EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PEDESAAN
BERBASIS PETERNAKAN DAN PENGGEMUKAN SAPI (Studi Pada Program SABANSA Yayasan Bina Insan Kamil
Di Mekarwangi, Sukawening, Garut - Jawa Barat )
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
INDRA AZHAR AHMAD NIM : 106046101635
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A 1431H/2010M
EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PEDESAAN
BERBASIS PETERNAKAN DAN PENGGEMUKAN SAPI
(Studi Pada Program SABANSA Yayasan Bina Insan Kamil
Di Mekarwangi, Sukawening, Garut - Jawa Barat )
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
Indra Azhar Ahmad
NIM: 106046101635
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A. Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si. NIP. 195811281994031001 NIP.150408861
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, April 2010
Indra Azhar Ahmad
EFEKTIVITAS PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PEDESAAN
BERBASIS PETERNAKAN DAN PENGGEMUKAN SAPI (Studi Pada Program SABANSA Yayasan Bina Insan Kamil
Di Mekarwangi, Sukawening, Garut - Jawa Barat )
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar
Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh :
INDRA AZHAR AHMAD NIM: 106046101635
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I Pembimbing II
DR. H. Supriyadi Ahmad, M.A. Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si NIP. 195811281994031001 NIP.198110132008011006
K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H
PROGRAM STUDI MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H / 2010 M ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Berbasis Peternakan dan Penggemukan Sapi (Studi Pada Program SABANSA Yayasan Bina Insan Kamil di Mekarwangi, Sukawening, Garut-Jawa Barat )” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat.
Jakarta, 18 Juni 2010 Dekan,
Prof. DR. H. M. Amin Suma, S.H, M.A, M.M. NIP: 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
1. Ketua : Prof. DR. H. M. Amin Suma, SH, M.A, M.M. (………………….) NIP. 195505051982031012 2. Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H (………………….) NIP. 197407252001121001 3. Pembimbing I : DR. H. Supriyadi Ahmad, M.A. (………………….) NIP. 195811281994031001 4. Pembimbing II : Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si. (………………….) NIP. 198110132008011006 5. Penguji I : Dra. Afidah Wahyuni, M.Ag. (………………….) NIP. 196804081997032002 6. Penguji II : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H (………………….) NIP. 197407252001121001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Jumadil Tsaniyah 1431 H Mei 2010 M
INDRA AZHAR AHMAD
iv
ABSTRAK
INDRA AZHAR AHMAD. NIM 106046101635. Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Berbasis Peternakan dan Penggemukan Sapi (Studi Pada Program SABANSA Yayasan Bina Insan Kamil di Mekarwangi, Sukawening, Garut-Jawa Barat). Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H / 2010 M. Isi: xiv + 118 halaman + 17 lampiran, 60 literatur (1973-2010).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas program pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan yang menjadikan penggemukan sapi sebagai basis pelaksanaan program. Selama ini pendekatan yang pemerintah lakukan dalam program pemberdayaan masyarakat hanya pendekatan ekonomi semata tanpa memperhatikan unsur kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat sehingga program tersebut tidak tepat sasaran. Maka Yayasan Bina Insan Kamil menggagas program pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan di desa Mekarwangi, Kecamatan Sukawening, Garut melalui pendekatan kultur lokal masyarakat setempat yaitu melalui usaha penggemukan sapi potong.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian eksplanasi dan eksploratif. Pengumpulan data melalui observasi ke lapangan, wawancara, dan studi dokumentasi terhadap laporan keuangan yayasan terkait program. Analisis data menggunakan teknik Profitability Index atau Benefit and Cost Ratio untuk menganalisis pengaruh program terhadap kondisi kinerja keuangan yayasan, Wilcoxon Signed Rank Test untuk menganalisis pengaruh program terhadap kondisi ekonomi peternak binaan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program, dan analisis terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam yang diterapkan dalam pelaksanaan program.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa usaha penggemukan sapi di daerah Mekarwangi sebagai basis program pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan salah satu cara yang terbilang cukup efektif dalam meningkatkan pendapatan para peternak binaan, membuka lapangan pekerjaan di desa, mengurangi arus urbanisasi ke kota, dan merubah status sosial dari buruh tani menjadi peternak/pemilik sapi. Yayasan juga telah melaksanakan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam pelaksanaan program. Kata Kunci: Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat, SABANSA, Peternakan,
Penggemukan Sapi Pembimbing I : DR. H. Supriyadi Ahmad, M.A.
NIP. 195811281994031001 Pembimbing II : Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si.
NIP.198110132008011006
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya,
shalawat dan salam semoga selalu tercurah ke hadirat Rasul pembawa cahaya,
Muhammad SAW. Di balik terselesaikannya skripsi dengan judul “Efektivitas
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Berbasis Peternakan dan
Penggemukan Sapi (Studi Pada Program SABANSA Yayasan Bina Insan Kamil di
Mekarwangi, Sukawening, Garut-Jawa Barat), maka penulis ingin mengucapkan
terima kasih terutama kepada :
1. Bapak Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu DR. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH,
Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak DR. H. Supriyadi Ahmad, M.A. dan Mohammad Nur Rianto Al Arif,
M.Si, Dosen Pembimbing I dan II atas segenap waktu, arahan, motivasi, dan
kesabarannya dalam membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi ini.
4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya.
5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.
vi
vii
6. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum khususnya
Farhan Musthofa, SEI, atas kemudahan yang penulis rasakan selama
pengumpulan literatur, dan staf dari berbagai perpustakaan di beberapa
universitas di Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
7. Bapak H. Zaenal Muttaqien, Ketua Yayasan Bina Insan Kamil, Mbak Kiki dan
pengurus Yayasan BIK lainnya, yang banyak membantu penulis dalam
memperoleh data program SABANSA hingga selesainya skripsi ini, dan Zidni
Robbi Rodliyah, SEI, yang telah memberikan ide dalam penulisan skripsi ini.
8. Keluarga Ust. Saefuddin, tokoh masyarakat desa Mekarwangi atas segala arahan,
masukan, dan bantuannya dalam mengumpulkan peternak binaan untuk perolehan
data lapangan di desa Mekarwangi.
9. Ayahanda Rojikin, Ibunda Maspuriah, S.Pd. dan adik-adikku (Kikie Rakhmawaty
dan Arifah Khairunnisa), yang senantiasa memberiku semangat dan motivasi
sehingga terselesaikannya skripsi ini
10. Teman-teman di Program Studi Muamalat Perbankan Syariah angkatan 2006,
terutama PSC 2006, yang telah menemani penulis selama menimba ilmu di
perkuliahan.
11. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini
baik moril maupun material yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Jazakumullahu Khairul Jaza.
Ciputat, Jumadil Tsaniyah 1431 H Mei 2010 M
INDRA AZHAR AHMAD
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Berbasis Peternakan Dan Penggemukan Sapi (Studi Pada Program SABANSA Yayasan Bina Insan Kamil di Mekarwangi, Sukawening, Garut-Jawa Barat )” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) pada Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah.
Jakarta, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,
Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM. NIP: 195505051982031012
1. Ketua : Dr. Euis Amalia, M. Ag (………………….) NIP: 197107011998032002 2. Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag.,
M.H
(………………….)
NIP: 197407252001121001 3. Pembimbing I : Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A. (………………….) NIP. 195811281994031001 4. Pembimbing II : Mohammad Nur Rianto Al Arif,
M.Si.
(………………….)
NIP.150408861 5. Penguji I : (………………….) 6. Penguji II : (………………….)
KATA PENGANTAR
حيم الر الرحمن اهللا بسم
Puji serta syukur selayaknya hanya kita panjatkan kehadirat Rabb Semesta Alam, Sumber
Segala Ilmu Pengatahuan, Allah SWT, atas segala limapahan karunia dan rahmatNya yang tak
terkira, serta atas segala Ilmu dan hidayah sampai kepada penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam senantiasa selau penulis panjatkan kepada Da`i sejati yang
membawa umat manusia, sehingga hingga saat ini dapat merasakan indahnya Islam Rasulullah
Muhammad saw. Serta dengan tauladannya sehingga kita dapat merasakan izzah dan besarnya
Dien Islam. Semoga penulis tergolong dari ummatnya dengan turut serta dalam “gerbong kereta
dakwah” ini melalui bidang ekonomi islam.
Dibalik terselesaikannya skripsi ini, tentunya tak lepas berkat pertolongan Allah yang
juga diberikan melalui hamba-hambaNya yang insya Allah akan mendapat ganjaran yang lebih
utama dariNya, Penulis hanya mampu mengucapkan terimakasi kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH, selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Program Studi Muamalat Ekonomi Islam Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Supriyadi Ahmad dan Mohammad Nur Rianto Al Arif, M.Si, selaku dosen
pembimbing atas segenap waktu, arahan, motivasi dan kesabarannya dalam membimbing
penulis hingga akhir penulisan skripsi ini.
i
ii
4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.
6. Segenap pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Mas
Farhan, SEI, atas kemudahan yang penulis rasakan selama pengumpulan literatur, serta staf
dari berbagai perpustakaan dari beberapa universitas di Jakarta yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
7. Bapak H. Zaenal Muttaqien, selaku Ketua Yayasan Bina Insan Kamil dan Mbak Kiki serta
pengurus Yayasan BIK lainnya, yang banyak membantu penulis dalam memperoleh data
program SABANSA hingga selesainya skripsi ini serta Zidni Robbi Rodliyah, SEI, yang telah
memberikan ide dalam penulisan skripsi ini.
8. Keluarga Ust. Saefuddin dan istri selaku tokoh masyarakat desa Mekarwangi atas segala
arahan dan masukan serta bantuannya dalam perolehan data lapangan di desa Mekarwangi.
9. Ayahanda Rojikin, dan Ibunda Maspuriah, beserta adik-adikku tersayang(Kikie Rakhmawaty
dan Arifah Khairunnisa), yang senantiasa memberiku semangat dan motivasi sehingga
terselesaikannya skripsi ini
10. Keluarga besar Drs. H. Sahroni dan Hj. Nunung Nurhayati yang memberikan support kepada
penulis baik berupa do`a maupun nasehat-nasehat penyemangat.
11. Teman-teman di jurusan Muamalat perbankan syariah, khususnya angkatan 2006, terutama
PSC 2006, yang telah menemani penulis selama menimba ilmu di perkuliahan
Jakarta, Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN.................................................. iii
LEMBAR PENYATAAN...................................................................................... iv
ABSTRAK............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR........................................................................................... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xii
DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah........................................................................ 7
C. Pembatasan Masalah……………………………………………. 8
D. Perumusan Masalah…………………………………………….. 9
E. Tujuan Penelitian………………………………………………... 9
F. Manfaat Penelitian………………………………………………. 10
G. Metodologi Penelitian..................................................................... 11
H. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu…………………………….. 16
I. Sistematika Penulisan……………………………………………. 25
BAB II PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT YANG EFEKTIF
A. Kerangka Teori............................................................................... 27
1. Teori Efektivitas .........................................................................
a. Pengertian Efektivitas .............................................................
b. Hal-Hal yang Mempengaruhi Efektivitas..............................
c. Cara-Cara Mengukur Efektivitas...........................................
2. Teori Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat...............................
27
27
28
30
34
viii
a. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat..................
b. Cakupan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat……………..
c. Indikator Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat......................
d. Karakteristik Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat................
e. Tujuan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat..........................
f. Bentuk-Bentuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat...........
3. Teori Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang Efektif..........
a. Aspek Kemitraan Usaha Menurut Ginandjar Kartasasmita..
b. Lima Aspek Pendekatan Menurut Surjadi..............................
34
38
39
41
41
43
44
44
47
4. Prinsip-Prinsip Umum Ekonomi Syariah.....................................
a. Prinsip Tauhid.........................................................................
b. Prinsip Mashlahah...................................................................
c. Prinsip Keadilan......................................................................
d. Prinsip Khalifah.......................................................................
e. Prinsip Kebebasan...................................................................
f. Prinsip Tanggung jawab..........................................................
g. Prinsip Ma’ad..........................................................................
h. Prinsip Ownership...................................................................
i. Prinsip Nubuwwah...................................................................
j. Prinsip Work and Productivity................................................
k. Prinsip Jaminan Sosial............................................................
51
51
52
54
55
56
56
58
58
59
61
61
B. Kerangka Konseptual...................................................................... 63
C. Hipotesis.......................................................................................... 64
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, YAYASAN, DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................ 66
1. Letak Geografis..........................................................................
2. Keadaan Penduduk.....................................................................
3. Tingkat Pendidikan.....................................................................
66
67
70
ix
4. Keadaan Perumahan...................................................................
5. Sarana Kesehatan.......................................................................
72
73
B. Gambaran Umum Yayasan Bina Insan Kamil................................ 74
1. Sejarah Berdirinya Yayasan Bina Insan Kamil..........................
2. Kegiatan Yayasan Bina Insan Kamil..........................................
74
75
C. Gambaran Umum Program SABANSA......................................... 77
1. Latar Belakang...........................................................................
2. Konsep Program SABANSA....................................................
3. Peran Yayasan Bina Insan Kamil...............................................
77
79
82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Penerapan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Berbasis Usaha Peternakan dan Penggemukan Sapi..................................................................... 84
1. Karakteristik Peternak Binaan...............................................
2. Karakteristik Program Penggemukan Sapi...........................
3. Kendala yang Dihadapi dalam Program SABANSA ...........
84
85
87
B. Analisis Efektivitas Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Berbasis Penggemukan Sapi..................... 90
1. Analisis Program Berdasarkan Kerangka Teoritis..................
a. Aspek Kemitraan Usaha Ginandjar Kartasasmita..............
b. Aspek Pemberdayaan Surjadi..............................................
2. Analisis Program Berdasarkan Perhitungan Keuangan..........
3. Analisis Perubahan Kondisi Ekonomi Peternak Binaan........ .
4. Analisis Dampak Program terhadap Kehidupan Sosial......... .
90
90
91
92
96
99
C. Analisis Kesesuaian Program Berdasarkan Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah.......................................................................... 101
1. Prinsip Mashlahah...................................................................
2. Prinsip Keadilan......................................................................
3. Prinsip Khalifah.......................................................................
4. Prinsip Kebebasan...................................................................
101
102
104
105
x
5. Prinsip Tanggung jawab..........................................................
6. Prinsip Ma’ad..........................................................................
7. Prinsip Ownership...................................................................
8. Prinsip Nubuwwah...................................................................
9. Prinsip Work and Productivity................................................
10. Prinsip Jaminan Sosial.............................................................
105
105
106
106
107
107
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................... 109
B. Saran............................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 113
LAMPIRAN.......................................................................................................... 118
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Mekarwangi………………………………...67
Tabel 3.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Golongan Umur Dan Jenis Kelamin
Di Desa Mekarwangi Tahun 2010…………………………………..68
Tabel 3.3 Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Mekarwangi 2010 ……….69
Tabel 3.4 Data Pendidikan Di Kecamatan Sukawening Tahun 2010………….70
Tabel 3.5 Kualitas Angkatan Kerja Desa Mekarwangi Tahun 2010……………71
Tabel 3.6 Perumahan Desa Mekarwangi Tahun 2010………………………….72
Tabel 3.7 Jumlah Sarana Kesehatan Kecamatan Sukawening Tahun 2010…….74
Tabel 3.8 Manfaat Pelaksanaan Program SABANSA………………………….83
Tabel 4.1 Laporan Arus Kas Penjualan Sapi Tahun 2008………..…………….94
Tabel 4.2 Laporan Arus Kas Penjualan Sapi Tahun 2009………..…………….95
xii
DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR
Gambar 2.1 Rancang Bangun Ekonomi Syariah………………………………….51
Gambar 3.1 Peta Kecamatan Sukawening ……………………………………….66
Grafik 4.1 Umur Peternak Binaan……………………………………………….84
Grafik 4.2 Jumlah Tanggungan Keluarga Peternak Binaan……………………..85
Grafik 4.3 Tingkat Pendidikan Peternak Binaan………………………………...85
Grafik 4.4 Pekerjaan Peternak Binaan Sebelum Adanya Program……………...86
xiii
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Hasil Perhitungan SPSS…………………………………………………………….118
Panduan Wawancara………………………………………………………………..120
Hasil Wawancara dengan Pengelola SABANSA Yayasan BIK………………...…122
Hasil wawancara dengan Tokoh Masyarakat Desa Mekarwangi…………………..126
Laporan Keuangan Yayasan Tahun 2008-2009……………………………………128
Surat Penelitian/Wawancara Ke Yayasan BIK…………………………………….129
Surat Penelitian/Wawancara Ke Kelurahan Mekarwangi………………………….130
Surat Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi…………………………………….131
Surat Keterangan Dari Kelurahan/Desa Mekarwangi……………………………...132
Tabel Z……………………………………………………………………………...133
Brosur BIK-Qurban………………………………………………………………...134
Brosur Sate Hatoya…………………………………………………………………135
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dan pengangguran memang sudah sekian lama menjadi momok
bagi bangsa Indonesia dan hingga sekarang masih belum menunjukkan tanda-tanda
menghilang, bahkan terus meningkat terutama di kelompok masyarakat pedesaan.
Dalam hal penanggulangan kemiskinan ini, pemerintah telah melakukan berbagai
upaya untuk menanggulangi dan menghapus kemiskinan. Berbagai program telah
dirumuskan dan dilaksanakan di lapangan, serta tidak sedikit pula dana telah
dikucurkan ke masyarakat, seperti terus memacu pertumbuhan ekonomi nasional,
menyediakan fasilitas kredit bagi masyarakat miskin antara lain melalui pemberian
bantuan dana IDT, JPES, PPK, membangun infrastruktur di permukiman kumuh,
pengembangan model pembangunan kawasan terpadu, termasuk melaksanakan dan
meningkatkan kualitas program pembangunan, dan lain-lain1.
Menurut Yusuf Wibisono2, upaya yang telah dilakukan pemerintah ini
sejalan dengan ajaran Islam. Dalam ajaran Islam, kemiskinan dipandang sebagai
salah satu ancaman terbesar bagi keimanan (QS 2: 268). Islam memandang bahwa
kemiskinan sepenuhnya adalah masalah struktural karena Allah telah menjamin rizki
setiap makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakannya (QS 30:40; QS 11:6) dan
1 Bagong Suyanto , “Perangkap Kemiskinan Dan Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin,” Jurnal Dialog Kebijakan Publik II. Edisi 3 (September 2008): h, 32.
1
2 Yusuf Wibisono, “MDGs, Islam, dan Kemiskinan di Indonesia”, Republika, Sabtu, 06 Agustus 2005, h. 25.
2
telah menutup peluang bagi kemiskinan kultural dengan memberi kewajiban mencari
nafkah bagi setiap individu (QS 67:15). Di dalam ajaran Islam pula, kepala keluarga
memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota keluarganya. Jika
tidak mampu, maka kewajiban tersebut jatuh ke tangan kerabat dekat. Jika tidak
mampu juga, kewajiban tersebut jatuh ke negara. Dengan demikian Islam mendorong
negara mengentaskan kemiskinan dengan cara memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat. Hal ini menyiratkan Islam sebagai sebuah risalah paripurna dan ideologi
hidup sangat memerhatikan masalah kemiskinan.
Namun, harus diakui bahwa upaya penanggulangan kemiskinan yang
dilakukan pemerintah hingga kini masih belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Data kemiskinan yang didapat penulis menggambarkan bahwa di tahun 2004, BPS
memerkirakan jumlah orang miskin 36,1 juta orang atau 16,6 persen dari total
penduduk Indonesia. Namun angka ini sangat konservatif. Bank Dunia memerkirakan
angka kemiskinan hanya 7,4 persen dengan garis kemiskinan satu dolar AS sehari.
Namun, jika garis kemiskinan dinaikkan menjadi dua dolar AS sehari, maka angka
kemiskinan melonjak menjadi 53,4 persen atau sekitar 114,8 juta jiwa3. Angka ini
kurang lebih sama dengan jumlah seluruh penduduk Malaysia, Vietnam, dan
Kamboja. Angka kemiskinan tahun 2005 adalah 16,6% naik menjadi 17,8 % pada
tahun 2006. Pada tahun 2007 memang ada penurunan menjadi 16,6% tetapi kondisi
3Ibid, h.26.
3
ini diprediksi tidak akan tahan lama karena angka kemiskinan akan kembali
meningkat akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Wijaya Adi sebagaimana dikutip oleh Euis Amalia, mengatakan bahwa
kenaikan harga BBM akan memicu peningkatan angka pengangguran sebesar 9,7 juta
jiwa atau sebesar 8,6% dari seluruh angkatan kerja. Jumlah pengangguran pada Bulan
Februari 2008 tercatat 9,43 juta atau 8,46% dari seluruh jumlah angkatan kerja, lebih
rendah jika dibandingkan periode yang sama pada tahun 2007 yang mencapai 10,55
juta atau 9,75% dari jumlah angkatan kerja. Dengan kondisi seperti ini penduduk
miskin pada Desember 2008 akan bertambah menjadi 41,7 juta jiwa atau 21,92%.
Target yang ingin dicapai adalah mengurangi angka pengangguran menjadi 5,1%
tahun 2009 dan mengurangi angka kemiskinan menjadi 8,2% tahun 2009. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa alokasi BLT yang dialokasikan bagi 19,1 juta
keluarga miskin sebenarnya hanya menambah penghasilan semu, sementara kenaikan
harga BBM akan mengakibatkan harga-harga naik yang pada gilirannya membuat
penduduk miskin semakin banyak4.
Dari gambaran data di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk sebagian
pihak, berbagai bantuan dan program yang telah diupayakan pemerintah memang
cukup bermanfaat. Tetapi masih banyak penduduk Indonesia baik di desa maupun di
kota yang hidup terbelit kemiskinan. Di sisi lain, tak bisa diingkari, fakta bahwa
4 Euis Amalia, Transformasi Nilai-Nilai Ekonomi Islam Dalam Mewujudkan Keadilan
Distributif, h. 7. Disampaikan pada Kuliah Ekonomi Pembangunan Islam UIN Jakarta, 2009.
4
kendati jumlah orang miskin menurun, namun kesenjangan dalam banyak hal justru
semakin lebar.
Pengalaman selama ini telah banyak memperlihatkan, bahwa pendekatan
pemerintah dalam mengatasi kemiskinan baik di tingkat nasional, regional maupun
lokal umumnya adalah dengan menerapkan pendekatan ekonomi semata, yang
seringkali kurang mengabaikan peran kebudayaan dan konteks lokal masyarakat.
Lambatnya perkembangan ekonomi rakyat disebabkan sempitnya peluang untuk
berpartisipasi dalam pembangunan yang mana hal itu merupakan konsekuensi dari
kurangnya penguasaan dan pemilikan asset produksi terutama tanah dan modal.
Karena pada umumnya masyarakat miskin tidak memiliki surplus pendapatan untuk
bisa ditabung bagi pembentukan modal. Pendapatan yang diperoleh hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pokok sehari-hari. Di samping itu, faktor lain
yang menyebabkan berbagai program pengentasan kemiskinan menjadi kurang
efektif tampaknya adalah berkaitan dengan kurang dibangunnya ruang gerak yang
memadai bagi masyarakat miskin itu sendiri untuk memberdayakan dirinya. Acap
kali terjadi, kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk mensejahterakan penduduk
miskin justru terjebak menjadi program yang melahirkan ketergantungan baru, dan
bahkan mematikan potensi swakarsa lokal5.
Untuk itu diperlukan suatu model pemberdayaaan ekonomi masyarakat
miskin dengan mengedepankan konteks kebudayaan dan lokal kemasyarakatan di
5 Bagong Suyanto, “Perangkap Kemiskinan Dan Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin,”
h, 32.
5
mana program tersebut diadakan. Dalam hal pemberdayaan ekonomi masyarakat
dengan mengedepankan kearifan lokal, semenjak tahun 2007 telah dilakukan pilot
project pengembangan ekonomi masyarakat melalui usaha penggemukan sapi oleh
Yayasan Bina Insan Kamil (BIK) di desa Cibuntu dan Mekarwangi kecamatan
Sukawening Kabupaten Garut Jawa Barat sebanyak 43 sapi dan desa Ngasem
Jumapolo Kabupaten Karang Anyar Jawa Tengah sebanyak 25 ekor, dengan
melibatkan hampir sekitar 30 kepala keluarga dhu’afa.
