GAMBARAN STRATEGI COPING
ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
DALAM MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
KOMANG TRY DAMAYANTI
1202205009
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
i
GAMBARAN STRATEGI COPING
ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
DALAM MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana
untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
KOMANG TRY DAMAYANTI
1202205009
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Dipertahankan Di Depan Panitia Ujian Skripsi Program Studi Psikologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari
Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Pada Tanggal:
Mengesahkan
Program Studi Psikologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
Dekan,
Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K)., M.Kes.
Tim Penilai: Tanda Tangan
1. Luh Kadek Pande Ary Susilawati, S.Psi., M.Psi
Pembimbing
2. Dra. Adijanti Marheni, M.Si.
Ketua Penguji
3. Luh Made Karisma Sukmayanti S., S.Psi., MA.
Sekretaris Penguji
4. Yohanes Kartika Herdiyanto, S.Psi., MA.
Anggota Penguji
iii
HALAMAN MOTTO
It doesn’t interest me how old you are. I want to know if you will risk looking like a
fool – for love – for your dreams – for the adventure of being alive
--- Oriah Mountain Dreamer ---
Life is about learning, grateful, and sharing
--- ANONIM ---
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Halaman ini khusus penulis persembahkan kepada:
I Made Sudama
Bapak yang tidak ada hentinya memberikan dukungan, tidak pernah lelah dan selalu berusaha
memenuhi kebutuhan saya. Bapak yang selalu menyediakan hal terbaik bagi hidup saya.
Ni Ketut Sri Prawati
Ibu yang melahirkan, mengasuh, dan menjadi sosok teladan bagi saya. Jasanya yang telah
memberikan pendidikan moral, semangat tiada henti, pengertian dan selalu menyediakan hal
terbaik bagi hidup saya, tidak akan bisa digantikan oleh siapapun.
Kedua kakak saya yang mengajari bagaimana tumbuh menjadi sosok yang dewasa, memiliki
tujuan, kuat dan penyayang. Kedua kakak saya yang selalu mendukung dan mengajari untuk
bangkit ketika saya jatuh.
Gede Chandra Kurniawan
Kadek Silvia Ermayanti
Serta seluruh keluarga dan rekan-rekan terkasih yang senantiasa memberikan dukungan moral
dan emosional dalam penyusunan penelitian ini.
TERIMA KASIH
v
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Saya, Komang Try Damayanti, dengan ini menyatakan
bahwa skripsi ini adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
derajat kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun. Sepanjang pengetahuan saya tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis/diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-
hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya
dicabut.
Denpasar, 3 Agustus 2016
Yang menyatakan,
Komang Try Damayanti
vi
Gambaran Strategi Coping Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut dalam
Menjalani Terapi Pengobatan
Komang Try Damayanti
Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Leukemia limfoblastik akut merupakan salah satu jenis kanker darah yang memegang
persentase sebesar 65% dari seluruh kejadian leukemia pada anak (Muhtadi, 2014). Gejala
penyakit serta efek terapi pengobatan yang harus ditempuh dalam jangka waktu minimal dua
tahun menuntut anak agar dapat berjuang demi kesembuhannya (Wawancara pre-eliminary
study). Seringkali situasi dan kondisi yang dialami anak dengan leukemia limfoblastik akut
selama menjalani terapi pengobatan bertolak belakang dengan kepribadian anak, seperti
halnya kondisi fisik yang lemah menghalangi anak untuk dapat bermain sepuasnya. Dengan
demikian, anak perlu untuk melakukan suatu usaha untuk mengatasi kondisi yang tidak
menyenangkan selama menjalani terapi pengobatan. Usaha tersebut disebut dengan strategi
coping (Spencer, Jeffrey, & Greene, 2002). Gamayanti (2006) mengungkapkan bahwa anak
yang memiliki coping yang baik akan meningkatkan kelancaran proses terapi serta
memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak setelah sembuh. Berdasarkan hal tersebut,
peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran strategi coping pada anak dengan leukemia
limfoblastik akut dalam menjalani terapi pengobatan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan desain penelitian studi kasus.
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara,
observasi serta dokumentasi pada dua anak leukemia limfoblastik akut. Guna memperkuat data
penelitian, teknik wawancara difokuskan pada dua significant others anak dengan leukemia
limfoblastik akut.
Hasil dalam penelitian ini diperoleh bahwa anak dengan leukemia limfoblastik akut
menunjukkan strategi coping. Gambaran strategi coping secara lengkap akan dibahas sesuai
dengan situasi dan kondisi anak selama menjalani terapi pengobatan.
Kata kunci: Strategi coping, anak dengan leukemia limfoblastik akut
vii
Coping Strategies Children with Acute Lymphoblastic Leukemia during Therapy
Treatment
Komang Try Damayanti
Department of Psychology, Faculty of Medicine, Udayana University
ABSTRACT
Acute Lymphoblastic Leukemia is a type of blood cancer that holds a percentage of 65% of all
childhood leukemia incidence (Muhtadi, 2014). Symptoms of the disease and the therapeutic
effects of treatment that must be taken in a minimum period of two years, requires children to
fight for his recovery (Pre-eliminary interview study). Often the circumstances experienced by
children with acute lymphoblastic leukemia during therapy treatment is contrary to the child's
personality. Thus, children need to make an effort to overcome the unpleasant condition
during therapy treatment. The effort is called the coping strategies (Spencer, Jeffrey, &
Greene, 2002). Gamayanti (2006) revealed that children who have good coping would
improve the continuity of the therapy process and to give effect to the development of children
after recovery. According to this fact, the researcher want to determine how the coping
strategies in children with acute lymphoblastic leukemia during therapy treatment.
This study is qualitative research with case study design. Interview, observation, and
documentation are used to collecting data, of two children with acute lymphoblastic leukemia.
In order to strengthen the data, interview techniques focused on two significant others of
children with acute lymphoblastic leukemia.
The results in this study shows that children with acute lymphoblastic leukemia has a coping
strategy. A complete overview coping strategies will be discussed in accordance with the
circumstances of the child during therapy treatment.
Keywords: Coping strategies, children with acute lymphoblastic leukemia
viii
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu
Terimakasih yang sebesar-besarnya peneliti panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat limpahan rahmat-Nya, peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini tepat pada
waktunya. Penelitian atau skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan untuk
mendapat gelar kesarjanaan dari Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Udayana. Selain sebagai syarat kelulusan, skripsi ini saya buat juga dengan harapan dapat
memberikan kontribusi akademis dan aplikatif ke berbagai pihak. Karya ini nampak
sederhana, namun dalam pelaksanaannya, saya menemukan banyak hambatan dan kesulitan
baik saat turun lapangan maupun saat proses penyusunan. Banyak terimakasih saya ucapkan
kepada berbagai pihak yang memberikan bantuan dalam proses penelitian skripsi ini.
1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang selalu memberikan anugrah-Nya, menuntun,
membimbing serta memberi pencerahan pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini pada waktu yang tepat.
2. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K). M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
3. Dra. Adijanti Marheni, M.Si, Psikolog, selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
4. Tience Debora Valentina, S.Psi., M.A., Psikolog, selaku dosen pembimbing akademik
penulis, yang selalu memberikan nasihat positif dan bimbingan kepada penulis selama 3,5
tahun ini.
5. Luh Kadek Pande Ary Susilawati, S.Psi, M.Psi., Psikolog, selaku dosen pembimbing
skripsi, yang selalu berusaha membimbing dan mendukung, sehingga peneliti selalu
ix
mendapatkan solusi dari hambatan-hambatan yang peneliti temui dalam proses penyusunan
skripsi.
6. Segenap dosen pengajar dan staf tata usaha di Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana yang telah membagikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.
7. Segenap staf bagian Ruang Pudak RSUP Sanglah yang telah memberikan ijin dan
mendukung penelitian ini.
8. Ida Ayu Gede Sri Evitasari dan Ida Ayu Karina Putri, kakak tingkat Psikologi 2010, yang
berbaik hati mengijinkan naskah skripsinya dijadikan acuan oleh peneliti dalam menyusun
penelitian kualitatif ini sehingga peneliti sangat merasa terbantu dan dimudahkan.
9. Sahabat sejak SMP, Lohtu, Titin, dan Oshin, yang senantiasa memberikan canda tawa dan
semangat kepada peneliti selama menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat Matsuoka, Ayun, Irma, Noni, Dode, dan Tece, yang senantiasa saling mendukung
dan meluangkan waktu bersama-sama mengerjakan skripsi.
11. Teman-teman Rumah Belajar Turiya, Indah, Yuli, Choi, Kak Winda, Gegek, dan teman-
teman lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang senantiasa memberikan semangat
dan motivasi kepada peneliti.
12. Teman-teman Psikologi 2012 (Zettrasedon) khususnya dan teman-teman Fakultas
Kedokteran 2012 lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang senantiasa berbagi ilmu
dan semangat, serta meminjamkan literatur-literatur yang peneliti gunakan untuk
menyempurnakan penelitian ini.
13. Sopi adik sepupu saya yang senantiasa meminjamkan laptopnya untuk membantu saya
menyelesaikan revisi. Serta keluarga besar dan saudara-saudara yang selalu mengingatkan
untuk menggarap skripsi dan lulus tepat waktu.
x
17. Rekan-rekan lainnya yang tidak dapat saya sebutkan semuanya, beribu terimakasih peneliti
ucapkan atas semangat dan dukungan untuk peneliti.
Seperti kata pepatah “tiada gading yang tak retak” yang artinya tidak ada yang
sempurna. Terlepas dari usaha peneliti dalam penyusunan skripsi ini, masih banyak
kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini. Oleh karena itu, saran dan kritik dari penguji
dan pembaca sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan penelitian ini.
Akhir kata, peneliti ucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dan
mohon maaf apabila terdapat kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Om Santhi Santhi Santhi Om
Denpasar, 3 Agustus 2016
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ....................................................................................... 7
C. Signifikansi dan Keunikan Penelitian ...................................................... 8
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 10
E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 10
1. Manfaat Teroretis ............................................................................... 10
2. Manfaat Praktis ................................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................. 12
A. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 12
1. Strategi Coping ..................................................................................... 12
a. Definisi Strategi Coping ............................................................... 13
b. Strategi Coping ............................................................................. 13
c. Faktor yang Mempengaruhi Coping ............................................. 19
d. Sumber Coping ............................................................................. 21
2. Anak dengan LLA dalam menjalani Terapi Pengobatan ...................... 22
a. Perkembangan Masa Anak-anak ................................................... 22
1) Masa Anak-anak Awal ............................................................. 23
2) Masa Anak-anak Tengah .......................................................... 25
b. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ............................................... 29
1) Definisi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ............................. 29
2) Etiologi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ............................. 30
3) Gambaran Klinis Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) .............. 30
4) Terapi Pengobatan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ............ 32
5) Efek Samping Terapi Pengobatan Leukemia Limfoblastik
Akut (LLA) ................................................................................ 35
B. Perspektif Teoretis .................................................................................... 37
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................... 40
xii
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 41
A. Tipe Penelitian .......................................................................................... 41
B. Unit Analisis ............................................................................................. 43
C. Responden dan Tempat penelitian ............................................................ 44
D. Teknik Penggalian Data ........................................................................... 44
1. Wawancara ........................................................................................... 45
2. Observasi .............................................................................................. 45
3. Dokumentasi ......................................................................................... 46
E. Teknik Pengorganisasian Data ................................................................ 47
F. Teknik Analisis Data ............................................................................... 49
G. Kredibilitas Penelitian .............................................................................. 51
H. Isu Etik ...................................................................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 54
A. Orientasi Kancah ...................................................................................... 54
1. Persiapan Penelitian .............................................................................. 54
a. Melakukan Pre-eliminary Study ................................................... 54
b. Menentukan Responden dan Lokasi Penelitian ............................ 55
c. Perizinan ....................................................................................... 55
B. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................. 56
1. Lokasi Penelitian .................................................................................. 56
2. Waktu Penelitian .................................................................................. 56
3. Subjek Penelitian .................................................................................. 58
4. Pemaparan Kasus .................................................................................. 58
C. Hasil Penelitian ......................................................................................... 61
D. Pembahasan .............................................................................................. 88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 96
A. Kesimpulan ............................................................................................... 96
B. Saran ......................................................................................................... 97
1. Saran Bagi Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) .............. 97
2. Saran Bagi Orangtua dan Keluarga yang Memiliki Anak dengan
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) ...................................................... 97
3. Saran Bagi Pihak Terkait seperti Pihak Rumah Sakit, Perawat,
Dokter, Psikolog, maupun Pengurus Rumah Singgah atau Yayasan
Khusus Pasien Kanker ........................................................................ 98
4. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................... 99
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 100
GLOSARIUM ..................................................................................................... 104
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... 107
LAMPIRAN ........................................................................................................ 109
xiii
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian ................................................. 40
2. Gambar 2. Strategi Coping Subjek ........................................................... 73
3. Gambar 3. Pembahasan Strategi Coping Responden ............................... 88
xiv
DAFTAR TABEL
1. Tabel.1. Waktu Pelaksanaan Penelitian .................................................... 56
2. Tabel.2. Waktu Pengambilan Data Penelitian .......................................... 57
3. Tabel.3. Strategi Coping Subjek ............................................................... 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit yang ditakuti oleh banyak orang, karena kata “kanker”
seringkali diasosiasikan dengan kematian (Burish, Meyerowitz, Carey, & Morrow, dalam
Sarafino & Smith, 2011). Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI (2013),
menyebutkan bahwa prevalensi kanker di Indonesia yaitu 1,4‰ atau sekitar 347.792 orang
dengan rincian di provinsi Bali yaitu sebesar 2,0‰ atau sekitar 8.279 orang. Penyakit kanker
tidak hanya menyerang orang dewasa, namun juga menyerang anak-anak. Riset Kesehatan
Dasar (2014), menunjukkan bahwa setiap tahun sebanyak 4.100 anak atau dua hingga tiga
persen anak-anak di Indonesia menderita kanker.
Menurut data Union for International Cancer Control (UICC) (Pusat Data & Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 2015) setiap tahun terdapat sekitar 176.000 anak yang didiagnosis
kanker diseluruh dunia, sementara 11.000 kasus kanker anak terdapat di Indonesia. Leukemia
limfoblastik akut memegang persentase sebesar 65% dari seluruh kejadian leukemia pada anak
(Muhtadi, 2014). Sementara itu, insidensi leukemia limfoblastik akut dengan 75% pasien
berusia kurang dari 15 tahun adalah sekitar 1 per 60.000 orang pertahun (Medical Stuff, 2014).
Leukemia limfoblastik akut yang kemudian disebut LLA adalah suatu penyakit yang
berakibat fatal, yaitu sel-sel pada keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah
menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang
(Muhtadi, 2014). Sel abnormal pada penyakit leukemia menyebabkan gejala kelainan sumsum
tulang belakang serta infiltrasi terhadap organ-organ (Hoffbrand & Moss, 2011). Wong (2008)
menyebutkan gejala umum yang dapat terjadi seperti pucat, sering mengalami demam,
pendarahan, pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran perut, nyeri tulang, penurunan
2
berat badan, anoreksia serta kelelahan. Menurut Permono (2005) anak dengan leukemia
seringkali mengalami anemia yang menimbulkan kondisi pucat, lemas, kelelahan dan lesu,
serta mengalami neutropenia yang menimbulkan kondisi demam serta infeksi dan mengalami
trombositopenia yang menimbulkan kondisi kulit memar, bintik merah pada kulit, mimisan,
serta pendarahan gusi.
Terapi pengobatan pada LLA dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Menurut Jones
(Faozi, 2010), apabila anak positif menderita LLA harus dilakukan terapi pengobatan yang
cukup panjang yaitu sekitar 2-3 tahun. Selain itu, pengobatan anak dengan LLA dilakukan
dengan berbagai prosedur terapi, seperti terapi pendukung umum dan terapi khusus
(Hoffbrand & Moss, 2011). Berdasarkan informasi yang dipublikasikan oleh Rumah Sakit
Dharmais Pusat Kanker Nasional (2009), rambut rontok, mual, muntah, penurunan jumlah sel
darah merah, penurunan jumlah sel darah putih, penurunan jumlah trombosit, luka pada
dinding rongga mulut atau saluran cerna, serta gangguan saraf tepi seperti kebas dan
kesemutan dijari tangan dan kaki merupakan efek samping diberikannya kemoterapi sebagai
salah satu prosedur terapi pengobatan LLA.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Doloksaribu (2011), disebutkan beberapa respon
fisiologis yang muncul akibat terapi pengobatan pada anak dengan LLA yaitu merasa lemah,
pegal, pusing, sakit, nafsu makan menurun, mual, muntah, sariawan, makanan terasa tidak
enak, diare dan demam, serta respon psikologis yaitu tidak betah dengan kondisi lingkungan
yang kurang menyenangkan, tidak ada kegiatan, merasa kesal saat ditanya-tanyai, menolak
tindakan terapi, takut akan kelumpuhan, mengalami trauma, sedih karena ingin sekolah,
merasa khawatir, aktivitas yang dibatasi, tidak bisa bermain, dan rasa berduka sekaligus
kekhawatiran karena adanya teman yang meninggal. Menurut Spinetta (dalam Sarafino &
Smith, 2011), kehilangan rambut karena proses kemoterapi dapat menimbulkan trauma hebat
3
dan merupakan pengalaman yang paling memalukan bagi kebanyakan anak walaupun rambut
itu dapat tumbuh kembali. Sarafino dan Smith (2011) juga mengatakan bahwa dampak
kemoterapi pada anak dapat menyebabkan rasa sakit yang lebih besar daripada yang
dirasakan orang dewasa.
Lebih lanjut efek perawatan dengan kemoterapi dapat menimbulkan gangguan jangka
panjang seperti gangguan fungsi intelektual, kelainan neuroendokrin, kardiotoksisitas,
gangguan sistem reproduksi serta berisiko mengalami keganasan sekunder (Bhatia dalam
Savage, Riordan, & Hughes, 2008). Studi lain menyebutkan bahwa efek terapi terhadap anak
dengan LLA memengaruhi kemampuan prestasi akademik dan belajar serta memiliki
konsekuensi penting terhadap perkembangan emosi dan kemampuan untuk mengatasi serta
pengaturan emosi (Campbell, dkk. dalam Doloksaribu, 2011).
Masa kanak-kanak pada rentang usia 2-12 tahun merupakan masa anak belajar berbagai
hal mengenai dasar-dasar kehidupan sehingga anak mampu dengan baik melanjutkan fase
perkembangan selanjutnya. Secara keseluruhan, anak akan belajar tentang kemandirian,
belajar berinteraksi dan menyesuaikan diri, belajar dari sifat egosentris menjadi dapat
menerima perbedaan antara sudut pandang orang lain dengan sudut pandang diri sendiri,
belajar keterampilan produktif yang bernilai didalam lingkungan, belajar berprestasi serta
membangun kepercayaan diri dan sikap yang positif. Bentuk-bentuk emosi yang dialami anak
akan memengaruhi pendapat anak mengenai dirinya. Selain itu masa kanak-kanak adalah
masa bermain yaitu anak akan meluangkan waktu berjam-jam untuk bermain dengan teman-
teman sebaya (Havighurst dalam Hurlock, 1980; Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Keberhasilan anak dengan LLA menyelesaikan tugas pada fase perkembangannya
berhubungan erat dengan kondisi selama menjalani terapi pengobatan. Hal ini berangkat dari
pemahaman kondisi anak dengan LLA dalam menjalani terapi pengobatan, mengalami
4
penurunan secara fisik, yang berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari anak. Sebagai contoh,
waktu bermain pada anak dengan LLA tidak akan sebanyak anak-anak normal yang tidak
melakukan perawatan di rumah sakit. Menurut Havighurts (dalam Hurlock, 1980) kondisi
kesehatan yang buruk akan menghalangi anak beraktivitas dengan kelompok sehingga
menimbulkan rasa rendah diri dan terbelakang. Hockenberry dan Wilson (dalam Suryati,
2010) juga mengungkapkan bahwa aspek psikososial dari hubungan interpersonal, stres dan
coping pada anak juga ikut memengaruhi tumbuh kembang anak.
Selama menjalani terapi pengobatan, kualitas hidup anak dengan LLA penting untuk
diperhatikan, dengan mempertimbangkan dampak penyakit dan dampak terapi yang dijalani
terhadap kualitas fisik, psikologis, dan sosial anak (Varni dalam Savage, Riordan, & Hughes,
2008). Anak yang memahami penyakit dan proses pengobatannya memiliki mekanisme
coping yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak memahami penyakitnya dan
anak dengan leukemia yang sedang menjalani terapi pengobatan membutuhkan sumber-
sumber coping untuk dapat mengurangi stres (Doloksaribu, 2011).
Anak yang memiliki coping yang baik akan meningkatkan kelancaran proses terapi serta
memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak setelah sembuh (Gamayanti, 2006).
Strategi coping sendiri merupakan suatu usaha untuk mengatasi suatu kondisi yang tidak
menyenangkan (Spencer, Jeffrey, & Greene, 2002). Menurut Carver, Scheier, dan Weintraub
(1989), terdapat 14 strategi coping, antara lain active coping, planning, suppresion of
competing, restraint coping, positive reinterpretation, acceptance, focusing on and venting of
emotions, behavioral disengagement, mental disengagement, alcohol-drug disengagement,
turning to religion, seeking social support for instumental reason, seeking social support for
emotional reason, dan denial.
5
Guna mendapat gambaran dilakukan atau tidaknya strategi coping oleh anak dengan
LLA dalam menjalani terapi pengobatan, peneliti melakukan pre-eliminary study pada dua
pasien anak. Subjek pertama berinisial KD, seorang pasien LLA berusia tujuh tahun empat
bulan yang menjalani terapi pengobatan di RSUP Sanglah. Wawancara dilakukan kepada
significant others yang pada penelitian ini berperan sebagai responden yaitu ibu KD pada 17
Desember 2015. KD berasal dari Gianyar, Bali. Selama menjalani terapi pengobatan di rumah
sakit, sehari-harinya KD ditemani oleh sang ibu. KD merupakan seorang pasien LLA yang
mengalami kambuh pada penyakitnya. Pada awalnya, KD terdiagnosa LLA diusia yang ke-
empat tahun enam bulan. KD kemudian menjalani seluruh tahap terapi pengobatan selama
lebih dari dua tahun dengan hasil terdapat 6% sel leukemia pada tubuhnya. Dua bulan setelah
menyelesaikan tahap terapi pengobatan, KD dinyatakan kambuh sehingga KD diharuskan
mengulang menjalani terapi pengobatan dari tahap pertama. Saat ini KD memasuki tahun ke-
tiga dalam menjalani terapi pengobatan.
KD memunculkan beberapa gejala klinis maupun keluhan pada saat awal diagnosa LLA
dan juga selama menjalani terapi pengobatan, seperti terasa lemas, pucat, suhu tubuh tinggi,
penurunan kadar hemoglobin, berat badan menurun, pembengkakan pada hati, nafsu makan
menurun dan juga mengalami gusi berdarah. Selain itu, dikatakan pula KD menunjukkan
perilaku menolak atau susah untuk makan ataupun minum. Pada saat merasa kepanasan
diruang perawatan, KD akan meminta tolong kepada ibu untuk menghidupkan kipas.
Seringkali KD menangis ketika meminta sesuatu atau saat merasa tidak nyaman dengan
kondisi fisiknya. Dikatakan pula, KD sempat menolak minum obat dan menolak untuk
menjalani terapi pengobatan. Perilaku-perilaku tersebut menunjukkan salah satu cara yang
dilakukan KD ketika menghadapi situasi dan kondisi tertentu, sehingga dapat dikatakan
6
bahwa KD cenderung menunjukkan strategi coping selama menjalani terapi pengobatan
(Wawancara pre-eliminary study, 2015).
Subjek kedua berinisial AMB, seorang pasien LLA berusia delapan tahun empat bulan
yang menjalani terapi pengobatan di RSUP Sanglah. Wawancara dilakukan kepada
significant others yang pada penelitian ini berperan sebagai responden yaitu ibu AMB pada 6
Februari 2016. AMB berasal dari Sumba. Selama menjalani terapi pengobatan di rumah sakit
sehari-harinya AMB ditemani oleh sang ibu. AMB sempat selama dua bulan mengenyam
pendidikan di kelas tiga SD namun karena terdiagnosa LLA dan menjalani terapi pengobatan
yang intensif di rumah sakit mengharuskan AMB mengambil cuti pada sekolahnya. AMB
merupakan seorang pasien LLA yang telah menjalani terapi pengobatan selama lebih dari dua
bulan dan saat ini memasuki bulan ke-tiga terapi pengobatan. Pada saat didiagnosa, jumlah
sel leukemia pada AMB adalah sebanyak 20%, namun saat melakukan pre-eliminary study
jumlah sel leukemia pada AMB berjumlah 3%.
AMB memunculkan beberapa gejala klinis maupun keluhan pada saat awal terdiagnosa
LLA dan selama menjalani terapi pengobatan, seperti terasa lemas, pucat, tidak bergairah,
berat badan menurun, suhu tubuh tinggi, nafsu makan menurun dan mengalami mimisan.
Selama menjalani terapi pengobatan, dikatakan pula AMB menunjukkan perilaku menolak
untuk makan ataupun minum tetapi kemudian secara bertahap nafsu makannya bertambah.
AMB sering kali memberitahu secara langsung kepada ibu ketika tidak nyaman dengan
kondisinya dan meminta bantuan ibu untuk memenuhi keperluannya. AMB menelepon
sendiri atau meminta kepada ibu agar menelepon ayahnya saat merasa kangen dengan sang
ayah. AMB menunjukkan perilaku menurut ketika memang waktunya minum obat, dan
dikatakan pula AMB lebih mudah menangis maupun mudah marah selama menjalani terapi
pengobatan. Perilaku-perilaku tersebut menunjukkan sebagai salah satu cara yang dilakukan
7
AMB ketika menghadapi situasi dan kondisi tertentu, sehingga dapat peneliti simpulkan
AMB menunjukkan strategi coping selama menjalani terapi pengobatan (Wawancara pre-
eliminary study, 2016).
Berdasarkan paparan hasil pre-eliminary study, didapatkan informasi bahwa anak
dengan LLA yang sedang menjalani terapi pengobatan, melakukan perilaku tertentu untuk
menghadapi kondisinya.Kondisi dan situasi yang dialami anak dengan LLA yang ditimbulkan
oleh gejala penyakit, prosedur pengobatan, efek samping dan efek jangka panjang
pengobatan, menuntut anak untuk mampu menghadapinya. Selain itu tugas perkembangan
juga menuntut anak agar mampu menangani kondisi dan situasi tersebut, salah satunya
dengan cara melakukan strategi coping. Anak perlu didorong untuk menyadari kemampuan
coping yang dimilikinya, sehingga diharapkan anak mampu melaksanakan terapi pengobatan
secara kooperatif dan mampu menghindari atau mengurangi dampak jangka panjang yang
memengaruhi kualitas hidup serta perkembangan masa depan anak itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penggalian informasi secara
langsung dan mendalam mengenai gambaran strategi coping pada anak dengan LLA dalam
menjalani terapi pengobatan. Dengan demikian peneliti melakukan penelitian yang berjudul
“Gambaran Strategi Coping Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut dalam menjalani
Terapi Pengobatan”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini akan difokuskan pada
kasus anak dengan LLA dalam menjalani terapi pengobatan, untuk dilihat bagaimana
gambaran strategi coping yang dilakukan oleh anak.
8
C. Signifikansi dan Keunikan Penelitian
Beberapa penelitian mengenai anak dengan LLA telah banyak dilakukan di Indonesia,
baik dengan menggunakan metode kuantitatif maupun kualitatif. Adapun penelitian-
penelitian yang mengkaji subjek anak LLA adalah sebagai berikut:
1) Rahmawati (2013) dalam penelitiannya berjudul “Gambaran Penyesuaian Diri Anak
Penderita Leukemia yang Menjalani Hospitalisasi (Studi Kasus Terhadap Dua Orang
Anak Penderita Leukemia Usia 12 dan 13 Tahun di RSUP dr. Hasan Sadikin
Bandung)”, bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran penyesuaian diri pada
kedua anak penderita leukemia tersebut. Terdapat perbedaan variabel yang digunakan
pada penelitian ini dengan penelitian Rahmawati (2013). Variabel yang digunakan
pada penelitian ini adalah strategi coping sedangkan pada penelitian Rahmawati
(2013) menggunakan variabel penyesuaian diri. Selain itu, penelitian ini
menggunakan karakteristik subjek yang lebih mendalam yaitu anak penderita
leukemia limfoblastik akut sedangkan penelitian oleh Rahmawati (2013)
menggunakan karakteristik subjek anak penderita leukemia.
2) Penelitian yang dilakukan oleh Murtutik dan Wahyuni (2013) yang berjudul
“Hubungan Frekuensi Hospitalisasi Anak dengan Kemampuan Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Pre-School Penderita Leukemia di RSUD Dr. Moewardi”,
bertujuan untuk melihat hubungan frekuensi hospitalisasi anak dengan kemampuan
perkembangan motorik kasar pada anak pre-school penderita leukemia. Terdapat
perbedaan variabel serta metode penelitian antara penelitian ini dengan penelitian
oleh Murtutik dan Wahyuni (2013). Variabel yang digunakan pada penelitian ini
adalah strategi coping dengan metode penelitian kualitatif, sedangkan pada penelitian
oleh Murtutik dan Wahyuni (2013) variabel yang digunakan adalah kemampuan
9
perkembangan motorik kasar, serta menggunakan metode penelitian kuantitatif.
Selain itu, karakteristik subjek pada penelitian ini lebih spesifik yaitu anak dengan
LLA sedangkan penelitian oleh Murtutik dan Wahyuni (2013) menggunakan
karakteristik subjek anak penderita leukemia.
3) Penelitian oleh Doloksaribu (2011) yang berjudul “Respon dan Coping Anak dengan
Leukemia Limfoblastik Akut Dalam Menjalani Terapi di Jakarta dan Sekitarnya”,
bertujuan untuk mengetahui bentuk respon dan sumber-sumber coping yang dapat
digunakan anak dengan LLA dalam menjalani terapi di wilayah Jakarta dan
sekitarnya. Terdapat kemiripan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti,
yaitu sama-sama menggunakan subjek dengan LLA, namun penelitian oleh
Doloksaribu (2011) ingin melihat respon yang ditunjukkan dan melihat sumber-
sumber coping anak dengan LLA, sedangkan pada penelitian ini ingin melihat strategi
coping pada anak dengan LLA.
4) Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi, Niruri, dan Ariawati (2013) yang berjudul
“Gangguan Hematologi Akibat Kemoterapi Pada Anak Dengan Leukemia
limfoblastik akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah”, memperoleh hasil yaitu
terdapat gangguan hematologi pada anak dengan LLA yaitu anemia dan
trombositopenia. Terdapat perbedaan variabel pada penelitian ini dengan penelitian
yang dilakukan oleh Pertiwi, Niruri, dan Ariawati (2013). Pada penelitian ini
menggunakan variabel strategi coping sedangkan penelitian oleh Pertiwi, Niruri, dan
Ariawati (2013) menggunakan variabel hematologi. Penelitian ini dan penelitian oleh
Pertiwi, Niruri, dan Ariawati (2013) menggunakan karakteristik subjek yang sama
yaitu anak dengan LLA.
10
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa
penelitian spesifik mengkaji strategi coping pada anak dengan LLA dalam menjalani terapi
pengobatan belum pernah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini diharapkan dapat
menambah literatur mengenai anak dengan LLA dalam menjalani terapi pengobatan.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran strategi coping pada anak
dengan LLA dalam menjalani terapi pengobatan.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian dalam studi
kepustakaan, untuk lebih membuka dan menambah wawasan serta pengembangan disiplin
ilmu pengetahuan Psikologi Klinis khususnya dalam bidang Psikologi Kesehatan, terkait
informasi mengenai strategi coping anak dengan penyakit fisik yaitu leukemia limfoblastik
akut yang sedang menjalani terapi pengobatan.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi anak dengan LLA, penelitian ini diharapkan dapat membantu anak
mengungkapkan perasaan, anak mampu mempertahankan kemampuan strategi
coping yang dimiliki dan mengembangkan strategi coping yang berdampak positif
bagi dirinya.
b) Bagi orangtua dan keluarga yang memiliki anak dengan LLA, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi psikologis anak sehingga orangtua
11
dan keluarga memahami kondisi yang dirasakan oleh anak, serta memfasilitasi anak
untuk melakukan strategi coping.
c) Bagi pihak terkait seperti perawat, dokter, psikolog, maupun pengurus rumah
singgah atau yayasan khusus pasien kanker, penelitian ini diharapkan mampu
memberikan gambaran kondisi psikologis anak dengan LLA sehingga pihak terkait
lebih memahami kondisi dan situasi yang dialami anak, menyediakan lingkungan
rumah sakit yang ramah dan nyaman, mengidentifikasi strategi coping yang sesuai
bagi anak, serta memfasilitasi sumber coping yang dapat membantu anak
menghadapi kondisi dan situasinya. Selain itu dapat pula menjadi dasar adanya
inovasi dalam strategi intervensi selama melakukan pendampingan psikologis
terhadap anak dengan LLA secara khusus.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Strategi Coping
a. Definisi Strategi Coping
Individu dari semua usia dapat mengalami ketegangan yang menimbulkan
ketidaknyamanan sehingga individu mencoba melakukan sesuatu untuk mengatasinya.
Usaha untuk mengatasi kondisi tersebut disebut dengan coping (Spencer, Jeffrey, &
Greene, 2002). Lazarus dan Folkman (1984), mengungkapkan coping adalah proses
merubah kognitif secara konstan untuk mengelola tuntutan baik eksternal maupun
internal yang diterima individu, yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya
yang dimiliki individu.
Sarafino dan Smith (2011) menjelaskan bahwa coping adalah proses dimana
individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan
adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources). Coping
adalah sebuah proses untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang
diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respons tubuh yang sifatnya
nonspesifik yaitu stres. Apabila coping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi
terhadap perubahan atau beban tersebut (Rasmun, 2004).
Sedangkan, strategi coping didefinisikan secara terperinci oleh Lazarus dan
Folkman (1984) sebagai bentuk usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang
untuk mengatur tuntutan internal dan eksternal yang timbul dari hubungan individu
13
dengan lingkungan, yang dianggap menganggu batas-batas yang dimiliki oleh individu
tersebut. Selanjutnya, Friedman (1998) mengatakan bahwa strategi coping merupakan
perilaku atau proses untuk adaptasi dalam menghadapi tekanan atau ancaman.
Berdasar pada penjelasan definisi coping dan strategi coping diatas, maka strategi
coping merupakan suatu bentuk usaha dan perilaku yang dilakukan untuk mengatasi
situasi dan kondisi tertentu yang cenderung menimbulkan ketidaknyamanan ataupun
menganggu batas-batas yang dimiliki oleh individu.
b. Strategi Coping
Menurut Skinner, dkk (dalam Sarafino & Smith, 2011) terdapat 24 strategi coping
yang dapat dengan mudah dikonseptualisasikan, strategi coping tersebut antara lain:
1) Assistance seeking, individu mencari dukungan dan menggunakan bantuan dari
orang lain berupa nasehat maupun tindakan didalam menghadapi masalahnya.
2) Hiding feeling, individu cenderung menyembunyikan perasaannya, tidak
memperlihatkan kepada orang lain atau orang tertentu.
3) Positive reappraisal, individu melihat sisi positif dari masalah yang dialami dalam
kehidupannya dengan mencari arti atau keuntungan dari pengalaman tersebut.
4) Avoidance, individu menghindari masalah yang ada dengan cara berkhayal atau
membayangkan seandainya individu berada pada situasi yang menyenangkan.
5) Humor, individu mengatasi situasi tertekan dengan menceritakan dan melakukan
hal-hal yang lucu sehingga hal yang menjadi beban pikiran akan berkurang.
6) Praying, individu berdoa, melakukan persembahyangan, lebih mendekatkan diri
pada Tuhan atau kepercayaan.
14
7) Confrontive assertion, individu cenderung mengeluh atau marah atau membuat
orang lain menjadi empati.
8) Increased activity, individu cenderung meningkatkan jumlah aktivitas.
9) Resigned acceptance, individu cenderung pasrah.
10) Denial, individu menolak masalah yang ada dengan menganggap seolah-olah tidak
ada masalah, individu mengabaikan masalah yang dihadapinya.
11) Information seeking, individu mencari informasi dari orang lain yang dapat
digunakan untuk mengatasi permasalahan individu.
12) Seeking meaning, individu cenderung mencari pengertian atau pemahaman terhadap
situasi atau masalah yang dihadapinya, individu cenderung berpikiran positif.
13) Direct action, meliputi tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah
secara langsung serta menyusun secara lengkap apa yang diperlukan.
14) Intrusive thoughts, individu memiliki pemikiran yang terganggu, merasa terganggu,
mengalami kebosanan atau rasa bingung.
15) Self-criticism, keadaan individu yang larut dalam permasalahan dan menyalahkan
diri sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.
16) Discharge (venting), individu cenderung mencurahkan apa yang dirasakan,
mengekspresikan emosi.
17) Logical analysis, individu melakukan analisis secara logis tidak hanya menekankan
pada perasaan atau emosi.
18) Substance use, menggunakan obat-obatan terlarang.
19) Distraction (diverting attention), individu cenderung mudah teralihkan saat
mencoba untuk menaruh perhatian pada suatu hal tertentu.
20) Physical exercise, individu melakukan aktivitas fisik.
15
21) Wishful thinking, individu memiliki pengharapan atau angan-angan.
22) Emotional approach, individu secara aktif memproses, memikirkan dan
mengekspresikan perasaannya.
23) Planful problem solving, individu memikirkan dan mempertimbangkan secara
matang beberapa alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan, meminta
pendapat dan pandangan dari orang lain tentang masalah yang dihadapi, bersikap
hati-hati sebelum memutuskan sesuatu dan mengevaluasi strategi yang pernah
dilakukan.
24) Worry, individu memiliki perasaan yang cenderung cemas atau khawatir.
Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) mengemukakan 14 strategi coping yang
dapat digunakan, antara lain:
1) Active coping, proses yang dilakukan individu berupa pengambilan langkah-langkah
aktif untuk mencoba menghilangkan, menghindari tekanan, memperbaiki pengaruh
dampaknya. Metode ini melibatkan pengambilan tindakan secara langsung, dan
mencoba untuk menyelesaikan masalah secara bijak.
2) Planning, merupakan langkah pemecahan masalah berupa perencanaan pengelolaan
stres serta bagaimana cara yang tepat untuk mengatasinya. Perencanaan ini
melibatkan strategi-strategi tindakan, memikirkan tidakan yang dilakukan dan
menentukan cara penanganan terbaik untuk memecahkan masalah.
3) Suppresion of competing, individu dapat menahan semua informasi yang bersifat
kompetitif atau menahan semua informasi yang bersifat kompetitif agar individu
bisa berkonsentrasi penuh pada masalah atau ancaman yang dihadapi.
4) Restraint coping, merupakan suatu respons yang dilakukan individu dengan cara
menahan diri (tidak terburu-buru dalam mengambil tindakan) sambil menunggu
16
waktu yang tepat. Respons ini dianggap bermanfaat dan diperlukan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
5) Positive reintrepretation, merupakan respons yang dilakukan individu dengan cara
mengadakan perubahan dan pengembangan pribadi dengan pengertian yang baru
dan menumbuhkan kepercayaan akan arti makna kebenaran yang utama yang
dibutuhkan dalam hidup.
6) Acceptance, individu menerima keadaan yang terjadi apa adanya, karena individu
menganggap sudah tidak ada yang dapat dilakukan lagi untuk merubah keadaannya
serta membuat suasana lebih baik.
7) Focusing on and venting of emotions, individu cenderung untuk fokus pada
pengalaman yang tidak menyenangkan dan mengungkapkan atau mencurahkan
perasaan tersebut.
8) Behavioral disengagement, individu menurunkan suatu usaha untuk menyelesaikan
masalah, menyerah, ataupun tidak melakukan apa-apa.
9) Mental disengagement, secara mental individu tidak memikirkan permasalahan
yang dihadapi, biasanya dapat melakukan aktivitas yang lain hanya untuk
menghilangkan pikiran terhadap situasi yang menekan.
10) Alcohol-drug disengagement, individu menggunakan obat-obatan dan alkohol untuk
mengurangi tekanan.
11) Turning to Religion, sikap individu menenangkan dan menyelesaikan masalah
secara keagamaan.
12) Seeking social support for instumental reason, merupakan upaya yang dilakukan
untuk mencari dukungan sosial, baik kepada keluarga maupun orang disekitarnya
dengan cara meminta nasihat, informasi, atau bimbingan.
17
13) Seeking Social Support for Emotional Reason, merupakan upaya untuk mencari
dukungan sosial seperti mendapat dukungan moral, simpati atau pengertian.
14) Denial, upaya untuk mengingkari dan melupakan kejadian atau masalah yang
dialami dengan cara menyangkal semua yang terjadi, seakan-akan sedang tidak
mempunyai masalah.
Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan bahwa terdapat dua strategi coping
berdasarkan fungsinya, yaitu emotional-focused coping dan problem-focused coping.
Emotional-focused coping bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respons
emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara perilaku
maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan bahwa individu
cenderung menggunakan emotional-focused coping ketika individu memiliki persepsi
bahwa stressor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi. Sedangkan problem-focused
coping bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber
daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan
bahwa individu cenderung menggunakan problem focused coping ketika memiliki
persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah. Lazarus dan Folkman (1984) kemudian
mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping, baik secara problem-focused maupun
emotion-focused, antara lain:
1) Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan menggunakan
usaha untuk memecahkan masalah.
2) Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi,
mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
3) Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber dukungan
informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
18
4) Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam masalah.
5) Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian lebih
kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6) Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau menghindari situasi
masalah.
7) Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan diri
sendiri.
8) Positive reappraisal yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif
dengan memusatkan pada diri sendiri, mencari makna positif dari permasalahan
dengan pengembangan diri, dan terkadang strategi ini melibatkan hal-hal religiusitas.
Untuk memperoleh gambaran lebih luas mengenai strategi coping yang dimiliki
oleh subjek, maka penelitian ini menggunakan strategi coping yang digabungkan dari
tiga tokoh yaitu strategi coping yang diungkapkan oleh Lazarus dan Folkman (1984),
Skinner et al (dalam Sarafino & Smith, 2011) dan Carver, Scheier, dan Weintraub
(1989).
Berdasar pada Lazarus dan Folkman (1984), Skinner et al (dalam Sarafino dan
Smith, 2011) dan Carver, Scheier dan Weintraub (1898), didapatkan 22 strategi coping
yaitu planful problem solving (termasuk didalamnya information seeking, restraint
coping), assistance seeking, accepting responsibility, avoidance, self-control, positive
reappraisal (termasuk didalamnya reinterpretation, seeking meaning, distancing),
humor, emotional approach (termasuk didalamnya confrontive assertion, discharge,
venting, worry, instrusive thoughts), behavioral disengagement, increased activity
(termasuk didalamnya physical exercise), direct action, self critism, logical analysis,
19
wishful thinking, hiding feelings, religion, denial, resigned acceptance, substance use,
distraction, suppression of competing, dan mental disengagement.
c. Faktor - faktor yang Memengaruhi Strategi Coping
Antara satu individu dengan individu lain memiliki strategi coping yang berbeda.
Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor, seperti yang telah diidentifikasikan oleh
Ahyar (2010) yaitu:
1) Kesehatan Fisik. Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar.
2) Keyakinan atau pandangan positif. Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang
sangat penting, seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang
mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness).
3) Keterampilan memecahkan masalah. Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk
mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan
untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif
tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
4) Keterampilan sosial. Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
5) Dukungan sosial. Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi
dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga
lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
20
6) Materi. Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang atau layanan
yang biasanya dapat dibeli.
7) Pengalaman. Individu yang sudah pernah menghadapi suatu masalah cenderung
sudah memiliki strategi coping yang dapat dengan langsung menangani masalah yang
dihadapi, dibandingkan dengan individu lain yang tidak pernah mengalami masalah
serupa.
Menurut Lazarus dan Folkman (1984) coping dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain :
1) Usia. Dalam rentang usia tertentu, individu mempunyai tugas perkembangan yang
berbeda, sehingga memengaruhi cara berpikir dan kemampuan untuk beradaptasi
dengan situasi disekelilingnya. Struktur psikologis individu yang kompleks dan
sumber strategi coping yang berubah sesuai dengan tingkat usianya akan
menghasilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi suatu situasi yang menekan.
Sehingga dapat dipastikan bahwa coping pada setiap individu berbeda untuk setiap
tingkat usia.
2) Jenis kelamin. Secara teoritis pria dan wanita memiliki cara yang berbeda dalam
menghadapi suatu masalah. wanita lebih memperlihatkan reaksi emosional
dibandingkan dengan pria.
3) Harga diri. Harga diri memengaruhi individu dalam menilai dirinya sendiri dan
memengaruhi perilaku dalam mengatasi ancaman atau peristiwa. Penggunaan strategi
coping yang paling penting adalah harga diri. Harga diri dimiliki individu sebagai
sikap, gagasan dan kemampuan dalam mengatasi masalah. individu yang menghadapi
masalah rumit dapat meningkatkan harga diri dan rasa percaya diri dengan
melakukan usaha-usaha kognitif maupun perilaku untuk mengurangi stres.
21
4) Pendidikan. Individu yang memperoleh pendidikan lebih tinggi akan lebih tinggi pula
perkembangan kognitifnya, sehingga akan memiliki penilaian yang lebih realistis dan
coping individu akan lebih aktif dibandingkan dengan individu yang memperoleh
pendidikan lebih rendah.
Berdasar pada penjelasan mengenai faktor yang memengaruhi coping, maka faktor
faktor yang memengaruhi coping adalah kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan
positif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial, dukungan sosial,
materi, pengalaman, usia, jenis kelamin, harga diri dan pendidikan.
d. Sumber - sumber Strategi Coping
Coping tidak hanya selalu dimulai dari diri sendiri, namun berbagai sumber
eksternal memberikan pengaruh terhadap keberhasilan coping itu sendiri. Sumber-
sumber tersebut yaitu:
1) Bermain. Longe (2005) memaparkan beberapa anak menjalani terapi kanker sambil
bermain. Mainan bagi anak dengan leukemia limfoblastik akut tampak lebih
menyenangkan. Barang-barang seperti papan permainan, playdoh, video game,
boneka, dan mobil mainan bisa dinikmati selama terapi intravena ditempat tidur.
Gariepy dan Howe (dalam Piersol, dkk. 2008) menemukan bahwa bermain pada anak
dengan LLA dapat digunakan sebagai media komunikasi untuk mengekspresikan diri,
mengeliminasi tekanan psikologis, mengatasi stres dan kecemasan.
2) Dukungan keluarga. Hurlock (1980) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
mendalam antara anak dengan keluarga. Hubungan yang sehat dan bahagia antara
anak dan orang tua akan meningkatkan status akademik dan prestasi anak. Anak
22
mudah bersosialisasi terutama dengan teman sebaya, membentuk peran positif dan
meningkatkan kreativitas sehingga membentuk kepribadian yang positif.
