5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Magnitudo Gempabumi
Magnitudo gempabumi adalah skala logaritmik kekuatan gempabumi atau
ledakan berdasarkan pengukuran instrumental (Bormann, 2002). Pertama kali, konsep
magnitudo diusulkan oleh Richter (1935). Magnitudo diturunkan dari amplitudo dan
periode gerakan tanah atau dari durasi sinyal yang diukur pada rekaman instrumental.
Beberapa asumsi sederhana terkait skala magnitudo (Afnimar, 2009), adalah:
- Kejadian dua gempabumi atau lebih dengan kekuatan yang berbeda dan terekam
untuk geometri sumber-penerima yang sama. Maka gempabumi dengan
kekuatan yang lebih besar akan menghasilkan gelombang datang dengan
amplitudo yang lebih besar pula.
- Magnitudo harus menjadi suatu ukuran energy seismic yang dilepaskan sehingga
harus sebanding dengan kecepatan getaran tanah, yaitu A/T maksimum dengan
A adalah displacement dari fase sinyal pada periode T yang diamati.
- Peluruhan amplitudo A terhadap jarak episenter Δ dan ketergantungan terhadap
kedalaman sumber h sebagai efek sebaran geometris dan atenuasi gelombang
seismik diketahui secara statistik dapat dikompensasi dengan suatu fungsi
kalibrasi σ (Δ,h). Fungsi kalibrasi adalah logaritma dari kebalikan amplitudo
referensi A0 (Δ,h) dari suatu kejadian gempabumi dengan magnitudo nol, yaitu
σ (Δ,h) = - log A0 (Δ,h)
- Direktivitas sumber yang cenderung bervariasi dapat dikoreksi dengan suku
koreksi sumber regional, Cr, dan pengaruh lokal setempat seperti jenis batuan
6
dekat permukaan, lapisan tanah lunak, topografi dan lain-lain dijelaskan dengan
koreksi stasiun, Cs.
Dari berbagai asumsi diatas, maka bentuk umum dari skala magnitudo dapat dinyatakan
sebagai berikut :
(
) .................................................... . (2.1)
Dimana :
A : Amplitudo dari fase gelombang seismik yang diamati
T : Periode fase gelombang seismik
F(Δ,h) : Koreksi jarak episenter (Δ) dan kedalaman (h)
Cr : Koreksi daerah sumber
CS : Koreksi lokasi stasiun
2.1.1 Magnitudo lokal (ML)
Skala magnitudo lokal pertama kali dikemukakan oleh Richter pada awal tahun
1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di California yang direkam
oleh Seismograf Wood-Anderson.
Rumus empiris skala magnitudo Richter yang asli, yaitu :
– .................................................................... .... (2.2)
Dimana :
AMAX : displacement gempabumi atau amplitudo sinyal yg diukur dari garis nol
ke puncak pada seismogram Wood-Anderson (dalam μm)
A0 : kejadian referensi pada jarak dan waktu tertentu.
7
Cara menghitung magnitudo gempabumi berdasarkan pembacaan seismogram dari
gempabumi yang direkam oleh seismograph yang terletak pada jarak 100 km dari pusat
gempabumi menunjukkan amplitudo puncak 1 mm.
–
Oleh karena itu, besarnya kekuatan untuk gempabumi dengan amplitude 1 mm tercatat
ML = 3,0 SR.
2.1.2 Magnitudo gelombang badan (Mb)
Magnitudo lokal sangat akurat untuk kejadian gempabumi yang berskala lokal
maupun regional, namun ada keterbatasan tipe alat dan kisaran jarak, yang tidak praktis
untuk karakterisasi skala global. Di luar jarak regional, dimana gelombang P menjadi
fase yang jelas, maka praktis untuk mendefinisikan suatu skala magnitudo gelombang
badan diperoleh berdasarkan amplitudo gelombang badan (P atau S) disimbolkan
sebagai Mb. Magnitudo ini dihitung dengan formula:
................................................................... (2.3)
Dimana :
Mb : Magnitude Body / Magnitudo gelombang badan
A : amplitudo getaran tanah (μm)
T : Periode getaran tanah ( sekon)
Q (Δ,h) : koreksi jarak episenter Δ dan kedalaman h berdasarkan pendekatan empiris
8
2.1.3 Magnitudo gelombang permukaan (MS)
Selain magnitudo gelombang badan, dikembangkan pula magnitudo gelombang
permukaan (Surface Wave Magnitude). Untuk jarak Δ > 600 km seismogram periode
panjang (long-period seismogram) dari gempabumi dangkal didominasi oleh
gelombang permukaan. Gelombang ini biasanya memiliki periode sekitar 20 detik.
