Download - preskes anes MEIS
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
1/25
Presentasi kasus
GENERAL ANESTESI CRANIOTOMY PADA SUBDURAL HEMATOM
OLEH :
Meisa MarsalinaG0006116
PEMBIMBING :
dr. Ardana T.A., M.Si Med, Sp.An
KEPANITERAAN KLINIK LAB / UPF ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2011
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
2/25
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan mengurangi
penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat
berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi
nyeri dan memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang
mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan
keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar,
pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyerimenahun.
Sebagian besar operasi (70-75 %) dilakukan dengan anestesia umum, lainnya
dengan anestesia regional atau lokal. Operasi sekitar kepala, leher, intra torakal, intra
abdominal paling baik dilakukan dengan anestesia umum endotrakea. Dengan cara
terakhir ini jalan napas dapat bertahan bebas terus dan kalau perlu napas dapat
dikendalikan (dikontrol).(2)
.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalanganusia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas
yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar
benar rujukan yang terlambat. Prognosis pasien cedera kepala akan lebih baik bila
penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat (Japardi, 2004).
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
3/25
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANESTESIA UMUM
Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau
dipraktikkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan, karena
dengan anestesi ini jalan nafas dapat terus dipertahankan dan nafas dapat
dikontrol. (2)
Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum yaitu hilangnya
rasa sakit di seluruh tubuh disertai hilangnya kesadaran yang bersifat sementara
dan reversible yang diakibatkan oleh obat anestesi. Dalam memberikan obatobat
pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya
yaitu sebagai premedikasi, induksi, atau pemeliharaan. (5)
1. Persiapan Pra AnestesiSalah satu hal yang sangat penting dalam tindakan anestesi adalah
kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani anestesi dan
pembedahan, baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilantindakan tersebut. Semua pasien yang masuk di bagian kebidanan kemungkinan
akan membutuhkan anestesi, baik elektif maupun emergensi. Perlu dibuat
anamnesis yang lengkap mengenai umur, paritas, usia kehamilan, dan faktor-
faktor yang mungkin menyebabkan komplikasi.(1)
Pada kasus elektif biasanya
dilakukan satu sampai dua hari sebelum operasi sedangkan pada kasus darurat
waktu yang tersedia lebih singkat. Adapun tujuan persiapan pra anestesi adalah
untuk mempersiapkan mental dan fisik secara optimal, merencanakan dan
memilih tehnik serta obat
obat anestesi yang sesuai dengan fisik dan kehendak
pasien, menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American
Society Anesthesiology).(3)
1. Macam-macam teknik anestesi :
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
4/25
3
No. Teknik Resevoir bag Valve Rebreathing Soda lime
1. Open _ _ _ _
2. Semi open + + _ _
3. Semi closed + + + +
4. Closed + + + +
Keterangan :
Rebreathing ( - ) = CO2 langsung ke udara kamar.
Rebreathing ( + ) = CO2 langsung ke udara kamar & sebagian dihisap
lagi.
Rebreathing ( + ) = CO2 dihisap lagi.
Pada kasus ini dipakai semi closed anestesi karena mempunyai
beberapa keuntungan :
1). Konsentrasi inspirasi relatif konstan.2). Konservasi panas dan uap.3). Menurunkan polusi kamar.4). Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar.
2. Menentukan status fisik penderita dengan klasifikasi ASA (American SocietyAnesthesiology), yaitu :
(4)
ASA 1 : Pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir,tanpa kelainan faali, biokimia dan psikiatri. Angka
mortalitas mencapai 2 %. ASA 2 : Pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang
karena penyakit bedah maupun proses patofisiolgis. Angka
mortalitas mencapai 16 %.
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
5/25
4
ASA 3 : Pasien dengan gangguan atau penyakit sistemik beratsehingga aktivitas harian terbatas . Angka mortalitas
mencapai 36 %.
ASA 4 : Pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsungmengancam kehidupannya dan tidak selalu sembuh dengan
operasi. Angka mortalitas mencapai 68 %.
