-
PENGGUNAAN PUZZLE SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI
PADA ANAK TUNARUNGU WICARA
DI SD RUMAH PINTAR SALATIGA TAHUN 2019
SKRIPSI
Skripsi ini Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
OLEH:
INDRI SULISTIANI
NIM 43010150069
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2019
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
-
vi
MOTTO
َمْه َصبََر َضفِرَ
“Barang siapa yang bersabar, maka dia akan beruntung”
“Janganlah berhenti bersabar, karena sabar adalah kunci rahasia”
(Penulis)
“Yang penting bukan di mana kita sekarang, tapi di mana kita ingin berada”
(Merry Riana)
-
vii
ABSTRAK
Sulistiani, Indri. 2019. Penggunaan Puzzle Sebagai Media Komunikasi Pada
Anak Tunarungu Wicara Di SD Khusus Rumah Pintar Salatiga Tahun
2019. Skripsi, Salatiga: Program Studi Komunikasi dan Penyiaran
Islam Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Dra. Maryatin, M.Pd.
Kata Kunci: Penggunaan, Puzzle, Media Komunikasi, Tunarungu Wicara.
Kehadiran media saat ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat
dalam melakukan kegiatan untuk menerima dan memahami isi pesan. Maka dari
itu, dalam menyampaikan pesan komunikasi di Sekolah Dasar Yayasan Mutiara
Rumah Pintar Salatiga menggunakan media puzzle sebagai proses komunikasi
antara pendidik dengan anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui
komunikasi pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara, dan untuk
mengetahui pemanfaatan media visua berupa puzzlel sebagai media komunikasi
pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara di SD Khusus Rumah Pintar
Salatiga.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif merupakan metode penelitian dengan
cara melalui mengungkapkan dan mengambarkan fakta-fakta yang terjadi dari
hasil penelitian. Sumber data dalam penelitian ini meliputi data primer, data
sekunder, metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi. Kemudian data dianalisis menggunakan reduksi data, penyajian data
lalu ditarik kesimpulan. Penelitian ini menggunakan teori interaksi simbolik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Komunikasi pada anak
berkebutuhan khusus tunarungu wicara dan pendidik menggunakan media visual
dengan sistem APE (Alat Permainan Edukasi), yaitu dalam bentuk gambar yang
berupa puzzle. 2) Penggunaan puzzle sebagai media komunikasi dilakukan untuk
menunjang keberhasilan anak dalam memahami atau menangkap pesan-pesan
yang disampaikan oleh pendidik. Secara garis besar tidak ada hambatan dalam
memanfaatkan media visual yang berupa puzzle sebagai media komunikasi pada
anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara. Oleh karena itu, puzzle sangatlah
penting bagi anak berkebutuhan khusus. Karena dapat membantu anak dalam
memahami apa yang dilihat dan meningkatkan daya ingat anak dalam menerima
isi pesan yang disampaikan oleh pendidik, sehingga proses komunikasi pada anak
turarungu wicara yang memiliki keterbatasan tersebut dengan pendidik terjadi
dengan baik.
-
viii
PERSEMBAHAN
Karya kecil ini ku persembahkan untuk yang terkasih:
1. Kedua orang tua, Ayahanda Bakri dan Ibunda Sriyatun yang sangat penulis
cintai dan banggakan, yang tiada hentinya berusaha untuk mendidik dan
membesarkan penulis dengan penuh kesabaran dan keihklasan tanpa kenal
lelah serta selalu mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan kuliah
sampai saat ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan kebaikan yang lebih
baik di dunia sampai akhirat.
2. Adik-adikku tercinta, Muhammad Affandi Aditia dan Kasih Aprishila yang
juga menjadi penyemangatku selama ini dan selalu mendoakan agar kakaknya
ini cepet selesai kuliahnya dan dapat kumpul lagi setiap harinya. Semoga kita
selalu senantiasa saling mendoakan dan mendukung satu sama lain.
3. Keluarga pengganti di rumah ketika penulis di tinggal pergi orangtua yaitu
Bapak Sutarjo dan Ibu Suciati yang selalu mengingatkan untuk segera
menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Sutrisno yang membantu mengantarkan penulis untuk dapat kuliah di
Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dan memberi semangat untuk
segera menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan-
Nya.
5. Ibu Dra. Maryatin, M.Pd. selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah
membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bripda Tomy Aditia teman keluh kesahku yang selalu menyemangati dan
memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Tri Septiana Wulandari teman yang seperti adik kandung yang menyemati
penulis untuk segera menyelasaikan skripsi ini.
8. Teman-teman SMA Pespa Horor Ocokocor yang selalu memotivasi dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, Erlina Bela, Lusi Pratiwi,
Joko, Eko, dan Frendy.
-
ix
9. Teman-teman mondar-mandir yang selalu membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, Widi, Rita, Uut, Sufiyan, Uswa, Nanda F.
10. Adik-adik angkatan yang menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, Alita, Ayu, Nila, Nanda dan Dwi.
11. Teman-teman seperjuangan PPL di Pemkot Yogyakarta, Viola, Nona, Bira,
dan Retno.
12. Teman-teman Angkatan tahun 2015 Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
khususnya KPI C 2015 Anis, Sumiyani, Rais, Mahbub, Nona, Viola, Rita,
Wahyu Putri, Maftuchatul, Bira, Nanda yang telah berjuang bersama-sama
menggapai cita-cita, terimakasih kepada kalian yang sudah menjadi teman
yang baik untuk penulis selama ini.
13. Untuk teman-teman KPI 2015 konsentrasi Public Relations.
14. Jajaran Pemerintahan Kota Yogyakarta bagian Humas dan Protokol yang
telah memberikan pengalaman dan pengetahuan selama kegiatan
Pengembangan Profesi lapangan (PPL).
15. Untuk keluarga Racana dan Brigsus yang telah memberikan banyak
pembelajaran berharga.
16. Teman-teman Komisariat Lafran Pane HMI Cabang Salatiga.
17. Untuk keluarga kost yang telah memberikan ruang istirahat.
18. Keluarga baru yang saya dapatkan ketika KKN 2019.
19. Orang-orang yang selalu tanya kapan skripsi ini selesai dan kapan diwisuda.
-
x
KATA PENGANTAR
بسم هللا الر حمن الرحىم
Dengan mengucapkan syukur, tasbih, tahmid, tahlil dan takbir kepada
Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI),
shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW
untuk kemenangan dunia dan akhirat, beserta keluarga sahabat dan para
pengikutnya.
Skripsi yang berjudul “Penggunaan Puzzle Sebagai Media Komunikasi
Pada Anak Tunarungu Wicara Di SD Rumah Pintar Salatiga Tahun 2019 ” dapat
penulis selesaikan atas bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selesainya skripsi ini tentunya tidak lepas dari dukungan, motivasi dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu perkenankanlah penulis untuk
mengucapkan banyak terimakasih yang tiada terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin, M.Ag selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Dr. Mukti Ali, M. Hum selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga.
3. Ibu Dra. Maryatin, M. Pd. selaku Ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran
Islam, Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa membimbing saya
dengan sangat baik, sekaligus dosen pembimbing skripsi yang memberi
motivasi dan pengarahan sampai selesainya penulisan skrispsi ini.
4. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh staf IAIN Salatiga yang telah memberikan
pendidikan, bimbingan, pengarahan dan pengetahuan serta dukungan dan
motivasi yang begitu luar biasa.
5. Bapak/Ibu staf akademik Fakultas Dakwah IAIN Salatiga, yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Ketua Yayasan, Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, dan Guru-guru Sekolah
Dasar Yayasan Mutiara Rumah Pintar Salatiga yang sudah mengizinkan,
-
xi
membantu serta bersedia menjadi informan penulis dalam melakukan
penelitian ini. Semoga kalian selalu diberikan kesehatan.
7. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Besar harapan penulis semoga semua perbuatan baik dapat diterima dan
diridhoi Allah SWT. Tak lupa selain itu, penulis selalu mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan kekeliruan.
Akhir kata, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umunya. Āmīn Yā Robba al-
ālamīn.
Salatiga, 28 Agustus 2019
Penulis,
Indri Sulistiani
43010-15-0069
-
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN LOGO ............................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iii
PENGESAHAN .................................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... v
MOTTO ................................................................................................................ vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................. viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
E. Kerangka Berfikir ............................................................................ 7
F. Penegasan Istilah .............................................................................. 9
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13
-
xiii
BAB II LANDASAN TEORI DAN TINJUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka ................................................................................. 15
B. Landasan Teori ................................................................................ 19
BAB III METODOLIGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian ...................................................... 41
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 42
C. Fokus Penelitian ............................................................................... 42
D. Sumber Data .................................................................................... 43
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 43
F. Teknik Analisis Data ....................................................................... 45
G. Teknik Validitas Data ...................................................................... 47
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 52
B. Hasil Penelitian ................................................................................ 59
C. Pembahasan
1. Komunikasi Pada Anak Tunarungu Wicara .............................. 67
2. Penggunaan Puzzle Sebagai Komunikasi Pada Anak Tunarungu
Wicara ........................................................................................ 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 75
B. Saran ................................................................................................ 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 79
-
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir................................................................................9
Gambar 1.2 Komunikasi Bahasa Isyarat..................................................................35
Gambar 1.3 Bahasa Isyarat Huruf............................................................................35
Gambar 1.4 Bahasa Isyarat Angka...........................................................................36
Gambar 1.5 Gerakan Ucapan Assalamu’alaikum....................................................37
Gambar 1.6 Gerakan Ucapan Wassalamu’alaikum.................................................37
Gambar 1.7 Gerakan Ucapan Hallo.........................................................................38
-
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Struktur Organisasi SD Khusus Rumah Pintar Salatiga........................ 55
Tabel 1.2 Data Pendidi SD Khusus Rumah Pintar Salatiga .................................. 56
Tabel 1.3 Data Peserta SD Khusus Rumah Pintar Salatiga .................................. 57
Tabel 1.4 Sarana dan Prasarana Pendidikan SD Khusus Rumah Pintar
Salatiga ................................................................................................. 58
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi di era globalisasi ini telah
mengalami kemajuan yang begitu pesatnya, beragam macam media
komunikasi bersaing dalam memberikan informasi tanpa batas. Dunia kini
telah dan sedang berubah serta bergulir dalam proses revolusi informasi dan
komunikasi yang melahirkan peradaban baru sehingga mempermudah manusia
untuk saling berhubungan, serta meningkatkan mobilitas sosial.
