Download - Dzarnisa* Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
434
Analisis Kualitas Nutrisi Kulit Buah Kakaodan Ampas Tebu Yang Difermentasi
Menggunakan Effective Microorganisms-4(Em4)
Dzarnisa*
FakultasPertanianUniversitasSyiah Kuala1
Sitti Wajizah, Suhelmi, Zuraini.
FakultasPertanianUniversitasSyiah Kuala,
FKIP Universitas Syiah Kuala
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengukur efektivitas penggunaan EM4 pada proses
fermentasi dalam memperbaiki nilai nutrisi bahan pakan asal limbah perkebunan
dan agroindustri, khususnya ampas tebu dan kulit buah kakao. Penelitian
dilaksanakan di SMKN 1 Gandapura Bireuen dan di Laboratorium Makanan Ternak
Prodi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda
Aceh, mulai bulan Desember s/d Maret 2016. Materi yang digunakan adalah ampas
tebu, kulit buah kakao, dan starter EM4. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan 3
perlakuan jenis substrat yaitu A1 (ampas tebu), A2 (kulit buah kakao), A3 (campuran
ampas tebu dan kulit buah kakao) dan 2 perlakuan dosis EM4 yaitu B1 (0% EM4)
dan B2 (2% EM4). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan bahan kering, protein
kasar, serat kasar, dan abu. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi
antara jenis substrat dan penambahan EM4 (P>0,05) terhadap semua peubah yang
diamati. Kandungan protein kasar sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh jenis substrat
yang digunakan, sedangkan penurunan kandungan serat kasar sangat dipengaruhi
(P<0,01) oleh penggunaan EM4 pada proses fermentasi. Penggunaan EM4 dan jenis
substrat juga sangat berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kandungan abu, namun
tidak terdapat interaksi antar keduanya. Secara keseluruhan, penggunaan EM4
mampu memperbaiki nilai nutrisi dari ketiga jenis substrat yang digunakan, yang
ditunjukkan oleh penurunan kandungan serat kasar, meskipun peningkatan
kandungan protein kasar hanya terlihat pada kulit buah kakao.
Kata kunci: Ampas tebu, kulit buah kakao,Effective Microorganisms-4 (EM4),
fermentasi
Pendahuluan
Salah satu faktor kesuksesan suatu peternakan adalah ketersediaan hijauan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak terutama pada ternak ruminansia. Hijauan memegang
peranan penting pada produksi ternak ruminansia, karena pakan yang dimakan oleh ternak
tersebut sebagian besar dalam bentuk hijauan. Akan tetapi ketersediaan hijauan sangat
fluktuatif, pada musim hujan ketersediaan cukup banyak namun sebaliknya pada musim
kemarau ketersediaan hijauan masih sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan peternak
kesulitan untuk mendapatkan hijauan dengan kualitas yang baik, sehingga penggunaan limbah
pertanian dan perkebunan menjadi salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut.
Salah satu satu sumber pakan alternatif yang memiliki prospek cukup baik untuk
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
435
dikembangkan adalah pakan sumber serat,seperti kulit buah kakao dan ampas tebu yang
merupakan limbah agroindustri. Komponen limbah buah kakao yang terbesar berasal dari kulit
buahnya, yaitu sebesar 75 % dari total buah (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009). Di pihak
lain, ampas tebu merupakan limbah pabrik gula yang banyak ditemukan dan dapat mencemari
lingkungan apabila tidak dimanfaatkan. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan dan
hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa
dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun (Anwar, 2008).
Tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula. Dalam proses produksi
ampas tebu dihasilkan sebesar 35-40% dari setiap tebu yang diproses, dan hasil lainnya berupa
tetes tebu (molases) dan air (Witono, 2008). Saat ini, belum banyak peternak yang
memanfaatkan ampas tebu sebagai bahan pakan ternak, karena memiliki kandungan serat kasar
dan lignin (24 %) tetapi kandungan protein kasar yang rendah (Alvino, 2012). Kondisi ini
menyebabkan rendahnya daya cerna dan berakibat turunnya konsumsi oleh ternak, sehingga
pemberiannya pada ternak ternak ruminansia sangat terbatas. Peningkatan kualitas dan tingkat
kecernaan ampas tebu dapat dilakukan melalui proses fermentasi sehingga pemanfaatannya
sebagai bahan pakan lebih optimal.
