Download - Percobaan III ASAM AMINO DAN PROTEIN
Percobaan III
ASAM AMINO DAN PROTEIN
I. Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan sifat-sifat asam amino
dan protein.
II. Dasar Teori
Kata protein berasal dari protos atau proteos yang berarti pertama atau utama.
Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan atau manusia. Oleh
karena sel itu merupakan pembentuk tubuh kita, maka protein yang terdapat dalam
makanan berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh.
Protein merupakan makromolekul terbanyak yang dapat ditemui dalam sel hidup.
Protein dapat diisolasi dari seluruh sel dan bagian sel. Di samping itu protein mempunyai
peranan biologi yang sangat beragam, sebagai zat pembentuk, transport, katalisator reaksi
biokimia, hormon, racun, dan masih banyak yang lainnya. Protein adalah sumber asam-
asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak
atau karbohidrat (Raharjo, 2011).
Semua asam amino pembentuk molekul protein mempunyai struktur yang serupa
yaitu mempunyai gugus karboksilat dan gugus amino yang terikat pada satu atom karbon
yang sama. Perbedaan struktur asam amino banyak ditemukan oleh gugus rantai samping
atau biasa dinamakan gugus R. gugus R ini bervariasi baik struktur, ukuran, muatan listrik
maupun kelarutannya dalam air.
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional
karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya
dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa"
atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa.
Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada
larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino
mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak
dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai
penyusun protein.
Suatu peptida ialah suatu amida yang dibentuk dari 2 asam amino atau lebih. Ikatan
amida antara suatu gugus α-amino dari suatu asam amino dan gugus karboksil dari asam
amino lain disebut ikatan peptida. Tiap asam amino dalam suatu molekul peptida disebut
suatu satuan (unit) atau suatu residu. Bergantung pada banyaknya satuan asam amino
dalam molekul itu, maka suatu peptida dirujuk sebagai dipeptida (dua satuan), suatu
tripeptida (tiga satuan), dan seterusnya. Suatu polipeptida ialah suatu peptida dengan
banyak sekali residu asam amino.
Secara kasar protein dapat dikategorikan menurut tipe tugas yang dilaksanakan.
Protein serat (fibrous protein; juga disebut protein struktur) yang membentuk kulit, oto,
dinding pembuluh darah, dan rambut, terdiri dari molekul panjang mirip benang yang liat
dan tidak larut. Tipe fungsional ialah kelas protein globular, yang bentuknya agak bulat
karena rantai-rantai melipat bertumpukan. Protein globular larut dalam air dan melakukan
berbagai fungsi suatu organisme. Lalu protein konjugasi yang dihubungkan ke suatu
bagian nonprotein seperti misalnya gula, melakukan berbagai fungsi dalam seluruh tubuh
(Aisyah, 2008).
Berkat ketekunan yang dirintis oleh Pauling dan Corey, kini para ahli Biokimia
sepakat bahwa dalam organisasi molekul protein terdapat 4 struktur dasar. Keempat
struktur dasar protein itu ialah sebagai berikut :
1. Struktur Primer
Di dalam struktur ini tidak terdapat ikatan atau kekuatan lain yang menghubungkan
asam amino satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, struktur protein yang terbentuk
berupa rantai polipeptida lurus.
2. Struktur Sekunder
Di dalam struktur protein ini rantai asam amino tidak hanya dihubungkan oleh ikatan
peptida tetapi juga diperkuat oleh ikatan hidrogen. Adanya ikatan tambahan ini
menyebabkan rantai asam amino membentuk gelung alfa-heliks.
3. Struktur Tersier
Struktur tersier merupakan struktur protein ysng lebih rumit karena merupakan
bentuk gelung alfa heliks yang cenderung melipat menjadi struktur yang kompak.
Kekompakan struktur ini disebabkan karena banyaknya jenis ikatan atau kekuatan
yang menunjang ikatan peptide di dalam molekul protein. Jenis – jenis ikatan
tersebut biasanya merupakan kekhasan gugus R pada tiap – tiap unit asam amino,
misalnya ikatan hydrogen, ikatan disulfide, jembatan garam, interaksi hidrofilik
(polar), interaksi hidrofobik (non polar) dan gaya van der walls.