Amplitudo gelombang permukaan sangat bergantung pada pada jarak Δ dan kedalaman
sumber gempabumi h. Gempabumi dalam tidak menghasilkan gelombang permukaan,
karena itu persamaan MS tidak memerlukan koreksi kedalaman.
Bentuk umum rumus empiris MS adalah :
............................................................... (2.4)
Dimana:
MS : Magnitudo Gelombang Permukaan
A20 : Amplitudo maksimum dari pergeseran tanah horisontal pada periode 20
detik
Δ : jarak episenter (dalam km)
α dan β : koefisien dan konstanta yang didapatkan dengan pendekatan empiris.
2.1.4 Magnitudo momen (MW)
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa magnitudo momen yang disimbolkan
sebagai MW merupakan besaran magnitudo gempabumi yang terbaik dan konsisten
dalam menunjukkan besar kekuatan gempabumi. Nilai magnitudo momen dipengaruhi
oleh nilai momen seismiknya.
9
Berdasarkan teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik
(seismic moment). Momen seismik yang disimbolkan sebagai M0 dapat diestimasi dari
dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempabumi
yang direkam di stasiun pencatat khususnya dengan seismograf periode bebas
(broadband seismograph). Rumus umum momen seismik adalah sebagai berikut :
.............................................................................................. (2.5)
Dimana :
M0: Momen Seismik
μ : Rigiditas
D : Pergeseran rata – rata bidang sesar
a : Area bidang sesar
Kemudian dari nilai momen seismik yang diperoleh, dapat diturunkan untuk
mendapatkan nilai magnitudo momen sebagai berikut :
– .................................................................. (2.6)
Dimana :
MW : Magnitudo Momen
Kelebihan penggunaan magnitudo momen Mw dalam penentuan skala
magnitudo gempabumi adalah berhubungan langsung dengan sifat fisik sumber (M0)
dan tidak tersaturasi untuk gempabumi besar atau tidak memiliki titik jenuh.
10
2.1.5 Hubungan antar magnitudo
Dalam perumusan percepatan tanah, magnitudo yang dibutuhkan adalah
magnitudo gelombang permukaan (MS). Berikut akan dijelaskan hubungan antara
beberapa magnitudo :
- Hubungan antara magnitudo permukaan (MS) dengan magnitudo gelombang badan (Mb):
– .............................................................................. (2.7)
- Hubungan antara magnitudo permukaan (MS) dengan momen seismik (M0) :
........................................................................ (2.8)
Oleh karena hubungan antara momen seismik dengan magnitudo momen adalah
seperti yang telah dijabarkan pada rumus di atas (2.8), maka dapat diturunkan hubungan
antara magnitudo momen (Mw) dengan magnitudo permukaan (Ms) adalah :
– ............................................... (2.9)
2.2 Percepatan Getaran Tanah Maksimum
Percepatan getaran tanah maksimum / Peak Ground Acceleration (PGA)
merupakan salah satu parameter yang penting dalam seismologi teknik atau earthquake
engineering. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai percepatan tanah, antara lain
adalah magnitudo gempa, kedalaman hiposenter, jarak episenter, kondisi tanah. Besar
kecilnya percepatan tanah tersebut menunjukkan risiko gempabumi yang perlu
diperhitungkan dalam perencanaan bangunan tahan gempabumi.
Dari kejadian gempabumi parameter-parameter gempabumi dapat berupa
displacement (simpangan), simpangan kecepatan (velocity), dan percepatan
11
(acceleration). Perpindahan materi dalam perjalaran gelombang seismik biasa disebut
displacement. Jika kita lihat waktu yang diperlukan untuk perpindahan tersebut, maka
kita bisa tahu kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan adalah parameter yang
menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam sampai pada kecepatan
tertentu. Untuk nilai percepatan terbagi menjadi dua bagian yaitu percepatan tanah
maksimum dan percepatan tanah sesaat. Percepatan tanah maksimum adalah nilai yang
dihitung di titik amat / titik penelitian pada permukaan bumi dari riwayat gempabumi
dengan nilai perhitungan dipilih yang terbesar. Sedangkan untuk nilai percepatan tanah
sesaat merupakan nilai percepatan tanah pada saat gempabumi terjadi. Nilai percepatan
tanah yang akan diperhitungkan sebagai salah satu bagian dalam perencanaan bangunan
tahan gempabumi adalah nilai percepatan tanah maksimum.