ASA 5 : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil.Tindakan operasihampir tidak ada harapan.Tidak ada harapan hidup dalam 24 jam walaupun
dioperasi atau tidak. Angka mortalitas mencapai 98 %.
b.Premedikasi Anestesi
Tujuan premedikasi bukan hanya untuk mempermudah induksi dan
mengurangi jumlah obat obatan yang digunakan, tetapi terutama untuk
menenangkan pasien sebagai persiapan anestesi. Premedikasi anestesi adalah
pemberian obat sebelum anestesi dilakukan. Tindakan ini biasanya dilakukan
sebelum pasien dibawa ke ruang operasi.(4)
Tindakan premedikasi ini mempunyai tujuan antara lain untukmemberikan rasa nyaman bagi pasien, membuat amnesia, memberikan analgesia,
mencegah muntah, memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat obat
anestesi, menekan reflek reflek yang tidak diinginkan, mengurangi sekresi
kelenjar saluran nafas.
Obatobat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah :
1. Golongan hipnotik sedatif : Barbiturat, Benzodiazepin, Transquilizer.2. Analgetik narkotik : Morfin, Petidin, Fentanil.3. Neuroleptik : Droperidol, Dehidrobenzoperidol.4. Anti kolinergik : Atropin, Skopolamin.
Premedikasi pada bedah caesar hanya menggunakan anti kolinergik tanpa
narkotik dan sedatif.
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
6/25
5
Obatobat premedikasi :
Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna mengurangi
sekresi lendir dan mengurangi efek bronkhial dan kardial yang berasal dari
perangsangan parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Pada dosis
klinik (0,40,6 mg ) akan menimbulkan bradikardi yang disebabkan perangsangan
nervus Vagus. Pada dosis yang lebih besar (> 2 mg) akan menghambat nervus
Vagus sehingga terjadi takikardi. Efek lainnya yaitu melemaskan nervus otot
polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal dan
mengurangi rasa mual serta muntah.
Obat ini juga dapat menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan
kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal atau regional. Dalam
dosis toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan
pada pasien. Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian Prostigmin 1 2 mg
intra vena.
Sedian : dalam bentuk Sulfat Atropin dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.
Dosis : 0,01 mg/kgBB dan 0,1
0,4 mg untuk anak
anak.Pemberian : SC, IM, IV
.(7)
Pethidin
Merupakan derivat fenil piperidin yang efek utamanya, depresi nafas dan
efek sentral lain. Efek analgetik timbul lebih cepat setelah pemberian sub cutan
atau intra muskular, tapi masa kerja lebih pendek. Dosis toksik menimbulkan
perangsangan SSP misal tremor, kedutan otot dan konvulsi. Pada saluran nafas,
akan menurunkan tidal volume sedang frekuensi nafas kurang dipengaruhi
sehingga efek depresi nafas tidak disadari. Secara sistemik menimbulkan anestesi
kornea dengan akibat hilangnya refleks kornea. Obat ini juga meningkatkan
kepekaan alat keseimbangan sehingga menimbulkan mual, muntah dan pusing
pada penderita yang berobat jalan. Pada penderita rawat baring, obat ini tidak
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
7/25
6
mempengaruhi sistem kardiovaskuler, tapi penderita berobat jalan dapat timbul
sinkop orthostotik karena hipotensi akibat vasodilatasi perifer karena pelepasan
histamin.(4)
Absorbsi petidin berlangsung baik pada semua cara pemberian. Pada
pemberian IV kadarnya dalam darah akan turun cepat 1-2 jam pertama. Petidin
dimetabolisme di hati dan dikeluarkan lewat ginjal sekitar 1/3 dosis yang
diberikan. Preparat oral dalam tablet 50 mg, parenteral dalam bentuk ampul 50 mg
per cc. Dosis dewasa 50-100 mg disuntikkan SK atau IM. Jika secara IV efek
analgesiknya tercapai dalam waktu 15 menit. (4)
c. Induksi
Induksi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan (III) yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan
anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah
induksi. (4)
Macam-macam stadium anestesi :
Stadium I (analgesia) : - mulai pemberian zat anestesi sampai dengan
hilangnya kesadaran
- mengikuti perintah, rasa sakit hilang.
Stadium II ( Delirium ) : - mulai hilangnya kesadaran sampai dengan
permulaan stadium bedah.
- gerakan tidak menurut kehendak, nafas tidak
teratur, midriasis, takikardi.
Stadium III (Pembedahan) : 1.Tingkat 1 :nafas teratur spontan, miosis,
bola mata tidak menurut kehendak, nafas dada dan
perut seimbang.
