4
SHADOW TEACHER PROBLEMATICS IN SDN GADANG 2 BANJARMASIN
Imam Yuwono ([email protected]) Utomo ([email protected])
Agus Pratomo Andi Widodo ([email protected])
ABSTRACT
Inclusive education is an education service system that provides opportunities for all children to study together in a public school with attention to diversity and individual needs. Educational services for Special Needs Children are done by shadow teachers. But in the handling of inclusive schools many problems faced by shadow teachers. The purpose of this research is to know the problem of shadow teachers in handling the children with special needs in SDN Gadang 2 Banjarmasin. The approach used in this research is qualitative approach with case study research type. Sources of data in this study are shadow teachers of grade 1, grade 2 and grade 3 SDN Gadang 2 Banjarmasin, and secondary data sources are documentation, observation. Data collection techniques in this study are interviews, observation, and documentation. Data analysis techniques use interactive analysis. The results of the study indicate that (1) shadow teachers in grades 1, 2 and 3 already understand the meaning of inclusive education (2) shadow teachers do not perform their duties and roles well, such as the absence of education individual program (PPI) between regular teachers with special escort teachers in determining teaching materials, but there have been progress reports of the development of students with special needs at the end 0 semester. (3) Coordination of special escort teachers and regular teachers in dealing with special needs students is lacking, as shadow teachers are excluded from the identification and assessment process. The implementation of a flexible curriculum is not realized, because of the lack of knowledge of shadow teachers about the curriculum that suits the needs of learners. Keywords: problematics, shadow teacher
5
PROBLEMATIKA GURU PENDAMPING KHUSUS DI SD N GADANG 2 BANJARMASIN
Imam Yuwono ([email protected])
Utomo ([email protected]) Agus Pratomo Andi Widodo ([email protected])
ABSTRAK
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak belajar bersama-sama di sekolah umum dengan memperhatikan keragaman dan kebutuhan individual. Layanan pendidikan bagi Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dilakukan oleh guru pendamping khusus. Namun dalam penanganan di sekolah inklusif banyak problematika yang dihadapi guru pendamping khusus. Tujuan penelitian untuk mengetahui problematika guru pendamping khusus dalam menangani anak berkebutuhan khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Sumber data dalam penelitian ini yaitu guru pendamping khusus kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 SDN Gadang 2 Banjarmasin, dan sumber data sekunder yaitu dokumentasi, catatan observasi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan (1) guru pendamping khusus di kelas 1, 2 dan 3 sudah paham makna dari pendidikan inklusif (2) guru pendamping khusus tidak menjalankan tugas dan peran dengan baik, seperti tidak adanya pembuatan program pembelajaran individual (PPI) dan tidak adanya kerjasama antara guru reguler dengan guru pendamping khusus dalam menentukan materi ajar, namun sudah terdapat laporan progres perkembangan peserta didik berkebutuhan khusus setiap akhir semester. (3) Koordinasi guru pendamping khusus dan guru reguler dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus masih kurang, seperti guru pendamping khusus tidak dilibatkan dalam proses identifikasi dan asesmen. Pelaksanaan kurikulum yang fleksibel tidak direalisasikan, karena minimnya pengetahuan guru pendamping khusus tentang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Kata kunci: problematika, guru pendamping khusus
6
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................... ...................... i
HALAMAN PENGESAHAN......................... ................................................. ii
ABSTRAK ........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... 6
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 8 B. Fokus Penelitian .............................................................................. 8 C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 10 D. Tujuan Penelitian ............................................................................ 12 E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 15 F. Definisi Operasional ......................................................................
17
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 17
A. Tinjauan umum tentang Pend. Inklusif ......................................... 17 1. Pengertian Pend. Inklusif ........................................................ 17 2. Tujuan Pend. Inklusif ............................................................. 18 3. Fungsi Pend. Inklusif ............................................................ 19 4. Manfaat Pend. Inklusif .................................................... ....... 20
B. Tinjauan umum tentang Pend. Inklusif bagi ABK ........................ 21 1. Pengertian ABK ...................................................................... 36 2. Klasifikasi ABK ...................................................................... 37 3. Faktor-faktor Timbulnya Kebutuhan Khusus ....................... 38 4. Hak dan Kewajiban ABK .................................................... ... 38
C. Tinjauan umum tentang GPK ........................................................ 39 1. Pengertian GPK ....................................................................... 39 2. Peran dan Tugas GPK ............................................................. 40
D. Problematika ................................................................................. 42 1. Pengertian Problematika ......................................................... 42 2. Problematika GPK .................................................................. 43
E. Kerangka Berpikir .......................................................................... 44 F. Penelitian yang Relevan ................................................................ 45
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 46
A. Pendekatan Penelitian ................................................................... 47 B. Jenis Penelitian .............................................................................. 50 C. Tempat Penelitian ......................................................................... 51 D. Sumber Data .................................................................................. 52
7
E. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 52 F. Teknik Analisis Data .................................................................... 51 G. Kredibilitas dan Keabsahan Data .................................................. 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 53
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 53 B. Pembahasan Data Penelitian ......................................................... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 70
A. Kesimpulan . ................................................................................. 70 B. Saran ............................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 72
8
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan inklusif menghargai keberagaman apapun perbedaannya.
Pendidikan inklusif berkeyakinan bahwa setiap individu dapat berkembang
sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Melalui pendidikan inklusif, anak
berkebutuhan khusus dididik bersama–sama dengan anak pada umumnya pada
tempat yang sama dengan pelayanan yang berbeda. Oleh karena itu, anak
berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan
anak pada umumnya untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah
terdekat.
Pendidikan memegang peranan yang amat penting dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana
untuk meningkatkan kualitas sumber saya manusia. Pendidikan tanpa
diskriminasi yaitu pendidikan yang merata dan berkualitas, untuk itu berbagai
upaya perbaikan terus dilakukan baik kualitas maupun kuantitas, agar warga
negara atau peserta didik memiliki kemampuan bersaing dengan bangsa-bangsa
lain. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bab IV pasal 5 dinyatakan bahwa setiap
warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan
yang bermutu, warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan layanan khusus,
warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus, warga Negara yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus, dan setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan
meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. Hal ini menunjukkan bahwa warga
negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan secara formal ataupun
pendidikan non formal tanpa adanya pengecualian.
9
Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus berupa penyelenggara pendidikan inklusif.
Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan Peraturan Pemerintah
Nomor Tahun tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
nomor 70 tahun 2009.
Pendidikan tanpa diskriminasi tentu saja perlu untuk anak berkebutuhan
khusus, selain sarana agar anak berkebutuhan khusus tidak merasa kecil hati
karena hanya berkumpul dengan mereka yang memiliki kelainan tentu juga
dapat menjadi sarana saling menerima perbedaan. Sesuai dengan UU RI
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan warna
dalam penyediaan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Pada penjelasan
pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa pendidikan khusus
merupakan pendidikan untuk peserta didik berkebutuhan khusus atau peserta
didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar
dan menengah1.
Pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang
dan berat secara penuh dikelas2. Hal ini menunjukan kelas regular merupakan
tempat belajar yang relevan bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis
kelainannya. Adanya sistem pendidikan inklusif ini diharapkan anak
berkelainan atau berkebutuhan khusus dapat dididik bersama-sama dengan
anak normal lainnya.
Pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua anak belajar bersama-sama di sekolah umum
dengan memperhatikan keragaman dan kebutuhan individual, sehinggga
potensi anak dapat berkembang secara optimal. Saat pelaksanaannya,
pendidikan inklusif yang memberikan pelayanan pendidikan kepada anak yang
1 Takdir, Mohammad Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep & Aplikasi, Ar-Ruzz Media, hlm.9. 2 Stueb dan Peck 1995 (dikuti Tarmansyah), Inklusif (Pendidikan Untuk Semua), Depdinkas,
Jakarta,2007, hlm. 76
10
beragam di kelas regular dibutuhkan program pembelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan setiap anak. Namun sebagian besar sekolah
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif belum memberikan pelayanan
pendidikan dengan program pembelajaran yang dibutuhkan oleh anak
berkebutuhan khusus3.
Sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif seyogyanya mempunyai
pendidikan dan tenaga kependidikan yang memenuhi standar kualifikasi
akademik dan kompetensi yang disyaratkan. Disamping kepala sekolah, wakil
kepala sekolah sesuai dengan bidangnya, guru kelas, guru mata pelajaran, guru
bimbingan dan konseling, laboran, pustakawan, tenaga administrasi, tenaga
kebersihan sekolah dan tenaga lainnya alangkah lebih baik apabila sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif mempunyai guru yang memiliki kualifikasi
akademik dan kompotensi pendidikan khusus. Guru pendidikan khusus adalah
guru yang memiliki kualifikasi akademik minimum diplomat empat (D-IV)
atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi dengan program khusus atau
pendidikan luar biasa4.
Masalah yang sering dihadapi dalam pendidikan inklusif yaitu, guru
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar mengacu kepada kurikulum
yang digunakan sekolah dan tidak menyesuaikan dengan kebutuhan peserta
didik berkebutuhan khusus, latar belakang guru pendamping khusus tidak
sesuai dengan latar belakang pendidikan tinggi program khusus, guru
pendamping khusus kurang memiliki keterampilan dalam menangani peserta
didik berkebutuhan khusus, orang tua peserta didik berkebutuhan khusus belum
dapat menerima sepenuhnya anaknya mengikuti pendidikan di sekolah regular,
kepala sekolah dan pihak birokrasi belum memahami sepenuhnya visi, misi,
tujuan dan tata pelaksanaan pendidikan inklusif5.
3 Rachmayana, Dadan, Diantara Pendidikan Luar Biasa Menuju Anak Masa Depan yang Inklusif,
Luxima, Jakarta, 2013, hlm. 89 4 Kustawan, Dedy, Manajemen Pendidikan Inklusif, Luxima, Jakarta, 2013, hlm.73 5 Tarmansyah, Pelaksanaan Pendidikan di Sekolah Uji Coba Sistem Pendidikan Inklusif dalam Jurna Ilmiah Ilmu Pendidikan , 2009,1, hlm. 3
11
Sekolah penyelenggara inklusif yang berada di kota Banjarmasin hampir
keseluruhan memiliki guru pendamping khusus sebagai pendamping peserta
didik berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
namun kenyataan di lapangan peneliti menemukan bahwa keberadaan guru
pendamping khusus pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Kota
Banjarmasin kurang terlaksana secara optimal, ketidakoptimalan pendidikan
inklusif tersebut berupa kurangnya pengetahuan tentang tugas dan fungsi guru
pendamping khusus, tidak adanya sosok guru pembimbing khusus untuk
berkerjasama dengan guru pendamping khusus dalam menangani anak
berkebutuhan khusus, kesesuaian kurikulum, kurangnya koordinasi antara guru
pendamping khusus dan guru regular, selain itu latar belakang guru
pendamping khusus yang belum memiliki kualifikasi akademik minimum.
Ketidakstrukturan pendidikan inklusif tersebut akan berakibat pada kinerja
guru pendamping khusus dan peserta didik berkebutuhan khusus yang tidak
tertangani secara optimal karena tidak sesuai dengan program pembelajaran
yang dibutuhkan oleh anak berkebutuhan khusus.
Berdasarkan hasil pengamatan pada bulan Januari 2017, di SDN Gadang
2 Banjarmasin, terlihat beberapa peserta berkebutuhan khusus yang sedang
menganggu teman-teman sekitarnya dan tidak didamping oleh guru
pendamping khusus. Guru pendamping khusus terlihat membiarkan peserta
didik berkebutuhan khusus bermain dengan teman sebaya walaupun anak
bersifat mengganggu. Berdasarkan wawancara singkat peneliti dengan kepala
sekolah diketahui terdapat tiga kelas yang teridentifikasi adanya anak
berkebutuhan khusus yaitu, kelas I, kelas II, dan kelas III. Setiap kelas jumlah
anak berkebutuhan khusus beragam dan tidak sebanding dengan jumlah guru
pendamping khusus. Pendidikan guru pendamping khusus yang belum
memiliki standar kualifikasi akademik minimum dengan latar belakang
pendidikan tinggi program khusus atau pendidikan luar biasa juga menjadi
masalah utama, hal ini tentu berdampak pada pemberian penanganan yang
kurang optimal untuk peserta didik anak berkebutuhan khusus, dikarenakan
12
guru pendamping khusus kurang mengetahui tentang penanganan anak
berkebutuhan khusus dan seting dalam pendidikan inklusif di sekolah.
Berdasarkan hasil studi lapangan di atas peneliti ingin mengidentifikasi
lebih dalam tentang permasalah guru pendamping khusus dalam penanganan
anak berkebutuhan khusus pada seting pendidikan inklusif. Lokasi penelitian
yang dipilih adalah SDN Gadang 2 Banjarmasin. Sekolah tersebut merupakan
sekolah inklusif yang baru disahkan selama satu tahun terakhir, sehingga
belum dapat menjalankan sistem pendidikan inklusif yang sesuai dengan
harapan.
Bertitik tolak dari masalah prolematika guru pendamping khusus dan
cara penanganan peserta didik berkebutuhan khusus. Oleh karena itu perlu
dikaji mengenai problematika guru pendamping khusus dalam menangani
peserta didik berkebutuhan khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini berfokus
pada Problematika Guru Pendamping Khusus dalam Menangani Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus Kelas 1, Kelas II dan Kelas III di SDN Gadang 2
Banjarmasin.
C. Pertanyaan Peneliti
Berdasarkan fokus masalah diatas, maka peneliti akan membahas sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah pengetahuan guru pendamping khusus tentang seting
pendidikan inklusif di SDN Gadang 2 Banjarmasin?
2. Bagaimanakah pengetahuan guru pendamping khusus tentang peran dan
tugas seorang guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin?
3. Bagaimanakah cara guru pendamping khusus berkoordinasi dengan guru
regular dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran peserta
didik berkebutuhan khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin?
