Page 31
Bab III
Kehidupan Masyarakat Pendatang Islam-Kristen di Kampung
Tiba-tiba Abepura
Pertemuan dua kepribadian seperti hubungan
dua bahan kimia; jika terjadi reaksi, keduanya akan berubah.”
Carl Gustav Jung
1875–1961
Pada bab III penulis akan menjelaskan gambaran umum wilayah Kampung Tiba-tiba
dan perkembangannya, serta mengemukakan beberapa hasil wawancara yang
dilakukan terhadap masyarakat pendatang, masyarakat asli Papua dan beberapa
tokoh masyarakat serta pemuka-pemuka agama. Hasil penelitian atau data lapangan
diuraikan dalam bentuk poin-poin penting sehingga memudahkan para pembaca.
3.1 Gambaran Umum Kampung Tiba-tiba Distrik Abepura
Kampung Tiba-tiba merupakan sebuah wilayah pemukian di distrik Abepura
keluarahan Wahno. Secara umum distrik Abepura merupakan sebuah wilayah yang
berada di provinsi Papua tepatnya di Kota Jayapura. Jayapura terbagi menjadi dua
Page 32
wilayah yaitu: Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura. Secara umum Kota Jayapura
memilki 5 distrik yaitu1:
Nama
Distrik
Jumlah Jiwa Jumlah
L dan P
L P
Muara
Tami
6323 5695 12018
Heram 22996 20304 43300
Abepura 41528 36 78441
Jayapura
Utara
36 363 33 273 69909
Jayapura
Selatan
37657 34 369 72026
Diantara 5 distrik yang ada tercatat wilayah abepura memiliki jumlah
populasi penduduk terbanyak. Menurut pengamatan penulis selama kurang lebih 25
tahun berdomisili sebagai warga Abepura dan juga pada saat melakukan penelitian
wilayah ini setiap tahunnya mengalami perkembangan yang sangat cepat dapat
dilihat dari proses pembangun dan jumlah penduduk yang tinggi dibandingkan
dengan 5 distrik lainnya. Tingginya jumlah penduduk di wilayah Abepura dikarena
wilayah ini merupakan pusat perkantoran, perbelanjaan, sekolah, dan perguruan
tinggi. hampir sebagaian besar perguruan tinggi berlokasi di Abepura. Oleh sebab itu,
1 Jumlah Penduduk Kota Jayapura Menurut Jenis Kelamin, Badan Pusat Statistik Kota
Jayapura tahun 2014. https://jayapurakota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/2 , diunduh Pada tanggal 24 Nov 2017
Page 33
banyak orang yang datang dengan tujuan serta kepentingan masing-masing. Ada yang
bersekolah, mencari pekerjaan, atau sekadar melanjutkan hidup.
Bukan hanya orang pendatang dari wilayah di luar Papua yang menjadikan
Kota Jayapura sebagai tempat tujuan mereka tetapi warga Papua dari daerah-daerah
seperti Biak, Serui, Manokwari, Timika dan beberapa daerah lainnya turut datang
dengan tujuan dan kepentingan masing-masing seperti berkuliah dan mencari
pekerjaan. Abepura merupakan bagian dari Kota Jayaparua yang perkembangannya
sangat cepat. Abepura memiliki delapan kelurahan yaitu Asano, Awiyo, Wahno, Kota
Baru, Vim, Wayhorock dan Yobe. Kampung tiba-tiba merupakan salah satu wilayah
yang masuk dalam kelurahan Wahno Distrik Abepura.
3.1.1 Kampung Tiba-tiba dalam Perkembangannya
Kampung tiba-tiba merupakan sebuah wilayah pemukiman yang berada di
daerah dataran tinggi Abepura. Beberapa wilayah di daerah Abepura merupakan
tanah ulayat miliki suku Tobati, Enggros dan Nafri. Hak mengenai tanah ulayat telah
di atur dalam pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang No 21
Tahun 2001 tentang otonomi khusus orang Papua yang juga memberikan pengakuan
terhadap hak-hak ulayat. Bahkan secara khusus termuat dalam Peraturan Daerah
Khusus Provinsi Papua Nomor 23 tahun 2008 tentang hak ulayat Masyarakat hukum
adat dan perorangan warga masyarakat hukum adat atas tanah.2 Secara ringkas isi
2 Pemerintah Provinsi Papus,
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2008/papua23-2008.pdf, diunduh pada tanggal
25 November 2017
Page 34
dari peraturan daerah menegaskan bahwa masyarakat adat yang di pimpin oleh kepala
adat/suku yang berhak untuk mengatur segala macam persoalan yang berkaitan
dengan hak-hak masyarakat.
Seperti yang sudah di jelaskan bahwa Kampung tiba-tiba merupakan salah
satu wilayah adat miliki suku Nafri sehingga semua proses yang berkaitan dengan
pertanahan akan di atur oleh dewan adat dan Ondoafi dari suku Nafri serta aparat
pemerintah yang bertugas mengatur pertanahan.3 Menurut Dalegi, Masyarakat Nafri,
Tobati, Enggros, Kayu Pulo memiliki kebiasaan untuk hidup di perkempungan
tepatnya di pulau-pulau kecil di pinggiran kota Jayapura. Hal ini mengakibatkan
penyebaran penduduk asli Jayapura yang tidak merata hingga ke daerah perkotaan.4
Salah satunya wilayah Kampung tiba-tiba yang tidak di huni oleh masyarakat Nafri
pemiliki hak ulayat.
Menurut penuturan Bapak Jance Tabisu tidak dapat di pastikan tepatnya pada
tahun berapa wilayah Kampung tiba-tiba mulai di Huni. Namun yang pasti kampung
tiba-tiba mulai dihuni oleh masyarakat suku Genyem yang merantau dari daerah asal
mereka yang kini masuk dalam wilayah pemerintahan kabupaten Jayapura.5
Masyarakat Genyem lambat laun semakin banyak sehingga ada perbincangan antara
masyarakat Genyem dengan kepala suku (Ondoafi) Nafri agar masyarakat Genyem
3 Ibu Kristina Gerdha Marsyom/Saimima, warga Kampung-Tiba-Tiba yang bekerja
sebagai Staf distrik Abepura. Wawancara Tanggal 24 November 2017 4 Bapak Dalegi Warga Kampung Tiba-tiba Asal suku Sanger Talaud, Wawancara
Pada Tanggal 22 Nov 2017 , Pukul 15.30 WIT 5 Jance Tabisu, Orang Yang di Tuakan di Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada
Tanggal 22 Nov 2017 , Pukul 16.25 WIT
Page 35
yang datang merantau ke daerah Abepura diperbolehkan untuk tinggal di wilayah
adat suku Nafri.6 Sejak saat itu dengan bertambahnya jumlah penduduk yang
berdatangan terkhusus dari Genyem sehingga mereka membentuk sebuah pemukiman
kecil yang mereka sebut kampung Genyem. oleh sebab itu masyarakat di wilayah-
wilayah Abepura seperti kampung Key (Kampkey), kampung Cina (Kamp cina)
memberi nama wilayah yang di huni oleh masyarakat Genyem dengan sebutan
Kampung Tiba-tiba. Bapak Jance mengungkapkan bahwa masyarakat di
perkampungan Genyem lebih suka membuat rumah yang berdekatan satu sama lain
hal ini tidak terlepas dari pola perkampungan di daerah asal mereka. Seiring
berjalannya waktu jumlah Penduduk di kota Abepura meningkat sehingga wilayah-
wilayah mulai dihuni oleh masyarakat yang mulai berdatangan termasuk wilayah
kampung tiba-tiba yang pada saat itu lahannya masih luas.