2. Tingkat 2 : nafasteratur spontan kurang dalam, bola mata tidak
bergerak, pupil mulai melebar, mulai relaksasi otot.
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
8/25
7
3.Tingkat 3 : nafas perut lebih dari nafas dada,relaksasi otot sempurna.
4.Tingkat 4 : nafas perut sempurna, tekanandarah menurun, midriasis
maksimal, reflek cahaya ( - )
Stadium IV. (Paralisis) : nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur,
denyut nadi berhenti dan meninggal.
Pada kasus ini digunakan Propofol.
Propofol
Propofol merupakan derivat isoprofilfenol yang digunakan untukinduksi dan pemeliharaan anestesi umum. Propofol secara kimia tidak ada
hubungannya dengan anestesi IV lain. Pemberian IV ( 2 mg/kg BB )
menginduksi anestesi secara cepat seperti Tiopental. Anestesi dapat
dipertahankan dengan infus Propofol yang berkesinambungan dengan Opiat,
N2 dan atau anestesi inhalasi lain.(4)
Propofol menurunkan tekanan arterial sistemik, dan kembali normal
dengan intubasi trekea. Propofol tidak menimbulkan aritmia, atau iskemik
otot jantung, tidak merusak fungsi hati dan ginjal.(7)
Keuntungan Propofol, bekerja lebih cepat dari Tiopental,
mempunyai induksi yang cepat, masa pulih sadar yang cepat, sehingga
berguna pada pasien rawat jalan yang memerlukan prosedur cepat dan
singkat.(7)
Sediaan :ampul atau vial 20 ml ( 200 mg ), tiap ml mengandung 10 mg
Propofol.
Dosis : 1,5
2 mg/kgBB iv (anak)
22,5 mg/kgBB iv (dewasa)
4. Pemeliharaan
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
9/25
8
Maintenance atau pemeliharaan adalah pemberian obat untuk
mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi. Pada
kasus ini menggunakan Sevofluran, N2O, dan O2.(5)
a. Sevofluran
Sevofluran (Ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari
anestesi lebih cepat dibanding dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan
tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi
inhalasi disamping halotan.
Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada
laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan, sevofluran cepat
dikeluarkan oleh badan.
Walaupun dirusak oleh sodalim namun belum ada laporan
membahayakan terhadap tubuh manusia.
b. Dinitrogen Oksida/Gas Gelak/N2O
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau amis, dan tidak iritasi.
Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat melalui stadiuminduksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak
mempunyai relaksasi otot, oleh karena itu operasi abdomen dan ortopedi perlu
tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi
yang berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena
Dinitrogen Oksida mendesak oksigen dengan ruanganruangan tubuh.
Hipoksia difus dapat dicegah dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
beberapa menit sebelum anestesi selesai. Penggunaan biasanya dipakai
perbandingan atau kombinasi dengan oksigen.
Perbandingan N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% : 40 % ; 70% :
30% atau 50% : 50%. (4)
5. Obat Pelumpuh Otot (Muscle Relaxant)
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
10/25
9
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga
menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat
ini dibagi menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi
resisten, misalnya suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau non
depolarisasi , misal kurarin. Dalam anestesi umum , obat ini memudahkan dan
mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi
relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.(4)
Dua golongan obat pelumpuh otot:
1. Depolarisasi.- Ada fasikulasi otot- Berpotensiasi dengan antikolinesterase- Tidak menunjukkan kelumpuhan bertahap pada perangsangan tunggal
atau tetanik
- Belum dapat diatasi dengan obat spesifik- Kelumpuhan berkurang dengan penambahan obat pelumpuh otot non
depolarisasi dan asidosis
-
Contoh: suksametonium (suksinil kolin)2. Non depolarisasi
- Tidak ada fasikulasi otot- Berpotensiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat anestetik inhalasi,
eter, halothane, enfluran, isoflurane
- Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggalatau tetanik
- Dapat diantagonis oleh antikolinesterase- Contoh: tracrium (atrakurium besilat), pavulon (pankuronium
bromida), norkuron (pankuronium bromida), esmeron (rokuronium
bromida).