13
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diterangkan, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui problematika guru pendamping khusus dalam
menangani anak berkebutuhan khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin meliputi:
1. Mendeskripsikan pengetahuan guru pendamping khusus mengenai seting
pendidikan inklusif di SDN Gadang 2 Banjarmasin.
2. Mendeskripsikan pengetahuan guru pendamping khusus tentang peran dan
tugas tugas seorang guru pendamping khusus di SDN Gadang 2
Banjarmasin.
3. Mendeskripsikan cara guru pendamping khusus berkoordinasi dengan guru
regular dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran peserta didik
berkebutuhan khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru Pendamping Khusus
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sarana
memahami konsep kinerja guru pendamping khusus dalam memberikan
layanan yang sesuai dalam seting pendidikan inklusif.
2. Bagi Guru
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan kajian
tentang pendidikan inklusif di SDN Gadang 2 Banjarmasin.
3. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan kajian
tentang pendidikan inklusif. Penelitian ini juga dapat digunakan untuk
menetapkan kebijakan dalam memberikan pelayanan pendidikan inklusif.
4. Bagi Orang Tua Peserta Didik
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dalam mendidik
anak khususnya agar dapat memahami makna pendidikan inklusif dan
menciptakan lingkungan tanpa diskriminasi disekolah.
14
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu evaluasi
penyelenggaraan pendidkan inklusif yang selama ini telah berjalan, selain
itu penelitian ini dapat dijadikan bahan refleksi untuk mengembalikan
pemahaman tentang seting pendidikan inklusif yang sesuai.
F. Definisi Operasional
1. Pendidikan inklusif adalah istilah pendidikan yang tidak diskriminatif.
Selain itu, pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang menghargai
perbedaan anak dan memberikan layanan kepada setiap anak sesuai
dengan kebutuhannya. Melalui pendidikan inklusif, peserta didik
berkebutuhan khusus dididik bersama anak pada umumnya untuk
mengoptimalkan potensi yang dimiliki peserta didik berkebutuhan khusus.
Pendidikan inklusif memiliki tujuan agar seluruh peserta didik
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya serta untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan
yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua
anak.
2. Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang
tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak potensial
dan berbakat. Selain itu anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang
memiliki kebutuhan khusus sementara atau permanen sehingga
membutuhkan pelayanan yang lebih intens. Sehingga anak berkebutuhan
khusus dapat diartikan sebagain anak yang membutuhkan pendidikan yang
sesuai dengan segala hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing
individu.
3. Guru pendamping khusus adalah guru khusus yang memiliki pengetahuan
dan keahlian dalam bidang anak-anak berkebutuhan khusus yang
membantu atau bekerjasama degan guru regular dalam menciptakan
pembelajaran yang inklusif. Guru pendamping khusus selayaknya adalah
mereka yang benar-benar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
15
keahlian dalam membantu peserta didik berkebutuhan khusus. Guru
pendamping khusus berperan membantu guru regular dalam menangani
peserta didik berkebutuhan khusus dalam seting pendidika inklusif, hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan guru-guru
tersebut.
4. Problematika adalah istilah problema atau problematika yang artinya
persoalan atau masalah. Problematika juga dapat diartikan sebagai
permasalahan yang belum dapat dipecahkan. Maksud permasalahan disini
adalah permasalahan guru pendamping khusus dalam menangani peserta
didik berkebutuhan khusus, baik dari segi akademik, perilaku, dan sosial
peserta didik berkebutuhan khusus.
16
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Inklusif
1. Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif adalah sebuah konsep atau pendekatan
pendidikan yang berusaha menjangkau semua individu tanpa terkecuali
atau dengan kata lain pendidikan inklusif adalah :”Sistem pendidikan yang
terbuka bagi semua individu serta mengakomodasi semua kebutuhan
sesuai dengan kondisi masing-masing individu”. Pendidikan inklusif
adalah pendidikan yang menghargai perbedaan anak dan memberikan
layanan kepada setiap anak sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan
inklusif adalah pendidikan yang tidak diskriminatif. Pendidikan yang
memberikan layanan terhadap semua anak tanpa memandang fisik, mental,
intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat
tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di
kelas/sekolah formal maupun non formal yang berada di tempat tinggalnya
yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak6.
Pendidikan inklusif sebagai pendidikan yang memberikan
layanan terbuka bagi siapa saja yang memiliki kegiatan untuk
mengembangkan potensi-potensinya secara optimal. Pendidikan inklusif
adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat
secara penuh dikelas reguler7. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler
merupakan tempat relevan bagi anak berkelainan, apa pun jenis
kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.
Pendidikan inklusif sistem layanan pendidikan mempersyaratkan
agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, dikelas
6 Ibid. Hlm.8 7 Stueb dan Peck 1995 (dikutip Ilahi, Muhammad Takdir), op. Cit. Hlm 27
11
17
reguler bersama-sama teman seusianya8. Melalui pendidikan inklusif, anak
berkelainan dididik bersama anak pada umumnya untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya. Model pendidikan ini berupaya memberikan
kesempatan belajar yang sama, dimana semua anak memiliki akses yang
sama ke sumber-sumber belajar yang tersedia, dan sarana yang dibutuhkan
dapat terpenuhi dengan baik. Sekolah reguler dengan orientasi inklusif
merupakan alat paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif,
menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang
inklusif dan mencapai “pendidikan bagi semua” (education for all).
Pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan pendidikan inklusif
adalah sistem pendidikan yang terbuka bagi semua individu serta
mengakomodasi semua kebutuhan sesuai dengan kondisi masing-masing
individu. Oleh karena itu, pelayanan pendidikan inklusif yang sesuai dapat
mendukung pemenuhan kebutuhan khusus anak sehingga dapat
membangun keseimbangan dan kesetaraan dalam berbagai aspek
kehidupan. Selain itu, pendidikan inklusif juga menjadi sarana agar
terciptanya pendidikan tanpa diskriminasi sehingga anak berkebutuhan
khusus tidak merasa terpinggirkan.
2. Tujuan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, dan sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya. Selain itu tujuan pendidikan inklusif yaitu
mewujudkan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak
diskriminatif bagi semua peserta didik9. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
tujuan pendidikan inklusif adalah agar semua anak memperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya
8 O’Neil 1995, ibid. Hlm. 27 9 Kustawan, Dedy, loc.cit. Hlm. 9
18
serta untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua anak.
3. Fungsi Pendidikan Inklusif
Fungsi pendidikan inklusif adalah untuk menjamin semua peserta
didik mendapatkan kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya dan bermutu di
berbagai jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Fungsi selanjutnya dari
pendidikan inklusif adalah untuk menciptakan lingkungan pendidikan
yang kondusif bagi semua peserta didik untuk mengembangkan potensinya
secara optimal10. Kesimpulan di atas dapat diartikan bahwa fungsi dari
pendidikan inklusif yaitu semua anak mendapat kesempatan dan akses
yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu dan
sesuai dengan kebutuhannya, serta terciptanya lingkungan pendidikan
yang kondusif bagi semua anak untuk mengembangkan potensinya secara
optimal.
4. Manfaat Pendidikan Inklusif
a. Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik
1) . Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan
khusus
Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik
berkebutuhan khusus adalah memiliki rasa percaya diri dan
memiliki kesempatan menyesuaikan diri serta memiliki kesiapan
dalam menghadapi kehidupan yang nyata pada lingkungan pada
umumnya. Peserta didik berkebutuhan khusus terhindar dari label
atau sebutan yang tidak baik, memahami pelajaran disekolah
dengan lebih baik dan mampu. Peserta didik berkebutuhan khusus
akan lebih mandiri, dapat beradaptasi, aktif, dan dapat
menghargai perbedaan, serta memperoleh kesempatan
bersosialisasi dan berbagi dengan anak-anak pada umumnya
10.Ibid. hlm. 10
19
secara alamiah sehingga akan memberikan masukan sangat
berarti dalam aspek kehidupannya.
2) . Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik pada umumnya
Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik pada
umumnya adalah dapat belajar mengenai keterbatasan dan
kelebihan serta keunikan tertentu pada teman-temannya. Peserta
didik pada umumnya akan dapat mengembangkan keterampilan
sosial, berempati terhadap permasalahan peserta didik
berkebutuhan khusus, dan membantu peserta didik yang
berkebutuhan khusus apabila mendapatkan kesulitan saat belajar
maupun bermain saat jam istirahat.
b. Manfaat pendidikan inklusif bagi guru
Manfaat pendidikan inklusif bagi guru adalah akan lebih tertantang
untuk mengajar lebih baik dan ikut mengakomodasi semua peserta didik
sehingga akan berupaya untuk meningkatkan wawasannya mengenai
keberagaman karakteristik semua peserta didik. Guru akan lebih kreatif
dan terampil mengajar dan mendidik, lebih mengenali kekuatan dan
kelemahan peserta didiknya. Guru dapat meningkatkan kompetensinya
dalam bidang pendidikan khusus. Guru lebih terbuka terhadap perbedaan
atau keberagaman peserta didik, mampu mendidik peserta didik yang
beragam, lebih terbiasa dan terlatih untuk mengatasi berbagai tantangan
pembelajaran, sehingga guru mendapat kepuasan dalam bekerja dan
pencapaian prestasi yang lebih tinggi.
c. Manfaat pendidikan inklusif bagi orang tua
Manfaat pendidikan inklusif bagi orang tua adalah merasa
dihargai atau dapat meningkatkan penghargaan terhadap anak. Orang tua
merasa senang ketika anaknya dapat bersosialisasi dengan baik tanpa ada
diskriminasi dan akan lebih memahami cara memotivasi peningkatan
belajar anaknya yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Orang tua
mengetahui cara membimbing anaknya dengan lebih baik lagi, dapat
meningkatkan interaksi dan keterlibatan dalam kegiatan belajar anaknya
20
serta mendapat kesempatan untuk sharing dengan pihak sekolah dan
stakeholder lainnya dalam merencanakan pembelajaran untuk anaknya
yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya, kekuatannya,
kelemahannya, permasalahan dan hambatan lainnya, serta senang ketika
anaknya memiliki keterampilan sosial yang baik.
d. Manfaat pendidikan inklusif bagi pemerintah dan pemerintah daerah
Manfaat pendidikan inklusif bagi pemerintah dan pemerintah
daerah adalah kebijakan pendidikan terlaksana berlandaskan pada azas
demokrasi, berkeadilan dan tanpa diskriminasi karena dapat melaksanakan
amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintahan, Peraturan Menteri
serta kebijakan-kebijakan sebagai menfestasi keinginan atau harapan
Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga akan adanya nilai
tambah kepercayaan warga negara/masyarakat kepada pemerintah,
pemerintah daerah dan sekolah khususnya dalam bidang pendidikan.
Termasuk juga kepercayaan dunia (internasional) kepada pemerintah dan
pemerintah daerah karena sungguh-sungguh dalam merealisasikan
komitmen-komitmen internasional berkenaan dengan pendidikan untuk
semua (Education For All) sehingga akan tumbuh nilai positif di mata
duunia/internasional. Manfaat lainnya yaitu dapat mempercepat/akselerasi
tuntasnya wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Peserta didik
mendapatkan hak pendidikan yang sama dan mendapatkan pendidikan
yang lebih luas.
e. Manfaat pendidikan inklusif bagi masyarakat
Manfaat pendidikan inklusif bagi masyarakat adalah untuk
memaksimalkan potensi masyarakat dalam penyelenggraan pendidikan.
Masyarakat akan lebih sadar bahwa setiap peserta didik berkebutuhan
khusus berhak memperoleh pendidikan seperti peserta didik pada
umumnya. Masyarakat dapat menyumbangkan pemikiran, ide atatu
gagasan untuk mengembangkan pendidikan yang lebih baik lagi dengan
lebih terbuka dan penuh kesadaran.
21
f. Manfaat pendidikan inklusif bagi sekolah
Manfaat pendidikan inklusif bagi sekolah yaitu pencitraan
sekolah meningkat, sekolah lebih terbuka, ramah dan tidak
mendiskriminasi. Sekolah dapat meningkatkan mutu pendidikan secara
kompherensif bagi semua peserta didik. Sekolah dapat meningkatkan
akses bagi semua peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan
yang baik11.
Penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
inklusif bermanfaat bagi peserta didik berkebutuhan khusus, peserta didik
pada umumnya, pendidik dan tenaga kependidikan, orang tua, pemerintah,
pemerintah daerah, masyarakat dan sekolah. Semua pihak diharapkan
memiliki sikap yang positif, ramah dan tidak mendiskriminasi.
5. Manajemen Pendidikan Inklusif di Sekolah Umum
Pelaksanaan pendidikan inklusif diperlukannya upaya adaptasi. Upaya
adaptasi tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa yang dimaksud standar nasional
pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa hal yang
perlu dilakukan dalam kerangka adaptasi yang mencakup hal-hal di bawah
ini.
a. Standar Isi
Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif perlu: (1)
melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang
telah diadaptasi/modifikasi, agar dapat mengakomodasi semua peserta
didik termasuk anak berkebutuhan khusus, (2) melaksanakan
kurikulum berdasarkan prinsip perbaikan dan pengayaan layanan
pembelajaran, pendayagunaan kondisi alam, pendayagunaan kondisi
sosial dan budaya, serta keragaman peserta didik, (3) melaksanakan
mata pelajaran program khusus yang dapat mengembangkan
11Ibid. Hlm 13.