Salah satu proses fermentasi yang relatif mudah dilakukan adalah dengan menggunakan
EM4 karena harganya murah dan mudah didapat sehingga bisa diterapkan langsung oleh
masyarakat, khususnya masyarakat Bireuen. Melalui proses fermentasi menggunakan EM4
diharapkan bahan pakan asal limbah seperti kulit buah kakao dan ampas tebu dapat
dimanfaatkan secara optimal melalui peningkatan nilai nutrisi dan daya cernanya, sehingga
dapat meningkatkan konsumsi pakan untuk mendukung peningkatan produktivitas ternak.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMKN 1 Gandapura Bireuen dan Laboratorium Makanan
Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda
Aceh, mulai tanggal 15 Desember 2015 sampai dengan 20 Febuari 2016. Materi yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kulit buah kakao dan ampas tebu yang diperoleh di
daerah Kabupaten Bireuen. Sedangkan EM4 yang digunakan sebagai starter dalam proses
fermentasi dibeli di pasar Lambaro.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu kulit kakao dan ampas tebu, starter
Effective microorganisms-4 (EM4), molases, Urea, ZA, TSP, dan akuades. Sedangkan peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan digital, ember, pengaduk, skop, plastik,
tali karet, mesin pencacah, sarung tangan, alat penggiling (mortel, blender), tanur, oven crude
fiber appratus, timbangan analitik, timbangan digital, corong buchner, alat destilasi, burette
digital, penyomprot, hot plate, dan masker
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan kerja penelitian dilakukan sebagai berikut; 1) Dilakukan penjemuran
ampas tebu dan kulit kakao hingga kering, kemudian dilakukan pencacahan menggunakan
mesin disk mill. 2) Disiapkan bahanEM4 20 gr, molases 20 gr, Za 2 gr, TSP 2 gr, Urea 2 gr, air
1:1 , untuk menfermentasi masing-masing 1 kg ampas tebu, 1kg kulit kakao dan, campuran 500
gr ampas tebu dan 500 gr kulit kakao. 3) Campurkan bahan EM4 20 gr, molases 20 gr, Za 2 gr,
TSP 2 gr, Urea 2 gr, air 1:1 diaduk hingga homogen. 4) Setiap percampuran larutan tersebut
disemprotkan secara merata ke substrat masing-masing 1 kg ampas tebu, 1kg kulit kakao dan,
campuran 500 gr ampas tebu dan 500 gr kulit kakao, dan diaduk hingga homogen. 5)
Selanjutnya disiapkan tempat penyimpan dalam wadah tertutup dipadatkan sampai tidak ada
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
436
udara yang tersisa, selanjutnya difermentasi selama 21 hari. 6) Setelah fermentasi berakhir,
sampel dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 ºC selama dua hari hingga mencapai berat
kering. 7) Untuk perlakuan EM4 0% (tanpa fermentasi) menggunakan cara kerja yang sama,
sampel tidak difermentasi, namun langsung dikeringkan dalam oven.
Rancanngan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3x2 dengan
3 perlakuan substrat limbah yang digunakan yaitu ampas tebu (AT), kulit buah kakao(KBK),
kombinasi AT dan KBK serta 2 perlakuan dosis EM4 yaitu 0% dan 2%. Setiap kombinasi
perlakuan terdiri atas 3 ulangan sehinga diperoleh 18 unit perlakuan.
Parameter Penelitian :
Yang diamati dalam penelitian ini adalah: kandungan bahan kering (BK), protein kasar
(PK), serat kasar (SK) dan abu.
Analisa Data
Data penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan metoda analisis sidik ragam
(Analysis of Variance/ANOVA). Bila ada perbedaan antar perlakuan, maka akandilanjutkan
dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Duncan Multiple RangeTest/DMRT) (Stell dan Torrie,
1993).
