KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN TSTS
BERBASIS TEORI VAN HIELE
TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR
MATERI BANGUN DATAR SISWA KELAS V
SDN GUCI 01 KABUPATEN TEGAL
Skripsi
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
oleh
Priatna Ar Rozzaaq Mustaqqim
1401413363
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-
benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian
atau keseluruhannya. Pendapat/temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diujikan ke Sidang Skripsi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Semarang.
Di : Tegal
Hari, tanggal : Kamis, 1 Juni 2017
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Yuli Witanto, M.Pd. Dra. Umi Setijowati, M.Pd.
19640717 198803 1 002 19570115 198403 1 002
iv
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van
Hiele terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Materi Bangun Datar Siswa Kelas V
SDN Guci 01 Kabupaten Tegal”, oleh Priatna Ar Rozzaaq Mustaqqim
1401413363, telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FIP
UNNES pada tanggal 7 Juni 2017.
Panitia Ujian
Sekretaris
Drs. Utoyo, M.Pd.
19620619 198703 1 001
Penguji Utama
Dra. Marjuni, M.Pd.
19590110 198803 2 001
Penguji Anggota I Penguji Anggota II
Dra. Umi Setijowati, M.Pd. Drs. Yuli Witanto, M.Pd.
19570115 198403 1 002 19640717 198803 1 002
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kalian
tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan (QS. Al Ma’idah: 2)
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama
kesulitan ada kemudahan. (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi
manusia yang berguna. (Peneliti)
Persembahan
Untuk bapak Mohammad Zenny, ibu Siti
Aji, adikku Nur Amanah Zulfa Hasnasari
dan Keisha Naura Zahira.
vi
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van
Hiele terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Materi Bangun Datar Siswa Kelas V
SDN Guci 01 Kabupaten Tegal”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Penyusunan skripsi ini melibatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk belajar di Universitas
Negeri Semarang.
2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang yang telah memberi izin dalam penelitian ini.
3. Drs. Isa Ansori, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang telah memberi
kesempatan untuk memaparkan gagasan dalam bentuk skripsi ini.
4. Drs. Utoyo, M.Pd., Koordinator PGSD UPP Tegal Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang yang telah memberi ijin untuk melakukan
penelitian.
5. Drs. Yuli Witanto, M.Pd., dosen pembimbing I yang telah memberi
bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.
vii
6. Dra. Umi Setijowati, M.Pd., dosen pembimbing II yang telah memberi
bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.
7. Dosen PGSD UPP Tegal yang telah banyak memberi bimbingan dan ilmu
kepada penulis selama menempuh pendidikan.
8. Staf TU dan karyawan yang telah membantu kegiatan administrasi dalam
penyusunan skripsi.
9. Dulbari, S.Pd., Kepala SD Negeri Guci 01 yang telah mengizinkan penulis
untuk melakukan penelitian.
10. Untung, S.Pd. dan Singgih Marwoto, S.Pd., guru kelas VA dan VB SD
Negeri Guci 01 yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian.
11. Siswa kelas V SDN Guci 01 dan SDN Bumijawa 03 Kabupaten Tegal, yang
telah menjadi subjek penelitian.
12. Teman-teman mahasiswa PGSD UPP Tegal angkatan 2013, yang telah
memberi bantuan dan kerja sama sejak mengikuti perkuliahan sampai dengan
penyusunan skripsi.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi para
pembaca.
Tegal, 22 Mei 2017
Penulis
viii
ABSTRAK
Mustaqqim, Priatna Ar Rozzaaq. 2017. Keefektifan Model Pembelajaran TSTS
Berbasis Teori Van Hiele terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Materi
Bangun Datar Siswa Kelas V SDN Guci 01 Kabupaten Tegal. Skripsi.
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Semarang. Pembimbing: I. Drs. Yuli Witanto, M.Pd., II. Dra. Umi
Setijowati, M.Pd.
Kata Kunci: hasil belajar, model pembelajaran TSTS, motivasi belajar, teori Van
Hiele.
Salah satu faktor kurang berhasilnya proses pembelajaran matematika
yaitu guru kurang inovatif dalam pembelajaran, pada umumnya guru hanya
menerapkan model pembelajaran konvensional sehingga siswa menjadi pasif dan
kurang tertarik pada pelajaran matematika. Hal tersebut berdampak pada
rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu dibutuhkan inovasi
dalam pembelajaran matematika, salah satunya yaitu dengan menerapkan model
pembelajaran Two Stray Two Stay (TSTS) berbasis teori Van Hiele. Tujuan
penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran TSTS
berbasis teori Van Hiele dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional
pada pembelajaran matematika materi bangun datar di kelas V.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain quasi
experimental bentuk nonequivalent control group design. Populasi dalam
penelitian ini yaitu 82 siswa kelas V SDN Guci 01 Kabupaten Tegal, yang terdiri
dari 42 siswa kelas VA dan 40 siswa kelas VB. Seluruh populasi dijadikan
sebagai anggota sampel karena peneliti menggunakan teknik sampling jenuh.
Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi wawancara, angket,
observasi, dokumentasi, dan tes. Teknik analisis data yang digunakan yaitu uji
prasyarat analisis meliputi normalitas, homogenitas, dan kesamaan rata-rata.
Analisis akhir atau pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji-t.
Hasil uji hipotesis pertama (uji perbedaan) data motivasi belajar
menggunakan independent sample t test menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel
(3,198 > 1,990) dan pada hasil belajar diperoleh thitung > ttabel (3,099 > 1,990). Hal
ini berarti terdapat perbedaan antara motivasi dan hasil belajar yang menggunakan
model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dengan yang menggunakan
model pembelajaran konvensional. Pengujian hipotesis kedua (uji keefektifan)
data motivasi belajar menggunakan one sample t test diperoleh thitung > ttabel (4,300
> 2,023) dan pada hasil belajar diperoleh thitung > ttabel (4,612 > 2,023).
Berdasarkan penghitungan tersebut, dapat diketahui bahwa motivasi dan hasil
belajar yang menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele
lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele
efektif terhadap peningkatan motivasi dan hasil belajar siswa kelas V SDN Guci
01 pada pembelajaran matematika materi bangun datar.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Judul .................................................................................................................... i
Pernyataan Keaslian Tulisan ............................................................................... ii
Persetujuan Pembimbing ..................................................................................... iii
Pengesahan .......................................................................................................... iv
Motto dan Persembahan ...................................................................................... v
Prakata ................................................................................................................. vi
Abstrak ................................................................................................................ viii
Daftar isi .............................................................................................................. ix
Daftar Tabel ........................................................................................................ xiv
Daftar Gambar ..................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran .................................................................................................. xvii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................................. 11
1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................. 12
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................. 12
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 13
1.5.1 Tujuan Umum ....................................................................................... 13
1.5.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 13
1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................ 14
1.6.1 Manfaat Teoritis .................................................................................... 15
x
1.6.2 Manfaat Praktis ..................................................................................... 15
1.6.2.1 Bagi Siswa ............................................................................................. 15
1.6.2.2 Bagi Guru.............................................................................................. 15
1.6.2.3 Bagi Sekolah ......................................................................................... 16
1.6.2.4 Bagi Peneliti.......................................................................................... 16
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori...................................................................................... 17
2.1.1 Pengertian Belajar ................................................................................. 17
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Belajar ............................................ 18
2.1.3 Pembelajaran ......................................................................................... 20
2.1.4 Motivasi Belajar .................................................................................... 21
2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar ................................................................. 21
2.1.4.2 Fungsi Motivasi Belajar ....................................................................... 22
2.1.4.3 Prinsip-prinsip Motivasi Belajar .......................................................... 23
2.1.4.4 Ciri-ciri Motivasi Belajar ..................................................................... 25
2.1.4.5 Faktor-faktor Motivasi Belajar ............................................................. 25
2.1.4.6 Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa ........................................ 28
2.1.4.7 Indikator Motivasi Belajar .................................................................... 29
2.1.5 Hasil Belajar.......................................................................................... 29
2.1.6 Karakteristik Siswa SD ......................................................................... 31
2.1.7 Hakikat Pembelajaran Matematika SD ................................................. 33
2.1.8 Model Pembelajaran Konvensional ...................................................... 34
2.1.9 Model Pembelajaran Kooperatif ........................................................... 35
xi
2.1.10 Model Pembelajaran TSTS ................................................................... 37
2.1.11 Teori Belajar Van Hiele ........................................................................ 40
2.1.12 Hubungan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van Hiele
dengan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa ............................................ 43
2.1.13 Penerapan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van Hiele
terhadap Pembelajaran Bangun Datar di Kelas V SD .......................... 44
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .............................................................. 47
2.3 Kerangka Berpikir ................................................................................. 55
2.4 Hipotesis Penelitian .............................................................................. 57
3. METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .................................................................................. 59
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................... 60
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................. 61
3.3.1. Populasi ................................................................................................. 61
3.3.2. Sampel................................................................................................... 62
3.4 Variabel Penelitian ................................................................................ 62
3.4.1 Variabel Independen ............................................................................. 63
3.4.2 Variabel Dependen................................................................................ 63
3.5 Data Penelitian ...................................................................................... 63
3.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 65
3.6.1 Angket ................................................................................................... 65
3.6.2 Wawancara ............................................................................................ 66
3.6.3 Dokumentasi ......................................................................................... 66
3.6.4 Observasi............................................................................................... 67
xii
3.6.5 Tes ......................................................................................................... 67
3.7 Instrumen Penelitian ............................................................................. 68
3.7.1 Pedoman wawancara ............................................................................. 68
3.7.2 Angket ................................................................................................... 69
3.7.3 Lembar Observasi ................................................................................. 70
3.7.4 Tes ......................................................................................................... 72
3.8 Pengujian Instrumen ............................................................................. 73
3.8.1 Uji Validitas .......................................................................................... 73
3.8.1.1 Validitas Internal atau Logis ................................................................ 74
3.8.1.2 Validitas Empiris .................................................................................. 74
3.8.2 Uji Reliabilitas ...................................................................................... 76
3.8.3 Tingkat Kesukaran ................................................................................ 78
3.8.4 Daya Pembeda ...................................................................................... 80
3.9 Teknik Analisis Data............................................................................. 82
3.9.1. Analisis Deskripsi Data......................................................................... 82
3.9.2. Analisis Statistik Data ........................................................................... 85
3.10 Panduan Penelitian Eksperimen ............................................................ 90
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
4.1 Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Eksperimen dan Kontrol ............. 91
4.1.1 Kelas Eksperimen ................................................................................. 92
4.1.2 Kelas Kontrol ........................................................................................ 95
4.2 Analisis Deskripsi Data Penelitian........................................................ 97
4.2.1 Analisis Deskripsi Data Variabel Bebas ............................................... 97
xiii
4.2.2 Analisis Deskripsi Data Variabel Terikat ............................................. 100
4.3 Analisis Statistik Data Hasil Penelitian ................................................ 111
4.3.1 Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Pretest Siswa ........................................ 111
4.3.2 Uji Prasyarat Analisis ........................................................................... 112
4.3.3 Uji Hipotesis ......................................................................................... 116
4.4 Pembahasaan ......................................................................................... 126
4.4.1 Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van
Hiele dengan Model Pembelajaran Konvensional terhadap Motivasi
Belajar Siswa ........................................................................................ 126
4.4.2 Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van
Hiele dengan Model Pembelajaran Konvensional terhadap Hasil
Belajar Siswa ........................................................................................ 130
4.4.3 Keefektifan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van Hiele
terhadap Motivasi Belajar Siswa .......................................................... 132
4.4.4 Keefektifan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van Hiele
terhadap Hasil Belajar Siswa ................................................................ 136
5. PENUTUP
5.1 Simpulan ............................................................................................... 142
5.2 Saran ..................................................................................................... 144
5.2.1 Bagi Siswa ............................................................................................ 144
5.2.2 Bagi Guru .............................................................................................. 144
5.2.3 Bagi Sekolah ......................................................................................... 145
5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya ...................................................................... 145
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 147
LAMPIRAN ............................................................................................ 152
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Rekapitulasi Uji Validitas Angket Uji Coba ............................................. 75
3.2 Rekapitulasi Uji Validitas Soal Tes Uji Coba ........................................... 76
3.3 Hasil Uji Reliabilitas Angket ..................................................................... 77
3.4 Hasil Uji Reliabilitas Soal Tes ................................................................... 77
3.5 Analisis Tingkat Kesukaran ....................................................................... 79
3.6 Analisis Daya Pembeda Soal ..................................................................... 81
3.7 Kriteria Nilai Indeks Motivasi ................................................................... 84
4.1 Hasil Pengamatan Pelaksanaan Model Pembelajaran TSTS Berbasis
Teori Van Hiele di Kelas Eksperimen ....................................................... 98
4.2 Hasil Pengamatan Pelaksanaan Model Konvensional di Kelas Kontrol ... 99
4.3 Deskripsi Data Nilai Tes Awal .................................................................. 101
4.4 Distribusi Frekuensi Nilai Tes Awal Kelas Eksperimen dan Kontrol ....... 102