4. Struktur kuartener
Struktur ini terbentuk dari dua unit atau lebih struktur tersier di dalam satu molekul
protein. Sebagai contoh antara hemoglobin, mioglobin, virus polio dan virus mosaic
tembakau.
Dalam kenyataannya, suatu rantai polipeptida tidaklah merupakan rantai lurus
memanjang, namun ditemui dalam bentuk gelung (spiral) atau dalam bentuk berbelit dan
kompleks. Dalam hal ini sesungguhnya struktur primer hanya menerangkan jumlah serta
urutan asam amino penyusunnya. Adapun keseluruhan bentuk protein yang dihasilkan oleh
struktur sekunder dan struktur tersier dinamakan konformasi protein. Tidak semua protein
memiliki struktur hingga struktrur kuartener. Umumnya protein yang berbentuk serabut
berstruktur sekunder. Protein serabut terdiri dari jajaran polipeptida yang diperkuat oleh
ikatan hydrogen atau ikatan disulfide sebagai contoh ialah keratin yang memiliki
konformasi alfa heliks memutar ke kanan. Sedangkan protein globular umumnya memiliki
struktur tersier sampai struktur kuartener (Tim Pengajar Biokimia, 2013).
SIFAT-SIFAT ASAM AMINO
1. Pada umumnya, asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik
non polar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan
asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilat alifatik maupun
aromatik yang terdiri dari beberapa atom karbon, umumnya kurang larut dalam air
tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina, pada umumnya tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik.
2. Asam amino mempunyai titik lebur yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam
karboksilat atau amina (lebih besar dari 200ºC).
3. Bersifat sebagai elektrolit. Dalam larutan kondisi netral (pH isoelektrik), asam amino
dapat membentuk ion yang bermuatan positif dan juga bermuatan negative
(zwitterion) atau ion amfoter. Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan.
(Aisyah, 2008).
III. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut:
A. Sifat mengion asam amino
Alat
1. pH meter
2. Gelas kimia 100 mL
3. Pipet tetes
4. Gelas ukur 25 mL
5. Batang pengaduk
6. Spatula
7. Tissue
8. Neraca digital
Bahan
1. Padatan glisin
2. Aquades
3. Larutan NaOH 10%
4. Larutan H2SO4 2 N
B. Titik isoelektrik dan kelarutan asam amino
Alat
1. Pipet tetes
2. Tabung reaksi
3. Rak tabung reaksi
4. Gelas ukur 10 mL
5. Stopwatch
Bahan
1. Larutan CH3COOH 0,01 M
2. Larutan CH3COOH 0,1 M
3. Larutan CH3COOH 1 M
4. Aquades
5. Larutan kasein – Na – asetat
C. Penggaraman protein (Salting – Out)
Alat
1. Gelas kimia 100 mL
2. Kertas saring
3. Batang pengaduk
4. Spatula
5. Corong
6. Gelas aqua
7. Erlenmeyer 100 mL
8. Pipet tetes
9. Tissue
Bahan
1. Albumin telur ayam kampung
2. Albumin telur bebek
3. Kuning telur ayam kampung
4. Kuning telur bebek
5. Larutan CuSO4 2 %
6. Larutan NaOH 0,1 N
7. Kristal ammonium sulfat
IV. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
A. Sifat Mengion Asam Amino
Penambahan dengan larutan H2SO4 2 N
1. Menimbang dengan teliti 400 mg padatan glisin dan melarutkan dengan 10 mL air
suling di dalam sebuah gelas kimia.
2. Menuang 10 ml air suling ke dalam gelas kimia yang lain
3. Menambahkan dengan larutan H2SO4 2 N 10 tetes, untuk 10 tetes pertama,
mengocok gelas kimia tiap-tiap satu tetes dan mengukur pH-nya setiap
penambahan 1 tetes. Untuk 10 tetes selanjutnya, mengocoknya setiap penambahan
2 tetes, lalu mengukur pH-nya setiap penambahan 2 tetes.
4. Menambahkan 4 tetes dan mengocoknya setiap penambahan 4 tetes hingga
tercapai pH 1,2.