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dalam bentuk simbol
atau kode dari satu pihak kepada pihak lain dengan efek untuk mengubah
sikap, atau tindakan. Proses tersebut dilakukan oleh seorang komunikator
sebagai penyampai pesan dan komunikan sebagai penerima pesan, melalui
media tertentu (Hamidi, 2010: 6).
Komunikasi memiliki tiga kerangka pemahaman yaitu komunikasi
sebagai tindakan satu arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi
sebagai transaksi. Dalam persepektif agama, peranan komunikasi sangat
penting dalam menjalin sosialisasi antar sesama manusia dan manusiapun juga
ditunt untuk pandai berbicara. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur`an suratar-
Rahman ayat 1-4 yang berbunyi:
-
2
ْحَمُه ) (٤َعلََّمهُ اْلبَيَاَن ) (٣َخلََق اإلْوَساَن ) (٢َعلََّم اْلقُْرآَن ) (١الرَّ
Artinya : (1) Tuhan yang Maha pemurah (2)yang telah
mengajarkan Al Quran (3) Dia menciptakan manusia (4)
mengajarnya panda iberbicara.
Alat bantu komunikasi merupakan alat-alat yang digunakan untuk
meyampaikan materi. Alat bantu ini lebih sering disebut alat peraga karena
berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu dalam proses komunikasi
pengajaran. Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan
yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca indera.
Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu, maka
semakin banyak dan semakin jelas pula pengetahuan yang diperoleh. Dengan
kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk mengarahkan indera sebanyak
mungkin kepada suatu objek sehingga mempermudah persepsi atau
pemahaman (Sumiharsono, 2018: 1).
Alat peraga banyak dipilih dan sangat diperlukan untuk digunakan
dalam proses komunikasi karena untuk menunjukkan secara detail apa yang
telah dikomunikasikan. Tanpa menggunakan alat peraga maka komunikasi
yang disampaikan pada anak kurang dapat diterima dengan baik. Alat peraga
sebagai instrumen audio maupun visual yang digunakan untuk membantu
proses pembelajaran menjadi menarik, membangkitkan minat anak dalam
mendalami suatu materi, dan mendapatkan gambaran yang lebih nyata dan
lebih lengkap (Faizal, 2010).
Kehadiran media saat ini sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat
dalam melakukan kegiatan komunikasi untuk menerima dan memahami pesan.
-
3
Media komunikasi yang dimaksud seperti media lisan,tulisan, visual, dan audio
visual. Media komunikasi harus menyesuaikan dengan sistuasi dan kondisi,
seperti latar belakang sosial, kultural, pendidikan, ekonomi, psikologis, dan
sebagainya. Dengan media yang tepat dan sesuai, komunikasi akan menjadi
lebih efektif dan efisien bagi anak yang berkebutuhan khusus anak tunarungu
wicara.
Anak dengan gangguan tunarungu adalah anak yang kehilangan
seluruhatau sebagain daya pendengarannya sehingga mengalami ganggunan
berkomunikasi secara verbal. Meskipun mereka telah diberikan pertolongan
dengan alat bantu dengar, terapi mereka masih tetap memerlukan layanan
pendidikan khusus (Cahaya, 2013: 11).
Tunawicara adalah suatu hambatan di dalam komunikasi verbal berupa
gangguan atau kerusakan suara, artikulasi bicara dan kelancaran berbicara.
Penyebab tunawicara antara lain: faktor genetik, keracunan makanan, tekanan
darah tinggi, dan penyakit tetanus yang menyerang bayi saat lahir (Fauziah,
2012).
Anak tunarungu wicara memiliki keterbatasan dalam berbicara dan
penglihatan atau komunikasi verbal, oleh karena itu anak tunarungu wicara
hanya dapat berkomunikasi dengan bahasa isyarat, gerak-garik, sikap, ekspresi
muka, atau yang disebut dengan komunikasi nonverbal dan alat bantu
mendengar (hearing aids) sehingga mereka memiliki hambatan dan kesulitan
dalam berkomunikasi dan menyampaikan apa yang ingin mereka rasakan. Oleh
karena itu, seorang harus menyesuaikan cara berkomunikasi anak tunarungu-
-
4
wicara dengan menggunakan komunikasi yang tepat, sehingga informasi yang
disampaikan dapat di pahami dengan mudah.
SD Khusus Rumah Pintar Salatiga merupakan salah satu Yayasan untuk
anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara yang ada di Kota Salatiga yang
dalam meningkatkan hasil komunikasi anak tunarungu wicara salah satunya
memanfaatkan media visual yang berupa puzzle. Media visual berupa puzzle
tersebut dapat meningkatkan aspek kognitif pada anak, sehingga dapat
menyalurkan pesan melalui simbol-simbol visual yang berfungsi dapat
memperjelas, menarik perhatian, dan mengilustrasikan suatu fakta atau konsep.
Peningkatan komunikasi ini dilakukan di SD Khusus Rumah Pintar
Salatiga. Banyak hambatan yang dialami Sekolah Dasar YMRPS dalam
meningktakan komunikasi, kususnya bagi anak SD Khusus Rumah Pintar
Saalatiga yang mengajarkan layanan bagi anak gangguan pendengaran, bicara
dan mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial, karena anak
umumnya mengalami kelainan fisik. Anak berkebutuhan khusus tunarungu ini
memiliki kelainan dalam pendengaran, inilah yang menjadi penyebab
terhambatnya proses komunikasi di SD Khusus tersebut, apalagi dalam proses
komunikasi tersebut sering menggunakan lisan.
Menyadari hambatan yang dialami anak gangguan pendengaran dan
bicara tersebut diperlukan penggunaan media visual berupa puzzle dalam
proses komunikasi untuk memudahkan dan menunjang anak dalam mengusai
materi yang telah disampaikan. Untuk itu penggunaan puzzle sangatlah penting
-
5
bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara khususnya di SD Khusus
Rumah Pintar Salatiga.
Keberhasilan proses komunikasi anak tunarungu wicara juga di
tentukan oleh media yang tepat untuk berkomunikasi. Melakukan komunikasi
dengan anak tunarungu wicara bukanlah hal yang mudah, misalnya teknik
penyampaian pesan komunikasi harus tepat pada sasaran agar maksud dan
tujuan tercapai. Oleh karena itu, proses komunikasi dengan anak tunarungu
wicara harus menggunakan media visual yang berupa puzzle, agar pesan yang
disampaikan mudah dimengerti, diingat dan di pahami.
Berdasarkan uraian di atas sangatlah diperlukan adanya penggunan
media visual puzzle sebagai media untuk menunjang serta meningkatkan
keberhasilan komunikasi di lingkungan SD Khusus Rumah Pintar Salatiga.
Pengaruh dan sebab akibat yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus
tunarungu wicara yang menonjol itu peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian ilmiah mengenai “Penggunaan Puzzle Sebagai Media Komunikasi
Pada Anak Tunarungu Wicara di SD Khusus Rumah Pintar Salatiga”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana komunikasi pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara
di SDKhusus Rumah Pintar Salatiga?
-
6
2. Bagaimana pemanfaatan puzzle sebagai komunikasi pada anak
berkebutuhan khusus tunarungu wicara di SD Khusus Rumah Pintar
Salatiga ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui komunikasi pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara.
2. Mengetahui pemanfaatan puzzle sebagai komunikasi pada anak
berkebutuhan khusus tunarungu wicara.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah
keilmuan dan mengembangkan di bidang teknologi utamanya dalam
penggunaan media visual serta menjadi referensi khususnya yang terkait
dengan anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara sehingga dapat
memperkaya wawasan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Anak
Penelitian ini diharapkan mampu membantu anak tunarungu
wicara dalam memahami simbol-simbol melalui media visual grafis.
Sehingga dapat meningkatkan perkembangan anak.
-
7
b. Bagi Pendidik
Penelitian ini diharapkan mampu membantu perkembangan anak
dengan memberikan apa yang dibutuhkan sesuai dengan karakteristik
anak tunarungu wicara.
c. Bagi Yayasan
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi bahwa
penggunaan puzzle sangatlah penting untuk menunjang keberhasilan
dalam berkomunikasi.
E. Kerangka Berfikir
Bahwa kerangka befikir atau kerangka penalaran logis merupakan
model konseptual tentang bagaimana teori hubungan dengan berbagai faktor
yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Sugiyono, 2012: 91).
Penggunaan media atau alat bantu di sadari oleh banyak praktisi yang sangat
membantu aktifitas proses komunikasi.
Media membantu terutama dalam peningkatan dan pemahaman anak
ketika berkomunikasi. Media visual merupakan salah satu media dalam bentuk
gambar berupa puzzle yang digunakan untuk menjelaskan secara nyata. Puzzle
ini cukup efektif untuk memungkinkan anak mudah memahami dan mengingat
apa yang telah dilihat.
Inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan
mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka, mengajak masuk
-
8
dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang,
karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka
dalam konsep lingkungan inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan
beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah attaupun masyarakat merasa
aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya.
Komunikasi pada anak tunarungu wicara di SD Khusus Rumah Pintar
Salatiga dengan menggunakan media komunikasi berupa puzzle adalah suatu
cara untuk membantu seorang anak lebih mudah dan memahami isi pesan yang
telah disampaikan, sehingga dengan media itu anak dapat berkomunikasi
dengan baik. Komunikasi sangatlah penting bagi seseorang untuk berinteraksi,
apalagi media visual sangatlah membantu khususnya untuk anak berkebutuhan
khusus tunarungu wicara dalam melakukan komunikasi. Media memegang
peran yang sangat penting dalam proses komunikasi pada anak berkebutuhan
khusus tunarungu wicara. Puzzle dapat memperlancar ingatan, puzzle dapat
menumbuhkan minat anak dan puzzle juga dapat memberikan hubungan
komunikasi yang baik antara si pemberi dan penerima materi yang di
sampaikan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan dengan
penggunaan puzzle ini dapat meningkatkan kemampuan komunikasi anak.
Dengan memanfaatkan media visual berupa puzzle untuk
menyampaikan komunikasi harus di kemas ke dalam tema yang anak suka
atau inginkan, maka tujuan komunikasi yang ingin dicapai pun akan mudah di
kuasai dan di pahami oleh anak.
-
9
Kerangka berfikir penelitian juga dapat dijabarkan dalam bagan
sebagai berikut:
Gambar 1.1 Kerangka Berfikir
F. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas istilah-istilah, agar tidak menimbulkan perbedaan
penafsiran terhadap rumusan masalah masalah dalam penelitian ini, berikut
diberikan definisi operasionalnya:
1. Penggunaan
Penggunaan berasal dari kata guna berarti faedah, manfaat. Jadi
penggunaan adalah proses, pembuatan, cara mempergunakan sesuatu
(Arsyad, 2000: 15).Penggunaan media visual puzzle sangat di perlukan
karena selain untuk memudahkan juga dapat menjadi bahan yang efektif dan
menunjang keberhasilan dalam proses komunikasi pada anak berkebutuhan
khusus tunarungu wicara.
2. Puzzle
Kata puzzle berasal dari bahasa Inggris “teka-teki atau bongkar
pasang”, puzzle adalah media yang dimainkan dengan cara bongkar pasang.
SD
Media
Komunikasi
Puzzle
Inklusi
Tunarungu
Wicara
-
10
Edukasi permainan puzzle berfungsi untuk mengenalkan anak pada konsep
hubungan serta dapat memperkuat daya ingatan anak.
Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa puzzle itu sangat
diperlukan untuk mengenalkan kepada anak khususnya anak yang memiliki
keterbaatasan agar anak mudah dalam mengingat apa yang telah dilihatnya.
3. Media Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan antara satu
orang dengan orang lainnya yang dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung sehingga nantinya terdapat feedback (umpanbalik). Komunikasi
yang efektif adalah komunikasi yang pesan-pesannya dapat dipahami,
menyenangkan dan dapat diterima logika dan rasionalitasnya, sehingga
komunikan berprilaku seperti yang dikehendaki komunikator (Hamidi, 2010
: 64).
Diambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah salah satu media
yang paling utama untuk melakukan interaksi atau penyampain pesan-pesan
kepada lawan bicara untuk mendapatkan arus balik.
4. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Berdasarkan PP No.17 tahun 2010 pasal 129 ayat (3)
menetapkanbahwa peserta didik berkelainan khusus terdiri atas peserta didik
yang: tunanetra, tunarungu, tunarungu-wicara, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras, autis, lamban belajar, memiliki gangguan motorik serta
berkesulitan belajar. Menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat
terlarang, dan zat adiktif lain, memiliki kelainan lain. Anak berkebutuhan
-
11
khusus bermacam-macam jenis, setiap kelainan memiliki cara dan
pendekatan yang berbeda-beda.
Pada dasarnya, sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus
sama dengan sekolah anak-anak pada umunya. Namun, karena kondisi dan
karakteristik kelainan yang disandang anak berkebutuhan khusus, sekolah
bagi mereka dirancang secara khusus sesuai dengan jenis dan karakteristik
khusus.
5. Tunawicara
Tunawicara adalah suatu kelainan baik dalam pengucapan bahasa
maupun suara dari bicara normal, sehinggal menimbulkan kesulitan dalam
berkomunikasi lisan dalam lingkungan. Gangguan wicara atau tunawicara
adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi, atau
kelancaran berbicara. Tunawicara dapat disebabkan karena gangguan
pendengaran pada saraf, seperti penyakit cerebral palsy, dan terutama
karena gangguan pendengaran, baik sejak lahir (conginetal) atau didapat
kemudian (aqcuired) (Harvey, 1995; Muljono & Sudjadi, 1994).
Penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak
berbkebutuhan khusus tunawicara itu tidak dapat berbicara dan secara
otomatis juga tidak dapat mendengarkan dengan baik seperti anak normal
pada umumnya.
-
12
6. Tunarungu
Anak Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan
atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian maupun seluruhnya
yang mengakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atu seluruh alat
pendengarannya, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya
dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap
kehidupannya secara kompleks (Somad dan Hernawati (1996: 27).
Secara medis berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh alat pendengaran. Secara pedagogis berarti
kekurangan atau kehilangan pendengaran yang mengakibatkan hambatan
dalam perkembangan bahasa. Pendapat lain yang dikemukakan oleh
Andreas Dwijosumarto dalam Permanarian Somad dan Tati Hernawati
(1996: 27) yaitu tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan
kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
menangkap berbagai perangsang terutama melalui indera pendengaran”.
Seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang mengakibatkan kerena tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya dalam kehidupan
sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara
kompleks.
Beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan
-
13
kemampuan pendengaran baik sebagian atau seluruhnya yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan,
sehingga mengakibatkan hambatan dalam perkembangan berbahasa dan
memerlukan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Berdasarkan penjelasan diatas penggunaan puzzle sangatlah
penting bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu wicarauntuk melakukan
proses komunikasi. Sehingga media komunikasi berupa puzzle tersebut
efektif untuk digunakan dalam menunjang keberhasilan dalam komunikasi.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah memahami dalam pembahasan skripsi,
peneliti mencoba menyusun dan menjelaskan sistematika gambaran umum
penulisan skripsi. Pembahasan penelitian terdiri dari 5 bab, Adapun masing-
masing bab terdiri dari sub bab dalam sistematikapenulisannya
adalahsebagaiberikut :
BAB I Pendahuluan, yaitu pada bab ini membahas mengenai
latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka berfikir, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori, yaitu kajian
teoritis/kerangka teori, pada bab ini yakni penggunaan puzzle, media
komunikasi, dan anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara.
-
14
BAB III Metodologi Penelitian, yaitu pada bab ini membahas
mengenai subyek penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data.
BAB IV Hasil dan Pembahasan, yaitu pada bab ini membahas
tentang mecakup semua perumusan mengenai penelitian terhadap Penggunan
Puzzle Sebagai Media Komunikasi Pada Anak Tunarungu Wicara di SD
Khusus Rumah Pintar Salatiga.
BAB V Penutup, yaitu pada bab ini berisikan hasil dari
kesimpulan uraian dan saran-saran.
-
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
Mempelajari penelitian terdahulu dimaksudkan untuk menghindari
kesamaan atau duplikasi yang menjurus pada praktek plagiarisme, ataupun
meminimalisir pengulangan hasil penelitian atau kesalahan yang sama pada
penelitian sebelumnya. Berikut ini adalah tabel penelitian terdahulu yang
menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian :
Penelitian dilakukan oleh Achlisha Maulida dan Zulfitria(2017)
“Pengembangan Kecerdasan Interpersonal Anak Autis Melalui Pemanfaatan Media
Puzzle Pada Siswa Kelas 2 Sekolah Dasar”. Untukmengetahui tingkat kecerdasan
interpersonal anak autis terhadap pembelajaran dengan menggunakan media
puzzle, 2) untuk mengukur kemampuan anak dalam menggunakan puzzle pada
saat pembelajaran di kelas. Hasil penelitian di Sekolah Dasar Labshool FIP
UMJ menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan interpersonal anak autis masih
belum berkembang dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan pasifnya anak pada
saat belajar kelompok di kelas, dan masih belum tertarik untuk bergabung
dengan teman-teman yang lain. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat kepada pihak-pihak terkait yang dapat memanfaatkan seperti
kepala sekolah, guru kelas, orang tua, shadow teacher, serta peneliti.Terdapat
perbedaan dan persamaan dengan peneliti yang akan dilakukan oleh peneliti,
yaitu segi perbedaan dilihat dari subyek penelitian yang menggunakan subyek
anak autis sedangkan pada penelitian ini menggunakan subyek anak tunarungu
-
16
wicara. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu sama-sama menggunakan
puzzle untuk menunjang keberhasilan anak.
Penelitian ini dilakukan oleh Sintia Hartika Wardhani dengan judul
“Cooperative Play Dengan Puzzle Meningkatkan Kemampuan Sosialisasi Anak
Retardas Mental”. Jenis penelitian yang digunakan yaitu eksperimen.