Yayasan yang pada awal berdirinya di tahun 1992 ini bergerak di bidang
perekonomian ummat dengan berbasis pada baitul maal, dan merupakan pelopor
baitul maal di Indonesia dengan pendirinya H. M. Zainal Muttaqin dan Aries Mufti
menggagas program SABANSA (SATU BANTU SATU) yaitu suatu program
pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan berbasis peternakan dan penggemukan
sapi, dengan memberdayakan masyarakat lokal yang secara ekonomi tidak mampu
dan tergolong kaum dhu’afa. Langkah-langkah yang dilakukan pihak yayasan adalah
menyediakan sejumlah anak sapi dan diberikan kepada peternak binaan untuk
dikembangbiakan dan digemukan. Yayasan juga bertindak sebagai agen penjualan
dari sapi-sapi yang telah digemukkan oleh para peternak binaan pada setiap momen
Idul Adha.
Namun dalam pelaksanaan program ini terdapat kendala teknis menyangkut
moral hazard dari para peternak binaan, manajemen pengelolaan dan pencatatan
keuangan yayasan yang belum terkoordinir dengan baik dan lokasi program yang
jauh dari pantauan yayasan membuat pilot project program ini mengalami kegagalan
6
di daerah Karang Anyar- Jawa Tengah namun dapat bertahan di daerah Cibuntu dan
Mekarwangi Jawa Barat, sehingga mulai April 2008 program SABANSA mulai
difokuskan di desa Mekarwangi dan Cibuntu , suatu pedesaaan yang tertinggal secara
ekonomi namun religius dalam ibadah di daerah Garut dengan kultur lokal
kemasyarakatan mayoritas bekerja sebagai petani dan peternak sapi/kambing.
Program pemberdayaan ini telah mengangkat sekitar 17 kepala keluarga
peternak binaan di Desa Mekarwangi dan Cibuntu bangkit dari jurang kemiskinan
dan jerat para tengkulang menuju kepada kehidupan ekonomi dan sosial yang lebih
baik, mengurangi arus urbanisasi warga Garut ke kota Jakarta serta membuka
lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
Beranjak dari pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
mekanisme yang diterapkan oleh Yayasan Bina Insan Kamil dalam menjalankan
program pemberdayaan masyarakat di Garut dan pengaruh program SABANSA
dalam pemberantasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan
dalam penelitian berjudul : “Efektivitas Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pedesaan Berbasis Peternakan dan Penggemukan Sapi (Studi Pada Program
SABANSA Yayasan Bina Insan Kamil di Mekarwangi, Sukawening, Garut-Jawa
Barat)“
7
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang timbul dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat
pedesaan melalui program SABANSA dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pilot project program pemberdayaan ekonomi berbasis penggemukan sapi yang
diujicobakan di desa Ngasem Jumapolo, Karang Anyar mengalami kegagalan
karena moral hazard dari petani yang menjual bibit sapi yang telah diberikan
yayasan. Tidak adanya tokoh masyarakat yang menjadi pengawas yayasan di
lokasi program membuat permasalahan ini tidak cepat diketahui oleh pihak
yayasan. Namun di desa Mekarwangi program ini berjalan dengan baik, karena
keuletan warga dalam beternak sapi dan memiliki tokoh masyarakat yang juga
merupakan bagian dari pengurus yayasan sebagai pengawas langsung peternak
binaan membuat desa Mekarwangi lebih terkontrol dan ditetapkan oleh yayasaan
sebagai tempat program SABANSA ini dilanjutkan. Hal ini berdampak pada
jumlah penerima program ini berkurang dari total 30 kepala keluarga menyisakan
17 kepala keluarga di desa Mekarwangi.
2. Program SABANSA yang difokuskan oleh yayasan Bina Insan Kamil di desa
Mekarwangi baru berjalan selama dua tahun sehingga belum terlihat peningkatan
yang signifikan dalam aspek pendapatan peternak binaan. Namun keberhasilan
yang dapat terlihat adalah menekan laju urbanisasi penduduk desa Mekarwangi-
Garut untuk pergi bekerja di sektor informal di kota Jakarta karena dengan
program SABANSA ini mereka mempunyai kesibukan dalam mengurus sapi-
sapi binaan dan mendapatkan nafkah dari mengelola sapi.
8
3. Keterbatasan modal yang dimiliki oleh yayasan Bina Insan Kamil. Hal ini
menyebabkan tiap peternak binaan tidak mendapatkan dana yang ideal dalam
proses penggemukan sapi. Sedangkan tujuan yang dikejar oleh yayasan adalah
sebanyak mungkin penduduk yang dapat dilibatkan dalam upaya pemberdayaan
ekonomi ini.
4. Kurangnya SDM dari yayasan yang bertindak sebagai pengawas di daerah
penggemukan sapi mengakibatkan pengawasan terhadap kinerja para peternak
kurang terkontrol dengan baik.
5. Proses pemasaran sapi dalam kurun waktu dua tahun berjalan hanya terfokus
pada Idul Adha saja. Padahal dalam masa Idul Adha persaingan dalam menjual
sapi cukup tinggi sehingga resiko untuk sapi hasil penggemukan yayasaan tidak
terjual cukup tinggi. Namun di tahun 2010 ini yayasan telah mendirikan rumah
makan ”Sate Hatoya“ dengan menu berbahan dasar daging sapi sebagai sarana
pemanfaatan sapi program SABANSA selain dari penjualan di masa Idul Adha.
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini fokus dan tidak melebar, maka permasalahan
yang ingin diteliti pada penelitian ini dibatasi pada program pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaan berbasis peternakan dan penggemukan sapi yang diprakarsai
oleh Yayasan Bina Insan Kamil (BIK) di desa Mekarwangi-Garut. Program ini
berfokus pada pengembangbiakan dan penggemukan sapi potong dengan melibatkan
sekitar 17 kepala keluarga dhu’afa, yang selanjutnya dinamai ‘‘program SATU
9
BANTU SATU (SABANSA)‘‘ khususnya dampak program ini terhadap keadaan
ekonomi dan sosial para peternak binaan.
Data-data yang dianalisis adalah data program SABANSA yang telah tercatat
di yayasan dari April 2008 sampai Februari 2010 karena sampai saat ini penulis
meneliti, program SABANSA ini masih terus berlangsung.
D. Perumusan Masalah
Masalah yang diteliti oleh penulis dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana model program pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan
berbasis peternakan dan penggemukan sapi melalui program SABANSA?
2. Apakah model pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan berbasis
peternakan dan penggemukan sapi sudah berjalan efektif?
3. Apakah program SABANSA sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Syariah?
E. Tujuan Penelitian
Seiring dengan pembatasan dan perumusan masalah di atas, maka yang akan
menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis penerapan program pemberdayaan ekonomi masyarakat
pedesaan berbasis usaha peternakan dan penggemukan sapi melalui program
SABANSA di desa Mekarwangi, Kecamatan Sukawening-Garut.
10
2. Menganalisis efektivitas model pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan
berbasis peternakan dan penggemukan sapi dan pengaruhnya terhadap
pemberdayaan ekonomi masyarakat di desa Mekarwangi, Kecamatan
Sukawening-Garut.
3. Menganalisis kesesuaian program SABANSA dengan prinsip-prinsip
Ekonomi Syariah.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini bisa dilihat dari beberapa aspek, yaitu:
1. Bagi akademisi dan pemerhati kaum marginal lainnya, diharapkan penelitian
ini dapat memberikan wawasan dan bahan untuk pengembangan dan
penelitian tentang pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan lebih lanjut.
2. Bagi masyarakat, hal ini dapat memberikan gambaran tentang potensi
peternakan sapi dalam meningkatkan perekonomian keluarga, juga dapat
mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam upaya pemberantasan
kemiskinan. Bagi Yayasan, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan
evaluasi terhadap kinerja program SABANSA yang telah berjalan serta dapat
dijadikan rujukan untuk dapat menggaet mitra usaha dalam memenuhi sektor
permodalan program pemberdayaan ini
3. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat memberikan pilihan metode
pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan sehingga dapat dijadikan
11
masukan untuk menciptakan model pemberdayaan ekonomi masyarakat
pedesaan yang lebih efektif dan sesuai dengan kultur budaya setempat.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk pada penelitian eksplanasi, yaitu menjelaskan tentang
mengapa suatu kejadian atau gejala terjadi dengan menghubungkan pola-pola yang
berbeda namun memiliki keterkaitan. Berdasarkan tujuannya penelitian ini termasuk
penelitian eksploratif yaitu bertujuan untuk melihat pola, gagasan atau merumuskan
hipotesis bukan untuk menguji hipotesis6. Penelitian eksploratif juga dilakukan untuk
lebih memaham i karakteristik dari suatu masalah, mengingat sangat sedikit sekali
penelitian-penelitian yang telah dilakukan tentang suatu fenomena yang perlu
dipahami7.
2. Pendekatan Penelitian
Menurut pendekatannya, penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif yaitu
suatu pendekatan penelitian yang bersifat objektif, mencakup pengumpulan dan
analisis data kuantitatif serta menggunakan metode pengujian statistik8.
6 Hermawan, Asep, Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis,( Jakarta: LPFE Trisakti,
2003) , h.2. 7 Ibid, h.3. 8 Ibid, h.3.
12
3. Kriteria Data
Menurut cara perolehannya, data penelitian ini terdiri atas dua kategori, yaitu:
a. Data primer merupakan data-data yang peneliti peroleh dari lapangan (field
research). Dalam hal ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data
melalui indepth interview dengan petani/peternak penerima dan pelaksana
program, tokoh masyarakat desa, dan aparatur desa.
b. Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh dari Yayasan Bina Insan
Kamil (BIK) berupa dokumen mengenai prosedur program SABANSA,
laporan keuangan program SABANSA, juga dari berbagai literatur baik dalam
bentuk buku, jurnal ilmiah, majalah, koran, internet dan lainnya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui:
a. Observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung ke Desa
Sukawening, Mekarwangi, Garut-Jawa Barat. Tujuannya untuk mengetahui
keadaan sebenarnya yang terjadi di lokasi penelitian berkaitan dengan
program SABANSA yang dijalankan oleh yayasan Bina Insan Kamil dalam
pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat.
b. Wawancara (interview), yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada pihak
yayasan Bina Insan Kamil dan peternak binaan program SABANSA.
c. Studi Dokumentasi, yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan data
berdasarkan laporan keuangan yayasan Bina Insan Kamil dan laporan-laporan
lain yang terkait dengan masalah penelitian.
13
5. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan
Berbasis Peternakan dan Penggemukan Sapi yang dijalankan oleh Yayasan Bina
Insan Kamil (BIK) di Desa Mekarwangi, Sukawening, Garut-Jawa Barat. Melibatkan
sekitar 17 kepala keluarga dhu’afa, yang rata-rata bekerja sebagai buruh tani dengan
penghasilan minim dan frekuensi kerja tidak tetap. Program ini telah berjalan dari
tahun 2007 dan masih berjalan sampai sekarang. Namun data yang dianalisis adalah
data yang tercatat di yayasan dari tahun 2008 sampai 2009.
6. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis efektivitas model, data yang terkumpul akan dianalisis
melalui pendekatan kuantitatif. Pengujian melalui analisis kuantitatif digunakan
untuk mengukur dampak program SABANSA terhadap peternak binaan secara
ekonomi terhadap 2 (dua) aspek, yaitu kinerja keuangan dan perubahan kondisi
ekonomi.
a) Kinerja Keuangan
Untuk mengukur kinerja keuangan petani/peternak binaan, digunakan rumus
Profitability Index atau Benefit and Cost Ratio (B/C Ratio). Pada bagian ini, penulis
menganalisis arus kas dan mengukurnya menggunakan Profitability Index atau
Benefit and Cost Ratio (B/C Ratio) dengan rumus9:
9 Husein Umar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 201.
14
Keterangan:
PI = Profitability Index, yaitu salah satu metode penilaian investasi
dengan menghitung perbandingan antara nilai sekarang (present
value) dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang
akan datang dengan nilai sekarang (present value) dari investasi
yang telah dilaksanakan
PV = Present Value, yaitu nilai sekarang dari arus kas masuk akan datang
dari proyek tersebut
Di mana apabila hasil analisis rasio lebih besar (>) dari 1, maka kinerja
keuangan berada dalam posisi yang baik dan bisa diterima. Namun jika hasil analisis
rasio lebih kecil (<) dari 1, maka kinerja keuangan berada dalam posisi yang tidak
baik dan tidak dapat diterima10.
b) Perubahan Kondisi Ekonomi
Pengukuran terhadap perubahan kondisi ekonomi peternak binaan dan
hubungannya terhadap pelaksanaan program menggunakan tes statistik
nonparametrik Wilcoxon Signed Rank Test (uji dua sampel berhubungan) dengan
rumus sebagai berikut:
10 Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 164
15
Keterangan:
E = Mean (rataan hitung) σ = Simpangan baku T = Jumlah jenjang/rangking n = Jumlah sampel
Untuk landasan pengujian dipergunakan nilai T. H0 diterima apabila T ≥ Tα.
H0 ditolak apabila T< Tα11.
Metode statistik nonparametrik digunakan karena nilai data variabel tergolong
kepada data nonmetrik. Data nonmetrik adalah data kualitatif yang dapat berbentuk
suatu atribut, karakteristik atau kategori atau dikotomi. Yang termasuk data
nonmetrik adalah tipe data nominal atau ordinal.
Data nominal adalah data di mana sebutan seperti “laki-laki” atau
“perempuan” diberikan kepada item dan tidak ada implikasi di dalam sebutan tersebut
bahwa item yang satu lebih tinggi atau lebih rendah daripada item lainnya. Sedangkan
data ordinal hanya memberikan informasi tentang apakah suatu item lebih tinggi,
lebih rendah, atau sama dengan item lainnya; data ini sama sekali tidak menyatakan
ukuran perbedaan12.
Data mengenai kondisi ekonomi dimaksud meliputi kondisi pendapatan
peternak, jumlah sapi dan nilai aset yang dimiliki. Kondisi ekonomi responden
dibandingkan antara sebelum dan sesudah diberikan program, apakah terjadi
11 Djarwanto, Statistik Non Parametrik, ( Yogyakarta: BPFE, 2003), h. 26 12 J. Supranto, Statistik; Teori dan Aplikasi Jilid 2, (Jakarta : Erlangga, 2001), h. 294.
16
peningkatan atau-kah penurunan. Dari hasil penghitungan tersebut, dapat dilihat
pengaruh antara variabel dependen (kondisi ekonomi petani/peternak) dan
independen (program pemberdayaan)13.
Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan dengan mengunakan program
SPSS, untuk efektivitas dan efisiensi serta menghindari human error.
H. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Sudah terdapat beberapa penelitian sebelumnya tentang masalah
pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pemberantasan kemiskinan:
1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Program Petani Terpadu
Binaan PT. Gulf Resources (GRISSIK) Ltd. (Studi Kasus Di Kecamatan
Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin)
Riki junaidi (2003)14 meneliti tentang pelaksanaan tanggung jawab sosial
perusahaan PT. Gulf terhadap masyarakat petani yang berada di wilayah operasi
perusahaan di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin. Di mana
kondisi perekonomian petani tersebut berada dalam garis kemiskinan dan lahan yang
ada tidak tergarap karena ketiadaan modal untuk menggarap lahan tersebut. Untuk itu
13 Jogiyanto HM, Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
Pengalaman, (Yogyakarta: BPFE, 2004) h. 65. 14 Riki Junaidi, “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Program Petani Terpadu
Binaan PT. Gulf Resources (GRISSIK) Ltd. (Studi Kasus Di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin)”, (Tesis S2 Program Pasca Sarjana FISIP UI, 2003)
17
PT. Gulf berusaha membantu para petani dengan memberikan permodalan,
pengetahuan dan keahlian dalam menggarap lahan sehingga dengan bekal itu semua
diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup para petani di sekitar PT. Gulf.
Sasaran dari program ini adalah aspek ekonomi petani, yaitu tumbuhnya usaha
ekonomi produktif di pedesaan seperti peternakan, perikanan, dan pertanian yang
dapat membantu meningkatkan pendapatan para petani. Tujuan umum dari penelitian
ini adalah mendapatkan gambaran mengenai pelaksanaan pemberdayaan ekonomi
masyarakat melalui program petani terpadu binaan PT. Gulf Resources Ltd.
Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendeskripsikan perubahan tingkat
pendapatan masyarakat di sekitar lokasi perusahaan setelah dilaksanakannya program
pemberdayaan oleh PT.Gulf, dan untuk mendeskripsikan kendala-kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan program.
Metode penelitian yang digunakan menggunakan pendekatan kualitatif dengan
analisis deskriptif. Hasil penelitian ini diketahui bahwa proses yang dilalui dalam
pelaksanaan program meliputi langkah persiapan dan pelaksanaan yang dilakukan
bertahap, yaitu sosialisasi program, penentuan petani binaan, pelatihan di Bogor,
pengajuan proposal, penyiapan lahan, pencairan dana program, pelaksanaan,
monitoring, evaluasi dan pelaporan. Di mana kesimpulan yang didapat adalah
program ini boleh dikatakan telah meningkatkan pendapatan petani binaan namun
peningkatan pendapatan tersebut tidak merata antara petani yang satu dengan yang
lain. Hal ini disebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan baik yang dilakukan
oleh petanai binaan, anggota tim pendamping maupun aparatur desa.
18
Perbedaan penelitian ini terletak pada metode penelitian yang digunakan, di
mana Riki menggunakan pendekatan penelitian kualitatif sedangkan penulis
menggunakan penelitian kuantitatif. Perbedaan juga tampak pada objek penelitian di
mana Riki berfokus pada berbagai macam usaha yang diberikan PT. Gulf untuk
memberdayakan petani miskin di wilayah operasionalnya sebagai bagian dari CSR
perusahaan, sedangkan penulis terfokus pada peternakan dan penggemukan sapi
potong yang dilakukan oleh Yayasan Bina Insan Kamil yang mempunyai unsur sosial
juga mempunyai aspek bisnis.
2. Efektifitas Program Pemberdayaan Ekonomi Untuk Orang Tua Dan Anak
Jalanan Di Surabaya (Studi Kasus Program Pengembangan Kewirausahaan
Dan Program Pengembangan Minat Dan Bakat Di Yayasan Arek Lintang
Surabaya)
Moh. Roubal Arif Khan (2002)15 meneliti tentang efektivitas program
pemberdayaan ekonomi untuk anak-anak jalanan dan keluarganya yang digagas oleh
Yayasan Arek Lintang- sebuah organisasi non pemerintah yang menangani anak
jalanan di wilayah Surabaya- melalui program pengembangan kewirausahaan bagi
orang tua dan pengembangan minat dan bakat bagi anak-anak jalanan. Serta faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas program.
15Moh. Roubal Arif Khan , “Efektifitas Program Pemberdayaan Ekonomi Untuk Orang Tua
Dan Anak Jalanan Di Surabaya (Studi Kasus Program Pengembangan Kewirausahaan Dan Program Pengembangan Minat Dan Bakat Di Yayasan Arek Lintang Surabaya)”, (Tesis S2 Program Pasca Sarjana FISIP UI, 2002)
19
Pengumpulan data melalui observasi lapangan, studi dokumenter, wawancara
pada seluruh peserta program yaitu 16 orang tua dan 16 anak jalanan dan wawancara
mendalam pada 5 orang tua dan 5 anak jalanan. Metode penelitian yang digunakan
menggunakan analisis evaluatif dengan jenis penelitian gabungan antara kuantitatif
dengan kualitatif. Analisis data menghasilkan kesimpulan bahwa program
pengembangan kewirausahaan bagi orang tua tidak berjalan efektif, sedangan
program pengembangan bakat dan minat anak jalanan berjalan cukup efektif dilihat
dari bertambahnya kesadaran orang tua untuk tidak membiarkan anaknya bekerja di
jalanan, berkurangnya aktifitas anak di jalanan bahkan ada yang sudah lepas dari
jalanan, dan adanya kegiatan produktif anak jalanan untuk mengisi waktu luang.
Secara garis besar program pemberdayaan ekonomi yang diterapkan oleh Yayasan
Arek Lintang bisa dikatakan belum mencapai hasil yang diharapkan.
Perbedaan pada penelitian ini adalah di objek penelitian, di mana Moh. Roubal
Arif Khan mengambil objek orang tua dan anak-anak jalanan sebagai bagian dari
program pemberdayaan ekonomi dengan mengkhususkan pada program
pengembangan minat dan bakat anak-anak serta kewirausahaan bagi orang tua
sedangkan penulis mengambil objek para buruh tani miskin yang diberdayakan untuk
menggemukan bibit sapi potong dengan sistem bagi hasil antara pihak yayasan dan
petani binaan terhadap hasil keuntungan penjualan pada momen Idul Adha.
20
3. Dampak Zakat Poduktif Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Dan Faktor2
Yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Mustahik (Studi Kasus
Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh Dompet Dhu’afa),
Rafiqoh Ahmad Hamzah (2008)16 melakukan penelitian dalam rangka menjawab
pertanyaan tentang sejauhmana implementasi zakat produktif melalui program
pendampingan yang dilakukan masyarakat mandiri DD berpengaruh terhadap
pemberdayaan ekonomi mustahik (mitra) serta apakah karakteristik mitra dan nilai
bantuan yang diberikan berpengaruh terhadap keberhasilan usaha mereka.
Data-data dianalisis dengan menggunakan metode eksplanatory kualitatif yang
menganalisis hubungan kausalitas antara dependen variabel dan independen variabel,
di mana IV (Independen Variabel) yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan usaha mustahik dengan indikator karakteristik mustahik dan nilai
bantuan. Sementara DV (Dependen Variabel) adalah keberhasilan pemberdayaaan
ekonomi mustahik yang diukur dari kelanjutan usaha, perkembangan usaha,
kepemilikan aset produktif dan tingkat penghasilan.
Kesimpulan besar yang dihasilkan tesis ini adalah program pendampingan yang
dilakukan Masyarakat Mandiri berhasil memberdayakan dan meningkatkan taraf
hidup sebanyak 33 mitra atau 82,5% dari total responden. Di samping itu beberapa
indikator dari karakteristik mustahik yaitu umur dan jumlah tanggungan, berpengaruh
16 Rafiqoh Ahmad Hamzah, “Dampak Zakat Poduktif Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Dan
Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Mustahik (Studi Kasus Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh DD)”, (Tesis S2 Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).
21
terhadap keberhasilan usaha. Umur berpengaruh positif terhadap keberhasilan usaha
dengan potensi keberhasilan terbesar pada mitra yang berusia antara 30 sampai 39
tahun. Jumlah tanggungan mitra berpengaruh negatif terhadap keberhasilan usaha.
Potensi keberhasilan usaha ada pada mitra yang jumlah tanggungannya berkisar
antara 1-3 orang, sementara rata-rata jumlah tanggungan yang menjadi ancaman bagi
keberhasilan usaha adalah 4-5 orang.
Perbedaan pada penelitian ini terletak pada objek penelitiannya, di mana Rafiqoh
meneliti tentang pemberdayaan zakat produktif dalam meningkatkan taraf hidup mitra
binaannya menggunakan elemen dana zakat sebagai modal usaha. Sedangkan penulis
dalam objek penelitiannya terhadap yayasan Bina Insan Kamil, menggunakan elemen
dana pribadi dari yayasan sebagai modal usaha dalam memberdayakan masyarakat di
dasa Sukawening, sedangkan penerapan aspek zakat dilakukan yayasan dalam bentuk
pemberian anak sapi dari peternak binaan yang telah berhasil kepada peternak
dhu’afa lainnya yang belum dapat mengikuti program ini secara cuma-cuma.
4. Pengaruh Program Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat)
Terhadap Perekonomian Para Mustahik (Studi Pada Dompet Peduli
Ummat Daarut Tauhid Bandung)
Afriyani (2006)17 mencoba meneliti tentang pengaruh program MISYKAT yang
dijalankan oleh LAZ DPU DT Bandung terhadap peningkatan perekonomian para
22
mitra binaannya yang menggunakan dana tersebut sebagai tambahan modal usaha.
Data-data dianalisis dengan metode penelitian deskriptif analitis, yaitu
mendeskripsikan data yang diperoleh baik data kuantitatif maupun kualitatif dan
memaparkan secara keseluruhan untuk dilakukan analisis lebih lanjut sesuai dengan
karakter dan jenis datanya masing-masing.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik acak sederhana
(Simple Random Sampling) dengan sampel responden sebanyak 20% dari 175
nasabah MISYKAT DPU DT yaitu berjumlah 35 orang. Sedangkan data kualitatif
dianalisis dengan metode content analisys yaitu suatu cara dalam menganalisis data
bertitik tolak kepada kerangka teori18.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah program pemberdayaan di
MISYKAT DPU DT dapat berjalan dengan baik tidak terlepas dari proses
pendampingan baik dari sisi ruhiyah maupun dari sisi usaha anggota. Serta
mengungkapkan tentang pengaruh zakat terhadap perekonomian para mustahik yang
ternyata pengaruhnya positif dalam meningkatkan pendapatan para mustahik (kaum
perempuan miskin di sekitar pesantren Daarut Tauhid).