Percepatan adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari
keadaan diam sampai pada kecepatan tertentu. Pada bangunan yang berdiri di atas tanah
memerlukan kestabilan tanah agar bangunan tetap stabil. Terdapat dua cara untuk
menentukan nilai percepatan getaran tanah maksimum, yaitu dengan sensor
accelerometer dan perhitungan menggunakan rumusan empiris berdasarkan pendekatan
magnitudo dan jarak sumber gempabumi yang pernah terjadi terhadap titik perhitungan
serta nilai periode dominan tanah daerah tersebut (Fauzi dkk, 2005).
Gempabumi dengan getaran yang kuat tidak sering terjadi karena memerlukan
waktu yang lama untuk mengumpulkan energi yang besar, namun jika terjadi akan
membahayakan kehidupan manusia. Salah satu hal penting dalam penelitian seismologi
adalah mengetahui kerusakan akibat getaran gempabumi terhadap bangunan-bangunan
di setiap tempat. Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan kekuatan bangunan
yang akan dibangun di daerah tersebut. Lebih lanjut dikatakan Fauzi (2005) “bangunan-
12
bangunan yang mempunyai kekuatan luar biasa dapat dibuat, sehingga bila terjadi
gempabumi dengan kekuatan besar tidak akan mempunyai tanggapan atau reaksi
terhadap bangunan”.
Getaran gempabumi menyebabkan bangunan mengalami pergerakan secara
vertikal dan horisontal. Gaya oleh getaran gempabumi tersebut secara vertikal maupun
horizontal akan timbul di beberapa titik pada struktur bangunan. Respon bangunan
terhadap gaya tersebut adalah berbeda. Biasanya pengaruh gaya vertikal terhadap
bangunan, tidak berpengaruh signifikan terhadap robohnya suatu bangunan, karena
hanya mengubah sedikit nilai gravitasi bangunan. Sebaliknya, respon bangunan
terhadap gaya horisontal mampu menyebabkan robohnya bangunan. Nilai amplitudo
maksimum (PGA) pada penelitian ini dihitung berdasarkan horizontal motion
(pergerakan horisontal) dengan komponen N-S dan E-W.
2.2.1 Accelerograph
Accelerograph adalah instrumen yang digunakan untuk merekam guncangan
permukaan tanah yang sangat akurat yang mengukur percepatan getaran permukaan
tanah. Rekaman accelerograph pada kejadian gempabumi sangat bermanfaat salah
satunya untuk mendesain bangunan tahan gempa. Pada umumnya peralatan
accelerograph di tempatkan pada daerah perkotaan yang populasinya lebih padat
penduduk yang berfungsi untuk investigasi variasi terhadap respon guncangan karena
struktur geologi setempat (Hapsoro, A.N., 2005)
13
Gambar 2.1 Jenis - jenis accelerograph (Sumber: Bahan Diklat Seismotek 2015, BMKG)
Sistem peralatan accelerograph pada umumnya didukung oleh sensor
accelerometer, digitizer, data logger, modem, sistem komunikasi, sistem daya/energi
listrik, komputer tampilan akuisisi dan analisis.
Gambar 2.2 alur peralatan accelerograph (Sumber: Bahan Diklat Seismotek 2015, BMKG)
14
Sebaran jaringan accelerograph yang dimiliki oleh BMKG hingga 2015 baru
mencapai 231 lokasi dan akan semakin bertambah banyak dan rapat guna mendukung
penyempurnaan data percepatan getaran tanah di Indonesia.
Gambar 2.3 peta jaringan acceleroraph di Indonesia (Sumber: Bahan Diklat Seismotek 2015, BMKG)
2.2.2 Rumus empiris percepatan tanah
Dalam menentukan nilai percepatan tanah maksimum selain menggunakan
peralatan accelerograph , sejumlah metoda empiris telah banyak digunakan di dalam
penelitian percepatan tanah maksimum. Beberapa metoda pada umumnya memerlukan
input data berupa magnitudo, kedalaman, dan jarak hiposenter gempabumi. Penentuan
formula empiris percepatan tanah sebagian besar diturunkan di luar Indonesia,
mengingat belum adanya formula khusus atenuasi percepatan tanah di Indonesia. Oleh
karena itu, studi tentang tingkat risiko gempabumi di suatu wilayah di Indonesia, masih
banyak menggunakan formula atenuasi yang diperoleh di wilayah lain di luar Indonesia
dengan asumsi adanya kesamaan geologi dengan wilayah di Indonesia.
