Download - Identifikasi Masalah Pemanfaatan RDB
-
IDENTIFIKASI MASALAH PENYELENGGARAAN RUANG DALAM BUMI
1. UUPA belum mengatur tentang penggunaan RDB. Pengaturan dalam UU tersebut bersifat
kualitatif (sepanjang diperlukan).
UUPA menegaskan bahwa pemberian hak atas tanah atas suatu bidang tanah tertentu
diberikan untuk digunakan atau dimanfaatkan. Diberikannya dan dimilikinya tanah dengan
hak-hak penggunaannya tidak akan bermakna, jika penggunaannya terbatas pada tanah
sebagai permukaan bumi. Pemanfaatan tanah selalu berbarengan dengan pemanfaatan apa
yang ada di permukaan bumi dan diatasnya. Oleh karenanya hak-hak atas tanah bukan
hanya memberikan wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan
bumi yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta
ruang angkasa yang ada di atasnya (Pasal 4 ayat (2) UUPA). Dengan demikian makna yang
dimiliki dengan hak atas tanah adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari
permukaan bumi. Namun, wewenang penggunaan yang bersumber pada hak atas tanah
tersebut diperluas hingga meliputi sebagian tubuh bumi yang ada di bawah tanah dan air
serta ruang angkasa yang ada di atasnya (Naskah Akademis RUU Pertanahan, draft 20 Juni
2012).
Sampai saat ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemanfaatan ruang
bawah tanah (termasuk pengaturan pemanfaatan ruang di atas tanah dan ruang di
perairan) masih belum ada kepastian yang jelas. Padahal beberapa peraturan perundangan
mengisyaratkan perlunya pengaturan lebih lanjut mengenai hak guna ruang atas tanah, hak
guna bawah tanah dan hak guna ruang perairan.
2. Dalam Pasal 4 UUPA, disebutkan bahwa Hak-hak Atas Tanah yang dimaksud memberi
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi
dan air serta ruang yang ada di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-
undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Selanjutnya, berdasarkan kepemilikan lahan di permukaan buminya, pengembangan RDB
dapat dilakukan di bawah lahan kepemilikan pribadi, maupun di bawah lahan kepemilikan
umum. RDB di bawah lahan kepemilikan pribadi umumnya digunakan untuk parkir, gudang,
ruang komersil, dan ruang untuk kepentingan militer beserta ruang fasilitas penunjangnya,
yaitu pemanfaatan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah ybs .
Pemanfaatan tersebut didasarkan pada ketentuan bangunan yang berlaku.
-
Selanjutnya, pemanfaatan RDB di bawah lahan kepemilikan umum digunakan untuk
jaringan utilitas, dan akan diarahkan untuk system prasarana transportasi massal (misalnya
subway, atau jalur penghubung jaringan transportasi umum dan pejalan kaki), dan
pemanfaatan lainnya.
Yang menjadi permasalahan adalah jika RDB di bawah lahan kepemilikan pribadi
dimanfaatan untuk kepentingan umum, demikian juga jika di bawah lahan kepemilikan
umum dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi. Belum lagi permasalahan jika pemilik hak
lahan pribadi berbeda dengan pemanfaat RDB di bawahnya.
3. Pengaturan penggunaan RDB terutama bagi kota-kota seperti Jakarta sudah mendesak. RDB
adalah bagian dari ruang. Dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, penataan ruang adalah urusan wajib, karena
terkait dengan pelayanan dasar (Pasal 7). Namun tidak semua daerah berada dalam kondisi
atau memiliki kekhasan dan potensi untuk memanfaatkan RDB nya. Karena itu patut
dipertanyakan apakan penyelenggaraan RDB termasuk urusan wajib, atau urusan plihan
pemerintah daerah.
4. RDB adalah salah satu bagian dari ruang dalam RTRW. Pengembangan RDB tidak dapat
terlepas dari keadaan dan penggunaan ruang di permukaan bumi dan yang berada di
LAHAN KEPEMILIKAN PRIBADI A
PEMANFAATAN RDB: PRIBADI A
PEMANFAATAN RDB: PRIBADI B
PEMANFAATAN RDB: UMUM
LAHAN KEPEMILIKAN
UMUM
PEMANFAATAN RDB: UMUM
PEMANFAATAN RDB: PRIBADI
-
atasnya. Saat ini belum ada pengaturan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan RDB dalam
UU Penataan Ruang. Namun demikian, sudah ada Norma, Standar, Prosedur, dan Manual
terkait pemanfaatan RDB, yaitu Peraturan Menteri PU No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman
RDB. Di DKI bahkan sudah terbit Peraturan Gubernur No. 167 Tahun 2012 tentang Ruang
Bawah Tanah.
5. RDB memiliki keterbatasan dan karakteristik yang khas, sehingga harus dikembangkan
dengan hati-hati. Sebagai contoh, konstruksi dalam RDB dapat berdampak negative
terhadap kualitas dan kuantitas air tanah. Untuk pembangunan pondasi atau
pembangunan lantai dasar bangunan bawah tanah perlu dilakukan dewatering
(pengeringan air bawah tanah). Semakin dalam area bawah tanah yang akan dibangun,
semakin besar dewatering yang dilakukan. Akibat dewatering tersebut antara lain adalah
(Laporan Akhir Penyusunan Pedoman Perencanaan Tata Ruang Dalam Bumi, Direktorat
Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, 2010):
a. Penurunan muka air tanah pada sumur-sumur dangkal
b. Pembuangan air tanah yang bertebihan selama pengeringan
c. Pembuburan dan longsoran pada dinding galian
d. Penurunan permukaan tanah yang berakibat rusaknya bangunan di sekitar lokasi
pengeringan.
Namun Pengetahuan RDB belum mencukup. Penelitian atau kajian tentang RDB dilakukan di
wilayah pembangunan infrastruktur tertentu, sehingga informasinya masih terbatas.
Pemanfaatan RDB tidak akan luput dari permasalahan lingkungan yang akan
ditimbulkannya. Namun yang perlu diperhatikan bukanlah pada ada/tidak adanya
permasalahan tersebut, melainkan pada sejauh mana kerusakan lingkungan yang adal dapat
ditoleris dan dieliminir sehingga dampak positikf pembangunan lebih dirasakan
dibandingkan dengan dampak negatifnya.
...