Usul perubahan konstitusi dapat
diajukan oleh negara serikat atau negara bagian, namun
keputusan diterima atau ditolaknya perubahan tergantung
pada negara-negara bagian.
Misalnya di Swiss dan Australia, perubahan konsitusi
memerlukan persetujuan rakyat (lembaga perwakilan rakyat)
masing-masing negara bagian.
d. Perubahan konstitusi dilakukan dengan konvensi
ketatanegaraan (by special convention)
Cara ini dilakukan apabila untuk mengubah konstitusi
mengharuskan dibentuknya suatu badan khusus. Apabila
ada keinginan untuk mengubah undang-undang dasar,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka dibentuk suatu
lembaga negara khusus yang tugas dan wewenangnya
hanya untuk mengubah konstitusi. Jika lembaga khusus
tersebut telah melaksanakan tugas dan wewenangnya
maka otomatis lembaga khusus tersebut bubar.
Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan
perundang-undangan atau dari lembaga khusus tersebut.
Misalnya : untuk mengubah UUDS 1950 dibentuk badan
khusus yang dinamakan Majelis Perubahan Undang-undang
Dasar.
Konvensi (convetion) didefinisikan :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
69
Hukum Tata Negara
Aturan hukum kebiasaan mengenai hukum publik;
hukum kebiasaan yang tidak tertulis di bidang
ketatanegaraan.
Konvensi ketatanegaraan adalah kelaziman-
kelaziman yang timbul dalam praktek hidup
ketatanegaraan.
Konvensi ketatanegaraan juga diartikan sebagai
perbuatan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-
ulang sehingga dapat diterima dan ditaati dalam praktek
ketatanegaraan, walaupun bukan hukum.
Menurut K.C. Wheare ada 4 sasaran yang ingin dicapai dalam
usaha mempertahankan konstitusi dengan jalan mempersulit
perubahannya, yaitu :
a. Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan
pertimbangan yang matang, tidak secara
serampangan dan dengan sadar (dikehendaki).
b. Agar rakyat mendapat kesempatan untuk
menyampaikan pandangannya sebelum perubahan
dilakukan.
c. Khusus dalam negara serikat, hal ini dilakukan agar
kekuasaan negara serikat dan negara-negara bagian
tidak diubah oleh masing-masing pihak secara
tersendiri.
d. Agar hak-hak perseorangan atau kelompok minoritas
(minoritas bahasa, agama, budaya) mendapat
jaminan.
11.Daya Ikat KonstitusiWarga negara adalah penduduk sebuah bangsa atau negara
yang berdasarkan keturunan, tempat kelahiran dan atau orang lain
(bangsa lain) yang disahkan undang-undang sebagai warga negara
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
70
Hukum Tata Negara
yang mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga
negara dalam suatu negara tertentu. Oleh karena itu, seluruh warga
negara seharusnya mentaati konstitusi negaranya. Namun ternyata
tidak semua warga negara mau mentaati konstitusinya. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang memiliki daya ikat suatu
konstitusi.
Untuk mengetahui daya ikat suatu konstitusi dapat ditinjau dari
3 aspek, yaitu :
a. Aspek Hukum
Menurut K.C. Wheare, berdasarkan aliran positivisme
hukum, konstitusi mengikat karena konstitusi ditetapkan oleh
badan yang berwenang untuk membentuk hukum. Selain itu,
konstitusi juga dibuat untuk dan atas nama rakyat.
Jika dilihat dari prinsip wawasan negara berdasar atas
hukum (rechstaat), Zippelius berpendapat bahwa konstitusi
merupakan alat untuk membatasi kekuasaan negara.
Prinsip ini mengandung jaminan terhadap penegakan hak
asasi manusia, adanya pembagian kekuasaan dalam
negara, penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan
undang-undang dan adanya pengawasan yudisial terhadap
penyelenggaraan pemerintah.
b. Aspek Politik
Dilihat dari aspek politik, ada dua pernyataan yang berkaitan
dengan daya ikat konstitusi, yaitu :
1) Hukum adalah produk politik
Sarjana ilmu politik banyak yang berpendapat bahwa
hukum adalah produk politik, artinya setiap produk
hukum merupakan kristalisasi dari pemikiran dan atau
proses politik. Oleh sebab itu kegiatan legislatif
(pembuat undang-undang) lebih banyak memuat
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
71
Hukum Tata Negara
keputusan politik dibandingkan dengan menjalankan
pekerjaan hukum yang sesungguhnya.
2) Hubungan hukum dengan kekuasaan
Mulyana W. Kusumah menyatakan bahwa
hukum sebagai sarana kekuasaan politik menempati
posisi dominan. Salah satu indikasinya adalah bahwa
negara sebagai suatu organisasi
kekuasaan/kewibawaan mempunyai kompetensi
untuk menciptakan keadaan di mana rakyatnya dapat
memenuhi kebutuhannya secara maksimal. Dalam
melaksanakan kekuasaannya, tindakan negara harus
dibatasi dengan konstitusi, walaupun dalam
prakteknya hukum sering disimpangi untuk
kepentingan politik.
Van Apeldoorn dalam hubungan ’hukum dan
kekuasaan’ menyatakan bahwa banyak orang yang
berpendapat hukum identik dengan kekuasaan.
Padahal tidak semua kekuasaan merupakan hukum.
Walaupun memang ada hubungan antara hukum
dengan kekuasaan dimana negara harus diberi
kekuasaan untuk menegakkan hukum dan tanpa
kekuasaan hukum hanya merupakan kaidah sosial
yang berisi anjuran, sebaliknya kekuasaan juga harus
dibatasi oleh hukum.
Apeldoorn mencatat beberapa pengikut paham
hukum adalah kekuasaan, yaitu :
Kaum Shopis di Yunani → keadilan adalah apa
yang bermanfaat bagi orang yang lebih kuat.
Lassalie → konstitusi suatu negara bukanlah
undang-undang dasar yang tertulis yang hanya
merupakan secarik kertas, melainkan merupakan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
72
Hukum Tata Negara
hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata
dalam suatu negara. Kecuali dalam keadaan yang
luar biasa (pada waktu revolusi), para pekerja dan
rakyat kecil menjadi bagian dari konstitusi.
Gumplowics → hukum adalah susunan definisi
yang dibentuk oleh pihak yang kuat untuk
mempertahankan kekuasaannya.
Pengikut aliran positivisme → kepatuhan
kepada hukum adalah tunduknya orang yang lebih
lemah pada kehendak yang lebih kuat, sehingga
hukum merupakan hak orang yang terkuat.
c. Aspek Moral
Moral adalah pedoman untuk mengatur perbuatan manusia
sebagai manusia ditinjau dari segi baik buruknya dipandang
dari tujuan akhir hidup manusia berdasarkan hukum kodrati.
Moral menuntut seseorang untuk menyerahkan diri secara
mutlak, tidak dapat dipaksakan dan tidak dapat ditawar.
Moral hanya mengenal sanksi yang bersifat batiniah (rasa
malu, perasaan menyesal dll) .
Jika ditinjau dari segi moral, konstitusi juga mempunyai daya
ikat karena penetapan konstitusi juga didasarkan pada nilai-
nilai moral. Konstitusi sebagai landasan fundamental tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai universal dari etika
moral.
Oleh karena itu, William H. Hewet berpendapat bahwa masih
ada hukum yang lebih tinggi dari konstitusi, yaitu moral.
Jadi, secara contitutional phylosophy, jika aturan konstitusi
bertentangan dengan etika moral maka ia dapat disimpangi,
misalnya konstitusi yang mengesahkan perbudakan.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
73
Hukum Tata Negara
D. SUMBER HUKUM TATA NEGARA INDONESIA MENURUT UU NO.10/2004
Pada tanggal 24 Mei 2004, DPR dan pemerintah telah menyetujui
Rancangan Undang-undang Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan menjadi Undang-undang (UU No. 10 Tahun 2004).
Undang-undang ini menegaskan bahwa Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum negara. UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-
undangan.
Hirarki peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 UU
No. 10 Tahun 2004, yaitu :
1. Undang-undang Dasar 1945
2. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang (Perpu)
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah
a. Perda Propinsi → dibuat oleh DPRD Propinsi
dengan gubernur.
b. Perda Kabupaten/Kota → dibuat oleh DPRD
Kab/kota bersama Bupati/Walikota.
c. Perdes/Peraturan yang Setingkat → dibuat oleh
BPD atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau
nama lainnya.
Bab III Pasal 8 sampai Pasal 14 UU No. 10 Tahun 2004 mengatur
materi muatan peraturan perundang-undangan.
Di dalam UU N0. 10 Tahun 2004, Ketetapan MPR/MPRS
dihapuskan dari hierarki peraturan perundang-undangan dan
mengembalikan kedudukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang (Perpu) setingkat dengan Undang-undang. Penghapusan sumber
hukum ketetapan MPR dari tata urutan peraturan perundang-undangan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
74
Hukum Tata Negara
dinilai tepat karena menurut Hamid S. Attamimi, ketetapan MPR tidak
tepat jika dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
75
Hukum Tata Negara
a. Undang-undang Dasar 1945Undang-undang Dasar atau Konsitusi Negara Republik
Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) tanggal 18 Agustus 1945.
Istilah UUD 1945 baru timbul pada tahun 1959, yaitu ketika
pada tanggal 19 Februari 1959 Kabinet Karya mengambil kesimpulan
dengan suara bulat mengenai ”Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
Dalam Rangka Kembali Ke UUD 1945”. Kemudian keputusan
pemerintah disampaikan ke pihak Konstituante tanggal 22 April 1959.
jadi, pada saat disahkan dan ditetapkan hanya bernama
”Oendang-oendang Dasar”. Baru kemudian dalam Dekrit Presiden
1959 digunakan istilah UUD 1945.
Sejarah ketatanegaraan di Indonesia telah membuktikan bahwa
di Indonesia pernah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar
(Konstitusi), yaitu :
a. UUD 1945 → berlaku antara 18 Agustus 1945 sampai 27
Deember 1949.
b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat → berlaku antara 27
Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950.
c. UUDS 1950 → berlaku antara 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli
1959.
d. UUD 1945 → berlaku lagi sejak dikeluarkan Dekrit 5 Juli 1959
sampai sekarang.
b. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu)
Bab III Pasal 8-14 UU No. 10 Tahun 2004 mengatur mengenai
materi muatan peraturan perundang-undangan. Menurut UU No. 10
Tahun 2004 materi muatan yang harus diatur dengan undang-undang
berisi hal-hal sebagai berikut :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
76
Hukum Tata Negara
a. Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang meliputi :
1) hak asasi manusia
2) hak dan kewajiban warga negara
3) pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta
pembagian kekuasaan negara
4) wilayah negara dan pembagian daerah
5) kewarganegaraan dan kependudukan
6) keuangan negara
b. Diperintahkan oleh suatu undang-undang untuk diatur
dengan undang-undang.
Materi muatan perpu sama dengan materi muatan undang-
undang.
Pada hakikatnya, Perpu sama dan sederajat dengan undang-
undang, hanya syarat pembentukannya yang berbeda. Oleh karena
itu hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 9 UU No. 10 Tahun 2004
yang menyatakan bahwa materi muatan perpu sama dengan materi
muatan undang-undang.
c. Peraturan PemerintahMateri muatan peraturan pemerintah berisi materi untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
d. Peraturan PresidenMateri muatan peraturan presiden berisi materi yang
diperintahkan oleh undang-undang atau materi untuk melaksanakan
peraturan pemerintah.
e. Peraturan DaerahMateri muatan peraturan daerah adalah seluruh materi muatan
dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
77
Hukum Tata Negara
pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Materi muatan desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam
rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta
penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat
dalam undang-undang dan peraturan daerah.
E. KONVENSI KETATANEGARAAN SEBAGAI SUMBER HUKUM TATA NEGARA1. Pengertian
Dicey, seorang sarjana Inggris yang pertama kali menggunakan
istilah konvensi sebagai ketentuan ketatanegaraan menyatakan bahwa
Hukum Tata Negara (Constitutional Law) terdiri atas dua bagian, yaitu :
a. Hukum Konstitusi (The Law of the
Constitution), terdiri dari :
1) Undang-undang tentang Hukum Tata
Negara (Statuta Law)
2) Common Law yang berasal dari
keputusan-keputusan hakim (judge – made maxims) dan
ketentuan-ketentuan dari kebiasaan serta adat istiadat
(tradisional).
b. Konvensi-konvensi Ketatanegaraan
(Conventions of the Constitution) yang berlaku dan dihormati
dalam kehidupan ketatanegaraan. Namun, jika terjadi
pelanggaran maka pengadilan tidak dapat memaksakan
diberlakukannya konvensi tersebut.
Konvensi-konvensi Ketatanegaraan meliputi tiga hal, yaitu :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
78
Hukum Tata Negara
1) Understanding (pengertian-
pengertian) → Raja harus mensahkan setiap rencana
undang-undang yang telah disetujui oleh kedua majelis
dalam parlemen.
2) Habits (kelaziman-kelaziman) →
Majelis tinggi tidak akan mengajukan suatu rencana
undang-undang keuangan (money bill)
3) Practices (prktek-praktek) →
Menteri-menteri meletakkan jabatan apabila mereka tidak
mendapat kepercayaan dari Majelis Rendah.
Semua contoh-contoh tersebut dalam kehidupan
ketatanegaraan diterima dan ditaati walaupun bukan hukum (law)
dalam arti sebenarnya.
Menurut Mr. J.H.P. Bellefroid dalam bukunya Inleiding tot de
rechtwetenschap in Nederland berpendapat bahwa hukum kebiasaan
meliputi semua peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan
oleh pemerintah tetapi ditaati oleh seluruh rakyat karena mereka yakin
bahwa peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
Syarat-syarat bagi timbulnya hukum kebiasaan adalah :
a. Harus ada perbuatan atau tindakan yang semacam dalam
keadaan yang sama dan harus selalu diikuti oleh umum.
Namun, tidak berarti bahwa diikuti oleh seluruh rakyat
merupakan syarat mutlak untuk menimbulkan kebiasaan,
melainkan hukum kebiasaan timbul walaupun hanya ditaati
oleh golongan orang-orang yang berkepentingan. Misalnya
kebiasaan dalam lapangan perdagangan yang dibentuk dan
ditaati hanya oleh para pedagang.
b. Harus ada keyakinan hukum dari golongan orang-orang
yang berkepentingan yang disebut opinio juris seu
necessitas yang terdiri dari :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
79
Hukum Tata Negara
1) Keyakinan hukum dalam arti material → suatu aturan
itu adalah menurut hukum yang baik.
2) Keyakinan hukum dalam arti formal → suatu aturan itu
harus ditaati dan diikuti tanpa mengingat nilai dari isi
aturan tersebut.
Sedangkan konvensi yang merupakan kebiasaan dalam
lapangan ketatanegaraan adalah perbuatan dalam kehidupan
ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga ia diterima
dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan, walaupun bukan merupakan
hukum.
Menurut A.K. Pringgodigdo, konvensi adalah kelaziman-
kelaziman yang timbul dalam praktek hidup.
Menurut Ismail Suny, konvensi ketatanegaraan timbul karena
adanya kebutuhan akan ketentuan-ketentuan untuk pelengkap
(suplement) rangka dasar hukum konstitusi, karena sebagaimana
disebutkan dalam Penjelasan UD 1945, UUD suatu negara hanya
sebagian dari hukum dasarnya negara itu. UUD adalah hukum dasar
yang tertulis, disamping undang-undang dasar berlaku juga hukum
dasar yang tidak tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak
tertulis.
2. Ciri-ciri Konvensi KetatanegaraanBerdasarkan pendapat dari Dicey, maka dapat disimpulkan
bahwa konvensi ketatanegaraan harus memenuhi ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Konvensi tersebut berkaitan dengan hal-hal dalam bidang
ketatanegaraan.
b. Konvensi tumbuh, berlaku, diikuti dan dihormati dalam
praktek penyelenggaraan negara.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
80
Hukum Tata Negara
c. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi, apabila ada
pelanggaran terhadap konvensi tidak dapat diadili oleh
badan pengadilan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa konvensi berkembang karena
adanya kebutuhan dalam praktek penyelenggaraan negara. Konvensi
dapat terjadi melalui suatu praktek berulang-ulang yang tumbuh menjadi
kewajiban yang harus ditaati oleh para penyelenggara negara.
Penyelenggaran negara adalah alat-alat perlengkapan atau lembaga-
lembaga negara.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
81
Hukum Tata Negara
BAB IIIASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA
DI INDONESIA
A. ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA1. Pengertian Asas-asas Hukum Tata Negara
Menurut Boedisoesetyo, mempelajari asas-asas hukum
ketatanegaraan berarti tidak luput dari penyelidikan tentang hukum
positifnya, terutama undnag-undang dasarnya sebab dari ketentuan
dalam undang-undang dasar antara lain dapat disimpulkan tipe negara
dan asas-asas kenegaraan dari negara yang bersangkutan.
Oleh karena itu pembahasan mengenai asas-asas hukum tata
negara tidak hanya membahas tentang asas-asas dari hukum tata
negara, tetapi membahas juga mengenai pengertian-pengertian.
Asas dan makna mempunyai pengertian yang berbeda
sebagaimana tampak dalam skema Logemann tentang Bahan-bahan
Hukum (Gegevens van het Recht). Menurut Logemann, setiap
peraturan hukum pada hakikatnya dipengaruhi oleh dua unsur penting,
yaitu :
a. Unsur riil
Bersifat konkret, bersumber dari lingkungan tempat
manusia itu hidup, seperti tradisi atau sifat-sifat yang
dibawa manusia sejak lahir dengan perbedaan jenisnya.
b. Unsur idiil
Bersifat abstrak, bersumber pada diri manusia itu sendiri
berupa akal/pikiran dan perasaan.
Bangunan hukum yang bersumber pada perasaan
manusia disebut asas-asas hukum (beginselen). Asas-
asas hukum seringkali berubah. Perubahan ini antara
lain disebabkan karena pandangan hidup masyarakat
yang berbeda-beda.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
82
Hukum Tata Negara
Bangunan hukum yang bersumber pada akal/pikiran
manusia disebut pengertian-pengertian hukum
(begrippen). Pengertian yang terdapat dalam Hukum T
ata Negara umumnya bersifat tetap.
Misalnya : bangunan demokrasi dalam Hukum Tata
Negara dapat dilihat dari segi pengertian maupun
asasnya.
o Pengertian demokrasi adalah suatu pemerintahan
dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara
langsung (dalam masyarakat yang masih
sederhana) maupun secara tidak
langsung/diwakilkan (dalam masyarakat modern).
o Asas demokrasi dapat berbeda antara satu negara
dengan negara lainnya tergantung pandangan hidup
masyarakatnya. Asas demokrasi di Indonesia
adalah kekeluargaan untuk mengabdi kepada
kepentingan bersama dalam mencapai tujuan yang
sama. Bagi masyarakat barat, asas demokrasi
bersifat individualistis.
