Download - BAb III Geomorfologi Karangsari
16
BAB III
GEOMORFOLOGI
III.1 Satuan Geomorfologi Kabupaten Wonogiri Bedasarkan Perbandingan Perbedaan Relief
Satuan Lingkungan Dataran
Satuan ini merupakan dataran dengan kemiringan <5% pada ketinggian antara 50-100 meter
dpl, melampar cukup luas di bagian utara dan bagian tengah.satuan dataran ini di pisahkan
menjadi dataran limpah banjir,dataran lembah gunung dan dataran kaki gunung.dataran
lembah waduk gajah mungkur digunakan untuk pengembangan industri.
Satuan Perbukitan Berlereng Landai
Satuan ini merupakan perbukitan rendah atau bergelombang rendah (undalating) dengan
kemiringan lereng 5-10% pada ketinggian antara 100-600 meter,melampar hamper di
sekeliling kaki baratdaya-selatan G.Lawu tersusun oleh endapan batuan vulkanik, breksi, tufa
dan batupasir dan batuan beku.daerah ini adalah Perbukitan Landai Ngadirejo, Slogohimo,
Purwantoro. Daerah ini di kembangkan sebagai lahan pemukiman, perkebunan, tegalan.
Satuan Perbukitan Berlereng Agak Terjal
Satuan ini membentuk morfologi agak terjal dengan kemiringan lereng 15-25% tersusun oleh
batupasir, batulempung dan sebagian kecil batuan beku,breksi dan lahar. Satuan ini melampar
secara setempat berbatasan dengan perbukitan terutama di Purwantoro.
Satuan Perbukitan Berlereng Terjal
Satuan ini membentuk morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan antara 25-40% pada
ketinggian antara 200-1000 meter, tersusun oleh batuan beku, breksi, tufa dan konglomerat,
satuan ini melampar luas di bagian barat dan tenggara,timur laut. Bentuk lahan ini sebagai
hutan lindung, hutan, perkebunan. Daerah tersebut meliputi perbukitan terjal G. Kukusan, G.
Gude, G.Badud.
Satuan Berlereng Sangat Terjal
Satuan ini merupakan puncak komplek G. Silamuk, G. Tejokaton dan G.Kemukus,
membentuk ketinggian >1000 meter dpl, tersusun oleh breksi, lahar dan batuan beku jenis
andesit dan basalt. Produktifitas akuifer kecil setempat berarti, setempat airtanah dalam
jumlah terbatas dapat diperoleh pada daerah lembah atau zona lapukan, muka airtanah >10
17
meter, air jernih, setempat muncul mataair terutama pada lembah antar bukit debit < 5 liter/
detik. Batu belah dari batuan beku, sirtu, dan tras cadangannya cukup berlimpah. Longsoran
bahan rombakan dapat terjadi pada lereng-lereng atau tebing-tebing terjal, terutama pada
musim-musim hujan. Peruntukan lahan satuan ini sangat cocok sebagai kawasan hutan
lindung mengingat kondisi morfologinya berlereng sangat terjal, sehingga tumbuhan penutup
akan berfungsi mengurangi aliran permukaan dan meresapkan aliran tersebut ke dalam tanah,
yang pada akhirnya akan tersimpan sebagai cadangan airtanah atau nantinya akan muncul
sebagai mata air di kaki-kaki perbukitan.
Satuan Perbukitan Karst ( Batugamping )
Satuan ini merupakan morfologi yang khas pada batugamping pasiran, yang membentuk
morfologi berelief kasar dan kemiringan lereng curam. Batugamping adalah batuan yang
mudah larut oleh air sehingga pada morfologi ini akan terbentuk fenomena alam yang khas
antara lain gua-gua yan didalamnya dapat dijumpai stalaktit atau stalakmit, gua-gua ini
merupakan proses dari alur sungai di bawah tanah yang akhirnya muncul sebagai mataait di
kaki atau lembah morfologi ini. Morfologi ini melampar cukup luas di bagian selatan
Kabupaten Wonogiri dan sebagian di bagian tengah yaitu, di Perbukitan karts antara
Pracimantoro-Giribelah- Paranggupito, Perbukitan karts Manyaran-Wuryantoro-Eromoko,
dan Perbukitan karst Batuwarna.
III.2 Dasar Pembagian Geomorfologi
Dalam pembagian morfologi daerah telitian penulis menggunakan klasifikasi pembagian bentuk
asal dan bentuk lahan berdasarkan pada Van Zuidam 1983, penulis membagi daerah penelitian menjadi 2
bentuk asal yaitu struktural dan fluvial, dimana bentuk asal struktural terdapat bentuk lahan yaitu
perbukitan homoklin dan dataran homoklin, sedangkan bentuk asal fluvial dengan bentuk lahan dataran
aluvial, tubuh sungai.