22
keterampilan sosial dan nilai budaya serta menumbuhkan softskill yang
akhirnya menciptakan lifeskill sesuai jenis kelainan anak berkebutuhan
khusus, (4) melaksanakan program pengembangan diri dalam bentuk
kegiatan ekstrakurikuler dalam pembentukan karakter peserta didik
yang baik yang dapat diikuti oleh peserta didik berkebutuhan khusus
dan kegiatan layanan konseling dan terapautik, (5) mengembangkan
standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) untuk mata
pelajaran program khusus, dan (6) mengembangkan standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) semua mata pelajaran
untuk anak berkebutuhan khusus yang tidak menggunakan kurikulum
standar (di bawah standar).
b. Standar Proses
Adaptasi dari standar proses dilakukan sekolah dengan: (1)
melakukan adaptasi silabus yang sesuai dengan karakteristik peserta
didik termasuk anak berkebutuhan khusus, sekolah melakukan adaptasi
RPP yang mengakomodasi semua peserta didik termasuk anak
berkebutuhan khusus, (2) menyusun Program Pembelajaran Individual
(PPI) terhadap anak berkebutuhan khusus yang tidak menggunakan
kurikulum standar, (3) pelaksanaan PPI dapat dilakukan di kelas
bersama dengan pelaksanaan pembelajaran regular berlangsung atau
dilaksanakan pada ruang khusus, (4) program khusus dan PPI
dilakukan oleh guru pendamping khusus, dan (5) pemantauan adaptasi
pembelajaran dilakukan oleh kepala Sekolah mencakup tahap
perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian hasil
pembelajaran.
c. Standar Kompetensi Lulusan
Sekolah mengembangkan SKL untuk peserta didik berkebutuhan
khusus yang tidak menggunakan kurikulum standar dengan
memperhatikan potensi masing-masing peserta didik. SKL untuk
peserta didik berkebutuhan khusus yang disertai kelainan intelektual
(kurikulum tidak standar) lebih mengutamkan kompetensi yang
berkaitan dengan kemandirian.
23
Peserta didik memperoleh pengalaman belajar melalui program
pembiasaan untuk: (1) mencari informasi tentang lingkungan sekitar,
(2) menunjukkan kecintaan dan kepedulian terhadap lingkungan
sekitar, (3) menunjukkan kemampuan melakukan kegiatan seni dan
budaya secara sederhana, (4) menunjukkan kebiasaan hidup bersih,
sehat, dan bugar, berbudaya, menghargai perbedaan, (5) bekerjasama
dalam kelompok, tolong menolong, menjaga diri sendiri dalam
lingkungan keluarga dan teman sebaya dengan menghargai perbedaan
antar sesama peserta didik, (6) menunjukkan rasa keingintahuan dan
menyadari potensi yang dimiliki atas dasar keragaman peserta masing-
masing peserta didik, (7) menunjukkan keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, menulis, dan berhitung sesuai dengan potensi
yang dimiliki masing-masing peserta didik, dan (8) mendorong
peningkatan kemandirian sesuai dengan potensi dan
perkembangannya.
d. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Penyelenggaraan sekolah inklusif perlu memiliki guru pembimbing
khusus (GPK), yang berlatar belakang S1 PLB dan atau guru yang
telah mengikuti Diklat Pendidikan Inklusif. Guru pembimbing khusus
bertugas bukan sebagai guru kelas, guru mata pelajaran dan guru
konseling, melainkan melaksanakan tugas sebagai guru khusus yang
berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran anak berkebutuhan khusus.
Guru pembimbing khusus melaksanakan tatap muka pembelajaran
minimal 6 jam/minggu, selebihnya bertugas sebagai pembimbingan
khusus. Kepala sekolah melaksanakan monitoring dan evaluasi
terhadap tugas-tugas guru pembimbing khusus. Guru kelas dan guru
mata pelajaran pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
melaksanakan tugas layanan terhadap anak berkebutuhan khusus
dalam proses pembelajaran dan penilaian dengan menghargai
keanekaragaman dan tidak diskriminatif. Guru Pembina
ekstrakurikuler melaksanakan tugas pelayanan terhadap anak
berkebutuhaan khusus dalam proses kegiatan ekstrakurikuler.
24
Pemerintah mengangkat guru pembimbing khusus yang memenuhi
standar untuk ditempatkan pada Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Inklusif.
e. Standar Sarana dan Prasarana
Bangunan Sekolah memiliki aksesibilitas (kemudahan) bagi
peserta didik berkebutuhan khusus yang mudah, aman, dan nyaman
serta dilengkapi pengarah jalan (guiding block) bagi peserta didik
berkebutuhan khusus tunanetra, akses jalan (ramp) bagi siswa
berkebutuhan khusus tunadaksa ringan. Bangunan Sekolah terhindar
dari gangguan kebisingan dan getaran serta memiliki penghawaan dan
pencahayaan yang baik. Bangunan Sekolah memiliki tanda peringatan
bahaya, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi yang dilengkapi
penunjuk arah jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana
lainnya. Peringatan bunyi (tunanetra) maupun peringatan lampu (untuk
tunarungu), atau peringatan bunyi dan lampu untuk semua peserta
didik. Sekolah memiliki ruang khusus/ ruang sumber. Sekolah
memiliki media, alat khusus yang diperlukan dalam pembelajaran anak
berkebutuhan khusus.
f. Standar Pengelolaan
Sekolah memilki surat izin/surat keterangan lain sebagai
Penyelenggara Pendidikan Inklusif dari Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota terhadap penyelenggaran sekolah inklusif.
Rumusan visi dan misi telah mengakomodasi semua peserta didik
termasuk peserta didik dengan kebutuhan khusus. Rumusan tujuan
satuan pendidikan mengakomodasi semua peserta didik termasuk
peserta didik berkebutuhan khusus. Rencana kerja jangka menengah
(empat tahunan) dan rencana kerja tahunan yang memuat perencanaan
untuk peserta didik dengan kebutuhan khusus. Sekolah memiliki
satuan tugas/koordinator/manajer/ nama lain yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan pendidikan inklusif. Sekolah melaksanakan
25
kegiatan pembelajaran kurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler yang
mengakomodasi peserta didik berkebutuhan khusus.
Sekolah melaksanakan program peningkatan kompetensi guru
terhadap peningkatan layanan peserta didik berkebutuhan khusus.
Sekolah mengelola program sarana dan prasarana pembelajaran
khusus. Sekolah melaksanakan berbagai kegiatan yang melibatkan
masyarakat dan membangun kemitraan dengan
lembaga/institusi/profesi lain yang relevan dalam layanan
pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus.
Sekolah melaksanakan kegiatan evaluasi diri kinerja impelementasi
pendidikan inklusif. Sekolah melaksanakan program evaluasi kinerja
guru pembimbing khusus.
g. Standar Pembiayaan
Sekolah memiliki anggaran khusus untuk impelentasi pendidikan
inklusif atau sekolah menyertakan pendidikan inklusif dalam anggaran
sekolah. Sekolah membayar gaji, insentif, transport, dan tunjangan lain
bagi guru pembimbing khusus pada tahun berjalan. Sekolah membayar
gaji, insentif, transport, dan tunjangan lain bagi manajer/satgas/nama
lain yang bertugas mengelola pendidikan inklusif pada tahun berjalan.
Sekolah mengalokasikan dana untuk kegiatan kepeserta didikan
termasuk peserta didik berkebutuhan khusus. Sekolah memiliki
program beasiswa untuk semua peserta didik miskin dan berkebutuhan
khusus. Adanya dana alokasi khusus dari APBD bagi sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif.
h. Standar Penilaian Pendidikan
Guru menginformasikan rancangan dan kriteria penilaian peserta
didik berkebutuhan khusus kepada orang tua/wali pada semester yang
berjalan. Guru melakukan penilaian pembelajaran untuk peserta didik
berkebutuhan khusus yang tidak disertai gangguan intelektual
menggunakan standar penilaian pada umumnya. Guru melakukan
penilaian pembelajaran untuk peserta didik berkebutuhan khusus yang
disertai gangguan intelektual (IQ di bawah rata-rata) menggunakan
26
standar penilaian khusus/berdasarkan pada masing-masing peserta
didik. Guru mengadapatasi prosedur/media penilaian untuk peserta
didik berkebutuhan khusus.
Sekolah menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk
peserta didik berkebutuhan khusus sama dengan peserta didik lain
setiap mata pelajaran dengan memperhatikan: (1) karakteristik dan
kemampuan peserta didik, (2) karakteristik mata pelajaran, dan (3)
kondisi Sekolah. Ketercapaian KKM untuk peserta didik berkebutuhan
khusus yang menggunakan kurikulum di bawah standar diukur atas
dasar kemajuan masing-masing peserta didik dan bukan atas dasar
rata-rata kelas. Sekolah menentukan terhadap peserta didik
berkebutuhan khusus yang menggunakan kurikulum di bawah standar
tidak mengenal tinggal kelas. Sekolah melaporkan hasil penilaian
setiap akhir semester kepada orangtua/wali peserta didik dalam bentuk
buku laporan hasil belajar peserta didik. Jika peserta didik
menggunakan kurikulum tidak standar/ di bawah standar, maka
laporan hasil belajar dilengkapi dengan deskripsi/naratif. Sekolah
menyerahkan ijazah kepada setiap peserta didik (termasuk peserta
didik berkebutuhan khusus) yang telah lulus, sedangkan peserta didik
berkebutuhan khusus yang tidak mengikuti ujian nasional tidak perlu
dinyatakan lulus dan diberikan surat tanda tamat belajar dari satuan
pendidikan yang bersangkutan. Sekolah menyelenggarakan ujian
sekolah seluruh mata pelajaran untuk peserta didik berkebutuhan
khusus yang menggunakan kurikulum di bawah standar. Sekolah
menentukan kelulusan peserta didik berkebutuhan khusus yang
menggunakan kurikulum standar sesuai kriteria kelulusan. Sekolah
tidak mengikutsertakan peserta didik berkebutuhan khusus yang
menggunakan kurikulum di bawah standar dalam ujian nasional12.
12 Hasyim, Yahya, Pendidikan Inklusif di SMKN 2 Malang dalam Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, 2013,2, hlm. 112-121
27
6. Implementasi Pendidikan Inklusif
a. Kurikulum Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan
dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa dijelaskan
bahwa satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan
kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan
kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minta dan potensinya.
Kemudian dijelaskan pula bahwa pembelajaran perlu mempertimbangkan
prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik beljar
peserta didik. Begitu pula dengan penilaian, dijelaskan bahwa penilaian
hasil belajar mengacu pada kurikulum yang bersangkutan.
Bagi peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan
kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional pendidikan
dan di atas standard nasional pendidikan wajib mengikuti ujian nasional.
Bagi peserta didik yang mengikuti pembelajaran berdasarkan kurikulum
yang dikembangkan di bawah standar nasional pendidikan mengikuti ujian
yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan.
Bagi peserta didik yang menyelesaikan pendidikan dan lulus ujian
sesuai dengan standar pendidikan nasional mendapatkan ijazah yang
blankonya dikeluarkan oleh pemerintah. Bagi peserta didik yang memiliki
kelainan yang menyelesaikan pendidikan berdasarkan kurikulum yang
dikembangkan oleh satuan pendidikan dibawah standard nasional
pendidikan mendapatkan surat tanda tamat belajar (STTB) yang blankonya
dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. Peserta didik yang
memperoleh surat tanda tamat belajar dapat melanjutkan pendidikan pada
satuan atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi pada satuan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan inklusif atau satuan pendidikan
khusus.
1) Identifikasi dan Asesmen
28
Setiap guru harus mengetahui latar belakang dan kebutuhan
masing-masing peserta didik agar dapat memberikan pelayanan dan
bantuannya dengan tepat. Setiap guru harus memiliki kemampuan
mengidentifikasi peserta didik atau calon peserta didik untuk
mengetahui kondisi semua peserta didik dan lebih fokus lagi mengetahui
ada tidaknya peserta didik berkebutuhan khusus yang perlu
mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Untuk
mencermati lebih jauh tentang latar belakang, potensi, dan kondisi
khusus pada peserta didik, sekolah/guru perlu mengadakan asesmen.
Identifikasi merupakan suatu kegiatan atau upaya yang
digunakan untuk menemukan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan
jenis kelainannya atau sesuai dengan hambatan/gangguannya. Tujuannya
yaitu untuk membantu memecahkan permasalahan yag dihadapi anak
berkebutuhan khusus supaya perkembangan yang dicapai sesuai dengan
potensi yang dimilikinya. Cara mengidentifikasi dapat dilakukan oleh
guru masing-masing anak bersama-sama dengan guru yang lain. Caranya
yaitu: melalui pengamatan (observasi) yaitu pengamatan partisipatif atau
non pastisipati, wawancara pada anak yang bersangkutan,
pendampingnya atau orang tuanya, dan melalui dokumentasi, yakni
dokumen yang berupa dokumen hasil pemeriksaan psikologis (jika ada),
surat keterangan dokter, psikiater atau ahli lainnya. Alat identifikasinya
yaitu lembar cek list atau panduan pengamatan, panduan wawancara atau
angket dan tes achievement baik formal maupun non formal.
Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang
perkembangan peserta didik engan mempergunakan alat dan teknik yang
sesuai untuk membuat keputusan pendidikan berkenaan dengan
penempatan dan program bagi peserta didik tersebut. Melalui asesmen
dapat diketahui kemampuan apa yang sudah dimilikinya, apa yang belum
atau kelemahannya dan apa yang menjadi kebutuhan peserta didik,
sehingga dapat dirancang program pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik.
29
Tujuan utama asesmen adalah untuk memperoleh informasi
yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan
program pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
Asesmen dilakukan untuk lima keperluan, yaitu: penyaringan
(screening), pengalihtanganan (referral), klasifikasi (classification),
perencanaan pembelajaran (instructional planning), dan pemantauan
kemajuan belajar peserta didik (monitoring pupil progress).
Asesmen yang dipergunakan dalam konteks pendidikan khusus
mempunyai makna yang khusus. Pada dasarnya asesmen dalam
pendidikan khusus bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal yang
dimiliki peserta didik sebagai baseline sebelum pembelajaran dimulai.
Berdaasrkan hasil asesmen, dapat dirancang program pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan peserta didik yang dituangkan dalam program
pembelajaran individual (PPI).
Asesmen dapat digolongkan menjadi dua yaitu asesmen yang
bersifat formal dan informal. Asesmen yang bersifat formal
menggunakan instrument yang telah dibakukan mislanya untuk
mengetahui ketajaman penglihatan menggunakan Snellen Chart, untuk
mengetahui ketajaman pendengaran menggunakan audiometer, dan untuk
mengetahui kecerdasan menggunakan tes intelegensi.
