Download - BAB I PENDAHULUAN 2.1. Latar Belakang - UKSW
1
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Penduduk buta huruf di Indonesia masih cukup besar, hingga
kini Indonesia belum bebas dari buta huruf. Data dari Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)
memperlihatkan hampir jutaan warga Indonesia masih buta huruf.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan
Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud), Harris Iskandar, di tahun 2016 terdapat 2,07%
dari jumlah penduduk Indonesia atau 3,4 juta jiwa yang masih buta
huruf. Angka buta huruf berada pada usia 15 – 59 tahun dan 2/3
dari jumlah jiwa buta huruf adalah perempuan. Sebagian besar buta
huruf tersebar di 11 provinsi, yakni Papua (28,75%), NTB
(7,91%), NTT (5,15%), Sulawesi Barat (4,57%), Kalimantan Barat
(4,50%), Sulawesi Selatan (4,49%), Bali (3,57%), Jawa Timur
(3,47%), Kalimantan Utara (2,90%), Sulawesi Tenggara (2,74%),
Jawa Tengah (2,20%). Sementara 23 Provinsi lainnya sudah
berada di bawah standar angka nasional.
Beberapa daerah dengan persentase buta huruf tinggi itu
mendapat perhatian khusus dari Kemendikbud. Hal itu diwujudkan
melalui Program Pendidikan Keaksaraan berdasarkan Instruksi
Presiden RI No. 5 tahun 2006 dan Peraturan Menteri RI No. 35
2
Tahun 2006, seperti pelaksanaan program Afirmasi Pendidikan
Keaksaraan untuk Papua. Program lainnya adalah Gerakan
Indonesia Membaca (GIM) dan program Gerakan Pendidikan
Pemberdayaan Perempuan Marginal (GP3M). Program-program
khusus ini dijalankan dengan melibatkan masyarakat, sehingga
tujuan program ini tidak hanya meningkatkan kemampuan
membaca, menulis dan berhitung tetapi juga memberdayakan
seseorang secara ekonomi, sosial budaya, sains, teknologi
informasi dan komunikasi, ataupun keuangan. Selain itu, program-
program ini disusun agar menghindari warga yang sudah melek
aksara menjadi tuna aksara kembali.
Selain program-program yang sudah dilaksanakan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memberantas
buta huruf, Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) juga telah
mengambil peran dalam Pendidikan Keaksaraan melalui program
yang diberi nama program Pembaca Baru Alkitab (PBA) Lembaga
Alkitab Indonesia. Program PBA LAI memberikan layanan
keaksaraan dasar (membaca, menulis, dan berhitung) bagi umat
Kristiani dengan berbasis Alkitab, sehingga warga belajar atau
warga jemaat tidak hanya dapat membaca tapi juga dapat
memahami Alkitab.
Data statistik Kemendikbud telah mencatat sejumlah
provinsi dan kabupaten yang memiliki angka buta huruf tinggi,
baik menurut persentase maupun jumlah absolut, jumlah umat
Kristiani yang buta huruf cukup signifikan, yaitu Provinsi Papua
3
dan Nusa Tenggara Timur. Untuk itulah selama 15 tahun program
ini dilaksanakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) secara
rutin sejak tahun 2004 di daerah-daerah 3T (terdepan, terluar, dan
tertinggal), atas pertimbangan masih banyak umat Kristiani yang
tidak dapat membaca Alkitab karena gagap atau buta huruf.
