Download - Efek Toksik
EFEK TOKSIK
Efek Toksik terjadi karena adanya interaksi biokimia antara toksikan (dan/atau metabolitnya) dengan struktur reseptor tertentu (nonspesifik maupun spesifik) didalam tubuh. Efek yang bersifat nonspesifik seperti kulit yang teriritasi karena bahan kimia korosif, sedangkan yang spesifik terjadi interaksi dengan reseptor yang ada di organ tertentu.
Efek toksik bervariasi dalam sifat, organ sasaran maupun mekanisme kerjanya.
Toksodinamik
Toksin harus dapat mencapai tempat kerjanya untuk
menghasilkan efek toksik Kerja toksikan Nonspesifik
Sebagian kecil zat bekerja menggunakan sifat
fisikokimianya.
Contoh: zat yang mengiritasi pencernaan. Kerja toksikan Spesifik
Sebagian besar obat untuk menghasilkan efek
bekerja secara spesifik
Zat dapat bekerja dgn cara:
1. memicu suatu sistem
2. menekan suatu sistem
3. berinteraksi secara tidak langsung dgn suatu sistem dgn memodulasi efek dari obat lain
Ada beberapa
tempat kerja toksikan:
1. kanal ion
2. protein pembawa
(carrier atau
transporter)
3. enzim
4. reseptor
Sebagian toksikan bekerja pada membran sel (reseptor membran, kanal ion, dan pembawa)
Tempat kerja yang lain berada di dalam sel (enzim dan reseptor intraseluler)
Reseptor merupakan target kerja toksikan yang utama dan paling banyak
Reseptor adalah makromolekul seluler yg secara spesifik & langsung berikatan dgn ligan (toksikan, obat, hormon, neurotransmiter) utk memicu proses biokimia di antara dan di dalam sel yg akhirnya menimbulkan efek
Senyawa/ligan dapat bekerja sebagai:
1. agonis: dapat berikatan (memiliki afinitas) dgn reseptor dan menghasilkan efek/respons (memiliki toksik)
2. antagonis: dapat berikatan (memiliki afinitas) dgn reseptor dan menghalangi sistem normal tubuh
Aktivasi reseptor oleh suatu agonis atau ligan akan diikuti oleh respons biokimia atau fisiologi yg sering (namun tidak selalu) melibatkan molekul-molekul “pembawa pesan“ (second messengers)
Ikatan antara ligan/obat dgn reseptornya tergantung pada kesesuaian antara dua molekul tsb
Semakin sesuai dan semakin besar afinitasnya maka
semakin kuat interaksi yg terbentuk
Spesifisitas: kemampuan suatu ligan untuk berikatan dengan satu
jenis reseptor tertentu
Tidak ada toksikan yang benar-benar spesifik
Banyak toksikan bekerja relatif spesifik (selektif) pada satu jenis reseptor.
Fungsi reseptor: mengenal dan mengikat suatu toksikan/obat dgn
spesifisitas yg tinggi dan meneruskan sinyal tsb ke dalam sel melalui beberapa cara:
1. perubahan permeabilitas membran
2. pembentukan second messenger
3. mempengaruhi transkripsi gen
Ligan dinyatakan kurang spesifik jika dapat berikatan dgn beberapa tipe reseptor
Spesifisitas dapat bersifat:
1. kimiawi: perubahan struktur kimia atau stereoisomerisasi dapat menyebabkan perbedaan kekuatan ikatan ligan-reseptor
yg pada gilirannya mempengaruhi efek toksiknya
2. biologi: efek yg dihasilkan oleh interaksi ligan dan reseptor yg sama dapat berbeda kekuatannya jika terdapat pd jaringan yg berbeda
Jenis Efek Toksikan1. Efek Lokal dan Sistemik
Efek lokal yaitu efek/perubahan yang terjadi pada lokasi/tempat toksikan bersentuhan dengan bagian tubuh tertentu, menyebabkan perusakan umum pada sel-sel hidup.