5. Mencatat pH dan jumlah asam yang digunakan tiap kali penetesan asam.
Penambahan dengan larutan NaOH 10%
1. Menimbang dengan teliti 400 mg padatan glisin dan melarutkan dengan 10 mL air
suling di dalam sebuah gelas kimia.
2. Menuang 10 ml air suling ke dalam gelas kimia yang lain
3. Menambahkan dengan larutan NaOH 10 % sebanyak 10 tetes, untuk 10 tetes
pertama, mengocok gelas kimia tiap-tiap satu tetes dan mengukur pH-nya setiap
penambahan 1 tetes. Untuk 10 tetes selanjutnya, mengocoknya setiap penambahan
2 tetes, lalu mengukur pH-nya setiap penambahan 2 tetes.
4. Menambahkan 4 tetes dan mengocoknya setiap penambahan 4 tetes hingga
tercapai pH 12.
5. Mencatat pH dan jumlah asam yang digunakan tiap kali penetesan asam.
B. Titik isoelektrik dan kelarutan kasein
1. Menyiapkan 9 buah tabung reaksi yang bersih dengan larutan sebagai berikut :
Nomor tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9
mL air suling
Asam asetat 0,01
M
mL Asam asetat
8,38
0,62
-
7,75
1,25
-
8,75
0,25
8,5
0,5
8
1
7
2
5
4
1
8
7,4
-
0,1 M
mL Asam asetat 1
M
- - - - - - - - 1,6
2. Selanjutnya, ke dalam tiap tabung menambahkan masing-masing 1 ml larutan kasein
yang ditiupkan dari pipet. Mengocok tabung segera. Mencatat kekeruhan yang terjadi
segera setelah dikocok dan setelah 10 menit, dengan tanda sebagai berikut:
(-) = tidak terjadi kekeruhan sama sekali
(+/-) = kekeruhan tipis sekali
(+) = kekeruhan sedikit
(++) = kekeruhan lebih banyak
(+++) = kekeruhan paling banyak
3. Menentukan titik isoelektrik kasein.
C. Penggaraman protein (Salting – Out)
1. Memasukkan 5 mL albumin telur ayam ras ke dalam gelas kimia dan menambahkan 4
gram kristal ammonium sulfat.
2. Mengaduk campuran tersebut kemudian menyaringnya sehingga terpisah antara filtrat
dan residunya.
3. Menambahakan 1 tetes larutan biuret pada filtratnya dan menambahkan 2 tetes larutan
biuret pada residunya.
4. Mengulangi langkah 1 – 3 dengan menggunakan albumin telur ayam kampung.
V. Hasil Pengamatan
Adapun hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini yaitu sebagai berikut :
