Download - Model Triprakoro Untuk Nilai Kerjasama
IMPLEMENTASI MODEL TRIPRAKORO UNTUK PEMBELAJARAN
NILAI DAN KARAKTER KERJASAMA DI SDN KEPANJEN LOR 02 BLITAR
Oleh: Sa’dun Akbar & Kiftiani
ABSTRAKSa’dun Akbar dan Kiftiani, 2011. Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan (1) implementasi Model Pembelajaran Triprakoro untuk Pembelajaran Nilai dan Karakter Kerjasama dan (2) dampak implementasi nya. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan penelitian deskriptif—kualitatif dengan latar penelitian siswa SD kelas 4 SDN Kepanjen Lor Blitar. Data dikumpulkan dengan teknik VCT, observasi, dan dokumentasi. Hasilnya adalah bahwa Implementasi Model Triprakoro untuk pembelajaran nilai dan karakter kerjasama ini, berdampak (direct effect) para siswa dapat menemukan konsep kerjasama, membangun sendiri pengetahuannya tentang: akibat kalau tidak ada kerjasama, pengetahuan tentang akibat kalau ada kerjasama, merasakan bekerja tanpa kerjasama dan bekerja dengan kerjasama, terampil melakukan kerjasama, dan menghargai pentingnya kerjasama. Adapun dampak penyerta (nurturant effect) nya adalah para siswa menjadi sangat aktif dalam proses pembelajaran, kreatifitas berpikir siswa berkembang terutama ketika mereka berfikir solutif untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi ketika tanpa ada kerjasama, dan para siswa merasa senang. Disarankan bahwa Model ini hendaknya digunakan oleh guru-guru SD dalam pembelajaran nilai dan karakter kerjasama.
-------------------------- Kata kunci: Model Pembelajaran Triprakoro; Nilai dan Karakter Kerjasama.
Masalah penelitian ini adalah bahwa di satu sisi pemerintah melalui
Kementrian Pendidikan Nasional sedang menggulirkan program Strategis
Nasional yakni Revitalisasi Pendidikan Karakter di berbagai tingkatan sekolah;
di sisi lain belum begitu banyak model-model pembelajaran yang bisa
dimanfaatkan guru-guru untuk keperluan pembelajaran di berbagai sekolah.
Tiga tahun terakhir ini peneliti sedang melakukan peneletian strategis
nasional, berupaya untuk mengembangkan model-model pembelajaran yang
secara empiric sesuai dengan tuntutan teoretik pembelajaran nilai dan
karakter, dapat diterapkan, dan berdampak positif dalam pembangunan
karakter.
Diantara model sudah berhasil dikembangkan adalah Model
Triprakoro untuk Pembelajaran Nilai dan Karakter Kerjasama untuk Sekolah
Dasar (SD). Untuk memperoleh Model yang sangat baik diperlukan ujicoba
model di berbagai latar penelitian. Istilah Triprakoro ini atas adalah istilah
yang diciptakan oleh peneliti sendiri dengan konsultasi dengan seorang ahli
bahasa jawa saudara A Rafik. Model pembelajaran ini disebut Model
Triprakoro karena berbasis pada gagasan Ki Hadjar Dewantoro (1937) yang
kemudian dikompilasi oleh Taman Siswa dalam sebuah Buku dengan Judul
Pendidikan (1962), bahwa Karakter itu mempunyai tiga unsur (tiga hal) yakni
Ngerti, Ngroso, dan Nglakoni. Jika peneliti modelkan menjadi sbb:
Gambar 01: Model Triprakoro
Gagasan Ki Hadjar Dewantoro di atas dimuat dalam sebuah majalah (1937),
dan tahun (1962) gagasan Ki Hadjar Dewantoro itu dikompilasi oleh Yayasan
Taman Siswa Yogyakarta dan diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul
“Buku I: Pendidikan” hanyalah merupakan sebuah gagasan dan belum
dikembangkan dalam sebuah model pembelajaran (belum ada langkah-
langkah pembelajarannya secara jelas).
Pada tahun 2002/2003 peneliti (Sa’dun Akbar, bersama Margono, dan
M. Noorsyam) pernah mengembangkan dan mengimplementasikan model ini
melalui penelitian tindakan kelas dalam rangka mendukung implementasi
kurikulum berbasis kompetensi melalui Proyek SEQIP. Model ini terus
peneliti kembangkan melalui penelitian mandiri secara multi tahun. Melalui
rangkaian riset (2003) dan Riset Strategis Nasional Multi Tahun yang peneliti
lakukan pada tahun 2009 dan 2010 peneliti berhasil mengembangkan
Ngerti
NglakoniNgroso
Ka-rak-ter
gagasan Ki Hadjar Dewantoro tersebut dalam sebuah model pembelajaran
dengan langkah-langkah pembelajaran yang sangat jelas. Model dimaksud
diberi nama Model Triprakoro untuk Pembelajaran Nilai dan Karakter
Kerjasama. Artikel ini merupakan bagian dari penelitian Strategis Nasional
dengan judul Pengembangan Model-Model Pembelajaran Nilai-nilai
Kehidupan di Sekolah Dasar.