Kemampuan sosialisasi pada anak RM sebelum diberikan terapi bermain :
cooperative play dengan puzzle sebagian besar kurang. Hal ini dikarenakan
tingkat intellegensianya yang rendah, stimulasi yang kurang, peran aktif yang
rendah, dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah, sehingga kemampuan
penyesuaian diri dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Setelah
dilakukan terapi bermain : cooperative play dengan puzzle, pada kelompok
perlakuan terjadi peningkatan kemampuan sosialisasi pada anak RM. Hal ini
dikarenakan pada kelompok perlakuan mendapatkan stimulasi secara rutin dan
berkelanjutan, sehingga menstimulasi anak untuk berperan aktif dalam
kegiatan, yang dapat meningkatkan kemampuan sosialisasinya. Penelitian ini
terdapat perbedaan dan persamaan yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu
perbedaannya peneliti akan melakukan penelitian dengan jenis penelitian
kualitatif sedangkan ananda Sintia dengan penelitian jenis penelitian
kuantitatif. Sementara persamaan dari penelitiannya yaitu sama-sama
memanfaatkan puzzle untuk berkomunikasi.
Penelitian dilakukan olehAngga Wahyu Nugroho(2014) dengan judul
“Efektivitas Penggunaan Media Gambar Puzzle Dalam Pembelajaran
Ketrampilan Berbicara Bahasa Prancis Siswa Kelas XII SMKN 1 Bantul”.
-
17
Untuk mengetahui keefektifan pembelajaran ketrampilan berbicara bahasa
Prancis yang menggunakan media gambar puzzle. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain pretest-posttest group.
Analisis data di atas menghasilkan nilai t-hitung sebesar 4,690 dengan db= 29
yang kemudian dikonsultasikan dengan nilai t-tabel pada taraf signifikansi 5 %
dan db= 29 yaitu sebesar 2,045. Dengan demikian penggunaan media gambar
puzzle dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Prancis siswa kelas
XII SMKN 1 Bantul lebih efektif daripada pembelajaran keterampilan
berbicara bahasa Prancis dengan yang tidak menggunakan media puzzle. Pada
media gambar puzzle memiliki rata-rata 10,47 sedangkan untuk kelas yang
tidak menggunakan media puzzle memperoleh rata-rata nilai 9,5.Persamaan
pada penelitian ini terletak pada media yang digunakan dalam menunjang
aktivitas komunikasi anak yaitu menggunakan media gambar puzzle.
Sedangkan perbedaannya terletak jenis penelitian yaitu pada penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif, pada objek penelitian yaitu anak SMK dan
sementara peneliti menggunakan objek SD anak berkebutuhan khusus
tunarungu wicara.
Penelitian dilakukan oleh Kandit Birowati, (2009) dengan judul,
“Meningkatkan Efektivitas Belajar Mengajar Dengan Menerapkan Media
Gambar Guna Membantu Perbendaharaan Kata Bagi Siswa Tuna Rungu
Wicara Kelas VII SLB YKAB Boyolali”. Jenis penelitian ini adalah penelelitian
kuantitatif, dengan teknik pengumpulan data yang dipilih menggunakan
observasi dan tes. Hasil dari penelitian ini bahwa dengan menerapkam media
-
18
gambar dapat membantu meningkatkan perbendaharaan kata bagi anak
tunarungu wicara kelas. Terdapat perbedaan dan persamaan dengan peneliti
yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu segi perbedaan dilihat dari objek
penelitian, sedangkan dari persamaannya terlihat dari subyek penelitian yang
menggunakan subyek anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara.
Penelitian ini dilakukan oleh Desti Nur Aini dan M.Kharis (2012)
dengan judul “ Penerapan Media Puzzle Picture Pada Kemampuan Berbicara
Siswa Kelas XI IPA 2 SMA NEGERI 1 TUMPANG”. Jenis penelitian ini
menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil dari pembelajaran dengan menerapkan
media puzzle picture dapat membantu siswa dalam mempelajari bahasa Jerman
. para siswa menjadi lebih aktif berbicara dengan adanya penerapan media
puzzle picture. Terdapat perbedaan dan persamaan dengan peneliti yang akan
dilakukan oleh peneliti, yaitu segi perbedaan dilihat dari objek dan subyek
penelitian, sedangkan dari persamaannya terlihat penggunaan atau peneerpan
puzzle dalam aktivitas kepada anak.
Berdasarkan dari kelima penelitian di atas, terdapat beberapa
perbedaan dan persamaan dalam penelitian ini. Beberapa perbedaannya yaitu:
objek, lokasi, dan rumusan masalah. Pada penelitian yang tengah dilakukan
oleh peneliti berfokus pada penggunaan puzzle sebagai media komunikasi pada
anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara di SD Khusus Rumah Pintar
Salatiga, sehingga dengan begitu tidak akan terjadinya plagiatisme. Sedangkan
kesaamaan pada penelitiannya terletak pada penggunaan media visual gambar
-
19
berupa puzzle. Semua penelitian di atas sebagai acuan dalam melakukan yang
akan dilakukan oleh peneliti.
B. Landasan Teori
1. Media Visual
a) PengertianMedia Visual
Kata media berasal dari bahasa latin medius secara harfiah berarti,
“perantara”, atau “pengantar”. Dalam bahasa arab, media adalah
perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
Media digunakan pendidik sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran.
Media visual yaitu media yang dapat ditangkap dengan indra penglihatan
(Suryani &Agung, 2012: 141).
Selanjutnya menurut Wati Ega Rima (2016: 21) media visual
merupakan media yang memiliki unsur utama berupa garis, bentuk,
warna, dan tekstur dalam penyajiannya. Dengan penyajian yang
sedemikian menarik, maka media visual dapat mempermudah
pemahaman siswa mengenai materi pembelajaran. Media visual
menampilkan keterkaitan isi materi yang ingin disampaikan dengan
kenyataan.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan
bahwa media visual adalah media yang hanya dapat dilihat dan ditangkap
menggunakan indra penglihatan yang memiliki unsur garis, bentuk,
warna, dan menampilkan keterkaitan isi materi yang ingin disampaikan
dengan kenyataan.
-
20
b) Jenis-jenis Media Visual
Media pembelajaran dalam penggunaannya dibagi menjadi
beberapa jenis. Menurut Rusman (2017: 228-230) beberapa jenis-jenis
media visual adalah sebagai berikut:
(1). Gambar Mati/Diam
Gambar mati atau disebut pula gambar diam adalah gambar-
gambar yang disajikan secara fotografik.
(2). Media Grafis
Media grafis didalamnya grafik, bagan, diagram, poster, dan
kartun. Media grafis adalah media pandang dua dimensi yang
dirancang secara khusus untuk mengkomunikasikan pembelajaran
(bukan fotografik). Grafik merupakan gambar sederhana untuk
menggambarkan data kuantitatif yang akurat dan mudah dimengerti.
Diagram adalah gambaran sederhana yang dirancang untuk
memperhatikan tentang hubungan tata kerja dari suatu benda.
(3).Model dan Realia
Realia dan model adalah alat bantu visual dalam pembelajaran
yang berfungsi memberikan pengalaman langsung. Realia
merupakan model objek nyata dari suatu benda. Siswa belajar secara
langsung dari objek yang sedang dipelajari. Proses belajar yang
dikembangkan dapat mengakomodasi tentang pembelajaran berbasis
pengalaman.
-
21
Berdasarkan pendapat dari ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa jenis-jenis media visual antara lain: Media gambar mati/diam,
media grafis, model dan realia.
c) Kelebihan dan Kelemahan Media Visual
Penggunaan media pembelajaran diharapkan dapat
menimbulkan dampak positif dalam proses pembelajaran. Menurut Wati
Ega Rima (2016: 40) ada beberapa kelebihan dan kekurangan dengan
menggunakan media visual antara lain:
(1) Kelebihan Media Visual
a. Media visual membantu meningkatkan keefektifan pencapaian
tujuanpembelajaran dengan bahan visual.
b. Media visual memperlancar proses pembelajaran sehingga siswa
dapat dengan mudah dan cepat menerima materi pelajaran.
c. Media visual membantu siswa meningkatkan pemahaman dan
memperkuat ingatan.
d. Media visual dapat dibaca berkali-kali dengan menyiapkan atau
mengelipingnya.
e. Media visual membantu siswa berfikir tajam dan spesifik.
f. Media visual membantu mengatasi keterbatasan pengalaman yang
dimiliki para siswa.
g. Media visual memungkinkan adanya interaksi antara siswa dengan
lingkungan sekitarnya.
-
22
h. Media visual membantu penanaman konsep yang benar mengenai
suatu informasi.
i. Media visual membantu membangkitkan keinginan dan minat
barupara siswa.
(2) Kelemahan Media Visual
a. Media visual terkadang tampil lambat dan kurang praktis.
b. Media visual tidak diikuti oleh audio.
c. Media visual seringkali ditampilkan dengan visual yang terbatas.
d. Media visual khususnya berbentuk cetak memerlukan biaya
produksi cukup mahal karena media cetak harus mencetak
terlebih dahulu.
e. Media visual memerlukan pengamatan yang ekstra hati-hati.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
media visual memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media
visual adalah membantu meningkatkan keefektifan, memperlancar proses
pembelajaran sehingga peserta didik dapat dengan mudah dan cepat
menerima materi pelajaran, membantu peserta didik meningkatkan
pemahaman dan memperkuat ingatan, memungkinkan adanya interaksi
antara peserta didik dengan lingkungan sekitarnya, serta media visual
dapat digunakan dan dipahami pada semua tingkat sekolah dan mudah
membuatnya dan dapat dirancang oleh pendidik.Adapun kelemahan
media visual antara lain: media visual tampil lambat dan kurang praktis,
media visual khususnya berbentuk cetak memerlukan biaya produksi
-
23
cukup mahal karena media cetak harus mencetak terlebih dahulu,
memerlukan pengamatan yang ekstra hati-hati, memerlukan keterampilan
khusus untuk merancang dan membuat bagan dan grafik secara benar,
menarik dan sederhana dan mudah rusak bila tidak dirawat dan
memerlukan keterampilan dan ketekunan.