Penelitian ini juga menggunakan dana zakat dalam memberdayakan masyarakat
dengan berfokus pada pemberian modal usaha kepada para mustahiq zakat melalui
usaha MISKYAT. DPU DT sebagai lembaga pengelola hanya bertindak sebagai
17 Afriyani, “Pengaruh Program Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat) terhadap Perekonomian Para Mustahik (Studi Pada Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid Bandung)” (Skripsi S1 Muamalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006)
18 Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999) Cet. Ke-9, h. 40.
23
pendamping mitra binaan dalam mengembangkan usaha mitra binaannya yang
beraneka macam, karena mitra diberikan keluasan dalam berusah di berbagai bidang.
Hal ini yang membedakan dengan penelitian penulis di mana pihak Yayasan Bina
Insan Kamil telah menetapkan bahwa usaha yang digeluti berfokus pada peternakan
dan penggemukan sapi potong, sehingga proses pendampingan dan pengorganisasian
manajemen juga lebih terfokus hanya pada usaha peternakan dan penggemukan sapi
potong saja.
5. Efektivitas Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Masjid
Muhyil Qoyyim (2009)19 menganalisis efektivitas/pengaruh model
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang menjadikan masjid sebagai basis
pelaksanaan program dengan metode penelitian eksplanasi. Objek penelitian ini
adalah program Pemberdayaan Pedesaan oleh Masyarakat secara Mandiri melalui
Lembaga Keagamaan yang merupakan program dari Kementrian Negara
Pembangunan Daerah Tertinggal yang bermitra dengan Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat (P3M).
Efektivitas model pemberdayaan ekonomi masyarakat berbasis masjid ini
dianalisis dengan analisis Profitability Index atau Benefit and Cost Ratio untuk
menganalisis pengaruh program terhadap kondisi kinerja keuangan mitra binaan,
19 Muhyil Qoyyim, “Efektifitas Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Masjid
(Studi pada Program Pemberantasan Kemiskinan Berbasis Masjid)” (Skripsi S1 Muamalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009)
24
Wilcoxon Signed Rank Test untuk menganalisis pengaruh program terhadap kondisi
ekonomi mitra binaan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan program, dan analisis
SWOT menggunakan Matriks Kearns untuk menganalisis apa yang sudah baik dan
apa yang masih belum baik dari pelaksanaan program ini menurut perspektif mitra
binaan. Penulis juga memaparkan ide strategis pengembangan program berdasarkan
kerangka yang disajikan oleh Subir Chowdury.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa menjadikan masjid sebagai basis
program pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu cara yang terbilang cukup
efektif mengingat posisi masjid sangat berdekatan dengan masyarakat, sehingga
mengetahui permasalahan riil yang dihadapi masyarakat dan memiliki keleluasaan
untuk bersama masyarakat merumuskan langkah advokasinya.
Penelitian ini hampir mendekati pada penelitian yang penulis lakukan, sehingga
metode penelitian yang dilakukan oleh Muhyil Qoyyim dijadikan rujukan penulis
untuk meneliti. Perbedaannya hanya terletak di jenis usaha yang diteliti oleh Muhyil
Qoyyim masih luas, meliputi bidang perdagangan, pertanian, peternakan dan jasa,
serta menggunakan peran lembaga masjid sebagai pengelola dalam mendistribusikan
bantuan dana usaha kepada mitra binaannya (jamaah masjid). Sedangkan penelitian
yang penulis lakukan sudah spesifik hanya pada usaha peternakan dan penggemukan
sapi potong saja serta pihak yayasan yang bertindak sebagai pengelola.
25
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum tahun 1428 H / 2007 M. Dalam skripsi ini
penulis menyusun lima bab uraian, di mana dalam tiap-tiap bab dilengkapi dengan
masing-masing sub-bab yaitu sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis memaparkan Latar Belakang Masalah, Identifikasi
Masalah, Perumusan Masalah, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan (review) Kajian Terdahulu, dan
Sistematika Penulisan.
BAB II PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT YANG EFEKTIF
Dalam bab ini penulis menjelaskan tinjauan kepustakaan yang memuat
deskripsi tentang teori yang digunakan dalam proses penelitian dan pembahasan,
kerangka konseptual serta hipotesis. Dalam hal ini berisi tentang teori efektivitas,
teori pemberdayaan ekonomi masyarakat, teori pemberdayaan ekonomi masyarakat
yang efektif.
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, YAYASAN BINA
INSAN KAMIL DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Bab ini memuat tentang gambaran umum yayasan Bina Insan Kamil,
gambaran umum program SABANSA serta gambaran umum desa Mekarwangi,
meliputi profil yayasan, latar belakang program SABANSA, permasalahan yang
26
dihadapi, letak geografis desa, jumlah penduduk, mata pencarian penduduk, kondisi
sosial ekonomi penduduk, dan lain-lain.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini memuat deskripsi data hasil temuan di lapangan yang berisi tentang
pelaksanaan program SABANSA yang meliputi karakteristik petani/peternak binaan,
kendala yang hadapi dalam menjalankan program. Juga menganalisis dampak
program dari sisi efektivitasnya terhadap kondisi ekonomi petani/peternak program
serta kinerja keuangan Yayasan Bina Insan Kamil (BIK) yang dianalisis dengan
menggunakan analisis Profitability Index atau Benefit and Cost Ratio (B/C Ratio)
untuk analisis kinerja keuangan, Uji Statistik Wilcoxon Signed Rank Test dengan
bantuan program SPSS untuk analisis perubahan kondisi ekonomi/pengaruh program
terhadap kondisi ekonomi petani/peternak binaan.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini penulis menyimpulkan kesimpulan dari semua hasil temuan
penelitian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, serta saran-saran untuk
pengembangan program ke depan yang dapat penulis sampaikan
BAB II
PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT YANG EFEKTIF
A. Kerangka Teori
1. Teori Efektivitas
a. Pengertian Efektivitas
Salah satu konsep utama dalam mengukur prestasi kerja adalah efektivitas.
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mempunyai beberapa arti antara lain:
(1) ada efeknya (akibatnya, pengaruh, dan kesan), (2) Manjur atau mujarrab, (3)
Membawa hasil, berhasil guna (usaha tindakan) dan mulai berlaku. Dari kata itu
muncul pula keefektifan yang diartikan dengan keadaan, berpengaruh, hal
terkesan, kemanjuran, dan keberhasilan1.
Menurut ahli manajemen Peter Brucker, efektivitas adalah melakukan
pekerjaan yang benar (doing the right things). Efektivitas merupakan
kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara atau peralatan yang
tepat2. Sedangkan efektivitas diartikan sebagai padanan kata yang menunjukkan
taraf tercapainya suatu tujuan. Dengan kata lain bahwa suatu usaha dapat
dikatakan efektif jika usaha tersebut mencapai tujuannya.
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2007) h. 284. 2 T. Hani Handoko, Manajemen Edisi ke 2, (Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 7
27
28
Secara ideal efektivitas dapat dinyatakan dengan ukuran yang agak pasti,
sehingga ada standarisasi tercapainya suatu tujuan dan lain sebagainya3.
b. Hal-Hal yang Menghambat Efektivitas
Setidaknya ada 7 (tujuh) hal yang berpotensi menghambat efektivitas
kerja, di antaranya4:
Pertama, tidak memiliki tujuan yang jelas dan target terukur. Tanpa tujuan
yang jelas dan target terukur, semua yang kita lakukan menjadi tidak fokus.
Inilah yang kemudian menjadikan waktu dan energi menjadi tidak efektif.
Sayangnya, kita seringkali bekerja tanpa tahu untuk apa kita bekerja. Kita-pun
shalat, namun seringkali tidak tahu untuk apa kita shalat. Sehingga tujuan yang
jelas dan target yang terukur mutlak diperlukan agar setiap langkah kerja yang
kita lakukan efektif.
Kedua, tidak memiliki rencana detail. Setelah memiliki tujuan jelas serta
target yang terukur, kita pun dituntut memiliki rencana detail. Rencana detail
layaknya peta yang akan memandu setiap langkah, sehingga waktu yang kita
miliki benar-benar efektif. Tanpa adanya peta, lagi-lagi kita akan terjebak pada
penghamburan waktu dan energi.
Ketiga, tidak teratur dalam hidup. Ketidakteraturan ini biasanya akan
mendatangkan banyak masalah. Tidak teratur makan misalnya, akan
3 Kanisius, Ensiklopedi Umum, (Jakarta: Kanisius, 1973) h. 36. 4 Aa Gym, ”Efektivitas Amal dan Ibadah”, artikel diakses pada tanggal 14 maret 2010 dari
http://republika.co.id
29
mengundang penyakit maag. Demikian pula tidak teratur dalam bekerja,
berolahraga, belajar, dan sebagainya.
Keempat, komunikasi yang tidak baik. Sekitar 70% (Tujuh puluh persen)
aktivitas hidup kita diisi dengan komunikasi. Maka, siapa pun yang ingin efektif
dalam bekerja, harus memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Banyak
masalah yang lahir dari miscommunication. Masalah sepele saja bisa
menghancurkan rumah tangga bila suami dan istri tidak bisa berkomunikasi
dengan baik. Demikian pula di kantor, di pasar, di sekolah dan di mana pun. Satu
penyebab gagalnya komunikasi adalah kuatnya dugaan/prasangka dan tidak
lengkapnya informasi yang kita terima tentang sesuatu hal. Maka pastikan,
komunikasi kita memenuhi unsur penyampaian yang tenang, sopan, fasih, apik,
lembut dan secukupnya. Sedangkan isinya harus benar, manfaat dan tak
menyakiti.
Kelima, konflik yang tidak perlu. Mempermasalahkan hal-hal kecil dan tidak
prinsipil berpotensi menimbulkan konflik yang tidak perlu. Bila sudah terjadi
konflik, maka energi kita akan terkuras, sehingga tugas utama kita terbengkalai.
Saat suami istri terlibat konflik misalnya, maka fungsi-fungsi di rumah tangga
akan terbengkalai, anak kehilangan kasih sayang dan keberkahan hidup akan
hilang. Karena itu, saat terjadi singgungan dalam kondisi apapun, yang kita
kedepankan bukan ego dan nafsu, namun semangat bersaudara, semangat solusi
dan semangat sukses bersama.
30
Keenam, bersikap emosional. Selain menggangu suasana, sikap emosional
akan menghambat efektivitas kerja. Orang yang emosional cenderung membesar-
besarkan masalah, pendendam, dan menuntut. Bila sudah demikian, waktu-
waktu produktif kita akan banyak yang terbuang percuma. Karena itu, mustahil
sebuah pekerjaan akan berkualitas bila dilakukan dalam keadaan emosional.
Ketujuh, menunda-nunda pekerjaan. Setiap waktu memiliki haknya sendiri-
sendiri. Saat kita menunda sebuah pekerjaan, maka pada saat bersamaan kita
telah mengambil hak sepenggalan waktu dan ini menjadi awal datangnya
masalah baru. Setiap detik yang kita lalui adalah rangkaian keputusan. Maka
pilihlah keputusan terbaik. Salah satunya dengan tidak menunda-nunda
pekerjaan.
c. Cara-Cara Mengukur Efektivitas
Dalam melakukan pengukuran terhadap aspek efektivitas pada penelitian
ini, penulis berfokus pada konsep pembahasan efektivitas dilihat dari segi
manajemen khususnya manajemen biaya (keuangan) dan dari studi kelayakan
bisnis. Dalam perspektif manajemen biaya, efektivitas sebuah perusahaan sering
diukur dengan membandingkan laba operasi sesungguhnya dengan yang
dianggarkan. Perbedaan antara laba operasi sesungguhnya dengan laba operasi
yang dianggarkan dalam suatu periode tertentu disebut selisih laba operasi5.
5Blocher dkk, Manajemen Biaya; Dengan Tekanan Strategik Jilid 2,(Jakarta: Salemba Empat,
2001) h.726.
31
Namun, selisih laba operasi tidak dapat menjelaskan penyebab dari
perbedaan atau membantu perusahaan untuk mengidentifikasi dan mengurangi
perbedaan yang sama di masa datang sehingga perlu dilakukan analisis
pendekatan terhadap efisiensi dari operasi keuangan perusahaan yang berubah-
ubah tersebut, yaitu dengan menggunakan analisis Anggaran Fleksibel.
Anggaran fleksibel adalah sebuah anggaran yang menyesuaikan pendapatan
dan biaya yang mengalami perubahan dalam pencapaian output. Dengan
perubahan output (unit yang diproduksi terjual pada perusahaan manufaktur,
jumlah pasien per hari untuk rumah sakit, jumlah siswa untuk sekolah)
pendapatan dan biaya perusahaan juga berubah dari yang dianggarkan. Anggaran
fleksibel dapat membantu manajemen dalam menjawab pertanyan penting
tentang operasi, seperti6:
1) Mengapa laba bersih menurun?
2) Mengapa harga pokok penjualan meningkat dari 69 menjadi 71% ?
Dapatkah manajemen melakukan sesuatu untuk mencegah terjadinya hal
yang sama di masa datang?
3) Mengapa biaya penjualan dan umum naik menjadi Rp 150.000,- ?
4) Apa alasan dari memburuknya hasil operasi? Apakah disebabkan
perubahan pada:
a) Unit terjual
b) Harga jual
6 Ibid.,h. 727.
32
c) Mix penjualan
d) Biaya produksi
e) Biaya umum dan penjualan
Anggaran fleksibel memampukan manajemen untuk menganalisis hasil
operasi dan perubahan pada kondisi operasi secara detail serta membantu untuk
menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Total penjualan dan
biaya dari anggaran fleksibel dihitung dengan formula7:
Total penjualan = Jumlah unit terjual x harga jual dianggarkan tiap unit
Total biaya = Total biaya variabel + total biaya tetap
= (jumlah unit terjual x biaya variabel dianggarkan tiap
unit) + biaya tetap dianggarkan
Penilaian terhadap kinerja perusahaan dalam studi kelayakan bisnis, jika
dilihat dari aspek keuangan, maka dapat menggunakan metode analisis rasio-
rasio keuangan. Rasio-rasio keuangan ini meliputi rasio likuiditas, rasio efisiensi,
rasio Leverage dan rasio profitabilitas.
Studi kelayakan terhadap aspek keuangan perlu menganalisis bagaimana
prakiraan aliran kas akan terjadi. Pada umumnya ada empat metode yang biasa
dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi,
yaitu metode penilaian investasi Payback Period, Net Present Value, Internal
Rate Of Return, Probilability Index Serta Break Even Point8.
7 Ibid., h. 729. 8 Husein Umar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 197.
33
Berdasarkan ketersediaan data di tempat penulis meneliti, maka metode
penilaian investasi yang dapat dihitung dan dianalisis hanya metode probitability
index. Pemakaian metode profitability index (PI) ini caranya adalah dengan
menghitung melalui perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari
rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan
nilai sekarang (present value) dari investasi yang telah dilaksanakan9.
Keterangan:
PI = Profitability Index, yaitu salah satu metode penilaian investasi
dengan menghitung perbandingan antara nilai sekarang (present
value) dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang
akan datang dengan nilai sekarang (present value) dari investasi
yang telah dilaksanakan
PV = Present Value, yaitu nilai sekarang dari arus kas masuk akan datang
dari proyek tersebut
Di mana apabila hasil analisis rasio lebih besar (>) dari 1, maka kinerja
keuangan berada dalam posisi yang baik dan bisa diterima. Namun jika hasil
analisis rasio lebih kecil (<) dari 1, maka kinerja keuangan berada dalam posisi
yang tidak baik dan tidak dapat diterima10.
9 Ibid.,h. 201. 10 Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 164
34
2. Teori Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
a. Pengertian Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
1) Pemberdayaan
Pemberdayaan menurut bahasa berasal dari kata daya yang berarti
tenaga atau kekuatan. Pemberdayaan adalah upaya membangun sumber daya
dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi
yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya11.
Istilah pemberdayaan adalah terjemahan dari istilah asing empowerment.
Secara leksikal, pemberdayaan berarti penguatan. Secara teknis, istilah
pemberdayaan dapat disamakan atau setidaknya diserupakan dengan istilah
pengembangan. Bahkan dua istilah ini, dalam batas-batas tertentu bersifat
interchangeable atau dapat dipertukarkan. Dalam pengertian lain,
pemberdayaan atau pengembangan adalah upaya memperluas horison
pilihan bagi masyarakat12.
Pemberdayaan merupakan sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-
individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
11 Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, (Yogyakarta: BPFE, 2000) Cet I. h. 263 12 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam; Dari
Ideologi, Strategi Sampai Tradisi (Bandung: ROSDA, 2001), h.30.
35
sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki
kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya13.
Sementara itu menurut Jim Ife, ‘’pemberdayaan adalah penyediaan
sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan ketrampilan bagi masyarakat
untuk meningkatkan kapasitas mereka sehingga mereka bisa menemukan
masa depan mereka lebih baik. Menurut Gunawan Sumohadiningat,
pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya yang dimiliki dhu’afa
dengan mendorong, memberikan motivasi dan meningkatkan kesadaran
tentang potensi yang dimiliki mereka serta berupaya untuk
mengembangkannya14, dengan kata lain memberdayakan adalah
memampukan dan memandirikan masyarakat.
Ini berarti masyarakat diberdayakan untuk melihat dan memilih sesuatu
yang bermanfaat bagi dirinya. Dengan memakai logika ini, dapat dikatakan
bahwa masyarakat yang berdaya adalah yang dapat memilih dan mempunyai
kesempatan untuk mengadakn pilihan-pilihan. Dengan paparan di atas,
jelaslah bahwa proses pengembangan dan pemberdayaan pada akhirnya akan
menyediakan sebuah ruang kepada masyarakat untuk mengadakan pilihan-
13Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2003) cet ke 1, h. 56.
14Gunawan Sumihadiningrat, Pembangunan Daerah Dan Pengembangan Masyarakat,
(Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997), h. 165
36
pilihan. Sebab, manusia atau masyarakat yang dapat memajukan pilihan-
pilihan dan dapat memilih dengan jelas adalah masyarakat yang punya
kualitas15.
2) Ekonomi
Menurut para ahli, perkataan ekonomi berasal dari bahasa yunani, oicos
dan nomos. Oicos berarti rumah dan nomos berarti aturan. Jadi ekonomi
adalah aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia
dalam rumah tangga rakyat (volkhuisudin) maupun dalam rumah tangga
negara (staatshuishouding)
Jadi, ekonomi merupakan suatu tata cara aturan yang ada dalam
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap alat pemuas
kebutuhannya yang bersifat langka. Cara yang dimaksud disini berkaitan
dengan aktivitas orang dan masyarakat yang berhubungan dengan produksi,
distribusi, pertukaran dan konsumsi jasa-jasa dan barang-barang langka16.
3) Masyarakat
Merujuk pada Ron Shaffer, Steve Deller dan Dave Marcouiller bahwa
sebagian besar definisi yang ada tentang masyarakat merujuk pada area,
kumpulan dan sosial ekonomi interaksi. Maka, definisi masyarakat yang
dgunakan adalah sekelompok orang yang secara keberadaaan fisik dibatasi
15Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam, h.42. 16 Asep Usman Ismail, Pengamalan Al-Qur’an tentang Pemberdayaan Dhu’afa, (Jakarta:
Dakwah Press, 2008), h.221
37
dgn geografis, politik, sosial dan ekonomi, dan dengan hubungan
komunikasi yang intens17. Ada lima pendekataan dalam studi tentang
masyarakat ( Long, Anderson dan Blubaugh 1973; Sanders 1966; Wilkinson
1992 dalam Ron Shaffer dkk, 2004 ; 2-3) yang dimaksud tersebut meliputi18:
pendekatan kualitatif, ekologi, etnografi, sosiologi dan ekonomi.
(a) Pendekatan kualitatif, merupakan perspektif yang memandang
masyarakat sebagai suatu tempat hidup, pendekatan ini melihat pada
perumahan, sekolah dan perilaku individu-individu yang ada dalam
komunitas.
(b) Pendekatan ekologi, adalah suatu studi dari masyarakat sebagai unit
kewilayahan, secara khusus distribusi kewilayahan dari kelompok-
kelompok orang, mereka berinteraksi dalam komunitas dan di antara
komunitas.
(c) Pendekatan etnografi adalah studi dari masyarakat sebagai suatu
pedoman hidup. Pada pendekatan ini bersandar pada keseluruhan
dimensi kebudayaaan masyarakat, tidak hanya aspek demografi,
ekonomi dan geografi.
(d) Pendekatan sosiologi, memandang masyarakat sebagai suatu sistem
sosial dan terkonsentrasi pada hubungan sosial yang ada di dalam
17 Ibid., h. 222. 18 Ibid.,h. 223.
38
masyarakat yang bentuknya berada dalam kelompok-kelompok, dan
sistem-sistem yang lebih besar yang kedudukannya berada di dalam atau
di luar masyarakat.
(e) Pendekatan ekonomi, melihat pada hubungan-hubungan antara bidang-
bidang ekonomi dengan rumah tangga. Seperti pertanian, tipe-tipe
pekerjaan dan keterampilan-keterampilan. Di samping itu pendekatan
ini juga mempertimbangkan sumber-sumber daya (alam, manusia,
keuangan, dan material) yang ditemukan dalam masyarakat.
Jadi bisa disimpulkan bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat berarti
upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat dalam
kondisi yang kurang mampu untuk melepaskan diri dari perangkap
kemiskinan dan keterbelakangan19.
b. Cakupan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Michael Sheraden (2006) mengatakan pemberdayaan ekonomi masyarakat
setidaknya mencakup tiga bidang pemberdayaan yaitu20 :
Pertama, aset manusia (human asset) berkaitan erat pada pemberdayaan
kualitas sumber daya manusianya. Human capital ini termasuk pada golongan
aset tidak nyata. Human asset secara umum meliputi intelegensia, latar belakang
pendidikan, pengalaman, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Usaha-
19 Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi, h.264 20 Ismet Firdaus dan Ahmad Zaky, Upaya Meningkatkan Equity Perempuan Dhu’afa Desa
Bojong Indah, Parung, (Jakarta:Dakwah Press, 2008), h. 226.
39
usaha untuk meningkatkan human asset ini biasanya dlakukan dalam berbagai
program yang bersifat kualitatif seperti program pelatihan dan keterampilan
dalam bentuk kursus-kursus, penyuluhan, yang kesemuanya bertujuan untuk
menambah dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang pada akhirnya
menghasilkan output pada peningkatan kualitas SDM.
Kedua, pemberdayaan aset modal keuangan (finansial asset), meliputi modal
produksi yang terdiri dari tanah, bangunan, mesin produksi, dan komponen
produksi lainnya. Salah satu permasalahan klasik yang dihadapi para pelaku
perekonomian adalah sulitnya mendapatkan modal untuk kredit usaha.
Ketidakmampuan dan ketidaksiapan mereka dalam memenuhi setiap persyaratan
yang diajukan oleh lembaga keuangan formal seperti bank menjadikan sulitnya
dana usaha terealisasikan. Para pengusaha kecil pada umumnya tidak memiliki
aset yang cukup untuk menjaminkan kepada pihak bank.
Ketiga, pemberdayaan aset sosial (social asset). Aset sosial meliputi
keluarga, teman, koneksi atau jaringan sosial dalam bentuk dukungan emosional,
informasi dan akses yang lebih mudah pada pekerjaaan, kredit dan tipe aset
lainnya.
c. Indikator Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat21
1) Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi keluar rumah atau
wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, ke tempat hiburan, dan lain-
21 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, h 64-66
40
lain. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi
sendirian.
2) Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang kebutuhan individu maupun keluarga sehari-hari.
Seseorang dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia
dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin pasangannya,
terlebih jika ia dapat membeli dengan uangnya sendiri.
3) Kemampuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk
membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti TV, berlangganan
koran.
4) Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga: mampu
membuat keputusan secara sendiri maupun bersama pasangan mengenai
keputusan-keputusan keluarga.
5) Kebebasan relatif dari dominasi keluarga.
6) Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang anggota
DPRD setempat, mengetahui pentingnya memiliki akta nikah.
7) Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes yang berkaitan dengan
permasalahan masyarakat.
8) Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga, memiliki rumah,
tanah, aset produktif.