Disamping berbasis para prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantoro
yang melibatkan Ngerti, Ngroso, dan Nglakoni model yang dikembangkan
dan diimplementasikan ini adalah berbasis pada prinsip internalisasi nilai
yang dikembangkan oleh Bohlin (2001). Model Bohlin dimaksud digambarkan
sebagai berikut:
Bohlin menyatakan bahwa proses internalisasi akan terjadi secara
efektif jika dalam proses pembelajaran terjadi proses-proses: understanding,
action, dan reflection.
Understanding
ActionReflection
Berbasis pada gagasan Ki Hadjar Dewantoro (1937) dan Bohlin (2001)
diatas peneliti merancang dan mengembangkan model pembelajaran yang
peneliti beri nama Model Triprakoro untuk Pembelajaran Nilai dan Karakter
Kerjasama, dengan syntax (langkah-langkah) sebagai berikut:
(1). Klarifikasi Nilai
(2). Pelibatan Siswa dalam pengalaman belajar dalam situasi yang
berlawanan dengan nilai yang diinternalisasikan (dalam hal ini
nilai dan karakter kerjasama).
(3). Refleksi
(4). Berpikir solutif.
(5). Pelibatan siswa dalam pengalaman belajar dalam situasi yang
sesuai dengan nilai dan karakter yang diinternalisasikan (dalam
konteks ini adalah nilai dan karakter kerjasama).
(6). Refleksi.
(7). Penguatan dan Pesan-pesan Moral (dalam konteks ini adalah
kerjasama).
Langkah-langkah pembelajaran pada Model Triprakoro untuk
pembelajaran nilai dan karakter kerjasama tersebut, dalam sekali
pengalaman belajar dapat mengembangkan dimensi-dimensi: Ngerti,
Ngroso, dan Nglakoni yang dalam proses pembelajarannya juga mampu
mengembangkan understanding, action, dan reflection. Model pembelajaran
Triprakoro tersebut diyakini efektif untuk pendidikan nilai dan karakter.
Model Triprakoro inilah yang diimplementasikan untuk pembelajaran nilai
dan karakter kerjasama di SDN Kepanjen Lor 02 Blitar.
METODEPenelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif.
Peneliti berupaya mendeskripsikan proses dan dampak (effect) implementasi
Model Triprakoro untuk Pembelajaran Nilai Kerjasama, dengan latar
penelitian di Kelas 4 SDN Kepanjen Lor 02 Blitar. Data dikumpulkan melalui
teknik VCT untuk mengungkap data tentang sikap dan keyakinan kerjasama
siswa, VCT dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran di lakukan,
teknik observasi dilakukan ketika implementasi model, dokumentasi, dan
refleksi. Peneliti menggunakan instrument penelitian berupa angket untuk
VCT dan catatan lapangan pada saat proses implementasi model. Data
dianalisis secara deskriptif kualitatif.
HASILDeskripsi Implementasi Model Triprakoro di SDN Kepanjen Lor 02 Blitar. Nama Model
Model Pembelajaran ini diberi nama Model Triprakoro untuk
Pembelajaran Nilai dan Karakter Kerjasama. Diberi nama Triprakoro karena
dalam langkah-langkah pembelajarannya melibatkan seluruh unsure
karakter yakni Ngerti, Ngroso, dan Nglakoni.
Tujuan Pembelajaran
Implementasi model pembelajaran ini bertujuan untuk mencapai
tujuan pembelajaran: (1) melalui mengangkat meja sendirian siswa dapat
meraskan akibat tidak ada kerjasama; (2) melalui refleksi siswa mampu
mengidentifikasi masalah-masalah yang timbul sebagai akibat tidak ada
kerjasama; (3) melalui kerjasama—mengangkat meja secara bersama-sama
siswa mampu merasakan akibat adanya kerjasama; (4) melalui refleksi atas
pengalaman bekerjasama siswa mampu menidentifikasi manfaat kerjasama;
dan (5) melalui seluruh proses pembelajaran di atas dan penguatan nilai-nilai
moral kerjasama siswa menghargai pentingnya kerjasama.