4.5 Deskripsi Data Motivasi Belajar ................................................................ 104
4.6 Deskripsi Data Nilai Indeks Motivasi Belajar Siswa Kelas Eksperimen .. 106
4.7 Deskripsi Data Nilai Indeks Motivasi Belajar Siswa Kelas Kontrol ......... 107
4.8 Rekapitulasi Nilai Indeks Motivasi Belajar Siswa Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol ...................................................................................... 107
4.9 Deskripsi Data Hasil Belajar ..................................................................... 108
4.10 Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Matematika Materi Bangun Datar ..... 109
4.11 Output Uji Kesamaan Rata-rata Nilai Pretest Siswa ................................. 112
4.12 Output Uji Normalitas Data Motivasi Belajar Siswa ................................ 113
4.13 Output Uji Normalitas Data Hasil Belajar Siswa ...................................... 114
xv
4.14 Output Uji Homogenitas Data Motivasi Belajar Siswa ............................. 115
4.15 Output Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Siswa ................................... 115
4.16 Output Uji Perbedaan Motivasi Belajar Siswa .......................................... 118
4.17 Output Uji Keefektifan Motivasi Belajar Siswa ........................................ 120
4.18 Output Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa ................................................ 123
4.19 Output Uji Keefektifan Hasil Belajar Siswa .............................................. 125
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka Berpikir ..................................................................................... 56
3.1 Desain Penelitian nonequivalent control group ........................................ 59
4.1 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Matematika Materi
Bangun Datar Kelas Eksperimen ............................................................... 102
4.2 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Pretest Matematika Materi
Bangun Datar Kelas Kontrol ..................................................................... 103
4.3 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Matematika Materi
Bangun Datar Kelas Eksperimen ............................................................... 110
4.4 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai Posttest Matematika Materi
Bangun Datar Kelas Kontrol ..................................................................... 110
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Daftar Nama Siswa Kelas Eksperimen ...................................................... 152
2. Daftar Nama Siswa Kelas Kontrol ............................................................ 153
3. Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba .......................................................... 154
4. Daftar Nilai UAS Gasal Kelas Kontrol ..................................................... 155
5. Daftar Nilai UAS Gasal Kelas Eksperimen ............................................... 156
6. Uji Kesamaan Rata-rata ............................................................................. 157
7. Pedoman Wawancara................................................................................. 158
8. Panduan Penelitian..................................................................................... 161
9. Silabus Pembelajaran ................................................................................. 162
10. Silabus Pengembangan Kelas Eksperimen ................................................ 163
11. Silabus Pengembangan Kelas Kontrol....................................................... 172
12. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-1 ................................................... 178
13. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-2 ................................................... 194
14. RPP Kelas Eksperimen Pertemuan Ke-3 ................................................... 209
15. RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-1.......................................................... 225
16. RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-2.......................................................... 239
17. RPP Kelas Kontrol Pertemuan Ke-3.......................................................... 253
18. Kisi-kisi Uji Coba Angket Motivasi .......................................................... 266
19. Angket Uji Coba Motivasi ......................................................................... 267
20. Daftar Nilai Uji Coba Angket Motivasi..................................................... 271
21. Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba ....................................................................... 275
xviii
22. Soal Tes Uji Coba ...................................................................................... 278
23. Kunci Jawaban Soal Tes Uji Coba ............................................................ 286
24. Daftar Nilai Tes Uji Coba .......................................................................... 287
25. Lembar Validitas Angket oleh Penilai I .................................................... 291
26. Lembar Validitas Angket oleh Penilai II ................................................... 294
27. Lembar Validitas Soal oleh Penilai I ......................................................... 297
28. Lembar Validitas Soal oleh Penilai II ........................................................ 301
29. Output SPSS Uji Validitas Angket ............................................................ 305
30. Rekapitulasi Uji Validitas Angket ............................................................. 306
31. Output SPSS Uji Validitas Tes .................................................................. 307
32. Rekapitulasi Uji Validitas Tes ................................................................... 308
33. Output SPSS Uji Reliabilitas Angket dan Soal ......................................... 309
34. Rekapitulasi Taraf Kesukaran Soal ........................................................... 310
35. Pembagian Kelompok Atas dan Bawah .................................................... 311
36. Rekapitulasi Daya Beda Soal..................................................................... 315
37. Kesimpulan Hasil Soal Uji Coba ............................................................... 316
38. Kisi-kisi Angket Motivasi Belajar ............................................................. 317
39. Angket Motivasi Belajar ............................................................................ 318
40. Kisi-kisi Soal Pretest dan Posstest ............................................................ 321
41. Soal Pretest dan Posstest ........................................................................... 324
42. Kunci Jawaban Pretest dan Posstest......................................................... 329
43. Daftar Nilai Pretest Kelas Kontrol ............................................................ 330
44. Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen...................................................... 331
xix
45. Daftar Nilai Posttest Kelas Kontrol ........................................................... 332
46. Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen .................................................... 333
47. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Model Pembelajaran TSTS Berbasis
Teori Van Hiele di Kelas Eksperimen ....................................................... 334
48. Rekapitulasi Hasil Pengamatan Model Pembelajaran Konvensional
di Kelas Kontrol ......................................................................................... 338
49. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran
Menggunakan APKG I di Kelas Eksperimen ............................................ 340
50. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran
Menggunakan APKG II di Kelas Eksperimen........................................... 343
51. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran
Menggunakan APKG I di Kelas Kontrol .................................................. 347
52. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan Merencanakan Pembelajaran
Menggunakan APKG II di Kelas Kontrol ................................................. 350
53. Tabulasi Angket Motivasi Belajar Kelas Eksperimen ............................... 354
54. Tabulasi Angket Motivasi Belajar Kelas Kontrol ..................................... 356
55. Output Uji Normalitas dan Homogenitas Data Motivasi Belajar .............. 358
56. Output Pengujian Hipotesis Data Motivasi Belajar ................................... 359
57. Output Uji Normalitas, Homogenitas, dan Kesamaan Rata-rata
Nilai Tes Awal (Pretest) ............................................................................ 360
58. Output Uji Normalitas dan Homogenitas Data Hasil Belajar .................... 362
59. Output Pengujian Hipotesis Data Hasil Belajar......................................... 363
60. Dokumentasi Uji Coba Instrumen ............................................................. 364
61. Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Eksperimen ................ 365
62. Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Kontrol ....................... 368
63. Surat-surat .................................................................................................. 37
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan dijelaskan tentang: latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
penelitian. Uraiannya sebagai berikut:
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan berperanan penting dalam mempersiapkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan harus dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Pendidikan pada dasarnya
merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan
keahlian kepada individu sebagai bekal untuk menghadapi setiap perubahan yang
terjadi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan potensi diri peserta didik
(siswa) sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan dan keterampilan yang
2
bermanfaat tersebut dilakukan secara berproses dan berkelanjutan secara terus
menerus. Proses tersebut dilakukan melalui kegiatan pembelajaran.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 Ayat 20 mengemukakan,
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik (siswa) dengan pendidik
(guru) dan sumber belajar di suatu lingkungan belajar.” Sedangkan Susanto
(2016: 19) mengatakan, “Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan guru
agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran,
dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada siswa.” Pembelajaran
merupakan aktivitas yang paling utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal
ini dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan dan Menengah Bab I, yang
menyatakan bahwa:
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis
peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta
penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan
Kegiatan pembelajaran yang baik sangat dipengaruhi oleh cara guru dalam
menyampaikan pembelajaran. Seorang guru harus mampu menyampaikan
pembelajaran yang menuntut siswa untuk belajar lebih aktif. Sebagaimana
tercantum dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
yang menyatakan, “Pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
3
sertifikat pendidik, pendidik, sehat jasmani dan rohani rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Berdasarkan
Undang-Undang tersebut, guru wajib memiliki kompetensi. Kompetensi tersebut
telah dijelaskan di dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pasal 1 Ayat 1, yang menyatakan,
“Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
yang berlaku secara nasional.” Standar kompetensi guru harus dikembangkan
secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu: kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial dan profesional.
Peraturan tersebut telah menjelaskan bahwa pada kemampuan pedagogik
guru harus memfasilitasi pengembangan potensi siswa untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimiliki. Jadi, guru harus mampu merancang pembelajaran
dengan baik untuk mengembangkan potensi siswa. Oleh karena itu, siswa perlu
dibiasakan untuk belajar mandiri, menyampaikan pemikiran atau pendapat,
berpikir kritis, logis, sistematis, bekerjasama, dan lain-lain. Siswa harus selalu
berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran, termasuk dalam
pembelajaran matematika.
Menurut Johnson dan Rising (1972) dalam Suherman, dkk (2003: 17)
menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, dan
pembuktian yang logik. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada
pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada siswa sejak
Sekolah Dasar. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dijelaskan, “Mata pelajaran
4
matematika perlu diberikan kepada semua siswa dari mulai sekolah dasar untuk
membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerjasama.” Kompetensi tersebut
diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah.
Standar kompetensi ini disusun agar siswa memiliki kemampuan yang mencakup
pemahaman konsep matematika, komunikasi matematis, koneksi matematis,
penalaran dan pemecahan masalah, serta sikap dan minat yang positif terhadap
matematika. Untuk itu, dibutuhkan peran guru dalam proses pembelajaran
matematika yang dapat merangsang kemampuan berfikir logis, analitis, dan kritis,
sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
Karso (2011: 1.40) mengemukakan, “Hakikat matematika berkaitan
dengan ide-ide yang abstrak.” Ide-ide yang abstrak pada pelajaran matematika
tersebut masih sulit dipelajari oleh siswa sekolah dasar, karena tahap berfikirnya
yang masih dalam tahap berfikir konkret. Siswa sekolah dasar di Indonesia
umumnya berada pada rentangan usia 7-11 tahun. Piaget dalam Susanto (2016:
184) mengatakan, “Siswa usia 7-11 tahun berada pada tahap operasional konkret.”
Pada tahap ini siswa mampu mengoperasionalkan berbagai logika, namun masih
dalam bentuk konkret.
Melalui proses belajarnya, siswa masih memahami suatu konsep dengan
apa yang dilihat secara nyata. Di kehidupan sehari-hari, siswa selalu menemukan
dan berhubungan dengan berbagai permasalahan maupun objek nyata yang
berkaitan dengan matematika. Oleh karena itu, seorang guru sekolah dasar harus
5
kreatif dan inovatif dalam membelajarkan matematika, antara lain dalam kegiatan
pembelajaran menggunakan media atau alat peraga dan pemberian permasalahan
dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata keseharian siswa. Melalui kegiatan
tersebut, maka konsep matematika yang abstrak menjadi lebih mudah dipahami
oleh siswa sehingga tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Pembelajaran
matematika yang dirancang dan dilaksanakan secara monoton tanpa menggunakan
pendekatan dan model pembelajaran yang inovatif dapat mengakibatkan siswa
kurang termotivasi dalam kegiatan belajarnya. Pemilihan model pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik siswa, mata pelajaran, dan kurikulum, akan
membantu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa yang optimal.
Sardiman (2014: 75) mengatakan, “Motivasi merupakan keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai.” Dari
penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat berfungsi sebagai
pendorong usaha untuk mencapai hasil belajar siswa yang diinginkan. Dengan
kata lain, semakin tinggi motivasi belajar siswa, maka semakin tinggi pula
kemungkinan untuk berhasil atau berprestasi. Sehubungan dengan hal ini, maka
peran guru sangat penting dalam mendorong dan membangkitkan agar dalam
siswa sehingga dapat tumbuh motivasi belajar yang kuat.
Dalam kenyataannya, proses pembelajaran di sekolah dasar pada
umumnya masih belum berjalan sebagaimana diharapkan. Proses pembelajaran
yang terjadi cenderung berpusat pada guru dengan menggunakan metode ceramah
6
yang monoton. Guru juga kurang dapat mengaplikasikan materi pembelajaran
matematika dalam kehidupan nyata, sehingga menyebabkan siswa kurang
termotivasi untuk memahami konsep-konsep matematika yang abstrak.
Akibatnya, siswa menganggap pembelajaran matematika merupakan mata
pelajaran yang sulit dipahami yang selanjutnya mengakibatkan motivasi belajar
matematika menjadi rendah, dan pencapaian hasil belajar siswa kurang optimal.
Materi bangun datar merupakan salah satu bagian dari materi matematika
yang memerlukan pemahaman konsep matematika dan penalaran. Konsep materi
bangun datar khususnya sifat-sifat bangun datar harus diajarkan sejak dini atau di
sekolah dasar sebagai bekal pengetahuan siswa di masa yang akan datang.
Pembelajaran matematika materi sifat-sifat bangun datar harus melibatkan
keaktifan siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi yang dipelajari
tersebut, dengan arahan atau bimbingan guru. Melalui kegiatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa, akan menimbulkan motivasi belajar dan hasil belajar yang
optimal.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 2017
dengan guru kelas VA dan VB di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Guci 01 mengenai
pembelajaran matematika yang dilaksanakan di kelas tersebut, masih banyak
siswa yang sulit memahami materi pelajaran yang disampaikan guru. Guru dalam
menyampaikan pembelajaran matematika materi bangun datar menggunakan
model pembelajaran konvensional, dengan metode ceramah, tanya jawab dan
pemberian tugas. Dalam kegiatan pembelajaran siswa hanya menerima informasi
yang disampaikan oleh guru saja. Kebanyakan siswa menerima informasi yang
7
disampaikan guru dengan cara menghafal. Pembelajaran yang berpusat pada guru
cenderung membuat siswa merasa bosan dan kurang termotivasi untuk mengikuti
pembelajaran matematika.
Dampak dari kurangnya motivasi siswa kelas V di SDN Guci 01 untuk
mengikuti pembelajaran matematika yaitu hasil belajarnya. Berdasarkan nilai
ulangan akhir semester (UAS) ganjil siswa kelas V SDN Guci 01 tahun ajaran
2016/2017 masih tergolong rendah di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yang telah ditentukan sekolah yaitu 65. Dari 82 siswa yang memeroleh nilai di
bawah KKM ada 51 siswa (62,1 %). Berdasarkan data tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa siswa masih memiliki kemampuan yang rendah dalam
pembelajaran matematika. Hal tersebut diduga antara lain karena peran guru
dalam menggunakan model pembelajaran belum optimal, sehingga guru juga
belum mampu meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
Solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu guru harus
melakukan inovasi pembelajaran, salah satunya dengan penggunaan model
pembelajaran yang menarik dan sesuai untuk diterapkan. Runtukahu (2016: 232)
mengatakan bahwa “model pembelajaran merupakan rancangan atau pola yang
digunakan dalam menyusun kurikulum, kegiatan pembelajaran, mengatur materi
yang diajarkan, dan memberi petunjuk kepada guru dalam setting pengajaran.”