15
Seiring dengan perkembangan dan semakin banyaknya seismograph dan
accelerograph yang terpasang, beberapa peneliti membuat fungsi atenuasi secara
khusus untuk daerah tertentu. Pada penulisan tugas akhir ini, penulis akan merujuk pada
persamaan empiris Lin dan Wu (2010). Lin dan Wu membuat rumusan fungsi atenuasi
percepatan di Taiwan. Data yang digunakan pada penelitiannya adalah data 161
rekaman accelerogram untuk nilai PGA lebih dari 80 gal. Analisis lanjut dari penelitian
mereka adalah membuat rumusan magnitudo yang dikenal dengan magnitudo peak
ground acceleration (MPGA.). Selanjutnya MPGA ini digunakan dalam rangka menunjang
peringatan dini gempabumi di Taiwan. Lin dan Wu mengembangkan fungsi atenuasi
percepatan dari rumusan umum :
......................................................... (2.10)
PGA adalah nilai percepatan getaran tanah, r adalah jarak, M adalah magnitudo, Nilai a
merupakan koefisien empiris dari geometrical spreading, nilai b merupakan koefisien
empiris dari magnitudo gempa, sementara c adalah konstanta.
Maka persamaan fungsi atenuasi percepatan getaran tanah berdasarkan Lin dan
Wu adalah:
............................ (2.11)
Menurut Setiawan, Y. A. (2012), terdapat Beberapa metode lain dalam
perhitungan percepatan getaran tanah maksimum secara empiris diantaranya adalah:
16
1. Rumus McGuire (1977)
Model ini diterapkan di wilayah Amerika Barat, dengan formulanya sebagai
berikut:
.................................................. (2.12)
dimana :
PGA = nilai percepatan tanah maksimum (gal)
MS = magnitudo surface
r = jarak hiposenter (Km)
2. Rumus McVerry (1995)
Model ini diterapkan di wilayah New Zealand, dengan formulanya adalah:
........ (2.13)
dimana :
Mw = magnitudo moment
3. Rumus Fukushima dan Tanaka (1990)
Model ini diterapkan di wilayah Jepang, dengan formulanya adalah :
.... (2.14)
4. Rumus Widiatmoko (2011)
Model ini diterapkan berdasarkan data historis di wilayah Sumatera bagian Tengah.
Perumusan formulanya adalah sebagai berikut :
................... (2.15)
Dimana : Mb : magnitudo Body
17
5. Setiawan, Y. A. (2012)
Diterapkan di wilayah Bali, dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
............... (2.16)
2.3 Analisis Regresi
Analisis regresi digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap
variable terikat serta memprediksi nilai variable terikat dengan menggunakan variable
bebas. Dalam analisis regresi variable bebas berfungsi untuk menerangkan
(explanatory), sedangkan variable tergantung berfungsi sebagai yang diterangkan (the
explained).
Pada dasarnya regresi linier merupakan masalah inversi (Grandis H, 2009).
Karena hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah linier, maka disebut
sebagai inversi linier. Inversi secara umum dapat diformulasikan dengan melibatkan
variabel atau parameter yang ada untuk dinyatakan sebagai notasi vektor atau matrix
yang mempresentasikan variabel dengan banyak komponen atau elemen.
Jika data (d) dan model (m) masing-masing dinyatakan oleh vektor:
d = [d1,d2,d3,…,dN] T
................................................................................. (2.17)
m = [m1,m2,m3,…,mM] T
............................................................................. (2.18)
Maka secara umum hubungan antara data dan model :
G(m) = d .................................................................................................... (2.19)
18
Dimana G merupakan fungsi pemodelan ke depan (forward modeling) yang
memetakan model menjadi besaran dalam “domain” data. Dengan kata lain fungsi G
memungkinkan kita memprediksi data suatu model m.
Secara eksplisit setiap komponen pada persamaan (2.19) dapat ditulis:
[
] [
] ....................................................... (2.20)
Dimana Gi menyatakan fungsi prediksi data elemen ke-i hasil perhitungan
fungsi pemodelan kedepan G sebagai fungsi model m. Fungsi G1 pada dasarnya adalah
fungsi yang sama untuk semua i=1,2,3,…N. Perbedaannya, fungsi tersebut dihitung
untuk variabel bebas tertentu sehingga berasosiasi dengan komponen data tertentu.