Asesmen yang bersifat informal dilakukan untuk melihat fungsi
dari potensi yang masih ada dan hambatan belajar yang diakibatkan oleh
kelainan yang dimilikinya dengan mnggunakan instrument yang dibuat
oleh guru. Misalnya pedoman observasi, pedoman wawancara, pedoman
analisis contoh pekerjaan peserta didik.
2) Pengembangan kurikulum Fleksibel
Prinsip pendidikan yang disesuaikan pada satuan pendidikan
umum dan satuan pendidikan kejuruan seting pendidikan inklusif
menyebabkan adanya tuntutan dan penyesuaian yang besar terhadap
guru di sekolah tersebut. Untuk mengimplementasikannya maka di
30
satuan pendidikan umum atau satuan pendidikan kejuruan perlu
menyusun kurikulum yang flkesibel yaitu adanya penyesuaian-
penyesuaian pada komponen kurikulum seperti pada tujuan, isi atau
materi, proses dan evaluasi atau penilaian. Pengembangan kurikulum
untuk peserta didik berkebutuhan khusus dikenal dengan adanya model
eskalasi (ditingkatkan), duplikasi (sama/meniru/menggandakan),
modifikasi (mengubah untuk disesuaikan), substitusi (mengganti) dan
omisi (menghilangkan).
Kurikulum fleksibel adalah kurikulum yang mengakomodasi
peserta didik dengan berbagai latar belakang kemampuan dengan cara
eskalasi, duplikasi, modifikasi, omisi dan substitusi. Tuntutan dan
penyesuaian tersebut adalah: (a) Merancang pembelajaran yang sama
untuk semua peserta didik menjadi merancang pembelajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, (b) Mengajarkan
materi yang sama kepada peserta didik di kelas menjadi mengajar setiap
anak sesuai dengan kebutuhan individualnya dalam seting kelas, (c)
Merancang dan melaksanakan penilaian yang sama untuk peserta didik
di kelas menjadi merancang dan melaksanakan penilaian yang sesuai
dengan kebutuhan individualnya.
Secara umum semua peserta didik yang bersekolah di setiap
satuan pendidikan ada yang menggunakan kurikulum standar, kurikulum
di atas standar, dan kurikulum di bawah standar. Dikaitkan dengan IQ
peserta didik yang mempunyai IQ Scala Wechlers di atas 70 sampai
kurang dari 130, peserta didik yang menggunakan kurikulum di atas
standard adalah untuk peserta didik yang mempunyai IQ di atas 130, dan
peserta didik yang menggunakan kurikulum di bawah standar yaitu
untuk peserta didik yang mempunyai IQ 70 ke bawah.
Peserta didik dapat belajar dengan baik jika mereka kreatif,
aktif dan kegiatannya berdasarkan pada pengalaman peserta didik. Guru
yang mengetahui dan memahami keadaan ini dapat dengan mudah
31
memasukannya ke dalam perencanaan pembelajaran (RPP). Pada seting
pendidikan inklusif perencanaan pembelajaran yang kreatif dan aktif
berdasarkan pengalaman, kondisi dan kemampuan peserta didik
bukanlah tambahan tetapi diperlukan oleh semua peserta didik termasuk
peserta didik berkebutuhan khusus. Kurikulum yang bersifat inklusif
yakni mengakomodasi anak dengan berbagai latar belakang dan
kemampuan, maka kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) akan
lebih peka mempertimbangkan keberagaman anak agar
pemebelajarannya relevan dengan kemampuan dan kebutuhan anak.
Ruang lingkup kurikulum sekolah umum atau sekolah kejuruan
penyelenggara pendidikan inklusif adalah kurikulum sekolah umum atau
kejuruan yang dalam hal-hal tertentu dilakukan penyesuaian dan
modifikasi tersebut meliputi penyesuaian dan modifikasi cara, media,
materi, dan penilaian pembelajaran.
Telah diuraikan di atas bahwa kurikulum yang digunakan di
sekolah penyelenggara inklusif adalah kurikulum yang disesuaikan
(fleksibilitas kurikulum) dengan kebutuhan setiap peserta didik yang
meliputi standar kompetensi lulusan dan standar isi (Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar).
Karakteristik satuan pendidikan yang melakukan fleksibilitas
kurikulum antara lain :
a) Memiliki kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
yang mengakomodasi kebutuhan semua peserta didik
termasuk peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK).
b) Memiliki KTSP yang lebih peka dalam mempertimbangkan
keberagaman peserta didik agar pembelajarannya relevan
dengan kemampuan dan kebutuhan peserta didik.
c) Melaksanakan asesmen yaitu proses pengumpulan
informasi tentang seorang peserta didik yang akan
32
digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan
yang berhubungan dengan peserta didik.
d) Selain memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP),
satuan pendidikan memiliki program pembelajaran
individual (PPI) yang disusun sesuai dengan kebutuhan
peserta didik dengan bobot materi berbeda dari kelompok
dalam kelas dan dilaksanakan dalam seting klasikal.
e) Merancang atau membuat bahan ajar atau materi
pendidikan yang sensitif gander dan tidak mempromosikan
peran gander yang mendiskriminasi.
f) Guru mampu menggunakan berbagai pendekatan mengajar
yang sesuai dengan kebutuhan semua peserta didik
termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.
g) Menjamin tersedianya fasilitas, kurikulum, buku dan
pengajaran yang sesuai baik untuk peserta didik laki-laki
maupun perempuan.
h) Melakukan penyesuaian-penyesuaian materi, cara dan
waktu dalam penilaian hasil belajar.
i) Memiliki pengembang kurikulum yang kompherensif,
antara lain beranggotakan guru pembimbing khusus, guru
sekolah umum, kepala sekolah, orang tua, dan ahli yang
berkaitan dengan kebutuhan khusus peserta didik.
j) Menyelenggarakan program khusus bagi peserta didik
yang mempunyai kebutuhan khusus, termasuk peserta didik
yang berkesulitan belajar atau peserta didik yang memiliki
potendsi kecerdasan dan bakat istimewa (PKBI).
k) Bekerjasama dengan pusat sumber (resource center) untuk
meningkatkan kemampuan guru dalam memahami
keberagaman peserta didik, identifikasi dan asesmen, PPI,
penguasaan program khusus (orientasi dan mobilitas untuk
peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan
irama, bina diri untuk anak tunagrahita ringan dan sedang,
33
bina diri dan bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, bina
pribadi dan bina sosial untuk peserta didik tunalaras) dan
teknis pendampingan khusus bagi peserta didik
berkebutuhan khusus.
l) Menyediakan sarana dan prasarana khusus yang sesuai
dengan kebutuhan khusus peserta didik (contoh untuk
peserta didik tunanetra : riglet dan pen, serta mesin tuk
Braille).
m) Orang tua peserta didik terlibat dalam penyusunan dan
dalam pembelajaran peserta didik yang diimplementasikan
dalam berbagai bentuk kegiatan.
n) Di samping menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) untuk peserta didik pada umumnya, sekolah/guru
menentukan juga KKM berdasarkan baseline untuk peserta
didik berkebutuhan khusus yang low function dan high
function.
3) Kegiatan Pembelajaran Seting Pendidikan Inklusif
Pembelajaran seting pendidikan inklusif mempertimbangkan
prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik
belajar peserta didik. Proses pembelajaran harus disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik (metode, media, dan
sumber belajar). Proses pembelajaran guru harus mampu mengajar
setiap peseta didik berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan
individualnya dalam seting kelas. Kegiatan pembelajaran seting
pendidikan inklusif antara lain menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM).
a) Guru memahami keberagaman karakteristik dan kompetensi
peserta didik.
b) Peserta didik dan Guru belajar bersama secara aktif, inovatif,
kreatif dengan penuh ceria dan bahagia.
34
c) Tujuan pembelajaran disusun secara simpel dan diwujudkan
secara efektif dan efesien.
d) Tugas-tugas diberikan lebih praktis, dan memanfaatkan
lingkungan sosial dan alam sekitar.
e) Peserta didik berani dilatih berani bertanya dan
mengemukakan pendapat dengan kata-kata sendiri.
f) Kelas memajang hasil pekerjaan peserta didik dan alat bantu
pegajaran.
g) Peserta didik dapat menunjukan perasaan dan mengutarakan
pendapat mereka secara bebas di kelas.
h) Penilaian dilakukan variatif dan berkesinambungan dan jadi
umpan balik pada peserta didik.
Kegiatan pembelajaran seting pendidikan inklusif antara lain
dengan merancang lingkungan yang ramah terhadap peserta didik.
Lingkungan pembelajaran yang ramah terhadap peserta didik sebagai
berikut: Peserta didik dan guru belajar bersama sebagai suatu komunitas
belajar. Menempatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran.
Mendorong partisipasi aktif peserta didik dalam belajar. Guru memahami
dan memanfaatkan media pembelajaran adaptif. Guru memiliki minat
untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik.
Upaya memahami seting kegiatan pembelajaran bagi peserta
didik berkebutuhan khusus maka guru sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif harus membaca dan mempelajari Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan
Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa, dan Tunalaras13.
B. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Inklusif Bagi ABK
1. Pengertian anak berkebutuhan khusus
Setiap anak dikaruniai kemampuan yang berbeda satu dengan
yang lainnya untuk tumbuh dan berkembang. Semua anak berhak
13 Kustawan, Dedy, loc. cit. Hlm 66.
35
memperoleh pendidikan yang berkualitas. Untuk itu, pemerhati pendidikan
memberikan kesempatan kepada individu berkebutuhan khusus untuk
mendapatkan haknya. Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan
anak-anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga
anak potensial dan berbakat14. Istilah anak berkebutuhan khusus
berkembang seiring dengan munculnya paradigma baru pendidikan
inklusif.
Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan anakyang memerlukan
pendidikan yang sesuai kebutuhan individu. Kaitan antara sistem
pendidikan inklusif dengan anak berkebutuhan khusus setidaknya
memberikan gambaran untuk dapat melihat sisi menarik dari keterbatasan
setiap anak yang sering mendapatkan tindakan diskriminatif dari
lingkungannya, lebih menekankan keunikan semua anak daripada
mengungkit-ungkit perbedaan dan tidak diperlakukan overprotektive yang
bisa menimbulkan tekanan mental yang berpengaruh pada kepercayaan
diri dan motivasi15. Selain itu, menghindari penekanan ketidakmampuan
dengan mengesampingkan pencapaian masing-masing dan menciptakan
lingkungan yang yaman dimana anakberkebutuhan khususikut serta dalam
kegiatan belajar dengan anak pada umumnya, karena hal ini akan
membangun kesan positif.
2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan dalam
duakelompok, yaitu anak berkebutuhan khusus bersifat sementara
(temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap
(permanen). Pada dasarnya dalam pendidikan inklusif setiap anak
dipandang memiliki karakter dan kebutuhan khusus yang berbeda, baik
menetap ataupunsementara. Kebutuhan menetap adalah kebutuhan yang
tidak mungkin hilang, sedangkan kebutuhan sementara adalah kebutuhan
yang sifatnya sementara.
14Mulyono. 2003 (dikutip oleh) Ilahi, Muhammad Takdir, loc.cit. Hlm. 137 15Ibid. Hlm.138-139
36
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara adalah anak
yang memiliki hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan
oleh faktor-faktor ekternal, misalnya anak yang mengalami gangguan
emosi karena frustasi. Hambatan belajar dan perkembangan pada anak
berkebutuhan khusus ini masih bisa dilakukan penyembuhan asalkan
orangtua dan orang-orang terdekatnya mampu memberikan terapi
penyembuhan yang bisa mengembalikan kondisi kejiwaan menjadi normal
kembali. Sementara anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap
adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan perkembangan akibat
langsung karena kecacatan atau bawaan sejak lahir16. Karakteristik dan
berkebutuhan pembelajaran anak berkebutuhan khusus tersebut misalnya
terdapat pada anak tunanetra, tunadaksa, tunarungu, tunagrahita, lamban
belajar, anak berbakat, anak berkesulitan belajar, anak yang mengalami
gangguan kamunikasi, tunalaras atau gangguan emosi dan perilaku.
Terkait dengan anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara
dan menetap juga terdapat masalah-masalah perilaku psikososial,
berkesulitan belajar, ataupun dengan gangguan pemusatan perhatian atau
hiperaktif. Selain itu terdapat pula anak dengan tingkat intelegensi, seperti
anak tunagrahita,giftedatau berbakat. Jenis-jenis anak berkebutuhan
khusus ini membutuhkan layanan pendidikan inklusif yang secara
konsisten dengan penuh perhatian sehingga mengatasi segala hambatan
belajar dan perkembangan jiwa.
3. Faktor-Faktor Timbulnya Kebutuhan Khusus
Terdapat tiga faktor yang dapat di identifikasi tentang sebab
timbulnyakebutuhan khusus pada seorang anak yaitu, faktor internal,
faktor eksternal dan kombinasi internal dan eksternal:
a. Faktor internal adalah kondisi yang dimiliki oleh anak yang
bersangkutan.Sebagai contoh seorang anak memiliki kebutuhan khusus
dalam belajar karena ia tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, atau
16Hurlock. 1995, ibid.,Hlm. 137
37
mengalami kesulitan untuk bergerak. Keadaan seperti itu berada pada
diri anak yang bersangkutan secara internal.
b. Faktor eksternal adalah sesuatu yang berada diluar diri anak yang
mengakibatkanmenjadi memiliki hambatan perkembangan dan
hambatan belajar, sehingga mereka memiliki kebutuhan layanan khusus
dalam pendidikan.
c. Kombinasi faktor internal dan eksternal dapat menyebabkan
terjadinyakebutuhan khusus pada seorang anak. Kebutuhan khusus
yang disebabkan oleh faktor internal sekaligus eksternal diperkirakan
anak akan memiliki kebutuhan yang lebih kompleks.