Model pembelajaran yang diterapkan pada mata pelajaran matematika perlu
dipilih dan dikembangkan sesuai dengan tujuan serta karakteristik siswa ketika
mengalami kesulitan belajar. Selain itu, model pembelajaran yang dipilih harus
dititikberatkan pada kebutuhan siswa dan bukan untuk memudahkan guru dalam
8
mengajar saja. Salah satu model pembelajaran yang dapat memudahkan siswa
dalam mengatasi kesulitan belajar matematika yaitu model pembelajaran Two Stay
Two Stray (TSTS).
Model pembelajaran TSTS dikenal juga dengan nama dua tinggal dua
tamu. Lie (2007) dalam Shoimin (2014: 222) mengatakan bahwa teknik model ini
yaitu “Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain.” Dapat diartikan bahwa
model pembelajaran ini dilaksanakan dengan cara berbagi pengetahuan dan
pengalaman dengan kelompok lain. Tujuan dari model pembelajaran TSTS
diharapkan agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling
membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk
berprestasi.
Penerapan model pembelajaran TSTS dalam pelaksanaan penelitian ini
akan dipadukan dengan teori belajar Van Hiele agar pembelajaran yang dilakukan
dapat lebih bermakna. Teori Van Hiele merupakan teori belajar yang
mengkhususkan pada pembelajaran geometri (Karso, 2011: 1.21). Hal ini sejalan
dengan fokus penelitian yang akan diteliti yaitu materi sifat-sifat bangun datar
yang merupakan bagian dari pembelajaran geometri. Alasan tersebut digunakan
peneliti lebih tepat untuk memadukannya dengan teori belajar Van Hiele daripada
teori belajar yang lainnya. Menurut Van Hiele (1954) terdapat 5 tahapan
perkembangan siswa dalam mempelajari geometri yaitu: 1) tahap pengenalan; 2)
tahap analisis; 3) tahap pengurutan; 4) tahap deduksi; 5) tahap keakuratan
(Suherman, 2003: 51). Jadi dapat diartikan bahwa untuk mempelajari geometri
9
dilakukan secara bertahap, tahap berpikir siswa dimulai dari hal yang paling
bawah yaitu belajar mengenal dan mengelompokkan, menghubungkan, menarik
kesimpulan, dan yang paling terakhir adalah membandingkan perbedaan.
Selanjutnya menurut Aisyah (2007: 4-10), pembelajaran geometri menggunakan
teori Van Hiele meliputi 5 fase yaitu 1) fase informasi; 2) fase orientasi; 3) fase
penjelasan; 4) fase orientasi bebas; 5) fase integrasi.
Penelitian mengenai model pembelajaran TSTS pernah dilakukan oleh
beberapa peneliti sebelumnya, diantaranya yaitu penelitian tindakan kelas yang
dilakukan oleh Afriantika (2015) yang berjudul Peningkatan Kualitas
Pembelajaran PKn Melalui Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Berbantu
Media audio-visual pada Siswa Kelas IV SDN Karanganyar 01 Kota Semarang.
Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu bahwa skor rata-rata
keterampilan guru pada siklus I adalah 2,8 dengan persentase 70% termasuk
dalam kategori baik, pada siklus II adalah 3,33 termasuk dalam kategori sangat
baik dengan persentase 83%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
pada keterampilan guru sebesar 0,53 dengan persentase 13%. Sedangkan rata-rata
aktivitas siswa pada siklus I adalah 2,85 dengan persentase 72,5%, pada siklus II
menjadi 3,22 dengan persentase 80,5% sehingga terjadi peningkatan yang cukup
baik yaitu sebesar 0,37 dengan persentase 8%. Persentase ketuntasan belajar
mencapai 69%. Pada siklus II mengalami peningkatan yaitu 82%. Jadi dapat
disimpulkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengamatan terhadap
peningkatan pembelajran PKn yang meliputi kemampuan guru, aktivitas siswa,
10
dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn dengan menggunkan model
tersebut mengalami peningkatan pada setiap siklusnya.
Penelitian lainnya yaitu penelitian eksperimen yang telah dilaksanakan
oleh Widyastuti (2016) dengan judul Keefektifan Two Stay Two Stray Terhadap
Aktivitas dan Hasil Belajar Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kelas IV SDN
Kajongan Kabupaten Pekalongan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa, ditunjukkan dengan hasil uji
hipotesis aktivitas belajar siswa dengan penghitungan menggunakan rumus
independet samples t tes melalui program SPSS versi 17 yang menunjukkan
bahwa harga thitung sebesar 8,221 dan harga ttabel sebesar 2,119. Karena thitung > ttabel
(8,221>2,119), maka Ho ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor
aktivitas belajar siswa kelas IV yang pembelajarannya menerapkan model Two
Stay Two Stray lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran
konvensional. Sedangkan hasil belajar mengalami peningkatan juga yaitu rata-rata
nilai hasil belajar kelas kontrol 80,31 dan kelas eksperimen sebesar 87,05. Hal
tersebut dibuktikan dengan hasil uji keefektifan hasil belajar siswa dengan
penghitungan menggunakan uji pihak kanan (one sample t tes) melalui program
SPSS versi 21 yang menunjukkan bahwa harga thitung sebesar 3,928 dengan
signifikansi 0,001. Nilai hasil belajar siswa (3,928 > 2,119) dan signifikansi
(0,001 < 0,005) maka Ha diterima. Jadi disimpulkan bahwa hasil belajar siswa
pada pembelajaran dengan menggunakan model Two Stay Two Stray lebih efektif
dari pada menggunakan model pembelajaran konvensional.
11
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud melakukan
penelitian eksperimen dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran TSTS
Berbasis Teori Van Hiele terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Materi Bangun
Datar Siswa Kelas V SDN Guci 01 Kabupaten Tegal”. Dengan tujuan peneliti bisa
membandingkan motivasi dan hasil belajar siswa, antara yang menggunakan
pembelajaran model TSTS dengan pembelajaran yang menerapkan model
pembelajaran konvensional.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
(1) Pembelajaran masih berpusat pada guru sehingga siswa pasif dan kurang
antusias dalam pembelajaran.
(2) Sebagian besar siswa beranggapan bahwa mempelajari matematika
mengalami kesulitan.
(3) Siswa kurang termotivasi dengan mata pelajaran matematika, karena
kurangnya keterampilan guru untuk menggunakan model pembelajaran yang
bervariasi.
(4) Guru belum menerapkan model pembelajaran TSTS yang berbasis teori Van
Hiele pada kegiatan pembelajaran matematika materi bangun datar.
(5) Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya materi bangun
datar masih rendah.
12
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka diperlukan adanya
pembatasan masalah untuk mengefektifkan dan memfokuskan penelitian yang
akan dilakukan, yaitu sebagai berikut:
(1) Materi yang akan dibahas dalam penelitian terbatas pada materi sifat-sifat
bangun datar di SD kelas V semester 2.
(2) Model pembelajaran yang digunakan terbatas pada model pembelajaran
TSTS berbasis teori Van Hiele untuk kelas eksperimen, sedangkan kelas
kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional.
(3) Variabel penelitian yakni penerapan model pembelajaran TSTS berbasis teori
Van Hiele sebagai variabel bebas dan motivasi dan hasil belajar siswa kelas V
sebagai variabel terikat.
(4) Populasi dalam penelitian yaitu siswa kelas V di SDN Guci 01, Kecamatan
Bumijawa, Kabupaten Tegal tahun pelajaran 2016/2017.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, maka rumusan masalah yang akan dikaji
yaitu sebagai berikut:
(1) Apakah ada perbedaan antara motivasi belajar matematika siswa kelas V
yang menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele
dengan yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi
bangun datar?
13
(2) Apakah ada perbedaan antara hasil belajar matematika siswa kelas V yang
menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dengan
yang menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi bangun
datar?
(3) Apakah penggunaan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele
efektif terhadap motivasi belajar siswa kelas V pada mata pelajaran
matematika materi bangun datar?
(4) Apakah penggunaan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele
efektif terhadap hasil belajar siswa kelas V pada mata pelajaran matematika
materi bangun datar?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.
Berikut merupakan penjabaran secara rinci mengenai tujuan penelitian:
1.5.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menguji
keefektifan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele di SDN Guci 01
Kabupaten Tegal pada pembelajaran matematika materi bangun datar.
1.5.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus merupakan fokus tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini. Tujuan khusus dari penelitian ini sebagai berikut:
(1) Menganalisis dan mendeskripsikan ada tidaknya perbedaan motivasi belajar
siswa dalam pembelajaran matematika kelas V pada materi bangun datar
14
antara yang menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van
Hiele dengan motivasi belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran konvensional.
(2) Menganalisis dan mendeskripsikan ada tidaknya perbedaan hasil belajar
siswa dalam pembelajaran matematika kelas V pada materi bangun datar
antara yang menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van
Hiele dengan hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model
pembelajaran konvensional.
(3) Menganalisis dan mendeskripsikan motivasi belajar siswa dalam
pembelajaran matematika kelas V materi bangun datar yang menggunakan
model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele lebih baik dari model
pembelajaran konvensional.
(4) Menganalisis dan mendeskripsikan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
matematika kelas V materi bangun datar yang menggunakan model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele lebih baik dari model
pembelajaran konvensional.
1.6 Manfaat Penelitian
Apabila tujuan penelitian tercapai, maka manfaat penelitian akan
didapatkan secara teoritis dan praktis. Manfaat secara teoritis yaitu untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. Secara praktis yaitu manfaat yang dapat
dirasakan oleh berbagai pihak yang memperbaiki kinerjanya. Uraian selengkapnya
sebagai berikut:
15
1.6.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi
pada khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan dan penguatan
teori belajar Van Hiele pada pembelajaran di sekolah dasar dengan menerapkan
model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele yang digunakan pada materi
bangun datar.
1.6.2 Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
siswa, guru, sekolah, dan peneliti. Uraiannya sebagai berikut:
1.6.2.1 Bagi Siswa
(1) Meningkatnya ketertarikan siswa terhadap pembelajaran matematika.
(2) Pemahaman siswa mengenai materi bangun datar menjadi optimal.
(3) Menumbuhkan motivasi belajar siswa melalui model pembelajaran TSTS
berbasis teori Van Hiele.
(4) Meningkatnya hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Guci 01 dalam mata
pelajaran matematika khususnya materi bangun datar.
1.6.2.2 Bagi Guru
(1) Memberikan informasi kepada guru-guru di sekolah dasar tentang
penggunaan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dalam
pembelajaran matematika materi bangun datar pada siswa kelas V Sekolah
Dasar.
(2) Sebagai bahan masukan dan informasi kepada para guru dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran.
16
(3) Memberikan motivasi kepada para guru untuk menggunakan model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele sebagai upaya dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
1.6.2.3 Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi sekolah dalam rangka perbaikan
pembelajaran matematika dan menambah inovasi dalam penggunaan model
pembelajaran sehingga bisa meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran
matematika di kelas VA dan VB SDN Guci 01 Kabupaten Tegal.
1.6.2.4 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan referensi bagi peneliti tentang penelitian
eksperimen dengan penerapan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele
khususnya pada mata pelajaran matematika materi bangun datar. Penelitian ini
juga dapat dijadikan acuan bagi penelitian selanjutnya.
17
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Di dalam kajian pustaka akan dibahas tentang landasan teori, hasil penelitian yang
relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Uraian selengkapnya sebagai
berikut.
2.1 Landasan Teori
Landasan teori merupakan dasar pijakan bagi peneliti dalam melakukan
penelitian. Di dalam landasan teori akan dipaparkan mengenai pengertian belajar,
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, pembelajaran, motivasi belajar, hasil
belajar, karakteristik siswa SD, hakikat pembelajaran matematika SD,
pembelajaran konvensional, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran
TSTS, teori belajar Van Hiele, hubungan model pembelajaran TSTS berbasis teori
Van Hiele dengan motivasi dan hasil belajar siswa, dan penerapan model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele terhadap pembelajaran bangun datar
di kelas V SD. Berikut penjabaran teori yang digunakan dalam penelitian ini.
2.1.1 Pengertian Belajar
Beberapa ahli mendefinisikan istilah belajar dengan beberapa pengertian.
Slameto (2013: 2) secara psikologis, menyatakan, “Belajar merupakan suatu
proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
18
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.” Pandangan yang sama
juga dikemukakan oleh Hamalik (2015: 28) bahwa belajar adalah suatu proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Morgan
dkk (1986) dalam Baharuddin (2015: 16) menyatakan bahwa “belajar adalah
perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau
pengalaman.”
Slavin (1994: 152) dalam Rifa’i dan Anni (2012: 66) menyatakan, “Belajar
merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.” Sementara
menurut E.R. Hilgard (1962) dalam Susanto (2016: 3) yang mengemukakan,
“Belajar adalah suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan. Perubahan
kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan
diperoleh melalui latihan.”
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku yang dilakukan akibat dari pengalaman yang
dilalui melalui interaksi dengan lingkungan.
2.1.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Belajar
Perubahan perilaku yang dilakukan secara sadar dan terencana oleh
seseorang merupakan suatu pertanda terjadinya kegiatan belajar pada orang
tersebut. Akan tetapi, perubahan perilaku sebagai hasil belajar antara individu satu
dengan lainnya berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena terdapat faktor-faktor
yang memengaruhi keberhasilan kegiatan belajar setiap individu, salah satunya
faktor psikologi. Sardiman (2014: 55) mengemukakan, “Ada beberapa faktor
psikologis dalam belajar, misalnya faktor motivasi, konsentrasi, reaksi
19
pemahaman, organisasi, perhatian, minat, fantasi, faktor ingin tahu, sifat kreatif,
dan lain-lain.”