Datanglah beberapa orang pendatang membeli tanah kepada Ondoafi dan
membangun rumah di wilayah Kampung-tiba-tiba. Sehingga wilayah Kampung tiba-
tiba tidak hanya di huni oleh masyarakat Genyem tetapi juga masyarakat-masyarakat
yang lain seperti ambon, batak, bugis, button dan toraja dan juga wilayah Papua
lainnya semua masyarakat dari latar belakang etnis dan agama yang berbeda hidup
bersama-sama di kawasan kampung tiba-tiba. Hingga saat ini masyarakat pendatang
semakin bertambah.7 Berdasarkan data dari RT setempat tercatat penduduk Kampung
Tiba-tiba di RT 01 dan 03 terdiri dari 146 Kepala Keluarga dan terbagi menjadi 133
6 Bapak Jance, Ibu Margrit Elly, Salomina Trapen Warga Kampung Kampung Genyem
Kampung Tiba-tiba. Pada Tanggal 23 November 2017 Pukul 16.45 WIT 7 Bapak Daniel Tomasoa, Warga Kampung Tiba-tiba Asal Maluku, Wawancara pada tanggal
23 November 2017 Pukul 17.55 WIT
Page 36
Keluarga Non Papua dan 15 Keluarga Orang Asli Papua.8 Penduduk terbanyak
berasal dari sulawesi yaitu (Makasar, Button, Bugis) namun, ada juga penduduk yang
berasal dari Jawa, Maluku, Sanger dan Papua.9
Tabel 1. Data Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2. Data Penduduk Berdasarkan Agama10
3.2 Proses Masuknya Orang Pendatang
Istilah pendatang (Migran) sering di berikan kepada orang-orang yang
bukan berasal dari wilayah dimana mereka tinggal. Di wilayah Papua kata
8 Data ini sudah termasuk beberapa warga pendatang di daerah weref yang terkena musibah
kebakaran dan di relokasikan ke wilayah kampung tiba-tiba 9 Bapak Fahri, Bapak Syamsudin. Ketua RT 01, dan RT 03, Wawancara Pada Tanggal 25
Nov 2017 10
Sumber Data Kelurahan Wahno 2015-2016
Nama
tempat
Jumlah
Jiwa
Kepala
Keluarga
Kampung
Tiba-Tiba
L P 146 KK
312 335
Agama Kristen
Protestan
Katholik
Islam Budha Hindu
Jumlah 77 - 570 - -
Page 37
Pendatang sering ditujukan kepada orang yang bukan keturunan Papua.
Perjumpaan antara pendatang dan orang asli Papua sudah berlangsung sejak
lama. Ada beberapa fase masuknya orang pendatang ke Papua yaitu:
Penjajahan, penyebaran agama, program transmigrasi dan inisiatif pribadi.
Masa Penjajahan:
Proses datangnya orang non Papua terjadi sejak masa penjajahan,
Ditandai dengan datangnya para penjajah yang menguasai beberapa daerah di
Papua. mulai dari masa penjajahan Belanda hingga masa penjajahan Jepang.
Pada masa penjajahan belanda proses interaksi terjadi antara orang belanda
dan penduduk asli Papua. Pada masa ini dibukalah sekolah-sekolah berbasis
asrama serta penataat secara birokrasi dan administrasi wilayah yang terbagi-
bagi. Tentu saja pola hidup dan proses berinteraksi antara warga pendatang
dari negara-negara tersebut mempengarahu cara pandang masyarakat Papua
pada saat itu, hingga saat ini beberapa sesepuh dalam proses wawancara yang
dilakukan sangat bangga dengan stategi dan pengaturan baik sekolah,
pemerintah dan kesehatan oleh pihak belanda walaupun pada saat itu mereka
sedang di jajah.11
Wilayah-wilayah di timur Indonesia secara khusus tidak memiliki
peninggal-peninggal secara tertulis seperti prasasti atau candi yang sedapat
mungkin bisa menjadi sumber pencarian data tentang perkembangan peradaban
11
Bapak Stev Rumbiak, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tanggal 25
November 2017, Pukul 15.00 WIT
Page 38
Papua. Akan tetapi ada beberapa peninggalan-peninggal dari orang-orang asing
yang menjadi data sekunder selain dari pada orang-orang yang mengalami
perjumpaan langsung dengan orang-orang asing tersebut. Sebagai bukti
datangnya orang asing terdapat beberapa monumen dan peninggalan
bersejarah yang berkaitan langsung dengan kedatang bangsa asing diantaranya:
rumah-rumah tua atau rumah peninggalan belanda, tugu Mac Artur di sentani
dan goa Jepang di Biak yang hingga kini menjadi salah satu tempat bersejarah
dan pusat pariwisata.
Penyebaran Agama dan perdagangan:
Proses masuknya orang non Papua juga di pengaruhi oleh perdagangan
dan proses penyebaran Agama. Sejak abad ke-7 melalui pedagang Persia dan
India, kemudian pada abad ke 9 para pedagang Cina yang berlayar hingga
Papua dan melakukan proses barter untuk memenuhi kebetuhan hidup dan
perlatan yang mereka butuhkan.12
Pada tahun 1855 masuknya Kekristenan
yang di bawah oleh para zending dari belanda yang datang ke wilayah-
wilayah di Papua untuk menyebarkan agama. Proses datangnya para pekabar
injil tidak terlepas dari izin sultan tidore yang pada saat itu menguasai
beberapa jalur di wilayah Papua. Dalam sejarah perkembang gereja di Tanah
Papua para Pekabar Injil memberikan banyak kontribusi dalam kehidupan
masyarakat Papua. Para Misionaris telah dilengkapi dengan keterampilan-
keterampilan sebagai sebagai guru, tenaga kesehatan, dan juga tukang bangun
12
Siti Nuryani, Kondisi Soisial Budaya Masyarakat Papua, http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/197007111994032SITI_NURBAYANI_K/Karya/Kondisi_sosial_budaya_masyarakat_papua.pdf, diunduh pada tanggal 26 November 2017
Page 39
sehingga mereka mampu beradaptasi dengan cepat dan mengajar banyak hal
selain memberitakan Kekristenan yang menjadi kepercayaan mereka. 13
Pada
awal abad ke-20 pihak lembaga pekabaran Injil Belanda (UZV dan ZNHK)
mendorong pendidikan sebagai upaya perubahan peradaban bagi anak-anak
Papua yang dimotori oleh istri-istri guru. Selain sekolah untuk anak-anak laki-
laki Jongens Vervolg School/JVVS dan berbagai sekolah kejuruan seperti
Opleiding Doorps school Onderwijzers /ODO (Pendidikan Guru Sekolah
Dasar), sejak tahun 1949 dibuka sekolah formal bagi anak-anak perempuan,
Meisjes Vervolg School/MVVS (Sekolah Gadis Lanjutan). Tujuan pendirian
sekolah-sekolah adalah untuk memutuskan belenggu adat dan budaya yang
menghambat kemajuan, termasuk bagi bagi para gadis Papua. Sebuah yayasan
yang bernama Zending Schoollen (Sekolah-sekolah Lembaga Pekabaran Injil)
didirikan tahun 1952 untuk pendidikan anak-anak di kampung, sementara di
ibu kota pemerintahan didirikan sekolah LSB (Lagere School B) untuk anak-
anak pegawai sipil dan umum . Kemudian pada tahun 1962, Yayasan
Pendidikan Kristen didirikan untuk menggantikan Zending Schollen sampai
saat ini. Namun, memasuki masa peralihan pemerintahan Belanda kepada
UNTEA PBB pada tahun 1962, sekolah-sekolah kejuruan negeri untuk
perempuan ditutup. Kemudian Gereja Katolik dan Protestan mendirikan pusat
pendidikan non-formal untuk perempuan Papua. Pada tanggal 2 April 1962,
Gereja Kristen Injili (GKI) di Irian Barat (sekarang GKI di Tanah Papua),
13
Panitia Jubelium Emas 150 Tahun Hari Pekabaran Injil di Tanah Papua,
Fajar Merekah di Tanah Papua,32.
