Download - Pneumonia Aspirasi Teori
PNEUMONIA ASPIRASI
Definisi
Pneumonia aspirasi merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal dari bronkus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh aspirasi benda asing baik yang berasal dari dalam tubuh maupun di luar
tubuh penderita.1
Epidemiologi
Di Amerika pneumonia aspirasi yang terjadi pada komunitas (PAK) adalah
sebanyak 1200 per 100.000 penduduk per tahun, sedangkan pneumonia aspirasi nosokomial
(PAN) sebesar 800 pasien per 100.000 pasien rawat inap per tahun. PA lebih sering dijumpai
pada pria daripada perempuan, terutama usia anak atau lanjut. Aspirasi pneumonia adalah
penyebab kematian paling umum pada pasien dengan disfagia karena gangguan neurologis,
suatu kondisi yang mempengaruhi sekitar 300.000 sampai 600.000 orang setiap tahun di
Amerika Serikat.1,5
Etiologi
Terdapat 3 macam penyebab sindroma pneumonia aspirasi, yaitu aspirasi
asam lambung yang menyebabkan pneumonia kimiawi, aspirasi bakteri dari oral dan
oropharingeal menyebabkan pneumonia bakterial, Aspirasi minyak, seperti mineral oil atau
vegetable oil dapat menyebabkan exogenous lipoid pneumonia. Apirasi benda asing
merupakan kegawatdaruratan paru dan pada beberapa kasus merupakan faktor predisposisi
pneumonia bakterial.1,3
Infeksi terjadi secara endogen oleh kuman orofaring yang biasanya
polimikrobial namun jenisnya tergantung kepada lokasi, tempat terjadinya, yaitu di
komunitas atau di RS. Pada PAK, kuman patogen terutama berupa kuman anaerob obligat
(41-46%) yang terdapat di sekitar gigi dan dikeluarkan melalui ludah, misalnya Peptococcus
yang juga dapat disertai Klebsiella pnemoniae dan Stafilococcus, atau fusobacterium
nucleatum, Bacteriodes melaninogenicus, dan Peptostreptococcus. Pada PAN pasien di RS
kumannya berasal dari kolonisasi kuman anaerob fakultatif, batang Gram negatif,
pseudomonas, proteus, serratia, dan S. aureus di samping bisa juga disertai oleh kuman
ananerob obligat di atas.1,4
Daya tahan traktus respiratorius
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi dan terdiri dari:3
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di nasoorofaring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret yang
dikeluarkan oleh set epitel tersebut
d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.
f. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.
g. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari
imunoglobulin A (IgA).
Gambar 1: Sistem respirasi Manusia7
Patofisiologi
Aspirasi merupakan hal yang dapat terjadi pada setiap orang. Di sini terdapat peranan
aksi mukosilier dan makrofag alveoler dalam pembersihan material yang teraspirasi. Terdapat
3 faktor determinan yang berperan dalam pneumonia aspirasi, yaitu sifat material yang
teraspirasi, volume aspirasi, serta faktor defensif host.2
Perubahan patologis pada saluran napas pada umumnya tidak dapat dibedakan antara
berbagai penyebab pneumonia, hampir semua kasus gangguan terjadi pada parenkim disertai
bronkiolitis dan gangguan interstisial. Perubahan patologis meliputi kerusakan epitel,
pembentukan mukus dan akhirnya terjadi penyumbatan bronkus. Selanjutnya terjadi infiltrasi
sel radang peribronkial (peribronkiolitis) dan terjadi infeksi baik pada jaringan interstisial,
duktus alveolaris maupun dinding alveolus, dapat pula disertai pembentukan membran hialin
dan perdarahan intra alveolar. Gangguan paru dapat berupa restriksi, difusi dan perfusi.2
Pneumonia aspirasi mengarah kepada konsekuensi patologis akibat secret
orofaringeal, nanah, atau isi lambung yang masuk ke saluran napas bagian bawah.