1. Succynil Choline
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
11/25
10
Merupakan pelumpuh otot depolarisasi dengan mula kerja cepat,
sekitar 1 2 menit dan lama kerja singkat sekitar 3 5 menit sehingga
obat ini sering digunakan dalam tindakan intubasi trakea. Lama kerja
dapat memanjang jika kadar enzim kolinesterase berkurang, misalnya
pada penyakit hati parenkimal, kakeksia, anemia, dan hipoproteinemia.(4)
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah bradikardi,
bradiaritma dan asistole, takikardi dan takiaritmia, peningkatan tekanan
intra okuler, hiperkalemi dan nyeri otot fasikulasi. (3)
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 50 mg.
Pengenceran dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml
sehingga membentuk larutan 2% sebagai pelumpuh otot jangka pendek.
Dosis untuk inhalasi 1 2 mg / kgBB.(7)
2. Atrakurium besilat (Tracrium)Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relative
baru dengan struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice
Leontopeltatum.
Keunggulan atracurium adalah :- metabolisme terjadi di dalam darah- tidak mempunyai efek kumulasi pada pemberian
berulang
- tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskularyang bermakna
Kemasan dibuat dalam ampul berisi 5 ml yang mengandung 50
mg atrakurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung penyimpanan
pada suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran. (4)
Dosis intubasi : 0,5 - 0,6 mg / Kg BB / IV
Dosis relaksasi otot : 0,50,6 mg / Kg BB / IV
Dosis pemeliharaan : 0,10,2 mg / Kg BB / IV
6. Antagonis Pelumpuh Otot
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
12/25
11
Neostigmin Metil Sulfat ( Prostigmin )
Merupakan antikolinesterase yang mencegah hidrolisis dan
menimbulkan akumulasi asetilkholin. Obat ini mengalami metabolisme
oleh kolinesterase serum dan bentuk utuh obat sebagian diekskresi melalui
ginjal. Mempunyai efek nikotinik, muskarinik dan stimulan otot langsung.
Efek muskarinik antara lain bradikardi, hiperperistaltik, dan spasme
saluran cerna, pembentukan sekret jalan nafas dan kelenjar liur,
bronkospasme, berkeringat, miosis dan kontraksi vesika urinaria. Dosis
0,5 mg bertahap hingga 5 mg. Biasanya diberikan bersamasama dengan
atropin dosis 1
1,5 mg. (4)
Bila heart rate 100x/mt, baru kemudian diberi prostigmin. Bila HR>100x/mt, SA
dan prostigmin disuntikan bersama-sama. (4)
7. Obat Oxytocine: Cyntocinon, PitocinAdalah hormon yang merangsang uterus untuk berkontraksi. Wanita hamil
sensitif terhadap obat ini pada kehamilan 34 - 38 minggu. Dosisnya 20 - 40unit / 1000 ml RL diberikan secara infus sampai 200 ml/jam. Onset kurang 1
menit, dengan lama kerja 2 - 3 menit.
Toksisitas dan efek sampingnya adalah :
- Karena stimulasi berlebih pada uterus, terjadi kontraksi tetani uterus danmungkin ruptur uteri sehingga terjadi fetal distress dan asfixia
- Ada efek ADH, menyebabkan intoksikasi air- Tekanan darah dapat menurun 30%, resistensi perifer menurun 50%, nadi
meningkat 30%, cardiac output meningkat 50%.(7)
8. Analgetik
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
13/25
12
Remopain
Merupakan ketoralac trometamin sebagai pengobatan jangka pendek terhadap
rasa sakit berat dan sedang setelah operasi lama. Penggunaan tidak boleh
melebihi 2 hari. Kontraindikasi : pada pasien yang alergi dengan ketorolac
trometamin, aspirin atau obat AINS lainnya, tukak lambung aktif, pasien
dengan penyakit cerebrovaskuler, pasien dengan riwayat penyakit asma.
Efek samping : pada saluran cerna dapat terjadi dispepsi, mual, diare.
Pada SSP seperti sakit kepala. Edema, rasa sakit di tempat suntik.
Dosis : dosis awal dianjurkan 10 mg, dilanjutkan 10-30 mg tiap 4-6 jam.
Dosis total pakai : 90 mg. Pasien usia lanjut, pasien dengan kerusakan ginjal
dan BB < 50 kg tidak boleh melebihi 60 mg
Sediaan : ampul 30 mg/ml
Pemberian : IM, IV
9. Intubasi TrakeaMerupakan suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea,
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah di monitor dandikendalikan.