2. Penggunaan Media Visual Puzzle
Penggunaan berasal dari kata guna berarti faedah, manfaat. Jadi
penggunaan adalah proses, pembuatan, cara mempergunakan sesuatu
(Arsyad, 2000: 15).Penggunaan media visual sangat di perlukan karena
selain untuk memudahkan juga dapat menjadi bahan yang efektif dan
menunjang keberhasilan dalam proses komunikasi pada anak berkebutuhan
khusus tunarungu wicara.
Kata puzzle berasal dari bahasa Inggris “teka-teki atau bongkar
pasang”, puzzle adalah media yang dimainkan dengan cara bongkar pasang.
Edukasi permainan puzzle berfungsi untuk mengenalkan anak pada konsep
hubungan serta dapat memperkuat daya ingatan anak.
Perlu diketahui untuk penggunaan media visual berbasis media
visual, yaitu mengusahakan visual itu sesederhana mungkin dengan
menggunakan garis, karton, bagan, dan diagram, visual digunakan untuk
menekankan informasi sasaran yang terdapat pada teks sehingga
pembelajaran dapat telaksana dengan baik, menggunakan grafik untuk
menggambarkan iktisar keseluruhan materi sebelum menyajikan unit demi
unit pelajaran untuk digunakan oleh siswa mengorganisasikan informasi,
-
24
mengulangi sajian visual dan melibatkan siswa untuk meningkatkan daya
ingat, menggunakan gambar untuk melukiskan perbedaan konsep-konsep;
misalnya: dengan menampilkan konsep-konsep yang divisualkan itu secara
berdampingan, menghindari visual yang tak berimbang, menekankan
kejelasan dan ketepatan dalam semua visual, visual yang diproyeksikan
harus dapat terbaca dan mudah dibaca.
3. Media Komunikasi Anak Tunarungu Wicara
a) Pengertian Media Komunikasi
Media komunikasi adalah suatu sarana atau alat yang digunakan
untuk menyampaikan pesan dari komunikator kapada publik. Media yang
mendominasi dalam berkomunikasi yaitu panca indera manusia seperti
telinga dan mata. Media sebagai teknologi informasi yang dapat
digunakan dalam pengajaran (Schramn, 1997).
Secara lebih spesifik, yang dimaksud dengan media adalah alat-
alat fisik yang menjelaskan isi pesan atau pengajaran, seperti buku, film,
video, kaset, slide, dan sebagainya.Media komunikasi juga merupakan
suatu sarana yang digunakan untuk memproduksi, reproduksi, mengolah
dan mendistribusikan dalam penyampaian suatu informasi. Media
komunikasi mempunyai peranan penting untuk kehidupan sosial.
-
25
b) Komunikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi
adalah pengiriman serta penerimaan sebuah pesan atau berita dari dua
orang atau lebih agar pesan yang dimaksud bisa dipahami. Secara umum,
pengertian komunikasi merupakan suatu interaksi atau sebuah proses
simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya
dengan membangun hubungan antar sesama manusia, melalui pertukaran
informasi untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain dan
berusaha untuk mengubahnya.
Komunikasi dapat berlangsung dengan media atau tanpa media.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, untuk memahami
pengertian komunikasi sehingga dapat disampaikan secara efektif.
Menurut Aristoteles, ada tiga unsur komunikasi yaitu siapa yang
berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkannya
sedangkan unsur komunikasi menurut Claude E Shannon dan Warren
Weaver unsur komunikasi yaitu pengiriman, trnasmitter, penerima,
tujuan, dan signal.
Untuk lebihnya jelasnya, berikut ini adalah unsur-unsur
komunikasi secara umum:
(1) Komunikator
Komunikator merupakan pihak yang bertindak sebagai
pengirim pesan dalam proses komunikasi. Dengan kata lain,
komunikator adalah seseorang atau sekelompok orang yang memiliki
-
26
inisitaif untuk menjadi sumber dalam sebuah hubungan atau
interaksi. Komunikator tidak hanya berperan sebagai pengirim pesan
saja. Akan tetapi juga memberikan sebuah respon atau tanggapan
dan menjawab dari proses komunikasi yang sedang berlangsung.
Baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
(2) Pesan
Pesan atau informasi merupakan keseluruhan apa yang
disampaikan oleh komunikator. Pesan bisa berupa sebuah kata-kata,
tulisan, gambaran, atau sebuah perantara lainnya. Pesan ini
mempunyai inti, yaitu mengarah pada usaha untuk mengubah sikap
dan tingkah laku orang lain. Inti pesan akan selalu mengarah kepada
tujuan akhir komunikasi tersebut
(3) Sarana Komunikasi atau Channel
Sarana komunikasi atau channel dapat disebut dengan
media yang digunakan sebagai penyalur pesan dalam sebuah proses
komunikasi. Pemilihan sarana atau media dalam proses komunikasi
tergantung pada sifat berita yang akan disampaikan.
(4) Komunikan atau Receiver
Komunikan adalah sebutan bagi orang yang menerima
pesan atau berita yang disampaikan oleh komunikator. Komunikan
dapat terdiri dari satu orang atau lebih dan bisa pula dalam bentuk
kelompok. Dalam sebuah proses komunikasi, komunikasi
merupakan elemen penting karena dialah yang menjadi sasaran
-
27
komunikasi dan bertanggungjawab untuk bisa mengerti pesan yang
disampaikan dengan baik dan benar.
(5) Umpan Balik atau Feedback
Umpan balik bisa diartikan sebagai jawaban komunikan
atas pesan yang diberikan oleh komunikator kepadanya. Pada
komunikasi yang dinamis, komunikator dan komunikan akan terus
menerus bertukar pesan.
(6) Dampak atau Effect
Dampak adalah efek perbedaan yang dalami oleh
komunikan sebelum dan sesudah menerima pesan. Apabila sikap dan
tingkah komunikan berubah sesuai dengan isi pesan, maka
komunikator telah berhasil dengan baik. Dampak atau
effectsesungguhnya dapat dilihat dari personal opinion, public
opinion, ataupun majority opinion. Namun semua itu mengarah
kepada perubahan yang terjadi pada komunikan setelah menerima
pesan yang disampaikan oleh komunikator.
Demikian, dapat diformulasikan pengertian komunikasi itu
sebagai suatu bentuk komunikasi yang khas dimana seseorang
komunikator menyampaikan pesan-pesan yang bersumber atau sesuai
dengan tujuan agar orang lain (komunikan) dapat berbuat baik sesuai
dengan pesan-pesan yang disampaikan.
-
28
4. Anak Tunarungu dan Tunawicara
a. Pengertian Anak Tuna Rungu.
Tunarungu berarti kekurangan pendengaran. Dalam tingkatan
tertentukekurangan pendengaran lebih mirip dengan kehilangan.
Kelainan pendengaran tunarungu adalah istilah umum yang menunjukkan
ketidak mampuan mendengar yang rentangnya dari yang ringan hingga
berat, meliputu tuli dan agak tuli atau susah mendengar. Tunarungu dapat
di artikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsanga,
terutama melalui indera pendengaran. Anak tunarungu juga diartikan
sebagai mereka yang kehilangan pendengaran baik sebagian (hard of
hearing) maupun keseluruhan yang menyebabkan pendengaranya tidak
memiliki nilai fungsional di dalam kehidupan sehari-hari.
Tunarungu adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut
kondisi seseorang yang mengalami gangguan dalam indra pendengaran.
Pada anak tunarungu tidak hanya gangguan pendengaran saja yang
menjadi kekkuranganya, kemampuan berbicara seseorang dipengaruhi
seberapa sering dia mendengarkan pembicaraan, namun dikarenakan
anak tuna rungu tidak bisa mendengarkan apapun sehingga di sulit
mengeti percakapan yang dilakukan oleh orang lain, maka dari itu
mereka harus menggunakan bahasa isyarat agar mengerti satu sama lain.
-
29
b. Klasifikasi Anak Tuna Rungu.
Kelainan pendengaran dalam percakapan seahari-hari di
masyarakat awam sering diasumsikan sebagai orang tidak mendengar
sama sekali atau tuli. Hal ini di dasarkan pada anggapan bahwa kelainan
pendengaran dapat mengurangi fungsi pendengaran. Namun demikian,
perlu di pahami bahwa kelainan pendengran dapat dilihat dari derajat
atau ketajamanya untuk mendengar dapat dikelompokkan dalam
beberapa jenjang.
Ketajaman pendengaran seseorang diukur dan dinyatakan dalam
satuan bunyi deci-Bell (di singkat db). Penggunaan satuan tersebut untuk
membantu dalam interprestasi hasil tes pendengaran dan
pengelompokkan dalam jenjangnya.Secara terperinci anak tuna rungu
dapat di kelompokkan menjadi sebagai berikut:
1) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 db (slight
loses) dengan cirri-ciri sebagai berikut :
(a) Kemampuan mendengar masih baik karena berada di garis batas
antarapendengaran normal dan kekurangan pendengaran taraf
ringan.
(b) Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan
dapatmengikuti sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu
di perhatikan, terutama harus dekat dengan guru.
(c) Dapat belajar berbicara secara efektif dengan melalui
kemampuanpendengaranya.
-
30
(d) Perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasanya
supayaperkembangan bicara dan bahasanya tidak terhambat.
(e) Disarankan yang bersangkutan menggunakan alat bantu dnegar
untukmeningkatkan ketajamana daya pendengaranya.
2) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaranya antara 30-40 db
(mildlosses) dengan ciri-ciri sebagai berikut :
(a) Dapat mengerti percakapan bisa pada jarak sangat dekat.
