Download - Bab i Pendahuluan
-
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat,
peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di
perkotaan, menimbulkan bertambahnya volume dan jenis sampah, serta
karakteristik sampah yang semakin beragam. Sampah yang ditimbulkan dari
aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan ini, telah menjadi permasalahan
lingkungan yang harus ditangani oleh setiap pemerintah kota dengan dukungan
partisipasi aktif dari masyarakat perkotaan itu sendiri. Permasalahan sampah
perkotaan ini dialami pula oleh Pemerintah Kota Bandung sebagai Ibu Kota
Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung yang dahulunya dikenal dengan Parijs van
Java dengan lingkungannya yang asri sehingga pernah dijuluki sebagai Kota
Kembang, namun karena menghadapi permasalahan sampah perkotaan maka
dikhawatirkan status yang sudah baik ini menjadi hilang karna menumpuknya
sampah diberbagai tempat yang antara lain disebabkan oleh terbatasnya daya
tampung tempat pembuangan akhir(TPA).
Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat di masa lampau,
pengelolaan sampah bertumpu pada pendekatan akhir, dengan membuang sampah
yang dihasilkan proses produksi dan konsumsi secara langsung ke tempat
pembuangan akhir sampah (Djajadiningrat, 2001).
Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volume
timbulan sampah sebagai indikasi kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung
periode Tahun 2001-2008, setiap tahunnya menghasilkan rata-rata sebesar
1.369.659 m3, dengan rata-rata pertambahan sebesar 17,29%/tahun atau sebesar
81.394 m3
/tahun, namun demikian volume sampah yang bisa diolah baru sekitar
10%. Data dari PD Kebersihan ini memperlihatkan pula bahwa setiap penduduk
berpotensi menghasilkan sampah sekitar 3 liter per hari, sehingga dengan jumlah
penduduk Kota Bandung sekitar 2,5 juta jiwa, beban sampah dapat mencapai
-
2
sekitar 7.500 m3/hari. Beban kualitas lingkungan hidup berupa sampah ini
memiliki konstribusi terbesar utama berasal dari rumah tangga yaitu sekitar 66%
atau 4.952 m3. Kemudian sektor industri merupakan penghasil sampah yang
memiliki konstribusi terbesar kedua dengan produksi sampah sekitar 798,50
m3
Pengelolaan sampah di Kota Bandung selama ini mengacu pada Peraturan
Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan
kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah. Artinya pengelolaan sampah
di Kota Bandung lebih diarahkan kepada peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
/hari atau hampir 11%, dan sisanya sekitar 23% berasal dari pasar, sektor
komersial, jalan, non komersial, serta sampah saluran.
Peran masyarakat didalam menangani sampah di Kota Bandung
diposisikan hanya sebagai objek sumber pendapatan. Sampah yang berasal dari
rumah tangga dikelola oleh lembaga kewilayahan tingkat RW, kemudian dibawa
ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang dikelola oleh Perusahaan Daerah.
Saat ini kebijakan pengelolaan sampah perkotaan yang diterapkan Pemerintah
Kota Bandung selain dikelola oleh PD Kebersihan, juga mengacu pada Peraturan
Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan
dan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban,
Kebersihan, dan Keindahan, di Kota Bandung yang meminta peran serta
masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Dari dua
peraturan daerah yang ada, terlihat adanya kontradiktif.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan
Sampah merupakan suatu tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah
perkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah
perkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peran
masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Pemerintah Daerah Kota Bandung dituntut untuk memformulasikan
kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dalam mengatasi permasalahan sampah
khususnya sampah yang berasal dari rumah tangga dengan memberikan
konstribusi terbesar (66%) penghasil sampah di Kota Bandung (PD Kebersihan,
-
3
2009). Hal itu diperlukan agar pengelolaan sampah rumah tangga dapat
terintegrasi antar seluruh kelembagaan terkait dan menjadi instrumen penting
dalam menerapkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan.
Pengelolaan sampah di kota, tidak terlepas dari kebijakan publik yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Secara umum menurut Edward III (1980)
kebijakan publik dipengaruhi 4 (empat) aspek penting dalam pelaksanaan suatu
kebijakan yaitu 1) Komunikasi, 2) Sumberdaya, 3) Disposisi, dan 4) Birokrasi.
Upaya pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada aspek
komunikasi yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung lebih banyak dilakukan
dalam hal komunikasi internal antar instansi pemerintah terkait dengan
pengelolaan sampah. Komunikasi eksternal kepada masyarakat hanya sekedar
pada himbauan berupa pemasangan billboard di tempat-tempat tertentu seperti
Buanglah Sampah pada Tempatnya, Dilarang Membuang Sampah
Sembarangan, Jagalah Kebersihan, dan Jangan Membuang Sampah ke
Sungai. Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki program khusus yang secara
intensif menangani kegiatan sosialisasi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan
berupa pengelolaan sampah.