Hasil dan Pembahasan
Kandungan Bahan Kering
Bahan kering merupakan salah satu bagian yang berasal dari bahan pakan setelah
dikurangi kadar air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat
dinyatakan berdasarkan berat basahatau berat kering(Immawatitari, 2014). Kandungan air dalam
suatu bahan pakan akan menguap seluruhnya bila bahan pakan tersebut dipanaskan pada suhu
60ºC selama 48 jam, atau hingga bahan mencapai berat konstan. Bahan kering dihitung sebagai
selisih antara 100% bahan dengan persenta sekadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan
hingga ukurannya tetap (Anggorodi, 1994).
Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis
substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan bahan kering pada semua perlakuan.
Penambahan EM4 dan jenis substrat juga tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan
bahan kering pada semua perlakuan. Rataan kandungan bahan kering yang difermentasi
menggunakan EM4 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik rataan kandungan bahan kering perlakuan.
46.03
48.96
46.91
49.4650.74
46.32
42
44
46
48
50
52
A1 A2 A3Ka
nd
un
ga
n B
ah
an
Ker
ing
(%)
Perlakuan
B1 B2
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
437
Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao.
B1: 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4
PadaGambar 1 di atas terlihat bahwa, fermentasi menggunakan EM4 tidak berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap kadar bahan kering ampas tebu, kulit kakaodan campuran keduanya.
Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata, terlihat bahwa ampas tebu dan kulit kakao yang
difermentasi terpisah cenderung terjadi peningkatan bahan kering. Surono et al., (2006) yang
menyatakan bahwa Peningkatan bahan kering selama fermentasi dapat disebabkan, air yang
terdapat dalam subtrat dimanfaatkan oleh kapang untuk pertumbuhan dan perombakan selulosa
dan hemiselulosa. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nurlitasari et al., (2013) yang
menggunakan bakteri azotobacter, melaporkan terjadinya kenaikan kandungan bahan kering
substrat karena digunakan untuk pertumbuhan dan meningkatnya populasi bakteri. Proses
tersebut menyebabkan terjadinya evaporasi yang menyebabkan air pada substrat hilang.
Selain terjadi kehilangan air yang menyebabkan meningkatnya kandungan bahan
kering, penurunan bahan kering juga dapat terjadi selama proses fermentasi. Penurunan bahan
kering disebabkan terjadinya penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme terutama
karbohidrat menjadi karbohidrat sederhana yang mudah dicerna sebagai sumber energi bagi
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Proses fermentasi juga disertai dengan perubahan
kimia yang menghasilkan gas-gas yang menguap terutama CO2 serta H2O sebagai sisa
metabolisme (Fardiaz, 1992). Hal ini terlihat pada perlakuan substrat campuran ampas tebu dan
kulit buah kakao yang difermentasi menggunakan EM4.
Kandungan Protein Kasar
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur karbon, hidrogen,
oksigen dan nitrogen yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat dan mempunyai
bermacam-macam fungsi bagi makhluk hidup diantaranya sebagai enzim, zat pengatur,
pertahanan tubuh, alat pengangkut dan lain-lain (Winarno, 1991).Kebutuhan protein pada ternak
sangat bervariasi tergantung bangsa, umur, tipe produksi dan keadaan fisik, umumnya berkisar
antara 8-18 persen (Prawirokusumo, 1994).
Perhitungan kandungan protein dalam bahan pakan yang paling sederhana dapat dilakukan
melalui analisis proksimat yaitu dengan metode Kjehdal, yang dinyatakan sebagai protein kasar.
Winarno, (1986) Menyatakan konversi kandungan protein kasar diperoleh dari hasil perkalian
jumlah nitrogen (N) yang terkandung dalam bahan pakan dengan faktor pengali 6, 25. Nilai ini
diperoleh dengan asumsi bahwa kandungan N dalam protein secara umum sebesar 16%. Istilah
protein kasar didasarkan pada kenyataan bahwa N yang terdapat di dalam pakan tidak hanya
berasal dari protein murni saja tetapi ada juga N yang berasal dari senyawa bukan protein atau
nitrogen nonprotein (non-protein nitrogen/NPN). Kandungan protein kasar akan semakin
menurun dengan meningkatnya umur tanaman, dan nilainya sangat rendah terutama pada bahan
pakan asal limbah pertanian/perkebunan (Kamal,1998).
Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis
substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan protein kasar pada semua perlakuan.
Namun demikian, jenis substrat yang berbeda ternyata berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap kandungan protein kasar. Rataan kandungan protein kasar yang difermentasi EM4
dapat dilihat pada Gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
438
Gambar 2. Grafik rataan kandungan Protein kasar perlakuan.
Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao
B1: 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat, kandungan protein tertinggi terdapat pada
substrat kulit buah kakao yang telah difermentasi yaitu 11,89%, meningkat sebesar 18, 31% dari
kandungan sebelumnya yaitu 10,05%. Sedangkan pada substrat ampas tebu dan campuran
ampas tebu dan kulit kakao fermentasi justru terjadi penurunan kandungan protein kasar sebesar
17,73% yaitu dari 5,05% menjadi 4,13% pada ampas tebu dan sebesar 2,39% yaitu dari 7,96%
menjadi 7,77% pada campuran ampas tebu dan kulit buah kakao. Hasil ini jelas menunjukkan
bahwa, semakin rendah kandungan protein kasar awal dari substrat, semakin rendah pula
kandungan protein kasar substrat setelah fermentasi. Sebaliknya pada substrat kulit buah kakao
yang mengandung protein kasar relatif tinggi, menunjukkan peningkatan kandungan protein
kasar setelah fermentasi. Hal ini diduga karena protein terlarut yang tersedia terbatas terutama
pada substrat ampas tebu, sebagian besar digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme,
namun tidak diimbangi dengan kemampuannya dalam mensintesis protein mikrobia. pada
substrat kulit buah kakao kandungan protein kasar yang cukup tinggi mampu mendukung
pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis mikrobia, sehingga terjadi peningkatan kandungan
protein substrat setelah fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Kukuh(2010) yang
menyatakan bahwa, aktivitas mikroorganisme dalam proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan nutrisi dari substrat itu sendiri maupun nutrisi yang ditambahkan ke dalam media
fermentasi.
Winarno(1991) menjelaskan, proses fermentasi bahan pakan limbah menggunakan
bantuan mikroorganisme dapat meningkatkan kadar protein kasar, karena adanya pertumbuhan
dan perkembangan sel kapang. Selama proses fermentasi, mikroorganisme akan tumbuh dan
berkembang pada substrat. Hal ini didukung oleh pernyataan Agustono et al., (2010) yang
menyatakan, selama proses fermentasi peningkatan kandungan protein kasar disebabkan
terjadinya peningkatan jumlah biomassa mikroba. Kapang yang mempunyai kemampuan
menghasilkan enzim protease akan merombak protein. Protein dirombak menjadi polipeptida,
kemudian menjadi peptida sederhana yang akhirnya mengalami perombakan lebih lanjut
menjadi asam- asam amino, yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri.
Peningkatan jumlah koloni mikroba yang merupakan protein sel tunggal selama proses
fermentasi secara tidak langsung meningkatkan kandungan protein kasar substrat (Anggorodi,
1994).
Sebaliknya diungkapkan dalam penelitian Pasaribu et al., (2001) penurunan kadar
5.05
10.05
7.96
4.13
11.89
7.77
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
A1 A2 A3Kan
du
ngan
Pro
tein
Kasa
r
(%)
Perlakuan
B1 B2
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
439
protein kasar juga dapat terjadi disebabkan oleh aktivitas proteolitik kapang. Mikrobia tersebut
akan mendegradasi senyawa protein pada ampas tebu sehingga akan menurunkan kadar protein
kasar. Degradasi protein kasar tersebut secara enzimatis oleh mikrobia menghasilkan asam
amino yang secara cepat teroksidasi menghasilkan amonia yang mudah menguap, sehingga
menyebabkan penurunan protein kasar hasil fermentasi.
Kandungan Serat Kasar
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau hasil pertanian setelah
diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih. Serat kasar merupakan kumpulan semua serat
yang tidak tercerna oleh enzim pencernaan, terdiri atas selulosa, hemiselulosa dengan sedikit
lignin dan pentosa dan komponen-komponen lainnya(Hermayatiet al., 2006).
Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis
substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan serat kasar pada semua perlakuan. Namun
demikian, penambahan EM4 pada media fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap kandungan serat kasar dari substrat. Rataan kandungan serat kasar yang difermentasi
EM4 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik rataan kandungan serat kasar perlakuan.
Keterangan: A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao
B1 : 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4
Berdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat, kandungan serat kasar pada semua substrat
yang digunakan mengalami penurunan setelah difermentasi menggunakan EM4. Penurunan
kandungan serat kasar tertinggi terjadi pada substrat ampas tebu sebesar 15,6% yaitu dari
37,68% menjadi 31,80%, diikuti oleh substrat campuran ampas tebu dan kulit buah kakao yaitu
12,25% yaitu dari 38, 29% menjadi 34,11%. Sedangkan penurunan kandungan serat kasar
terendah terjadi pada substrat kulit buah kakao yaitu hanya sebesar 1,49% sebelumnya 33, 52%
menjadi 33,02%. Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan EM4 pada proses fermentasi
mampu mendegradasi komponen serat kasar dalam substrat. Hal ini sesuai dengan pendapat
(Ekoet al., 2012) yang menyatakan bahwa, tujuan dari fermentasi yaitu untuk mengubah
selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana melalui dipolimerisasi. Selama fermentasi
terjadi proses perombakan dari struktur yang komplek menjadi sederhana, sehingga kemampuan
cerna ternak menjadi lebih efisien (Sulardjo,1999).
Nelson dan Suparjo (2011) pada penelitian fermentasi kulit kakao menggunakan
Panerochaeta chrysosporium melaporkan, penurunan kandungan serat kasar dapat terjadi karena
proses dekomposisi komponen serat oleh kapang. Aktivitas mikroba selama proses fermentasi
37.68 33.5238.29
31.80 33.02 34.11
0
10
20
30
40
50
A1 A2 A3Kan
du
ngan
Ser
at
Kasa
r
(%)
Perlakuan
B1 B2
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
440
menyebabkan perubahan komponen biomassa bahan. Perubahan yang paling sering terjadi
adalah kehilangan bahan kering dan bahan organik. Namun demikian, apabila nutrisi untuk
mikroba terlalu rendah dan tidak seimbang maka kehidupan mikroba akan terganggu dan
akhirnya mati, setelah mikroba mati maka tidak terjadi lagi perombakan (Candrasari et
al.,2011).
Persentase Kandungan Abu
Abu merupakan sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan, apabila dibakar sempurna
pada suhu 500–600ºC selama beberapa waktu. Pada suhu tersebut, semua senyawa organiknya
akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang menguap. Beberapa mineral dapat menguap
sewaktu pembakaran, contohnya Na (Natrium), Cl (Klor), F (Fosfor), dan S (Belerang), oleh
karena itu abu tidak dapat menjadi petunjuk adanya zat anorganik di dalam pakan sacara tepat,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Kamal1998). Kandungan abu dan komposisinya
tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan
mineral suatu bahan yang berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan ( Sudarmadji et
al.,2007).
Hasil pengamatan menunjukan tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara perlakuan jenis
substrat dan penambahan EM4 terhadap kandungan abu pada semua perlakuan. Namun
demikian, penambahan EM4 pada media fermentasi dan jenis substrat yang berbeda
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan abu dari substrat. Rataan kandungan
abu yang difermentasi EM4 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik rataan kandungan abu perlakuan.
Keterangan : A1 : Ampas tebu ; A2: Kulit kakao; A3: Campuran ampas tebu dan kulit kakao
B1 : 0% EM4 (tanpa EM4); B2 : 2% EM4
Dari grafik di atas dapat dijelaskan, kandungan abu sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh
jenis substrat yang digunakan. Kandungan abu tertinggi didapatkan pada substrat kulit buah
kakao yaitu 16, 35% dibandingkan campuran ampas tebu dan kulit buah kakao 8,09% dan
ampas tebu 3,18%. Tingginya abu pada kulit buah kakao terutama disebabkan tingginya
kandungan lignin yang mencapai 11, 2% yang merupakan bagian dari cangkang buah (Mochtar
dan Tedjowahyono, 1985). Selain itu, penambahan EM 4 pada media fermentasi juga
meningkatkan kandungan abu secara sangat nyata (P<0,01) pada semua substrat yang
digunakan. Peningkatan kandungan abu tertinggi sebesar 125,16% terjadi pada substrat ampas
tebu yaitu dari 3,18% menjadi 7,16%, diikuti oleh substrat campuran ampas tebu dan kulit buah
3.17
16.35
8.097.16
20.59
15.12
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
A1 A2 A3
Kan
du
ngan
Ab
u (
%)
Perlakuan
B1 B2
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
441
kakao yaitu sebesar 86,9% yaitu dari 8,09% menjadi 15,12% serta terendah pada substrat kulit
buah kakao yaitu 23,93% dari sebelumnya 16, 35% menjadi 20,59%.