4. Hak dan Kewajiban Anak Berkebutuhan Khusus
Hak setiap anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan
fisik,emosional, mental dan sosial, dan memiliki potensi kecerdasan atau
bakat istimewa berhak mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan
jenjang pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya17. Jadi
setiap anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan haknya dalam
pendidikan. Hak peserta didik tersebut adalah sebagai berikut, a.
Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama, b. Memperoleh layanan pendidikan
sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, kecerdasan, dan kebutuhan
khususnya, c. Memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau
bantuan lain sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang berlaku,d.
Diterima disekolah umum dan kejuruan, e. Pindah kejenjang atau satuan
pendidikan yang lebih tinggi, f. Mendapatkan layanan pembelajaran dan
penilaian hasil belajar yang disesuaikan dengan kemampuannya, g.
Memperoleh jaminan hukum yang sama seperti anak pada umumnya.
Kewajiban anak berkebutuhan khusus dalam rangka menjaga
norma-norma pendidikan, melalui bimbingan, keteladanan, dan
pembiasaan setiap anak berkebutuhan khusus berkewajiban yaitu, a.
17Ibid. Hlm. 37
38
Menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya, b. Mengikuti proses
pembelajaran dengan menjunjung tinggi nilai-nilai etika, norma dan
peraturan yang berlaku sesuai dengan kemampuannya.
Jadi, pendidikan inklusif adalah pendidikan yang berisfat tidak
adanya perbedaan anak, tidak membedakan jenis kelamin, suku, kelas
sosial, mampu atau tidak mampu, karena pada dasarnya anak
berkebutuhan khusus maupun pada umumnya mempunyai hak dan
kewajiban mendapatkan pendidikan disekolah.
C. Tinjauan Umum Tentang Guru Pendamping Khusus
1. Pengertian Guru Pendamping Khusus
Guru pendamping khusus atau sering dikenal dengan istilah
shadow teacher adalah seorang pendamping di bidang pendidikan pra-
sekolah (pendidikan usia dini) dan sekolah dasar yang bekerja secara
langsung dengan seorang anak berkebutuhan khusus selama masa tahun-
tahun pra-sekolah dan sekolah dasar. Salah satu kriteria utama guru
pendamping khusus memahami karakteristik dan keberagaman dari
peserta didik dengan kondisi kekhususan dan bagaimana menanganinya
dengan baik dan benar.Pada dasarnya tidak semua peserta didik
berkebutuhan khusus memerlukan guru pendamping khusus.Namun bagi
peserta didik berkebutuhan khusus tertentu guru pendamping ini sangat
penting. Guru pendamping khusus berperan membantu tugas guru kelas
atau guru mata pelajaran dengan mendampingi peserta didik berkebutuhan
khusus saat kegiatan pembelajaran18.
Istilah guru pendamping adalah guru yang memiliki pengetahuan
dan keahlian dalam bidang anak berkebutuhan khusus yang membantu
atau bekerjasama dengan guru sekolah regular dalam menciptakan
pembelajaran yang inklusif..Sehingga guru pendamping khusus
seyogyanya sangat diperlukan untuk membantu dalam penanganan pada
peserta didik berkebutuhan khusus
18Yuwono, Joko 2007, Ibid. Hlm.79
39
Guru pendamping khusus selayaknya memberikan segala apa
yang telah menjadi tugas dan kewajibannya, dalam akademisnya guru
pendamping khusus bertindak dan berperan aktif sebagai konsultan.
Persyaratan guru pendamping khusus tentu tidak mudah, tugasnya tidak
hanya mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus saja tetapi harus
punya dedikasi tinggi, tak gampang menyerah, empati dan disegani peserta
didik19.
Menyediakan seorang guru pendamping khusus yang berkualitas
dan berkompeten sangat membantu anak berkebutuhan khusus agar dapat
mengikuti kelas dengan maksimal ketika perhatian penuh dan fokus
diperlukan bagi seorang peserta didik supaya menerima dan memproses
informasi apa yang disampaikan ketika kegiatan belajar dan mengajar
sedang berlangsung di dalam kelas. Para guru pendamping khusus sudah
seharusnya memiliki pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan
agar dapat membantu peserta didiknya berinteraksi dengan peserta didik
lainnya, serta membantu peserta didi tersebut dengan pekerjaan-pekerjaan
atau tugas-tugas sekolahnya. Guru pendamping khusus seharusnya dapat
mengendalikan dan mampu mengantisipasi perilaku yang tidak diinginkan
dari anak berkebutuhan khusus dikelas20.
Pelayanan seorang guru pendamping khusus sangat bermanfaat
dan dapat meningkatkan kualitas belajar anak di kelas secara
keseluruhan.Dibutuhkan keterampilan khusus untuk dapat menjadi guru
pendamping khusus.Keterampilan tersebut, guru pendamping khusus dapat
membantu menangani kondisi kekhususan yang seringkali menjadi
gangguan pada kegiatan belajar peserta didik.
2. Peran dan Tugas Guru Pendamping Khusus
Guru pendamping khusus berperan membantu tugas guru kelas
atau guru mata pelajaran dengan mendampingi peserta didik berkebutuhan
19Kustawan, Dedy, op. cit. Hlm 79 20Marti, Alfina, Pendiidkan Inklusif di Sekolah Dasar Kota Padang (dalam E-JUPEkhu),2012,3, hlm. 1-13
40
khusus saat kegiatan pembelajaran21. Menurut Skjorten dkk, dalam
Pengantar Pendidikan Inklusif (2003) peranan guru pendamping khusus,
yaitu :
1) Mendamping guru kelas dalam menyiapkan kegiatan yang
berkaitan dengan materi belajar,
2) Mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam menyelesaikan
tugasnya dengan pemberian instruksi yang singkat dan jelas.
3) Memilih dan melibatkan teman seumur untuk kegiatan yang dapat
dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas.
4) Mempersiapkan anak berkebutuhan khusus pada kondisi rutinitas
yang berubah menjadi positif.
5) Menekankan keberhasilan anak berkebutuhan khusus dan
pemberian rewardyang sesuai dan pemberian konsekuensi
terhadap perilaku yang tidak sesuai.
6) Meminimalisasi kegagalan anak berkebutuhan khusus .
7) Memberikan pengajaran yang menyenangkan kepada anak
berkebutuhan khusus.
8) Menjalankan individual program pembelajaran yang
terindividualisasi (PPI).
Guru pendamping khusus bertugas untuk menjebembatani
instruksi antara guru dan peserta didik berkebutuhan khusus,
mengendalikan perilaku dan interaksi, konsentrasi, serta informasi
ketertinggalan pelajaran22.
Tugas guru pendamping khusus, diantaranya yaitu :
1) Membantu guru kelas mempersiapkan kegiatan.
2) Membimbing penyelesaian tugas peserta didik
berkebutuhan khusus
3) Menyiapkan bermain terstruktur (dalam atau luar kelas).
21Kustawan, Dedy, op. cit. Hlm 80 22Ibid. Hlm. 80
41
4) Mengalihkan obsesi peserta didik berkebutuhan khusus
terhadapbenda tertentu.
5) Mengurangi peserta didik berkebutuhan khusus bertingkah laku
mengulang-ulang.
6) Bersama guru kelas dan guru pembimbing khusus melaporkan
progres pembelajaran.
D. Problematika
1. Pengertian Problematika
Pengertian problematika adalah istilah dari kata problema atau
problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu “problematic” yang artinya
persoalan atau masalah.Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema
berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang dapat menimbulkan
permasalahan23. Pengertian kata problem dalam kamus besar bahasa
Inggris adalah “question to be solved or decided” atau “difficult”24 artinya:
permasalahan atau kesulitan yang harus dicari jalan keluarnya.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengertian problematika
adalah permasalahan yang selalu terjadi perdebatan yang membutuhkan
solusi dalam memecahkannya. Permasalahan dapat pula diartikan sebagai
jarak antara sesuatu yang diharapkan dengan suatu kenyataan yang ada.
Permasalahan dalam kata lain dapat disimpulkan adanya kesenjangan
antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, atau
kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
2. Problematika Guru Pendamping Khusus
Problematika yang dimaksud disini adalah permasalahan yang
dihadapi oleh guru pendamping khusus dalam menangani peserta didik
berkebutuhan khusus.Problematika yang dihadapi guru pendamping
khusus dalam mendampingi peserta didik berkebutuhan tentu beragam.
Implementasi kinerja guru pendamping khusus pun masih banyak
memiliki kekurangan pada saat dilapangan.
23Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 2002, hlm. 276 24AS Hornby, Oxpord Dictionary, Oxpord Universty Press, 1987, London.
42
Sebagian besar dari sistem pendidikan inklusif di Banjarmasin,
masih dihadapkan dengan berbagai problematika.Problematika tersebut
apabila tidak diantisipasi melalui kebijakan-kebijakan khusus
memungkinkan dapat menghalangi perlakuan adil dan akses peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah regular.
Hadirnya guru pendamping khusus tentu menunjang dalam hal
pelaksanaan pendidikan inklusif, namun pada implementasinya terdapat
beberapa masalah, yaitu:
a. Kurangnya pengetahuan guru pendamping khusus tentang peran dan
tugas seorang guru pendamping khusus.
b. Pendidikan yang tidak berlatar belakang pendidikan khusus ataupun
pendidikan luar biasa, sehingga peserta didik berkebutuhan khusus
tidak tertangani secara maksimal.
c. Masih terbatasnya pengetahuan guru reguler tentang pendidikan
inklusif, sehingga guru reguler sangat jarang berkoordinasi dengan guru
pendamping khusus dalam hal pembelajaran peserta didik berkebutuhan
khusus.
d. Masih terbatasnya perhatian dan keseriusan pemerintah dalam
mempersiapkan pendidikan inklusif secara matang dan kompherensif,
terutama dalam aspek sumber daya, kurangnya kursus atau pelatihan
yang diadakan pemerintah untuk tenaga kependidikan sekolah
inkulusif.
E. Kerangka Berpikir
Pemahaman dan kurangnya pengetahuan guru pendamping khusus
tentang seting pendidikan inklusif, sangat berpengaruh pada peserta didik
berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus akan tidak
tertangani secara optimal, sehingga seting pendidikan inklusif tidak
terealisasikan sesuai harapan.
Keberadaan guru pendamping khusus bagi peserta didik berkebutuhan
khusus tentu sangat penting dalam proses kegiatan pembelajaran. Guru
pendamping khusus dituntut untuk memiliki dedikasi yang tinggi, tak
43
gampang menyerah, empati, dan disegani peserta didik25. Hal ini menjadi
syarat utama bagi seorang guru pendamping khusus untuk dapat
mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus.
Keberhasilan dalam mengajar peserta didik berkebutuhan khusus tentu
sangat dipengaruhi oleh sikap guru pendamping khusus.Jika guru memiliki
harapan positif, mendorong anak dengan memberikan kesempatan untuk
belajar dan menguatkan usuha peserta didik berkebutuhan khusus, maka
peserta didik akan mampu terus belajar. Satu hal penting yang harus disadari
adalah menerima perbedaan peserta didik berkebutuhan khusus dan
membantunya agar nyaman berada dikelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru regular, banyak dari
gururegular merasa terganggu apabila munculnya perilaku yang tidak
diharapkan, ketika peserta didik berkebutuhan khusus mengamuk maka kelas
menjadi tidak kondusif dan guru pendamping khusus kurang bisa
memberikan pelayanan yang tepat pada peserta didik berkebutuhan khusus.
Pelayanan yang dimaksud adalah pemberian layanan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus, misal pemberian hukuman apabila peserta didik
berkebutuhan khusus melakukan perilaku yang tidak diinginkan
Pemberian layanan pada peserta didik harus disesuaikan dengan
karakteristik kebutuhan khususnya masing-masing.Seorang guru pendamping
khusus harusnya memiliki pengetahuan tentang pemberian pelayanan
terhadap peserta didik berkebutuhan khusus serta mengerti tentang seting
pendidikan inklusif dan karakteristik peserta didik.Selain itu, guru
pendamping khusus seharusnya bersama-sama guru regular untuk menyusun
program pembelajaran yang sesuai dengan anak berkebutuhan khusus
sehingga setting pendidikan inklusif dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
F. Penelitian yang Relevan
25Kustawan, Dedy, loc.cit. Hlm.79
44
Dalam kajian pustaka ini, peneliti perlu melakukan tinjauan terhadap
penelitian dan literatur penelitian terdahulu yang berhubungan dengan judul
penelitian yang akan diteliti yaitu:
1. Implementasi Kebijakan Tugas Guru Pendamping Khusus pada
pendidikan inklusif di SDN se- Kecamatan Junrejon Batu. PLB FIP INY:
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa guru pendamping khusus
belum melaksanakan tugas seperti melaksanakan PPI serta kurikulum yang
fleksibel.
2. Kompetensi Guru Pendamping Siswa ABK di Sekolah Dasar. IKIP PGRI
Madiun: Hasil penelitian tersebut menunjukan siswa ABK tertangani
dengan baik karena adanya koordinasi antara guru kelas dan guru
pendamping khusus.
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang
sifatnya deskriptif, seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar,
foto, rekaman video dan lain-lain26. Penelitian dengan pendekatan kualitatif
menekankan analisis proses dari proses berpikir secara induktif yang
berkaitan dengan dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dan
senantiasa menggunakan logika ilmiah.
Penelitian kualitatif perlu menekankan pada pentingnya kedekatan
dengan orang-orang dan situasi penelitian, agar peneliti memperoleh
pemahaman jelas tentang realitas dan kondisi kehidupan nyata27. Jadi dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mendekripsikan
kondisi nyata tentang bagaimana problematika guru pendamping khusus di
SDN Gadang 2 Banjarmasin.