III.2.1. Relief
Berdasarkan klasifikasi relief menurut Van Zuidam,. 1983 (Tabel 2.1.), daerah penelitian dapat
dikelompokkan menjadi 5 klas lereng yaitu : Datar atau Hampir datar (0-2%), Bergelombang lemah atau
Miring landai (3 – 7 %), Bergelombang kuat atau Miring (8 – 13 %), Berbukit bergelombang atau Miring
(14 – 20 %) dan Berbukit menegah atau curam (21 – 55 %).
18
No Unit Relief Kemiringan
Lereng (%)
Beda Tinggi
Relatif (m)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Datar – hampir datar
Topografi bergelombang lemah
Topografi lereng / bergelombang kuat
Topografi menengah curam / berbukit
Topografi curam / berbukit - terajam
curam
Topografi sangat curam / pegunungan –
terajam curam
Pegunungan / topografi sangat-sangat
curam
0 – 2
3 – 7
8 – 13
14 – 20
21 – 55
56 – 140
> 140
< 5
5 – 50
12 – 75
50 – 200
200 – 500
500 – 1000
> 1000
Tabel III.2.1. Pembagian unit relief, oleh Van Zuidam (1983).
Secara umum kemiringan lereng yang curam relatif ke arah utara, sedangkan lereng yang landai
relatif ke arah selatan, sehingga memperlihatkan kenampakan topografi yang asimetri. Hal ini disebabkan
karena pola kemiringan lapisan satu arah, yaitu berarah utara selatan, dengan kemiringan lapisan searah
dengan kemiringan lereng, dimana besar kemiringan lapisan lebih kecil dari kemiringan lereng.
Perhitungan besar kemiringan lereng dalam persen (%) dari peta topografi, dilakukan dengan metode
Wentworth.
III.2.2. Aspek-aspek Geomorfologi
Hasil pengerjaan dua proses utama pada lapisan kulit bumi akan meninggalkan kenampakan
bentuk lahan tertentu di setiap daerah di roman muka bumi ini. Kedua proses ini adalah proses endogenik
(asal dalam) dan eksogenik (asal luar). Perbedaan intensitas, kecepatan jenis dan lamanya salah satu atau
kedua proses tersebut yang bekerja pada suatu daerah menyebabkan kenampakan bentuk lahan di suatu
daerah dengan daerah lain umumnya berbeda.
19
Gambar III.2.2. Bagan alir penentuan satuan geomorfik
Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan
geomorfologi yaitu :
1. Morfologi: studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan meliputi:
a. Morfografi adalah susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi, bersifat
pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan, antara lain lembah, bukit, bukit, dataran,
gunung, gawir, teras, beting, dan lain-lain.
20
b. Morfometri adalah aspek kuantitatif dari suatu aspek bentuk lahan, antara lain
kelerengan, bentuk lereng, panjang lereng, ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, dan
pola pengaliran.
2. Morfogenesa: asalusul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta proses–proses
geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi, litologi penyusun dan
proses geomorfologi merupakan perhatian yang penuh. Morfogenesa meliputi :
a. Morfostruktur pasif: bentuklahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan yang
ada kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan (denudasi), misal mesa, cuesta,
hogback and kubah.
b. Morfostruktur aktif: berhubungan dengan tenaga endogen seperti pengangkatan,
perlipatan dan pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi, punggungan antiklin,
gawir sesar dll.
c. Morfodinamik: berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air, fluvial, es,
gerakan masa, dan gunungapi, misal gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai, lahan
kritis.
3. Morfokronologi: urutan bentuklahan atau hubungan aneka ragam bentuklahan dan
prosesnya di permukaan bumi sebagai hasil dari proses geomorfologi. Penekanannya pada
evolusi (ubahangsur) pertumbuhan bentuklahan.
4. Morfokonservasi: hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau berdasarkan parameter
bentuklahan, seperti hubungan antara bentuklahan dengan batuan, struktur geologi, tanah, air,
vegetasi dan penggunaan lahan.
Atas dasar aspek-aspek geomorfologi tersebut di atas, maka karakteristik bentuklahan dapat
diklasifikasikan menjadi delapan bentuklahan utama berdasarkan genesanya, yaitu bentukan asal
structural, vulkanik, fluvial, marin, angin, kars, denudasional, dan glasial.