2. Asas-asas Hukum Tata Negaraa. Asas Pancasila
Setiap negara didirikan atas dasar falsafah tertentu yang
merupakan perwujudan dari keinginan rakyatnya. Oleh karena itu
setiap negara mempunyai falsafah yang berbeda. Para pendiri
Republik Indonesia telah menetapkan bahwa dasar negara
Indonesia adalah Pancasila. Oleh karena itu seluruh aspek
kehidupan bangsa harus sesuai dengan Pancasila.
Dalam bidang hukum, Pancasila merupakan sumber hukum
materiil, merupakan sumber dari segala sumber hukum. Oleh
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
83
Hukum Tata Negara
karena itu tidak boleh ada satu peraturan perundang-undanganpun
yang bertentangan dengan Pancasila.
Pembukaan UUD 1945 mengandung empat pokok pikiran
yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945. pokok-pokok
pikiran tersebut merupakan cita-cita hukum bangsa Indonesia yang
mendasari hukum dasar negara. Pokok-pokok pikiran tersebut
adalah:
1) Pokok pikiran pertama : Negara melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran persatuan
bahwa negara Indonesia merupakan negara persatuan
yang hendak melindungi segenap bangsa Indonesia.
Oleh karena itu setiap penyelenggara negara dan setiap
warga negara wajib mengutamakan kepentingan negara
di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2) Pokok pikiran kedua : Negara hendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Hal ini merupakan pokok pikiran keadilan sosial yang
didasarkan pada kesadaran bahwa manusia Indonesia
mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat.
3) Pokok pikiran ketiga : Negara yang berkedaulatan
rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan.
Pokok pokiran yang ketiga ini menunjukkan bahwa
dalam negara Indonesia, yang berdaulat adalah rakyat
Indonesia sehingga kedaulatan ada di tangan rakyat.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
84
Hukum Tata Negara
4) Pokok pikiran keempat : Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Oleh karena itu kandungan UUD harus mewajibkan
pemerintah dan penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Pokok pikiran keempat ini juga menunjukkan keyakinan
bangsa Indonesia akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.
b. Asas Negara HukumIstilah negara hukum merupakan terjemahan dari rechstaat.
Istilah rechtstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX. Konsep
rechtstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme.
Ciri-ciri rechtstaat adalah :
1) Adanya UUD atau Konstitusi yang memuat
ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa
dengan rakyat.
2) Adanya pembagian kekuasaan negara.
3) Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa ide pokok dari
rechstaat adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap
hak asasi manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan
persamaan. Adanya pembagian kekuasaan bertujuan untuk
menghindari penumpukan kekuasaan dalam satu tangan yang
cenderung akan disalahgunakan.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, negara hukum berarti suatu
negara yang di dalam wilayahnya adalah :
1) Semua alat-alat perlengkapan negara dalam
tindakannya baik terhadap warganegara maupun dalam
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
85
Hukum Tata Negara
hubungannya dengan alat-alat perlengkapan yang lain
tidak boleh sewenang-wenang dan harus memperhatikan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Semua penduduk dalam hubungan
kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum
yang berlaku.
Jika dilihat dari segi ilmu politik, Franz Magnis Suseno
mengambil 4 ciri negara hukum yaitu :
1) Kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum positif yang
berlaku.
2) Kegiatan negara berada di bawah kontrol kekuasaan
kehakiman yang efektif.
3) Berdasarkan sebuah UUD yang menjamin HAM.
4) Menurut pembagian kekuasaan.
Salah satu asas penting dalam negara hukum adalah asas
legalitas. Substansi dari asas legalitas adalah menghendaki agar
setiap tindakan badan/pejabat administrasi harus berdasarkan
undang-undang. Tanpa dasar undang-undang maka
badan/pejabat administrasi tiak berwenang melakukan suatu
tindakan yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan
hukum warga negaranya.
Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi
dan negara hukum.Gagasan demokrasi menuntut agar setiap
bentuk undang-undang dan berbagai keputusan mendapat
persetujuan dari wakil rakyat. Gagasan negara hukum menuntut
agar penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus
didasarkan pada undang-undang dan memberikan jaminan
terhadap hak-hak dasar rakyat yang tertuang dalam undang-
undang.
Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya
mewujudkan paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
86
Hukum Tata Negara
rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip monodualistis yang sifat
hakikatnya konstitutif.
Menurut Indroharto, penerapan asas legalitas akan
menunjang berlakunya kepastian hukum dan berlakunya
persamaan perlakuan.
Penegasan Indonesia sebagai negara hukum terdapat
dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandement yaitu Negara
Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi dari negara hukum
adalah bahwa seluruh sikap, kebijakan, perilaku alat negara dan
penduduk harus berdasar dan sesuai hukum. Dalam negara
hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam
penyelenggaraan negara.
c. Asas Kedaulatan Rakyat dan DemokrasiKedaulatan rakyat pertama kali dirumuskan dalam Piagam
Jakarta 22 Juni 1945 yang menyatakan : ”... Negara Indonesia
yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat”. Kalimat ini selanjutnya menjadi
rumusan Pembukaan UUD 1945.
Oleh karenaitu dapat dipahami bahwa UUD 1945 menganut
ajaran kedaulatan rakyat. Hal ini secara tegas dirumuskan dalam
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa : ”Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”.
Selanjutnya, ketika MPR melakukan perubahan atas UUD
1945 pada tahun 2001 (1-9 November 2001) terjadi perubahan
mendasar pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yaitu : ”Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang
Dasar”. Rumusan ini merupakan penjabaran langsung dari paham
kedaulatan rakyat yang dinyatakan secara tegas dalam Alinea IV
Pembukaan UUD 1945.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
87
Hukum Tata Negara
Perubahan ketentuan ini mengalihkan negara Indonesia
dari sistem MPR kepada sistem kedaulatan rakyat yang diatur
melalui UUD 1945. Dengan demikian, UUD 1945-lah yang menjadi
dasar dan rujukan utama dalam menjalankan kedaulatan rakyat.
Menurut Ismail Sunny, UUD 1945 tidak hanya menganut
kedaulatan rakyat tetapi juga kedaulatan Tuhan dan kedaulatan
hukum.
Kedaulatan Tuhan tampak pada beberapa rumusan, yaitu :
1) Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 → Atas berkat
rahmat Allah Yang Maha Kuasa.
2) Alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
3) Pasal 29 ayat (1) UUD 1945
d. Asas Negara KesatuanPasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan dengan tegas
bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik.
Prinsip pada negara kesatuan adalah bahwa yang memegang
tampuk kekuasaan tertinggi atas segenap urusan negara adalah
pemerintah pusat tanpa adanya suatu delegasi atau pelimpahan
kekuasaan kepada pemerintah daerah (local government).
Dalam negara kesatuan terdapat asas bahwa seluruh
urusan negara tidak dibagi antara pemerintah pusat (central
government) dan pemerintah lokal (local government) sehingga
urusan negara dalam negara kesatuan tetap merupakan kebulatan
(eenheid) dan pemegang kekuasaan tertinggi negara adalah
pemerintah pusat.
Dalam negara kesatuan, tanggung jawab pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan
pemerintah pusat. Namun, sistem pemerintahan Indonesia salah
satunya menganut asas negara kesatuan yang didesentralisasikan.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
88
Hukum Tata Negara
Hal ini menyebabkan ada tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri
sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan
hubungan kewenangan dan pengawasan.
Di tengah proses perubahan UUD 1945, PAH I menyusun
kesepakatan berkaitan dengan perubahan UUD 1945.
kesepakatan dasar tersebut terdiri dari lima butir. Salah satunya
adalah tetap mempertahankan bentuk negara Indonesia sebagai
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini didasari
pertimbangan bahwa negara kesatuan adalah bentuk negara yang
ditetapkan sejak awal berdirinya negara dan dipandang paling tepat
untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk.
Kesepakatan tersebut dikukuhkan dalam Pasal 37 ayat
(5)UUD 1945 yang menyatakan bahwa : ”Khusus mengenai bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan
perubahan”.
Prinsip persatuan sangat dibutuhkan karena adanya
keragaman suku bangsa, agama dan budaya yang diwarisi oleh
bangsa Indonesia dalam sejarah yang mengharuskan bangsa
Indonesia bersatu dalam keragaman.
Keragaman merupakan kekayaan yang harus dipersatukan
(united) tetapi tidak boleh disatukan atau diseragamkan
(uniformed). Oleh karena itu prinsip persatuan tidak boleh
diidentikkan dengan prinsip kesatuan. Bentuk negara kita adalah
kesatuan (unitary state) sedangkan persatuan Indonesia adalah
prinsip dasar bernegara yang harus dibangun atas dasar persatuan
(unity bukan kesatuan (uniformity).
e. Asas Pemisahan Kekuasaan dan Check and BalancesBerbagai kalangan berpendapat bahwa terjadinya krisis di
Indonesia saat ini bermuara pada ketidakjelasan konsep yang
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
89
Hukum Tata Negara
dibangun oleh UUD 1945, tidak adanya check and balances antar
alat kelengkapan organisasi negara.
Secara substantif, UUD 1945 banyak sekali mengandung
kelemahan. Hal ini dapat diketahui antara lain dari terlalu besarnya
kekuasaan eksekutif (executive heavy) tanpa disertai dengan
prinsip check and balances.
Dengan adanya aspek perimbangan kekuasaan (check and
balances) maka kekuasaan negara dapat diatur, dibatasi bahkan
dikontrol dengan sebaik-baiknya sehingga penyalahgunaan
kekuasaan oleh aparat penyelenggara negara
maupun pejabat negara dapat dicegah dan ditanggulangi dengan
sebaik-baiknya.
B. SUSUNAN PEMERINTAHAN 1. Negara Kesatuan (Unitary
State/Uniterisme/eenheinstaat)Negara kesatuan adalah suatu negara yang merdeka dan
berdaulat, dimana di seluruh negara yang berkuasa hanyalah satu
pemerintahan (pemerintah pusat) yang mengatur seluruh daerah. Jadi
negara kesatuan tidak terdiri dari beberapa daerah yang berstatus
sebagai negara bagian (deelstaat) atau negara dalam negara.
Dengan demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu
pemerintahan, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan
serta wewenang tertinggi dalam bidang pemerintahan negara,
menetapkan kebijaksanaan pemerintahan dan melaksanakan
pemerintahan negara baik di pusat maupun daerah serta di luar
negeri.
Negara kesatuan disebut juga negara Unitaris. Jika ditinjau dari
susunannya, negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari
beberapa negara, melainkan bersifat tunggal, tidak ada negara dalam
negara. Dengan demikian di dalam negara kesatuan hanya ada satu
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
90
Hukum Tata Negara
pemerintahan yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan
atau wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan.
Pemerintah pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat
memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.
Negara kesatuan mewujudkan kebulatan tunggal, kesatuan,
unity dan yang mono-sentris berpusat satu.
Macam-mcam negara kesatuan, antara lain :
a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
Segala urusan diatur oleh pemerintah pusat, sedangkan
pemerintah daerah tidak mempunyai hak untuk mengurus
sendiri daerahnya, pemerintah daerah tinggal
melaksanakannya.
Misalnya : Jerman di bawah Hitler.
b. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi
(gedecentraliseerde eenheidstaat) dimana kepada daerah–
daerah diberi kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus
rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan
daerah swatantra (daerah otonomi).
Misalnya : Daerah Otonomi Tingkat I, II atau
Pemkot/Pemkab.
2. Negara Federal (Federal State)Federasi berasal dari bahasa latin, feodus yang berarti
persetujuan atau perjanjian.
Negara federasi atau negara serikat (bondstaat = bundesstaat)
merupakan dua atau lebih kesatuan politik yang belum atau sudah
berstatus negara berjanji untuk bersatu dalam suatu ikatan politik,
ikatan yang akan mewakili mereka secara keseluruhan. Dalam negara
federasi, masing-masing negara tidak mempunyai kedaulatan, yang
berdaulat adalah persatuan dari negara itu yaitu Negara Serikat
(Pemerintah Federal).
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
91
Hukum Tata Negara
Jadi, negara-negara bagian tersebut awalnya merupakan suatu
negara berdaulat yang berdiri sendiri. Dengan menggabungkan dalam
satu negara serikat maka negara-negara yang awalnya berdiri sendiri
dan sekarang menjadi negara bagian, melepaskan sebagian
kekuasaannya dan menyerahkannya kepada negara serikat.
Kekuasaan yang diserahkan disebutkan satu demi satu
(limitative), hanya kekuasaan yang disebutkan saja yang diserahkan
kepada negara serikat (delegated powers). Umumnya kekuasaan yang
diberikan oleh negara bagian kepada negara serikat adalah hal-hal
yang berhubungan dengan luar negeri, pertahanan negara, keuangan
dan urusan pos. Dengan demikian kekuasaan yang diberikan bersifat
terbatas karena kekuasaan yang asli ada pada negara bagian itu
sendiri.
Anggota-anggota federasi tidak berdaulat dalam arti
sesungguhnya. Federasilah (negara) sebagai kesatuan nasional yang
berdaulat. Anggota-anggota suatu federasi disebut ’negara bagian’
(deelstaat, state, anton, lander).
Kekuasaan asli tetap pada negara bagian. Negara bagian
berhubungan langsung dengan rakyat. Kekuasaan yang dimiliki
negara serikat adalah kekuasaaan yang diterima dari negara bagian.
Bentuk negara federasi adalah gejala modern yang baru
dikenal pada tahun 1787 ketika para pembentuk konstitusi negara
Amerika Serikat memilih federasi sebagai bentuk pemerintahan
mereka. Sejak saat itu Amerika Serikat menjadi contoh negara lain
yang ingin membentuk federasi
Bentuk federasi tidak dikenal pada zaman kuno atau dalam
abad pertengahan (abad ke V-XV). Hal ini disebabkan karena federasi
memerlukan syarat-syarat tertentu.
Menurut C.F. Strong, dalam bukunya Modern Political
Institution, diperlukan dua syarat untuk mewujudkan federasi, yaitu :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
92
Hukum Tata Negara
a. Harus ada perasaan nasional (a sense of nationality)
diantara anggota-anggota kesatuan-kesatuan politik yang
hendak berfederasi.
b. Harus ada keinginan dari anggota-anggota kesatuan-
kesatuan politik akan persatuan (union), bukan kesatuan
(unity) karena apabila anggota-anggota kesatuan tersebut
menginginkan kesatuan mereka akan membentuk negara
kesatuan, bukan federasi.
Selain itu, negara federasi mempunyai ciri-ciri khas, yaitu :
a. Adanya supremasi konstitusi federasi.
b. Adanya pemencaran kekuasaan (distribution of power)
antara negara federal dengan negara bagian.
c. Adanya suatu kekuasaan yang tertinggi yang bertugas
menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin timbul
antara negara federasi dengan negara bagian.
2. Aplikasi di IndonesiaPembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa : ”... maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam
susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
dengan berdasarkan kepada.... ”
Selanjutnya, Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa : ”Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”.
Namun demikian, Badan PPKI menyimpulkan bahwa bentuk
negara adalah republik. Hal ini dapat diketahui dari beberapa definisi :
a. Bentuk negara bukan monarki (kerajaan) Pasal 1 ayat 1
UUD 1945 : Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang
berbentuk repunlik (bukan kerajaan).
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
93
Hukum Tata Negara
b. Kepala negara dipilih dan tidak turun temurun Pasal 6
ayat 2 : Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat dan
tidak turun temurun.
c. Masa jabatan kepala negara ditentukan dalam kurun waktu
tertentu Pasal 7 UUD 1945 : Presiden dan wakil
presiden memegang jabatan selama 5 tahun.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bentuk negara
Indonesia adalah republik dan susunan negaranya adalah kesatuan.
C. SISTEM PEMERINTAHANSistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah, yaitu
:
1. Sistem
Menurut Carl J. Friedrich, sistem adalah suatu keseluruhan
terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan
fungsional baik diantara bagian-bagian maupun hubungan
fungsional terhadap keseluruhannya. Sehingga hubungan
tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-
bagian. Akibatnya, jika salah satu bagian tidak bekerja
dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya.
2. Pemerintahan
Pemerintahan adalah segala urusan yang dilakukan oleh
negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya
dan kepentingan negara sendiri.
Oleh karena itu jika kita membicarakan tentang sistem
pemerintahan pada dasarnya adalah membicarakan
bagaimana pembagian kekuasaan serta hubungan antara
lembaga-lembaga negara menjalankan kekuasaan-kekuasaan
negara itu, dalam rangka menyelenggarakan kepentingan
rakyat.
Pada dasarnya sistem pemerintahan dapat dibedakan dalam :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
94
Hukum Tata Negara
1. Sistem ParlementerSistem parlementer merupakan sistem pemerintahan dimana
hubungan antara eksekutif dan legislative (badan perwakilan)
mempunyai hubungan yang erat. Hal ini disebabkan karena adanya
pertanggungjawaban para menteri kepada parlemen. Setiap kabinet
yang dibentuk harus mendapat dukungan kepercayaan dengan suara
terbanyak dari parlemen. Dengan demikian kebijakan parlemen atau
kabinet tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh
parlemen.
Ciri-ciri umum dari sistem pemerintahan parlementer adalah :
a. Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri dibentuk oleh
atau atas dasar kekuatan dan atau kekuasaan-kekuasaan
yang menguasai parlemen.
b. Kabinet dengan ketuanya (eksekutif) bertanggung jawab
kepada parlemen (legislatif). Jika kabinet (seluruh kabinet,
satu atau beberapa anggotanya) mendapat mosi tidak
percaya dari parlemen maka kabinet (seluruh kabinet, satu
atau beberapa anggotanya tersebut) harus mengundurkan
diri.
c. Sebagi imbangan dapat dijatuhkannya kabinet, maka
Kepala Negara (presiden, raja atau ratu) dengan saran atau
nasihat dari Perdana Menteri dapat membubarkan parlemen.
d. Secara prinsipil, kekuasaan kehakiman tidak tergantung
pada lembaga eksekutif dan legislatif. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah intimidasi dan intervensi dari lembaga lain.
Berdasarkan sejarah ketatanegaraan, sistem parlementer
merupakan kelanjutan dari bentuk negara Monarki Konstitusional
dimana kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi. Oleh karena itu dalam
sistem parlementer, kedudukan presiden, raja dan ratu adalah
sebagai kepala negara. Di Inggris dikenal istilah The King can do no
wrong.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
95
Hukum Tata Negara
Dalam sistem parlementer, eksekutif adalah kabinet yang terdiri
dari perdana menteri dan menteri-menteri yang bertanggung jawab
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama kepada parlemen.