Kebanyakan individu mengaspirasi sedikit secret orofaringeal selama tidur, dan secret
tersebut akan dibersihkan secara normal.3
Faktor predisposisi terjadinya aspirasi berulangkali adalah:1
Penurunan kesadaran yang mengganggu proses penutupan glottis, reflex batuk
(kejang, stroke, pembiusan, cedera kepala, tumor otak)
Disfagia sekunder akibat penyakit esophagus atau saraf (kanker nasofaring,
scleroderma)
Kerusakan sfingter esophagus oleh selang nasogastrik. Juga peran jumlah bahan
aspirasi, hygiene gigi yang tidak baik, dan gangguan mekanisme klirens saluran
napas.
Tabel 1: predisposisi terjadinya pneumonia aspirasi10
Aspirasi mikroorganisme patologik yang berkoloni pada orofaring adalah cara
infeksi saluran pernapasan bagian bawah yang paling sering dan menyebabkan
pneumonia bakteri. Pneumonia anaerobik disebabkan oleh aspirasi sekret orofaringeal
yang terdiri dari mikroorganisme anaerob seperti Bacteroides, Fusobacterium,
Peptococcus, dan Peptostreptococcus yang merupakan spesies yang paling sering
ditemukan diantara pasien-pasien dengan kebersihan gigi yang buruk. Awitan gejala
biasanya terjadi secara perlahan-lahan selama 1 hingga 2 minggu, dengan demam,
penurunan berat badan, anemia, leukositosis, dispnea, dan batuk disertai produksi
sputum berbau busuk. Abses-abses paru yang terbentuk pada parenkim paru dapat
rusak, dan empiema dapat timbul seperti mikroba-mikroba yang berjalan ke
permukaan pleura. Kebanyakan abses-abses tersebut terbentuk pada paru kanan
bagian posterior dan segmen basilar bronkopulmonal akibat gaya gravitasi karena
banyak cabang yang langsung menuju cabang bronkus utama kanan.2
Aspirasi isi lambung secara bersama dengan adanya partikel, menyebabkan
terjadi fokus peradangan dan reaksi tubuh terhadap benda asing dengan kerusakan
jaringan secara menyeluruh akibat asam. Partikel dan asam lambung bekerja sama
secara sinergis menyebabkan kebocoran kapiler alveolar. Isi lambung tidak steril
sehingga aspirasi yang terjadi dapat disertai bakteri. Enam puluh sampai 100% terdiri
dari kuman anaerob. Gabungan kuman aerob dan anaerob sering dijumpai pada
aspirasi yang terjadi di Rumah sakit.2,5
Gambar 2: paru-paru yang mengalami infeksi8
Sindrom aspirasi lain berkaitan dengan bahan yang diaspirasi (biasanya
makanan) atau cairan bukan asam (misalnya karena hampir tenggelam atau saat
pemberian makanan) yang menyebabkan obstruksi mekanik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Bila yang diaspirasi
adalah bahan padat, maka gejala yang terlihat akan bergantung pada ukuran bahan
tersebut dan lokasinya dalam saluran pernapasan. Jika bahan tersebut tersangkut
dalam bagian atas trakea, akan menyebabkan obstruksi total, apnea, aphonia, dan
dapat terjadi kematian cepat. Jika bahan tersangkut pada bagian saluran pernapasan
yang kecil, tanda dan gejala yang timbul dapat berupa batuk kronik dan infeksi
berulang.2
Gambar 3: Alveoli yang terisi oleh aspirasi makanan10
Gejala Klinis
Gejala klinis dapat berupa bronkopneumonia, pneumonia lobar, pneumonia
nekrotikans, atau abses paru dan dapat diikuti terjadinya empiema. Pasien mendadak batuk
dan sesak napas sesudah makan atau minum. Awitan umumnya insidious, walaupun pada
infeksi anaerob bisa memberikan gambaran akut seperti pneumonia pneumokokus berupa
sesak napas pada saat istirahat, sianosis. Umumnya pasien dating 1-2 minggu sesudah
aspirasi, dengan keluhan demam mengigil, nyeri pleuritik, batuk, dan dahak purulen berbau
( pada 50% kasus). Kemudian bisa ditemukan nyeri perut, anoreksia, dan penurunan berat
badan, bersuara saat napas (mengi), takikardi, merasa pusing atau kebingungan, merasa
marah atau cemas.1,2,5
Diagnosis
Untuk mendiagnosis pneumonia aspirasi, harus melihat gejala pasien dan temuan dari
pemeriksaan fisik. Keterangan dari foto polos dada, pemeriksaan darah dan kultur sputum
yang juga bermanfaat. Foto torak biasanya digunakan untuk mendiagnosis pasien di rumah
sakit dan beberapa klinik yang ada fasilitas foto polosnya. Namun, pada masyarakat (praktek
umum), pneumonia biasanya didiagnosis berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik saja.