Page 40
mendirikan Pusat Pendidikan Sosial (PPS) Abepura, Kota Jayapura Provinsi
Papua. Pusat pembinaan ini bertujuan meningkatkan ketrampilan hidup orang
Papua. 14
Hingga saat para pekabar Injil yang berasal dari Belanda dan Jerman
menjadi orang penting dalam proses peradaban orang Papua yang beragama
Kristen. Penduduk Papua hingga kini menganggap bahwa para pekabar injil
inilah yang membawah banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat
Papua.
Kurang lebih pada abad ke 14,15 dan 16 para pedagang Ternate,
Makasar, Bugis juga turut datang dan menyebarkan agama Islam di wilayah-
wilayah Papua.15
Berkaitan dengan proses masuk orang asing para pedagang
Arab, Cina, Makasar, Tidore masuk ke jasirah onim di teluk Fak-Fak untuk
membeli hasil rempah terbaik di kota Fak-fak yaitu pala. Selain proses
perdagangan para pendatang tersebut juga menyebarkan agama Islam.
Program Transmigrasi:
Pada tahun 1905-1931 Pemerintahan kolonial menugasi Asisten
Residen H.G. Heijting untuk mempelajari kemungkinan pemindahan
penduduk jawa ke beberapa daerah yang jumlah penduduknya masih
sedikit.16
Program ini terus dijalankan hingga tiga gelombang akan tetapi
14
Persatuan Perempuan Papua, STOP SUDAH, Kesaksian Perempuan Korban
Kekerasan, (Jayapura: KelompokKerja HAM Papua 2010) ,12. 15
16
Patrice Levang, Ayo Ke Tanah Sabang,(Jakarta, Kepustakaan Populer
Gramedia),9.
Page 41
program ini di nilai kurang efektif maka program ini di hentikan dan
kemundian di lanjut oleh program Soeharto, dengan program REPELITA
(rencangan Pembangunan Lima Tahun) yang mengusung beberapa
keluarga di daerah jawa kemudian di perlengkapi dan pergi ke beberapa
tempat di Indonesia yang jumlah Jiwanya masih berbanding kecil dengan
jumlah lahan tinggal dan lahan kerja. masuknya para transmigran ini turut
mempengaruhi kehidupan masyarakat asli Papua secara Ekonomi dan
Sosial.
Inisiatif Pribadi :
Proses masuknya para pendatang juga terjadi akibat datangnya
penduduk dari luar Papua dengan inisiatif sendiri. Orang-orang ini datang
dengan banyak tujuan diantaranya untuk melanjutkan hidup dan mencari
pekerjaan bahkan ada yang berkunjung ke Papua untuk menengok
keluarganya namun tetap tinggal dan tidak kembali ke daerah asal17
Hal ini di
tegaskan oleh dua narasumber yang merantau ke Papua dengan inisiatif
pribadi yaitu Ibu Lanny dan Bapak Sukipli.
Ibu Lanny mengungkapkan bahwa kedatangnya ke Papua
dalam rangka membuka usaha warung makan, untuk
menyukseskan usahanya ia membawah serta 5 saudaranya
untuk bekerja bersama.
Bapak Sukipli, pada awalnya kedatangan saya ke Jayapura
untuk mengunjungi kakak beserta keluarganya. Akan tetapi
seiring berjalannya waktu dan berhubung di kampung halaman
17
Ibu Lanny, Bapak Kipli, Ibu Mardiyah, Warga Masyarakat Kampung Tiba-tiba,
Wawancara Pada tanggal 26 November 2017, Pukul 16.55 WIT
Page 42
di Madura saya tidak memiliki pekerjaan tetap sehingga secara
pribadi saya meminta izin kepada kakak untuk tinggal dan
membuka usaha Sate di jayapura karena saya melihat peluang
usaha yang cukup menguntungkan.
Narasi di atas adalah tuturan beberapa orang yang datang dengan
inisiatif pribadi. Proses kedatang seperti ini turut mempengaruhi
jumlah pendatang yang berada di kota Jayapura terkhusus di Abepura.
Menurut seorang warga kelebihan dari program transmigrasi adalah
jumlah manusia yang masuk ke suatu wilayah terdata dengan jelas
sedangkan kedatangan dengan inisiatif pribadi mengakibatkan jumlah
penduduk yang tidak terdata dengan jelas.18
3.4 Hubungan Orang Asli Papua dan Orang Pendatang
Kehidupan bermasyarakat tentu tidak selalu berjalan dengan mulus.
dinamika kehidupan dan interaksi serta persingungan antar budaya, suku
turut mewarnai relasi yang di bangun antara orang Papua dan orang
pendatang. Menurut seorang penutur peristiwa yang sangat membekas dalam
ingatannya adalah perkelahian antara pedagang non Papua dan pedagang
Papua pada tahun 2000 yang mengakibatkan adanya pembakaran pasar.
Peristiwa ini terjadi karena adanya kesalah pahaman antar pembeli dan
penjual yang pada saat itu pembeli adalah orang asli Papua dan penjual adalah
orang Makasar. perkelahian mengakibatkan kurang lebih 5 orang luka
18
J. Merahabia. Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tanggal 27 November
2017,
Page 43
sehingga terjadi konflik yang berlangsung tiga hari. Aktivitas perdagangan
berhenti dan situasi sangat tidak kondusif.19
Peristiwa semacam ini
menimbulkan dendam-dendam pribadi dari masing-masing pihak yang
bertikai sehingga muncul pernyataan-pernyataan yang negatif tentang orang
pendatang bahkan menurut seorang nara sumber dalam proses wawancara
mengungkapkan bahwa terkadang ada beberapa orang Papua yang ia temui
mengelurkan kata-kata yang berbau sukuisme secara spontan ketika mereka
sedang marah:20
“Usir saja orang-orang pendatang, mereka kerja dan
memperkaya diri sendiri, mereka bekerja bukan untuk
kemajuan Papua. suruh Pemerintah kembalikan mereka supaya
kami orang Papua dapat menikmati kehidupan di tanah sendiri”
Ungkapan-ungkapan seperti ini turut mempengaruhi hubungan orang
Papua dan orang Non Papua. selain itu, kesenjangan yang terjadi dalam
berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, pemerintahan dan ekonomi.
Masyarakat Papua mempertanyakan Otonomi khusus daerah yang dibuat
untuk menjawab kebutuhan dan persoalan yang berkaitan dengan
kesejahteraan hidup orang Papua.21
Seiring berjalannya waktu program yang
di canangkan pemerintah tidak mampu menjawab persoalan kehidupan orang
19
Bapak Saiful, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tanggal 23November
2017
20
Jhon Yerisitow, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tanggal 23
November 2017,
21 Bapak Fahri, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tanggal 25 November
2017.