Contoh : Senyawa kaustik pada saluran pencernaan, bahan korosif pada kulit, dan iritasi gas/uap pada saluran nafas.
Efek sistemik terjadi hanya setelah toksikan terabsorpsi dan terdistribusi ke semua bagian tubuh.
Umumnya toksikan hanya mempengaruhi satu atau beberapa organ saja yang disebut organ “sasaran”.
Kadar toksikan dalam organ sasaran tidak selalu yang paling tinggi, sebagai contoh organ sasaran dari metilmercuri adalah sistem saraf pusat,tetapi kadar metilmercuri di hati dan ginjal jauh lebih tinggi. Hal serupa seperti organ DDT organ sasarannya adalah sistem saraf pusat namun DDT sangat tinggi terakumulkasi dalam jaringan lemak.
2. Efek Reversibel dan Irreversibel
Efek toksik disebut reversibel/berpulih jika efek itu dapat hilang dengan sendirinya setelah paparan zat toksik dihentikan. Biasanya efek ini timbul jika tubuh terpapar toksikan dengan kadar rendah atau waktu yang singkat.
Efek irreversibel akan menetap atau bertambah parah setelah paparan toksikan dihentikan. Efek ini timbul pada paparan toksikan tertentu seperti insektisida golongan inhibitor kolinesterase, atau paparan toksikan pada kadar tinggi dan jangka waktu lama. Seperti karsinoma, mutasi, kerusakan hati dan sirosis hati.
3. Efek segera, kronis dan tertunda
Efek segera adalah efek toksik yang timbul segera setelah satu kali paparan toksikan. Contoh : keracunan sianida
Efek kronis adalah efek toksik yang timbul setelah beberapa kali paparan toksikan. Contoh : efek samping hepatotoksik akibat penggunaan parasetamol yang lama
Efek tertunda (delayed effect) adalah efek toksik yang timbul setelah paparan toksikan dihentikan (biasanya paparan berulang kali). Contoh pada manusia efek karsinogenik umumnya baru tampak setelah 10 – 20 tahun setelah pajanan toksikan.
4. Efek morfologis, fungsional, dan biokimiawi
Efek morfologis berkaitan dengan perubahan bentuk luar (makroskopik dan mikroskopik) pada morfologi jaringan.
Contoh : efek nekrosis dan neoplasia yang nirpulih dan berbahaya
Efek fungsional biasanya berupa perubahan berpulih pada fungsi organ sasaran.
Contoh : perubahan/gangguan fungsi hati atau ginjal.
Efek biokimiawi adalah efek toksik yang menyebabkan perubahan biokimia tapi tidak menyebabkan perubahan morfologis.
Contoh : peningkatan kadar asetilkolin akibat penghambatan enzim kolinesterase setelah paparan insektisida organofosfat dan karbamat.
5. Reaksi alergi dan idiosinkrasi
Reaksi alergi disebut juga reaksi hipersensitivitas atau sensitisasi. Reaksi alergi terhadap toksikan disebabkan oleh sensitisasi sebelumnya oleh toksikan/bahan yang mirip secara kimiawi.
Paparan awal menstimulasi pembentukan antibodi (toksikan berperan sebagai antigen) dan paparan selanjutnya menyebabkan reaksi antigen antibodi yang memicu reaksi alergi.
Contoh : reaksi alergi terhadap antibiotika golongan beta laktam.
Reaksi idiosinkrasi didasari oleh faktor keturunan yang menyebabkan reaktivitas abnormal terhadap bahan kimia tertentu.
Contoh : reaksi otot yang berkepanjangan dan apnea setelah pemberian dosis terapi suksinilkolin pada organ yang mengalami secara genetik defisiensi kolinesterase yang normalnya akan merusak asetilkolin, sehingga asetilkolin akan terus bekerja didalam jaringan.
ORGAN SASARAN Organ sasaran adalah organ yang paling dipengaruhi
oleh adanya toksikan sehingga terjadi perubahan pada organ tersebut, tetapi kadar toksikan dalam organ sasaran tidak selalu paling tinggi.