41
d. Karakteristik Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Konsep ini meliputi ciri atau karakter pemberdayaan yang berdasarkan tiga
hal utama yang bersifat adaptif terhadap masyarakat, yaitu22:
Pertama, berbasis masyarakat (community based), artinya masyarakat
bertindak sebagai pelaku/subjek dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu
program pemberdayaan ekonomi. Masyarakat memiliki kewenangan untuk
mengambil keputusan tentang kegiatan yang diperlukan serta pelaksanaannya.
Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama (selektive decision)
Kedua, berbasis sumber daya setempat (local resources based) artinya
program ini didasarkan pada sumber-sumber yang tersedia pada daerah tersebut.
Ketiga, berbasis berkelanjutan (suistainable) artinya program yang
dirancang harus dapat berfungsi sebagai motor penggerak awal, tidak berhenti
pada akhir suatu program. Agar hal tersebut dapat tercapai diperlukan strategi,
perencanaan dan pelaksanaan yang tepat guna.
e. Tujuan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Tujuan pengembangan ekonomi masyarakat ialah untuk mendukung
keterjaminan, kesempatan dan keberdayaan melalui23:
1) Pengembangan kualitas dan kuantitas pelayanan sosial
2) Penguatan akuntabilitas dan inklusifitas kelompok-kelompok masyarakat
22 Ismet Firdaus dan Ahmad Zaky, h. 227 23 Edi Suharto, Analisis Jaringan Sosial, h.2.
42
3) Peningkatan partisipasi berbasis luas
4) Perluasan akses masyarakat terhadap informasi dan jaringan sosial
5) Penyempurnaaan pemerintah, lembaga dan kebijakan pada skala lokal dan
nasional sehingga responsif terhadap kebutuhan masyarakat lokal.
Adapun target pengembangan masyarakat/peningkatan kapasitas masyarakat
dapat dicapai melalui upaya pemberdayaan atau empowerment agar anggota
masyarakat terlibat dalam proses produktif yang didasarkan pada kesetaraan atau
equity, keterjaminan atau security, keberlangsungan atau sustainability dan
kerjasama atau cooperation. Bila pemberdayaan, kesetaraan, keterjamianan,
keberlangsungan dan kerjasama dapat berjalan secara simultan maka sasaran
kesejahteraan dapat dicapai24.
Jadi, inti tujuan pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah mengarahkan
dan mendorong perubahan struktural yaitu dengan memperkuat kedudukan dan
peran ekonomi masyarakat dalam perekonomian nasional. Dengan demikian,
pelaku ekonomi mayarakat mampu menikmati yang dihasilkannya dan
seterusnya mampu menghasilkan dan bermanfaat secara berkelanjutan.
24 Asep Usman Ismail Dkk, Pengembangan Komunitas Muslim; Pemberdayaan Masyarakat
Kampung Badak Putih Dan Kampung Satu Duit, (Jakarta: Dakwah Press, 2007), h. 54.
43
f. Bentuk-Bentuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Secara umum bentuk-bentuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat
yang bisa dikembangkan pada saat sekarang adalah:
1) Pelatihan wirausaha
Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memberikan pemahaman dan wawasan
yang lebih menyeluruh dan aktual tentang konsep-konsep kewirausahaan
dengan segala seluk beluk permasalahan yang ada didalamnya sehingga dapat
menumbuhkan motivasi terhadap peserta yang pada akhirnya peserta
diharapkan memiliki pengetahuan teoritis dan penguasaan teknik
kewirausahaan dalam berbagai bidang.
2) Pemagangan dan pelatihan
Yang dimaksud dengan pemagangan adalah pemagangan peserta pada
perusahaan yang berkaitan dengan rencana usaha yang akan dijalaninya kelak.
Pemagangan sangat perlu mengingat suasana dan realitas usaha mempunyai
karakteristik khas, yang berbeda dengan pendidikan atau kegiatan diluar
usaha.
3) Permodalan
Permodalan dalam bentuk uang merupakan salah satu faktor penting dalam
pemberdayaan ekonomi, tetapi bukan yang utama. Oleh karena itu untuk
mendapatkan dukungan keuangan yang cukup stabil, perlu mengadakan
kerjasama yang baik dengan lembaga keuangan.
44
4) Pembinaan
Pembinaan adalah membina terhadap usaha yang dijalankan agar usaha
mereka meningkat dan kebutuhan hidupnya terpenuhi.
3. Teori Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat yang Efektif
a. Aspek Kemitraan Usaha Menurut Ginandjar Kartasasmita25
Ginanjar Kartasasmita mendefinisikan pemberdayaan ekonomi yang efektif
dasar pandangannya adalah bahwa upaya yang dilakukan harus diarahkan
langsung pada akar persoalannya, yaitu meningkatkan kemampuan rakyat.
Bagian yang tertinggal dalam masyarakat harus ditingkatkan kemampuannya
dengan mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain,
memberdayakannya.
Secara praktis upaya yang merupakan pengerahan sumber daya untuk
mengembangkan potensi ekonomi rakyat ini diarahkan untuk meningkatkan
produktivitas rakyat sehingga, baik sumber daya manusia maupun sumber daya
alam di sekitar keberadaan rakyat, dapat ditingkatkan produktivitasnya. Dengan
demikian, rakyat dan lingkungannya mampu secara partisipatif menghasilkan dan
menumbuhkan nilai tambah ekonomis. Rakyat miskin atau yang berada pada
posisi belum termanfaatkan secara penuh potensinya akan meningkat bukan
25Ginandjar Kartasasmita, ”Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan Guna
Mewujudkan Perekonomian Nasional Yang Tangguh Dan Mandiri” Disampaikan Pada Seminar Nasional LP2KMK-GOLKAR, Jakarta, 7 Nopember 1996, h.3.
45
hanya ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga
dirinya. Dengan demikian, dapatlah diartikan bahwa pemberdayaan masyarakat
adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial.
Dalam kerangka pikiran itu, upaya memberdayakan masyarakat, dapat dilihat
dari tiga sisi26.
Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi
masyarakat berkembang (enabling). Di sini titik tolaknya adalah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat
dikembangkan. Artinya, tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya,
karena, kalau demikian akan sudah punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya itu, dengan mendorong memotivasikan dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain
dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-
langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta
pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat
masyarakat menjadi makin berdaya. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi
masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku
untuk semua, tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
26 Ibid., h.4
46
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan,harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan
dan pemihakan kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep
pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi
dari interaksi. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Ginandjar berpendapat bahwa kemitraan usaha adalah solusi yang efektif
dalam memberdayakan ekonomi rakyat. Kemitraan usaha mengandung
pengertian adanya hubungan kerja sama usaha di antara berbagai pihak yang
sinergis, bersifat sukarela, dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling
menghidupi, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Prinsip kerja sama
seperti itu dapat mengatasi pembatas potensi usaha yang melekat pada satu unit
usaha27.
27 Ibid., h.7.
47
b. Lima Aspek Pengembangan Masyarakat Menurut Surjadi.
Surjadi (1981:85-137) memberikan sejumlah metode/strategi pengembangan
masyarakat khususnya masyarakat pedesaan yang secara umum relatif masih
berprofesi sebagai petani yang efektif, di antaranya28:
1) Adanya Musyawarah Dengan Masyarakat
Metode ini dipandang sebagai yang paling banyak dipergunakan. Metode ini
bersifat face to face relation. Hal yang paling mendasar dalam menggunakan
metode ini adalah hal khusus apa yang hendak disampaikan kepada masyarakat.
Metode ini dipandang dapat merangsang minat masyarakat terhadap masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan menjadikan mereka berfikir bahwa
hal yang amat baik jika mereka sendiri yang memikirkan dan memecahkan
masalah-masalah yang mereka hadapi.
Beberapa saran berikut ini berguna ketika kontak langsung ini dipakai di
tengah-tengah masyarakat:
(a) Menyenangkan dalam diskusi dan dalam bergaul. Tunjukkan juga bahwa
para pengembang (juru dakwah) menyukai masyarakat dan kehadiran
mereka adalah untuk menjadi mitra masyarakat dalam memecahkan berbagai
persoalan yang dihadapi.
(b) Pandai-pandailah menjadi pendengar yang baik.
(c) Yakin akan fakta-fakta yang dmiliki.
28 Nanih Machendrawaty dan Agus Ahmad Safei, Pengembangan Masyarakat Islam, h.96-
102.
48
(d) Bila ide-ide baru keluar dalam percakapan, buatlah suasana sedemikian rupa
sehingga setiap orang/kelompok merasa bahwa ide itu keluar dari mereka.
(e) Pergunakanlah bahasa sederhana yang bisa dipahami oleh masyarakat.
(f) Hilangkan adu argumentasi yang kontara-produktif
(g) Bila meninggalkan kelompok, tinggalkan kesan bersahabat serta tumbuhkan
keinginan pada mereka agar penyuluh masyarakat bisa sering menemui
mereka.
2) Demonstrasi Hasil
Di mana pun lingkungannnya, masyarakat mengerjakan sesuatu berdasarkan
cara-cara yang biasa mereka kerjakan karena mereka tahu hasil apa yang
diharapkan bila mereka menerapkan cara-cara lama yang mereka kuasai turun
temurun. Berkaitan dengan ini, para penyuluh harus memahami bahwa
masyarakat desa bekerja atas dasar pengalamannya dan pengalamannya terbatas
pada cara-cara mengerjakan dan cara berpikir di desanya. Di sinilah peran kita
untuk mengubah cara bekerja dan cara berpikir masyarakat desa.
Menurut Surjadi (1981), dalam mencoba mengubah praktik-praktik yang
dilakukan oleh masyarakat pedesaan, para penyuluh harus memahami mengapa
mereka mengerjakannya dengan cara-cara yang ditempuhnya itu.
3) Demonstrasi Proses
Adalah memperlihatkan kepada yang lain bagaimana memperkembangkan
sesuatu yang mereka kerjakan sekarang atau mengajari mereka bagaimana
menggunakan suatu alat baru. Misalnya, penyuluh mempertunjukkan bagaimana
49
caranya membuat sabun, masyarakat kemudian menyaksikan dan sekembalinya
mereka ke rumah, mereka dapat membuat sabun sendiri.
Beberapa hal yang penting diperhatikan ketika demonstrasi proses dipraktikan
di tengah-tengah masyarakat, di antaranya:
(a) Diusahakan sebanyak mungkin masyarakat yang hadir
(b) Menjelaskan apa yang didemonstrasikan itu dilaksanakan
(c) Menjelaskan mengapa demonstrasi itu dilaksanakan
(d) Menunjukkan kepada masyarakat bagaimana mengerjakannya
(e) Usahakan agar masyarakat bisa mengikuti setiap langkah demonstrasi
(f) Berilah waktu dan kesempatan untuk bertanya
(g) Memiliki keterampilan dalam menyelenggarakan demontrasi jenis apa
pun
4) Melibatkan Tokoh Masyarakat
Menurut Surjadi, pengalaman pengembangan masyarakat di seluruh dunia
menunjukkkan bahwa kerja sama dengan para pemimpin masyarakat adalah
metode yang efektif. Baik atau jelek, konservatif atau progresif, pemimpin-
pemimpin ini-lah yang banyak mempengaruhi kehidupan masyarakat. Secara
demikian, semua kekuatan masyarakat baik formal maupun non-formal,
fungsinya justru dipegang oleh para pemimpin ini.
Maka jelas, betapa pemimpin adalah bagian sangat penting dalam setiap
proses pengembangan masyarakat. Bekerja sendiri tidak akan pernah menyamai
hasil yang dicapai lewat bekerja dengan orang banyak. Pada kenyataannya,
50
kelompok masyarakat (khususnya masyarakat pedesaan) mempunyai sejumlah
pemimpin informal (natural leaders) dan bila mereka memperoleh pengalaman
dalam mengembangkan masyarakatnya, maka pemimpin-pemimpin baru akan
muncul dengan sendirinya.
5) Dilakukan Dalam Aksi Kelompok
Metode ini didasarkan kepada tesis sederhana, bahwa banyak masalah yang
muncul di tengah-tengah masyarakat yang hanya bisa dipecahkan lewat usaha-
usaha kelompok, di antaranya:
(a) Melalui diskusi-diskusi, kelompok mengenal problem-problem yang
dihadapi oleh masyarakat dan tumbuh keinginan untuk ikut
memecahkannya, setidaknya tumbuh tanggung jawab untuk ikut
mencarikan jalan keluarnya.
(b) Meminta saran para teknisi untuk mengetahui alternatif-alternatif
pemecahan masalah tersebut.
(c) Memilih alternatif yang oleh kelompok dianggap paling sesuai dengan
situasi.
(d) Capailah keputusan untuk melakukan aksi
(e) Rencanakan aksi pertama kelompok
(f) Memulai bekerja
51
4. Prinsip-Prinsip Umum Ekonomi Syariah
Gambar 2.1 Rancang Bangun Ekonomi Islam
(Sumber: Agustianto,2008)
a. Prinsip Tauhid
Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan tauhid, manusia
menyaksikan bahwa tiada sesuatu pun yang layak disembah selain Allah dan tidak
ada pemilik langit, bumi, dan isinya, selain daripada Allah. Oleh karena itu, Allah
adalah pemilik hakiki, manusia hanya diberi amanah untuk memiliki sementara
waktu, sebagai ujian bagi mereka. Karena itu segala aktivitas manusia dalam
hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia (mu’amalah) dibingkai
dengan kerangka hubungan dengan Allah karena kepada-Nya kita akan
mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita, termasuk aktivitas ekonomi dan
bisnis.29 Menurut Imaduddin Abdurrahim, seperti yang dikutip oleh Euis Amalia
mengatakan bahwa orang yang mampu mentauhidkan Allah SWT secara konsisten
akan melihat manusia lain sama dengan dirinya, dan karena itu dia akan
29 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: Rajagrafindo, 2007), h. 35.
52
memperlakukan orang lain sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan orang.30
Sejalan dengan itu, Mausudul Alam Choudhoury dalam Contibution to Islamic
Economic Theory, menghubungkan aspek ketauhidan ini dengan dimensi
persaudaraan (tauhid and brotherhood). Dalam pemikirannya konsep tauhid tidak
saja tercermin dalam hubungan vertikal (manusia dengan khaliqnya) tetapi terwujud
dalam hubungan horisontal (manusia dengan sesamanya). Sebagai refleksi dari
prinsip unitas (kesatuan) ini, maka seseorang yang tunduk pada nilai-nilai Islam
(islamic man) tidak akan melakukan: 1) Mendiskriminasi di antara pekerja, penjual,
pembeli, mitra kerja, dan sebagainya atas dasar pertimbangan ras, warna kulit,
gender, agama, dan lainnya; 2)Terpaksa melakukan praktek yang tidak etis, karena
hanya Allah-lah yang ditakuti dan dicintai; 3) Menimbun kekayaan (iktinaz), karena
kekayaan merupakan amanah Allah.31
b. Prinsip Mashlahah
Setiap sistem sosial-ekonomi, termasuk Islam, bertujuan untuk merealisasikan
kemashlahatan dengan meraih manfaat dan menolak mudharat. Kemashlahatan yang
ingin diciptakan adakalanya cenderung pada kepentingan individu atau cenderung
pada kepentingan kelompok. Idealnya adalah antara dua kepentingan itu dapat
dijembatani, karena seringkali antara kepentingan individu dan kepentingan
30 Euis Amalia, Transformasi Nilai-Nilai Ekonomi Islam Dalam Mewujudkan Keadilan
Distributif, h. 10. Disampaikan pada Kuliah Ekonomi Pembangunan Islam UIN Jakarta, 2009. 31Ibid,h. 10.
53
kelompok terjadi tabrakan32. Sistem ekonomi Islam bukanlah sistem kapitalis yang
cenderung memanjakan individu. Bukan pula sosialis yang mementingkan
kepentingan kolektif. Tapi sistem ekonomi Islam mencoba mempertemukan kedua
kepentingan itu dalam perkawinan yang tidak merugikan bagi keduanya. Dalam
istilah Fanjari, al taufiiq baina al mashalih al mutadlaribah33, mempertemukan
kepentingan-kepentingan yang saling kontradiktif.
Inilah keunikan yang dimiliki oleh ekonomi Islam, bahwa ia menaruh perhatian
tinggi pada penciptaan keseimbangan antara kepentingan (mashlahah ) pribadi dan
kepentingan kelompok. Keseimbangan ini adalah prinsip yang tidak berubah yang
didasarkan pada dalil-dalil al Qur’an dan Hadits. Meskipun Islam memberikan
kelonggaran kepada individu untuk memanfaatkan segala hal yang menjadi hak
miliknya, bukan berarti melepaskan kebebasan itu secara mutlak. Tetapi ada
kewajiban untuk memperhatikan hak-hak orang lain.
Wahbah Zuhaili seperti yang dikutip oleh Jalaluddin menjelaskan bahwa
pembatasan penggunaan hak dapat dilakukan apabila individu ketika
mempergunakan haknya itu melakukan hal-hal berikut34 :
(a) Dimaksudkan untuk membahayakan orang lain;
(b) Dimaksudkan untuk tujuan yang tidak syar`i;
32Ahmad Jalaluddin, Mempertimbangkan 'Mashlahah Syar`Iyyah'sebagai Landasan Siyasah
Iqtishadiyah Dalam Islam, Yogjakarta: Jurnal Ekonomi dan Bisnis UIN Sunan Kalijaga, 2009. h 35
33 Syauqi al Fanjari, Dzaatiyat al Siyasah al Iqtishadiyah al Islamiyah, Kairo, 1413-1993, hal. 17.
34 Ahmad Jalaluddin, Mempertimbangkan 'Mashlahah Syar`Iyyah',h 38
54
(c) Menimbulkan bahaya yang lebih besar dari mashlahah (yang ingin diciptakan);
(d) Penggunaan yang tidak pada tempatnya sehingga membahayakan orang lain;
(e) Penggunaan hak secara serampangan (teledor).
Dalam kondisi-kondisi tertentu, ketika sulit ditemukan kata kompromi antara
dua mashlahah itu, telah disepakati bahwa kemaslahatan individu dikorbankan demi
kemashlahatan bersama yang lebih luas. Tapi penerapan kaidah ini secara
serampangan seringkali berbuah kezaliman terhadap individu. Sebabnya adalah
kaburnya pengertian kepentingan umum yang diwakili oleh negara dan kepentingan
individu yang diwakili oleh rakyat kecil. Bahwa seringkali yang terjadi adalah
mengorbankan kepentingan individu (rakyat kecil) untuk kepentingan dan
kemashlahatan individu yang lain (pemilik modal).35
c. Prinsip Keadilan
Dalam Islam, keadilan merupakan ajaran yang sangat fundamental dan
mencakup keseluruhan aspek kehidupan: ekonomi, sosial, politik, bahkan
lingkungan hidup. Luasnya dimensi aplikatif keadilan, al-Qur’an memaknakannya
dengan berbagai arti, seperti: “sesuatu yang benar, sikap tidak memihak, penjagaan
hak-hak seseorang, cara yang tepat dalam mengambil keputusan, keseimbangan,
dan pemerataan”. Dalam konteks ekonomi Choudhury memaknainya dengan
35 Ibid, h. 39.
55
distributional equity (keadilan distributif) sebagai pilar utama dalam penegakan
keadilan ekonomi.36
Pada tataran sosiologis, keadilan berarti bahwa “setiap orang harus
diperlakukan sebagaimana mestinya, tanpa tekanan yang tidak wajar atau
diskriminasi”. Sehingga ia mencakup “perlakuan yang fair, persamaan serta rasa
proporsional dan keseimbangan”. Tanpa keadilan dalam kehidupan, maka tatanan
sosial juga akan mengalami distorsi yang pada akhirnya membahayakan diri sendiri.
Keseimbangan merupakan dimensi horisontal dari Islam yang dalam perspektif
yang lebih praktis meliputi keseimbangan jasmani-ruhani, material-non material,
individu dan sosial.37
d. Prinsip Khilafah (Pemerintahan)
Dalam al Qur‘an (al Baqarah (2):30), Allah berfirman bahwa manusia
diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi. Artinya setiap manusia adalah
pemimpin dan pemakmur bumi di mana setiap pemimpin akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Nilai ini mendasari prinsip
kehidupan kolektif manusia dalam Islam. Fungsi utamanya adalah agar menjaga
keteraturan interaksi antar kelompok termasuk dalam bidang ekonomi.38
Dalam Islam, pemerintah memainkan peranan yang kecil, tetapi sangat penting
dalam perekonomian. Peran utamanya adalah untuk menjamin perekonomian agar
36 Euis Amalia, Transformasi Nilai-Nilai Ekonomi Islam,h. 11. 37 Ibid, h. 11. 38 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, h. 40.
56
berjalan sesuai dengan syariah, dan untuk memastikan supaya tidak terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak manusia. Semua ini dalam kerangka mencapai
maqashid al-syari‘ah (tujuan-tujuan syariah), yang menurut Imam Al-Ghazali
adalah untuk memajukan kesejahteraan manusia dengan melindungi keimanan,
jiwa, akal, kehormatan, dan kekayaan manusia.39
e. Prinsip Kebebasan
Sedangkan yang dimaksud dengan kebebasan kehendak disini adalah
kebebasan yang dibingkai dengan tauhid, artinya manusia bebas tidak sebebas-
bebasnya tetapi terikat dengan batasan-batasan yang diberikan oleh Allah. Dalam
Islam, prinsip ini merupakan unsur komplementer dari konsep khalifah. Karena
“sampai pada tingkat tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas (free will)
untuk mengarah dan membimbing kehidupannya sendiri sebagai khalifah di bumi”.
Kebebasan manusia untuk mengaplikasikan potensi nalar kreatifnya akan
mendorong fungsi kekhalifahannya terimplementasi secara aktual.40
f. Prinsip Pertanggungjawaban
Kebebasan ini juga menyiratkan tanggung jawab sebagai penyertanya. Refleksi
adanya tanggung jawab ini, antara lain dengan adanya pembalasan terhadap setiap
tindakan manusia. Prinsip kebebasan ini berwujud dengan adanya kebolehan
kepemilikan individu terhadap harta, legalitas perdagangan dan kebolehan menjalin
39 Ibid,h. 41 40 Euis Amalia, Transformasi Nilai-Nilai Ekonomi Islam,h. 11
57
akad kerjasama. Sedangkan refleksi tanggung jawab dalam aspek kebebasan ini
antara lain berwujud pertanyaan Allah di akherat akan asal muasal dan arah
pengelolaan harta. Tanggung jawab merupakan konsekuensi logis dari adanya
kebebasan yang tidak hanya mencakup seluruh perbuatan di dunia dan akhirat saja
tetapi juga terhadap lingkungan di sekitarnya.41
Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam hal
pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan
kepemilikan. Kebebasan di sini adalah kebebasan dalam bertindak yang dibingkai
oleh nilai-nilai agama dan keadilan, tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang
menyatakannya sebagai tindakan membebaskan manusia untuk berbuat dan
bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun. Dalam hal ini, keseimbangan antara
individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya, keseimbangan antara
individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya.
Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam al Qur’an agar
harta kekayaan tidak menjadi barang dagangan yang hanya beredar di antara orang-
orang kaya saja (al Hasyr (59):7), akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi
kepada kesejahteraan masyarakat sebagai suatu kesatuan.42
41 Ibid, h. 11 42 Ibid, h. 12
58
g. Prinsip Ma’ad (Hasil)
Walaupun sering diterjemahkan sebagai “kebangkitan“ tetapi secara harfiah
ma’ad berarti “kembali“. Karena kita semua akan kembali kepada Allah. Pandangan
dunia yang khas dari seorang muslim tentang dunia dan akherat dapat dirumuskan
sebagai: “dunia adalah ladang akhirat“ artinya, dunia adalah wahana bagi manusia
untuk bekerja dan beraktivitas (beramal saleh). Namun, akhirat lebih baik daripada
dunia, sehingga Allah melarang kita untuk terikat pada dunia, sebab jika
dibandingkan dengan kesenangan akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa.43
Allah menandaskan bahwa manusia diciptakan di dunia untuk berjuang dan
perjuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik di dunia maupun di akhirat. Karena
itu ma’ad diartikan juga sebagai imbalan/ganjaran. Implikasi nilai ini dalam
kehidupan ekonomi dan bisnis diformulasikan oleh Imam Al-Ghazali yang
menyatakan bahwa motivasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba.