Sumber dan Media Pembelajaran
Sumber dan media pembelajaran ini adalah lingkungan terdekat siswa
yakni kelas mereka yang didalamnya terdapat separangkat meja belajar dan
para siswa yang dapat dikelola sebagai sumber belajar. Pengalaman
belajarnya adalah praktik mengangkat meja yang ada di dalam ruang kelas
siswa secara individual dan secara kerjasama. Melalui pengalaman belajar
tersebut dan proses refleksi maka substansi materi bisa dibangun siswa
sendiri melalui pengalaman belajarnya.
Sistem Pendukung
Pembelajaran ini diperlukan seorang guru yang dapat berperan
sebagai fasilitator yang mampu mengarahkan dan memandu proses belajar
dalam seluruh rangkaian pengalaman belajar siswa. Siswa diberi keleluasaan
untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri berdasarkan pengalaman
belajarnya melalui praktik mengangkat meja sendiri, mengangkat meja
secara bergotong royong, refleksi. Guru mampu memberi penguatan dan
pesan-pesan moral berdasarkan pengalaman belajar, curahan perasaan, dan
pendapat yang dibangun sendiri oleh siswa dan sesuai juga dengan tujuan
pembelajaran.
Langkah-langkah (Syntax)
Pertama, Klarifikasi Nilai
Klarifikasi nilai ini dilakukan dengan cara siswa mengisi pretest (VCT) yang
telah disiapkan. Pretes (VCT) ini dilakukan untuk mengungkap keadaan nilai dan
sikap kerjasama siswa. Gambar 01 dibawah ini adalah potret siswa ketika mereka
sedang melakukan klarifikasi nilai dan sikap kerjasama. Kegiatan ini dilakukan pada
hari Senin tanggal 12 September 2011 selama 3 jam pelajaran. Pembelajaran
dilaksanakan di dalam kelas dengan jumlah siswa 39 anak. Karakteristik anak pada
kelas ini secara umum adalah suka berbicara keras, sehingga dengan jumlah sekian
banyak tersebut guru juga harus bisa mengimbangi suara anak. Siswa mengerjakan
tes dengan menggunakan instrument VCT yang telah disediakan. Tes ini berupaya
mengungkap keyakinan nilai kerjasama yang dirasakan pada diri setiap anak.
Gambar 01: Siswa Mengisi Instrumen Klarifikasi Nilai dan Sikap Kerjasama
Siswa mengisi instrumen klarifikasi nilai dan sikap kerjasama dengan sung-
guh-sungguh. Mereka mengisi instrumen klarifikasi nilai dan sikap kerjasama ini
sesuai keadaan dan pengalaman masing-masing. Pada kegiatan ini siswa diminta
untuk mengerjakan atau mengisi instrumen dengan jujur sesuai dengan keadaan
masing-masing.
Kedua, pelibatan siswa pada situasi yang berlawanan dengan nilai dan
Karakter yang diajarkan.
Nilai dan karakter yang sedang diajarkan ini adalah nilai dan karakter
Kerjasama. Oleh karena itu, pengalaman belajar siswa adalah siswa dilibatkan dalam
pengalaman belajar yang berlawanan dengan nilai kerjasama (atau bekerja tanpa
ada kerjasama) dalam hal ini siswa diminta untuk mengangkat meja sendiri-sendiri
tanpa dibantu orang lain.
Guru menginformasikan pembelajaran yang harus dilakukan oleh siswa,
yaitu mengangkat meja sendiri. Perlu diketahui bahwa meja di kelas ini adalah 1
meja untuk 2 siswa. Guru meminta siswa yang duduk di sebelah kiri tetap duduk,
dan siswa yang duduk di sebelah kanan kanan berdiri. Siswa yang berdiri bertugas
untuk mengangkat meja sendiri. Setelah itu bergantian dengan siswa yang duduk si
sebelah kiri berdiri dan mengangkat meja. Mendengar perintah ini secara spontan
mereka tampak protes, sebagaimana tergambar berikut ini;
I Made : “Hah...? Mana kuat, Bu?”Anisa : “Nggak kuat, Bu!”Salwa : “Mana bisa, Bu?”Shofi : “Masak mengangkat sendiri, Bu?”Guru : “Iya...!”Enggar : “Nggak sanggup, Bu!” Roni : “Kuat, Bu!”Caesar : “Saya kuat, Bu!”Faidh : “Saya juga kuat, Bu!”Guru : “Kalau begitu, kita coba ya!
Mereka tampak bingung, bahkan ada yang hanya diam saja. Guru memberi
motivasi tentang tugas siswa selanjutnya. Siswa akhirnya memahami tujuan
pembelajaran hari ini. Siswa mulai mengangkat mejanya yang dilakukan sendiri-
sendiri. Terlihat ada yang keberatan dan mejanya tidak bergerak. Ada yang hanya
digeser-geser karena tidak kuat mengangkat. Ada yang meringis keberatan. Ada juga
yang hanya mendorong-dorong meja karena berat. Ada yang hanya mengangkat
meja sebelah saja, sehingga tidak bisa berpindah-pindah tempat.
