Download - Laporan Kasus Hernia Inguinalis Fidha
LAPORAN KASUS
HERNIA INGUINALIS LATERALIS
IREPONIBILIS
OLEH:
NURUL MUFIDAH DAMRY
PEMBIMBING
dr. ALFRETH LANGITAN, Sp.B., FINACS
DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS PADA
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Hernia adalah istilah umum yang menggambarkan adanya benjolan atau
protrusi suatu organ atau jaringan ke dalam jalur abnormal secara struktural. Kata
hernia berasal dari latin yang berarti “ruptur”. 1
Meskipun ada banyak jenis hernia, yang paling sering ditemukan adalah
yang berkaitan dengan abdomen, dimana 75% dari seluruh hernia adalah pada
daerah inguinal. Angka kejadian hernia dinding abdominal terjadi kurang lebih
4.7 juta kasus secara berkala. 1
Kejadian hernia inguinal adalah sekitar 9 : 1 pada laki-laki dibandingkan
pada perempuan dengan insiden tertinggi pada usia 40 – 59 tahun. Di Amerika
Serikat diperkirakan satu dari empat pria di Amerika Serikat secara medis telah
diketahui mengalami hernia inguinalis. 1
Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa hernia inguinal
direk, indirek, serta hernia femoralis; hernia insisional 10%, hernia ventralis 10%,
hernia umbilikalis 3%, dan hernia lainnya sekitar 3%. 2
Risiko untuk terjadinya hernia inguinal diperkirakan sekitar 27% pada pria
dan 3% pada wanita. Frekuensi perbaikan melalui prosedur bedah bervariasi di
setiap negara dan berkisar sekitar 10 kasus per 100.000 populasi di Inggris dan 28
kasus per 100.000 di Amerika Serikat. 3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI
Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis
internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan
aponeurosis otot transversus abdominis. Di medial bawah, di atas
tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis externus,
bagian terbuka dari aponeurosis otot oblikus abdominis. Atapnya ialah
aponeurosis otot oblikus eksternus abdominis dan di dasarnya terdapat
ligamentum inguinale. Kanalis inguinalis berisis funikulus spermatikus
pada laki-laki dan ligamentum rotundum pada perempuan. 2
Dinding abdomen pada regio inguinal terdiri atas peritoneum, fasia
transversalis, musculus obliquus internus dan eksternus dan struktur
aponeurosisnya beserta kulit. Kegagalan fasia transversalis untuk
mencegah isi intraabdominal untuk mengalami protrusi secara anatomis,
yang kemudian dikenal sebagai orifisium miopektinal Fruchaud,
merupakan penyebab terjadinya hernia inguinal. 3
Hernia inguinalis indirek disebut juga hernia inguinalis lateralis karena
keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang
terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior. Hernia kemudian
masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol
keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut,
tonjolan akan sampai ke skrotum sehingga disebut hernia skrotalis.
Kantong hernia berada di dalam otot kremaster, terletak anteromedial
terhadap vas deferens dan struktur lain dalam funikulus spermatikus. 2
Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis,
menonjol langsung ke depan melalui segitiga Hesselbach, daerah yang
dibatasi oleh ligamentum inguinale di bagian inferior, pembuluh
2
epigastrika inferior di bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian medial.
Dasar segitiga Hesselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat
oleh serat aponeurosis otot transversus abdominis yang kadang tidak
sempurna sehingga daerah ini berpotensial melemah. Hernia medialis,
karena tidak keluar melalui kanalis inguinalis dan tidak ke skrotum,
umumnya tidak disertai strangulasi karena cincin hernia longgar. 2
Nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis mempersarafi otot di
regio inguinalis, sekitar kanalis inguinalis, funikulus spermatikus, serta
sensibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan sebagian kecil kulit tungkai
atas bagian proksimomedial. 2
II. DEFINISI
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Menurut sifatnya, hernia disebut
reponibel bila isi hernia dapat keluar-masuk. Usus keluar ketika berdiri
atau mengedan, dan masuk lagi ketika berbaring atau bila didorong masuk
perut. Selama hernia masih reponibel, tidak ada keluhan nyeri atau gejala
obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali ke dalam
rongga perut, hernia disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan
oleh pelekatan isi kantong kepada peritoneum kantong. Hernia ini disebut
hernia akreta. Masih tidak ada keluhan nyeri, tidak juga tanda sumbatan
usus. 2
Hernia disebut inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit
oleh cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat
kembali ke dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau
vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia inkarserata lebih dimaksudkan
untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase, sedangkan hernia
strangulata digunakan untuk menyebut hernia ireponibel yang disertai
gangguan vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi
telah terjadi pada saat jepitan dimulai dengan berbagai tingkat gangguan
mulai dari bendungan sampai nekrosis. 2
3
Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, hernia
disebut hernia skrotalis. 2
III. ETIOLOGI & FAKTOR RISIKO
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau didapat.