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian studi kasus (Case
Research). Penelitian studi kasus adalah penelitian yang meneliti fenomena
kontemporer secara utuh dan menyeluruh pada kondisi yang sebenarnya,
dengan mengunakan berbagai sumber data28. Penelitian studi kasus berupaya
mengungkapkan dan menjelaskan segala sesuatu yang berkaitan dengan objek
yang ditelitinya pada kondisi yang sebenarnya, baik kebaikannya,
kebenarannya, keberhasilannya, maupun kegagalannya secara apa adanya.
26 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2000, hlm.35 27 Ibid, hlm. 35 28 Imam Gunawan, METODE PENELITIAN KUALITATIF Teori & Praktik, Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hlm. 121.
51
46
Beberapa objek yang dapat diangkat sebagai kasus dama penelitin
studi kasus adalah kejadian atau peristiwa, situasi, proses, program, dan
kegiatan29. Pelaksanaan peran dan tugas guru pendamping khusus dapat
dipandang suatu kasus karena mengandung unsur situasi, proses dan program
kegiatan yang dilakukan, sehingga penelitian ini sangat relevan jika
menggunakan jenis penelitian studi kasus.
C. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Gadang 2 Banjaramasin. SDN
Gadang 2 Banjarmasin terletak di Jl. Aes Nasution, Gadang, Banjarmasin
Tengah, Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan.
D. Sumber Data
Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek
dari mana data dapat diperoleh30. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
dua sumber data:
1. Sumber data primer, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti
(atau petugasnya) dari sumber pertamanya31. Adapun yang menjadi
sumber data primer dalam penelitian ini yaitu guru pendamping khusus
dan guru reguler kelas 1, kelas 2 dan kelas 3 serta Kepala Sekolah SDN
Gadang 2 Banjarmasin.
3. Sumber data sekunder, yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh
peneliti sebagai penunjang dari sumber pertama. Dapat juga dikatan data
yang tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen32. Dalam penelitian ini
dokumentasi, foto, catatan hasil kegiatan dan surat-surat merupakan
sumber data sekunder.
E. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Wawancara
29 Ibid, hlm. 125 30 Suharsimi Arikunto, Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm. 89. 31 Sumadi,Suryanata, Metode Kualitatif, Rajawali, Jakarta, 1987, hlm.93 32 Ibid, hlm. 94.
47
Wawancara adalah sebuah dialog antar orang yang mewawancarai
dengan orang yang diwawancarai untuk memperoleh informasi33.
Wawancara dilakukan peneliti untuk mendapatkan berbagai data dan
informasi terkait dengan problematika guru pendamping khusus dalam
menangani peserta didik berkebutuhan khusus kelas 1, kelas 2 dan kelas
3 di SDN Gadang 2 Banjarmasin.Pada saat wawancara, jenis wawancara
yang peneliti gunakan adalah bebas terpimpin, yaitu peneliti membuat
pedoman wawancara yang hanya berupa garis besarnya saja tentang hal-
hal yang ditanyakan dan sesuai dengan data yang diteliti. Dalam
penelitian ini peneliti mewawancarai guru pendamping khusus kelas dan
guru kelas 1, kelas 2 dan 3 dengan penanganan guru pendamping khusus
di SDN Gadang 2 Banjarmasin.
2. Metode Observasi
Observasi adalah cara untuk mengumpulkan data dengan
mengamati atau mengobservasi objek penelitian atau peristiwa baik
berupa manusia, benda mati, maupun alam. Data yang diperoleh adalah
untuk mengetahui sikap dan perilaku manusia, benda mati, atau gejala
alam. Teknik pelaksanaan observasi ini dilakukan secara langsung yaitu
peneliti berada langsung bersama obyek yang diteliti dan tidak langsung
yakni pengamatan yang dilakukan berlangsungnya peristiwa yang
terjadi34. Dalam penelitian ini peneliti mengguanakan observasi non
partisipan yaitu dalam proses kegiatan mengadakan pengamatan
langsung di SDN Gadang 2 Banjarmasin, namun peneliti tidak ikut serta
dalam kegiatan.
3. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data dengan melihat atau
mencatat suatu laporan yang sudah tersedia. Metode ini dilakukan
dengan melihat dokumen-dokumen resmi monografi, catatan, sarta buku-
buku peraturan dan dokumen yang ada35. Dalam penelitian ini metode
33 Suharsimi Ari Kunto, loc. Cit, hlm. 89. 34 Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitia Praktis, Teras, Yogyakarta, 2011, hlm. 87 35 Ahmad Tanzeh, Loc. Cit, hlm. 82
48
dokumetasi dilakukan dengan melihat catatan penting berupa; foto
kegiatan, surat menyurat, dan hal-hal lain yang terkait dengan
problematika guru pendamping khusus.
F. Teknik Analisis Data
Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, maka langkah
selanjutnya yang penting untuk dilakukan yaitu menganalisisnya. Analisis
data merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data (observasi, wawancara, catatan
lapangan, foto, dokumentasi) dengan cara mengorganisasikan data dalam
kategori, menjabarkan dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain36.Proses analisis data terjadi secara simultan atau bolak balik yang
artinya dalam proses analisis data dimulai sejak pengumpulan data sampai
analisis data itu sendiri, proses analisis data dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 3.1.Model Analisis Interaktif: Miles dan Huberman37
36 Sugiyono, loc.cit. hlm 335. 37 Mattew B. Miles & A. Michael Huberman, hlm. 20.
Reduksi data
Kesimpulan penggambaran/verifikasi
Penyajian data (Display data)
Pengumpulan data
49
Menurut Miles dan Huberman menyatakan bahwa analisis data
kualitatif menggunakan kata-kata yang selalu disusun dalam sebuah teks yang
diperluas atau dideskripsikan. Pada saat memberikan makna pada data yang
dikumpulkan, data tersebut diananlisis dan diinterpretasikan.38
Untuk mengetahui problematika guru pemdamping khusus di SD N
Gadang 2 Banjarmasin, langkah-langkah analisis data yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
1. Reduksi data
Reduksi data adalah bentuk analisis yang mengklasifikasikan,
mengarahkan, dan mengatur data sedemikian rupa, sehingga dapat
mengurangi verifikasi data. Mengumpulkan data yang diperoleh dari
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Penjelasan dan pendapat lain bahwa dalam mereduksi data,
peneliti dipandu oleh tujuan penelitian yang akan dicapai. Tujuan utama
dari penelitian kualitatif adalah terletak pada temuan. Oleh karena itu,
apabila peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu
yang dilihat aneh, asing, tidak dikenal, dan belum memiliki pola, justru
inilah yang harus dijadikan titik perhatian dalam melakukan reduksi data.39
1. Penyajian data (Display Data).
Data yang telah berkurang dan kemudian membuat presentasi
data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antara kategori, dan sebagainya. Bentuk yang paling sering
menampilkan data untuk data penelitian kualitatif di masa lalu berupa teks
naratif. Dengan tampilan data, maka data ini disusun, diatur dalam pola
hubungan yang akan dengan mudah dipahami.
2. 3. Mengambil kesimpulan lalu di verifikasi.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi. Disajikan kesimpulan
awal masih tentatif dan akan berubah jika tidak menemukan bukti yang
mendukung pengumpulan data yang kuat pada tahap berikutnya.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan
38 M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, hlm. 306. 39 Sugiyono, hlm. 93.
50
masalah yang dirumuskan sejak awal, dan mungkin saja tidak, karena
seperti yang diketahui masalah dalam penelitian kualitatif masih tentatif dan
akan dikembangkan setelah penelitian di lapangan. Dari penjelasan di atas,
peneliti akan menerapkan tekhnik menggambarkan dan menganalisis data
dari hasil atau penelitian tentang problematika guru pendamping khusus di
SD N Gadang 2 Banjarmasin.
G. Kredibilitas dan Keabsahan Data
Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah melakukan
pengujian terhadap kredibilitas dan keabsahan data dengan menggunakan
teknik triangulasi data. Triangulasi ialah cara menguji informasi dengan
mengumpulkan data melalui metode berbeda dan dalam informan yang
berbeda, penemuan mungkin memperlihatkan bukti penetapan lintas data,
mengurangi dampaknya dari penyimpangan potensial yang bisa terjadi dalam
suatu penelitian40. Tujuan dari triangulasi yaitu meningkatkan pemahaman
peneliti terhadap data atau fakta yang dimilikinya. Triangulasi yang
digunakan dalam penelitian sebagai berikut:
1. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber yaitu menggali kebenaran informasi tertentu
melalui berbagai sumber memperoleh data41. Pengumpulan dan
pengecekan data dilakukan kepada guru pendamping khusus kelas 1, guru
reguler kelas 1 dan kepala sekolah SDN Gadang 2 Banjarmasin.
2. Triangulasi metode
Triangulasi metode yaitu mengecek keabsahan data yang dapat
dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu teknik pengumpulan data
untuk mendapatkan data yang sama42. Triangulasi metode dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengecek data mengenai kemampuan
40Bahri 2003, Imam Gunawan, loc.cit. hlm.218 41Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013),hlm.219. 42 Ibid. hlm.219
51
peran dan tugas guru pendamping yang diperoleh melalui metode
wawancara, observasi dan dokumentasi.
3. Triangulasi Waktu
Triangulasi waktu adalah pengumpulan data yang dilakukan pada
waktu dan kesempatan yang berbeda.
52
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab IV ini merupakan hasil dari keseluruhan temuan lapangan sebagai
jawaban atas fokus dan pertanyaan penelitian: problematika guru pendamping
khusus dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus di SDN Gadang 2
Banjarmasin.
A. Hasil Penelitian
1. Pengetahuan guru pendamping khusus tentang setting pendidikan
inklusif di SDN Gadang 2 Banjarmasin.
Data untuk mengetahui bagaimana pengetahuan guru pendampin
khusus tentang setting pendidikan inklusif di SDN Gadang 2
Banjarmasin diperoleh menggunakan metode wawancara. Wawancara
dilakukan kepada sumber data yaitu guru pendamping khusus kelas 1, 2
dan 3. Pengetahuan guru pendamping khusus tentang makna pendidikan
inklusif merupakan pendidikan tanpa adanya diskriminasi yang dapat
menerima semua siswa (termasuk peserta didik berkebutuhan khusus).
Sebagaimana yang diungkapkan guru: menurut saya pendidikan inklusif
itu adalah pendidikan yang didalamnya menangani anak-anak
berkebutuhan khusus tanpa diskriminasi.43
Secara umum guru pendamping khusus memiliki pengetahuan
tentang makna sebuah pendidikan inklusif, tidak hanya itu pengetahuan
mengenai tujuan, fungsi, dan manfaat dilaksanakannya pendidikan
inklusif. Mengacu pada tujuannya pendidikan inklusif bertujuan
menciptakan sekolah yang ramah anak dan memberikan kesempatan
kepada para penyandang disabilitas untuk dapat bersekolah tanpa
memandang kelainan yang dimilikinya.
Tujuan diterapkannya pendidikan inklusif di SDN Gadang 2
Banjarmasin adalah untuk mewujudkan terciptanya sekolah ramah
43 Wawancara pada tanggal 6 maret 2017 sumber data PV sebagai GPK Kelas 3
59
53
anak selain daripada itu untuk berkontribusi kepada pihak
pemerintah Kota Banjarmasin agar terbentuknya Kota Inklusif di
Banjarmasin44
Pada fungsinya pendidikan inklusif berfungsi untuk menciptakan
lingkungan yang kon dusif bagi semua peserta didik untuk
mengembangkan potensinya. Seperti yang diungkapkan guru
pendamping khusus bahwa: fungsinya semua siswa dapat bersekolah
sesuai dengan kemampuan ataupun potensinya, membuat siswa saling
memahami satu sama lain.45
Menurut paparan guru pendamping khusus kelas 2 di SDN Gadang
2 Banjarmasin manfaat pendidikan inklusif sendiri memiliki manfaat
yang cukup banyak, misalnya peserta didik berkebutuhan khusus dapat
bersosialisasi dengan siswa reguler, orang tua merasa tenang karena
terdapat guru pendamping khusus yang menangani peserta didik
berkebutuhan khusus, sekolah akan lebih dikenal sebagai alternatif yang
akan menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat, bagi masyarakat sekitar
dapat lebih terbuka dalam menghargai peserta didik berkebutuhan
khusus, pemerintah daerah dengan adanya sekolah inklusi dapat
membantu kesejahteraan kaum difabel yang merupakan bagian dari
masyarakat,
manfaat bagi anak ABK dapat bersosialisasi dengan teman-teman,
belajar mengenal lingkungan luar. orangtua & sekolah, orangtua
dapat lebih tenang meninggalkan anak disekolah karena ada guru
pendamping yg akan membantu mengawasi dan mendidik anaknya.
Bagi sekolah akan lebih dikenal sebagai sekolah penyelenggara
inklusi yg akan menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat, dan
dimudahkan dalam pembantuan pembangunan dari pihak dinas
pendidikan.bagi masyarakat sekitar dapat lebih belajar berfikiran
44 Wawancara pada tanggal 8 maret 2017 sumber data FH sebagai GPK kelas 1 45 Wawancara pada tanggal 7 maet 2017 sumber data LL sebagai GPK kelas 2
54
terbuka dalam menghargai anak dengan keistimewaannya,
pengalaman juga menunjukan bahwa masyarakat sekitar bisa
membantu jika anak mencoba keluar pagar & sebagainya. Bagi
pemerintah daerah dengan adanya sekolah inklusi membantu untuk
kesejahteraan kaum difabel yg merupakan bagian dari masyarakat,
semakin mampu anak berbaur ataupun mandiri maka semakin baik
tingkat kesejahteraan rakyatnya, penghargaan dari pusat juga
akan membantu pembangunan kota yg nantinya akan berdampak
pada pembangunan kota yg lebih aksesibel.46
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru pendamping khusus di
kelas 1, 2 dan 3 sudah paham/ mengetahui apa yang dimaksud dengan
pendidikan inklusif. Pengetahuan yang telah dimiliki guru pendamping
khusus di SD N Gadang 2 ini diharapkan sebagai salah satu penunjang
agar terealisasinya pendidikan inklusif.