Page 44
Papua. masyarakat menilai kehidupan mereka belum sejahtera dalam bidang
ekonimi, pendidikan dan kesehatan. Ketegangan pun tidak terhindarkan di
mana kecurigaan yang sebelumnya mulai memudar muncul kembali dalam
benak penduduk asli mengenai penguasaan penduduk pendatang.22
Qordir
dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa penguasaan penduduk
pendatang semakin menguat di kalangan penduduk asli, bahkan sampai pada
klaim menguatnya kembali Islamisasi melalui sektor publik seperti
penguasaan dibidang ekonomi dan pendidikan.23
Selain itu, gerakan-gerekan anti NKRI yang terus di suarakan oleh
beberapa aktivis pembebasan Papua turut mempengaruhi relasi antara
masyarakat Papua dan Pendatang. Sekitar tahun 1998-2000 isu tentang Papua
merdeka terus menjadi sebuah berita menakutkan bagi beberapa orang
pendatang sehingga pada Tahun-tahun itu rumah-rumah dan usah-usah yang
dimiliki sebagaian orang pendatang di jual dengan harga yang murah
kemudian pemiliknya kembali ke tanah asalnya.24
Namun, tidak berarti relasi masyarakat Papua secara menyeluruh
buruk. Jika di perhatikan dengan baik kehidupan di kota Abepura antara
pendatang dan orang asli Papua sangat baik. Masyarakat pendatang di banyak
22
Bapak Haji Samsyudi, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada Tangga; 26
November 2017 23
ZuLy Qordir, Kontestasi Penyiaran Agama di Ruang Publik: relasi Kristen dan
Islam di Kota Jayapura, dalam Jurnal Harmoni Multikultur dan Multireligius Vol 4 Nomor 1
Januari-April 2015 Jakarta. 39 24
Bapak Hamzah, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tanggal 25
November 2017, Pukul 17.35 WIT
Page 45
tempat dapat hidup berdampingan dengan masyarakat asli. Orang pendatang
dapat menjalakan usaha mereka dengan baik tanpa adanya gangguan dan
larangan.25
3.5 Orang Pendatang dalam Pandangan Masyarakat Kampung Tiba-Tiba
Polemik tentang orang Pendatang dan orang asli bukanlah hal baru di
kalangan masyarakat Papua. Pendatang adalah orang yang bukan orang asli
Papua, Para pendatang tidak memiliki banyak hak di wilayah Papua.26
hal ini
sangat kuat karena adanya sistem-sitem adat dan juga hak-hak ulayat yang
menjadi miliki penduduk asli Jayapura. Menurut Bapak Husdin kata
pendatang tidak semata-mata ditujukan kepada orang non Papua, kata
pendatang juga dapat di tujukan kepada orang asli Papua yang tidak berasal
dari wilayah tersebut seperti orang biak yang tinggal di Jayapura secara adat
tidak memiliki tanah adat serta hak adat di wilayah tersebut sehingga ia di
kategorikan sebagai pendatang lokal..27
Namun, dalam kehidupan bersama
orang pendatang dan penduduk asli Papua di Kampung Tiba-tiba sangat baik,
tidak ada diskriminasi terhadap orang pendatang. Walaupun ada beberapa
orang yang menggungakan labbeling kekuasaan berdasarkan hak-hak adat
untuk menghancurkan relasi orang asli dan pendatang namun kehadiran
25
Bapak Roy Sanuel, Bapak Fahri dan Ibu Amira, Warga Kamping Tiba-tiba,
Wawancara pada Tanggal 26 November 2017 26
Bapak Sadam, Ibu Laras, Ibu Dewi, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada
Tanggal 24 November jam 19.20 WIT 27
Bapak Husdin La Ode, Warga Kampung Tiba-Tiba, Pada Tanggal 25 November
26 November 2017, Pukul 15.40 WIT
Page 46
ondoafi atau kepala suku yang tidak memihak sangat menolong relasi antara
masyarakat di Kampung Tiba-tiba.28
Relasi-relasi yang di bangun kemudian
berkambang menjadi hubungan yang lebih dalam lagi seperti pernikahan antar
suku yang terjadi di masyarakat Kampung Tiba-tiba, ada beberapa pasangan
yang berbeda agama dan juga berbeda kebudayaan. Susan Saidam dan
Muhamad, Jhon Yerisitow dan Betrix Mallo, dan , selain itu salah satu faktor
pendukung terjadinya interaksi yang juga di rasakan oleh anak-anaka yaitu
hanya terdapat satu sekolah dasar di Kampung Tiba-tiba yaitu SD Negeri
Impres Kampung Tiba-Tiba yang dimana anak-anak pendatang dan juga anak
penduduk asli Papua bersekolah bersama-sama.
3.6 Hubungan Kekristenan dan Islam di Papua
Proses perjumpaan masyarakat Papua dengan orang non Papua sudah
terjadi sejak lama, Dalam buku 50 tahun Jubelium GKI Tanah Papua,
hubungan Islam Kristen sudah terjalin sejak lama ketika Sultan Tidore
memberi izin untuk kedua pekabar inijil ke wilayah kekuasaannya, walaupun
pada saat itu para zendeling yaitu Ottow dan Geisler mengakui datang
sebagai peneliti alam, namun Sultan Tidore mengetahui dengan pasti bahwa
mereka adalah orang-orang yang akan menyebarkan agama Kristen, hal ini
tidak mengurung niatnya untuk memberi izin.29
Islam dan kristen telah
28
Hj. Wahyudi, Bapak Fahri, Ibu Hadijiah, Pengurus Masjid Kampung Tiba-tiba,
Wawancara Pada Tangga 25 November 2017 29
Panitia Jubelium Emas 150 Tahun Hari Pekabaran Injil di Tanah Papua, Fajar
Merekah di Tanah Papua, (Jayapura: Persekutuan Gereja-Gereja di Papua), 27.
Page 47
memiliki hubungan baik sejak lama, masuknya para misionaris belanda tidak
terlepas dari bantuan seorang sultan tidore yang beragama Islam.30
Bantuan-
bantuan yang diberikan oleh kesultanan Tidore kepada penduduk Papua yang
beragama Kristen.
Menurut penuturan pengurus salawatan Jayapura, Bapak Fahri yang
adalah salah satu warga kampung tiba-tiba, selain sejarah panjang perjumpaan
kristen Islam dimasa lampau, Ia menegaskan bahwa hubungan yang terjalin
antara pemeluk agama Kristen dan Islam di Papua sampai saat ini sangat baik,
kepekaan dan kepudulian umat beragama tampak dari kerjasama menjaga
ketenangan dan keamanan pada saat solat Idul Fitri yang dilakukan di tempat-
tempat terbuka seperti lapangan Brimob, Lapangan Trikora, dan lapangan
Kodam. Tidak hanya Aparat keamanan tetapi warga sekitar turut menjaga
keamanan pada saat Sholat dilaksanakan.31
Hingga kini telah terbentuk forum
Kerukunan Umat Beragama yang sangat sigap dan cekatan dalam melihat isu-
isu seputar perpecahan agama. 32
3.7 Bentuk Interaksi keseharian masyarakat pendatang di Kampung Tiba-tiba
Seperti yang telah di jelaskan pada bagian dua bahwa interaksi
merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. sebagai
30
Panitia Jubelium Emas 150 Tahun, Fajar Mereka Di Tanah Papua, 46 31
Bapak Fahri, Ketua RT, Wakil Ketua Masjid Kampung tiba-tiba dan Pengurus
Salawatan, Wawancara pada tanggal 24 November 2017, Pukul 20.00 WIT 32
Hj. Wahyudi, Bapak Fahri, Ibu Hadijiah, Pengurus Masjid Kampung Tiba-tiba,
Wawancara Pada Tangga 25 November 2017.