Hernia dapat dijumpai pada segala usia, dan lebih banyak pada laki-laki
daripada perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada
pembentukan pintu masuk hernia di anulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, diperlukan
pula faktor yang dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah
terbuka cukup lebar itu. 2
Beberapa studi menunjukkan bahwa pria dengan berat badan berlebih
atau obesitas memiliki risiko yang lebih rendah untuk terjadinya hernia
inguinal dibandingkan dengan pria dengan berat badan normal. 1
IV. PATOGENESIS
Ketika otot dinding perut berelaksasi, bagian yang membatasi anulus
internus turut kendur. Pada keadaan itu, tekanan intraabdomen tidak
tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot
dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih mendatar dan
anulus inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke
dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi
akibat kerusakan nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis setelah
apendektomi. 2
4
V. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponibel, keluhan satu-satunya adalah adanya
benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin atau
mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri jarang
dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
paraumbilikal berupa nyeri visera karena regangan pada mesenterium
sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri
yang disertai mual atau muntah baru timbul kalau terjadi inkarserasi
karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau gangren. 2
Gejala pada hernia inguinalis bisa bertahap namun, bisa juga terjadi
tiba-tiba, seperti pada kasus hernia inkarserata. Pasien biasanya
mengeluhkan adanya nyeri pada daerah inguinal. Nyeri biasa bertambah
pada manuver Valsava. Aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan
intraabdominal seperti batuk, mengangkat beban berat, atau mengedan
5
menyebabkan isi abdomen masuk lebih dalam ke kantong. Jika ini terjadi,
ukuran hernia terus meningkat. 1
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis dari hernia inguinal biasanya dilakukan melalui anamnesis
riwayat dan hasil dari pemeriksaan fisik. Dikatakan bahwa sensitivitas
dan spesifisitas dari sebuah pemeriksaan fisik adalah 75% dan 96%. 1
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada
inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateralis
yang muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis yang berjalan dari
lateralis atas ke medial bawah. Kantong hernia yang kosong kadang dapat
diraba pada funikulus spermatikus dengan cara menggesek dua lapis
kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda
ini disebut tanda sarung tangan sutera, tetapi umumnya tanda ini sulit
ditemukan. Kalau kantong hernia berisi organ, bergantung isinya, pada
palpasi mungkin teraba usus, omentum, atau ovarium. Dengan jari
telunjuk, atau jari kelingking pada pasien anak, dapat dicoba mendorong
isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus
sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak.
Jika hernia tersebut dapat direposisi, pada waktu jari masih berada dalam
anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentuh
hernia, berarti hernia inguinalis lateralis, dan kalau bagian sisi jari yang
menyentuhnya, berarti hernia inguinalis medialis. Isi hernia, pada bayi
perempuan, yang teraba seperti sebuah massa padat, biasanya terdiri atas
ovarium. 2
Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi atau
jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya batas yang jelas di
sebelah kranial dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus. 2
6
Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum.
Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya. 2
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Herniografi
Dalam teknik ini, 50 – 80 ml medium kontras iodin positif
dimasukkan dalam wadah peritoneal dengan menggunakan jarum
yang lembut. Pasien berbaring dengan kepala terangkat dan
membentuk sudut kira-kira 25 derajat. Tempat yang kontras di daerah
inguinalis yang diam atau bergerak dari satu sisi ke sisi lain akan
mendorong terwujudnya kolam kecil pada daerah inguinal. Tiga fossa
inguinal adalah suprapubik, medial dan lateral. Pada umumnya fossa
inguinal tidak mencapai ke seberang pinggir tulang pinggang agak
ketengah dan dinding inuinal posterior. Hernia tak langsung muncul
dari fossa lateral yang menonjol dari fossa medial atau hernia
langsung medial yang menonjol dari fossa suprapubik. 4
Pemeriksaan tambahan seperti radiologi jarang dilakukan untuk
menegakkan diagnosis dari hernia, namun terkadang bermanfaat pada
kondisi-kondisi tertentu, seperti hernia yang rekuren atau kemungkinan
adanya hidrokele. Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu dalam hal
ini, dimana sensitifitasnya adalah lebih dari 90% dan spesifisitas adalah
82% – 86%. 1
VIII. PENATALAKSANAAN
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia
yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis
strangulata kecuali pada pasien anak. Reposisi dilakukan secara bimanual.