Rifa’i dan Anni (2012: 81) menjelaskan, “Faktor-faktor yang memberikan
kontribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan eksternal
siswa.” Kondisi internal tersebut mencakup kondisi fisik (kesehatan tubuh),
kondisi psikis (kemampuan intelektual dan emosional) serta kondisi sosial.
Sedangkan faktor eksternal mencakup variasi dan tingkat kesulitan materi belajar
(stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan,
dan budaya belajar.
Purwanto (2002: 102) dalam Thobroni (2015: 28), menyatakan, “Berhasil
atau tidaknya perubahan belajar tingkah laku dan kecakapan dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor yang dibedakan menjadi dua golongan yaitu faktor
individual dan faktor sosial.” Faktor individual ialah faktor yang ada dalam diri
organisme tersebut yang meliputi faktor kematangan atau pertumbuhan,
kecerdasan dan intelegensi, latihan dan ulangan, motivasi, dan pribadinya.
Sedangkan faktor sosial ialah faktor yang ada di luar individu tersebut yang
meliputi faktor keluarga atau keadaan rumah, guru dan cara mengajarnya, alat-alat
yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang
tersedia, serta motivasi sosial.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi belajar yaitu faktor internal dan eksternal. Pengaruh yang
ditimbulkan antar faktor tersebut dapat memberikan dampak positif dan negatif
20
kepada siswa. Oleh karena itu, perlu adanya kerjasama antara pihak keluarga,
sekolah, dan masyarakat agar siswa dapat belajar dengan sebaik-baiknya.
2.1.3 Pembelajaran
Belajar dan pembelajaran merupakan dua kata yang berbeda, namun
sangat erat kaitannya satu sama lain. Bahkan, kedua kegiatan tersebut saling
menunjang dan memengaruhi. Belajar merupakan suatu kegiatan yang terdapat
dalam pembelajaran. Miarso (1993) dalam Siregar dan Nara (2010 :12-13)
mengatakan, “Pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara
sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses
dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali.”
Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003 dinyatakan, “Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru
dan sumber belajar pada lingkungan belajar.” Briggs (1992) dalam Rifa’i dan
Anni (2012: 159) menjelaskan, “Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang
memengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga siswa itu memperoleh kemudahan
dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan. Dengan kata lain, pembelajaran
dapat diartikan sebagai proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan
baik.”
Dari berbagai pendapat tentang pengertian pembelajaran tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi guru dengan
siswa agar siswa diberikan kemudahan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan.
21
2.1.4 Motivasi belajar
Bagian ini akan membahas tentang motivasi belajar dengan sub bagian;
pengertian motivasi belajar, fungsi motivasi belajar, prinsip-prinsip motivasi
belajar, ciri-ciri motivasi belajar, faktor-faktor motivasi belajar, cara
meningkatkan motivasi belajar, dan indikator motivasi belajar. Ulasan lebih
jelasnya akan diuraikan berikut ini.
2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar
Rifa’i dan Anni (2012: 133) mengatakan, “Motivasi merupakan salah satu
faktor yang ikut menentukan keberhasilan anak di dalam belajar.” Kurangnya
motivasi belajar dapat menyebabkan anak kurang percaya diri dan menimbulkan
perasaan-perasaan yang negatif dalam belajar. Definisi motivasi menurut
Mc.Donald dalam Hamalik (2015: 158) menyatakan, “motivation is an energy
change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal
reaction.” Pendapat tersebut bermakna bahwa motivasi adalah perubahan energi
dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan
reaksi untuk mencapai tujuan. Sedangkan Uno (2016: 3) mengemukakan,
“Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk
berusaha mengadakan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi
kebutuhannya." Dari berbagai pendapat tentang pengertian motivasi tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan dalam diri seseorang
untuk mencapai tujuan yang dibutuhkannya.
22
Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Uno
(2016:23) mengatakan bahwa,“motivasi belajar adalah dorongan internal dan
eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar mengadakan perubahan tingkah
laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.”
Sedangkan, Siregar dan Nara (2010 :51) menyatakan motivasi belajar merupakan
daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar,
menjamin kelangsungan belajar demi mencapai tujuan.
Riduwan (2013:31) mengatakan bahwa motivasi belajar adalah dorongan
dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta arah belajar untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki. Sardiman (2014: 75) mengatakan,“Motivasi belajar
adalah faktor psikis yang bersifat non-intelektual.” Peranannya yang khas adalah
dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang, dan semangat untuk belajar.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar
adalah suatu dorongan yang ada pada siswa untuk melakukan kegiatan belajar
demi mencapai tujuan belajar. Seorang siswa yang memiliki motivasi tinggi, akan
merasa senang dan semangat mengikuti kegiatan belajar mengajar.
2.1.4.2 Fungsi Motivasi Belajar
Motivasi sangat diperlukan dalam proses kegiatan belajar. Jika ada
motivasi, maka hasil belajar akan lebih menjadi optimal. Semakin tepat motivasi
yang diberikan, makin berhasil pula pelajaran itu. Motivasi akan menentukan
intensitas usaha belajar bagi para siswa. Sardiman (2014: 85) menyatakan bahwa
ada tiga fungsi motivasi, yaitu: (1) mendorong manusia untuk berbuat, artinya
motivasi merupakan daya penggerak atau motor yang melepaskan energi dan
23
penggerak dari kegiatan yang akan dikerjakan; (2) menentukan arah perbuatan,
artinya motivasi memberi arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan
rumusan tujuannya; (3) menyeleksi perbuatannya, artinya motivasi menentukan
perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan
menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
Siregar dan Nara (2010: 51) mengatakan bahwa secara umum, terdapat
dua fungsi atau peranan penting motivasi dalam belajar. Pertama, motivasi
merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar dan menjamin kelangsungan belajar demi mencapai satu tujuan. Kedua,
motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat, dan
rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi
mempunyai energi yang banyak melaksanakan kegiatan belajar.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi
motivasi belajar sangat penting dalam pencapaian hasil belajar. Adanya motivasi
belajar pada diri siswa dapat memberikan semangat dalam kegiatan belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang mempunyai motivasi belajar akan
aktif melakukan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai hasil belajar yang baik.
2.1.4.3 Prinsip-prinsip Motivasi Belajar
Djamarah (2008: 153-155) mengatakan bahwa ada beberapa prinsip
motivasi dalam belajar, yaitu: (1) Motivasi sebagai penggerak yang mendorong
aktivitas belajar. Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang
mendorongnya. (2) Motivasi instrinsik lebih utama daripada motivasi ekstrinsik
dalam belajar. Siswa yang belajar berdasarkan motivasi intrinsik sangat sedikit
24
terpengaruh dari luar. Semangat belajarnya sangat kuat. Siswa belajar bukan
pengaruh dengan mendapatkan nilai tinggi, mengharap pujian, dan mengharapkan
hadiah tapi karena memeroleh ilmu sebanyaknya. Maka motivasi intrinsik lebih
utama dalam belajar. (3) Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman.
Walaupun hukuman dapat memicu semangat belajar siswa, tetapi masih lebih baik
penghargaan berupa pujian. Pujian dapat memberikan semangat kepada seseorang
untuk lebih meningkatkan prestasi kerjanya. Berbeda dengan pujian, hukuman
diberikan kepada anak untuk memberhentikan perilaku negatifnya. Hukuman
yang mendidik misalnya dalam bentuk penugasan meringkas mata pelajaran
tertentu, membersihkan halaman sekolah, menghapal ayat-ayat Al-Quran, dan
sebagainya. (4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar.
Kebutuhan yang tidak bisa dihindari oleh anak adalah keinginannya untuk
menguasai sejumlah ilmu pengetahuan. Siswa akan giat belajar untuk memenuhi
kebutuhannya demi memuaskan rasa ingin tahunya terhadap sesuatu. (5) Motivasi
dapat memupuk sifat optimis dalam belajar. Siswa yang mempunyai motivasi
dalam belajar selalu yakin dapat menyelesaikan setiap pekerjaan yang dilakukan.
(6) Motivasi melahirkan prestasi belajar. Tinggi rendahmya motivasi selalu
dijadikan indikator baik buruknya prestasi siswa atau tinggi rendahnya hasil
belajar siswa.
Berdasarkan uraian tersebut, terdapat enam prinsip motivasi dalam belajar.
Prinsip tersebut diharapkan tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus
diterangkan dalam aktivitas belajar mengajar. Guru perlu menerangkan dan
melaksanakan prinsip tersebut kepada siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
25
2.1.4.4 Ciri-ciri Motivasi Belajar
Sardiman (2014: 83) mengatakan bahwa motivasi belajar yang ada pada
diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri. Ciri-ciri orang yang memiliki motivasi
belajar, yaitu:
(1) tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam
waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai); (2) ulet
menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa); (3) menunjukkan
minat terhadap bermacam-macam masalah; (4) lebih senang
bekerja mandiri; (5) cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-
hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga
kurang kreatif); (6) dapat mempertahankan pendapatnya; (7) tidak
mudah melepas hal yang diyakini itu; (8) senang mencari dan
memecahkan masalah soal-soal.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan apabila seseorang memiliki
ciri-ciri tersebut, berarti orang itu selalu memiliki motivasi belajar yang cukup
kuat. Ciri-ciri motivasi tersebut akan sangat penting dalam kegiatan belajar
mengajar, karena kegiatan belajar mengajar akan berhasil baik jika siswa telah
memiliki ciri-ciri motivasi belajar tersebut.
2.1.4.5 Faktor-faktor Motivasi Belajar
Ada beberapa faktor yang memengaruhi motivasi belajar seseorang.
Dimiyanti dan Mudjiono (2013:97-100) menjelaskan ada beberapa faktor yang
memengaruhi motivasi belajar, yaitu: (1) Cita-cita atau aspirasi siswa; (2)
kemampuan siswa; (3) kondisi siswa; (4) kondisi lingkungan siswa; (5) unsur-
unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran; (6) upaya guru dalam
membelajarkan siswa.
Cita-cita siswa untuk menjadi seseorang akan memperkuat semangat
belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Cita-cita akan memperkuat motivasi
26
belajar instrinsik maupun ekstrinsik sebab tercapainya suatu cita-cita akan
mewujudkan aktualisasi diri. Kemampuan siswa akan memperkuat motivasi anak
untuk melaksanakan tugas-tugas yang diberikan. Keinginan seorang anak perlu
diimbagi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya.
Kondisi siswa meliputi kondisi jasmani dan rohani memengaruhi motivasi
belajar. Seorang siswa yang sedang sakit tidak akan bersemangat dalam belajar.
Kondisi lingkungan siswa berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal,
pergaulan sebaya, dan kehidupan kemasyarakatan. Lingkungan yang aman,
tentram, tertib, dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat.
Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran dapat berupa perasaan,
perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran yang mengalami perubahan. Guru
diharapkan mampu memanfaatkan surat kabar, majalah, siaran radio, televisi, dan
sumber belajar disekitar sekolah untuk memotivasi belajar. Upaya guru dalam
membelajarkan siswa seperti menyelenggarakan tertib belajar di sekolah,
membina disiplin belajar, membina belajar tertib pergaulan, dan membina belajar
tertib lingkungan sekolah.
Rifa’i dan Anni (2012:137) mengatakan bahwa ada enam faktor yang
didukung oleh sejumlah teori psikologi dan penelitian terkait yang memiliki
dampak substansial terhadap motivasi belajar. Keenam faktor yang dimaksud
yaitu: (1) sikap, (2) kebutuhan, (3) rangsangan, (4) afeksi, (5) kompetensi, (6)
penguatan. Sikap adalah kombinasi dari konsep, informasi, dan emosi yang
dihasilkan di dalam predisposisi untuk merespon orang, kelompok, gagasan,
peristiwa, atau objek tertentu secara menyenangkan atau tidak menyenangkan.
27
Sikap mempunyai pengaruh kuat terhadap perilaku dan belajar peserta didik
karena sikap memberikan pedoman kepada perilaku yang dapat membantu dalam
menjelaskan dunianya. Kebutuhan adalah kondisi seseorang sebagai suatu
kekuatan internal yang memandu siswa untuk mencapai tujuan. Teori kebutuhan
yang terkenal yaitu teori hierarki kebutuhan dari Maslow. Maslow (1954)
mengatakan bahwa, “Hierarki merupakan pemenuhan kebutuhan sesuai
tingkatannya.” Kebutuhan tersebut mencakup kebutuhan fisiologis, rasa aman,
kasih sayang, dihargai dan dihormati, serta aktualisasi diri.
Rangsangan merupakan perubahan di dalam persepsi atau pengalaman
dengan lingkungan yang membuat seseorang aktif. Afeksi berkaitan dengan
pangalaman emosional kecemasan, kepedulian, dan pemilikan dari individu pada
waktu belajar. Siswa merasakan sesuatu saat belajar dan memotivasi untuk
mencapai tujuan. Kompetensi mengasumsikan bahwa siswa secara alamiah
berusaha keras untuk berinteraksi dengan lingkungannya secara efektif. Penguatan
merupakan suatu usaha untuk mempertahankan atau meningkatkan kemungkinan
respon. Penguatan dapat berupa penguatan positif dan penguatan negatif.
Penguatan positif dapat meningkatkan usaha belajarnya. Penguatan negatif
merupakan stimulus aversif (perasan tidak setuju yang disertai dorongan untuk
menahan diri) atau peristiwa yang harus diganti atau dikurangi intensitasnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang memengaruhi motivasi belajar meliputi faktor dari dalam diri siswa seperti
cita-cita/aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siwa, sikap, kebutuhan, dan
afeksi. Selain itu, faktor motivasi belajar juga berasal dari luar diri siswa yang
28
meliputi kondisi lingkungan siswa, unsur-unsur dinamis dalam belajar, upaya
guru dalam membelajarkan siswa, rangsangan, kompetensi, dan penguatan. Jika
faktor-faktor motivasi belajar tersebut mendukung, maka motivasi belajar siswa
dapat optimal.