Laba dunia dan laba akhirat. Karena itu konsep profit mendapatkan legitimasi
dalam Islam.44
h. Prinsip Ownership (Kepemilikan)
Dalam kapitalis, prinsip umum kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan
swasta. Dalam sistem sosialis, kepemilikan negara. Sedangkan dalam Islam, berlaku
prinsip kepemilikan multijenis, yakni mengakui bermacam-macam bentuk
43 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, h. 41. 44 Ibid,h. 42.
59
kepemilikan baik oleh swasta, negara atau campuran. Prinsip ini adalah terjemahan
dari nilai tauhid: pemilik langit, bumi dan seisinya adalah Allah, sedangkan manusia
hanya diberi amanah untuk mengelolanya. Dengan demikian, konsep kepemilikan
swasta diakui. Namun, untuk menjamin keadilan, yakni supaya tidak ada proses
penzaliman segolongan orang terhadap segolongan yang lain, maka cabang-cabang
produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara. Dengan demikian, kepemilikan negara dan nasionalisasi juga diakui. Sistem
kepemilikan campuran juga mendapat tempat dalam Islam, baik campuran swasta-
negara, swasta domestik-asing, atau negara-asing. Semua konsep ini berasal dari
filosofi, norma, dan nila-nilai Islam.45
i. Prinsip Nubuwwah (Kenabian)
Untuk umat Islam, Allah telah mengirimkan “manusia model” yang terakhir
dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi Muhammad saw. Sifat-
sifat utama Rasulullah yang harus diteladani oleh manusia pada umumnya dan
pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, adalah sebagai berikut46:
1) Siddiq (benar, jujur)
Dari konsep siddiq ini, muncullah konsep turunan khas ekonomi dan bisnis,
yakni efektivitas (mencapai tujuan yang benar, tepat) dan efisiensi (melakukan
45 Ibid,h 42. 46 Ibid, h. 38-40.
60
kegiatan dengan benar, yakni menggunakan teknik dan metode yang tidak
menyebabkan kemubaziran)
2) Amanah (tanggung jawab, kepercayaan, kredibilitas)
Sifat ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung
jawab pada setiap individu Muslim. Kumpulan individu dengan kredibilitas dan
tanggung jawab yang tinggi akan melahirkan masyarakat yang kuat, karena
dilandasi oleh saling percaya antaranggotanya. Sifat amanah memainkan
peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas
dan tanggung jawab, kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.
3) Fathanah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas)
Implikasi ekonomi dan bisnis dari sifat ini adalah bahwa segala aktivitas harus
dilakukan dengan ilmu, kecerdikan, dan pengoptimalan semua potensi akal
yang ada untuk mencapai tujuan. Para pelaku bisnis harus pintar dan cerdik
supaya usahanya efektif dan efisien dan agar tidak menjadi korban penipuan.
Maka terbentuklah konsep manajemen dalam Islam yaitu work hard and smart.
4) Tabligh (komunikasi, keterbukaan, pemasaran)
Sifat tabligh ini menurunkan prinsip-prinsip ilmu komunikasi (personal
maupun massal), pemasaran, penjualan, periklanan, pembentukan opini massa,
open management, iklim keterbukaan, dan lain-lain.
61
j. Prinsip Work And Productivity
Sesungguhnya ada dua unsur utama yang mempunyai peranan dalam kegiatan
produksi, yaitu tanah (alam) dan kerja. Tanah adalah kekayaan alam yang telah
diciptakan Allah untuk kepentingan manusia, sedangkan kerja adalah segala
kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia, baik jasmani maupun akal
pikiran, untuk mengolah kekayaan alam bagi kepentingan manusia. Dari hasil
penggabungan kerja manusia dengan alam inilah produksi lahir dan tumbuh. Secara
syar’i seorang Muslim dituntut bekerja untuk mencukupi kebutuhan sendiri, untuk
kepentingan keluarga, untuk kepentingan masyarakat, untuk memakmurkan bumi
dan untuk kehidupan semua makhluk secara umum.47
k. Prinsip Jaminan Sosial
Di antara orang-orang yang mampu bekerja, ada orang yang harus menganggur
dan tidak mendapatkan kerja sama sekali atau tidak mendapatkan kerja yang sesuai
untuknya sehingga tidak memperoleh upah yang mencukupi karena banyaknya
anggota keluarga atau tingginya harga barang-barang. Mereka ini dikategorikan
orang-orang lemah atau orang-orang yang tidak mampu.48 Islam mewajibkan
masyarakatnya untuk tidak membiarkan kaum lemah diinjak-injak oleh orang kuat
di tengah perjalanan hidup yang penuh dengan ambisi. Islam mewajibkan pada
47 Yusuf Qardhawi. Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam.(Jakarta: Robbani
Press, 2001), h. 146-159. 48 Ibid,h 411
62
masyarakat yang mampu untuk membimbing mereka agar menjadi kuat dan
mandiri.
Ekonomi Islam tidak cukup hanya menjamin hidup orang yang membutuhkan
dengan jalan memberikan kesempatan kerja bagi orang yang menganggur dan
membantu orang yang lemah dan faqir. Tetapi Islam menentukan pula untuk orang
yang mempunyai kebutuhan mendadak tunjangan dari baitul maal, yang bisa
membangkitkan mereka jika jatuh, menyambung hidupnya jika terputus jalan
hidupnya, dan mengganti sebagian yang hilang jika mereka bangkrut.49
Untuk mendanai jaminan sosial, dalam Islam ada berbagai sumber yang
disebutkan oleh al Qur’an dan Sunnah yang juga diaplikasikan oleh para khalifah.
Di antara sumber-sumber dana tersebut adalah50:
1) Zakat
2) Sumber-Sumber Dana Negara, meliputi ghanimah, fai’, kharaj.
3) Hak-Hak Lain Dalam Harta, meliputi pembayaran kafarat, fidyah.
4) Shadaqah Sunnah
5) Shadaqah Jariyah dan Wakaf Sosial
49 Ibid, h. 414. 50 Ibid, h. 416-427
63
B. Kerangka Konseptual
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan
Pemberdayaan Kualitas SDM
Pemberdayaan Aset Modal Keuan
Pemberdayaan Aset Sosialgan
Berbasiskan Masyarakat Lokal
Dan Berkelanjutan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Yan
g Efektif
Didukung Oleh 1. Kemitraan Usaha 2. Adanya Musyawarah Dengan
Masyarakat 3. Adanya Demonstrasi Hasil 4. Adanya Demonstrasi Proses 5. Melibatkan Unsur Pemimpin/Tokoh
Masyarakat 6. Dilakukan Dalam Aksi Kelompok
Program SABANSA
Membuka Lapangan Pekerjaan
Mengurangi Arus Urbanisasi Ke Jakarta
Meningkatkan Pendapatan Masyarakat
Memperbaiki Kehidupan Sosial dan Agama
64
C. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, penulis akan mengajukan hipótesis atau pendugaan
sementara dari penelitian ini, sebagai berikut:
Hipotesis (1)
H0 = Program tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan
pendapatan peserta program
H1 = Program berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pendapatan
peserta program
Hipotesis (2)
H0 = Program tidak berpengaruh dalam mengurangi arus urbanisasi peserta
program ke kota
H1 = Program berpengaruh dalam mengurangi arus urbanisasi peserta program
ke kota
Hipotesis (3)
H0 = Program tidak berpengaruh dalam membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakat setempat
H1 = Program berpengaruh dalam membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat
setempat
65
Hipotesis (4)
H0 = Program tidak berpengaruh dalam memperbaiki kehidupan sosial
keagamaan peserta program
H1 = Program berpengaruh dalam memperbaiki kehidupaan sosial keagamaan
peserta program
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, YAYASAN BINA INSAN
KAMIL DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Kecamatan Sukawening berjarak sekitar 15 km dari Ibukota Kabupaten
Garut. Luas wilayahnya 3.883 ha dengan proporsi wilayah berdasarkan
penggunaan lahan adalah 39% lahan pesawahan, 23% perkampungan, 17%
hutan, 10% tegalan, 10% kebun campuran dan 1% lain-lain. Sekitar 63%
wilayahnya berada pada ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut
dengan kemiringan lahan hampir 40%. Adapun batas-batas wilayah
administratifnya adalah sebelah utara berbatasan dengan Cibatu, Kersamanah,
dan Malangbong, sebelah barat berbatasan dengan Karangtengah, sebelah
selatan berbatasan dengan Wanaraja dan sebelah timur berbatasan dengan
Banyuresmi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta Kecamatan
Sukawening di bawah ini.
Gambar 3.1. Peta Kecamatan Sukawening
66
67
Kecamatan Sukawening terdiri dari 11 desa/kelurahan dan salah satunya
adalah desa Mekarwangi yang menjadi lokasi program pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaan yang dilakukan oleh yayasan BIK. Desa Mekarwangi
berada di ketinggian 700,5 meter dari permukaan laut dan memiliki wilayah
seluas 262,025 ha. Batas wilayah desa Mekarwangi adalah sebelah utara
berbatasan dengan desa Mekarluyu, sebelah selatan berbatasan dengan desa
Sukamukti, sebelah timur berbatasan dengan desa Caringin, sebelah barat
berbatasan dengan desa Sukawening. Pusat pemerintahan desa Mekarwangi
berjarak sekitar 22 km dari ibukota kabupaten Garut dan dapat ditempuh dengan
kendaraan bermotor selama 1,5 jam.
2. Keadaan Penduduk
Untuk mengetahui keadaan penduduk desa Mekarwangi dan persebarannya
dapat dilihat dari jumlah penduduk, golongan umur serta rasio jenis kelamin.
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Mekarwangi
Jumlah Laki-Laki 1367 orang Jumlah Perempuan 1290 orang
Total 2657 orang Jumlah KK 653 KK Kepadatan Penduduk 1 per km
Sumber : Buku Administrasi Desa Mekarwangi, Februari 2010.
Dari jumlah penduduk tersebut, semuanya memeluk agama Islam dan tidak
ada warga pendatang. Semua warga desa Mekarwangi adalah penduduk asli
68
Mekarwangi yang beretnis Sunda. Hal ini menyebabkan penduduk Mekarwangi
tidak mengalami kesulitan dalam beribadah dan menjalankan aktifitas keseharian
dalam kultur budaya Sunda.
Di samping itu, pertumbuhan penduduk juga berpengaruh terhadap
peningkatan kesejahteraan suatu daerah. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
berakibat sulitnya suatu keluarga untuk meningkatkan kesejahteraannya, karena
pendapatan yang dihasilkan akan semakin banyak yang dikeluarkan. Untuk itu
yang diperlukan adalah penduduk usia produktif (15-49 tahun) yang
bekerja/mempunyai penghasilan. Adapun untuk desa Mekarwangi, golongan
umur penduduknya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 3.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Golongan Umur Dan Jenis Kelamin
Di Desa Mekarwangi Tahun 2010
Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0 – 4 97 95 192 5 – 9 95 80 175
10 – 14 97 94 191 15 – 19 87 80 167 20 – 24 90 84 174 25 – 29 64 82 146 30 – 34 63 59 122 35 – 39 75 66 141 40 – 44 92 96 188 45 – 49 98 97 195 50 – 59 235 225 460
60 ke atas 274 232 506
Jumlah 1367 1290 2657 Sumber : Buku Administrasi Desa Mekarwangi, Februari 2010.
69
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk desa Mekarwangi yang
masuk ke dalam golongan usia produktif (15- 49 tahun) berjumlah 1.133 orang
yang terdiri dari 569 orang laki-laki dan 564 orang perempuan.
Informasi yang masih berhubungan dengan kependudukan dan tidak kalah
pentingnya adalah bidang usaha yang digeluti oleh penduduk desa Mekarwangi.
Keterangan ini penting untuk mengetahui di sektor mana sajakah penduduk
bekerja dan apakah sesuai dengan karakter wilayah desa Mekarwangi. Tabel di
bawah ini bisa memberikan informasi tersebut.
Tabel 3.3 Mata Pencaharian Pokok Penduduk Desa Mekarwangi 2010
No Mata Pencaharian Jumlah Persentase(%)
1. Petani 262 25,64 % 2. Buruh Tani 329 32,19 % 3. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 11 1,08 % 4. Pedagang Keliling 20 1,96 % 5. Peternak 295 28,86 % 6. Pengusaha Kecil dan Menengah 50 4,89 % 7. TNI/POLRI 2 0,2 % 8. Pegawai Swasta 53 5,19 % Jumlah 1.022 100 %
Sumber : Buku Administrasi Desa Mekarwangi, Februari 2010.
Tabel di atas memperlihatkan bahwa penduduk desa Mekarwangi
kebanyakan bekerja sebagai buruh tani yaitu 329 orang atau 32,19 % dari jumlah
usia produktif sebesar 1.022 orang, di mana sektor peternakan menempati posisi
kedua yaitu 295 orang atau 28,86 %. Dan petani di posisi ketiga terbesar yaitu
sejumlah 25,64 %. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian dan peternakan
70
menjadi andalan perekonomian penduduk desa Mekarwangi. Dan pekerjaan ini
sudah akrab dengan keseharian para penduduk desa.
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu refleksi tingkat kesejahteraan dan
kemajuan kehidupan suatu daerah. Dengan semakin banyaknya sarana
pendidikan di suatu daerah serta diiringi dengan peningkatan mutu pendidikan
maka diharapkan akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
di daerah pedesaan. Untuk mengetahui gambaran tentang keadaan pendidikan di
Kecamatan Sukawening dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.4 Data Pendidikan Di Kecamatan Sukawening Tahun 2010
NO JENIS SEKOLAH JUMLAH
1. TK 7 2. RA 3 3. SD Negeri 46 4. SD Swasta/MI 5 5. SLTP Negeri 5 6. SLTP Swasta/MTs 5 7. SMU Negeri 2 8. SMU Swasta/MA 1 9. SMK - 10. Perguruan Tinggi -
JUMLAH 74 Sumber : Buku Administrasi Kecamatan Sukawening Tahun 2010
Tabel di atas memperlihatkan bahwa Kecamatan Sukawening telah memiliki
sarana pendidikan yang baik dan memadai mulai dari tingkat TK sampai SMU.
71
Namun jika dilihat dari proporsinya, jumlah SD lebih banyak dibandingkan
dengan SMU. Hal ini memperlihatkan bahwa kebanyakan masyarakat
Sukawening hanya mengeyam pendidikan sampai SD. Keterbatasan ekonomi
membuat banyak keluarga di Sukawening yang tidak mampu menyekolahkan
anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Serta adanya keharusan bagi anak
untuk membantu kerja orang tua di sawah/kebun yang lebih jelas menghasilkan
uang membuat pendidikan bagi anak adalah barang yang mahal. Bagi mereka
“bisa baca tulis” cukup untuk menjalani kehidupan ini. Untuk lebih mengetahui
kualitas angkatan kerja terutama di Desa Mekarwangi dapat di lihat pada tabel di
bawah ini.
Tabel 3.5 Kualitas Angkatan Kerja Desa Mekarwangi Tahun 2010
NO ANGKATAN KERJA LAKI-LAKI PEREMPUAN1. Penduduk usia 18 - 56 tahun yang buta
aksara dan huruf/angka latin 10 8
2. Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tidak tamat SD
100 147
3. Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tamat SD
316 350
4. Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tamat SLTP
290 300
5. Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tamat SMU
30 20
6. Penduduk usia 18 – 56 tahun yang tamat Perguruan Tinggi
11 8
Jumlah 757 orang 833 orang Sumber : Buku Administrasi Desa Mekarwangi Februari 2010
72
Tabel 3.5 memperlihatkan bahwa jumlah angkatan kerja yang berusia 18 –
56 tahun di Desa Mekarwangi paling banyak menamatkan pendidikan hanya
sampai di jenjang SD saja yaitu berjumlah 316 laki-laki dan 350 perempuan.
Sedangkan yang menamtkan pada jenjang SLTP berada di posisi kedua
terbanyak. Hal ini sesuai dengan bidang usaha yang kebanyakan digeluti oleh
masyarakat desa Mekarwangi yaitu di sektor pertanian dan peternakan yang tidak
membutuhkan pengetahuan/pendidikan yang tinggi cukup pengalaman dan kerja
keras.
4. Keadaan Perumahan
Perumahan merupakan kebutuhan pokok manusia lainnya selain makanan
dan pakaian. Dari kondisi perumahan yang dimiliki oleh penduduk di suatu
daerah juga dapat menggambarkan kondisi kesejahteraan penduduk daerah
tersebut.
Tabel 3.6 Perumahan Desa Mekarwangi Tahun 2010 NO KONDISI PERUMAHAN JUMLAH
A. Rumah Menurut Dinding 1. Tembok 248 rumah 2. Kayu 366 rumah B. Rumah Menurut Lantai 1. Keramik 203 rumah 2. Semen 50 rumah 3. Kayu 359 rumah 4. Tanah 2 rumah C. Rumah Menurut Atap 1. Genteng 607 rumah 2. Asbes 7 rumah
Sumber : Buku Administrasi Desa Mekarwangi, Februari 2010.
73
Tabel 3.6 memperlihatkan bahwa kondisi perumahan di desa Mekarwangi
paling banyak berdinding dan berlantaikan kayu serta beratap genteng. Struktur
bangunan perumahan penduduk desa Mekarwangi juga bergaya rumah panggung
di mana bagian bawah digunakan sebagai kandang hewan peliharaan seperti
ayam, bebek, angsa dan lain-lain. Kayu digunakan sebagai elemen perumahan di
daerah ini karena dapat menyerap panas ketika siang sehingga rumah menjadi
hangat di malam hari. Namun dari kondisi perumahan penduduk desa
Mekarwangi dapat digambarkan bahwa kondisi kesejahteraan penduduk masih di
bawah garis kemiskinan.
5. Sarana Kesehatan
Faktor kesehatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pembentukan kualitas sumber daya manusia suatu daerah. Ketersediaan sarana
kesehatan terutama di bidang persalinan seperti puskesmas, posyandu yang baik
dan lengkap dapat mengurangi angka kematian bayi dan dapat meningkatkan
jumlah penduduk sebagai aset suatu daerah. Untuk Kecamatan Sukawening
jumlah sarana kesehatan yang ada bisa dilihat pada tabel 3.7.
74
Tabel 3.7 Jumlah Sarana Kesehatan Kecamatan Sukawening Tahun 2010 NO FASILITAS KESEHATAN JUMLAH1. Puskesmas Lengkap 3 2. Puskesmas Pembantu 1 3. Balai Pengobatan 4 4. BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak) 3 5. Posyandu 6 6. MCK Umum 6
Sumber : Buku Administrasi Kecamatan Sukawening, 2010.
Dengan melihat data di atas dapat dikatakan bahwa sarana kesehatan yang
tersedia di Kecamatan Sukawening sudah cukup memadai. Hal ini juga
menyiratkan bahwa akses penduduk untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di
Kecamatan Sukawening dan desa-desa di dalamnya cukup baik.
B. Gambaran Umum Yayasan Bina Insan Kamil
1. Sejarah Berdirinya Yayasan Bina Insan Kamil (BIK)1
Kelahiran yayasan Bina Insan Kamil berawal dari keprihatinan dan
kepedulian sejumlah aktivis muda Islam terhadap nasib para siswi/mahasiswi
berjilbab yang terusir dari sekolah/kampus dan rumahnya pada awal tahun 80-an.
Mereka kemudian berhimpun dalam wadah KSUI (Komite Solidaritas Umat
Islam) yang bergerak dalam advokasi dan bantuan pembiayaan saudara-saudara
muslimah yang terdzalimi. Selang beberapa waktu, ketika KSUI tidak bisa lagi
aktif lantaran para pengurusnya terpencar ke berbagai tempat karena melanjutkan
1 Proposal Yayasan Bina Insan Kamil, “Profil Yayasan Bina Insan Kamil”, Jakarta: Februari
2010.
75
kuliah, kerja atau aktivitas dakwah lainnya, sebagian aktivis yang masih ada lalu
mendirikan Lembaga Bina Insan Kamil - selanjutnya disingkat LBIK- sebuah
kelompok swadaya masyarakat yang berkiprah di bidang dakwah, pendidikan
dan pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat.
Untuk mendukung dan melancarkan berbagai aktivitas yang ada maka para
pengurus merasa perlu adanya legalitas institusi. Maka pada Juni 1990 melalui
Akte Notaris Yudo Paripurno, SH, LBIK resmi menjadi lembaga formal dengan
nama yayasan Lembaga Bina Insan Kamil (LBIK). Melalui perubahan akte pada
April 2003, seiring dengan reorganisasi dan penyegaran pengurus, kata lembaga
dihapus, sehingga namaya menjadi Yayasan Bina Insan Kamil (BIK).
2. Kegiatan Yayasan Bina Insan Kamil2
Kegiatan Yayasan Bina Insan Kamil terfokus pada tiga bidang, yaitu
dakwah, pendidikan, serta sosial ekonomi masyarakat. Di bidang dakwah dan
pendidikan, kiprah BIK dimulai tahun 1988 dengan menerbitkan buletin Jum’at
LD HANIF. Hingga saat ini, LD HANIF tetap eksis beredar pada hari Jum’at di
masjid-masjid Jabodetabek maupun kota-kota lain di Indonesia. Setelah itu
berturut-turut berdiri Taman Kanak-Kanak Al Qur’an (TKA) BIK pada Juni
1992 – sekarang bernama Taman Kanak-Kanak Islam Bina Insan Kamil (TK)
2 Ibid
76
BIK - kemudian berdiri Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) BIK tahun 1994
untuk siswa SD ke atas.
Sebelumnya pada akhir 1992 juga didirikan PGTQ (Pendidikan Guru Taman
Al Qur’an) BIK yang kini menjadi PGTK BIK yang pesertanya datang dari
sekitar Jabodetabek maupun daerah-daerah lain di Indonesia. Hingga kini telah
ribuan alumnus PGTK BIK mengabdi di berbagai lembaga pendidikan islam di
tanah air. Yang teranyar adalah Pesantrean Wirausaha pada tahun 2004 yang
memadukan kurikulum agama dan kewirausahan/bisnis yang dapat
diselenggarakan dengan membebaskan biaya kepada para santrinya. Kini
Pesantren Wirausaha BIK telah memasuki angkatan ketiga.
Di bidang sosial ekonomi, yayasan BIK adalah pelopor pendirian lembaga
keungan mikro (LMK) syariah Baitul Maal Wattamwil (BMT) pada maret 1992.
Dengan modal awal Rp 5 juta, BMT BIK telah membantu permodalan dan
pengembangan usaha lebih dari 1000 pedagang kecil dan membantu ratusa kaum
dhu’afa dari cengkeraman rentenir. Yayasan BIK juga mensponsori pendirian
P3UK (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil) pada akhir tahun 1993
yang bertugas menyelenggarakan sesuatu yang berkaitan dengan pengembangan
BMT. Hingga kini telah ada lebih dari 1000 BMT di seluruh wilayah Indonesia.
Aktivitas sosial lain yang digeluti yayasan BIK dan terus berjalan sampai
saat ini adalah santunan dhu’afa berupa bantuan pengobatan gratis, sembako
murah, beasiswa dan lain-lain, bekerja sama dengan pengurus masjid/musholla di
77
Jabodetabek dengan membentuk Dana Dhu’afa BIK yang dananya berasal dari
dana ZIS para donatur maupun dari keuntungan unit-unit usaha BIK.
Banyak dari kegiatan yang dilakukan BIK seperti TPA, Pesantren
Wirausaha, pengobatan bekam bersifat gratis atau paling tidak sangatlah murah.
Padahal dana yang diperlukan untuk membiayai semua itu sangatlah besar.
Untuk mengatasinya, Yayasan BIK tidak mengandalkan donasi namun
membentuk unit-unit usaha yang keuntungannya diharapkan dapat membantu
mengatasi pembiayaan program BIK di antaranya yaitu BIKMart yang bergerak
di bidang pelatihan, produksi dan pemasaran produk-produk herbal seperti madu,
minyak zaitun, habbatussauda dan lain-lain. Ada lagi BIK-Q yang bergerak di
bidang aqiqah dan qurban, HANIF Press di bidang penerbitan dan distribusi
buku. Serta RLC di bidang pelatihan SDM dengan program Ihsan Character
Development Programme (ICDP).
C. Gambaran Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan
1. Latar Belakang Lahirnya Program SABANSA
Program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin pedesaan yang digagas
oleh yayasan BIK melalui usaha penggemukan sapi potong ini lahir dari kejelian
para pengurus yayasan melihat adanya potensi yang dimiliki oleh masyarakat
miskin pedesaan di daerah Garut dan Karang Anyar yaitu:
1) Pada umumnya mereka adalah pekerja keras dan terbiasa memelihara
hewan ternak turun temurun.