Mendiagnosis pneumonia bisa menjadi sulit pada beberapa orang, khususnya mereka dengan
penyakit penyerta lainnya. Adakalanya CT scan dada atau pemeriksaan lain diperlukan untuk
membedakan pneumonia dari penyakit lain.1,5
Orang dengan gejala pneumonia memerlukan evaluasi medis. Pemeriksaan fisik oleh
tenaga kesehatan menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, peningkatan laju pernapasan
(tachypnea), penurunan tekanan darah (hipotensi) , denyut jantung yang cepat (takikardi) dan
rendahnya saturasi oksigen, yang merupakan jumlah oksigen di dalam darah yang indikasikan
oleh oksimetri atau analisis gas darah. Orang dengan kesulitan bernapas, yang bingung, atau
memiliki sianosis memerlukan perhatian segera.2,5
Pemeriksaan fisik tergantung pada luas lesi di paru. Pada pemeriksaan terlihat bagian
yang sakit tertinggal waktu bernapas, fremitus raba meningkat disisi yang sakit. Pada perkusi
ditemukan redup, pernapasan bronkial, ronki basah halus, egofoni, bronkofoni, “whispered
pectoriloquy”. Kadang- kadang terdengar bising gesek pleura (pleural friction rub). Distensi
abdomen terutama pada konsolidasi pada lobus bawah paru, yang perlu dibedakan dengan
kolesistitis dan peritonitis akut akibat perforasi.2
Pemeriksaan penunjang
a.Gambaran Radiologis
Pemeriksaan yang penting untuk pneumonia pada keadaan yang tidak jelas adalah
foto polos dada. Foto thoraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik dan interstitial
dengan atau tanpa disertai gambaran kaviti pada segmen paru yang terinfeksi.
Gambaran lusen disertai dengan infiltrat menunjukkan nekrotik pneumonia. Air fluid
level mengindikasikan abses paru atau fistula bronkopleura.Sudut costofrenicus yang
blunting dan meniscus yang positif menunjukkan para pneumonic pleural effusion.4
b.Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan jumlah leukosit yang meningkat (lebih dari
10.000/mm3, kadang- kadang mencapai 30.000/mm3), yang mengindikasikan adanya
infeksi atau inflamasi. Tapi pada 20% penderita tidak terdapat leukositosis. Hitung
jenis leukosit “shift to the left”. LED selalu naik. Billirubin direct atau indirect dapat
meningkat, oleh karena pemecahan dari sel darah merah yang terkumpul dalam
alveoli dan disfungsi dari hepar oleh karena hipoksia. Untuk menentukan diagnosa
etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Analisis gas darah
menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik.3
Lokasi infiltrate:
Bagian tengah dan bawah lobus kanan paru paling sering terjadi inflamasi dengan
ukuran lebih besar
Pasien yang mengalami aspirasi pada keadaan berdiri, infiltrat akan terbentuk
pada lobus kanan dan kiri bagian bawah.
Pasien yang mengalami aspirasi pada pada keadaan berbaring posisi dekubitus
lateral kiri, infiltrate akan terbentuk pada sisi kiri.
Pada pasien pecandu alcohol yang mengalami aspirasi pada posisi prone,
kosolidasi yang terbentuk lebih sering pada lobus atas paru-paru kanan.