(b) Tidak mengalami kesulitan untuk mengespresikan hatinya.
(c). Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.
(d) Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika
tidak berhadapan.
(e) Untuk mengindari kesulitan bicara perlu mendapatkan bimbingan
yangbaik dan intensif.
(f’) Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk
kelas-kelas pemulaan sebaiknya dimasukkan dalam kelas khusus.
(g) Disarankan menggunakan alat bantu dengar untuk
menambahketajaman pendengaranya.
3) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 db
(moderatelosses) cirri-cirinya adalah sebagai berikut :
(a) Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira
satumeter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada jarak
normal.
-
31
(b) Sering terjadi miss-understanding terhadap lawan bicaranya, jika
diajak berbicara.
(c) Panyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan
bicaraterutama pada huruf konsonan.
(d) Kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan.
(e) Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas.
4) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaranya antara 60-75 db
(severelosses) cirri-cirinya adalah sebagai berikut :
(a) Kesulitan membedakan suara.
(b) Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada di
sekitarnyamemiliki getaran suara.
5) Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 db (profoundly
losses)cirri-cirinya adalah sebagai berikut:
(a) Dapat mendengar suara keras sekali mendengar. Biasanya ia tidak
menyadari bunyi keras, mungkin juga ada reaksi jika dekat telinga.
(b)Anak tunarungu kelompok ini meskipun menggunakan pengeras
suara, tetapi tetap tidak dapat memahami atau menangkap suara.
a. Pengertian Tuna Wicara
Tuna wicara (speech and langue disorder) adalah gangguan
bahasa yang diartikan sebagai adanya kesenjangan kemampuan
memahami, mengerti, dan mengekspresikan ide lewat ucapan.
-
32
b. Klasifikasi Anak Tuna Wicara:
1) Tipe kelainan bicara:
(a) Kelainan artikulasi (articulation disorders) yaitu kelainan yang
berupa: bunyi ucapan kacau, tidak konsisten atau tidak benar
seperti ucapan bayi, ucapan orang pelat, atau laling (gangguan
bunyi r, i. t, d,s, karena tidak aktifnya ujung lidah).
(b) Kelainan suara (voice disorder) yaitu adanya penyimpangan atau
gangguan yang terjadi pada kualitas suara, puncak suara, kerasnya
suara, identitas suara, dan fleksibel.
(c) Gangguan kelancaran ( fluency disorder) yaitu gangguan atas
kelancaran yang bervariasi di antara faktor-faktor yang meliputi
gagap atau kecepatan irama bicara.
2) Tipe gangguan bahasa yaitu adanya kesenjangan kemampuan
memahami, dan mengekspresikan ide meliputi :
(a) Bahasa terlambat (delayed language) yaitu anak tidak
memperolehkemampuan bicara atau mengekspresikanbahasa oral
pada waktul normal dengan tingkat ketepatan yang standar.
(b) Adaptasi (aphasia) adalah kehilangan kemampuan memakai
ataumemahami kata-kata karena suatu penyakit otak.
3) Gangguan ganda atau jamak merupakan gangguan bicara dan
bahasadiartikan dengan :
(a) Kerusakan pendengaran ( hearing impairment).
(b) Langit-langit atau bibir terbelah (Cleft-Palate Or Cleft-Lip).
-
33
(c) Terbelakang mental (Mental Retardation).
(d) Gangguan emosi (Emotional Disturbance).
(e) Ketidak mampuan belajar (Lerning Disability).
(f) Kelayuan otak (Cerebral-Alsy).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa anak
penyandang tunarungu wicara adalahanak yang kehilangan kemampuan
untuk mendengar baik sebagian maupun seluruhnya yang mengakibatkan
tidak mampu untuk menggunakan alat pendengranya dalam kehidupan
sehari-hari dan juga tidak mampu mengembangkan kemampuan
bicaranya.
c.Faktor penyebab tunawicara adalah sebagai berikut:
1) Hipertensi,
2) Keturunan,
3) Keracunan makanan,
4) Proses kelahiran yang terlalu lama,
5) Karena kecelakaan, dan lain sebagainya.
5. Bahasa Isyarat Anak Tunarungu dan Tunawicara
Penguasaan bahasa sangat penting bagi seorang individu dapat
menguasai ilmu pengetahuan yang ingin diperolehnya selalu sebagai alat
utama dalam berkomunikasi. Namun hingga saat ini pengertian teori
mengenai bahasa belum ada yang baku, banyak pendapat mengenai teori
bahasa yang berbeda-beda bergantung pada latar belakang keilmuan yang
dirumuskan oleh para ilmuan. Menurut ilmu linguistic, sebagai ibunya
-
34
bahasa, definisi bahasa adalah “a system of communication by symbolis,
through the organs of speech and hearding, among human beings of certain
group of community, using vocal symbols processing arbitrary conventional
meanings.”
Sedangkan menurut para ahli antropologi, sandi konseptual
system pengetahuan yang memberikan kesanggupan kepada penutur-
penuturnya guna menghasilkan dan memahami ujaran. Jika kita merujuk
pada definisi bahasa di atas, maka penggunaan bahasa hanya dapat
dilakukan jika organ pendengaran dan berbicara kita berfungsi, sehingga
informasi yang berup symbol sandi konseptual secara vocal dapat
tersampaikan kepada penerima pesan. Bahasa yang terbatas penggunaan
pada suatu komunitas dimana bahasa tersebut diangkat untuk disetujui dan
dipahami bersama pengertiannya. Karena itulah kita mengenal perbedaan
bahasa bergantung pada tiap kebudayaan atau kelompok manusia yang
menggunakannya.
Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas pada
penggunaan organ pendengaran dan bicara, jauh sebelum bahasa lisan
terbentuk manusia telah mengenal bentuk bahasa yang lain yakni berbahasa
tubuh dimana komunikasi menggunkan alat gerak tubuh untuk membentuk
symbol tertentu yang membentuk makna tertentu. Penggunaan bahasa tubuh
tersebut diaplikasikan ke dalam bentuk bahasa isyarat sebagai bentuk
komunikasi kaum tunarungu. Bahasa isyarat merupakan alat komunikasi
-
35
utama pada kaum tunarungu dimana ciri bahasa tersebut memanfaatkan
indera penglihatan dan alat gerak tubuh.
Berikut ini adalah gambaran bahasa isyarat komunikasi:
Gambar 1.2 Komunikasi Bahasa Isyarat
Secara harfiah, abjad jari merupakan usaha untuk
menggambarkan alphabet secara manual dengan menggunkan satu tangan.
Berikut adalah contoh abjad jari :
Gambar 1.3 Bahasa Isyarat Huruf
(Google)
-
36
Gambar 1.4 Bahasa Isyarat Angka
(Google)
Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan
(tangan kanan atau tangan kiri) untuk mengeja huruf atau angka. Bentuk
isyarat bagi huruf dan angka di dalam SIBI serupa dengan International
Manual Alphabet. Abjad jari digunakan untuk mengisyaratkan nama diri,
mengisyaratkan singkatan atau akromin , dan mengisyaratkan kata yang
belum ada isyaratnya.
Bahasa isyarat berkembang dan memiliki karakteristik yang
berlainan tiap negara. Di Indonesia, bahasa isyarat yang telah berlakukan
secara nasional adalah SIBI atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Adapun
beberapa contoh gambar bahasa isyarat dalam sehari-hari digunakan dalam
berkomunikasi:
-
37
Gambar 1.5 Gerakan Ucapan Assalamualaikum
(Google)
Tangan kanan 'A' sambil ibu jari dikenakan pada tepi dahi
kanan lalu digerakkan ke depan.
Gambar 1.6 Gerakan Ucapan Walaikumsallam
(Google)
Tangan kanan 'W' sambil jari telunjuk dikenakan pada tepi dahi
kanan lalu digerakkan ke depan.
-
38
Gambar 1.7 Gerakan Ucapan Halo
(Google)
Tangan kanan 'H', ujung jari dikenakan pada tepi dahi kanan lalu
digerakkan ke depan.
6. Penggunaan Puzzle Sebagai Media Komunikasi Dakwah Bagi Anak
Tunarungu dan Tunawicara
Dalam menghadapai era globalisasi informasi dan
perkembangan teknologi akhir-akhir ini, dunia dihadapkan kepada
cepatnya perkembangan arus informasi. Dengan demikian apabila
komunikasi merupakan dasar interaksi dan dakwah merupakan bentuk
komunikasi yang bertumpu pada karakter kasih sayang, maka
komunikasi merupakan suatu terwujudnya suatu interaksi sosial yang
diwarnai oleh kasih sayang tersebut atau dikenal dengan silaturarahmi.
Pemanfaatan alat-alat teknologi sebagai media penyampaian
informasi kepada khalayak, melalui penggunaan puzzle ini anak
berkebutuhan khusus dapat menangkap informasi dan komunikasi serta
pesan-pesan yang disampaikan oleh pemateri. Penggunaan media-media
-
39
komunikasi modern sesuai dengan taraf perkembangan daya pikir
manusia. Disamping itu adanya pengaruh posistif yang dapat mendorong
lajunya komunikasi. Dalam rangka inilah, komunikasi dengan
menggunakan media-media baru dapat mendorong dan membantu
penyampai pesan untuk melakukan komunikasi pada anak berkebutuhan
khusus tunarungu wicara dalam menjalankan tugasnya. Tujuan dari
penggunaan puzzle sebagai media komunikasi adalah untuk
meningkatkan perkembagan proses komunikasi kepada anak-anak
berkebutuhan khusus tentang pendidikan keagamaan seperti
mempraktekan tata cara berwudhu dan gerakan-gerakan solat serta
hafalan-hafalan seperti asmaul husna, dan lain sebagainya.