Page 48
makhluk sosial setiap induvidu pasti melakukan interaksi dengan orang
disekitarnya. Proses interaksi dalam kehidupan setiap masyarakat tentu
memiliki karakteristiknya masing-masing, sehingga interaksi yang terjadi
antar masyarakat yang satu dengan lainnya berbeda sesuai dengan dinamika
kehidupan masyarakat tersebut. Dalam proses wawancara yang di lakukan
terhadap masyarakat pendatang beda agama di Kampung Tiba-tiba ada
beberapa bentuk interaksi yang berkembang dalam kehidupan keseharian
masyarakat yakni:
1. Kerjasama/Gotong Royong:
Cara hidup yang mengedepankan hubungan baik antar warga
serta kerjasama dalam berbagai segi kehidupan merupakan cara hidup
yang masih ada hingga saat ini dalam kehidupan masyarakat Kampung
Tiba-tiba.33
Menurut penuturan Bapak Ruslam masyarakat di
Kampung Tiba-tiba sangat menghargai satu sama lainnya, hal ini di
tunjukan dalam kekompakan dan kerjasama pada saat menolong warga
yang rumahnya terbakar, membantu warga yang hendak membangun
rumah dan juga bekerja sama dalam membersihkan wilayah Kampung
Tiba-tiba untuk menyabut hari raya ataupun HUT Kemerdekaan
Indonesia. 34
33
Welly Elly/Trapen, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tanggal 28
November 2017 34
Bapak Ruslam, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada Tanggal 22
November 2017
Page 49
2. Tolong-menolong/kepedulian
Selain kerja sama, tolong menolong atau kepedulian terhadap
sesama warga menjadi sesuatu yang penting dalam membangun relasi
sosial antar warga. Pada era digital semua hal dapat diperoleh dengan
sangat mudah. Teknologi-teknologi yang canggih memudahkan
manusia untuk memperoleh kebutuhan dengan cara yang mudah.
Seperti hadirnya berbagai macam aplikasi untuk berbelanja, memesan
makanan, bahkan aplikasi untuk memanggil tukang bengkel dan lain
sebagainya. Teknologi yang ada sangat menolong aktivitas masyarakat
namun kehadiran secara fisik serta kepeduliaan oleh masyarakat di
sekitar memiliki dampak yang besar dalam mengembakan proses
interaksi serta relasi di antar masyarakat. dalam proses wawancara
kepada Bapak Ruslam, ia menegaskan bahwa kepeduliaan dan
kepekaan dari warga sangat tinggi.
pada saat warga sakit, atau ada yang meninggal. setiap
keluarga di Kampung Tiba-tiba melakukan aksi sumbangan
sukarela untuk membantu warga yang ada dalam musibah, jika
ada warga yang tidak memiliki uang ia dapat menyumbangkan
beras,, gula dan kopi atau apa saja yang tidak membebani
dirinya. Bantuan-bantuan berupa uang dan barang diberikan
kepada semua warga yang mengalami musibah tanpa
memandang asal suku atau agama..35
tidak hanya membantu dalam keadaan berduka atau sakit
namun kepeduliaan warga dan juga pihak-pihak lembaga keagamaan
35
Bapak Ruslam, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada Tanggal 22
November 2017
Page 50
terwujud dalam bentuk bantuan air bersih36
Masyarakat Kampung
tiba-tiba merupakan wilayah yang air bersihnya tidak di jalankan
setiap hari sehingga warga harus membeli air tangki untuk kebutuhan
sehari-hari, hal itu menjadi beban tersendiri bagi masyarakat di
Kampung tiba-tiba. Namun pihak masjid memberikan bantuan kepada
warga untuk mengambil air di penampungan masjid yang
menggunakan sumur bor. Setiap keluarga dapat mengambil air, tidak
hanya warga yang Muslim tetapi warga juga Kristen. Setiap warga
diberikan kesempatan yang sama dengan membayar uang penjaga dan
uang listrik sebesar 20.000.37
hal semacam ini memberikan kesan baik
terhadap sesama yang berbeda, menurut para pengurus masjid
melakukan hal kebaikan kecil seperti ini agar kami tidak sekedar hadir
tetap juga berarti bagi warga karena kehadiran orang beragama
harusnya menjadi penolong bagi orang lain.38
Tindakan tolong menolong tidak hanya di lakukan oleh para
pengurus masjid namun juga di lakukan oleh para pemimpin Gereja
yaitu Majelis Jemaat GKI Kairos Kampung Tiba-tiba yaitu aksi bedah
rumah yang menjadi salah satu program Jemaatdi jalankan kurang
lebih 7 tahun. Program ini tidak hanya di tujukan secara khusus
36
Bapak Wahyudi, Warga Kampung Tiba-tib, Wawancara Pada Tanggal 27
November 2017 37
Juita Parera, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada Tanggal 28 November
2017. 38
Para Pengurus Masjid Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada tanggal 28
November 2017
Page 51
kepada yang warga Kampung tiba-tiba yang beragama Kristen tetapi
juga warga yang beragama Islam. Program ini di lakukan kepada
rumah warga Kampung Tiba-tiba yang secara ekonomi sangat lemah.39
3. Percakapan sederhana antar warga :
Kehidupan manusia sifatnya dinamis selalu berubah dari waktu
ke waktu, teknologi dan perkembangan zaman dalam berbagai bidang
terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dahulu interkasi
antara induvidu yang satu dengan induvidu yang lain pada wilayah
yang berbeda tidak dapat di secara langsung namun harus melalui
surat, melalui telegram, melaluitelepon umum namun seiring
berjalannya waktu manusia kini dapat melakukan interaksi dengan
induvidu lain dalam jarak yang jauh menggunakan smart phone, video
call dan aplikasi-aplikasi media sosial yang pada era ini di ciptakan
untuk memudahkan proses berinteraksi manusia. Jarak menjadi sangat
dekat dengan adanya kemajuan di bidang teknologi dan komunikasi
namun interkasi secara langsung menjadi sebuah kekuatan dalam
kehidan bermasyarakat terkhusus masyarkat Kampung Tiba-tiba.
Selain kerjasama antar masyarakat, warga membangun ruang
percakapan antar induvidu yang satu dengan induvidu yang lain.