Peningkatan kandungan abu sebenarnya tidak diharapkan, karena semakin
meningkatnya kandungan abu berarti kandungan bahan organik akan semakin berkurang. Bahan
organik mengandung zat-zat makanan yang cukup penting, yaitu protein, lemak, karbohidrat
dan vitamin. Oleh karena itu, kehilangan bahan organik berarti akan kehilangan juga zat-zat
nutrien yang cukup penting. Penurunan bahan organik dalam proses fermentasi dapat terjadi
karena adanya degradasi substrat oleh mikroorganisme (Anwar, 2008). Semakin banyak bahan
organik yang tergradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya peningkatan kadar abu
secara proporsional (Church dan Pond, 1998).
Noviati (2002) yang meneliti tentang fermentasi bahan pakan limbah industri pertanian
menggunakan Trichoderma harzianum juga melaporkan, peningkatan kandungan abu pada
fermentasi dedak padi, ampas tahu, kulit ari kedelai karena terjadi perombakan kandungan
nutrisi substrat menjadi sel kapang yang menghasilkan abu. Hal ini sejalan dengan pendapat
Fardiaz(1988) yang menyatakan bahwa, peningkatan kadar abu selama fermentasi disebabkan
oleh bertambahnya massa sel tubuh kapang dan terjadinya peningkatan konsentrasi di dalam
produk karena berbagai perubahan bahan organik akibat proses biokonversi yang menghasilkan
H2O dan CO2.
Simpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, tidak terdapat interaksi antara
jenis substrat kulit buah kakao, ampas tebu, dan campuran keduanya dan penambahan EM4
terhadap kandungan bahan kering, protein kasar, serat kasar dan abu. Namun demikian
kandungan protein kasar dan abu sangat dipengaruhi (P<0,01) oleh jenis substrat yang berbeda.
Sedangkan penambahan EM4 menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan
abu secara sangat nyata (P<0,01). Secara keseluruhan, pemberian EM4 pada media fermentasi
mampu memperbaiki nilai nutrisi Kulit buah kakao dan ampas tebu yang digunakan, yang
ditunjukkan oleh penurunan kandungan serat kasar, meskipun nilainya relatif sangat kecil pada
kulit buah kakao. Sebaliknya, peningkatan kandungan protein kasar hanya terlihat pada kulit
buah kakao.
Ucapan Terima Kasih
Terimakasih kami ucapkan pada LPPM Universitas Syiah Kuala yang telah mendanai
riset ini
Daftar Pustaka
Agustono, Widodo, A.S., dan Paramita, W., 2010, “Kandungan Protein Kasar dan Serat
Kasar pada Daun Kangkung Air (Ipomoea aquatica) yang difermentasi”, J.
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2, hal. 37-43. Alvino, H. 2012. Pabrik Bioethanol Dari Ampas Tebu (Bagasse) dengan Proses Hidrolisis
Enzimatis dan Co-Fermentasi. Laporan Penelitian. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember. Surabaya. (tidak dipublikasikan).
Anggorodi. 1994.Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Anwar, S., 2008. Ampas Tebu. http://bioindustri.blogspot.com/2008/04/ampastebu.html.
Diakses tanggal 5 Desember 2015
Candrasari, D.P., S.P.S. Budhi dan H. Hartadi, 2011. Perlakuan kalsium hidroksida dan
urea untuk meningkatkan kualitas bagas tebu. Buletin Perternakan Vol. 35(3) :
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
442
ISSN 0126-4400.