1. Sifat Mengion Asam Amino
a) Untuk penambahan asam
No Perlakuan pH
1. 400 mg glisin + H2SO4 2 N
Untuk penambahan 10 tetes pertama
1 tetes
2 tetes
3 tetes
4 tetes
5 tetes
6 tetes
7 tetes
8 tetes
9 tetes
10 tetes
Untuk penambahan 10 tetes kedua
12 tetes
14 tetes
16 tetes
18 tetes
20 tetes
Untuk penambahan terakhir
24 tetes
5,36
3,46
3,22
3,04
2,92
2,82
2,72
2,62
2,54
2,44
2,38
2,20
2,02
1,84
1,70
1,54
1,26
b) Untuk penambahan basa
No Perlakuan pH
1. 400 mg glisin + NaOH 10%
Untuk penambahan 10 tetes pertama
1 tetes
2 tetes
3 tetes
4 tetes
5 tetes
6 tetes
7 tetes
8 tetes
9 tetes
10 tetes
Untuk penambahan 10 tetes kedua
12 tetes
14 tetes
16 tetes
5,18
6,60
7,12
7,44
7,74
8,15
8,32
8,55
9,02
9,43
9,78
10,65
11,71
12,61
2. Titik Isoelektrik dan Kelarutan Kasein.
Nomor tabung 1 2 3 4 5 6 7 8 9
mL Air suling
mL Asam asetat
0,01 M
mL Asam asetat
0,1 M
mL Asam asetat
pH larutan
Kelarutan
segera
Kelarutan
setelah 10 menit
8,38
0,62
-
-
5,9
-
-
7,75
1,25
-
-
5,6
-
-
8,75
-
0,25
-
5,3
-
-
8,50
-
0,5
-
5,0
-
+/-
8,0
-
1,0
-
4,7
-
+/-
7,0
-
2,0
-
4,4
+/-
+
5,0
-
4,0
-
4,1
+/-
+
1,0
-
8,0
-
3,8
+/-
+
7,4
-
-
1,6
3,5
+
++
Ket: (-) = Tidak terjadi kekeruhan sama sekali
(+/-) = Kekeruhan tipis sekali
(+) = Kekeruhan sedikit
(++) = Kekeruhan lebih banyak
(+++) = Kekeruhan paling banyak
3. Penggaraman Protein (SALTING – OUT )
a) Telur Ayam Kampung
No. Perlakuan Hasil
1. a. 5 ml putih telur
b. 5 ml putih telur + Ammonium
sulfat (5 sendok spatula)
c. 5 ml putih telur + Ammonium
sulfat + disaring
Residu
1. Residu + 10 tetes CuSO4
2. Perlakuan 1 + 5 tetes
NaOH
Filtrat
1. Filtrat + 10 tetes CuSO4
2. Perlakuan 1 + 5 tetes
NaOH
Berwarna bening
Larutan mengental,
ammonium sulfat larut
dan terdapat endapan.
Endapan berwarna biru
Endapan berwarna biru
Terdapat 2 lapisan (biru
diatas putih dibawah)
Endapan berwarna biru
dan terdapat gumpalan
a. 5 ml kuning telur
b. 5 ml kuning telur + 4 sendok
spatula ammonium sulfat
c. Perlakuan b + 10 tetes CuSO4
d. Perlakuan d + 5 tetes NaOH
Berwarna kuning dan
kurang larut
Berwarna kuning kental
Berwarna hijau muda
b) Telur Bebek
No. Perlakuan Hasil
1. a. 5 ml putih telur
b. 5 ml putih telur + Ammonium
sulfat (5 sendok spatula)
c. 5 ml putih telur + Ammonium
sulfat + disaring
Residu
1. Residu + 10 tetes CuSO4
2. Perlakuan 1 + 5 tetes
NaOH
Filtrat
1. Filtrat + 10 tetes CuSO4
2. Perlakuan 1 + 5 tetes
NaOH
Berwarna bening
Larutan mengental,
berwarna bening dan larut
Berwarna biru kehijauan
Berwarna biru kehijauan
Berwarna biru muda
Berwarna biru pekat
a. 5 ml kuning telur
b. 5 ml kuning telur + 4 sendok
spatula ammonium sulfat
c. Perlakuan b + 10 tetes CuSO4
d. Perlakuan d + 5 tetes NaOH
Berwarna orange
Larutan mengental dan
berwarna orange
Berwarna hijau muda
VI. Pembahasan
Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional
karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya
dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa"
atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa.
Dalam bentuk larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada
larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino
mampu menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak
dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai
penyusun protein. Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawa-senyawa organik.
Misalnya, titik lelehnya di atas 200oC, sedangkan kebanyakan senyawa organik dengan
bobot molekul sekitar itu berupa cairan pada temperatur kamar. Asam amino larut dalam
air dan pelarut polar lain, tetapi tidak larut dalam pelarut nonpolar seperti dietil eter atau
benzena. Asam amino juga mempunyai momen dipol yang besar, kurang bersifat asam
dibandingkan sebagian besar asam karboksilat dan kurang basa dibandingkan sebagian
besar asam amina (Purba, 2013).
Protein merupakan polimer alami yang terdiri atas sejumlah unit asam amino yang
berikatan satu dengan lainnya lewat ikatan amida (atau peptida). Jaring laba-laba, bulu
hewan, dan otot, putih telur, dan hemoglobin (molekul yang mengangkut oksigen dalam
tubuh ke tempat yang memerlukan) ialah beberapa contoh protein. Hidrolisa protein
menghasilkan suatu campuran 20 asam amino ‘biasa’ ditambah satu atau lebih dari asam
amino ‘kurang biasa’. Sebagian besar asam amino dalam organisme hidup adalah asam α-
amino; yaitu fungsi amino yang terdapat pada atom karbon yang selanjutnya menjadi
gugus fungsional asam karboksilat. Karena struktur dasar semua asam α-amino adalah
sama, maka asam amino tertentu menetapkan identitasnya dengan sifat gugus rantai
sampingnya (R). karena kerangka kovalen protein adalah tetap dan menyangkut fungsi
karboksil asam amino dan amino, maka gugus R-lah yang memberi suatu kedudukan bagi
sifat-sifat fisik dan kimianya di dalam rantai protein (Raharjo, 2011).