Ahmad menegaskan bahwa pangkalan ojek, warung-warung kopi,
39
Bapak Paul Umbora, Warga Kampung Tiba-Tiba dan Majelis Jemaat GKI Kairos
Kampung Tiba-tiba, Waeancara Pada Tanggal 29 November 2017
Page 52
tempat-tempat jualan, merupakan wadah yang sering ia dan beberapa
warga gunakan untuk bercerita, bertukar pikiran, serta membahas hal-
hal yang berkaitan dengan keamanan dan kemajuan di Kampung
Tiba-tiba.40
Salah seorang pemimpin Masjid menegaskan bahwa ia
sering berdiskusi dengan warga Kampung Tiba-Tiba yang beragama
Kristen, mereka saling bertukar pikiran dan dari pengalaman berbaur
bersama menjadi contoh dan teladan kepada warga muslim dan juga
kristen yang lainnya serta membangun kedekatan dan kepercayaan
antara saya sebagai seorang Islam dan dia sebagai seorang Kristen.41
Percakapan sehari-hari antara warga pendatang dan juga orang asli
Papua juga terjadi ketika mereka melakukan proses jual beli makanan,
sayur-sayuran dan kebuthan-kebutuahan lainnya. Setiap sore hari
masyarakat genyem ysng hasil jualannya belum habis akan di jajakan
di pinggir jalan menuju k
3. Olahraga bersama:
Warga Kampung tiba-tiba menggunakan fasilitas lapangan
yang terletak dekat dengan wilayah mereka untuk bermain bola Volly
setiap sore. Siapa saja dapat turut serta dalam permainan tersebut
karena permainan ini hanya di lakukan untuk berolahraga dan senang-
40
Ahmad Zainal, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tangga 29
November 2017 41
Bapak Wahyudin, Ketua Masjid Kampung Tiba-Tiba, Wawancara di Masjid Pada
Tanggal 27 November 2017
Page 53
senang. Menurut Ola Trapen: sudah sejak dulu lapangan ini digunakan
oleh warga Kampung tiba-tiba untuk bermain Volly dan Bola Kaki,
siapa saja dapat ikut serta dalam permainan tersebut, jarang sekali ada
berkelahian atau pertengkaran pada saat kita bermain Volly, dari
kegiatan sehari-hari seperti ini. Dulu pada tahun 2005 pemuda GKI
Kairos dan Pemuda-pemudi masjid Kampung Tiba-tiba membuat
pertandingan Volly antar regu yang setiap timnya harus terdiri dari
pemuda-pemudi Islam dan Kristen.42
Namun kegiatan ini sempat
terhenti selama 7 tahun dan dalam wawancara saya bersama pengurus
persekutuan Kaum Muda GKI Kairos mereka sedang ada dalam
persiapan membuat turnamen futsal yang akan di selenggarakan pada
bulan september antar gereja dan masjid yang setiap regunya harus
terdiri dari beberapa pemuda Muslim dan pemuda kristen.43
4. Aktivitas bermain :
Bermaian merupakan sebuah bentuk interaksi mendasar dalam
kehidupan seseorang yang dimulai sejak masa kanak-kanak. Dalam
proses bermaian anak-anak juga belajar secara alami mengenal dan
memahami perbedaan. Dalam proses bermain anak-anak tidak
mengalami sekat-sekat sebagai orang pendatang, orang asli Papua
42
Ola Trapen, Wawancara Warga Kampung Tiba-tiba dan juga mantan pengurus
PAM GKI Kairos Tahun 2005, Wawancara pada tanggal 23 November 2017. 43
Noel Bonay, Sekertaris PAM GKI Kairos , wawancara Via telpon pada tanggal 15
Desember 2017
Page 54
ataupun sebagai induvidu yang berbeda agama.44
Anak –anak selain
mendapat pengalaman belajar di sekolah, sekolah minggu dan Masjid.
Pengalaman berjumpa, bermain bersama, serta berbagi kehidupan
dengan teman yang berbeda agama memberikan mereka pengalaman
secara langsung yang membekas hingga mereka dewasa. Dalam
wawancara bersama Bapak Septer Wakum, beliau menceritakan
tentang pengalaman hidupnya dalam berelasi dengan orang yang
berbeda agama:
“sejak saya SMP saya bersahabat erat dengan seorang
teman Muslim persahabat terus terjaga hingga kami
dewasa, dan saya mengagap ia seperti seorang saudara.
Kami belajar untuk saling menghargai perbedaan suku
dan agama yang dimiliki. hal itu terjadi karena kami
tidak dapat melupakan penglaman-penglaman masa
kecil hingga remaja yang dilewati bersama dalam rasa
persaudaraan. Bermain, makan dan melakukan
aktivitas-aktivitas bersama hingga orang tua kami
saling mengenal dengan baik. Hal ini memberikan
pangalaman baik dan memberikan cara pandangan yang
baik terhadapa orang yang berbeda keyakinan
sekalipun.” 45
Perjumpaan langsung dengan orang yang berbeda
agama, suku dan budaya dalam Pengalaman-pengalaman
keseharian memberikan seseorang perspektif baru tentang
45
Bapak Septer Wakum, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara pada tanggal 27
November 2017, Pukul 17.00
Page 55
orang lain serta keterbukaan dan penerimaan terhadapa realitas
perbedaan yang ada.46
Lapangan yang digunakan warga untuk melakukan beberapa
kegiatan:, main volly bersama, dan tempat berkumpulnya anak-anak
Sumber foto: Dokumen Pribadi
3.8 Kehidupan beragama di Kampung Tiba-Tiba
Masyarakat Kampung tiba-tiba dalam hal relasi antara pemeluk agama
sangat baik. Menurut beberapa narasumber kehidupan yang indah dan damai
sudah terjadi sejak lama dalam kehidupan masyarakat kampung tiba-tiba.
Beribadah tanpa rasa takut, menggunakan perlengkapan keagamaan dengan
bebas, anak-anak mengaji dengan leluasa. Para perantau memiliki kesadaran
akan pentingnya hidup bersama dengan penduduk dari suku lain sehingga
menjaga ketenangan dan ketertipan tempat tinggal merupakan satu kewajiban.
46
Nancy T Amerman, Everyday Religion:Observing Modern Religious Lives (New
York:Columbia University Press,1998),13.
Page 56
Berhubung mereka tidak mempunyai balai atau semacam aula untuk
melakukan pertemuan-pertemun oleh karena itu pertemuan biasanya di
lakukan di rumah pak RT dan juga di depan halaman gereja dan halaman
masjid secara bergantian.
Walaupun secara mendasar sikap untuk membela masing-masing
agama tetap ada dalam setiap hati pemeluknya Namun kesadaran untuk
memperlakukan tetangga yang beragama lain dengan baik sangat terlihat
dalam kehidupan masyarakat Kampung Tiba-tiba. Menurut Bapak Amrin hal-
hal sederhana yang biasanya di tempat lain menjadi persoalan disini kami
bicarakan secara santai dalam suasana kekeluargaan seperti sedang bergurau.
Ia menjelaskan pada waktu itu ketika mereka sedang mengganti toa masjid
dan peletakan toanya kurang tepat hingga suara dari masjid terdengan sangat
besar dan persis ke dalam rumah salah seorang warga Kristen. Dengan sangat
santai ketika selesai sholat sang bapa keluar dari rumah dan menghampiri pak
haji dan berkata
“ kaka haji, mohon maaf toa dari masjid langsung menuju ke rumah
jadi ketika kaka haji dong solat kita agak keras suaranya, tidak seperti
yang biasanya ketika pengeras suaranya di naikan keatas” dengan
santai pak ustad katakan siap toa akan di pindahkan sebentar” dengan
nada canda dan penuh tawa”
Narasi ini merupakan bentuk percakapan yang terjadi ketika ada
keganjalan yang terjadi akibat aktivitas keagamaan. Percakapan-percakapan
ringan dan santai terkadang membuat suasana lebih akrab dan tidak
menimbulkan perselisihan. Selain itu, Pada hari raya qurban, apa bila jumlah
Page 57
sapi atau kambing yang di sembelih banyak maka di bagikan kepada warga-
warga yang beragama kristen, pada perayaan natal semua warga turut serta
bersilahturahmi ke keluarga-keluarga yang beragama Kristen begitu
sebaliknya pada hari raya Idul fitri silahturahmi antara warga juga terjalin.
Perayaan-perayaan keagamaan di sambut meriah dan penuh dengan semangat
oleh semua masyarakat bukan hanya yang beragama islam tetapi juga yang
beragama kristen. Relasi semakin kuat terbentuk dari interaksi mereka setiap
hari saling bercengkrama, saling menyapa, saling mempedulikan. 47
Menurut
tuturan dari Pdt Hanny, Pada hari raya Natal warga Kampung Tiba-tiba baik
Islam maupun Kristen membantu pengaturan kendaraan yang akan menuju ke
Gereja agar tidak memarkir dengan tidak tertib. Selain itu pada hari raya
Paskah para pemuda di Kampung Tiba-tiba yang beragama muslim turut
serta membantu pengambilan bambu untuk membuat perlengkapan pawai
fajar paskah. Dalam wawancara terhadap seorang pemuda ia mengatakan
keikut sertaannya dalam mengambil perlengkapan pawai fajar paskah di hutan
karena keakrabannya dengan teman-teman sebaya yang beragama Kristen.