3) Kelompok pendukung. Gariepy dan Howe (dalam Piersol, dkk. 2008), menyatakan
pentingnya penyediaan informasi mengenai kelompok-kelompok pendukung bagi
anak dan keluarga dengan masalah yang sama.
4) Pendidikan kesehatan atau konseling. Beberapa penelitian yang dilaksanakan oleh
Children’s Cancer Group (Campbell, dkk, 2008a) bahwa remaja yang sembuh dari
penyakit leukemia limfoblastik akut menerima pendidikan khusus sampai enam kali
atau lebih karena mengalami gangguan emosi dan juga masalah perilaku, sulit
mengatasi stres dengan tekanan emosional yang tinggi.
5) Lingkungan. Manusia memiliki kompleksitas hubungan antara faktor biologis, sosial
dan ekologi, termasuk hubungan beberapa sistem seperti orang tua dan keluarga,
masyarakat, dan budaya (Bronfenbrenner dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Berdasar pada penjelasan mengenai sumber coping, maka beberapa bentuk sumber
coping yaitu bermain, dukungan keluarga, kelompok pendukung, pendidikan kesehatan
atau konseling, serta lingkungan.
2. Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dalam menjalani Terapi Pengobatan
a. Perkembangan Masa Anak-anak
Papalia, Olds, dan Feldman (2009), menyatakan bahwa anak merupakan individu
yang berada dalam masa anak-anak pada rentang usia 3-11 tahun sedangkan Hurlock
(1980) menyebutkan anak merupakan individu yang berada dalam masa anak-anak pada
rentang usia 2-12 tahun.
23
Papalia, Olds, dan Feldman (2009), menjelaskan bahwa perkembangan anak
muncul dalam tiga ranah perkembangan yaitu perkembangan fisik, perkembangan
kognitif, serta perkembangan psikososial. Pertumbuhan tubuh dan otak, kapasitas
sensoris, keterampilan-keterampilan motorik, serta kesehatan merupakan bagian dari
perkembangan fisik, sedangkan perubahan dan stabilitas didalam kemampuan-
kemampuan mental, seperti belajar, memperhatikan, mengingat, menggunakan bahasa,
berpikir, penalaran, dan kreatifitas membentuk perkembangan kognitif, serta perubahan
dan stabilitas didalam emosi, kepribadian, dan hubungan sosial membentuk
perkembangan psikososial sehingga dukungan sosial dapat membantu orang-orang
mengatasi dampak potensial stres yang negatif pada fisik dan kesehatan mental. Ketiga
ranah perkembangan itu saling berhubungan dan memengaruhi satu sama lain.
Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980), tugas perkembangan adalah tugas-
tugas yang harus diselesaikan individu pada fase-fase atau periode kehidupan tertentu
dan apabila berhasil dicapai maka individu akan berbahagia, tetapi sebaliknya apabila
gagal individu akan kecewa dan dicela masyarakat dan perkembangan selanjutnya akan
mengalami kesulitan. Papalia, Olds, dan Feldman (2009), menyebutkan tahap
perkembangan pada masa anak-anak yang masing-masing memiliki tugas perkembangan
yang berbeda, yaitu:
1) Masa anak-anak awal
Papalia, Olds, dan Feldman (2009), menjelaskan masa anak-anak awal (3-6 tahun),
mengalami pertumbuhan fisik secara cepat namun lebih lambat dibandingkan tahun
sebelumnya. Anak mulai tampak lebih langsing dan atletis sesuai dengan bentuk tubuh
anak-anak. Pertumbuhan otot dan rangka terus terjadi sehingga membuat anak menjadi
24
lebih kuat. Peningkatan kapasitas sistem pernapasan dan sirkulasi tubuh membangun
stamina dan sejalan dengan sistem kekebalan yang berkembang, menjadikan anak lebih
sehat dari sebelumnya.
Piaget (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009), menggambarkan masa anak-anak
awal (3-6 tahun) sebagai tahap praoperasional dari perkembangan kognitif karena pada
usia ini anak belum siap untuk melakukan operasi mental yang logis. Pada tahap ini
ditandai dengan adanya perubahan yang besar dalam penggunaan pemikiran simbolis,
atau kemampuan representasi. Anak mengalami kemajuan kognitif pada penggunaan
simbol-simbol, pemahaman identitas, pemahaman sebab-akibat, kemampuan
mengklasifikasikan, pemahaman terhadap angka, rasa empati serta pemahaman
mengenai pikiran. Namun, pada masa ini anak memiliki kecenderungan untuk fokus
terhadap satu aspek dari sebuah situasi dan mengabaikan aspek-aspek lainnya atau yang
disebut dengan centration. Anak masih bersifat egosentris, yaitu ketidakmampuan untuk
mempertimbangkan sudut pandang orang lain.
Anak pada masa anak-anak awal (3-6 tahun), memilih teman bermain dan sahabat
yang mirip dengan diri anak dan dengan siapa anak memiliki pengalaman positif
sebelumnya. Persepsi diri positif atau negatif anak pada usia lima tahun cenderung dapat
meramalkan persepsi diri dan fungsi sosial emosional anak. Perkembangan psikososial
meliputi konsep diri dan pemahaman emosi yang menjadi lebih kompleks,
meningkatnya kemandirian, inisiatif dan kontrol diri, berkembangnya identitas gender,
permainan yang lebih imajinatif, elaboratif dan melibatkan orang lain, berkembangnya
sifat menolong, agresif dan ketakutan (Erikson, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Periode pekembangan yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam
tahun ini biasanya disebut dengan periode prasekolah. Selama masa ini, anak belajar
25
semakin mandiri dan menjaga diri sendiri. Anak juga mengembangkan keterampilan
kesiapan bersekolah seperti mengikuti perintah, maupun mengidentifikasi huruf. Anak
meluangkan waktu berjam-jam untuk bermain dengan teman-teman sebaya. Anak secara
umum dikatakan mengkahiri masa anak-anak awal jika telah memasuki kelas satu
sekolah dasar (Hurlock, 1980).
Adapun tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh anak pada masa anak-anak
awal oleh Havighurst (dalam Hurlock, 1980), yaitu belajar mengendalikan pembuangan
kotoran tubuh, mencapai stabilitas fisiologis, membentuk pengertian sederhana tentang
realitas fisik dan sosial, belajar kontak perasaan dengan orangtua, keluarga, dan orang
lain, belajar mengetahui mana yang benar dan yang salah serta mengembangkan kata
hati.
2) Masa anak-anak tengah
Papalia, Olds, dan Feldman (2009) menjelaskan pertumbuhan selama masa anak-
anak tengah (6-11 tahun) sangat lambat, namun anak menghasilkan perubahan yang
mengejutkan dimana pada usia enam tahun masih menjadi anak kecil sedangkan pada
usia 11 tahun banyak yang mulai menyerupai orang dewasa.
Piaget (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009), menjelaskan masa anak-anak
tengah (6-11 tahun) anak memasuki tahap operasional konkret, yang merupakan
kemampuan kognitif menggunakan berbagai operasi mental, seperti penalaran,
memecahkan masalah, berpikir konkret, berpikir dengan logis, berpikir lebih fleksibel
dan dapat mempertimbangkan banyak aspek dari situasi. Anak mampu mengklasifikasi
serta menghubungkan berbagai hal-hal konkret dan membuat kesimpulan logis. Anak
memiliki cara berpikir induktif, tidak berpusat pada diri sendiri dan dapat menerima
26
perbedaan antara sudut pandang orang lain dengan sudut pandang diri sendiri. Anak
memiliki kekhawatiran yang besar terhadap keutuhan secara fisik, menjadi sangat
sensitif terhadap segala sesuatu yang mengancam atau indikasi lain yang menyebabkan
cedera secara fisik. Anak menilai diri lebih sadar, realistis, seimbang dan komperehensif
sebagaimana membentuk sistem representasional yaitu konsep diri yang luas dan
inklusif yang mengintegrasikan berbagai aspek diri.
Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009), menyatakan bahwa faktor
penentu utama harga diri anak pada masa anak-anak tengah (6-11 tahun) adalah
pandangan mengenai kemampuan untuk pekerjaan yang produktif. Persoalan yang
diselesaikan pada masa anak-anak tengah adalah industry vs inferiority, dimana anak
harus mempelajari keterampilan produktif yang diperlukan budaya atau anak akan
menghadapi perasaan rendah diri. Anak perlu mempelajari berbagai keterampilan yang
bernilai didalam masyarakat. Anak membandingkan kemampuan diri yang dimiliki
dengan teman-teman sebaya.
Pada usia tujuh atau delapan tahun, anak menyadari perasaan sendiri, termasuk
perasaan malu dan bangga, serta memiliki ide yang lebih jelas mengenai perbedaan
antara rasa bersalah dan malu, dan emosi-emosi ini memengaruhi pendapat mengenai
diri anak (Harris, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Hurlock (1980) menjelaskan bahwa pada usia 6 - 12 tahun anak mulai mengenal
katarsis emosional, yaitu menyalurkan emosi-emosi tidak menyenangkan. Meskipun
banyak bentuk katarsis yang digunakan seperti menangis, sibuk bermain, atau tertawa
terbahak-bahak, anak akan mempelajarinya dari coba-coba dan bukan melalui
bimbingan, sehingga sebelum masa anak-anak berakhir sebagian besar anak telah
menemukan bentuk katarsis emosional yang memenuhi kebutuhan anak dan membantu
27
anak mengatasi pengendalian emosi seperti yang diharapkan oleh lingkungan atau
kelompok sosialnya.
Menurut Havighurts (dalam Hurlock, 1980), perkembangan anak usia 6 – 12 tahun
dipandang sebagai periode kritis dalam dorongan berprestasi, yaitu suatu masa dimana
anak membentuk kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses atau sangat sukses,
yang akan menetap hingga dewasa. Periode ini merupakan periode usia penyesuaian diri,
suatu masa dimana perhatian utama tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman
sebaya sebagai anggota kelompok, oleh karena itu anak ingin menyesuaikan dengan
standar yang disetujui kelompok dalam hal penampilan, berbicara dan berperilaku. Anak
mengembangkan keterampilan sosial dikelompoknya dengan cara belajar bekerja sama,
belajar bersaing, belajar menerima dan melaksanakan tanggung jawab, belajar bersikap
sportif, turut berbagi rasa dan belajar berolahraga. Periode ini juga disebut sebagai usia
kreatif, suatu masa yang menentukan apakah anak menjadi bersifat meniru atau pencipta
karya yang baru dan orisinal. Selain itu, disebut juga usia bermain dilihat dari luasnya
minat dan kegiatan bermain. Keberhasilan menyelesaikan tugas dan tanggung jawab
meningkatkan kepuasan dan rasa percaya diri. Kondisi kesehatan yang buruk
menghalangi anak beraktivitas dengan kelompok sehingga menimbulkan rasa rendah diri
dan terbelakang.
Papalia, Olds, dan Feldman (2009) menyebutkan bahwa masa anak-anak tengah
(6-11 tahun) anak secara lazim dapat mengalami enam atau tujuh serangan penyakit flu,
selesma atau virus dalam setahun karena pada usia ini bakteri melintas diantara anak-
anak di sekolah atau pada saat bermain, dengan demikian pengalaman anak dengan
penyakit meningkat begitu pula dengan pemahaman kognitif anak mengenai penyebab
kesehatan dan penyakit serta bagaimana orang lain dapat mendukung kesehatan anak.
28
Piaget (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009) juga menyebutkan bahwa sebelum masa
anak-anak tengah, anak memiliki sifat egosentris. Anak cenderung meyakini bahwa
penyakit timbul secara gaib oleh tindakan manusia, sering kali oleh tindakan anak itu
sendiri, tetapi seiring berjalannya masa anak-anak tengah, anak mulai mengembangkan
pikiran yaitu melihat bahwa terdapat banyak penyebab penyakit, seperti kontak dengan
kuman penyakit tidak langsung menyebabkan sakit, dan bahwa manusia dapat berbuat
banyak untuk menjaga kesehatannya.
Havighurst (dalam Hurlock, 1980) menyebutkan beberapa tugas perkembangan
yang harus dipenuhi pada masa anak-anak tengah, yaitu belajar memperoleh
keterampilan fisik untuk melakukan permainan seperti bermain sepak bola, loncat tali,
berenang, belajar pembentukan sikap yang sehat terhadap diri sendiri sebagai makhluk
biologis yang sedang tumbuh, belajar bersahabat dengan anak-anak sebaya, belajar
memainkan peranan sesuai dengan jenis kelaminnya, mengembangkan dasar-dasar
kecakapan membaca, menulis, dan berhitung, mengembangkan pengertian-pengertian
yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, mengembangkan kata hati moralitas,
mengembangkan skala nilai-nilai terhadap sesuatu, belajar membebaskan
ketergantungan diri atau memperoleh kebebasan yang bersifat pribadi, mengembangkan
sikap yang positif terhadap kelompok sosial dan lembaga-lembaga.
Berdasar pada penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan
anak berada pada rentang usia 2-12 tahun yang memiliki tugas perkembangan masing-
masing pada ke-tiga ranah perkembangan yaitu perkembangan fisik, perkembangan
kognitif, serta perkembangan sosial.
29
b. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
1) Definisi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang,
ditandai dengan proliferasi sel-sel darah putih serta gangguan pengaturan leukosit
dengan manisfestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi (Permono, Sutaryo,
Ugrasena, Windiastuti, & Abdulsalam, 2010).
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal,
dimana sel-sel yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah
menjadi ganas dan dengan segera menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang
(Supandiman, 1997). Leukemia limfoblastik akut disebabkan oleh akumulasi limfoblas di
sumsum tulang dan merupakan keganasan tersering pada anak. Leukemia limfoblastik
akut menggambarkan infiltrasi sel leukemia ke sumsum tulang (Hoffbrand & Moss,
2011).
Leukemia limfoblastik akut merupakan keganasan sel yang dapat timbul baik pada
sel-B, yaitu sel membuat antibody atau pada sel-T, yaitu sel yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan tubuh. Leukemia sel-B lebih sering terjadi daripada leukemia sel-
T dan merupakan bentuk leukemia paling umum pada anak-anak (Hoffbrand & Moss,
2011).
Berdasarkan definisi leukemia limfoblastik akut yang telah dipaparkan diatas,
disimpulkan bahwa leukemia limfoblastik akut merupakan penyakit keganasan sel darah
yang berakibat fatal dan paling sering ditemui pada anak.
30
2) Etiologi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Bagaimana persisnya mutasi genetik berakumulasi pada keganasan darah belum
sepenuhnya diketahui (Hoffbrand & Moss, 2011). Sampai saat ini belum diketahui apa
yang menjadi penyebab terjadinya leukemia pada manusia khususnya anak, namun ada
beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian leukemia. Hoffbrand dan
Moss (2011) menyebutkan latar belakang genetik dan pengaruh lingkungan yang
meliputi bahan kimia, obat-obatan, radiasi, infeksi, virus, bakteri, protozoa, konsumsi
alkohol, riwayat reproduksi, tingkat ekonomi, serta down syndrome merupakan beberapa
faktor risiko yang berhubungan dengan terjadinya leukemia.
3) Gambaran Klinis Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Gambaran klinis leukemia limfoblastik akut (LLA) sangat bervariasi, tetapi pada
umumnya timbul secara cepat yaitu dalam beberapa hari sampai minggu. Gambaran
klinis LLA dapat dilihat pada (Hoffbrand & Moss, 2011):
a) Kegagalan sumsum tulang seperti anemia yang menyebabkan pucat, letargi,
dyspnea, mudah lelah, neutropenia sebagai penyebab terjadinya demam, malaise,
gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, perianal atau bagian
lain, serta syok septik, serta trombositopenia menimbulkan kondisi mudah memar,
purpura, gusi berdarah dan menoragia. Apabila kadar trombosit sangat rendah,
pendarahan dapat terjadi dengan sangat spontan.
b) Infiltrasi organ seperti nyeri tulang, keringat malam, limfadenopati, splenomegaly
moderat, hepatomegaly, sindrom meningen (nyeri kepala, mual, muntah,
penglihatan kabur, dan diplopia), papilledema, pendarahan pada fundus, demam,
pembengkakan testis, kelainan kulit
31
c) Gejala lain seperti leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala dan gangguan
visual, leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhypnea, ronchi dan
adanya infiltrasi pada foto rontgen, hiperurikemia yang dapat bermanifestasi
sebagai arthritis gout dan batu ginjal, sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum
terapi, terutama pada LLA. Tetapi sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat
kemoterapi.
Menurut Supandiman (1997), gambaran klinis pada anak ditandai dengan suhu
tubuh meningkat secara mendadak, pucat, memar dikulit, nyeri tulang, lemah, berat
badan yang tidak bertambah atau nafsu makan yang sangat menurun, terkadang
mengalami epistaksis atau pendarahan gusi, tachycardia, serta dapat terjadi pendarahan
otak yang berakibat kematian mendadak.
Sel kanker yang mencapai sistem ekstramedular menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, sakit kepala, mual, muntah, edema pupil, kelesuan dan nerve palsy
bilateral. Infiltrasi sel kanker ke kelenjar timus diatas dada menyebabkan kompresi
saluran napas, batuk serta sesak napas. Pembengkakan pada kepala, leher dan lengan
akibat kompresi pembuluh darah disebut juga sindrom vena kava superior.
Trombositopenia menyebabkan pendarahan retina atau pendarahan intrakranial,
terutama pada anak dengan LLA dengan hiperleukositosis atau sindrom leukositosis.
Hiperleukositosis dalam sirkulasi mikro mengganggu sirkulasi intravaskuler,
mengakibatkan hiposekmia lokal, kerusakan endotel, pendarahan dan infark, terutama
pada sistem saraf pusat dan paru-paru (Longe, 2005). Longe (2005) juga menyatakan
bahwa sejak awal diagnosa sampai masa menjalani terapi, anak dengan LLA mengalami
efek samping fisik yang tidak menyenangkan seperti mual, muntah, mukositis,
pendarahan dan infeksi.
32
Berdasar pada penjelasan gambaran klinis leukemia limfoblastik akut diatas maka
gambaran klinis leukemia limfoblastik akut meliputi kegagalan sumsum tulang, infiltrasi
organ, dan gejala lainnya.
4) Terapi Pengobatan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Pengobatan pada pasien leukemia adalah untuk mengeradikasi sel-sel klonal
leukemik dan untuk memulihkan hematopoiesis normal didalam sumsum tulang.
Survival jangka panjang hanya didapatkan pada pasien yang mencapai remisi komplet.
(Permono, dkk. 2010). Menurut Hoffbrand dan Moss (2011), terapi pada LLA dapat
dengan sederhana dibagi menjadi terapi pendukung umum dan terapi khusus, yaitu:
a) Terapi Pendukung Umum
i. Pemasangan katerer vena sentral
ii. Pemberian komponen darah
iii. Terapi homeostasis
iv. Terapi antiemetic
v. Sindrom lisis tumor
vi. Terapi psikologis
vii. Terapi nutrisi
viii. Penanganan nyeri
ix. Pencegahan dan pengobatan infeksi (bakteri, virus, jamur)
Penanganan ini tidak kalah pentingnya dari pengobatan spesifik, dan
penanganan ini sebaiknya dilakukan sebelum dan selama pemakaian sitostatika. Pada
kunjungan awal penderita biasanya datang dengan anemia dan suhu badan yang
tinggi. Usaha pertama yang harus dilakukan adalah menaikkan kadar hemoglobin
33
dengan pemberian transfusi darah. Suhu badan yang tinggi umumnya dianggap
disebabkan oleh infeksi. Selama mencari penyebab tingginya suhu badan, antibiotika
spektrum luas dengan dosis tinggi dapat diberikan kepada pasien. Pencegahan
terhadap infeksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya yang termudah
adalah memberikan pengertian pada penderita dan keluarganya agar selalu mencuci
tangan, mandi setiap hari dan menghindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
Selama dalam tahap pengobatan induksi dan intensifikasi pasien menghindari makan
buah atau sayur yang mentah maupun makanan lain yang tidak dipasteurisasi (Rivera,
dkk, 2003)
b) Terapi Khusus
Kemoterapi dan terkadang radioterapi merupakan terapi khusus untuk LLA dan
protokol pengobatan sangatlah kompleks. Pengobatan spesifik menggunakan obat-
obat sitostatika dengan tujuan membasmi sel-sel leukemia. Pengobatan LLA meliputi
beberapa tahapan yaitu tahap induksi remisi, tahap konsolidasi atau intensifikasi,
tahap pengobatan sususan saraf pusat dan tahap rumatan atau lanjutan. Semua anak
dengan LLA mendapat pengobatan dalam jangka waktu dua hingga tiga tahun, dengan
perkecualian pada leukemia sel B matur hanya memerlukan terapi jangka pendek
namun intensif (Hoffbrand & Moss, 2011). Berikut penjelasan singkat mengenai
tahapan pengobatan LLA:
i. Induksi Remisi
Dalam tahap ini sitostatika diberikan dengan tujuan memusnahkan
semua atau sebanyak mungkin sel leukemia agar terjadi remisi, yaitu terjadi
penurunan jumlah sel-sel leukemia sampai tidak terdeteksi secara klinis
maupun laboratorium (limfoblas sumsum tulang < 5%) yang ditandai dengan
34
hilangnya gejala klinis dari penyakit serta gambaran darah tepi menjadi normal
(Poplac dkk, 2000). Pengobatan pada fase ini biasanya berlangsung sekitar
enam minggu dengan angka remisi rata-rata 97%. Remisi dianggap berhasil bila
secara klinis penderita membaik, keadaan hematologis kembali normal dan
pada pemeriksaan aspirasi sumsum tulang (bone marrow aspiration – BMA)
didapatkan keadaan normoseluler dengan sel blas kurang dari 5% (Sutaryo,
Sumadiono, Suhadi, dkk 1999).
ii. Konsolidasi atau Intensifikasi
Segera setelah penderita mengalami pemulihan baik klinis maupun
laboratoris dan mencapai remisi komplet, terapi tahap intensifikasi dapat
dimulai. Hal ini dilakukan atas dasar penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa apabila terapi dihentikan setelah induksi remisi maka segera terjadi
kambuh. Tujuan dari tahap ini adalah menurunkan keberadaan dan
menghilangkan sel pokok (stem cell) leukemia (Sutaryo, Sumadiono, Suhadi,
dkk 1999).
iii. Pengobatan Susunan Saraf Pusat
Apabila terapi pencegahan pada susunan saraf pusat tidak dilakukan
pada pengobatan LLA maka lebih dari 40% anak akan mengalami kambuh
susunan saraf pusat (Poplac dkk, 2000).
iv. Rumatan atau Lanjutan
Tidak seperti keganasan lain, pada LLA diperlukan waktu yang panjang
untuk mempertahankan kesembuhan. Hal ini dilakukan untuk membunuh sel
blas dan memelihara sel sumsum tulang yang normal disamping untuk
mempertahankan respons imun penderita. Pada umumnya pengobatan ini
35
berlangsung selama dua sampai tiga tahun. Obat-obatan yang dipakai biasanya
antimetabolite yang diberikan setiap hari disertai metotreksat dosis mingguan.
Pemberian prednisone dan vinkristin juga sering diberikan karena membantu
menurunkan angka kambuh (Poplac dkk, 2000).
Berdasarkan pengalaman dan penelitian terdahulu dikatakan bahwa
setelah pengobatan rumatan (lanjutan) selama dua tahun, kemoterapi dapat
dihentikan apabila setelah pengobatan rumatan (lanjutan) penderita tidak
pernah kambuh. Bila setelah itu penderita tetap dalam keadaan remisi selama 4-
5 tahun maka dapat dinyatakan sembuh. Tidak selalu pengobatan dapat berhasil
sepenuhnya karena dalam tahap pengobatan rumatan atau setelah terapi
dihentikan leukemia dapat kambuh. Bila hal ini terjadi maka pengobatan harus
dimulai lagi dari tahap awal (Sutaryo, Sumadiono, Suhadi, dkk 1999).
Berdasar pada penjelasan mengenai terapi pengobatan leukemia limfoblastik akut
maka terapi pengobatan leukemia limfoblastik akut terdiri dari terapi pendukung umum
dan terapi khusus.
5) Efek Samping Terapi Pengobatan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Mia, Ugrasena dan Permono (2006) menerangkan bahwa nafsu makan dapat
menurun akibat terapi LLA pada anak. Mual serta muntah merupakan efek samping yang
disebabkan oleh kemoterapi dan radioterapi, terutama oleh kemoterapi. LLA
menimbulkan keterbatasan pada aktivitas sehari-hari anak. Hal ini disebabkan karena
pengaruh penyakit serta efek samping pengobatan (James & Ashwill, 2007). Efek
samping pemberian sitarabin menyebabkan mialgia, nyeri tulang dan sendi (Mia,
Ugrasena, & Permono, 2006).
36
Hasil penelitian case control yang dilakukan oleh Noll, dkk (1999) pada anak
penderita kanker dan bukan penderita kanker, ditemukan bahwa anak dengan kanker
secara signifikan memiliki kemampuan olah fisik yang lebih rendah dari pada anak
normal. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya aktivitas dan bermain anak.
Hockenberry dan Wilson (2009) berpendapat bahwa aktivitas dan bermain pada anak
merupakan bagian dari ekplorasi lingkungan yang dapat mengembangkan kemampuan
anak. Bermain bagi anak berfungsi untuk meningkatkan perkembangan sensorimotorik,
intelektual, sosialisasi, kreativitas, kesadaran diri dan nilai moral.
Kemoterapi sangat berperan karena berhasil meningkatkan angka kesembuhan
anak dengan penyakit kanker. Efek samping umum kemoterapi adalah anemia, pucat,
kelelahan, sesak napas, pendarahan, memar, meningkatkan risiko infeksi, mual, muntah
dan sindrom lisis. Faktor yang menentukan pengobatan mencakup usia, jenis kelamin,
dan jumlah sel darah putih. Pada beberapa penyakit diharapkan dapat memusnahkan
tumor secara menyeluruh dan secara perlahan meningkatkan derajat pengobatan untuk
keganasan hematologi (Hoffbrand & Moss, 2011).
Efek samping pengobatan LLA pada anak juga menimbulkan perubahan pada
penampilan fisik anak berupa moon face dan alopesia. Moon face merupakan efek
samping dari pengobatan steroid yang menyertai kemoterapi. Moon face disebabkan
karena peningkatan deposit lemak yang abnormal pada wajah. Selain pada wajah, juga
terjadi penimbunan lemak pada daerah supraklavikular dan belakang leher serta
pengecilan ukuran ekstremitas. Alopesia juga merupakan efek samping yang dapat
ditimbulkan akibat pemberian kemoterapi pada anak. Alopesia merupakan efek samping
dari pemberian kemoterapi adriamisin (Mia, Ugrasena, & Permono, 2006). Anak dapat
mengalami kemunduran psikososial karena takut akan penampilannya atau kemampuan
37
fisiknya sehingga hal ini dapat memengaruhi perkembangan interaksi sosial dan
kemandirian anak (James & Ashwill, 2007). Perubahan emosi, mulai dari perasaan baik,
euforia sampai depresi dan iritabilitas juga sering terjadi pada anak setelah pemberian
terapi steroid (Hockenberry & Wilson, 2009).
Berdasar pada penjelasan mengenai efek samping terapi pengobatan leukemia
limfoblastik akut, maka beberapa efek samping terapi pengobatan leukemia limfoblastik
akut yaitu menurunnya nafsu makan, mual, muntah, myalgia, nyeri tulang dan sendi,
kemampuan fisik lebih rendah dari anak normal, pucat, kelelahan, sesak napas, moon
face dan juga alopesia.
B. Perspektif Teoretis
Perspektif teoretis dalam penelitian ini dilatarbelakangi oleh kondisi anak yang
menderita leukemia limfoblastik akut (LLA), yang sedang menjalani terapi pengobatan.
Leukemia limfoblastik akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, yaitu sel-sel
yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan
segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang (Supandiman, 1997).
Terapi pengobatan pada LLA dilakukan dalam jangka waktu yang lama, yaitu sekitar dua
sampai tiga tahun (Jones dalam Faozi, 2010). Selain itu, pengobatan anak dengan LLA
dilakukan dengan berbagai prosedur terapi, seperti terapi pendukung umum dan terapi khusus
dimana terdiri dari empat tahap terapi pengobatan (Hoffbrand & Moss, 2011). Pengobatan
LLA pada anak menimbulkan berbagai efek samping yang dapat memengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak (Mia, Ugrasena, & Permono, 2006).
Anak memiliki tugas perkembangan yang diharapkan dapat dipenuhi selama masa anak-
anak. Anak membutuhkan situasi dan kondisi fisik, psikologis dan sosial yang baik untuk
38
memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan tugas perkembangan, baik dalam ranah
perkembangan fisik, kognitif, maupun psikososialnya (Papalia, Olds, & Feldman, 2009).
Kondisi anak dengan LLA baik yang dimunculkan oleh gejala klinis maupun prosedur
terapi dengan efek sampingnya, dapat memunculkan tekanan pada aspek fisiologis maupun
aspek psikologis anak. Seperti misalnya anak mengalami lemah, pegal, pusing, sakit, nafsu
makan menurun, mual, muntah, tidak betah dengan kondisi lingkungan yang kurang
menyenangkan, tidak ada kegiatan, menolak tindakan terapi, takut akan kelumpuhan, sedih
karena ingin sekolah, merasa khawatir, aktivitas yang dibatasi, dan juga kondisi tidak
diperbolehkan bermain. Kondisi ini mendorong anak untuk mampu melewati tekanan yaitu
dengan melakukan strategi coping. Friedman (1998) mengatakan bahwa strategi coping
merupakan perilaku atau proses untuk adaptasi dalam menghadapi tekanan atau ancaman.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Gamayanti (2006), dikatakan bahwa anak yang
memiliki coping yang baik akan meningkatkan kelancaran proses terapi serta memberikan
pengaruh terhadap perkembangan anak setelah sembuh. Didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh Widianti, Suryani, dan Puspasari (2010), strategi coping positif yang dilakukan
oleh anak penderita kanker akan memberikan dampak positif bagi anak seperti anak lebih
mampu bekerjasama selama menjalani terapi pengobatan, sehingga strategi coping positif
penting untuk dipertahankan oleh anak. Sedangkan sebaliknya strategi coping negatif
memberikan dampak negatif bagi anak seperti anak cenderung menolak mengonsumsi obat,
sehingga strategi coping negatif penting untuk dihilangkan ataupun digantikan dengan strategi
coping positif.
Terdapat 22 bentuk strategi coping yang dapat dilakukan oleh anak menurut Lazarus dan
Folkman (1984), Skinner et al (dalam Sarafino & Smith, 2011) dan Carver, Scheier, dan
Weintraub (1898), yaitu planful problem solving (termasuk didalamnya information seeking,
39
restraint coping), assistance seeking, accepting responsibility, avoidance, self-control, positive
reappraisal (termasuk didalamnya reinterpretation, seeking meaning, distancing), humor,
emotional approach (termasuk didalamnya confrontive assertion, discharge, venting, worry,
instrusive thoughts), behavioral disengagement, increased activity (termasuk didalamnya
physical exercise), direct action, self critism, logical analysis, wishful thinking, hiding
feelings, religion, denial, resigned acceptance, substance use, distraction, suppression of
competing, dan mental disengagement.
Pada penelitian ini, akan difokuskan pada anak dengan LLA yang sedang menjalani
terapi pengobatan sehingga dapat dilihat bagaimana gambaran strategi coping yang dilakukan
oleh anak.
40
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian
C. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran strategi
coping yang mampu dilakukan anak dengan leukemia limfoblastik akut dalam menjalani terapi
pengobatan?
KETERANGAN :
: latar belakang yang menjadi fokus penelitian
: latar belakang tetapi tidak menjadi fokus penelitian
: pertanyaan penelitian
: menghasilkan
: bagian
ANAK DENGAN LLA
STRATEGI
COPING
Situasi lingkungan
pengobatan anak dan
kondisi anak selama
menjalani terapi
pengobatan LLA
Karakteristik:
a. Mengalami
kelainan sumsum
tulang belakang
b. Mengalami
infiltrasi organ
c. Mengalami
kerontokan
rambut
d. Mempengaruhi
kemampuan
berprestasi
Terapi Pengobatan:
a. Kompleks
b. Dalam jangka
waktu minimal
2-3 tahun
c. Intensif di rumah
sakit
41
4
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2004), metodologi kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Moleong (2004) mengemukakan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami fenomena
suatu pengalaman subjek penelitian dengan segala kompleksitasnya sebagai makhluk
subjektif, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, yang secara holistik dideskripsikan
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Bogdan dan Biklen (dalam Sugiyono, 2014) memaparkan bahwa penelitian kualitatif
dilakukan pada kondisi yang alamiah yaitu langsung ke sumber data dan peneliti adalah
instrumen kunci, serta penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, tidak menekankan pada
angka, produk atau outcome melainkan lebih menekankan pada proses. Selain itu, penelitian
kualitatif lebih menekankan makna, yaitu data yang sebenarnya, data pasti yang merupakan
suatu nilai dibalik data yang tampak dan pada penelitian kualitatif melakukan analisis data
secara induktif. Penelitian kualitatif tidak dimulai dengan mengajukan hipotesis dan kemudian
menguji kebenarannya (berfikir deduktif), melainkan bergerak dari bawah dengan
mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang suatu hal, lalu dicari pola-pola, hukum,
prinsip-prinsip dan akhirnya menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan.
42
Berdasarkan definisi diatas, maka penelitian kualitatif sesuai untuk mengetahui
gambaran strategi coping anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) dalam menjalani
terapi pengobatan. Strategi coping adalah hal yang bersifat subjektif yang dapat dirasakan
berbeda antara satu individu dengan individu lain, sehingga diharapkan peneliti memperoleh
gambaran secara komprehensif dan mendalam, serta memahami anak dengan segala
kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain penelitian
studi kasus. Studi kasus merupakan penyelidikan mendalam (indepth study) mengenai suatu
unit sosial sehingga menghasilkan gambaran yang terorganisasikan dengan baik dan lengkap
mengenai unit sosial tersebut. Cakupan studi kasus dapat meliputi keseluruhan siklus
kehidupan atau dapat pula meliputi segmen-segmen tertentu, dapat terpusat pada beberapa
faktor yang spesifik dan dapat pula memperhatikan keseluruhan elemen atau peristiwa
(Azwar, 2010). Basuki (2006) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan kajian mendalam
tentang peristiwa, lingkungan dan situasi tertentu yang memungkinkan mengungkapkan atau
memahami suatu hal. Dengan demikian studi kasus memiliki keunggulan untuk menjawab
pertanyaan penelitian yaitu bagaimana gambaran strategi coping yang mampu dilakukan anak
dengan LLA dalam menjalani terapi pengobatan. Desain studi kasus digunakan dalam
penelitian ini juga sesuai berdasarkan pendapat Yin (2009), bahwa studi kasus digunakan
ketika:
1) Konteks penelitian bersifat khusus. Penelitian ini memiliki konteks khusus yaitu
anak dengan LLA yang sedang menjalani terapi pengobatan di Ruang Pudak
RSUP Sanglah Denpasar-Bali.
2) Fokus dari penelitian adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana” dan
“mengapa”. Seperti yang telah dipaparkan bab sebelumnya pada poin pertanyaan
43
penelitian, penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan “Bagaimana
gambaran strategi coping yang mampu dilakukan anak dengan LLA yang sedang
menjalani terapi pengobatan”.
3) Manipulasi tidak dapat dilakukan terhadap variabel atau perilaku yang dilibatkan
dalam penelitian ini. Penelitian ini tidak menggunakan manipulasi terhadap
variabel apapun terhadap subjek penelitian karena keinginan peneliti untuk
mendapatkan hasil yang memang murni berdasarkan pendapat, cara pandang dan
tingkah laku subjek penelitian dan juga responden.
B. Unit Analisis
Unit analisis dalam pendekatan studi kasus dapat berupa kasus pada sebuah organisasi,
sekumpulan orang, sebuah komunitas, seorang pasien atau klien, sebuah intervensi, sebuah
sekolah, bahkan suatu negara atau pemerintahan (Willig, 2008). Baxter dan Jack (2008)
menyampaikan bahwa unit analisis dalam sebuah penelitian kualitatif dapat ditentukan setelah
membuat pertanyaan mengenai apa yang ingin peneliti temukan dalam pelaksanaan penelitian.
Pertanyaan penelitian yang ingin peneliti jawab dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
gambaran strategi coping yang mampu dilakukan anak dengan leukemia limfoblastik akut
dalam menjalani terapi pengobatan”.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah kelompok yang berfokus pada gambaran
strategi coping yang dimiliki oleh anak dengan LLA dalam menjalani terapi pengobatan.
44
C. Subjek dan Tempat Penelitian
Teknik yang digunakan untuk penentuan subjek dan responden dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2014). Selain itu, penentuan subjek
berdasarkan tujuan (purposive sampling) dimaksudkan bahwa peneliti memilih subjek dan
responden yang mempunyai pengetahuan dan informasi tentang fenomena yang sedang
diteliti, serta sesuai dengan kategori penelitian (Iskandar, 2009). Adapun karakteristik subjek
yang akan menjadi pertimbangan dalam proses pengambilan data adalah sebagai berikut:
1) Anak (usia 2-12 tahun) dengan diagnosa LLA.
2) Sedang menjalani terapi pengobatan LLA.
Responden dalam penelitian ini akan dipilih pihak-pihak yang merupakan significant
other yang merawat langsung subjek selama sakit, yaitu:
1) Ibu dari subjek penelitian.
Tempat Penelitian akan disesuaikan dengan tempat dimana subjek menjalani terapi
pengobatan, yaitu Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar-Bali.
D. Teknik Penggalian Data
Menurut Sugiyono (2014), penggalian data dapat dilakukan dalam berbagai setting,
sumber dan cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah
(natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai
subjek, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain. Pada penelitian ini, data akan
diambil pada setting alamiah yang bertujuan untuk mengurangi bias yang akan mungkin
terjadi.
45
Penggalian atau pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan
menggunakan beberapa teknik, yaitu:
1. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dimana pewawancara (peneliti)
dalam mengumpulkan data mengajukan suatu pertanyaan kepada yang diwawancarai
(Sugiyono, 2014).
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview) berupa
wawancara semi terstruktur. Menurut Sugiyono (2014), wawancara semi terstruktur pada
pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari
wawancara semi terstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dengan meminta pendapat ataupun ide-ide dari narasumber. Selain itu metode wawancara
ini dipilih peneliti untuk mendapatkan jawaban lebih mendalam dari sumber data sehingga
data yang diperoleh akan semakin kaya.
Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan bantuan pedoman wawancara
untuk memudahkan dan memfokuskan pertanyaan yang akan diutarakan. Peneliti juga
menggunakan alat bantu rekam untuk memudahkan dalam proses pengolahan data.
2. Observasi
Moleong (2004) menyebutkan bahwa alasan secara metodologis pada penggunaan
observasi ialah observasi mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,
kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya, observasi
memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian,
observasi memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek,
46
serta observasi memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik
dari pihak pengamat maupun dari pihak subjek.
Observasi dapat diklasifikasikan menjadi observasi partisipan dan observasi non-
partisipan, serta observasi terbuka dan observasi tertutup (Moleong, 2004). Pada penelitian
ini teknik observasi yang digunakan adalah observasi non-partisipan dan observasi terbuka.
Observasi non-partisipan adalah observasi dimana peneliti tidak terlibat langsung dengan
aktivitas orang-orang yang sedang diamati, melainkan hanya sebagai pengamat (Moleong,
2004). Observasi secara terbuka adalah observasi yang diketahui oleh subjek, subjek
dengan sukarela memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa
yang terjadi, dan subjek menyadari bahwa ada orang yang mengamati hal yang dilakukan
oleh subjek (Moleong, 2004). Sehingga, peneliti tidak harus mengikuti semua rangkaian
prosedur terapi pengobatan pada subjek LLA melainkan hanya sebagai pengamat, dan sejak
awal subjek mengetahui aktivitas yang dilakukan peneliti selama proses observasi.
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat berupa tulisan
(catatan harian, sejarah kehidupan, cerita, biografi, peraturan, kebijakan), gambar (foto,
gambar hidup, sketsa) atau karya-karya monumental dari seseorang (karya seni, patung,
film, lukisan). Dalam penelitian kualitatif, studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara, dimana hasil penelitian dari observasi atau
wawancara akan lebih kredibel apabila didukung oleh sejarah pribadi kehidupan, maupun
situasi subjek saat ini (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini, hal yang dimungkinkan
menjadi dokumentasi adalah seperti protokol terapi pengobatan, hasil pemeriksaan sebagai
pasien LLA, catatan harian, dan foto subjek.
47
Dalam penelitian kualitatif, peneliti mengandalkan observasi dan wawancara dalam
proses penggalian data selama di lapangan, oleh karena itu peneliti juga menggunakan
catatan lapangan (field note). Menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2004), catatan
lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan
dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif.
Proses pembuatan catatan lapangan dilakukan setiap kali selesai mengadakan observasi
atau wawancara, tidak boleh dilalaikan karena akan tercampur dengan informasi lain dan
ingatan seseorang itu sifatnya terbatas (Moleong, 2004).
E. Teknik Pengorganisasian Data
Adapun pengorganisasian data yang peneliti lakukan dalam rangka melakukan penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut:
1) Peneliti datang ke lokasi pengambilan data dengan membawa panduan wawancara dan
lembar observasi yang telah disiapkan sebelumnya. Pengambilan data selanjutnya
dilakukan berupa wawancara, observasi maupun dokumentasi.
2) Selama proses pengambilan data, peneliti akan menggunakan bantuan kamera
handphone untuk memotret aktivitas subjek, kemudian menggunakan alat perekam
suara dalam merekam wawancara bersama responden. Peneliti juga membawa alat
manual seperti buku catatan dan ATK (sesuai kebutuhan).
3) Untuk seluruh kebutuhan data-data penelitian, peneliti akan membuat satu folder yang
bernama “SKRIPSI” di flashdisk peneliti kemudian setelah setiap selesai pengerjaan
akan langsung dipindahkan ke local disk laptop peneliti. Dari folder utama tersebut
akan dibuatkan folder-folder khusus yang akan memisahkan bagian-bagian data
48
seperti folder “referensi”, “verbatim, audio, field note”, dan “others”. Demi mencegah
hal yang tidak diinginkan, peneliti akan membuat backup data dengan bantuan fitur
google drive yang telah peneliti miliki.
4) Setiap selesai mengambil data, peneliti akan memindahkan hasil data yang diperoleh di
lapangan baik berupa audio maupun foto ke laptop, lalu peneliti akan memasukkan
data mentah tersebut ke folder “verbatim, audio, field note” yang telah peneliti siapkan
di folder “SKRIPSI” di local disk laptop. Setelah itu peneliti akan memberikan nama
file sebagai kode pada masing-masing data.
5) Data audio sebagai hasil wawancara yang sudah dipindahkan ke laptop akan
didengarkan kembali oleh peneliti yang kemudian akan dibuatkan verbatim. File
verbatim akan disimpan ke dalam folder “SKRIPSI” pada subfolder “verbatim, audio,
field note” dan diberi kode (nama file) pada masing-masing data.
6) Data hasil observasi yang masih berupa field note lapangan (tulisan tangan pada
lembar observasi) akan disalin oleh peneliti dalam bentuk Microsoft Word dan
disimpan pada folder “SKRIPSI” pada subfolder “verbatim, audio, field note” dan
diberi kode (nama file) pada masing-masing data.
7) Lembar observasi, field note wawancara saat dilapangan, lembar wawancara, buku
catatan, surat ijin, name tag, dan hard copy proposal skripsi (segala berkas yang
berhubungan dengan penelitian skripsi) akan disimpan oleh peneliti pada map plastik
bening.
49
F. Teknik Analisis Data
Nasution (dalam Sugiyono, 2014) menyatakan bahwa analisis telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus
sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.
Pada saat dilakukan wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang
diwawancarai. Bila setelah dianalisis, jawaban yang diwawancarai dianggap belum cukup,
maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan kembali sampai diperoleh data yang cukup dan
kredibel.
Bogdan (dalam Sugiyono, 2012) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari
dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada
orang lain. Untuk menyajikan data agar lebih bermakna dan mudah dipahami, langkah analisis
data yang peneliti gunakan adalah dengan pengkodean. Strauss dan Corbin (2009) mengatakan
bahwa pengkodean merupakan proses penguraian data, pengkonsepan, dan penyusunan
kembali dengan cara baru. Adapun pengkodean yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengkodean yang dikembangkan oleh Strauss dan Corbin (2009), sebagai berikut:
1. Pengkodean terbuka (open coding)
Proses ini merupakan proses awal untuk memberikan kode-kode pada seluruh teks,
baik yang berasal dari verbatim wawancara maupun fieldnote. Setiap respon jawaban dan
tingkah laku yang diberikan oleh subjek maupun responden akan diberikan kode-kode
sesuai dengan perkataan atau jawaban subjek. Teknik ini dinamakan dengan in-
vivocoding, yang mana peneliti memberikan kode murni sesuai dengan respon jawaban
subjek atau responden dengan meminimalisir intepretasi dan pengantian kalimat
50
subjek atau responden untuk menjadi sebuah kode data. Proses ini berlaku pada seluruh
subjek dan responden penelitian, dan menghasilkan masing-masing sistem koding yang
dibuat terpisah antara subjek pertama dan subjek kedua. Adapun prosedur dalam
tahap pengkodean ini, yaitu:
a. Pelabelan fenomena
Memberikan label atau kode-kode guna mengkonsepkan data terhadap seluruh
fenomena hasil temuan yang berasal dari pengamatan maupun wawancara.
b. Penemuan kategori
Jika telah mendapatkan label dari fenomena, dilakukan pengkategorian yaitu proses
pengelompokkan konsep yang sementara dianggap berhubungan dengan fenomena
yang sama.
c. Penamaan kategori
Pemberian nama terhadap kategori-kategori yang telah ditemukan sebelumnya, agar
peneliti dapat mengingat, membahas dan mengembangkan secara analitik.
2. Pengkodean berporos (axial coding)
Pengkodean berporos adalah seperangkat prosedur penempatan data kembali dengan
cara-cara baru setelah pengkodean berbuka, yaitu membuat kaitan antar-kategori. Hal
tersebut dilakukan dengan memanfaatkan paradigma pengkodean yang mencakup kondisi,
konteks, strategi aksi atau interaksi, dan konsekuensi. Hasil dari axial coding ini yang
kemudian disebut tema-tema penelitian.
3. Pengkodean berpilih (selective coding)
Proses pemilihan kategori inti yang mana di dalamnya berupa pengaitan kategori inti
terhadap kategori lainnya secara sistematis, pengabsahan hubungan, dan mengganti
kategori yang perlu diperbaiki dan dikembangkan lebih lanjut.