Gambar 02 dibawah ini adalah suasana pada saat siswa sedang mengangkat
meja sendirian (tanpa ada kerjasama).
Gambar 02. Siswa sedang Mengangkat Meja Sendirian (tanpa ada kerjasama)
Ketiga, Refleksi atas Pengalaman terlibat dalam Situasi yang Berlawanan dengan Nilai dan Kaeakter yang Dibelajarkan.
Setelah siswa memperoleh pengalaman mengangkat meja sendiri-sendiri
(tanpa kerjasama), kagiatan selanjutnya adalah refleksi, yaitu curah pengalaman dan
perasaan mereka mengangkat meja tanpa ada kerjasama, serta akibat mengangkat
meja tanpa ada kerjasama (mengangkat meja sendiri-sendiri).
Para siswa tampak sangat antusias pada saat dilakukan refleksi atas
pengalaman dan perasaannya pada saat mengangkat meja sendirian (tanpa ada
kerjasama). Foto berikut ini adalah suasana refleksi, dimana para siswa tampak
berebut mengacungkan jari untuk berbicara—mencurahkan pengalaman dan
perasaannya mereka ketika mengangkat meja sendirian.
Gambar 03: Suasana pada saat refleksi. (Siswa tampak sangat aktif).
Diantara gambaran bagaimana proses interaksi saat refleksi berlangsung, tampak pada paparan sebagai berikut:
Guru : Bagaimana perasaan kalian setelah melakukan kegiatan tadi anak-anak?
Salwa : Susah, Bu. Berat sekali.Safira : Tanganku sakit, berat sekali sih!I Madelia : Aku tidak kuat, Bu. BeratWahyuning : Sulit, Bu.Roni : Saya senang, Bu. Karena kuat mengangkat kok.Aprilia : Terasa berat, Bu.Ni Putu Ika : Tegang, Bu. Berat.Alif Madda : Sulit dipindah, Bu.Syahrozi : Sangat berat, tangan saya sampai sakit.Safira : Mejanya tidak bisa bergeser, Bu.
Sebagian besar anak-anak merasa keberatan dan kesulitan dalam mengang-kat meja sendiri-sendiri.
Keempat, Berfikir Solutif (Berpikir Pemecahan Masalah)
Berdasarkan hasil refleksi atas pengalaman mengangkat meja sendirian di
atas, yang disimpulkan bahwa dengan mengangkat meja sendirian ternyata para
siswa banyak merasakan kesulitan; selanjutnya guru member tantangan kepada
siswa untuk berpikir memecahkan masalah dengan panduan pertanyaan
“Bagaimana cara yang dapat dilakukan agar para siswa dapat memindah meja
dengan tanpa mengalami kesulitan. Diantara, gambaran proses interaksi dalam
berpikir solutif di atas adalah sebagai berikut:
Selanjutnya guru menanyakan solusi untuk mengatasi kesulitan dalam
mengangkat meja sendiri-sendiri. Hasil pendapat siswa sebagai berikut.
Faidht : Diangkat berdua Bu, agar nggak berat.Alma Thoriq : Kerjasama, Bu.Andre : Dikerjakan bersama-sama, Bu.Faisal : Diangkat bersama, Bu.Yoshiki : Minta tolong kepada teman.Silvia : Seharusnya bersama-sama.Aprilia : Diangkat dua orang atau lebihAnnisa : Enakan diangkat bersama.Alif Madda : Biar ringan bekerja sama saja.Syahrozi : Sangat berat, tangan saya sampai sakit.
Kelima, Pelibatan Siswa pada Pengalaman Belajar dalam Situasi yang Sesuai dengan Nilai dan Karakter yang diinternalisasikan.
Berdasarkan hasil berpikir solutif di atas, solusinya adalah meja akan
diangkat oleh para siswa secara bersama-sama (gotong royong). Kegiatan
selanjutnya para siswa mengangkat meja secara bersama-sama (berdua). Ekspresi
siswa dalam kegiatan ini dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 04: Siswa Tampak Senang Mengangkat Meja Berdua
Tampak juga beberapa siswa mengangkat meja secara bergotong royong dengan banyak siswa.
Gambar 05. Siswa mengangkat meja rame-rame
Degan mengangkat meja secara bersama-sama, mereka tampak senang,
lebih semangat, menjadikan suasana semakin ceria. Saat mengangkat meja ada yang
berdua, bertiga, berempat, bahkan ada yang mengangkat rame-rame.