Tangan kiri memegang isi hernia sambil membentuk corong sedangkan
tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan sedikit tekanan
7
perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak, inkarserasi
lebih sering terjadi pada usia di bawah 2 tahun. Reposisi spontan lebih
sering terjadi dan, sebaliknya, gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi
dibandingkan dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh cincin hernia
pada anak lebih elastis. Reposisi dilakukan dengan menidurkan anak
menggunakan sedatif dan kompres es di atas hernia. Bila reposisi berhasil,
anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia
tidak berhasil, operasi harus segera dilakukan dalam waktu enam jam. 2
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan untuk menahan
hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga
harus dipakai seumur hidup. 2
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis
ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan
hernioplasti. 2
Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke
lehernya. kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada pelekatan,
kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu
dipotong. 2
Pada hernioplasti, dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplasti lebih penting dalam mencegah terjadinya residif
dibandingkan dengan herniotomi. Dikenal berbagai metode hernioplasti.
Dikenal berbagai metode hernioplasti, seperti memperkecil anulus
inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan memperkuat
fasia transversal, dan menjahitkan pertemuan otot transversus internus
abdominis dan otot oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama
conjoint tendon, ke ligamentum inguinale Pouparti menurut metode
Bassini, atau menjahitkan fasia transversal, otot transversus abdominis,
dan otot oblikus internus abdominis ke ligamentum Cooper pada motode
Lotheissen-McVay. 2
8
Metode Bassini merupakan teknik herniorafi yang pertama
diperkenalkan tahun 1887. Setelah diseksi kanalis inguinalis, dilakukan
rekonstruksi dasar lipat paha dengan cara mendekatkan muskulus oblikus
internus abdominis, muskulus transversus abdominis, dan fasia
transversalis ke traktus iliopubik dan ligamentum inguinale. Teknik ini
dapat diterapkan baik pada hernia direk maupun indirek. 2
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan pada otot-otot
yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 1980an,
dipopulerkan pendekatan teknik operasi bebas regangan menggunakan
mesh (hernioplasti bebas regangan), dan sekarang teknik ini banyak
dipakai. Pada teknik ini digunakan mesh prostesis untuk membentuk fasia
transversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahitkan
otot-otot ke ligamentum inguinale. 2
Angka kekambuhan setelah perbaikan hernia inguinalis indirek pada
dewasa dilaporkan berkisar 0,6 – 3%. Pada hernia inguinalis lateralis,
penyebab residif yang paling sering ialah penutupan anulus inguinalis
internus yang tidak memadai, dan tidak teridentifikasinya hernia femoralis
atau hernia inguinal direk. Sementara itu, kekambuhan dari perbaikan
hernia direk adalah 1 – 28%.
Pada operasi hernia, secara laparokopik, mesh prostesis diletakkan di
bawah peritoneum secara intraperitoneal on lay mesh prosedur (IPOM)
pada dinding perut atau ekstraperitoneal secara transabdominal
preperitoneal technique (TAPP) atau total esktraperitoneal mesh
placement (TEP).
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi hernia bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi
hernia. Isi hernia dapat tertahan dalam kantong hernia pada hernia
ireponibel. Hal ini dapat terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya
terdiri atas omentum, organ esktraperitoneal atau merupakan hernia akreta.
9
Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Isi hernia dapat
pula tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia inkarserata yang
menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Sumbatan dapat
terjadi total atau parsial seperti pada hernia Richter. Bila cincin hernia
sempit, kurang elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis.
10
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. DW
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tinombo
Pekerjaan : Petani Coklat
Tanggal Masuk : 28 April 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Benjolan pada buah zakar sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien masuk dengan keluhan munculnya benjolan pada buah zakar
sebelah kanan yang dialami sejak kurang lebih 1 tahun sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya benjolan masih bisa naik turun, namun sejak 4
bulan terakhir, benjolan sudah tidak bisa naik. Benjolan pertama kali
muncul setelah pasien mengangkat karung cokelat. Setelah itu, diurut
dan benjolan menghilang. Benjolan muncul pada saat pasien berdiri
dan menghilang pada saat berbaring. Benjolan tidak terasa nyeri.