51
G. Kredibilitas Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, temuan dapat dikatakan valid apabila tidak ada perbedaan
antara data yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang
diteliti. Tetapi perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif
tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada konstruksi manusia, dibentuk dalam
diri seseorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakangnya
(Sugiyono, 2014).
Terdapat beberapa macam cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan terhadap
data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan,
peningkatan ketekunan dalam penelitian, teknik triangulasi data, menggunakan bahan
referensi, analisis kasus negatif, dan membercheck (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini,
teknik pengujian kredibilitas penelitian menggunakan cara:
1) Peningkatan ketekunan dalam penelitian, yaitu melakukan pengamatan secara lebih
cermat dan berkesinambungan, sehingga kepastian data dan urutan peristiwa akan
dapat direkam secara sistematis dan pasti. Hal tersebut peneliti lakukan dengan
melaksanakan proses pengambilan data baik wawancara maupun observasi lebih dari
satu kali pertemuan dengan subjek penelitian.
2) Triangulasi, yaitu berupa pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara
dan waktu. Triangulasi sumber yang akan peneliti lakukan dengan mengumpulkan
data yang diperoleh dari subjek penelitian (anak dengan LLA) dan responden penelitian
(significant others yaitu yang merawat anak selama sakit). Triangulasi teknik dapat
dilakukan dengan menguji kredibilitas data dengan mengecek data kepada sumber
52
yang sama dengan teknik yang berbeda. Pada trianggulasi teknik, peneliti akan
melakukan observasi kemudian dicek dengan wawancara. Triangulasi waktu akan
dilakukan pengecekan dengan observasi dan wawancara dalam waktu atau situasi yang
berbeda.
3) Diskusi rekan sejawat, teknik ini dilakukan dengan melaporkan hasil sementara atau
hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk analitik dengan dosen pembimbing dan
rekan-rekan sesama peneliti kualitatif.
H. Isu Etik
Dalam pelaksanaan pengambilan data penelitian, peneliti berpedoman dengan kode etik
penelitian dan publikasi Psikologi Indonesia (Himpsi, 2010). Peneliti menyusun dan
menuliskan rencana penelitian sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh pihak-pihak lain
yang berkepentingan. Peneliti membuat desain penelitian, melaksanakan, melaporkan hasil
yang disusun sesuai dengan standar atau kompetensi ilmiah dan etika penelitian. Adapun hal-
hal yang perhatikan dalam penelitian ini adalah:
1) Peneliti bertanggungjawab atas pelaksanaan dan hasil penelitian yang dilakukan, serta
memberi perlindungan terhadap hak dan kesejahteraan subjek maupun responden
penelitian atau pihak-pihak terkait.
2) Peneliti memenuhi izin penelitian dari instansi terkait yaitu RSUP Sanglah sehinngga
diperkenankan untuk melakukan penelitian.
3) Diperolehnya persetujuan dan kesediaan subjek maupun responden penelitian sebagai
partisipan penelitian, yang dilakukan bersifat sukarela sehingga memungkinkan
pengunduran diri maupun penolakan.
53
4) Partisipan menyatakan kesediaannya dalam bentuk tertulis pada informed consent yang
telah disiapkan oleh peneliti. Informed consent berisikan informasi yang jelas
mengenai tujuan penelitian, jangka waktu dan prosedur, keuntungan yang dapat
peneliti berikan kepada partisipan, dan konsekuensi yang mungkin didapat selama
pengambilan data penelitian.
5) Hasil yang diperoleh tidak direkayasa dan dipublikasikan dalam bentuk original, serta
peneliti tidak menyembunyikan data yang mendasari kesimpulan setelah hasil
penelitian diterbitkan.
54
5
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Orientasi Kancah
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2015 hingga bulan April 2016 dengan
beberapa pertemuan yang telah dilakukan bersama kedua subjek dan kedua responden.
Penelitian diawali dengan menentukan tema kajian penelitian yang dilakukan melalui
pengamatan fenomena yang terjadi di masyarakat serta studi literatur terhadap artikel-artikel
yang berkaitan dengan fenomena yang akan dikaji. Peneliti lalu mencari informasi mengenai
keberadaan lembaga yang khusus bergerak pada anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut
(LLA) di Bali. Berdasarkan informasi yang diperoleh langsung dari lapangan dan studi literatur
yang telah dilakukan, peneliti menyajikan kerangka dan konsep penelitian ke dalam bentuk
proposal penelitian untuk mendapat persetujuan dari dosen pembimbing.
1. Persiapan Penelitian
a. Melakukan Pre-eliminary Study
Tujuan dari pre-eliminary study pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan
fakta awal dari fenomena yang terjadi di masyarakat serta melengkapi informasi yang
telah diperoleh dari studi literatur. Pre-eliminary study dilakukan dengan metode
wawancara semi terstruktur. Meskipun peneliti mempersiapkan guideline wawancara,
dalam memberikan pertanyaan peneliti bersifat lebih terbuka dan fleksibel terkait
dengan topik situasi dan kondisi anak dengan LLA dalam menjalani terapi pengobatan.
Pre-eliminary study dilakukan terhadap dua anak dengan LLA yang menjalani
terapi pengobatan di RSUP Sanglah Denpasar. Pre-eliminary study dilakukan dengan
55
wawancara terhadap masing-masing significant others dan observasi terhadap kedua
pasien. Data hasil wawancara dari pre-eliminary study menjelaskan bahwa anak yang
mengalami LLA dalam menjalani terapi pengobatan, mengalami suatu kondisi yang
kurang nyaman. Anak mengalami beberapa keluhan fisik maupun psikologis sehingga
memunculkan beberapa strategi coping untuk mengatasi keluhan-keluhan tersebut. Hasil
pre-eliminary study tersebut kemudian peneliti jadikan acuan untuk melihat fenomena di
masyarakat yang sekaligus menjadi fokus penelitian yaitu, strategi coping pada anak
dengan LLA dalam menjalani terapi pengobatan.
b. Menentukan Subjek dan Lokasi Penelitian
Subjek didapatkan berdasarkan hasil dari pre-eliminary study, yaitu menggunakan
teknik purposive sampling. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan lokasi subjek
menjalani terapi pengobatan LLA.
c. Perizinan
Surat izin pelaksanaan penelitian merupakan langkah awal peneliti untuk dapat
turun ke lapangan dalam rangka persiapan pelaksanaan penelitian. Setelah memperoleh
surat izin pelaksanaan penelitian dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana dengan nomor: 154/UN.14.2/PS.4/2015, maka peneliti dapat
menggunakan surat tersebut secara resmi sebagai pengantar untuk melaksanakan
penelitian di lokasi pengumpulan data.
56
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di RSUP Sanglah, Denpasar-Bali yang menjadi tempat
kedua subjek menjalani terapi pengobatan LLA. Lokasi penelitian ini diambil mengingat kedua
subjek sedang menjalani terapi pengobatan intensif sehingga lebih sering berada di rumah
sakit dibandingkan di rumah ataupun di yayasan rumah singgah pasien kanker.
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian terhitung dari persiapan pre-eliminary study, perizinan
serta penyusunan proposal penelitian yang dilakukan dari bulan September 2015 hingga awal
bulan Desember 2015, kemudian pengambilan data hingga penyusunan laporan penelitian
dalam bentuk skripsi dilaksanakan dari bulan Desember 2015 hingga bulan Juni 2016.
Tabel.1.
Waktu Pelaksanaan Penelitian
Sep
tem
ber
2015
Okto
ber
2015
Novem
ber
2015
Des
ember
2015
Januar
i
2016
Feb
ruar
i
2016
Mar
et
2016
Apri
l
2016
Mei
2016
Juni
2016
Persiapan
pre-
eliminary
study
Perizinan
Penyusunan
Proposal
Pengambilan
Data
Penyusunan
Laporan
57
Pengambilan data penelitian dilaksanakan sebanyak 11 kali wawancara dan 11 kali
observasi terhadap subjek dan responden. Berikut rincian pada masing-masing subjek:
Tabel.2.
Waktu Pengambilan Data Penelitian.
Wawancara Verbatim Observasi Fieldnote/Hasil
Observasi Audio
Subjek I
Selasa, 10
November 2015 -
Selasa, 10
November 2015
(30 menit)
- -
Sabtu, 28
November 2015 -
Sabtu, 28
November 2015
(90 menit)
- -
Sabtu, 5 Desember
2015 -
Sabtu, 5
Desember 2015
(75 menit)
- -
Kamis, 17
Desember 2016
VERB-
KD01
Kamis, 17
Desember 2016
(90 menit)
FNOBS-KD01
AUD-
KD01 (55
menit)
Selasa, 12 Januari
2016
VERB-
KD02
Selasa, 12 Januari
2016 (75 menit) FNOBS-KD01
AUD-
KD02 (60
menit)
Subjek
II
Jumat, 15 Januari
2016 -
Jumat, 15 Januari
2016 (45 menit)
Minggu, 7 Februari
2016
VERB-
AMB01
Minggu, 7
Februari 2016 (75
menit)
FNOBS-
AMB01
AUD-
AMB01
(70 menit)
Kamis, 25 Februari
2016 -
Kamis, 25
Februari 2016 (90
menit)
- -
Rabu, 16 Maret
2016
VERB-
AMB02
Rabu, 16 Maret
2016 (45 menit)
FNOBS-
AMB02
AUD-
AMB02
(40 menit)
Selasa, 29 Maret
2016
VERB-
AMB03
Selasa, 29 Maret
2016 (120 menit)
FNOBS-
AMB03
AUD-
AMB03
(110 menit)
Rabu, 30 Maret
2016
VERB-
AMB04
Rabu, 30 Maret
2016 (115 menit)
FNOBS-
AMB04
AUD-
AMB04
(100 menit)
58
3. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini berjumlah dua orang yang diperoleh menggunakan teknik
purposive sampling. Pada awalnya, peneliti ingin menggunakan pasien yang berada di yayasan
rumah singgah pasien kanker yang bertempat di sekitar RSUP Sanglah sebagai subjek, namun
karena tidak mendapatkan izin pengambilan data, peneliti kemudian mengajukan izin ke ruang
bagian khusus anak yaitu Ruang Pudak RSUP Sanglah, Denpasar. Peneliti mendapatkan
informasi bahwa terdapat lima pasien LLA yang sedang dirawat dan dapat dijadikan subjek
penelitian. Peneliti kemudian memilih dua dari lima pasien tersebut yaitu subjek I yang
memasuki tahun ke-tiga dalam menjalani terapi pengobatan dan subjek II yang memasuki
bulan ke-tiga dalam menjalani terapi pengobatan.
Pasien pertama dari ketiga pasien tersebut merupakan pasien yang baru menjalani terapi
pengobatan selama tiga hari sehingga dikhawatirkan anak belum memunculkan strategi
coping, pasien kedua merupakan pasien yang kurang fasih menggunakan Bahasa Indonesia
dikarenakan bukan warga Negara Indonesia sehingga dikhawatirkan akan mempersulit proses
pengambilan data, dan pasien ketiga merupakan pasien yang berusia kurang dari dua tahun
sehingga tidak sesuai dengan karakteristik subjek penelitian.
4. Pemaparan Kasus
Berdasarkan hasil pre-eliminary study yang telah dilakukan, peneliti kemudian
menentukan subjek I dan subjek II sebagai subjek dalam penelitian. Adapun pemaparan dari
kasus subjek I adalah sebagai berikut:
a) Subjek penelitian adalah seorang anak berjenis kelamin perempuan, lahir pada 16
Agustus 2008 di Gianyar-Bali, dan saat melakukan pre-eliminary study subjek I berusia
tujuh tahun empat bulan. Subjek I terdiagnosa mengalami leukemia limfoblastik akut
59
(LLA) pada saat berusia empat tahun enam bulan yaitu pada bulan Februari 2013.
Setelah terdiagnosa, subjek I menjalani seluruh tahap terapi pengobatan LLA selama
lebih dari dua tahun. Pada tahap akhir terapi pengobatan, sel leukemia yang terdapat
pada tubuh subjek I berjumlah 6%. Namun, dua bulan kemudian subjek I kembali
mengalami gejala klinis LLA seperti nyeri dan kesakitan pada bagian mata, nyeri sendi
dan terasa sakit pada tulang-tulang, sehinggga subjek I dinyatakan mengalami kambuh
pada penyakitnya dengan jumlah sel leukemia sebanyak 60%.
Berdasarkan pernyataan dari responden yaitu ibu subjek I, selama dua bulan
tersebut subjek I sering menolak ketika diajak melakukan pengobatan ke rumah sakit
dengan alasan takut dan subjek I ingin pergi ke sekolah, sehingga pengobatan yang
seharusnya didapatkan saat itu menjadi terlambat. Dikatakan pula subjek I sering
menolak ketika diberitahu agar beristirahat dan tidak terlalu lama bermain dengan
teman-temannya. Selain itu subjek I dikatakan sering mengonsumsi makanan yang tidak
diperbolehkan dikonsumsi bagi pasien LLA. Hal-hal tersebut menurut responden
menjadi salah satu kemungkinan pemicu kambuh pada subjek I. Oleh karena itu, subjek
I diharuskan untuk mengulang kembali menjalani terapi pengobatan dari tahap awal.
Tepat pada bulan Februari 2016, subjek I memasuki tahun ke-tiga dalam menjalani
terapi pengobatan LLA.
Selama menjalani terapi pengobatan, subjek I dikatakan sering mengeluhkan sakit
secara fisik maupun ketidaknyamanan secara psikologis. Gejala klinis LLA yang
memunculkan keluhan secara fisik cukup banyak terlihat pada subjek I, seperti
mengalami pendarahan gusi, pembengkakan pada hati dan limpa, mengalami demam
dan terlihat pucat, penurunan kadar hemoglobin pada darah, nyeri sendi dan tulang,
perubahan kelenturan pada kulit, serta berat badan yang cenderung menurun. Kondisi
60
tersebut menimbulkan ketidaknyamanan sehingga subjek I menjadi lebih cengeng, lebih
sering mengeluh dan merengek kepada sang ibu sebagai orang yang menjaga subjek I
dirumah sakit sehari-harinya. Ketidaknyamanan yang dirasakan oleh subjek I juga dapat
terlihat dari perilaku subjek I menolak untuk melakukan pengobatan dengan alasan takut
dan lebih memilih pergi ke sekolah. Selain itu subjek I dikatakan sering menolak minum
obat, serta susah makan maupun minum air yang bermanfaat bagi tubuh pasien LLA.
Adapun pemaparan dari kasus subjek II adalah sebagai berikut:
b) Subjek penelitian adalah seorang anak berjenis kelamin perempuan, lahir pada 2
Oktober 2007 di Sumba-Nusa Tenggara Timur, dan saat melakukan pre-eliminary study
subjek II berusia delapan tahun empat bulan. Subjek II terdiagnosa mengalami LLA pada
saat berusia delapan tahun dua bulan yaitu pada bulan Desember 2015. Saat melakukan
pre-eliminary study subjek II memasuki bulan ke-tiga dalam menjalani terapi
pengobatan LLA. Jumlah sel leukemia yang ada pada tubuh subjek II saat pertama kali
didiagnosa berjumlah 30%. Subjek II adalah seorang siswa kelas tiga sekolah dasar,
namun selama menjalani terapi pengobatan di RSUP Sanglah, subjek II mengambil cuti
dari sekolahnya. Selain karena harus menjalani terapi pengobatan yang intensif, sekolah
subjek II juga terletak di Sumba-Nusa Tenggara Timur. Subjek II didampingi hanya oleh
sang ibu, sedangkan ayah maupun keluarga lainnya tidak dapat menemani subjek II
selama di rumah sakit, dikarenakan ayah dan keluarga harus menjaga rumah dan bekerja
di kebun.
Berdasarkan pernyataan dari responden yaitu ibu subjek II, selama dua bulan lebih
menjalani terapi pengobatan di rumah sakit, subjek II dikatakan mengeluhkan sakit
secara fisik maupun ketidaknyamanan secara psikologis. Gejala klinis LLA yang
memunculkan keluhan secara fisik cukup banyak terlihat pada subjek II namun tidak
61
lebih banyak dari subjek I. Gejala klinis LLA yang dialami oleh subjek II seperti
mimisan, demam, pucat, serta mengalami penurunan berat badan. Kondisi tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan sehingga subjek II menjadi lebih cengeng, lebih sering
mengeluh dan merengek kepada sang ibu dan juga dikatakan lebih sering dan cepat
marah ketika berbicara kepada ibunya. Ketidaknyamanan tersebut juga dapat terlihat
dari perilaku subjek II yang terkadang menolak untuk mengonsumsi obat karena alasan
obat terlalu pahit.
C. Hasil Penelitian
Setiap kalimat yang dipaparkan pada bagian hasil penelitian ini merupakan fakta yang
terbentuk dari rangkaian kode-kode hasil pengumpulan data yang telah melalui tahap analisis
data. Adapun alur penceritaan data hasil penelitian akan dimulai dari latar belakang masing-
masing subjek, situasi menjalani terapi pengobatan masing-masing subjek, respons responden
(orangtua) terhadap terapi pengobatan masing-masing subjek, gejala klinis LLA masing-
masing subjek dan data utama pada penelitian ini yaitu strategi coping pada kedua subjek.
1. Latar Belakang Subjek
Subjek I merupakan seorang anak perempuan berusia tujuh tahun empat bulan dengan
karakteristik fisik berbadan kurus, kulit sawo matang, rambut lurus berwarna hitam, dan
memiliki mata bulat dengan bola mata berwarna hitam. Subjek I adalah anak kedua dari dua
bersaudara, yang hanya terpaut satu tahun dengan sang kakak. Subjek I lahir pada tanggal 16
Agustus 2008, dan berasal dari Gianyar-Bali. Ayah subjek I merupakan seorang pengrajin
sedangkan ibu subjek I membantu ayah berjualan, namun sejak subjek I mengalami LLA ibu
subjek I lebih memfokuskan merawat subjek I. Sejak lahir, subjek I tidak pernah mengalami
sakit yang mengharuskan menjalani opname di rumah sakit, hanya saja pada saat lahir
62
kelahiran subjek I mundur dari prediksi dokter dan ibu subjek I melakukan persalinan dengan
operasi caesar (Axialcoding-latarbelakangsubjek &respondenKD).
Subjek II merupakan seorang anak perempuan berusia delapan tahun empat bulan yang
memiliki karakteristik fisik ukuran badan cukup berisi, kulit sawo matang agak gelap, rambut
agak bergelombang berwarna hitam, dan memiliki mata bulat dengan bola mata berwarna
hitam. Subjek II adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Subjek II lahir pada 2 Oktober
2007 dan berasal dari Sumba-Nusa Tenggara Timur. Ayah dan ibu subjek II adalah seorang
petani dengan kegiatan sehari-hari sepeti menimba air, memasak, mencari kayu api dan
bekerja di kebun. Sejak subjek II menjalani terapi pengobatan di rumah sakit, ibu merawat
subjek II sehingga pekerjaan rumah diambil alih oleh sang ayah.
Sejak masuk sekolah dasar, subjek II tidak lagi tinggal bersama kedua orangtuanya,
melainkan subjek II tinggal bersama nenek dan kakeknya yang tempat tinggalnya tidak jauh
dari sekolah subjek II. Tempat tinggal orangtua subjek II dengan tempat tinggal nenek dan
kakek subjek II berjarak cukup jauh yaitu sekitar tiga jam perjalanan dengan menggunakan
sepeda motor sehingga orangtua subjek II terkadang hanya dua kali dalam sebulan menjenguk
subjek II. Di rumah nenek dan kakek, subjek II biasa bermain dengan tetangga dan sepupu.
Jika berangkat ke sekolah subjek II berjalan kaki hanya sekitar lima menit dari rumah. Subjek
II adalah seorang siswi kelas tiga sekolah dasar, walaupun hanya sempat dua bulan berstatus
sebagai siswa kelas tiga sekolah dasar setelah kemudian pindah ke Bali untuk menjalani terapi
pengobatan LLA. Sejak lahir, subjek II dikatakan tidak pernah mengalami sakit yang
mengharuskan menjalani opname dirumah sakit, melainkan subjek II hanya mengalami sakit
seperti panas maupun batuk-batuk (Axialcoding-latarbelakang subjek&responden-AMB).
63
2. Situasi Menjalani Terapi Pengobatan
Subjek I merupakan salah satu pasien LLA yang menjalani perawatan di Ruang Pudak
RSUP Sanglah, Denpasar-Bali. Subjek I terdiagnosa mengalami LLA sejak bulan Februari
tahun 2013. Pada saat itu subjek I berusia empat tahun enam bulan. Awalnya, subjek I
mengalami beberapa gejala sesuai yang diceritakan oleh ibu subjek I, yaitu:
“ginii panesnya ga turun-turun diaa.. lemes gitu..kemarin kan kemarinnya kan gini dia
jalan-jalan lincah gitu tau-tau dia murung gini kan gitu agak lemes gituu
dimana taruh disana tidur dah dia” (VERB-SUBJEK I01/L136-137)
Setelah dibawa ke puskesmas, kondisi subjek I tidak mengalami perubahan, suhu badan
subjek I tetap tinggi. Subjek I kembali dibawa ke dokter umum lainnya dan ke dokter spesialis
anak. Setelah mendapat pemeriksaan, hasil tes menyatakan kadar hemoglobin dalam darah
subjek I rendah, sehingga saat itu subjek I didagnosa mengalami anemia dan diharuskan
opname di rumah sakit di Gianyar, Bali. Subjek I menjalani opname selama dua minggu.
Kondisi kaki yang kurus dan perut yang terus membesar, menyebabkan subjek I tidak mampu
berjalan sendiri. Setelah mendapat beberapa pengobatan medis, akhirnya diberitahukan bahwa
terjadi pembengkakan pada limpa subjek I. Kemudian subjek I dirujuk ke RSUP Sanglah.
Setelah mendapat penanganan di RSUP sanglah, diketahui bahwa subjek I mengalami LLA.
Subjek I kemudian dirawat selama kurang lebih dua tahun untuk menyelesaikan seluruh tahap
terapi pengobatan LLA.
Tiga bulan pertama menjalani terapi pengobatan di rumah sakit, subjek I mendapat
perawatan secara intensif. Ibu subjek I menyatakan bahwa saat itu merupakan tahap
penyembuhan. Jika kondisi subjek I terlihat stabil maka diperbolehkan pulang, namun itupun
tidak lama, hanya berselang dua hingga empat hari. Hal tersebut membuat subjek I sering kali
menginap di yayasan atau rumah singgah khusus pasien kanker yang berada di dekat rumah
sakit agar tidak terlalu jauh pulang ke Gianyar. Hal tersebut pula dilakukan untuk menghindari
64
panjangnya antrean pagi di loket rumah sakit. Selama menjalani terapi pengobatan, subjek I
sering kali mengalami kemunduran jadwal penanganan medis. Hal tersebut dikarenakan oleh
kondisi subjek I yang tidak memungkinkan untuk mendapat terapi pengobatan, seperti ketika
suhu badan meningkat maka terapi pengobatan tertentu tidak dapat dilakukan. Jika hal itu
terjadi maka subjek I harus opname lebih lama dari jadwal seharusnya. Selain itu, ketersediaan
waktu orangtua dan kemauan subjek I menjalani terapi pengobatan memengaruhi kemunduran
jadwal penangan medis. Seperti yang diungkapkan oleh ibu subjek I:
“ini kontrolnya kadang-kadang gitu dah..kita yang dapet dia gamau gitu”, (VERB-
KD02/L168-169).
Selama menjalani terapi pengobatan tahap akhir, yaitu saat berusia sekitar enam tahun,
subjek I mengenyam pendidikan anak usia dini di sebuah taman kanak-kanak di Gianyar, Bali.
Jika pada waktunya subjek I harus ke RSUP Sanglah untuk mendapat terapi pengobatan, maka
subjek I izin dari sekolahnya. Menurut ibu, subjek I adalah anak yang pintar dan lebih pintar
dibandingkan dengan kakak. Selain keluarga, guru subjek I juga mengetahui kondisi subjek I
di rumah sakit. Guru subjek I sempat berkunjung ke rumah sakit sebanyak dua kali.
Pada tahap terakhir terapi pengobatan, sel leukemia dalam tubuh subjek I hanya tersisa
6%. Namun dua bulan setelah dinyatakan telah menyelesaikan seluruh tahap terapi
pengobatan, subjek I kembali mengalami beberapa gejala seperti nyeri pada seluruh bagian
tubuh dan sakit pada bagian mata (mata memerah dan kesakitan). Subjek I kembali diajak ke
rumah sakit untuk memperoleh pemeriksaan. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa jumlah
sel leukemia pada tubuh subjek I saat itu berjumlah 60%. Hal tersebut mengharuskan subjek I
untuk mengulang kembali tahap terapi pengobatan yang dulu sudah diselesaikannya, maka
terhitung dari awal terdiagnosa dan menjalani terapi pengobatan LLA saat ini subjek I telah
65
memasuki tahun ke-tiga dalam menjalani terapi pengobatan (Axialcoding-
situasimenjalaniterapi-KD).
Subjek II merupakan salah satu pasien LLA yang menjalani perawatan di Ruang Pudak
RSUP Sanglah, Denpasar-Bali. Subjek II terdiagnosa mengalami LLA pada bulan Desember
2015 di RSUP Sanglah, yang pada saat itu subjek II berusia delapan tahun dua bulan. Pada
awalnya, subjek II mengalami lemas, pucat dan suhu badan yang tinggi. Setelah mendapat
obat dari dokter suhu badan subjek II kembali normal tetapi beberapa hari kemudian kembali
tinggi sehingga subjek II beberapa kali kembali dibawa ke dokter. Setelah di rawat oleh kakek
dan nenek di Sumba, subjek II dirujuk ke rumah sakit yang ada Bali untuk mendapat
penanganan yang lebih lengkap.
Setibanya di Bali bersama dengan ibu, subjek II diopname di RSUP Sanglah selama
kurang lebih satu minggu sebelum mendapat hasil diagnosa atas penyakit yang dialaminya.
Setelah itu, subjek II dinyatakan menderita LLA dengan jumlah persentase sel leukemia
sebanyak 20% (VERB-AMB02/L88). Ibu subjek II langsung memberitahukan kepada ayah
dan keluarga mengenai kondisi subjek II saat itu. Subjek II kemudian menjalani terapi
pengobatan LLA di RSUP Sanglah dan saat ini memasuki bulan ke-tiga. Subjek II menjalani
terapi pengobatan yang intensif yaitu sebagian besar waktu dihabiskan di rumah sakit. Ketika
tidak ada jadwal terapi pengobatan, subjek II akan beristirahat di yayasan atau rumah singgah
khusus pasien kanker yang berada di dekat rumah sakit. Selama lebih dari dua bulan menjalani
terapi pengobatan, subjek II tidak pernah pulang ke Sumba dikarenakan jadwal terapi
pengobatan yang masih padat (Axialcoding-situasi menjalaniterapi-AMB).
Dengan kondisi badan yang berisi dan padat, banyak orang mengatakan subjek II tidak
terlihat seperti orang sakit (VERB-AMB01/L252). Subjek II terlihat lebih aktif dibanding
dengan pasien lain yang kebanyakan hanya berbaring ditempat tidur. Subjek II seringkali
66
duduk baik di kursi maupun di tempat tidurnya, sambil memainkan gadget ataupun menonton
televisi yang ada diruang perawatan. Walau demikian, subjek II dikatakan lebih sering
menangis dan mudah marah ketika berbicara dengan ibu. Subjek II sering menangis ketika
merindukan ayah dan neneknya yang berada di Sumba. Rasa rindu tersebut mampu membuat
subjek II menjadi susah tidur (VERB-AMB01/L229,393). Ketika merasa rindu, subjek II akan
menelepon atau sekedar mengirim pesan singkat, dan seringkali meminta agar ayahnya
menjenguk subjek II ke Bali.
Tidak banyak kegiatan yang dapat dilakukan di rumah sakit, namun ketika pasien lain
lebih banyak berbaring dan beristirahat subjek II lebih banyak berjalan-jalan maupun
melakukan aktivitas tertentu seperti bermain gadget yang di pinjamnya dari pasien lain,
menonton acara televisi yang ia sukai, atau mengobrol dengan orang-orang disekitarnya. Pada
saat pagi hari setelah mandi, jika diruang perawatan tidak ada mainan yang bisa dimainkan,
subjek II akan berjalan-jalan ke ruangan lain dengan kondisi infus tetap terpasang, untuk
sekedar melihat-lihat maupun mengobrol dengan pasien lain (VERB-AMB03/L606-607).
Subjek II juga meminta agar dibelikan gadget sehingga dapat dimainkan selama perawatan di
rumah sakit. Namun permintaan subjek II tersebut belum dapat dipenuhi oleh sang ibu karena
keterbatasan biaya.
Berbeda saat di rumah sakit, jika sedang berada di yayasan atau rumah singgah khusus
pasien kanker, subjek II memiliki lebih banyak teman yang dapat diajak bermain dan memiliki
aktivitas yang lebih beragam. Subjek II bangun jam enam pagi, lalu mandi, makan bersama
selanjutnya minum obat lalu subjek II akan bermain dengan teman-temannya seperti bermain
sepeda. Selanjutnya subjek II akan belajar seperti membaca, menulis maupun menggambar.
Subjek II seakan lebih senang berada di yayasan atau rumah singgah terlihat dari pernyataan
“ada sepeda kalau disini pasang infus ya diam aja dikamar”, (VERB-AMB03/L573). Sesekali
67
subjek II juga merindukan teman-temannya yang ada di Sumba dan juga merindukan pelajaran
yang biasa subjek II dapat di sekolahnya (VERB-AMB02/L230). Namun selama menjalani
terapi pengobatan LLA, yayasan atau rumah singgah khusus pasien kanker menyediakan
pendidikan untuk anak-anak yang beristirahat disana sehingga subjek II ikut serta dalam
kegiatan pendidikan tersebut.
Terdapat empat orang guru yang mengajar subjek II dan teman-teman di yayasan.
Subjek II biasanya diajarkan membaca, menulis, belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, dan Matematika. Ketika hari libur, kegiatan belajar-mengajar juga diliburkan.
Anak-anak juga diajarkan berdasarkan tingkat kelas anak, dari taman kanak-kanak hingga
kelas enam sekolah dasar. Subjek II akan dinilai berdasar kemampuan akademis yang
dimilikinya lalu nilai tersebut akan dikirim ke Sumba sebagai hasil belajar subjek II, sehingga
saat sudah sembuh subjek II dapat langsung melanjutkan sekolahnya (VERB-
AMB03/L388,394-400,406,411,656-663).
Selama menjalani terapi pengobatan, subjek II terlihat mengetahui nama-nama terapi
pengobatan yang dijalaninya maupun obat-obat yang dikonsumsi. Subjek II mengetahui pula
jadwal terapi pengobatan yang harus ditempuhnya. Selain itu, subjek II mengetahui efek
samping yang muncul akibat mengonsumsi obat tertentu dan subjek II mengetahui apa yang
harus dilakukan agar efek samping pengobatan tidak terlalu parah baginya. Subjek II
mengetahui larangan apa yang tidak boleh dilakukan sebagai seorang pasien LLA misalnya
larangan mengonsumsi makanan tertentu yang dapat berakibat buruk terhadap kondisi
kesehatannya.
68
3. Respons Responden
Ibu subjek I sebagai orang yang merawat subjek I sehari-harinya, memiliki beberapa
pandangan serta pendapat mengenai keadaan subjek I selama menjalani terapi pengobatan. Ibu
subjek I sempat merasa sedikit kesal pada saat penanganan pertama sebelum subjek I
terdiagnosa LLA. Saat itu subjek I mendapat penanganan di sebuah rumah sakit sebelum
subjek I dipindah ke RSUP Sanglah. Hal tersebut diungkapkan oleh ibu subjek I:
“langsung dirujuk sini.. gimana bu e dilanjutkan disini apa langsung rujuk aja. Disini
alatnya ga bisaa gitu diaa kan dirujuk sinii..kan sebenarnya langsung rujuk siniii
(dengan nada kesal)”, VERB-KD01(164-165)
Menurut ibu, pihak rumah sakit seharusnya tidak memberikan pilihan kepada subjek I
untuk tetap mendapat penanganan dengan alat yang kurang memadai di rumah sakit tersebut
melainkan langsung merujuk subjek I ke RSUP Sanglah. Selain itu, ibu subjek I sempat
mengeluhkan lamanya proses penanganan sampai pada diagnosa penyakit. Hal tersebut
terlihat dari pernyataan:
“he ee kan dibilangnya anemia tau-tau lama dah tuu kanker darah..lama prosesnya itu
(dengan nada kesal)”, (VERB-KD01/L171-172)
“itu mungkin sakit ininya dulu baru ditanganin padahal dokternya udah ngasi tau
dokter yang yang nanganin harus cepet-cepet disuruh nangani harus cepet gitu ini hehe
susternya ini ga sesek dibilang sesek”, (VERB-KD02/L105-107)
“hematonya mungkin salah gini nike apa namanya lagi dicari ini apa penyebabnya kan
lama jadinya”, (VERB-KD02/L109)
“seseknya ini tau tau lagi ee apa namanya lagi merontgen kan dikasi tau sama dokter
ininya kan “oo ga apa ni jalan teruus” lagi masalah lain ditangani kan lama jadinya
nike hehe”, (VERB-KD02/L111-112)
“sebenarnya poinnya itu fokusnya itu kan kecapean dia nyeri semuanya ini terus sakit
aja terus di rumah banyak ininya sakitnya”, (VERB-KD02/L114-115)
Pada saat subjek I terdiagnosa, ibu subjek I menangis dan merasa takut. Ibu
mengkhawatirkan lamanya waktu menjalani terapi pengobatan pada subjek I yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat bekerja dan mencari uang. Namun setelah melihat pasien lain
yang mengalami hal serupa dengan subjek I, ibu mulai merasa tenang. Ibu berpikir, pasien dan
69
keluarga lain dapat dengan “biasa aja” (VERB-KD01/L228) dan pasrah menjalani terapi
pengobatan di rumah sakit.
Selain mendapat penanganan medis, ibu membawa subjek I ke pengobatan alternatif.
Saat itu, ibu sempat berpikir untuk tidak melanjutkan kemoterapi (salah satu terapi pengobatan
LLA). Ibu berpikir demikian karena melihat banyak pasien lain (teman-teman sebaya subjek I)
yang mengalami hal serupa dengan subjek I mengalami kegagalan dalam menjalani
pengobatan, dengan kata lain banyak pasien yang telah meninggal dunia. Selain itu, kakak-
kakak dari ibu subjek I turut mengatakan bahwa kemoterapi “mematikan” (VERB-
KD02/L152). Namun seiring berjalannya waktu, ibu subjek I mengerti bahwa pengobatan
secara medis harus tetap dijalankan. Ibu subjek I menceritakan salah satu pasien yang berasal
dari Negara, sering terlsubjek IIat untuk menjalani terapi pengobatan sampai akhirnya pasien
tersebut meninggal dunia. Menurut ibu subjek I, pasien meninggal dunia disebabkan karena
tidak disiplin menjalani pengobatan, dalam artian pasien sering terlambat mendapat
pengobatan medis.
Saat ini, Ibu subjek I juga memberikan obat herbal untuk subjek I. Ibu subjek I melihat
dari pengalaman pasien lain berhasil sembuh dari penyakitnya dengan meminum obat herbal.
Menurut ibu subjek I, hal yang utama adalah tetap menjalani pengobatan medis tetapi dapat
dibarengi dengan mengonsumsi obat herbal. Ibu subjek I mengatakan pula bahwa selain
pentingnya kedisiplinan waktu dalam menjalani pengobatan medis, pasienpun harus disiplin
dengan larangan maupun kewajiban yang harus dilakukan misalnya tidak mengonsumsi
makanan yang tidak diizinkan, meminum banyak air ketika mengonsumsi obat keras agar
tidak menimbulkan efek samping obat dan pasien harus selalu dalam keadaan bersih agar tidak
mudah terkena infeksi. Ibu subjek I mengatakan bahwa subjek I mengalami kambuh
dikarenakan tidak tepat waktu menjalani terapi pengobatan. Ibu subjek I juga menyatakan jika
70
subjek I mau mengonsumsi obat herbal dibarengi dengan pengobatan medis sejak awal
dirawat maka kemungkinan subjek I sudah sembuh dan tidak mengalami kambuh. Ibu subjek I
sempat memberikan obat herbal sejak pertama terdiagnosa LLA namun subjek I menolak dan
ibupun tidak memaksakan. Saat ini subjek I sudah mau mengonsumsi obat herbal yang
diberikan oleh ibu dan untuk kedepannya ibu subjek I tidak mau terlambat lagi dalam
memberikan pengobatan medis untuk sang anak (Axialcoding-responsrespondenatauorangtua-
KD).
Ibu subjek II sebagai orang yang merawat subjek II sehari-hari, memiliki beberapa
pandangan serta pendapat mengenai keadaan subjek II selama menjalani terapi pengobatan.
Saat pertama subjek II terdiagnosa LLA, ibu subjek II kaget dan tidak menyangka bahwa
anaknya akan mengalami kanker. Ibu subjek II mengatakan:
“yang saya pikirin waktu itu kenapa anak saya sakit begini sakit-sakit begini”, (VERB-
AMB01/L324)
“ga ada kepikiran sama sekali bakal sakit begini”, (VERB-AMB01/L326)
“itu saja kenapa anak saya sampai sakitnya begini kanker darah itu”, (VERB-
AMB01/L328)
“kaget pokoknya kan”, (VERB-AMB01/L342)
Selain itu ibu subjek II mengkhawatirkan biaya pengobatan. Ibu berpikir bahwa uang
yang dibawanya dari Sumba tidak akan mencukupi kebutuhan sehari-hari selama di rumah
sakit. Ibu subjek II sempat memberitahu subjek II mengenai penyakit yang dialaminya, namun
subjek II tidak terlalu menanggapi, subjek II tidak ada bertanya lebih lanjut mengenai hal
tersebut (Axialcoding/ responsorangtua-AMB).
4. Gejala Klinis LLA
Selama menjalani terapi pengobatan, subjek mengalami beberapa keluhan atau gejala
klinis LLA. Subjek sering kali mengalami nyeri pada sendi-sendi, perut yang membesar, suhu
badan yang sering meningkat dan tidak turun dalam jangka waktu yang cukup lama, terlihat
71
lemas dan capek serta tidak bertenaga dan juga kadar hemoglobin yang rendah. Selain itu
subjek sempat mengalami kondisi kaki kurus dan perut membuncit dalam waktu yang
bersamaan sehingga menyebabkan subjek tidak mampu berjalan sendiri. Subjek sempat
mengalami pembengkakan pada hati dan kerusakan pada limpa, sakit perut hingga melilit ke
bagian punggung, serta sakit kepala yang jika rambutnya dipegang akan terasa sakit. Subjek
juga mengalami demam dan batuk secara bersamaan yang tidak kunjung sembuh saat sebelum
terdiagnosa LLA, kulit terlihat agak kendor dan kisut, kesakitan pada bagian mata, sering
mengalami kesemutan pada kaki, mengalami susah buang air besar dan cukup sering
mengalami pendarahan pada gusi. Menurut ibu, subjek mengalami pendarahan pada gusi
karena tidak mau mengonsumsi air yang banyak setelah mengonsumsi obat yang memiliki
efek samping tersebut. Selain itu, pendarahan pada gusi yang dialami oleh subjek saat
menjalani terapi pengobatan setelah kambuh, lebih parah dibandingkan saat menjalani terapi
pengobatan sebelum kambuh, hal tersebut terlihat dari pernyataan sang ibu:
“ee duluu dulu kan pernah yang duluan itu kan pernah sakit yang sebelum relaps tu,
kan berdarah gamau berhenti langsung masuk darah, masuk darah itu diobatin gitu ya
langsung mau berhenti kalo ini endak teruus dia berdarah tiga kali sampe, lain banget
niki”, (VERB-KD02/L38-40)
“iyaa dulu pernah sebelum relaps nike duluu berdarah dulu gamau makan makan apa
itu yang masuk gusinya sobek dah dikit”, (VERB-KD02/L42-43)
“cuma satu harii udah dapat darah mau dia berhenti tapi yang ini endak, tiga hari
sampe. Sampe ampun mengental-mengental aduh besar-besar sekali ininya penuh ni
langsung saya gini bingung dah malemnya tu begadang tu”, (VERB-KD02/L45-47)
Selain itu, subjek cukup sering mengeluhkan sakit pada bagian tubuh tertentu misalnya
sesudah menjalani tindakan medis yang memasukkan obat dari sumsum tulang belakang,
subjek akan mengeluhkan sakit pada bagian punggungnya. Subjek kerap kali merasa gerah
atau kepanasan didalam ruang perawatan, ketika orang lain merasa cukup sejuk berada
diruangan tersebut. Subjek sering terlihat lemas dan kurang bersemangat saat dirawat di rumah
sakit. Salah satu aktivitas subjek selama di rumah sakit adalah menonton acara televisi yang
72
disukai kemudian subjek akan bercerita kepada sang ibu tentang acara tersebut. Namun
apabila subjek tidak mengalami LLA subjek akan bermain dengan teman-temannya
(Axialcoding-gejalaklinis;responsdankondisisubjek-KD).
Subjek mengalami suhu badan yang meningkat, disertai beberapa kali mimisan dan
wajah yang terlihat agak pucat. Pada saat awal pengobatan, subjek terlihat lebih kurus namun
seiring berjalannya waktu nafsu makan subjek semakin meningkat sehingga badan subjek
terlihat berisi. Dikatakan bahwa saat awal menjalani terapi pengobatan subjek banyak minum
susu dan banyak makan, hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan ibu subjek:
“iyaa sampai disini dia kuat makan”, (VERB-AMB01/L202)
“dia kuat minum susu, susu itu baru satu bulan udah habis dah itu pokoknya sehari itu
bisa lima kali minum susu dia minta susu”, (VERB-AMB01/L204-205)
“makannya juga empat kali sampai lima kali sehari”, (VERB-AMB01/L207)
5. Strategi Coping
Adapun strategi coping yang dilakukan oleh subjek selama menjalani terapi pengobatan
dapat dilihat pada Gambar 2:
73
Gambar 2. Strategi Coping Subjek
a. Strategi Coping – Accepting Responsibility
Strategi coping accepting responsibility menunjukkan bahwa subjek mengakui
adanya peran diri sendiri dalam menghadapi masalah. Dalam hal ini, strategi coping
accepting responsibility ditunjukkan oleh subjek pada perilaku mengonsumsi obat.
Walaupun pada awalnya subjek menolak dan terbiasa dipaksa terlebih dahulu agar mau
mengonsumsi obat, semakin berjalannya waktu subjek semakin mengerti kewajibannya,
ibu hanya perlu memberitahukan sekali saja subjek sudah mau mengonsumsi obat.
Subjek mampu mengonsumsi obat sekalipun obat tersebut pahit, dan subjek tidak
strategi coping
accepting responsibility
assistance seeking
direct action
emotional approach
behavioral disengagement
denial
self control
humor
wishful thinking
self criticism
74
menolak menjalani terapi pengobatan walaupun harus merasakan sakit misalnya saat
harus disuntik.
Selain itu subjek juga menunjukkan perilaku bahwa subjek harus tetap belajar
membaca walaupun sedang menjalani terapi pengobatan, agar saat pulang ke kampong
halaman nanti subjek tetap mampu membaca. Subjek juga menyadari kewajibannya
sebagai seorang pasien LLA. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek dalam menghadapi
kondisi menjalani terapi pengobatan LLA memiliki peran diri sendiri yaitu mengonsumsi
obat yang sesuai dengan terapi pengobatannya. Adapun kutipan wawancara yang
menunjukkan strategi coping accepting responsibility pada subjek, yaitu:
“dipaksa tak gini-giniin dia kan pasrah kan mau dia telen akhirnya gitu”, (VERB-
KD01/L264-265)
“sekarang dia kalo udah dikasi tau ngerti”, (VERB-KD02/L186)
“mak obaat maa” responden berbicara dengan ibunya”, (VERB-AMB01/L362)
“hehe minum obat sendiri”, (VERB-AMB01/L368)
“E2 meminta sendiri karna melihat sudah waktunya minum obat”, (FNOBS-
AMB01/No7)
“sudah ahahah (keluar air mata seperti mau muntah)”, (VERB-AMB04/L237)
“E2 berusaha walaupun obatnya pahit ia harus tetap meminumnya”, (FNOBS-
AMB04/No7)
“kalau itu kan dibius waktu BMA itu kan nanti diambil sumsumnya buat
diperiksaa dia ga takut ga ada ngerasa nolak begitu”, (VERB-AMB01/L459-460)
“iyaa ga ada nolak ga perlu dipaksa begitu”, (VERB-AMB01/L483)
“amb takut ga kalo pas disuntik? E2: engga”, (VERB-AMB03/L169)
“tapi ga apa yaaa E2: iyaaa (senyum) kecil sekali jarumnya ditusuk batas ini
yaa”, (VERB-AMB03/L175-176)
“tapi ga nangiiis R: tapi ga nangiiis pinter sekaliiii yang penting gimana? E2:
sembuh!”, (VERB-AMB03/L195-197)
“E2: supaya pintar supaya cepat sembuh”, (VERB-AMB03/L366)
“nanti kalau sampai di sumba kalau ini apa bilaang ini apa bilang nanti ga bisaa
hahaha R: iyaa hehehe E2: kalau udah baca ini apa ini apaa hahaha gatau apa
yang di sebutinn”, (VERB-AMB03/L368-370)
75
“kalau saya bilang minum yaa dia harus minum begitu”, (VERB-AMB01/L485)
“stop udah istirahat E2: iyaa (senyum) tapi sore main sampai puas dulu”,
(VERB-AMB03/L332-333)
“E2 inisiatif sendiri bahwa pada saat itu sudah waktunya mandi”, (FNOBS-
AMB02/No6).
b. Strategi Coping – Assistance Seeking
Strategi coping assistance seeking menunjukkan bahwa subjek mencari sumber
dukungan kepada orang lain untuk membantu menghadapi masalah yang dihadapinya.
Dalam hal ini, strategi coping assistance seeking ditunjukkan oleh subjek pada perilaku
meminta tolong kepada sang ibu untuk dihidupkan kipas ketika merasa kepanasan,
meminta tolong kepada ibu untuk mengelus punggung subjek ketika gatal atau sakit, dan
meminta tolong ibu untuk menghidupkan televisi ketika merasa bosan. Selain itu, subjek
meminta sesuatu yang diinginkan kepada sang ibu seperti misalnya meminta makanan
dan meminta gadget, meminta bantuan ibu untuk menelepon ayah dan nenek yang
berada di kampung halaman ketika merasa rindu, serta meminta untuk di gendong atau
dipijat. Subjek mengatakan pula bahwa selain bersama ibu, dalam menjalani terapi
pengobatan hingga sembuh nanti, subjek juga bersama dengan teman-teman. Adapun
kutipan wawancara dan hasil observasi yang menunjukkan strategi coping seeking social
support pada subjek, yaitu:
“panaaass gitu minta kipas..yang lain ga pernah gitu biasa-biasa ajaa jeg panas
terus harus pake kipas..” (VERB-KD01/L183)
“merengek menunjuk ke punggung bagian tulang belakangnya”, (VERB-
SUBJEK I01/L272)
“E2 merengek kepada ibu”, (VERB-KD01/L320)
“E2 merengek kepada ibu”, (VERB-KD01/L334)
“E2 merengek kepada ibu”, (VERB-KD01/L372)
“E2 merengek kepada ibu”, (VERB-KD01/L382)
“E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak nyaman pada punggungnya dapat
lebih mereda”, (FNOBS-KD01/No4)
“E2 selalu meminta bantuan ibu sehingga rasa tidak nyaman pada punggungnya
dapat lebih reda”, (FNOBS-KD01/NoK1)
76
“E2 meminta bantuan ibu untuk menghidupkan tv, agar ia tidak merasa bosan”,
(FNOBS-KD02/No6).