Contoh : metilmerkuri kadarnya tinggi di hati dan ginjal, tapi organ sasarannya adalah otak (SSP).
Faktor-faktor yang mendasari kekhususan organ sasaran adalah :
1. Kepekaan organ Sel-sel yang tingkat proliferasinya tinggi seperti sel-sel
sumsum tulang, sel mukosa usus, sel rambut; sangat peka terhadap toksikan yang mempengaruhi/menghambat pembelahan sel. Contoh : obat antikanker metotreksat.
2. Penyebaran
Berdasarkan satuan berat, volume aliran darah di hati dan ginjal paling tinggi. Akibatnya organ ini yang paling banyak terpapar dan paling peka dengan toksikan sehingga lebih mudah terjadinya gangguan terhadap organ ini. Namun meskipun demikian toksikan akan menyebar ke organ sasarannya untuk menghasilkan efek toksik terhadap organ sasaran. Zat-zat lipofilik seperti metilmerkuri dapat melintasi sawar darah otak dan terdistribusi luas diotak sehingga bersifat toksik terhadap sistem saraf pusat.
3. Afinitas
Beberapa sel memiliki afinitas yang tinggi terhadap zat kimia tertentu. Sebagai contoh Sel pernafasan yaitu sel epitel alveolus memiliki afinitas tinggi terhadap poliamin endogen seperti parakuat sehingga akan menyebabkan kerusakan jaringan alveoli.
4. Biotransformasi
Proses bioaktivasi toksikan akan menyebabkan kerusakan organ oleh metabolit reaktif, terutama pada organ utama biotransformasi seperti hati dan ginjal.
Enzim bioaktivasi tidak selalu tersebar merata dalam organ atau jaringan.
Metanol merupakan contoh pengarauh tidak adanya mekanisme detoksifikasi dalam suatu organ. Zat kimia ini biasanya dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air melalui formaldehid dan format. Walaupun demikian mata manusia tidak mengandung enzim untuk metabolisme formaldehid menjadi format, oleh karena itu mata akan rentan oleh metanol.
5. Mekanisme deaktivasi Suatu toksikan akan merusak organ tertentu jika
organ tersebut tidak memiliki mekanisme deaktivasi untuk dirinya. Contohnya N-metyl-N-nitrosourea dapat menyebabkan tumor pada tikus terutama diotak dan ginjal tetapi dihati tidak, karena hati memiliki sistem enzim yang dapat menginaktivasi MNU dari DNA, sedangkan diotak tidak.
MEKANISME KERJA Mekanisme kerja sebagai efek dari suatu toksikan
dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia berbagai molekul sasaran, yaitu :
1. Protein,
Protein terdiri dari protein membran plasma dan membran organel akan rusak oleh heksan dan silika. seperti pada Enzim dan carrier.
Enzim merupakan sasaran toksikan, misalnya penghambatan asetilkolinesterase dari insektisida sehingga akan keracunan berupa hipersalivasi dan gejala keracunan lainnya.
Carrier merpakan protein pembawa zat, misalnya hemoglobin dapat berikatan dengan toksikan seperti carbon monoksida secara kompetitip sehingga tubuh akan kekurangan oksigen.
2. Lipid
Peroksidasi asam lemak polienoat dan membran sel dapat terpapar toksikan lipofilik, sehingga akan menghalangi transfor oksigen dan glukosa serta zat-zat yang dibutuhkan sel. Contohnya ion merkuri dan kadmium akan membentuk komplek dengan membran sel-sel sarap sehingga dapat mengganggu fungsi sistem saraf tersebut. Pelarut organik juga dapat melarutkan membran sel sehingga dapat merusak keutuhan struktur membran tersebut.
3. Asam Nukleat
Ikatan kovalen toksikan seperti golongan zat penyebab alkilasi pada DNA dan RNA yang sedang bereplikasi dapat mengakibatkan kerusakan yang parah seperti kanker, mutasi dan teratogenik serta imunosupresif.
THANK YOU.....