BAB dan BAK normal.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan sesak nafas yang dirasakan sejak
4 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien memiliki riwayat sakit kolesterol, asam urat dan tekanan darah
tinggi. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung, namun tidak
terkontrol. Pasien terakhir kali berobat kurang lebih 2 bulan yang lalu.
11
Riwayat Keluarga : (-)
Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke dokter ahli bedah, namun
dan sudah disarankan untuk dilakukan operasi, namun karena riwayat
penyakit tekanan darah dan pasien sesak nafas, pasien disarankan
untuk dirujuk ke ahli kardiologi.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan Umum : sakit berat
Kesadaran : composmentis
Status Gizi : gizi kurang
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Nadi : 108 kali/menit
Pernapasan : 32 kali/menit
Suhu : 36ºC
Kepala
Konjungtiva anemis : (-)/(-)
Sklera ikterik : (-)/(-)
Pupil isokor : (+)/(+)
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran tiroid : (-)
Thorax
Inspeksi : simetris bilateral (+), cicatrix (-), massa (-), retraksi (-)/(-)
Palpasi : vocal fremitus kiri sama dengan kanan, massa (-)
Perkusi : sonor (+)/(+), batas paru hepar SIC VI midclavicula dextra
Auskultasi : vesikuler (+)/(+), rhonki (-)/(-), wheezing (-)/(-)
Jantung
Inspeksi : simetris bilateral (+), cicatrix (-), massa (-), retraksi (-)/(-)
Palpasi : vocal fremitus kiri sama dengan kanan, massa (-)
12
Perkusi : sonor (+)/(+), batas paru hepar SIC VI midclavicula dextra
Auskultasi : BJ I/II murni reguler
Abdomen :
Inspeksi : tampak lemas, tumor (-), cicatrix (-)
Auskultasi : peristaltik usus (+), kesan normal
Perkusi : timpani (+), nyeri ketuk (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Superior : akral hangat (+)/(+), edema (-)
Inferior : akral hangat (+)/(+), edema (-)
Genitalia : status lokalis
Status Lokalis
Regio : Skrotalis dextra
Inspeksi : tumor (+), warna kemerahan, luka (-)
Palpasi : nyeri tekan (+), suhu lebih hangat dibandingkan daerah
sekitar. Finger test (+) teraba pada ujung jari.
Auskultasi : peristaltik (-)
IV. RESUME
Pasien, laki-laki umur 61 tahun, masuk dengan keluhan tumor pada regio
scrotalis yang dialami sejak ±1 tahun SMRS. Awalnya tumor masih
bersifat reponibilis, namun sejak 4 bulan terakhir, bersifat ireponibilis.
BAB & BAK lancar. Pasien juga mengeluhkan adanya dispneu sejak 4
bulan terakhir.
Pasien memiliki riwayat sakit kolesterol, asam urat dan tekanan darah
tinggi. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung, namun tidak
terkontrol. Pasien terakhir kali berobat kurang lebih 2 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa adanya tumor pada scrotum
dextra, dan adanya nyeri tekan, dengan suhu lebih hangat. Selain itu,
Finger test (+), teraba pada ujung jari.
13
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
RBC 4,55 x 106/mm3 4,5 – 6,5 x 106/mm3
HGB 8,8 g/dL 13,0 – 17,0 g/dL
HCT 27,8 % 40,0 – 54,0 %
PLT 466 x 103/mm3 150 – 500 x 103/mm3
WBC 16,7 x 103/mm3 4,0 – 10,0 x 103/mm3
Kimia Darah
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDS 168,1 mg/dl 74,0 – 100,0 mg/dl
Ureum 34,5 mg/dl 18,0 – 55,0 mg/dl
Kreatinin 1,17 mg/dl 0,70 – 1,30 mg/dl
VI. DIAGNOSIS
Hernia Inguinalis Lateralis (HIL) Dextra + Hypertensive Heart Disease
(HHD)
VII. PENATALAKSANAAN
IVFD RL
Injeksi Ranitidin 1 ampul/IV/12 jam
Injeksi Ketorolac 1 ampul/IV/8 jam
Injeksi Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/IV
Injeksi Furosemide 1 ampul / IV
ISDN 3 x 5 mg
Alprazolam 0,5mg 0 – 0 – 1
14
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis, didapatkan pasien datang dengan adanya keluhan
benjolan yang muncul pada buah zakar yang sudah dialami sejak kurang lebih 1
tahun SMRS. Awalnya benjolan tersebut masih bisa keluar masuk, namun
sekarang sudah tidak bisa masuk kembali. Berdasarkan teori, hernia inguinalis