“pokoknya sehari itu bisa lima kali minum susu dia minta susu”, (VERB-
AMB01/L204-205)
“ini selama ini dia ini apa namanya ada hp yang besar yang pakai main itu tu R:
he e? E: mama dia suruh mama beli mama beli”, (VERB-AMB01/L220-222)
“itu ga ada, cuma dia gini aja marah-marah, pokoknya apa yang dia minta harus
ini”, (VERB-AMB02/L114)
“Ini aja dia habis ngambek tadi, mama suruh beliin beli itu apa namanya itu yang
di pake main apa game itu”, (VERB-AMB02/L126-127)
“E2: mamanya disuruh beli mamanya gamau”, (VERB-AMB03/L281)
“baru bapanya di Sumba dia bilang dia kangen sama bapanya begitu dia bilang”,
(VERB-AMB01/L227)
“sering nangis gitu kangen sama bapanya sama neneknya begitu”, (VERB-
AMB01/L393)
“iya kan kadang-kadang tidak setiap hari tiap malam begitu kadang dia ingat
tiba-tiba bapa dia ngomong telfon bapa datang sudah datang liat Amb..supaya
bapa juga tau di Bali sinii dia bilang begitu sama bapanya hehe”, (VERB-
AMB01/L397-399)
“begituu dia sms begitu juga”, (VERB-AMB01/L401)
“E2 terlihat semangat untuk mengambil hp yang berdering tersebut. E2 seperti
mengharapkan berbicara kepada seseorang di telepun tersebut”, (FNOBS-
AMB01/No10)
“Kemudian R memberitahu agar mengangkat saja. E2 kemudian menelpun balik
dan ternyata yang menelpun adalah ayahnya”, (FNOBS-AMB01/No12)
“E2 terlihat senang setelah berbicara dengan ayah”, (FNOBS-AMB01/No13)
“iya minta di gendong, minta di pijit-pijit”, (VERB-AMB02/L183)
“mau sembuh sendiri yaaa sama mama disini yaaa E2: iyaaa sama kawan-kawan
jugaaa”, (VERB-AMB03/L202-202).
c. Strategi Coping – Direct Action
Strategi coping direct action menunjukkan bahwa subjek secara langsung dan
aktif melakukan sesuatu untuk menghindari tekanan maupun untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi. Dalam hal ini, strategi coping direct action ditunjukkan oleh
subjek pada perilaku yaitu secara langsung meminta dihidupkan kipas ketika merasa
kepanasan. Pada saat mengalami pendarahan gusi, subjek selalu melihat kondisi gusinya
melalui cermin. Subjek secara aktif melihat apa yang terjadi pada gusinya hingga
77
mengalami pendarahan. Selain itu, subjek secara langsung meminta untuk dihidupkan
televisi agar tidak merasa bosan. Subjek pula meminta kepada ibu untuk dibelikan
gadget sehingga dapat dimainkan oleh subjek selama dirawat di rumah sakit. Selain itu,
perilaku meminta langsung untuk mengonsumsi obat, menghubungi ayah ketika merasa
rindu, dan meminta sendiri untuk mandi ketika sudah sore juga merupakan bentuk
strategi coping direct action. Subjek secara aktif belajar menulis dan membaca sesuai
dengan pendidikan yang disediakan di yayasan agar saat sudah sembuh nantinya subjek
tetap bisa “menjawab pertanyaan” dengan kata lain melanjutkan sekolahnya di kampong
halaman.
Ketika berada di rumah sakit, subjek secara aktif akan mencari teman bermain,
hingga jalan-jalan keluar ruangan. Subjek juga secara aktif bertanya mengenai jadwal
serta nama-nama obat yang ia konsumsi, dan secara aktif meminta meminum air terlebih
dahulu sebelum mengonsumsi obat agar ia tidak muntah dan mengonsumsi permen
setelahnya, agar obat yang dikonsumsi tidak terlalu terasa pahit. Subjek secara aktif
menonton televisi diruangan agar tidak merasa bosan dan subjek juga berinisiatif
berfoto-foto ria menggunakan gadget yang dibawa oleh peneliti.
Adapun kutipan wawancara dan hasil observasi yang menunjukkan strategi coping
active coping pada subjek, yaitu:
“panas dah dia terus kepanasan. Kayak sekarang. Kalo ga pake kipas nangis dah
diaa..panaaass gitu minta kipas..yang lain ga pernah gitu biasa-biasa ajaa jeg
panas terus harus pake kipas..”, (VERB-KD01/L182-184)
“Mengingat hari itu muncul gejala klinis yaitu pendarahan pada gusi, E2 terlihat
kurang nyaman sehingga terus ingin melihat kondisi gusinya melalui cermin
yang sudah dipegangnya. Walaupun kurang nyaman namun ia tidak terlihat
kesakitan, E2 hanya terlihat ingin tahu tentang darah yang keluar dari gusinya”,
(FNOBS-KD02/No5)
“E2 meminta bantuan ibu untuk menghidupkan tv, agar ia tidak merasa bosan”,
(FNOBS-KD02/No6).
78
ini selama ini dia ini apa namanya ada hp yang besar yang pakai main itu tu R: he
e? E: mama dia suruh mama beli mama beli”, (VERB-AMB01/L220-222)
minta yang begitu? Engga. ini kan liat kawan-kawannya semua kan punya toh,
jadi dia ini mungkin main di sana, dia lihat temannya jadi mungkin orang ada,
saya gak punya gitu, jadi minta beliin”, (VERB-AMB02/L131-132)
kalau semuanya di sini kan punya jadi “mama saya beliin juga yang begitu””,
(VERB-AMB02/L134)
“mak obaat maa” responden berbicara dengan ibunya)”, (VERB-AMB01/L362)
E2 meminta sendiri karna melihat sudah waktunya minum obat”, (FNOBS-
AMB01/No7)
iya kan kadang-kadang tidak setiap hari tiap malam begitu kadang dia ingat tiba-
tiba bapa dia ngomong telfon bapa datang sudah datang liat Amb..supaya bapa
juga tau di Bali sinii dia bilang begitu sama bapanya hehe”, (VERB-
AMB01/L397-399)
begituu dia sms begitu juga; (VERB-AMB01/L401)
E2: kangeen tapi ngomong-ngomong ajaa”, (VERB-AMB04/L106)
E2 inisiatif sendiri bahwa pada saat itu sudah waktunya mandi”, (FNOBS-
AMB02/No6)
E2: nanti kalau sampai di sumba kalau ini apa bilaang ini apa bilang nanti ga
bisaa hahaha R: iyaa hehehe E2: kalau udah baca ini apa ini apaa hahaha gatau
apa yang di sebutinn”, (VERB-AMB03/L360-370)
R: oo nanti kalau di sumba kan lanjut sekolah lagi yaa biar bisa jawab gitu yaa
E2: iya!”, (VERB-AMB03/L373-374)
dia ga diam disini kalau sudah pagi itu abis mandi abis makan langsung kesana”,
(VERB-AMB03/L298)
olivnya? Dari pagi abis mandi kadang main sama teman. Kadang kalau tidak ada
yang punya mainan dia jalan kekamar-kamar sana”, (VERB-AMB03/L606-607)
E2: hmm air dulu lama dulu baru minum nanti muntah”, (VERB-AMB04/L233)
.. ini makan dulu permennya R: oo abis makan obat langsung mam permen yaa
E:iyaa supaya ga muntah ituu rasanya”, (VERB-AMB04/L 275-277)
E2: eem apa lagii hehehe kalau obat yang ee dimasukin dari belakang itu obat
apaa?”, (VERB-AMB04/L345)
nama obatnya MTX IT? Obat apa itu MTX IT hahaha”, (VERB-AMB04/L352)
(foto-foto bersama, tertawa, mengomentari hasil foto) ”, (VERB-AMB04/L364)
E2 menonton tv agar tidak merasa bosan diruangan”, (FNOBS-AMB01/No9)
d. Strategi Coping – Emotional Approach
Strategi coping emotional approach menunjukkan bahwa subjek secara aktif
memproses, memikirkan dan mengekspresikan perasaannya. Dalam hal ini, strategi
79
coping emotional approach ditunjukkan oleh subjek pada perilaku menangis dan
merengek, serta merasa takut untuk melakukan terapi pengobatan. Subjek lebih sering
menangis, lebih cepat marah, merasa rindu terhadap orang-orang terdekat (ayah, nenek,
teman-teman), mengeluhkan sakit pada bagian tubuh tertentu, mengeluh sakit saat
disuntik, mengeluhkan rasa obat yang pahit dan merasa malu karena tangannya
terpasang infus. Subjek sempat kesal ketika ia tidak memiliki gadget seperti yang
dimiliki oleh temannya. Subjek mengungkapkan pula kekesalan selama di rawat di
rumah sakit bahwa ia tidak senang datang ke rumah sakit karena tidak ada teman
bermain. Selain itu ditunjukkan ketika subjek merasa kesakitan atau tidak nyaman
dengan tubuhnya, subjek akan mengatakan secara langsung apa yang dirasakannya
dengan ekspresi wajah yang sedih.
Adapun kutipan wawancara dan hasil observasi yang menunjukkan strategi coping
emotional approach pada subjek, yaitu:
“Kalo ga pake kipas nangis dah diaa..panaaass gitu minta kipas..”, (VERB-
KDI01/L182-183)
“hanya terdiam dengan wajah mengerutkan dahi sehingga terlihat sedih”,
(VERB- KD01/L282-283)
“gamau kesini diaa..sekolah aja ah lagi sekali ajaa besoknya lagi gitu sekolah
lagii..gamau dia kesini takut gituu”, (VERB-KD01/L359-360)
“E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak nyaman pada punggungnya dapat
lebih mereda”, (FNOBS-KD01/No4)
“E2 terlihat sangat tidak nyaman dengan punggungnya, terlihat lemas dan tidak
bersemangat”, (FNOBS-KD01/NoK1).
menangis isi marah-marah jugaa begitu sempat”, (VERB-AMB01/L387)
sering nangis gitu kangen sama bapanya sama neneknya begitu”, (VERB-
AMB01/L393)
marah-marahnya ga beli yang itu yang dia mau itu. Ini aja dia habis ngambek
tadi, mama suruh beliin beli itu apa namanya itu yang di pake main apa game
itu”, (VERB-AMB02/L126-127)
80
dia sempet mengeluh”, (VERB-AMB02/L177)
E: itu ga ada, cuma dia gini aja marah-marah, pokoknya apa yang dia minta harus
ini”, (VERB-AMB02/L114)
E: baru bapanya di Sumba dia bilang dia kangen sama bapanya begitu dia
bilang”, (VERB-AMB01/L227)
iya menangis”, (VERB-AMB02/L204)
iya sempat begitu, kangen sama teman-temannya”, (VERB-AMB02/L220)
“ma saya kangen sama punya temen-temen di sekolah” bilang begitu hehe”,
(VERB-AMB02/L224)
E2: kangeen tapi ngomong-ngomong ajaa”, (VERB-AMB04/L106)
E2: kangeen.. (dengan nada agak meredup, sedih) ”, (VERB-AMB04/L164)
E: “ee sakit” gitu, mengeluh-mengeluh kayak gitu”, (VERB-AMB02/L179)
tapi suntik yang kecil itu sakitt”, (VERB-AMB03/L172)
E2: disuntik-sunntik terus nii (dengan nada meyakinkan) setiap hariii disuntikk”,
(VERB-AMB03/L189)
E2: iyaah pasang infus juga sakittt”, (VERB-AMB03/L193)
E2: iyaa hadooo hadooo pahitnyaa eee”, (VERB-AMB04/L278)
nanti malu akuu orang liat ii ada infusnyaa”, (VERB-AMB03/L238)
lagi main dia itu (nunjuk ketemannya yang sedang bermain gadget) aku ga
punyaa (dengan nada keras seperti kesal) ”, (VERB-AMB03/L278-279)
gamau aku datang sini eem ga punya kawan main, mainnya di rumah sakit ga ada
main kawannya iiiss”, (VERB-AMB03/L311-312)
e. Strategi Coping – Behavioral Disengagement
Strategi coping behavioral disengagement menunjukkan bahwa subjek
menurunkan suatu usaha untuk menyelesaikan masalah, dapat juga dikatakan seperti
menyerah dan tidak melakukan apa-apa. Dalam hal ini, strategi coping behavioral
disengagement ditunjukkan oleh subjek pada perilaku menolak mengonsumsi obat dan
menolak atau susah makan maupun minum hingga menyebabkan munculnya efek
samping obat yang dikonsumsi.
Adapun kutipan wawancara yang menunjukkan subjek menolak mengonsumsi
obat, makan maupun minum:
“gamau makan.. gitu..”, (VERB-KD019/L117)
“minum obatnya sulit”, (VERB-KD019/L255)
“makan gamau dipaksa minum gamau”, (VERB-KD019/L257-258)
“di sembur dikasi obat gitu ga pernah masuk obatnya”, (VERB-KD019/L261)
81
“he ee mangkin malih masih kenten niki ampun keweh sajan”, (VERB-
KD019/L267)
“R: susah makan susah minum nike bu nggih sama minum obat”, (VERB-
KD019/L310)
“iyaa baru kemarinn tapi kalo masuk idos (nama obat) ini kalo rajin minum air ga
gitu ee masuk obat keras itu kan harus minum air banyak ni ndak mau minum air
tuu makanya berdarah gusinya kalo rajin minum air ga gitu”, (VERB-KD02/L31-
33)
“kalo keras gamau makan”, (VERB-KD02/L64-65)
“ni kurus dia gamau makan makan sedikit-sedikit gitu”, (VERB-KD02/L67)
“obatnya ini jarang-jarang kenten diminum”, (VERB-KD02/L129)
“tak kasi ga dah mau minum”, (VERB-KD02/L165)
“obatnya ga mau diminum..dikasi obat ga mau”, (VERB-KDI02/L183)
Strategi coping behavioral disengagement juga dimunculkan dari perilaku yang
menolak datang kerumah sakit saat jadwal terapi pengobatan. Hal tersebut bahkan
menimbulkan gejala atau keluhan yang lebih banyak pada subjek. Subjek juga tidak
mematuhi aturan seperti mengonsumsi makanan yang tidak boleh dikonsumsi. Adapun
kutipan wawancara yang menunjukkan subjek menolak menjalani terapi pengobatan dan
menolak mematuhi peraturan:
“gamau kesini diaa..sekolah aja ah lagi sekali ajaa besoknya lagi gitu sekolah
lagii..gamau dia kesini takut gituu”, (VERB-KD019/L359-360)
“gamau dah lagii kan sakit matanya tuu harus lagi BMA gamau diaa..disuruh
BMA itu pulang lagi lagi sakitt matanyaa kadang-kadang sakit dah matanya tu
nyeri gitu kesakitan diaa gituu..banyak ini kendalanya..ke mataa”, (VERB-
KDI019/L362- 364)
“makanan yang tidak boleh dimakan dimakan sama dia”, (VERB-KD02/L58-59)
“ga anaknya kadang gitu dikasi makanan gamau gitu yang ndak dibolehin makan
dimintak gitu”, (VERB-KD02/L63)
“ini anaknya telat-telat terus soalnya “ah besok ajaa” gitu dah dia bilang ini ga
mau ga berani di suntik” gitu dia bilang”, (VERB-KD02/L117-118)
“iya itu dah..ee mie ga boleh gitu makan mie..pokoknya udah bagus dia udah
sehat kan seneng dah, masuk biasa..itu rencana uang jajan lima ribu semuanya
dibeliin itu ciki-ciki itu dah semuanya”, (VERB-KD02/L173-174).
E: iyaa tidak ada semangat nafsu makan juga kurang pertama itu”, (VERB-
AMB01/L385)
E: iya makannya sedikit-sedikit”, (VERB-AMB02/L158)
E2: ga mauuu (nada ketakutan)”, (VERB-AMB04/L227)
82
f. Strategi Coping – Denial
Strategi coping denial menunjukkan bahwa subjek menolak masalah yang ada
dengan menganggap seolah-olah tidak ada masalah, mengingkari dan melupakan
kejadian atau masalah yang dialami dengan cara menyangkal semua yang terjadi. Dalam
hal ini, strategi coping denial ditunjukkan oleh subjek pada perilaku bermain-main
dengan temannya tanpa mengenal lelah, padahal subjek dilarang untuk beraktivitas
terlalu banyak yang dapat menyebabkan subjek merasa lemas dan menurunkan sistem
imun. Perilaku tersebut menunjukkan seakan subjek melupakan bahwa dirinya sedang
menjalani terapi pengobatan untuk penyakitnya. Adapun kutipan wawancara yang
menunjukkan strategi coping denial pada subjek, yaitu:
“dia sehat ini dah ga bisa dikasi tau dia main-main sama temen-temennya kan
sebenernya ga boleh capek sakit gini.. biasa dia main-main sama temennya..ga
boleh kan bedaa gitu sebenernya”, (VERB-KD01/L403-404).
g. Strategi Coping – Self Control
Strategi coping self control menunjukkan bahwa subjek berusaha untuk mengatur
tindakan dan perasaan diri dalam menghadapi suatu masalah. Dalam hal ini, strategi
coping self control ditunjukkan oleh subjek pada perilaku tidak takut dan tidak menolak
saat akan disubjek IIil tindakan medis seperti memasukkan obat dari sumsum tulang
bekalang, meskipun tindakan tersebut menimbulkan rasa sakit. Subjek tidak merasa
takut saat akan disuntik meskipun beberapa suntikan dirasa menyakitkan, dan subjek
mampu mengontrol diri saat meminum obat yang dirasa pahit walaupun hingga keluar
air mata seperti mau dimuntahkan namun subjek tetap mencoba untuk tertawa. Subjek
mampu mengontrol diri disaat tidak ada perubahan kadar pH walaupun ia sudah
berusaha untuk menaikkan kadar pH dalam tubuhnya. Selain itu, subjek menerima
83
alasan sang ibu yang belum dapat membelikan gadget. Adapun kutipan wawancara dan
hasil observasi yang menunjukkan strategi coping self control pada subjek, yaitu:
kalau itu kan dibius waktu BMA itu kan nanti diambil sumsumnya buat
diperiksaa dia ga takut ga ada ngerasa nolak begitu”, (VERB-AMB01/L459-460)
ga pernah itu yang di ini apa itu, di MTX BMA itu emang kan sukanya di suntik,
dia gini “sakit ya”, iya sakit”, (VERB-AMB02/L147-148)
subjek II takut ga kalo pas disuntik? E2: enggaa”, (VERB-AMB03/L168-169)
tapi suntik yang kecil itu sakitt R: oo gituu E: yang tes alergi itu yang sakit R:
tapi ga apa yaaa E2: iyaaa (senyum) ”, (VERB-AMB03/L172-176)
pasang infus sakitt E2: tapi ga nangiiis”, (VERB-AMB03/L194-195)
sudah ahahah (keluar air mata seperti mau muntah)”, (VERB-AMB04/L237)
R: lagi satu nanti pHnya langsung naik E2: belum naikk hehe abis naik turun lagi
ga pernah di delapan hehehe”, (VERB-AMB04/L305-306)
iya mama, nanti ya mama” bilang begitu R: iya mama begitu ya, mau dia
menerima gitu ya E: iya mau dia”, (VERB-AMB02/L237-239)
engga sedih”, (VERB-AMB02/L251)
h. Strategi Coping – Humor
Strategi coping humor menunjukkan bahwa subjek menceritakan ataupun
melakukan hal-hal yang menyenangkan sehingga beban pikiran akan berkurang. Dalam
hal ini, saat dilakukan pengambilan data, subejk memang cenderung senang bercanda
hingga membuat orang lain dan dirinya tertawa terbahak-bahak. Subjek sering kali
menunjukkan perilaku mengejek diri sendiri untuk dijadikan bahan tertawa, seperti
mengatakan bahwa ia akan bau badan jika tidak mengelap badannya, menertawakan tali
infus yang terpasang di tangannya, menertawai handphone milik ibunya yang tidak dapat
ditekan, serta menertawai diri sendiri yang melupakan nama kepala sekolahnya. Subjek
bercerita mengerjai sang dokter, apabila ia tidak ada di ruangan maka dokter akan
bingung mencarinya. Subjek juga sangat aktif memainkan gadget yang dimiliki oleh
peneliti, awalnya subjek ingin untuk bermain game tetapi akhirnya subjek berfoto-foto
ria, menertawai hasil foto dan mengatakan bahwa fotonya enak. Subjek mengajak ibunya
84
untuk bernyanyi bersama. Subjek mengejek pipinya yang dikatakan besar seperti rumah
dan menertawai anting yang hanya satu ia gunakan sehingga dikatakan seperti laki-laki.
Adapun kutipan wawancara dan hasil observasi yang menunjukkan subjek
melakukan strategi coping humor pada subjek, yaitu:
E2: nanti kalau ga ngelap bau lagii ehehe”, (VERB-AMB03/L146)
E2: biar bau dikit ajaa ehehe”, (VERB-AMB03/L150)
kalau ada di hpnya nanti malu akuu orang liat ii ada infusnyaa gituuu (ssubjek
senyum-senyum tertawa kecil) E: ehehe ga apa sakit bilang toh R: hoo ihi iyaaa
ga apaaa E2: itu kok ada talinyaa hehe di bilang nanti begituu (semua tertawa) ”,
(VERB-AMB03/L238-243)
E2: main apa ini (mengsubjek IIil hp ibunya) ga bisa tekan tuu hehehe”, (VERB-
AMB03/L317)
E2: emm kepala sekolahnya siapa eh pak gede?? Eh hahahah (tertawa malu) ”,
(VERB-AMB03/L391)
E2: hihi disana orangnyaa gitu hahaha R: AMB AMB dimanaa gitu yaa hahaha
gitu dong bu dokternyaa E2: ga ada udah pulaangg kerumahnyaa! Gituuuu udah
pulang ke yayasaan hahahaha”, (VERB-AMB03/L307-309)
E2: ehehehe (terlihat malu-malu) ehehe ada mainnya aku mainnnn! Ahahaha”,
(VERB-AMB03/L294)
E2: oo mana wajahnyaa ini diaa hahaha”, (VERB-AMB03/L447)
E2: waah enak juga fotonyaaa”, (VERB-AMB03/L498)
(interviewee 2 main hp, foto-foto, tertawa-tertawa)”, (VERB-AMB03/L562)
E2: kalau ada mainannya bosan kalau ga ada mainannya bosan laah haha”,
(VERB-AMB03/L598)
(interviewee masih berfoto-foto sAMBil tertawa-tawa) ”, (VERB-AMB03/L618)
E2: (merapikan rambut dengan sisir kemudian berfoto-foto lagi sAMBil tertawa
tawa) ”, (VERB-AMB03/L649)
(foto-foto bersama, tertawa, mengomentari hasil foto) ”, (VERB-AMB04/L365)
`
(E2 menyanyi dengan riang) ”, (VERB-AMB03/L726)
E2: tepuk tangan duluuu wwaduh ga bisa hahaha”, (VERB-AMB03/L727)
E2: ihiii coicoicoi (bersenandung) ”, (VERB-AMB04/L245)
E2: jeng jeng jeng (bersenandung) ”, (VERB-AMB04/L249)
E2: ayok omong panjang umur lagii (mengAMBil hp R dan bernyanyi) ”,
(VERBAMB04/L357)
E2 memiliki rasa humor yang tinggi, ia terlihat senang walaupun juga terlihat
agak capek”, (FNOBS-AMB04(/No9)
E2: banyak makan sampai pipinya macam rumah ituu”, (VERB-AMB04/L334)
E2: mana antingnya satu aja hahaha kayak cowok pakai anting satu”, (VERB-
AMB04/L180)
85
i. Strategi Coping – Wishful Thinking
Strategi coping wishful thinking menunjukkan bahwa subjek memiliki
pengharapan atau angan-angan, terhadap suatu situasi. Dalam hal ini, strategi coping
wishful thinking ditunjukkan oleh subjek pada perilaku ingin cepat sembuh dan ingin
tetap melanjutkan sekolah ketika sudah sembuh nanti. Adapun kutipan wawancara dan
hasil observasi yang menunjukkan subjek melakukan strategi coping wishful thinking
pada subjek, yaitu:
E2: tapi ga nangiiis R: tapi ga nangiiis pinter sekaliiii yang penting gimana? E2:
sembuh!”, (VERB-AMB03/L195-197)
R: pengennya AMB biar cepet sembuh ya gak E2: iyaa! (nada semangat)”,
(VERBAMB04/L167-168)
E2: supaya pintar supaya cepat sembuh”, (VERB-AMB03/L366)
R: oo nanti kalau di sumba kan lanjut sekolah lagi yaa biar bisa jawab gitu yaa
E2:iya!”, (VERB-AMB03/L373-374)
j. Strategi Coping – Self Criticism
Strategi coping self criticism menunjukkan bahwa subjek cenderung larut dalam
permasalahan dan menyalahkan diri sendiri atas kejadian atau masalah yang dialaminya.
Dalam hal ini, strategi coping self criticism ditunjukkan oleh subjek pada perilaku
mengatakan diri “bodo” karena ia tidak berhasil menaikkan kadar pH dalam tubuhnya.
Adapun kutipan wawancara yang menunjukkan subjek melakukan strategi coping self
criticism:
E2: ga hebat bodo AMBnya ga minum air banyaak pee apa tadi apa yang turun
tadi
R: pH E2: pHnya turun”, (VERB-AMB04/L326-329)
86
Adapun rincian strategi coping yang ditunjukkan oleh subjek adalah:
Tabel.3.
Strategi Coping
STATEGI
KOPING (Bentuk Perilaku)
STATEGI
KOPING (Bentuk Perilaku)
Accepting
Responsibility
Mengkonsumsi obat,
tidak menolak saat
disuntik, tetap belajar
membaca walaupun
sedang menjalani
terapi pengobatan agar
saat sembuh tetap
mampu membaca,
menyadari kewajiban
sebagai pasien (tidak
bermain berlebihan,
konsumsi obat tepat
waktu, menjaga
kebersihan diri)
Assistance
Seeking
Meminta tolong kepada ibu
untuk dihidupkan kipas,
meminta tolong kepada ibu
untuk mengelus punggung,
meminta tolong kepada ibu
untuk menghidupkan televise,
meminta kepada ibu untuk
dibelikan makanan tertentu,
meminta kepada ibu untuk
dibelikan gadget, mengatakan
bahwa ia sembuh bersama-sama
dengan temannya yang juga
menjalani terapi pengobatan di
rumah sakit
Direct Action
Secara langsung
meminta untuk
dihidupkan televise,
melihat kondisi gusi
yang berdarah dengan
menggunakan cermin,
secara langsung
meminta untuk
dihidupkan kipas
angin, meminta
langsung untuk
dibelikan gadget,
meminta langsung
untuk mengkonsumsi
obat, menghubungi
ayah ketika merasa
rindu, meminta sendiri
untuk mandi saat
sudah waktunya
mandi, aktif belajar
menulis dan membaca,
aktif mencari teman
bermain, aktif
menanyakan jadwal
pengobatan serta nama
obat dan fungsinya,
saat akan
Emotional
Approach
Menangis, merengek, rasa takut
melakukan terapi pengobatan,
mengatakan secara langsung
apa yang dirasakan, cepat
marah, merasa rindu terhadap
ayah, nenek dan teman-teman,
mengeluhkan sakit,
mengeluhkan rasa obat yang
sakit, merasa malu terhadap
infus yang terpasang ditangan,
merasa kesal karena tidak
memiliki gadget seperti teman
lain, merasa kesal berada
dirumah sakit karena tidak ada
teman bermain
87
STATEGI
KOPING (Bentuk Perilaku)
STATEGI
KOPING (Bentuk Perilaku)
mengkonsumsi obat,
aktif meminta air
terlebih dahulu agar
tidak muntah, aktif
meminta permen
setelah mengkonsumsi
obat yang pahit agar
pahitnya hilang, aktif
menonton televisi
sambil menceritakan
film yang disaksikan,
berinisiatif
menggunakan kamera
untuk berfoto
Behavioral
Disengagement
menolak
mengkonsumsi obat,
menolak makan dan
minum, menolak
menjalani terapi
pengobatan, tidak
mematuhi aturan yaitu
mengkonsumsi
makanan yang tidak
boleh dikonsumsi,
menolak makan,
menolak
mengkonsumsi obat
Self Control
tidak menolak saat akan
dilakukan tindakan medis
seperti memasukkan obat dari
tulang belakang yang dapat
menimbulkan rasa sakit, mampu
mengontrol diri saat
mengkonsumsi obat yang pahit,
mampu mengontrol diri saat
tidak ada perubahan kadar pH,
mau menerima alasan ibu yang
belum bisa membelikan gadget
Humor
senang bercanda atau
bergurau (mengejek
diri sendiri,
mengatakan akan
mengerjai dokter,
menertawai hasil foto,
mengajak untuk
bernyanyi)
Wishful
Thinking
ingin cepat sembuh, ingin
melanjutkan sekolah saat sudah
sembuh
Denial
bermain dengan teman
tanpa mengenal lelah Self Criticism
mengatakan diri “bodo” karena
tidak mampu menaikkan kadar
pH dalam tubuhnya
88
D. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa subjek dalam menjalani terapi
pengobatan, menunjukkan strategi coping. Strategi coping yang dilakukan oleh subjek adalah
accepting responsibility, assistance seeking, direct action, emotional approach, behavioral
disengagement, denial, self control, humor, wishful thinking dan self criticism. Adapun
pembahasan strategi coping subjek dapat dilihat pada Gambar 3:
Gambar 3. Pembahasan Strategi Coping Subjek
Menurut MacArthur dan MacArthur (1999) strategi coping didefinisikan sebagai
upaya-upaya khusus, baik secara perilaku maupun psikologis, yang digunakan orang untuk
menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang dapat
Keterangan Gambar:
: Strategi coping subjek
: Cakupan pembahasan
: Ditinjau dari
STRATEGI COPING SUBJEK
accepting responsibility, assistance seeking, direct action, emotional approach,
behavioral disengagement, denial, self control, humor, wishful thinking dan self
criticism
Usia; tingkat keparahan penyakit; dukungan sosial; latar
belakang orangtua; pengalaman individu; sumber coping;
lingkungan selama menjalani terapi pengobatan.
89
menimbulkan ketidaknyamanan. Dalam penelitian ini, situasi ketidaknyamanan harus dilalui
oleh subjek, seperti suatu kondisi yang mengharuskan subjek mengonsumsi obat yang pahit,
menjalani suntikan yang menimbulkan rasa sakit, terbatasnya perilaku mengonsumsi makanan
yang cenderung disukai subjek, maupun terbatasnya aktivitas subjek selama menjalani terapi
di rumah sakit, dan yang lain sebagainya. Untuk menghadapi hal tersebut, subjek melakukan
upaya khusus yang menurut MacArthur dan MacArthur (1999) disebut dengan strategi coping.
Menurut Lazarus dan Folkman (1984), usia merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi strategi coping seseorang. Dikatakan bahwa, dalam rentang usia tertentu,
individu mempunyai tugas perkembangan yang berbeda, sehingga memengaruhi cara berpikir
dan kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi disekelilingnya. Dapat dipastikan bahwa
coping pada setiap individu berbeda untuk setiap tingkat usia. Berdasarkan hasil penelitian ini,
usia terdiagnosa LLA pada subjek I adalah pada usia empat tahun enam bulan dan subjek II
adalah pada usia delapan tahun dua bulan. Hal tersebut menunjukkan subjek berada pada masa
kanak-kanak yang berbeda yaitu usia empat tahun enam bulan berada pada rentang usia masa
kanak-kanak awal dan usia delapan tahun dua bulan berada pada rentang usia masa kanak-
kanak tengah, sehingga anak memiliki tugas perkembangan yang berbeda (Papalia, Olds, &
Feldman, 2009).
Anak yang terdiagnosa mengalami LLA pada usia kanak-kanak awal, memiliki tugas
perkembangan untuk belajar mengetahui hal benar dan salah, serta masih bersifat centration
yaitu memiliki kecenderungan untuk fokus terhadap satu aspek dari sebuah situasi dengan
mengabaikan aspek-aspek lainnya (Piaget, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009;
Havighurst, dalam Hurlock, 1980). Anak dapat menganggap bahwa tidak mengonsumsi obat
karena obat terasa pahit atau menolak melakukan terapi pengobatan karena dapat
menimbulkan ketidaknyamanan adalah hal yang benar untuk dilakukan, seperti yang
90
ditunjukkan oleh subjek I. Sedangkan, anak yang terdiagnosa mengalami LLA pada usia
kanak-kanak tengah, mengalami peningkatan pemahaman secara kognitif terhadap kesehatan
dan suatu penyakit yang dialaminya (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Anak dapat memahami
bahwa anak memiliki peran dalam menghadapi kondisinya sendiri, anak paham bahwa harus
mengonsumsi obat dengan rajin dan mengikuti aturan sebagai pasien sehingga dapat sembuh
dari penyakitnya, seperti yang ditunjukkan oleh subjek II dalam menjalani terapi pengobatan.
Sebagai tambahan, La Greca dan Stone (dalam Sarafino dan Smith, 2011) menyatakan
bahwa ketika mengalami suatu penyakit, orang dewasa lebih memikirkan apa yang dialaminya
saat itu sekaligus kondisi yang mungkin akan dialaminya pada masa yang akan datang, namun
pada anak terbatasnya pemahaman yang dimiliki terhadap kondisi sakitnya, menyebabkan
anak cenderung menekankan hanya pada kondisinya saat itu tanpa lebih memikirkan efek
jangka panjang dari kondisi tersebut. Seperti misalnya, anak akan cenderung menekankan
pada apa yang dirasakan saat itu dan bagaimana kondisi tersebut mengganggu aktivitasnya.
Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian pada subjek I dalam menjalani terapi
pengobatan, bahwa subjek cenderung menekankan rasa takut yang dimiliki dalam menghadapi
terapi pengobatan sehingga subjek menolak dan mengulur waktu terapi pengobatannya.
Subjek lebih susah untuk memikirkan lebih jauh efek jangka panjang terhadap
kesembuhannya apabila subjek mau memaksakan diri melakukan terapi pengobatan. Namun,
terjadi perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh subjek I. Subjek mulai berani menghadapi
perasaannya sendiri. Subjek tidak takut lagi menjalani terapi pengobatan walaupun harus
meninggalkan aktivitasnya seperti sekolah dan bermain dengan teman-temannya di rumah.
Serupa dengan subjek II. Meskipun subjek sering mengundur waktu ketika akan mengonsumsi
obat yang pahit, namun subjek akan tetap mengonsumsinya dengan menekankan bahwa hal
tersebut akan membuatnya sembuh dari penyakit. Berdasarkan hasil penelitian dapat
91
ditekankan terjadinya perubahan pemahaman pada anak, yang menyebabkan anak mampu
menekankan pada efek jangka panjang terapi pengobatan terhadap kesembuhannya,
sebagaimana kecenderungan menekankan efek jangka panjang pada orang dewasa yang
dinyatakan oleh La Greca dan Stone (dalam Sarafino dan Smith, 2011).
Selain itu, kesehatan merupakan hal yang penting, karena dalam usaha mengatasi suatu
kondisi yang menekan individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar
sehingga kesehatan fisik juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi strategi coping
(Lazarus dan Folkman, 1984). Meskipun subjek I dan subjek II memiliki status kesehatan fisik
yang sama yaitu sama-sama menderita LLA, namun terdapat perbedaan pada tingkat keparahan
penyakit. Tingkat keparahan penyakit dapat dilihat dari jumlah sel leukemia yang ada pada
tubuh pasien dan dapat dilihat pula dari gejala klinis yang dialami oleh pasien (Poplac dkk,
2000).
Subjek I memiliki jumlah sel leukemia sejumlah 60% sedangkan subjek II memiliki
jumlah sel leukemia sejumlah 20%. Semakin tinggi jumlah sel leukemia pada tubuh anak
semakin banyak pula gejala klinis yang dialami, sehingga anak lebih banyak menghadapi
situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan. Begitu pula sebaliknya. Semakin rendah jumlah
sel leukemia pada tubuh anak semakin sedikit munculnya gejala klinis, sehingga anak lebih
sedikit menghadapi situasi dan kondisi yang kurang menyenangkan. Hal tersebut dibuktikan
pada hasil penelitian ini yang menyebutkan bahwa lebih banyak gejala klinis yang dialami
oleh subjek I dibandingkan dengan subjek II. Subjek I selain mengalami demam, nyeri sendi
dan tulang, mimisan, dan juga pendarahan pada gusi, subjek I juga mengalami pembengkakan
pada limpa yang menyebabkan perutnya terus membesar.
Dukungan sosial, juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi strategi coping
(Lazarus dan Folkman, 1984). Subjek I maupun subjek II, lebih banyak dirawat secara
92
langsung oleh ibu masing-masing. Ibu lebih sering menemani subjek selama menjalani terapi
pengobatan baik pada saat di rumah sakit maupun di yayasan, bahkan pada subjek II hanya
dirawat secara langsung oleh sang ibu dikarenakan anggota keluarga lainnya berada di
kampung halaman yang jauh dari tempat subjek berobat. Namun, bukan berarti hanya ibu
yang memberikan dukungan sosial. Dukungan sosial masih diperoleh subjek dari anggota
keluarga lainnya, dari teman-teman yang mengalami hal yang sama, dari guru yang mengajar
subjek di sekolah, serta dari pemerhati sosial yang seringkali membantu pemenuhan
kebutuhan anak.
Berdasarkan hasil penelitian ini, dukungan sosial terbesar adalah dari orangtua subjek.
Sejalan dengan penelitian Putri (2015) diperoleh bahwa dukungan orangtua, baik dukungan
sosial, emosional maupun dukungan material terhadap kondisi anak yang mengalami kanker
berpengaruh dengan adaptasi anak terhadap penyakitnya. Dukungan yang kurang tepat dapat
memberikan dampak kurang baik bagi anak. Seperti pada hasil penelitian ini, subjek I sempat
mengalami keterlambatan pengobatan dikarenakan orangtua subjek belum sempat mengantar
subjek ke rumah sakit. Akibatnya, subjek mengalami beberapa tambahan gejala klinis seperti
lebih sering sakit kepala dan nyeri sendi. Selain itu, orangtua subjek sempat menganggap
bahwa kemoterapi merupakan salah satu terapi pengobatan yang justru “mematikan” bagi
subjek, sehingga orangtua cenderung tidak melanjutkan kemoterapi tersebut.
Begitu pula pentingnya dukungan orangtua ketika melarang anak bermain yang
berlebihan, maupun pelaksanaan program diet pada anak. Terlebih lagi, hal tersebut dikatakan
penting karena, kehidupan seorang anak masih bergantung pada keluarganya baik dari fisik,
psikologis dan sosial, sehingga peran orang tua sangatlah penting dalam mendukung dan
mengurangi ketidaknyamanan pada anak akibat penyakit yang dialaminya (Suryati, 2010).
Dalam penelitiannya, Suryati (2010) menemukan bahwa efektivitas mekanisme coping
93
orangtua berhubungan dengan perkembangan anak dengan LLA. Apabila mekanisme coping
orangtua positif, seperti menyadari bahwa anak tidak diperbolehkan beraktivitas berlebihan
maka orangtua akan menerapkannya kepada anak.
Selain itu, individu yang memiliki pengalaman menghadapi suatu masalah cenderung
sudah memiliki strategi coping yang dapat dengan langsung menangani masalah yang
dihadapi, dibandingkan dengan individu lain yang tidak pernah mengalami masalah serupa
(Lazarus dan Folkman, 1984). Pada penelitian ini, subjek I cenderung memiliki pengalaman
yang lebih banyak terhadap kondisi sakit LLA dan terapi pengobatannya, karena subjek
merupakan pasien kambuh yang sudah pernah menjalani tahap terapi pengobatan LLA.
Terlihat bahwa adanya perubahan strategi coping yang memberikan dampak positif bagi
subjek. Subjek yang dulunya sering menolak mengonsumsi obat dan menolak menjalani terapi
pengobatan, lebih menunjukkan perilaku menurut dan berani menghadapi situasi dan kondisi
menjalani terapi pengobatan setelah dinyatakan kambuh.
Berdasarkan hasil penelitian, selama menjalani terapi pengobatan di rumah sakit, subjek
II menggunakan boneka dan gadget untuk bermain. Sejalan dengan pemaparan Longe (2005)
yang menyebutkan bermain merupakan salah satu sumber coping bagi anak dengan LLA, yaitu
barang-barang seperti papan permainan, playdoh, video game, boneka, dan mainan mobil bisa
dinikmati selama terapi intravena ditempat tidur. Gariepy dan Howe (dalam Piersol, dkk.
2008) menemukan bahwa bermain pada anak dengan LLA dapat digunakan sebagai media
komunikasi untuk mengekspresikan diri, mengeliminasi tekanan psikologis, serta mengatasi
stres dan kecemasan.
Selain itu, lingkungan yang meliputi hubungan beberapa sistem seperti orang tua dan
keluarga, masyarakat, dan budaya (Bronfenbrenner dalam Papalia, Olds & Feldman, 2009)
merupakan salah satu sumber coping yang berguna untuk anak dengan LLA. Dalam penelitian
94
ini, lingkungan rumah sakit adalah lingkungan yang paling sering ditemui oleh subjek bahwa
terdapat hubungan subjek dengan pasien lainnya, hubungan subjek dengan petugas medis
sepeti dokter maupun perawat, hubungan orangtua dengan pasien lain serta hubungan orangtua
dengan petugas medis. Subjek II seringkali menjalin komunikasi atau berhubungan dengan
pasien lain seperti saat subjek meminjam gadget milik pasien lain, ataupun mengunjungi
pasien lain untuk sekedar mengobrol.
Sebagai tambahan, Sarafino dan Smith (2011) mengatakan bahwa terdapat beberapa
faktor yang dapat memengaruhi pemikiran maupun beliefs seseorang dalam mencari atau
menggunakan layangan kesehatan. Interaksi dengan lingkungan merupakan salah satu strategi
coping bagi subjek. Begitu pula orangtua dari subjek I. Orangtua seringkali memperoleh
informasi yang berdampak baik untuk kondisi subjek. Orangtua mengetahui obat herbal yang
dapat membantu penyembuhan subjek dari pasien lain yang menggunakan obat tersebut,
sehingga orangtua ikut serta memberikan obat yang sama kepada subjek. Mengonsumsi obat
yang berdampak baik bagi kondisi anak tentu merupakan salah satu strategi coping bagi anak.
Ketika pengguna layanan kesehatan tidak mempercayai penyedia layanan kesehatan
maka pengguna layanan kesehatan dapat menolak layanan yang dibutuhkan (Sarafino &
Smith, 2011). Ketika tidak adanya hubungan yang baik pada lingkungan tersebut, akan
memengaruhi perilaku orangtua dan strategi coping pada anak. Seperti pada hasil penelitian
diperoleh bahwa adanya kekesalan orangtua subjek I terhadap perlakuan medis dari petugas
medis. Orangtua tidak mendapat cukup informasi mengenai apa yang harus dilakukan
orangtua terhadap kondisi subjek, dan orangtua merasa tidak puas dengan tindakan medis
yang dianggap sangat lambat sehingga memengaruhi kondisi sakit subjek. Jika petugas medis
saat itu mampu menjalin hubungan yang baik dengan pasien, dengan kata lain menjalin
komunikasi yang memang dibutuhkan oleh seorang pasien maka kemungkinan besar orangtua
95
akan lebih memahami dan mengetahui informasi yang penting terhadap perlakuan medis pada
subjek tanpa meragukan petugas medis itu sendiri.
96
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada keseluruhan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat 10
strategi coping yang dilakukan oleh subjek strategi coping accepting responsibility, strategi
coping assistance seeking, strategi coping direct action, strategi coping emotional approach,
strategi coping behavioral disengagement, strategi coping denial, strategi coping self control,
strategi coping humor, strategi coping wishful thinking, dan strategi coping self criticism.
Kedua subjek memiliki gambaran latar belakang, situasi menjalani terapi pengobatan,
respons orangtua, serta gejala klinis yang dapat mempengaruhi perilaku strategi coping pada
subjek. Subjek I lebih banyak menunjukkan strategi coping behavioral disengagement serta
diikuti dengan strategi coping denial. Strategi coping behavioral disengagement dan strategi
coping denial lebih memberikan dampak kurang baik bagi subjek seperti subjek cenderung
menolak terapi pengobatan. Kemudian diikuti dengan strategi coping direct action, strategi
coping emotional approach, strategi coping accepting responsibility serta strategi coping
assistance seeking yang berdampak baik bagi subjek seperti mematuhi larangan-larangan
sebagai pasien LLA. Sedangkan, subjek II lebih banyak menunjukkan strategi coping
accepting responsibility, strategi coping direct action, strategi coping self control, strategi
coping emotional approach, strategi coping humor serta strategi coping wishful thinking yang
cenderung berdampak bagi subjek misalnya subjek melaksanakan kewajiban sebagai seorang
pasien. Kemudian diikuti dengan, strategi coping assistance seeking, strategi coping self
criticism, dan strategi coping behavioral disengagement yang cenderung memberikan dampak
kurang baik bagi subjek misalnya subjek tidak bersemangat saat menjalani terapi pengobatan.
97
Strategi coping yang dimunculkan oleh subjek I dan subjek II dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti usia anak, tingkat keparahan penyakit, dukungan sosial, serta sumber
koping yang tersedia seperti sarana bermain dan lingkungan yang mendukung kelancaran
proses terapi pengobatan.
B. Saran
1. Saran Bagi Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
Anak dengan LLA diharapkan tetap mengembangkan strategi coping yang berdampak
positif bagi dirinya seperti rajin mengonsumsi obat, disiplin dalam melakukan terapi
pengobatan, berani menghadapi situasi yang dirasa menyakitkan, melakukan aktivitas
bermain yang tidak berlebihan dan mau mengikuti aturan-aturan yang diperuntukkan untuk
kesembuhan dirinya.