78
2) Lahan untuk kandang dan bahan baku untuk pakan ternak (rumput,
jerami, singkong dan lain-lain) relatif mudah di dapat.
3) Pangsa pasar daging sapi potong dan hewan qurban masih sangat
terbuka lebar serta permintaan akan daging sapi yang belum dapat
dipenuhi oleh pasar lokal.
4) Pengalaman yayasan BIK dalam mengelola pemasaran hewan qurban
dan hewan aqiqah selama 4 (empat) tahun serta telah memiliki jaringan
pemasaran yang luas di bidang produk-produk herbal.
Sedangkan masalah yang masyarakat miskin pedesaan hadapi selalu berputar
di tingkat pendidikan masyarakat desa yang relatif rendah sehingga gampang
dibodohi dan ditakut-takuti oleh para tengkulak, kelemahan dalam aspek
permodalan, kurangnya pembinaan/penyuluhan serta sulitnya pemasaran hasil
produksi para peternak, sehingga tengkulak atau rentenir menjadi tempat para
peternak ini bergantung. Beban ekonomi masyarakat kecil yang semakin berat
seiring dengan kenaikan harga kebutuhan pokok juga membuat mereka selalu
terlilit jerat hutang para rentenir.
Maka berdasarkan kajian terhadap permasalahan yang dihadapi kebanyakan
masyarakat pedesaan di daerah Garut dan Karang Anyar serta potensi yang
dimiliki oleh masyarakat pedesaan tersebut maka solusi yang ditawarkan oleh
yayasan adalah:
1) Menciptakan sumber penghasilan di pedesaan yang sesuai dengan tingkat
pendidikan mereka yang relatif rendah.
79
2) Usaha yang cocok berdasarkan karakter serta lingkungan masyarakat itu
tinggal adalah usaha penggemukan sapi untuk dijual pada momen Idul
Fitri maupun Idul Adha karena tingginya pangsa pasar daging sapi di
kedua momen tersebut sehingga diharapkan keuntungan signifikan dapat
diraih.
3) Yayasan bertindak sebagai pemberi modal dan sekaligus sebagai
pemasar/penjual sapi hasil penggemukan para peternak binaan dengan
sistem bagi hasil terhadap keuntungan yang didapat.
2. Konsep Program SABANSA3
Agar konsep pemberdayaan masyarakat pedesaan ini mudah diingat oleh
masyarakat, maka Yayasan Bina Insan Kamil (BIK) menamakannya program
SATU BANTU SATU (SABANSA). Maksudnya, satu orang atau satu keluarga
yang Allah anugerahkan kelebihan rezeki membantu satu orang/satu keluarga di
desa yang tergolong dhu’afa, atau sebuah institusi/perusahaan di kota besar
membantu satu kampung di pedesaan yang tergolong tertinggal. Bantuan
diwujudkan berupa bibit sapi yang akan diberikan kepada petani dhu’afa di
pedesaan untuk digemukkan dalam kurun waktu tertentu dan akan dipasarkan
oleh yayasan BIK pada momen Idul Adha dan Idul Fitri dengan sistem bagi hasil
terhadap keuntungan yang didapat antara peternak binaan, yayasan dan investor.
3 Proposal Yayasaan Bina Insan Kamil Pusat Penjualan Hewan Qurban,”Penyediaan Hewan
Qurban Dan Bagi Berkah Qurban (BABERQU)” Jakarta : 2009.
80
Ilustrasi Konsep Usaha Penggemukan Sapi
Konsep program ini telah diujicobakan sejak 2007 di desa Mekarwangi
Kecamatan Sukawening Kabupaten Garut sebanyak 43 sapi dan desa Ngasem
Jumapolo Kabupaten Karang Anyar sebanyak 25 ekor. Program ini melibatkan
30 kepala keluarga yang tergolong dhu’afa , yang rata-rata bekerja sebagai buruh
tani dengan penghasilan minim dan frekuensi kerja tidak tetap. Karena itu,
mereka membutuhkan pekerjaan tambahan yang bisa menambah penghasilan.
Total penjualan bersih sapi/ekor Rp 975.000.000,-
Jumlah sapi yang digemukkan 150 ekor (investasi selama ± 7 bulan)
Nilai investasi bibit sapi/ekor R
Harga penjualan bersih sapi/ekor Rp 5.000.000,- p 6.500.000,-
Total kebutuhan investasi sapi Rp 750.000.000,-
Margin Penjualan Rp 225.000.000,-
SISTEM BAGI HASIL
INVESTOR (35%) R
YAYASAN (15%) Rp 33.750.000,-
PETERNAK (50%) Rp 112.500.000,-
p 78.750.000,-
81
Mengapa harus berupa hewan sapi ?
Argumentasinya adalah sebagai berikut:
a. Zakat berupa uang cenderung dipergunakan untuk hal-hal komsumtif.
Bahkan kerapkali digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
b. Sebagian petani memiliki keahlian beternak sapi.
c. Filosofi memberikan kail, bukan memberikan ikan.
d. Tingginya permintaan daging sapi, khususnya pada Idul Fitri dan Idul
Adha.
e. Nilai tambah dari kulit dan kotoran sapi.
Jika dalam tahap uji coba ini terlihat kapasitas, kemampuan dan integritas
para peternak binaan, maka tahun depan direncanakan setiap kepala keluarga
akan mendapatkan satu ekor sapi yang dananya berasal dari dana ZIS. Dengan
demikian diharapkan peternak binaan akan mendapatkan tambahan penghasilan
senilai harga sapi qurban tahun depan.
Namun dalam pelaksanaan uji coba program ini terdapat kendala teknis
menyangkut moral hazard dari para peternak binaan, manajemen pengelolaan
dan pencatatan keuangan yayasan yang belum terkoordinir dengan baik serta
lokasi program yang jauh dari pantauan yayasan membuat pilot project program
ini mengalami kegagalan di daerah Karang Anyar-Jawa Tengah di mana para
peternak binaan menjual sapi yang diberikan kepada mereka.
Kejadian yang menimpa program di Karang Anyar ini tidak terjadi di daerah
Mekarwangi-Garut, karena adanya tokoh masyarakat yang merupakan orang tua
82
dari salah satu pengurus yayasan yang bertindak sebagai pengawas program ini
sehingga segala kegiatan para peternak binaan serta permasalahan yang terjadi
dapat langsung diketahui oleh yayasan melalui tokoh masyarakat tersebut.
Beranjak dari pengalaman tersebut maka yayasan menetapkan mulai April 2008
program SABANSA mulai difokuskan di desa Mekarwangi-suatu pedesaaan
yang tertinggal secara ekonomi namun religius dalam ibadah di daerah Garut
dengan kultur lokal kemasyarakatan mayoritas bekerja sebagai buruh tani serta
peternak sapi/kambing- serta dengan memperbaiki manajemen pengelolaan dan
pencatatan keuangan yayasan yang belum terkoordinir dengan baik dalam
program ini.Program pemberdayaan ini telah mengangkat sekitar 17 kepala
keluarga peternak binaan di desa Mekarwangi bangkit dari jurang kemiskinan
dan jerat para tengkulang menuju kepada kehidupan ekonomi dan sosial yang
lebih baik, mengurangi arus urbanisasi warga Garut ke kota Jakarta serta
membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat.
3. Peran Yayasan Bina Insan Kamil
Pada program ini, yayasan berperan sebagai arrangger (Amil) dan sekaligus
pemasar. Yayasan menjadi perantara dan pengatur aliran zakat (bantuan berupa
hewan ternak/bibit anak sapi) muzakki kepada mustahik (peternak binaan),
kemudian memasarkan hewan yang telah digemukkan oleh peternak binaan.
Sebagai catatan, selama ini banyak peternak yang harus gigit jari lantaran hewan
peliharaannya tidak terjual atau terpaksa dibeli oleh tengkulak dengan harga
83
sangat murah. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan akses pasar dan informasi
yang dimiliki petani, sehingga mereka tidak tahu kemana harus menjual hewan.
Dengan hadirnya yayasan sebagai pemasar, diharapkan petani tidak lagi kesulitan
dalam menjual sapi peliharaannya.
Tabel 3.8 Manfaat Pelaksanaan Program SABANSA
PIHAK MANFAAT 1. Mendapatkan modal usaha untuk penggemukan sapi
dengan sistem bagi hasil yang adil 2. Jaminan kepastian pasar, karena hasilnya dibeli oleh
BIK-Q, unit usaha YAYASAN BIK PETERNAK 3. Pendapatan utama dari bagi hasil keuntungan penjualan
sapi potong, hewan qurban dan aqiqah 4. Sumber dana yang berasal dari ZIS akan meningkatkan
status ekonomi peternak 5. Pendapatan tambahan dari kotoran sapi yang bisa diolah
menjadi pupuk kompos dan bio gas untuk bahan bakar. 1. Melakukan perintah Allah dan Rasul-Nya agar harta itu
tidak hanya berputar di sekitar kaum kaya saja (Q.S 59:7) 2. Tingkat keuntungan lebih tinggi dibandingkan investasi
di bank INVESTOR 3. Turut serta dalam mengentaskan kemiskinan dan
pemberdayaan petani/peternak pedesaan yang umumnya kaum dhu‘afa
4. Membuka lapangan kerja bagi masyarakat desa yang sesuai dengan keahliannya
1. Membantu menyukseskan program pengentasan kemiskinan pemerintah
YAYASAN 2. Menyediakan lapangan pekerjaan d sektor peternakan dan pemasaran hasil ternak peternak binaan
3. Menciptakan sumber penghasilan bagi masyarakat pedesaan sehingga mengurangi arus urbanisasi ke kota-kota besar
(Sumber: Data diolah, 2010)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Penerapan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pedesaan Berbasis Usaha Peternakan dan Penggemukan Sapi.
1. Karakteristik Peternak Binaan
Grafik 4.1 Umur Peternak Binaan
(Sumber : data diolah, 2010)
Grafik di atas memperlihatkan komposisi umur para peternak binaan yang
mendapatkan program pemberdayaan melalui penggemukan sapi. Dapat dilihat
bahwa dari 17 peternak binaan hanya 5 orang yang berusia sekitar 50-60 tahun
sedangkan 12 orang sisanya berada di kisaran 20-40 tahun atau sekitar 70,6 % dari 17
peternak binaan adalah para pemuda desa Mekarwangi. Hal ini mengindikasikan
bahwa target yayasan dalam memberdayakan para pemuda desa agar mempunyai
sumber penghasilan di desa sendiri berhasil mencapai sasaran sehingga para pemuda
84
85
desa Mekarwangi tidak pergi ke Jakarta atau kota-kota besar lainnya untuk mencari
nafkah karena sudah memiliki usaha penggemukan sapi ini.
Grafik 4.2 Jumlah Tanggungan Keluarga Peternak Binaan
(Sumber : data diolah, 2010)
Dapat dilihat pada grafik di atas bahwa jumlah tanggungan keluarga (istri, anak
yang belum berkeluarga) yang masih menjadi tanggungan peternak binaan paling
banyak 9 orang dalam satu keluarga peternak binaan dan paling sedikit adalah 1
orang dalam satu keluarga peternak (belum mempunyai anak). Jika dibuat kisaran
maka terdapat 9 peternak yang mempunyai tanggungan antara 4-9 orang atau 52,9 %
dari total peternak. Sedangkan 8 peternak mempunyai tanggungan berkisar antara 1-3
orang atau sekitar 47,1 %. Dari data ini dapat diindikasikan bahwa peternak binaan
memiliki jumlah tanggungan yang cukup banyak sehingga pengeluaran kebutuhan
sehari-hari juga lumayan besar.
Grafik 4.3 Tingkat Pendidikan Peternak Binaan
(Sumber : data diolah, 2010)
86
Dari grafik di atas dapat diamati bahwa mayoritas peternak binaan mengeyam
pendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD) yaitu 94,12 % dari 17 peternak dan
hanya 1 orang saja yang menyelesaikan jenjang SMP atau 5,88 %. Hal ini
mengindikasikan bahwa usaha yang diberikan kepada mereka tidak membutuhkan
pengetahuan atau proses pemikiran yang mendalam/rumit, maka usaha penggemukan
sapi sangat tepat diberikan kepada mereka. Dalam usaha peternakan dan
penggemukan sapi yang dibutuhkan hanya etos kerja yang ulet dalam mencari pakan
ternak dan pengalaman dalam cara-cara menggemukkan sapi.
2. Karakteristik Program Penggemukan Sapi
Grafik 4.4 Pekerjaan Peternak Binaan Sebelum Adanya Program
(Sumber : data diolah, 2010)
Dari grafik 4.4 terlihat bahwa sebelum adanya program penggemukan sapi oleh
yayasan BIK, mayoritas para peternak binaan bekerja sebagai buruh tani yang
menggarap sawah orang lain dengan upah Rp 15.000/hari dan mendapatkan makan
siang dari pemilik sawah. Setelah mereka mendapatkan sapi untuk digemukkan dari
yayasan maka seluruh aktifitas mereka terfokus kepada pencarian pakan untuk
penggemukan sapi.
87
Sedangkan sisanya adalah penduduk yang memang sudah menggeluti usaha
penggemukan sapi namun hanya sedikit memiliki sapi untuk digemukkan sehingga
biaya dan tenaga yang dikeluarkan dalam mengurus sapi tidak sebanding dengan hasil
yang didapat karena jumlah sapi yang sedikit. Sehingga setelah mereka mendapatkan
program penggemukan sapi dari yayasan maka jumlah sapi yang mereka urus
lumayan banyak sehingga dapat menutup biaya dan tenaga dalam mengurus sapi.
Strategi pemilihan peternak binaan ini dilakukan oleh yayasan agar buruh tani
yang belum memiliki keahlian dalam menggemukkan sapi ini dapat belajar dari
penduduk lainnya yang memang sudah beternak sapi secara turun temurun yang juga
merupakan bagian dari peternak binaaan yayasan BIK. Hal ini juga dilakukan untuk
mengurangi resiko kegagalan dalam menggemukkan sapi di mana melibatkan
penduduk yang sudah terbukti berhasil dalam usaha menggemukkan sapi sehingga
penduduk yang pada awalnya bekerja sebagai buruh tani dapat merasakan menjadi
peternak sapi. Dalam kehidupan sosial hal ini dapat meningkatkan status sosial
mereka dari sebagai buruh tani yang hanya mengharapkan upah dari pemilik sawah
yang tidak menentu ada setiap hari menjadi pemilik sapi.
3. Kendala yang Dihadapi dalam Program SABANSA
Dalam pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan
berbasis penggemukan sapi ini berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan
dan hasil wawancara secara mendalam terhadap pengurus yayasan serta pihak
88
peternak binaan, maka didapat kesimpulan bahwa kendala yang dihadapi terbagi
dalam dua bagian utama, yaitu:
a. Kendala yang dihadapi oleh Yayasan Bina Insan Kamil
Secara umum kendala yang dihadapi oleh yayasan dalam program
pemberdayaan ini adalah
1) Keterbatasan modal yang dimiliki oleh yayasan, sehingga yayasan tidak bisa
memberikan jumlah sapi dan biaya operasional yang ideal kepada peternak
binaan. Padahal dalam targetnya, pihak yayasan ingin sebanyak mungkin
penduduk desa Mekarwangi yang dapat diberdayakan dalam program ini.
Keterbatasan modal ini diakibatkan karena sedikit investor yang mau
berinvestasi dalam sektor peternakan yang memiliki resiko tinggi terhadap
kegagalan. Sehingga dana yang dialokasikan hanya dari pihak yayasan saja.
2) Belum adanya sumber daya manusia dari pihak yayasan yang secara keahlian
di bidang penggemukan sapi yang tinggal bersama di lingkungan peternak
binaan. Di mana mereka berperan sebagai penyuluh sekaligus pengawas
terhadap kegiatan program penggemukan sapi yayasan. Pihak yayasan masih
menggunakan jasa konsultan peternakan dari IPB yang memberikan
penyuluhan secara massal kepada peternak sekali setahun mengenai
pengolahan pakan ternak yang dapat digunakan dalam penggemukan sapi
serta alternatif pemanfaatan terhadap kotoran sapi.
3) Persaingan dalam menjual sapi di Idul Adha semakin ketat sehingga pihak
yayasan semakin sulit untuk memasarkan sapi hasil penggemukan peternak
89
binaan. Untuk mengatasi hal ini, maka mulai tahun 2010, yayasan mulai
mendirikan rumah makan Sate Hatoya yang berlokasi di lantai 1 kantor
Yayasan Bina Insan Kamil yang berada di jalan Jatinegara Timur No. 107 G
serta di warung kaki lima depan Rumah Sakit Islam Cempaka Putih Jakarta
Pusat. Diharapkan dengan adanya rumah makan yang semua menunya
berbahan baku daging sapi ini dapat menjadi solusi dalam pemanfaatan sapi
hasil penggemukan sapi ke depannya.
b. Kendala yang Dihadapi oleh Peternak Binaan
Secara umum kendala yang dihadapi oleh peternak binaan dalam program
penggemukan sapi yayasan adalah
1) Jumlah sapi yang diberikan kepada peternak binaan masih dirasa terlalu
sedikit, di mana rata-rata peternak sapi mendapatkan sekitar 4-5 sapi untuk
digemukkan. Padahal biaya bulanan yang dikeluarkan oleh peternak untuk
kebutuhan hidup peternak dan untuk biaya pakan ternak cukup besar sehingga
dari bagi hasil keuntungan jika jumlah sapi yang digemukkan oleh peternak
sedikit tidak dapat menutupi biaya pengeluaran peternak. Ilustrasinya adalah
sebagai berikut: biaya operasional penggemukan sapi Rp 600.000/bulan,
jangka waktu penggemukan 7 bulan sehingga total biaya operasional Rp
4.200.000,-. Jika peternak hanya menggemukkan sapi 4 ekor dengan asumsi
bagi hasil peternak 50% terhadap margin penjualan (Rp7.000.000 –
Rp5.000.000) peternak mendapatkan Rp 1.000.000/ekor sehingga keuntungan
peternak hanya Rp 4.000.000,- di mana defisit Rp 200.000,-
90
2) Kurangnya penyuluhan dan bimbingan dari ahli peternakan baik yang dimiliki
oleh desa Mekarwangi maupun dari internal yayasan sehingga peternak hanya
mengandalkan pengetahuan tradisional dalam menggemukan sapi. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan berat sapi tiap bulannya tidak maksimal. Padahal
tenaga yang dikeluarkan oleh peternak dalam mencari rumput dan membeli
singkong untuk konsentrat sudah cukup besar.
B. Analisis Efektivitas Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pedesaan
Berbasis Peternakan dan Penggemukan Sapi
1. Analisis Program Berdasarkan Teori Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
yang Efektif
a. Aspek Kemitraan Usaha menurut Ginandjar Kartasasmita
Ginandjar berpendapat bahwa kemitraan usaha adalah solusi yang efektif dalam
memberdayakan ekonomi rakyat. Berdasarkan pernyataan tersebut, hasil analisis
penulis dari laporan keuangan yayasan terlihat program SABANSA dalam
menghimpun dana sebagai modal untuk penggemukan sapi di tahun 2008 berasal dari
unit-unit usaha yang dimiliki oleh yayasan (BMT, HANIF Press, dana Yayasan) dan
beberapa dana investor. Hal ini menyebabkan modal yang terhimpun sedikit sehingga
jumlah sapi yang dapat diberikan kepada peternak binaan untuk digemukkan juga
sedikit sehingga hasil yang di dapat belum optimal. Namun, di tahun 2009, berkat
keberhasilan program ini di tahun 2008 dan pencatatan laporan keuangan yayasan
yang baik, Yayasan BIK mendapatkan modal dari KUR BSM dengan nisbah 50:50.
91
Di mana penyertaan modal dari BSM (Bank Syariah Mandiri) ini dapat menambah
modal untuk membeli bibit sapi untuk digemukkan sehingga peternak binaan
mendapatkan jatah sapi penggemukan yang lumayan banyak setiap orangnya.
Hasilnya terlihat ada peningkatan dalam penjualan di tahun 2009.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Yayasan BIK telah
menerapkan kemitraan usaha dalam program pemberdayaan ekonomi berbasis
penggemukan sapi di daerah Mekarwangi.
b. Lima Aspek Pemberdayaan Menurut Surjadi
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Yayasan BIK, para peternak binaan,
dan pengamatan langsung penulis di daerah pemberdayaan. Program SABANSA
dalam pelaksanaannya melibatkan tokoh masyarakat dalam program pemberdayaan
ini. Tokoh masyarakat ini juga memiliki kemapanan finansial yang baik, tokoh yang
disegani di aparatur desa, dan merupakan tokoh agama yang menjadi panutan
masyarakat Mekarwangi.Tokoh masyarakat ini yang merekomendasikan keluarga
dhu’afa yang menjadi binaan yayasan, sekaligus sebagai pengawas langsung program
terhadap kerja para peternak binaan.
Jika terjadi permasalahan dalam pelaksanaan program, maka dipecahkan secara
musyawarah antara peternak binaan dan tokoh masyarakat di mana hasil dari
musyawarah tersebut disampaikan kepada pihak yayasan oleh tokoh masyarakat itu.
Program ini juga dilakukan dalam aksi kelompok yaitu terfokus pada dua kampung:
kampung Cibuntu dan kampung Mekarwangi, di mana masing-masing kelompok
saling membantu dalam pertukaran informasi/pengetahuan dalam usaha
92
penggemukan sapi dan dalam mencari rumput/pakan ternak lainnya. Namun pihak
yayasan dalam pengamatan penulis belum dapat menerapkan demonstrasi proses
dalam usaha penggemukan sapi yang ideal di daerah Mekarwangi. Hal ini
dikarenakan yayasan juga belum memiliki SDM yang mumpuni untuk penggemukan
sapi sehingga alternatif yang dilakukan oleh yayasan adalah mengambil peternak
besar yang sudah berhasil sebagai bagian dari peternak binaan sehingga cara-cara
penggemukan dapat dibagikan kepada peternak binaan yang belum ahli.
Demonstrasi hasil hanya melalui hasil dari penjualan sapi penggemukan ini
dirasa para peternak binaan dapat menopang kehidupan ekonomi mereka di tahun
pertama program ini diadakan sehingga para peternak binaan ini terus menjadi bagian
dari program SABANSA sampai penulis meneliti.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek yang telah dipenuhi oleh
yayasan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat yang efektif adalah melibatkan
tokoh masyarakat, adanya musyawarah dengan masyarakat, dilakukan dalam aksi
kelompok serta adanya demonstrasi hasil melalui keuntungan dari penjualan sapi
penggemukan. Namun yayasan belum menerapkan demonstrasi proses, sehingga
dapat dikatakan program SABANSA ini cukup efektif menurut teori Surjadi.
2. Analisis Program Berdasarkan Perhitungan Kinerja Keuangan
Setiap model pengembangan ekonomi harus ditunjukkan dampak pada
perbaikan kondisi ekonomi masyarakat terhadap adanya suatu proyek dalam kurun
waktu tertentu. Untuk menganalisis pengaruh model program pemberdayaan ekonomi
93
masyarakat pedesaan berbasis peternakan dan penggemukan sapi yang dilaksanakan
oleh Yayasan Bina Insan Kamil, perlu dilakukan penelaahan terhadap kinerja
keuangan usaha tersebut dengan mengunakan teknik analisis arus kas (cash flow)
terhadap usaha peternakan dan penggemukan sapi yang pencatatannya dilakukan oleh
pihak Yayasan Bina Insan Kamil.
Mengingat bentuk usaha yang dijalankan oleh peternak binaan binaan masih
sederhana, maka analisis arus kas yang diterapkan pun akan sederhana menyesuaikan
dengan kondisi laporan keuangan yang ada. Penilaian kinerja keuangan dilakukan
menggunakan analisis Profitability Index (PI) atau Benefit and Cost Ratio (B/C
Ratio) dengan rumus:
Keterangan:
PI = Profitability Index, yaitu salah satu metode penilaian investasi
dengan menghitung perbandingan antara nilai sekarang (present
value) dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang
akan datang dengan nilai sekarang (present value) dari investasi
yang telah dilaksanakan
PV = Present Value, yaitu nilai sekarang dari arus kas masuk akan datang
dari proyek tersebut
Di mana apabila hasil analisis rasio lebih besar (>) dari 1, maka kinerja
keuangan berada dalam posisi yang baik dan bisa diterima. Namun jika hasil analisis
94
rasio lebih kecil (<) dari 1, maka kinerja keuangan berada dalam posisi yang tidak
baik dan tidak dapat diterima1.