Tindakan intubasi trakea ini bertujuan untuk :
1. Mempermudah pemberian anestesi.2. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas dan demi kelancaran
pernafasan.
3. Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.4. Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.5. Untuk pemakaian ventilasi yang lama.6. Mengatasi obstruksi laring akut. (4)
10.Terapi Cairan
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
14/25
13
Dalam suatu tindakan operasi terapi cairan harus diperhatikan dengan
serius, terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
1. Mencukupi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selamaoperasi.
2. Replacement dan dapat untuk tindakan emergency pemberian obat. (6)
Pemberian cairan operasi dibagi :(7)
1. Pra operasiPada pasien pra operasi dapat terjadi defisit cairan yang
diakibatkan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi
lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus
obstruktif, perdarahan, luka bakar dan lain lain. Kebutuhan cairan untuk
dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kgBB / jam. Bila terjadi dehidrasi
ringan maka diperlukan cairan sebanyak 2% BB, dehidrasi sedang perlu
cairan sebanyak 5% BB, dan dehidrasi berat sebesar 7% BB. Setiap
kenaikan suhu 10
Celcius kebutuhan cairan bertambah 10 15 %.
2. Selama operasiSelama tindakan operasi ini dapat terjadi kehilangan cairan karena
proses operasi. Kebutuhan cairan pada dewasa untuk operasi ringan
4ml/kgBB/jam, sedang 6ml/kgBB/ jam, berat 8 ml/kgBB/jam. Bila terjadi
perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10% EBV
maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume
darah yang hilang. Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat
dipertimbangkan pemberian plasma / koloid / dekstran dengan dosis 1 2
kali darah yang hilang. Sedangkan apabila terjadi perdarahan lebih dari
20% akan dipertimbangkan untuk dilakukannya transfusi.
3. Setelah operasi
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
15/25
14
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit
cairan selama operasi ditambah kebutuhan sehari hari pasien.
11.PemulihanTindakan yang tidak boleh dilupakan pula dalam anestesi adalah
pemulihan. Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi
dan anestesi yang biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau Recovery
Room yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca operasi atau anestesi.
Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke
bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan demikian
pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang
disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.(6)
B. SUBDURAL HEMATOM
Subdural hematom (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara
selaput otak durameter dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat
robeknya vena jembatan (bridging veins
) yang menghubungkan vena dipermukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya
arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit
kepala yang semakin bertambah keras, ada gangguan psikis, kesadaran penderita
semakin menurun, terdapat kelainan neurologis seperti hemiparesis, epilepsy,
dan edema papil (Nasution, 2010).
Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :
a. Hematoma Subdural Akut
Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat
kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
b. Hematoma Subdural Sub-Akut
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
16/25
15
Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma. Perdarahan
dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul disekitarnya.
c. Hematoma Subdural Kronik
Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma.
Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung
pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter.
Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang
menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan
terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan
subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti
tumor serebri (Nasution, 2010).
SDH akut terjadi pada penderita-penderita dengan cedera kepala berat
(CKB). SDH akut dihubungkan dengan tingginya angka mortalitas dan
morbiditas. Penyebab tersering yang dijumpai sehari-hari adalah trauma otak
traumatika. Pada kasus-kasus CKB 44%nya mempunyai tekanan intrakranial >20
mmHg dan 82% mempunyai tekanan >10 mmHg. Tingginya tekanan intrakranial
mempunyai koralsi dengan prognosis penderita yang buruk (normal tekananintrakranial 10-15 mmHg) (Usmanto, 2004).
Gejala klinisnya sangat bervariasi dari tingkat yang ringan sampai
penurunan kesadaran, kebanyakan tidak begitu hebat seperti kasus cedera
neuronal primer, kecuali bila ada efek massa yang hebat atau lesi lainnya
(Usmanto, 2004).