2. Peran dan tugas seorang guru pendamping khusus di SDN Gadang 2
Banjarmasin.
Guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin
menjalankan peran dan tugasnnya dalam mendampingi peserta didik
berkebutuhan khusus mengikuti karakteristik dan kemampuan peserta
didik berkebutuhan khusus. Bahkan guru pendamping khusus menyusun
materi ajar sendiri disesuaikan dengan kemampuan peserta didik
berkebutuhan khusus. Seperti yang diungkapkan guru pendamping
khusus: Iya tapi terkadang hanya membantu mengarahkan atau membuat
materi dan soal yang lebih sederhana agar anak dapat menyelesaikan
tugasnya sendiri.47
Guru pendamping khusus dalam melakukan peran untuk
mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus tidak hanya terpusat
ketika berkegiatan di dalam kelas tetapi juga kegiatan di luar kelas,
seperti belajar bersosialisasi dengan temannya. Seperti pernyataan guru
46 Wawancara pada tanggal 7 maet 2017 sumber data LL sebagai GPK kelas 2 47 Wawancara pada tanggal 7 maet 2017 sumber data LL sebagai GPK kelas 2
55
pendamping khusus: tentu, ABK tidak hanya diajarkan untuk belajar
materi tetapi juga belajar bersosialisai terhadap sesamanya.48
Guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin dalam
menjalankan perannya tidak bekerjasama dengan guru reguler dalam
menyiapkan materi ajar. Guru reguler lah yang menentukan materi
kemudian mengkomunikasikan kepada guru pendamping khusus,
sehingga guru pendamping khusus dapat merencanakan apa yang dapat
dilakukan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang didampingi.
Seperti yang diungkapkan guru pendamping khusus: tidak, namun tetap
saling berkomunikasi tentang persiapan dan apa yang harus dilakukan
terhadap ABK yang didampingi.49
Berdasarkan hasil observasi pemberian konsekuensi terhadap
peserta didik berkebutuhan khusus dilakukan dengan memberi teguran
atau mengambil benda kesukaan peserta didik berkebutuhan khusus
sebagai konsekuensinya. Pemberian konsekuensi juga dilakukan dengan
sangat hati-hati oleh guru pendamping khusus, hal ini karena guru
pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin digaji oleh orang tua
peserta didik bukan dari sekolah, sehingga timbul ketakutan untuk
memberikan konsekuensi yang melebihi teguran.
Pemberian layanan khusus terhadap ABK tertuang dalam Program
Pembelajaran Individu (PPI). Pembuatan PPI merupakan tugas utama GPK
sebelum menangani ABK. Namun hasil wawancara dan observasi di
lapangan menunjukkan di SDN Gadang 2 Banjarmasin, GPK menjalankan
tugas mendampingi ABK hanya mengikuti arahan yang disampaikan guru
reguler dan cenderung memaksakan ABK untuk mengikuti pembelajaran
yang sama dengan siswa pada umumnya. PPI yang tidak dibuat oleh GPK
di SDN Gadang 2 Banjarmasin. Seperti pernyataan GPK: Dalam hal
menjalankan program pembelajaran individual saya tidak pernah diminta
48 Wawancara pada tanggal 8 maret 2017 sumber data FH sebagai GPK kelas 1 49 Wawancara pada tanggal 8 maret 2017 sumber data FH sebagai GPK kelas 1
56
untuk menjalankan itu. Guru kelas pun tidak pernah menyuruh saya
melakukan program tersebut.”50
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pendamping khusus,
tugas GPK yang dilaksanakan oleh GPK di SDN Gadang 2 Banjarmasin
diantaranya yaitu:
a. Membantu guru kelas dalam mempersiapkan peserta didik
bekebutuhan khusus agar dalam keadaan kondusif sebelum kegiatan
pembelajaran dimulai
b. Membimbing peserta didik menyelesaikan tugas peserta didik
berkebutuhan khusus sampai selesai walaupun memerlukan tambahan
waktu dan memakai waktu istirahat peserta didik
c. Mengalihkan obsesi peserta didik berkebutuhan khusus terhadap objek
tertentu
d. Mengurangi peserta didik berkebutuhan khusus bertingkah laku
mengulang-ulang
Tugas guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin
yang terealisasikan dengan baik, diantaranya menyiapkan bermain
terstruktur di dalam kelas ataupun di luar kelas. Di dalam kelas tersedia
berbagai mainan yang dapat dimanfaatkan guru pendamping khusus
mengajak peserta didik berkebutuhan khusus bermain berkelompok
dengan siswa reguler. Kegiatan di luar kelas yakni mengajak peserta didik
berkebutuhan khusus senam bersama dengan teman-temannya. Seperti
yang diungkapkan guru pendamping khusus: Iya di dalam kelas sudah
tersedia berbagai mainan, namun ada beberapa yang sudah hilang. kadang
kami keluar kelas untuk bersama dengan kelas lain untuk senam.51
Berdasarkan hasil observasi lapangan guru pendamping khusus
cenderung membiarkan peserta didik berkebutuhan khusus saat diluar
kelas, peserta didik berkebutuhan khusus dibiarkan bermain walaupun
sering berperilaku mengganggu dan merusak. Pada saat di dalam kelas
50 Wawancara pada tanggal 6 maret 2017 sumber data PV sebagai GPK Kelas 3 51 Wawancara pada tanggal 6 maret 2017 sumber data PV sebagai GPK Kelas 3
57
guru pendamping khusus terlihat fokus agar peserta didik berkebutuhan
khusus tetap memperhatikan pembelajaran.
Guru pendamping khusus juga memiliki tugas bersama guru
reguler dalam melaporkan progres pembelajaran peserta didik
berkebutuhan khusus. Pada pelaksanaannya, guru pendamping khusus di
SDN Gadang 2 Banjarmasin memiliki buku pendampingan yang berisi
laporan progres pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus. Buku ini
akan diberikan kepada orang tua pada tiap akhir semester bersama dengan
raport hasil belajar siswa.
setiap akhir semester sebagai guru pembimbing harus membuat
laporan perkembangan anak. Saat pembagian raport akhir
semester baru di laporkan ke orang tua.52
Kendala yang dihadapi guru pendamping khusus di SDN Gadang 2
Banjarmasin adalah kurangnya pemahaman orang tua terhadap kondisi dan
kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus, sehingga orang tua
mempunyai tuntutan yang besar terhadap guru pendamping khusus.
Berdasarkan hasil observasi guru pendamping khusus di SDN
Gadang 2 Banjarmasin juga mengalami kesulitan untuk mengejar
pembelajaran yang diajarkan. Hal ini terjadi karena tidak adanya pembeda
dalam kegiatan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus
maupun peserta didik pada umumnya, sehingga anak peserta didik
berkebutuhan khusus sering melewatkan waktu istirahat.
Harapan guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin
dalam rangka mengoptimalkan kinerja guru pendamping khusus yaitu
adanya forum komunikasi orang tua peserta didik berkebutuhan khusus
sehingga orang tua akan paham tentang kondisi anaknya yang penyandang
disabilitas. Tersedianya sarana dan prasarana misalnya laboratorium untuk
menangani peserta didik berkebutuhan khusus. Selain itu guru pendamping
khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin juga berharap adanya kepedulian
dinas pendidikan provinisi Kalimantan Selatan dengan sering diadakannya
52 Ibid
58
pelatihan dan memberikan kesejahteraan kepada guru pendamping khusus
seperti dengan diberikan tunjangan provinsi.
Harapannya dengan mengoptimalkan kinerja GPK ,ABK beserta
orang tua/wali murid dapat lebih memahami tentang disabilitas,
Terdapat lab disekolah dan tunjangan propinsi, pemerintah lebih
optimal memperhatikan pendidikan inklusif ini, terutama dalam
menyediakan guru pembimbing khusus dan sering mengadakan
pelatihan.53
Hasil penelitian terkait peran dan tugas seorang guru pendamping
khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin menunjukkan bahwa guru
pendamping khusus sudah memiliki pengetahuan akan tugas dan peran
menjadi seorang guru pendamping khusus. Namun pada realisasinya ada
beberapa tugas utama yang tidak dijalankan seperti pembuatan program
pembelajaran individual (PPI) dan tidak adanya kerjasama antara guru
reguler dengan guru pendamping khusus dalam menentukan materi ajar.
Selebihnya sudah dijalankan guru pendamping khusus dengan baik, seperti
pendampingan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tidak hanya di
dalam kelas tetapi juga di luar kelas, dan adanya laporan progres
perkembangan peserta didik berkebutuhan khusus setiap akhir semester.
3. Koordinasi guru pendamping khusus dan guru regular dalam
menanganai peserta didik berkebutuhan khusus dalam proses
perencanaan dan pembelajaran di SDN Gadang 2 Banjarmasin
Pelaksanaan identifikasi di SDN Gadang 2 Banjarmasin untuk
mengetahui latar belakang dan kebutuhan masing-masing peserta didik
berkebutuhan khusus tidak berjalan secara prosedur identifikasi dan
asesmen. Guru pendamping khusus tidak dilibatkan dalam proses
identifikasi dan asesmen, padahal guru pendamping khusus lah yang
memiliki latar belakang pendidikan luar biasa sehingga lebih mengetahui
53 Wawancara pada tanggal 7 maet 2017 sumber data LL sebagai GPK kelas 2
59
karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus berdasarkan ketunaannya.
Proses identifikasi dan asesmen yang dilakukan di SDN Gadang 2
Banjarmasin dengan mewajibkan peserta didik berkebutuhan khusus
membawa surat keterangann dari psikolog. Seperti pernyataan guru
pendamping khusus: Disekolah mewajibkan untuk anak membawa surat
keterangan dari psikolog. Iya sekolah melakukan identifikasi dan asesmen
saat awal masuk, namun guru pendamping tidak pernah terlibat.54
SDN Gadang 2 Banjarmasin dalam pelaksanaan identifikasi dan
asesmen dilakukan oleh tim penerimaan siswa baru yakni guru reguler
yang tidak berlatar belakang pendidikan luar biasa. Dalam pelaksanan
identifikasi dan asesmen di SDN Gadang 2 Banjarmasin ini, tidak terjalin
kerjasama antara guru reguler dan guru pendamping khusus, sehingga
dalam membuat keputusan pendidikan kurang tepat. Sebagaimana
pernyataan guru pendamping khusus: tidak karena saya bukan tim
penerimaan siswa baru.
Tidak dilibatkan dalam proses identifikasi dan asesmen membuat
guru pendamping khusus mengalami kesulitan dalam menyesuaikan
program pembelajaran yang fleksibel bagi anak. Peserta didik
berkebutuhan terlihat dipaksa untuk menyelesaikan tugas yang mereka
belum mampu untuk mengerjakan. Peserta didik berkebutuhan khusus
sering terlambat istirahat dan pulang sekolah dikarenakan harus
menyelesaikan tugas yang diberikan.
Pelaksanaan mengenai kurikulum yang fleksibel tidak
direalisasikan di SDN Gadang 2 Banjarmasin. Guru pendamping khusus
pada dasarnya ingin membuat kurikulum yang fleksibel. Namun, rencana
tersebut tidak terealisasikan karena masih minimnya pengetahuan guru
pendamping khusus tetang bagaimana kurikulum fleksibel yang sesuai
dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus berdasarkan
ketunaannya. Selain itu belum terjalin kerjasama dan komunikasi yang
baik antara guru reguler dengan guru pendamping khusus.
54 Wawancara pada tanggal 7 maet 2017 sumber data LL sebagai GPK kelas 2
60
SDN Gadang 2 Banjarmasin walaupun sudah menjadi
penyelenggara inklusif tetapi masih menggunakan kurikulum umum bagi
peserta didik berkebutuhan khusus dan tidak dibedakan, sehingga terlihat
di lapangan guru pendamping khusus kewalahan untuk membantu peserta
didik menyelesaikan tugas sesuai kurikulum pada umumnya.
Tidak memakai, disamakan saja dengan yang lainnya seperti KTSP.
Saya dampingi mereka bahkan sampai memakai waktu istirahat,
asalkan tugas mereka selesai dikerjakan.55
Pada tahap persiapan pembelajaran di SDN Gadang 2 Banjarmasin
tidak pernah koordinasi antara guru pedamping khusus dan guru reguler,
mengenai mata pelajaraan yang akan diajarkan, alokasi waktu, sumber
belajar yang digunakan, maupun pembuatan bahan remedial dan
pengayaan bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Oleh karena itu guru
pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin tidak pernah
mengajarkan pembelajaran yang fleksibel bagi peserta didik berkebutuhan
khusus, materi pelajaran mengikuti guru reguler.
Kalau dalam proses pembelajaran terkadang guru kelas ikut
membantu dalam menenangkan anak, cuma dalam pembelajaran
ya materinya saja tidak disedeharnakan makanya agak susah
mengajarinya.56
Proses kegiatan pembelajaran inklusif di SDN Gadang 2
Banjarmasin berjalan dengan cukup baik. Berdasarkan hasil observasi
GPK dan guru reguler mampu bekerjasama dalam memberikan intervensi
untuk peserta didik berkebutuhan khusus dapat belajar serta mampu saling
bekerjasama menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk
pembelajaran. Namun, dalam proses kegiatan pembelajaran belum terdapat
penyesuain materi pembelajaran dengan kemampuan peserta didik
55 Wawancara pada tanggal 6 maret 2017 sumber data PV sebagai GPK Kelas 3 56 Wawancara pada tanggal 6 maret 2017 sumber data PV sebagai GPK Kelas 3
61
berkebutuhan khusus sehingga guru pendamping khusus banyak
membantu peserta didik berkebutuhan khusus dalam menyelesaikan soal.