2. Saran Bagi Orangtua dan Keluarga yang Memiliki Anak dengan Leukemia
Limfoblastik Akut (LLA)
Orangtua dan keluarga yang memiliki anak dengan LLA diharapkan mampu untuk
selalu memberikan dukungan sosial bagi anak seperti memberikan waktu dan tenaga,
mendahulukan kepentingan pengobatan anak serta mencari informasi sebanyak-banyaknya
yang berguna bagi kesembuhan anak. Orangtua dan keluarga juga dapat menjadi sumber
coping bagi anak dengan cara berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhan anak yang dirasa
dapat membantu dalam menghadapi situasi dan kondisi selama menjalani terapi pengobatan
LLA. Seperti, menyediakan sarana bermain, mendorong anak mengonsumsi obat secara
disiplin serta mendorong anak agar mau mengikuti aturan guna mempercepat proses
penyembuhannya. Penting bagi orangtua untuk selalu berkomunikasi dengan anak guna
menambah pemahaman mengenai situasi dan kondisi yang sedang dialami.
98
3. Saran Bagi Pihak Terkait seperti Pihak Rumah Sakit, Perawat, Dokter, Psikolog,
maupun Pengurus Rumah Singgah atau Yayasan Khusus Pasien Kanker
Pihak terkait seperti pihak rumah sakit perawat, dokter, psikolog, maupun pengurus
rumah singgah atau yayasan khusus pasien kanker diharapkan secara berkelanjutan mampu
memberikan dan mengembangkan lingkungan yang positif bagi anak dengan LLA maupun
keluarga. Petugas medis seperti perawat dan dokter di rumah sakit diharapkan
meningkatkan komunikasi yang baik terhadap keluarga anak dengan LLA guna
memberikan pemahaman yang penting bagi keluarga serta anak. Pengurus rumah singgah
atau yayasan khusus pasien kanker diharapkan secara berkelanjutan membantu
menyediakan dan mengembangkan sarana pendidikan serta sarana bermain yang diperlukan
bagi anak dengan LLA. Sedangkan, pihak rumah sakit dapat membantu dengan
menyediakan sarana dvd player atau pemutaran film atau video di masing-masing ruangan
pasien yang dapat menghibur sekaligus memberikan edukasi bagi anak dengan LLA dan
keluarga yang mendampingi.
Selain itu pihak rumah sakit dapat menyediakan ruangan khusus bermain anak seperti
disediakan boneka dan permainan-permainan sederhana lainnya sehingga ketika anak
merasa bosan diruang perawatan anak dapat bermain diruang bermain. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, pihak rumah sakit dapat memberikan jadwal
pemutaran film atau video dan juga memberikan jadwal ruangan bermain yang hanya
dibuka pada jam-jam tertentu, yang tentunya tidak mengganggu jam istirahat pasien.
4. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya
Saran bagi penelitian selanjutnya didasarkan atas keterbatasan pada penelitian ini.
Keterbatasan penelitian ini terletak pada proses pengambilan data yaitu dilakukan pada saat
99
kondisi subjek sedang mengalami sakit fisik. Wawancara terhadap subjek tidak dapat
dilaksanakan secara intensif, sebagaimana wawancara terhadap responden. Sehingga pada
penelitian selanjutnya diharapkan dapat lebih memperhatikan lama waktu dan saat kapan
sebaiknya melakukan wawancara terhadap subjek. Selain karena kondisi sakit fisik, subjek
juga merupakan anak-anak sehingga kemampuan peneliti untuk dapat berkomunikasi
dengan baik terhadap anak-anak sangat diperlukan. Selain itu, jika memungkinkan perawat
maupun dokter yang menangani subjek selama menjalani terapi dapat dijadikan responden
penelitian guna mendapat informasi yang lebih luas.
100
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Saiffudin. (2010). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ahyar. (2010). Konsep diri dan mekanisme koping dalam proses keperawatan. Diunduh dari
http://ahyarwahyudi.wordpress.com/2010/02/11/konsep-diri-dan-mekanismekoping-
dalam-proses-keperawatan/.
Basuki. (2006). Metode penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Baxter, P., dan Jack, N. (2008). Qualitative case study methodology : study design and
implementation for novice researchers. The Qualitative Report, 13(4), 544-559. Canada.
Diunduh dari http://www.nova.edu/ssss/QR/QR13- 4/baxter.pdf
Carver, C.S., Scheier, M.F., & Weintraub, J.K. (1989). Assessing coping strategies: a
theoretically based approach. Journal of Personality and Social Psychology, 56(2), 267-
283.
Campbell, J.M, Brown, R.T., Cavanagh, S.E., Vess, S.F., & Segall, M. J. (2008a). Evidance-
based assessment of cognitive functioning in pediatric psychology. Journal of Pediatric
Psychology, 33(9) pp. 999-1014.
Doloksaribu, T.M. (2011). Respon dan koping anak penderita leukemia limfoblastik akut
dalam menjalani terapi di Jakarta dan sekitarnya: studi grounded theory. Tesis.
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Evitasari, I.A.G.S. (2014). Proses penerimaan diri remaja tunarungu berprestasi. Skripsi.
Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana.
RS Dharmais Pusat Kanker Nasional. (2009). Jakarta Barat. Diunduh dari
http://www.dharmais.co.id/index.php/kemoterapi.html
Faozi. (2010). Hubungan hospitalisasi berulang dengan perkembangan psikososial anak
prasekolah yang menderita leukemia limfoblastik akut di Ruang Melati 2 RSUD dr
Moewardi Surakarta. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Friedman. M. M. (1998). Keperawatan keluarga: teori dan praktik, Edisi 3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Gamayanti, I.L. (2006). Stres, koping dan adaptasi pada anak penderita LLA. Desertasi.
Universitas Gajah Mada.
HIMPSI. (2010). Kode etik psikologi Indonesia. Jakarta.
Hurlock, E.B. (1980). Developmental psychology: a life-span approach, 5th Edition. McGraw-
Hill: Inc.
101
Hoffbrand, A.V., dan Moss, P.A.H. (2011). Kapita selekta hematologi, 6th Edition. Jakarta:
EGC.
Hockenberry, M.J., dan Wilson, D. (2009). Essential of pediatric nursing,8th Edition. Canada:
Mosby Elsevier.
Iskandar. (2009). Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: Gaung Persada Press.
James, S.R. dan Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children: principles & practice, 3rd
Edition. St. Louis: Saunders Elsevier.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2014). Kementerian kesehatan RI. Jakarta: Badan
Litbang Kemenkes RI
Lazarus, S. dan Folkman, R.S. (1986). Stress, appraisal, and coping. New York: Springer.
Longe, J.L. (2005). The gale encyclopedia of cancer, 2rd Edition. Famington Hills: The Gale
Group, Inc.
Mia, R., Ugrasena, I.D.G., & Permono, B. (2006). Kapita selekta ilmu kesehatan anak VI -
pengelolaan medik anak dengan leukemia dan kemungkinan perawatan di RS
kabupaten. Surabaya: Open Urika Creative Multimedia and Presentastions Division.
Diunduh dari http://www.pediatrik.com/pkb/061022022524-03ie136.pdf
Medical Stuff. (2014). Keganasan leukemia limfoblastik akut pada anak. Diunduh dari
http://xianide.blogspot.co.id/search?q=leukemia
Moleong, L.J. (2004). Metodologi penelitian kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muhtadi, I. (2014). Topik ke-179: Leukemia (kankerseldarahputih). Diunduhdari
http://www.indramuhtadi.com/scripts-2014/topik-ke-179-leukemia-kanker-sel-darah-
putih
Murtutik, L & Wahyuni, (2013). Hubungan frekuensi hospitalisasi anak dengan kemampuan
perkembangan motorik kasar pada anak pre-school penderita leukemia di RSUD Dr.
Moewardi. Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia.
Noll, R.B., Garstein, M.A., Vannatta, K., Correll, J., Bukowski, W.M., & Davies, W.H.
(1999). Social, emotional, and behavioral function of children with cancer. Journal of
pediatrics, 103(1), 71-78.
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. (2009). Human development, 10th Edition. Jakarta:
Salemba Humanika.
Pertiwi, N.M.I., Niruri, R., & Ariawati, K. (2013). Gangguan hematologi akibat kemoterapi
pada anak dengan leukemia limfosistik akut di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah.
Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Udayana.
102
Permono, B., Sutaryo., Ugrasena, I.D.G., Windiastuti, E., & Abdulsalam, M. (2010). Buku
ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Permono, Bambang. (2005). Leukemia akut dalam buku ajar hematologi-onkologi anak.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Piersol, L.W., Johnson, A., Wetsel, A., Holtzer, K., & Walker, C. (2008). Decreasing
psychological distress during the diagnosis and treatment of pediatric leukemia. Journal
of Pediatric Oncolocy.
Poplac, D.G., Honcelberg, J.S., & Balis, F.M. (2000). Principles and practice of pediatric
oncology. Philladelphia: JB Lippincot Company.
Pusat Data dan Informasi. (2013). Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Badan Litbang
Kemenkes RI
Pusat Data dan Informasi. (2015). Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: Badan Litbang
Kemenkes RI
Rahmawati, D.R. (2013). Gambaran penyesuaian diri anak penderita leukemia terhadap
hospitalisasi. Tesis. Universitas Pendidikan Indonesia.
Rasmun. (2004). Stress, koping dan adaptasi - teori dan pohon masalah keperawatan. Jakarta:
CV Sagung Seto.
Rivera., G.K., Pinkel, D., Simone, J.V. (2003). Treatment of acute lymphoblastic leukemia: 30
years experience at st. Jude children’s research hospital. Jounal of Medicine.
Savage, E., Riordan, A.O., & Hughes, M. (2008). Quality of life in children with acute
lymphoblastic leukaemia: a systematic review. European Journal of Oncology Nursing.
Sarafino, E.P., & Smith, T.W. (2011). Health psychology: biopsychosocial interactions. 7th
Ed. John Wiley & Sons Inc.
Spencer, A.R., Jeffrey, S.N., & Greene, B. (2002). Psikologi abnormal, Edisi 5 Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Strauss, A. dan Corbin, J. (2009). Dasar-dasar penelitian kualitatif dan R&D. Bandung: C.V.
Alfabeta
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta.
Supandiman, I. (1997). Hematologi klinik. Bandung: Alumni.
Suryati, 2010. Hubungan koping orang tua dan karakteristik anak dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak usia batita dan prasekolah penderita leukemia limfoblastik akut di
RSAB Harapan Kita Jakarta. Tesis. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Pascasarjana
Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Anak, Universitas Indonesia.
103
Sutaryo, Sumadiono, Suhadi. (1999) The pilot protocol of Wijaya Kusuma acute lymphoblastic
leukemia of childhood. Yogyakarta: Indonesian Multicentre Study, Gadjah Mada
University Press.
Yin, R.K. (2009). Studi Kasus; Desain dan Metode. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Willig, C. (2008). Introducing qualitative research in psychology. New York: Open
University Press.
Winengan. (2007). Kultur budaya: pedesaan dan kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wong, D.L. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC.
107
GLOSARIUM
Adriamisin - obat kanker
Alopesia - kebotakan yang bukan karena
pembawaan lahir
Antibiotika - segolongan molekul, baik
alami maupun sintetik, yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu
proses biokimia di dalam organisme,
khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri
Antiemetik - obat-obatan yang digunakan
dalam penatalaksanaan mual dan muntah
Antimetabolite - senyawa yang
menghambat reaksi enzim atau reaksi
metabolisme lain karena kesamaan
strukturnya dengan metabolit alami yang
mengambil bagian dalam reaksi
Arthritis gout - radang sendi; penyakit yang
di sebabkan oleh tumpukan asam/kristal urat
pada jaringan
Aspirasi sumsum tulang (bone marrow
aspiration) - dilakukan untuk memperoleh
spesimen yang digunakan dalam penilaian
morfologi sel dan tes khusus sumsum tulang
seperti flowcytometry untuk analisis
immunophenotypic, tes sitogenetik atau tes
molekuler; BMA digunakan dalam evaluasi
hematologi, kanker, penyakit metastasis dan
storage disease serta beberapa penyakit
sistemik kronik
Diplopia - gejala dimana pasien melihat dua
tampilan dari satu objek
Dypsnea - susah bernapas; napas pendek
Edema - pembengkakan jaringan karena
bertambahnya kandungan cairan
Elaboratif - penggarapan secara tekun dan
cermat
Euforia - perasaan nyaman atau perasaan
gembira yang berlebihan
Endotel - lapisan sel gepeng yang melapisi
permukaan dalam pembuluh darah,
pembuluh limfa, dan rongga tubuh
Fundus - bagian atas Rahim
Hematopoiesis - proses pembentukan dan
perkembangan sel-sel darah
Hemoglobin - protein sel darah merah yang
memungkinkan darah mengangkut
oksigen; zat pewarna merah pada butir darah
merah
Hepatomegaly - pembesaran ukuran hati
Hematologi - cabang ilmu kesehatan yang
mempelajari darah, organ pembentuk darah,
dan penyakitnya.
Hiperurikemia - peningkatan kadar asam
urat dalam darah
Hiperleukositosis - jumlah leukosit, darah
tepi yang melebihi 100.000/m
Hiposekmia - rendahnya pasokan oksigen
pada pembuluh darah bersih (pembuluh
arteri)
Homeostasis - keadaan dalam tubuh suatu
makhluk hidup yang mempertahankan
konsentrasi zat dalam tubuh, khususnya
darah agar tetap konstan
Infiltrasi - penyusupan; perembesan
Infark - nekrosis iskemik pada satu tempat
di otak, karena perubahan sirkulasi darah,
atau kurangnya pasokan
oksigen. Infark biasanya terjadi karena
penyumbatan aliran pembuluh nadi dan
kadang bisa terjadi pada pembuluh balik.
Intravaskuler - dalam pembuluh darah
Iritabilitas - kemampuan benda hidup untuk
bereaksi atau menanggapi suatu stimulus
Katerer vena sentral - sebuah kateter
dimasukkan ke pembuluh darah besar di
leher (vena jugularis vena jugularis internal
atau eksternal), dada ( subklavia vena) atau
pangkal paha (vena femoralis)
Kelenjar timus - organ utama dari sistem
limfatik. Terletak di wilayah dada bagian
atas, fungsi utama dari kelenjar timus adalah
untuk mendorong perkembangan sel-sel
tertentu dari sistem kekebalan tubuh yang
disebut limfosit T
Kelainan neuroendokrin - kelainan yang
berkaitan dengan sistem saraf dan endokrin
Kemoterapi - pencegahan dan
penyembuhan terhadap suatu penyakit
dengan memasukkan bahan kimia ke dalam
tubuh
Kompresi - pemberian tekanan yang tinggi
Kardiotoksisitas - keracunan pada jantung
Klonal; klon - segolongan sel yang berasal
dari satu sel dan memiliki genetik yang
identik
Leukosit - sel darah tanpa warna (berfungsi
untuk membinasakan bakteri yang
memasuki tubuh); sel darah putih
Leukositosis - terdapatnya kenaikan jumlah
sel darah putih dalam darah yang melebihi
ambang normal
Limfosit - leukosit yang berinti satu, tidak
bersegmen, pada umumnya tidak bergranula,
berperan pada imunitas humoral(sel B) dan
imunitas sel (sel T)
Limfoblas - sel termuda dari seri limfosit
Limfadenopati - pembengkakan pada
kelenjar limfa
Letargi - keadaan lemah badan dan tidak
ada dorongan untuk melakukan kegiatan,
nafsu tidur berlebihan (apabila dibangunkan
langsung tertidur kembali), muncul pada
penderita penyakit otak atau keracunan
Malaise - (keadaan) perasaan kurang sehat
dan lesu, yang mendahului timbulnya
keadaan sakit yang lebih gawat
Menoragia - haid dengan perdarahan yang
berlebihan
Metotreksat - antimetabolit folat yang
menginhibisi sintesis DNA
Meningen - merupakan selaput yang berada
di antara permukaan dalam tulang tengkorak
dan otak
Mengeradikasi - memusnahkan;
membersihkan; mengeliminasi
Mialgia - nyeri otot
Mukositis - peradangan pada lapisan
jaringan yang membatasi rongga saluran
pencernaan dan saluran pernapasan
Moon face - kondisi wajah yang membulat
dan membengkak akibat adanya timbunan
lemak berlebihan pada wajah
Neutropenia - penurunan proporsi
neutrophil
Nerve palsy - kelumpuhan saraf
Normoseluler – jumlah normal pada sel
Papilledema - pembengkakan saraf optik
Perianus - terletak di atau mempengaruhi
daerah sekitar anus
Pendarahan intrakranial - pendarahan di
dalam tulang tengkorak
Purpura - penyakit yang disertai bercak-
bercak darah di dalam kulit
Pulmoner – berhubungan dengan peredaran
darah dari jantung ke paru-paru dan kembali
ke jantung
Proliferasi - pertumbuhan dan pertambahan
sel yang sangat cepat (dalam keadaan
abnormal)
Prednisone - obat yang digunakan untuk
kondisi kesehatan seperti arthritis, gangguan
darah, masalah pernapasan, alergi parah,
penyakit kulit, kanker, masalah mata, dan
gangguan sistem kekebalan tubuh
Radioterapi - pengobatan penyakit dengan
radiasi
Regimen - program
Ronchi - suara yang dihasilkan saat udara
melewati jalan nafas yang penuh cairan
Serebral - berkaitan dengan serebrum; otak
Sel blas - sel darah yang masih muda
Sindrom lisis tumor - komplikasi yang
amat serius dari pengobatan kanker dengan
kemoterapi, radiasi, terapi hormonal
serta cryotherapy yang memerlukan
perawatan multidisiplin di ruang ICU untuk
mencegah terjadinya gagal ginjal dan
kematian
Sitabirin - obat antitumor
Sitostatika - suatu pengobatan untuk
mematikan sel – sel secara fraksional (fraksi
tertentu mati)
Survival - suatu tindakan yang paling awal
yang dilakukan oleh setiap makhluk yang
hidup untuk mempertahankan hidupnya dari
berbagai ancaman; perjuangan agar tetap
hidup
Supraklavikular – terletak diatas klavikula
Splenomegaly moderat - pembesaran limfa
Syok septik - penurunan tekanan darah yang
berpotensi mematikan karena adanya bakteri
dalam darah
Tachypnea - frekuensi pernapasan yang
cepat
Trombositopenia - penurunan proporsi
trombosit dalam darah
Terapi intravena - memasukkan obat
melalui pembuluh darah
Terapi steroid - terapi hormonal biasanya
digunakan sebagai obat kemoterapi dalam
bentuk kortikosteroid
Tekanan intrakranial - tekanan dalam
rongga kranial dan biasanya diukur sebagai
tekanan dalam ventrikel otak
Vena cava superior - pembuluh darah yang
menerima darah dari kepala dan kedua
tangan
Vinkristin - senyawa kimia golongan
alkaloid vinca yang berasal dari tanaman
Vinca Rosea yang memiliki anti kanker
yang diberikan secara intravena dan bekerja
menghambat mitosis (menghentikan
pembelahan sel) sehingga menyebabkan sel
mati
107
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Pedoman Wawancara .................................................................... 111
Lampiran 2. Fieldnote Asli ............................................................................................. 114
Lampiran 3. Open Coding Fieldnote dan Hasil Observasi: FNOBS-KD01 ................... 125
Lampiran 4. Open Coding Fieldnote dan Hasil Observasi: FNOBS-KD02 ................... 128
Lampiran 5. Open Coding Fieldnote dan Hasil Observasi: FNOBS-AMB01................ 130
Lampiran 6. Open Coding Fieldnote dan Hasil Observasi: FNOBS-AMB02................ 133
Lampiran 7. Open Coding Fieldnote dan Hasil Observasi: FNOBS-AMB03................ 135
Lampiran 8. Open Coding Fieldnote dan Hasil Observasi: FNOBS-AMB04................ 137
Lampiran 9. Open Coding Verbatim: VERB-KD01....................................................... 139
Lampiran 10. Open Coding Verbatim: VERB-KD02..................................................... 148
Lampiran 11. Open Coding Verbatim: VERB-AMB01 ................................................. 153
Lampiran 12. Open Coding Verbatim: VERB-AMB02 ................................................. 163
Lampiran 13. Open Coding Verbatim: VERB-AMB03 ................................................. 169
Lampiran 14. Open Coding Verbatim: VERB-AMB04 ................................................. 185
Lampiran 15. Code Book – Axial Coding ....................................................................... 193
Lampiran 16. Selective Coding ....................................................................................... 226
Lampiran 17. Protokol Terapi Pengobatan Responden II (AMB) .................................. 229
Lampiran 18. Surat-surat ................................................................................................ 230
Lampiran 19. Informed Consent ..................................................................................... 231
LAMPIRAN
Lembar Wawancara
Responden/ee :
Waktu :
Lokasi :
Interviewer : Komang Try Damayanti/1202205009
Judul : Gambaran Strategi Coping Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut dalam
Menjalani Terapi Pengobatan
Instansi : Psikologi FK Universitas Udayana
Daftar pertanyaan untuk orangtua responden:
A. Mengetahui Latar Belakang Interviewee
1. Siapa nama bapak/ibu ?
2. Dimana tempat tanggal lahir bapak/ibu ?
3. Dimana tempat tinggal bapak/ibu ?
4. Bapak/ibu tempat tinggal asal darimana ?
5. Bapak/ibu berapa bersaudara ?
6. Orang tua bapak/ibu tinggal dimana ?
7. Bapak/ibu tinggal bersama siapa saja ?
8. Apa pendidikan bapak/ibu ?
9. Bapak/ibu memiliki berapa anak ?
10. Apakah sudah lama menikah? Usia menikah ?
11. Apa pekerjaan bapak/ibu ?
12. Bisa bapak/ibu ceritakan apa saja kegiatan sehari-hari bapak/ibu ?
13. Anak yang mengalami LLA adalah anak keberapa ?
14. Apakah bapak/ibu pernah memiliki pengalaman merawat orang terdekat yang sakit kronis
?
Jika iya bisa bapak/ibu ceritakan ?
15. Ketika ada masalah bapak/ibu sering sharing dengan siapa ?
16. Masalah seperti apa yang biasanya bapak/ibu alami selama berumah tangga ?
17. Ketika mengetahui anak didiagnosa LLA, bagaimana perasaan bapak/ibu ?
18. Bisa bapak/ibu ceritakan bagaimana awal anak bisa didiagnosa LLA ?
19. Apa yang pertama kali bapak/ibu pikirkan saat mengetahui anak didiagnosa LLA ?
20. Apa yang bapak/ibu lakukan untuk menangani responden ?
21. Apakah bapak/ibu memberitahu keluarga besar atau kepada sahabat-sahabat ?
B. Mengetahui Latar Belakang Responden
1. Siapa nama responden ?
2. Dirumah biasa dipanggil siapa ?
3. Usia responden ?
4. Apakah sudah bersekolah ?
Jika iya dimana ? dari usia berapa ?
5. Apa saja kegiatan sehari-hari yang dilakukan responden ?
6. Bisa bapak/ibu ceritakan bagaimana kehidupan anak sejak dalam kandungan hingga usia
sekarang ?
7. Siapa yang paling dekat mengurus responden dirumah ?
8. Adakah teman sebaya atau teman yang sering bermain dengan responden ? siapakah ?
9. Bagaimana kondisi kesehatan responden dari bayi hingga usia sekarang sebelum
didiagnosa LLA ?
Apakah sering mengalami sakit ? sakit yang seperti apa ?
Bagaimana dengan kakak/adiknya ?
Bagaimana dengan bapak/ibu sendiri ?
10. Sejak didiagnosa apakah bapak/ibu memberitahukan kondisi tersebut pada anak ?
11. Bagaimana cara bapak/ibu menyampaikan ?
12. Apakah bapak/ibu mengetahui secara jelas terapi-terapi pengobatan atau tindakan medis
yang diberikan kepada anak?
Bisa diceritakan nama dan berapa lama jangka waktu diambilnya tindakan tersebut?
(minta protokolnya)
B. Mengetahui Gambaran Strategi Coping pada Responden
1. Bisa ceritakan kembali apa saja gejala-gejala awal yang muncul sebelum didiagnosa LLA
?
2. Bagaimana kondisi anak pada saat itu ?
3. Apa yang bapak/ibu lakukan saat itu ?
4. Apakah anak mengeluhkan gejala-gejala tersebut? Bagaimana anak mengeluhkannya ?
5. Apa yang dilakukan anak untuk mengurangi keluhan ?
6. Apa yang dilakukan anak saat gejala-gejala tersebut muncul ?
7. Bisa ceritakan situasi dan kondisi saat diberikan terapi medis? Apa yang dilakukan anak
saat menjalani terapi tersebut ?
8. Apakah anak pernah menanyakan tentang sakit yang dialaminya?
9. Apa yang dirasakan oleh anak tentang sakit yang dialaminya?
10. Apa yang dilakukan ketika anak mengalami keluhan?
11. Apa saja yang dirasakan selama berada dirumah sakit?
FIELDNOTES WAWANCARA DAN HASIL OBSERVASI
SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
Kode Fieldnote dan Observasi : FNOBS-KD01
Kode Verbatim : VERB-KD01
Nama interviewer (R) : Komang Try Damayanti
Nama interviewee (E) : Ibu M
Nama interviewee 2/observee (E2) : KD
Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah
Hari, tanggal : Kamis, 17 Desember 2015
Jam mulai observasi/wawancara - selesai : 13.00 – 13.55 WITA
Durasi : 55 menit
No. FAKTA INTERPRETASI
1 E2 sedang berbaring di tempat tidur pasien
dengan posisi lutut ditekuk, E duduk di
samping E2. E2 dan E sedang menonton tv
yang menempel ditembok didepannya. Saat itu
diruangan ada lima tempat tidur pasien yang
terisi penuh dengan masing-masing 1-2 orang
yang menjaga pasien. R berkenalan dengan E
dan E2 dan memberitahukan maksud dan
tujuan kedatangan R. E mempersilakan R
duduk di kursi sebelah tempat tidur. R
melakukan percakapan dengan E dengan
volume suara cukup kecil. E2 berbadan kurus,
kulit sawo matang, berambut lurus berwarna
hitam, mata bulat dengan bola mata berwarna
hitam.
Mengingat saat itu adalah kali pertama R datang
dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, sehingga
cukup membuat E kaget namun disambut dengan
baik.
Percakapan berlangsung tidak terlalu leluasa
karena cukup ramai didalam ruangan.
2 R berbicara kepada E2, E2 hanya melihat dan
memberi senyum kecil, tanpa bersuara.
E2 terlihat malu-malu dan juga terlihat lesu.
3 Pada saat R bercakap dengan E, E2 merengek
memanggil E “eee memek” sambil menunjuk
ke punggung bagian belakang, dan juga
mengerutkan dahi kemudian E mengelus
Mengingat pagi hari pada hari itu E2 menjalani
terapi medis (memasukkan obat melalui tulang
belakang) sehingga E2 kurang nyaman dengan
punggungnya.
punggung E2. Percakapan tetap berlanjut.
4 Beberapa saat kemudian E2 dengan volume
suara keras mengatakan “geniiiit geniiit”
sambil mengerutkan dahi. E kembali mengelus
punggung E2.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih mereda.
5 Kurang lebih 2 menit kemudian E2 kembali
mengatakan “geniiiit” dan mengerutkan dahi.
E kembali mengelus punggung E2.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda.
6 Kurang lebih 2 menit kemudian E2 kembali
mengatakan “geniiiit” dan mengerutkan dahi
tetapi volume suara lebih kecil dari
sebelumnya. E kembali mengelus punggung
E2.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda.
7 R kembali menyapa mengatakan “kadeeek
hihii”, tidak ada jawaban dari E2, E2 hanya
menoleh dan sedikit menggoyangkan kaki.
E2 terlihat malas berbicara dan kurang
bersemangat.
8 Belum lebih dari satu menit E2 kembali
meminta agar E menggaruk punggungnya. E
kembali mengelus punggung E2.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda.
9 5 menit kemudian E2 mengatakan “eeee eee
geniiiit” dengan suara seperti mau menangis. E
kembali mengelus punggung E2.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda.
10 3 menit kemudian E2 merengek lebih panjang.
E kembali mengelus punggung E2.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda.
11 5 menit kemudian E2 kembali merengek
kemudian E mengatakan “sakit apa geniitt?”.
E2 tidak menjawab, hanya mengerutkan dahi.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda. E2
terlihat malas dan kurang bersemangat.
12 2 menit kemudian E2 mengatakan “sakittt” dan
mengerutkan dahi.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda.
13 E2 mengatakan “eeh” “eeeh” dengan nada E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
mengeluh dan mengerutkan dahi sesekali
menggoyang-goyangkan kakinya.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda.
14 Saat R akan berpamitan, E2 mengeluhkan
“eeeh” lagi.
E2 kurang nyaman dengan punggungnya saat itu.
E2 mencari bantuan ibu sehingga rasa tidak
nyaman pada punggungnya dapat lebih reda.
15 R berpamitan pulang kepada E dan E2. Mengingat perkenalan dan latar belakang E2 dan
E sudah cukup dan agar E2 dapat beristirahat, R
berpamitan.
K1 E2 secara keseluruhan hanya berbaring
ditempat tidur, sambil menonton tv, dan
mengeluhkan punggungnya sebanyak 11 kali.
E2 terlihat sangat tidak nyaman dengan
punggungnya, terlihat lemas dan tidak
bersemangat. E2 selalu meminta bantuan ibu
sehingga rasa tidak nyaman pada punggungnya
dapat lebih reda.
FIELDNOTES WAWANCARA DAN HASIL OBSERVASI
SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG SEDANG
MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
Kode Fieldnote dan Observasi : FNOBS-KD02
Kode Verbatim : VERB-KD012
Nama interviewer (R) : Komang Try Damayanti
Nama interviewee (E) : Ibu M
Nama interviewee 2/ observee (E2) : KD
Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah
Hari, tanggal : Selasa, 12 Januari 2016
Jam mulai observasi/wawancara - selesai : 13.20 – 14.20 WITA
Durasi : 60 menit
No. FAKTA INTERPRETASI
1 E2 sedang berbaring di tempat tidur sambil membawa cermin kecil ditangannya, lutut ditekuk. E duduk di tempat tidur pasien sebelah kiri E2 yang saat itu sedang kosong (tidak berisi pasien), E menyandar ke tembok. R datang sambil membawa roti sebagai oleh-oleh kemudian menyalami E dan menyapa E2, E mempersilahkan R duduk di kursi sebelah tempat tidur E2 dan kemudian E duduk dikursi sebelah tempat tidur yang ia duduki sebelumnya. Didalam ruangan terdapat 5 tempat tidur pasien tetapi hanya dua yang terisi.
Mengingat R sudah memberitahukan bahwa akan berkunjung dan situasi ruangan tidak terlalu ramai, percakapan dimulai dengan cukup akrab (tidak canggung seperti pertemuan sebelumnya) dan volume suara tidak serendah pertemuan sebelumnya.
2 E mengingatkan kepada E2 bahwa R yang pernah berkunjung sebelumnya berkunjung lagi saat itu, E2 membalas dengan senyuman sambil berkata “iyaaa” dengan volume suara agak kecil.
E2 bersikap ramah dan terlihat lebih sehat dari pertemuan sebelumnya. E2 terlihat malu-malu.
3 R bercakap dengan E. R menyapa E2, E2 selalu membalas dengan senyuman.
E2 bersikap ramah dan terlihat lebih sehat dari pertemuan sebelumnya.
4 R menanyakan sesuatu kepada E2, E2 menjawab pertanyaan tersebut dengan volume suara agak kecil dan senyum kecil.
E2 bersikap ramah, agak malu-malu dan terlihat lebih sehat dari pertemuan sebelumnya.
5 Selama melakukan observasi, E2 sering melihat kondisi gigi dan gusinya melalui cermin kecil yang dipegangnya dan sesekali memegang langsung gigi serta gusi dengan jari tangannya.
Mengingat hari itu muncul gejala klinis yaitu pendarahan pada gusi, E2 terlihat kurang nyaman sehingga terus ingin melihat kondisi gusinya melalui cermin yang sudah dipegangnya. Walaupun kurang nyaman namun ia tidak terlihat kesakitan, E2 hanya terlihat ingin tahu
tentang darah yang keluar dari gusinya
6 E2 meminta E untuk menghidupkan tv untuk menonton acara tv kesukaan E2.
E2 meminta bantuan ibu untuk menghidupkan tv, agar ia tidak merasa bosan.
7 E2 menonton acara tv kesukaannya dan sesekali tertawa ketika ada suatu hal yang lucu dari yang ditontonnya. E2 juga menceritakan kembali kepada E yang terkadang tidak mengerti apa yang lucu dari acara tersebut. Kemudian sesekali juga melihat kembali gusi dan giginya melalui cermin kecil yang dipegangnya. E2 lebih sering menekukkan lutut.
E2 terlihat senang dengan acara tv yang ditontonnya. E2 terlihat senang menceritakan kembali kepada E. E2 tidak terlihat merasa kesakitan terhadap gusi maupun giginya. E2 terlihat nyaman ketika menekukkan lutut.
8 R berpamitan pulang.
FIELDNOTES WAWANCARA DAN HASIL OBSERVASI SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN Kode Fieldnote dan Observasi : FNOBS-AMB01 Kode Verbatim : VERB-AMB01 Nama interviewer (R) : Komang Try Damayanti Nama interviewee (E) : Ibu Mr Nama interviewee 2/observee (E2) : AMB Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah Hari, tanggal : Kamis, 7 Februari 2016 Jam mulai observasi/wawancara - selesai : 14.00 – 15.15 WITA Durasi : 75 menit
No. FAKTA INTERPRETASI
1 R masuk keruangan dan menanyakan pasien atas nama E2. Diruangan terdapat 6 tempat tidur pasien yang dimana hanya satu tempat tidur yang tidak berisi pasien. Masing-masing pasien didampingi oleh 1-2 orang. Tv menyala dengan volume kurang lebih 15, ac menyala dengan suhu kurang lebih 17°c. Semua pasien sedang berbaring kecuali E2. E2 sedang duduk diatas tempat tidur dan E sedang berbaring disebelahnya. E2 membangunkan E.
Mengingat pada saat itu adalah kali pertama R mengunjungi E2, R tidak mengetahui siapa yang bernama E2. Ruangan cukup luas, dingin dan terasa hening karena walaupun cukup banyak orang tapi kebanyakan sedang beristirahat sambil menonton tv. R berbicara tidak terlalu keras.
2 E memberitahu bahwa anaknya merupakan E2 yang R tanyakan kemudian mempersilakan duduk di kursi sebelah kanan tempat tidur E2. E bangun dan duduk di ujung tempat tidur. R memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud dan tujuan kedatangan kepada E dan E2.
3 E2 menggunakan tanktop berwarna oranye, celana sepaha dan rambut diikat satu rendah. E2 berbadan cukup berisi, kulit berwarna sawo matang agak gelap, rambut lurus berwarna hitam, mata bulat dengan bola mata berwarna hitam.
Tubuh E2 terlihat berisi dan padat, E2 tidak terlihat seperti sedang sakit jika dibandingkan dengan pasien lain pada ruangan tersebut.
4 E2 menatap mata R dan tersenyum kepada R, terkadang terlihat gigi.
E2 ramah.
5 E duduk menghadap R, E2 duduk serong menghadap tv yang ada di sebelah kanan. R memulai percakapan.
6 Selama percakapan, E mendengarkan dan menjawab pertanyaan dengan baik dan
E menjawab pertanyaan dengan cukup jelas. E2 turut serta dalam percakapan.
semampunya. Terkadang R mengulang pertanyaan yang diajukan karena volume suara agak kecil. E2 terlihat mendengarkan dan terkadang menimpali jawaban dari E.
7 E2 kemudian meminta obat kepada E. E2 meminta sendiri karena melihat sudah waktunya minum obat.
8 Sesekali R mengajak E2 berbicara E2 menjawab dengan senyum.
E2 terlihat malu-malu.
9 E2 kemudian turun dari tempat tidur, mengambil kursi yang ada didepan tempat tidurnya dan menggeser ke tengah ruangan menghadap tv. E2 kemudian duduk di kursi tersebut. lututnya ditekuk dan kakinya dinaikkan di kursi. Sesekali E2 menganti acara tv yang ditontonnya.
E2 terlihat antusias menonton acara tv, E2 tidak terlihat capek seperti pasien lainnya yang hanya berbaring di tempat tidur masing-masing. E2 menonton tv agar tidak merasa bosan diruangan.
10 Beberapa menit kemudian, telepon berdering. E2 langsung bangun dari tempat duduk dan berlari kecil mengambil hp yang berada diatas meja sekitar setengah meter dari R.
E2 terlihat semangat untuk mengambil hp yang berdering tersebut. E2 seperti mengharapkan berbicara kepada seseorang di telepon tersebut.
11 E2 tidak langsung mengangkat telepon tersebut kemudian memberikannya kepada E. E tidak mengangkat malah mematikan teleponnya.
E terlihat tidak enak mengangkat telepon saat melakukan percakapan.
12 Kemudian R memberitahu agar mengangkat saja. E2 kemudian menelpun balik dan ternyata yang menelpun adalah ayahnya.
E2 terlihat antusias.
13 Setelah berbicara dengan ayahnya, E2 kemudian memberikan hpnya kepada E kemudian E melanjutkan percakapan di hp. E2 berdiri bersandar pada ibunya yang masih duduk di atas tempat tidur, E2 sambil senyum-senyum kecil.
E2 terlihat senang setelah berbicara dengan ayah.
14 R mengajak E2 berbicara, E2 menjawab dengan baik sambil senyum-senyum.
E2 mampu menjawab dengan baik, terlihat sehat dan agak malu-malu tapi berani.
15 R berpamitan. R memeluk E2, E2 membalas. E2 tidak menolak saat dipeluk, tidak canggung dan terlihat senang tapi tetap agak malu-malu.
FIELDNOTES WAWANCARA DAN HASIL OBSERVASI SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN Kode Fieldnote dan Observasi : FNOBS-AMB02 Kode Verbatim : VERB-AMB02 Nama interviewer (R) : Komang Try Damayanti Nama interviewee (E) : Ibu Mr Nama interviewee 2/observee (E2) : AMB Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah Hari, tanggal : Kamis, 25 Februari 2016 Jam mulai observasi/wawancara - selesai : 16.30 – 17.15 WITA Durasi : 45 menit
No. FAKTA INTERPRETASI
1 R masuk ke ruangan. E2 tidak di tempat tidur pada waktu pertama kunjungan melainkan di tempat tidur paling dekat dengan tembok, tembok dimana tv di tempel. E2 sedang duduk diatas tempat tidur menghadap tv. Pasien lain sedang rebahan di tempat tidurnya masing-masing. E sedang berdiri disamping tempat tidur menghadap ke sebuah meja. E2 tersenyum. E mempersilakan R duduk di sebuah kursi sebelah tempat tidur.
E2 sedang menonton tv sedangkan E sedang menyiapkan atau menaruh sesuatu diatas meja. E2 terlihat seperti tidak sedang sakit. E2 terlihat malu-malu namun antusias, menyambut hangat kedatangan R.
2 Di ruangan terdapat sekitar 10 orang. Kemudian ada dua orang pedagang masuk dan menawarkan makanan kepada orang-orang diruangan. E2 meminta kepada E agar dibelikan jagung rebus sedangkan pasien lain tidak ada yang meminta. Kemudian E membelikan jagung dan diberikan kepada E2. E2 langsung memakannya.
Situasi cukup ramai. E2 terlihat semangat meminta untuk dibelikan jagung kepada E dibandingkan dengan pasien lain. E2 terlihat menikmati jagungnya.
3 Selagi E2 menghabiskan jagung rebusnya dan R bercakap-cakap ringan dengan E dan juga E2, datang tiga orang donator yang membawa oleh-oleh. Tiga orang donator tersebut masuk ke ruangan dan menyapa semua pasien beserta penjaga dan juga R. salah seorang donatur menghampiri salah seorang pasien yang sedang berbaring ditempat tidurnya kemudian berbincang-bincang.
Situasi ramai sehingga R hanya melakukan percakapan basa-basi, situasi kurang kondusif
4 E2 setelah menghabiskan jagung rebusnya, ia turun dari tempat tidur dan menghampiri pasien lain yang sedang dihampiri oleh donatur. E2 ikut berbincang-bincang disana.
E2 terlihat aktif. Orang lain juga beranggapan bahwa E2 tidak terlihat seperti sedang sakit.
Salah seorang donatur mengatakan “halo olivv ini baru kenceng sekalii seperti tidak sakit yaaa sehattt yaa olivv”
5 Selama kurang lebih 5 menit, E2 kembali duduk ke tempat tidurnya. E sedang duduk dipinggir tempat tidur dan masih bercakap-cakap dengan R. R kemudian menanyakan sesuatu kepada E2 dan E2 menjawab. E2 juga menyuruh agar E menimpali jawabannya.
E2 menjawab dengan baik dan jelas namun masih terlihat malu-malu sambil tersenyum kecil dan terkadang tersenyum lebar dan tertawa. E2 memukul manja E saat tertawa dengan jawaban E2, E2 terlihat malu-malu.
6 E2 meminta untuk pergi mandi dengan E karena sudah sore.
E2 inisiatif sendiri bahwa pada saat itu sudah waktunya mandi.
7 R berpamitan dan memeluk E2, E2 membalas pelukan R.
E2 tidak terlihat malu-malu lagi dan memeluk hangat R sambil tersenyum lebar dan tertawa kecil.
FIELDNOTES WAWANCARA DAN HASIL OBSERVASI SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN Kode Fieldnote dan Observasi : FNOBS-AMB03 Kode Verbatim : VERB-AMB03 Nama interviewer (R) : Komang Try Damayanti Nama interviewee (E) : Ibu Mr Nama interviewee 2/ observee (E2) : AMB Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah Hari, tanggal : Selasa, 29 Maret 2016 Jam mulai observasi/wawancara – selesai : 18.00 - 20.00 WITA Durasi : 120 menit
No. FAKTA INTERPRETASI
1 R masuk keruangan dimana ruangan tersebut berbeda dari ruangan E2 sebelumnya. Didalam ruangan terdapat 7 tempat tidur pasien, tv yang menempel di tembok berhadapan dengan semua tempat tidur pasien. Tempat tidur E2 berada paling ujung dekat dengan kamar mandi. Semua tempat tidur berisi pasien dan masing-masing dijaga oleh 1-2 orang.
Mengingat ruangan cukup luas, walaupun terdapat sekitar 14 orang tetapi suasana sepi dan hening, hanya suara tv yang terdengar dan terkadang tawa dan tangis kecil dari pasien.
2 E2 sedang duduk di kursi antara tempat tidurnya dengan tempat tidur pasien sebelahnya dengan menghadap tembok (membelakangi pintu masuk) sambil memainkan sebuah gadget.
R tidak melihat E2
3 E2 menoleh R yang masih bingung mencari E2, kemudian R melihat E2. E2 tersenyum
E2 tersenyum malu dan agak kaget
4 R menghampiri E2 dan menanyakan dimana E. E2 menjawab sambil tersenyum. Kemudian memberikan gadget yang dipegangnya kepada pasien sebelah. E2 mempersilakan R duduk di tempat tidurnya. Kemudian E2 pindah duduk dari kursi ke tempat tidur.
E2 menjawab dengan baik sambil senyum malu-malu. Gadget yang dipegang E2 bukan miliknya.
5 R mengajak E2 bercakap. Kemudian E datang dan menghampiri R dan E2. R mulai bercakap-cakap dengan E dan E2. E2 mulai bercerita tentang dirinya. Disaat E menjawab pertanyaan R, E2 menimpali jawaban E.
Semakin lama E2 semakin akrab dengan R.
6 Selama bercakap-cakap, volume suara E2 tinggi. E2 beberapa kali menyela saat E menjelaskan sesuatu kepada R, E2 minta untuk didengar, dan kadang sampai marah
E2 terlihat tidak malu-malu lagi, E2 terlihat excited dan senang mengobrol. E2 terkadang tidak sabaran ingin mengatakan sesuatu disaat E dan R sedang berbincang, E2
kepada E. sedikit kesal manja karena tidak didengar.
7 E2 meminjam gadget milik R, kemudian E2 meminta untuk berfoto. R mencarikan aplikasi kamera kemudian E2 mulai berfoto-foto. E2 berfoto dengan banyak gaya. E2 juga minta di foto bareng dengan bonekanya.
E2 terlihat sangat senang, sambil tertawa-tawa malu.
8 R melanjutkan perbincangan dengan E dan tetap E2 menimpali jawaban E. R juga berkali-kali bertanya kepada E2 dan E2 menjawab.
E2 antusias berbincang-bincang dengan R.
9 E2 fokus menonton film di tv, sambil mengomentari film tersebut.
E2 paham mengenai jalan cerita dari film tersebut, ia terlihat antusias menonton. Sesekali tertawa-tawa, maupun tegang mengikuti alur cerita film. E2 terlihat sangat senang.
10 E2 menyisir rambutnya berkali-kali, membenahi ikatan rambut, kemudian kembali dibiarkan terurai dan di ikat lagi. Kemudian ia bernyanyi sambil tertawa ria.
E2 terlihat aktif, riang, senang dan bersemangat. E2 tidak terlihat seperti sedang sakit.
11 E2 melanjutkan berfoto-foto. E2 menolak untuk buang air kecil (keperluan medis), menurutnya karena ingin berfoto-foto dan juga karena belum ingin buang air. Tapi setelah dokter manghampiri E2 akhirnya buang air kecil.
E2 hanya sedikit malas ketika diberitahu untuk buang air kecil.
12 R berpamitan tapi E2 sempat tidak mengijinkan.
FIELDNOTES WAWANCARA DAN HASIL OBSERVASI SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN Kode Fieldnote dan Observasi : FNOBS-AMB04 Kode Verbatim : VERB-AMB04 Nama interviewer (R) : Komang Try Damayanti Nama interviewee (E) : Ibu Mr Nama interviewee 2/ observee (E2) : AMB Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah Hari, tanggal : Rabu, 30 Maret 2016 Jam mulai observasi/wawancara – selesai : 18.50 - 20.45 WITA Durasi : 115 menit
No. FAKTA INTERPRETASI
1 R masuk ke ruangan, E2 dan E keluar dari kamar mandi setelah di lap oleh E. E2 tersenyum kepada R. E menyapa R. Pagi hari pada hari itu, E2 menjalani terapi medis. E2 duduk diatas tempat tidur, R duduk disebelahnya. Kemudian infus E2 berisi darah.
Mengingat pagi hari pada hari itu E2 menjalani terapi medis yang cukup berat, E2 terlihat kurang bersemangat.
2 R memberikan buku mewarnai dan krayon kepada E2, E2 mengambilnya dan mengatakan terimakasih. E2 langsung membuka dan melihat-lihat gambar kemudian mewarnai gambar yang dipilihnya.
E2 mulai terlihat senang dan bersemangat.
3 Selama E2 mewarnai, R mulai bercakap-cakap dengan E sekaligus E2. E2 sambil mewarnai juga menjawab dan menimpali jawaban E. E2 mulai bercerita mengenai dirinya.
E2 cukup antusias namun tidak seantusias hari kemarin. E2 terlihat sedikit lelah.
4 E2 berbisik kepada E mengatakan ingin buang air kecil. E2 kemudian buang air kecil menggunakan ember di samping tempat tidur. E2 tidak boleh terlalu jalan kaki karena setelah masuk obat keras.