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
17/25
16
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITANama : Nn. L
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
No RM : 01075222
Diagnosis pre operatif : Subdural hematom
Macam Operasi : Craniotomy
Macam Anestesi : Anestesi umum
Tanggal masuk : 7 Juli 2011
Tanggal Operasi : 7 Juli 2011
B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI1. Anamnesa
Keluhan utama : pasien tidak sadar setelah KLLRiwayat Penyakit Sekarang :
2 jam SMRS saat pasien dibonceng sepeda motor dengan
menggunakan helm standar bertabrakan dengan sepeda motor lain dari
arah berlawanan. Posisi jatuh tidak diketahui. Pingsan (+), muntah (-),
kejang (-). Pasien tidak sadar sampai sekarang. Oleh penolong, pasien
dibawa ke RS Martha Lestari, Sragen, dipasang infus dan diberi
suntikan obat-obatan. Karena keterbatasan sarana, pasien dirujuk ke
RSDM.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat asma ()
Riwayat alergi ()
Riwayat hipertensi atau penyakit jantung ( )
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
18/25
17
2. Pemeriksaan Fisik:a. Keadaan umum : lemahb. Vital sign : T : 110/70 mmHg
N : 96 x/menit
Rr : 20 x/menit
S : 36,60C
BB : 50 kg
c. Status Generalis :GCS: E1M2V4
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm)
Jalan nafas : tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-), kekakuan
sendi rahang (-), kaku leher (-)
Thorax : retraksi (-)
COR : BJ III intensitas normal, reguler bising (-)
Pulmo : Suara dasar vesikuler : kanan/kiri = +/+
Suara tambahan whezing kanan/kiri = -/-RBK kanan/kiri = -/-
RBH kanan/kiri = -/-
Abdomen : supel
Ekstremitas : Oedem akral dingin
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
19/25
18
3. Pemeriksaan laboratorium :Hemoglobin
Hct
Lekosit
Gol darah
Trombosit
Eritrosit
GDS
:
:
:
:
:
:
:
11,6 g/dl
35 %
27,9.103
ul
0
121.103
ul
3,11.106
ul
126 mg/dl
Ureum
Creatinin
Albumin
Natrium
Kalium
Klorida
HbsAg
:
:
:
:
:
:
:
13 mg/dl
0,4 mg/dl
3,7 g/dl
137 mmol/L
5,2 mmol/L
114
Negatif
4. Kesimpulan :Kelainan sistemik : ( + )
Kegawatan : ( + )
Status fisik ASA : III E
C. RENCANA ANESTESI1.
Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )b. Puasa > 6 jamc. Infus D5 NS 26 tpm
2. Jenis Anestesi : General Anestesi3. Teknik Anestesi : GA Intubasi oral5. Premedikasi : Midazolam 5 mg, Fentanyl 40 mg, Lidocain6. Induksi : Propofol 100 mg7. Maintenance : O2 = 4 L/menit, isofluran 0,88. Monitoring :tanda vital selama operasi tiap 5 menit, cairan, perdarahan,
ketenangan pasien dan tanda-tanda komplikasi anestesi.
9. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
20/25
19
D. TATA LAKSANA ANESTESI1. Di ruang Persiapan
a. Cek persetujuan operasib. Periksa tanda vital dan keadaan umumc. Lama puasa > 6 jamd. Cek obat-obat dan alat anestesie. Infus D5 NS 26 tpmf. Posisi terlentangg. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
2. Di ruang Operasia. Jam 18.10 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasangb. Jam 18.20 mulai dilakukan anestesi umum dengan prosedur sebagai
berikut :
1). Pasien dalam posisi supine2). Premedikasi injeksi Midazolam 5 mg, Fentanyl 40 mg, Lidocain3). Dilakukan induksi dengan propofol 100 mg, segera kepala
diekstensikan,face mask
didekatkan pada hidung dengan O2 4l/menit. Setelah reflek bulu mata menghilang, Atracurium
dimasukkan IV. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan
orotrakheal tube no. 7,0 dan Guedel, balon ET dikembangkan.
Setelah terpasang baik dihubungkan dengan mesin anestesi untuk
mengalirkan O2
4). Jam 18.30 operasi dimulai dan tanda vital dimonitor tiap 5 menitc. Jam 21.45 operasi selesai, alat anestesi dilepas, pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan.