“ saya senang mengikuti teman-teman ke hutan, sekalian
berpetualang hampir sebagian besar pemuda di gereja adalah
teman saya sehingga untuk ikut bersama mereka bukan hal
47
Ibu Hadijah, Wawancara warga kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada tanggal 28
November 2017
Page 58
yang canggung atau bahkan membuat saya malu tetapi pergi
bersama-sama membuat saya juga senang.48
3.9 Elemen pendukung interaksi masyarakat beda agama di Kampung Tiba-
tiba
Pemimpin Agama : Seorang nara sumber menegaskan bahwa salah satu
faktor pendukung terjadinya relasi yang baik dalam kehidupan masyarakat
Kampung tiba-tiba adalah pemimpin agama dan pengajarannya. Haji
Amirudin La’ode mengatakan bahwa:
“Agama mendekatkan kita pada sang pencipta dan
menjadikan laku kita bersih dan tabiat kita baik
dihadapan Tuhan dan kepada sesama. Jika orang
beragama namun pikirnya penuh dengan kejahatan dan
kekerasan maka orang itu sebenarnya tidak beragama
menurut beliau orang beragama adalah orang yang cinta
damai” itu yang sering saya nasehatkan dan
ceramahkan di masjid dan pengajian baik kepada orang
tua, pemuda, remaja dan anak-anak.49
48
FaJar Putra, Wawancara Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tangga 24
November 2017 49
Amirudin La o’de, Pengurus Masjid Kampung Tiba-tiba, Wawancara di Masjid
Pada Tanggal 27 November 2017
Page 59
Wawancara Ketua dan Para pengurusmasjid
di Kampung Tiba-tiba. Sumber foto: documen pribadi
Para pemimpin agama Islam terkhusus yang berada di Kampung tiba-
tiba secara tegas mengakui bahwa dalam setiap proses pemberian ceramah di
masjid mereka selalu memberi nasehat agar setiap pemeluk agama Islam
harus hidup baik kepada sesama dalam bentuk menghargai sesama, ramah,
penuh kasih, dan penuh rasa hormat. Dalam kehidupan yang multikultur tentu
pernah masyarakat mengalami persinggungan antar warga. Perselisihan terjadi
karena ada beberapa oknum yang sedang mengkonsumsi minum keras dan
melempari batu ketika orang sedang beribadah di masjid. ketika pemuda
masjid ingin marah namun para pemimpin selalu menegur dan mengatakan
bahwa dia sendang di kendalikan oleh minum keras biarkan hingga sadar
kemudian pergi dan berilah nasehat kepadanya.50
Peran pemimpin yang
memberikan kesejukan dan pengalaman hidup. Para pemimpin tidak dengan
50
Bapak Wahyudin, Ketua Masjid Kampung Tiba-tiba, Wawancara di Masjid Pada
Tanggal 27 November 2017
Page 60
segan-segan memberikan teladan yang baik kepada warga begitu pun
sebaliknya kata pendeta jemaat GKI Kairos Kampung Tiba-tiba bahwa ketika
hari raya Natal, paskah toa mesjid yang biasanya menghadap ke gereja akan di
balik arahkan ke tempat lain dan suara atau volume toa akan di kecilkan
ketika solat-solat dimulai.51
Ketua Masjid menegaskan bahwa ramahnya para
pemimpin agama dengan pemeluk agama lain menjadi teladan kepada para
pengikutnya.
Keluarga : Kesadaran akan hidup rukun dengan sesama dimulai dari
lingkungan paling terkecil dalam kehidupan sesorang yaitu keluarga.52
Anak-anak tidak dibatasi untuk bergaul dengan orang yang sesuku atau
seagama saja. Anaka-anak diberikan kesempatan disekolah maupun
dilingkungan rumah untuk bergaul dengan siapa saja. Karena dari
pengalaman itulah mereka diajarakan untuk tidak membeda-bedakan
agama dan suku. Hal itu juga di terapkan oleh beberapa keluarga di
Kampung Tiba-tiba. Para narasumber memiliki Harapan dan keinginan
menjadikan generasinya sebagai generasi yang ramah dan cinta
kedamaian. Dalam wawancara bersama Bapak Fahri, ia mengukapkan
bahwa:
“anak-anak diajarkan untuk berlaku benar, taat
beragama dan juga santun kepada orang lain agar
menjadi orang yang beretika baik. Kalau anak-anak
51
Pdt. Hanny Hutubessy, Ketua Majelis Jemaat GKI Kairos Kampung Tiba-Tiba,
Wawancara Pada tanggal 26 November 2017 52
Sunarto K, Pengantar Sosiologi, (Jakarta:Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004,111
Page 61
baik dan tidak suka berkonflik maka sebagai keluarga
dan terkhusus orang tua memiliki kebanggaan tersendiri
karena anak-anak mampu menjalankan hidup agama
yang benar dan mencintai sesama serta kepeduliannya
terhadap keamanan tempat ia tinggal” 53
Faktor Sosial : lingkungan sosial tentu menjadi suatu faktor penting
dalam terjadinya interaksi antar induvidu maupun kelompok. Tempat
tinggal turut mempengaruhi proses berinteraksi masyarakat setempat,
Lingkungan tempat kami tinggal mampu merangkul kami sebagai
orang-orang yang berbeda tapi dapat bersapa dan saling memberi
salam:
“saya tidak membayangkan apabila kami orang rantau
tidak punya keluarga dan tinggal di perumahan-
perumahan elit mungkin agak susah karena kami orang
Buton, Bugis, Makasar yang merantau sangat
membutuhkan keluarga di parantauan maka kalau pergi
ke pasar, atau daerah-daerah yang di tempati orang
Button, Bugis, Makasar rumah kami tidak berjauhan
satu sama lain. Kami cenderung membuat rumah
berdekatan sama seperti di kampung. Supaya membuat
kami dekat satu sama lain dan kami merasa kuat.”54
53
Bapak Yerisitow, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada Tanggal 26
November 2017. 54
Bapak Husdin La Ode, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara pada Tanggal 24 November 2017, Pukul 19.00
Page 62
Rumah-Rumah Warga di Jalan Utama Kampung Tiba-Tiba
Sumber Foto: Dokumen Pribadi
Rumah-rumah warga di jalan kecil (Gang)
Sumber Foto :Dokumen Pribadi
Selain itu menurut Bapak La Ode, faktor sosial lainnya adalah
ketika masyarakat pendatang dan orang asli Papua tidak menggunakan
bahasa ibu mereka untuk bercakap-cakap diluar lingkungan rumah.
Page 63
“Sejak saya tinggal di sini masyarakat menggunakan bahasa
Indonesia tentu dengan dialeg khas Papua hal ini membantu agar
komunikasi antara warga terjalin dengan baik tanpa adanya kesalah
pahaman dalam berkomunikasi. bahasa ibu biasanya saya pakai
ketika berada lingkungan rumah.”55
Selain lingkungan sosial di masyarakat, lingkungan sekolah turut
menjadi tempat belajar dan berinteraksi. Di Kampung Tiba-tiba hanya
terdapat satu sekolah dasar, sehingga semua anak-anak yang tinggal
sekitaran Kampung Tiba-tiba dan Perkampungan Genyem memilih untuk
bersekolah di SD Inpres Kampung Tiba-tiba, sekolah ini memiliki murid
yang berbeda agama dan berasal dari suku serta latar belakang keluarga
yang berbeda-beda.56
Namun anak-anak belajar bersama, bermain bersama
dalam satu lingkungan yang membentuk mereka setiap hari, tidak ada
perbedaan-perbedaan berdasarkan agama dan suku dalam menuntu ilmu
semua anak di perlakukan sama. 57
Faktor Ekonomi
Dalam segi ekonomi dan perdagangan serta usaha Menurut
Laksmini, masyarakat pendatang di Kampung Tiba-Tiba dalam hal
persaingan perdagangan di bidang ekonomi tidak terlalu tinggi seperti
masyarakat pendatang yang berada di pasar atau daerah-daerah
transaksi perekonomian. Menurutnya beberapa masyarakat pendatang
yang di pasar, saling berlomba-lomba dalam kegiatan berekonomi.