E2 terlihat malu mengingat ia harus buang air disana.
5 E2 meminjam gadget R dan berfoto-foto. Senang, namun tidak se antusias hari sebelumnya.
6 Kemudian E2 melanjutkan mewarnai, sambil tertawa-tawa, dan juga bercerita bercakap-cakap.
E2 terlihat senang.
7 Kemudian E menyuruh agar E2 meminum obat, namun E2 menolak, menurutnya karena obat tersebut pahit. E2 tetap melanjutkan mewarnai. Kemudian E2 mau meminum obat, ia mengatakan obatnya pahit sambil senyum-senyum, kemudian keluar sedikit air mata
E2 berusaha walaupun obatnya pahit ia harus tetap meminumnya. E2 tidak cengeng tapi agak terlihat manja dan malu-malu.
seperti orang mau muntah, selain itu E2 melarang R melihat dirinya ketika meminum obat. Setelah minum obat, E2 melanjutkan mewarnai.
8 Setelah mewarnai, E2 meminjam gadget milik R kemudian melihat galeri foto dan berfoto-foto.
E2 terlihat cukup senang.
9 Sambil memainkan gadget, E2 berhitung dengan Bahasa Inggris. Ketika R memuji, E2 mengulang kata-kata pujian tersebut, sehingga R dan E tertawa. Setelah itu E2 mengembalikan gadget dan melanjutkan mewarnai, sambil tertawa ketika ia mengulang kata-kata pujian atau ada sesuatu hal yang lucu dari pembicaraan maupun gambar yang ia warnai.
E2 memiliki rasa humor yang tinggi, ia terlihat senang walaupun juga terlihat agak capek.
10 E2 mengatakan bahwa ia mengantuk dan ingin tidur.
E2 terlihat capek.
11 R berpamintan pulang, dan memeluk E2, E2 membalas.
VERBATIM WAWANCARA
SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
Kode verbatim : VERB-KD01
Kode audio : AUD-KD01
Nama interviewer : Komang Try Damayanti
Nama interviewee : Ibu M
Nama interviewee 2 : KD
Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah
Hari/tanggal : Kamis, 17 Desember 2015
Jam mulai - selesai : 13.00 Wita - 13.55 Wita
Topik : (1) Mengetahui latar belakang interviewee, (2) Mengetahui latar belakang
interviewee 2
Interviewer (R)
Interviewee (E)
Interviewee 2 (E2)
R: berarti ibu sendiri niki nggih bapaknya keluar?
E: nggih mulih nike, pulaang..
R: Ibu M.. tadi nggih
E: nggih Ketut M..
R: buu niki mungkin tiang bakal ganggu ibu bu nggih hehee
E: nggih ga apaa
R: mungkin beberapa kali tiga sampai empat kali mungkin tiang bakal kesini kenten
E: nggih..
R: ibu lahir dimana bu sama tanggal lahirnya?
E: di Sading tiang, Mahnyan Banjar Mahnyan
R: sading Mahnyan.. ee tanggal lahirnya tanggal berapa bu?
E: tahun 71
R: nggih, tanggal lahirnya?
E: tanggal enam bulan limaa
R: nggih.. sekarang tinggalnya dimana bu?
E: ring Gianyar..kawin ke Gianyar kenten..
R: ooh kentenn bapaknya Gianyar asli nggih
E: nggih
R: berarti bapaknya lagi di Gianyar sekarang bu yaa
E: nggih
R: ibu asalnya dari Sading berarti nggih..ibu bersaudara berapa bu?
E: enaam
R: ibu paling kecil napi?
E: nomer limaa
R: orangtua ibu ring Sading berarti nggih
E: nggih..
R: kalo di Gianyar ibu tinggal sama siapa manten bu?
E: itu sama mertuanyaa..
R: sama mertua sama suami nggih..sama anak-anak
E: iyaa..sama anak duaa.. kelas tiga satu kelas umm tk yang ini hhe
R: anaknya dua bu nggih.. boleh tahu pendidikan terakhirnya ibu?
E: SMA..
R: ibu sudah lama menikah nggih?
E: baru tahun tujuh eeh tahun dua ribuu eeh dua ribu enam..
R: dua ribu enam nggih.. ibu pekerjaannya napi nggih?
E: ini wiraswasta mangkin dulu baru kerja
R: oh nggih.. dulu ring napi bu?
E: dirumah nike jarit..salon gitu sekarang endak..hehe udah kawin ga bisa..
R: oo gitu sebelum menikah bu nggih.. salon sama jarit..
E: nggih ini sakit ga bisaa..jauh soalnya disana tempatnya.. sekarang gini..ga bisa kerjaa.. hehe nungguin
ini daah sambilan..
R: nggih bapaknya aja bu nggih. Bapaknya kerja napi bu?
E: napi adane ngukir nikee..
R: ooh yayaa di Gianyar bu nggih..ibu bisa ceritain ga biasanya sehari-harinya ngapain? Kegiatan sehari-
harinya?
E: iniii ngurus inii sama kerja jualan sedikiit
R: jualan napi bu?
E: ini apa namanya..jualan daging-daging kenten..
R: umm pagi-pagi kenten?
E: soree..paginya kan bapaknya kerja saya sorenyaa
R: umm yaa..biasanya ibu apa aja kegiatan sehari-hari sebelum adiknya sakit bu?
E: umm itu daah salon biasanya sakit tu ga bisa soalnya kan jauh tempatnya..kalo mau bikin baru modal
ga punyaa hee..
R: ooh nggih bu..ibu salon bu nggih.. salon napi nike bu?
E: itu salon mega..
R: potong rambut gituu bu nggih?
E: iyaaa
R: ohyaa?ibunyaa nggih yang ngurusin..
E: sekarang masih dirumah nikee
R: oh kenten
E: tapi ga ada yang ngurusin sekarang itu ipar saya disana gitu bukak dia di tabanan dirumahnya..
R: oo emang basicnya itu yaa..
E: iyaa itu dah.. padahal dikasi gini jadi pegawe tu cleaning service itu kakak saya itu dah ikut-ikut aja
kan cleaning service duluu cuma gitu ajaa ga bayar apa-apa gamau bayar ehehe ikut aja nantik gini apa
nantik udah punya anak ga bisa kerja gini gitu diaa..fokusnya segitu ajaa jarit sama itu..
R: jaritnya jarit napi bu?
E: kebayaa..
R: ooh ibunya bisaa nggih ada alat jarit dirumah?
E: iyaa adaa..dulu gini ga sekolah kakaknya jarit dari tamu itu kan kodian itu..buat tamu itu.trus belajar
sendiri tu..kan ada bahan gini kebaya itu ssaya bongkar bikin maal gitu banyak orang mau..
R: oo gitu nggih becik bu..berarti sekarang udah engga bu?
E: ga bisaa..nanti kalo udah sehat baru bisa lagi..
R: hmm nggih
E: darimana dik?
R: tiang dari Kerobokan bu..
E: ooh Kerobokan..
R: nggih.. ee ibu kalo boleh tau ibu dulu pernah sebelum ee kan ibu yang biasa ngerawat KDnya
nggih..kalo sebelumnya ibu pernah ngerawat orang dekat yang sakit kenten?
E: orang deket.. umm
R: ga pernah bu nggih?
E: gitu ajaa jarit sama itu aja dirumah..
R: kalo misalkan ada yang sakit gitu ee apa namanya ada yang seperti ini misalnya pernah ibu merawat
sebelumnya bu?
E: yang kayak anak saya maksudnya?
R: nggih..
E: ee ibu saya sakit gitu dirumah kan tua tuu..trus saya pulang kesana itu dah bantu keramasin dirumah
tu..
R: oo gitu nggih
E: udah ga bisa jalan ibunyaa..
R: ibu kandungnya berarti bu nggih..
E: he ee..
R: ibu biasanya kalo selama ibu berumah tangga niki permasalahan apa yang biasa ibu hadepin bu?
E: hadapi?biasa biasa ajaa..
R: masalah seperti apa biasanya buu?
E: kan ini dek.. kan ada upacaraa gitu kaan, apa namanya menyama braya itu yaa.. harus itu kita jalani..
R: sibuk kenten ya bu..
E: iyaa.. ini sakit tulangnyaa.. gamau makan.. gitu..
R: tulang belakangnya?
E: he ee ini kambuhnya nike..baru satu bulan nii satu setengah bulaan..ininyaa terus sakit malem-malem.
Kadang-kadang sendi-sendinyaa sakit.kambuhnya ini dah dulu ga pernah sakit gitu
R: oo dulu ndak?
E: he ee biasa aja gitu. Perutnya aja besar ininya endak ga pernah sakit. Sekarang kambuh dia..
R: sekarang kambuh nggih..adiknya siapa namanya bu?
E: (dirahasiakan)
R: biasanya dipanggil sira bu?
E: (dirahasiakan)
R: usianya sekarang tujuh tahun bu nggih..
E: nggih tujuh tahun lebih
R: tujuh tahun lebih..tanggal berapa lahirnya bu?
E: tanggal enam belas agustus 2008
R: dua ribu delapan
E: kakaknya 2007
R: oh gituu beda satu tahun
E: he ee deket jaraknya..
R: gimana dulu ibu waktu awal pertama adiknya sakit?
E: ginii panesnya ga turun-turun diaa.. lemes gitu.. kemarin kan kemarinnya kan gini dia jalan-jalan
lincah gitu tau-tau dia murung gini kan gitu agak lemes gituu dimana taruh disana tidur dah diaa
R: oo gitu
E: he ee panass.udah ke dokter ke puskesmas gitu pernah
R: he ee
E: ke spesialis spesialis anak tuu
R: oo
E: he ee masih panaaas. Ga turun-turun
R: brapa lama itu buu?
E: sampai Sembilan harii.. kan ke puskesmas yaa lagi tiga hari kesini yaa gituu..udah tiga hari masihh
ajak kesana masihh..lain lagi pindah.. gituu tau-tau di cek gitunya HBnya tu itu dah dibilang anemia sama
ininyaa. Lagi saya ajak kan ke dokter tuu lagi saya ajak cek HBnya ginii rendaahh
R: HBnya dibilang rendah kenten bu nggih
E: iya itu dah dibilang anemia..ni anaknya anemia gituu
R: anemia nggih
E: trus disana di gianyar
R: di dokter spesialis anak berarti bu?
E: ga itu daah di gianyar di umum ituu dah..
R: untuk ngecek HB nikee?
E: iyaa langsung dah opnamee di rumah sakit gianyar nike
R: oo rumah sakit gianyaar langsung bu nggih
E: iyaa gitu dah.. dua minggu disanaa.. kesananya bisa jalan kaki dia biasaa..tapi kurus itu yaa kakinya
kurus perutnya buncit dikitt ga besar gini.. trus membesar..jalan ga bisaa gitu.terus masuk darah disana
masuk obat-obat teruss..dua minggu jaraknya nike
R: nggih?
E: obat cacing dikasi perutnya tu kan uum gatau dia mungkin..
R: oo kenten salah diagnosa mungkin nggih
E: iyaaa salah pengobatan apa gimanaa..udah waktu dia bengkak ginii dah..hatinya bengkak dibilang.
Limfanya rusak, langsung dirujuk sini.. gimana bu e dilanjutkan disini apa langsung rujuk aja. Disini
alatnya ga bisaa gitu diaa kan dirujuk sinii..kan sebenarnya langsung rujuk siniii (dengan nada kesal)..
R: emm he ee
E: yaa rujuk aja kalo gitu trus langsung kesinii.. gitu dah
R: emm kenten
E: dibilangnya kanker darah dah gitu..
R: oh kanker darah
E: he ee kan dibilangnya anemia tau-tau lama dah tuu kanker darah..lama prosesnya itu (dengan nada
kesal)
R: berapa lama nike bu?
E: dua dua minggu disanaa..
R: dua mingguan dah anggap dirumah sakit nike bu nggih
E: he ee
R: baru terus selama di pas awal masuk belum kurus kenten bu yaa
E: ga kurus jee tapi kayak pucet tuu..tau-tau jek gemuk diaa gemuk –gemuk tapi perutnyaa besarr.sempat
dia gendut diaa disanaa, gendut gitu badannya gendut gitu masuk darah apa gimana itu gendut diaa
R: oo kenten
E: tau-tau perutnya dah besar..panas dah dia terus kepanasan. Kayak sekarang. Kalo ga pake kipas nangis
dah diaa..panaaass gitu minta kipas..yang lain ga pernah gitu biasa-biasa ajaa jeg panas terus harus pake
kipas..
R: oo harus mekipasan yaa..
E: he ee panas.. didalemnya ato gimana.. langsung rujuk sinii.. gituu..
R: ee gituu.. gimana waktu pas awalnya nike ibu? Ibu gimana? Waktu kan adiknya panes trus kan
langsung kerumah sakit langsung opname dibilang anemia kenten
E: he ee
R: ibu gimana ngurusnya waktu itu?
E: gitu daah dikasi ini kan apa, dokternya kan dikira udah tauu dikasi obat ginii langsung minumm gitu..
dikasi obat-obatan biasa gitu..
R: ummm sama bapaknya ibu waktu itu?
E: iyaaa sama bapaknyaa.. terus pulang diaa gitu..kayak gini dah pulang sorenya kesanaa saya nunggu
sendirian..
R: umm gitu
E: soalnya perlu kenten biaya nggih.men ten megae ten ngidangg
R: nggih.. kakaknya dimana waktu itu buu?sekolah waktu itu kakaknya?
E: sekolah.. sekarang kelas tigaa diaa
R: nggih tiga sd bu nggih
E: iyaa.. padahal dulu waktu hamil ini kan umurnyaa itu..kan ga berani bidannya itu ngerawat itu, disuruh
ke spesialis..
R: oo kenapa gitu bu?
E: soalnya ginii apa namanya oprasi dibilang
R: oo
E: tapi langsung disanaa..pertama disana di itu di primagama tau? Di rumah sakit primagama..khusus
menangani anak-anak
R: he ee oo kenten.. trus disana melahirkan gitu bu nggih..
E: langsung melahirkan sana..yang pertama baru disini di sanglah..yang pertama sesar gituu yang
keduaa..lewat gitu.. ga ga ga sakit gitu.. lewat sampai..kan jadwalnya 25 kakaknya tau tau tanggal 5
lahirnya gitu..
R: oo kenten
E: ini sama jugaa lewat sampai..
R: oo gitu..
E: nggih gituu
R: trus gimana waktu itu bu pas dirujuk kesini, waktu sebelum dirujuk nike udah dibilang kanker darah?
E: ga dibilang penyakit gitu gak.. dibilang yaa harus penanganan lamaa.. gituu.. kan ga dikasi tauu
disanaa kesini baruu..
R: kesinii trus langsung ke bagian ini nggih
E: iyaa..sakit apa niki dok..yaa ini perlu penanganan dua tahunn gitu dokternya bilang..digituin
sayaa..takut saya langsung nangis sayaa disanaa kan gak kalau dua tahun kan ga bisa kerja gitu pikirannya
saya..apa yang dikasi gituu pikiraannya..trus baru liat banyak temen-temennya disini baru saya
tenang..kan liat temennya sakit samaa..gitu
R: kenapa bu?
E: kan liat banyak yang sakit disini gitu..sama sakitnyaa gitu..
R: oo gituu
E: iyaa dia menjalani biasa aja pasrah kan gitu..yaa gitu dah..baru saya tenang ehehe..jalaninnya
R: ee he ee. Waktu waktu dirujuk kesini kan langsung perawatan bu nggih? Langsung di opname?
E: iyaa langsung nunggu di UGD dulu
R: nggih trus kapan ibu tahu penyakitnya?
E: itu semenjak disini..dikamar sini tu
R: ee dokternya yang ngasi tau nggih
E: iyaa gitu..
R: gimana bu perasaan ibu waktu nike itu bu?
E: itu dah sedih aduh bingung dimana nyari uang gitu saya bingung saya ehe..kalo lama berobat gitu
pikiran saya..dimana nyari uang..
R: (mengangguk)
E: ini lagi kambuh ini..
R: berarti dulu udah sempet istirahat dirumah nggih?
E: udaah udah habis protokolnya kan ada jadwal-jadwalnyaa..obat inii udah habis gitu
R: udah selesai
E: udah selesaii fasenya itu kan..masih dibilang enam persen
R: masih enam persen
E: enam persen masih gitu..
R: tapi udah boleh pulang kenten
E: kan tiap bulan kesini lagi pulang lagi masuk obat gituu..trus pulang gituu ga terus-terus kayak sekarang
ni..ee tiga hari disini pulang..gitu..satu bulan lagi kesini gitu..
R: he ee
E: pertamanya aja disini lama-lama tiga bulaan gitu ga pulang-pulang..awal-awalnya tu kan masih ginii
R: masih fase awal kenten nggih
E: fase penyembuhan ini darahnyaa gituu.kalo udah stabil lagi dikasi pulang gituu nanti beberapa harinya
lagi kesini gitu..
R: nggih
E: ini sulit sekali dik ginii minum obatnya sulit makanya lama
R: oh gituu
E: kalo temen-temennya cepet sekali ini minumnya mau apa-apa mauu kan gitu..ini makan gamau dipaksa
minum gamau hehe itu dah makanya sulit.. tu dah hari pertama empat bulan disini.
R: itu pas awal banget tu ya bu
E: he ee empat bulan disini kan rujuk sini empat bulan pertama sini..ga turun-turun apa namanya dikasi
minum di sembur dikasi obat gitu ga pernah masuk obatnya
R: oh kenten
E: di pegang sama orang gamau dah..udahh pas apa pengobatan apa tu namanya baru mau dia gini.. ah
mau aja langsung dia mau minum obat pake apa yaa apa pisang tuu langsung dia telen..dipaksa tak gini-
giniin dia kan pasrah kan mau dia telen akhirnya gitu
R: he ee harus masuk soalnya obatnya nggih
E: he ee mangkin malih masih kenten niki ampun keweh sajan..
R: ooh
E: niki keweh ampun minum obat nike ni anak-anak lain orang mau diaa minum..minum air banyak-
banyak kan masuk obat keras nike mau dia minum
R: (mengangguk)
(E2 merengek menunjuk ke punggung bagian tulang belakangnya)
E: ni dah sakitnyaa (sambil mengelus punggung bagian tulang belakang E2).. baru satu setengah bulan
sakitnya niii..
(E2 mengatakan “geniit” dengan nada menangis, ibu menyaut genit? Sambil menggaruk punggung bagian
tulang belakang E2)
E: ga ginii kerja apa sekolah?
R: sekolah buu
E: siapa ngasi tau (menyebut nama E2)?
R: ee langsung perawatnya nikee..
E: oo yaaa..
(gatel gatel nggih? Ibu berkata pada E2, E2 hanya terdiam dengan wajah mengerutkan dahi sehingga
terlihat sedih)
R: gatel yaa buu
E: udaah?hehe apa lagi?
R: hehee masih buu.. ee dulu nike yang waktu pertama nike berarti panes bu nggih?
E: paness batuk nike batuk terus ga turun-turun nike sampai sembilan harii ituu
R: Sembilan hari dirumah dulu berarti bu nggih
E: iyaa berobat di puskesmas di dokter nikee baru diajak dirujuk sama itunya apa namanya ke rumah
sakitnya dirujuk k eke gianyar nike
R: nggih.. panas batukk.. waktu itu gimana bu nafsu makannya nike?
E: ginii berkurang…air aja diminum.. minum air ajaa diaa
R: nggih.. gimana lagi kondisinya waktu itu buu?
E: ginii kulitnya agak-agak kendor ituu..gimana tu yaa kusut kayak gituu tau yaa? Agak-agak kendor
gituu..ni lagi gitu diaa kendor (mengusap kulit bagian tangan E2)
R: ga kenceng gitu bu nggih
E: bu ini kurang ini ni kurang gizi anaknya digituin saya..kurang darah
R: oo awalnya dibilangin kenten bu nggih
E: he ee dibilang gizi buruk gitu yaa.. ininya pantatnya kan agak kendor gitu ga kenceng gitu pertamanya
itu dah..dibilang gizi buruk
R: oo gitu.. apa lagi gejala-gejalanya nike bu?
E: itu dah batukk..
R: waktu pas udah pindah kesini panasnya udah turun bu?
E: masih panaas.. panas dah di ruang isolasi ditaruh..panas pokoknyaa.. panasnya sampai empat puluh
R: ga turun-turun bu nggih
E: turunnya dikit kenten tiga Sembilan gitu tiga depalan..
R: yang ga pengen makan nike bearrti udah yang dari awal nike ga pengen makan bu nggih? Susah makan
nike?
E: iyaa..
R: susah makan susah minum nike bu nggih sama minum obat
E: iyaa nike ampun..
R: kalo nyeri kenten ada bu waktu itu?
E: enggak.. ga ada nyeri
R: ga adaa
E: ga ada nyeri sekarang ni baru dulu ga ada nyeri..dulu tu dah panasnyaa..sekarang ini dah sakitnya
sendi- sendinya sakit sekarang..dulu ga gitu yaa panas sama batuknya aja..
R: pernah juga dulu nanya umur lima tahun kenten nyerinya dia yang parah nyeri sekalii
katanya..panasnya ga terlalu..
E: oo yaa itu lain berarti yaa
(E2 merengek,ibu berkata “engken gek?” sambil mengelus punggung E2)
E: oo lain-lain yaa ada orang nyeri dibilang gitu?
R: iyaa sama dia kanker darah
E: oo tapi nyerii gitu pertama kali apa udah dropnyaa?
R: pertama kalii nikee sama panes sih juga tapi nyerinya nike nyeri sekalii katanya
E: eemm..dulu ga sih nyerii tapi gini dah perutnya agak buncit sedikit ga besar agak buncit
sedikitt..dikirain cacingan dia disana dikasi obat cacing..ga bisa ngengek diaa ngengeknya ga bisa mau
keluar. Kalo dikasi obat baru mau dia keluar gitu..susah ngengek..
R: udah dari sebelum sakit nike apa pas udah sakitnya bu?
E: itu dah pas sakitnyaa nike..ngengeknya susah..kalo udah di kasi obat tuu baru je..terus dah pokoknya
empat puluh apa delapan puluh tu satu tu yaa langsung trus baru dia ngengek..sekarang biasa dia ngengek
R: sekarang udah biasa nggih..
E: dikasi obat gitu mau diaa disni..obat pengencer ngengeknya tu..biasa dah..
(E2 merengek, ibu menyaut “genit?” sambil mengusap punggung E2)
R: yang waktu pertama nike berarti empat bulan tu bu yaa dirumah sakit?
E: he ee tiga bulanan..
R: berarti ga pernah pulang waktu itu buu
E: enggakk ga pernah pulang hehee ada seminggu apa tiga hari tu saya dikasi pulang ga saya pulang
dirumah singgah tu saya diem ditempat kanker nike
R: oo di rembulan nike buu yaa
E: nggihh sekarang udah pindah kesini..disana dah diem..soalnya ni kalo pulang gini pagi-pagi udah nyari
nomer itu sulit, kalo tiga hari dirumah kan jauh..lama dah disana saya diaam..
R: oo gitu nggih..terus dah bolak-balik kenten bu yaa setelah tiga bulan itu?
E: he ee terus dah gitu sebulan saya kesini dua bulan gitu ga masuk obat..berhentii lagi panas gitu
soalnyaa dia..nyampe sini tau-tau lagi panas..ya rugilah gitu ga bisa masuk obatnya..pengobatannya kan
kalo ga panas baru bisaa..
R: oo nggih tergantung kondisinya nggih
E: iyaa kayak ini masuk MTXnya itu ga dimasukin soalnya bisa paness tibas-tibaa..diem dah sini dua
harii gitu..maunya dua hari disini bisa lima hari jadinya gitu hehehe
R: oo nggih soalnya bisa tiba-tiba kenten bu nggih
E: he ee
(R mengajak ngobrol E2 dengan menyebut namanya..kemudian ibu E2 menjawab “iyaaang hehe”)
R: umm adeknya dulu pernah sekolah bu sebelumnya?
E: sekolaah dia di TK di paud nike sambil gini berobat
R: oo kenten
E: iyaa paud dia sempet trus TK kenten ini udah dua bulan dia ga sempat..
R: oo kenten berarti setelah usia berapa nike sekolahnya bu?
E: mulai sekolah enam..emm paudnya enam..tknya tujuhh..
R: oo nggih.. ini dah lambat pengobatannya kesinii..kan dia dapet baju baru tuu gamau kesini
diaa..sekolah aja ah lagi sekali ajaa besoknya lagi gitu sekolah lagii..gamau dia kesini takut gituu..
R: oo gitu.. yang waktu kapan nike buu?
E: ini dah yang waktu selesai BMA tuu gamau dah lagii kan sakit matanya tuu harus lagi BMA gamau
diaa..disuruh BMA itu pulang lagi lagi sakitt matanyaa kadang-kadang sakit dah matanya tu nyeri gitu
kesakitan diaa gituu..banyak ini kendalanya..ke mataa..
R: umm berapa lama nike fase pengobatan pertamanya habis bu? Sebelum relaps nike
E: udah dua tahunan dua tahunan lebih jadinya..
R: habis itu baru adeknya masuk paud nggih
E: iyaa udah sampai jalan ituu kan enam umur enam tahun sekolah dia masih berobat masih ini prigistin
satu berobat lagi pulangg gituu..ga dah sekolah diaa
R: oo di tahap yang terakhir gitu bu nggih..
E: iyaa.. lagi berapa kali kesini tuu sambil sekolah..
(E2 merengek..ibu/E mengelus lebih keras lagi pada punggung E2)
R: sakit yaa
E: sakit inii.. februari nii tiga tahun..kan februari saya kesana di gianyar tanggal 18 lagi dua minggunya
kesinii
R: oo..
E: gituu..ini kan deket lagi februari ni yaa deket dah kurang lagi dua bulan
R: nggih..
E: uda dah tiga tahun hampir tiga tahun.. ada juga yang cepet pengobatannyaa ga sampai tiga tahun..
R: nggih beda-beda bu nggih..
E: iyaa..ini sebenernya temen-temen sebayanya banyak ga gini.. gagal gituu pengobatannya.. temennya
(menyebut nama E2)..
R: yang dulu diajak bu nggih
E: iyaa kan diajak-ajak sini banyak tuu..
(E2 merengek lebih keras dari sebelumnya.. ibu menjawab “cen cen ne genitt?” sambil mengusap
punggung E2.. “sakitt?sakit ape genit?”)
R: beda-beda nike bu..sakitnyaa bergantung ketahanan anaknya jugaa
E: iyaa beda-bedaa yaa.. ini dulu standar nike dibilang..ga keras gininyaa..
R: oo gitu keluarga besar kenten tau bu nggih semuanya?
E: udah semuanya tauu ditengok kesini..gurunya kesini liat inii dua kali kesini diaa..
R: oh nggih
E: dibandingin sama kakaknya pinteran ini..karna sakit ini dah
R: nggih ntar sembuh lagi dah pinter sekalii nggihh
E: gurunya aja bilang pinter (menyebut nama E2) cepat dia nangkep itu. Dibanding kakaknya lamaa
R: nggih.. kakaknya cewek napi cowok bu
E: cewek nikee
R: dulu sebelum sakit biasanya (menyebut nama E2) ngapain aja nike dirumah bu?
E: main-main gitu..
R: dari pagi bangun tidurnya itu..
E: ituu belajar nulis biasanyaa main-main sama temen-temennya itu..
R: sama tetangga-tetangga bu nggih..
E: he ee ga ini sama sodara-sodaranya kan kecil-kecil ipar saya itu punya anak tu dah diajak main..pas dia
sehat ini dah ga bisa dikasi tau dia main-main sama temen-temennya kan sebenernya ga boleh capek sakit
gini.. biasa dia main-main sama temennya..ga boleh kan bedaa gitu sebenernya..
R: trus yang waktu setelah sakit nike kan sempet pulang kerumah dua hari gituu sempet main-main buu
sama temennya nike?
E: sempet itu dah main..ini pas dia sehat inii kan udah habis protokolnya itu dah dia giniii main-main lagii
R: pas abis nike nggih
E: he ee ga bisa dikasi tauu dikirain sehat dia hehee
R: kan masih perawatan sebenernya nggih
E: iyaa capek diaa kan ga boleh capek sakit gini nii..
R: mungkin langsung ngedrop bu nggih langsung trus relaps kenten bu?
E: iyaa ini dah gininya dulu sakit kesemutan gituu kakinya dibilang kesemutan..sendi-sendinya sakit itu
R: oo gitu..kira-kira beberapa bulan setelah habis protokolnya itu buu?
E: dua tahunan..kan ini protokolnya dua tahun
R: nggih pas mau relapsnya nike brapa lama jedanya bu?
E: oo lagi dua bulannya nike
R: nggih kesemutan nike bu yaa
E: iyaa kan tak stop obatnya ituu abis protokolnya itu kan, BMA stop disuruh..padahal kan masih enam
persen ga dikasi obat itu dah kambuh lagi jadinya mungkin..relaps jadinya
R: nggih
E: sekarang enam puluh persen katanya penyakitnyaa..baru BMA kemarin berapa tu dibilang, empat hari
yang lalu nanti hari jumat ni lagi..nantik lagi ngulang ginii..
R: nggih.. ga apa nanti cepet sembuh yaa
(ibu berkata pada E2 “nanti banyak minum yaa”)
E: sulit sekali gini ini minum, makan..
R: nggih pasti jelek mungkin rasanya
E: jelek rasanya mungkin yaa ga enak makan minum..apa apa ga enak kayak kita sakit tu mungkin yaa
apa-apa ga enak..
R: nggih buu yang sekarang segini aja duluu bu nggih mungkin dua hari lagi saya lagi minta waktunya
ibu..
E: ooh kenten nggih
R: boleh saya minta nomer hpnya ibuu?
E: nggih (menyebutkan nomer hp)
(interviewee mengucapkan terimakasih pada sang ibu dan berpamitan kepada E2.
VERBATIM WAWANCARA
SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA
LIMFOBLASTIK AKUT YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
Kode verbatim : VERB-KD02
Kode audio : AUD-KD02
Nama interviewer : Komang Try Damayanti
Nama interviewee : Ibu M
Nama interviewee 2 : KD
Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah
Hari/tanggal : Selasa, 12 Januari 2016
Jam mulai - selesai : 13.20 – 14.20 Wita
Topik : (1) Mengetahui keadaan subjek saat ini
Interviewer (R)
Interviewee (E)
Interviewee 2 (E2)
E: kulitnya agak kendor-kendor gitu kayak kurang gizi gitu kan
R: he ee kulitnya nggih
E: he ee agak kendor biasanya kan lincah dia tau tau gini dimana taruh dia langsung dah tidur dia
gimana lemes
R: oo he ee
E: panas, batuk, kan beda-beda gini kayak yang ini (menunjuk pasien lain) ada benjolan
R: oo gitu
E: lain lain gininya apa namanya gejalanya itu
R: kalo di saluran nafasnya nike pernah sesek atau apa gitu bu?
E: ndak ndak pernah itu
R: oo nggih ga pernah yaa ee gusinya baru kemarin nike berarti bu berdarahnya?
E: iyaa baru kemarinn tapi kalo masuk idos (nama obat) ini kalo rajin minum air ga gitu ee
masuk obat keras itu kan harus minum air banyak ni ndak mau minum air tuu makanya berdarah
gusinya kalo rajin minum air ga gitu
R: ooh gitu bu nggih berarti karena diminumin obat nike tapi ga minum air yang banyak jadinya
cepat berdarah gusinya nggih
E: nggih bisa demam muntah-muntah niki efek sampingnya nike makanya harus minum air
banyak
R: iyaa..tumben niki pendarahan bu gusinya?
E: ee duluu dulu kan pernah yang duluan itu kan pernah sakit yang sebelum relaps tu, kan
berdarah gamau berhenti langsung masuk darah, masuk darah itu diobatin gitu ya langsung mau
berhenti kalo ini endak teruus dia berdarah tiga kali sampe, lain banget niki
R: oo begitu berarti dulu sempat pernah bu nggih
E: iyaa dulu pernah sebelum relaps nike duluu berdarah dulu gamau makan makan apa itu yang
masuk gusinya sobek dah dikit
R: oh gitu berapa lama itu berlangsungnya bu?
E: Cuma satu harii udah dapat darah mau dia berhenti tapi yang ini endak, tiga hari sampe.
Sampe ampun mengental-mengental aduh besar-besar sekali ininya penuh ni langsung saya gini
bingung dah malemnya tu begadang tu
R: oo nggh ini keluarnya nike dari kerongkongan napi gusinya nike yang luka kenten bu?
E: ininyaa iya gusinyaa ga dari kerongkongan ada yang kayak gitu muntah darah tu dari
kerongkongan ini baru ada yang meninggal kemarin
R: oo begitu anak-anak bu?
E: udah besar relaps lagi gamau makan gitu dah ininya saluran kencingnya bermasalah banyak
efek sampingnya harus bersih cebok itu
R: nggih gini sensitive soalnya bu nggih
E: iyaa harus keadaan bersih pokoknya nike gosok gigi kumur-kumur udah gosok gigi kumur
lagi sama betadin tu
R: he ee
E: ini dah anak saya karna lambat kesini makanya drop dia makanan yang tidak boleh dimakan
dimakan sama dia
R: waktu relaps nike berarti bu
E: iya itu kalo rajin minum obat, kontrol, minum air putih banyak makannya
R: nggih tetep dijaga
E: ga anaknya kadang gitu dikasi makanan gamau gitu yang ndak dibolehin makan dimintak gitu
R: nggih gitu dah bu nggih memang harus lebih keras kayaknya
E: kalo keras gamau makan
R: ngghh susah bu nggih
E: ni kurus dia gamau makan makan sedikit-sedikit gitu..ini ada pengobatannya herbal gitu kan
ee sirsak tu tau? Kan ada ee daun sirsak
R: eem gini sirsak apa namanya
E: silikaya buah silikaya nike daunnya direbus tu dah minumannya kan mau dia
R: oo gituu udah sejak kapan bu?
E: udah dari pertama sini dah coba liat ada orang berhasil hehe mau mau dia perutnya besar.
Dulu banyak orang make obat apa namanya tu herbal tu ga ada yang berhasil ada temennya liat
baru ada yang berhasil baru tiang mau coba nike
R: oo gituu
E: mungkin lain tu ee beda obatnya nike
R: iyaa lain mungkin bu nggih
E: orang mahal berapa tu satu kecil tu satu juta
R: oh nggih
E: itu dah gung arinya itu sekarang ke Singapore berobat dia
R: ooh kenten obat tetes apa minum nike bu
E: kalo ini teh gitu dia ini temen-temen sini banyak make ikut saya make coba inii
R: nggihh
E: enam ratus satu paket nike he ee tapi mau diaa anak-anak soalnya kalo kita beli nike gamau
sulit jadinya kan
R: iyaa tapi mau kan kadeknya nggih?
E: iyaa udah dikasi tau mau dia minum untung mau ada orang beli jeg anaknya gamau kan rugi
R: nggih gimana emangnya rasanya nike bu? Kayak teh gitu bu?
E: kalo dikasi gitu kayak teh dia men ten misi gula agak pait kenten gek sepet-sepet kayak teh
gitu dah teh biasa kenten kan ten misi gula kan sepet kenten teh sariwangi nike nggih
R: oo nggih ditauin sama ininya bu dokternya atau susternya?
E: ada yang tau jugaa
R: nggih yang penting obatnya tetep masuk juga bu nggih
E: nike haruss kalo itu aja ga mempan untuk itunya membunuh sel-selnya nike itu cuma
mencegah
R: mungkin buat imunnya kenten bu nggih biar ga gampang sakit kenten
E: nggih itu dah mungkin
R: iyaa jadi lebih kuat gitu bu nggih
E: itu dah kalo itu aja satu ga bisa. Kalo kemo itu kan apa mengecilkan sel-selnya itu. Ini Cuma
berapa bulan ga kesini kan ditunda-tunda bma-bma (nama pengobatan medis) masih
trombositnya bagus eh apa namanya tu necrofilnya nike bagus masih 75 nike kan termasuk bagus
lama ga bma perutnya yang masalah terus makanya itu lama jadinya ga itu ee gitunya kankernya
masih enam persen. Kan pas bma terakhir enam persen sekarang udah enam puluh katanya yang
baru ini. Baru tiga bulannya baru di bma kan.
R: oo kenapa nike baru tiga bulannya baru di bma bu?
E: itu mungkin sakit ininya dulu baru ditanganin padahal dokternya udah ngasi tau dokter yang
yang nanganin harus cepet-cepet disuruh nangani harus cepet gitu ini hehe susternya ini ga sesek
dibilang sesek
R: siapa ibu?
E: hematonya mungkin salah gini nike apa namanya lagi dicari ini apa penyebabnya kan lama
jadinya
R: hee iyaa
E: seseknya ini tau tau lagi ee apa namanya lagi merontgen kan dikasi tau sama dokter ininya
kan “oo ga apa ni jalan teruus” lagi masalah lain ditangani kan lama jadinya nike hehe
R: nggih lama jadinya nikee
E: sebenarnya poinnya itu fokusnya itu kan kecapean dia nyeri semuanya ini terus sakit aja terus
dirumah banyak ininya sakitnya, kan lama ga kesini tau-tau ke matanya lagi merah kesakitan gitu
makanya itu lagi di obatin dulu. Kan enam persen itu awalnya karna lama ga diobatin enam
puluh persen jadinya sekarang makanya harus rutin jangan telat, ini anaknya telat-telat terus
soalnya “ah besok ajaa” gitu dah dia bilang ini “ga mau ga berani di suntik” gitu dia bilang
R: nggih trauma mungkin bu nggih
E: nggih.. terus dah gitu. Ajak tiang ke alternatif juga nike
R: oh nggih sempat bu nggih
E: nggih sempet, ni kan sempet sakit perutnya melilit kepunggungnya niki ajak cek disana mau
ilang, abis tu kepalanya sakit rambutnya dipegang sakit katanya nike lagi saya kesana, ga
sembuh gitu maksud saya akhirnya kesini lagi, disaranin sama alternatifnya harus kemo bu kedua
ini boleh kesini boleh pokoknya kemonya harus, baru saya kesini maunya berhenti tak kemo..
R: oh nggih.. harus nike kemo sebenarnya bu
E: iya nggih harus nike kemo
R: soalnya emang harus masuk obat untuk langsung membunuh selnya nike
E: iya nggih minum obat harus nike.. obatnya ini jarang-jarang kenten diminum itu masalahnya
makanya ini relaps hehe ini coba soalne dia standar kan cepet pengobatannya tapi kita harus rutin
minum obat makanannya harus jaga ditambah lagi minum herbalnya nike
R: nggih bu
E: kan ada daun sirsak tu bikin dirumah direbus, ga beli bikin dirumah kan ada yang sembuh tu
itu diminum terus daun sirsak tu direbus enam gelas jadiin tiga gelas gitu langsung diminum pagi
siang sore gitu
R: oo gitu
E: udah biasa dia sekarang ni sebelum control kesini udah minum
R: oo orangnya itu bu?
E: iyaa yang ini ada itu diminum hari pertama padahal gawat dia kesini.. saya kan sempet masuk
obat dikit kesini cuma sehari aja dia udah datang gawat sekali
R: oo mau sekarang mendingan bu nggih
E: udah serratus persen ilang tapi dia rutin makan minum itu
R: oo nggih tetep rutin nggih. Yang ibu bilang obat yang enam ratus ribu nike bu? Obat yang
mana bu?
E: ini herbal ni kayak ni (mengambil obat yang dimaksud) ini gek (menunjukkan kepada
interviewer) kalau dirumah kan bisa bikin rebus sendiri ga perlu beli
R: oo nggih buu.. dicoba aja bu tapi tetep medisnya nggih
E: nggih nike harus..dulu dah saya maunya ga gini ga kemo yaa..kan temen-temennya liat dulu
tak cek itu kan, udah apa namanya tu dia kan relaps masuk kemo lagi udah ga ada meninggal..ni
semua sebaya saya ni yang barengan masuk sini tu semua udah ga ada makanya saya maunya ga
kesini lagi maunya..
R: oo kenten trauma ibu nggih
E: iyaa kan takut tiang temennya semua ga ada..kan pulang relaps kakak-kakaknya semua
bilangin jangan kemo mematikan semuanya ngasi tau gitu..
R: nggih
E: kalo ga kemo lagi parah
R: mungkin mereka telat nike bu
e: tu dah yang kemarin tu telat dia kesini.. disuruh tanggal lima tau-tau tanggal 20 baru kesini..
R: waduu jauh jaraknya nggih
E: itu dah dia telat dia kan dari jauh dari mana namanya tu dari Negara setiap kesini telat telat
telat telat padahal harus tepat waktu
R: nggih nike ampun
E: disamping tu minum itu apa namanya tu herbalnya nike yang menghilangkan kankernya
R: oo berarti sudah dari relaps nike kadek sudah minum bu nggih?
E: ndak baru..tiang udah daridulu udah tau tapi dia gamau minum..kan kasik direbus dirumah tak
kasi dia gamau..ini pak Agungnya kan minum dia saya kasi coba dulu satu mau dia minum baru
dah..dirumah udah dulu udah tau minum obat-obat gitu anaknya gamau minum, tak kasi ga dah
mau minum..ndak saya lagi menghiraukan nike gamau soalnya sekarang mau dia
R: iyaa
E: kalo daridulu minum itu udah sembuh anaknya, disamping itu kontrol nya rutin..ini
kontrolnya kadang-kadang gitu dah..kita yang dapet dia gamau gitu
R: nggih ga apa bu, yang penting kedepannya niki
E: itu dah harus harus tepat waktu mungkin
R: kadeknya kan makin lama makin ngerti juga
E: iya itu dah..ee mie ga boleh gitu makan mie..pokoknya udah bagus dia udah sehat kan seneng
dah, masuk biasa..itu rencana uang jajan lima ribu semuanya dibeliin itu ciki-ciki itu dah
semuanya
R: waduh itu dah yang banyak zat-zatnya nike
E: abis dirumah dah kepalanya langsung kan ada makanan yang dibungkus tu otomatis nangis ni
matanya kesakitan langsung merah sakit ga gini ga berhenti sakitnya
R: oo nggih sebelum relaps nike
E: iyaa obat ga ada dirumah kan malem lagi bingung dah jadinya
R: trus gimana waktu itu bu
E: langsung je paginya ini masih sakit
R: semaleman berarti sakit nggih
E: iyaa itu dah sakitnya..obatnya ga mau diminum..dikasi obat ga mau..gitu..coba minum
obatnya ga kenapa matanya karna obatnya ga diminum gitu dah jadinya matanya kena pengaruh
itu..
R: nggih
E: kayak minum obat makannya lagi engga lagi mau gitu..sekarang dia kalo udah dikasi tau
ngerti..
R: oyaa makin lama makin ngerti
E: he ee kalo yang udah sembuh tu minta dia sama ibunya..belum minum gini belum minum gitu
gitu diaa
R: ohyaa
E: nggih ampun kelih ngerti dah nggih
R: nggih..kan gamau juga sakit terus kentenne
E: di untuk tehnya itu airnya itu itu dikasi..kan makan, airnya itu dikasi..itu dikasi sm ibunya
itu..kan udah biasa soalnya nggih
R: ohyaa bagus
E: ga ada zat kimianya itu
R: nggih.. kadeknya terus diliatin ininya nggih
E: ini merah ininya..
R: hati-hati jangan dipegang-pegang terus yaa dek yaa (berbicara dengan subjek) diliat aja boleh
jangan dipegang..
E: iyaa gitu dek (berbicara dengan subjek).. jauh dari sempidinya?
R: kalo dari sempidi 20menitan bu
E: deket dalung? Di gaji nike kemana?
R: gaji nggih ee
E: kan sempidi sereet ke gajinya nike kan..ga deket sana?
R: oh ten buu sini dikerobokaan jalan mau kekutaa
E: oo dalung nike Kerobokan sini ya?
R: ibu tiang sebentar aja sekarang bu nggih besok mungkin tiang kesini hehe
E: oh nggihh jangan bawa apa-apa ga apaa yaa biasa-biasa ajaa
R: nggih ten..kadek mam jajaknya yaa (berbicara dengan subjek)
E: iyaa..
R: nggih bu sukma buu nggih..
VERBATIM WAWANCARA
SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
Kode verbatim : VERB-AMB01
Kode audio : AUD-AMB01
Nama interviewer : Komang Try Damayanti
Nama interviewee : Ibu Mr
Nama Interviewee 2 : AMB
Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah
Hari/tanggal : Minggu, 7 Februari 2016
Jam mulai - selesai : 14.00 – 15.15 Wita
Durasi : 75 menit
Topik : (1) Mengetahui latar belakang interviewee, (2) Mengetahui latar belakang
interviewee 2
Interviewer (R)
Interviewee (E)
Interviewee 2 (E2)
R: ibu yang biasanya nemenin ya?
E: iyaa sayaa ibunya
R: oh yaa..boleh tau nama lengkapnya bu?
E: Mr (dirahasiakan)
R: kalau nama adiknya siapa bu?
E: Amb (dirahasiakan)
R: kalau dirumah biasanya dipanggil siapa bu?
E: kalo dirumah kalo dikampung dipanggil AMB (dirahasiakan)
R: oh yaa..nama belakang ya bu yaa
E: iyaa
R: sekarang usianya berapa bu?
E: usianya 8 tahun 4 bulan, pas besok tanggal delapan 4 bulan
R: oh yaa.. sekarang kondisinya berarti leukemia limfoblastik akut ya bu?
E: iyaa leukemia kanker darah
R: adiknya sudah tahu kondisinya?
E: iya?
R: adiknya sudah tau penyakitnya apa bu?
E: iyaa sudah..udah bilang kanker darah mungkin dia tau
R: ohya oke. Ibu berarti asalnya dari Sumba ya bu?
E: iya Sumba. Sumba Timur
R: oke boleh minta tempat tanggal lahirnya ibu?
E: tanggal 11 september 1972
R: di Sumba bu ya
E: di Sumba
R: kalau adiknya?
E: 2 oktober 2007
R: 2?
E: he ee jadi nama Dwi, 2 hehe
R: oh yaa dua oktober 2007 yaa..di Sumba ya bu
E: iya di Sumba
R: ibu bekerja sebagai apa bu?
E: ibu rumah tangga
R: kalau suaminya sekarang berarti lagi dimana bu? Di Sumba ya?
E: he ee
R: sedang bekerja buy aa
E: iya sebagai petani
R: sebagai petani yaa bu..berarti sekarang ibu disini sama keluarga atau
E: engga tinggal diyayasan
R: oo di yayasan
E: iyaa yayasan kasih anak kanker
R: oo di rembulan ya bu
E: engga sudah pindah disini iya dulu di rembulan tapi saya tidak sempat kesana sudah pindah
R: oh ya yaa..
E: baru ini toh baru pindah kesini..
R: oh gitu iyaa..