Berbeda dengan sektor perdagangan dan jasa, sektor peternakan memiliki
siklus usaha yang lebih panjang. Rata-rata setiap usaha ternak yang menjadi peternak
binaan program baru akan mencapai masa panen setelah melewati 6-7 bulan masa
penggemukan, sehingga pendapatan dari usaha penggemukan ini tidak bisa diukur per
bulan, melainkan setelah mencapai masa panen/momen Idul Adha. Sehingga analisis
laporan keuangannya diukur pertahun anggaran.
Berikut ini adalah hasil analisis Profitability Index (PI) atau Benefit and Cost
Ratio (B/C Ratio) berdasarkan arus kas yang tercatat di yayasan Bina Insan Kamil
terhadap hasil penjualan sapi hasil penggemukan peternak binaan.
Tabel 4.1 Laporan Arus Kas Penjualan Sapi Yayasan Bina Insan Kamil Yang Berakhir 31/12/2008
Komponen Kas Masuk Penjualan Sapi 385,635,000 Kas Keluar Modal Sapi SABANSA 208,000,000 Biaya Promosi 1,326,900 Biaya Transportasi 4,030,750 Administrasi 277,000 Total Kas Keluar 213,634,650 Surplus (Kas Bersih) 172,000,350
(Sumber : data diolah, 2010)
1 Kasmir dan Jakfar, Studi Kelayakan Bisnis, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 164
95
Analisis Profitability Index program pada tahun 2008 sebagai berikut :
= 0,83
Terlihat bahwa pada tahun 2008, hasil analisis rasio lebih kecil (<) dari 1 yaitu
0,83 yang menandakan bahwa kinerja keuangan yayasan pada tahun ini tidak baik.
Hal ini disebabkan usaha ini baru memasuki tahun-tahun awal percobaan sehingga
yayasan belum dapat mengetahui kondisi persaingan di pasar penjualan sapi Idul
Adha. Namun hal ini cukup memberikan gambaran bahwa usaha penggemukan sapi
ini dapat dikatakan berhasil mencapai target sehingga dapat dlanjutkan tahun depan.
Tabel 4.2 Laporan Arus Kas Penjualan Sapi Yayasan Bina Insan Kamil Yang Berakhir 31/12/2009
Komponen Kas Masuk Penjualan Sapi 926,730,000 Kas Keluar Modal Sapi SABANSA 351,440,000 Honor Pengawas 2,000,000 Honor Penyuluh 1,600,000 Biaya Obat-Obatan Sapi 3,020,000 Singkong 1,500,000 Biaya Konsentrat Sapi 4,800,000 Biaya Transportasi 21,875,000 Biaya Operasional Idul Adha 100,439,475 Total Kas Keluar 486,674,475 Surplus (Kas Bersih) 440,055,525
(Sumber : data diolah, 2010)
96
Analisis Profitability Index program pada tahun 2009 sebagai berikut :
= 1,25
Terlihat bahwa Profitability Index penjualan sapi dari tahun 2008 sampai
tahun 2009 mengalami peningkatan dari yang awalnya berada pada posisi kurang
baik karena 0,83 < 1, menjadi baik (lebih > 1) pada 1.25. Hal ini menandakan bahwa
pelaksanaan program membawa efek positif bagi kelangsungan usaha dalam bidang
peternakan dan penggemukan sapi.
3. Analisis Perubahan Kondisi Ekonomi Peternak Binaan
Perubahan kondisi ekonomi peternak binaan diukur dengan indikator
perubahan pendapatan peternak, jumlah sapi dan nilai aset yang dimiliki peternak
antara sebelum dan sesudah intervensi dari program. Pengukuran perubahan
dilakukan menggunakan Uji Statistik Wilcoxon Signed Rank Test.
Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah
H0 = Program tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi ekonomi
peserta program
H1 = Program berpengaruh secara signifikan terhadap kondisi ekonomi
peserta program
97
Berikut ini adalah hasil pengolahan data melalui bantuan program SPSS versi 16.
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 3a 2.00 6.00
Positive Ranks 12b 9.50 114.00
Ties 2c
Sesudahprogram -
Sebelumpogram
Total 17
a. Sesudahprogram < Sebelumpogram
b. Sesudahprogram > Sebelumpogram
c. Sesudahprogram = Sebelumpogram
Dasar Pengambilan Keputusan Uji T:
Dengan membandingkan nilai T hitung dengan T tabel.
• Apabila T hitung < T tabel,maka H0 ditolak.
• Apabila T hitung > T tabel, maka H0 diterima atau H1 ditolak.
Hasil Analisis terhadap uji T dari Tabel Wilcoxon Signed Ranks.
Dari output terlihat bahwa dari 17 data kondisi ekonomi sesudah dan sebelum
menerima program, 3 data mempunyai rangking negatif, 12 data mempunyai
rangking positif, dan 2 data dengan rangking sama. Dalam uji Wilcoxon, yang
dipakai adalah jumlah rangking yang paling kecil, karena itu dalam kasus ini diambil
rangking yang negatif, yaitu 6,00 (lihat output pada kolom ‘sum of ranks’). Dari
angka ini didapat statistik uji Wilcoxon (T) adalah 6.
Dengan melihat tabel Wilcoxon, untuk n (jumlah data) = 17, uji satu sisi dan
tingkat signifikasi (α) = 5%, maka didapat Statistik tabel (T tabel) Wilcoxon = 41.
Dari hasil penjabaran terhadap uji Wilcoxon di atas maka kesimpulan yang didapat
98
adalah oleh karena T hitung < T tabel = 6 < 41 maka H0 ditolak yang berarti program
berpengaruh terhdaap perubahan kondisi ekonomi peternak binaan.
Test Statisticsb
Sesudahprogram -
Sebelumpogram
Z -3.075a
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
Dasar Pengambilan Keputusan Uji Z:
Dengan membandingkan nilai Z hitung dengan Z tabel.
• Apabila Z hitung > Z tabel,maka H0 ditolak.
• Apabila Z hitung < Z tabel, maka H0 diterima atau H1 ditolak.
Hasil Analisis terhadap uji Z dari Test Statistics.
Dari output terlihat nilai z sebesar -3,075. Sedangkan z tabel dapat dihitung
pada tabel z dengan α = 5%, maka luas kurva normal adalah 50% - 5% = 45% atau
0,45. Pada tabel z, untuk lus 0,45 didapat angka z tabel sekitar -1,645 (tanda ‘-‘
menyesuaikan dengan angka z output).
Maka berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan
z hitung > z tabel = -3,075 > -1,645, maka H0 ditolak
Dengan Menggunakan Angka Signifikansi.
• Jika angka signifikansi > 0,05 maka H0 diterima.
• Jika angka signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak atau H1 diterima.
99
Hasil yang didapat dari tabel menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-
tailed)/asymptotic significance untuk uji dua sisi adalah 0,002. Oleh karena kasus ini
adalah uji satu sisi, maka nilai Sig menjadi 0,002/2 = 0,001. Di sini menandakan
bahwa signifikansi dibawah 0,05 ( 0,001 < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa
H0 ditolak dan H1 diterima.
Artinya berdasarkan uji T, uji Z dan Uji Signifikansi maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa program pemberdayaan ekonomi masyarakar berbasis
penggemukan sapi memang mempunyai efek yang nyata/berpengaruh terhadap
perubahan kondisi ekonomi peternak.
4. Analisis Dampak Program terhadap Kehidupan Sosial Keagamaan
Selain memiliki dampak secara ekonomis yang sudah dipaparkan pada bagian
sebelumnya, program yang dijalankan juga memiliki dampak sosial bagi para
peternak binaan dalam kapasitasnya sebagai peserta program dan jamaah masjid.
Dampak program terhadap kehidupan sosial keagamaan tampak pada:
a. Peningkatan Status Sosial Peserta Program SABANSA
Dampak sosial dari program yang paling nyata terlihat dan terasa
pengaruhnya adalah peningkatan status sosial peserta program dari yang awalnya
tidak memiliki aset karena hanya sebagai buruh tani menjadi pemilik sapi
penggemukan kerjasama dengan yayasan BIK. Adanya perubahan ini membuat
mereka semakin bersemangat dalam menjalani kehidupan setelah adanya program
SABANSA. Hal tersebut merupakan dampak langsung dari program, mengingat
100
beberapa rangkaian program dilaksanakan di daerah yang mayoritas bekerja sebagai
buruh tani. Sedangkan dengan adanya program penggemukan sapi ini kegiatan
peribdatan peserta program tidak mengalami gangguan. Para peternak binaan tetap
melaksanakan sholat lima waktu walaupun harus pergi jauh dalam mencari rumput
tapi ketika masuk waktu sholat maka mereka langsung menunaikan sholat di tempat
mereka mencari rumput sehingga mereka sering membawa perlengkapan sholat
dalam keranjang rumput. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam tetap dipegang
teguh oleh masyarakat desa Mekarwangi.
b. Peningkatan Kualitas Hubungan (Ukhuwah) antar Peserta Program SABANSA.
Berdasarkan hasil yang diteliti dari pelaksanaan wawancara terhadap
peternak, responden/peternak berpendapat bahwa dengan adanya program ini terjadi
peningkatan kualitas hubungan (ukhuwah) antar peserta program. Hal ini terlihat
dengan semakin seringnya mereka berkumpul untuk membahas permasalahan yang
terjadi di antara mereka dalam hal pencarian pakan ternak seperti rumput, singkong,
pengolahan pakan ternak yang efektif, cara-cara menggemukan sapi yang baik dan
lain-lain. Dalam pertemuan tersebut mereka saling mengungkapkan permasalahan
yang mereka hadapi dan berbagi solusi penyelesaian permasalahan tersebut. Tak
jarang mereka bahu–membahu memberikan bantuan terhadap permasalahan yang
dihadapi oleh sesama peserta program. Melalui mekanisme seperti demikian,
terciptalah suasana ukhuwah yang mengikat dalam persaudaraan.
101
C. Analisis Kesesuaian Program SABANSA Berdasarkan Prinsip-Prinsip
Ekonomi Syariah
1. Prinsip Maslahah
Islam memandang pengangguran sebagai suatu masalah yang berdampak buruk
bagi kehidupan individu, keluarga dan masyarakat secara umum, juga mempengaruhi
kejiwaan umat. Dengan dampak buruk yang diakibatkan oleh pengangguran, maka
wajar apabila Islam sangat membenci pengangguran. Karena itu, diperintahkan
setiap Muslim untuk bekerja dan mencari penghasilan di muka bumi.
Rasulullah pernah menyebutkan di hadapan para sahabat, bahwa ia dan juga
sebagian Rasul lainnya yang merupakan utusan Allah SWT bekerja dalam
mencukupi kehidupannya sebagai penggembala kambing dan pedagang seperti yang
dilakukan oleh nabi-nabi lainnya.
Rasulullah saw bersabda : 2
عن معدان بن خالد عن ثور عن عيسى أخبرنا موسى بن إبراهيم حدثنا أآل ما ( قال سلم و يهعل اهللا صلى اهللا رسول عن: عنه اهللا رضي المقدام السالم عليه داود اهللا نبي وإن يده عمل من يأآل أن من خيرا قط طعاما أحد ) يده عمل من يأآل آان
“Tidak ada sesuatu makanan yang lebih baik bagi seseorang melainkan apa
yang dihasilkan dari karya tangannya sendiri”(HR. Bukhari)
Hadits ini menjelaskan bahwa Islam menawarkan konsep yang tidak memberikan
bantuan materi yang bersifat sementara namun mengulurkan tangan untuk
2 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar Ibnu Katsir, Cet.III. 1987
M/ 1407 H. j. 2, h. 729
102
memberikan pekerjaan yang halal. Beranjak dari pemaparan di atas maka program
pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Yayasan Bina Insan Kamil melalui
usaha penggemukan sapi yang melibatkan penduduk miskin desa Mekarwangi telah
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Di mana program ini memberikan lapangan
pekerjaan bagi penduduk miskin yang pada awalnya hanya sebagai buruh tani yang
mengandalkan belas kasihan pemilik sawah untuk menggunakan tenaganya dalam
menggarap sawah. Namun dengan memberikan bibit sapi untuk digemukkan, para
peserta program bekerja keras mencari rumput, singkong agar sapi yayasan dapat
bertambah berat sehingga dengan berat yang semakin besar maka bagi hasil yang
didapat atas upah peserta juga semakin tinggi karena harga jual sapi juga tinggi.
2. Prinsip Keadilan
Kesenjangan pendapatan dan perbedaan kekayaan alam yang dimiliki oleh
masyarakat berlawanan dengan semangat Islam terhadap persaudaraan dan keadilan
sosial-ekonomi. Maka kesenjangan tersebut harus diatasi dengan cara-cara Islam,
yaitu3:
a. menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah dalam bidang yang
menguasai hajat hidup masyarakat.
b. Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses ekonomi.
c. Menjamin pemenuhan kebutuhan dasar hidup seluruh masyarakat.
d. Melaksanakan tugas tolong menolong di antara sesama
3 Syafi’I Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendikiawan, (Jakarta: Tazkia, 2009), h
51.
103
Agar distribusi pendapatan dapat berjalan secara adil, dalam pelaksanaan proses
ekonomi dalam dunia usaha, disusunlah akad-akad ekonomi yang sesuai dengan
ajaran Islam yaitu pelarangan terhadap gharar, maysir dan riba.
Rasulullah SAW bersabda:4
بن نصر حدثنا . البزار ثابت بن بشر حدثنا . الخالل علي بن الحسن حدثنا عن صهيب بن صالح عن داود نب ) الرحيم عبد ( الرحمن عبد عن القاسم البيع . البرآة فيهن ثالث: ( سلم و عليه اهللا ىصل اهللا رسول قال قال أبيه )الللبيع للبيت بالشعير البر وأخالط والمقارضة أجل إلى
”Tiga bentuk usaha yang mendapat berkah dari Allah, yaitu: menjual dengan
kredit, mudharabah, mencampur gandum untuk keperluan rumah tangga bukan untuk
keperluan jual beli.”(HR Ibnu Majah)
Dalam hadits di atas terdapat mudharabah yaitu salah satu bentuk kerjasama
antara pemilik modal dengan seseorang yang ahli dalam suatu hal. Secara
terminologi, para ulama fiqh mendefinisikan mudharabah atau qiradh yaitu Pemilik
modal menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan,
sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut
kesepakatan bersama. Dan apabila terjadi kerugian maka ditanggung sepenuhnya oleh
pemilik modal5.
Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan karena bertujuan untuk saling
membantu antara pemilik modal yang bertindak sebagai Shohibul Maal dan pakar
4 Ibnu Majah, Sunan Ibni Majah, Beirut, dar al-Fikr, tt., j.2 hal.768. 5 Haroen Nasroen, Fiqh Muamalat, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, h.176
104
dalam suatu pekerjaan yang bertindak sebagai Mudharib dengan pembagian hasil
terhadap keuntungan yang didapat sesuai dengan ijab qabul yang telah disepakati.
Beranjak dari pemaparan di atas, maka program penggemukan sapi yang
dilakukan oleh Yayasan Bina Insan Kamil telah menggunakan akad mudharabah,
yaitu pihak yayasan memberikan modal kepada peternak sapi berupa bibit sapi serta
biaya operasional untuk menggemukkan sapi dan peternak binaan menggunakan
tenaganya untuk memelihara dan menggemukkan sapi. Di mana setelah masa panen
dan sapi terjual, maka pembagian keuntungan yang didapat antara peternak binaan
dan yayasan sebesar 50% : 50%. Dalam hal ini, pihak yayasan telah melakukan
distribusi pendapatan yang berkeadilan, di mana yayasan memanfatkan dana dari
pihak yang mampu (investor) untuk membantu kaum dhu’afa di pedesaan dalam
skema bisnis sosial-ekonomi.
3. Prinsip Khilafah
Dalam hal ini, Yayasan BIK membantu pemerintah dalam mengambil peran
untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan melalui
upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat Mekarwangi yang secara kultur budaya
beternak sapi. Namun dalam kenyataannya, masih banyak penduduk yang bekerja
sebagai buruh tani karena tidak terdistribusinya kekayaan/sumber daya yang ada.
Dengan program SABANSA ini maka membantu pula kewajiban aparatur desa
Mekarwangi dalam meningkatkan perekonomian warganya, menciptakan lapangan
pekerjaan, dan mendistribusikan pendapatan masyarakat.
105
4. Prinsip Kebebasan
Dalam pelaksanaan program penggemukan sapi ini, pihak yayasan memberikan
kebebasan bagi para peternak binaan dalam upaya untuk menggemukan sapi dan
dalam pencarian pakan ternak seperti rumput, singkong, batang pisang dan lain-lain.
Tidak ada target yang dibebankan kepada peternak, hanya imbalan yang mereka
terima sebanding dengan hasil penggemukan sapi. Untuk itu, para peternak giat
dalam mencari rumput/pakan ternak lainnya supaya sapi binaan mereka dapat
mencapai berat yang ideal untuk di jual.
5. Prinsip Tanggung Jawab
Pelaksanaan prinsip tanggung jawab dilakukan oleh kedua belah pihak: pihak
yayasan dan peternak binaan. Di mana tanggung jawab yayasan adalah memasarkan
sapi program SABANSA dan tidak berlaku curang dalam pembagian keuntungan
yang didapat dari hasil penjualan sapi kepada para peternak. Sedangkan tanggung
jawab yang diemban oleh peternak adalah menjaga, merawat dan menggemukan sapi
binaan sehingga layak dijual pada saat panen.
6. Prinsip Ma’ad
Dalam pelaksanaan program SABANSA, pihak yayasan selain mendapatkan
keuntungan materi dari hasil pemberdayaan melalui usaha penggemukan sapi tetapi
juga telah melaksanakan fungsi sosial dan menjalankan kewajiban agama, yaitu
menciptakan lapangan pekerjaan, memberdayakan kaum dhu’afa, dan membantu
pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Sedangkan peternak mendapatkan
imbalan dari usaha menggemukkan sapi sehingga bisa mencukupi kebutuhan hidup
106
diri dan keluarganya. Status sosial peternak juga meningkat dari yang awalnya
hanya buruh tani menjadi pemilik sapi hasil kerja sama dengan pihak yayasan.
7. Prinsip Ownership
Prinsip kepemilikan yang diterapkan dalam program SABANSA adalah dalam
hal kepemilikan aset bersama yaitu sapi, di mana pihak yayasan memiliki sapi
karena sapi tersebut dibeli dari dana yang dihimpun oleh yayasan sedangkan
peternak pun memiliki kepemilikan atas nilai jual sapi penggemukan itu karena
yayasan telah mempercayakan peternak untuk merawat, menjaga dan
menggemukan sapi tersebut sehingga peternak mempunyai hak milik juga terhadap
sapi itu.
8. Prinsip Nubuwwah
Peternak ini terpilih sebagai binaan yayasan melalui seleksi kepribadian, ibadah
dan kondisi sosial masyarakat Mekarwangi. Pelaksanaan sifat-sifat kenabian dalam
program SABANSA terlihat dari kejujuran peternak dalam menggemukan sapi
dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran Islam, tidak menyiksa hewan dan tidak
melakukan penipuan dengan cara pengglonggongan sapi. Peternak pun dengan
pengalaman turun temurun berupaya untuk mencari cara penggemukan sapi yang
optimal agar berat badan sapi dapat meningkat dengan mencampur berbagai macam
pakan ternak serta pemakaian konsentrat alamiah. Dan jika mengalami masalah
terkait program, peternak pun berkumpul dengan tokoh masyarakat untuk
bermusyawarah dalam mencapai solusi bersama.
107
Pihak yayasan juga terbuka dalam hasil penjualan sapi SABANSA dan terbuka
dalam menerima keluh kesah para peternak binaan, tidak membohongi peternak,
serta cerdik dalam memasarkan sapi SABANSA sehingga dengan terjualnya sapi
maka dapat memberikan imbalan kepada peternak sesuai dengan kerja keras
mereka. Dengan penjabaran di atas, maka baik pihak yayasan maupun peternak
telah melaksanakan prinsip-prinsip kenabian dalam program SABANSA.
9. Prinsip Work and Productivity
Dengan adanya program SABANSA, maka produktivitas masyarakat
Mekarwangi meningkat khususnya produktivitas kerja masyarakat yang menjadi
binaan yayasan. Hal ini terlihat dari pagi hari setelah menunaikan sholat Subuh,
para peternak pergi untuk mencari rumput bahkan sampai ke dalam hutan. Dan di
sore hari mereka memandikan dan membersihkan kandang sapi. Aktivitas yang
mereka lakukan dalam mengurus sapi menjadi rutinitas keseharian mereka, berbeda
ketika masih menjadi buruh tani di mana pekerjaan menggarap sawah tidak
menentu datangnya tergantung dari kebutuhan pemilik sawah.
Dengan adanya program SABANSA ini, peternak memiliki pekerjaan tetap dan
bersemangat dalam menjalani kehidupan karena dengan mengurus sapi maka
mereka dapat mencukupi kebutuhan diri dan keluarga mereka.
10. Prinsip Jaminan Sosial
Yayasan Bina Insan Kamil juga memberikan dana ZIS (zakat, infaq,shodaqoh)
kepada peternak yang secara kondisi di lapangan benar-benar fakir berupa anak sapi
sebesar Rp 3.000.000/keluarga dengan kriteria peternak tersebut menunjukkan
108
keuletan dan keberhasilan dalam usaha penggemukan sapi di tahun pertama
program, maka pada tahun kedua dana ZIS tersebut diberikan kepada peternak
binaan yang terpilih. Hal ini mendorong peternak untuk berupaya semaksimal
mungkin dalam menggemukan sapi binaan. Karena peternak yang ulet dalam
bekerja mendapatkan tambahan berupa anak sapi dari dana ZIS selain imbalan dari
bagi hasil keuntungan penjualan sapi penggemukan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian, baik melalui hasil wawancara mendalam
terhadap pengurus yayasan BIK dan peternak binaan, pengamatan langsung terhadap
objek penelitian dan analisis dokumen laporan keuangan program, maka penulis
dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Model program pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan berbasis
peternakan dan penggemukan sapi yang dilaksanakan oleh Yayasan Bina
Insan Kamil merupakan salah satu program pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaan yang memadukan pendekatan lembaga keuangan dalam
bentuk pemberian bantuan finansial berwujud bibit sapi, dengan pendekatan
komunitas lewat pelibatan masyarakat dhu’afa yang terpilih untuk
menggemukan sapi.
2. Model program pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan berbasis
peternakan dan penggemukan sapi yang dilaksanakan oleh Yayasan Bina
Insan Kamil dapat dikatakan cukup efektif berdasarkan kajian teoritis
terhadap teori pemberdayaan ekonomi masyarakat yang efektif menurut
Ginandjar Kartasasmita dan Surjadi. Hasil analisis kinerja keuangan mitra
binaan dengan menggunakan analisis Profitability Index atau Benefit and Cost
Ratio (B/C Ratio), ditemukan bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pedesaan Berbasis Peternakan dan Penggemukan Sapi yang
109
110
dilaksanakan oleh Yayasan Bina Insan Kamil memberikan dampak yang
positif pada usaha penggemukan sapi di mana Profitability Index tahun 2008
sebesar 0,83 sampai tahun 2009 mengalami peningkatan mencapai 1,25.
Berdasarkan hasil uji statistik nonparametrik Wilcoxon, Program ini
berdampak pada peningkatan kondisi ekonomi peserta program dengan
signifikansi perubahan dari uji statistik menunjukkan tingkat signifikansi lebih
kecil dari α 5 %. Selain berdampak pada kondisi ekonomi, program juga
membawa dampak positif secara sosial bagi para peserta program. Dampak
tersebut adalah peningkatan status sosial peserta program, peningkatan
ukhuwah antar peserta program, dan peningkatan partisipasi peserta program
dalam penyelesaian permasalahan sosial yang terjadi di lingkungannya.
3. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan berbasis peternakan
dan penggemukan sapi yang dilaksanakan oleh Yayasan Bina Insan Kamil
telah sesuai dengan prinsip-prinsp ekonomi Syariah di mana telah memenuhi
kesepuluh prinsip-prinsip umum ekonomi Syariah, yaitu prinsip Tauhid,
prinsip maslahah, prinsip keadilan, prinsip khalifah, prinsip kebebasan,
prinsip tanggung jawab, prinsip ma’ad, prinsip ownership, prinsip nubuwwah,
prinsip work and productivity dan prinsip jaminan sosial.