1. Dalam metode inverse linier, kita akan mencari model parameter dari data yang
kita dapatkan. Untuk menghubungkan data dengan model parameter adalah
dengan menjadikan persamaan matrix menjadi lebih sederhana :
G.m=d
Dinyatakan dalam matrix menjadi :
[
]
[
]
[
]
........................................................... (2.21)
Dimana G adalah matrix kernel atau matrix (N x M). kelinieraan pada dasarnya
untuk menunjukkan bahwa ada hubungan linier antara operasi dengan model
parameter m.
19
2. Langkah berikutnya adalah dengan menjadikan persamaan sebagai berikut,
dimana masing-masing ruas dikali GT
GT G m = G
T d ........................................................................................... (2.22)
Dimana: T adalah tranpose matrix G
Apabila sebelumnya matrix G merupakan matrix (N x M) maka menjadi matrix
(M x N)
3. Masing – masing dari ruas dikalikan dengan [GTG]
-1 sehingga tidak merubah
nilai.
4. Sehingga persamaan menjadi :
[GTG]
-1 G
TG m = [G
TG]
-1 G
T d ................................................................. (2.23)
Ingat bahwa dalam matrix, nilai inverse matrix jika dikalikan dengan matrix
sebelum di-inverse bernilai 1. Sehingga :
[GTG]
-1 G
TG = 1 ........................................................................................ (2.24)
5. Maka persamaan untuk mendapatkan model parameter menjadi :
m = [GTG]
-1 G
T d ........................................................................................ (2.25)
2.4 Analisis Korelasi
Koefisien Korelasi Sederhana disebut juga dengan Koefisien Korelasi Pearson
karena rumus perhitungan Koefisien korelasi sederhana ini dikemukakan oleh Karl
Pearson yaitu seorang ahli Matematika yang berasal dari Inggris.
20
Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua
variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi
menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel
acak. Jika koefesien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah.
Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula. Sebaliknya,
jika koefesien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai hubungan terbalik.
Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan menjadi rendah dan
berlaku sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan
hubungan antara dua variabel dibuatlah kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2006) :
Tabel 2.1 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi
r INTERPRETASI
0
>0 - 0,25
>0,25 - 0,5
>0,5 - 0,75
>0,75 - 0,99
1
Tidak Ada Korelasi
Korelasi Sangat Lemah
Korelasi Cukup
Korelasi Kuat
Korelasi Sangat Kuat
Korelasi Sempurna
Pola / Bentuk Hubungan antara 2 Variabel :
1. Korelasi Linear Positif (+1)
Perubahan salah satu Nilai Variabel diikuti perubahan Nilai Variabel yang
lainnya secara teratur dengan arah yang sama. Jika Nilai Variabel X mengalami
kenaikan, maka Variabel Y akan ikut naik. Jika Nilai Variabel X mengalami penurunan,
21
maka Variabel Y akan ikut turun. Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati +1
(positif Satu) berarti pasangan data Variabel X dan Variabel Y memiliki Korelasi Linear
Positif yang kuat/Erat.
2. Korelasi Linear Negatif (-1)
Perubahan salah satu Nilai Variabel diikuti perubahan Nilai Variabel yang
lainnya secara teratur dengan arah yang berlawanan. Jika Nilai Variabel X mengalami
kenaikan, maka Variabel Y akan turun. Jika Nilai Variabel X mengalami penurunan,
maka Nilai Variabel Y akan naik. Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati -1
(Negatif Satu) maka hal ini menunjukan pasangan data Variabel X dan Variabel Y
memiliki Korelasi Linear Negatif yang kuat/erat.
3. Tidak Berkorelasi (0)
Kenaikan Nilai Variabel yang satunya kadang-kadang diikut dengan penurunan
Variabel lainnya atau kadang-kadang diikuti dengan kenaikan Variable yang lainnya.
Arah hubungannya tidak teratur, kadang-kadang searah, kadang-kadang berlawanan.
Apabila Nilai Koefisien Korelasi mendekati 0 (Nol) berarti pasangan data Variabel X
dan Variabel Y memiliki korelasi yang sangat lemah atau berkemungkinan tidak
berkorelasi.