Keenam, Refleksi
Setelah para siswa mengangkat meja bersama-sama, siswa mengungkapkan
pendapat dan perasaan serta akibat adanya kerjasama secara reflektif. Adapun
suasana refleksi diantaranya tampak pada foto berikut ini—dimana sebagian besar
siswa tampak mengacungkan jarinya untuk mengungkapkan pengalaman, perasaan,
dan pendapatnya, mereka sangat aktif.
Gambar 06: Siswa saat tahap Refleksi
Proses dan hasil refleksi atas pengalaman belajar siswa dalam suasana
yang sesuai dengan nilai dan karakter yang diinternalisasikan (nilai dan karakter
kerjasama), tampak pada diantara rekaman refleksi-interaktif sebagai berikut:
Guru : Bagaimana perasaan kalian setelah melaksanakan kegiatan mengangkat meja bersama teman?
Roni : Enak, Bu. Lebih ringan!Saniza : Lebih ringan.Alfan : Asyik, Bu. Senang sekali. Karena tidak berat sama
sekali.Roni : Saya senang, karena bisa mengangkat meja tnggi-
tinggi.Faidt : Lebih mudah dan ringan sekali.
Aprilia : Rasanya ringan
Ni Putu Ika : Tanganku tidak sakit lagi.Riska : Mudah diangkat kalau bersama-sama.Ahmad Isa : Pekerjaan mudah, bisa mengangkat lebih jauh lagi.Syahrozi : Asyik sekali, Bu. Bisa rame-rame dan tidak berat
Ketujuh, Umpan Balik dan Pesan-Pesan Moral
Setelah dilakukan refleksi melalui curah pengalaman, perasaan, dan
pendapat tentang kegiatan mengangkat meja secara bersama-sama (ada
kerjasama), iswa dan guru mengadakan umpan balik, kesimpulan, dan pesan moral.
Adapun dialog interaktifnya diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut.
Guru : Setelah kita melaksanakan mengangkat meja tadi, kesulitan apa yang kamu rasakan saat mengangkat meja sendirian?
FaidhAnnisa
::
CapekSusah, berat sih, Bu.
ImadeImela
::
Sulit dan berat, Bu.Tangan saya sampai sakit, Bu.
Guru : Apa yang kamu rasakan setelah mengangkat meja bersama-sama?
RoziSyahroni
::
Lebih mudah, Bu.Asyik, Bu. Bisa rame-rame.
AnnisaFaisal
::
Lebih mudah meindahkannya, Bu.Senang, tidak capek
Guru : Apa yang dapat kamu simpulkan dari kegiatan kamu tadi anak-anak?
Imade Lia : Kita harus kerjasama, biar pekerjaan ringan.Safira : Dengan kerjasama pekerjaan akan lebih mudahSyahrozi : Dengan kerjasama hati akan senang Bu.Caesar : Lebih asyik, Bu. Bisa cepat selesai.Cuiskia : Kerjasama dapat menjalin persaudaraan, Bu.Aprilia : Seru dan menyenangkan sekali.Guru : Bagaimana apakah kerjasama itu penting?Alif Madda : Penting sekali, Bu.Sah Adilah : Ya penting. Tanpa kerjasama pekerjaan akan sulitSaniza : Penting. Karena pekerjaan jadi lebih mudah.Imade Lia : Sangat penting. Pekerjaan kita jadi lebih ringan.
Mila : Lebih cepat selesai.Guru : Kerjasama itu apa sebenarnya?Imela : Gotong royong, Bu.Alif : Mengerjakan pekerjaan bersama-sama.Faidh : Tolong menolongGuru : Pekerjaan apa yang perlu dilakukan dengan bekerja
sama?Imade : Piket kelas, Bu.Isti : Kerja bakti di kampung, BuImela : Membersihkan rumah, Bu.Syahroni : Sepak bola, Bu. Harus kerjasama biar menang
Efek Pembelajaran
Implementasi Model Triprakoro untuk pembelajaran nilai dan
karakter kerjasama ini, dampak langsungnya (direct effect) adalah para siswa
dapat menemukan konsep kerjasama, membangun sendiri pengetahuannya
tentang: akibat kalau tidak ada kerjasama, pengetahuan tentang akibat kalau
ada kerjasama, merasakan bekerja tanpa kerjasama dan bekerja dengan
kerjasama, terampil melakukan kerjasama, dan menghargai pentingnya
kerjasama. Adapun dampak yang penyerta (nurturant effect) nya adalah
para siswa menjadi sangat aktif dalam proses pembelajaran, kreatifitas
berpikir siswa berkembang terutama ketika mereka berfikir solutif untuk
memecahkan masalah yang mereka hadapi ketika tanpa ada kerjasama, dan
para siswa merasa senang.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari unsur-unsur yang terdapat
pada model yang dipaparkan di atas, pertama, dilihat dari rumusan tujuan
pembelajaran, perumusan tujuan pembelajaran mengarahkan peserta didik pada
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Tujuan pembelajaran yang mengarahkan pada
kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat memicu terjadinya pembelajaran yang
mengaktifkan, menjadikan siswa kreatif, dan mampu mengkonstruksi pengetahuan
sendiri (Akbar, 2011a, DBE-2 2009). Pengetahuan yang dapat dikonstruksi siswa
diantaranya adalah siswa mampu memahami arti pentingnya kerjasama;
menjelaskan akibat kalau tidak ada kerjasama atau jika orang-orang tidak
mau bekerjasama; memecahkan masalah akibat tidak adanya kerjasama;
berpengalaman bekerjasama; dan menghargai pentingnya kerjasama.
