DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
2014
PEDOMAN
UJI MUTU DAN UJI EFIKASI LAPANGAN
AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)
i
KATA PENGANTAR
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, ditetapkan bahwa pestisida yang akan diedarkan di Indonesia wajib
terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup serta diberi label. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan, dan
Penggunaan Pestisida, hanya pestisida yang telah terdaftar dan atau memperoleh izin Menteri Pertanian yang boleh diedarkan, disimpan dan digunakan dalam
wilayah Republik Indonesia.
Agens pengendali hayati (APH) seperti cendawan entomopatogen telah
banyak dipergunakan secara luas oleh petani sebagai bahan pengendali OPT yang efektif, aman dan ramah lingkungan. Berbagai APH telah dikembangkan oleh
Laboratorium Lapangan (LL)/Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat, namun sampai saat ini penggunaannya di lapangan
masih terkendala dengan masalah legalitas perizinannya, seperti yang disyaratkan oleh Permentan No. 24 tahun 2011, yang mensyaratkan semua jenis bahan pengendali yang dipergunakan harus terdaftar dan mendapatkan izin dari Menteri
Pertanian.TahapanAPH dalam mendapatkan izin adalah melakukan uji mutu dan uji efikasi lapangan.
Buku pedoman uji efikasi lapangan dan uji mutu APH berisi pedoman uji mutu
dan uji efikasi APH golongan cendawan entomopatogen yaitu Metarrhizium anisopliae, Beauveria bassiana dan Trichoderma sp serta feromon Rhynchophorus ferrugineus. Buku ini selanjutnya dapat dijadikan pedoman dalampelaksanaan
pengujian mutu dan efikasi APH di lingkup perkebunan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini, khususnya para pakar dari Institut Pertanian Bogor
(IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri) serta Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya yang telah
memberikan masukan dalam penyusunan pedoman uji mutu dan uji efikasi lapangan APH. Akhirnya kami berharap semoga buku ini bermanfaat bagi pihak
yang berkepentingan.
Jakarta, Maret 2014 Direktur Perlindungan Perkebunan
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I. Protokol Uji Efikasi Lapang Agens Pengendali Hayati (APH) ....................... 1
I. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Trichoderma sp.) Terhadap Penyakit Busuk Buah Kakao (BBK)
Phytophthora palmivora Pada Tanaman Kakao ........................................... 2
II. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Trichoderma sp.) Terhadap Penyakit VSD (Oncobasidium theobromae) Pada
Tanaman Kakao ....................................................................................... 7
III. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati (APH) Trichoderma sp.
Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB) Phytophthora Capsici
Pada Tanaman Lada .................................................................................. 12
IV. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Trichoderma sp.) Terhadap Penyakit Busuk Pangkal Batang (BPB)
Ganoderma boninense Pada Tanaman Kelapa sawit..................................... 17
V. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Trichoderma sp.) Terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) Rigidoporus
lignosus Pada Tanaman Karet ................................................................... 21
VI. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Trichoderma sp.) Terhadap Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) Rigidoporus
lignosus Pada Tanaman Jambu Mete .......................................................... 26
VII. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Metarhizium anisopliae.) Terhadap Hama Kumbang Nyiur Oryctes rhinoceros
Pada Tanaman Kelapa ............................................................................... 31
VIII. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Metarhizium anisopliae.) Terhadap Hama Kumbang Janur Brontispa
longissima Pada Tanaman Kelapa ............................................................... 35
iii
IX. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Metarhizium anisopliae.) Terhadap Uret Lepitioda stigma Pada
Tanaman Tebu .......................................................................................... 40
X. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Beauveria bassiana) Terhadap Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo)
Hypothenemus hampei Pada Tanaman Kopi ................................................ 44
XI. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Beauveria bassiana.) Terhadap Hama Penggerek Buah Kakao (PBK)
Conopomorpha cramerella Pada Tanaman Kakao ........................................ 49
XII. Pengujian Lapangan Efikasi Agens Pengendali Hayati Kandungan (Jamur
Beauveria bassiana.) Terhadap Hama Penghisap Buah Kakao Helopeltis sp ... 54
XIII. Protokol Pengujian Lapangan Efikasi Feromon Terhadap Hama
Kumbang Mocong (Rhynchophorus ferrugineus) pada Tanaman Kelapa ........ 58
BAB II. Protokol Uji Mutu Agens Pengendali Hayati (APH) .................................... 61
XIV. Agens Pengendali Hayati (APH) Trichoderma spp. ....................................... 62
XV. Agens Pengendali Hayati (APH) Metarhizium anisopliae ............................... 85
XVI. Agens Pengendali Hayati (APH) Bagian 1 : Beauveria bassiana ..................... 101
1
BAB I
PROTOKOL UJI EFIKASI LAPANG
AGENS PENGENDALI HAYATI
(APH)
2
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMURTrichoderma sp.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO (BBK)
Phytophthora palmivora PADA TANAMAN KAKAO
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman kakao dengan tingkat serangan penyakit busuk buah kakao diatas 10% (sebutkan tempat
dan waktu pelaksanaan). Pengujian dilakukan di lapangan.
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi
percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
3
5.1.3 Umur tanaman
Tanaman kakao yang digunakan adalah tanaman yang sudah menghasilkan.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubang tanam
Jumlah tanaman : 1 tanaman per lubang tanam
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida
kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budi daya kakao.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan (p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah
ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat)
taraf konsentrasi/dosis yaitu : A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila
permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
4
5.2.5 Jarak tanam
Disesuaikan dengan keadaan setempat
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap petak perlakuan terdiri dari 16 pohon (empat baris dan setiap baris empat pohon).
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak disesuaikan dengan keadaan setempat.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan
sedemikian rupa sehingga penyebaran Phytophthtora palmivora sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk.
5.2.10 Volume penyemprotan
Per tanaman disesuaikan dengan dosis yang tertera pada produk.
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi
5.2.11.1 Aplikasi pertama
Aplikasi APH pertama dilakukan bila sudah terdapat serangan penyakit sasaran namun masih dalam intensitas yang sangat rendah.
5.2.11.2 Interval aplikasi
Disesuaikan dengan informasi produk.
5.2.11.3 Banyaknya aplikasi
Disesuaikan dengan informasi produk.
5
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
Jumlah tanaman contoh yang diamati setiap petak percobaan adalah 12 tanaman.
5.2.12.2 Metode pengambilan contoh
Penentuan tanaman contoh dilakukan secara sistematis.
5.2.12.3 Metode pengamatan
Tingkat kerusakan tanaman kakao oleh penyakit busuk buah ditentukan dengan rumus :
%100xN
nI
I = tingkat kerusakan tanaman akibat penyakit busuk
buah n = jumlah buah yang menunjukkan gejala busuk
akibat P.palmivora N = jumlah buah yang diamati
5.2.12.4 Waktu pengamatan
a. Pengamatan dilakukan satu hari sebelum setiap aplikasi dan dua minggu setelah aplikasi terakhir.
5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data tingkat kerusakan tanaman oleh patogen sasaran pada petak-petak percobaan yang diberi perlakuan APH
uji dan pembanding serta kontrol dilakukan sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan.
Demikian juga data produksi tanaman tiap petak percobaan dianalisa sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
Kriteria efikasi didasarkan pada tingkat kerusakan tanaman oleh patogen sasaran apabila pada awal percobaan tingkat kerusakan tanaman pada semua petak percobaan merata.
Kriteria efikasi didasarkan pada perkembangan penyakit oleh patogen sasaran apabila pada awal percobaan serangan tidak
merata.
6
Tingkat efikasi (TE) APH uji dihitung dari hasil pengamatan terakhir dengan menggunakan rumus :
TE = (ISK – ISP) (ISK)-1 x 100%, dimana TE ≥50%
Keterangan : TE = tingkat efikasi ISK = intensitas serangan penyakit pada kontrol (tanpa APH)
ISP = intensitas serangan penyakit pada perlakuan APH
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Serangan OPT lain
5.2.15.2 Produksi biji kering tiap petak pada saat panen.
7
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMURTrichoderma sp.) TERHADAP PENYAKIT VSD (Oncobasidium theobromae)
PADA TANAMAN KAKAO
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua
percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana
dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman kakao dengan
tingkat serangan VSD diatas 10%. Pengujian dilakukan di lapangan.
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE 5.1. BAHAN
5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering
digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
8
5.1.3 Umur tanaman
Tanaman kakao yang digunakan adalah tanaman menghasilkan yang memperlihatkan gejala serangan VSD.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubang tanam
Jumlah tanaman = 1 tanaman per lubang tanam
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida
kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budidaya kakao.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan (p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah
ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat)
taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila
permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
9
5.2.5 Jarak tanam
Disesuaikan dengan keadaan setempat
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap petak perlakuan terdiri dari 16 pohon (empat baris dan setiap baris empat pohon).
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak disesuaikan dengan keadaan setempat.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan
sedemikian rupa sehingga penyebaran VSD sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk.
5.2.10 Volume penyemprotan
Per tanaman disesuaikan dengan dosis yang tertera pada
produk.
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi
5.2.11.1 Aplikasi pertama
Aplikasi dilakukan segera setelah ditemukan gejala serangan VSD pada daun dan ranting.
5.2.11.2 Interval aplikasi
Interval aplikasi dua minggu sekali.
5.2.11.3 Banyaknya aplikasi
Banyaknya aplikasi dilakukan selama tiga bulan.
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
Dari setiap petak diamati empat pohon.
10
5.2.12.2 Metode pengambilan contoh
Metode pengambilan contoh adalah empat pohon yang ada dibagian petak. Sebelum aplikasi dimulai setiap
pohon diambil secara acak 4-10 ranting (tergantung jenisnya) yang tumbuh dibagian batang dengan
ukuran panjang ranting 7-10 cm dan diberi tanda.
5.2.12.3 Metode pengamatan
Intensitas serangan penyakit VSD diamati di lapangan
pada tanaman contoh dan dihitung dengan rumus:
I =a
a + b x 100%
I = intensitas serangan (%)
a = jumlah ranting yang terserang b = jumlah ranting sehat
5.2.12.4 Waktu pengamatan
Pengamatan dilakukan satu hari sebelum setiap aplikasi dan dua minggu setelah aplikasi terakhir.
5.2.13 Pengolahan data Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan
percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
- Efikasi APH yang diuji didasarkan pada tingkat kerusakan
ranting yaitu apabila pada awal percobaan penyebaran
gejala kerusakan ranting pada petak merata, atau perubahan tingkat kerusakan ranting, yaitu apabila pada
awal percobaa penyebaran gejala kerusakan ranting pada semua petak merata maupun tidak merata.
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama (sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus
Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
11
EI =Keefektifan APH yang diuji (%) Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak control
setelah aplikasi APH Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan
setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%) Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH
Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-
kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi
insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Serangan OPT lain
5.2.15.2 Produksi biji kering tiap petak pada saat panen.
12
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma sp.
(Sebutkan nama dagang dan nama bahan aktifnya) TERHADAP PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
Phytophthora capsici PADA TANAMAN LADA
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman lada dengan tingkat serangan penyakit BPB pada tanaman lada diatas 50% (sebutkan tempat dan
waktu pelaksanaan). Pengujian dilakukan di lapangan.
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri Pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi
percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
13
5.1.3 Umur tanaman
Tanaman lada yang digunakan adalah tanaman yang sudah menghasilkan.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubang tanam
Jumlah tanaman : 1 tanaman per lubang tanam
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida
kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budidaya lada.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan (p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah
ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat)
taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila
permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
14
5.2.5 Jarak tanam
Jarak tanam lada yang direkomendasikan adalah 2,5 x 2,5 m (1600 tanaman/ha) atau 3 x 3 m (1100 tanaman/ha).
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Ukuran petak perlakuan tergantung jumlah tanaman sampel yang diambil.Misal: setiap petak perlakuan terdiri dari 16 pohon
(empat baris dan setiap baris empat pohon)
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak disesuaikan dengan keadaan setempat.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan
sedemikian rupa sehingga penyebaran Phytophthtora capsici merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan yang tertera pada formulasi produk
5.2.10 Volume/dosis
Per tanaman disesuaikan dengan dosis dan volume yang tertera
pada produk
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi
Tergantung produk yang diuji
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
Dari setiap petak diamati empat pohon.
5.2.12.2 Metode pengambilan contoh
Metode pengambilan contoh adalah empat pohon yang ada dibagian petak.
15
5.2.12.3 Metode pengamatan
Untuk satu unit pengamatan, pengamatan dilaksanakan terhadap seluruh tanaman lada dalam
kebun milik petani. Pengamatan dilakukan bukan dengan sistem sampel tetapi dengan sistem sensus
untuk semua tanaman di kebun. Intensitas serangan dihitung dengan cara sebagai berikut:
I =a
a + b x 100%
I = intensitas serangan (%) a = jumlah tanaman terserang BPB lada
b = jumlah tanaman lada sehat Hal-hal yang diamati:
- Terjadinya kelayuan pada daun dimulai dari daun
pucuk di puncak tajuk, kemudian diikuti daun-daun dibawahnya.
- Daun-daun layu tersebut akan berwarna hitam, kemudian gugur atau tetap menggantung.
- Perubahan warna pada pangkal batang menjadi hitam, kulit batang kadang-kadang mudah terlepas dan tinggal jaringan pembuluh kayu berwarna coklat kehitaman.
- Serangan patogen pada daun menyebabkan bercak pada ujung, tengah atau tepi daun.
5.2.12.4 Waktu pengamatan
Pengamatan ada/tidaknya serangan penyakit BPB lada pada kebun petani dilaksanakan secara terus menerus
dengan interval waktu sebulan sekali pada musim kemarau, dan 15 hari sekali pada musim penghujan.
5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan
pada taraf 5%.
16
5.2.14 Kriteria efikasi
- Efikasi APH yang diuji didasarkan pada pertumbuhan akar baru yang sehat pada tanaman lada setelah diaplikasi
dengan jamur Trichoderma sp.
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama
(sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
EI =Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak kontrol setelah aplikasi APH
Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda
nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung
dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH
Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH
Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-
kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi
insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Iklim
5.2.15.2 Kemiringan lahan 5.2.15.3 Cara budidaya tanaman lada yang dilakukan petani 5.2.15.4 Sejarah kebun
17
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMURTrichoderma sp.) TERHADAP PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG (BPB)
Ganoderma boninense PADA TANAMAN KELAPA SAWIT
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain kondisi tanah dan bibit yang akan digunakan sebagai bahan uji (sebutkan tempat dan waktu pelaksanaan).
Pengujian dilakukan semi lapangan.
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi
percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
18
5.1.3 Umur tanaman
8-10 bulan di polybag.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubang tanam
Jumlah tanaman : 1 tanaman per polybag
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai
tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan
waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budidaya kelapa sawit
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) atau Rancangan Acak Lengkap (RAL) disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat uji.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan
(p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat) taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi
konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
19
5.2.5 Jarak tanam
Disesuaikan dengan keadaan setempat
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap petak perlakuan terdiri dari min 18 petak uji (4 blok dengan 5 perlakuan atau 3 blok dengan 6 perlakuan)
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak disesuaikan dengan keadaan setempat.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan
sedemikian rupa sehingga ada jarak yang jelas antar perlakuan
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk.
5.2.10 Waktu dan banyaknya aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk
5.2.11. Pengamatan
5.2.11.1. Pengamatan dilakukan pada seluruh tanaman
5.2.11.2. Metode pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan daun, kondisi pangkal batang tanaman dan pertumbuhan APH pada permukaan tanah
5.2.11.3 Waktu pengamatan
Pengamatan dilakukan sebelum aplikasi dan setelah aplikasi.
5.2.12. Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan pada taraf 5%.
20
5.2.13. Kriteria efikasi
- Jumlah tanaman terserang per satuan luas (dibagi jumlah tanaman yang diamati).
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama (sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak
perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
EI =Keefektifan APH yang diuji (%) Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak control
setelah aplikasi APH Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan
setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%) Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH
Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH
Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total
pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi insektisida tersebut (EI).
21
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMURTrichoderma sp.) TERHADAP PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (JAP)
Rigidoporus lignosus PADA TANAMAN KARET
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman karet dengan tingkat serangan Jamur Akar Putih diatas 5% (sebutkan tempat dan waktu
pelaksanaan). Lokasi uji adalah semi lapangan
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi
percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan OPT sasaran.
22
5.1.3 Umur tanaman
Tanaman karet yang digunakan adalah tanaman yang berumur 8-10 bulan di polybag.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubang tanam
Jumlah tanaman: 1 tanaman per lubang tanam
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida
kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budi daya karet.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) atau Rancangan Acak Lengkap (RAL) disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat uji.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan
(p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat) taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi
konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
23
5.2.5 Jarak tanam
Disesuaikan dengan keadaan setempat
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap petak perlakuan terdiri dari 16 pohon (empat baris dan setiap baris empat pohon).
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak disesuaikan dengan keadaan setempat.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan sedemikian rupa sehingga penyebaran JAP sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk.
5.2.10 Volume
Pertanaman sesuai dengan dosis dan volume yang tertera pada produk APH .
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi
Tergantung produk yang diuji
5.2.12 Pengamatan 5.2.12.1 Jumlah contoh
Semua tanaman uji
5.2.12.2 Metode pengambilan contoh
Semua tanaman uji diamati.
5.2.12.3 Metode pengamatan
Intensitas serangan penyakit JAP diamati di lapangan pada tanaman contoh dan dihitung dengan rumus:
24
I =a
a + b x 100%
I = intensitas serangan (%)
a = jumlah tanaman yang terserang b = jumlah tanaman sehat
5.2.12.4 Waktu pengamatan
a. Pengamatan dilakukan 2 minggu sebelum aplikasi, satu minggu setelah aplikasi (untuk
mengetahui perkembangan Trichoderma sp. di sekitar tanaman sakit) dan 2 bulan setelah
aplikasi (untuk melihat kesembuhan tanaman). 5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan
percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
- Tingkat signifikan perlakuan terhadap kontrol, jumlah
tanaman terserang per satuan luas dibagi jumlah tanaman yang diamati.
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama
(sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus
Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
EI =Keefektifan APH yang diuji (%) Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak control
setelah aplikasi APH Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan
setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda
nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
25
EI = Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH
Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH
Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total
pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Serangan OPT lain 5.2.15.2 Produksi lateks pada saat penyadapan.
5.2.15.3 Data kesembuhan tanaman (yang ditandai dengan): Hilangnya rhizomorfa JAP yang menempel pada kulit
akar, pulihnya luka pada akar, munculnya akar halus di sekitar leher akar atau di ujung akar yang semula membusuk.
26
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMURTrichoderma sp.) TERHADAP PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (JAP)
Rigidoporus lignosus PADA TANAMAN JAMBU METE
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman jambu mete dengan tingkat serangan Jamur Akar Putih diatas 5% (sebutkan tempat dan waktu
pelaksanaan). Lokasi uji adalah semi lapangan
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri Pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering
digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan OPT sasaran.
27
5.1.3 Umur tanaman
Tanaman jambu mete yang digunakan adalah tanaman yang berumur 8-10 bulan di polybag.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubang tanam
Jumlah tanaman : 1 tanaman per lubang tanam
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida
kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budi daya jambu mete.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) atau Rancangan Acak Lengkap (RAL)
disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat uji.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan (p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat)
taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi
konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila permohonan pendaftaran disetujui).
28
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
5.2.5 Jarak tanam
Disesuaikan dengan keadaan setempat
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap petak perlakuan terdiri dari 16 pohon (empat baris dan
setiap baris empat pohon).
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak disesuaikan dengan keadaan setempat.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan sedemikian rupa sehingga penyebaran JAP sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk.
5.2.10 Volume
Pertanaman (sesuai dosis yang tertera pada produk APH) .
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi
Tergantung produk yang diuji
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
Semua tanaman uji
5.2.12.2 Metode pengambilan contoh
Semua tanaman uji diamati.
5.2.12.3 Metode pengamatan
29
Intensitas serangan penyakit JAP diamati di lapangan pada tanaman contoh dan dihitung dengan rumus:
I =a
a + b x 100%
I = intensitas serangan (%) a = jumlah tanaman yang terserang b = jumlah tanaman sehat
5.2.12.4 Waktu pengamatan
a. Pengamatan dilakukan 2 minggu sebelum
aplikasi, satu minggu setelah aplikasi (untuk mengetahui perkembangan T.koningii di sekitar tanaman sakit) dan 2 bulan setelah aplikasi
(untuk melihat kesembuhan tanaman).
5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
- Tingkat signifikan perlakuan terhadap kontrol, jumlah
tanaman terserang per satuan luas dibagi jumlah tanaman yang diamati.
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama (sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak
perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
EI =Keefektifan APH yang diuji (%) Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak control
setelah aplikasi APH Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan
setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung dengan rumus Henderson dan Tilton:
30
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH
Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi
insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Serangan OPT lain 5.2.15.2 Produksi lateks pada saat penyadapan. 5.2.15.3 Data kesembuhan tanaman (yang ditandai dengan):
Hilangnya rhizomorfa JAP yang menempel pada kulit akar, pulihnya luka pada akar, munculnya akar halus di
sekitar leher akar atau di ujung akar yang semula membusuk.
31
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMUR Metarhizium anisopliae.) TERHADAP HAMA KUMBANG NYIUR
Oryctes rhinoceros PADA TANAMAN KELAPA
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman kelapa dengan tingkat serangan kumbang janur kelapa diatas 50% (sebutkan tempat dan
waktu pelaksanaan). Pengujian dilakukan semi lapang.
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus telah diuji mutu kadar bahan
aktifnya oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering
digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
32
5.1.3 Umur tanaman
Pengujian dilakukan pada larva Oryctes rhinoceros
5.1.4 Jumlah bibit per lubang tanam
-
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
-
5.1.6 Pemupukan
-
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan (p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat)
taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila
permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
-
5.2.5 Jarak tanam
-
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
-
33
5.2.7 Jarak antar petak
-
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan sedemikian rupa agar pada awal percobaan penyebaran hama sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk
5.2.10 Waktu dan banyaknya aplikasi
Tergantung produk yang diuji
5.2.11 Volume dan dosis Disesuaikan dengan volume/dosis yang tertera pada produk
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
Seluruh larva yang diberi perlakuan
5.2.12.2 Metode pengamatan
Menghitung jumlah larva yang mati
5.2.12.3 Waktu pengamatan
Satu minggu setelah aplikasi.
5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan
pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
34
Efikasi Metharizium anisopliaeyang diuji didasarkan pada
jumlah larva yang mati. Jumlah larva yang mati pada perlakuan
APH dibandingkan dengan petak kontrol.
35
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMURMetarhizium anisopliae.) TERHADAP HAMA KUMBANG JANUR
Brontispa longissima PADA TANAMAN KELAPA
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman kelapa dengan tingkat serangan kumbang janur kelapa diatas 50% (sebutkan tempat dan
waktu pelaksanaan). Pengujian dilakukan semi lapangan.
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri Pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus telah diuji mutu kadar bahan
aktifnya oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering
digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
36
5.1.3 Umur bibit
Tanaman kelapa yang digunakan adalah tanaman kelapa yang berumur 2 tahun.
5.1.4 Jumlah bibit per lubang tanam
Jumlah bibit: 1 bibit per lubang tanam
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida
kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budi daya kelapa.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) atau Rancangan Acak Lengkap (RAL) sesuai situasi dan kondisi tempat uji.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan
(p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat) taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan control dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi
konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
37
5.2.5 Jarak tanam
Jarak tanam : 6 x 6 m
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap plot percobaan terdiri atas 6 x 6 pohon (36 pohon) yang diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 4 x 4 pohon (16 pohon) untuk diamati. Pada setiap plot pohon contoh dipilih
5 helai janur yang masih bebas serangan hamaBrontispa longissima.
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak adalah 5 larik pohon.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan sedemikian ruma sehingga penyebaran hama sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk
5.2.10 Volume penyemprotan
Per tanaman sesuai volume dan dosis yang tertera pada produk
APH.
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi
Tergantung produk yang diuji
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
Pengamatan dilakukan terhadap intensitas serangan Brontispayang dinyatakan dalam persen janur
terserang Dengan cara mengambil 5 helai janur untuk dilihat
apakah janur tersebut membuka dengan sempurna atau mengkerut dan berwarna cokelat.
38
5.2.12.2 Metode pengambilan contoh
Metode pengambilan contoh secara sistematik
5.2.12.3 Metode pengamatan
Intensitas serangan hamaBrontispa diamati di lapangan pada tanaman contoh dan dihitung dengan rumus:
I =a
a + b x 100%
I = intensitas serangan (%)
a = jumlah janur yang terserang b = jumlah janur sehat
5.2.12.4 Waktu pengamatan
Pengamatan pendahuluan intensitas serangan dilakukan pada waktu sebelum aplikasi pertama
5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan
pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
- Efikasi dinyatakan dengan banyaknya larva Brontispa yang
mati. - Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama
(sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
EI =Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak control setelah aplikasi APH
Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
39
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung
dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH
Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH
Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total
pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Serangan OPT lain 5.2.15.2 Produksi tanaman
40
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMUR Metarhizium anisopliae) TERHADAP URET
Lepidiota stigma PADA TANAMAN TEBU
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman kelapa dengan tingkat serangan kumbang janur kelapa diatas 50% (sebutkan tempat dan
waktu pelaksanaan). Pengujian dilakukan semi lapangan.
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus telah diuji mutu kadar bahan
aktifnya oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering
digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
41
5.1.3 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan
tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan
waktunya dengan APH yang diuji. 5.1.4 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budi daya tebu.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) atau Rancangan Acak Lengkap (RAL).
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan (p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah
ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat)
taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi
konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
5.2.5 Jarak tanam
Jarak tanam : 1,25 m
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Terdiri dari tanaman tebu
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak 2 meter.
42
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan sedemikian rupa agar pada awal percobaan penyebaran hama
sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Cara aplikasi Metharizium sp. dan alat yang digunakan
disesuaikan dengan sifat, cara kerja dan bentuk formulasi Metharizium yang diuji.
5.2.10 Waktu dan banyaknya aplikasi
Tergantung produk yang diuji
5.2.11 Volume Penyemprotan
Per tanaman sesuai dengan volume dan dosis yang tertera pada
produk.
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
Seluruh tanaman, kecuali 2 baris tanaman pinggir
5.2.12.2 Metode pengamatan
Menghitung jumlah tanaman yang mati dan yag sehat pada petak perlakuan, kecuali 2 baris tanaman pinggir
dengan menggunakan rumus : I = a x 100 %
a + b
Keterangan : I = tingkat kerusakan tanaman a = Jumlah tanaman contoh mati b = jumlah tanaman contoh sehat
5.2.12.3 Waktu pengamatan
Pengamatan dilakukan tiga kali : a. Pengamatan pertama dilakukan 2 minggu
setelahtanam. b. Pengamatan kedua dilakukan 4 minggu setelah
tanam.
43
c. Pengamatan ketiga dilakukan 6 minggu setelah tanam.
5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan
percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
- Efikasi Metharizium anisopliaeyang diuji didasarkan pada jumlah larva yang mati.
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama (sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak
perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
EI =Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak control setelah aplikasi APH
Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan
setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung
dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH
Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi
insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang Produksi tebu
44
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMUR Beauveria bassiana) TERHADAP HAMA PENGGEREK BUAH KOPI (PBKo)
Hypothenemus hampei PADA TANAMAN KOPI
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman kopi dengan tingkat serangan penggerek buah kopi diatas 10% (sebutkan tempat dan waktu
pelaksanaan).
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri Pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi
percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
45
5.1.3 Umur tanaman Tanaman kopi yang digunakan adalah tanaman yang sudah
menghasilkan.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubang tanam
Jumlah tanaman: 1 tanaman per lubang tanam.
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai
tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan
waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budidaya kopi.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Kelompok.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan
(p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat) taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol
dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila permohonan pendaftaran disetujui).
5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
5.2.5 Jarak tanam
Jarak tanam : 4 x 4 m
46
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap plot percobaan terdiri atas 6 x 6 pohon (36 pohon) yang
diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 4 x 4 pohon (16 pohon) untuk diamati. Pada setiap plot pohon contoh dipilih
100 buah kopi yang diperkirakan masih bebas serangan hamaPBKo.
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak adalah 5 larik pohon.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan
sedemikian rupa sehingga penyebaran hama sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk.
5.2.10 Volume penyemprotan
Disesuaikan dengan formulasi produk.
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi
5.2.11.1 Aplikasi pertama
Aplikasi dilakukan pada saat buah masak susu.
5.2.11.2 Interval aplikasi
Aplikasi dilakukan dengan interval 10 hari sekali.
5.2.11.3 Banyaknya aplikasi
Banyaknya aplikasi dilakukan minimal sebanyak 5 (lima) kali.
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
47
Pengamatan dilakukan terhadap intensitas serangan PBKo yang dinyatakan dalam persen buah terserang
pada: - Setiap putaran panen sebelum dan sesudah aplikasi
APH selama 4 bulan. - Pengamatan dilakukan terhadap 20 pohon contoh.
Dari setiap pohon diambil 5 ranting, dari setiap ranting diambil 25 biji kopi.
5.2.12.2 Metode pengambilan contoh
Metode pengambilan contoh secara sistematik
5.2.12.3 Metode pengamatan
Intensitas serangan hama PBKo diamati di lapangan
pada tanaman contoh dan dihitung dengan rumus:
I =a
a + b x 100%
I = intensitas serangan (%) a = jumlah buah yang terserang b = jumlah buah sehat
5.2.12.4 Waktu pengamatan
Pengamatan intensitas serangan dilakukan pada waktu sebelum aplikasi pertama
5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan
percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
- Kriteria efikasi dinilai berdasarkan jumlah buah yang
terserang. - Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama
(sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak
perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
48
EI =Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak control setelah aplikasi APH
Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda
nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung
dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH
Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH
Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total
pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Serangan OPT lain
5.2.15.2 Produksi tanaman
49
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMUR Beauveria bassiana.) TERHADAP HAMA PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK)
Conopomorpha cramerella PADA TANAMAN KAKAO
1. LINGKUP PENGUJIAN
Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU
Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan
mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman kakao dengan tingkat serangan penggerek buah kakao diatas 10% (sebutkan tempat dan
waktu pelaksanaan). Pengujian dilakukan di lapangan.
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau
disetujui oleh Menteri Pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi
Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN 5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya
oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi
percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan terhadap serangan hama sasaran.
50
5.1.3 Umur tanaman
Tanaman kakao yang digunakan adalah tanaman yang sudah menghasilkan.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubangtanam
Jumlah tanaman : 1 tanaman per lubang tanam
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida
kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budidaya kakao.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan (p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah
ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat)
taraf konsentrasi/dosis yaitu : A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan control dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila
permohonan pendaftaran disetujui). 5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
5.2.5 Jarak tanam
Jarak tanam : 4 x 4 m
51
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap plot percobaan terdiri atas 6 x 6 pohon (36 pohon) yang diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 4 x 4 pohon
(16 pohon) untuk diamati. Pada setiap plot pohon contoh dipilih 100 buah kakao berukuran panjang 8-10 cm yang diperkirakan
masih bebas serangan hama penggerek buah kakao.
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak adalah 5 larik pohon.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Pengaturan tata letak perlakuan dan kelompok diusahakan sedemikian rupa sehingga penyebaran hama sasaran merata.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk.
5.2.10 Volume penyemprotan
Per tanaman sesuai dengan volume dan dosis yang tertera pada produk APH.
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi
5.2.11.1 Aplikasi pertama
Aplikasi dilakukan pada saat buah kakao berukuran 8-10 cm.
5.2.11.2 Interval aplikasi
Aplikasi dilakukan dengan interval 10 hari sekali.
5.2.11.3 Banyaknya aplikasi
Banyaknya aplikasi dilakukan minimal sebanyak 5
(lima) kali.
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Jumlah contoh
52
Pengamatan dilakukan terhadap intensitas serangan PBK yang dinyatakan dalam persen buah terserang
pada: - Setiap putaran panen sebelum dan sesudah aplikasi
APH selama 4 bulan. - 100 buah contoh setelah dipanen.
5.2.12.2 Metode pengambilan contoh
Metode pengambilan contoh secara sistematik
5.2.12.3 Metode pengamatan
Intensitas serangan hama PBK diamati di lapangan
pada tanaman contoh dan dihitung dengan rumus:
I =a
a + b x 100%
I = intensitas serangan (%) a = jumlah buah yang terserang
b = jumlah buah sehat
5.2.12.4 Waktu pengamatan
a. Pengamatan pendahuluan intensitas serangan
dilakukan pada waktu sebelum aplikasi pertama 5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan
percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
- Kriteria efikasi dinilai berdasarkan gejala buah terserang dan tingkat kerusakan buah (biji lengket).
- Bilakerusakantanamanpadapengamatanpertama (sebelumaplikasi APH)
tidakberbedanyataantarpetakperlakuan, tingkatefikasi APH dihitungdenganrumus Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
53
EI = Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca = Persentase kerusakan tanaman pada petak control setelah aplikasi APH
Ta = Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda
nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung
dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%)
Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH
Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH
Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total
pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Serangan OPT lain 5.2.15.2 Produksi tanaman
54
PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI AGENS PENGENDALI HAYATI (Sebutkan nama dagang)
KANDUNGAN (JAMUR Beauveria bassiana) TERHADAP HAMA PENGHISAP BUAH KAKAO Helopeltis sp.
1. LINGKUP PENGUJIAN Pengujian lapangan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah semua
percobaan pengujian yang pada prinsipnya dilakukan dalam kondisi lapangan.
2. LOKASI DAN WAKTU Lokasi dan waktu percobaan ditetapkan atas dasar cukup tersedianya sarana
dengan memperhatikan faktor fisik dan biologi yang diperkirakan akan mempengaruhi tujuan percobaan antara lain pertanaman kakao dengan
tingkat serangan penghisap buah kakao diatas 50% (sebutkan tempat dan waktu pelaksanaan). Pengujian dilakukan di lapangan (dengan kurungan).
3. PELAKSANA
Sebutkan nama institusi pelaksana pengujian yang telah ditunjuk atau disetujui oleh Menteri Pertanian.
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN
Sebutkan jumlah unit kegiatan pengujian yang telah disetujui oleh Komisi Pestisida.
5. BAHAN DAN METODE
5.1. BAHAN
5.1.1 Contoh APH yang diuji
Contoh APH yang diuji harus diuji mutu kadar bahan aktifnya oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian, bersegel
dan berlabel Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
5.1.2 Varietas
Varietas tanaman yang digunakan adalah varietas yang sering
digunakan oleh petani setempat atau terdapat di lokasi percobaan (nama varietas disebutkan) dan cukup rentan
terhadap serangan hama sasaran.
55
5.1.3 Umur tanaman
Tanaman kakao yang digunakan adalah tanaman yang sudah menghasilkan.
5.1.4 Jumlah tanaman per lubang tanam
Jumlah tanaman: 1 tanaman per lubang tanam
5.1.5 Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dilakukan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan percobaan efikasi APH. Apabila untuk pemeliharaan tersebut perlu dipergunakan bahan pengendali lain (pestisida
kimia) harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak bersamaan waktunya dengan APH yang diuji.
5.1.6 Pemupukan
Pemupukan sesuai dengan rekomendasi untuk budi daya kakao.
5.2. METODE
5.2.1 Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok.
5.2.2 Jumlah perlakuan dan ulangan
Banyaknya perlakuan dan ulangan harus memenuhi persyaratan (p-1) (u-1) > 15 dan u > 3; p = jumlah perlakuan, u = jumlah
ulangan.
5.2.3 Macam perlakuan yang diuji
Untuk pengujian 1 (satu) formulasi APH, digunakan 4 (empat)
taraf konsentrasi/dosis yaitu: A, ¾ A, ½ A dan ¼ A dan kontrol dengan taraf konsentrasi tertinggi diharapkan menjadi konsentrasi anjuran penggunaan formulasi APH tersebut (bila
permohonan pendaftaran disetujui). 5.2.4 Pola tanam
Pola tanam yang digunakan adalah monokultur
5.2.5 Jarak tanam
Jarak tanam : 4 x 4 m
56
5.2.6 Ukuran petak perlakuan
Setiap petak perlakuan terdiri dari 2 pohon. Pada tiap pohon digantungkan empat kurungan, satu diantaranya berisi 10 ekor
Helopeltis spp. Instar kelima.
5.2.7 Jarak antar petak
Jarak antar petak adalah 2 pohon.
5.2.8 Tata letak perlakuan
Letak petak percobaan tidak penting karena populasi awal diketahui dan penyebaran hama sasaran diketahui atau
ditetapkan.
5.2.9 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk
5.2.10 Volume penyemprotan
Per tanaman disesuaikan dengan volume dan dosis yang tertera
pada produk APH.
5.2.11 Waktu dan banyaknya aplikasi Tergantung produk APH yang diuji
5.2.12 Pengamatan
5.2.12.1 Metode pengamatan
Menghitung gejala bekas tusukan dan mortalitas nimfa instar 3
5.2.12.2 Waktu pengamatan
a. Pengamatan awal dilakukan sesaat sebelum
aplikasi, dan apabila ada Helopeltis spp. Yang mati, diganti dengan Helopeltis spp. Dari
kelompok umur yang sama. b. Pengamatan akhir
Pengamatan akhir dilakukan 72 jam setelah aplikasi APH.
57
5.2.13 Pengolahan data
Pengolahan data dikerjakan sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan. Tingkat perbedaan dinyatakan
pada taraf 5%.
5.2.14 Kriteria efikasi
- Efikasi APH yang diuji didasarkan pada tingkat populasi
yaitu banyaknya nimfa instar 3 yang mati dan gejala bekas tusukan.
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama (sebelum aplikasi APH) tidak berbeda nyata antar petak perlakuan, tingkat efikasi APH dihitung dengan rumus
Abbot:
EI = Ca − Ta
Ca x 100%
EI =Keefektifan APH yang diuji (%) Ca= Persentase kerusakan tanaman pada petak control
setelah aplikasi APH Ta= Persentase kerusakan tanaman pada petak perlakuan
setelah aplikasi APH
- Bila kerusakan tanaman pada pengamatan pertama berbeda
nyata antar perlakukan, tingkat efikasi insektisida dihitung dengan rumus Henderson dan Tilton:
EI = 1 −Ta
Cax
Cb
Tb X 100%
EI = Keefektifan APH yang diuji (%) Ca = Kerusakan pada petak control setelah aplikasi APH
Cb = Kerusakan pada petak control sebelum aplikasi APH Ta = Kerusakan pada petak perlakuan setelah aplikasi APH
Tb = Kerusakan pada petak perlakuan sebelum aplikasi APH Suatu formulasi APH dikatakan efektif pada sekurang-
kurangnya (1/2 n + 1) kali pengamatan (n = jumlah total pengamatan setelah aplikasi/infestasi), tingkat efikasi
insektisida tersebut (EI).
5.2.15 Data penunjang
5.2.15.1 Serangan OPT lain
5.2.15.2 Produksi tanaman
58
PROTOKOL Pengujian Lapangan Efikasi Feromon (Sebutkan Nama Dagang)
Terhadap Hama Kumbang Mocong (Rhynchophorus ferrugineus) pada Tanaman Kelapa
1. PEMILIK FORMULASI:
2. LINGKUP PENGUJIAN: Pengujian Lapangan
3. PELAKSANA:
Institusi:
Pelaksana Pengujian:
4. JUMLAH UNIT KEGIATAN: 1 unit percobaan
5. LOKASI DAN WAKTU
5.1. Lokasi:
5.2. Waktu:
6. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
6.1. Bahan
6.1.1 Jenis: Feromon (Nama Dagang) yang telah dilegalisir oleh Komisi
Pestisida
6.1.2 Luas Areal:
6.1.3 Komoditi: Kelapa
6.1.4 Tahun Tanam: yang ada di lapangan
6.1.5 Jarak tanam: yang ada di lapangan
6.1.6 Pemupukan: Sesuai dengan anjuran
59
6.2. Metode
6.2.1 Rancangan Percobaan: rancangan acak kelompok (RAK)
6.2.2 Perlakuan yang diuji:
Kontrol
Feromon dengan kepadatan 1 perangkap/hektar
Feromon dengan kepadatan 2 perangkap/hektar Feromon dengan kepadatan 3 perangkap/hektar
Feromon dengan kepadatan 4 perangkap/hektar
6.2.3 Ulangan: 5 (lima)
6.2.4 Plot percobaan:
Plot percobaan adalah hamparan tanaman kelapa yang
mempunyai serangan hama penggerek kumbang moncong di atas
20%.
6.2.5 Cara dan alat aplikasi
Disesuaikan dengan formulasi produk
6.2.6 Tata letak percobaan
Pengaturan tata letak plot percobaan dilakukan secara acak.
Setiap plot percobaan berupa hamparan tanaman kelapa seluas 1
ha, antar plot dipisahkan dengan jarak minimal 100 m, sedangkan
antar blok sekitar 500 m. Dengan demikian jumlah plot
percobaan sebanyak (5)(5) = 25 plot.
6.3. Kriteria Efikasi
Efikasi senyawa feromon yang diuji didasarkan pada jumlah hama
penggerek kumbang moncong yang tertangkap. Hasil trapping pada
perlakuan feromon yang diuji akan dibandingkan dengan petak kontrol.
60
6.4. Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah penggerek kumbang moncong
yang tertangkap setiap 5 hari sekali selama empat kali pengamatan.
Data tambahan berupa tingkat serangan hama penggerek kumbang
moncong, sebelum dan sesudah pemasangan perangkap juga akan
diamati.
6.5. Analisis Data
Analisis data jumlah hama penggerek kumbang moncong yang
tertangkap dilakukan dengan menggunakan analysis of variance
(ANOVA) (P=0.05). Sedangkan untuk menentukan perbedaan nilai
rata-rata akan menggunakan uji Duncan taraf 5%. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan program statistik SAS.
61
BAB II PROTOKOL UJI MUTU
AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)
62
Agens pengendali hayati (APH)
Trichoderma spp.
1. Ruang lingkup
Standar ini menetapkan syarat mutu, pengambilan contoh, pengujian,
pengemasan dan penandaan Agens Pengendali Hayati(APH)Trichoderma spp
2. Acuan normatif
SNI 19-0428, Petunjuk pengambilan contoh padatan
SNI 19-0429, Petunjuk pengambilan contoh cairan dan semi padat
3. Istilah dan definisi
3.1
agens pengendali hayati (APH)
mikroorganisme atau organisme yang mempunyai kemampuan untuk menekan, menghambat, atau mematikan jasad sasaran melalui mekanisme tertentu dan
berpotensi diigunakan dalam pengendalian. APH dapat sebagai parasit, predator atau patogen.
3.2 Trichoderma spp jamur Imperfecti, kelas Deuteromycetes, genus Trichoderma,meskipun ada
beberapa diantaranya yang mampu berkembangbiak secara seksual
CATATANTrichoderma spp. memiliki aktivitas antifungal atau dekomposer
sehingga dimanfaatkan sebagai APH.Di alam, jamur Trichoderma spp. banyak
ditemukan di hutandan lahan pertanian atau pada sisa-sisa kayu lapuk. Jamur
Trichoderma spp. termasuk jamur tanah (soil fungus).
63
3.3
konidium organ atau alat perkembangbiakan jamur secara aseksual yang mempunyai
bermacam-macam bentuk dan umumnya berkembang dengan membentuk buluh kecambah,berupa sel tunggal atau majemuk, bening (hialin) atau mengandung
pigmen (zat warna) cokelat, hijau, atau biru. 3.4.
kerapatan konidium
jumlah konidum dalam suspensi per satuan volume tertentu. 3.5.
viabilitas konidium
Kemampuan konidium untuk bertahan hidup pada keadaan tertentu yang dapat dilihat dari perkecambahan atau kondisi dinding konidium yang tidak berkerut.
3.6
patogenesitas
kemampuan relatif suatu patogen atau entomopatogen untuk menimbulkan
penyakit pada inang yang biasanya dinyatakan dalam LD50 dan LT50. 3.7
antagonisme
kejadian pada organisme atau mikroorganisme (termasuk jamur) berupa tertekannya aktivitas organisme atau mikroorganisme jika dua atau lebih jasad tersebut diletakkan berdekatan.
3.8
antibiosis
peristiwa terjadinya penghambatan satu patogen oleh jasad antagonistik dengan
terbentuknya zona bening.
3.9 mikoparasitisme
peristiwa terjadinya penghambatan satu patogen oleh jasad antagonistik dengan
jalan organ patogen dibelit oleh hifa jasad antagonistik
64
3.10
penghambatan
proses terhambatnya pertumbuhan patogen oleh jasad antagonistik melalui
proses kompetisi ruang dan nutrisi.
4. Persyaratan mutu
Persyaratan mutu APH Trichoderma spp dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1- Persyaratan mutu APHTrichoderma spp
Parameter Satuan Nilai
Kerapatan konidium per ml ≥ 106
Viabilitas konidium % ≥ 60
Patogenisitas terhadap
tanaman tembakau
- Negatif
Antagonisme
- Antibiosis - Mikoparasitisme - Penghambatan
-
-
%
Positif
Positif
≥ 50%
CATATAN bila salah satu parameter antagonisme terpenuhi berarti telah memenuhi
syarat
5. Pengambilan contoh
5.1 Pengambilan contoh dalam bentuk padat sesuai dengan SNI 19-0428 dan
pengambilan contoh APH dalam bentuk cair sesuai dengan SNi 19-0429.
5.2 Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengmabil contoh yang
berkompeten.
6. Pengujian
6.1Pengujian dilakukan oleh petugas yang kompeten
65
6.2 Persiapan contoh pengujian dalam bentuk padat sesuai dengan lampiran A
dan dalam bentuk cair sesuai dengan lampiran B
6.3 Jenis pengujian
6.3.1Uji kerapatan konidium
Cara uji kerapatan konidium dapat dilihat pada lampiran C
6.3.2Uji viabilitas konidium
Cara uji viabilitas konidium dapat dilihat pada lampiran D
6.3.3Uji patogenisitas pada tanaman tembakau
Cara uji patogenisitas dapat dilihat pada lampiran E
6.3.4 Uji Antagonisme
6.3.4.1cara uji antibiosis dapat dilihat pada lampiran F
6.3.4.1cara uji mikoparasitisme dapat dilihat pada lampiran G
6.3.4.1cara uji penghambatan dapat dilihat pada lampiran H
7. Pengemasan
7.1APH dikemas dalam bentuk padat (tepung, serbuk, granul) atau cair
7.2Kemasan APH dibuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan aman sehingga
APH tidak mengalami penurunan mutu.
8. Penandaan atau pelabelan
Penandaan atau pelabelan ditulis dengan bahan yang tidak luntur dan mudah dibaca. Pelabelan sekurang-kurangnya mencatumkan informasi tentang:
Nama dan alamat produsen Jenis APH
Bentuk produk Sasaran OPT Kerapatan konidium
Tanggal kadaluwarsa Kode produksi
66
Lampiran A
(Normatif)
Pengambilan contoh APH Trichoderma spp dalam bentuk padat
A.1 Prinsip
Mengambil contoh Trichoderma sppdalam bentuk padat.
A.2 Bahan
a. Contoh APH Trichoderma spp b. Aluminium foil
A.3 Peralatan
a. Timbangan analitik;
b. Sendok sampling; c. Magnetic strirer
A.4 Prosedur pengambilan contoh APH
a. Homogenkan contoh APHTrichoderma spp dalam bentuk padatan dengan cara dikocok.
b. Ambil contoh APH Trichoderma spp letakkan di atas aluminium foil. c. Timbang 1 g contoh bahan uji dengan menggunakan aluminium foil dan
masukkan ke Erlenmeyer 100 ml.
d. Tambahkan akuades hingga volume mencapai 100 ml. e. Homogenkan larutan dengan menggunakan magneticstirrer selama lebih kurang
15 menit. f. Contoh siap digunkan sebagai bahan uji.
67
Lampiran B
(Normatif)
Pengambilan contoh APH Trichoderma sppdalam bentuk cair
B.1 Prinsip
Mengambil contoh APHTrichoderma sppdalam bentuk cair.
B.2 Bahan
Contoh APH Trichoderma spp
B.3 Peralatan
a. Pipet ukur 10 ml; b. Erlenmeyer 100 ml;
c. Magnetic stirer
B.4 Prosedur pengambilan contoh APH
a. Homogenkan contoh APHTrichoderma spp dalam bentuk cair dengan cara dikocok.
b. Ambil contoh APH Trichoderma spp sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet ukur.
c. Masukkan ke dalam Erlenmeyer. d. Tambahkan akuades hingga volume mencapai 100 ml. e. Homogenkan larutan dengan menggunakan magnetic stirrer selama lebih kurang
15 menit. f. Contoh siap digunakan sebagai bahan uji.
68
Lampiran C
(Normatif)
Uji kerapatankonidium
C.1 Prinsip
Menghitung kerapatan konidium dengan menggunakan Haemacytometer tipe
Neubauer Improve dan mikroskop sesuai prosedur.
C.2 Bahan
a. Sampel APH Trichoderma spp; b. Akuades 100ml;
c. Aluminium foil; d. Alkohol 70%.
C.3 Peralatan
a. Mikroskop;
b. Haemacytometer tipe Neubauer improve; c. Handcounter; d. Gelas penutuphaemacytomete; e. Alat timbang analitik; f. Magnetic stirrer; g. Erlenmeyer 100 ml; h. Syringe atau pipet 1 ml; i. Sendok sampling.
C.4 Prosedur perhitungan kerapatan konidium
a) Siapkan haemacytometer tipe Neubauer Improve, letakkan pada meja benda mikroskop. Tutup dengan gelas penutup haemacytometer seperti Gambar 1.
Gambar 1- Penutupan haemacytometermenggunakan gelaspenutup.
69
b) Amati dengan perbesaran 100x, untuk mendapatkan bidang hitung pada haemacytometer.
c) Ambil 0,2 ml contoh uji menggunakan syringe atau pipet d) Teteskan suspensi konidium secara perlahan pada bidang hitung dengan
syringeatau pipet melalui kedua kanal pada sisi atas dan bawah hingga bidang hitung terpenuhi suspensi secara kapiler. Diamkan satu menit agar posisi stabil
(Gambar 2).
Gambar 2 - Penetesan suspensi pada bidang hitung
e) Ulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada konidium dan pada bidang hitung.
f) Hitung kerapatan konidium yang terdapat pada kotak hitung (a+b+c+d+e) dengan perbesaran 400x dengan menggunakan hand counter. Lakukan
pengecekan penghitungan untuk tiap kotak hitung.
70
0,2 mm
CATATANKotak no. 5 dengan luas 1mm x 1mm = 1 mm2 di bagi menjadi 25 kotaksehingga kotak a, b, c, d, e masing-masing memiliki luas 0,2 mm x 0,2 mm =
0,04 mm2
Gambar 3 - Kotak perhitungan pada haemacytometer
g) Alur perhitungan kerapatan konidium seperti tercantum dalam gambar 4.
Gambar 4 - Alur perhitungan konidium
0,2 mm
e
c
b
a 1 mm
1 mm d
71
h) Konidiumyang terletak pada garis batas kotak hitung hanya dihitung pada sisi kiri dan atas kotak hitung tersebut, sedangkan proses perhitungannya seperti
Gambar 5.
Keterangan gambar:
A : Konidium yang dihitung B : Konidium yang tidak dihitung
Gambar 5 - Perhitungan konidium
i) Ulangi langkah C.4.i pada bidang hitung 2
Keterangan :
A : Kanal 1
B : Bidang hitung 1
C : Bidang hitung 2
D : Kanal 2
Gambar 6 - Kanal pada haemacytometer
j) Bersihkan haemacytometer. k) Ulangi langkah C.4 a dan C.4 b, kemudian kocok suspensi konidium dengan
menggunakan magnetik strirer selama 3 menit.
B
A
A
B
C
D
72
l) Ulangi langkah C.4 f hingga C.4 l sebanyak 2 kali. m) Setelah diketahui banyaknya konidium pada kotak perhitungan, hitung jumlah
konidium/ml dengan cara sebagai berikut :
S = X
L mm2 x t mm xd x 103
Keterangan :
S adalah kerapatan konidium/ml
X adalahjumlah konidium pada kotak a,b,c,d,e
L adalah luas kotak hitung 0,04 mm2
T adalah kedalaman bidang hitung 0,1 mm
D adalah faktor pengenceran
103 adalah volume suspensi yang dihitung ( 1 ml = 103 mm3)
CATATAN Rumus ini digunakan apabila Haemacytometer yang dipakai
Neubauer Improve.Apabila menggunakan jenis yang lain, maka penghitungan
disesuaikan dengan kondisi Haemacytometer.
n) Hitung rerata kerapatan konidium pada kedua ulangan.
73
Lampiran D
(Normatif)
Uji viabilitas konidium
D.1 Prinsip
Menghitung persentase jumlah konidium yang berkecambah.
D.2 Bahan
a. SampelAPH Trichoderma spp.; b. Akuades;
c. Kapas gulung; d. Alkohol 70%; e. Medium PDA atau SDA.
D.3 Peralatan
a. Mikroskop;
b. Handcounter; c. Gelas benda (object glass)
d. Gelas penutup; e. Magnetic stirrer; f. Skalpel;
g. Lampu spiritus h. Syringeatau pipet tetes 1 ml;
i. Cawan petri diameter 9 cm; j. Bor gabus(cork borer) diameter 0,5 cm.
D.4 Prosedur pengujian viabilitas konidium
a) Cairkan medium PDA atau SDA tegak diatas lampu spiritus.
b) Tuangkan PDA atau SDA cair kedalam cawan petri berdiameter 9 cm, ratakan dan biarkan sampai padat.
c) Potong medium PDA atau SDA menggunakan bor gabus diameter 0,5 cm.
d) Letakkan potongan medium PDA atau SDA menggunakan skalpel diatas gelas benda (object glass). Tiap gelas benda berisi 3(tiga) potongan medium PDA atau
SDA sebagai ulangan. e) Teteskan suspensi konidium yang akan diuji sebanyak 1(satu) tetes (kerapatan
106ml) dengan menggunakan syringeataupipet volume 1 ml. f) Tutup tiap-tiap potongan medium PDA atau SDA dengan menggunakan gelas
penutup.
74
g) Amati dibawah mikroskop apakah konidium tampak jelas dan nantinya dapat diamati.
h) Siapkan cawan petri berdiameter 9 cm dan isidengan 1 gulung kapas yang beratnya lebih kurang 0,45 g. Tiap gulung kapas dibasahi dengan 5 tetes
akuades menggunakan pipet tetes. i) Letakkan gelas benda kedalam cawan petri dan diinkubasikan selama 8 jam, 16
jam atau 24 jam pada suhu kamar. j) Amati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Hitung jumlah
konidium yang berkecambah dan yang tidak berkecambah.
k) Hitung daya kecambah konidium dengan rumus sebagai berikut :
VK = KB
KB + KTB x 100%
Keterangan :
VK adalah viabilitas konidium
KB adalah konidium yang berkecambah
KTB adalah konidium yang tidak berkecambah
l) Ulangi langkah D.4 j dan D.4 k untuk kedua potongan medium yang lain. m) Hitung rerata viabilitas dari ketiga potongan medium tersebut.
75
LAMPIRAN E
(normatif)
Pengujian Patogenisiatas terhadap Tanaman Tembakau
E.1Prinsip
Mengamati terjadinya patogenisitas berupa timbulnya bercak nekrotik pada daun
yang diinokulasi APH Trichoderma spp.
E.2 Bahan
a. Tanaman tembakau (Nikotiana tabacum) berumur 3-4 minggu; b. Sampel APH Trichoderma spp; c. Air steril.
E.3 Peralatan
a. Erlenmeyer 250 ml
b. Syringe.
E.4 Prosedur pengujian patogenisitas
a. Siapkan bibit tembakau berumur 3-4 minggu dalam polibag, dan siramlah dengan air secukupnya.
b. Siapkan syringeyang sudahdisterilkan. c. Buat suspensi konidium APH Trichoderma spp dalam Erlenmeyer dengan
kerapatan konidium sesuai standar. d. Suntikan secara aseptik tulang daun tembakaupada permukaan bawah dengan
suspensi konidium APH Trichodermaspp .
e. Amati ada tidaknya bercak nekrotik pada bagian yang disuntik. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 5 hari.
f. Bilatidaktimbul bercak nekrotik, berarti reaksinya negatif atau tidak patogenik.
76
Lampiran F
(Normatif)
Cara uji penghambatan
F.1 Prinsip
Menghitung penghambatan pertumbuhan patogen oleh APH Trichoderma spp.
F.2 Bahan
a. Sampel APH Trichoderma sp;.
b. Patogen Fusarium spp atau patogen yang lain.
F.3 Peralatan
a. Cawan petri diameter 9 cm; b. Erlenmeyer 100 ml;
c. Bor gabus (cork borrer) diameter 0,5 cm.
F.4 Prosedur pengujian penghambatan
a) Siapkan medium PDA dalam cawan petri b) Ambil isolat Trichoderma spp. yang berumur 7 hari-9 hari menggunakan bor
gabus berdiameter 0.5 cm dari bagian tepi koloni. c) Letakkan potongan isolat Trichoderma spp. pada medium PDA dengan jarak 2
cm dari tepi cawan petri kemudian beri tanda T.
d) Ambil isolat Fusarium spp. (atau patogen lain) yang sudah disiapkan dengan bor gabus berdiameter 0.5 cm dari bagian tepi koloni.
e) Letakkan potongan isolatFusarium spp pada medium PDA dalam cawan petri dengan jarak 2 cm dari tepi cawan petri pada sisi yang berseberangan dengan Trichoderma spp kemudian beri tanda P.
f) Sebagai kontrol letakkan isolat patogen pada medium PDA tanpa Trichoderma spp
77
Keterangan
A : Trichoderma spp
B : Fusarium spp atau patogen lain
g) Amati pertumbuhan koloni untuk masing-masing jamur hingga terjadi kontak antara Trichoderma spp dengan Fusarium spp.
h) Ukur jari-jari koloni jamur patogen (Fusarium spp.) pada cawan petri perlakuan dan kontrol.
R
2
2
R
1
R
1
kontrol perlakuan
Gambar 8 - Pertumbuhan koloni pada proses antagonisme
A
1 2
2cm 4cm
2cm
A
P
2cm 6,5cm
Kontrol 2 Perlakuan
2 cm 6,5cm
P
A
Kontrol 1
Gambar 7- Antagonisme Trichoderma spp.
78
i) Hitung persentase penghambatan dengan rumus sebagai berikut :
Z = (r1 − r2)
r1 x 100%
Keterangan :
Z adalah Persentase penghambatan
r1 adalah Jari-jari Fusarium spp tanpa Trichoderma spp (kontrol)
r2adalah Jari-jari Fusarium spp dengan Trichoderma spp
j. Perlakuan uji penghambatan dilakukan minimum sebanyak tiga ulangan.
79
Lampiran G
(Normatif)
Uji antibiosis
G.1Prinsip
Mengamati terjadinya antibiosis pada Fusarium spp atau patogen lain oleh
APHTrichoderma spp
G.2 Bahan
a. Sampel APHTrichoderma sp;. b. Patogen Fusarium spp atau patogen yang lain.
G.3 Peralatan
a. Cawan petri diameter 9 cm;
b. Erlenmeyer 100 ml; c. Bor gabus (cork borer) diameter 0,5 cm.
G.4 Prosedur pengujian antibiosis
a) Siapkan medium PDA dalam cawan petri
Keterangan
A : Trichoderma spp.
B : Patogen
2cm 4cm
A P
Gambar9 - Proses antibiosis
80
b) Ambil isolat Trichoderma spp. yang berumur 7 hari-9 hari menggunakan bor
gabus berdiameter 0.5 cm dari bagian tepi koloni. c) Letakkan potongan isolatTrichoderma spp. pada medium PDA dengan jarak 2 cm
dari tepi cawan petri kemudian beri tanda T d) Ambil isolat Fusarium spp. (atau patogen lain) yang sudah disiapkan dengan bor
gabus berdiameter 0,5 cm dari bagian tepi koloni.
e) Letakkan potongan isolatFusarium spp pada medium PDA dalam cawan petri dengan jarak 2 cm dari tepi cawan petri pada sisi yang berseberangan dengan
Trichoderma spp kemudian beri tanda P. f) Ulangi langkah c dan d pada medium PDA yang berbeda sebagai kontrol.
g) Amati adanya zona bening yang tidak ditumbuhi oleh koloni jamur pada area di antara koloni jamur Trichoderma spp dengan Fusarium spp. sebagai salah satu indikator adanya aktifitas antibiosis.
h) Ukur zona bening yang terbentuk antara koloni jamur Trichoderma spp dengan patogen (Fusarium spp) pada cawan petri.
i) Pengujian dilakukan minimum sebanyak tiga ulangan.
81
Lampiran H
(Normatif)
Uji mikoparasitisme
H.1 Prinsip
Peristiwa terjadinya penghambatan satu patogen oleh jasad antagonistik dengan
terbentuknya zona bening.
H.2 Bahan
a. Sampel APHTrichoderma sp;. b. Patogen jamur Fusarium spp atau patogen yang lain.
H.3 Peralatan
a. Cawan petri diameter 9 cm;
b. Erlenmeyer 100 ml; c. Bor gabus(cork borer) diameter 0,5 cm.
H.4 Prosedur pengujian mikoparasitisme
a) Gelas benda dicelupkan dalam alkohol 70% kemudian panaskan di atas api lampu spiritus.
b) Cairkan medium PDA dalam tabung reaksi sampai medium cair. c) Teteskan sebanyak 1 tetes -2 tetes medium PDA di atas gelas benda sambil
diratakan. d) Inokulasi medium PDA dengan isolat jamur Trichoderma spp. dan jamur patogen
uji pada dua sisi yang berbeda dengan jarak 1 cm -2 cm.
Keterangan
A = Trichoderma spp.
B = jamur patogen
A B
Gambar 10 - Proses mikoparasitik
82
e) Apabila kedua koloni sudah saling bertemu, dilakukan pengamatan di bawah mikroskop untuk melihat adanya aktifitas mikoparasitisme yang ditunjukkan
dengan adanya hifa Trichoderma spp. yang melilit pada hifa jamur patogen dan kemudian akan diikuti dengan terjadinya lisis pada hifa jamur patogen.
83
Lampiran I
(informatif)
Pembuatan media agar
I.1 Prinsip
Membuat Medium agar
I.2 Bahan
a. Medium potato dextrose agar (PDA) instan
b. Medium sauboraud dextrose agar (SDA) instan
I.3 Peralatan
a. Cawan petri dengan diameter 15 cm; b. Erlenmeyer 250 ml;
c. Pipet tetes. d. Syringe
I.4 Prosedur pembuatan media agar
a. Timbang medium PDA sebanyak 39 g atau 65 g untuk medium SDA.
b. Masukkan medium tersebut kedalam gelas piala 1000 ml. c. Tuang akuades ke dalam gelas piala tersebut sampai 1000 ml. d. Tuangkan air kedalam panci kecil dan letakkan diatas nyala api kompor.
e. Letakkan gelas piala kedalam panci tersebut, kemudian aduk terus sampai medium PDA atau SDA didalamnya agak mengental (kurang lebih 1j am -2 jam)
f. Siapkan tabung reaksi pada rak atau erlenmeyer yang telah disteril, serta syringe5ml.
g. Setelah medium PDA atau SDA agak mengental kompor dimatikan.
h. Ambil PDAatau SDA dengan menggunakan syringesebanyak 5 ml dan tuangkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditutup kapas dan aluminium foil. Sebagai stok,
tuangkan medium PDA atau SDA kedalam erlenmeyer sesuai dengan yang kita inginkan, kemudian ditutup dengan kapas dan aluminium foil.
i. Tabung reaksi dan erlenmeyer yang telah terisi PDA atau SDA kemudian dibungkus plastik dan disteril dengan menggunakan autoklaf.
j. Setelah proses sterilisasi menggunakan autoklaf selesai, medium yang
menggunakan tabung reaksi kemudian dimiringkan. k. Inkubasikan media tersebut selama 1hari -2 hari, pisahkan media yang
terkontaminasi. l. Medium dapat digunakan untuk perhitungan viabilitas konidium, maupun untuk
perbanyakan jamur. m. Apabila medium tersebut belum digunakan sebaiknya disimpan dalam lemari es
dengan suhu 5°C.
84
Lampiran J
(Informatif)
Morfologi Trichoderma spp
J.1 Morfologi makroskopis
Pada awal pertumbuhan,koloni mula-mula bening atau putih, kemudian berubah
menjadi kehijauan.Seringkali koloni membentuk lingkaran konsentris.
J.2 Morfologi mikroskopis
Jamur Trichoderma spp. memiliki konidiofor tegak, hialin dan bercabang-cabang.
Fialidnya tunggal atau lebih. Konidium berbentuk bulat telur, berukuran (2,8 - 3,2) x
(2,5 x 2,8) µm. Konidium terbentuk secara kelompok di ujung fialid.
Keterangan:
A : Konidium
B : Kodidiofor
C : Konidiospora
Gambar 11- Morfologi mikroskopis Trichoderma spp.
A
B
C
85
Agens pengendali hayati (APH) Metarhizium anisopliae
1. Ruang lingkup
Standar ini menetapkan syarat mutu, pengambilan contoh, pengujian, pengemasan
dan penandaan Agens Pengendali Hayati (APH)Metarhizium anisopliae.
2. Acuan normatif
SNI 19-0428 Petunjuk pengambilan contoh padatan SNI 19-0429 Petunjuk pengambilan contoh cairan dan semi padat.
3. Istilah dan definisi
3.1
Agens Pengendali Hayati (APH)
Mikroorganisme atau organisme yang mempunyai kemampuan untuk menekan,
menghambat, mematikan atau menyebabkan penyakit jasad sasaran melalui
mekanisme tertentu dan berpotensi digunakan dalam pengendalian. APH dapat
sebagai parasit, predator, atau pathogen.
3.2
Metarhizium anisopliae
Salah satu jamur terbawa tanah yang dapat digunakan sebagai agens pengendali
hayati, biasa disebut green muscardine.
CATATAN 1 Metarhizium anisopliae termasuk jamur kelas Deuteromycetes yang
dapat menyebabkan penyakit pada serangga. Kemampuan untuk menginfeksi inang
disebabkan adanya aktivitas toksin yang dihasilkan yaitu cyclopeptida, destruxin A,
B, C, D, E dan desmethyldestruxin B.
3.3
konidium
organ atau alat perkembangbiakan jamur secara aseksual yang mempunyai
bermacam-macam bentuk dan umumnya berkembang dengan membentuk buluh
86
kecambahberupa sel tunggal atau majemuk, bening (hialin) atau mengandung
pigmen (zat warna) cokelat, hijau, atau biru.
3.4
kerapatan konidium
jumlah konidium dalam suspensi per satuan volume tertentu.
3.5
viabilitas konidium
kemampuankonidium untuk bertahan hidup pada keadaan tertentu yang dapat
dilihat dari perkecambahan atau kondisi dinding konidium yang tidak berkerut.
3.6
patogenisitas
kemampuan relatif suatu patogen atau entomopatogen untuk menimbulkan penyakit
pada inang yang biasanya dinyatakan dalam LD 50& LT 50.
3.7
lethal dosage (LD50)
dosistunggal APH Metarhizium anisopliae yang dapat menyebabkan kematian
50%serangga uji.
3.8
lethal time (LT50)
waktu yang diperlukan APH Metarhizium anisopliae untuk mematikan 50% serangga
uji dalam kondisi tertentu.
3.9
Serangga uji
Serangga yang digunakan sebagai objek dalam uji patogenisitas.
4. Persyaratan mutu
Persyaratan mutu APH Metarhizium anisopliaedilihat dalam Tabel 1.
87
Tabel 1 -Persyaratan mutu APH Metarhizium anisopliae
Parameter Satuan
Nilai
Kerapatan konidium per ml ≥ 106
Viabilitas konidium % ≥ 60
Patogenisitas terhadap serangga uji
- LD50 - LT50
per ml
hari
≥106
≤4
Patogenisitas terhadap tanaman
tembakau - Negatif
5. Pengambilan contoh
5.1Pengambilan contoh dalam bentuk padat sesuai dengan SNI 19-0428 dan pengambilan contoh APH dalam bentuk cair sesuai dengan SNI 19-0429.
5.2 Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengambil contoh yangkompeten.
6. Pengujian
6.1Pengujian dilakukan oleh petugas yang kompeten.
6.2Persiapan contoh pengujian dalam bentuk padat sesuai dengan lampiran A dan dalam bentuk cair sesuai dengan lampiran B.
6.3 Jenis pengujian
6.3.1 Uji kerapatan konidium
Cara uji kerapatan konidium dapat dilihat pada lampiran C.
6.3.2 Uji viabilitas konidium
Cara uji viabilitas konidium dapat dilihat dalam lampiran D.
6.2.3 uji patogenisitas pada serangga uji Cara uji patogenisitas pada serangga ujii dapat dilihat dalam lampiran E.
6.2.4 uji patogenisitas pada tanaman tembakau
Cara uji patogenisitas pada tanaman dapat dilihat dalam lampiran F.
88
7. Pengemasan
7.1APH dikemas dalam bentuk padat (tepung, serbuk, granul) atau cair.
7.2Kemasan dibuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan aman sehingga APH tidak mengalami penurunan mutu.
8. Penandaan atau pelabelan
Penandaanatau pelabelan ditulis dengan bahan yang tidak luntur dan mudah dibaca.
Pelabelan sekurang-kurangnya mencantumkan informasi tentang : - Nama dan alamat produsen
- Jenis APH - Bentuk produk
- Sasaran OPT - Kerapatan konidium
- Tanggal kadaluwarsa - Kode produksi
89
Lampiran A (normatif)
Pengambilan contoh APHMetarhizium anisopliae dalam bentuk padat
A.1 Prinsip
Mengambil contoh APHMetarhizium anisopliae dalam bentuk padat.
A.2 Bahan
a. ContohAPHMetarhizium anisopliae; b. Aluminium foil;
A.3 Peralatan
a. Alat timbang analitik;
b. Sendok sampling; c. Magnetic stirer.
A.4 Prosedur pengambilan contohAPH
a) Homogenkan contoh APH Metarhizium anisopliaedalam bentuk padat dengan cara dikocok.
b) Ambil contoh APH Metarhizium anisopliae, letakkan diatas aluminium foil. c) Timbang 1 g contoh bahan uji dengan menggunakan aluminium foil dan
masukkan kedalam erlenmeyer 100 ml. d) Tambahkan akuades hingga volume mencapai 100 ml. e) Homogenkan larutan dengan menggunakan magnetic stirrer selama lebih kurang
15 menit. f) Contoh siap digunakan sebagai bahan uji.
90
Lampiran B
(normatif)
Pengambilan contoh APH Metarhizium anisopliae dalam bentuk cair
B.1 Prinsip
Mengambil contoh APH Metarhizium anisopliae dalam bentuk cair.
B.2 Bahan
Contoh APHMetarhizium anisopliae.
B.3 Peralatan
a. Pipet ukur 10 ml; b. Erlenmeyer 100 ml;
c. Magnetic stirer.
B.4 Prosedur pengambilan contoh APH
a) Homogenkan contohAPH Metarhizium anisopliaedalam bentuk cair dengan cara dikocok.
b) Ambil contoh APH Metarhizium anisopliae sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet ukur.
c) Masukkan ke dalam erlenmeyer. d) Tambahkan akuades hingga volume mencapai 100 ml. e) Homogenkan larutan dengan menggunakan magnetic stirrerselama lebih kurang
15 menit. f) Contoh siap digunakan sebagai bahan uji.
91
Lampiran C (normatif)
Uji kerapatan konidium
C.1 Prinsip
Menghitung kerapatan konidium dengan menggunakan Haemacytometer tipe
Neubauer Improve dan mikroskop sesuai prosedur.
C.2 Bahan
a. Sampel jamur Metarhizium anisopliae; b. Akuades 100 ml; c. Aluminium foil;
d. Alkohol 70%.
C.3 Peralatan
a. Mikroskop;
b. Haemacytometer tipe Neubauer improve; c. Handcounter; d. Gelas penutuphaemacytometer; e. Alat timbang analitik; f. Magnetic stirrer; g. Erlenmeyer 100 ml; h. Syringe atau pipet 1 ml; i. Sendok sampling.
C.4 Prosedur perhitungan kerapatan konidium
a) Siapkan haemacytometer tipe Neubauer Improve, letakkan pada meja benda
mikroskop. Tutup dengan gelas penutuphaemacytometer seperti Gambar 1.
Gambar 1- Penutupan haemacytometer menggunakan
gelaspenutup.
92
b) Amati dengan perbesaran 100x, untuk mendapatkan bidang hitung pada haemacytometer.
c) Ambil 0,2 ml contoh uji menggunakan syringe atau pipet. d) Teteskan suspensi konidium secara perlahan pada bidang hitung dengan
syringeatau pipet melalui kedua kanal pada sisi atas dan bawah hingga bidang hitung terpenuhi suspensi secara kapiler. Diamkan satu menit agar posisi stabil
(Gambar 2).
Gambar 2 - Penetesan suspensi pada bidang hitung
e) Ulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada konidium dan pada bidang hitung.
f) Hitung kerapatan konidium yang terdapat pada kotak hitung (a+b+c+d+e) dengan perbesaran 400x dengan menggunakan hand counter. Lakukan pengecekan penghitungan untuk tiap kotak hitung.
93
0,2 mm
CATATAN 2Kotak pada Gambar 3 dengan luas 1mm x 1mm = 1 mm2 di bagi menjadi 25 kotaksehingga kotak a, b, c, d, e masing-masing memiliki luas 0,2 mm x 0,2 mm = 0,04 mm2
Gambar 3 - Kotak perhitungan pada haemacytometer
g) Alur perhitungan kerapatan konidium seperti tercantum dalam Gambar 4.
Gambar 4 - Alur perhitungan konidium
h) Konidium yang terletak pada garis batas kotak hitung hanya dihitung pada sisi kiri dan atas kotak hitung tersebut, sedangkan proses perhitungannya seperti
Gambar 5.
Keterangan gambar:
A : Konidium yang dihitung B : Konidium yang tidak dihitung
Gambar 5 - Perhitungan konidium
a
b
c
d
e
0,2 mm 1 mm
1 mm
B
A
94
i) Ulangi langkahC.4 i pada bidang hitung 2
Keterangan gambar :
A : Kanal 1
B : Bidang hitung 1
C : Bidang hitung 2
D : Kanal 2
Gambar 6 - Kanal pada haemacytometer
j) Bersihkan haemacytometer. k) Ulangi langkah C.4 a dan C.4 b, kemudian kocok suspensi konidium dengan
menggunakan magnetic stirer selama 3 menit. l) Ulangi langkah C.4 f hingga C.4 l sebanyak 2 kali.
m) Setelah diketahui jumlah konidium pada kotak perhitungan, hitung kerapatan konidium/ml dengan cara sebagai berikut :
S = 𝑋
L × t × d× 103
Keterangan :
S adalah kerapatan konidium/ml
𝑋 adalah rerata jumlah konidium pada kotak a,b,c,d,e
L adalah luas kotak hitung 0,04 mm2
T adalah kedalaman bidang hitung 0,1 mm
D adalah faktor pengenceran
103 adalah volume suspensi yang dihitung (1 ml = 103 mm3)
CATATAN 2Rumus ini digunakan apabila haemacytometeryang dipakai Neubauer
Improve.Apabila menggunakan jenis yang lain, maka penghitungan disesuaikan
dengan kondisi Haemacytometer.
n) Hitung rerata kerapatan konidium pada kedua ulangan.
B
C
D
A
95
Lampiran D (normatif)
Uji viabilitas konidium
D.1 Prinsip
Menghitung persentase jumlah konidium yang berkecambah.
D.2 Bahan
a. Sampel APHMetarhizium anisopliae; b. Akuades;
c. Kapas gulung; d. Alkohol 70%; e. Medium PDA atau SDA.
D.3Peralatan
a. Mikroskop;
b. Handcounter; c. Gelas benda (object glass); d. Gelas penutup; e. Magnetic stirrer; f. Skalpel;
g. Lampu spiritus; h. Syringe atau pipet tetes 1 ml;
i. Cawan petri diameter 9 cm; j. Bor gabus(cork borer) diameter 0,5 cm.
D.4 Prosedur pengujian viabilitas konidium
a) Cairkan medium PDA atau SDA tegak diatas lampu spiritus.
b) Tuangkan PDA atau SDA cair kedalam cawan petriberdiameter 9cm, ratakan dan biarkan sampai padat.
c) Potong medium PDA atau SDA menggunakan bor gabus diameter 0,5 cm.
d) Letakkan potongan medium PDA atau SDA menggunakan skalpel diatas gelas benda (object glass). Tiap gelas benda berisi 3 (tiga) potongan medium
PDA/SDA sebagai ulangan. e) Teteskan suspensi konidium yang akan diuji sebanyak 1(satu) tetes (kerapatan
106/ml) dengan menggunakan syringeatau pipet volume 1ml. f) Tutup tiap-tiap potongan medium PDA atau SDA dengan menggunakan gelas
penutup.
g) Amati dibawah mikroskop apakah konidium tampak jelas dan nantinya dapat diamati.