III.3. Geomorfologi Daerah Telitian
III.3.1 Dasar Pembagian Geomorfologi Daerah Telitian
Secara umum daerah telitian merupakan topografi perbukitan yang mempunyai
kelerengan miring-curam, umumnya disusun oleh breksi piroklastik, breksi tuffan, tuff, dan
batulapilli sedangkan pada bagian topografi dataran disusun oleh batupasir tuffan dan endapan
alluvial. Dalam pembagian satuan geomorfologi dan pengamatan satuan geomorfologi, yaitu
21
berdasarkan aspek-aspek penunjang seperti Morfologi yang berupa: Morfografi (pemerian
bentuklahan berdasarkan posisi dari kompetentik fisik bentuklahannya yang meliputi sungai,
dataran, perbukitan, dll) dan Morfometri (pemerian bentuklahan berdasarkan perbedaan elevasi
dan sudut kemiringan lereng), Morfogenesa yang di bagi menjadi : Morfostruktur pasif
(berdasarkan penyusunnya atau litologi), Morfostruktur aktif (meliputi struktur-struktur geologi
sesar, kekar, dan pelapukan), dan Morfodinamik (berdasarkan unsur eksogen: meliputi tingkat
pelapukan / erosi berhubungan dengan lingkungan / kehidupan di sekitarnya).
Berdasarkan aspek-aspek penunjang tersebut dengan disertai rujukan klasifikasi relief
menurut Van Zuidam (1983), maka di dapatkan satuan geomorfik daerah telitian sebagai berikut:
1. Satuan Bentukasal Struktural
Satuan bentuasal struktural pada daerah telitian didapatkan satuan perbukitan lipatan,
lembah sinklin, lembah antiklin, dataran struktural, dan lereng homoklin.
2. Satuan Bentukasal Fluvial
Ada dua jenis subsatuan geomorfik yang dapat dijumpai pada daerah telitian, yaitu :
Dataran alluvial dan Tubuh Sungai.
III.3.1.1. Bentukasal Struktural
Satuan Geomorfik Perbukitan Lipatan
Foto III.3.1.1.1. Satuan Geomorfik Perbukitan Lipatan dengan kemiringan lereng miring-sangat curam,
arah kamera N 179º E , cuaca cerah
22
Satuan geomorfik perbukitan lipatan merupakan bentukan morfologi perbukitan, yang
memiliki kelerengan miring-sangat curam (8-40%), pola pengaliran subdendritik, menempati
luas 40 % daerah telitian, dengan penyusunnya adalah breksi tuffan, breksi piroklastik, tuff, dan
lapilli. (Foto 1).
Satuan Geomorfik Lembah Sinklin
Foto III.3.1.1.2. Satuan Geomorfik Lembah Sinklin dengan kemiringan lereng landai-agak curam,
arah kamera N 298º E , cuaca cerah
Satuan geomorfik lembah sinklin merupakan bentukan morfologi lembah yang dikontrol
oleh kedudukan batuan yang memiliki kedudukan relatif ke arah baratlaut - tenggara, memiliki
kelerengan landai-agak curam (Foto 2).
Satuan ini menempati 5 % dari daerah telitian yang tersusun atas litologi berupa tuff
dengan pola pengaliran ubahan yaitu subdendritik.
23
Satuan Geomorfik Lembah Antiklin
Foto III.3.1.1.3. Satuan Geomorfik Lembah Antiklin dengan kemiringan lereng landai-miring,
arah kamera N 163º E , cuaca cerah
Satuan geomorfik lembah antiklin merupakan bentukan morfologi lembah yang dikontrol
oleh kedudukan batuan yang memiliki kedudukan relatif ke arah baratlaut - tenggara, memiliki
kelerengan landai-miring (9 – 24 %) (Foto 3).
Satuan ini menempati 5 % dari daerah telitian yang tersusun atas litologi berupa
batupasir tuffan dengan pola pengaliran ubahan yaitu subdendritik.
Satuan Geomorfik Dataran Struktural
Foto III.3.1.1.4. Satuan Geomorfik Dataran Struktural dengan kemiringan lereng landai-miring,
arah kamera N 167º E , cuaca cerah
24
Satuan geomorfik dataran struktutral merupakan bentukan morfologi dataran yang
dikontrol oleh struktur geologi (sesar), kedudukan relatif ke arah tenggara, memiliki lereng
landai-miring (6-10%), pola pengaliran subdendritik , menempati luas 25 % daerah telitian,
dengan penyusunnya adalah batupasir tuffan dan tuff (Foto 4).