Pertanggung jawaban menteri kepada parlemen dapat berakibat
kabinet meletakkan jabatan dan mengembalikan mandat kepada
kepala negara jika parlemen tidak percaya lagi kepada kabinet.
a. Sistem Parlementer dengan Dua Partai
Dalam sistem dua partai, ketua partai politik yang
memenangkan pemilu sekaligus ditunjuk sebagai formatur
kabinet dan langsung menjadi perdana menteri. Seluruh menteri
dalam kabinet adalah mereka yang terpilih sebagai anggota
parlemen dengan konsekuensi setelah diangkat menjadi
menteri harus non aktif dalam parlemen. Hal ini disebabkan
karena partai politik yang menguasai kabinet sama dengan
partai politik yang memegang mayoritas di House of Commons.
Kedudukan kabinet sangat kuat sehingga jarang dijatuhkan oleh
parlemen sebelum dilaksanakan pemilu berikutnya. Misalnya :
sistem parlementer di Inggris.
b. Sistem Parlementer dengan Multi Partai
Dalam parlemen dengan sistem multi partai, tidak ada partai
politik yang mampu menguasai kursi secara mayoritas
sehingga pembentukan kabinet sering tidak lancar. Kepala
negara akan menunjuk tokoh politik tertentu untuk bertindak
sebagai pembentuk kabinet/formatur. Formatur harus
mengingat perimbangan kekuatan di parlemen sehingga kabinet
yang dibentuk merupakan kabinet koalisi (gabungan dari
beberapa partai politik).
Koali didasarkan pada kompromi. Oleh karena itu seringkali
setelah kabinet berjalan partai politik dapat menarik
dukungannya dengan menarik menterinya. Oleh karena itu
dalam sistem parlemen dengan multi partai sering terjadi
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
96
Hukum Tata Negara
ketidakstabilan pemerintah (sering terjadi pergantian kabinet).
Misalnya di negara Republik Indonesia pada tahun 1950 – 1959
terjadi 7 kali pergantian kabinet.
2. Sistem PresidensiilPemerintahan dengan sistem presidensiil adalah suatu
pemerintahan dimana eksektutif tidak bertanggung jawab kepada
badan perwakilan rakyat. Kekuasaan eksekutif berada di luar
pengawasan langsung parlemen.
Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil :
a. Presiden adalah kepada eksekutif yang memimpin
kabinetnya yang semua diangkat dan bertanggung jawab
kepada presiden. Presiden sebagai kepala eksekutif
sekaligus sebagai kepala negara (lambang negara) dengan
masa jabatan yang telah ditentukan secara pasti dalam
UUD.
b. Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif tetapi dipilih oleh
sejumlah pemilih. Oleh karena itu ia bukan bagian dari
badan legislatif seperti dalam sistem parlementer.
c. Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif
sehingga tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif.
d. Sebagai imbangannya, Presiden tidak dapat menjatuhkan
kabinet.
Dalam sistem pemerintahan presidensiil, presiden bertanggung
jawab kepada pemilihnya (kiescollege). Sehingga presiden
diberhentikan atas tuduhan House of Representatives setelah
diputuskan oleh senat. Misalnya : sistem pemerintahan presidensiil di
USA.
3. Komparasi Sistem Pemerintahan Parlementer dengan Sistem Pemerintahan Presidensiil
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
97
Hukum Tata Negara
Perbedaan diantara dua sistem pemerintahan tersebut
disebabkan karena perbedaan latar belakang sejarah politik masing-
masing negara.
Secara umum perbedaan diantara dua sistem pemerintahan
tersebut adalah :
Sistem Pemerintahan
Parlementer
Sistem Pemerintahan
Presidensiil
1. Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari bentuk negara
monarki yang kemudian
mendapat pengaruh dari
pertanggungjawaban
menteri. Raja berfungsi
sebagai faktor stabilisasi jika
terjadi perselisihan antara
eksekutif dan legislatif.
Misalnya : kerajaan Inggris,
Belanda, Perancis.
2 Keuntungan
Penyesuaian antara pihak
eksekutif dan legislatif dapat
lebih mudah dicapai.
3. Kelemahan
a. Pertentangan antara
eksekutif dan legislatif
dapat terjadi sewaktu-
waktu, menyebabkan
kabinet harus
mengundurkan diri dan
akibatnya pemerintahan
1. Latar Belakang Timbulnya
Timbul dari keinginan untuk
melepaskan diri dominasi
kekuasaan raja dengan
mengikuti ajaran
Montesquieu dengan
ajaran Trias Politika.
Misalnya : negara USA
timbul sebagai reaksi
kebencian terhadap raja
George III (Inggris).
2. Keuntungan
Pemerintahan untuk jangka
waktu yang ditentukan itu
stabil.
3. Kelemahan
Dapat terjadi kemungkinan
tujuan negara yang telah
ditetapkan oleh eksekutif
berbeda dengan legislatif.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
98
Hukum Tata Negara
tidak stabil.
b. Sebaliknya, Presiden
dapat membubarkan
legislatif.
c. Pada sistem parlementer
dengan multi partai
(kabinet koalisi) apabila
terjadi mosi tidak percaya
dari beberapa partai
politik sehingga sering
terjadi pergantian kabinet.
4. Sistem QuasiSistem pemerintahan quasi merupakan bentuk variasi dari
sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer. Dalam sistem ini
dikenal dua macam quasi, yaitu :
a. Quasi Presidensiil
Presiden merupakan kepala pemerintahan dengan dibantu
oleh kabinet (ciri presidensiil) tetapi dia bertanggung jawab
kepada lembaga dimana dia bertanggung jawab sehingga
lembaga ini (legislatif) dapat menjatuhkan presiden/eksekutif
(ciri sistem parlementer).
Misalnya : sistem pemerintahan Republik Indonesia.
b. Quasi Parlementer
5. Sistem ReferendumSistem referendum merupakan bentuk variasi dari sistem quasi
(quasi presidensiil) dan sistem presidensiil murni. Tugas pembuat
undang-undang berada di bawah pengawasan rakyat yang mempunyai
hak pilih. Pengawasan itu dilakukan dalam bentuk referendum.Dalam
sistem ini pertentangan antara eksekutif dan legislatif jarang terjadi.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
99
Hukum Tata Negara
Berkaitan dengan pengawasan rakyat dalam bentuk referendum
maka dikenal dua sistem referendum, yaitu :
a. Referendum Obligator → jika persetujuan dari rakyat
mutlak harus diberikan dalam suatu pembuatan peraturan
perundang-undangan yang akan mengikat rakyat
seluruhnya.
Misalnya : persetujuan yang dibuat oleh rakyat dalam
pembuatan UUD.
b. Referendum Fakultatif → jika persetujuan dari rakyat
dilakukan terhadap UU biasa, karena kurang pentingnya,
setelah UU itu diumumkan dalam jangka waktu yang
ditentukan.
Keuntungan dari sistem referendum adalah bahwa dalam setiap
masalah negara, rakyat ikut serta menanggulanginya dan kedudukan
pemerintah stabil sehingga pemerintah akan memperoleh pengalaman
yang baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyat.
Kelamahan dari sistem referendum adalah bahwa rakyat tidak
mampu menyelesaikan setiap masalah yang timbul karena untuk
mengatasi suatu persoalan diperlukan pengetahuan yang luas dari
rakyat. Selain itu, sistem ini tidak dapat dilaksanakan jika banyak
terdapat perbedaan faham antara rakyat dan eksekutif yang
menyangkut kebijaksanaan politik.
Contoh sistem pemerintahan referendum adalah Swiss.
D. SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA1. Sistem Pemerintahan Pra-Amandemen UUD 1945
a. Sistem Pemerintahan Menurut SifatnyaBerdasarkan UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia
adalah presidensiil, namun bukan sistem presidensiil yang murni
jika diukur dari syarat-syarat yang harus ada dalam sistem
presidensiil.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
100
Hukum Tata Negara
Pasal 4 dan 17 UUD 1945 menunjukkan bahwa
pemerintahan Indonesia menganut sistem presidensiil dimana
presiden menjadi kepala eksekutif (pemerintahan) dan mengangkat
serta memberhentikan para menteri yang bertanggung jawab
kepadanya.
Namun, jika dilihat dari Pasal 5 ayat (1) dan dalam
kaitannya dengan Pasal 21 ayat (2) UUD 1945, dapat disimpulkan
bahwa sistem pemerintahan presidensiil tersebut tidak sepenuhnya
presidensiil karena berdasarkan pasal tersebut presiden dan DPR
bersama-sama membuat UU. Hal ini berarti bahwa sistem
presidensiil di Indonesia tidak berdasarkan pelaksanaan ajaran
Trias Politika.
Ciri-ciri parlementer yang ada pada pemerintahan di
Indonesia :
1) Pertanggung jawaban Presiden kepada
MPR
2) Kedudukan Presiden sebagai mandataris
pelaksana GBHN
Dengan demikian berdasarkan Pasal 4 ayat (1) dan Pasal
17 UUD 1945, sistem pemerintahan di Indonesia adalah
presidensiil karena presiden adalah eksekutif dan menteri-menteri
adalah pembantu presiden. Tetapi jika dilihat dari sudut
pertanggungjawaban presiden kepada MPR maka eksekutif dapat
dijatuhkan oleh lembaga negara lain (kepada siapa presiden
bertanggung jawab, hal ini merupakan ciri pemerintahan
parlementer). Maka sistem pemerintahan di Indonesia berdasarkan
UUD 1945 dapat disebut quasi presidensiil.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
101
Hukum Tata Negara
b. Sistem Pemerintahan Menurut Pembagian KekuasaanUUD 1945 tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan
berdasarkan Trias Politika sebagaimana diajarkan oleh
Montesquieu, tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan,
karena :
1) UUD 1945 tidak membatasi secara tegas
bahwa setiap kekuasaan harus dilakukan oleh satu
organ/badan tertentu yang tidak boleh saling campur
tangan.
2) UUD 1945 tidak membatasi kekuasaan dibagi
atas tiga bagian saja.
3) UUD 1945 tidak membagi habis kekuasaan
rakyat yang dilakukan oleh MPR (Pasal 1 ayat 2) kepada
lembagalembaga negara lainnya.
UUD 1945 menetapkan 4 kekuasaan dan 7 lembaga negara,
yaitu :
1) Kekuasaan eksaminatif (Inspektif) → BPK
2) Kekuasaan legislatif → DPR, DPD
3) Kekuasaan eksekutif (pemerintahan negara) →
Presiden dan Wakil Presiden.
4) Kekuasaan yudikatif (kehakiman) → MA (Mahkamah
Agung), MK (Mahkamah Konstitusi) dan MY (Mahkaham
Yudikatif)
Lembaga-lembaga lain yang tidak diatur oleh UUD 1945
termasuk dalam organisasi pemerintahan yang disebut sebagai
lembaga pemerintah (regering-organen) dan lembaga administrasi
negara (administrative-organen). Misalnya Pemerintahan Daerah
dan Pemerintahan Desa.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
102
Hukum Tata Negara
c. Pokok Pikiran Pemerintahan Negara Indonesia Menurut Penjelasan UUD 1945
Sistem pemerintahan di Indonesia adalah presidensiil. Hal ini
dijelaskan secara sistematis dalam Penjelasan UUD 1945 yang
memuat 7 buah kunci pokok, yaitu :
1) Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum
( rechstaat )
Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas
hukum dan bukan kekuasaan belaka. Hal ini berarti
bahwa negara dalam melaksanakan tindakan apapun
harus selalu dilandasi oleh hukum atau segala
tindakannya harus dapat dipertanggung jawabkan secara
hukum.
Negara hukum yang dimaksud oleh UUD 1945 bukanlah
negara hukum dalam arti formal (sebagai polisi lalu lintas
atau penjaga malam) tetapi negara hukum dalam arti
material (dalam arti luas) yaitu negara tidak hanya
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia tetapi juga harus memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
2) Sistem Konstitusional
Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang
tidak tak terbatas).
Sistem ini menegaskan bahwa pemerintahan negara
dibatasi oleh konsitusi dan otomatis dibatasi juga oleh
ketentuan hukum yang merupakan produk konstitusional
lainnya seperti GBHN, UU dll.
Sistem ini juga memperkuat dan menegaskan sistem
negara hukum.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
103
Hukum Tata Negara
Berdasarkan kedua sistem ini diharapkan dapat tercapai
mekanisme hubungan tugas dan hukum antara lembaga-
lembaga negara yang dapat menjamin terlaksananya
sistem itu sendiri.
3) Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan MPR
Kedaulatan rakyat dipegang oleh MPR sebagai
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi, MPR
mempunyai tugas dan wewenang, yaitu :
a) Menetapkan UUD dan GBHN.
b) Memilih dan mengangkat Presiden dan Wapres.
Majelis mengangkat dan melantik Kepala Negara dan
Wakil Kepala Negara, oleh karena itu Kepala Negara dan
Wakil Kepala Negara harus tunduk dan bertanggung
jawab kepada MPR.
4) Presiden adalah penyelenggaran pemerintahan negara
yang tertinggi di bawah Majelis.
Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi di
bawah MPR. Dalam menjalankan pemerintahan,
kekuasaan dan tanggung jawab ada pada Presiden
(concentration of power and responsibility upon the
President).
5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR
Presiden harus bekerja sama dengan DPR tetapi
Presiden tidak bertanggun jawab kepada DPR,artinya
kedudukan Presiden tidak tergantung dari DPR.
Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR untuk
membentuk UU serta menetapkan APBN.
Presiden tidak dapat membubarkan DPR dan DPRpun
tidak dapat menjatuhkan presiden.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
104
Hukum Tata Negara
6) Menteri Negara adalah pembantu Presiden, Menteri
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
Kedudukan menteri tidak tergantung pada DPR tetapi
pada Presiden. Pengangkatan dan pemberhentian
menteri merupakan wewenang sepenuhnya Presiden
(Pasal 17 ayat 2).
Menteri bertanggung jawab kepada Presiden.
Dengan petunjuk dan persetujuan Presiden, menteri-
menterilah yang sebenarnya menjalankan pemerintahan
di bidangnya masing-masing.
7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala negara bukanlah dikatator karena ia harus
mempertanggungjawabkan tindakannya kepada MPR.
2. Sistem Pemerintahan Pasca-Amandemen UUD 1945a. Perubahan Pertama UUD 1945
Perubahan terhadap UUD 1945 terjadi setelah timbulnya
tuntutan reformasi, yang diantaranya berkaitan dengan
reformasi konstitusi (constitutional reform)
Sebelum terjadinya amandemen terhadap UUD 1945,
kedudukan dan kekuasaan presiden sangat dominan. Hal ini
terlihat dalam kurun waktu demokrasi terpimpin 1959-1967
dimana MPR (S) yang merupakan lembaga tertinggi
dikendalikan oleh presiden. Sedangkan dalam kurun waktu
1967-1998, DPR yang berdasarkan UUD 1945 mempunyai hak
inisiatif (mengajukan usul RUU) tidak dapat melakukan haknya
karena semua RUU berasal dari pemerintah.
Oleh karena itu, amandemen terhadap UUD 1945 dilakukan
dengan tujuan untuk :
1) Mengurangi/mengendalikan kekuasaan presiden.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
105
Hukum Tata Negara
2) Mengembalikan hak legislasi kepada DPR, sedangkan
presiden berhak untuk mengajukan RUU kepada DPR.
b. Perubahan Kedua UUD 1945Perubahan kedua terhadap UUD 1945 dilakukan pada
substansi yang meliputi pemerintahan daerah, wilayah negara,
warganegara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan
dan keamanan negara, bendera, bahasa, lambang negara dan
lagu kebangsaan, serta DPR, khususnya tentang keanggotaan,
fungsi, hak maupun tentang tata cara pengisiannya. Berkaitan
dengan pengisian keanggotaan DPR, maka semua anggota
DPR dipilih secara langsung oleh rakyat.
c. Perubahan Ketiga UUD 1945Perubahan ketiga dilakukan menurut teori konstitusi, terhadap
susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar. Dari
perubahan terhadap UUD 1945 terlihat bahwa sistem
pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan pr
esidensiil.
Ciri-ciri sistem pemerintahan presidensiil terlihat pada :
1) Prosedur pemilihan presiden dan wakil presiden
2) Pertanggung jawaban presiden dan wakil presiden atas
kinerja kerjanya sebagai lembaga eksekutif.
d. Perubahan Keempat UUD 1945Ada sembilan item pasal substansial pada perubahan keempat
UUD 1945, antara lain :
1) Keanggotaan MPR
Berkaitan dengan keanggotaan MPR dinyatakan bahwa
MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui
pemilu. Hal ini berarti tidak ada satupun anggota MPR yang
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
106
Hukum Tata Negara
keberadaannya diangkat sebagaimana yang terjadi sebelum
amandemen, dimana anggota MPR yang berasal dari unsur
utusan daerah dan ABRI melalui proses pengangkatan,
bukan pemilihan.
2) Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahap kedua
3) Kemungkinan Presiden dan Wakil Presiden berhalangan
tetap.
4) Kewenangan Presiden
Kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan
kepala negara mengalami perubahan mendasar dimana
setiap kebijakan Presiden harus mendapat persetujuan atau
sepengetahuan DPR.
Perubahan keempat ini membatasi kewenangan Presiden
yang sebelumnya.
5) Keuangan negara dan bank sentral
6) Pendidikan dan kebudayaan
7) Perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial
8) Aturan tambahan dan aturan peralihan
9) Kedudukan penjelasan UUD 1945.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terjadi pada perubahan
terhadap UUD 1945, langsung atau tidak langsung mempengaruhi
sistem pemerintahan, diantaranya pada :
a. Konsep Negara HukumUUD 1945 pasca amandemen mempertegas deklarasi negara
hukum, dari yang semula hanya ada dalam Penjelasan, menjadi
bagian dari Batang Tubuh UUD 1945.
Implementasi ketegasan konsep negara hukum Indonesia adalah
sistem pemilihan umum secara langsung oleh rakyat sehingga
mereka bebas dalam menentukan sikap dan pendapatnya.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
107
Hukum Tata Negara
Menurut Oemar Seno Adji, pemilu yang bebas merupakan hal yang
sangat fundamental bagi negara hukum karena melalui pemilu
langsung, akuntabilitas anggota parlemen semakin tinggi.
b. Kedudukan PresidenSebelum amandemen UUD 1945, kedudukan dan kekuasaan
Presiden sangat dominan, terutama dalam praktek
penyelenggaraan negara. Dengan amandemen UUD 1945 maka
kekuasaan Presiden dikurangi dengan mengembalikan kekuasaan
legislatif kepada DPR. Selain itu, periodisasi lembaga kepresidenan
dibatasi secara tegas, dimana seseorang hanya dapat dipilih
sebagai Presiden maksimal untuk dua kali periode jabatan.
c. Sistem PemerintahanUUD 1945 pasca amandemen menetapkan dengan jelas mengenai
sistem presidensiil dalam sistem pemerintahan.
Menurut Sri Soemantri, ciri-ciri sistem presidensiil dalam UUD
1945 pasca amandemen antara lain adalah :
1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat.
2) Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR karena
lembaga ini tidak lagi bertindak sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat.
d. Kedudukan MPR dan DPRMelalui amandemen UUD 1945, MPR tidak lagi berkedudukan
sebagai lembaga tertinggi negara dan pemegang kedaulatan rakyat
yang tertinggi.
Hal ini berimplikasi pada kewenangan MPR yang dulu memiliki
kedudukan strategis, melalui amandemen maka kewenangannya
menjadi :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
108
Hukum Tata Negara
1) Mengubah dan menetapkan UUD
2) Melantik Presiden dan atau Wakil Presiden
3) Memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut UUD 1945.
E. DEMOKRASIDemokrasi merupakan asas dan sistem yang paling baik di dalam
sistem politik dan ketatanegaraan. Pemikiran reformasi politik di berbagai
negara berpendapat bahwa demokrasi adalah pilihan terbaik dari berbagai
pilihan yang ada. Masalah yang sampai saat ini belum tuntas adalah
mengenai perdebatan implementasi demokrasi dalam praktek.
Pelaksanaan demokrasi yang tidak sama antara negara yang
satu dengan negara yang lain tergantung dari falsafah yang dianut oleh
negara yang bersangkuan. Misalnya : pelaksanaan demokrasi di
Indonesia yang berfalsafah Pancasila berbeda dengan pelaksanaan
demokrasi di negara-negara liberal yang individualistis.
1. Pengertian DemokrasiDemokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu :
Demos → rakyat.
Cratein → pemerintah
Jadi, demokrasi berarti pemerintahan rakyat,yang kemudian
dikenal dengan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat
(government from the pople, by the people and for the people).
Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi didasari oleh
beberapa nilai, yakni :
a. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara
melembaga.
b. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam
suatu masyarakat yang sedang berubah.
c. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
109
Hukum Tata Negara
d. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
e. Mengakui serta menganggap wajar adanya keragaman
(diversity) dalam masyarakat yang tercermin dalam
keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku.
f. Menjamin tegaknya keadilan.
Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan
beberapa lembaga, yaitu :
a. Pemerintahan yang bertanggung jawab
b. Suatu Dewan Perwakilan Rakyat yang mewakili golongan-
golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat
dan yang dipilih dalam pemilihan umum yang bebas dan
rahasia dan atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk
setiap kursi.
c. Suatu organisasi politik yang mencakup satu atau lebih
partai politik.
d. Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan
pendapat.
e. Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak
asasi untuk mempertahankan keadilan.
2. Perkembangan DemokrasiPada awal pertumbuhannya, demokrasi telah mencakup
beberapa asas dan nilai yang diwariskan dari masa lampau, yaitu dari
masa Yunani Kuno.
Sistem demokrasi yang terdapat di negara kota (city state)
Yunani Kuno pada abad ke-6 sampai ke-3 AD merupakan demokrasi
langsung (direct democracy) yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana
hak untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung
oleh seluruh warga negara. Sifat langsung dari demokrasi di Yunani
dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam
kondisi yang sederhana, wilayah yang terbatas serta jumlah penduduk
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
110
Hukum Tata Negara
yang sedikit (300 ribu penduduk dalam satu kota). Selain itu,
ketentuan demokrasi hanya berlangsung untuk warga negara yang
resmi, yang hanya sebagian kecil dari penduduk. Untuk mayoritas
penduduk yang merupakan budak belian dan pedagang asing maka
demokrasi tidak berlaku.
Sedangkan dalam negara modern, demokrasi tidak bersifat
langsung, tetapi demokrasi perwakilan (representative democracy).
Gagasan demokrasi Yunani hilang pada abad pertengahan
(600-1400 M). Masyarakat abad pertengahan dicirikan oleh struktur
sosial yang feodal, dimana kehidupan sosial dan spiritualnya dikuasai
ole Paus dan pejabat agama lainnya. Kehidupan politik ditandai
dengan perebutan kekuasaan diantara para bangsawan.
Dilihat dari sudut perkembangannya, demokrasi abad
pertengahan menghasilkan suatu dokumen penting yaitu Magna
Charta (Piagam Besar) 1215. Magna Charta dianggap sebagai ide
awal dari konstitusionalisme serta pengakuan atas kebebasan dan
kemerdekaan rakyat. Magna Charta pada intinya berisi ketentuan
bahwa Raja John tidak akan memungut pajak tanpa persetujuan rakyat
dan tidak akan menahan seseorang tanpa diadili terlebih dahulu.
Walaupun Raja John menandatangani Magna Charta di bawah
paksaan dari kaum bangsawan saat itu.
Sebelum abad pertengahan berakhir, di Eropa Barat pada awal
abad ke-16, muncul negara-negara nasional (national state) dalam
bentuk yang modern. Hal ini menyebabkan Eropa Barat mengalami
beberapa perubahan sosial dan kultural dalam rangka mempersiapkan
jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern dengan keyakinan
bahwa akal dapat memerdekakan diri dari pembatasan-
pembatasannya.
Saat itu di Eropa Barat timbul dua aliran/pemikiran yang sangat
mempengaruhi masyarakatnya, yaitu :
a. Renaissance
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
111
Hukum Tata Negara
Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali
minat kepada kesusastraan dan kebudayaan Yunani Kuno
yang selama abad pertengahan telah disisihkan.
b. Reformasi
Reformasi serta perang-perang agama yang menyusul
menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari
penguasaan gereja baik di bidang spiritual dalam bentuk
dogma maupun di bidang sosial politik.
Hasil perdebatan ini adalah timbulnya gagasan mengenai
perlu adanya kebebasan beragama serta ada garis
pemisah yang tegas antara soal-soal agama dengan soal-
soal keduniawian, khususnya di bidang pemerintahan. Hal
ini dinamakan ”pemisahan antara gereja dan agama”.
Kedua aliran tersebut mempersiapkan masyarakat di Eropa
Barat pada tahun 1650-1800 untuk menyelamai masa Aufklarung
(abad pemikiran) dan rasionalisme.
Rasionalisme adalah suatu aliran pikiran yang ingin
memerdekakan manuisia dari batas-batas yang ditentukan oleh gereja
dan mendasarkan pemikiran atas akal (ratio) semata.
Kebebasan berpikir kemudian membuka jalan untuk meluaskan
gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh
diselewengkan oleh raja dan menimbulkan kecaman terhadap raja
yang memiliki kekuasaan tak terbatas. Pemberontakan terhadap
kedudukan raja yang absolut ini didasarkan atas suatu teori
rasionalitas yang umumnya dikenal sebagai social contract (kontrak
sosial).
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
112
Hukum Tata Negara
3. Macam-macam DemokrasiDi dunia ini dikenal bermacam-macam demokrasi, misalnya
demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi
terpimpin, demokarsi Sovier, demokrasi nasional dan lain-lain.
Namun, dari sekian banyaknya aliran demokrasi, ada dua
kelompok aliran yang paling penting, yaitu :
a. Demokrasi Konstitusional
Demokrasi konstitusional mencita-citakan sebuah
pemerintahan yang terbatas kekuasaannya, yaitu suatu
negara hukum (rechstaat) yang tunduk pada rule of
law.
Ciri khas dari demokrasi konstitusional adalah gagasan
bahwa pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan
yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak
sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Kekuasaan negara
dibagi sedemikiran rupa sehingga kesempatan untuk
menyalahgunakan kekuasaan diperkecil yaitu dengan cara
menyerahkannya kepada beberapa orang atau badan dan
tidak memusatkan kekuasaan pemerintahan dalam satu
tangan atau badan.
b. Demokrasi Komunisme
Demokrasi yang berdasarkan komunisme mencita-citakan
suatu pemerintahan yang tidak dibatasi kekuasaannya
(machstaat) dan bersifat totaliter.
Dalam negara demokrasi komunis, negara dianggap sebagai
alat pemaksa yang akhirnya akan lenyap dengan sendirinya
dengan munculnya masyarakat komunis.
Menurut Karl Marx dan Engels :
Negara tak lain dan tak bukan adalah mesin yang
dipakai oleh satu kelas untuk menindas kelas lain.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
113
Hukum Tata Negara
Negara hanya merupakan satu lembaga transisi
yang dipakai dalam perjuangan untuk menindas lawan-
lawan dengan kekerasan.
Negara pada akhirnya akan lenyap jika masyarakat komunis
sudah tercapai dan tidak ada lagi yang ditindas.
4. Sistem dan Praktik Demokrasi di IndonesiaDemokrasi di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Unsur-
unsur dalam demokrasi Pancasila meliputi :
a. Demokrasi berdasarkan kedaulatan rakyat.
Kedaulatan rakyat pertama kali dirumuskan dalam Piagam Jakarta
22 Juni 1945 yang menyatakan : ”... Negara Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat”. Kalimat ini selanjutnya menjadi rumusan
Pembukaan UUD 1945.
Oleh karenaitu dapat dipahami bahwa UUD 1945 menganut
ajaran kedaulatan rakyat. Hal ini secara tegas dirumuskan dalam
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa : ”Kedaulatan
adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat”.
Selanjutnya, ketika MPR melakukan perubahan atas UUD 1945
pada tahun 2001 (1-9 November 2001) terjadi perubahan
mendasar pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yaitu : ”Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang
Dasar”. Rumusan ini merupakan penjabaran langsung dari paham
kedaulatan rakyat yang dinyatakan secara tegas dalam Alinea IV
Pembukaan UUD 1945.
Perubahan ketentuan ini mengalihkan negara Indonesia dari
sistem MPR kepada sistem kedaulatan rakyat yang diatur melalui
UUD 1945. Dengan demikian, UUD 1945-lah yang menjadi dasar
dan rujukan utama dalam menjalankan kedaulatan rakyat.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
114
Hukum Tata Negara
Menurut Ismail Sunny, UUD 1945 tidak hanya menganut
kedaulatan rakyat tetapi juga kedaulatan Tuhan dan kedaulatan
hukum. Kedaulatan Tuhan tampak pada beberapa rumusan, yaitu :
1) Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 → Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa.
2) Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 → ”.... Ketuhanan
Yang Maha Esa. ”
3) Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 → Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap
Tuhan Yang Maha Ea.
b. Demokrasi berdasarkan kepentingan umum.
Kepentingan umum disebut res publica res publica yang dalam
UUD 1945 dibakukan sebagai republik yang bersifat kesatuan →
Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 : ”Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik”. Di tengah perubahan UUD
1945 PAH I merumuskan lima butir kesepakatan. Salah satu
kesepakatannya adalah tetap mempertahankan bentuk negara
kesatuan. Hal ini didasari pertimbangan bahwa bentuk negara
yang ditetapkan sejak awal adalah negara kesatuan.
Kesepakatan tersebut dikukuhkan dalam Pasal 37 ayat (5) UUD
1945 yang menyatakan bahwa : ”Khusus mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan”.
c. Demokrasi menampilkan sosok negara hukum.
Istilah negara hukum merupakan terjemahan dari rechstaat. Istilah
rechtstaat mulai populer di Eropa sejak abad XIX. Konsep
rechtstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme.
Ciri-ciri rechtstaat adalah :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
115
Hukum Tata Negara
1) Adanya UUD atau Konstitusi yang memuat
ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan
rakyat.
2) Adanya pembagian kekuasaan negara.
3) Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
Ciri-ciri tersebut menunjukkan bahwa ide pokok dari rechstaat
adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi
manusia yang bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan.
Adanya pembagian kekuasaan bertujuan untuk menghindari
penumpukan kekuasaan dalam satu tangan yang cenderung akan
disalahgunakan.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, negara hukum berarti suatu negara
yang di dalam wilayahnya adalah :
1) Semua alat-alat perlengkapan negara dalam
tindakannya baik terhadap warganegara maupun dalam
hubungannya dengan alat-alat perlengkapan yang lain tidak
boleh sewenang-wenang dan harus memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Semua penduduk dalam hubungan
kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang
berlaku.
Jika dilihat dari segi ilmu politik, Franz Magnis Suseno mengambil
4 ciri negara hukum yaitu :
1) Kekuasaan dijalankan sesuai dengan hukum positif yang
berlaku.
2) Kegiatan negara berada di bawah kontrol kekuasaan kehakiman
yang efektif.
3) Berdasarkan sebuah UUD yang menjamin HAM.
4) Menurut pembagian kekuasaan.
Salah satu asas penting dalam negara hukum adalah asas
legalitas. Substansi dari asas legalitas adalah menghendaki agar
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
116
Hukum Tata Negara
setiap tindakan badan/pejabat administrasi harus berdasarkan
undang-undang. Tanpa dasar undang-undang maka
badan/pejabat administrasi tiak berwenang melakukan suatu
tindakan yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan
hukum warga negaranya.
Asas legalitas berkaitan erat dengan gagasan demokrasi dan
negara hukum.Gagasan demokrasi menuntut agar setiap bentuk
undang-undang dan berbagai keputusan mendapat persetujuan
dari wakil rakyat. Gagasan negara hukum menuntut agar
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus didasarkan
pada undang-undang dan memberikan jaminan terhadap hak-hak
dasar rakyat yang tertuang dalam undang-undang.
Menurut Sjachran Basah, asas legalitas berarti upaya mewujudkan
paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat yang
berdasarkan prinsip-prinsip monodualistis yang sifat hakikatnya
konstitutif.
Menurut Indroharto, penerapan asas legalitas akan menunjang
berlakunya kepastian hukum dan berlakunya persamaan
perlakuan.
Penegasan Indonesia sebagai negara hukum terdapat dalam Pasal
1 ayat (3) UUD 1945 Amandement yaitu Negara Indonesia adalah
negara hukum. Konsekuensi dari negara hukum adalah bahwa
seluruh sikap, kebijakan, perilaku alat negara dan penduduk harus
berdasar dan sesuai hukum. Dalam negara hukum, hukumlah yang
memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara.
d. Negara demokrasi menggunakan pemerintahan yang terbatas
kekuasaannya.
Dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan bahwa pemerintahan
didasarkan atas konstitusi (hukum dasar) dan tidak berdasarkan
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
117
Hukum Tata Negara
Indonesia merupakan negara demokrasi konstitusional. Demokrasi
konstitusional mencita-citakan sebuah pemerintahan yang terbatas
kekuasaannya, yaitu suatu negara hukum (rechtstaat) yang tunduk
pada rule of law.
Atas dasar demokratis, rechstaat dikatakan sebagai ”negara
kepercayaan timbal balik” yaitu kepercayaan dari rakyat
pendukungnya bahwa kekuasaan yang diberikan tidak akan
disalahgunakan dan kepercayaan dari penguasa bahwa dalam
batas kekuasaannya dia mengharapkan kepatuhan dari rakyat
pendukungnya.
Menurut S.W. Couwenberg, asas demokratis yang melandasi
rechstaat meliputi lima asas, yaitu :
1) Asas hak-hak politik.
2) Asas mayoritas
3) Asas perwakilan
4) Asas pertanggungjawaban
5) Asas publik
e. Semua negara demokrasi menggunakan lembaga perwakilan.
Lembaga perwakilan di Indonesia meliputi MPR, DRR dan DPD.
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat
MPR adalah pemegang kekuasaan negara tertinggi atau
pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi maka MPR membawahi lembaga-lembaga negara
yang lain.
Pada masa orde lama, MPR diigunakan untuk memperkokoh
ideologi Manipol Usdek dan menyatakan Presiden Soekarno
sebagai presiden seumur hidup. DPR dilucuti dari berbagai
wewenang, seperti mengajukan usul angket dan usul mosi.
MPR orde baru hasil Sidang Umum I (1966) di bawah
demokrasi Pancasila membuktikan bahwa anggota MPRS
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
118
Hukum Tata Negara
merasa dirinya berhak mengkoreksi beberapa keputusan MPR
sebelumnya. Untuk itu beberapa keputusan MPR Orde lama
antara lain TAP MPRS No. III/MPRS/1963 yang menyatakan
Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup dibatalkan.
Selain itu dalam rangka pemurnian pelaksanaan UUD 1945,
maka produk-produk legislatif di luar produk MPRS yang
tidak sesuai dengan UUD ditinjau kembali.
Selanjutnya, karena masih besarnya kekuasaan MPR dalam
praktik ketatanegaraan maka tidak jarang hal ini diselewengkan
atau digunakan sebagai alat untuk memperbesar kekuasaan
Presiden di luar ketentuan UUD 1945. misalnya : pemberian
kekuasaan yang tidak terbatas kepada Presiden melalui TAP
MPR No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan
Wewenang Khusus kepada Presiden/Mandataris MPR RI
Dalam Rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan
Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila.
Praktik-praktis yang melanggar UUD tersebut menyebabkan
MPR dalam Sidang Tahunan 2001 memutuskan meniadakan
Pasal 1 ayat (2) lama dan menggantinya menjadi : ”Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilakukan menurut UUD”.
Perubahan tersebut mengisyaratkan bahwa kedudukan MPR
tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara dan tidak lagi
memegang kedaulatan rakyat. Perubahan tersebut juga
berimplikasi pada pengurangan kewenangan MPR.
2) Dewan Perwakilan Rakyat
Secara umum, fungsi DPR meliputi fungsi legislasi, fungsi
pengawasan dan fungsi budget. Diantara ketiga fungsi tersebut
yang paling menarik adalah fungsi memprakarsai pembuatan
undang-undang. Namun, sepanjang pemerintahan orde baru
ternyata belum pernah ada undang-undang yang lahir atas
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
119
Hukum Tata Negara
inisiatif DPR sehingga muncul sindiran bahwa DPR hanya
tukang stempel.
Setelah terjadi perubahan terhadap UUD, maka beban tugas
dan tanggung jawab DPR semakin berat. Pergeseran
kewenangan membentuk undang-undang dari sebelumnya di
tangan Presiden lalu dialihkan kepada DPR merupakan
langkah konstitusional untuk meletakkan secara tepat fungsi-
fungsi lembaga negara sesuai dengan bidang tugasnya
masing-masing.
3) Dewan Perwakilan Daerah
DPD merupakan lembaga baru yang muncul melalui
perubahan ketiga UUD 1945. Hadirnya DPD dalam struktur
ketatanegaraan diatur dalam Pasal 22C dan 22D.
f. Di dalam negara demokrasi kepala negara adalah atas nama
rakyat.
g. Negara demokrasi mengakui hak asasi
Selama ini UUD 1945 dipandang sangat sederhana dalam
mengatur jaminan hak asasi manusia, yakni diatur dalam beberapa
pasal sebagai berikut :
1) Pasal 27 UUD 1945
2) Pasal 28 UUD 1945
3) Pasal 29 ayat (2) UUD 1945
4) Pasal 30 ayat (1)
Karena saat ini tuntutan masyarakat akan jaminan terhadap hak
asasi manusia semakin kompleks maka melalui Amandemen kedua
UUD 1945 dilakukan perluasan materi hak asasi manusia yaitu
diatur dalam Bab XA dengan judul Hak Asasi Manusia yang terdiri
dari Pasal 28a-28j.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
120
Hukum Tata Negara
h. Kelembagaan negara didasarkan pada pertimbangan yang
bersumber pada kedaulatan rakyat.