E: itu dimana belakang kamar jenasah kesana lagi
R: ohya berarti ibu disana biasanya yaa
E: iya jadi biasanya kalau abis dari rumah sakit langsung keyayasan nanti lagi satu minggu kesini lagi
kontrol, masuk obat
R: ohyaa..biasa seperti itu bu yaa..kalo pendidikannya ibu?
E: smp
R: smp..kalo dirumah tinggalnya sama siapa ya bu?
E: kalo ini tinggalnya sama neneknya
R: berarti ada ibu ada bapaknya ada AMB yaa bu
E: ada mama kecil, omnya
R: ohyaa adik dari bapaknya berarti bu ya?
E: adik dari saya
R: ohyaa.. kemudian ada siapa lagi bu?
E: ada opa, oma..neneknya yaa..
R: kalau untuk saudara, saudaranya AMB?
E: saudara ga ada disitu..dia sendiri sama anak dari itu mama kecilnya..
R: oo begitu yaa..ibu punya anak berapa ibu?
E: tiga.. sebenarnya empat orang satu meninggal
R: oo begitu..
E: he ee ini anak ketiga yang kedua yang meninggal
R: oo begitu.
E: iya yang keempat ada dikupang dia
R: oo sudah gede-gede ya bu
E: satu tahun empat bulan
R: oo satu tahun empat bulan ada dimana sekarang bu?
E: ada di kupang sama bapak kecilnya ada adik dari bapaknya
R: oo begitu
E: dia ada minta dia ga punya anak toh
R: oo diminta
E: iya jadi anak angkat
R: kalau AMBnya berarti anak paling besar?
E: engga masih ada kakaknya
R: masih ada kakak
E: kakaknya kelas tiga smp
R: oo berarti tinggal di
E: itu sama bapak tuanya..ada kakak dari bapaknya
R: oo begitu..
E: masih jauh dari saya..
R: oo kalo yang nomer dua berarti
E: itu yang meninggal.. ini yang nomer tiga
R: nomer tiga, nomer empat yang dikupang
E: iya he ee
R: ibu sudah lama menikah ya bu?
E: sudah
R: masih ingat tahunnya bu?
E: dari tahun 1999 tapi tanggalnya ga itu lagi
R: oh yaa.. berarti usia ibu berapa waktu itu bu?
E: pas itu..saya lahir tahun 72 yaa
R: ohyaa.. ibu bisa ceritain kegiatan ibu apa sehari-hari dirumah?
E: dirumah masak
R: pagi-pagi masak begitu bu yaa
E: he ee timba air begitu, cari kayu api, gitu
R: gitu..
E: kadang-kadang juga kalau ada waktu sama-sama dengan bapaknya pergi kekebun
R: oo he ee ibu ada kebun dirumah yaa
E: iyaa ada kebun dirumah
R: kebun apa ibu?
E: itu tanam jagung, umbi
R: umbi-umbian yaa..ibu kalau selama ini ibu pernah tidak merawat keluarga yang sakit bu?
E: orang sakit eee orangtuanya
R: orang tuanya ibu?
E: bukan itu orangtua dari bapaknya sakit
R: oo berarti mertuanya ibu yaa
E: iyaa mertua saya
R: oo sakit apa ibu kalau boleh tau?
E: batukk
R: ooyaa bu kesehariannya masih bisa bu yaa seperti mandi makan sendiri?
E: masih bisaa
R: ohyaa ibuu.. ibu kalau Amb biasanya ngapain aja dirumah buu?
E: main-main sama temennyaa
R: ok bnyak ada temen-temen disana yaa
E: iyaa..
R: rumahnya berdekatan gitu yaa bu sama tetangga-tetangga
E: iyaa berdekatan
R: selain sama sepupu berarti kan ada sepupunya bu yaa
E: iyaa sepupu
R: berapa orang buu?
E: iyaa?
R: berdua aja yaa bu Amb sm sepupunya?
E: mm masih adaa..ada anaknya adik saya itu tiga orang
R: oo berarti biasa main sama mereka yaa?
E: iyaa biasa main sama mereka lagi tetangga anak tetanggaa
R: ooh gitu iyaa buu.. main-main trus ngapain aja biasanya lagi Ambnya bu?Ambnya sekolah yaa bu?
E: iyaa sekolah kelas tiga SD
R: oo kelas tiga SD yaa
E: main belajar..
R: main belajar umm kalo disana sekolahnya biasanya kapan liburnya bu?
E: ada libur natal, libur naik kelas
R: ooh ehee iyaa.. jadi sebenarnya Amb dari kapan ibu diketahui sakitnya bu?
E: emm dari oktober
R: dari oktober yaa bu
E: iyaa kemarinn oktober kemarin
R: oo berarti November desember januari sekarang bulan ketiga ya bu?
E: he ee iyaa
R: oktobernya awal atau akhir buu? Ibu ingat tidak tanggalnyaa?
E: waktu itu sih dia sama neneknya sama mama kecilnya waktu dia sakit mereka yang sering bawa ke
dokter
R: oh begitu ibu waktu itu dimana?
E: saya dikampung, kampung saya jauh dari adek Amb..
R: o begitu
E: iya kan dia dekat sekolah toh jadi kalau dengan saya kampong saya jauh dari sekolah masih tiga kilo
jalan kaki
R: ooo
E: ini sejak sekolah dia tinggal sama neneknya
R: oo begitu
E: jadi dia mau tinggal disitu supaya dekat dengan sekolahnya
R: he ee he ee jadi waktu itu gimana yaa bu bisa ibu ceritain awalnya sampai didiagnosa
E: oo jadi yang waktu pertama itu dia panas
R: panas yaa
E: panas panas pucat
R: he ee
E: ini mimisan sempat mimisan juga
R: oo sempat mimisan
E: iya
R: he ee kemudian apa lagi buu
E: iyaa itu panas-panas itu langsung bawa sering ke dokter kasi obat, obat itu diminum langsung panasnya
turun
R: he ee
E: kemudian lagi panas begitu
R: ibu ingat tidak selang berapa hari?panasnya udah tiga hari terus dibawa kedokter udah hilang tapi
besoknya muncul lagi begitu bu?
E: iyaa selang tiga hari jadi itu dia panas hilang lagi
R: oo begitu waktu itu gimana kondisinya bu? Lemas atau bagaimana?
E: iyaa itu lemas pucat
R: apa sebelumnya sempat jatuh begitu bu? Yang kira-kira bisa jadi pemicunya begitu bu
E: iya iya sempat jatuh disekolahnya dia jatuh dia lari-lari kejar-kejaran dengan temannya yaa dia sempat
jatuh
R: ee sempat jatuh, kemudian kapan muncul sakitnya itu bu?
E: saya kurang tau karna dia sama itu yaa sama nenek dan mama kecilnya
R: oyaa baik sama nenek dan mama kecilnya he e.. iya berarti waktu itu panas pucat lemes sempat
mimisan begitu bu yaa
E: iyaa betul trus kurusan
R: nambah kurus bu yaa?
E: iyaa nambah kurus kurus kurus sekarang ini baru ada perubahan sejak disini
R: oyaa?
E: iyaa sampai disini dia kuat makan
R: oyaa
E: dia kuat minum susu, susu itu baru satu bulan udah habis dah itu pokoknya sehari itu bisa lima kali
minum susu dia minta susu
R: wah baguss iyaa he ee
E: makannya juga empat kali sampai lima kali sehari
R: ooo nafsu makannya bagus yaa bu
E: iyaa nafsu makannya bagus mungkin pengaruh obat kemonya juga
R: he ee iyaa mungkin yaa bu
E: he ee
R: tapi waktu pertama tambah kurus bu yaa
E: he e i yaa kurus
(responden mengusik ibunya)
R: ambnya minta apa? Ambnya mau ngapain hehee (berbicara dengan amb) ?
(responden senyum-senyum malu)
R: amb minum obat yaa sekarang yaa?
E: iyaa minum obat (sambil berbicara dengan responden)
R: ehehee
E: ini selama ini dia ini apa namanya ada hp yang besar yang pakai main itu tu
R: he e?
E: mama dia suruh mama beli mama beli
R: oo gituu ehee
E: tunggu saya bilang kita ini masih sakit disini itu nanti kita ada rejeki dulu baru mama bisa belii gitu
saya bilang baru bisa inii hehee
R: oyaa
E: baru bapanya di Sumba dia bilang dia kangen sama bapanya begitu dia bilang
R: oo yaa
E: malam itu tidak bisa tidur tidak ngantuk katanya kangen sama bapa gituu hehee
R: oo begitu hehe.. bapanya sempat kesini ibu?
E: engga kami berdua aja
R: oyaa kenapa ibu? Apa belum sempat yaa bu?
E: iya belum karna masih sibuk kerja di kebun urus sawah begitu
R: oyaa gpp yang penting kan sudah sama ibu disini yaa
E: iya yang penting sudah saya temani dia
R: iyaa he ee
E: habis kami juga sendiri dirumah, mertua juga dirumah lain toh
R: oo yaa
E: supaya ada juga yang jaga rumah
R: oyaa.. Ambnya kalo mau istirahat boleeh (berbicara dengan responden) yaaa hehee maaf kalau ganggu
yaa sayangg hehe
E: iya engga apa-apa kakaak gitu bilangnya (berbicara dengan responden) hehee
R: amb bagus sekali bo
E: adik asli darimana?
R: ee saya asli Bali ibu dari Denpasar
E: Denpasar..
R: iyaa.. ini bagus sekali badannya ibu
E: iyaa
R: soalnya kadang kalau misalkan kita aja lagi sakit pasti turun kan nafsu makanny segala macem
E: iya turun he ee
R: iyaa he ee
E: itu semua pada omong disini kayak orang ga sakit aja dia ini
R: he ee
E: iya nafsu makannya bagus hehee
R: iyaa bagus kalau begitu bu yaa .. ibu jadi kembali ee waktu itu panas pucat mimisan tambah kurus
kemudian bawa ke dokter lagi gitu yaa bu
E: he ee
R: berapa kali itu ibu sempat bolak balik dokter?
E: ee sudah empat pokoknya sudah sering-sering ke dokter saya gatau lagi toh karna mama kecilnya yang
bawa ke dokter saya jauh dikampung
R: he e
E: perjalanan tiga jam empat jam toh ini baru bisa sampai di amb
R: oh yaa
(yahahahaha – responden tertawa)
R: ee trus pas kapan ditauin bu? Diagnosa itu? Dirumah sakit mana?
E: di rumah sakit itu kan dapat rujukan dari Sumba
R: he e dapat rujukan dari Sumba
E: dapat rujukan dari Sumba dirujuk ke Wangaya
R: ke Wangaya
E: ke Wangaya baru ke Sanglah sini
R: oo begitu
E: he ee
R: di Wangaya sempat opname dulu bu?
E: dimana?
R: di Wangaya
E: oo engga engga sempat di opname waktu itu udah langsung dikasi rujukan aja
R: oo berarti dalam satu hari itu langsung kesini?
E: he ee
R: ok setelah disini itu bagaimana ibu?
E: setelah disini jadi kami datang tgl 22 desember kemarin itu
R: 22 desember?
E: he e 22 Desember itu langsung
R: oo berarti 22 Desember baru nyampe disini?
E: he e kami tgl 20 dari Sumba
R: 20 dari Sumba
E: he e 21 ke Wangaya lantas 22 Desember ke Sanglah
R: oo begitu
E: he e abis itu langsung opname opname disini di Sanglah
R: oo udah langsung dikasi tau ibu hasilnya apa?
E: itu belum..belum dikasi tau hasilnya sampai diopname selang beberapa hari itu baru itu di BMA mau
cari tau itu penyakitnya
R: he e
E: diambil sumsum baru diini ternyata hasil BMAnya itu ada kanker darah
R: mm begitu itu selang berapa hari ibu ingat tidak?
E: yang
R: di BMA dari opname itu
E: opnamenya kan 22 (kemudian mengambil berkas dan menunjukkan kepada interviewer) ini
protokolnya
R: oya (mengambil dan membaca)
Amb nonton yaa hehe (mengajak bicara responden)
E: jadi BMAnya itu tanggal 30
R: BMAnya tanggl 30 oo berarti cukup lama bu yaa
E: iyaa BMAnya tanggal 30
R: kemudian setelah itu dikasi tau hasilnya bu?
E: eh BMA tanggal 29 ini apa yaa oh he e BMA tanggal 30
R: tanggal 30 ya bu
E: iyaa tanggal 30 BMAnya trus baru tau itu ada kanker darah begitu
R: emm berarti langsung pada saat itu juga dikasi tau ya?
E: iyaa besoknya begitu..habis BMA hari besoknya dikasi tau
R: oo begitu
E: iyaa
R: berarti waktu
(telepon ibu bordering, tetapi ibu terlihat tidak enak untuk mengangkat)
R: ibu diangkat saja ibu tidak apa-apaa hehee
E: iyaa ga apaa hehe
(responden tertawa kecil)
R: ee itu ya ibu berarti tanggal 31nya kemudian awalnya diruang mana ibu?
E: di ruang Pudak sini
R: ruang pudak
E: yang disana sebelum kesini itu
R: oo yang disana ya he ee..yang disitu trus ee oo berarti langsung ke ruang pudak yaa
E: iyaa
R: ibu waktu itu bagaimana ibunya pas ibu tau Ambnya didiagnosa demikian? Apa yang ibu rasakan ibu?
E: yang saya pikirin waktu itu kenapa anak saya sakit begini sakit-sakit begini
R: he e
E: ga ada kepikiran sama sekali bakal sakit begini
R: he e
E: itu saja kenapa anak saya sampai sakitnya begini kanker darah itu
R: he e..ibu waktu itu sendiri disini ya bu?
E: sendiri..sendiri
R: kemudian berarti ibu langsung hubungi suami ibu yaa
E: iya hubungi sama orangtua mertua juga
R: he e
E: he e
R: ibu bilang berobat disini begitu ya
E: iya berobat disini selama dua tahun
R: selama dua tahun he e
E: iya dua tahun dokter sudah bilang
R: oh dokter sudah bilang begitu ya bu
E: iyaa
R: oke berarti bagaimana ibu?
E: kaget pokoknya kan di Sumba tidak ada alat untuk itu tu BMAnya itu kan disini di Sumba tidak ada
alat jadi
R: eemm
E: jadi kalau pas kesini baru tau dia ada kanker darah
R: he e..apa yang ibu bebankan waktu itu ibu?adakah yang ibu bebanin waktu itu?
E: selama disini?
R: yang waktu didiagnosa itu
E: waktu diagnosa itu yang saya pikirin lagi datang dari Sumba itu uangnya ga mencukupi untuk
tanggungan disini itulah yang saya pikirin
R: he e
E: selama ini juga mereka kan belum itu belum kirim itu uang
R: oh begitu
E: he e belum kirim uang dik jadi itu yang saya pikirin juga karna dirumah sakit kan makan air kan harus
dibeli dik
R: berarti ibu dapat biayanya darimana ibu?
E: itu ada sedikit yang saya bawa dari Sumba itu jadi itu yang saya pakai
R: waktu itu berarti ibu tidak ada kepikiran sama sekali Amb akan didiagnosa begini bu ya
E: iya tidak ada..bapanya yang telfon (berbicara dengan responden)
R: oh yaaa hihi.. umm ibu kira-kira ibu tau tidak penyebabnya kenapa?apa ada kejadian apa begitu
sebelum amb didiagnosa itu bu?
(“mak obaat maa” responden berbicara dengan ibunya)
R: ohya obat yaa
E: iya obat sebentar
R: pinter sekali
E: iyaa he e hehe
R: minum obat sendiri yaa
E: hehe minum obat sendiri
Itu airnyaa (berbicara dengan responden)
R: ee ibu tau penyebabnya tidak bu?
E: tidak tau sama sekali
R: kadang dokter pun tidak tahu harus kasi penjelasan apa begitu yaa bu
E: iyaa
R: iyaa karna penyakitnya itu tentang sel kita begitu yaa bu
E: iyaa
R: jadi waktu itu ibu langsung opname ya bu
E: iya jadi tanggal 22 saya kesini pertama itu langsung nginap
R: he e jadi waktu pas pertama kesini itu kondisinya amb bagaimana bu ya?
E: lemas pucat
R: kondisinya waktu itu lemas ya
E: he e lemas lemah dan pucat
R: panas badannya ibu waktu itu?
E: engga panas
R: tapi kayak tidak bergairah begitu bu yaa?
E: iyaa tidak ada semangat nafsu makan juga kurang pertama itu
R: kurang waktu itu he e.. kemudian seperti apa lagi bu kondisinya?
E: menangis isi marah-marah jugaa begitu sempat
R: oo gitu.. ibu bisa ceritakan ibu bagaimana kondisinya Amb waktu itu?
E: kondisinya yang
R: waktu opname pertama kali itu ibu
E: itu dia marah-marah itu dia menangis begitu
R: he e
E: sering nangis gitu kangen sama bapanya sama neneknya begitu
R: amb bilang sendiri begitu bu ya?
E: iya he e Amb bilang begitu..sampai sekarang masih begini
R: ohyaa kadang-kadang kangen begitu yaa bu
E: iya kan kadang-kadang tidak setiap hari tiap malam begitu kadang dia ingat tiba-tiba bapa dia
ngomong telfon bapa datang sudah datang liat Amb..supaya bapa juga tau di Bali sinii dia bilang begitu
sama bapanya hehe
R: oo hehee pinter yaaa
E: begituu dia sms begitu juga
R: ibu waktu itu Ambnya rajin tidak minum obatnya?
E: iyaa dia minum dapat obat dari dokter itu dia harus minum
R: minumnya bagaimana bu biasa semangat begitu
E: he eem biasa..gamau dikasi apa itu dikasi hancur maunya dia minum telan langsung pakai air begitu
R: oo iyaa..umm berarti sekarang sebenarnya kelas tiga Sd ya bu
E: iya sudah kelas tiga
R: sudah masuk berapa bulan kelas tiganya bu
E: umm itu kan masuk bulan agustus umm dari bulan agustus itu udah masuk sekolah masuk libur
R: oh iyaa berarti bulan agustus itu baru masuk kelas tiga ya
E: he ee baru masuk
R: baru sebentar berarti masuk kelas tiganya yaa bu
E: iya?
R: maksudnya untuk kelas tiganya baru sebentar dapat sekolah karena desember sudah kesini begitu ya bu
E: oh iyaa he e
R: he e baru dua bulananlah yaa bu
E: iya he e
R: Amb biasa main sama siapa kalau di sekolah Amb (bertanya pada responden)?
E: teman di sekolah siapa biasa ajak main (bertanya pada responden)?
R: hehee sama temen-temen yaa banyak
(responden merespon dengan senyum seakan mengiyakan)
E: ehee banyak teman
R: iyaa..berarti ee ibu kalau bisa dibilang kalau dirumah itu sendiri sama nenek yaa Ambnya bu?
E: he e iyaa sama neneknya
R: ibu apa dulu Amb sempat sakit bu? Dari kecil begitu pernah sakit bu?
E: emm biasa panas batuk
R: he e sakit biasa bu yaa
E: iya panas batuk
R: sering tidak bu?
E: yaa kadang-kadang gitu bukan sering-sering yaa..satu bulan sekali gitu
R: oo yaa..berarti dari kapan Amb tinggal dengan nenek bu?
E: itu sejak dia masuk sekolah dari kelas satu
R: kelas satu?
E: iyaa
R: dari sebelumnya berarti umur lima tahun kebawah itu sama ibu yaa bu ya?
E: iyaa sama saya
R: sama ibu dikampung berarti yaa bu
E: iyaa
R: waktu itu bagaimana kondisi kesehatannya Amb bu?
E: waktu itu dia masih kecil itu sehat-sehat paling cuma panas-panas
R: begitu bu yaa panas batuk begitu yaa bu
E: iyaa panas batuk begitu paling
R: apa pernah opname begitu bu?
E: engga ga pernah
R: umm iyaa..ibu waktu didiagnosa ibu beritahukan pada Amb tidak bu?
E: emang kasi tau juga sih Cuma dia belum ini mungkin belum tau belum mengerti begitu apa itu kanker
darah begitu
R: iya he e tapi ibu sempat kasi tau yaa
E: iyaa saya kasi tau
R: bagaimana waktu itu kasitaunya bu
E: pas yang selesai BMAnya itu kan saya beritau Amb ini ada kanker darah saya bilang begitu
R: he e
E: tapi dia ga ngubris begitu mungkin dia belum tau apa itu kanker darah yaa
R: he ee kemudian gimana bu? Berarti tidak ada respon yaa bu
E: iyaa biasa ajaa
R: Amb ada nanya itu apa begitu
E: engga ga ada nanya sama sekali..
R: he ee
E: kalau itu kan dibius waktu BMA itu kan nanti diambil sumsumnya buat diperiksaa dia ga takut ga ada
ngerasa nolak begitu
R: ohyaa?
E: iyaa ga takutt
R: pinter sekalii oo begitu dari awal begitu yaa bu sudah dari awal
E: iyaa..
R: bisa ibu ceritain ga sekali lagi ee jadi dari kondisi awal didiagnosa itu kan disini jadi waktu itu Amb
kayak gimana kondisinya bu?
E: kondisinya dia lemas dan pucat
R: he ee trus tingkah lakunya seperti apa ibu?
E: ga ada ga ada yang gimana-gimana
R: he ee berarti yaa lemes aja begitu yaa bu..
E: iyaa
R: kalau ngomongnya bagaimana bu?
E: ngomongnya juga biasa ajaa..banyak omong begitu
R: umm begitu tapi lemas fisiknya yaa bu.. perkembangannya hingga sekarang bagaimana bu?
E: perkembangannya sekarang memang sudah agak ini membaik tapi belum tau lagi inikan masih BMA
ulang lagi minggu depan mungkin ada BMA ulang dia preksa kembali penyakit apakah selama ini dia
berobat memang ada perubahan atau tidak
R: emm he ee iyaa
E: jadi perlu ini BMA yang kedua BMA ulang
R: he e berarti yang pertama itu waktu itu bu ya
E: iya awalnya itu waktu itu jadi tau kanker darah itu BMA yang pertama
R: he ee.. ibu kalau dari segi minum obatnya memang dari awal ga ada nolak-nolak gitu bu yaa
E: iyaa ga ada nolak ga perlu dipaksa begitu
R: iyaa
E: kalau saya bilang minum yaa dia harus minum begitu..
R: baik ibuu mungkin sekian dulu yang saya tanya hari ini yaa bu.. mungkin besok atau dua hari lagi saya
kemari lagi yaa buu
E: iyaa tapi mungkin besok saya pulang ke yayasan
R: ohyaa baik ibu..
E: besok atau lusa mungkin tapi besok kayaknya masih masuk obat
R: ohyaa ibuu..sekarang pengobatannya namanya di fase apa yaa bu?
E: (menunjukkan lembar protokol) yang ini yaa nama obatnyaa
R: oh iyaa he ee..ibu ini berarti dari tanggal 22 desember itu sempat pulang ke yayasan bu atau disini?
E: tanggal 22 itu kami opname disini yaa abis itu keluar tanggal 31 desember itu ke yayasan he e
R: itu mengapa begitu bu? Artinya kondisinya memang sudah baik atau bagaimana?
E: itu dari rumah sakitnya memang suruh ga apa katanyaa yang penting kontrol begitu
R: oh begitu yaa baik ibuu
E: ini minggu yang kee empat lima ke enam sudah keenam
R: iya begitu he e berarti ibu sudah ke yayasan berapa kali ya bu?
E: sudah berapa kali yaa ee sudah lima kali
R: oh begitu iyaa ibuu kalau diam disininya itu berapa hari biasanya bu?
E: kalo disini empat malam lima malam tapi ini sekarang udah dua minggu yaa? Tanggal 27 kemarin itu..
R: oh begitu
E: obatnya lama dik jadi lama disini
R: oh yaa ibuu..kalau begitu makasih banyak yaa ibuu
(berpamitan)
VERBATIM WAWANCARA
SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
Kode verbatim : VERB-AMB02
Kode audio : AUD-AMB02
Nama interviewer : Komang Try Damayanti
Nama interviewee : Ibu Mr
Nama interviewee 2 : AMB
Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah
Hari/tanggal : Minggu, 25 Februari 2016
Jam mulai - selesai : 16.30 – 17.15 Wita
Topik : (1) Mengetahui kondisi interviewee 2/responden saat ini
Interviewer (R)
Interviewee (E)
Interviewee 2 (E2)
R: ibu suka makan jagung?
E: sukaa
R: ee ibu berarti sekarang sudah 2 bulan ya?
E: iya sudah 2 bulan
R: udah 2 bulan, ini sekarang berarti ibu tahu gak sekarang lagi di fase pengobatan apa?
E: sekarang?
R: fase apa namanya ya?
E: fase MTX
R: MTX, besok MTX
E: obat aidos
R: aidos
E: hu um obat aidos
R: oh iya
E: sama leopupurin, hu um itu besok
R: besok, jadi di ambilnya besok bu ya
E: iya
R: kemaren waktu ee kemarin sempet brapa kali ke yayasan bu? Berapa kali pulang kemarin?
E: sekali, ya sekali
R: sekali
E: ya sekali
R: itu berapa hari, berapa lama bu?
E: di yayasan, 2 hari
R: 2 hari?
E: 2 hari aja
R: huuummm
E: 2 hari balik lagi
R: ohh
E: (bergumam) 11 12 13
R: berarti baru sekali bu ya sempet balik ke yayasan
E: yang datang ke sini itu,he eh sekali
R: selama datang ke sini
E: iya sekali
R: itu memang di kasi taunya seperti itu atau gimana?
E: he eh di suruh pulang
R: di suruh pulang
E: habis itu balik lagi, di kasih surat kontrol balik lagi
R: oh gitu
E: ya gitu
R: berarti yang pertama itu 1 bulan full, kira-kira 1 bulan full diem di rumah sakit ya?
E: engga, 2 minggu lebih
R: 2 minggu lebih trus sempet pulang?
E: pulang
R: hu um, habis itu balik lagi ee sampai sekarang?
E: he eh sampai sekarang
R: oh gitu, he eh. Itu di kasi tindakan medisnya setiap hari bu atau gimana?
E: ya?
R: di kasi tindakan medisnya setiap hari? Setiap hari?
E: di…..apa
R: apa namanya, MTX segala macem
E: engga, engga setiap hari. Itu tergantung dari itu yang ada di protokolnya itu
R: yang dulu ibu ceritakan itu, Ambnya sempet di awal itu sempet panas, ……, mimisan, trus agak lebih
kurus ya dari yang sekarang. Kalau sekarang itu muncul gak, selama 2 bulan di sini itu muncul gak?
Sempet muncul?
E: tidak, panas gak muncul lagi, cuma agak pucat aja
R: pucat, sempet pucat ya
E: sempet pucat tapi panas gak panas lagi, sampai sekarang engga
R: engga pernah. Pucat aja berarti bu ya. Kemudian ada gejala-gejala lain tidak bu yang muncul?
E: tidak ada
R: ga ada ya, berarti kesehariannya Amb kayak gimana bu? Apa ada mengeluh sakit atau gimana?
E: selama ini engga, engga ada gimana
R: ibu sebelumnya ibu tau tidak ee Ambnya itu ada di, kan yang saya tau tingkatan, apa namanya, kanker
tu ada stadiumnya itu ya
E: hu um
R: ada stadium itu bu ya atau tingkatannya itu. Ibu tau tidak ee diberitahu tidak sama dokternya
E: yang mananya dik?
R: yang tingkatan-tingkatan keparahannya gitu, stadiumnya
E: ya ya ya, dari pertama itu sampai sekarang?
R: hu um
E: dari pertama itu dia umm dari BMA itu penyakitnya 20%
R: 20%
E: tapi kemarin sesudah BMA tanggal 17 itu itu tinggal 3%
R: oh begitu, berarti BMA yang pertama itu 20%, kemudian yang BMA kedua
E: BMA kedua itu 3%
R: 3%, oke
E: sudah ada perubahan
R: oh ya hu um. Itu berarti ee 2 kali ya
E: iya
R: 2 kali selama ini ya?
E: iya
R: oiya berarti
E: berarti kalau sudah itu lagi baru BMA yang ketiga yang sudah, kalau sudah selesai berobat
R: hu um
E: katanya berobat selama 2 tahun
R: untuk yang?
E: untuk ini dokter bilang dia berobat selama 2 tahun
R: oh begitu hu um iya. Itu bu, gejala-gejalanya selama ini apa ya bu? Saya lihat karena saya lihat kan
Amb ga terlalu kelihatan kayak sakit. Jadi sebenernya yang terjadi itu apa bu kira-kira? Yang muncul,
yang ibu liat
E: selama ini?
R: hu um
E: selama ini gak ada yang gimana
R: Amb ga pernah nangis, kesakitan atau apa bu?
E: tidak menangis, cuma (berbicara dengan orang lain)
R: bu, balik lagi saya tanya, itu apa ya bu gejala-gejala yang muncul selama ini sama Ambnya?
E: itu ga ada, cuma dia gini aja marah-marah, pokoknya apa yang dia minta harus ini
R: oh gitu ya
E: hu um
R: apa yang diminta harus dipenuhi, misalnya gimana bu?
E: ya?
R: misalnya apa?
E: milih nasi, milih ayam, milih sayur ini itu, telur puyuh harus di iniin
R: waduuh iya bagus itu, yang penting masih makanan kan. Pinter Ambnya. Selain itu apa ya bu?
E: ya?
R: selain itu apa ya?
E: yang di?
R: yang dikeluhkan biasanya sama Amb. Marah-marahnya karena apa ibu?
E: marah-marahnya ga beli yang itu yang dia mau itu. Ini aja dia habis ngambek tadi, mama suruh beliin
beli itu apa namanya itu yang di pake main apa game itu
R: ummmm hehehe
E: saya bilang tunggu dulu, nanti kita sembuh dulu baru bisa beli, sembuh dulu baru bisa beli
R: kalau dulu, kalau sebelum, kalau dulu sebelum sakit itu Amb juga kayak gitu atau gimana?
E: minta yang begitu? Engga. ini kan liat kawan-kawannya semua kan punya toh, jadi dia ini mungkin
main di sana, dia lihat temannya jadi mungkin orang ada, saya gak punya gitu, jadi minta beliin
R: pengen he eh
E: kalau semuanya di sini kan punya jadi “mama saya beliin juga yang begitu”
R: hehe kepengen yaa. Kalau apa, marah-marahnya itu dulu kayak gitu juga apa gimana bu?
E: dulu engga, mungkin kena pengaruh obat kali ya. Begitu semua pada ngambek.. yang kemo itu, nah itu
sembuh, pengaruh obat keras
R: ibu pernah tanya gak gimana rasanya?
E: ya?
R: ibu pernah nanya tidak sama Amb bagaimana rasanya waktu di kasih obat, kayak gtu
E: disuruh kasi obat?
R: ibu pernah tanya gimana rasanya atau apa
E: sama Amb?
R: hu um. Sakit tidak atau gimana
E: tidak pernah tanya ya kalau kasi obat itu
R: ummmm. Tapi Amb juga engga gak
E: ga pernah itu yang di ini apa itu, di MTX BMA itu emang kan sukanya di suntik, dia gini “sakit ya”,
iya sakit
R: Amb bilang sakit? Tapi ini, Amb sampai, pernah sampai gak bisa ngapa-ngapain kayak gitu, kalau bisa
di lihat kan Ambnya paling aktif di sini ya bu ya, kalau anak-anak lain itu pengennya rebahan kayak gitu
bu ya. Ini Ambnya tidak terlihat seperti itu kan bu ya
E: engga
R: tapi kalau waktu dulu waktu di awal, yang waktu
E: sebelum sakit?
R: hu um sebelum di diagnosa itu gimana kondisinya Amb waktu itu
E: waktu itu dia kondisinya kurus, kurus sekali
R: itu karena dia tidak mau makan atau gimana?
E: iya makannya sedikit-sedikit
R: ohh nafsu makannya langsung turun ya bu ya
E: hu um
R: nafsu makannya turun, trus berarti berpengaruh sama badannya bu ya. eee jadi cepet capek yang kayak
gitu tidak bu? Atau gimana? dari perilakunya kayak gimana bu Amb waktu itu? Perilaku yang muncul itu
gimana ibu?
E: iya?
R: perilaku waktu awalnya itu kayak gimana? apakah Amb menangis atau apa-apa aja yang dia…
E: menangis iya
R: menangis ya. lemas ya bu ya?
E: iya lemas
R: hu um. Amb mengeluhkan tidak bu waktu itu? Di keluhkan tidak? “duh sakit” kayak gitu-gitu
E: iya pernah dia bilang sakit
R: begitu, kayak gimana kondisinya waktu itu bu?
E: kondisinya Amb?
R: hu um. Kayak gimana waktu itu?
E: waktu itu dia kondisinya kurus, kondisi badannya kurus
R: gimana ibu waktu muncul gejalanya itu, Amb sempet mengeluh tidak terhadap penyakitnya itu?
Terhadap sakitnya yang dia rasain itu?
E: dia sempet mengeluh
R: gimana dia mengeluhnya bu? kayak gimana mengeluhnya?
E: “ee sakit” gitu, mengeluh-mengeluh kayak gitu
R: “sakit ibu” kayak gitu hmmm. Kayak gimana ibu? Bisa ibu ceritakan, mungkin bisa ibu ceritakan
kayak gimana waku itu Amb mengeluhnya, mengeluhin penyakitnya itu kayak gimana? apakah dia minta
gendong mungkin?
E: iya minta di gendong, minta di pijit-pijit
R: trus bagaimana ibu? Minta gendong, minta di pijit-pijit
E: minta di gendong, minta di pijit-pijit
R: di pijit-pijit apanya ibu?
E: kepala sama kakinya
R: kenapa di bagian itu?
E: hm?
R: kenapa di bagian itu?
E: karena dia itu sakit kepala jadinya mau pijit kepalanya
R: itu setiap hari atau bagaimana?
E: engga setiap hari
R: tapi sempat ya seperti itu ya
E: tapi sempat iya minta di pijit
R: pijit-pijit minta di pijit-pijit bu ya, hu um. Minta di gendong, di pijit-pijit, trus apa lagi bu waktu itu?
E: hm?
R: apa lagi waktu itu?
E: itu aja hehe
R: itu aja ya
E: hu um
R: ee menangis ada?
E: iya menangis
R: menangis
E: iya menangis
R: ee ibu waktu selama Amb sakit itu kan berarti Amb tidak sekolah
E: iya?
R: tidak sekolah yaa? Tidak sekolah ya bu ya?
E: yang? Dia sakit?
R: he eh sewaktu mulai sakit ini berarti kan ga sekolah y bu ya?
E: engga pergi sekolah lagi
R: itu ee Amb pernah mengeluhkan itu gak bu? maksudnya dia bilang, maksudnya kan berubah waktu dia
di sekolah dia bisa main-main sama temen-temen, bisa belajar, kan begitu bu ya. Sekarang kan karena
kondisinya begini jadi tidak bisa pergi sekolah gitu kan bu. Apa ada yang dikeluhkan oleh Amb? Ada
yang dikeluhkan gitu, misalnya ee ”pingin sekolah” gitu, “kangen sama temen-temen” atau apa gitu
E: iya itu
R: sempat begitu?
E: iya sempat begitu, kangen sama teman-temannya
R: gimana bu Amb bilang waktu itu?
E: ya?
R: gimana waktu itu bilangnya?
E: “ma saya kangen sama punya temen-temen di sekolah” bilang begitu hehe
R: itu ibu inget tidak waktu itu di sini ya? udah masuk rumah sakit
E: iya di sini, di rumah sakit di sini juga, yang di sumba juga, sempat opname di sumba juga
R: kangen sama teman-teman di sekolah
E: hu um
R: terus?
E: terus dia inget ini pelajaran yang di sekolah
R: ingat pelajaran gitu bu ya
E: iya
R: kemudian seperti apa lagi bu yang di keluhkan? Waktu itu gimana ibu nanggepin
E: ya saya tanggepin nanti kalau sembuh nanti pasti bisa ke sekolah lagi, bisa bertemu dengan teman-
teman, bisa menerima pelajaran dari guru
R: iya, kemudian Ambnya jawabnya gimana bu?
E: “iya mama, nanti ya mama” bilang begitu
R: iya mama begitu ya, mau dia menerima gitu ya
E: iya mau dia
R: artinya “iya deh” kayak begitu bu ya
E: iya
R: kayak gimana bu? bisa di jelasin lagi ga ee gambarannya, yang pastinya kayak gimana. Responnya
Amb wktu itu kayak gimana. Jadi, saya ulang lagi ya bu ya, jadi kan dia sempet inget sama temen-temen,
trus dia bilang sama ibu kalau kangen sama temen-temennya, gitu bu ya
E: hu um
R: hu um, udah dia bilang kangen terus ibu ee jawab?
E: nanti kalau sudah sembuh
R: nanti kalau sembuh
E: nanti kalau sembuh kan bisa bertemu kembali dengan temen-temen, bisa belajar kembali
R: itu waktu itu Amb sedih atau gimana ibu? Sedih bu?
E: engga sedih, cuma dia ini…
R: suka keinget aja gitu ya?
E: inget sama teman-temannya
R: sempet ibu brapa kali kayak gitu ibu?
E: ya?
R: sering atau?
E: ya sudah berulang-ulang kali
R: sudah berulang kali ya. Nah ibu kalau dilihat ini berarti, apa namanya, kalau dilihat Amb punya
semangat buat sembuh gitu bu ya
E: iya
R: hu um, kalau saya lihat Ambnya punya semangat untuk sembuh, artinya dia ee mungkin juga karena
gejalanya tidak terlalu parah, itu jadi tidak mengganggu, ga terlalu mengganggu ya bu ya? Ibu berarti
waktu itu yang di awal kan sempet turun ininya, nafsu makannya sempet turun ya, tapi sejak kapan itu
mulai naik lagi?
E: sejak dia dapet obat itu, kemo, setelah ini, dapet obat nafsu makan
R: huummm hu um
E: jadi dia punya badan, sudah kuat makan lagi, jadi dia punya badan naik
R: kalau dulu sebelum sakit itu Amb memang nafsu makannya seperti itu?
E: engga, engga seperti itu
R: lebih turun apa lebih tinggi bu?
E: lebuh turun
R: lebih turun, artinya biasa aja ya bu ya
E: iya biasa aja
R: sekarang lebih tinggi ya
E: iya
R: hoooooh
(E2 membaca tulisan)
R: iihh pinter deh, ayo di baca lagi yang ini
(E2 membaca tulisan)
R: ih pinter deeh, Amb masih inget ya pelajarannya ya, dulu di ajarin apa aja di sekolah? Ceritain sama
kakak yuk
E: hehehe
R: Amb pinter deh, di kasi tau apa aja sama gurunya di sekolah? Belajar apa aja? Belajar baca yaaa
E: belajar baca
R: sudah sampai bisa baca kayak gini ya hehe
(E2 menjawab “belajar hehehe”)
R: belajar hu uh, Amb suka sekolah?
(E2 menjawab “suka”)
R: suka, suka belajar ya?
(E2 menjawab “iyaa seneng”)
R: suka sama temen-temen?
(E2 menjawab “suka”)
R: temen-temennya baik-baik?
(E2 menjawab “iya hehehee”)
R: nanti sembuh belajar lagi ya
E: sembuh supaya bisa itu
R: berarti harus sembuh, harus cepat sembuhnya ya
(E2 menjawab “iya”)
R: pinteeer
E: jangan sakit
R: Amb mau mandi ya? iya ya, belom mandi ya. yuk mandi yuk, mandi ya
E: (E dan E2 berbicara)
R: ibu, ini dah mandi dulu
E: iya iya
R: he eh gapapa, ee apa namanya, saya juga sebentar saja, besok mungkin atau kapan saya kesini lagi bu
ya. Amb….
E: Amb itu kakak
R: Amb mau mandi ya sekarang ya hehe. Daah Amb…..
VERBATIM WAWANCARA
SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
Kode verbatim : VERB-AMB03
Kode audio : AUD-AMB03
Nama interviewer : Komang Try Damayanti
Nama interviewee : Ibu Mr
Nama interviewee 2 : AMB
Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah
Hari/tanggal : Minggu, 29 Maret 2016
Jam mulai - selesai : 18.00 – 20.00 Wita
Topik : (1) Mengetahui kondisi interviewee 2 saat ini
Interviewer (R)
Interviewee (E)
Interviewee 2 (E2)
R: amb suka apa lagi?
E2: tadi bilangnya suka roti
R: rotii he e tapi rotinyya ga boleh yang isi coklat yaa
E: iya ga boleh isi coklat
E2: keju boleh
R: iya keju boleh yaa buy aa kalo keju
E: iyaa keju boleh
R: tapi yang manis-manis ga terlalu yaa ga boleh
E: iya? Yang coklat aja ga boleh
R: oo yang coklat aja..keju itu bagus
E: iyaa
E2: kejuu..
R: he e trus apa lagi? Sayur singkong..
E2: iyaa!
R: ih pinter. Sayurnya yang direbus itu aja suka yaa
E2: iyaa
E: iyaa dia suka sayur itu sayur singkong sama sayur itu..
E2: sayur apaa kasi tauu
R: sayur apa?
E2: apa?apaa?
E: sayur putih ituu
E2: ii sudah kenyang ituu
R: oh ehehe..kalo ikannya apa sukanya?
E2: ga ada ikannya ga sukaa
R: oo ga sukaa
E: ikannya kadang-kadang. Kadang-kadang dia suka
E2: engga ga sukaa
R: umm ayam-ayam
E: sukanya yang kuah-kuah
R: umm ayam kare itu
E2: ga suka lagi ayam
R: oo ga suka, sayur aja?
E2: iyaah
R: pinterrr mamnya sehat yaa
E2: sayurnya satu ajaa satu ajaa sayurnya
R: satu aja sayur singkong itu ajaa?
E2: iyaa ga ada lain-lain lagi
R: ehehehe.gimana kemarin BMAnya bu? Yang terakhir kapan ibu?
E: umm masih lamaa
R: udah berapa kali BMAnya bu ya?
E2: baru dua kali
E: BMAnya iya dua kali..besok lagi MTX..masuk obat lewat tulang belakang dibius
R: oo besok yaa
E: nanti puasa mulai jam dua belas malam
E2: besok kakaknya masih datang?
R: besok kakak datang yaah?
E: ehee
E2: iyaaahh
R: jam berapa kakak datang? Jam segini mau?
E2: enggaa malaman ehe boleh?
E: kakaknya tinggal dimana, dekat tidak
R: dekaat ehehe dua puluh menit
E2: kalau malaman boleh ehehe
(dokter datang berbicara dengan interviewee)
E2: boleh kalau malam?
R: boleeh..nanti ingat apa kata dokter?
E2: iyah?
R: cek ken..
E2: kencingg..
R: cek pipisnya yaa
E2: ehehe iyaa maluuu..
R: pinterr.. besok jam berapa kakak kesini? Pas masuk obat?
E: terserah kakak..
R: sore yaa
E: iya sore-soree
R: jam segini mau?
E2: iyaah
R: kemarin diyayasan ngapain aja?
E2: main sama kawannyaa
R: siapa aja teman-temannyaa
E: main sama temaan
R: siapa aja disanaa banyak?
E2: emm banyaak
R; em ada siapa aja coba sebutin..
E: sebut namanyaa
E2: namanya apa yaa Putrik
R: putrik
E2: sama Puspaa eee sama Ilmi
R: he ee siapa lagi
E2: sama siapa ee Ditha
E: Febri
E2: Febrii.. Lesti
R: wii rame yaa
E2: sama saya ajaa itu ajaa
R: uuu enak yaa rame-rame
E: yang gede-gede..yang kecil-kecil itu ada lagi
E2: yang gede-gede itu besar
E: iya yang bayinya itu ada Sakinah
E2: iya benar banyak sekaliii
R: se Amb? Se Amb ya mereka ya? Gedean lagi apa kecilan
E2: aaa kecilan lagiii
E: kecilan lagi
R: oo amb paling gede disana?
E2: aaak adooohh (berteriak sambil menonton tv)
R: wadoo kenapa dia tu diapain dia tu.. Amb suka nonton ini yaa
E2: sukaaa
E: iyaa suka
R: kakak juga suka loo hohoo
(membicarakan film bersama-sama sambil menonton film- diluar topik wawancara)
R: amb sudah makan malam belum?
E2: belumm
R: mam dulu sekarang
E2: mama masih beli nasinyaa..
R: itu nasinya sudah dibeli sama mama
E: mau makan yaa
E2: enggaa nanti malam dulu baru makan sama mama
R: oh gituuu ga apa sekarang aja mamnyaa
E2: mau makan sama mamaa
R: iyaa sama mama dah mamnyaa
E: ehehe
R: belum laper emangnya sekarang?
E2: belumm
R: oo belumm.. amb berapa kali sekarang mamnya sehari? Dulu kan
E2: tiga kaliii
E: sedikit-sedikit ga terlalu banyak banyak lagi
R: ga kayak dulu yaa waktu pertama-pertama
E2: dulu sepuluh-sepuluh kali makannya
E: karna obat itu obat apa nafsu makannya itu
R: oh iyaaa
(membahas film sambil menonton)
R: amb sudah mandi belum?
E2: belummm ehehehe malu akuu
E: belum mandi karna ini minum obat jadi besok pagi-pagi baru mandi
R: oo gitu iyaa besok pagi mandi yaa
E2: iyaa lap ajaa
R: oo iyaaa trus besok dapat obat jam berapa? Iyaa pinter deeh
E2: nanti kalau ga ngelap bau lagii ehehe
R: eheheh iyaaa nanti di lap yaa
E2: iyaaa biar ga keliatan bauu
R: enggaa
E2: biar bau dikit ajaa ehehe
(semua tertawa)
R: iyaa ehehe besok jam berapa masuk obatnya bu?
E: ini habis ini masuk obat lagi
E2: habis ini habis ini besok MTX habis MTX baru masuk satunyaa
E: iyaa lecoporinnya
E2: aa bukaan..
E: oyaa begini lagi aidos
R: umm
E2: nanti kalau habis ini taruh apa namanya yang putih ituu itunyaa
R: ooo iyaa pinter yaa Ambnya tau ya bu yaa
E2: besoknya baru MTX bukan masang inii ga boleh masuk obat ditaruh lagi obat kayak diatas infus gitu
R: oo gituu
E2: gimana caranya masuk obat kebelakang masuk obat lagi
R: iyaa
E2: ditangan lagi
R: ditangan lagi dibelakang lagi gitu yaa
E2: iyaaa boleh?
R: amb takut ga kalo pas disuntik?
E2: enggaa
E: sudah kebal
R: pinteeer
E2: tapi suntik yang kecil itu sakitt
R: oo gituu
E: yang tes alergi itu yang sakit
R: tapi ga apa yaaa
E2: iyaaa (senyum) kecil sekali jarumnya ditusuk batas ini yaa
E: di kulitnya ambil sedikit begitu disuntik kasi masuk obat dites kalau ada merah-merahnya itu berarti
alergi
E2: tapi aku ga pernaahhh ga pernah merah-merah akunya (dengan nada meyakinkan, bangga)
E: ga pernah ada alergi kalau ada merah-merah disekitar tempat suntik itu ada alergi
R: oo gituu udah waktu ini ya
E2: masih ada bekasnya ni
E: ehehehe
R: manaa?