Dalam proses pembelajaran guru tidak perlu mentransfer pengetahuan
tersebut karena melalui model yang dikembangkan ini siswa mampu
membangun pengetahuan sendiri. Oleh karena itu model ini sangat efektif
mampu mencapai tujuan pembelajaran yang ditargetkan.
Dilihat dari syntax (langkah-langkah) yang mencerminkan
pengalaman belajar siswa dalam model pembelajaran yang dikembangkan
yakni: pertama, klarifikasi nilai kerjasama; kedua, pelibatan peserta didik
dalam situasi yang berlawanan dengan nilai kerjasama; ketiga, refleksi atas
pengalaman belajar dalam situasi berlawanan dengan nilai kerjasama;
keempat, berpikir pemecahan masalah yang dirasakan dan dialami peserta
didik dari pengalaman belajar dalam situasi yang berlawanan dengan nilai
kerjasama; kelima, mempraktikkan hasil berpikir pemecahan masalah
dengan cara pelibatan siswa dalam pengalaman belajar dalam situasi yang
sesuai dengan nilai kerjasama; keenam, refleksi atas pengalaman belajar
dalam situasi yang sesuai dengan nilai kepatuhan; dan penguatan dengan
pesan-pesan moral dari seluruh pengalaman belajar dan dari guru. Langkah-
langkah tersebut mencerminkan model Active Learning dan memenuhi
prinsip PAKEM sehingga memungkinkan terjadinya proses-proses Explorasi,
Elaborasi, dan Konfirmasi sebagaimana tuntutan Panduan Implementasi
Standard Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang disusun
oleh Timnas KTSP Departemen Pendidikan Nasional, 2009). Proses eksplorasi
terjadi dalam berbagai pengalaman belajar mereka juga pada saat melakukan
refleksi. Proses elaborasi terjadi ketika peserta didik melakukan refleksi dan
diskusi. Proses konfirmasi terjadi disamping saat refleksi juga penyimpulan
dan penguatan yang dilakukan oleh guru di akhir sesi pembelajaran.
Dilihat dari sumber dan media pembelajaran, model pembelajaran ini
menggunakan situasi kehidupan riil yang dikemas dalam mengangkat meja
belajar siswa masing-masing, sangat cocok bagi anak-anak SD yang
kemampuan berpikirnya cenderung berada pada kemampuan berpikir
kongkrit. Penggunaan situasi riil juga sesuai dengan tuntutan pembelajaran
terpadu (Akbar, 2011-a). Dengan penyesuaian sumber dan pengalaman
belajar dengan tingkat berpikir peserta didik menjadikan belajar siswa
menjadi mudah sehingga tujuan pembelajaran yang ditargetkan menjadi
mudah dapat dicapai oleh peserta didik.
Model pembelajaran ini, dilihat dalam implementasi langkah-lngkah
pembelajarannya yang di dalamnya sekaligus mencerminkan pengalaman
belajar siswa, juga mampu mengembangkan (memunculkan berbagai
kecakapan hidup) yakni kecapan personal (tampak dari tumbuhnya
kesadaran diri untuk bekerjasama), kecakapan social (peserta didik tampak
berkomunikasi dan bekerjasama dalam proses refleksi dan berpikir
pemecahan masalah, kerjasama juga tampak pada saat mereka bergotong
royong mengangkat meja belajar bersama teman sekelasnya, dan kecakapan
akademik (penguasaan teori—peserta didik dapat menemukan beberapa
teori, diantaranya ditemukan bahwa “dengan bekerjasama pekerjaan akan
ringan, mudah dikerjakan”) yang mereka temukan melalui pengalaman
belajarnya—praktik mengangkat meja belajar.
Dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran Nilai dan Karakter, model
pembelajaran ini mampu mengembangkan aspek pengetahuan, perasaan,
dan pengalaman melakukan. Hal ini disamping sesuai dengan prinsip
pendidikan adab (Ki Hadjar Dewantoro, 1962) yang menyatakan bahwa
pendidikan watak (adab) perlu mengembangkan kemampuan-kemampuan
Ngerti, Ngroso, dan Nglakoni, prinsip pendidikan nilai dan karakter yang
perlu menyeimbangkan pengembangan unsure-unsur karakter Moral
Knowing, Moral Feeling, dan Moral Action (Thomas Lickona, 1992), dan
prinsip pendidikan akhlaq yang didengung-dengungkan Abdullah Gimnastiar
(Akbar, 2000) yang memendang perlunya menyeimbangkan keseimbangan
fikir-dzikir-ikhtiar. Dengan demikian berarti pengembangan model
pembelajaran ini dibangun berdasarkan paradigma (kalau tidak boleh disebut
grand theory) yang sangat sesuai dan kuat. Karena dilandasi grand theory
yang sangat kuat, maka sangatlah wajar kalau Model Pembelajaran ini sangat
valid dan efektif.
Dilihat dari prinsip-prinsip terjadinya proses internalisasi nilai, model
ini memenuhi prinsip understanding, Ation, dan Reflection karena
pengalaman belajar yang tercermin dalam langkah-langkah pembelajaran
dalam model ini memenuhi prinsip-prinsip terjadinya internalisasi
sebagaimana dikemukakan oleh (Bohlin, 2001). Implementasi model
pembelajaran ini benar-benar dapat menginternalisasikan nilai kerjasama,
yang dibuktikan dengan pasca pembelajaran peserta didik mampu
menghargai pentingnya bekerjasama.
Hasil-hasil penelitian Akbar (2002) tentang Pengembangan Model-
model Pembelajaran PPKn SD, dan Akbar (2003) tentang pengembangan
model-model pembelajaran Pkn Terpadu, dan Akbar (2006, 2007, dan 2008)
tentang Pengembangan Model Pembelajaran Tematik, yang pada model-
model yang dikembangkan mementingkan pengembangan aspek-aspek
pengetahuan (knowing, understanding), perasaan (feeling), dan pelakonan
(action) semua menghasilkan model-model pembelajaran yang sangat valid
dan efektif.
Jika dilihat dari direct effect dan nurturant effect sebagaimana
diuraikan pada bagian Efek Pembelajaran di atas, maka Model Triprakoro
yang diimplementasikan di SDN Kepanjen Lor 02 Blitar adalah sangat efektif.
Model ini sangat efektif karena model ini dibangun dengan teori dan prinsip-
prinsip pendidikan karakter secara kuat.
Prinsip Triprakoro (Ngerti, Ngroso, dan Nglakoni) yang dijadikan
pondasi dalam model ini sesuai dengan pendekatan komprehensif
pendidikan nilai dan karakter yang dikemukakan oleh Thomas Lickona (1992)
yang menyatakan bahwa karakter itu pada dasarnya adalah value in action
sehingga dalam praktik pembelajaran hendaknya melibatkan unsure-nsur
karakter yang mencakup moral knowing, moral feeling, dan moral action.
Prinsip tersebut juga sesuai dengan prinsip pendidikan akhlaq yang
dikembangkan oleh Abdullah Gymnastiar (Akbar, 2000) bahwa untuk
menjadikan akhlaq mulia (akhlaqul karimah) perlu pengembangan aspek-
aspek fikir, dzikir (perasaan-ingat tuhan), dan ikhtiar (amal perbuatan) yang
memang sudah terbukti secara empiric—sehingga pesantren Daarut-Tauhid
Bandung milik Abdullah Gymnastiar sangat dikenal sebagai bengkel akhlaq.
Dengan sumber dan media pembelajaran yang memanfaatkan situasi
kehidupan riil (dalam konteks ini adalah latar kelas 4 SDN Kepanjen Lor 02
Blitar) dipandang sangat sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis
siswa-siswa SD yang berada pada tahapan kemampuan berpikir kongkrit
hasil-hasil penelitian Akbar (2006, 2007, dan 2008) tentang pembelajaran
tematik yang memanfaatkan situasi riil sebagai sumber dan media
pembelajaran adalah sangat efektif dapat mencapai tujuan pembelajaran
yang ditargetkan.
KESIMPULAN
Implementasi Model Pembelajaran Triprakoro untuk Pembelajaran
Nilai dan Karakter Kerjasama dilakukan dengan langkah-langkah: (1)
klarifikasi nilai kerjasama; (2) pelibatan siswa dalam situasi yang berlawanan
dengan nilai dan karakter kerjasama—para siswa mengangkat meja sendiri-
sendiri; (3) refleksi; (4) berpikir solutif; (5) pelibatan siswa dalam situasi
pembelajaran yang sesuai dengan nilai kerjasama—siswa mengangkat meja
belajar secara gotong royong; (5) refleksi; dan (6) penguatan dan pesan-
pesan moral.