Pada aspek sumberdaya, khususnya dalam hal sumber pendanaan,
Pemerintah Kota Bandung menerapkan retribusi sampah sebagai salah satu
sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan sumber pendanaan dalam
penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah. Fenomena yang terjadi
berkaitan dengan pendanaan ini yaitu adanya 2 (dua) kali pungutan sampah yang
harus dibayar oleh masyarakat. Pertama, pungutan berupa iuran sampah bulanan
yang dikelola oleh RW setempat dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan
pengumpulan sampah dari rumah penduduk ke TPS. Sedangkan yang kedua
pungutan berupa retribusi sampah (pada saat pembayaran listrik PLN) yang
dipungut oleh PD Kebersihan dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan
pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.
Pada aspek disposisi, Pemerintah Kota Bandung dituntut memiliki
kesepakatan di kalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan pengelolaan
sampah perkotaan, namun pada kenyataannya Pemerintah Kota Bandung memiliki
-
4
peraturan daerah yang kontradiksi antara Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor
02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah untuk
mengelola sampah di Kota Bandung, dengan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung dan Peraturan Daerah
Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan
Keindahan; yang mengamanatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
sampah.
Sedangkan pada aspek birokrasi, Pemerintah Kota Bandung menempatkan
PD Kebersihan sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pengelolaan
sampah di Kota Bandung. Namun pengelolaan sampah perkotaan yang dilakukan
PD Kebersihan hanya difokuskan pada pengelolaan sampah dalam hal
pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Peraturan Daerah Pengelolaan Sampah
di Kota Bandung belum mengacu pada Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengamanatkan kepada
Pemerintah untuk menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan
pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah
meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha.
Selain itu organisasi pengelola sampah, dan kelompok masyarakat yang bergerak
di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan
sampah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis melakukan
penelitian dengan judul:
Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya
Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung
1.2 Kerangka Pemikiran
Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung ditujukan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup serta
menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengertian kualitas lingkungan hidup
-
5
dalam kajian ini terkait dengan bebasnya lingkungan hidup dari timbunan sampah,
bau akibat sampah dan turunan dari adanya timbunan sampah seperti penyakit
disentri, kolera, tipus, dan penyakit lainnya.
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suatu proses produksi/konsumsi, namun dalam proses alami, tidak
dikenal istilah sampah. Proses-proses alam terkait satu sama lain dalam suatu
siklus, di mana output dari satu proses menjadi input dari proses lain. Sampah
adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa
atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang yang rusak atau bercacat
dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau
buangan.
Pengelolaan sampah yang selama ini berlangsung bertumpu pada wawasan
bahwa sampah bukan sumberdaya dan mengandalkan diri pada pendekatan
membuang sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Semua sampah
yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat dibuang ke tempat
penimbunan akhir sampah yang pada akhirnya memberikan tekanan yang sangat
berat terhadap tempat penimbunan akhir sampah, karena memerlukan jangka
waktu panjang agar sampah dapat diurai oleh proses alam. Dalam jangka waktu
proses penguraian oleh alam, sampah harus tetap dikelola yang berarti diperlukan
dana, tenaga, waktu dan ruang untuk mengelolanya. Oleh karena itu, pengelolaan
sampah perlu dirumuskan dan dirancang ke dalam suatu sistem dan mekanisme
dalam bentuk kebijakan pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi
volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui upaya
pengembangan memperlakukan sampah dengan cara mengurangi, menggunakan-
kembali dan mendaur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru juga
menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan pelayanan publik yang
bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat melalui
pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh pelaksanaan kebijakan
pengelolaan sampah.
-
6
Lahirnya undang-undang tentang pengelolaan sampah merupakan suatu
tonggak baru bagi pengelolaan sampah khususnya di Kota Bandung. Pengelolaan
sampah di Kota Bandung diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas
berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan,
asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah yang mengatur mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah, pada
Bab IV Pasal 19 menetapkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan
sejenis sampah rumah tangga seperti plastik, sayuran dan buah-buahan dari
sampah pasar, terdiri atas; 1) Pengurangan sampah, dan 2) Penanganan sampah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada
Bab IV Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa kegiatan pengurangan sampah
merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi sampah, yang
meliputi kegiatan; 1) pembatasan timbulan sampah, 2) pendauran ulang sampah,
dan/atau 3) pemanfaatan kembali sampah. Pada ayat (2) undang-undang ini
dijelaskan pula bahwa dalam pengurangan sampah, pemerintah pusat dan
pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan berupa; 1) menetapkan target
pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu, 2)
memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan, 3) memfasilitasi
penerapan label produk yang ramah lingkungan, 4) memfasilitasi kegiatan
mengguna ulang dan mendaur ulang, dan 5) memfasilitasi pemasaran produk-
produk daur ulang.
Upaya pelaksanaan kegiatan pengurangan sampah mengharuskan pelaku
usaha menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit
mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh
proses alam. Begitu pula dengan masyarakat, diharuskan menggunakan bahan
yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.
Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah ini khususnya mengenai
pengurangan sampah, pada Bab IV Pasal 21 tercakup mengenai pemberian
insentif oleh pemerintah bagi setiap orang yang melakukan pengurangan sampah,
-
7
dan bagi setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah akan diberikan
disinsentif oleh pemerintah.
Kegiatan penanganan sampah ditunjukkan pada Bab IV Pasal 22 yang
merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah, meliputi
kegiatan 1) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah
sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, 2) Pengumpulan dalam bentuk
pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, 3)
Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu
menuju ke tempat pemrosesan akhir, 4) Pengolahan dalam bentuk mengubah
karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, dan/atau, 5) Pemrosesan akhir
sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan
sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan, Webster (1990) dalam Wahab
(2000) mengemukakan: Implementasi kebijakan adalah suatu proses
melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit
Presiden. Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Wahab (2000)
mengemukakan: Implementasi kebijakan adalah kejadian-kejadian dan kegiatan-
kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan
negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun
untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-
kejadian.
Jadi yang perlu dalam pelaksanaan kebijakan merupakan bentuk tindakan-
tindakan yang sah atau implementasi suatu rencana dengan peruntukannya.
Terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti
yang diungkapkan oleh Edward III (1980); yaitu komunikasi, sumberdaya,
disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi. Selain itu agar
kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif, menurut Jones
-
8
(1996) terdapat 3 (tiga) aktivitas utama yang merupakan dimensi dari pelaksanaan
program atau keputusan yaitu:
1. Pengorganisasian, penyesuaian dan penataan kembali sumberdaya, unit-unit
serta metode untuk menjadikan program berjalan.
2. Penafsiran (interpretasi) program menjadi rencana, pengarahan yang tepat dan
dapat diterima serta dilaksanakan oleh para pelaksana kebijakan. Dalam hal
ini diperlukan informasi proses kebijakan, standarisasi yang jelas, serta
tingkat dukungan.
3. Penerapan (aplikasi) pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan
dengan tujuan atau perlengkapan program.
Penelitian mengenai Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu yang
dilakukan oleh Wibowo dan Djajawinata (2007), menunjukan bahwa beberapa
kegiatan perlu dilakukan untuk mengatasi tingginya pertambahan penduduk dan
arus urbanisasi ke perkotaan yang menyebabkan semakin tingginya volume
sampah, ditambah keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah, pengangkutan sampah ke TPA yang terkendala karena jumlah kendaraan
yang tidak mencukupi dan kondisi peralatan yang telah tua serta pengelolaan TPA
yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan.
Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang memiliki
nilai ekonomi seperti untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku
industri. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dapat dilakukan
dengan kegiatan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep 3R (reduce, reuse
dan recycle) dan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep pemberdayaan
masyarakat (empowerment). Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan
(reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pendauran ulang (recycle), sedangkan
pemberdayaan masyarakat (empowerment) berupa kegiatan pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Berdasarkan pemikiran yang telah dikemukakan, kerangka pemikiran
untuk penelitian ini digambarkan seperti terlihat pada Gambar 1.
-
9
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan
Sampah di Kota Bandung
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan kerangka pemikiran dan latar belakang dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
KEBIJAKAN (Tujuan dan Sasaran)
Birokrasi
Kelembagaan Persampahan
Disposisi
Sikap Para Pelaksana
PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN
SAMPAH SAAT INI
Paradigma Baru Pengelolaan Sampah
Perkotaan
Umpan balik
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan
Sumberdaya
Pemanfaatan Sampah
Komunikasi
Pengkomunikasian Pelaksanaan
PENINGKATAN KUALITAS
LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDUNG
Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan sampah
yang Baru
Masalah Pengelolaan Sampah Perkotaan
-
10
1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Bandung
belum terlaksana dengan baik.
2. Terdapat faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan
pengelolaan sampah di Kota Bandung.
3. Prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan
pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ada.
4. Kebijakan pengelolaan sampah yang dapat dijadikan acuan dalam
melaksanakan pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ada.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk merumuskan pokok-pokok
pikiran yang menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan model kebijakan
pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung. Kajian akademis ini bertujuan
untuk:
1. Mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.
2. Mengevaluasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.
3. Menetapkan prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung
4. Merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang baru di Kota Bandung.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian yang dilakukan ini adalah:
1. Manfaat Praktis, yaitu memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah
khususnya Pemerintah Kota Bandung, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Kota Bandung, dan masyarakat Kota Bandung mengenai pengelolaan
sampah yang lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan.
2. Manfaat Teoritis, yaitu diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan
rujukan dalam penelitian lain yang melakukan pengkajian terhadap kebijakan
pengelolaan sampah, dan kegiatan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan.
-
11
1.6 Kebaruan Penelitian
Berdasarkan beberapa hasil kajian terhadap penelitian terdahulu, novelty
dari disertasi ini adalah menetapkan faktor dominan yang menentukan
pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dilihat dari konsep Edward
III (1980) dan paradigma baru kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.