lateralis biasanya terlihat sebagai benjolan pada daerah inguinal dan meluas ke
depan atau ke dalam skrotum. Adanya riwayat bengkak pada pangkal paha, labia
atau skrotum berulang-ulang yang hilang secara spontan adalah tanda klasik untuk
hernia inguinalis lateralis. Benjolan yang keluar namun tidak dapat masuk
kembali lagi menandakan bahwa hernia tersebut termasuk dalam klasifikasi hernia
inguinalis ireponibilis. Hernia inguinalis ireponibilis adalah jika isi kantong tidak
dapat direposisi kembali ke dalam perut. 1,5
Selain itu, pasien juga mengatakan bahwa tidak ada keluhan nyeri dan
BAB lancar. Berdasarkan teori, keluhan nyeri jarang ditemukan pada hernia
inguinalis lateralis, terkecuali jika terjadi inkarserasi karena ileus atau nekrosis
atau gangren. Anamnesis mengenai BAB dilakukan untuk mengetahui klasifikasi
dari hernia, apakah termasuk akreta, inkarserata, atau strangulata. BAB lancar
pada pasien menandakan bahwa tidak ada gangguan pasase usus, sehingga tidak
termasuk ke dalam hernia inguinalis inkarserata.
Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa pasien juga memiliki riwayat
hernia inguinalis lateralis reponibilis, dimana pasien mengeluhkan adanya
benjolan pada lipat paha selama kurang lebih 1 tahun yang lalu dan masih bisa
keluar masuk. Menurut teori, keluhan yang diperoleh pada hernia reponibel
15
adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk,
bersin, atau mengejan dan menghilang setelah berbaring. 2
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya benjolan pada skrotum yang
berwarna kemerahan. Dari palpasi diperoleh bahwa terdapat nyeri tekan, dan
suhu lebih hangat dibandingkan daerah sekitar. Hasil pemeriksaan Finger Test
juga menunjukkan hasil positif, dan teraba pada ujung jari. Dan pada auskultasi,
tidak terdengar adanya peristaltik usus. Jika pada auskultasi tidak terdengar
adanya peristaltik usus, menandakan bahwa kemungkinan besar yang masuk
adalah omentum. Terlebih lagi jika pada pasien tidak ditemukan adanya
perubahan pada pola defekasi atau terdapat tanda-tanda ileus. Manuver Finger
test dilakukan untuk menilai apakah hernia merupakan hernia inguinalis lateralis
atau medialis. 2
Pada kasus hernia inguinalis lateralis, pemeriksaan darah rutin kurang
menunjang untuk penegakkan diagnosis. Pemeriksaan darah rutin dilakukan
untuk menilai apakah ada komorbid yang lain, seperti infeksi atau anemia. Pada
pasien ini, ditemukan adanya leukositosis pada pemeriksaan penunjang, yang
merupakan indikasi untuk diberikan antibiotik.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
dapat ditegakkan diagnosis bahwa pasien mengalami hernia inguinalis lateralis
ireponibilis. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori.
Untuk penatalaksanaan dari hernia inguinalis lateralis, adalah dilakukan
tindakan operatif. Pada pasien ini, sudah dianjurkan untuk dilakukan tindakan
operasi. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori, dimana penatalaksanaan untuk
hernia inguinalis adalah tindakan operatif berupa herniotomy ataupun
hernioplasti.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. LeBlanc, KE, LeBlanc, LL, LeBlanc, KA, 2013. ‘Inguinal Hernias:
Diagnosis and Management’, dalam American Family Physician, Vol. 87,
No. 12, pp 844 – 848, diakses 27 Mei 2015, dari
<http://www.aafp.org/afp/2013/0615/p844.pdf>
2. Sjamsuhidajat, R, dkk, 2010, ‘Buku Ajar Ilmu Bedah’, EGC: Jakarta
3. Fitzgibbonz, RJ, Forse, RA, 2015, ‘Groin Hernias in Adults’, dalam The
New England Journal of Medicine, No.372, pp 756-63, diakses 26 Mei
2015, dari < http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp1404068>
4. Brunicardi, FC, Andersen, DK, et al, 2010, ‘Schwartz’s Principles of
Surgery: Ninth Edition’, McGraw-Hills, New York
5. Townsend, CM, Beauchamp, RD, et al, 2012, ‘Sabiston Textbook of
Surgery’, Elsevier Saunders, Canada.
17