Implementasi Model Triprakoro untuk pembelajaran nilai dan
karakter kerjasama ini, berdampak (direct effect) para siswa dapat
menemukan konsep kerjasama, membangun sendiri pengetahuannya
tentang: akibat kalau tidak ada kerjasama, pengetahuan tentang akibat kalau
ada kerjasama, merasakan bekerja tanpa kerjasama dan bekerja dengan
kerjasama, terampil melakukan kerjasama, dan menghargai pentingnya
kerjasama. Adapun dampak penyerta (nurturant effect) nya adalah para
siswa menjadi sangat aktif dalam proses pembelajaran, kreatifitas berpikir
siswa berkembang terutama ketika mereka berfikir solutif untuk
memecahkan masalah yang mereka hadapi ketika tanpa ada kerjasama, dan
para siswa merasa senang.
Disarankan bahwa Model ini hendaknya digunakan oleh guru-guru SD
dalam pembelajaran nilai dan karakter kerjasama.
DAFTAR RUJUKAN
Akbar, Sa’dun, 2000. Prinsip-prinsip dan Vektor-vektor Percepatan Proses
Internalisasi Nilai Kewirausahaan: Studi pada pendidikan Visi
Daaruttauhid Bandung, Disertasi, Bandung: Program Pascasarjana
UPI>
Akbar, Sa’dun, Margono dan Noorsyam, 2002. Kajian Kurikulum dan Model-
model Pembelajaran PPKn SD, Penelitian Kompetisi Berskala
Nasional, Proyek SEQIP, Jakarta: Direktorat TK/SD.
Akbar, Sa’dun, Margono dan Noorsyam, 2002. Kajian Kurikulum dan Model-
model Pembelajaran PPKn SD, Penelitian Kompetisi Berskala
Nasional, Proyek SEQIP, Jakarta: Direktorat TK/SD.
Akbar, Sa’dun, I Wayan Sutama, Pujianto, 2008. Pengembangan Model-
Model Pembelajaran Tematik untuk Kelas 1 dan Kelas 2 SD, Laporan
Penelitian Hibah Bersaing Tahun-3, Ujicoba Model dalam Skala Luas,
Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Malang: Lemlit Universitas
Negeri Malang.
Akbar, Sa’dun, 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Nilai dan Karakter
berbasis Nilai-Nilai Kehidupan di SD, Laporan Penelitian Hibah
Strategis Nasional Tahun-1 dengan Fokus: Identifikasi Masalah-
masalah Pembelajaran Nilai dan Karakter di SD Jawa Timur.
Akbar, Sa’dun, 2010. Pengembangan Model Pembelajaran Nilai dan Karakter
berbasis Nilai-Nilai Kehidupan di SD, Laporan Penelitian Hibah
Strategis Nasional Tahun-2 dengan Fokus: Ujicoba Model dalam
Skala Terbatas di Malang.
Akbar, Sa’dun, 2011. Pengembangan Model Pembelajaran Nilai dan Karakter
berbasis Nilai-Nilai Kehidupan di SD, Laporan Penelitian Hibah
Strategis Nasional Tahun-3 dengan Fokus: Ujicoba Model dalam
Skala luas di Malang.
Akbar, Sa’dun, 2011-a. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial, Yogyakarta: Cipta Media, Yogyakarta.
Akbar, Sa’dun, 2011-c. Pengembangan Model Pembelajaran Nilai dan
Karakter berbasis Nilai-Nilai Kehidupan di SD, Laporan Penelitian
Hibah Strategis Nasional Tahun-3 dengan Fokus: Ujicoba Model
dalam Skala luas di Jawa Timur.
Akbar, 2011b, Revitalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar, Naskah
Pidato Pengukuhan Guru Besar, Universitas Negeri Malang.
Bohlin, Karen E, Deborah Farmer, Kevin Ryan, 2011. Building Character in
Schools Resource Guide, Sanfrancisco: John Willey & Son.
Borg, Walter & Meredith Damien Gall, 1978. Educational Risearch, New York:
Longman.
DBE-2, 2009. Pembelajaran Aktif di Sekolah dan Kunjungan Sekolah, Bahan
Pelatihan Active Learning, Jakarta: USAID.
Dewantoro, Ki Hadjar, 1962. Bagian I: Pendidikan, Yogyakarta: Majlis Luhur
Taman Siswa.
Joice, Bruce, 1986. Models of Theaching, New Jersey: Prentice
Licckona, Thomas, 1992. Educating for Character, New York: Bantam Books.
Timnas Implementasi KTSP, 2009. Panduan Implementasi KTSP, Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
----------------------
Sa’dun Akbar, adalah Guru Besar Ilmu Pendidikan/Pendidikan Dasar
pada Jurusan Kependidikan SD dan Prasekolah (KSDP) Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang.