Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
199
PENANAMAN POHON DAN KELESTARIAN AIR:
KESUKSESAN UPAYA MASYARAKAT LOKAL
(Trees Planting and Water Sustainability: A Success Story of Local Community)*)
Oleh/By:
I Wayan Susi Dharmawan, Enny Widyati, A. Ng. Gintings, Syafruddin Hk., dan/and
Haddy Sudiana
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor
*) Diterima : 03 Juni 2008; Disetujui : 28 Agustus 2008
ABSTRACT
At present, our country faces many problems either natural disaster or environmental problems that it takes
our energy for tackling it. Many activities were done by government to tackle the problems of natural
disaster or environmental problem. Flood and landslide are natural disaster with high frequency in the late
decade. Trees planting with multi layer and much coverage on land and forest area will reduce impacting
the natural disaster, such as flood and landslide. Beside that, trees planting will increase water capacity in
soil, so that it is less drought in the dry season and no flood in the rainy season. Activities of trees planting
by local community gave good results, such as: guarantee of water sustainability and increasing soil
productivity. That activities done by local community give a success example and educate people. Field
survey and direct interview with related stakeholders in the field, show the positive effects of tree planting on
hydrology and soil productivity. This article will describe the success practices of trees planting by
community and its merit to the water sustainability.
Keywords: Trees planting, water sustainability, local community
ABSTRAK
Saat ini, negara kita banyak menghadapi permasalahan bencana alam maupun permasalahan lingkungan yang
sangat memeras energi kita untuk mengatasinya. Sudah banyak kegiatan maupun aktivitas yang dilakukan
oleh pemerintah untuk menanggulangi bencana alam maupun permasalahan lingkungan. Banjir dan tanah
longsor merupakan kejadian bencana alam yang sering terjadi akhir-akhir ini. Untuk mengurangi dampak
atau akibat bencana alam banjir dan tanah longsor, maka dapat dilakukan dengan penanaman kembali lahan-
hutan dengan tajuk berlapis dan tutupan (coverage) sebanyak mungkin. Dengan adanya kegiatan penanaman
pohon, cadangan air di dalam tanah akan semakin meningkat, sehingga pada saat musim kemarau tidak
terjadi kekeringan dan pada saat musim hujan tidak terjadi banjir. Usaha-usaha penanaman pohon oleh
masyarakat lokal telah membuahkan hasil yang menggembirakan, antara lain kelestarian air terjamin dan
produktivitas tanah meningkat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat lokal tersebut dapat
dijadikan sebagai contoh keberhasilan dan pembelajaran bagi semua pihak. Hasil survei lapangan dan
wawancara langsung dengan pihak-pihak terkait di lapangan memperlihatkan adanya pengaruh positif
kegiatan penanaman hutan terhadap keadaan tata air dan produktivitas lahan. Tulisan ini akan mengupas
praktek-praktek keberhasilan penanaman pohon oleh masyarakat dan manfaatnya terhadap kelestarian air.
Kata kunci : Penanaman pohon, kelestarian air, masyarakat lokal
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan Undang-Undang No
41/1999 tentang Kehutanan, hutan mem-
punyai beberapa fungsi antara lain meng-hasilkan kayu, menjaga kesuburan tanah,
melindungi tata air, menjaga keanekara-
gaman hayati, menjaga iklim mikro, dan
mencegah perubahan iklim global. Buk-
ti-bukti keberadaan hutan dapat mening-
katkan kesejahteraan masyarakat perlu
disampaikan kepada para pejabat dan ma-syarakat luas. Bila mereka telah yakin
akan manfaat positif hutan tersebut maka
kepedulian dan usaha pembangunan hu-
tan akan berlangsung secara cepat.
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
200
Terwujudnya kelestarian air tidak ter-
lepas dari usaha-usaha konservasi air itu
sendiri. Atau dengan kata lain, konserva-
si air merupakan upaya yang diperlukan
untuk melestarikan sumberdaya air. Me-
nurut Subagyono (2007), strategi konser-
vasi air diarahkan untuk meningkatkan
cadangan air pada wilayah perakaran ta-
naman dengan upaya-upaya pengendalian
aliran permukaan, peningkatan infiltrasi,
pengurangan evaporasi, dan introduksi ta-
naman yang hemat air. Kegiatan pena-
naman pohon oleh masyarakat dapat di-
katakan sebagai upaya konservasi air ka-
rena di dalamnya terdapat tindakan untuk
mengendalikan aliran permukaan dan
meningkatkan infiltrasi air hujan. Dengan
adanya pohon-pohon di atas permukaan
tanah, diharapkan akan tersimpan “perse-
diaan air yang cukup banyak di dalam ta-
nah” sehingga masyarakat tidak akan ke-
kurangan air.
Telah banyak program-program pena-
naman pohon yang dilakukan oleh peme-
rintah seperti reboisasi dan rehabilitasi la-
han serta GNRHL (Gerakan Nasional Re-
habilitasi Hutan dan Lahan). Pada prin-
sipnya kegiatan penanaman pohon ini
merupakan bagian dari program pemba-
ngunan lingkungan hidup secara luas.
Program pembangunan lingkungan hidup
ini akan berhasil hanya jika masyarakat
termotivasi untuk ikut serta dalam prog-
ram pembangunan tersebut. Dalam tulis-
an ini dipaparkan juga bagaimana moti-
vasi masyarakat untuk menanam pohon,
apakah motivasi tersebut muncul dari diri
sendiri ataukah motivasi muncul setelah
pemerintah menginisiasi program tertentu
ke masyarakat? Menurut Koesnadi Har-
djasoemantri dalam Laporan Pemerintah
Kabupaten Madiun (2006), disebutkan
beberapa faktor sosial ekonomi yang mem-
pengaruhi motivasi masyarakat untuk
ikut melaksanakan kegiatan konservasi
lingkungan, antara lain tingkat pendidik-
an, tingkat pendapatan, tingkat pengeta-
huan tentang konservasi, dan luas lahan
yang dimiliki.
Pengelolaan hutan yang tepat, peman-
faatan hutan yang sesuai, penyelenggara-
an perlindungan hutan dan konservasi
alam yang serasi akan mendatangkan
manfaat langsung ataupun tidak langsung
kepada masyarakat. Kegiatan penanaman
pohon oleh masyarakat akan mendatang-
kan manfaat tidak langsung seperti keter-
sediaan air terjaga dan produktivitas ta-
nah meningkat. Kegiatan penanaman po-
hon oleh masyarakat lokal yang dapat
menjamin kelestarian air merupakan con-
toh cerita keberhasilan (success story)
yang dapat dijadikan teladan dan pembe-
lajaran bagi masyarakat luas. Success sto-
ry di bidang kehutanan diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan di bidang kehutanan
yang memberikan manfaat/keuntungan
kepada masyarakat, baik langsung mau-
pun tidak langsung.
II. METODOLOGI
A. Lokasi Survei
Survei lapangan dilakukan di empat
provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta
(DI Yogyakarta), dan Jawa Timur. Pe-
nentuan lokasi didasarkan atas diskusi de-
ngan pejabat/petugas Dinas Kehutanan
Provinsi Jawa Barat, Dinas Kehutanan
Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kehutanan
Daerah Istimewa Yogyakarta (DI Yogya-
karta), dan Dinas Kehutanan Provinsi Ja-
wa Timur. Lokasi yang dipilih untuk di-
kunjungi dan dikaji aspek kegiatan pena-
naman pohon yang berhubungan dengan
kelestarian air, yaitu :
1. Di Provinsi Jawa Barat: Kelompok
Tani Hutan Baru Rangga (Kabupaten
Garut), Kelompok Tani Hutan Hegar
Sari 2 (Kabupaten Ciamis).
2. Di Provinsi Jawa Tengah: Kelompok
Tani Hutan di Desa Bumi Sari (Kabu-
paten Purbalingga), Kelompok Tani
Hutan Sidomakmur di Desa Jonggol
Sari (Kabupaten Wonosobo).
3. Di Provinsi DI Yogyakarta: Kelom-
pok Tani Hutan Rakyat Margomulyo
Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
201
(Kabupaten Gunung Kidul), Hutan
Rakyat Gerhan Desa Selopamioro
(Kabupaten Bantul).
4. Di Provinsi Jawa Timur: Kelompok
Tani Sidomulyo (Kabupaten Luma-
jang).
B. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan sebagai
bahan kajian adalah data sekunder (profil
Gerhan kabupaten, monografi desa atau
kelompok tani) dan data primer yang di-
dapat dari wawancara dengan masyarakat
serta melihat penampilan tegakan. Alat-
alat yang dipergunakan adalah kuesioner,
alat tulis, dan kamera.
C. Prosedur Kerja
Kegiatan ini dilakukan melalui bebe-
rapa tahapan sebagai berikut:
1. Penentuan lokasi survei. Tahapan ini
dilakukan dengan melakukan diskusi
dan wawancara dengan instansi terka-
it seperti Dinas Kehutanan Provinsi,
Dinas Kehutanan Kabupaten, dan
UPT-UPT Departemen Kehutanan.
2. Pengumpulan data sekunder seperti
profil Gerhan kabupaten, monografi
desa, dan monografi kelompok tani.
3. Pengumpulan data primer dilakukan
melalui wawancara langsung di la-
pangan dengan kelompok-kelompok
tani maupun pihak-pihak terkait la-
innya.
4. Tabulasi data dan melakukan desk
discussion.
5. Hasil dari desk discussion dibuat tu-
lisan secara deskriptif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setiap kegiatan kehutanan yang dila-
kukan akan memberikan manfaat, baik
yang dirasakan langsung oleh masyarakat
maupun yang tidak langsung dirasakan
oleh masyarakat. Manfaat langsung ada-
lah hasil yang secara langsung dapat dira-
sakan oleh masyarakat misalnya hutan se-
bagai penghasil kayu (pertukangan, kayu
bakar, kayu untuk patung, dan lain-lain),
penghasil buah (durian, saninten, tengka-
wang, dan lain-lain), hutan sebagai pene-
duh sehingga udara tidak panas, hutan se-
bagai penahan angin sehingga kecepatan
angin dapat dikurangi, hutan (bakau, ce-
mara pantai) sebagai penahan tsunami,
binatang buruan meningkat, dan lain-lain. Manfaat tidak langsung adalah hasil yang
secara tidak langsung dapat dirasakan
oleh masyarakat misalnya hutan di pegu-
nungan dapat meningkatkan jumlah curah
hujan, hutan mengakibatkan air dalam ta-
nah tersedia secara lebih stabil, hutan da-
pat mempengaruhi keberhasilan tanaman
pangan di sekitarnya khususnya di bagian
yang lebih rendah dari lokasi tanaman
hutan, kesehatan masyarakat yang tinggal
di sekitar hutan lebih baik, dan lain-lain
(Ilyas et al., 1996; Bruijnzeel, 2006). Se-
perti dilaporkan oleh Gintings et al.
(1992), beberapa contoh manfaat tidak
langsung dari kegiatan kehutanan dapat
ditemukan seperti berikut: 1. Penanaman tanah kosong di Keca-
matan Cawas, Kabupaten Klaten. Pa-
da saat daerah pegunungan di Desa
Cawas masih gundul maka pada mu-
sim kemarau sumur-sumur di per-
kampungan akan kering dan masyara-
kat Desa Cawas harus mencari air ku-
rang lebih tiga km dari perkampung-
an. Selanjutnya setelah pegunungan
ditanamai tanaman tahunan antara la-
in eukaliptus dan jambu biji, maka
mulai tahun ketiga air sumur tetap
tersedia walaupun di musim kemarau.
Dengan hasil seperti itu maka masya-
rakat telah meyakini bahwa tanaman
tahunan yang ditanam di pegunungan
dapat meningkatkan ketersediaan air
di musim kemarau.
2. Penanaman tanaman tahunan di Gu-
nung Haledong Haruman, Kabupaten
Garut. Sama halnya dengan keadaan
di Desa Cawas, pada saat Gunung
Haledong Haruman masih gundul
maka masyarakat yang tinggal di kaki
gunung akan kesulitan air setiap mu-
sim kemarau tiba. Sebaliknya dua
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
202
tahun setelah Gunung Haledong Ha-
ruman dihijaukan dengan tanaman ta-
hunan seperti kaliandra, nangka, se-
ngon, dan lain-lain, maka captering
air yang dibangun Perum Perhutani
di kaki Gunung Haledong Haruman
tetap berair walaupun di musim ke-
marau.
Dari hasil survei di lapangan, telah di-
temukan contoh-contoh keberhasilan pe-
nanaman dapat menjamin kelestarian air
bagi masyarakat. Praktek-praktek keber-
hasilan penanaman pohon oleh masyara-
kat dan manfaatnya terhadap kelestarian
air dideskripsikan sebagai berikut :
A. Kelompok Tani Hutan Baru
Rangga
Kelompok Tani Hutan Baru Rangga
diketuai oleh Udin dan didirikan pada ta-
hun 1997 serta baru diformalkan pada ta-
hun 2002. Kelompok tani ini berlokasi di
Desa Rancasalak, Kecamatan Kadungora,
Kabupaten Garut dan memiliki anggota
sebanyak 37 orang yang terdiri dari para
petani sayuran. Untuk kegiatan penilaian
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (GNRHL) tahun 2003, Kelompok
Tani Hutan Baru Rangga mendapatkan
Peringkat I Tingkat Provinsi Jawa Barat
dan Peringkat III Tingkat Nasional.
Pada awal pembentukannya, Kelom-
pok Tani Hutan Baru Rangga didirikan
dengan motivasi untuk lebih meningkat-
kan kekuatan sesama petani sayuran. Se-
iring dengan perkembangan bahwa di se-
kitar lokasi mereka terdapat lahan kritis
yang luas, maka mereka bertekad untuk
lebih meningkatkan peran mereka dalam
merehabilitasi lahan kritis tersebut. Un-
tuk itu, mereka bersepakat membentuk
kelompok tani supaya dapat menghijau-
kan kembali lahan kritis di desa mereka
dan dapat meningkatkan hasil penjualan
sayurannya.
Kegiatan penanaman lahan kritis dila-
kukan di lahan milik sebagai hutan rakyat
dan didanai oleh anggaran Gerhan sebe-
sar Rp 2.450.000,-/ha pada luasan 25 ha.
Untuk proporsi luasan masing-masing
anggota bervariasi antara 0,2 ha sampai
dengan 1,0 ha. Jenis-jenis tanaman yang
ditanam meliputi suren, mahoni, alpukat,
nangka, durian, mangga, dan waru gu-
nung. Waru gunung ditanam atas inisiatif
masyarakat dan bukan jenis yang direko-
mendasikan dalam Gerhan. Namun de-
mikian, jenis ini memiliki pertumbuhan
yang sangat bagus dan pada umur enam
tahun sudah bisa ditebang karena diame-
ternya sudah mencapai 20 cm, sehingga
jenis ini merupakan jenis yang ekonomis
dan dapat cepat dipanen. Pada tahun
2007 beberapa jenis tanaman buah-bu-
ahan sudah berbuah dan hal ini memberi-
kan keuntungan tambahan bagi kelompok
tani, baik itu buahnya dijual ataupun di-
konsumsi sendiri.
Kegiatan Gerhan telah memberikan
manfaat yang banyak kepada masyarakat
antara lain kondisi tanah lebih subur, ke-
keringan air sudah dapat dikurangi, air ti-
dak keruh lagi, dan tidak adanya longsor-
an dari tempat-tempat yang berlereng cu-
ram karena tanahnya sudah terikat oleh
akar tanaman tahunan. Pada waktu sebe-
lum Gerhan, kawasan di sekitar kelom-
pok tani merupakan lahan yang gundul/
kritis dan hanya ditanami sayur-sayuran
saja tanpa ada tanaman tahunan (buah-
buahan atau jenis tanaman hutan) sehing-
ga secara keseluruhan hasilnya tidak
maksimal. Gambaran lahan kritis yang
telah ditanami dengan program Gerhan
dan ketersediaan air di Desa Kadungora
ditampilkan secara berturut-turut pada
Gambar 1 dan Gambar 2.
B. Kelompok Tani Hutan Hegar Sari
2
Kelompok Tani Hutan Hegar Sari 2
diketuai oleh Sarnyu Sunarya dan berlo-
kasi di Dusun Sapuangin, Desa Karang-
sari, Kabupaten Ciamis. Kelompok tani
ini dibentuk berdasarkan inisiatif sendiri.
Inisiatif ini muncul karena kepedulian
mereka terhadap kondisi lahan yang sa-
ngat kritis dan memiliki topografi berat/
berlereng. Untuk itu, mereka berkeinginan
menghijaukan kembali lahan kritis menjadi
Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
203
Gambar (Figure) 1. Kondisi lahan di Desa Ka-
dungora, Garut yang telah ditanami program Ger-
han (Land condition at Kadungora Village, Garut
with Gerhan programme)
Gambar (Figure) 2. Ketersediaan air di musim
kemarau tetap terjaga di Desa Kadungora, Garut
(The availability of water in dry season at Ka-
dungora Village, Garut)
lahan yang produktif. Usaha kelompok
tani ini tidak sia-sia karena telah berhasil
menghijaukan kembali lahan kritis seluas
230 ha menjadi lahan yang benar-benar
produktif dan pada tahun 2006 meraih Ju-
ara I Lomba GRLK (Gerakan Rehabilitasi
Lahan Kritis) Tingkat Provinsi Jawa Barat.
Lahan di desa ini bertopografi berat
dengan tingkat kelerengan 45% dan pada
awalnya hanya berhamparkan tanaman
pisang. Pada tahun 2007 sudah terdapat
60 ribu pohon antara lain jati, mahoni,
waru gunung, durian, kopi, cengkeh, dan
nilam. Kendala dalam penghijauan yang
masih dihadapi saat ini adalah terdapat-
nya lahan seluas 25 ha yang belum ter-
tanami karena kondisi tanahnya yang ber-
batu dan curam sehingga sulit untuk
ditanami. Usaha penanaman baru dilaku-
kan sebatas pada jenis gliricidia.
Manfaat yang telah diperoleh dengan
adanya penghijauan ini adalah sumber air
di desa sudah terisi kembali dan apabila
kemarau masih terdapat sumber air serta
iklim di desa makin sejuk.
C. Kelompok Tani Hutan di Desa Bu-
misari, Kabupaten Purbalingga
Di desa Bumisari terdapat tiga kelom-
pok tani hutan rakyat swadaya, yaitu Su-
bur Makmur (Ketua: Usman), Karya Tani
(Ketua: Nahwani), dan Sidomakmur (Ke-
tua: Suryanto) dengan anggota 25-38
orang per kelompok. Masing-masing ke-
lompok mengelola lahan seluas 25 hektar
yang merupakan lahan milik.
Kepala Desa Bumisari (Bapak Suwig-
nyo) memenangkan Juara III Tingkat Na-
sional pada tahun 2006 sebagai Kepala
Desa Peduli Kehutanan. Hal ini karena
beliau memelopori penanaman sengon
pada tahun 1996, tanpa mengajak masya-
rakat beliau memberi contoh menanam
sengon. Hal ini karena memang Pak Ka-
des (Kepala Desa) memiliki prinsip sedi-
kit bicara tetapi berkarya nyata. Menurut
keterangan Bapak Usman (Ketua Kelom-
pok Tani Subur Makmur) sebelum Pak
Kades memelopori penanaman kayu, ka-
lau musim kemarau susah air, tapi seka-
rang air tersedia sepanjang tahun. Tegak-
an tanaman sengon yang ditanam pada ta-
hun 1997 ditampilkan pada Gambar 3.
Desa Bumisari merupakan daerah hu-
lu (wilayahnya sampai ke puncak Gunung
Gambar (Figure) 3. Tanaman sengon tahun ta-
nam 1997 di Blok Larang (Sengon plantation
planted in 1997 at Larang Block)
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
204
Slamet) dari Obyek Wisata Air Bojongsa-
ri (OWABONG) yang merupakan salah
satu penopang sumber air dari obyek wi-
sata tersebut. Oleh karena itu, Bupati Pur-
balingga sangat peduli pada kelestarian
hutan di daerah hulu. Dengan kegiatan
tersebut Bupati Purbalingga menjadi Ju-
ara I Tingkat Nasional sebagai Bupati Pe-
duli Kehutanan.
Dengan adanya aktivitas masyarakat
Desa Bumisari yang telah menanam se-
ngon, maka hal itu telah memberikan
sumbangan/pasokan air yang berarti bagi
kawasan wisata OWABONG (Gambar
4). Hal ini membuktikan bahwa pena-
naman pohon sengon di hulu (Desa Bu-
misari) telah menjamin kelestarian pasok-
an air ke OWABONG.
Gambar (Figure) 4. Pemanfaatan air untuk ka-
wasan wisata OWABONG (Water utilization for
OWABONG tourism)
D. Kelompok Tani Hutan Sidomakmur
Kelompok Tani Hutan Sidomakmur
berlokasi di Desa Jonggol Sari, Kelurah-
an Kalimendong, Kecamatan Leksono,
Kabupaten Wonosobo dan diketuai oleh
Rohmadi. Kelompok tani ini telah me-
ngembangkan hutan rakyat sengon seluas
297 ha dengan anggota kelompok 500
orang. Mereka menanam sengon dengan
jarak tanam 5 m x 4 m. Di bawah tegak-
an sengon ditanami dengan salak pondoh
dengan populasi 2.000 batang per hektar.
Untuk menyiapkan bibit sengon, mereka
membuat bibit cangkokan yang sudah
memiliki tinggi minimal tiga meter se-
hingga bibit siap berkompetisi dengan
tanaman salak untuk mendapatkan cahaya.
Kelompok Tani Hutan Sidomakmur
juga telah melaksanakan PHBM (Pemba-
ngunan Hutan Bersama Masyarakat) pada
lahan hutan seluas 19 hektar, yang pada
awalnya direncanakan seluas 69 hektar.
Pada kegiatan ini, masyarakat diberi ke-
sempatan menanam salak di bawah te-
gakan pinus yang sudah berumur 5-6 ta-
hun.
Dengan adanya kegiatan hutan rakyat
sengon dan PHBM oleh Kelompok Tani
Hutan Sidomakmur, maka hal tersebut te-
lah memberikan dampak positif terhadap
kualitas lingkungan di desanya terutama
ketersediaan air dan produktivitas lahan
meningkat. Dengan campuran tanaman
(Program PHBM di Desa Kalimendong)
yang hampir seluruh lahannya tertutup ta-
naman tahunan dan tanaman bawah
membuat air mengalir sepanjang tahun.
Aliran air selokan yang mengalir melalui
Desa Kalimendong pada saat musim ke-
marau ditampilkan pada Gambar 5. Wi-
layah perbatasan Kecamatan Leksono
yang ditanami Pinus merkusii dan di ba-
wahnya ditanami salak membuat mata air
masih terus mengalir walaupun pada mu-
sim kemarau. Pancuran air yang terus
mengalir yang arahnya menghadap ke
Sungai Songoluang (perbatasan Kecamat-
an Leksono dan Kecamatan Sukoharjo),
merupakan bukti bahwa penanaman po-
hon akan menjamin kelestarian air (Gam-
bar 6).
Gambar (Figure) 5. Air selokan yang mengalir
melalui Desa Kalimendong pada saat musim ke-
marau (Drain water flows through Kalimendong
Village in dry season)
Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
205
Gambar (Figure) 6. Pancuran air di Desa Kali-
mendong, Kecamatan Leksono (The waterspout
at Kalimendong Village, Leksono Sub-district)
E. Kelompok Tani Hutan Rakyat
Margomulyo
Kelompok Tani Hutan Rakyat
(KTHR) Margomulyo diketuai oleh Sura-
dal dan berlokasi di Dusun Pringsurat,
Desa Kedungkeris, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunung Kidul. Keinginan
membentuk paguyuban tersebut dilandasi
oleh semangat dan keinginan warga un-
tuk memperoleh kehidupan dan kesejah-
teraan yang lebih baik. Menurut Bapak
Suradal, pada tahun 1987 rata-rata kelu-
arga di Pringsurat termasuk keluarga pra
sejahtera. Hal ini ditandai dengan ke-
mampuan keluarga untuk menyekolahkan
anaknya paling tinggi sampai tingkat
SLTP. Meningkatnya kesejahteraan ma-
syarakat dapat ditandai dengan mening-
katnya kemampuan masyarakat dalam
menyekolahkan anaknya. Pada saat ini
sudah banyak keluarga yang memiliki
anak yang duduk di perguruan tinggi.
Komoditas kayu yang menjadi andal-
an masyarakat daerah ini adalah jati, ma-
honi, dan Acacia auriculiformis. Masya-
rakat banyak menanam jati di lahan-lahan
mereka dalam bentuk hutan-hutan rakyat.
Jati dapat dipanen paling cepat umur 15
tahun dengan harga rata-rata Rp
600.000,- per batang. Untuk menjaga ke-
lestarian maka disepakati tebang satu ta-
nam 10 dan sudah dituangkan dalam ben-
tuk peraturan KTHR secara tertulis. Ke-
lompok Tani tersebut mempunyai lahan
seluas 186 ha dengan jarak tanam 3 m x 4
m. Untuk mengoptimalkan pertumbuhan
dilakukan penjarangan dua kali, yaitu pa-
da umur lima tahun dan sembilan tahun.
Tanaman jati umur 10 tahun ditampilkan
pada Gambar 7.
Tanaman jati ini, selain mendapatkan
keuntungan secara ekonomi, secara eko-
logi masyarakat juga merasakan muncul-
nya sumber mata air pada tahun 2001 se-
telah mereka menanam tanaman jati. Su-
ngai masih tetap berair walaupun pada
musim kemarau panjang (Gambar 8).
Gambar (Figure) 7. Tanaman jati umur 10 tahun
(10-year old jati plantation)
Gambar (Figure) 8. Sungai masih tetap berair
walaupun pada musim kemarau panjang (Water
availability at river although in long dry season)
F. Hutan Rakyat Gerhan Desa Selo-
pamioro
Desa Selopamioro, Kabupaten Bantul
terletak 23 km arah tenggara Kota Yog-
yakarta dan berjarak 13 km dari kota ka-
bupaten serta 5 km dari kota kecamatan.
Masyarakat Desa Selopamioro sudah me-
nanam jati sejak tahun 1970-an, sehingga
kegiatan pembangunan hutan oleh ma-
syarakat sudah berlangsung lebih dari 30
tahun.
Adanya gerakan Gerhan dapat mem-
perkuat dan memacu semangat masyarakat
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
206
dalam membangun hutan. Untuk mensuk-
seskan Gerhan, mereka mamperkuat Ke-
lompok Tani Sapuangin yang sudah ter-
bentuk menjadi Gabungan Kelompok Ta-
ni Hutan (Gapoktan) Sapuangin yang ber-
anggotakan 932 orang dari 18 dusun yang
ada di Desa Selopamioro.
Gapoktan Sapuangin menanam jati
dan melinjo (terutama jati) pada lahan se-
luas 350 ha yang tersebar di 11 dusun. Di
samping itu terdapat lahan hutan konser-
vasi seluas 336 ha dan hutan pelestarian
seluas satu ha di mana lahan tersebut mi-
lik Keraton Yogyakarta yang dikenal se-
bagai lahan SG (Sultan Ground). Pada la-
han SG masyarakat diijinkan mengelola
tanpa membayar apapun.
Tanah di Dusun Jetis, Desa Selopami-
oro mempunyai solum sangat tipis (ber-
batu-batu) sebagaimana diperlihatkan pa-
da Gambar 9. Namun setelah adanya
kegiatan penanaman jati secara swadaya
selama 30 tahun dan adanya program
Gerhan, maka air tersedia sepanjang ta-
hun (Gambar 10).
Menurut Bapak Sudiyono (Ketua Ke-
lompok Tani Hutan Dusun Jetis), sebe-
lum adanya penanaman jati secara swada-
ya dan program Gerhan, warga Dusun Je-
tis hanya mempunyai ketersediaan air
sampai bulan Agustus-September dan ha-
nya cukup untuk 30 KK saja. Setelah bu-
lan September, warga kekurangan air dan
harus mengambil air dari Kali Oyo. Sete-
lah menanam jati secara swadaya selama
30 tahun ditambah dengan program Ger-
han, ketersediaan air cukup untuk kebu-
tuhan 90 KK warga, bahkan masih cukup
untuk irigasi sawah dan air melimpah se-
panjang tahun. Adanya gerakan pena-
naman jati dan program Gerhan di Desa
Selopamioro tersebut telah membuat ta-
nah memiliki daya serap air yang tinggi
sehingga ketersediaan air juga meningkat.
Gambar (Figure) 9. Kondisi tanah di Dusun Je-
tis, Desa Selopamioro: berbatu-batu dengan so-
lum sangat dangkal (Soil condition at Jetis, Selo-
pamioro Village: stony with very shallow solum)
Gambar (Figure) 10. Kali Oyo berair sepanjang tahun (kiri) sejak masyarakat menanam jati, bahkan air
keluar dari celah-celah batu sepanjang tahun (kanan) (Water availabiity of Oyo River
along year (left) since community planted jati, even water raise from stone gap along
year (right))
Penanaman Pohon dan Kelestarian Air…(I Wayan Susi Dharmawan, dkk.)
207
Tabel (Table) 1. Nilai koefisien aliran permukaan (C) pada beberapa penggunaan lahan (Value of run off
coefficient (C) at several land use)
Tataguna lahan (Land use) Kondisi tanah (Soil condition) Nilai C (C value)
Tanah kosong (Bare land) Rata (Flat) 0,30-0,60
Bergelombang (Undulate) 0,20-0,50
Ladang garapan (Cultivation land) Tanah berat, tanpa vegetasi (Clay soil, no
vegetation)
0,30-0,60
Tanah berat, dengan vegetasi (Clay soil,
vegetation)
0,20-0,50
Berpasir, tanpa vegetasi (Sandy, no
vegetation)
0,20-0,25
Berpasir, dengan vegetasi (Sandy, vegetation) 0,10-0,25
Padang Rrmput (Grass land) Tanah berat (Clay soil) 0,15-0,45
Berpasir (Sandy) 0,05-0,25
Hutan/bervegetasi (Forest/vegetation) - 0,05-0,25
Dengan adanya penanaman jati dan
program Gerhan, maka selain ketersedia-
an air tetap terjaga, keuntungan lain ada-
lah tanah di Desa Selopamioro terlindung
dari bahaya erosi. Terkait dengan erosi,
pada beberapa macam penggunaan lahan
terlihat bahwa nilai koefisien aliran per-
mukaan (C) berbeda-beda (US Forest Service, 1980 dalam Asdak, 2002) (Tabel 1).
G. Kelompok Tani Sidomulyo
Kelompok Tani Sidomulyo berlokasi
di Desa Kertowono, Kecamatan Gucialit,
Kabupaten Lumajang. Kelompok tani ini
diketuai oleh Djarot S. Effendi. Desa
Kertowono terletak 50 km dari Kota Lu-
majang dan 5 km dari ibukota Kecamatan
Gucialit. Berdasarkan letaknya Desa Ker-
towono merupakan desa penyangga Ta-
man Nasional Bromo Tengger Semeru
(TN-BTS).
Kelompok Tani ini pada tahun 2004
dan 2006 menjadi Juara I Nasional Lom-
ba Gerhan. Kelompok Tani Sidomulyo
mempunyai anggota 87 orang yang bera-
sal dari empat dusun, yaitu Sidomulyo,
Karanganyar, Sidodadi, dan Sidomakmur
yang mengelola lahan milik seluas 75 ha
pada saat dibentuk. Saat ini sudah ber-
kembang seluas 395,7 ha dengan anggota
kelompok 345 orang.
Pada awalnya, mata air di daerah ini
hanya 10 buah, tetapi sejak berkembang-
nya hutan rakyat sengon yang dimulai pa-
da tahun 1996, saat ini (setelah 12 tahun)
terdapat 44 buah mata air yang dapat me-
menuhi kebutuhan air bagi warga di tiga
kecamatan yaitu Kedojajang, Padang, dan
Gucialit. Dengan meningkatnya jumlah
mata air maka hal ini memudahkan ma-
syarakat untuk mendapatkan sumber air
sebagaimana disajikan pada Gambar 11.
Gambar (Figure) 11. Pembangunan kehutanan
memudahkan masyarakat mendapatkan sumber
air (Forestry development make easy to the local
community for getting of water source)
IV. KESIMPULAN
Teknik penanaman pohon yang ber-
hasil harus memperhatikan keadaan biofi-
sik dan sosial ekonomi masyarakat se-
tempat. Dalam tulisan ini, teknik pena-
naman pohon yang sukses didukung oleh: 1) kombinasi penanaman pohon rehabilitasi
dengan tanaman semusim seperti sayur-
sayuran dan palawija; 2) kombinasi
penanaman pohon rehabilitasi dengan
Info Hutan Vol. V No. 3 : 199-208, 2008
208
jenis tanaman lokal setempat yang memi-
liki nilai ekonomis; 3) mengurangi pena-
naman tanaman semusim pada daerah
berlereng dan menggantinya dengan ta-
naman jenis kayu-kayuan/pohon; 4) pe-
nguatan motivasi dan kelembagaan ma-
syarakat dalam merehabilitasi lahan kritis.
Dengan adanya kegiatan penanaman
pohon, cadangan air di dalam tanah akan
semakin meningkat, sehingga pada saat
musim kemarau tidak terjadi kekeringan
dan pada saat musim hujan tidak terjadi
banjir. Usaha-usaha penanaman pohon
oleh masyarakat lokal telah memberikan
hasil yang menggembirakan, antara lain
kelestarian air terjamin dan produktivitas
tanah meningkat. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat lokal tersebut
dapat dijadikan sebagai contoh keberha-
silan dan pembelajaran bagi umat manusia.
Dari contoh-contoh keberhasilan ma-
syarakat di atas, dapat disimpulkan pula
bahwa dengan tingkat pendidikan dan
tingkat pendapatan yang rendah merupa-
kan suatu tantangan bagi mereka untuk
lebih sejahtera dan membuat lingkungan
sekitar lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Asdakh, C. 2002. Hidrologi dan Penge-
lolaan Daerah Aliran Sungai. Ga-
djah Mada Press. Yogyakarta.
Bruijnzeel, L.A.S. 2006. To Plant or Not
to Plant? Hydrological Benefits of
Tropical Forestation Programs Un-
der Scrutiny. Balai Litbang Tekno-
logi Pengelolaan DAS Indonesia
Bagian Barat. Surakarta.
Gintings, A.Ng., S. Manan, Z. Hamzah,
R. Soerjono, A. Pudjiharta, M. A.
Ilyas, D. Murdiyarso dan Marwiji.
1992. Pengaruh Hutan terhadap Ta-
nah dan Tata Air. Kerjasama Badan
Litbang Kehutanan dengan Perum
Perhutani. Perum Perhutani, Jakarta.
Ilyas, M.A., A. Ng. Gintings, F. Agus dan
I.B. Pramono. 1996. Pengaruh Peru-
bahan Tata Guna Lahan terhadap
Banjir, Erosi dan Sedimentasi pada
Sub-DAS Cigulung Maribaya. Sek-
retariat Tim Pengendali Penghijau-
an dan Reboisasi Pusat. Pusat Pene-
litian Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Laporan Pemerintah Kabupaten Madiun.
2006. Gegap Gempita GNRHL Ka-
bupaten Madiun. Madiun.
Subagyono, K. 2007. Konservasi Air
untuk Adaptasi Pertanian terhadap
Perubahan Iklim. Bunga Rampai
Konservasi Tanah dan Air. PP-
MKTI. Jakarta.
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 ten-
tang Kehutanan. Departemen Kehu-
tanan. Jakarta.