Gambar 4: rontgen thorax pasien dengan pneumonia aspirasi paru-paru kiri5
Gambar 5: rontgen thorax pasien dengan aspirasi masif pada paru-paru
kanan.5
Gambar 6: CT-Scan dada pada Pneumonia aspirasi10
II.7. Penatalaksanaan
Pasien dibaringkan setengah duduk. Pada pasien dengan disfagi dan atau
gangguan reflex menelan perlu dipasang selang nasogastrik. Bila cairan teraspirasi,
trakea harus segera diisap untuk menghilangkan obstruksinya. Lakukan manuver
Heimlich untuk mengeluarkan aspirasi bahan padat, bila bahan yang teraspirasi
tidak dapat dikeluarkan segera lakukan trakeotomi (krikotirotomi). Pengeluaran
bahan yang tersangkut, biasanya dilakukan dengan bronkoskopi. Berikan oksigen
nasal atau masker bila ada tanda gagal napas berikan bantuan ventilasi mekanik.
Lakukan postural drainage untuk membantu pengeluaran mukus dari paru-paru 1,2,5
Pada PAK terapi empiric haruslah mencakup patogen anaerob, sedangkan
pada PAN harus pula mencakup pathogen Gram negatif dan S. aureus sampai hasil
kultur sputum memberikan hasil untuk penentuan terapi antibiotika.1
Pneumonia aspirasi (PA) dengan tipe yang didapat di masyarakat diberikan
penisilin atau sefalosporin generasi ke 3, ataupun klindamisin 600 mg iv/ 8 jam
bila penisilin tidak mempan atau alergi terhadap penisilin. Bila PA didapatkan di
rumah sakit diberikan antibiotika spectrum luas terhadap kuman aerob dan
anaerob, misalnya aminoglikosida dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ke
3 atau 4, atau klindamisin. Perlu dipertimbangkan pola dan resistensi kuman di
rumah sakit bersangkutan. Dilakukan evaluasi hasil terapi dan resolusi terhadap
terapi berdasarkan gambaran klinis bakteriologis untuk memutuskan penggantian
atau penyesuaian antibiotic (AB).1
Tidak ada patokan pasti lamanya terapi. Antibiotik perlu diteruskan hingga kondisi
pasien baik, gambaran radiologis bersih atau stabil selama 2 minggu. Biasanya
diperlukan terapi 3-6 minggu. 1
Follow up
Pasien dengan keadaan hemodinamik berat atau dengan distress respiratory
di rawat di ICU.
Pasien dengan respiratori yang stabil di rawat di bangsal perawatan umum.
Gambar 7: Bronchoscopy9
Postural drainage11
To drain mucus from the upper lobe apical segments, the patient sits in a comfortable position on a bed or flat surface and leans on a pillow against the headboard of the bed or the caregiver. The caregiver percusses and vibrates over the muscular area between the collar bone and very top of the shoulder blades (shaded areas of the diagram) on both sides for 3 to 5 minutes. Encourage the patient to take a deep breath and cough during percussion in order to help clear the airways. Do not percuss over bare skin.
The patient sits comfortably in a chair or the side of the bed and leans over, arms dangling, against a pillow. The caregiver percusses and vibrates with both hands over upper back on both the right and left sides.
In position #3, the patient lies flat on the bed or table with a pillow for comfort under his or her head and legs. The caregiver percusses and vibrates the right and left sides of the front of the chest, between the collar bone and nipple.
The patient lies with their head down toward the foot of the bed on the right side, hips and legs up on pillows. The body should be rotated about a quarter-turn towards the back. A pillow can also be placed behind the patient and their legs slightly bent with another pillow between the knees. The caregiver percusses and vibrates just outside the nipple area.
The patient lies head-down on his left side, a quarter-turn toward the back with the right arm up and out of the way. The legs and hips should be elevated as high as possible. A pillow may be placed in back of the patient and between slightly bent legs. The caregiver percusses and vibrates just outside the right nipple area.
The patient lies on his right side with his head facing the foot of the bed and a pillow behind his back. The hips and legs should be elevated as high as possible on pillows. The knees should be slightly bent and a pillow should be placed between them for comfort.