Satuan Geomorfik Lereng Homoklin
Foto III.3.1.1.5. Satuan Geomorfik Lereng Homoklin dengan kemiringan lereng miring,
arah kamera N 043º E , cuaca cerah
Satuan geomorfik lereng homoklin merupakan bentukan morfologi lereng yang dikontrol
oleh kedudukan batuan yang relatif ke arah tenggara-selatan, memiliki lereng miring (16%), pola
pengaliran subdendritik , menempati luas 10 % daerah telitian, dengan penyusunnya adalah
batupasir tuffan dan tuff. (Foto 5).
25
III.3.1.2. Bentukasal Fluvial
Satuan Geomorfik Tubuh Sungai
Foto III.3.1.2.1. Satuan Geomorfik Tubuh Sungai dengan kemiringan lereng datar,
arah kamera N 177º E , cuaca cerah
Satuan geomorfik tubuh sungai menempati 5 % daerah penelitian, morfologi dataran,
dengan lereng datar (0-2%), yang disusun oleh batupasir tuffan, tuff, lapilli serta material lepas
(pasir, kerikil, kerakal) hasil rombakan batuan asal. (Foto 6).
Satuan Geomorfik Dataran Alluvial
Foto III.3.1.2.2. Satuan Geomorfik Dataran Alluvial dengan kemiringan lereng datar-landai,
arah kamera N 020º E , cuaca cerah
Satuan geomorfik dataran alluvial merupakan bentukan morfologi dataran yang
menempati 10 % daerah penelitian, morfologi dataran, dengan lereng datar-landai (0-13%), yang
26
disusun oleh material lepas (pasir, kerikil, kerakal) hasil rombakan batuan asal serta terdiri oleh
pola pengaliran ubahan yaitu subdendritik. (Foto 7).
III.3.1.3. Pola Pengaliran
Pola Aliran
Perpaduan dari beberapa sungai dan alur yang saling berhubungan membentuk suatu pola
dalam kesatuan ruang disebut pola aliran, yang secara umum dikontrol oleh litologi dan struktur
geologinya (Thornbury, 1954). Pola aliran yang berkembang pada suatu daerah akan dikontrol
oleh jenis batuan, kelerengan dan struktur geologi dari daerah yang bersangkutan. Pola aliran ini
merupakan kumpulan dari jalur sungai, baik yang permanen maupun yang tidak permanen.
Berdasarkan klasifikasi Arthur Davis Howard, (1966), pola aliran yang berkembang pada
daerah pemetaan, yaitu pola pengaliran subdendritik (Gambar III.3.1.1). Pola pengaliran
subdendritik merupakan perkembangan dari pola dasar dendritik, karena pengaruh dari topografi
yang memiliki kemiringan lereng antara landai hingga miring dan resistensi batuan dan tanah
yang relatif seragam, sehingga dihasilkan bentukan pola pengaliran menyerupai cabang pohon,
kemudian faktor pengontrol berupa struktur juga mempengaruhi, namun tidak dominan.
Gambar III.3.1.3.1. Pola pengaliran ubahan subdendritik (A.D. Howard,1966) dalam Buku Panduan Praktikum
Geomorfologi 2009
Pola aliran subdendritik terbentuk dari cabang-cabang sungai kecil yang berukuran relatif
kecil dengan aliran relatif tegak lurus sepanjang sungai induk yang terdapat pada daerah yang
27
memanjang barat laut-tenggara, utara-selatan, dan barat-timur. Bentuk lembah sungai yang
melebar, berbentuk “U” pada lembah sungai bagian tengah pada sungai utama sedangkan pada
alur liar mempunyai bentuk “V” pada lembah sungainya.
Gambar III.3.1.3.2. Peta pola pengaliran daerah telitian subdendritik (Penulis 2012)
28
III.3.2 Analisis Perkembangan Morfologi
Dengan pertimbangan terhadap kenampakan morfologi dan berdasarkan pengamatan
kejadian gelogi yang berlangsung pada daerah pemetaan, maka dapat dikatakan bahwa
perkembangan morfologi daerah pemetaan dipengaruhi oleh proses tektonik berupa
pengangkatan, perlipatan dan pensesaran. Morfologi rendahan dan tinggian dipengaruhi juga
oleh tingkat resistensi batuan terhadap proses pelapukan dan pengerosian. Litologi pada
morfologi tinggian dicirikan keberadaan breksi tuffan dan tuff. Sedangkan pada morfologi
rendahan dicirikan keberadaan batupasir tufan.
Perkembangan proses geomorfologi setelah proses geologi berlangsung hingga saat ini
dan seterusnya adalah proses erosional yang lebih dominan akan memberikan peranan terhadap
perubahan morfologi daerah telitian.