96
h) Siapkan cawan petri berdiameter 9 cm dan isi dengan 1 gulung kapas yang beratnya lebih kurang 0,45 g. Tiap gulung kapas dibasahi dengan 5 tetes
akuades menggunakan pipet tetes. i) Letakkan gelas benda tersebut kedalam cawan petri dan inkubasikan selama 8
jam, 16 jam atau 24 jam pada suhu kamar. j) Amati menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x. Hitung jumlah konidium
yang berkecambah dan yang tidak berkecambah. k) Hitung daya kecambah konidium dengan rumus sebagai berikut :
VK = KB
KB + KTB x 100 %
Keterangan :
VK adalah viabilitas konidium
KB adalah konidium yang berkecambah
KTB adalah konidium yang tidak berkecambah
l) Ulangi langkahD.4 j dan D.4 k untuk kedua potongan medium yang lain. m) Hitung rerata viabilitas dari ketiga potongan medium tersebut.
97
Lampiran E (normatif)
Uji patogenesitas APHMetarhizium anisopliae
E.1 Prinsi
Menghitung larva atau serangga uji yang mati akibat terinfeksi APHMetarhizium
anisopliae.
E.2 Bahan
a. SampelAPHMetarhizium anisopliae; b. Larva atau serangga uji.
E.3 Peralatan
a. Cawan petri dengan diameter 15 cm;
b. Erlenmeyer 250 ml; c. Pipet tetes.
E.4 Prosedur pengujian patogenesitas
a) Siapkan larva atau serangga uji di cawan petri yang telah disediakan. Dalam 1
cawan petri diisi sebanyak minimal 20 ekor serangga uji. b) Siapkan pakannya. Pakan dari serangga uji tersebut sebaiknya disterilkan
terlebih dahulu untuk menghindari kontaminasi dengan organisme lain.
c) Masukkan pakan tersebut kedalam penyungkup plastik yang telah diisi dengan serangga uji.
d) Buat suspensi konidium APHMetarhizium anisopliae dalam erlenmeyer dengan kerapatan konidium sesuai standar
e) Semprotkan suspensi konidium ke larva atau serangga uji di dalam cawan petri yang sudah disiapkan.
f) Amati setiap hari jumlah larva atau serangga ujiyang mati.
g) Persen kematian larva atau serangga dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PK = SM
SUx 100 %
Keterangan :
PK adalah persentase kematian serangga uji
SM adalah serangga uji terinfeksi
SU adalah total serangga uji yang diamati
h) Perlakuan uji patogenesitas dilakukan minimal sebanyak tiga ulangan
98
LAMPIRAN F
(normatif)
Pengujian Patogenisitas terhadap tanaman tembakau
F.1 Prinsip
Mengamati terjadinya patogenisitas berupa timbulnya bercak nekrotik pada daun
yang diinokulasi APH Metarhizium anisopliae.
F.2 Bahan
a. Bibit tembakau (Nicotiana tabacum) berumur 3-4 minggu;
b. Sampel APH Metarhizium anisopliae;
c. Air steril.
F.3Peralatan
a. Erlenmeyer 250 ml;
b. Syringe.
F.4 Prosedur pengujian patogenisitas
a) Siapkan bibittembakau berumur 3-4 minggu dalam polibag, dan siramlah dengan
air secukupnya. b) Siapkan syringeyang sudah disterilkan. c) Buat suspensi konidium APH Metarhizium anisopliae dalam erlenmeyer dengan
kerapatan konidium sesuai standar. d) Suntikan secara aseptik tulang daun tembakau pada permukaan bawah dengan
suspensi konidium APH Metarhizium anisopliae. e) Amati ada tidaknya bercak nekrotik pada bagian yang disuntik. Pengamatan
dilakukan setiap hari selama 5 hari. f) Bila tidak timbul bercak nekrotik, berarti reaksinya negatif, atau tidak patogenik.
99
LampiranG (informatif)
MorfologiAPH Metarhizium anisopliae
G.1 Morfologi makroskopis
Pada awal pertumbuhan APH akan membentuk koloni berwarna putih, selanjutnya
koloni akan menebal dan berwarna hijau olive.
G.2 Morfologi mikroskopis
APH Metarhizium anisopliae mempunyai konidiofor tersusun tegak dalam suatu
kumpulan yang kompak, dan berlapis. Konidium berbentuk silinder, lonjong,
panjangnya mencapai 6-16 µm. Konidium bersel satu, hialin dan tidak bersekat.
Keterangan :
A &C : Konidiofor (pendukung konidium)
B &D : Konidium
Gambar 7 - Morfologi mikroskopik jamur Metarhizium anisopliae
100
Lampira n H (informatif)
Pembuatan media agar
H.1 Prinsip
Membuat medium agar
H.2 Bahan
a. Medium Potato Dextrose Agar (PDA) instan;
b. Medium Sauboroud Dextrose Agar (SDA) instan.
H.3 Peralatan
a. Cawan petri dengan diameter 15 cm;
b. Erlenmeyer 250 ml;
c. Piper tetes.
d. Syringe
e. Otoklaf
H.4 Prosedur pengujian patogenesitas
a. Timbang medium PDA sebanyak 39 g atau 65 g untuk medium SDA. b. Masukkan medium tersebut kedalam gelas piala 1000 ml.
c. Tuang akuades ke dalam gelas piala tersebut sampai 1000 ml. d. Tuangkan air kedalam panci kecil dan letakkan diatas nyala api kompor.
e. Letakkan gelas piala kedalam panci tersebut, kemudian aduk terus sampai medium PDA atau SDA didalamnya agak mengental (kurang lebih 1jam).
f. Siapkan tabung reaksi pada rak atau erlen meyer yang telah disterilkan, serta syringe 5ml.
g. Setelah medium PDA atau SDAhomogen dan agak mengental kompor dimatikan.
h. Ambil PDA atau SDA dengan menggunakan syringesebanyak 5 ml dan tuangkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditutup kapas dan aluminium foil. Sebagai
stok, tuangkan medium PDAatau SDA kedalam erlenmeyer sesuai dengan yang kita inginkan, kemudian ditutup dengan kapas dan aluminium foil.
i. Tabung reaksi dan erlenmeyer yang telah terisi PDA atau SDA kemudian
dibungkus plastik dan disteril dengan menggunakan otoklaf. j. Setelah proses sterilisasi menggunakan otoklaf selesai, medium yang
menggunakan tabung reaksi kemudian dimiringkan. k. Inkubasikan medium tersebut selama 1hari -2 hari, pisahkan medium yang
terkontaminasi. l. Medium dapat digunakan untuk perhitungan viabilitas konidium, maupun untuk
perbanyakan jamur.
m. Apabila medium tersebut belum digunakan sebaiknya disimpan dalam lemari es dengan suhu 5°C.
101
Agens pengendali hayati (APH) Bagian 1:Beauveria bassiana
1. Ruang lingkup
Standar ini menetapkan syarat mutu, pengambilan contoh, pengujian, pengemasan
dan penandaan Agens Pengendali Hayati(APH)Beauveria bassiana.
2. Acuan normatif
SNI 19-0428. Petunjuk pengambilan contoh padatan,
SNI 19-0429. Petunjuk pengambilan contoh cairan dan semi padat,
3. Istilah dan definisi
3.1
Agens Pengendali Hayati (APH)
mikroorganisme atau organisme yang mempunyai kemampuan untuk menekan,
menghambat, mematikan atau menyebabkan penyakit jasad sasaran melalui
mekanisme tertentu, dan berpotensi digunakan dalam pengendalian. APH dapat
sebagai parasit, predator, atau patogen
3.2
Beauveria bassiana
jamur imperfecti, klas Deuteromycetes, genus Beauveria, meskipun ada beberapa
diantaranya yang mampu berkembangbiak secara seksual CATATAN 1 Beauveria bassiana termasuk jamur entomopatogen yaitu jamur yang
dapat menimbulkan penyakit pada serangga karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan racun (toksin) antara lain beauvericine, beauverolide, bassianolide dan
isorolide 3.3
konidium
organ atau alat perkembangbiakan jamur secara aseksual yang mempunyai
bermacam-macam bentuk dan umumnya berkembang dengan membentuk buluh
kecambah berupa sel tunggal atau majemuk, bening (hialin) atau mengandung
pigmen (zat warna) cokelat, hijau, atau biru
3.4
kerapatan konidium
jumlah konidium dalam suspensi per satuan volume tertentu
102
3.5
viabilitas konidium
kemampuankonidium untuk bertahan hidup pada keadaan tertentu yang dapat
dilihat perkecambahan atau kondisi konidium yang tidak berkerut
3.6
patogenisitas
kemampuan relatif suatu patogen atau entomopatogen untuk menimbulkan penyakit
pada inang. Biasanya dinyatakan dalam LD50 dan LT50
3.7
lethal dosage (LD50)
dosis tunggal APH Beauveria bassiana yang dapat menyebabkan kematian 50%
populasi serangga uji
3.8
lethal time (LT50)
waktu yang diperlukan APH Beauveria bassiana untuk mematikan 50% populasi
serangga uji dalam kondisi tertentu
3.9
serangga uji
serangga yang digunakan sebagai objek dalam uji patogenisitas
4. Persyaratan mutu
Persyaratan mutu APH Beauveria bassianadilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1 –Persyaratan mutu APH Beauveria bassiana
Parameter Satuan Nilai
Kerapatan konidium per ml ≥106
Viabilitas konidium % ≥ 60
Patogenisitas terhadap serangga uji
- LD50
- LT50
per ml
hari
≥106
≤ 4
Patogenisitas terhadap tanaman
tembakau
- Negatif
103
5. Pengambilan contoh
5.1Pengambilan contoh APH dalam bentuk padat sesuai dengan SNI 19-0428 dan
pengambilan contoh APH dalam bentuk cair sesuai dengan SNI 19-0429.
5.2 Pengambilan contoh dilakukan oleh petugas pengambil contoh yang kompeten
6. Pengujian
6.1Pengujian dilakukan oleh petugas yang kompeten
6.2Persiapan contoh pengujian dalam bentuk padat sesuai dengan Lampiran A dan dalam bentuk cair sesuai dengan Lampiran B
6.3Jenis Pengujian
6.3.1 Uji kerapatan konidium Cara uji kerapatan konidium dapat dilihat dalamlampiran C.
6.3.2 Uji viabilitas konidium Cara uji viabilitas konidiumdapat dilihat dalam lampiran D.
6.3.3 Uji patogenisitaspada serangga uji
Cara uji patogenisitaspada serangga uji dapat dilihat dalamlampiran E.
6.3.4 Uji patogenisitas pada tanaman tembakau
Cara uji patogenisitaspada tanaman tembakaudapat dilihat dalam lampiran F.
7. Pengemasan
7.1APH dikemas dalam bentuk padat (tepung, serbuk, dan granul) atau cair
7.2Kemasan APH dibuat dari bahan yang tidak mudah rusak dan aman sehinggaAPH
tidakmengalami penurunan mutu.
8. Penandaan atau pelabelan
Penandaan atau pelabelan ditulis dengan bahan yang tidak luntur dan mudah
dibaca. Pelabelan sekurang-kurangnya mencantumkan informasi tentang:
- Nama dan alamat produsen, - Jenis APH,
- Bentuk produk, - OPT sasaran,
- Kerapatan konidium, - Tanggal kadaluwarsa, - Kode produksi
104
LampiranA (normatif)
Pengambilan contoh APH Beauveria bassiana dalam bentuk padat
A.1 Prinsip
Mengambil contoh Beauveria bassianadalam bentuk padat
A.2 Bahan
a. Contoh APHBeauveria bassiana;
b. Aluminium foil.
A.3 Peralatan
a. Alat timbang analitik; b. Sendok sampling;
c. Magnetic stirrer.
A.4 Prosedur pengambilan contoh APH
a) Homogenkan contoh APHBeauveria bassina dalam bentuk padat dengan cara dikocok.
b) Ambil contoh APH Beauveria bassina,selanjutnyaletakkan di atas aluminium foil. c) Timbang 1 g contoh bahan uji dengan menggunakan aluminium foil dan
masukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml.
d) Tambahkan akuades hingga volume mencapai 100 ml e) Homogenkan larutan dengan menggunakan magnetic stirrer selama lebih kurang
15 menit. f) Contoh siap digunakan sebagai bahan uji
105
Lampiran B (normatif)
Pengambilan contoh Beauveria bassiana dalam bentuk cair
B.1 Prinsip
Mengambil contoh APH Beauveria bassiana dalam bentuk cair
B.2 Bahan
Contoh APH Beauveria bassiana;
B.3 Peralatan
a. Pipet ukur 10 ml; b. Erlenmeyer 100 ml;
c. Magnetic stirrer
B.4 Prosedur pengambilan contoh APH
a) Homogenkan contoh APH Beauveria bassina dalam bentuk cair dengan cara dikocok.
b) Ambil contoh APH Beauveria bassina sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet ukur.
c) Masukkan ke dalam erlenmeyer.
d) Tambahkan akuades hingga volume mencapai 100 ml. e) Homogenkan larutan dengan menggunakan magnetic stirrerselama lebih kurang
15 menit. f) Contoh siap digunakan sebagai bahan uji
106
Lampiran C (normatif)
Uji kerapatan konidium
C.1Prinsip
Menghitung kerapatan konidium dengan menggunakan Haemacytometer tipe
Neubauer Improve dan mikroskop sesuai prosedur.