Kab/Kota Laki-laki Perempuan Jumlah
2015 2016 2017 2015 2016 2017 2015 2016 2017
Sumba Barat 15.43 13.26 13.52 17.28 13.8 16.83 16.23 1 13.52 2 15.11 3
Sumba Timur 4.25 6.36 7.16 8.63 9.95 9.36 6.38 8.1 8.23
Kupang 6.04 7.2 5.67 8.72 9.11 8.39 7.35 8.13 6.99
TTS 10 10.59 9.34 14.23 15.03 14.03 12.15 4 12.86 3 11.74 5
TTU 8.66 7.23 5.79 10.37 8.38 9.71 9.53 7.81 7.78
Belu 9.78 9.43 7.91 11.15 12.01 12.15 10.47 10.73 10.04
Alor 3.29 1.92 2.25 5.19 5.78 5.38 4.28 3.93 3.89
Lembata 2.05 0.86 1.61 8,17 7.16 3.62 5.4 4.3 2.70
Flores Timur 4.28 2.9 2.74 9.38 7.28 7.96 6.99 5.23 5.52
Sikka 5.81 4.29 7.18 6.53 10.61 10.07 6.2 7.69 8.73
Ende 2.48 3.20 1.83 4.86 7.04 3.72 3.76 5.26 2.84
Ngada 1.63 1.39 1.64 3.10 1.61 1.60 2.39 1.50 1.62
Manggarai 3.31 3.73 2.29 6.28 6.16 6.92 4.84 4.98 4.67
Rote Ndao 6.79 8.06 8.37 7.33 7.34 8.11 7.05 7.71 8.25
Mggrai Barat 2.57 1.99 1.62 4.32 4.69 6.19 3.46 3.36 3.94
Sumba Tengah 7.14 6.26 11.76 11.90 12.67 19.34 9.43 9.35 15.40 2
SBD 13.92 17.15 16.77 17.43 19.30 19.87 15.62 3 18.20 1 18.28 1
Nagekeo 3.72 4.11 4.78 5.25 5.79 3.84 4.52 4.99 4.29
Mggrai Timur 1.97 2.84 2.84 3.12 4.35 5.14 2.56 3.61 4.01
Sabu Raijua 11.39 10.21 8.01 10.82 12.46 11.07 11.11 5 11.30 5 9.50
Malaka 16.28 11.87 12.06 15.89 13.38 13.26 16.07 2 12.66 4 12.70 4
Kota Kupang 0.76 0.35 0.98 1.51 0.55 0.95 1.12 0.45 0.97
NTT 6.11 6.07 5.87 8.39 8.69 8.58 7.27 7.40 7.25
Sumber: Sosial dan Kependudukan BPS Nusa Tenggara Timur
Tabel 1.1 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Buta
Huruf Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur, 2015-2017
4
Salah satu daerah yang menjadi sasaran dari program PBA
LAI adalah kabupaten Sumba Barat. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Timur tahun 2015, kabupaten
Sumba Barat merupakan kabupaten yang memiliki persentase
terbesar angka buta aksara dari 22 Kabupaten di NTT, dengan
persentase 16,23%. Kemudian di tahun 2016 presentasinya
menurun menjadi 13,52% dan mengalami kenaikan kembali di
tahun 2017 menjadi 15.11%, namun secara keseluruhan angka buta
huruf di Sumba Barat mengalami penurunan hingga tahun 2017.
Secara administratif, kabupaten Sumba Barat terdiri atas 6
kecamatan dengan total luas daratan 732,42 Km2 atau 1,56% dari
total luas daratan wilayah Nusa Tenggara Timur. Jumlah buta
huruf di Kabupaten Sumba Barat tahun 2017, usia 15 – 59 tahun
mencapai 17,67% dari jumlah penduduk, yaitu 62.252 jiwa dari
125.776 jiwa penduduk Sumba Barat (BPS Kabupaten Sumba
Barat, 2018). Yang sebelumnya pada tahun 2015, jumlah
penduduk buta huruf mencapai 19,76% dari jumlah penduduk,
yaitu 24.092 jiwa dari 121.921 jiwa penduduk Sumba Barat. Usia
terbesar adalah penduduk berusia 15 – 59 tahun dengan buta aksara
terdapat di kecamatan Loli 3.216 orang dan kecamatan Lamboya
2.448 orang.
5
No Kecamatan Jumlah (Orang)
15-24 Tahun 25-44 Tahun 45-59 Tahun Jenis Kelamin
L P L P L P L P
1 Waikabubak 1.678 348 429 254 292 148 207 750 928
2 Lamboya 2.448 224 393 365 657 279 530 868 1.580
3 Lamboya Barat 1.120 95 165 101 142 224 393 420 700
4 Loli 3.216 542 634 391 473 542 634 1.475 1.741
5 Tana Righu 1.431 191 291 183 284 191 291 565 866
6 Wanokaka 1.923 243 392 248 405 243 392 734 1.189
Total 11.816 1.643 2.304 1.542 2.253 1.627 2.447 4.812 7.004
Sumber: data BPS Tahun 2015 (sampel usia 15-24 tahun, 25-44 tahun & 45-59 Tahun)
Tabel 1.2 Buta Huruf Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Sumba
Barat Tahun 2015
Melihat besarnya angka buta huruf, Lembaga Alkitab
Indonesia hadir melalui suatu program yang disebut Program
Pembaca Baru Alkitab (PBA) Lembaga Alkitab Indonesia yang
berupaya untuk menjawab kebutuhan masyarakat di Sumba Barat
dalam memberantas buta huruf. Program PBA LAI ini berlangsung
selama satu tahun. Selama proses pelaksanaannya, program PBA
tentu memiliki kesulitan-kesulitan dan kendala, di antaranya
berhubungan dengan masalah hasil pencapaian evaluasi hasil
belajar yang tidak sesuai dengan target yang diharapkan,
ketidakhadiran baik warga belajar maupun Tutor dalam proses
pembelajaran yang berdampak pada keberlanjutan materi
pembelajaran.
6
Keterangan Evaluasi I Persentasi Evaluasi II Persentasi
WB Ikut Evaluasi 901 75,3% 1.042 85,34%
WB Tidak Ikut Evaluasi 296 24,7% 155 12,69%
Total WB 1.197 100% 1.221 100%
WB Berhenti - - 24 1,97%
WB Lulus Evaluasi 766 64% 858 70,27%
WB Belum Lulus Evaluasi 135 11% 184 15,07%
Sumber LAI: Laporan Akhir Program PBA LAI Sumba Barat Tahun 2016
Tabel 1.3. Evaluasi Hasil Belajar Program PBA LAI di Sumba Barat
Tahun 2016
Berdasarkan Laporan Evaluasi I dan Laporan Akhir Program
Pembaca Baru Alkitab (PBA) Lembaga Alkitab Indonesia di
Sumba Barat, salah satu kegiatan program PBA LAI adalah
evaluasi hasil warga belajar. Evaluasi hasil belajar dimaksudkan
untuk mengetahui perkembangan kemampuan warga belajar.
Evaluasi ini terdiri atas dua tahap. Evaluasi Tahap I dilaksanakan
untuk mengetahui kemampuan membaca, sementara evaluasi II
untuk mengetahui kemampuan pemahaman bacaan secara
sederhana. Pada kedua evaluasi tersebut juga diuji kemampuan
berhitung dan menulis dikte.
Evaluasi hasil belajar memiliki peranan penting untuk
mengukur sejauh mana ketercapaian hasil belajar warga belajar
melalui tes-tes yang diberikan. Bahkan menurut Arikunto
(2013:47) ujian atau tes yang diberikan kepada warga belajar
memiliki fungsi ganda, yaitu untuk mengukur siswa dan untuk
mengukur keberhasilan proses pengajaran bahkan evaluasi hasil
belajar merupakan masukan bagi evaluasi program pendidikan.
7
Secara jelas Widoyoko (2017:18-19) menjabarkan tujuan dari
evaluasi hasil belajar adalah untuk (1) menjawab strategi
pembelajaran yang dipilih dan dipergunakan oleh guru, efektif; (2)
apakah media pembelajaran yang dipakai oleh guru, efektif; (3)
apakah cara mengajar guru menarik dan sesuai dengan pokok
materi sajian yang dibahas, mudah diikuti dan berdampak siswa
mudah mengerti materi sajian yang dibahas; (4) bagaimana
persepsi siswa terhadap materi sajian yang dibahas berkenaan
dengan kompetensi dasar yang akan dicapai; (5) apakah siswa
antusias untuk mempelajari materi sajian yang dibahas; (6)
bagaimana siswa menyikapi pembelajaran yang dilaksanakan oleh
guru; (7) bagaimanakah cara belajar siswa mengikuti pembelajaran
yang dilaksanakan.
Berdasarkan Tabel 1.3 menunjukkan bahwa evaluasi hasil
belajar warga tidak sesuai dengan diharapkan disebabkan oleh
warga belajar yang tidak hadir dalam evaluasi 12,69%, warga
belajar yang berhenti 1,97%, dan yang belum lulus 15,07%.
Ketidakhadiran warga belajar menunjukkan bahwa ada
kesenjangan yang terjadi pada kinerja guru yang bertanggung
jawab dalam memfasilitasi dan mengarahkan warga belajar serta
bagaimana secara kreatif membimbing dan memotivasi warga
belajar untuk tetap mengikuti proses belajar. Selanjutnya
rendahnya kinerja guru sangat dipengaruhi oleh pengawasan dan
kontrol Koordinator Wilayah dalam mengunjungi kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan di wilayahnya.
8
Jadi tingkat kehadiran warga belajar, baik dalam proses
pembelajaran maupun proses evaluasi hasil belajar program PBA
di Sumba Barat berkaitan erat dengan kesadaran warga belajar
tentang pentingnya melek huruf, kinerja tutor dalam membimbing
dan memotivasi warga belajar, pengawasan dan kontrol dari
Koordinator Wilayah dan Pimpinan Lapangan PBA LAI serta
strategi yang digunakan dalam proses pembelajaran dan evaluasi
hasil belajar.
Oleh karena itu, sebagai suatu program yang dilaksanakan
secara berkelanjutan dan memiliki tingkat persentase yang baik,
Lembaga Alkitab Indonesia perlu memperhatikan kualitas
manajemen yang efektif. Wirawan (2016:25-31) menyatakan
upaya untuk meningkatkan dan menjaga kualitas manajemen yang
efektif serta peningkatan manfaat dari program tersebut salah
satunya dapat dilakukan dengan evaluasi program. Bahkan
menurut Wirawan semua program perlu dievaluasi untuk
menentukan apakah layanan atau intervensinya telah mencapai
tujuan yang ditetapkan. Jika dikaitkan dengan pelaksanaan
program Pembaca Baru Alkitab (PBA), maka evaluasi ini
bertujuan untuk mengukur sejauh mana ketercapaian program
PBA ini terhadap tujuan yang telah dirancang.