2.1.4.6 Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa. Sardiman (2014: 92-95) menjelaskan bahwa beberapa bentuk dan
cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah sebagai
berikut: memberi angka, hadiah, saingan/kompetisi, ego-involvement atau
menumbuhkan kesadaran, memberi ulangan, mengetahui hasil, pujian, hukuman,
hasrat untuk belajar, minat, dan tujuan yang diakui.
French dan Raven (1959) dalam Djamarah (2008: 170-173) menjelaskan
bahwa cara untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, yaitu: (1) pergunakan
pujian verbal; (2) pergunakan tes dan nilai secara bijaksana; (3) membangkitkan
rasa ingin tahu dan hasrat eksplorasi; (4) melakukan hal yang luar biasa; (5)
merangsang hasrat siswa; (6) memanfaatkan apersepsi siswa; (7) terapkan
konsep/prinsip yang unik dan luar biasa; (8) meminta siswa untuk
mempergunakan hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya; (9) pergunakan
simulasi dan permainan; (10) gunakan daya tarik sistem motivasi yang
bertentangan; (11) perkecil konsekuensi yang tidak menyenangkan terhadap siswa
dari keterlibatannya dalam belajar.
29
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai
macam cara untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Cara memotivasi siswa
disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi. Guru harus memikirkan
sebaik-baiknya usaha-usaha yang patut dilakukan untuk membangkitkan motivasi
belajar siswa agar mereka melaksanakan kegiatan belajar secara efektif.
2.1.4.7 Indikator Motivasi Belajar
Indikator motivasi belajar diklasifikasikan menjadi enam macam. Indikator
motivasi belajar tersebut mengutip pendapat dari Uno (2016:23) antara lain: (1)
adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam
belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan; (4) adanya penghargaan
dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya
lingkungan belajar yang kondusif.
2.1.5 Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Rifa’i dan Anni (2012: 69), “Merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar.” Jika setelah
melakukan proses belajar seseorang tidak mengalami perubahan perilaku maka
dapat dikatakan orang tersebut belum mendapatkan hasil belajarnya. Misalnya
jika seseorang mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan
perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.
Pendapat lain mengenai hasil belajar menurut Nawawi dalam K.Brahim
(2007: 39) dalam Susanto (2016: 5) yang menyatakan, “Hasil belajar dapat
diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran
di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal
30
sejumlah mata pelajaran tertentu.” Sudjana (2009: 22) mengatakan, “Hasil belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.” Dari berbagai pendapat mengenai pengertian hasil
belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa
yang diperoleh dari kemampuannya setelah menerima kegiatan belajar.
Bloom (1956) dalam Suprijono (2009: 6) mengklasifikasikan, “Hasil
belajar seseorang mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.”
Hasil belajar kognitif berkenaan dengan pengetahuan, kemampuan, dan
kemahiran intelektual. Hasil belajar afektif berkenaan dengan perasaan, sikap,
minat, dan nilai. Hasil belajar psikomotorik berkenaan dengan keterampilan fisik
seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
merupakan kemampuan yang diperoleh siswa dari hasil pengalaman belajar baik
kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Menurut Sardiman (2014: 26), “hasil belajar kognitif ditandai dengan
kemampuan berpikir, artinya tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir
tanpa bahan pengetahuan, sebaliknya kemampuan berpikir akan memperkaya
pengetahuan”. Instrumen yang digunakan dalam mengukur ranah kognitif
menurut Abidin (2016:142-6) yaitu tes tertulis yang terdiri dari: pilihan ganda,
isian atau melengkapi, dan uraian atau penugasan. Penelitian ini, instrumen yang
digunakan yaitu tes tertulis bentuk pilihan ganda. Alasan memilih bentuk soal
31
pilihan ganda karena keunggulannya dapat dinilai dengan mudah, cepat, dan
objektif serta mencakup materi yang luas.
Ranah afektif menurut Krathwohl, Bloom dan Masia (dalam Rifa’i, 2012:
71) meliputi tujuan belajar yang berkenaan dengan minat, sikap dan nilai serta
pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri. Instrumen yang digunakan
dalam menilai sikap menurut Abidin (2016:110) terdiri dari: observasi, penilaian
diri, penilaian antar siswa, dan jurnal. Penelitian ini, peneliti menilai sikap
menggunakan lembar observasi yang dilakukan oleh guru. Alasan memilih lembar
observasi karena keunggulannya dapat membantu guru mengetahui apakah yang
terjadi di kelas bahwa sikap masing-masing siswa sudah tercatat dengan baik.
Elizabeth Simpson (dalam Rifa’i, 2012: 73) kategori jenis perilaku untuk
ranah psikomotorik adalah persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan
terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian dan kreativitas. Arikunto (2013: 198)
menjelaskan, “instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan biasanya
menggunakan matriks.” Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan dan
memodifikasi penilaian psikomotor dari Kurikulum 2013, yaitu penilaian
menggambar dengan indikator: (1) kebenaran konsep dan (2) kerapian. Instrumen
yang digunakan yaitu observasi bentuk checklist (√).
2.1.6 Karakteristik Siswa SD
Dalam kaitannya dengan pendidikan di SD, seorang guru perlu memahami
sifat-sifat dan karakteristik siswanya, agar dapat memberikan pembinaan dengan
baik dan tepat, sehingga dapat meningkatkan potensi kecerdasaan dan
32
kemampuan siswa secara maksimal. Sardiman (2014: 120) mengemukakan,
“Karakteristik siswa adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada
siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga
menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.”
Sedangkan pendapat Piaget dalam Susanto (2016: 77) mengatakan,
“Perkembangan intelektual anak terdiri dari beberapa tahapan yang berbeda.”
Tahapan tesebut antara lain: (1) tahap sensori motor (usia 0-2 tahun); (2) tahap
pra-operasional (usia 2-7 tahun); (3) tahap operasional konkrit (usia 7-12 tahun);
(4) tahap operasional formal (usia 12 tahun-dewasa). Anak SD pada umumnya
berumur sekitar 6-12 tahun. Berdasarkan teori Piaget tersebut, maka anak SD
berada pada tahap perkembangan pra-operasional dan operasional konkret.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sumantri (2012: 6.3) karakteristik siswa
SD yang menonjol, antara lain “senang bermain, senang bergerak, bekerja dalam
kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung.” Oleh
karena itu, guru SD perlu merancang model pembelajaran yang memungkinkan
siswa terlihat aktif dan memungkinkan siswa untuk belajar dalam kelompok.
Dengan kata lain, pembelajaran perlu melibatkan siswa secara langsung dalam
proses pembelajaran.
Guru hendaknya mampu menerapkan model pembelajaran kooperatif yang
melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam kegiatan
belajar mengajar menyebabkan pembelajaran menjadi menarik dan
menyenangkan bagi siswa. Selain itu, guru harus dapat mengakomodasi
33
keragaman antar siswa sehingga semua siswa dapat mencapai tujuan
pembelajaran.
2.1.7 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD
Menurut Johnson dan Rising (1972) dalam Suherman, dkk (2003: 17)
menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, dan
pembuktian yang logik. Aisyah dkk (2007: 1.4) menjelaskan, “Hakikat
pembelajaran matematika merupakan proses yang sengaja dirancang dengan
tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan belajar yang memungkinkan siswa
melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada guru
dalam mengajar matematika.” Pembelajaran matematika harus memberikan
peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang
matematika. Sedangkan pendapat Susanto (2016: 186) mengemukakan bahwa:
pembelajaran matematika ialah proses belajar mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir
siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta
dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan
baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi matematika.
Mengajarkan matematika di SD memang tidak mudah. Guru diharapkan
mampu merancang pembelajaran yang bermakna, sehingga pembelajaran
matematika mudah dipahami siswa. Selain itu, pembelajaran matematika yang
diterapkan oleh guru hendaknya melibatkan dan mengaktifkan siswa dalam proses
menemukan konsep-konsep matematika, sehingga siswa mampu mengembangkan
kompetensi-kompetensi yang didapatkan pada mata pelajaran matematika.
34
Berdasarkan uraian di atas mengenai pembelajaran matematika di SD,
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di SD merupakan suatu
proses belajar mengajar yang sengaja dibangun sehingga memungkinkan siswa
dapat belajar matematika. Guru perlu menciptakan lingkungan belajar sesuai
tujuan dan kompetensi pembelajaran matematika dengan cara membangun situasi
pembelajaran yang menyenangkan dan memungkinkan siswa aktif membentuk,
menemukan, dan mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya.
2.1.8 Model Pembelajaran Konvensional
Arti kata konvensional menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
tradisional. Salah satu pendekatan pembelajaran yang masih sering digunakan
oleh guru sampai sekarang yaitu pendekatan pembelajaran konvensional. Dalam
kegiatan pembelajaran konvensional, peran guru lebih sangat dominan dan siswa
lebih banyak pasif untuk menerima informasi dari penjelasan yang disampaikan
oleh gurunya. Kegiatan pembelajaran tersebut misalnya siswa menyimak
penjelasan gurunya dalam memberikan contoh soal dan menyelesaikan soal-soal
di papan tulis, kemudian guru meminta siswa untuk bekerja sendiri dalam buku
teks atau lembar kerja siswa (LKS) yang telah disediakan. Susanto (2016: 192)
menyatakan, “Penerapan model pembelajaran konvensional antara lain dengan
menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas atau pekerjaan
rumah (PR).” Sistem pengajaran yang denikian ini menyebabkan siswa tidak
berpartisipasi aktif dalam mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran
konvensional ini, biasanya lebih menekankan pada latihan pengerjaan soal dan
35
banyak menggunakan rumus, sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti
mesin.
Dari berbagai metode yang terdapat dalam model pembelajaran
konvensional, metode yang dominan dan seringkali digunakan ialah metode
ceramah. Abimanyu (2008: 6) menjelaskan, “Metode ceramah merupakan
penyajian pelajaran oleh guru dengan cara memberikan penjelasan secara lisan
kepada siswa.” Proses pembelajarannya berpusat pada guru dan komunikasi
berlangsung satu arah. Ciri metode ceramah yaitu guru berbicara terus menerus di
depan kelas, sedangkan siswa hanya mendengarkan saja.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran konvensional merupakan suatu model pembelajaran yang lebih
mendominasikan pada guru sebagai sumber penyampai informasi pembelajaran
serta penggunaan metode ceramah lebih sering digunakan.
2.1.9 Model Pembelajaran Kooperatif
Dalam kegiatan pembelajaran, guru harus pandai memilih dan menentukan
model pembelajaran yang tepat, sehingga dapat menghasilkan pembelajaran yang
efektif dan dapat meningkatkan hasil belajar. Trianto (2011: 51) mengatakan,
“Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial.” Setiap model pembelajaran mengarahkan guru untuk mendesain
pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai berbagai tujuannya.
36
Selanjutnya Suprijono (2009: 46) mengatakan, “Melalui model
pembelajaran guru dapat membantu siswa mendapatkan informasi, ide,
keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.” Dalam pembelajaran
matematika, model pembelajaran perlu dipilih dan dikembangkan sesuai dengan
tujuan dan karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar. Selain itu, model
pembelajaran yang dipilih harus dititikberatkan pada kebutuhan anak. Runtukahu
(2016: 232) mengemukakan “Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengajarkan matematika adalah pembelajaran langsung, pembelajaran kooperatif,
penemuan terbimbing dan pembelajaran terpadu.”
Suprijono (2009: 54) menyatakan, “Pembelajaran kooperatif adalah
konsep yang luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.” Sedangkan menurut
Roger (1992) dalam Huda (2014: 29), mengemukakan bahwa:
pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran yang
diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan
pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-
kelompok siswa yang di dalamnya setiap siswa bertanggung jawab
atas kegiatan belajarnya sendiri dan didorong untuk meningkatkan
aktivitas belajar anggota-anggota lain.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran dimana siswa bekerjasama dalam sebuah kelompok kecil dan saling
tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.
Rusman (2014: 203) menjelaskan, “Pembelajaran kooperatif tidak sama
dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur pembelajaran kooperatif yang
37
membedakan dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.”
Pembagian kelompok tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kecerdasan siswa,
jenis kelamin, maupun ras. Setiap siswa dalam kelompok memiliki peranan dan
kontribusi masing-masing, sehingga tidak hanya siswa yang pintar yang dapat
berkembang, siswa dengan kurang pintar juga dapat belajar mengembangkan
kemampuannya. Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif menurut Slavin
(2015: 33) ialah “Untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep,
kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota
masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi.”
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif dapat memperluas pengetahuan siswa dan meningkatkan
hubungan baik antar siswa, yaitu dengan saling bekerjasama dalam kelompok-
kelompok kecil, mampu menyumbangkan gagasan yang ada dalam
pengetahuannya serta menjadikan dirinya sebagai kontribusi yang nyata dalam
memecahkan masalah sosial di masyarakat. Model pembelajaran kooperatif juga
sangat mendukung siswa untuk aktif berpendapat dengan temannya. Model
pembelajaran ini juga sangat baik untuk diterapkan dalam pembelajaran
matematika.