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Amandemen : Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
Rumusan baru ini merupakan penjabaran langsung dari kedaulatan
rakyat. Sedangkan rumusan sebelumnya justru telah mereduksi
paham kedaulatan rakyat menjadi paham kedaulatan negara.
i. Setiap demokrasi memiliki tujuan dalam bernegara.
Setiap negara pasi memiliki tujuan tertentu, antara negara yang
satu dengan yang lain pasti memiliki tujuan yang berbeda.
Perbedaan tujuan bernegara didasarkan pada filosofi, situasi-
kondisi dan sejarah dari masing-masing negara yang terbentuk.
Secara garis besar, teori tujuan negara membagi arah tujuan
bernegara menjadi tiga, yaitu:
1) Mencapai kekuasaan politik
Negara identik dengan penguasa. Oleh sebab itu tujuan negara
adalah membangun kekuasaan secara efektif. Pemerintah atau
penguasa menggunakan kekuasaannya untuk memaksakan
kehendaknya, mempertahankan dan memperluas
kekuasaannya.
2) Mencapai kemakmuran material
Negara berusaha memenuhi kebutuhan materialnya secara
terstruktur melalui pemerintahan yang ada.
Tujuan demokrasi Indonesia adalah masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
3) Mencapai kebahagiaan akhirat (konsep eksatologis)
Negara memberikan fasilitas kepada rakyatnya agar rakyat
dapat dengan leluasa menjalankan ibadahnya untuk
mempersiapkan hidup sesudah mati (life after death), karena
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
121
Hukum Tata Negara
kehidupan di dunia hanya sebentar sedangkan kehidupan di
akhirat adalah kehidupan yang abadi.
Tujuan hakiki negara Republik Indonesia terdapat dalam alinea
ke4 Pembukaan UUD 1945, yaitu :
1) Mencapai Ketuhanan
2) Mencapai kemanusiaan universalitas
3) Mencapai kesatuan bangsa, membentuk pemerintahan negara
dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Mencapai kerakyatan hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5) Mencapai keadilan sosial.
j. Setiap demokrasi memiliki mekanisme pelestariannya.
Pelestarian demokrasi Pancasila dijamin dengan persyaratan
Kepala Negara harus asli dan perubahan hukum dasar adalah sulit.
Pasal 6 UUD 1945 Amandemen ketiga :
”Calon Presiden dan Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden”.
Konstitusi di Indonesia termasuk konstitusi yang rigid dimana
perubahan terhadap konstitusi harus dilakukan dengan mekanisme
tertentu.
Jika berdasarkan teori dari K.C. Wheare dimana ada 4 cara untuk
mengubah suatu UUD maka :
Sebelum amandemen → perubahan
konstitusi dilakukan dengan judicial interpretation (penafsiran
secara hukum) yaitu perubahan konstitusi yang dilakukan
melalui penafsiran hukum.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
122
Hukum Tata Negara
Misalnya : ketentuan dalam Pasal 37 UUD 1945 tentang
perubahan UUD dapat ditafsirkan bahwa perubahan UUD 1945
dapat dilakukan pada pembukaan, batang tubuh dan
penjelasan. .
Setelah amandemen → perubahan
konstitusi dilakukan dengan Formal Amandement yaitu cara
mengubah konstitusi suatu negara yang sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-
undangan. Perubahan konstitusi diatur dalam Pasal 37 ayat (1-
4) UUD 1945 Amandemen keempat.
k. Setiap demokrasi memiliki lembaga legislatif.
Sebelum amandemen, lembaga legislatif adalah Presiden dan
DPR. Setelah amandemen, lembaga legislatif hanya DPR.
Pasal 20A UUD 1945 :
”DPR memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan”
l. Setiap demokrasi memiliki lembaga eksekutif.
Kekuasaan eksekutif di Indonesia adalah Presiden dan menteri-
menteri.
Berdasarkan Pasal 17 UUD 1945 Perubahan Pertama, maka dalam
menyelenggarakan negara, Presiden dibantu oleh para menteri.
Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.
m. Setiap demokrasi memiliki kekuasaan kehakiman.
Kekuasaan kehakiman harus merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.
Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 Amandemen Ketiga :
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahny dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
123
Hukum Tata Negara
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konsitusi”.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
124
Hukum Tata Negara
n. Dalam demokrasi, kedudukan warga negara adalah sama.
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 :
”Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
o. Setiap demokrasi memberikan kebebasan dalam penyaluran
aspirasi rakyat.
Pasal 28 UUD 1945 :
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”.
p. Setiap demokrasi menggariskan tata cara menggerakkan negara
yang bersifat demokratis.
Menggerakkan negara dilakukan dengan perencanaan
Sebelum terjadi perubahan dalam UUD 1945, menggerakkan
negara yang dilakukan dengan perencanaan disebut GBHN yang
disusun secara musyawarah. Penetapan GBHN merupakan
wewenang MPR.
Setelah amandemen, MPR tidak lagi mempunyai wewenang untuk
menetapkan GBHN.
Oleh karena itu diundangkan UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah suatu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
125
Hukum Tata Negara
unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan
daerah.
Selanjutnya, untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 19 ayat
(1) UU No. 25 Tahun 2004 maka dikeluarkan Peraturan Presiden
RI No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004-2009.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
126
Hukum Tata Negara
BAB IVLEMBAGA-LEMBAGA NEGARA
MENURUT UUD 1945
A. PEMBAGIAN KEKUASAANSecara umum, suatu sistem ketatanegaraan membagi kekuasaan
pemerintah ke dalam trichotomy, yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan
yudikatif yang biasa disebut dengan trias politica.
Pembagian kekuasaan selalu dihubungkan dengan Montesquieu.
Berdasarkan ajaran Montesquieu, tidak dibenarkan adanya campur
tangan atau saling mempengaruhi antara lembaga yang satu dengan
yang lainnya. Oleh karena itu ajaran Montesquieu disebut “Pemisahan
Kekuasaan”.
Sedangkan menurut Soepomo, UUD 1945 mempunyai sistem
tersendiri, yaitu berdasarkan pembagian kekuasaan. Walaupun masing-
masing lembaga sudah mempunyai tugas tertentu namun dimungkinkan
adanya kerjasama antara lembaga yang satu dengan yang lainnya. Jadi,
UUD 1945 tidak menganut pemisahan kekuasaan (separation of power)
tetapi dalam sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 dikenal
pembagian kekuasaan sebagai berikut :
1. Pada dasarnya UUD 1945 mengenal pembagian kekuasaan.
2. UUD 1945 membagi kekuasaan kepada tiga lembga yang
diatur secara mendasar kedudukan dan fungsinya.
3. antar lembaga Negara yang satu dengan yang lainnya ada
kerjasama dalam menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
4. Kekuasaan yudikatif dalam menjalankan tugasnya merupakan
kekuasaan yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan
lainnya.
Menurut Ismail Sunny, dalam negara hukum yang terpenting
bukan ada atau tidaknya trias politica tetapi dapat atau tidaknya alat-alat
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
127
Hukum Tata Negara
kekuasaan Negara tersebut dihindarkan dari praktek birokrasi tirani. Hal
ini tidak tergantung pada pemisahan kekuasaan tetapi pada ada tidaknya
sendi Negara demokrasi yang berkedaulatan rakyat.
B. LEMBAGA LEGISLATIFMenurut John A. Jacobson, secara umum struktur organisasi
lembaga perwakilan rakyat terdiri dari dua bentuk, yaitu :
1. Lembaga perwakilan rakyat satu kamar (unicameral)
2. Lembaga pewakilan rakyat dua kamar (bicameral)
Pada prinsipnya, kedua kamar majelis dalam sistem bikameral
memliki kedudukan yang sederajat. Satu sama lain tidak
saling membawahi, baik secara politik maupun secara
legislatif. Undang-undang tidak dapat ditetapkan tanpa
persetujuan bersama yang biasanya dilakukan oleh suatu
panitia bersama ataupun melalui sidang gabungan di antara
kedua majelis tersebut.
Awalnya, tujuan dibentuknya parlemen bikameral
dihubungkan dengan bentuk negara federasi yang
memerlukan dua kamar majelis. Kedua majelis perlu diadakan
dengan maksud melindungi federasi itu sendiri. Tetapi dalam
perkembangannya, sistem bikameral juga dipraktekkan di
lingkungan negara kesatuan.
Alasan penggunaan sistem bikameral adalah :
a. Adanya kebutuhan akan perlunya suatu keseimbangan
yang lebih stabil antara pihak eksekutif dan legislatif.
b. Keinginan untuk membuat sistem parlementer berjalan,
jika tidak lebih efesien, setidaknya lebih lancar melalui
suatu majelis (chamber) yang disebut revising chamber
untuk memelihara a careful check on the sometimes
hasty decisions of a first Chamber.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
128
Hukum Tata Negara
Penerapan sistem bikameral dalam prakteknya sangat
dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan dan sejarah
ketatanegaraan negara yang bersangkutan.
Menurut Bagir Manan, praktek unikameral dan bikameral tidak
terkait dengan landasan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan
atau sistem pemerintahan tertentu, kedua bentuk tersebut merupakan
hasil proses panjang praktek ketatanegaraan di suatu negara.
Di Inggris, sistem bikameral terdiri dari :
1. Majelis Tinggi (The House of Lord) → Majelis Tinggi berperan
dalam pembuatan dan perumusan kebijaksanaan luar negeri.
2. Majelis Rendah (The House of Commond) → di beberapa
negara, Majelis Rendah biasanya diberi wewenang untuk
mengambil prakarsa mengajukan rencana anggaran dan
pendapatan negara.
Sistem bikameral di Inggris dilatarbelakangi oleh sejarah. Inggris
menjalankan sistem dua kamar antara lain untuk tetap memelihara
kehadiran perwakilan kaum bangsawan disamping rakyat umum. Sistem
dua kamar di Inggris tidak terlepas dari proses demokratisasi badan
perwakilan. Semula, badan perwakilan di Inggris hanya terdiri dari kaum
bangsawan atau yang mewakili kelompok agama atau institusi tertentu.
Demokratisasi dan tumbuhnya kelas sosial baru (kelas menengah)
kemudian menuntut perwakilan rakyat yang mewakili rakyat umum.
Lahirlah Majelis Tinggi dan Majelis Rendah.
Sedangkan sistem bikameral di USA terdiri dari :
1. Senat (Senate) sebagai Majelis Tinggi
2. DPR (House of Respresentative) sebagai Majelis Rendah
Sistem dua kamar di Amerika Serikat merupakan hasil kompromi
antara negara bagian yang berpenduduk banyak dengan yang
berpenduduk sedikit. House of Respresentative (DPR) mewakili seluruh
rakyat. Setiap negara bagian diwakili dua orang senator tanpa
membedakan jumlah penduduk negara bagian.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
129
Hukum Tata Negara
UUD 1945 pra amandemen menganut sistem unikameral dengan
menempatkan MPR sebagai supremasi yang memegang penuh
kedaulatan rakyat. Akibatnya timbul ketimpangan ketatanegaraan
terutama antar lembaga negara, dimana akibat superioritas tersebut, MPR
dapat memberikan justifikasi pada semua lembaga negara tanpa
terkecuali. Hal ini mengakibatkan eksistensi tiga kekuasaan lembaga
negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif) menjadi semu.
Sidang Umum MPR 2001 berhasil mengamandemen UUD 1945
dengan mengembalikan sistem ketatanegaraan khususnya kelembagaan
negara pada proporsinya, yaitu mengembalikan eksistensi lembaga
lesiglatif ke sistem bikameral. Amandemen ini menempatkan MPR tidak
lagi sebagai supremasi tetapi sebagai lembaga tinggi negara yang
keanggotaannya meliputi DPR dan DPD. Pertimbangan logis Indonesia
mengadopsi sistem bikameral dengan membentuk kamar kedua setelah
DPR yaitu DPD adalah untuk mewadahi keterwakilan yang berbeda, yaitu
pusat dan daerah.
1. Majelis Permusyawaratan Rakyata. Pengertian
MPR adalah lembaga negara dalam ketatanegaraan Republik
Indonesia yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD.
Anggota MPR saat ini berjumlah 678 orang, terdiri atas 550
anggota DPR dan 128 anggota DPD.
Masa jabatan anggota MPR adalah lima tahun dan berakhir
bersamaan dengan pengucapan sumpah/janji anggota DPR
yang baru.
b. Kedudukan MPRPra Amandemen UUD 1945Dalam konteks global, MPR dapat disebut unik karena karena
merupakan lembaga perwakilan yang kedudukannya di atas
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
130
Hukum Tata Negara
DPR. Umumnya, parlemen dianggap sebagai satu-satunya
wadah yang mencakup wakil-wakil yang dipilih dalam suatu
pemilihan umum. Tetapi wakil rakyat dalam MPR terdiri dari
anggota baik yang dipilih dalam pemilu maupun yang diangkat.
MPR adalah pemegang kekuasaan negara tertinggi atau
pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai pemegang kekuasaan
negara tertinggi, MPR membawahi lembaga-lembaga negara
yang lain.
Pada masa orde lama, MPR telah dipakai untuk memperkukuh
ideologi Manipol Usdek dan menyatakan Presiden Soekarno
sebagai presiden seumur hidup. DPR dilucuti dari berbagai
wewenang, antara lain mengajukan usul angket dan usul mosi.
Accountability dapat dikatakan tidak dilaksanakan. Tetapi pada
akhirnya presiden Soekarno harus memberikan
pertanggungjawaban kepada MPR. Hal ini menyebabkan
berakhirnya jabatan Soekarno sebagai presiden.
MPR orde baru hasil Sidang Umum I (1966) di bawah
Demokrasi Pancasila membuktikan bahwa anggota MPRS
merasa dirinya berhak mengkoreksi beberapa keputusan MPR
sebelumnya.Hal ini mencerminkan tekad kuat untuk
menyelenggarakan accountability. Untuk itu beberapa
keputusan MPR orde lama, antara lain Tap MPRS No.
III/MPRS/1963 yang menyatakan Presiden Soekarno sebagai
Presiden seumur hidup dibatalkan.
Selain itu, dalam rangka pemurnian pelaksanaan UUD 1945,
MPRS menetapkan agar produk-produk legislatif di luar produk
MPRS yang tidak sesuai dengan UUD 1945 ditinjau kembali
(TAP MPRS No. XIX/MPRS/1966).
Kekuasaan yang besar dari MPR seringkali diselewengkan atau
dipergunakan sebagai alat untuk memperbesar kekuasaan
Presiden di luar ketentuan UUD 1945, seperti pemberian
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
131
Hukum Tata Negara
kekuasaan tidak terbatas kepada Presiden melalui TAP MPR
No. V/MPR/1998 tentang Pemberian Tugas dan Wewenang
Khusus Kepada Presiden/Mandataris MPR RI dalam Rangka
Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional
Sebagai Pengamalan Pancasila.
Pasca Amandemen UUD 1945
Praktik-praktik yang melanggar UUD tersebut menyebabkan
MPR dalam Sidang Tahunan 2001 memutuskan untuk
mengganti Pasal 1 ayat (2) dari: ”Kedaulatan ada di tangan
rakyat dan dilaksanakan oleh MPR” menjadi : ”Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”.
Rumusan tersebut dimaksudkan untuk mempertegas :
1) Kedaulatan atau kekuasaan tertinggi berada dan berasal
atau bersumber dari rakyat seluruhnya.
2) Kedaulatan rakyat harus diselenggarakan atau dilaksanakan
menurut ketentuan UUD itu sendiri.
3) Organ pelaku atau pelaksana prinsip kedaulatan rakyat itu
tidak terbatas hanya MPR saja, melainkan semua lembaga
negara adalah juga pelaku langsung atau tidak langsung
kekuasaan yang bersumber dari rakyat yang berdaulat
tersebut. DPR adalah pelaku kedaulatan rakyat di bidang
pembentukan undang-undang, Presiden dan Wapres adalah
pelaksana kedaualatan rakyat di bidang pemerintahan
negara dll.
Perubahan tersebut mengisyaratkan bahwa kedudukan MPR
tidak lagi memegang kedaulatan rakyat. Perubahan tersebut
juga berimplikasi pada pengurangan kewenangan MPR. MPR
tidak lagi berwenang untuk memilih presiden dan wapres karena
rakyat akan memilih secara langsung. MPR hanya berwenang
melantik presiden dan wapres hasil pillihan rakyat. MPR juga
tidak lagi berwenang memberhentikan presiden dan wapres
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
132
Hukum Tata Negara
dalam masa jabatannya tetapi kewenangan tersebut baru
muncul ketika usulan dari DPR setelah MK memeriksa,
mengadili dan memutuskan bahwa presiden dan wapres
bersalah. Wewenang yang masih tetap melekat pada MPR
adalah mengubah dan menetapkan UUD 1945.
c. Tugas dan Wewenang MPR1) Mengubah dan menetapkan UUD
2) Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil
pemilihan umum.
3) Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya.
4) Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden
mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat
melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
5) Memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan
Presiden apabila terjadi kekosongan jabatn Wakil Presiden
dalam masa jabatannya.
6) Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya
berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya.
Gagasan meniadakan kedudukan MPR sebagai lembaga
tertinggi negara secara konseptual ingin menegaskan bahwa
MPR bukan satu-satunya lembaga yang melaksanakan
kedaulatan rakyat. Setiap lembaga yang mengemban
kedaulatan rakyat (kecuali kekuasaan kehakiman) adalah
pelaksana kedaulatan rakyat dan harus tunduk dan
bertanggung jawab kepada rakyat.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
133
Hukum Tata Negara
d. Susunan MPRSusunan MPR pun mengalami perubahan. Sebelum diubah,
Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : ”MPR terdiri dari anggota-
anggota DPR, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-
daerah dan golongan-golongan, menurut aturan-aturan yang
ditetapkan dengan undang-undang”. Ketentuan tersebut secara
jelas menyatakan bahwa anggota MPR terdiri dari anggota
DPR ditambah utusan daerah dan utusan golongan.
Penambahan anggota MPR tersebut dimaksudkan agar
perwakilan tidak hanya terdiri dari unsur politik (DPR) tetapi
juga unsur fungsional (golongan) dan daerah. Hal ini
dimaksudkan agar seluruh rakyat, golongan dan daerah
mempunyai wakil dalam Majelis sehingga Majelis akan betul-
betul dianggap sebagai penjelmaan rakyat.
Setelah diubah, Pasal 2 ayat (1) berbunyi : ”MPR terdiri dari
anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.
Perubahan Pasal 2 ayat (1) menghapuskan unsur utusan
golongan dan mengubah utusan daerah menjadi DPD.
Penghapusan golongan menurut Bagir Manan lebih didorong
oleh pertimbangan pragmatik daripada konseptual, karena:
1) Tidak mudah menentukan golongan yang diwakili
2) Cara pengisiannya mudah menimbulkan kolusi politik antara
golongan yang diangkat dengan yang mengangkat.
Perubahan sistem utusan daerah dimaksudkan agar lebih
demokratik dan meningkatkan keikutsertaan daerah dalam
penyelenggaraan sehari-hari praktik negara dan pemerintahan
disamping sebagai forum memperjuangkan kepentingan
daerah.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
134
Hukum Tata Negara
Perubahan ini dapat dilihat dari adanya keberanian untuk
memulihkan kedaulatan rakyat dengan mengamandeman
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dari ”Kedaulatan ada di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” menjadi
”Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD”.
Langkah lainnya adalah dengan mengamanden Pasal 2 ayat (1)
UUD 1945 bahwa : MPR terdiri dari anggota-anggota DPR dan
anggota DPD yang kesemuanya dipilih melalui pemilu.
Menurut Saldi Isra, perubahan terhadap Pasal 1 ayat (2) dan
Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 berimplikasi pada :
1) Reposisi peran MPR dari lembaga tertinggi negara
(supreme body) menjadi gabungan antara DPR dan DPD.
2) Kewenangan MPR dari menetapkan GBHN dan memilih
Presiden dan Wakil Presiden menjadi mengubah dan
menetapkan UUD, melantik presiden/wakil presiden dalam
masa jabatannya menurut UUD, dan jika presiden dan wakil
presiden mangkat,berhenti, diberhentikan atau tidak dapat
melakanakan tugasnya dalam masa jabatannya secara
bersamaan, MPR memilih presiden dan wakil presiden dari
dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan prtai politik yang
pasangan calon wakil presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,
sampai akhir masa jabatannya.
Sedangkan menurut Ismail Suny, amandemen Pasal 2 ayat (1)
UUD 1945 berimplikasi pada dua hal, yaitu :
1) Terhadap hukum nasional
Yaitu dengan ditetapkan dalam Pasal 22E amandemen
UUD 1945 tentang pemilu :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
135
Hukum Tata Negara
a) Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil dalam setiap lima tahun sekali;
b) Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR,
DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD.
2) Terhadap dunia internasional
PM Australia, John Howard mengakui bahwa sekarang
Indonesia adalah negara demokrasi, oleh karena itu
selayaknya menjadi anggota Security Council Lapisan
Kedua disamping India, Jepang, Jerman dan Brazil.
e. Hak MPRAnggota MPR mempunyai hak:
1) Mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD
2) Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan
keputusan.
3) Hak imunitas
4) Hak protokoler
f. Sidang MPRMPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota
negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri :
1) Sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota MPR untuk
memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan
Wakil Presiden.
2) Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR untuk
mengubah dan menetapkan UUD.
3) Sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah anggota
MPR untuk memutus perkara lainnya.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
136
Hukum Tata Negara
Putusan MPR sah apabila disetujui :
1) Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang
hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan
Presiden dan Wakil Presiden.
2) Sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah anggota
MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara terbanyak, terlebih
dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah
untuk mencapai mufakat.
g. Alat Kelengkapan MPRAlat kelengkapan MPR terdiri atas : Pimpinan, Panitia Ad Hoc
dan Badan Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri dari atas seorang ketua dan 3 orang wakil
ketua yang mencerminkan unsure DPR DPD yang dipilih dari
dan oleh anggota MPR dalam siding Paripurna MPR.
h. Kedudukan MPR Setelah Perubahan UUD 1945Dalam masa demokrasi Pancasila, berdasarkan Ketetapan
MPR No. VII/MPR/1973 jo. UU No. 15 Tahun 1969 jo. UU No. 4
Tahun 1975 tentang Pemilu jo. UU No. 6 Tahun 1969 jo. UU No.
5 Tahun 1975 tentang Susunan dan Kedudukan MPR - DPR,
kedaulatan belum di tangan rakyat dan belum
Perubahan (Amandemen) UUD 1945 membawa implikasi
terhadap kedudukan, tugas dan wewenang MPR. MPR yang
dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara,
pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Kini
MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara
dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga
Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, MK dan KY.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
137
Hukum Tata Negara
MPR juga tidak lagi mempunyai kewenangan untuk menetapkan
GBHN.
Selain itu, MPR juga tidak lagi mengeluarkan ketetapan MPR
(TAP MPR), kecuali yang berkaitan dengan menetapkan
Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi
kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden
apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti,
diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersama-sama.
Hal ini berimplikasi pada materi dan status Ketetapan
MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai
2002. saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi
bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan.
2. Dewan Perwakilan RakyatPerubahan pertama terhadap UUD 1945 terjadi pada tanggal 19
Okober 1999, dalam Sidang Umum MPR yang berlangsung tanggal
14-21 ktober 1999. Dalam perubahan ini terjadi pergeseran
kekuasaan Presiden dalam membentuk undang-undang yang
diatur dalam Pasal 5 UUD 1945 berubah menjadi Presiden berhak
mengajukan rancangan undang-undang dan DPR memegang
kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20 UUD 1945).
Perubahan pasal ini menitikberatkan kekuasaan legislasi nasional
yang semula berada di tangan Presiden beralih ke DPR.
a. Susunan dan Kedudukan DPRPada masa reformasi awal, berdasarkan Pasal 11 UU No. 4
Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan
DPRD, pengisian anggota DPR dilakukan berdasarkan hasil
pemilu dan pengangkatan.
DPR terdiri atas :
1) Anggota partai politik hasil pemilu.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
138
Hukum Tata Negara
2) Anggota ABRI yang diangkat.
Jumlah anggota DPR adalah 500 orang, dengan rincian sbb :
1) Anggota partai politik hasil pemilu sebanyak 462 orang.
2) Anggota ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang.
Dalam pra amandemen UUD 1945 ditetapkan bahwa DPR
dapat :
1) Memberi persetujuan undang-undang.
2) Berhak mengajukan rancangan undang-undang.
3) Berhak memberi persetujuan perpu.
Untuk benar-benar melaksanakan demokrasi maka pasca
amandemen UUD 1945, keanggotaan DPR direformasi menjadi
: anggota DPR terdiri dari anggota golongan partai politik yang
dipilih melalui pemilu.
b. Fungsi DPRBerdasarkan Pasal 20A ayat 1, DPR merupakan lembaga
perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai lembaga
negara,yang memiliki fungsi antra lain :
1) Fungsi legislasi : yaitu fungsi untuk membentuk undang-
undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama.
a) Selama pemerintahan orde baru tidak ada
undang-undang yang lahir dari inisiatif DPR, semua
inisiatif berasal dari eksekutif dan DPR tinggal
mengesahkan sehingga dikatakan bahwa DPR hanya
tukang stempel pemerintah.
b) Pergeseran kewenangan membentuk undang-
undang yang sebelumnya berada di tangan presiden dan
dialihkan ke DPR merupakan langkah konstitusional
untuk meletakkan secara tepat fungsi-fungsi lembaga
negara.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
139
Hukum Tata Negara
c) Rumusan Pasal 20 Aya 2 1945 Amandemen
kedua merupakan solusi jika terjadi kemacetan atau
penolakan dari presiden untuk mengesahkan RUU yang
telah disetujui bersama dengan DPR. Secara hukum,
hak tolak Presiden menjadi tidak berarti karena suatu
RUU yang telah disetujui akan tetap menjadi UU tanpa
pengesahan Presiden.
2) Fungsi pengawasan
Fungsi pengawasan yaitu fungsi untuk melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan UUD 1945, UU dan
peraturan pelaksanaannya.
Fungsi DPR periode 1999-2004 yang paling menonjol
adalah fungsi pengawasan terhadap eksekutif.
3) Fungsi budget
Perubahan lain mengenai fungsi dan hak lembaga DPR
serta hak anggota DPR diatur dalam Pasal 20A UUD 1945
Amandemen kedua. Ketentuan dalam Paal 20 A tersebut
dimaksudkan agar DPR dapat berfungsi secara optimal
sebagai lembaga perwakilan rakyat dan memperkokoh
pelaksanaan checks and balances oleh DPR. Namun,
sebagian ahli HTN berpendapat bahwa perubahan ini justru
menggeser executive heavy menjadi legislative heavy
sehingga terkesan bahwa perubahan UUD 1945 bukan
ditujukan untuk keseimbangan tetapi pemusatan kekuasaan
di tangan DPR.
Hal ini disebabkan karena kekuasaan DPR diperbesar
sehingga meliputi :
a) Kekuasaan legislatif ada pada DPR, bukan pada MPR atau
DPD (Pasal 20 ayat 1).
b) DPR diberi kekuasaan untuk memberikan pertimbangan
kepada Presiden dalam mengangkat Duta Besar dan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
140
Hukum Tata Negara
menerima penempatan duta negara lain (Pasal 13 ayat 2
dan 3)
c) Memberikan amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat 2)
d) Kekuasaan memberikan persetujuan jika Presiden hendak
membuat perjanjian dengan negara lain, baik dalam bidang
perekonomian, perjanjian damai, menyatakan perang serta
perjanjian internasional lainnya yang berpengaruh terhadap
integritas wilayah
e) Memiliki hak budget (Pasal 23 ayat 3).
f) Memilih anggota BPK dengan memperhatikan saran dari
DPD (Pasal 23F ayat 1).
g) Memberikan persetujuan dalam hal presiden mengangkat
atau memberhentikan anggota KY (Pasal 24B ayat 3).
h) Menominasikan tiga orang hakim MK (Pasal 24C ayat 3).
c. Dewan Perwakilan Daerah Lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga UUD
1945 antara lain adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Hadirnya DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia diatur
dalam Pasal 22C dan Pasal 22D UUD 1945
Pasal 22C UUD 1945 :
(1) Anggota DPD dipilih dari setiap Propinsi melalui pemilihan
umum.
(2) Anggota DPD dari setiap Propinsi jumlahnya sama dengan
jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah
anggota DPR.
(3) DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(4) Susunan dan kedudukan DPD diatur dengan undang-undang
→ Pasal 32-40 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
141
Hukum Tata Negara
Selanjutnya, Pasal 22D mengatur wewenang DPD, yaitu
sebagai berikut :
(1) DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan kekuasaan
pusat dan daerah. → Lihat Pasal 42 UU No. 22 Tahun 2003.
(2) DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran
dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah (lihat Pasal 43 UU No. 22 Tahun 2003), serta
memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan
RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama (→
Pasal 44 UU No. 22 Tahun 2003)
(3) DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU
mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama serta
serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR
sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti → Pasal 46
UU No. 22 Tahun 2003.
(4) Anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-
syarat dan tata caranya diatur dengan undang-undang → Pasal
39 UU No. 22 Tahun 2003.
Tindak lanjut dari pasal tersbut adalah dikeluarkannya UU
No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD
dan DPRD. Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2003 menegaskan :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
142
Hukum Tata Negara
(1) Untuk dapat menjadi calon anggota DPD, peserta pemilu dari
perseorangan harus memenuhi syarat dukungan dengan
ketentuan :
a. Provinsi yang berpenduduk sampai dengan 1 juta orang
harus didukung sekurang-kurangnya oleh seribu orang
pemilih.
b. Provinsi yang berpenduduk lebih dari satu juta sampai
dengan lima juta orang harus didukung sekurang-kurangnya
oleh dua ribu pemilih.
c. Provinsi yang berpenduduk lebih dari
(2) Dukungan
Sedangkan menurut Ismail Suny, amandemen Pasal 2 ayat (1)
UUD 1945 berimplikasi pada dua hal, yaitu :
4) Terhadap hukum nasional
Yaitu dengan ditetapkan dalam Pasal 22E amandemen
UUD 1945 tentang pemilu :
c) Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil dalam setiap lima tahun sekali;
d) Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR,
DPD, Presiden dan Wakil Presiden dan DPRD.
4) Terhadap dunia internasional
PM Australia, John Howard mengakui bahwa sekarang
Indonesia adalah negara demokrasi, oleh karena itu
selayaknya menjadi anggota Security Council Lapisan
Kedua disamping India, Jepang, Jerman dan Brazil.
e. Hak MPR
Anggota MPR mempunyai hak:
a. Mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD
b. Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan
keputusan.
c. Hak imunitas
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
143
Hukum Tata Negara
d. Hak protokoler
f. Sidang MPR
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota
negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri :
4) Sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota MPR untuk
memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan
Wakil Presiden.
5) Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR untuk
mengubah dan menetapkan UUD.
6) Sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah anggota
MPR untuk memutus perkara lainnya.
Putusan MPR sah apabila disetujui :
3) Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang
hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan
Presiden dan Wakil Presiden.
4) Sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah anggota
MPR untuk memutus perkara lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara terbanyak, terlebih
dahulu diupayakan pengambilan putusan dengan musyawarah
untuk mencapai mufakat.
g. Alat Kelengkapan MPR
Alat kelengkapan MPR terdiri atas : Pimpinan, Panitia Ad Hoc
dan Badan Kehormatan.
Pimpinan MPR terdiri dari atas seorang ketua dan 3 orang wakil
ketua yang mencerminkan unsure DPR DPD yang dipilih dari
dan oleh anggota MPR dalam siding Paripurna MPR.
h. Kedudukan MPR Setelah Perubahan UUD 1945
Dalam masa demokrasi Pancasila, berdasarkan Ketetapan
MPR No. VII/MPR/1973 jo. UU No. 15 Tahun 1969 jo. UU No. 4
Tahun 1975 tentang Pemilu jo. UU No. 6 Tahun 1969 jo. UU No.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
144
Hukum Tata Negara
5 Tahun 1975 tentang Susunan dan Kedudukan MPR - DPR,
kedaulatan belum di tangan rakyat dan belum
Perubahan (Amandemen) UUD 1945 membawa implikasi
terhadap kedudukan, tugas dan wewenang MPR. MPR yang
dahulu berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara,
pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat. Kini
MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara
dengan lembaga negara lainnya seperti Lembaga
Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, MK dan KY.
MPR juga tidak lagi mempunyai kewenangan untuk menetapkan
GBHN.
Selain itu, MPR juga tidak lagi mengeluarkan ketetapan MPR
(TAP MPR), kecuali yang berkaitan dengan menetapkan
Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi
kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan Wakil Presiden
apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti,
diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam
masa jabatannya secara bersama-sama.
Hal ini berimplikasi pada materi dan status Ketetapan
MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai
2002. saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi
bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan.
2. Dewan Perwakilan RakyatPerubahan pertama terhadap UUD 1945 terjadi pada tanggal 19
Okober 1999, dalam Sidang Umum MPR yang berlangsung tanggal
14-21 ktober 1999. Dalam perubahan ini terjadi pergeseran
kekuasaan Presiden dalam membentuk undang-undang yang
diatur dalam Pasal 5 UUD 1945 berubah menjadi Presiden berhak
mengajukan rancangan undang-undang dan DPR memegang
kekuasaan membentuk undang-undang (Pasal 20 UUD 1945).
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
145
Hukum Tata Negara
Perubahan pasal ini menitikberatkan kekuasaan legislasi nasional
yang semula berada di tangan Presiden beralih ke DPR.
Lihat Rumusan Pasal 20 UUD 1945 Amandemen kedua.
Fungsi DPR :
1) Fungsi legislasi
a) Selama pemerintahan orde baru tidak ada
undang-undang yang lahir dari inisiatif DPR, semua inisiatif
berasal dari eksekutif dan DPR tinggal mengesahkan
sehingga dikatakan bahwa DPR hanya tukang stempel
pemerintah.
b) Pergeseran kewenangan membentuk undang-
undang yang sebelumnya berada di tangan presiden dan
dialihkan ke DPR merupakan langkah konstitusional untuk
meletakkan secara tepat fungsi-fungsi lembaga negara.
c) Rumusan Pasal 20 Aya 2 1945 Amandemen
kedua merupakan solusi jika terjadi kemacetan atau
penolakan dari presiden untuk mengesahkan RUU yang
telah disetujui bersama dengan DPR. Secara hukum, hak
tolak Presiden menjadi tidak berarti karena suatu RUU
yang telah disetujui akan tetap menjadi UU tanpa
pengesahan Presiden.
2) Fungsi pengawasan
Fungsi DPR periode 1999-2004 yang paling menonjol adalah
fungsi pengawasan terhadap eksekutif.
3) Fungsi budget
Perubahan lain mengenai fungsi dan hak lembaga DPR serta hak
anggota DPR diatur dalam Pasal 20A UUD 1945 Amandemen
kedua. Ketentuan dalam Paal 20 A tersebut dimaksudkan agar
DPR dapat berfungsi secara optimal sebagai lembaga perwakilan
rakyat dan memperkokoh pelaksanaan checks and balances oleh
DPR. Namun, sebagian ahli HTN berpendapat bahwa perubahan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
146
Hukum Tata Negara
ini justru menggeser executive heavy menjadi legislative heavy
sehingga terkesan bahwa perubahan UUD 1945 bukan ditujukan
untuk keseimbangan tetapi pemusatan kekuasaan di tangan DPR.
Hal ini disebabkan karena kekuasaan DPR diperbesar sehingga
meliputi :
i) Kekuasaan legislatif ada pada DPR, bukan pada MPR atau
DPD.
j) DPR diberi kekuasaan untuk memberikan pertimbangan
kepada Presiden dalam mengangkat Duta Besar dan menerima
penempatan duta negara lain (Pasal 13 ayat 2 dan 3)
k) Memberikan amnesti dan abolisi (Pasal 14 ayat 2)
l) Kekuasaan memberikan persetujuan jika Presiden hendak
membuat perjanjian dengan negara lain, baik dalam bidang
perekonomian, perjanjian damai, menyatakan perang serta
perjanjian internasional lainnya yang berpengaruh terhadap
integritas wilayah
m) Memiliki hak budget
n) Memilih anggota BPK dengan memperhatikan saran dari
DPD
o) Memberikan persetujuan dalam hal presiden mengangkat
atau memberhentikan anggota KY
p) Menominasikan tiga orang hakim MK
q) Berdasarkan TAP MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran
TNI dan Peran Kepolisian Negara RI, MPR juga
mendelegasikan beberapa kewenangan kepada DPR yaitu :
a) Memberikan persetujuan kepada Presiden
dalam hal Presiden hendak mengangkat seorang Panglima
TNI (Pasal 3 ayat 2).
b) Memberikan persetujuan kepada Presiden dalam
hal Presiden hendak mengangkat seorang Kepala
Kepolisian Negara RI (Pasal 7 ayat 3).
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
147
Hukum Tata Negara
10)DPR juga diberi kewenangan untuk memilih/menyeleksi
anggota Komisi Pemberantasan Korupsi, Gubernur BI dan
anggota Komnas HAM.
Praktis, hampir semua bidang kekuasaan Presiden dimasuki
oleh DPR. DPR bahkan dapat mengusulkan untuk
memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 7A).