Menggunakan puzzle sebagai media komunikasi harus
dilakukan dengan penuh kesungguhan oleh penyampai pesan, sehingga
pesan-pesan atau ajaran yang disampaikan kepada anak berkebutuhan
khusus tersebut tepat pada sasaran, sehingga tujuan di atas itu dapat
terwujud untuk mencapai terbentuknya komunikasi yang berhasil melalui
puzzle tersebut.
Berdasarkan landasan teori di atas sangat diperlukan teori
pendukung sebagai referensi untuk menunjang atau memperdalam
pemahaman tehadap informasi yang disajikan. Pada landasan teori di atas
peneliti menggunakan teori media dan teori interaksi simbolik sebagai
landasan pendukung.
-
40
Teori media: tanpa diragukan, produksi media merespon
terhadap perkembangan sosial dan budaya dan selanjutnya
mempengaruhi perkembangan tersebut (Litlejohn, 2011: 410).Sedangkan
teori interaksi simbolik adalah memahami perilaku manusia dilihat
sebagai proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur
perilakunya dengan mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang
menjadi mitra interaksi mereka (Mulyana, 2003 : 70).
Interaksi simbolik menjadi dasar untuk menjelaskan bagaimana
bagaimana pendidik atas simbo-simbol yang pendidik pahami dan
pikirkan menentukan tindakan mereka. Makna atas simbol yang pendidik
pahami akan semakin sempurna interaksi simbolik antara pendidik dan
anak tunarungu wicara. Simbol-simbol yang diciptakan dan dipahami
merupakan bahasa yang mengikat aktivitas mereka.
Berdasarkan teori di atas dapat diambil kesimpulan sehingga
anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara dapat merespon dan
selanjutnya memengaruhi perkembangan komunikasi tersebut. Adanya
jenis media tertentu seperti media visual dapat mempengaruhi bagaimana
anak menerima ilmu keagamaanmelalui media yang sudah disediakan.
-
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud
menafsirkan fenomena yang terjadi lalu menafsirkannya melalui beberapa
metode dan karakteristik yang dimiliki (Denzin dan Lincoln dalam Satori,
2017: 22-2).
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu
penelitian yang langsung dilakukan di lapangan atau pada responden (Narbuko
& Achmadi, 2013: 46). Maksud penelitian lapangan adalah meneliti
permasalahan yang diangkatdalam penelitian dengan mengadakan penelaahan
masalah pada kondisikehidupan nyata.
Penelitian kualitatif, menurut Bogdan dan Taylor (1975), metodologi
penelitian kualitatif merupakan sebuah prosedur dengan hasil akhir berupa
kata-kata deskriptif dalam bentuk narasi dari sumber lisan maupun perilaku
objek yang diamati (Basrowi dan Suwandi, 2008: 21).
Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah
metode penelitian yang mengungkapakan atau menggambarkan kejadian atau
fenomena, variabel dan keadaan dimana objek penelitian berdasarkan fakta-
fakta yang tampak atau sebagaimana adanya yang berada di Sekolah Dasar
Yayasan Mutiara Rumah Pintar Salatiga. Peneliti mengkaji lebih mendalam
terhadap objek penelitian dengan terlibat langsung untuk mendapatkan
-
42
relevansi terhadap data terkait, kemudian setelah data terkumpul dilakukan
analisis data untuk mendapatkan suatu kesimpulan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi atau tempat penelitian di
Jl. Suropati Rt.05/Rw.05, No.526 Togaten, Mangunsari, Sidomukti, Kota
Salatiga. Waktu penelitian yang akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai
Agustus tahun 2019.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah penggunaan puzzle sebagai media
komunikasi pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara untuk
memudahkan anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Untuk memperoleh
data penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif
dipilih karena fenomena yang diamati perlu pengamatan terbuka antara peneliti
dan informan sehingga didapatkan data yang mendalam. Konteks penelitian ini
yang dikaji berfokus pada pendeskripsian mengenai penggunaan media visual
berupa puzzle sebagai media komunikasi pada anak berkebutuhan khusus
tunarungu wicara.
-
43
D. Sumber Data
1. Data Primer berupa
Data utama penelitian diperoleh dari hasil wawancara kepada
narasumber, serta pengamatan-pengamatan di lokasi SDKhusus Mutiara
Rumah Pintar Salatigasebagai pendukung.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui literatur-literatur
yang relevan seperti arsip-arsip, dokumentasi foto, gambar, catatan-cacatan,
data yang telah ada, atau lain sebagainya.
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk
keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting
dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan
digunakan untuk menguji hipotesa yang sudah dirumuskan. Dalam penelitian
ini, pengumpulan data akan dilakukan langsung oleh peneliti dalam situasi
yang sesungguhnya. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan
data dengan observasi, wawancara serta dokumentasi. Observasi dalam
penelitian ini menggunakan observasi terfokus yang berarti jenis pengamatan
yang secara spesifik mempunyai rujukan pada rumusan masalah
(Basrowi&Suwandi, 2008, 99). Selanjutnya peneliti juga menggunakan
-
44
panduan wawancara yang sebelumnya telah disiapkan sebelum pengambilan
data dilakukan. Proses tersebut diantaranya:
1. Observasi
Observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang
dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan objek pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak digunakan untuk menilai tingkah
laku individu atau proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati
(Djaali & Mujiono, 2007 : 16).
Penelitian ini dilakukan denganmengamati fenomena sosial-
keagamaan anak berkebutuhan khusus tunarungu wicarasebagai peristiwa
aktual yang memungkinkan peneliti memandang fenomena tersebut
sebagai proses. Observasi ini dilakukan di SD Khusus Rumah Pintar
Salatiga, pengamatan ini berfokus pada penggunaan puzzle komunikasi
pada anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara, faktor pendukung dan
penghambat dalam penggunaan media visual pada anak berkebutuhan
khusus, serta efek psikomotorik pada anak berkebutuhan khusus tunarungu
wicara.
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
menggunakan pertanyaan secara lisan kepada responden terutama untuk
responden yang tidak dapat membaca-menulis atau sejenis pertanyaan
-
45
yang memerlukan penjelasan dari pewawancara (Fitrah dan Luthfiyah,
2017: 66).
Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan mengngambil
narasumber utama, yaitu ketua SD Khusus Rumah Pintar Salatiga, kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, serta bapak/ibu yang berinteraksi dengan
anak berkebutuhan khusus tunarungu wicara sebagai pendukung
pengambilan data agar lebih akurat.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mengumpulkan data dengan cara mengalir
atau mengambil data-data dari catatan, dokumentasi, administrasi yang
sesuai dengan masalah yang diteliti.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen
resmi dari lembaga sebagai bukti fisik dari suatu kegiatan yang telah
dilaksanakan. Dokumentasi dalam penelitian ini mengacu pada catatan-
catatan dalam penggunaan puzzle sebagai media komunikasi pada anak
berkebutuhan khusus tunarungu wicara, foto-foto dalam penyajian materi
menggunakan media visual, dan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
di SD Khusus Rumah Pintar Salatiga.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai
-
46
temuan bagi orang lain. Setelah data di lapangan dikumpulkan, selanjutnya hal
yang diakukan peneliti adalah melakukan analisis data, dengan melakukan
penyederhanaan data dalam bentuk lebih praktis untuk dibaca dan
diinterprestasikan sehingga data tersebut dapat diambil penelitian dan
kesimpulan sebagai hasil penelitian. Teknik analisis data pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis data deskriptif. teknik analisis diskriptif ini
adalah teknik analisis yang bertujuan mendeskripsikan data yang telah
terkumpul tanpa melakukan generelisasi.
Analisis data dilaksanakan mulai penetapan masalah, pengumpulan
data dan setelah data terkumpulkan. Dengan menetapkan masalah penelitian,
peneliti sudah melakukan analisis terhadap permasalahan tersebut dalam
berbagai perspektif teori dan metode yang digunakan yakni metode alur.
Analisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan.
Tahap analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum
dimulai sejak pengumpulan data:
1. Reduksi data,yang diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan – catatan tertulis di lapangan. Objek penelitian ini di
ambil sendiri oleh narasumber dan semua pihak yang terkait dengan
penelitian di SD Khusus Rumah Pintar Salatiga.
-
47
2. Setelah melakukan regulasi data, selanjutnya melakukan penyajian data
(display data) dan dilakukan dengan menggunakan bentuk teks yang bersifat
naratif.
3. Penarikan kesimpulan serta verifikasi.
Teknik analisis data dalam penelitian ini, dilakukan setelah data-
data diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi.
Kemudian data-data tersebut, dianalisis secara saling berhubungan untuk
mendapatkan dugaan sementara yang dipakai dasar untuk mengumpulkan
data berikutnya. Dalam proses pengambilan kesimpulan dan verifikasi data
dilakukan setelah reduksi dan penyajian datatelah selesai dilakukan,
selanjutnya peneliti akan kembali mencocokkan data telah diperoleh kepada
seluruh anggota objek yang di teliti yakni ketua Yayasan Mutiara Rumah
Pintar Salatiga, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, semua pihak yang
terkait tegabung dalam SD Khusus Rumah Pintar Salatiga secara terus
menerus menggunakan bahan referensi agar data yang di dapat tersebut
lebih akurat.
G. Teknik Validitas Data
Teknik validitas data adalah terjaminnya keakuratan data, maka
peneliti akan melakukan validitas data. Data yang salah akan menghasilkan
kesimpulan yang salah, demikian pula sebaliknya, data yang nyata akan
menghasilkan data penelitian akurat. Validitas data berupa sejauh mana
kepercayaan dapat diberikan pada kesimpulan penelitian (Aswar, 2014: 105).