111
B. Saran
Berdasarkan temuan dan kesimpulan yang penulis telah paparkan, kiranya
penulis dapat menyampaikan saran atas pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi
masyarakat pedesaan berbasis peternakan dan penggemukan sapi yang telah
dijalankan Yayasan Bina Insan Kamil sebagai perbaikan program ke depannya, yaitu:
1. Karena di lapangan/lingkungan peternak binaan tinggal belum terdapat
penyuluh peternakan sapi sehingga pihak yayasan dapat bekerjasama dengan
instansi peternakan kota Garut dapat menempatkan penyuluh di lingkungan
para peternak tinggal sehingga peternak mendapatkan kemudahan penyuluhan
tentang pengolahan pakan ternak yang baik sesuai dengan kondisi geografis
peternak tinggal.
2. Seperti yang kita ketahui bahwa perusahaan-perusahaan besar seperti Indosat,
Telkom, Gudang Garam, Pertamina dan lain-lain memiliki kewajiban dalam
bentuk Corporate Social Responsibility (CSR). Pihak yayasan dapat membuat
proposal tentang usaha pemberdayaan ini dan keberhasilan program
SABANSA kepada perusahaan tersebut sehingga pihak perusahaan besar
dapat mengalokasikan dana CSR ke program SABANSA. Hal ini diharapkan
kekurangan modal usaha yang yayasan hadapi dapat terselesaikan. Sehingga
dengan ketersediaan modal yang baik maka yayasan dapat memberikan
jumlah sapi yang ideal kepada para peternak binaan dan dapat meminjamkan
modal untuk operasional bulanan kepada peternak selama program
penggemukan sapi berlangsung. Sehingga pada saat panen nanti, pinjaman
112
tersebut dapat dikembalikan dari bagi hasil keuntungan antara yayasan,
peternak binaan dan investor.
3. Kita ketahui bahwa media merupakan alat propaganda yang efektif dan efisien
dalam menyebarkan berita kepada masyarakat luas. Maka yayasan perlu
membuat liputan keberhasilan dari pelaksanaan program pemberdayaan
melalui usaha penggemukan sapi ini baik melalui media cetak seperti buletin,
majalah maupun media elektronik seperti website, blogspot, radio bahkan
televisi. Sehingga semakin banyak masyarakat yang mengetahui manfaat
program ini dan menjadikan program SABANSA rujukan untuk membuat
program yang serupa di daerah mereka tinggal atau bersama-sama Yayasan
BIK memperluas jangkauan program ini di daerah Garut.
113
DAFTAR PUSTAKA
Aa Gym. ”Efektivitas Amal dan Ibadah”, artikel diakses pada tanggal 14 maret 2010 dari http://republika.co.id
Afriyani. “Pengaruh Program Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat (Misykat)
terhadap Perekonomian Para Mustahik (Studi Pada Dompet Peduli Ummat Daarut Tauhid Bandung)” Skripsi S1 Muamalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006.
Ahmad Hamzah, Rafiqoh. “Dampak Zakat Poduktif Terhadap Pemberdayaan
Ekonomi dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Mustahik (Studi Kasus Pendayagunaan Zakat Produktif Oleh Dompet Dhuafa)” Tesis S2 Program Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Ali, Mohammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf. Jakarta : UI Press,
1988. Amalia, Euis. “Transformasi Nilai-Nilai Ekonomi Islam Dalam Mewujudkan
Keadilan Distributif” Disampaikan Pada Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan Islam UIN Jakarta, 2009.
Antonio, M. Syafi’i. Bank Syariah; Wacana Ulama dan Cendikiawan. Jakarta:
Tazkia Institue, 1999. Asyhadie, Zaeni. Hukum Bisnis: Prinsip Dan Pelaksanaannya Di Indonesia. Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2008. Bariadi, Lili. Dkk. Zakat dan Wirausaha. Jakarta : CED, 2005. Blocher. Et All. Manajemen Biaya: Dengan Tekanan Stratejik. Jakarta: Salemba
Empat, 2001. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 2007. Djarwanto. Statistik Non Parametrik, Yogyakarta: BPFE, 2003. Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007.
114
Firdaus, Ismet dan Zaky, Ahmad. Upaya Meningkatkan Equity Perempuan Dhu’afa Desa Bojong Indah, Parung, Jakarta: Dakwah Press, 2008.
Firdaus, Rachmat dan Ariyanti, Maya. Manajemen Perkreditan Bank Umum : Teori,
Masalah, Kebijakan Dan Aplikasinya Lengkap Dengan Analisis Kredit. Bandung : ALFABETA, 2004.
Hafidhuddin, Didin dan Tanjung, Hendari. Manajemen Syariah Dalam Praktik.
Jakarta : Gema Insani Press, 2003. Handoko, T. Hani. Manajemen Edisi ke 2, Yogyakarta: BPFE, 1998. Hansen And Mowen. Manajemen Biaya Buku 2. Jakarta: Salemba Empat, 2001. Harahap, Sofyan Syafri. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta : PT
Rajagrafindo Persada, 2006. Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalat. Jakarta : PT. Gaya Media Pratama, 2000. Hermawan, Asep. Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis, Jakarta: LPFE
Trisakti, 2003. Ismail, Asep Usman. Dkk. Pengembangan Komunitas Muslim; Pemberdayaan
Masyarakat Kampung Badak Putih Dan Kampung Satu Duit, (Jakarta: Dakwah Press, 2007.
. Pengamalan Al-Qur’an tentang Pemberdayaan Dhu’afa, (Jakarta:
Dakwah Press, 2008), Jogiyanto. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-
Pengalaman, Yogyakarta: BPFE, 2004. Junaidi, Riki. “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Melalui Program Petani Terpadu
Binaan PT. Gulf Resources (GRISSIK) Ltd. (Studi Kasus Di Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin)”, Tesis S2 Program Pasca Sarjana FISIP UI, 2003.
Jurnal Dialog Kebijakan Publik II. ”Mengurai Benang Kusut Masalah Kemiskinan di
Indonesia.”. Edisi 3 (September 2008). Kanisius. Ensiklopedi Umum, Jakarta: Kanisius, 1973.
115
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Mikro Islam ed Ketiga, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009.
Kartasasmita, Ginandjar. “Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan Guna
Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh Dan Mandiri” Disampaikan Pada Seminar Nasional Lembaga Pembinaan Pengusaha Kecil Menengah dan Koperasi (LP2KMK-GOLKAR), Jakarta, 7 Nopember 1996.
Kasmir dan Jakfar. Studi Kelayakan Bisnis, Jakarta: Kencana, 2004. Kertajaya, Hermawan dan Sula, M. Syakir. Syariah Marketing. Bandung : Mizan,
2006. Khan, Moh. Roubal Arif. “Efektifitas Program Pemberdayaan Ekonomi Untuk Orang
Tua Dan Anak Jalanan Di Surabaya (Studi Kasus Program Pengembangan Kewirausahaan Dan Program Pengembangan Minat Dan Bakat Di Yayasan Arek Lintang Surabaya)”,Tesis S2 Program Pasca Sarjana FISIP UI, 2002.
Kotler, Philip. Manajemen Pemasaran Jilid 1. Jakarta : Indeks, 2005. Machendrawaty, Nanih dan Safei, Agus Ahmad. Pengembangan Masyarakat Islam;
Dari Ideologi, Strategi Sampai Tradisi, Bandung: ROSDA, 2001. Majah, Ibnu. Sunan Ibni Majah, Beirut, dar al-Fikr, Marthon, Said Sa’ad. Ekonomi Islam Di Tengah Krisis Ekonomi Global. Jakarta :
Zikrul Hakim, 2004. Mubyarto. Membangun Sistem Ekonomi, Yogyakarta: BPFE, 2000. Muhammad. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta : UPP AMP YKPN,
2005. Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar Ibnu Katsir,
Cet.III. 1987 M/ 1407 Mulyadi. Akuntansi Biaya Edisi 5. Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 2005. Nangoi, Ronald. Pemberdayaan Di Era Ekonomi Pengetahuan. Jakarta : Grasindo,
2004. Qardhawi, Yusuf. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan.Jakarta :
Zikrul Hakim, 2005.
116
Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam. Jakarta: Robbani Press, 2004
Qoyyim, Muhyil. “Efektifitas Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis
Masjid (Studi pada Program Pemberantasan Kemiskinan Berbasis Masjid)” Skripsi S1 Muamalat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Rivai, Veithzal dan Veithzal, Andariia Permata. Credit Management Handbook.
Jakarta : Rajawali Pres, 2008. Robbins, Stephen P. dan Coulter, Mary. Manajemen Jilid 1 Edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta : Prenhallindo, 1999. Rochaety, Ety. Dkk. Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS Ed. Revisi.
Jakarta : Mitra Wacana Media, 2009. Sekaran, Uma. Research Methods For Business: A Skill Building Approach. USA:
John Wiley & Sons, 2003. Sudjiono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999. Suharto, Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial, Bandung: PT Refika Aditama, 2003.
Sumihadiningrat, Gunawan, Pembangunan Daerah Dan Pengembangan Masyarakat,
Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1997. Supranto, J, Statistik; Teori dan Aplikasi Jilid 2, Jakarta : Erlangga, 2001. Suyanto, Bagong. “Perangkap Kemiskinan Dan Model Pemberdayaan Masyarakat
Miskin,” Jurnal Dialog Kebijakan Publik II. Edisi 3 (September 2008). Syamsuddin, Lukman. Manajemen Keuangan Perusahaan : Konsep Aplikasi Dalam
Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007.
Tim Penulis Fakultas Syariah Dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi. Ciputat :
FSH UIN Jakarta, 2007. Umar, Husein. Studi Kelayakan Bisnis: Teknis Menganalisis Kelayakan Rencana
Bisnis Secara Komprehensif. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003.
117
. Evaluasi Kinerja Perusahaan: Teknik Evaluasi Bisnis Dan Kinerja
Perusahaan Secara Komprehensif, Kuantitatif, dan Modern. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Weston, Fred dan Copeland, Thomas E. Manajemen Keuangan Jilid 2. Jakarta :
Binarupa Aksara, 1992. Weston, Fred dan Eugene, F.Brigham. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan Jilid 1.
Jakarta : Erlangga, 1993. Wibisono, Yusuf. “MDGs, Islam, dan Kemiskinan di Indonesia,” Republika , Sabtu,
06 Agustus 2005. Yusuf, Jopie. Analisis Kredit Untuk Account Officer. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 1995.
118 LAMPIRAN
Pendapatan Peternak Binaan Sebelum Program (7bulan)
Pendapatan Peternak Binaan Setelah Program (bagi hasil)
Rp 4.200.000 Rp 5.000.000 Rp 3.150.000 Rp 6.000.000 Rp 3.150.000 Rp 4.000.000 Rp 3.150.000 Rp 3.000.000 Rp 3.150.000 Rp 6.000.000 Rp 3.150.000 Rp 8.000.000 Rp 3.150.000 Rp 6.000.000 Rp 3.150.000 Rp 5.000.000 Rp 3.150.000 Rp 7.000.000 Rp 3.150.000 Rp 3.000.000 Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Rp 4.000.000 Rp 4.000.000 Rp 3.150.000 Rp 4.000.000 Rp 3.150.000 Rp 4.000.000 Rp 3.150.000 Rp 3.000.000 Rp 5.000.000 Rp 6.000.000 Rp 5.000.000 Rp 6.000.000
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 3a 2.00 6.00
Positive Ranks 12b 9.50 114.00
Ties 2c
Sesudahprogram -
Sebelumpogram
Total 17
a. Sesudahprogram < Sebelumpogram
b. Sesudahprogram > Sebelumpogram
c. Sesudahprogram = Sebelumpogram
119
Test Statisticsb
Sesudahprogra
m -
Sebelumpogram
Z -3.075a
Asymp. Sig. (2-tailed) .002
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
nama
Jumlah Tanggungan Keluarga
uju 6nunu 2epe 5azid 8urif 3parman 9mamat 5iyat 4oman 4enjah 3asro 4gugun 1kholidin 3solihin 1kirman 1takim 4oman 2
nama Umur
Peternak uju 60 nunu 54 epe 54 azid 41 urif 37 parman 41 mamat 41 iyat 41 oman 41 enjah 54 asro 35 gugun 19 kholidin 28 solihin 35 kirman 20 takim 35 oman 53
120
PANDUAN WAWANCARA
DATA DIRI RESPONDEN
NAMA :………………………………………………..
ALAMAT TINGGAL :………………………………………………..
…………………………………………………
TANGGAL/WAKTU WAWANCARA :………………………………………………..
ASPEK DEMOGRAFI
1. Berapa usia Bapak?........................................................................................................
2. Apa status pernikahan Bapak saat ini?...........................................................................
3. Jika sudah menikah, apakah Bapak telah memiliki anak?...............................................
4. Berapa orang anggota keluarga yang menjadi tanggungan Bapak?..................................
5. Apakah sejak lahir Bapak sudah menetap di sini?...........................................................
6. Bagaimana kondisi lingkungan di daerah Bapak?............................................................
ASPEK KEAGAMAAN
1. Apa agama yang Bapak anut?............................................................................................
2. Sejak kapan Bapak memeluk agama tersebut?..................................................................
3. Berapa jauh jarak antara rumah Bapak dengan masjid/musholla?....................................
4. Bagaimana kondisi ibadah Bapak sebelum adanya program
SABANSA?......................................................................................................................
5. Bagaimana kondisi ibadah Bapak setelah adanya program
SABANSA?.....................................................................................................................
ASPEK SOSIAL
1. Apa latar belakang tingkat pendidikan Bapak?.................................................................
2. Apakah Bapak bisa membaca?.........................................................................................
3. Bagaimana pendidikan anak-anak Bapak?........................................................................
121
4. Apakah Bapak merasa ada perubahan ke arah yang lebih baik setelah mendapatkan
program SABANSA?........................................................................................................
5. Bagaimana kondisi hubungan keluarga Bapak sebelum dan sesudah adanya
SABANSA?......................................................................................................................
6. Apa permasalahan yang Bapak hadapi dalam program
SABANSA?.......................................................................................................................
ASPEK EKONOMI
1. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apa pekerjaan utama Bapak?............................
2. Berapa rata-rata penghasilan Bapak sebulan?...................................................................
3. Sudah berapa lama Bapak menekuni pekerjaan tersebut?................................................
4. Bagaimana kesesuaian ternak sapi ini dengan keahlian Bapak?.......................................
5. Berapa lama Bapak mengikuti program SABANSA?.......................................................
6. Apakah penghasilan ternak sapi ini dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarga tiap
bulan?.................................................................................................................................
7. Apakah Bapak dapat menabung tiap bulan?.....................................................................
8. Apakah Bapak merasa ada peningkatan pendapatan setelah mendapatkan program
SABANSA?.....................................................................................................................
9. Bagaimana status rumah Bapak?.......................................................................................
10. Selain rumah, Apa harta yang Bapak miliki ?
...........................................................................................................................................
122
HASIL WAWANCARA DENGAN
KETUA YAYASAN BINA INSAN KAMIL
H. M. ZAINAL MUTTAQIN
TERKAIT PROGRAM SABANSA
Apa latar belakang yayasan menggagas program SABANSA ini?
Dulu yayasan ini banyak membantu masyarakat miskin perkotaan dengan bakti sosial,
santunan dan lain-lain. Setelah kami evaluasi ternyata masyarakat miskin ini adalah kaum urban.
Jadi walaupun dibenahi di kota-kota besar tidak menyelesaikan masalah karena akar
permasalahannya ada di kampung-kampung, mereka miskin, pendidikannya rendah, aset terhadap
teknologi juga rendah, sehingga mereka menjadi orang urban di kota-kota besar seperti Jakarta,
Bandung. Inilah yang menjadi sumber kekumuhan dan kemiskinan di kota-kota besar tersebut.
Sehingga kalau kita Cuma ngasih-ngasih begitu tidak menyelesaikan masalah, sehingga yayasan
beralih untuk membantu kaum miskin di pedesaan.
Mengapa dipilih sapi?
Karena berdasarkan pengalaman dan obrolan dengan masyarakat di sana, mereka sudah
terbiasa menggemukkan sapi sebagai penghasilan tambahan dari milik orang-orang kota. Secara
lahan mereka mempunyai tempat untuk memelihara sapi. Secara bahan pakan ternak seperti
rumput masih banyak karena di kampung dan di gunung. Dan secara nilai tambah ekonomis,
karena ini adalah sapi qurban, maka memiliki nilai yang signifikan ketika di jual pada saat Idul
Adha sehingga bisa menjadi tambahan bagi penghasilan mereka jika di rawat dengan bagus dan
hasil penggemukannya juga bagus artinya tumbuh sehat dan besar. Jadi kita ingin membuat
program pemberdayaan masyarakat miskin pedesaan yang sesuai dan cocok dengan keadaan
mereka tidak membuat berat dan mereka juga mempunyai kemampuan, dan secara ekonomi
mempunya nilai tambah yang signifikan.
Kapan tepatnya awal mula program pemberdayaan ini dilaksanakan?
Sebenarnya program ini awal mulanya di Boyolali tahun 2005, berjalan satu dua tahun,
lalu tahun 2007 kita masuk ke Garut. Sapi-sapi dari Boyolali kita bawa ke Jakarta dan kita jual
pada saat Idul Adha, karena kurang tenaga maka kita mengambil orang Garut, karena salah satu
123 panitianya orang Garut. Dalam proses itu, orang Garut mengatakan ke yayasan bahwa di daerah
kami juga biasa menggemukkkan sapi. Lalu yayasan pun melihat ke lokasi, dan ternyata benar
mereka terbiasa menggemukkan sapi dan kondisi ekonomi mereka buruk sekali, rumahnya
kumuh dan kebanyakan dari mereka itu buruh tani yang menggarap lahan orang lain. Maka
karena niat untuk pemberdayaan maka yayasan menggulirkan program SABANSA ke Garut,
kalau melihat segi bisnis kita tidak akan ke sana. Karena yang di Boyolali, koordinatornya
bermasalah sehingga sapi-sapi yang digemukkan yayasan tidak sampai ke peternak.
Kenapa Pak?
Ya, karena resikonya sangat tinggi, sapi itu kan bisa mati, sakit dan macam-macamlah.
Tetapi karena niat kita ikhlas untuk pemberdayaan ya sudahlah. Kalau segi bisnis kita beli saja
sapi 1 bulan sebelum Idul Adha di pasar lalu kita gemukkan di sana terus kita jual pada Idul
Adha. Itu yang paling praktis, resikonya kecil untungnya jelas. Tapi kalau kita bicara
pemberdayaan itulah pilihan yang kita ambil, kita sisihkan sedikit untuk mereka supaya bisa
berjalan. Alhamdulillah selama ini walaupun belum optimal tapi adalah peningkatan yang
lumayan.
Kapan bulan dimulainya proses penggemukan sapi tiap tahunnya?
Mereka itu inginnya sapi putih(sapi lokal). Itulah masalahnya, orang kampung budayanya
belum terbiasa menggemukan sapi-sapi impor yang dari Australia itu. Nah kalau sapi yang dari
Australia itu cepat penggemukannya bisa 4-5 bulan, tapi kalau sapi putih itu sekitar 7-8 bulan.
Jadi sekitar bulan Februari, Maret paling telat Mei sudah kita mulai penggemukan. Jadi
tergantung kalau Idul Adha tinggal 6 bulan kita ambil bibit yang sudah besar, kalau masih 9
bulan sebelum hari H kita ambil sapi yang kecil. Kira-kira seperti itu. Karena idealnya sapi itu
pertumbuhannya sehari itu 0,5 kg. jadi kalau kita gemukkan selama 6-7 bulan di dapat berat
100kg atau 1 kwintal jadi kalau kita beli sapi yang beratnya 100kg pada saat di jual jadi 2,5 kw.
Terkait masalah sapi glonggongan gimana Pak?
Oh kalau sapi glonggongan biasanya kalau sapi diglonggong itu cepat sakit makanya ga
bisa lama, jadi biasanya sapi diglonggong 1 hari sebelum dipotong/dijual. Jadi kalau besok mau
dijual maka malamnya diglonggong biar beratnya naik. Kalau lebih dari 1 hari akan mati.
124 Apalagi kita jualnya buat qurban, yayasan sampikan kalau ini buat ibadah jangan ada yang
macam-macam dan alhamdulillah hal itu ga ada dan tradisi itu ga ada di daerah itu. Yang sulit
adalah membina petani dalam hal kejujuran petani, contohnya yayasan sudah memberikan sapi
untuk digemukkan, dan setelah 4-5 bulan sapi itu tumbuh besar tuh. Ada aja yang bilang sapi ini
sakit, atau dijual dan ditukar dengan sapi lain yang lebih kecil dan banyak. Sapi yayasan yang
besar itu. Enggak semua petani sih, tapi ada yang seperti itu, atau dijual untuk biaya anak masuk
sekolah. Karena yayasan kan tidak mengontrol tiap hari. Jadi jika dikasih 2 ekor sapi yayasan
setelah 4-5 bulan besar mereka tukar jadi 4 ekor sapi yang kecil. Pada saat dikontrol, mereka
bilang itu titipan si fulan, padahal itu sapi yayasan yang sudah ditukar. Tapi itu yayasan tidak
masalah, karena niat kita kan pemberdayaan tapi dari segi moral itu jelek.
Sampai kapan peternak menjadi binaan yayasan, dan program SABANSA ini bisa beralih
ke peternak lainnya?
Jadi begini target kita adalah dari satu sapi dari zakat itu, di tahun berikutnya bisa menjadi
dua ekor sapi. Jadi kalau sudah mendapat dua ekor sapi milik peternak dan mendapat titipan dari
orang lain, maka program SABNSA tidak diberikan kepada mereka. Namun, saat ini yayasan
belum evaluasi sampai kapan peternak ini menjadi binaan SABANSA karena terkait terhadap
fluktuasi harga pasar. Jadi kan kita kasih nih 4 ekor sapi untuk digemukkan, 3 ekor dari dana
yysan, 1 ekor yang dari zakat ditambah dana yayasan. Merasa yang 1 ekor ini milik mereka,
maka mereka jual tanpa nunggu Idul Adha, akhirnya tujuan untuk menambah penghasilan tidak
tercapai. Begitalah kalau mau memberdayakan orang kampung selain modal yang kuat, kontrol
terhadap pelaksanaan juga harus kuat. Dan permasalahan yang yayasan hadapi adalah belum ada
orang yayasan yang stay di sana, yang mengarahkan dan mengontrol. Sehingga yayasan hanya
mengambil dari peternak sebagai koordinator kelompoknya.
Bagaimana kendala program SABANSA ini?
Permasalahannya ada di perilaku masyarakat Garut, mereka tidak bisa melihat aset
berharga, langsung dijual. Jadi sapi yang dari zakat itu langsung mereka jual, bahkan dibawah
harga modal pembelinnya untuk kebutuhan konsumtif sehingga tujuan untuk mendapatkan nilai
tambah tidak terpenuhi.
125
Bagaimana konsep ideal program SABANSA?
Memang dari tujuan belum tercapai tapi ada perubahan, minimal anak mereka bisa
sekolah dari hasil sapi ini. Makanya ke depan kita akan mengembangkan community
development, kita beli tanah di situ sekitar 1/0,5 ha. Kita kumpulkan sapi di satu tempat dengan
diawasi oleh orang kita yang sekaligus mengajari manajemen dan membina perilaku mereka
sekaligus mengawasi konerja mereka. Mereka tinggal mencari rumput. Sehingga masalah kontrol
terhadap sapi bisa efektif. Karena memberdayakan orang kampung itu susah, karean mereka
sudah terbiasaa miskin sehingga kalau dapat sesuatu langsung dibelanjakan. Idealnya memang
petani dapat 1 sapi jantan dan 1 sapi betina, nah kan sapi betina itu beranak, yang jantan dijual di
tahun kedua. Tahun kedua diberikan sapi jantan lagi petani sudah memiliki 2 sapi dari anak sapi
yang sudah besar.
Jadi ke depan dana yang terkumpul akan diberikan sesuai dengan jumlah ideal tiap
peternak biar konsep ini berjalan. Bukan dana yang ada dibagi rata semua peternak. Kita akaan
evaluasi peternak yang baik dan konsekuen yang akan tetap dijag dan diberikn dana idela sekitar
13-15 juta per peternak meliputi pembelian 1 ekor sapi betina,1 ekor sapi jantan, biaya
pemeliharaan sapi dan biaya kebutuhan hidup selama penggemukan.
Pewawancara
Indra Azhar Ahmad
Jakarta, Mei 2010
Ketua Yayasan Bina Insan Kamil
H. M. Zainal Muttaqin