2. Dewan Perwakilan Daerah Lembaga baru yang muncul melalui perubahan ketiga UUD 1945
antara lain adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Hadirnya
DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia diatur dalam Pasal
22C dan Pasal 22D UUD 1945
Pasal 22C UUD 1945 :
(5) Anggota DPD dipilih dari setiap Propinsi melalui pemilihan
umum.
(6) Anggota DPD dari setiap Propinsi jumlahnya sama dengan
jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah
anggota DPR.
(7) DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
(8) Susunan dan kedudukan DPD diatur dengan undang-undang
→ Pasal 32-40 UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Selanjutnya, Pasal 22D mengatur wewenang DPD, yaitu sebagai
berikut :
(5) DPD dapat mengajukan kepada DPR RUU yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan kekuasaan
pusat dan daerah. → Lihat Pasal 42 UU No. 22 Tahun 2003.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
148
Hukum Tata Negara
(6) DPD ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran
dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan
pusat dan daerah (lihat Pasal 43 UU No. 22 Tahun 2003), serta
memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan
RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama (→
Pasal 44 UU No. 22 Tahun 2003)
(7) DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU
mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama serta
serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR
sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti → Pasal 46
UU No. 22 Tahun 2003.
(8) Anggota DPD dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-
syarat dan tata caranya diatur dengan undang-undang → Pasal
39 UU No. 22 Tahun 2003.
Tindak lanjut dari pasal tersebut adalah dikeluarkannya UU No. 12
Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan
DPRD.
Berdasarkan ketentuan dalam UUD 1945, UU Pemilihan Anggota
DPR, DPD dan DPRD dan UU Susduk MPR, DPR DPD dan DPRD,
mekanisme pengisian jabatan keanggotaan DPD tampak lebih
berat dibandingkan dengan mekanisme pengisian keanggotaan
DPR.
3. Presiden dan Wakil Presiden
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
149
Hukum Tata Negara
Hasil perubahan UUD 1945 yang berkaitan langsung dengan
kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden adalah pembatasan
kekuasaan Presiden (Pasal 7).
Aspek perimbangan kekuasaan hubungan antara Presiden dan
DPR, Presiden dan MA tampak dalam perubahan Pasal 13 dan 14.
Perubahan terhadap pasal-pasal tersebut merupakan
pengurangan atas kekuasaan presiden yang selama ini dipandang
sebagi hak prerogatif.
Sebelum ada perubahan, Presiden sebagai kepala negara
mempunyai wewenang untuk menentukan sendiri duta dan konsul
serta menerima duta negara lain. Karena hal tersebut sangat
penting maka DPR sebaiknya memberikan pertimbangan dalam
rangka menjaga obyektivitas terhadap kemampuan dan kecakapan
seseorang pada jabatan tersebut dan memberikan informasi yang
akurat untuk kepentingan hubungan baik antara kedua
bangsa/negara.
Selain itu, Presiden harus memperhatikan pertimbangan dari MA
dalam memberikan grasi dan rehabilitasi. Alasannya adalah :
a. Grasi dan rehabilitasi adalah proses yustisial dan
biasanya diberikan kepada orang yang sudah mengalami
proses. Sedangkan amnesti dan abolisi lebih bersifat proses
politik.
b. Grasi dan rehabilitasi lebih bersifat perorangan,
sedangkan amnesti dan abolisi biasanya bersifat massal.
MA sebagai lembaga peradilan tertinggi adalah lembaga negara
yang paling tepat untuk memberikan pertimbangan kepada
Presiden mengenai hal tersebut. Sedangkan DPR memberikan
pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi
didasarkan pada pertimbangan politik.
Presiden dalam memberikan tanda kehormatan kepada siapapun
harus didasarkan pada UU yang merupakan hasil pembahasan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
150
Hukum Tata Negara
DPR bersama pemerintah sehingga berdasarkan
pertimbangan yang lebih objektif.
Adanya perubahan dalam pemilihan presiden dan wapres secara
langsung oleh rakyat diharapkan rakyat dapat berpartisipasi secara
langsung menentukan pilihannya. Presiden dan wapres akan
memiliki otoritas dan legitimasi yang sangat kuat karena dipilih
secara langsung oleh rakyat.
4. Mahkamah AgungNegara Kesatuan RI adalah negara hukum yang menjamin
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan UUD 1945.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu
prinsip penting bagi Indonesia sebagai suatu negara hukum.
Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari
campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apaun sehingga
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan
ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum
dan keadilan.
Upaya ke arah tersebut dilakukan dengan cara :
a. Mengadakan penataan ulang lembaga yudikatif
b. Peningkatan kualifikasi hakim
c. Penataan ulang peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Implikasi dari ketiga hal tersebut adalah adanya amandemen UUD
1945 yang membagi kekuasaan kehakiman ke dalam tiga badan,
yaitu :
1. Mahkamah Agung
2. Mahkamah Konstitusi
3. Komisi Yudisial
UUD 1945 menentukan bahwa MA dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
151
Hukum Tata Negara
agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara adalah
pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, di samping MK.
Dengan kata lain, reformasi di bidang hukum (amandemen UUD
1945) telah menempatkan MA tidak lagi sebagai satu-satunya
kekuasaan kehakiman, tetapi MA adalah salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman.
MA adalah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang
dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh kekuasaan
pemerintah dan pengaruh lainnya.
Dalam konteks demikian, MA memiliki posisi strategis terutama
bidang hukum dan ketatanegaraan yang diformat :
a. Menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
b. Mengadili pada tingkat
kasasi
c. Menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang
d. Berbagai kewenangan
atau kekuasaan lain yang diberikan undang-undang.
a. Susunan Keanggotaan MA
Susunan dan Kekuasaan Badan-badan Kehakiman diatur
dengan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
UU No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.
Pasal 4 UU No. 5 Tahun 2004 tentang MA menentukan
susunan MA terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera dan
seorang sekretaris. Jumlah Hakim Agung paling banyak 60
orang.
1) Hakim Agung : Pimpinan dan Hakim Anggota
Pimpinan MA terdiri dari :
a) Seorang Ketua
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
152
Hukum Tata Negara
b) Dua orang wakil ketua, meliputi :
Wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua
muda perdata, ketua muda militer, ketua muda tata
usaha negara.
Wakil ketua bidang non-yudisial yang membawahi :
ketua muda pembinaan dan ketua muda
pengawasan.
Ketua dan wakil ketua MA dipilih dari dan oleh Hakim
Agung dan diangkat oleh Presiden.
c) Beberapa orang ketua muda
Ketua muda MA diangkat oleh Presiden diantara Hakim
Agung yang diajukan oleh Ketua MA.
Para Hakim Agung diangkat oleh Presiden dari nama calon
yang diajukan oleh DPR. Calon hakim agung dipilih oleh
DPR dari nama calon yang diusulkan oleh KY.
Syarat-syarat untuk menjadi Hakim Agung adalah (Pasal 7
ayat 1 UU No. 5 Tahun 2004 tentang MA) :
a) WNI
b) Bertaqwa kepada Tuhan YME
c) Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian di bidang hukum
d) Berusia sekurang-kurangnya 50 tahun
e) Sehat jasmani dan rohani
f) Berpengalaman sekurang-kurangnya 20 tahun menjadi
hakim termasuk sekurang-kurangnya 3 tahun menjadi
hakim tinggi.
Jika dibutuhkan, Hakim Agung dapat diangkat tidak
berdasarkan sistem karir dengan syarat (Pasal 7 ayat 2 UU
No. 5 Tahun 2004 tentang MA) :
a) WNI
b) Bertaqwa kepada Tuhan YME
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
153
Hukum Tata Negara
c) Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian di bidang hukum
d) Berusia sekurang-kuranganya 50 tahun
e) Sehat jasmani dan rohani
f) Berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademis
hukum sekurang-kurangnya 25 tahun
g) Berijazah magister dalam ilmu hukum dengan sarjana
hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di
bidang hukum.
h) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara lima ta hun atau lebih
Proses pemberhentian dengan hormat hakim agung MA dari
jabatannya dilakukan Presiden atas usul ketua MA apabila
(Pasal 11 ayat 1 UU No. 5 Tahun 2004 tentang MA) :
a) Meninggal dunia
b) Telah berumur 65 tahun
c) Permintaan sendiri
d) Sakit jasmani dan rohani terus menerus
e) Ternyata tidak cakap menjalankan tugasnya
Pemberhentian tidak dengan hormat hakim agung MA dari
jabatannya dilakukan Presiden atas usul MA karena (Pasal
12 ayat 1 UU No. 5 Tahun 2004 tentang MA) :
a) Dijatuhi hukuman pidana karena bersalah melakukan
tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 tahun atau lebih.
b) Melakukan perbuatan tercela
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
154
Hukum Tata Negara
c) Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan
tugas pekerjaannya
d) Melanggar sumpah atau janji jabatan
e) Melanggar larangan berdasarkan peraturan perundang-
undangan
Usul pemberhentian dengan tidak hormat hakim agung MA
dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan
secukupnya untuk membela diri di hadapan Majelis
Kehormatan MA.
2) Panitera
Pada MA ditetapkan adanya kepaniteraan yang dipimpin
oleh seorang panitera yang dibantu oleh beberapa orang
panitera muda dan beberapa orang panitera pengganti.
Panitera diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Ketua MA.
Untuk dapat diangkat menjadi panitera MA seorang calon
harus memenuhi persyaratan (Pasal 20 ayat 1 UU MA) :
a) WNI
b) Bertaqwa kepada Tuhan YME
c) Berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian di bidang hukum.
d) Berpengalaman sekurang-kurangnya 2 tahun
sebagai panitera muda pada MA dan sekurang-
kurangnya 3 tahun sebagai panitera pada pengadilan
tingkat banding.
3) Sekretariat
Sekretariat MA dipimpin oleh sekretaris MA. Sekretaris MA
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua
MA
Pada sekretariat MA dibentuk beberapa direktorat jenderal
dan badan yang dipimpin oleh beberapa direktur jenderal
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
155
Hukum Tata Negara
dan kepala badan yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Ketua MA.
b. Tugas dan Wewenang MA
1) Memeriksa dan memutus; permohonan kasasi, sengketa
tentang kewenangan mengadili dan permohonan peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
2) Memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan
Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir dari semua
lingkungan peradilan.
3) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang terhadap undang-undang.
4) Menyatakan tidak sah peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.
5) Melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan
peradilan di semua lingkungan peradilan dalam
menjalankan kekuasaan kehakiman.
6) Mengawasi tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua
lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya.
7) Meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan
dengan teknis peradilan dari semua lingkungan peradilan.
8) Memberi petunjuk, teguran atau peringatan yang dipandang
perlu kepada pengadilan dari semua lingkungan peradilan.
9) Memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa
tentang kewenangan mengadili :
a) antara Pengadilan Lingkungan peradilan yang satu
dengan Pengadilan di Lingkungan Peradilan yang lain
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
156
Hukum Tata Negara
b) antara dua pengadilan yang ada dalam daerah hukum
Pengadilan Tingkat Banding yang berkaitan dari
Lingkungan Peradilan yang sama.
c) Antara dua Pengadilan Tingkat Banding di lingkungan
peradilan yang sama atau antara lingkungan peradilan
yang berlainan.
10)Memutus dalam tingkat pertama dan terakhir semua
sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan
muatannya oleh kapal perang RI berdasarkan peraturan
yang berlaku.
11)Memeriksa dan memutus permohonan PK pada tingkat
pertama dan terakhir atas putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan-
alasan yang diatur dalam Bab IV Bagian Keempat UU No.
14 Tahun 1985 tentang MA.
12)Memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam
permohonan grasi dan rehabilitasi.
13)Melakukan pengawasan atas Penasehat Hukum dan
Notaris bersama-sama Presiden.
14)Memberikan pertimbangan-pertimbangan dalam bidang
hukum, baik diminta atau tidak kepada Lembaga Tinggi
negara yang lain.
15)Memberikan keterangan dari dan memberikan petunjuk
kepada pengadilan di semua lingkungan peradilan dalam
rangka pelaksanaan ketentuan-ketentuan Pasal 25 UU No.
14 Tahun 1970 tentang Ketentuan –ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman.
16)Memeriksa keberatan terhadap penetapan hasil
penghitungan suara tahap akhir dari KPUD tentang
pemilihan kepada daerah dan wakil kepala daerah propinsi.
c. Badan Peradilan di Lingkungan MA
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
157
Hukum Tata Negara
5. Mahkamah KonstitusiPerubahan UUD 1945 melahirkan lembaga baru di bidang
kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi sebagaimana
diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi :
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi”.
Dalam konteks ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi
dikonstruksikan sebagai :
a. Pengawal kostitusi yang berfungsi untuk menegakkan
keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat.
b. Mahkamah konstitusi bertugas mendorong dan menjamin
agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua
komponen negara secara konsisten dan bertanggung jawab.
c. Di tengah kelemahan konstitusi yang ada, MK berfungsi
sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan
mewarnai keberlangsungan bermasyarakat dan bernegara.
Pada hekekatnya, fungsi utama MK adalah mengawal agar
konstitusi dijalankan dengan konsisten (the guardian of
constitutions) dan menafsirkan undang-undang dasar atau
konstitusi (the interpreter of constitutions). Dengan fungsi dan
wewenang tersebut maka MK memiliki arti penting dan peranan
strategis dalam perkembangan ketatanegaraan saat ini karena
segala ketentuan dan kebijakan yang dibuat penyelenggara negara
dapat diukur dalam hal konstitusional atau tidak oleh MK.
a. Susunan
Keanggotaan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
158
Hukum Tata Negara
Dalam MK terdapat 3 pranata (institusi), yaitu Hakim Konstitusi,
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan.
Psal 7 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK menyebutkan bahwa
: ”Untuk kelancaran tugas dan wewenangnya, MK dibantu oleh
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan”.
Hal ini berarti bahwa institusi utama MK adalah 9 hakim
konstitusi yang dalam melaksanakan kewenangan dan
kewajiban konstitusionalnya dibantu dua institusi lain, yaitu
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan.
1. Hakim Konstitusi
MK mempunyai 9 orang hakim konstitusi yang ditetapkan
dengan keputusan presiden. Ke-9 hakim tersebut diajukn
masing-masin 3 orang oleh MA, 3 orang oleh DPR dan 3
orang oleh Presiden.
Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela, adil dalam bersikap, negarawan yang
menguasai konstitusi dan ketatanegaraan dan tidak
merangkap sebagai pejabat negara.
2. Sekretarian Jenderal
3. Kepaniteraan
b. Tugas dan Wewenang
Tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi diatur dalam Pasal 24
C ayat (1) UUD 1945 jo. Pasal 10 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003
tentang MK, yaitu :
a. MK berwenang
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD.
b. Memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD. Misalnya : usul pemberhentian
Presiden/wpres oleh DPR kepada MPR jika Presiden
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
159
Hukum Tata Negara
dan/Wapres terbukti melakukan pelanggaran hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.
c. Memutus
pembubaran partai politik
d. Memutus
perselisihan tentang hasil pemilu.
Sedangkan dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 10 ayat
(2) UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK menyatakan bahwa : ”MK
wajib memeriksa, megadili dan memutus terhadap pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wapres telah melakukan pelanggaran
hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka setiap keputusan MA
bersifat final,artinya dalam pelaksanaan kewenangan ini tidak ada
mekanisme banding atau kasasi terhadap putusan yang dibuat MK
untuk perkara yang berkaitan dengan kewenangan tersebut.
Kewenangan MA lainnya yaitu memberikan putusan atas pendapat
DPR terhadap dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil
Presiden, maka secara khusus, UUD tidak menyatakan MK
sebagai peradilan tingkat pertama dan tingkat terakhir dan
putusannya bersifat final dan mengikat. MK hanya diletakkan
sebagai salah satu mekanisme yang wajib dilalui dalam proses
pemberhentian (impeachment) Presiden dan/atau wapres.
Kewajiban konstitusional MK adalah untuk membuktikan dari sudut
pandang hukum benar tidaknya dugaan pelanggaran hukum
Presiden dan/atau wapres.
Jika terbukti, putusan MK tidak otomatis dapat memberhentikan
Presiden dan/atau Wapres karena hal tersebut bukan sepenuhny
wewenang MK. Berdasarkan ketentuan UUD, jika putusan MK
menyatakan terbukti bersalah maka DPR akan meneruskan usul
pemberhentian ini ke MPR. Persidangan MPR yang nantinya akan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
160
Hukum Tata Negara
menentukan apakah Presiden dan/atau Wapres dapat
diberhentikan atau tidak dari jabatannya.
6. Komisi YudisialSebenarnya, ide tentang perlunya suatu komisi khusus untuk
menjalankan fungsi tertentu yang berhubungan dengan kekuasaan
kehakiman bukanlah hal yang baru. Dalam pembahasan RUU
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (tahun
1968) telah diusulkan pembentukan lembaga yang diberi nama
Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH). Majelis ini
berfungsi memberikan pertimbangan dan mengambil keputusan
terakhir mengenai saran atau usul yang berkaitan dengan
pengangkatan, promosi, kepindahan, pmberhentian atau tindakan
hukum jabatan para hakim yang diajukan baik oleh Menkeh
maupun oleh MA.
Ide tersebut muncul kembali dan menjadi wacana yang kuat sejak
adanya desakan penyatuan atap bagi hakim tahun 1998-an.
Namun masalahnya tidak sesederhana itu karena muncul
kekhawatiran bahwa MA tidak akan mampu menjalankan tugas
barunya dan mengulangi kesalahan yang sama.
Untuk menghindari hal tersebut maka dianggap perlu dibentuk
Komisi Yudisial yan diharapkan dapat memainkan fungsi-fungsi
tertentu dalam sistem yang baru, terutama dalam rekrutmen
hakim agung dan pengawasan terhadap hakim.
Menurut Jimly Asshiddiqie, maksud dibentuknya KY dalam struktur
kekuasaan kehakiman adalah agar masyarakat di luar struktur
resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses
pengangkatan, penilaian kinerja dan kemungkinan pemberhentian
hakim. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim dalam rangka
mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-Tuhanan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
161
Hukum Tata Negara
YME. Berdasarkan hal itu maka diharapkan dapat terwujud
kekuasaan kehakiman yang merdeka dan bersifat imparsial
(independent and impartial judiciary). Untuk itu diperlukan institusi
pengawasan yang independen terhadap para hakim.
Komisi Yudisial merupakan lembaga negara yang terbentuk
setelah adanya amandemen terhadap UUD 1945. KY merupakan
lembaga negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan
wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh
kekuasaan lainnya.
KY bukanlah khas Indonesia, dari 197 negara anggota PBB, 43
negara mengatur tentang KY di dalam konstitusi negaranya.
Secara khusus, KY diatur dalam Pasal 24B UUD 1945 :
(1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai
wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku hakim;
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan
dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan
kepribadian yang tidak tercela;
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR
(4) Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial
diatur dengan UU.
a. Peranan Komisi Yudisial
Dalam konteks ketatanegaraan, KY mempunyai peranan yang
sangat penting, yaitu :
1) Mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui
pencalonan hakim agung.