E2: ini yang merah inii
R: oo yang ini yaa
E2: iyaa
R: ga papaa
E2: disuntik-sunntik terus nii (dengan nada meyakinkan) setiap hariii disuntikk
R: ehehe iyaa
E2: ga ada juga alerginyaa..disuntik suntikk
R: ga apaa yaa kalo di suntik?
E2: iyaah pasang infus juga sakittt
R: pasang infus sakitt
E2: tapi ga nangiiis
R: tapi ga nangiiis pinter sekaliiii yang penting gimana?
E2: sembuh!
E: iyaa betul sembuh yaa
R: pinteeerr yang penting sembuh yaaa.. siapa beritau begitu?
E2: eee aku sendiri
R: mau sembuh sendiri yaaa sama mama disini yaaa
E2: iyaaa sama kawan-kawan jugaaa
E: abis ini masuk lagi satu minggu itu hanya vinkristin saja.. datang pagi ini apa suntik pulang jam enam
sore abis seminggu lagi besok kembali lagi MTX sama vinkristin lagi mungkin yaa dua malam aja
R: oo gitu
E: abis itu ada maintenance lagi lima minggu
R: oo iya iyaa
E2: apa ini kakakk? (menanyakan hp yang dibawa oleh interviwer)
R: berarti lima minggu itu ibu mau balik?
E: gatau lagi nanti kalau dari sumba mertua bilang datang yaa mungkin kesana
R: iyaa lima minggu jugaa
E2: apa ini kakaaak
R: ituuu ini namanya rekam suara
E2: apah?
R: rekam suaraa
E2: oo di rekam suaranya?
R: iyaaa tak rekam yaaa
E2: kenapa di rekam?
R: nanti kakaknya itu apa namanya dengerin lagi suaranya Amb amb tadi bilang apa yaaa gituu
E2: kalau ga ingat gitu?
R: he ee kalau kangen lagi kakak buka dah ini rekamannya
E: iya kalau kakak kangen kakak buka rekamannya
E2: oo gituuu
R: iyaaa abis ni kita foto mau yaa??
E2: iyaa boleh boleh ayooo
R: okeee sekarang maunya?
E2: tapi jangan di foto tangannya ini (menunjukkan tangannya yang dibalut utk masuk infus)
R: ohohoo jangan diliatin yaa
E: ehehe jangan diliatin katanyaa
E2: jangan di fotooo
E: iyaa mukanya ajaa
R: iyaa mukanya aja yaa
E2: jangan di foto ini ga boleeh
E: di foto ajaa
R: kenapa tidak boleeh?
E2: ga boleeh karna ada infusnyaa
E: maluu?
E2: kalau ada di hpnya nanti malu akuu orang liat ii ada infusnyaa gituuu (sambil senyum-senyum tertawa
kecil)
E: ehehe ga apa sakit bilang toh
R: hoo ihi iyaaa ga apaaa
E2: itu kok ada talinyaa hehe di bilang nanti begituu
(semua tertawa)
R: waah ada talinya bening-bening digantung gitu yaaaa
E: iyaa ada talinyaa begituu haha
E2: itu infusnya ituuu gitu bilang nantii, maluuu
E: mau kasi makan kambingg ehehe
E2: hahahaa nanti kawan kakaknya liaat malu akuuu
R: ohehe malu Ambnya yaa
E: nanti pacarnya kakak liat gitu yaa hihihi
E2: ahahaha hihihii
E: kakak udah ada pacar?
E2: udaah??
R: aaa hihihii
E2: udah yaaa
R: aaa mau tau aja deeh hihihii
E: hahahaha
E2: hihii ganteng atau enggaa
R: aaa
E2: ganteng? Eheheh bilaangg
E: tentu aja gantengg kan kakak cantik ehehe
E2: ahehehe ahahaha
R: amb bisa ajaaa ehehehe
(bergurau bersama)
R: pacarnya kakak disini lo jugaa
E2: dimana ambil aku liat yaa ganteng atau enggaa ehehe
R: nii ada di hp
E2: boleh boleh??
R: bentar yaaa
E2: ganteng pasti yaaa
R: enggaa nanti tak suruh dia main kesini yaa
E2: ganteng dan cantikk iyaaa ajak kesini hihihi…. Ga direkam lagi?
R: iyaa ini masih direkaam biar ga lupaa
E2: ahaha
E: biar ga lupa cerita sama amb
R: gimana ya suaranya amb dlu gitu kakak
E: hehe kalo kakak kangen yaa buka
E2: lagi main dia itu (nunjuk ketemannya yang sedang bermain gadget) aku ga punyaa (dengan nada
keras seperti kesal)
R: e hee iyaaa
E2: mamanya disuruh beli mamanya gamau
R: ohohoo sabar yaa tunggu duluu
E: iyaa sembuh duluu nanti ada rejeki
E2: iiih sembuh dulu (terlihat kesal)
E: ada rejeki dulu baru beli yaaa
R: kenapa amb pingin beli itu kenapa?
E2: mau main akuu
R: mau main disini gituu
E2: jangan didudukin itu (memberitahu ibunya yang tidak sengaja menduduki selang infus)
R: enggaa enggaa.. gamau main yang lain dulu?
E2: main gimanaa
R: nonton uttaran? Ehehhe nanti kakak sering-sering kesini yaa
E: iya kakak
E2: ehehehe (terlihat malu-malu) ehehe ada mainnya aku mainnnn! Ahahaha
E: ehehehhe
R: ahaha seneng sekaliii mau main yaaa
E2: ahahah (tertawa riang)
E: dia ga diam disini kalau sudah pagi itu abis mandi abis makan langsung kesana
R: he e?
E2: ahahaha
R: oo gituuu ehehe
E: nanti kawannya yang diujung itu
E2: yang diujung itu hahaha yang diujung sanaa
E: kesana dah mainnyaaa
E2: ahaha
E: kalau dokternya dateng dia ga ada lagi disinii
E2: hihi disana orangnyaa gitu hahaha
R: amb amb dimanaa gitu yaa hahaha gitu dong bu dokternyaa
E2: ga ada udah pulaangg kerumahnyaa! Gituuuu udah pulang ke yayasaan hahahaha
R: oo gituuu haha
E2: udah pulang ke sumba haha hmmm gamau aku datang sini eem ga punya kawan main, mainnya
dirumah sakit ga ada main kawannya iiiss
R: iyaa ini kan banyak nii ada mamaa
E2: mama ga punya main mana mainnya aku liaat
R: ehehe ituu
E: mau main apaa
E2: main apa ini (mengambil hp ibunya) ga bisa tekan tuu hehehe
E: itu uttaraan
R: oo eheheh
E2: ininya macam ininnya ga bisa tekaan
R: ehehe
E2: hanya di belakangnya saja apa ituu tv itu bukan main
R: tv iyaaa kan bisa disini main ada adik-adiknya banyak yaa
E: main disini ada adik-adik ajak main
R: kalau di yayasan emangnya amb main sama main apa aja
E2: main sepedaaa (nada tinggi)
R: main sepeda? Ada sepeda yaa?
E: ada sepeda kecil sore-sore itu main dah
R: ooo
E2: pagi juga boleh abis makan
R: oo iyaaa tapi kalau sudah disuruh stop
E: stop udah istirahat
E2: iyaa (senyum) tapi sore main sampai puas dulu
R: oo gituuu iyaa
E2: baru makaan..
R: biasanya amb ngapain aja disana diyayasan? Pagi bangun tidur jam berapa?
E2: jam jam enam boleh
R: wuiii jam enam udah bangun yaa
E: he e langsung mandiii
E2: bangun langsung mandi terus
E: anak-anak kalau abis mandi itu
E2: abis mandi makan
E: makan
E2: abis makan main dikit habis main eh habis makan minum obat habis minum obat main dikit baru
E: belajar
R: belajar yaa
E2: baruu baruu ee bukan main sepeda duluu
R: ooo main dikit itu main apa?
E2: main dikit itu main sepeda hehe terus hahahha baru belajaarr
R: hahah wiii pinter terus belajar apaa
E2: belajar apa yaa
R: belajar apa biasanyaa
E2: belajar baca menuliss
E: menggambarr
R: ih pinter sekaliii mau ga kakak bawain itu buku gambarr?
E2: iya boleeehh hihihiii (nada tinggi dan senang) bawa yang banyaak banyaak banyak sekaliii
R: iyaa biar disini main-main yaaa
E2: iyaa! Banyak sekaliii hihii
E: buku ceritaa? Mau baca-baca
E2: boleeh
R: iyaa coba kakak carikan yaaa
E2: iyaaa
R: yang pentingg
E: berobaat iyaa berobat supaya cepat sembuh
R: iya supaya cepat sembuh
E2: supaya pintar supaya cepat sembuh
E: sama kakak bacanya
E2: nanti kalau sampai di sumba kalau ini apa bilaang ini apa bilang nanti ga bisaa hahaha
R: iyaa hehehe
E2: kalau udah baca ini apa ini apaa hahaha gatau apa yang di sebutinn
R: hwaa iyayaa
E2: iyaa hahaha apa disebutin
R: oo nanti kalau di sumba kan lanjut sekolah lagi yaa biar bisa jawab gitu yaa
E2: iya!
R: uh pinterrr
E: dari sini kan ga sekolah toh nanti kalau ujian
E2: tadi aku belajar ih tunggu duluu (menyuruh ibu agar berhenti bicara dulu)
R: oo gituu?
E: nanti nilainya dikirim
E2: tunggu dulu aku omonggg
R: oo gituuu
E2: tadi aku belajar sama bu guru
R: ada bu gurunya ya bu yaa
E: he ee datang ke yayasan
R: oh ke yayasan gitu
E: iyaah ada gitu memang
R: oo memang adaa yaa
E2: bu guruku ada dua pak guruku ada dua juga berarti empat
E: kepala sekolah satu
R: empat punya guru disini eh pinteerr
E2: emm kepala sekolahnya siapa eh pak gede?? Eh hahahah (tertawa malu)
R: eheheh siapa kepala sekolahnya hayoo
E2: ehehhe
R: itu diajarin apa aja disana bu?
E2: belajar bacaa isi isi apa tu namanya isi ee
R: bacaa trus apa lagii nuliss
E2: iyaa
E: Bahasa inggris jugaa
R: Bahasa inggris jugaa waah
E2: iyaa Bahasa Indonesia ipa matematika jugaa
R: hwaa oo gitu bu yaa
E: iyaa belajar begitu
E2: nanti kalau ulangan nanti
R: setiap hari ada itu ya bu?
E: iya setiap hari ada bu gurunya
E2: tapi kalau libur yaa libur engga belajar
R: ooo dari siapa itu yang giniin bu? Emang dari yayasan ya?
E: emang dari yayasan itu bentuk
R: trus kalau misalnya beda umur itu gimana bu?
E2: kalau yang masih kecil
E: iya masing-masing kana da dari kelas satu sampai kelas enam adaa
R: oo gituuu iya iyaa baguss
E2: tk ada jugaa
R: iyaa wih bagus yaa bu pinter deeh pantes seneng disana bu yaa
E2: hehe ngomong pelan-pelan (sedang menonton)
R: oh yaya maaf-maaf hehehe
E2: yaa ngomong sama mama aja sana yaa hehe nanti baru cerita lagi
R: wah iya iyaa nonton dulu yaa
(nonton film bersama)
R: ibu berarti BMA yang terakhir berapa ya bu?
E: itu yang terakhir pas nanti dua tahun itu pengobatan yang terakhir
R: he ee maksudnya yang kemarin itu
E: ada tiga persen dari dua puluh persen
R: oo..
E2: dua puluh persen sampai tiga puluh gitu?
R: engga dari dua puluh sekarang udah tiga gituu
E2: oh tiga puluh lagiii hahaha haduh salah akuu dadudadudaduu ayo foto aku dulu
E: tunggu dulu nantiii
R: eheheh ayoo
E2: umm nanti duluu nanti dulu yaaa duhhh
R: yang awal pertama kali itu gimana dua puluh berarti yaa bu
E: iya dua puluh persen
E2: tak tambahin inii? (menambahkan volume hp yang dibawa interviewer)
R: iya boleh biar makin gede suaranya yaa
E2: iya biar makin gedee
R: biar makin kedengeran yaa.. itu amb bawa boneka dari rumah ya?
E2: iyaa dibeli ini
E: iya ini dibelikan
E2: ayo foto aku sama bonekaa
R: oh iyaa yaa sini sini tak fotoin
E: pertama masuk itu donaturnya datang dikasi boneka itu dah
R: oo begituu iayaiyaa yaa
E: dibelikan bonekaa 180ribuu
R: hooo ehehe
E2: ayooo
R: ini diliatin bonekanyaa wajahnya diliatin jugaa
E2: oo mana wajahnyaa ini diaa hahaha
R: sama mama jugaa oke satu dua tiga (mengambil foto).. amb aja sekarang
E2: eheheh
R: satu dua tiga (mengambil foto) ih pinterr deh gaya sekali
E2: hehe mana aku liaat
R: sama kakak lagi sekali
E2: iya! Yahyahyahh! (nada tinggi senang)
(foto-foto, tertawa-tertawa)
E: kalau disana kawan kuliahnya ga ada dari sumba?
R: sumba kalau di psikologinya ga ada sih bu tapi dari fakultas lain ada kayaknya
E: he ee
R: seneng foto-foto yaaa eaaaa
(lanjut foto-foto)
E: nanti kakak kirim ke hp bisa yaa
E2: ke hp mamanya?
R: umm coba nanti kakak kirim yaaa.. ibu ada facebook gaa?
E: ga adaa
R: oo iya iyaa umm gimana yaa caranya
E2: kakak ini foto adiknyaa
E: itu foto adiknya oliv
R: oo ini adiknya yaa wiiih cantik loo
E2: ihihii cantik kaaann
R: iyaa ini apalagi (mencubit pipi interviewee 2)
E2: ihihii ini apalagi (mencubit balik interviewer) giginya itu looo
E: cantik giginya kakak
R: oo hehehe
E2: kakak gimana caranya aku mau moto lagii
R: inii mau foto lagii inii
(foto-foto lagi)
E2: biar diliat sama suami kakak hhahah
E: hahaha suami kakak katanyaa
R: wahahaah
E2: oo pacarr hahaha
E: ehehehe
R: oliv mam duluu
E2: tidak boleh
R: kok tidak boleeh lewat jam 12 nanti baru ga boleh yaa bu
E: iya makan ga boleh kalau minum masih bisa minum air putih sampai jam 5
R: eemmm
E: adik cek itu duluu air kencing
E2: eeeh ga boleeh eee ga bisa aku kencing
R: oo belum pingin pipis? Bener? Apa karna foto-foto hehe
E: hehehe karna foto-fotonya itu jadi
R: hehe iyaa yaudah foto duluu
(interviewee 2 masih memegang hp untuk foto-foto)
E2: ini liat banyak deeeh
E: nanti pacar kakak liat siapa ini orang gila
E2: wado orang gila ini dibilanginn hehe
E: sudah cukup sudah yaa nanti besok lagi kalau kakak datang
E2: eemm gamau aku
E: udah banyak sekaliii
E2: waah enak juga fotonyaaa
E: enaak emang bisa dimakan? Hehehe
R: hehehe lucu sekali ambnya inii
E: ada orang lain langsung kurus sekali tapi dia ini endak ga terlalu kurus..masuk aidos ini nafsu
makannya ga terlalu lagi toh dia makan ini sedikit-sedikit
R: hehe iyaa yang pentingmau makan
E: mau makan minum banyak
R: iyah yang penting itu ya bu yaa
E2: eh sakit kakiku itu (interviewer tidak sengaja menduduki kaki interviewee 2)
R: eh maaf sayang hehe maaf maaf yang penting tetep makan
E: hehehe
E2: cantik ini dimana (menunjukkan foto yang ada di hp interviewer)
R: makasi sayaang
E2: ini cantik sekali dimana kakak
E: ayo tes dulu air kencingnya
R: ayo ayo sekarang tes dulu air kencingnyaa
E2: waduu kok cepet sekalii kakaknya mau ambill
R: he ee
E2: ini ibu kakaknya
R: iyaaa
E2: kok gitu kacamatanya
R: iya turun
E2: ga dinaikin
R: iyaa
E2: ee kakaknya sama mulutnya gituu hii tapi malam ini gelap
R: iyaaa
E: sama-sama cantik yaa siapa lebih cantik kaka
E2: ihihiii
E: kakak lebbih cantik yaa
E2: iyaa cantik sekali dari semua orangg
R: aehehehhe amb paling cantik yaa
E2: aheheheh kok ga ada mukanya inii
R: eh preksa dulu itunyaa nanti diambil sama dokternyaa yaa abis tu baru foto lagii
E2: okeee!
R: ayo taruh duluu
E: kakak dengan itu sepeda motor?
R: kebetulan bawa mobil bu
E2: aah kakak orang kaya punya suami kayaa
R: eheheh gay aa kok suamiii
E2: ahahah aduh lupa aku kok pakai topi haha ulang tahun ini kakaknya sama omnya itu?
R: iyaa ihii omnyaa
E2: aa sama siapa aku bilang aku panggil
R: eemm kakak kakak juga yaa kakak cowok hihi
E2: oo kakak cowok okeee hihii
R: iyaa hihii
E2: gitu caranyaa gimana caranya toh?
R: apa ngapain?
E: udah kencing duluu
E2: gamau gamau (bernada nyanyian)
R: abis ni lagi lanjut yaa ayo abis ni lagi liat-liat masih banyak ituu
E2: uwaw uwaw uwaaw
R: ayoo biar semua bisa liat itu
E2: waaaw cepetnya banyak sekalii
R: ayo kencing duluu.. ayo bu dokter udah dateng nih tuhh
E: ini belum mau kencingg oh sudah
E2: oh ini udah liat (menaruh hp)
R: ayo pipis dulu sekarang biar di cek duluu
(E2 pipis untuk kemudian diberikan kepada dokter untuk di periksa)
R: iya ini hpnya kecil ga bisa dipakai main lo
E2: hadooo
R: bolehnya main pake kamera aja
E2: oh bolehh aku pinjam kameranya hehe
R: iyaa mau fotoan lagii
E2: mana fotonyaa?
(interviewee 2 main hp, foto-foto, tertawa-tertawa)
R: amb kangen ga main di yayasan? Seneng kalau di yayasan?
E2: senaang
R: lebih senang dimana? Di yayasan apa disini?
E2: dimana yaa diyayasan ga senang udah puas disini akuu
R: gimana? Lebih senang disini?
E2: enggaaa lebih senang di yayasan aku.. pipinya putih sekalii (mencubit pipi interviewer)
R: ohohoo lebih senang di yayasan?
E2: iyaa dongg
(foto-foto, main hp)
R: kenapa lebih senang di yayasan?
E2: ada sepeda kalau disini pasang infus ya diem aja di kamar
R: kalau di yayasan ga pasang infus berarti yaa
E2: enggaaa
R: main-main disana yaa
E2: iyaa
R: selama ini ada keluhan bu? Ada keluhan sakit ga bu?
E: ga adaa ga ada keluhan
R: panas yang kayak gitu? Ga ada yaa
E: enggaa ga ada panas
R: fisiknya udah ga ada gejala bu yaa
E: iyaa selama disini udah ga pernah panas lagi
R: emm sekarang berarti udah bulan ke enam buy aa eh
E: sekarang ke-12 minggu ke-12
(main-main hp, tanya-tanya tentang hp)
E: makan dulu oliviaa
R: makan dulu yuk abis itu minum obaat
E2: gamauuu
R: kenapa gamau? Mau main hp?
E2: iyaa
R: abis main hp makan dulu sebentar
E2: gamauu!
E: sudah duluu ayo
E2: biar penuh hpnya tak foto-foto eheheh
R: amb bosan biasanya kalau disini yaa bu
E: iyaaa bosan diaa
E2: kalau ada mainannya bosan kalau ga ada mainannya bosan laah haha
R: oh gituu kebalik yaa
E: oh di balik lagii
E2: aku sendiri dulu kakaknya itu hihihi
(main hp foto-foto, tertawa)
R: sampai hari apa disini bu?
E: gatau juga ini masih berapa hari ya masih lima hari enam hari
R: oh iya iyaa.. kalau disini biasanya ngapain aja bu? Dari pagi
E: olivnya? Dari pagi abis mandi kadang main sama teman. Kadang kalau tidak ada yang punya mainan
dia jalan kekamar-kamar sana
R: oh gitu? Hoo
E: iyaa cari yang punya permainan
R: bawa ini berarti (infus)?
E: iyaa dibawa heheh
E2: kalau ga dibawa mau pegang gimana akuu
R: oh iya yaaa wehehe tapi dikasi yaa bu diijinkan?
E: iyaa dikasii jalan-jalan
R: yang penting ga keluar yaa bu
E: iyaa ga keluar dari ruangan
R: iya berarti disini sini boleh yaa
(interviewee masih berfoto-foto sambil tertawa-tawa)
E: ini baju baru beli tadi engga mau lepas
R: oh gituu hiii dimana belii
E: di pasar sanglah sana
R: oo ini ibu kesana sendiri?
E: iyaa beli buah naga kasi dia suru beli buah naga pagi-pagi
E2: tapi ga boleh
E: ga boleh makan sementara karna ada tes air kencingnya itu kan takutnya merah gitu
R: oh gituu
E2: kakak ini liaat (melihat alis) sambung yaa kakaknya manaa
R: o iyaa
E2: itu kakak juga ada dikit-dikit
R: iyaa dikit ga setebal oliv yaaa.. amb sendiri berarti tadi bu?
E: iya main sama kawannya disitu.. cukup dulu yuk makan dulu amb
R: iyaa yuk makan dlu amb yuk
E2: iih ga mauu tak ambil hpnyaa
(ambil sisir dan sisiran)
E2: tak sisir rambutku hihii
R: amb memang ceria begini yaa buu
E: iyaa beginii
R: hihihi kalau dirumah gimana biasanya bu? Kalau dirumah dulu main smaa siapa?
E2: dulu mainnya sama kakaknya
R: sama siapa lagi
E2: sama kawannya adiknya biasanya
R: eemm main apa aja biasanya
E2: main main eee main apa di lapangan gituu
R: wiii main apa main sepak bola
E2: enggaaa bukan main sepak bola
R: oh yaya terus main apa hihi
E2: yaa main-mainn hihiii
R: ih cantiknyaaa deh
E2: (merapikan rambut dengan sisir kemudian berfoto-foto lagi sambil tertawa-tawa)
E: eh ayo sudah cukup sudah
E2: ee biarinn.. ga bisa nelfon suaminya? Hahahaha
R: aaa suamii bukan suamii
E2: ahahah nanti juga jadi suamii hihihi
R: bisa ajaa deeh hihihii
E2: (berfoto-foto lagi sambil tertawa)
R: daridulu berarti udah sekolah di yayasan bu yaa
E: iyaa dari dulu
R: ibu tadi bilang itu dikirim yaa nilainyaa
E: iyaa dikirim nilainya ke sumba
R: oo gituu
E: iyaa nanti kan dilihat tetap dia belajar disini begitu
R: oo gitu pelajarannya tetep kayak di sumba berarti yaa
E: iya iyaa sama bukunyaa
R: ooh iyaiyaiyaa trus dikirim kesana gitu yaa
E2: giginya besar
R: disini sama siapa yang sekelas bu?
E: disini ga ada yang sekelas yaa? Siapa yang sekelas?
E2: apa?
E: siapa yang kelas tiga? Ilmi?
E2: hanya aku ajaa eh engga engga engga sama putrii
E: oh putrii
R: oyaa temennya amb yaa
E: yang lain udah smp kelas lima kelas enam
E2: tapi yang masih tinggi masih tinggi kayak siapa yaa ada sini masih tinggi agak tinggi lagi segitu
R: oh tinggi banget dia?
E2: iya baru kelas enam bodo orangnya tu
R: o hehe bodo gimanaa .. kalau amb pinter gaa
E2: ehehehe (masih foto-foto)
E: cukup sudaah
E2: adoo ga boleh dicukupin akuu
R: makan dulu yaa
E: minum obat abis itu
E2: aku gam au aku gamau (bernada seperti bernyanyi)
R: pantes agak kurusan ambnya yaa bu
E: iyaaa
E2: banyak sekali fotoku
E: cukup sudah besok lagi kakak datang pinjam hpnya
R: ibu ada pake obat ini bu tradisional gitu
E: ga adaa (menggeleng)
R: ibu dikeluarganya ada yang sakit kayak gini tidak bu?
E: engga adaa tapi emang saya dulu pernah mimisan jugaa saya
R: oo ibu pernah mimisan
E: iyaa tapi kalau lagi sakit kepala
R: oo sering sakit kepala ibu
E: iyaa kalau udah sakit kepala mimisan.. kalau udah mimisan itu lega sakit kepalanya ilang
R: oo gituuu o yayayaa
E: saya gitu dulu
R: sakit kepalanya ini semua?
E: iyaa semua ini.. mau dipijat-pijat terus
R: oo terus sampe mimisan gitu baru lega yaa
E: iyaa baru legaa kalau mimisan
R: sampai sekarang masih kayak gitu bu?
E: udah lama ga seperti itu
R: kira-kira kenapa ibu? Tiba-tiba? Capek gtiu mungkin
E: gatau yaa sakit kepala gitu tiba-tiba
R: itu biasanya gimana ibu ngobatinnya ibu?
E: ga obtain..biar aja begitu ga minum obat
R: ga minum obat yaa
E2: kakaknya kok cepat sekali (ngomong sendiri sambil main hp)
E: pakai daun sirih
R: oo daun sirih
E: taruh dihidung aja gitu kalau ada itu
R: oh yaaa
E: cukup duluu
R: wihh cantiknya lo kayak barbiee yaa
E: cukup duluu nanti lagii
R: Olivia mam dulu yaa
(R diajak mengobrol dengan keluarga pasien lain)
(E2 meminta untuk merekam, dan foto-foto lagi)
E: sudah yak sudah
R: mau ngapain ambnya?
E2: rekam lagii
E: rekam apaa
R: nyanyi yaa
E: lagu sekolah minggu
(E2 menyanyi dengan riang)
E2: tepuk tangan duluuu wwaduh ga bisa hahaha
R: itu dimana belajar nyanyinyaa
E2: di sumbaa
E: di sekolah
R: di gereja yaa
E: iyaa di gereja
E2: aduh habis batrenyaa
E: oh sudah cukupp
R: oh iyaa hehe
E: waktu itu kapan hari dapat nonton ke bioskop apa namanya yang didenpasar itu
R: ohyaa? Denpasar Cineplex yaa bu
E2: iya benar kakak bisa tau hiii
R: iyaaa
E2: ih putih sekali lembuut (meraba wajah R) kakak minta pipinya itu yaa
R: tuker yukk
E2: putihnya itu kakak kenapa bisa putihh
R: hehe
E2: pakai apa kakak aku juga mau pakai
R: kan sudah cantik sudah putih
E: dari disini sudah putih dia
E2: enggaaa bukaan hahah
R: nonton apa ibuu
E: itu apaa
R: batman?
E: kungfu panda
R: ooh sama siapa nonton bu?
E: dari yayasan ada yang bawa kesana ada donator gitu bawa rame-rame pada kesana semua
R: oo gituu
E2: iyaa diajak dongg
E: bayar yaa lima puluh yaa
R: iyaa lima puluh ribu biasanya bu asik deeh seneng gaa amb?
E: asik dua jam
E2: asikk dongg
E: dingin disana ya
E2: dingin sekaliii kakak kok bisa tau kakak pernah yaaa
R: pernaah hehe
E2: kakak pernah sama suaminya hahaha
R: eh sama suaminyaa hihi (mengelitik badan E2)
E: sama pacar belum suamii
E2: pacar kakak udah apa udah apa yaa eemm udah gantenggg sekarang udah ganteng waktu itu masih
jelek hihiii
R: oh gituu
E2: iya dong sekarang udah ganteng sama seperti kakak cantiknya
R: hihi
E2: cantik seperti kakaknya
R: makasi yaa amb
E2: iya makasi juga kakak cowok hahahah
E: heheheh kakak cowok ga ada disitu nanti kakak cowok dengaar hehehe
E2: biar kakak cowoknya dengar halo kakak cowok lagi buat apa aku lagi nonton tv nih haha
R: hihi
E: lagi cerita-cerita sama kakak cewek
E2: lagi cerita-cerita sama istrinyaa
(semua tertawa)
E2: supaya kakak cowok dengerin ketawa dia hahahah gitu nanti ketawanyaa hahah.. kalau kakak cewek
datang aku senang kalau dengan kakak cowok senang sekali aku hahaha biar dekat-dekatan.. kakaknya
bisa jalan-jalan sama suaminyaa
(E mengajak R berbicara)
E2: dengar dulu kakaknyaa hadoo kakaknya tidak mau dengar (nadanya seperti bernyanyi)
R: deket rumahnya di renon jadi ga perlu ngekos bu asli sini asli bali
E: oo gitu
E2: rendonn..apa daritadi aku bilang suami haha apa apa itu apa namanya
E: pacarr.. maaf yaa kakak gitu bilangg
E2: nanti juga kalau sudah menikah jadi suami deh hehehe
(semua tertawa)
R: makan dulu yukk
E2: nanti makannya sama mamanya
R: sekarang aja yaa
E2: enggaa nanti ajaa sama mama.. kakak nanti malam pulang?
R: hehe kakak bentar lagi pulang yaaa
E2: hadoo
R: besok kan kesini lagi kakak yaa
E2: jangan besok besok besok aku MTX
E: iya kan pagii
R: besok MTX paginya kakak sore kesini
E2: jangan besokk eemm yaa jam segini datang kesinii malem tengah malem baru kakak pulang yaa nanti
dicariin sama suaminya
R: iyaa tengah malam kakak datang yaa
E: nanti didengar sama kaka cowok hehehe nanti dimarahin
E2: enggaaa ga dimarahin masa kakaknya marah hehe
R: enggaa yaa amb maem nae amb mam kakak pulang yaa
E2: gamauuu
E: itu kakak udah nunggu disana kakak cowok udah nunggu
E2: oh kakak cowok udah nunggu haha da da kakak cowokk dada suaminyaa
R: dimatiin yaaa kakak matiin yaa rekamannya sini kakak save dulu
VERBATIM WAWANCARA
SKRIPSI : GAMBARAN STRATEGI COPING ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT
YANG SEDANG MENJALANI TERAPI PENGOBATAN
Kode verbatim : VERB-AMB02
Kode audio : AUD-AMB02
Nama interviewer : Komang Try Damayanti
Nama interviewee : Ibu Mr
Nama interviewee 2 : AMB
Tempat : Ruang Pudak RSUP Sanglah
Hari/tanggal : Minggu, 30 Maret 2016
Jam mulai - selesai : 18.50 – 20.45 Wita
Topik : (1) Mengetahui kondisi interviewee 2 saat ini
Interviewer (R)
Interviewee (E)
Interviewee 2 (E2)
(saluran infus pada E2 sedang berisi darah)
R: ga apa yaa yang penting ga sakit kan
E: berdarah dia
E2: yaaah
R: si embul pipinyaa hihii cantik
E2: hee mana kakak cowoknyaa
R: aaa kakak cowoknya lagi diruangan lain ga bisa kesini katanya loo soalnya masih jaga
E: ga apa kakak
R: hehehe
E2: ga bisa gambar ini pakai inii (mewarnai buku yang dibawakan oleh R menggunakan krayon)
R: oo ga bisa yaa waduuh besok kakak bawain yang pensil warna kalau gitu yaa
E2: iyaahh hehe
R: iyaa hehe warnain tengah-tengahnya aja dulu yaa
E: warnain yang besar-besarnya dulu
E2: warna ungunya manaa
R: warna ungunya mana yaaa ga ada warna ungu yaa
E2: iyaa ga adaa
R: ga lengkap dia yaa
E: ehehe
E2: dicampur-campur inii
R: iyaaa hehehe ini yang mana dia (menunjuk gambar)
E2: yang inii
R: oo iyaaa perlu warna ungu yaa ga ada warna ungunyaa
E2: dicampurr
R: dicampur yaa pakai warna lain dulu yaa
E2: maudicampur warnanya
R: wii mau campur pinter deh
E2: warna unguu jadinyaa
E: ooh bisaa waah oo bisa yaa
R: wihh pinter deh coba disini coba pakai kertas yang ini coba dulu
E: dikit-dikit yaa
R: mauu?emmm besok aja warnain yang ini yaa? Yang lain dulu yaa yang warna birunya
E2: iyaaah
R: coba kita cari gambar yang ini yuuk
E2: ini tidak ada kayak ginii
R: itu yang kosong jadi amb bisa gambar apa ajaa yaah
E2: iyaaah
R: yang ini warna-warnaa.. yang mana yaa warnanya amb
E2: yang ini
R: iyaa betul yang inii.. kita warnai yang ini dlu yuk
E2: iyaa
R: iyaa betul yang ini dulu yukk he ee
(E2 mewarnai)
R: amb kalau dirumah suka warnai ga
E2: sukaa
R: sama siapa biasanya warnain
E2: sama kawan
R: emm sama kawan..disekolah atau dirumah
E2: dirumaah sama kakak
R: oo dirumah sama kakak
E: dirumah sama neneknya juga
R: he ee
R: ibu biasanya berapa kali ketemu sama amb bu?
E: yaa tergantung kalau ada turun itu ada perlu dari kampung baru kesana
R: berapa kali bu mungkin seminggu gitu?
E: engga paling sebulan dapat dua kali
R: soalnya jauh buy aa
E: jauhh he ee naik truk itu 30
R: oo jauh yaaa
E: kalau turun dengan motor juga bisaa Cuma tiga jam ituu
R: oo
E: jalan isi berhenti-berhenti istirahat itu
R: ooo..amb kangen ga biasanya sama mama
E2: enggaa
E: kenapaa
R: kangen dong yaa tapi ga apa kan harus sekolah dulu yaaa
E: jangan kasi lewat itu (mengomentari E2 mewarnai)
R: hehehe emang agak susah kalau pakai krayon yaa
E: he ee
E2: iyaa
R: kalau sekolah biasanya amb jam berapa bangun
E2: pagi-pagi kalau masih malam gitu bangun lagi
R: oo gituu
E2: kalau udah terang dikit bangun timba air
R: oh gituu abis itu mandi yaa
E2: iyaa abis itu jalan sudah ke sekolah
R: oo gituu siapa nganter biasanya?
E2: ga ada dekett
E: deket sekolahnya dibelakang rumah kompleks begitu
R: oo gituu langsung sendiri aja kesana yaa
E2: iyaa sama kakaknya
R: eemm sama kakak sepupunya yaa
E: iyaa anak dari adik saya
R: sekarang berarti ga pernah ketemu yaa bu yaa
E: iya ga pernah selama disini ini
R: amb kangen gaa
E2: kangeen tapi ngomong-ngomong ajaa
E: telfon aja
R: oo telfon ajaa amb sering telfon kakaknya
E2: seringg
R: emm gimana amb kalau nelfon gimana
E: kakak lanii
E2: lani
R: siapa namanya
E: kakak lani ada buat apaa gitu
R: lani lagi ngapain gitu yaa
E2: iyaa (masih sambil sibuk mewarnai)
R: olive kangen gitu olive bilang yaa
E2: (mengangguk) (bersin)
E: kakak jauh-jauh kakak datang yaa
R: enggaa dekat rumahnya kakak yaa
E2: enggaa
E: nanti ketemu suaminya kakak
R: iyaa hehehe mau ga main kerumah kakak
E2: mauu mau liat kakak cowok
R: aa heheheh kakak cowok ga ada dirumah kakak
E: hehehe dirumahnya kakak cowok adanya
R: iyaa hehe
(E2 tetap tekun mewarnai)
R: berarti sampai kapan ini pengobatannya bu
E2: dua tahun
R: boleh saya liat ininya ga
E: protokolnya?
R: he ee
(E mengambilkan protokol dan memberikannya kepada R, kemudian menjelaskan sedikit. E2 masih
melanjutkan mewarnai gambar tetapi juga mendengarkan pembicaraan E dengan R)
E2: yang MTXnya besok lagi libur deh
(E melanjutkan penjelasan protokol kepada R)
E: pokoknya habis sudah obat-obat yang keras itu
R: oh yaa sudah yaaa bentar lagi sudah masuk fase maintenance yaa bu
E: iyaa ntar lagi MTX lagi abis tu di cek penyakitnya itu apa sudah ada penurunan o persen atau masih
ada koma-komanya
R: oh iyaa bu
E2: (memanggil mamanya, malu-malu, bilang mau buang air kecil)
R: oo mau pipis iyaa sana pipis dulu abis itu baru lanjut lagi warnainnya yaa
E2: iyaiyaiyaa
R: pipisnya dimana? Oo disituu
E: iyaa karna ini masuk obat keras toh ga boleh jalan
R: oo gitu
E: aidos gitu ga boleh jalan
R: oo harus diem disini yaa
R: eh maaf sayang (tidak sengaja menduduki selang infus)
E2: biarinn ga apa apaa
(E2 melanjutkan mewarnai)
E2: mau fotoo
R: foto lagi yaa ayokk
E2: dimana?
R: disiniii sini kakak iniin (mengambil hp untuk berfoto)
(berfoto-foto bersama)
R: ibu kalau dirumah berarti sama bapak aja bu yaa
E: iyaa
R: ibu ini yaa makasii (R mengembalikan protokol kepada E)
(foto-foto lagi)
R: amb kangen ga sama temen-temen dirumah amb?
E2: kangeen.. (dengan nada agak meredup, sedih)
R: kangeen..mereka juga kangen sama amb cepat ketemu yaaa
E2: iyaaa
R: pengennya amb biar cepet sembuh ya gak
E2: iyaa! (nada semangat)
E: iyaaa.. kasi warna lain lagi warnanya itu
E2: nanti di campurr
R: kalau saudara-saudara seperti apa responnya ibu?
E: iya?
R: kayak gimana responnya bu? Orang tua ibu bagaimana nanggepinnya?
E: oo mereka rasa itu toh sedihh..rasa ee
R: sedih yaa buy aa
E2: sedih sama oliv
E: iyaaa
E2: ini antingnya warna apaa
R: apa aja boleeeh rambutnya coklat yaaa
E2: mana antingnya satu aja hahaha kayak cowok pakai anting satu
R: haha iyaaa
E2: waduu rambutnya warna kuning
E: mana rambutnya warna kuning
R: bandonya itu yaa
E2: iyaa
R: ibu kalau dulu sebelum menikah kegiatan sehari-harinya ibu ngapain bu?
E: oo ituu apa kerja itu bikin jaitt
R: oo jait yaa bu
E: iya itu apa namanya tenun
R: oo tenun
E: iya bisa tenun itu
R: pakai alat itu bu yaa
E: iya pakai alatnya bambu ituu
R: ooo bagus ibuu dimana bikinnya bu
E: dirumah dirumah orang tuaa sama kakak kakaknya
E2: kakaknyaa bikin ituu yang kayak gitu (menunjukkan kain tenun yang ada di atas kasur)
R: oo kayak ini yaa iyaiyaiyaa
E: iyaa hehe
E2: tapi ada model lainnyaa
E: iyaa ada ini kan pakai benang yang dibelii gitu yaa
R: oo gitu yaaa
E: ada yang gambar ada yang dicelup gitu toh itu saya hanya itu aja
R: oo iyaa tenun itu bu yaa sama kakak kakak dirumah
E: iyaa
R: terus hasilnya dijual yaa bu
E: enggaa itu biasanya kan ada orang sewa ada yang sewa-sewa nanti kasi uang begitu
R: oo iyaa di sewakan yaa bu
E: iyaa dulu kan masih murah 10 ribu satu lembar kain ituu
R: sekarang udah mahal
E: bisa tiga hari empat hari baru habis
R: oo selesainya
E: iya selesainyaa
R: oo cukup lama yaa bu
E: iya tiga hari empat hari
(E2 mengajak R untuk mewarnai)
R: kalau sekarang udah berapa harganya itu bu
E: sudah mahal sampai ratusan juta kalau dijual itu
R: wah iyaa mahal sekalii yaa bu
E: iyaa
R: sampai sekarang masih ibu?
E: kalau sekarang udah saya engga itu lagi ga tenun lagii
R: oo gituu
(kembali mewarnai bersama R)
E: phnya amb kurangg jadi harus minum obat dulu
E2: haduh berapa obatnyaa
R: minum obat dulu yaaa
E2: ga mauuu (nada ketakutan)
R: ayoo kenapa gamau minum obat
E2: pahitt
R: oo pahit yaa jangan diginiin langsung telen aja dia amb pasti bisaaa ilang deh dia..
E2: aaa ilang deh dia
R: giniin aja langsung minum air ga terasa deh (mencontohkan)
E2: hmm air dulu lama dulu baru minum nanti muntah
R: iyaaa hehhe
(E2 mengambil air dan obat, mencoba meminum pelan-pelan)
R: wah sudah diminum obatnya
E2: sudah ahahah (keluar air mata seperti mau muntah)
R: wih hebaat
E2: masih ada lagii kakak j
angan liat
R: oo iya yaa kakak ga liat kakak warnain ini ajaa
(E2 meminum obat selanjutnya)
R: selain nenun biasanya ngapain dirumah bu?
E: menari duluu
E2: ihiii coicoicoi (bersenandung)
R: oo menarii
E: iyaa hehe nari sumba
R: oo iya iya iyaa
E2: jeng jeng jeng (bersenandung)
R: hehe amb bisa nari sumba gaa
E2: bisaaa kalau nari bali ga bisa akuu
R: hii pinter
E: kalau ada tam utu ada turis kan biasa ke sumba toh kami ada kepala sanggarnya jadi kami menari dapat
uang
R: waah iyaa sekarang masih bisa ibu?
E: yaa kalau ada yaa bisa ajaa hehe pernah ada dulu ke Jakarta menarinyaa
R: oh yaa wah ho oo
E: iyaa he e itu langsung pameran kain sumba itu di pondok indah mall
R: oooo
E: he ee
R: rame-rame berarti yaa
E: he e hanya dua orang saja yang menari saya dengan teman saja
R: wah hebaat mama
E2: aku juga hebat bilang dong kakak
R: iya donggg amb hebaat
E: trus sempat dikasi liat ke taman mini dikasi naik kereta itu kereta gantung yang diatas ituu hehehe
R: wah iya iyaa
E: hehe liat rumah–rumah adat
R: hebat yaa
E: he ee
R: itu kapan bu ingat tidak bu
E: itu tahun 85
R: wah kakak belum lahir lo hehe
E: oo kakak lahir tahun berapa
R: 95
E: oo 95.. ini makan dulu permennya
R: oo abis makan obat langsung mam permen yaa
E: iyaa supaya ga muntah ituu rasanya
E2: iyaa hadooo hadooo pahitnyaa eee
E: engga pahit ituu
E2: pahitt mama belum rasa
R: hehe
E2: coba dimakan
R: langsung giniin (mencontohkan) lupa deh
(E2 mencoba minum obat)
R: yaaayy
E2: belummm hehehe jadinya nangis inii (malu-malu)
R: hoho enggaaa pahit skali yaa
E2: iyaa
R: amb hebat looo
E: hiii giginya jelek
E2: aaaa
R: enggaaa hehe
Ini minum lagi minum lagii
(E2 minum lagii)
R: amb makan dulu amb
E2: udaah
R: aa sudah makan yaa makan apa tadii
E2: yang kakak belum datang sudah makan tadiii
R: ooh iyaa
E: dapat makan disinii ituu
R: o yaa dapat makan yaaa
E2: mamak udahh (menyerahkan botol minum)
E: lagi satu ajaa itu obatnya ayyo langsung minum
E2: habiss
R: lagi satu nanti phnya langsung naik
E2: belum naikk hehe abis naik turun lagi ga pernah di delapan hehehe
E: yang penting di tujuu
R: yang penting normal di tujuu
E: harus kuat minumnya
R: amb sudah kuat minum belum
E2: sudah kuat minumnya tapi tetep aja turunn (dengan nada pasrah)
R: hho gituuu berarti harus lebih kuat lagi yaa
E: harus kuat minum supaya ga sariawan jugaa
R: oh iya yaa supaya ga sariawan
E: he ee tapi dia ga ada ini kalo masuk obat ada rasa muntah muntah itu
E2: saya sariawannya di pinggir-pinggir bukan di lidah
R: oo gituu baguss..dipinggir-pinggir yaa
E: he ee tapi dikit dikit ajaa..
E2: pahit jadinyaa.. kakak gambar lagii
R: gambar lagii tapi tunggu itu dulu tunggu ambnya minum obaat
E2: ehehehe kalo ga minum kakaknya ga gambar
R: iyaaa hehe semangat amb permennya sudah menungguu
E: iya ini permennya langsung minum airnyaa
(E2 meminum obat)
R: wih ini baru hebat
E2: ga hebat bodo ambnya ga minum air banyaak pee apa tadi apa yang turun tadi
R: ph
E2: phnya turun
R: iya tidak apa-apa berarti besok lebih banyak lagi yaa
E2: iyaaa.. kalau dapet dexa baru banyak minum
R: oo
E: banyak makan
E2: banyak makan sampai pipinya macam rumah ituu
R: aahihihii ambnya tau begitu yaa buy aa
E: hehe iyaaa
R: obatnya segala macem gituu
E: oya iyaa tau obat-obatnyaa
E2: obatnya aidos, lecoporin, ini apa lagi
R: apa lagi
E2: apa lagi namanya satu vincristine, donorubisin ee apa lagi yaa
R: wiih hebaat apa lagii
E2: eee
E: udah itu ajaa
R: wih hebat loo nanti jadi dokter mau gaa sekarang udah hafal nama obat-obaat
E2: eem apa lagii hehehe kalau obat yang ee dimasukin dari belakang itu obat apaa?
R: eem MTXnya itu?
E2: iyaa obat apaa?
R: apa itu yaaa
E2: obat apa itu di taruh
E: MTX IT
R: oo MTX IT kata mama besok amb tanya sama dokternya yaa
E2: nama obatnya MTX IT? Obat apa itu MTX IT hahaha gada obat kayak gitu disumba
R: hehe iyaa makanya kesini ambnya yaa
E2: iyaa
E: enam kali sudah di MTX
E2: ayok omong panjang umur lagii (mengambil hp R dan bernyanyi)
R: ibu agama Kristen yaa bu
E: iyaa
R: kalau ke gerejanya bagaimana bu?
E2: keristen
E: yaa kalau ada itu ibu gurunya jemput ikut kesana
E2: mama coba foto sama kakak
E: oh sama kakak iyaa
(foto-foto bersama, tertawa, mengomentari hasil foto)
Responden I (KD)
accepting
responsibility
assistance seeking
direct action
emotional approach
behavioral
disengagement
denial
Responden II (AMB)
accepting
responsibility
assistance seeking
direct action
emotional approach
behavioral
disengagement
self control
humor
wishful thinking
self criticism
PENGKODEAN BERPILIH (SELECTIVE CODING)
Anak dengan LLA
Latar Belakang Responden
Gejala Klinis LLARespon dan
KondisiResponden
Strategi Koping
109