Evaluasi program terhadap program PBA LAI di Sumba
Barat telah dilaksanakan pada bulan ke-5 program berjalan,
melalui penyebaran angket kepada 78 tutor dengan tujuan untuk
mengetahui sejauh mana kinerja tutor dan pelaksanaan kegiatan-
9
kegiatan dalam program PBA. Untuk itu, dengan melihat
permasalahan yang dipaparkan, bahwa persentase kehadiran warga
belajar, baik dalam proses pembelajaran maupun proses evaluasi
dapat mempengaruhi tingkat pencapaian keberhasilan program,
maka evaluasi terhadap program PBA LAI membutuhkan model
yang komprehensif untuk melakukan tindakan evaluasi. Jadi tidak
hanya kinerja tutor dan kegiatan-kegiatan program tetapi secara
keseluruhan berupaya untuk melihat sasaran atau target dari
program PBA LAI (conteks), bagaimana rencana jadwal dan
mekanisme kegiatan (input), kinerja dari semua pihak yang
terlibat dalam program (process), ketercapaian kegiatan-kegiatan
program apakah sudah sesuai dengan yang direncanakan dan
dirancangkan oleh LAI (product).
Melihat dari beberapa substansinya bahwa evaluasi ini
berupaya untuk melihat hal yang melatar belakangi
penyelenggaraan program, desain perencanaan program,
pelaksanaan program, produk yang dihasilkan dari program PBA
LAI di Sumba Barat, dan selanjutnya memberikan rekomendasi
tentang keberlanjutan program. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, maka evaluasi terhadap program Pembaca Baru Alkitab
LAI di Sumba Barat dilakukan dengan menggunakan model
evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product).
10
2.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan
sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana Context Program Pembaca Baru Alkitab (PBA)
Lembaga Alkitab Indonesia di Kabupaten Sumba Barat?
2. Bagaimana Input Program Pembaca Baru Alkitab (PBA)
Lembaga Alkitab Indonesia di Kabupaten Sumba Barat?
3. Bagaimana Process dan faktor-faktor apa yang menjadi
penghambat Program Pembaca Baru Alkitab (PBA) Lembaga
Alkitab Indonesia di Kabupaten Sumba Barat?
4. Bagaimana Product Program Pembaca Baru Alkitab (PBA)
Lembaga Alkitab Indonesia di Kabupaten Sumba Barat?
2.3. Tujuan Penelitian
Sebagaimana lazimnya penelitian evaluasi maka tujuan
utama dari penelitian ini adalah memberikan rekomendasi kepada
pengelola program mengenai keberlanjutan program PBA LAI
2016 di Sumba Barat. Tujuan penelitian evaluasi ini akan tercapai
apabila peneliti berhasil:
1. Mengevaluasi Context Program Pembaca Baru Alkitab
(PBA) Lembaga Alkitab Indonesia di Kabupaten Sumba
Barat;
2. Mengevaluasi Input Program Pembaca Baru Alkitab (PBA)
Lembaga Alkitab Indonesia di Kabupaten Sumba Barat;
11
3. Mengevaluasi Process dan menemukan faktor-faktor apa
yang menghambat program Pembaca Baru Alkitab (PBA)
Lembaga Alkitab Indonesia di Kabupaten Sumba Barat;
4. Mengevaluasi Product Program Pembaca Baru Alkitab
(PBA) Lembaga Alkitab Indonesia di Kabupaten Sumba
Barat.
2.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian ini adalah meningkatkan
wawasan dan kajian teori mengenai evaluasi program
keaksaraan yang tidak hanya mengevaluasi sejauh
mana tujuan program telah tercapai tetapi juga
mengevaluasi metode pembelajaran membaca,
menulis, berhitung permulaan berbasis Alkitab.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Lembaga Alkitab Indonesia, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan hasil
evaluasi program PBA dengan menggunakan
komponen dalam model CIPP yang bersifat
komprehensif. Selanjutnya hasil penelitian ini
dapat digunakan sebagai acuan untuk
mengevaluasi impact dari program PBA LAI.
b) Bagi Gereja, hasil penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai masukan/saran untuk
12
memperbaiki dan meningkatkan program
pembelajaran keaksaraan, baik dalam Context,
Input, Process, Product dari program keaksaran
sebagai dampak dari program PBA LAI.
c) Bagi Pemerintah Kabupaten Sumba Barat, hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengevaluasi program
keaksaraan lainnya yang dilaksanakan di Sumba
Barat, dengan menggunakan model CIPP,
sehingga secara komprehensif dapat menjawab
kebutuhan, kelemahan, keunggulan atau
masalah-masalah dalam pelaksanaan program
pendidikan keaksaraan dan dengan demikian
dapat memperbaiki dan meningkatkan program.