2.1.10 Model Pembelajaran TSTS
Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) termasuk salah satu tipe
model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menurut Shoimin (2014:
222), dilakukan secara berkelompok. Siswa dalam suatu kelompok wajib
38
melakukan kegiatan dua tinggal dua tamu yang artinya dua siswa tinggal di
kelompok dan dua siswa bertamu ke kelompok lain. Sejalan dengan hal tersebut,
Suprijono (2009: 93) mengungkapkan, “Pembelajaran dengan model kooperatif
tipe TSTS merupakan pembelajaran dengan metode yang diawali dengan
pembelajaran kelompok.”
Pendapat lain yaitu Sulisworo dan Suryani (2014: 59), menyatakan :
TSTS is one of types of cooperative learning model. Difference to
the other type of cooperative learning, the structure of TSTS
provides opportunities to submit work or information to the other
groups. The sharing activities familiarize students to respect the
each other opinions. Student can learn to express their opinions to
other. Recognition of the other student opinion can enhance
selfconfidence and motivate the students to espress their ideas or
opinions. Student fell their existence are trusted and valued
because each member has very important role and task in the
implementation of inter-group opinion sharing. These interactive
situations occur because the group cannot solve the task sharing
opinions without the good cooperative between group members.
Pendapat tersebut mengandung pengertian TSTS adalah salah satu model
kooperatif. Perbedaan model TSTS ini dengan model pembelajaran yang lain
adalah TSTS memberikan kesempatan untuk setiap kelompok menyerahkan
pekerjaan atau informasi kepada kelompok lain. Siswa dapat belajar
mengungkapkan pendapat mereka. Pendapat dari siswa ini dapat meningkatkan
rasa percaya diri dan memotivasi siswa untuk mengungkapkan ide-ide atau
pendapat mereka. Siswa merasa keberadaannya dipercaya dan dihargai karena
setiap anggota kelompok memiliki peran yang sangat penting dan tugas dalam
mengungkapkan pendapat antar kelompok. Pembelajaran interaktif ini karena
39
setiap kelompok tidak dapat memecahkan pekerjaannya sendiri tanpa kerjasama
yang baik antara anggota kelompok.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Huda, 2014: 207-
208) antara lain:
(1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya
terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan kelompok
heterogen, misalnya satu kelompok terdiri dari satu siswa berkemampuan
tinggi, dua siswa berkemampuan sedang, dan satu siswa berkemampuan
rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran kooperatif tipe TSTS
bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk saling
membelajarkan dan saling mendukung.
(2) Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas
bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing.
(3) Siswa bekerjasama dengan kelompok yang beranggotakan empat orang. Hal
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat
terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
(4) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
(5) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain.
(6) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan
temuan mereka dari kelompok lain.
40
(7) Setiap kelompok membandingkan dan membahas hasil-hasil kerja meraka.
(8) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
Model pembelajaran TSTS ini dapat dimanfaatkan untuk menguji seberapa
besar kesiapan siswa dalam belajar, melatih keterampilan dalam menjelaskan
materi, dan mengajak siswa untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Shoimin (2014: 225) menjelaskan model TSTS memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan model TSTS yaitu: (1) kecenderungan belajar siswa lebih
bermakna; (2) lebih berorientasi pada keaktifan siswa; (3) guru mudah
memonitor; (4) menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa. Sedangkan
kelemahan dari model TSTS yaitu: (1) membutuhkan waktu yang lama; (2) guru
tidak dapat mengetahui kemampuan masing-masing siswa dalam proses memberi
dan mencari informasi materi.
2.1.11 Teori Belajar Van Hiele
Van Hiele merupakan seorang pengajar matematika dari Belanda, yang
terkenal penelitiannya mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam
memahami materi geometri. Van Hiele dalam Aisyah (2007: 4-10) menyatakan
bahwa “Terdapat 5 tahapan anak didik dalam belajar geometri yaitu: (1) tahap
pengenalan; (2) tahap analisis; (3) tahap pengurutan; (4) tahap deduksi; dan (5)
tahap akurasi.” Kelima tahap tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Menurut Aisyah (2007: 4-3), “Tahapan yang diajarkan di jenjang SD hanya tahap
pengenalan, analisis dan pengurutan saja.”
41
Tahap pengenalan merupakan tahap anak didik mulai belajar mengenal
suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui
adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Pada tahap ini siswa
baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi, dan
bangun-bangun geometri lainnya. Untuk itu, guru harus memahami karakter anak
pada tahap ini, jangan sampai anak diajarkan sifat-sifat bangun geometri tersebut
hanya dengan hafalan bukan dengan pengertian yang dia temukan sendiri.
Pada tahap analisis, anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki
benda geometri yang diamati. Contohnya anak sudah mengenal bangun ruang
seperti kubus yang mempunyai 6 sisi dan rusuknya ada 12. Ia juga sudah mampu
menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri tersebut. Dalam
tahap ini anak didik belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara
suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya.
Sedangkan pada tahap pengurutan anak didik mulai mampu melakukan
penarikan kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun
kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui
pada tahap ini anak sudah mampu mengurutkan.
Dari pendapat Van Hiele mengenai tahapan pembelajaran geometri dapat
disimpulkan bahwa guru perlu memperhatikan tahapan belajar pada siswanya.
Pembelajaran yang diberikan guru perlu bertingkat, dari mulai yang mudah
hingga yang sukar. Untuk dapat memahami tingkatan belajar atau disebut juga
42
fase-fase yang terjadi dalam pembelajaran menurut Van Hiele dalam Aisyah
(2007: 4-10) terdapat 5 fase pembelajaran geometri antara lain yaitu, fase
informasi, fase orientasi, fase penjelasan, fase orientasi bebas, dan fase integrasi.
Pada awal tingkat yaitu fase informasi, guru dan siswa menggunakan tanya
jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa.
Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan
dari kegiatan ini adalah guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa
tentang topik yang dibahas, dan guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam
rangka menentukan langkah pembelajaran selanjutnya.
Fase yang kedua adalah fase orientasi. Pada fase ini siswa menggali topik
yang dipelajari melalui alat-alat yang telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan
berangsur-angsur menampakkan kepada siswa, struktur yang memberi ciri-ciri
sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi empat. Alat atau
pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon
khusus dari siswa.
Fase yang berikutnya adalah fase eksplisitasi atau penjelasan. Pada fase ini
dijelaskan bahwa berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan
pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu,
untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi
bantuan sedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada
tahap berpikir mulai tampak nyata.
43
Fase keempat yaitu fase orientasi bebas. Pada fase ini, siswa menghadapi
tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah,
tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka
memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang
investigasi tersebut, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.
Fase yang terakhir ialah fase integrasi. Fase ini, siswa meninjau kembali
dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam
membuat sintesis ini dengan melengkapi survei secara global terhadap apa yang
telah dipelajari.
2.1.12 Hubungan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van Hiele
dengan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa
Model pembelajaran TSTS merupakan salah satu tipe pembelajaran
kooperatif, yang pelaksanaannya dibentuk ke dalam kelompok belajar. Model
pembelajaran ini dilaksanakan dengan cara berbagi pengetahuan dan pengalaman
dengan kelompok lain. Huda (2014: 207) menyatakan, “Model pembelajaran
TSTS mempunyai tujuan agar siswa dapat bekerja sama, bertanggung jawab,
saling membantu memecahkan masalah dan melatih siswa untuk bersosialisasi
dengan baik.” Pelaksanaan model pembelajaran pada penelitian ini didukung
dengan perangkat lain, salah satunya yaitu penggunaan teori belajar. Aisyah
(2007: 4) menyatakan, “Salah satu teori yang dapat digunakan guru dalam
pembelajaran matematika yaitu teori belajar Van Hiele.” Alasan pemilihan teori
belajar Van Hiele yaitu karena teori tersebut mempunyai fase-fase yang dapat
44
memberi kemudahan bagi siswa untuk memahami materi geometri. Pemilihan
teori Van Hiele disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan yaitu materi
geometri tentang bangun datar. Terdapat lima fase dalam melaksanakan
pembelajaran teori Van Hiele yaitu fase informasi, orientasi, penjelasan, orientasi
bebas, dan integrasi (Aisyah, 2007: 9-10). Adanya perpaduan model pembelajaran
TSTS berbasis Teori Van Hiele akan membuat pembelajaran matematika lebih
menarik, menyenangkan, dan bermakna, karena pembelajaran disesuaikan dengan
fase-fase tingkat perkembangan siswa dalam berpikir, sehingga pembelajaran
tersebut dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Setiap siswa sangat memerlukan motivasi belajar. Karena motivasi belajar
sangat berkaitan dengan perolehan hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki
motivasi belajar akan memeroleh hasil belajar yang lebih tinggi, dibandingkan
dengan siswa yang tidak memiliki motivasi belajar. Seperti yang dikemukakan
Sardiman (2014: 85), “Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat.”
Dalam arti lain, guru sebagai pemegang proses pembelajaran, hendaknya bisa
mengusahakan agar setiap siswa memiliki motivasi belajar. Salah satu usaha yang
bisa dilakukan guru adalah dengan memunculkan motivasi ekstrinsik siswa yaitu
dengan menerapkan model pembelajaran.
2.1.13 Penerapan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van Hiele
terhadap Pembelajaran Bangun Datar di Kelas V SD
Bangun datar merupakan bagian pembelajaran matematika yaitu geometri.
Bangun datar merupakan sebuah bangun berupa bidang datar yang dibatasi oleh
beberapa ruas. Materi bangun datar pada penelitian ini terdapat pada Standar
45
Kompetensi (SK) 6. Memahami sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang serta
hubungan antar bangun. Kompetensi Dasar (KD) dari materi ini yaitu 6.1
mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dengan jumlah jam pelajaran (jp) dalam
KD ini yaitu 8 jp, yang dilaksanakan tiga kali pertemuan. Materi bangun datar
dalam penelitian ini meliputi mengidentifikasi ciri-ciri bangun datar dan
mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar seperti segitiga, persegi, persegi panjang,
trapesium, jajaran genjang, lingkaran, belah ketupat, dan layang-layang.
Penelitian ini menerapan pembelajaran model TSTS berbasis teori Van
Hiele terhadap pembelajaran bangun datar meliputi tahap persiapan, pembukaan,
proses pembelajaran, dan penutup. Tahap pertama yaitu tahap persiapan. Tahap
ini, guru mempersiapkan materi yang akan disampaikan kepada siswa, yaitu
tentang sifat-sifat bangun datar. Guru menyiapkan alat peraga berupa bentuk
bangun datar yaitu persegi, persegi panjang, segitiga, trapesium, jajar genjang,
layang-layang, belah ketupat dan lingkaran. Guru tidak hanya menyiapkan satu
bentuk saja melainkan berbagai macam bentuk, contohnya segitiga yang memiliki
berbagai macam jenis yaitu segitiga sembarang, siku-siku dan sama sisi. Bangun
datar tersebut memiliki warna yang kontras sehingga dapat menarik perhatian
siswa. Guru juga menyiapkan lembar kerja siswa (LKS) yang berisi permasalahan
yang harus dipecahkan bersama-sama.
Tahap yang kedua ialah tahap pembukaan. Pada tahap ini, guru
menyampaikan materi kepada siswa dan bertanya mengenai contoh-contoh benda
di sekitar yang berbentuk bangun datar. Seperti halnya fase pertama yang
diterapkan dalam teori belajar Van Hiele yaitu fase informasi, guru
46
memperkenalkan berbagai macam bangun datar. Selain itu, memperkenalkan kosa
kata khusus seperti sisi, sudut, diagonal, sisi yang berhadapan, dan sisi sejajar.
Melalui tanya jawab, guru dapat menggali kemampuan awal siswa dengan
bersama-sama mencari sifat-sifat bangun datar yaitu persegi.
Tahap selanjutnya merupakan proses pembelajaran. Dalam tahap ini, Guru
meminta siswa untuk menyelesaikan LKS yang sudah dibagi oleh guru. Guru
membimbing siswa untuk melakukan model pembelajaran TSTS. Adapun
langkah-langkah dalam model pembelajaran TSTS yaitu: (1) Guru membentuk
setiap kelompok yang terdiri dari 4 anggota secara heterogen. Setiap kelompok
diberi nama sesuai dengan bangun datar yang diberikan oleh guru. Kemudian guru
membagikan LKS dengan mengamati alat peraga yang telah diberikan (Fase
Orientasi). Guru juga memberikan bantuan kepada siswa sedikit mungkin
menggunakan bahasa yang tepat dan mudah dipahami siswa (Fase Penjelasan).
Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir siswa mulai
tampak nyata; (2) Setelah selesai, dua anggota dari masing-masing kelompok
diminta meninggalkan kelompoknya dan masing-masing menerima tamu dari
kelompok lain; (3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas
membagikan informasi dan hasil kerja mereka ke tamu mereka. Ketika
membagikan informasi dua orang yang tinggal tersebut menggunakan model
bangun datar. Sebagai contoh siswa mengukur panjang sisi pada persegi untuk
membuktikan bahwa persegi mempunyai empat sisi yang sama panjang; (4) Tamu
mohon diri dan kembali ke kelompok yang semula dan melaporkan apa yang
47
mereka temukan dari kelompok lain; (5) Guru menerapkan fase orientasi bebas
yaitu mengintruksikan kepada setiap kelompok untuk membuat suatu bangun
dengan menggunakan potongan beberapa bangun dan menyebutkan nama bangun
yang sudah terbentuk; dan (6) Setiap kelompok lalu membandingkan dan
membahas hasil pekerjaan mereka semua;
Kemudian, tahap terakhir adalah tahap penutup. Tahapan ini, guru
memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan hasil pekerjaannya
paling baik, serta memberikan motivasi kepada kelompok yang hasil pekerjaannya
belum memuaskan. Kemudian guru menerapkan fase integrasi yaitu bersama
siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Pada akhir pembelajaran siswa
mengerjakan soal evaluasi.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian relevan yang mengangkat tentang penerapan model
pembelajaran TSTS dalam pembelajaran telah banyak dipublikasikan. Banyak
hasil yang menunjukkan bahwa model pembelajaran TSTS merupakan model
pembelajaran yang efektif diterapkan dalam pembelajaran. Penggunaan teori
belajar Van Hiele juga pernah digunakan dalam penelitian terdahulu. Penelitian-
penelitian tersebut antara lain:
(1) Sulisworo and Fadiyah Suryani, Ahmad Dahlan University. A Research
about “The Effect of Cooperative Learning, Motivation and Information
Technology Literacy to Achievement”, as follow: The cooperative learning,
48
two stay two stray in this case, has better strategy to improve student
achievement on physics learning rather than the conventional strategy.