Namun bagi warga Kampung Tiba-tiba. Berjual di area rumah hanya
55
Bapak La Ode, Warga Kampung Tiba-tiba, Wawancara Pada Tanggal 23 November 2017 56
Bapak Junaidin, Guru Agama SD Inpres Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Via telphone. 57
Ibu Heroslin Wosiri, Guru SD Inpres Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Via Telphone
Page 64
untuk memudahkan warga membeli sayur-sayuran dan sembako agar
tidak perlu kepasar untuk membeli karena bagi penduduk yang tidak
memilki kendaraan akan sangat sulit untuk membeli kebutuhan rumah
tangga di pasar karena mereka harus menggunakan ojek sebagai alat
transportasi.58
Usaha air galon milik Bapak Ruslam dan warung makan miliki Ibu Ayu Laksmini Sumber foto: dokumen pribadi
Penduduk Kampung Tiba-tiba yang hampir sebagian besar
pekerjaannya adalah pedagang tidak membuat mereka bersaing
berjualan di wilayah Kampung Tiba-tiba. Seperti yang telah penulis
jelaskan di atas bahwa ada beberapa usaha yang di buka oleh
masyarakat setempat dan ada juga di sempanjang jalan Kampung
Tiba-tiba pada sore hari masyaraakt Genyem menjajakan hasil-hasil
tanam mereka berupah ubi-ubian, dan sayur-sayuran.59
Sehingga
58
Ibu Laksmini, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada Tanggal 22 November 2017 59
Martha Bayani, Warga Kampung Genyem yang kini menikah dan berdomisili di
Kampung Tiba-tiba. Wawancara Pada tanggal 29 November 2017
Page 65
interaksi antara warga asli Papua dan warga Pendatang juga terjalani
karena proses berjualan. Bukan hanya warga Kampung genyem yang
berjualan namun para pendatang juga membuka kios-kios/ warung
kecil untuk menjual kebutuhan rumah tangga sehingga mau tidak mau
semua warga baik Orang Asli Papua atau pun Orang Pendatang akan
berbelanja di warung-warung miliki orang pendatang.60
Faktor Kepala Adat/ Ondoafi :
Beberapa daerah yang terkenal dengan hak ulayat selalu identik
dengan kepala adat/suku atau bagi orang Papua disebut Ondoafi.
Ondoafi merupakan elit politik yang menguasai sumber-sumber daya
dan harta yang bernilai dalam masyarakat yang menjadi alat pengikat
sekaligus alat pengabsahan kekuasaan.61
ondoafi berperan sebagai
orang yang mengatur segala macam persoalan yang berhubungan
langsung dengan adat setempat dan juga hak-hak ulayat. Ondoafi
memiliki kewenangan yang besar, segala hal yang berkaitan dengan
anggota suku harus berkordinasi dengan Ondoafi.62
Dalam proses
berinteraksi dengan sesama peran ondoafi sangat kuat. Ketika kesalah
pahaman/ konflik terjadi diantara warga dan warga kesulitan untuk
menyelesaikan persolan maka jalan satu-satunya adalah meminta
60
Ibu Laksmini, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada Tanggal 22
November 2017 61
Bonafasius Bao, Kuatnya Kekuasaan Ondiafi di Tengah Masyarakat Urban,
Thesis UNIYAP Jayapura,2012, 1-2. 62
Ahmad Aco, Warga Kampung Tiba-Tiba, Wawancara Pada Tanggal 27 November
2017, Pukul 17.30
Page 66
Ondiafi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Menurut penuturan
Bapak Kasma pada tahun 2012 sempat terjadi konflik antara orang
Nafri dan orang Makasar akibat batas tanah namun hal itu
diselesaikan secara kekeluarga oleh Ondoafi.
Menurut penuturan beberapa warga Ondoafi di wilayah kampung
tiba-tiba sangat menghargai para pendatang dan memiliki wawasanya
yang luas sehingga ia tidak membangun tembok-tembok diskriminasi
antara dia sebagai seorang kepala suku yang juga adalah orang Asli
Papua dengan warga pendatang. Bahkan izin yang terkait dengan
surat pelepasan tanah adat diberikan dengan sangat baik kepada
pihak Masjid.63
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian (wawancara dan
observasi) di lapangan, Penulis memberikan kesimpulan dalam beberapa
point yakni:
1. Ada beberapa pendapat tentang kata pendatang yakni: Pertama,
pendatang yang berhubungan dengan para migran yang melakukan
perpindahan dari daerah asal ke wilayah baru untuk melanjutkan
kehidupan. kedua, pendatang lokal yang menunjuk kepada orang-
orang Papua yang tidak memiliki hak di wilayah tertentu.
63
Bapak Muhamad Santoso, Warga Kampung Tiba-Tiba Pengurus Masjid,
Wawancara Pada Tanggat 28 November 2017, Pukul 19.15 WIT
Page 67
2. Masuknya para pendatang dalam beberapa fase yang juga
mempengaruhi cara pandang dan interaksi masyarakat Papua
terhadap orang pendatang. beberapa masa yang sudah penulis sebut
yaitu: masa penjajahan, masa perdagangan dan penyebaran agama,
masa transmigrasi dan dilakukan oleh inisiatif pribadi semua fase
tersebut memiliki dampak tersendiri dalam kehidupan berinterkasi
masyarakat Kampung Tiba-tiba.
3. Beberapa bentuk interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan
masyaraka Kampung Tiba-tiba yaitu Kerjasama, Sikap Tolong
Monolong/kepedulian, bermain bersama, Aktivitas olahraga dan
percekapan sederhana setiap hari.
4. Elemen-elemen masyarakat seperti Pemimpin Agama, Ondoafi,
Keluarga dapat menjalankan tugas masing-masing dengan baik
sehingga interkasi masyarakat dapat berjalan dengan baik dan
hamonis
5. Masyarakat Kampung Tiba-tiba dalam kehidupan bersama sebagai
warga yang berbeda etnis tetapi juga berbeda agama rentan terhadap
konflik dan perpecahan namun dari hasil penelitian dalam dinamika
kehidupan sebagai orang pendatang di Tanah Papua akibat bermacam
faktor seperti kesennjangan di bidang ekonomi, pendidikan dan
pemerintahan namun masyarakat kampung tiba-tiba mampu
merangkai sebuah kehidupan yang penuh dengan kedamain. Bahakan
Page 68
setiap elemen-elemen dalam masyarakat dapat menjadi team work
untuk menciptakan kehidupan yang harmonis.
6. Selain itu perbedaan agama tidak menjadi bom waktu yang kapan
saja bisa dapat meledak dan mengancurkan kehidupan masyarakat
Kampung Tiba-tiba, Namun Agama menjadi salah satu sumber
perekat yang kuat serta memberikan kesejukan dalam membangun
hubungan diantara masyarakat.