A. Sifat Mengion Asam Amino
Asam amino bersifat amfoterik, artinya berperilaku sebagai asam dan
mendonasikan proton pada basa kuat, atau dapat juga berperilaku sebagai basa dan
menerima proton dari asam kuat. Perilaku ini dinyatakan dalam kesetimbangan
berikut untuk asam amino dengan satu gugus amino dan satu gugus karboksil.
Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila larutan asam amino
dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I)
karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat
pada gugus -NH3+.
Sebaliknya apabila ditambahkan asam ke dalam larutan asam amino, maka
konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO-, sehingga
terbentuk gugus –COOH. Dengan demikian asam amino terdapat dalam bentuk (II).
Asam amino mengandung suatu gugus amino yang bersifat basa dan gugus karboksil
yang bersifat asam dalam molekul yang sama. Suatu asam amino mengalami reaksi
asam-basa internal yang menghasilkan suatu ion dipolar, yang juga disebut zwitterion
(dari kata Jerman zwitter, “hibrida”). Karena terjadinya muatan ion, suatu asam
amino mempunyai banyak sifat garam. Tambahan pula, pKa suatu asam amino
bukanlah pKa dari gugus –CO2H, melainkan dari gugus –NH3+. pKb bukan dari gugus
amino yang bersifat basa, melainkan dari gugus –COO- yang bersifat basa sangat
lemah (Aisyah, 2008).
Percobaan ini menggunakan aquades sebagai larutan pengkalibrasi. Pertama-
tama dilakukan yaitu menimbang glisin sebanyak 400 mg kemudian melarutkannya
dengan aquades sebanyak 10 mL dan memasukkannya ke dalam gelas kimia. Ketika
aquades ditambahkan dengan larutan asam, maka konsentrasi ion H+ dalam air akan
bertambah yang menyebabkan air bersifat asam, sedangkan ketika aquades
ditambahkan dengan larutan basa, maka konsentrasi ion OH- dalam air akan
bertambah yang menyebabkan air bersifat basa. Berdasarkan literatur, perubahan pH
terjadi secara drastis, sesuai dengan penambahan asam dan basa. Pada gelas kimia
lainnya, memasukkan aquades sebanyak 10 mL. Kemudian menambahkan 10 tetes
larutan H2SO4 2 N pada larutan glisin dimana tiap 1 tetes dilakukan pengocokkan
hingga homogen dan mengukur pH-nya. Larutan H2SO4 2 N berfungsi untuk melihat
bagaimana pengaruh asam terhadap glisin dan sistein. Selanjutnya, menambahkan
lagi dengan 10 tetes larutan H2SO4 2 N, dimana tiap 2 tetesnya dilakukan pengocokan
dan mengukur pH-nya. Sedangkan pada perlakuan terakhir menambahkan lagi 4 tetes
kemudian mengocoknya, dimana panambahan ini dihentikan ketika sudah mencapai
pH 1,2. Adapun fungsi dari variasi penambahan tersebut yaitu untuk memperoleh
hasil yang lebih tepat dan akurat (Tim Pengajar Biokimia, 2013).
Selanjutnya yaitu menambahkan glisin yang telah ditimbang tadi dengan
larutan NaOH dimana tiap 1 tetes dilakukan pengocokkan hingga homogen dan
mengukur pH-nya. Selanjutnya, menambahkan lagi dengan 10 tetes larutan NaOH,
dimana tiap 2 tetesnya dilakukan pengocokan dan mengukur pH-nya. Sedangkan
pada perlakuan terakhir menambahkan lagi 4 tetes kemudian mengocoknya, dimana
panambahan ini dihentikan ketika sudah mencapai pH 1,2. (Lehninger, 1982).