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
21/25
20
Monitoring Selama Anestesi
Jam Tensi Nadi SaO2
18.30 120/70 86 100%18.35 119/70 86 100%
18.40 119/69 86 100%
18.45 110/60 87 100%
18.50 100/60 87 100%
18.55 100/60 87 100%
19.00 100/60 90 100%
19.05 98/60 87 100%
19.10 98/60 87 100%
19.15 98/55 88 100%
19.20 98/44 88 100%19.25 98/44 88 100%
19.30 100/44 89 100%
19.35 100/44 90 100%
19.40 98/44 90 100%
19.45 100/40 88 100%
19.50 100/40 88 100%
19.55 100/40 88 100%
20.00 100/40 89 100%
20.05 80/40 89 100%
20.10 80/40 90 100%
20.15 84/40 92 100%20.20 86/40 96 100%
20.25 90/40 96 100%
20.30 80/40 100 100%
20.35 90/40 98 100%
20.40 90/40 96 100%
20.45 90/40 96 100%
20.50 90/40 96 100%
20.55 95/45 96 100%
21.00 95/45 97 100%
21.05 95/50 84 100%
21.10 100/55 81 100%21.15 92/58 84 100%
21.20 104/60 85 100%
21.25 104/64 86 100%
21.30 104/64 87 100%
21.35 100/58 84 100%
21.40 110/60 84 100%
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
22/25
21
21.45 100/60 80 100%
3. Di ruang pemulihana. Jam 22.00 : Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dalam posisi
terlentang, diberikan O2 3 liter/menit
b. Jam 22.30 : Pasien dipindah ke ICU
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
23/25
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan anestesi
umum pada cedera kepala. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat
melakukan tindakan anestesi, maka kita harus mengetahui perubahan-perubahan yang
terjadi pada cedera kepala serta efek masing-masing obat anestesi.
A. PERMASALAH DARI SEGI MEDIK1. Emergensi2. Menyangkut nyawa penderita
B. PERMASALAHAN DARI SEGI BEDAH1. Perdarahan2. Trauma
C. PERMASALAHAN DARI SEGI ANESTESI
1. Pemeriksaan pra anestesiCito : Waktu yang tersedia untuk mempersiapkan anestesi terbatas.
2. PremedikasiPada pasien ini diberikan Midazolam, Fentanyl dan Lidocain sebagai
premedikasi anestesi
3. Induksia. Pada kasus ini menggunakan Propofol dan Ketamin untuk induksi.
b. Atracurium untuk pemasangan ET untuk mengurangi cedera dan untuk
memudahkan tindakan bedah dan ventilasi kendali.
4. MaintenanceDipakai N2O dan O2 dengan perbandingan 3 L: 3 L, serta Sevoflurane 1
vol %.
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
24/25
23
BAB V
KESIMPULAN
Dalam suatu tindakan anestesi banyak hal yang harus diperhatikan agar tindakan
anestesi tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan anestesi. Anestesi
umum dalam persalinan harus dilakukan dengan mempertimbangkan keamanan ibu
dan bayi. Dalam hal ini pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada
setiap operasi yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang baik dan teliti
memungkinkan kita mengetahui kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang
mungkin timbul sehingga dapat mengantisipasinya serta dapat menentukan teknik
anestesi yang akan dipakai. Selain itu, pemilihan obat dan dosisnya harus benar-
benar diperhatikan agar tidak menimbulkan bahaya bagi penderita.
Dalam makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada
operasi craniotomy pada pasien perempuan, umur 18 tahun, status fisik ASA III E
dengan diagnosis subdural hematom dengan menggunakan teknik general anestesi
inhalasi semi closed dengan ET no 7.
Untuk mencapai hasil maksimal pada anestesi seharusnya permasalahan yangada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi
dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada pelaksanaan kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan
yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum
pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik.
-
7/31/2019 preskes anes MEIS
25/25
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku, G, dkk.Buku Ajar Anestesi dan Reanimasi..CV Indeks, Jakarta.2010.
2. Rustam M. Sinopsis Obstetri, jilid I edisi 2, cetakan I, EGC, Jakarta. 20053. Cunningham F.G., et al. Obstetri Williams, edisi 18, editor Devi H.R., EGC,
Jakarta.2003
4. Hyderally H. Complications of Spinal Anesthesia. The Mountsinai Journal ofMedicine. Jan-Mar 2002.
5. Katz J, Aidinis SJ. Complications of Spinal and Epidural Anesthesia.J BoneJoint Surg Am. 2010; 62:1219-1222.
6. Kumpulan protokol, (2010), Penanganan kasus Obstetri & Ginekologi,Lab/SMF obsgyn FK UNS / RSUD dr Moewardi Surakarta.
7. Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia 2009; 107-112
8. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Regional Anaesthesia, Updated:Aug 7, 2009. Accessed on 24
th
june 2011 at www.emedicine.com.
http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/