-
48
Untuk menetapkan validitas data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan
teknik pemriksaan data didasarkan atas kriteria tertentu, berikut kriterianya:
1. Kredibilitas (Credibiltas)
Uji kredibilitas yang peneliti lakukan diantaranya perpanjangan
pengamatan dimana peneliti akan kembali ke lapangan melakukan
pengamatan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui
maupun yang baru. Hal ini perlu juga dilakukan dengan ketekuna dengan
artian pengamatan yang dilakukan harus lebih cepat dan
berkesinambungan Selain itu juga perlu dilakukan trianggulasi, dimana
peneliti akan melakukan pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara dan berbagai waktu. Hal lain yang juga akan menambah
kredibilitas data adalah analisis kasus negatif pada analisis ini peneliti
mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang
telah ditemukan, menggunakan bahan referensi dan mengadakan member
check.
2. Keteralihan(Transferbilitas)
Laporan penelitian dibuat serinci mungkin, jelas, sistematis dan
dapat dipercaya sehingga pembaca laporan akan memperoleh gambaran
secara jelas. Dengan demikian pembaca dapat menentukan dapat atau
tidaknya penelitian diaplikasikan di tempat lain.
3. Ketergantungan(Dependability)
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhanproses penelitian.
-
49
4. Kepastian (Confirmability)
Peneliti menguji hasil penelitian dilakukan dengan proses yang
dilakukan. Jadi tidak mungkin prosesnya ada, tetapi hasilnya
ada.Pengujian confirmability dalam penelitian kualitatif hampir mirip
dengan uji dependability sehingga pengujiannya dapat dilakukan dengan
bersamaan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian
yang dilakukan maka penelitian tersebut telah memenuhi standar
konfirmability ( Sugiyono, 2008 :368-378).
Kemudian, data-data tersebut dianlisis secara saling berhubungan
untuk mendapatkan dugaan sementara yang dipakai untuk dasar
megumpulkan data berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan
secara terus menerus untuk melakukan proses triangulasi data.
Proses triangulasi data yang dilakukan oleh peneliti untuk validitas
data adalah sebagai berikut:
1. Sudut pandang narasumber selaku Subyek penelitian.
2. Sudut pandang pendiri Yayasan Mutiara Rumah Pintar Salatiga.
3. Sudut pandang bapak/ibu yang berkomunikasi dengan anak
berkebutuhan khusus.
Triangulasi adalah recheck dan crosscheck informasi dan data yang
diperoleh dari lapangan dengan informan lain untuk memahami
kompleksitas fenomena sosial ke sebuah esensi yang sederhana
-
50
(Endraswara, 2006: 110). Triangulasi meliputi empat hal, yaitu: triangulasi
metode, triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan
kelompok), triangulasi sumber data, dan triangulasi teori (Anggito,
2018:232). Adapun penjelasan dari keempat triangulasi tersebut adalah
sebagai berikut (Rahardjo2010:2):
1) Triangulasi Metode. Jenis triangulasi ini membandingkan informasi atau
data dengan cara yang berbeda. Dalam penelitian kualitatif peneliti
menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survey. Untuk
memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh
mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode
wawancara dan obervasi atau pengamatan untuk mengecek
kebenarannya. Selain itu, peneliti juga bisa menggunakan informan yang
berbeda untuk mengecek kebenaran informasi tersebut. Triangulasi tahap
ini dilakukan jika data atau informasi yang diperoleh dari subjek atau
informan penelitian diragukan kebenarannya.
2) Triangulasi Antar-Peneliti. Jenis triangulasi ini menggunakan lebih dari
satu orang dalam pengumpulan dan analisis data. Teknik ini untuk
memperkaya khasanah pengetahuan mengenai informasi yang digali dari
subjek penelitian. Namun orang yang diajak menggali data itu harus yang
telah memiliki pengalaman penelitian dan bebas dari konflik kepentingan
agar tidak justru merugikan peneliti dan melahirkan bias baru dari
triangulasi.
-
51
3) Triangulasi Sumber Data. Jenis triangulasi ini menggali kebenaran
informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.
Misalnya, selain melalui wawancara dan observasi, peneliti bisa
menggunakan observasi terlibat (participant obervation), dokumen
tertulis, arsip, dokumen sejarah, catatan resmi, catatan atau tulisan
pribadi dan gambar atau foto. Masing-masing cara itu akan menghasilkan
bukti atau data yang berbeda, selanjutnya akan memberikan pandangan
(insights) yang berbeda pula mengenai fenomena yang diteliti.
4) Triangulasi Teori. Hasil akhir penelitian kualitatif berupa sebuah
rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut selanjutnya
dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan untuk menghindari
bias individual peneliti atas temuan atau kesimpulan yang dihasilkan.
Selain itu, triangulasi teori dapat meningkatkan kedalaman pemahaman
asalkan peneliti mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam
atas hasil analisis data yang telah diperoleh.
Penelitian ini menggunakan dua triangulasi yaitu triangulasi
sumber data dan metode. Triangulasi sumber data dipakai ketika peneliti
meragukan data dari satu sumber maka peneliti mencari sumber informan
lainnya. Sementara triangulasi metode merupakan triangulasi yang dipakai
dengan menggunakan beberapa metode seperti wawancara, observasi, dan
dokumentasi sehingga hasil penelitian dapat terpercaya kebenarannya.
-
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sejarah singkat SD Khusus Rumah Pintar Salatiga (Yayasan Mutiara
Rumah Pintar Salatiga) itu berdiri dari impian yang sederhana, dimana seorang
ibu ingin berbagi kasih dengan anak-anak spesial seperti putri pertamanya yang
bernama Caca, itu nama spesial putri pertamanya yang mengalami kemunduran
berfikir dan keterlambatan berbicara. Caca bagi seorang ibu tersebut itu
merupakan anugerah terindah dari Allah SWT
1. Profil Sekolah
Nama Sekolah : Sekolah Dasar Khusus Rumah
Pintar Salatiga
Alamat : Jln. Suropati No 526 Togaten
Sidomukti Salatiga
Kelurahan : Mangunsari
Kecamatan : Sidomukti
Kota : Salatiga
Telp : (0298) 3432439
Kode Pos : 50721
NPSN : 69932725
Kurikulum :Kurikulum 2013 Pendidikan Khusus
-
53
2. Visi, Misi, Motto, dan Tujuan Sekolah Dasar YMRPS
a. Visi:
Mengantarkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk bisa hidup
mandiri dan menikmati kehidupan seperti anak-anak normal lainnya,
berperilaku, berbicara normal, tumbuh dan kembang sesuai usianya.
b. Misi:
1) Mengoptimalkan kemampuan anak berkebutuhan khusus.
2) Mengantarkan anak berkebutuhan khusus agar bisa hidup mandiri,
mampu menunjukkan kepercayaan diri dan berperan di dalam
masyarakat.
3) Mengoptimalkan potensi tumbuh kembang dan kecerdasan bagi anak
berkebutuhan khusus.
c. Motto:
Senyum Tulus dan Kasih Sayang
d. Tujuan:
Memberikan pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus yang belum
mendapatkan kesempatan pendidikan yang memadai yang berorientasi
pada kemandirian anak sehingga bermanfaat bagi diri dan lingkungan.
-
54
3. Struktur Organisasi Sekolah
Pengorganisasian adalah proses pembagian tugas, wewenang dan
job sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai satu
kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui
organisasi, tugas-tugas sebuah lembaga dibagi menjadi bagian yang lebih
kecil. Kendatipun dikaitkan satu sama lain serta diatur sedemikian rupa
sehingga melahirkan satu kesatuan yang berjalan baik. Dalam arti yang
lain, pengorganisasian adalah aktivitas pemberdayaan sumber daya dan
program.
Penyusunan struktur organisasi SD Khusus Rumah Pintar Salatiga
menggunakan ketentuan yang berlaku, struktur organisasi ini dibuat agar
lebih memudahkan sistem kerja dari kewenangan masing-masing, sesuai
dengan bidang yang telah ditentukan agar tidak terjadi penyalahgunaan
hak dan kewajiban orang lain. Menyusun struktur organisasi di SD Khusus
Rumah Pintar Salatiga ini diadakan pembagian yang disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing anggota, sehingga dalam melaksanakan tugas
yang dibebankan kepada masing-masing anggota dapat terlaksana dengan
baik.
Adapun struktur organisasi Sekolah Dasar KhususMutiara Rumah
Pintar Salatiga sebagai berikut:
-
55
Struktur Organisasi Sekolah Terpadu Rumah Pintar
Tabel 1.1 Struktur Organisasi Sekolah Dasar
Khusus Rumah Pintar Salatiga
Ketua Yayasan
Ana Eviyanti, S.Psi, M.Si
Komite Sekolah
Widiana
Anggraini
Kepala Sekolah SD
Rubiyarto, S.Pd
Wakasek SD
Rizki Dina Azizah,
S.Pd
Guru Kelas Wiras Murwandari, S.Kom, S. Pd
Prihartini, S.Pd
Widya Yulis P, S.Pd
Indah Noviyanti, S.Pd
Heriyanto, S.Psi
Layla Nurjannah, S.Pd.I
Malihatun Badaroh, S.Pd.I
Uli Kurniati
Vina Fatmawati
Tabitha Meilinda
Mahda Rahmiyani, S.Psi
Guru Kelas
Christina Chandra
Dewi, S.Psi
Sari Marzuqoh,
S.Pd.I
Putri Ika Rahayu
Kepala Sekolah TK
Septi Dwi Andini, S.Pd.I
TU&Bendahara
Yasmina Soraya
Baity, S.Pd.I
-
56
4. Data Pendidik
Un