Church, D.C. dan W.G. Pond. 1998. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd ed Jhon
Willey and Sons. New York.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2009. Pedoman Optimalisasi penggunaan Bahan Pakan
Lokal (Identifikasi/Inventarisasi dan Pemetaan Potensi Sumber Bahan Pakan
Lokal). Jakarta.
Eko, D., M, Junus., dan M.Nasich. 2012. Pengaruh Penambahan Urea Terhadap
Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Padatan Lumpur Organik Unit Gas
Bio.Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang.
Fardiaz, S. 1992. Analisis mikrobiologi pangan. PT. Raja Grafindo Persada, Kerja
sama dengan Pau Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hermayanti, Yeni, dan EliGusti. 2006. ModulAnalisaProksimat.Padang: SMAK3Padang.
Immawatitari, 2014. Analisis ProksimatBahanKering.http://immawatitari.
wordpress.com. Diakses pada tanggal 03 Desember 2015.
Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I Rangkuman. LabMakanan Ternak. Jurusan Nutrisi
dan MakananTernak, Fakultas Peternakan, UGM. Yogyakarta.
Kukuh,2010.Pengaruh Suplementasi Probiotik Cair EM4 Terhadap Performan Domba
Lokal Jantan. Skripsi. Diterbitkan. Surakarta: Jurusan Studi Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Mochtar, M. dan S Tedjowahyono.1985. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Gula
dalam Menunjang Perkembangan Peternakan . Hal 14-22. Dalam: M. Rangkuti,
A, MIsofie, P. Sitorus, I.P Kompiang, N.K. Wardhani dan A Roesjat (Eds).
Prosiding Pusat Penelitian dan Pengembangan Pusat Pertanian Departement
Pertanian Bogor.
Nelson dan Suparjo. 2011. Penentuan Lama Fermentasi Kulit Buah Kakao dengan
Phonerochaete chrysosporium: Evaluasi Kualitas Nutrisi Secara Kimiawi.
Agrinak Vol. 01 No. 01 Sebtember 2011 : 1- 10.
Noviati, A. 2002. Fermentasi Bahan Pakan Limbah Indistri Pertanian dengan
Menggunakan Trichoderma harzianum. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.Bogor.
Nurlitasari, D. D .N. Cholis dan B. Soejosopoetro. 2013. Pengaruh pemberian pakan
yang di fermentasi dengan bakteri azotobachter terhadap bobot karkas, dan
persentase karkas pada kelinc. Fakultas peternakan, Universitas Brawijaya.
Halaman 3.
Pasaribu, T., T. Purwadaria, A.P. Sinurat, J. Rosida, dan D.O.D. Saputra. 2001. Evaluasi
Nilai Gizi Lumpur Sawit Hasil Fermentasi dengan Aspergillus niger pada
Berbagai Perlakuan Penyimpanan. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 6(4): 233-
238.
Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta.
Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT. Gramedia.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Edisi 2. Kerjasam Liberty, Yogyakarta dengan PAU Pangan dan Gizi, UGM,
Yogyakarta.
Sulardjo. 1999. Usaha Meningkatkan Nilai Nutrisi Jerami Padi, Sain Teks. Vol 7 (3):
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2017, Pendidikan Biologi untuk Masa Depan Bumi,
Jurusan Pendidikan Biologi, Universitas Syiah Kuala, 11 November 2017
443
Universitas Semarang. Surono, Hadiyanto. A. Y dan M. Christiyanti. 2006. Penambahan bioaktivator pada complete
feed dengan pakan basal rumput gajah terhadap kecernaan bahan kering dan bahan
organic secara invitro. Fakultas peternakan dan pertanian. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Winarno, F, G. 1986. Kimia Pangan dan Gizi I. Jakarta: PT. Gramedia.
Winarno, F. G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
Witono, J. A. 2008. Produksi Furfural Dan Turunannya Alternatif Peningkatan Nilai
Tambah Ampas Tebu Indonesia. http://www.chemistry. org/artikel
kimia/teknologi tepat guna/produksi furfural dan turunannya alternatif
peningkatan nilai tambah ampas tebu indonesia/ . Diakses tanggal 20 Desember
2015.