2) Melakukan pengawasan terhadap hakim yang transaparan
dan partisipatif guna menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat serta perilaku hakim.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
162
Hukum Tata Negara
b. Susunan Keanggotaan
KY adalah dewan yang terdiri dari:
1) Seorang ketua
2) Seorang wakil ketua merangkap anggota
3) Tujuh orang anggota.
Mereka diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR dengan masa jabatan 5 tahun dan setelahnya
dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota KY :
1) Warga negara Indonesia
2) Bertaqwa kepada Tuhan YME
3) Berusia paling rendah 40 tahun dan paling tinggi 68 tahun
4) Mempunyai pengalaman di bidang hukum paling singkat 15
tahun
5) Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela
6) Sehat jasmani dan rohani
7) Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak
pidana kejahatan
8) Melaporkan daftar kekayaan
Agar anggota KY dapat menjalankan fungsinya dengan baik
dan jujur maka anggota KY dilarang dirangkap menjadi :
1) Pejabat negara atau penyelenggara negara menurut
peraturan perundang-undangan
2) Hakim
3) Advokat
4) Notaris dan/atau PPAT
5) Pengusaha, pengurus atau karyawan BUMN atau badan
usaha swasta
6) Pegawai negeri
7) Pengurus partai politik
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
163
Hukum Tata Negara
Proses pemberhentian dengan hormat keanggotaan KY dari
jabatannya dilakukan Presiden atas usul KY apabila :
1) Meninggal dunia
2) Permintaan sendiri
3) Sakit jasmani atau rohani terus menerus
4) Berakhir masa jabatannya
Sedangkan pemberhentian dengan tidak hormat keanggotaan
KY dilakukan Presiden dengan persetujuan DPR atas usul KY
karena :
1) Melanggar sumpah jabatan
2) Dijatuhi hukuman pidana karena bersalah melakukan tindak
pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
3) Melakukan perbuatan tercela
4) Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan
tugas pekerjaannya
5) Melanggar larangan merangkap jabatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, KY dibantu oleh
Sekretarian Jenderal yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal
yang dijabat oleh pegawai negeri sipil yang mempunyai tugas
memberikan dukungan teknis administratif.
c. Tugas dan Wewenang
Sebagai lembaga negara yang bersifat mandiri dalam tugasnya
KY memiliki kewenangan sebagaimana ditetapkan Pasal 24B
UUD 1945 junco Pasal 23 UU No. 22 Tahun 2004, yaitu :
1) Mengusulkan pengangkatan hakim agung
2) Mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku
hakim
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
164
Hukum Tata Negara
Dalam melaksanakan kewenangan mengusulkan pengangkatan
hakim agung KY memiliki tugas :
1) Melakukan pendaftaran calon hakim agung
2) Melakukan seleksi terhadap calon hakim agung
3) Menetapkan calon hakim agung
4) Mengajukan calon hakim agung ke DPR.
Berdasarkan Pasal 20 UU KY, dalam melaksanakan
kewenangan menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran
marbatan serta perilaku hakim, KY melakukan tugas
pengawasan. Terhadap pelaksanaan pengawasan ini KY dapat
:
1) Menerima laporan masyaraat tentang perilaku hakim
2) Meminta laporan secara berkala kepada badan peradilan
berkaitan dengan perilaku hakim
3) Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran
perilaku hakim
4) Memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga
melanggar kode etik perilaku hakim
5) Membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa
rekomendasi dan disampaikan kepada MA dan/atau MK
serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
Apabila dugaan KY terbukti, artinya perilaku hakim benar-benar
menyimpang dari peraturan perundang-undangan maka KY
dapat mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim
kepada pimpinan MA dan/atau MK (Pasal 21 UU KY).
Usul penjatuhan sanksi dapat berupa :
1) Teguran tertulis
2) Pemberhentian sementara
3) Pemberhentian yang bersifat mengikat
KY dapat mengusulkan kepada MA dan/atau MK untuk
memberikan penghargaan kepada hakim atas prestasi dan
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
165
Hukum Tata Negara
jasanya menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta
menjaga perilaku hakim KY.
Dalam rangka pengawasan dan pem berian penghargaan
kepada para hakim yang tersebar di wilayah Indonesia, KY
menggandeng berbagai elemen termasuk keuskupan di wilayah
NTT yang berkomitmen kepada reformasi peradilan sebagai
mitra kerja atau jejaring.
Jejaring berfungsi merumuskan laporan masyarakat untuk
kemudian diteruskan kepada KY dan investigasi perilaku hakim
yang negatif dan melanggar kode etik serta perilakku hakim.
Program kerja jejaring meliputi :
1) Riset putusan hakim di daerah baik putusan yang terindikasi
melanggar kode etik/pedoman perilaku hakim,prinsip
imparsialitas,profesionalisme serta putusan yang adil dan
benar hasil riset akan menjadi masukan bagi data base
KY dalam proses mutasi, promosi, mutasi dan sanksi bagi
hakim secara transparan dan bebas dari KKN.
2) Melalui pendidikan dan kampanye publik untuk melawan
mafia peradilan dan investigasi pelaku mafia peradilan.
3) Advokasi publik korban praktek mafia peradilan.
Solusi dalam mengatasi kendala geografis dan keterbatasan
tenaga pengawasan, menurut ketua KY, Busyro Muqqodas, KY
menetapkan program pembentukan jejaring di 7 region dengan
penggabungan beberapa propinsi terdekat.
d. Pertanggungjawaban
KY bertanggung jawab kepada publik melalui DPR.
Pertanggung jawaban kepada publik dilakukan dengan cara :
4. Menerbitkan laporan tahunan
Laporan tersebut paling tidak memuat :
a) Laporan penggunaan anggaran
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
166
Hukum Tata Negara
b) Dana yang berkaitan dengan fungsi pengawasan
c) Data yang berkaitan dengan fungsi rekrutmen Hakim
Agung.
Laporan disampaikan pula kepada Presiden.
5. Membuka akses informasi secara lengkap dan
akurat.
Dalam struktur ketatanegaraan, KY termasuk ke dalam lembaga
negara yang setingkat dengan Presiden.
Menurut Ahsin Thohary, KY tidak sama dengan KPU, KOMNAS
HAM dan komisi lainnya karena dua alasan sbb :
1) Kewenangan KY diberikan langsung oleh Pasal 24B UUD
1945
2) KY secara tegas dan tanpa keraguan merupakan bagian dari
kekuasaan kehakiman karena pengaturannya ada dalam
Bab IX Kekuasaan Kehakiman yang terdapat dalam UUD
1945.
Melalui lembaga ini diharapkan dapat diwujudkan lembaga
peradilan yang sesuai dengan harapan rakyat sekaligus dapat
diwujudkan penegakan hukum dan pencapaian keadilan melalui
putusan hakim yang terjda kehormatan dan keluhuran martabat
serta perilakunya.
7. Badan Pemeriksa Keuangan
Kekuasaan eksaminatif menurut UUD 1945 dilakukan oleh BPK.
Badan ini diatur dalam Pasal 23E, 23F dan 23G UUD 1945 pasca
amandemen.
Pertanggung jawaban keuangan oleh pemerintah sangat penting
karena akan menjadi bahan bagi DPR, DPD dan DPRD untuk
menilai kebijakan pemerintah yang menurut Wirjono Prodjodikoro
meliputi dua aspek, yaitu:
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
167
Hukum Tata Negara
a. Rechtmatigheid : yaitu
mengenai kewajiban pemerintah untuk tidak menyimpang dari
pasal-pasal APBN.
b. Doelmatigheid : yaitu
mengenai kewajiban pemerintah untuk mempergunakan uang
negara dalam rangka begrooting secara sebaik-baiknya yang
betul-betul bermanfaat bagi bangsa Indonesia.
Wolhoff menyebut aspek rechtmatigheid sebagai
pertanggungjawaban yang bersifat yuridis. Adapun aspek
doelmatigheid sebagai pertanggungjawaban yang bersifat politik.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
168
Hukum Tata Negara
BAB IVHAK ASASI MANUSIA DAN KEWARGANEGARAAN
A. HAK ASASI MANUSIAHAM merupakan hak dasar yang melekat dan dimiliki setiap
manusia sebagai anugrah Tuhan YME. Kesadaran akan HAM didasarkan
pada pengakuan bahwa semua manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki
derajat dan martabat yang sama. Pengakuan akan prinsip dasar tersebut
menyebabkan setiap manusia memiliki hak dasar yang disebut HAM. Jadi,
kesadaran akan adanya HAM tumbuh dari pengakuan manusia sendiri
bahwa manusia adalah sama dan sederajat.
Pengakuan terhadap HAM memiliki dua landasan, yaitu :
1. Landasan yang langsung dan pertama
Yaitu kodrat manusia, bahwa kodrat manusia adalah sama
derajat dan martabatnya. Semua manusia adalah sederajat
tanpa membedakan ras, agama, suku, bahasa dan sebagainya.
2. Landasan yang kedua dan yang lebih
dalam
Tuhan menciptakan manusia, oleh karena itu setiap manusia
adalah makhluh dari pencipta yang sama yaitu Tuhan YME. Di
hadapan Tuhan, manusia adalah sama, yang membedakannya
adalah amal perbuatannya.
Kesadaran manusia akan hak asasi itu ada karena adanya
pengakuan atas harkat dan martabat yang sama sebagai manusia.
Selama manusia belum mengakui adanya persamaan harkat dan
martabat manusia maka hak asasi belum dapat ditegakkan. Hak dasar
seseorang atau kelompok tidak akan dapat diakui dan dihargai selama
mereka tidak dianggap memiliki harkat dan derajat yang sama sebagai
manusia. Jika HAM belum dapat ditegakkan maka akan terus terjadi
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
169
Hukum Tata Negara
pelanggaran dan penindasan atas HAM, baik oleh masyarakat, bangsa
dan pemerintah suatu negara.
Istilah HAM bermula dari barat yang dikenal dengan istilah right of
man untuk menggantikan natural right. Istilah right of man tidak
mencakup right of women, oleh karena itu Eleanor Roosevelt
menggantinya dengan istilah human right yang lebih universal dan netral.
Istilah natural right berasal dari konsep John Locke mengenai hak-
hak alamiah manusia. John Locke menggambarkan bahwa kehidupan
manusia yang asli sebelum bernegara (state of nature) memiliki hak-hak
dasar perorangan yang alami. Hak-hak alamiah itu meliputi hak untuk
hidup, hak kemerdekaan dan hak milik. Hak-hak dasar tersebut tidak
lenyap setelah bernegara tetap justru dijamin dalam kehidupan bernegara.
1. Pengertian Hak Asasi Manusiaa. Darji Darmodiharjo
Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok
yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah Tuhan YME.
Hak asasi ini menjadi dasar dari hak-hak dan kewajiban-
kewajiban lain.
b. Padmo Wahjono
Hak asasi adalah hak yang memungkinkan orang hidup
berdasarkan suatu harkat dan martabat tertentu (beradab).
c. Angka I Huruf D Butir 1 Tap MPR-RI No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah hak sebagai anugrah Tuhan YME,
yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan
abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
d. Musthafa Kemal
HAM adalah hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang
melekat pada esensinya sebagai anugrah Allah SWT.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
170
Hukum Tata Negara
e. Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME
dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
f. Pendapat lain menyatakan bahwa HAM adalah hak dasar
yang dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada esensinya
sebagai anugrah Tuhan YME.
g. HAM adalah hak-hak dasar yang dibawa sejak lahir dan
melekat dengan potensinya sebagai makhluk dan wakil Tuhan.
Rumusan ‘sejak lahir’ sekarang seringkali dipertanyakan sebab
bayi yang ada dalam kandungan sudah memiliki hak untuk hidup,
oleh karena itu rumusan yang lebih sesuai adalah hak dasar yang
melekat pada manusia sejak ia masih hidup.
Berdarkan pengertian dari HAM, ciri pokok dari hakikat HAM
adalah :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli atau diwarisi. HAM adalah
bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis
kelamin, asal usul, ras, agama, etnik dan pandangan politik.
c. HAM tidak boleh dilanggar, tidak seorangpun mempunyai
hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain.
Seseorang tetap memiliki HAM walaupun tinggal di suatu
Negara yang membuat hukum yang tidak melindungi bahkan
melanggar HAM.
2. Jenis-jenis Hak Asasi Manusia
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
171
Hukum Tata Negara
Jika dilihat dari segi subyeknya ada yang membedakan hak
asasi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Hak asasi individu
b. Hak asasi kolektif atau sosial
Sri Soemantri dalam tulisannya tentang ”Konstitusi Serta Artinya
Bagi Negara” membedakan hak asasi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Hak Asasi Manusia Klasik/de klassieke grondrechten
Yaitu hak asasi yang timbul dari eksistensi manusia.
Diantaranya adalah hak untuk berkumpul,menyatakan
pendapat, hak untuk menganut agama tertentu.
b. Hak Asasi Manusia Sosial/de sociale grondrechten
Yaitu hak yang berhubungan dengan kebutuhan manusia
baik yang bersifat lahiriah atau rohaniah.
Hak ini pada hakikatnya berkaitan dengan hak
manusia/warga negara untuk hidup berbahagia dalam
masyarakat.
Jika ditinjau dari obyek dan kepentingannya, maka hak asasi
dapat dibedakan dalam :
a. Hak asasi pribadi (personal rights) seperti kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama,
kebebasan bergerak dll
b. Hak asasi ekonomi (property rights0 seperti hak untuk
memiliki sesuatu, hak untuk membeli sesuatu, membeli,
menjual dll. Termasuk juga HaKI.
c. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam
hukum dan pemerintahan (rights of legal equality)
d. Hak asasi politik (political rights) seperti hak untuk ikut serta
dalam pemilu, hak mendirikan organisasi politik, hak untuk
mendirikan organisasi kemasyarakatan dll.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
172
Hukum Tata Negara
e. Hak asasi sosial dan kebudayaan , seperti hak untuk
mengembangkan pendidikan, memajukan atau melestarikan
kebudayaan.
f. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan
dan perlindungan (procedural rights)
g. Hak asasi untuk membangun (right to development)
h. Hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
Prinsip 1 Deklarasi Stockholm :
”Man has the fundamental rights to freedom, equality and
adequate conditions of life, in an environment of a quality
that permits a life of dignity and well-being and he bears a
solemn responsibility
Jika ditinjau dari segi bentuk dan isinya maka formulasi hak
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bersifat hak asasi
klasik yang menghendaki penguasa menghindari diri dari
intervensi terhadap individu untuk menikmati lingkungan
hidupnya.
i. Hak untuk mendapatkan keamanan (security rights)
HAM menurut PBB dalam Universal Declaration of Human
Rights 1948 adalah sebagai berikut :
a. Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat.
b. Hak memiliki sesuatu.
c. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d. Hak menganut aliran kepercayaan atau agama.
e. Hak untuk hidup.
f. Hak untuk kemerdekaan hidup.
g. Hak untuk memperoleh nama baik.
h. Hak untuk memperoleh pekerjaan.
i. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.
HAM menurut UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM meliputi :
a. Hak untuk hidup.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
173
Hukum Tata Negara
b. Hak berkeluarga.
c. Hak mengembangkan diri.
d. Hak keadilan.
e. Hak kemerdekaan.
f. Hak berkomunikasi.
g. Hak keamanan.
h. Hak kesejahteraan.
i. Hak perlindungan.
3. Sejarah dan Perkembangan Hak Asasi ManusiaPerkembangan pengakuan HAM berjalan secara perlahan dan
beraneka ragam, yaitu :
a. Perkembangan HAM pada Masa Sejarah
1) Perjuangan Nabi Musa dalam
membebaskan umat Yahudi dari perbudakan (Tahun 600
BC).
2) Hukum Hammurabi di Babylonia yang
memberi jaminan keadilan bagi warga negara (Tahun
2000 BC).
3) Socrates (469-399 BC), Plato (429-347
BC) dan Aristotels (384-322 BC) sebagai filsuf Yunani
peletak dasar diakuinya HAM. Mereka mengajarkan
untuk mengkritik pemerintah yang tidak berdasarkan
keadilan, cita-cita dan kebijaksanaan.
4) Perjuangan Nabi Muhammad SAW
untuk membebaskan bayi wanita dan wanita dari
penindasan bangsa Quraisy (Tahun 600 M).
b. Perkembangan HAM di Inggris
Inggris merupakan negara pertama di dunia yang
memperjuangkan HAM. Perjuangan tersebut nampak pada
beberapa dokumen sebagai berikut :
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
174
Hukum Tata Negara
1) Pengakuan HAM di Inggris diawali dengan lahirnya Piagam
Magna Charta tahun 1215. Kelahiran Magna Charta
didahului oleh pemaksaan kepada raja John Lockland untuk
mengakui hak asasi yang isinya adalah :
a) Raja tidak boleh memungut pajak jika tidak dengan
persetujuan Dewan Penasehat Raja (yang terdiri dari
kepala-kepala daerah/Baron.
b) Orang (kecuali budak) tidak boleh ditangkap, dipenjara,
disiksa dan diasingkan atau disita miliknya tanpa cukup
alasan menurut hukum negara.
2) Dikukuhkannya hak-hak kebebasan dengan diputuskannya
Hobeas Corpus Act pada tahun 1979.
3) Pada tanggal 16 Desember 1969 pecah The Glorious
Revolution yang ditandai dengan disahkannya Declaration of
Rights sebagai undang-undang parlemen Inggris dan
disebut Bill of Rights yang isinya adalah kekuasaan
berpindah dari raja ke parlemen dan jaminan kemerdekaan
bagi warga negara Inggris.
c. Perkembangan HAM di Amerika Serikat
1) Pada tahun 1776 di Amerika Serikat dicetuskan Virginia
Bill of Rights yang di dalamnya dimuat pengakuan
terhadap HAM.
2) Pada tahun 1941, Presiden AS pada waktu itu, F.D.
Roosevelt menyatakan 4 macam hak asasi manusia,
yatu:
a) Freedom of Speech and Expression
b) Freedom of Religion
c) Freedom from Want
d) Freedom of Fear.
d. Perkembangan HAM di Perancis
e. Atlantic Charter 1941
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
175
Hukum Tata Negara
f. Pengakuan HAM oleh PBB
g. Hasil Sidang Majelis Umum PBB Tahun 1966
4. Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945Sebelum amandemen terhadap UUD 1945, baik dalam Pembukaan,
Batang Tubuh maupun Penjelasan, tidak dijumpai terdapat istilah Hak
Asasi Manusia, yang ada hanya perkataan yang tegas tentang hak dan
kewajiban warga negara. Setelah amandemen kedua UUD 1945 barulah
istilah hak asasi manusia dicantumkan dengan tegas, yaitu dalam Bab XA
Hak Asasi Manusia Pasal 28A-28J.
Arinita Sandria, SH., M.HumFH - UNIKOM
176