C.2Bahan
a. Sampel APHBeauveria bassiana;
b. Akuades 100 ml; c. Aluminium foil;
d. Alkohol 70%.
C.3Peralatan
a. Mikroskop; b. Haemacytometer tipe Neubauer improve;
c. Handcounter; d. Gelas penutuphaemacytometer; e. Alat timbang analitik;
f. Magnetic stirrer; g. Erlenmeyer 100 ml;
h. Syringe atau pipet 1 ml; i. Sendok sampling.
C.4 Prosedur penghitungan kerapatan konidium
a) Siapkan haemocytometer tipe Neubauer Improve, letakkan pada meja benda
mikroskop. Tutup dengan gelas penutuphaemacytometerseperti Gambar 1
Gambar 1- Penutupan haemacytometer menggunakan gelaspenutup.
b) Amati dengan perbesaran 100x, untuk mendapatkan bidang hitung pada haemacytometer.
c) Ambil 0,2 ml contoh uji menggunakan syringe atau pipet.
d) Teteskan suspensi konidium secara perlahan pada bidang hitung dengan syringeatau pipet melaluikeduakanal pada sisi atas dan bawah, hingga bidang
hitung terpenuhi suspensi secara kapiler.Diamkan satu menit agar posisi stabil (Gambar 2).
107
Gambar 2 - Penetesan suspensi pada bidang hitung
e) Ulangi pengamatan untuk memperoleh fokus pada konidium dan pada bidang
hitung.
f) Hitung kerapatan konidium yang terdapat pada kotak hitung (a+b+c+d+e) dengan perbesaran 400x dengan menggunakan hand counter. Lakukan
pengecekan penghitungan untuk tiap kotak hitung.
108
CATATAN 2Kotak pada Gambar 3 dengan luas 1mm x 1mm = 1 mm2 dibagi menjadi 25 kotaksehingga kotak a, b, c, d, e masing-masing memiliki luas 0,2 mm x 0,2 mm = 0,04 mm2
Gambar 3 - Kotak perhitungan pada haemacytometer
g) Alur perhitungan kerapatan konidium seperti tercantum pada gambar 4.
Gambar 4 - Alur perhitungan konidium
h) Konidiumyang terletak pada garis batas kotak hitung hanya dihitung pada sisi kiri dan atas kotak hitung tersebut, sedangkan proses penghitungannya seperti Gambar 5.
Keterangan gambar:
A : Konidium yang dihitung B : Konidium yang tidak dihitung
Gambar 5 - Perhitungan konidium
a
b
c
d
e
0,2 mm 1 mm
1 mm
0,2 mm
B
A
109
i) Ulangi langkah C.4 f pada bidang hitung 2
Keterangan gambar :
A : Kanal 1
B : Bidang hitung 1
C : Bidang hitung 2
D : Kanal 2
Gambar 6 - Kanal pada haemacytometer
j) Bersihkan haemacytometer. k) Ulangi langkah C.4 a dan C.4 b, kemudianhomogenkan suspensi konidium
dengan menggunakan magnetic stirrer selama 3 menit. l) Ulangi langkah C.4 c hingga C.4 i sebanyak 2 kali.
m) Setelah diketahui banyaknya konidium pada kotak perhitungan, hitung jumlah konidium/ml dengan cara sebagai berikut :
S = x
L × t × d× 103
Keterangan :
S adalah kerapatan konidium/ml
X adalah rerata jumlah konidium pada kotak a,b,c,d,e
L adalah luas kotak hitung 0,04 mm2
t adalah kedalaman bidang hitung 0,1 mm
d adalah faktor pengenceran
103 adalah volume suspensi yang dihitung ( 1 ml = 103 mm3)
CATATAN 2Rumus ini digunakan apabila Haemocytometer yang dipakai
Neubauer Improve.Apabila menggunakan jenis yang lain, maka penghitungan
disesuaikan dengan kondisi Haemacytometer.
n) Hitung rerata kerapatan konidium pada kedua ulangan.
B
C
D
A
110
Lampiran D (normatif)
Uji viabilitaskonidium
D.1 Prinsip
Menghitung persentase jumlah konidium yang berkecambah.
D.2Bahan
a. SampelAPH Beauveria bassiana;
b. Akuades; c. Kapas gulung; d. Alkohol 70%;
e. Medium PDA atau SDA
D.3 Peralatan
a. Mikroskop; b. Hand t counter; c. Gelas benda (object glass) d. Gelas penutup;
e. Magnetic stirrer; f. Skalpel; g. Lampu spiritus
h. Syringe atau pipet tetes 1 ml; i. Cawan petri (petridish) diameter 9 cm;
j. Bor gabus(cork borrer) diameter 0,5 cm.
D.4 Prosedur pengujian viabilitas konidium
a) Cairkan medium PDA atau SDA tegak diatas lampu spiritus. b) Tuangkan PDA atau SDA cair kedalam cawan petri berdiameter 9cm, ratakan
dan biarkan sampai padat. c) Potong mediumPDA atau SDA menggunakan bor gabus diameter 0,5 cm. d) Letakkan potongan medium PDA atau SDA menggunakan skalpel diatas gelas
benda (object glass).Tiap gelas benda berisi 3 (tiga) potongan medium PDA atau SDA sebagai ulangan.
e) Teteskan suspensi konidium yang akan diuji sebanyak 1 tetes (kerapatan 106/ml) dengan menggunakan syringe atau pipet volume 1 ml.
f) Tutup tiap-tiap potongan medium PDA atau SDA dengan menggunakan gelas penutup.
g) Amati dibawah mikroskop apakah konidium tampak jelas dan nantinya dapat
diamati.
111
h) Siapkan cawan petri berdiameter 9 cm dan isi dengan 1 gulung kapas yang beratnya lebih kurang 0,45 g. Tiap gulung kapas dibasahi dengan 5 tetes
akuades. i) Letakkan gelas benda tersebut kedalam cawan petri dan inkubasikan selama 8,
16 atau 24 jam pada suhu kamar. j) Amati menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x. Hitung jumlah konidium
yang berkecambah dan yang tidak berkecambah. k) Hitung daya kecambah konidium dengan rumus sebagai berikut :
VK = KB
KB + KTB x 100 %
Keterangan :
VK adalah viabilitas konidium
KB adalah konidium yang berkecambah
KTB adalah konidium yang tidak berkecambah
l) Ulangi langkah D.4 j dan D.4 k untuk kedua potongan medium yang lain. m) Hitung rerata viabilitas dari ketiga potongan medium tersebut.
112
Lampiran E (normatif)
Ujipatogenesitas APH Beauveria bassiana
E.1 Prinsip
Menghitung larva atau serangga uji yang mati akibat terinfeksi APHBeauveria
bassiana
E.2 Bahan
a. SampelAPH Beauveria bassiana;
b. Larva atau serangga uji.
E.3 Peralaan
a. Cawan petri dengan diameter 15 cm; b. Erlenmeyer 250 ml;
c. Pipet tetes.
E.4 Prosedur pengujian patogenesitas
a) Siapkan larva atau serangga uji di cawan petri yang telah disediakan. Dalam 1 (satu)cawan petri diisi sebanyak minimal 20 ekor serangga uji.
b) Siapkan pakannya. Pakan tersebut sebaiknya disterilkan terlebih dahulu untuk menghindari kontaminasi dengan organisme lain.
c) Masukkan pakan tersebut kedalam penyungkup plastik yang telah diisi dengan serangga uji.
d) Buat suspensi konidiumBeauveria bassianadalam erlenmeyer dengan kerapatan
konidium sesuai standar e) Semprotkan suspensi konidium ke larva atau serangga uji di dalam cawan petri
yang sudah disiapkan. f) Amati setiap hari jumlah larva atau serangga ujiyang mati.
g) Persentase kematian larva atau serangga dihitung dengan rumus sebagai berikut :
PK = SM
SUx 100 %
Keterangan :
PK adalah persentase kematian serangga uji
SMadalah serangga uji terinfeksi
SU adalah total serangga uji yang diamati
h) Perlakuan uji patogenisitas dilakukan minimal sebanyak tiga ulangan
113
Lampiran F (normatif)
Pengujian patogenisitas terhadap tanaman tembakau
F.1 Prinsip
Mengamati terjadinya patogenisitas berupa timbulnya bercak nekrotik pada daun
yang diinokulasiAPH Beauveria bassiana
F.2 Bahan
a. Bibittembakau (Nicotiana tabacum) berumur 3-4 minggu;
b. Sampel APH Beauveria bassiana; c. Akuades.
F.3 Peralatan
a. Erlenmeyer 250 ml;
b. Syringe.
F.4 Prosedur pengujian patogenisitas
a) Siapkan bibit tembakau berumur 3-4 minggu dalam polibag dan siramlah dengan
air secukupnya. b) Siapkan syringe yang sudah disterilkan. c) Buat suspensi konidium APH Beauveria bassiana dalam erlenmeyer dengan
kerapatan konidium sesuai standar d) Suntikkan secara aseptik tulang daun tembakau pada permukaan bawah dengan
susupensi konidium APH Beauveria bassiana e) Amati ada tidaknya bercak nekrotik pada bagian yang disuntik. Pengamatan
dilakukan setiap hari selama 5 hari f) Bila tidak timbul bercak nekrotik, berarti reaksinya negatif atau tidak patogenik
114
Lampiran G
(informatif)
Morfologi APHBeauveria bassiana
G.1Morfologi Makroskopis
APHBeauveria bassiana memiliki tipe pertumbuhan apikal, pada awal
pertumbuhannya koloni berwarna putih, dan selanjutnya koloni akan tampak
menebal, kadang-kadang berubah menjadi agak kekuningan.
G.2 Morfologi Mikroskopis
APHBeauveria bassiana memiliki konidium berbentuk oval agak bulat sampai bulat
telur, bersel satu, hialin dengan diameter 2-3 µm. Konidium Beauveria bassiana
dihasilkan secara aseksual. Konidium ini terbentuk pada ujung dan sisi-sisi konidiofor
dan melekat pada sterigma yang pendek. Konidiumterbentuk secara tunggal,
pertumbuhannya mengikuti pola berselang seling, sehingga setelah konidium masak
dan terlepas dari konidiofornya tampak berbentuk zig-zag
Keterangan :
A : konidium
B :konidiosporabentuk zig-zag
C : konidispora
Gambar 7 - Morfologi mikroskopikAPHBeauveria bassiana
A
B
C
115
Lampiran H (informatif)
Pembuatan medium agar
H.1 Prinsip
Membuat medium agar
H.2 Bahan
a. Medium Potato Dextrose Agar (PDA) instan
b. Medium Sauboraud Dextrose Agar (SDA) instan
H.3 Peralatan
a. Cawan petri berdiameter 15 cm; b. Erlenmeyer 250 ml;
c. Pipet tetes. d. Otoklaf
H.4 Prosedur pengujian patogenesitas
a. Timbang medium PDA sebanyak 39 g atau 65 g untuk medium SDA.
b. Masukkan medium tersebut kedalam gelas piala 1000 ml. c. Tuang akuades ke dalam gelas piala tersebut sampai volume mencapai 1000 ml. d. Tuangkan air kedalam panci kecil dan letakkan diatas nyala api kompor.
e. Letakkan gelas pialakedalam panci tersebut, kemudian aduk terus sampai medium PDA atau SDA didalamnya homogen dan agak mengental (kurang lebih
1jam) f. Siapkan tabung reaksi pada rak atau erlenmeyer yang telah disteril, serta
syringe5ml.
g. Setelah medium PDA atau SDA homogen dan agak mengental kompor dimatikan.
h. Ambil PDA atau SDA dengan menggunakan syringesebanyak 5 ml dan tuangkan kedalam tabung reaksi, kemudian ditutup kapas dan aluminium foil. Sebagai
stok, tuangkan medium PDA atau SDA kedalam erlenmeyer sesuai dengan yang kita inginkan, kemudian ditutup dengan kapas dan aluminium foil.
i. Tabung reaksi dan erlenmeyer yang telah terisi PDA atau SDA kemudian
dibungkus plastik dan disteril dengan menggunakan otoklaf. j. Setelah proses sterilisasi menggunakan otoklaf selesai,medium yang
menggunakan tabung reaksi kemudian dimiringkan. k. Inkubasikan media tersebut selama 1 hari -2 hari, pisahkan medium yang
terkontaminasi. l. Medium dapat digunakan untuk perhitungan viabilitas konidium, maupun untuk
perbanyakan jamur.
m. Apabila medium tersebut belum digunakan sebaiknya disimpan dalam lemari es dengan suhu 5°C.