The caregiver percusses and vibrates over the lower ribs on the left side, as shown in the shaded part of the diagram. This should then be repeated on the opposite side, with percussion and vibration over the lower ribs on the right side of the chest.
The patient lies on his right side with his head facing the foot of the bed and a pillow behind his back. The hips and legs should be elevated as high as possible on pillows. The knees should be slightly bent and a pillow should be placed between them for comfort.
The caregiver percusses and vibrates over the lower ribs on the left side, as shown in the shaded part of the diagram. This should then be repeated on the opposite side, with percussion and vibration over the lower ribs on the right side of the chest.
The patients lies on his or her stomach, with the hips and legs elevated by pillows. The caregiver percusses and vibrates at the lower part of the back, over the left and right sides of the spine, careful to avoid the spine and lower ribs.
The patient lies on his right side, leaning forward about one-quarter of a turn with hips and legs elevated on pillows. The top leg may be flexed over a pillow for support and comfort.
The caregiver percusses and vibrates over the uppermost portion of the lower part of the left ribs, as shown in the shaded area. This should then be repeated on the opposite side, with percussion and vibration over the uppermost portion of the right side of the lower ribs.
For this position, the patient lies on his stomach on a flat bed or table. Two pillows should be placed under the hips.
The caregiver percusses and vibrates over the bottom part of the shoulder blades, on both the right and left sides of the spine, avoiding direct percussion or vibration over the spine itself.
Tabel 3: Diagnosis pneumonia aspirasi10
II.8. Komplikasi
Gagal nafas dan sirkulasi
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita pneumonia
sering kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernafas
tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu
seperti mesin untuk jalan nafas dengan bilevel tekanan positif,dalam kasus lain
pemasangan endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk
membantu pernafasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus akut
respiratory distress syndrome(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi
dalam paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu
dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan udara untuk cairan alveoli,harus
membuat ventilasi mekanik yang dibutuhkan.2
Syok sepsis dan septik
Merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena
mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin.
Sepsis seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptoccocus pneumonia
merupakan salah satu penyebabnya. Individu dengan sepsis atau septik membutuhkan
unit perawatan intensif di rumah sakit. Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-
obatan untuk membantu mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai
rendah. Sepsis dapat menyebabkan kerusakan hati,ginjal,dan jantung diantara masalah
lain dan sering menyebabkan kematian.2
Effusi pleura,empyema dan abces
Ada kalanya,infeksi mikroorganisme pada paru-paru akan menyebabkan
bertambahnya (effusi pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga
pleura). Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini
disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada orang dengan pneumonia, cairan ini
sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan diperiksa, tergantung dari hasil
pemeriksaan ini. Pada kasus empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika cairan
tidak dapat dikeluarkan,mungkin infeksi berlangsung lama, karena antibiotik tiak
menembus dengan baik ke dalam rongga pleura. Abses pada paru biasanya dapat dilihat
dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi pada
pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik
cukup untuk pengobatan abses pada paru,tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh
ahli bedah atau ahli radiologi.2
II.9. Prognosis
Angka mortalitas PAK adalah sebesar 5% yang meningkat menjadi 20% pada
PAN.Angka mortalitas pneumonia aspirasi yang tidak disertai komplikasi adalah
sebesar 5%, sedangkan pada aspirsai masif dengan atau tanpa disertai sindrom
Mendelson mencapai 70%. Angka mortalitas aspirasi pneumonia disertai empyema
sebesar 20%.1,3
II.10. Pencegahan3
Pada pasien yang memiliki disfungsi menelan untuk menghindari aspirasi
asam lambung, diperlukan teknik kompensasi untuk mengurangi aspirasi
dengan diet lunak dan takaran yang lebih sedikit
Posisikan kepala 45º dari bed tempat tidur pada pasien beresiko untuk
terjadinya aspirasi.
Pasang NGT pada pasien dengan disfagia.
Puasa 6-8 jam sebelum operasi elektif agar perut kosong sebelum operasi
berlangsung.