Selain itu, asam amino bersifat amfoterik, artinya berperilaku sebagai asam dan
mendonasikan proton pada basa kuat, atau dapat juga berperilaku sebagai basa dan
menerima proton dari asam kuat. Perilaku ini dinyatakan dalam kesetimbangan
berikut untuk asam amino dengan satu gugus amino dan satu gugus karboksil.
Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila larutan asam amino
dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I)
karena konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat
pada gugus -NH3+. Sebaliknya apabila ditambahkan asam ke dalam larutan asam
amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion –COO-,
sehingga terbentuk gugus –COOH. Dengan demikian asam amino terdapat dalam
bentuk (II). Adapun struktur ion dipolar dari asam amino yaitu sebagai berikut:
Asam amino mengandung suatu gugus amino yang bersifat basa dan gugus
karboksil yang bersifat asam dalam molekul yang sama. Suatu asam amino
mengalami reaksi asam-basa internal yang menghasilkan suatu ion dipolar, yang
juga disebut zwitterion (dari kata Jerman zwitter, “hibrida”). Karena terjadinya
muatan ion, suatu asam amino mempunyai banyak sifat garam. Asam amino akan
mengion ketika ditambahkan suatu asam atau basa, dan ionnya tersebut dapat bersifat
asam ataupun basa (Purba, 2013).
B. Titik Isoelektrik dan Kelarutan Kasein
Pada Zwitterion asam amino yang rantai sampingnya tak bermuatan, maka
muatan positif dan negatif saling meniadakan, sehingga tak ada muatan bersih pada
molekul. Setiap asam amino yang muatan positif dan negatifnya berimbang
dikatakan berada pada titik isoelektrik. pH pada saat perimbangan ini terjadi disebut
pH isoelektrik. Titik isoelektrik asam amino dengan rantai samping tak bermuatan
terjadi di sekitar pH 7,0 pada larutan berair. Asam amino cenderung paling kurang
larut pada titik isoelektriknya, karena muatan bersihnya nol (Lehninger, 1982).
Suatu asam amino netral, titik isoelektriknya yang terutama bergantung pada
harga pKa dan pKb dari gugus –NH3+ dan –COO-, adalah sekitar 5,5 – 6,0.
Sementara untuk asam amino asam berarti bahwa ada suatu gugus lain yang dapat
berinteraksi dengan air. Suatu larutan air dari suatu asam amino asam jelas bersifat
asam, dan ion asam aminonya mengemban muatan negatif. Diperlukan konsentrasi
H+ lebih tinggi untuk memungkinkan asam amino asam sampai ke titik
isoelektriknya daripada yang diperlukan untuk asam amino netral. Titik isoelektrik
asam amino asam adalah berkisar pH = 3. Asam amino ini memiliki rantai samping
berupa gugus karboksil (Raharjo, 2011).
Sementara asam amino yang mengandung rantai samping dengan gugus
amino merupakan suatu asam amino basa, mempunyai gugus amino kedua yang
bereaksi dengan air membentuk suatu ion positif. Diperlukan ion-ion hidroksida
untuk menetralkan asam amino basa dan untuk membawanya sampai ke titik
isoelektriknya. Untuk asam amino basa titik isoelektriknya terletak di atas pH = 7
Pada perlakuan ini yang dilakukan yaitu menentukan titik isoelektrik dan
kelarutan kasein. Dimana kasein memiliki titik isoelektrik pada pH 4,6 – 4,7 artinya
apabila kasein memiliki pH di atas atau di bawah pH tersebut maka kasein terlarut.
Sedangkan apabila kasein berada pada range pH tersebut maka kasein akan
mengendap/tidak larut. Yang pertama-tama dilakukan pada percobaan ini yaitu
menyediakan 9 buah tabung reaksi yang diisi dengan larutan asam asetat dengan
konsentrasi yang berbeda-beda. Lalu, kesembilan tabung reaksi tersebut ditambahkan
dengan kasein. Berdasarkan hasil yang diperoleh, pada tabung 1, 2, 3 dan 4, 5
kekeruhan tipis sekali, pada tabung 6, 7, 8 kekeruhan sedikit dan tabung 9 kekeruhan
paling banyak. Setelah itu menunggu kembali selama 10 menit untuk mengetahui
titik isoelektriknya. Dan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa titik isoelektrik
terletak pada tabung reaksi 9 yaitu ditandai dengan kekeruhan paling banyak.