Sulisworo dan Fadiyah Suryani dari Universitas Ahmad Dahlan dengan judul
“Pengaruh pembelajaran kooperatif, motivasi dan literasi teknologi
informasi terhadap prestasi belajar”. Hasil penelitian menunjukkan
pembelajaran kooperatif, Two Stay Two Stray memiliki strategi yang lebih
baik untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika
daripada strategi pembelajaran konvensional.
(2) Abdullah, Teknology Malaysia University. A Research about “The Effects of
Van Hiele’s Phases of Learning Geometry on Students’ Degree of Acquisition
of Van Hiele Levels”. as follow: Therefore, it can be concluded that the
implementation of activities based on the Van Hiele phases of learning
geometry have a positive impact on the development of higher levels of
geometric thinking.
Abdullah dari Universitas Teknologi Malaysia dengan judul “Pengaruh Fase
Belajar Van Hiele pada Pembelajaran Geometri Siswa”. Hasil penelitian
menunjukkan pelaksanaan kegiatan berdasarkan fase Van Hiele dari
pembelajaran geometri memiliki dampat positif pada perkembangan tingkat
pemikiran geometris yang lebih tinggi.
(3) Penelitian yang dilakukan oleh Afriantika (2015) dari Universitas Negeri
Semarang, berjudul Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKn Melalui Model
Pembelajaran Two Stay Two Stray Berbantu Media audio-visual pada Siswa
Kelas IV SDN Karanganyar 01 Kota Semarang. Hasil penelitian yang
49
diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan keterampilan guru mengalami
peningkatan yaitu siklus I (70%) dan siklus II (83%). Sedangkan aktivitas
siswa juga mengalami peningkatan yaitu siklus I (72,5%) dan siklus II
(80,5%). Serta ketuntasan belajar mengalami peningkatan yaitu siklus I
(69%) dan siklus II (82%). Jadi dapat disimpulkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengamatan terhadap peningkatan pembelajran PKn
yang meliputi kemampuan guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa
dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan model tersebut mengalami
peningkatan pada setiap siklusnya.
Perbedaan dalam penelitian ini yaitu terletak dalam variabel, objek penelitian,
dan mata pelajaran. Penelitian ini menggunakan variabel kualitas
pembelajaran dan model Two Stay Two Stray. Pada mata pelajaran PKn untuk
siswa kelas IV SDN 01 Karanganyar 01 Kota Semarang.
(4) Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti (2016) dari Universitas Negeri
Semarang, berjudul Keefektifan Two Stay Two Stray Terhadap Aktivitas dan
Hasil Belajar Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kelas IV SDN Kajongan
Kabupaten Pekalongan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengamatan
terhadap aktivitas belajar siswa, ditunjukkan dengan hasil uji hipotesis
aktivitas belajar siswa yang menunjukkan bahwa harga thitung sebesar 8,221
dan harga ttabel sebesar 2,119. Karena thitung > ttabel (8,221 > 2,119), maka Ho
ditolak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa rata-rata skor aktivitas belajar siswa
kelas IV yang pembelajarannya menerapkan model Two Stay Two Stray lebih
baik dari pada menggunakan model pembelajaran konvensional. Sedangkan
50
hasil belajar mengalami peningkatan juga yaitu rata-rata nilai hasil belajar
kelas kontrol 80,31 dan kelas eksperimen sebesar 87,05. Jadi disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa pada pembelajaran dengan menggunakan model
Two Stay Two Stray lebih efektif dari pada menggunakan model
pembelajaran konvensional.
Perbedaan dalam penelitian ini yaitu terletak dalam variabel, mata pelajaran,
dan objek penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel Two Stay Two
Stray, aktivitas dan hasil belajar. Pada mata pelajaran IPA untuk siswa kelas
IV SDN Kajongan, Kabupaten Pekalongan.
(5) Penelitian yang dilakukan oleh Fardha (2015) dari Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang, berjudul Efektivitas Model Pembelajaran Two Stay
Two Stray (TSTS) Berbantu Media Pembelajaran Macromedia Flash pada
Materi Bilangan Pecahan terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP NU 07
Brangsong Kendal. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan
desain penelitian ini yaitu Posstest-Only Control Design. Berdasarkan hasil
penelitiannya menunjukkan rata-rata hasil belajar peserta didik pada kelas
eksperimen yaitu diperoleh rata-rata nilai yaitu 83,15 sedangkan rata-rata
hasil belajar peserta didik pada kelas kontrol yang menggunakan
pembelajaran konvensional diperoleh rata-rata nilai yaitu 66,15. Jadi dapat
disimpulkan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) berbantu
media pembelajaran macromedia flash efektif dalam meningkatkan hasil
belajar.
51
Perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu terletak dalam variabel, materi
pelajaran, dan objek penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel model
TSTS berbantu macromedia flash dan hasil belajar. Pada materi pelajaran
pecahan untuk siswa kelas VII SMP NU 07 Brangsong Kendal.
(6) Penelitian yang dilakukan oleh Almiati (2011) dari Universitas Negeri
Semarang dengan judul “Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Two
Stay Two Stray terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika
Siswa SMK Negeri 8 Semarang dalam Materi Integral”. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada akhir siklus kedua rata-rata hasil belajar 81,29,
ketuntasan hasil belajar 88,57% dan persentase aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran 85%. Hasil ini menunjukkan bahwa ketuntasan hasil belajar ≥
85% dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran ≥ 80% yang berarti sudah
ada peningkatan kualitas pembelajaran matematika siswa SMK Negeri 8
Semarang. Jadi, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Two Stay Two
Stray dapat meningkatan kualitas pembelajaran matematika.
Perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu terletak dalam variabel, materi
pelajaran, dan objek penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel model
Two Stay Two Stray dan kualitas pembelajaran matematika. Pada materi
pelajaran integral untuk siswa SMK Negeri 8 Semarang.
(7) Penelitian yang dilakukan oleh Sasmita dkk (2013) dari Universitas
Pendidikan Ganesha, berjudul Pengaruh Teori Van Hiele dalam
Pembelajaran Geometri terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SD di Desa
Sinabun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar kelompok siswa
52
yang mengikuti pembelajaran geometri dengan teori Van Hiele dan kelompok
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional (thitung= 8,94 >ttabel = 2,000).
Rata-rata hitung hasil belajar kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran
geometri dengan menggunakan teori Van Hiele sebesar 42,48 dan rata-rata
hitung hasil belajar kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran geometri
dengan menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 32,77. Hal tersebut
berarti, hasil belajar kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran geometri
dengan teori Van Hiele lebih baik dari pada hasil belajar kelompok siswa
yang mengikuti pembelajaran geometri dengan menggunakan pembelajaran
konvensional.
Perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu terletak dalam variabel dan tempat
penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel teori Van Hiele dan hasil
belajar. Pada ini dilakukan di SD Desa Sinabun.
(8) Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2011) dari Institut Agama Islam
Negeri Walisongo Semarang, berjudul Efektivitas Model Pembelajaran Van
Hiele dengan Alat Peraga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik
pada Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Datar di Kelas VIII MTs Darussalam
Kroya Tahun Pelajaran 2010/2011. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen dengan desain penelitian ini yaitu Posstest-Only Control Design.
Dari hasil penelitian diperoleh data yang dianalisis dengan uji perbedaan rata-
rata (uji t) pihak kanan. Berdasarkan perhitungan hasil penelitian diperoleh
thitung= 6,6336, sedangkan ttabel = 1,997. Karena thitung>ttabel maka Ho ditolak.
53
Artinya rata-rata hasil belajar matematika yang diajar dengan menggunakan
model pembelajaran Van Hiele dengan alat peraga lebih baik, daripada rata-
rata hasil belajar matematika yang diajar dengan pembelajaran konvensional.
Perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu terletak dalam variabel, materi
pelajaran, dan objek penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel teori
Van Hiele dan hasil belajar. Pada materi pelajaran bangun ruang sisi datar
untuk siswa VIII MTs Darussalam Kroya.
(9) Penelitian yang dilakukan oleh Safrina (2014) dari Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh, berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Geometri Melalui Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori Van Hiele”. Hasil
penelitian diperoleh bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah
pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol dengan perolehan
nilai sig. 0,000 < 0,05 pada uji-t yang dilakukan. Selanjutnya, dari pengujian
x2 diperoleh bahwa terdapat hubungan antara tingkat berpikir dengan
peningkatan kemampuan pemecahan masalah melalui pembelajaran
kooperatif berbasis teori Van Hiele dengan kategori tingkat keeratan
hubungan adalah cukup (0,421).
Perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu terletak dalam variabel dan objek
penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel tingkat berpikir dan
kemampuan pemecahan masalah melalui pembelajaran kooperatif berbasis
teori Van Hiele. Penelitian tersebut dilakukan di siswa kelas VII MTsN
Model Banda Aceh.
54
(10) Penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Budiarti (2015) dari Universitas
Jember, berjudul “Pengaruh Penerapan Teori Belajar Van Hiele terhadap
Hasil Belajar Pokok Bahasan Luas Persegi dan Persegi Panjang Siswa
Kelas III SDN Sumbersari 01 Jember Tahun Pelajaran 2014/2015”.
Berdasarkan analisis tersebut diperoleh thitung > ttabel yaitu 7,672 > 1,995,
dengan demikian hipotesis nihil (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha)
diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang menerapkan
teori belajar Van Hiele lebih baik daripada yang menerapkan pembelajaran
konvensional.
Perbedaan dalam penelitian tersebut yaitu terletak dalam variabel, materi
pelajaran, dan objek penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel teori
Van Hiele dan hasil belajar. Pada materi pelajaran luas persegi dan persegi
panjang untuk siswa III SDN Sumbersari 01 Jember.
Kesepuluh penelitian yang telah dikemukakan tersebut, merupakan
penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian pertama, ketiga, keempat, kelima, dan keenam yaitu menggunakan
model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS). Persamaan penelitian ini
dengan penelitian kedua, ketujuh, kedelapan, kesembilan, dan kesepuluh yaitu
menggunakan teori belajar Van Hiele. Perbedaannya yaitu pada mata pelajaran,
variabel penelitian dan objek penelitian. Pada penelitian ini, mata pelajaran yang
diterapkan yaitu matematika materi bangun datar, dengan variabel model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele, motivasi dan hasil belajar,
kemudian objek penelitiannya yaitu siswa kelas V SDN Guci 01 Kabupaten
Tegal.
55
2.3 Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang harus dilalui oleh
setiap siswa SD. Agar mendapatkan hasil pembelajaran matematika yang
maksimal, guru harus mampu memilih dan menerapkan model pembelajaran yang
tepat. Namun pada kenyataannya, guru belum menerapkan model pembelajaran
yang inovatif dan menarik minat belajar siswa pada pembelajaran matematika.
Guru lebih sering menerapkan model pembelajaran konvensional dalam
menyampaikan materi ajar. Suasana kelas yang timbul pada pembelajaran ini
cenderung berpusat pada guru, sehingga siswa menjadi kurang termotivasi dalam
mengikuti pembelajaran matematika, pasif dan kurang berani untuk bertanya atau
mengemukakan pendapatnya saat pembelajaran berlangsung.
Kenyataan itu juga terjadi pada pembelajaran matematika kelas V SDN
Guci 01 Kabupaten tegal pada materi bangun datar. Masalah yang berkenaan
dengan bangun datar sering siswa temui dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu, penting bagi guru dalam merencanakan model pembelajaran yang tepat untuk
digunakan dalam menyampaikan materi bangun datar, salah satunya dapat
menggunakan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS). Selain itu, guru
juga perlu memperhatikan tahapan berpikir siswa dalam menerima materi yang
diberikan, salah satunya dapat menggunakan teori belajar Van Hiele untuk
pembelajaran geometri khususnya materi bangun datar.
Penelitian yang menerapkan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van
Hiele diharapkan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan motivasi dan hasil
56
belajar matematika pada materi bangun datar pada siswa kelas V di SDN Guci 01
Kabupatem Tegal. Peneliti akan mengetahui keefektifan dari model pembelajaran
TSTS berbasis teori Van Hiele pada kelas eksperimen dan penggunaan model
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Peneliti hendak membandingkan
motivasi dan hasil belajar di antara kedua kelas yang diberi perlakuan berbeda.
Dengan adanya perbedaan perlakuan, harapannya dapat diketahui model mana
yang terbukti lebih efektif terhadap motivasi dan hasil belajar siswa. Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Pembelajaran Matematika di SD
Kelas eksperimen menggunakan
model pembelajaran TSTS
berbasis teori Van Hiele
Kelas kontrol menggunakan
model pembelajaran
konvensional
Motivasi dan hasil belajar siswa
dengan model pembelajaran
TSTS berbasis teori Van Hiele
Motivasi dan hasil belajar siswa
dengan model pembelajaran
konvensional
Dibandingkan
1. Apakah ada perbedaan antara motivasi dan hasil belajar matematika
siswa yang menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori
Van Hiele dengan yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.
2. Apakah penggunaan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van
Hiele efektif terhadap motivasi dan hasil belajar siswa daripada
menggunakan model pembelajaran konvensional.