Berdasarkan literatur, dikatakan bahwa asam amino cenderung paling kurang larut
pada titik isoelektriknya, karena muatan bersihnya nol (Aisyah, 2008).
Berdasarkan literatur dikatakan bahwa asam amino dan protein seperti casein
cenderung paling kurang larut pada titik isoelektriknya, karena muatan bersihnya nol.
Dimana kasein memiliki titik isoelektrik pada pH 4,6 – 4,7 artinya apabila kasein
memiliki pH di atas atau di bawah pH tersebut maka kasein terlarut (Purba, 2013).
C. Penggaraman Asam Amino (Salting – Out)
Kebanyakan protein (terutama protein Globular) di dalam air akan membentuk
koloid hidrofil. Karena itu, faktor pengendapan pengendapan koloid berlaku pula
pada protein. Pada percobaan ini kami menggunakan putih telur sebagai sampel
proteinnya. Protein-protein ini bersifat khas yaitu pada titik isoelektriknya
menghasilkan larutan yang mantap dan tetap larut dalam air (Lehninger, 1982).
Pada percobaan ini yang pertama-tama dilakukan yaitu memasukkan 5 mL
albumin lalu direaksikan dengan 5 sendok spatula ammonium sulfat. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan, campuran menyatu/melarut dan semakin diaduk semakin
membentuk koloid. Setelah itu menyaring dan menguji larutan tersebut. Filtrat dan
endapannya kemudian diuji dengan biuret. Setelah diuji keduanya berubah menjadi
berwarna biru. Dimana uji biuret bertujuan untuk mengetahui adanya ikatan peptida
dalam suatu protein. Dimana hasil positifnya adalah terbentuknya larutan berwarna
ungu. Namun, pada percobaan yang dilakukan tidak terbentuk warna ungu,
melainkan yang timbul adalah warna biru. Hal ini menandakan bahwa protein
albumin hanya mengandung sedikit ikatan peptida. Warna biru yang diperoleh
berasal dari ion Cu2+ pada biuret. Biuret adalah senyawa dengan dua ikatan peptida
yang terbentuk pada pemanasan dua mulekul urea. Ion Cu2+ dari preaksi Biuret dalam
suasana basa akan berekasi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptida berwarna
ungu. Untuk percobaan penggaraman digunakan albumin telur ayam yang
direaksikan dengan kristal amonium sulfat. Kristal amonium sulfat ini bertujuan
untuk mengendapkan albumin yang disebabkan karena terjadinya penetralan partikel
protein sekaligus dehidrasi (Lehninger, 1982).
VII. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil pengamatan maka dapat ditarik kesimpulan dari
percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Asam amino mampu mengalami perubahan pH karena adanya ion karboksilat dan
amina serta gugus R yang berlainan sehingga dengan penambahan beberapa asam
ataupun basa akan merubah pH asam amino tersebut.
2. Titik isoelektrik asam amino adalah titik dimana jumlah muatan negatif dinetralkan
oleh muatan positif sehingga menjadi netral.
3. Penambahan sejumlah garam tertentu ke dalam asam amino akan mengendapkan
asam amino tersebut karena terjadi penetralan protein sekaligus dehidrasi.
Daftar Pustaka
Aisyah. 2008. Asam Amino. http://rgmaisyah.wordpress.com. (Diakses pada Tanggal 4 Desember 2013).
Lehninger, Albert L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga.
Purba, Imfrantoni. 2013. Laporan tetap Praktikum Biokimia I “Protein dan Asam Amino. http://iampurba.blogspot.com. (Diakses pada Tanggal 4 Desember 2013).
Raharjo, Alip. 2011. Protein dan Asam Amino. http://[email protected]. (Diakses pada Tanggal 4 Desember 2013).
Tim Pengajar Biokimia. 2013. Teori dan Penuntun Praktikum Biokimia.Palu : Universitas Tadulako.
Lampiran
Penggaraman Protein( Salting-out)
Titik isoelektrik dan dan kelarutan Kasein