57
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono 2015: 99). Berdasarkan
landasan teori dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
Ho1: Tidak ada perbedaan antara motivasi belajar yang menggunakan model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dengan yang menggunakan
model pembelajaran konvensional pada pembelajaran matematika kelas
V materi bangun datar (µ1 = µ2).
Ha1: Ada perbedaan antara motivasi belajar yang menggunakan model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dengan yang menggunakan
model pembelajaran konvensional pada pembelajaran matematika kelas
V materi bangun datar (µ1 ≠ µ2).
Ho2: Tidak ada perbedaan antara hasil belajar yang menggunakan model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dengan yang menggunakan
model pembelajaran konvensional pada pembelajaran matematika kelas
V materi bangun datar (µ1 = µ2).
Ha2: Ada perbedaan antara hasil belajar yang menggunakan model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dengan yang menggunakan
58
model pembelajaran konvensional pada pembelajaran matematika kelas
V materi bangun datar. (µ1 ≠ µ2).
Ho3: Motivasi belajar siswa kelas V pada pembelajaran matematika materi
bangun datar menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori
Van Hiele tidak lebih baik daripada yang menggunakan model
pembelajaran konvensional (µ1 ≤ µ2).
Ha3: Motivasi belajar siswa kelas V pada pembelajaran matematika materi
bangun datar yang menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis
teori Van Hiele lebih baik daripada yang menggunakan model
pembelajaran konvensional (µ1 > µ2).
Ho4: Hasil belajar siswa kelas V pada pembelajaran matematika materi bangun
datar yang menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van
Hiele tidak lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran
konvensional (µ1 ≤ µ2).
Ha4: Hasil belajar siswa kelas V pada pembelajaran matematika materi bangun
datar yang menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van
Hiele lebih baik daripada yang menggunakan model pembelajaran
konvensional (µ1 > µ2).
142
BAB 5
PENUTUP
Penutup merupakan kajian kelima dalam penelitian. Bab ini berisi simpulan dan
saran dari hasil penelitian.
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dari penelitian yang
berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran TSTS Berbasis Teori Van Hiele
terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Materi Bangun Datar Siswa Kelas V SDN
Guci 01 Kabupaten Tegal”, dapat dikemukakan simpulan penelitian sebagai
berikut.
(1) Terdapat perbedaan motivasi belajar matematika materi bangun datar pada
siswa kelas V SDN Guci 01 Kabupaten Tegal antara pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dan yang
menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan
hasil uji hipotesis data motivasi belajar dengan menggunakan independent
samples t test melalui program SPSS versi 21 yang menunjukkan bahwa nilai
thitung> ttabel (3,198 > 1,990) dan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,002 <
0,05).
(2) Terdapat perbedaan hasil belajar matematika materi bangun datar pada siswa
kelas V SDN Guci 01 Kabupaten Tegal antara pembelajaran yang
menggunakan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dan yang
143
160
menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan
hasil uji hipotesis menggunakan independent samples t test melalui program
SPSS versi 21 yang menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel (3,009 > 1,990)
dan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,003< 0,05).
(3) Motivasi belajar siswa kelas V SDN Guci 01 Kabupaten Tegal dalam
pembelajaran matematika materi bangun datar dengan model pembelajaran
TSTS berbasis teori Van Hiele lebih baik (efektif) daripada model
pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata persentase nilai
indeks motivasi belajar di kelas eksperimen sebesar 79,02% yang tergolong
dalam kategori tinggi, sedangkan di kelas kontrol sebesar 76,57% yang
tergolong dalam kategori tinggi. Kedua kelas tersebut memiliki kategori yang
tinggi, tetapi berbeda nilai indeksnya. Nilai indeks motivasi belajar di kelas
eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Selain itu dapat dibuktikan
dari hasil uji hipotesis menggunakan one sample t test melalui program SPSS
versi 21 yang menunjukkan bahwa thitung > ttabel (4,300 > 1,685) dan nilai
signifikansi kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05).
(4) Hasil belajar siswa kelas V SDN Guci 01 Kabupaten Tegal dalam
pembelajaran matematika materi bangun datar dengan model pembelajaran
TSTS berbasis teori Van Hiele lebih baik (efektif) daripada model
pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai hasil tes
akhir (posttest) kelas eksperimen sebesar 75,05, lebih tinggi dari rata-rata
nilai hasil tes akhir (posttest) kelas kontrol sebesar 64,50. Selain itu dapat
dibuktikan dari hasil uji hipotesis menggunakan one sample t test melalui
144
160
program SPSS versi 21 yang menunjukkan bahwa nilai thitung > ttabel (4,612 >
1,685) dan nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05).
Berdasarkan penghitungan statistika, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele efektif terhadap peningkatan
motivasi dan hasil belajar siswa kelas V SDN Guci 01 Kabupaten Tegal pada
pembelajaran matematika materi bangun datar.
5.2 Saran
Terkait hasil penelitian dan pembahasan serta simpulan yang telah
dipaparkan, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut.
5.2.1 Bagi Siswa
Siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TSTS
berbasis teori Van Hiele perlu memperhatikan penjelasan guru dengan sungguh-
sungguh mengenai langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran TSTS
berbasis teori Van Hiele, sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan dengan
lancar dan optimal. Siswa dalam menyampaikan materi ke teman yang lain harus
jelas dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, sehingga siswa yang
menyimak penjelasannya dapat menerima materi yang disampaikan dengan baik.
5.2.2 Bagi Guru
Sebelum menerapkan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele,
guru hendaknya merencanakan pembelajaran yang akan dilaksanakan, terutama
hal-hal model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele, seperti pembagian
145
160
kelompok siswa yang memiliki kemampuan heterogen. Guru pada saat
pembelajaran perlu menyampaikan langkah-langkah model pembelajaran TSTS
berbasis teori Van Hiele dengan jelas, sehingga siswa dapat mengikuti langkah-
langakah model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dengan benar.
Manajemen waktu perlu dipertimbangkan dengan matang karena model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele memerlukan waktu yang lama.
Selain itu, media pembelajaran (alat peraga) juga perlu dipersiapkan dengan
matang seperti berbagai jenis bangun datar, penggaris, busur derajat, jangka dan
media tangram.
5.2.3 Bagi Sekolah
Pihak sekolah sebaiknya dapat mendukung pelaksanaan model
pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele dalam pembelajaran tidak hanya
pada mata pelajaran matematika, tetapi juga pada mata pelajaran yang lain. Usaha
yang dapat dilakukan sekolah yaitu melalui peningkatan sumber daya manusia
dengan mengikutsertakan guru dalam kegiatan-kegiatan seperti pelatihan,
seminar, atau lokakarya pendidikan yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas
guru. Sekolah juga hendaknya memberikan fasilitas dan kelengkapan yang
mendukung pelaksanaan model ini, baik bagi guru maupun siswa. Fasilitas dan
kelengkapan yang dimaksud antara lain media pembelajaran (alat peraga), sumber
belajar yang memadai, dan buku-buku relevan.
5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa kendala
dalam menerapkan model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele Salah
146
160
satunya yaitu, guru kurang mengetahui kemampuan masing-masing siswa dalam
proses memberi dan mencari informasi materi. Oleh karena itu, guru perlu
memberikan contoh kepada siswa cara menjelaskan proses memberi dan mencari
informasi materi dan guru perlu menganalisis kemampuan awal siswa, agar
mengetahui daya kemampuan yang dimiliki masing-masing siswa.
Kendala selanjutnya yaitu pelaksanaan pembelajaran melebihi batas waktu
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, guru perlu merancang alokasi waktu
dengan memerhatikan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi dalam
pembelajaran.
Bagi peneliti lanjutan yang akan melakukan penelitian sejenis disarankan
untuk memperhatikan kelemahan-kelemahan model pembelajaran TSTS berbasis
teori Van Hiele. Selain itu, peneliti lanjutan perlu mengkaji lebih dalam
mengenai model pembelajaran TSTS berbasis teori Van Hiele, sehingga
penelitian yang dilakukan semakin lebih baik.
147
160
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2012. A Research about “The Effects of Van Hiele’s Phases of
Learning Geometry on Students’ Degree of Acquisition of Van Hiele
Levels”. Teknology Malaysia University. Online. Available at
https://www.researchgate.net/publication/273851798_The_Effects_of_Van
_Hiele%27s_Phases_of_Learning_Geometry_on_Students%27_Degree_o
_Acquisition_of_Van_Hiele_Levels (diakses 29/ 05/ 2017)
Abidin, Yunus. 2016. Revitalisasi Penilaian Pembelajaran dalam Konteks
Pendidikan Multiliterasi Abad Ke-21. Bandung: PT. Refika Aditama.
Abimanyu, Soli, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Afriantika. 2015. Peningkatan Kualitas Pembelajaran PKn Melalui Model
Pembelajaran Two Stay Two Stray Berbantu Media audio-visual pada
Siswa Kelas IV SDN Karanganyar 01 Kota Semarang. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
Aisyah, Nyimas, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Almiati. 2011. Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray
terhadap Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Siswa SMK
Negeri 8 Semarang dalam Materi Integral. Online. Available at
http://ejurnal. upgrismg.ac.id/index.php/aksioma/article/view/230-[diakses
29/ 05/ 2017]
Anitah W, Sri. 2009. Strategi Pembelajaran SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Aunurrahman. 2014. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
______. 2015. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Jakarta: Bumi Aksara.
Baharuddin. 2015. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
148
160
Budiarti, Vivi Lia. 2015. Pengaruh Penerapan Teori Belajar Van Hiele Terhadap
Hasil Belajar Pokok Bahasan Luas Persegi dan Persegi Panjang Siswa
Kelas III SDN Sumbersari 01 Jember Tahun Pelajaran 2014/201. Online.
Available at http://repository.unej.ac.id/123456789/65219/-[diakses 29/
05/ 2017]
Desmita. 2014. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Dimiyanti dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Fardha. 2015. Efektivitas Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
Berbantu Media Pembelajaran Macromedia Flash pada Materi Bilangan
Pecahan terhadap Peserta Didik Kelas VII SMP NU 07 Brangsong
Kendal. Skripsi. Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. Semarang: CV
Indoprint
Hamalik, Oemar. 2015. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Huda, Miftakhul. 2014. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur, dan
Model Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Karso, dkk. 2011. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka.
Musfiqon. 2012. Panduan Lengkap Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 22 Tahun 2016 tentang
Standar Proses Pendidikan dan Menengah Bab I. Online. Avaible at http:// luk.tsipil.ugm.ac.id/atur/bsnp/Permendikbud22-016SPDikdasmen.pdf. (diakses pada tanggal 3 April 2017)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor No.16 Tahun 2007 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pasal 1 ayat 1. Online. Avaible at https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/Permendiknas16-2007 KompetensiGuru.pdf. (diakses pada tanggal 28 April 2017)
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Online. Avaible at http://www.aidsindonesia.or.id/uploads/20130729141205.Permendiknas_No_22_Th_2006.pdf. (diakses pada tanggal 28 April 2017)
149
160
Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta:
MediaKom.
Riduwan. 2013. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung:
Alfabeta.
______. 2015. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta.
Rifa’i, Achmad dan Catharina Tri Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang:
UNNES Press.
Runtukahu, Tombokan dan Selpius Kandou. 2016. Pembelajaran Matematika
Dasar Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Rusman. 2014. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
Safrina. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri Melalui
Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori Van Hiele. Jurnal. Universitas
Syiah Kuala: Banda Aceh.
Sardiman. 2014. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers.
Sasmita, Lisa dkk. 2013. Pengaruh Teori Van Hiele dalam Pembelajaran
Geometri terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SD di Desa
Sinabun.Jurnal. Dapat diakses di
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/viewFile/689/56
(diunduh 29/ 01/ 2017)
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:
Galia Indonesia.
Slameto. 2013. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Slavin, R.E. 2015. Cooperative Learning: Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:
Nusa Media.
150
160
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:
Alfabeta.
Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sulisworo, Dwi dan Fadiyah Suryani. 2014. The Effect of Cooperative Learning,
Motivation and Information Technology Literacy to Achievement. Ahmad
Dahlan University. Vol 4 No. 2. Online tersedia
dihttp://www.macrothink.org/journal/index.php/ijld/article/viewFile/4908/
4439 (diakses tanggal 02/02/ 2017)
Sumantri, Mulyani dan Nana Syaodih. 2012. Perkembangan Peserta Didik.
Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Supriyanto, Teguh. 2009. Ringkasan Bahan Ajar Statistika Pendidikan.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Susanti. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Van Hiele dengan Alat Peraga
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Peserta Didik pada Materi Pokok
Bangun Ruang Sisi Datar di Kelas VIII MTs Darussalam Kroya Tahun
Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang.
Susanto, Ahmad. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Thobroni. 2015. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Thoifah, I. 2015. Statistika Pendidikan dan Metode Penelitian Kuantitatif.
Malang: Madani.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group.
Trihendradi. 2013. Step By Step: IBM SPSS 21: Analisis Data. Yogyakarta: Andi
Publisher.
151
160
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Online. Tersedia di www.inherent-
dikti.net/files/sisdiknas.pdf (diakses 28/04/2017).
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen. Online. Tersedia di www.multisite.itb.ac.id/sa/wp-
content/uploads/sites/44/2016/03/UU 14 2005.pdf. (diakses 28/04/2017).
Uno, Hamzah B. 2016. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Wibowo, Mungin Eddy, dkk. 2010. Panduan Penulisan Karya Ilmiah. Semarang:
Unnes Press.
Widoyoko, Eko Putro. 2015. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Widyastuti. 2016. Keefektifan Two Stay Two Stray Terhadap Aktivitas dan Hasil
Belajar Pemanfaatan Sumber Daya Alam Kelas IV SDN Kajongan
Kabupaten Pekalongan. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Yonny, Acep, dkk. 2010. Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:
Familia.