Hasil penelitian terkait koordinasi guru pendamping khusus dan
guru regular dalam menangani peserta didik berkebutuhan khusus dalam
proses perencanaan dan pembelajaran di SDN Gadang 2 Banjarmasin
menunjukkan bahwa tidak adanya koordinasi yang baik antara guru
pendamping khusus dan guru reguler dalam merencanakan pembelajaran
untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Hal ini terlihat dalam proses
identifikasi dan asesmen guru pendamping khusus tidak dilibatkan
sehingga dalam membuat perencanaan pembelajaran tidak tepat. Peserta
didik berkebutuhan khusus masih dipaksakan mengikuti standar kurikulum
yang umum, tidak dibuatkan kurikulum yang fleksibel sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Namun
pada proses pembelajaran sudah terdapat kerjasama yang baik antara guru
pendamping khusus dan guru reguler dalam menciptakan suasana
pembelajaran yang kondusif.
B. Pembahasan Data Penelitian
Berikut ini disajikan pembahasan data temuan penelitian. Pembahasan
temuan penelitian ini merupakan diskusi antara temuan penelitian dengan
teori yang ada, temuan penelitian terdahulu yang relevan, maupun
pengalaman penulis sendiri.
Bedasarkan deskripsi penyajian data penelitian terhadap problematika
guru pendamping khusus dalam menangani peserta didik berkebutuhan
khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin, maka berikut ini disajikan
pembahasan data temuan penelitian. Sebagaimana pemaparan pada temuan
data penelitian, pada pembahasan data penelitian ini ada empat kategori besar
yang peneliti bahas sesuai dengan sub pertanyaan penelitian, yaitu : (1)
pengetahuan guru pendamping khusus tentang seting pendidikan inklusif, (2)
pengetahuan guru pendamping khusus tentang peran dan tugas seorang guru
pendamping khusus, (3) cara guru pendamping khusus berkoordinasi dengan
62
guru regular dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran peserta
didik berkebutuhan khusus.
1. Pengetahuan guru pendamping khusus tentang setting pendidikan
inklusif di SDN Gadang 2 Banjarmasin.
Pada penelitian ini peneliti mengungkapkan bahwa guru
pendamping khusus kelas I, II, dan III di SDN Gadang 2 Banjarmasin
sudah paham/ mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif.
Pengetahuan guru pendamping khusus tentang makna pendidikan inklusif
merupakan pendidikan tanpa adanya diskriminasi yang dapat menerima
semua siswa (termasuk peserta didik berkebutuhan khusus). Pendidikan
inklusif adalah pendidikan yang tidak diskriminatif. Pendidikan yang
memberikan layanan terhadap semua anak tanpa memandang fisik, mental,
intelektual, sosial, emosi, ekonomi, jenis kelamin, suku, budaya, tempat
tinggal, bahasa dan sebagainya. Semua anak belajar bersama-sama, baik di
kelas/sekolah formal maupun non formal yang berada di tempat tinggalnya
yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak57.
Pada fungsi pendidikan inklusif guru pendamping khusus
mengungkapkan fungsi pendidikan inklusif di SDN Gadang 2 Banjarmasin
semua siswa dapat bersekolah sesuai dengan kemampuan ataupun
potensinya, membuat siswa saling memahami satu sama lain. Fungsi
selanjutnya adalah untuk menjamin semua peserta didik mendapatkan
kesempatan dan akses yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhannya dan bermutu di berbagai jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan58.
Menurut paparan guru pendamping khusus kelas 2 di SDN
Gadang 2 Banjarmasin manfaat pendidikan inklusif sendiri memiliki
manfaat yang cukup banyak, misalnya peserta didik berkebutuhan khusus
dapat bersosialisasi dengan siswa reguler, orang tua merasa tenang karena
terdapat guru pendamping khusus yang menangani peserta didik
57 Ibid. Hlm.8 58 Ibid. Hlm. 10
63
berkebutuhan khusus, sekolah akan lebih dikenal sebagai alternatif yang
akan menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat. Sesuai dengan teori
bahwa manfaat pendidikan inklusif bagi sekolah yaitu pencitraan sekolah
meningkat, sekolah lebih terbuka, ramah dan tidak mendiskriminasi.
Sekolah dapat meningkatkan mutu pendidikan secara kompherensif bagi
semua peserta didik. Sekolah dapat meningkatkan akses bagi semua
peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan yang baik59.
2. Peran dan tugas seorang guru pendamping khusus di SDN Gadang 2
Banjarmasin.
Guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin dalam
melaksanakan peran dan tugas sebagai guru pendamping khusus
dilaksanakan cukup optimal. Hal ini terlihat guru pendamping khusus
menyusun materi ajar sendiri disesuaikan dengan kemampuan peserta
didik berkebutuhan khusus serta melihat karakteristiknya. Guru
pendamping khusus dalam melakukan peran untuk mendampingi peserta
didik berkebutuhan khusus tidak hanya terpusat ketika berkegiatan di
dalam kelas tetapi juga kegiatan di luar kelas, seperti belajar bersosialisasi
dengan temannya. Seyogyanya peranan seorang guru pendamping khusus
menjadi hal yang penting untuk menciptakan sekolah inklusif yang
diharapkan. Guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin
dalam menjalankan perannya tidak bekerjasama dengan guru reguler
dalam menyiapkan materi ajar. Guru reguler lah yang menentukan materi
kemudian mengkomunikasikan kepada guru pendamping khusus, sehingga
guru pendamping khusus dapat merencanakan apa yang dapat dilakukan
terhadap peserta didik berkebutuhan khusus yang didampingi. Hal
tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70
Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
59Ibid. Hlm 13.
64
dijelaskan bahwa satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif
menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi
kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minta dan
potensinya. Kemudian dijelaskan pula bahwa pembelajaran perlu
mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang disesuaikan dengan
karakteristik belajar peserta didik. Begitu pula dengan penilaian,
dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar mengacu pada kurikulum yang
bersangkutan.
Pemberian layanan khusus terhadap ABK tertuang dalam
Program Pembelajaran Individu (PPI). Namun hasil wawancara dan
observasi di lapangan menunjukkan di SDN Gadang 2 Banjarmasin, GPK
menjalankan tugas mendampingi ABK hanya mengikuti arahan yang
disampaikan guru reguler dan cenderung memaksakan ABK untuk
mengikuti pembelajaran yang sama dengan siswa pada umumnya. PPI
tidak dibuat oleh GPK di SDN Gadang 2 Banjarmasin. Sesuai dengan
teori, problematika berarti hal yang belum dapat dipecahkan, yang dapat
menimbulkan permasalahan60. Adapun peran dan tugas yang dilakukan
oleh guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin, yaitu:
a. Membantu guru kelas dalam mempersiapkan peserta didik
bekebutuhan khusus
b. Membimbing peserta didik menyelesaikan tugas peserta didik
berkebutuhan khusus
c. Mengalihkan obsesi peserta didik berkebutuhan khusus terhadap objek
tertentu
d. Mengurangi peserta didik berkebutuhan khusus bertingkah laku
mengulang-ulang
Guru pendamping khusus di SDN Gadang 2 Banjarmasin sudah
memiliki pengetahuan akan tugas dan peran menjadi seorang guru
pendamping khusus. Namun pada realisasinya ada beberapa tugas utama
60 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 2002, hlm. 276
65
yang tidak dijalankan seperti pembuatan program pembelajaran individual
(PPI) dan tidak adanya kerjasama antara guru reguler dengan guru
pendamping khusus dalam menentukan materi ajar. Sedangkan tugas
pendamping khusus yaitu membantu guru kelas mempersiapkan kegiatan,
membimbing penyelesaian tugas peserta didik berkebutuhan khusus,
menyiapkan bermain terstruktur (dalam atau luar kelas), mengalihkan
obsesi peserta didik berkebutuhan khusus terhadap benda tertentu,
mengurangi peserta didik berkebutuhan khusus bertingkah laku
mengulang-ulang, serta bersama guru kelas dan guru pembimbing khusus
melaporkan progres pembelajaran61.
Hal di atas menunjukkan beberapa peran dan tugas guru
pendamping khusus yang tidak terlaksana di SDN Gadang 2 Banjarmasin,
diantaranya yaitu, guru pendamping khusus tidak bekerjasama dengan
guru reguler dalam menyiapkan materi ajar, GPK tidak membuat program
PPI jadi GPK hanya mengikuti arahan yang disampaikan guru reguler
sehingga pembelajaran untuk ABK cenderung dipaksakan. Sedangkan
berdasarkan teori Guru pembimbing khusus adalah guru yang berlatar
belakang S1 PLB dan atau guru yang telah mengikuti Diklat Pendidikan
Inklusif. Guru pembimbing khusus bertugas bukan sebagai guru kelas,
guru mata pelajaran dan guru konseling, melainkan melaksanakan tugas
sebagai guru khusus yang berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran anak
berkebutuhan khusus. Guru pembimbing khusus melaksanakan tatap muka
pembelajaran minimal 6 jam/minggu, selebihnya bertugas sebagai
pembimbingan khusus62.
61 Takdir, Mohammad Ilahi, Pendidikan Inklusif Konsep & Aplikasi, Ar-Ruzz Media, Jakarta,2013, hlm. 81 62 Hasyim, Yahya, Pendidikan Inklusif di SMKN 2 Malang dalam Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan, 2013,2, hlm. 112-121
66
3. Koordinasi guru pendamping khusus dan guru regular dalam
menanganai peserta didik berkebutuhan khusus dalam proses
perencanaan dan pembelajaran di SDN Gadang 2 Banjarmasin
Kegiatan pelaksanaan perencanaan dan pembelajaran
penyelenggara pendidikan inklusif seyogyanya harus disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus. Pada penerapan
perencanaan dan pembelajaran pada sekolah inklusif guru pendamping
khusus dan guru reguler merupakan komponen yang mengambil peranan
penting dalam kegiatan tersebut. Pelaksanaan perencanaan dan
pembelajaran pendidikan inklusif tidak akan berjalan dengan baik jika
tidak adanya koordinasi antara guru pendamping khusus dan guru reguler.
Kegiatan perencanaan dan pembelajaran pada pendidikan inklusif
mencakup identifikasi, asesmen, kurikulum yang fleksibel, persiapan
belajar, dan proses pembelajaran dengan prinsip pembelajaran yang aktif,
inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM)63.
Pelaksanaan identifikasi di SDN Gadang 2 Banjarmasin guru
pendamping khusus tidak dilibatkan dalam proses identifikasi dan
asesmen, padahal guru pendamping khusus lah yang memiliki latar
belakang pendidikan luar biasa sehingga lebih mengetahui karakteristik
peserta didik berkebutuhan khusus berdasarkan ketunaannya. Proses
identifikasi dan asesmen di sekolah tersebut mewajibkan peserta didik
berkebutuhan khusus membawa surat keterangan dari psikolog. Sehingga
guru pendamping tidak pernah terlibat. Padahal menurut teori Identifikasi
merupakan suatu kegiatan atau upaya yang digunakan untuk menemukan
anak berkebutuhan khusus sesuai dengan jenis kelainannya atau sesuai
dengan hambatan/gangguannya. Tujuannya yaitu untuk membantu
memecahkan permasalahan yag dihadapi anak berkebutuhan khusus
supaya perkembangan yang dicapai sesuai dengan potensi yang
63 Kustawan, Dedy, loc. cit. Hlm 66.
67
dimilikinya. Cara mengidentifikasi dapat dilakukan oleh guru masing-
masing anak bersama-sama dengan guru yang lain.22 Sedangkan asesmen
adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang perkembangan
peserta didik engan mempergunakan alat dan teknik yang sesuai untuk
membuat keputusan pendidikan berkenaan dengan penempatan dan
program bagi peserta didik tersebut. Melalui asesmen dapat diketahui
kemampuan apa yang sudah dimilikinya, apa yang belum atau
kelemahannya dan apa yang menjadi kebutuhan peserta didik, sehingga
dapat dirancang program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
peserta didik.
Prinsip pendidikan yang disesuaikan pada satuan pendidikan
umum dan satuan pendidikan kejuruan seting pendidikan inklusif
menyebabkan adanya tuntutan dan penyesuaian yang besar terhadap
guru di sekolah tersebut. Untuk mengimplementasikannya maka di
satuan pendidikan umum atau satuan pendidikan kejuruan perlu
menyusun kurikulum yang flkesibel yaitu adanya penyesuaian-
penyesuaian pada komponen kurikulum seperti pada tujuan, isi atau
materi, proses dan evaluasi atau penilaian. Pelaksanaan mengenai
kurikulum yang fleksibel tidak di realisasikan di SDN Gadang 2
Banjarmasin. Hal itu dikarenakan minimnya pengetahuan guru
pendamping khusus tentang bagaimana kurikulum yang fleksibel sesuai
ketunaannya. Selain itu belum terjalin kerjasama dan komunikasi yang
baik antara guru reguler dengan guru pendamping khusus.
Kegiatan perencanaan dan pembelajaran merupakan salah satu
upaya dalam menciptakan pendidikan inklusif sesuai harapan, jadi
dalam proses perencanaan dan pembelajaran bukan hanya peserta didik
yang mengikuti sistem namun sistem yang mengikuti peserta didik.
Proses kegiatan pembelajaran inklusif di SDN Gadang 2 Banjarmasin
berjalan dengan cukup baik. Berdasarkan hasil observasi GPK dan guru
reguler mampu bekerjasama dalam memberikan intervensi untuk peserta
didik berkebutuhan khusus dapat belajar serta mampu saling
68
bekerjasama menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk
pembelajaran. Namun, dalam proses kegiatan pembelajaran belum
terdapat penyesuain materi pembelajaran dengan kemampuan peserta
didik berkebutuhan khusus sehingga guru pendamping khusus banyak
membantu peserta didik berkebutuhan khusus dalam menyelesaikan soal.
Dalam hal ini seyogyanya sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
dapat mengupayakan adanya kerjasama dengan pemerintah daerah maupun
berbagai pihak terkait untuk dapat memfasilitasi atau menghadirkan tenaga
kerja guru pembimbing khusus dan berbagai pelatihan baik untuk guru
pendamping khusus, guru reguler, dan kepala sekolah agar kegiatan
perencanaan dan pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus
berjalan secara optimal.
69
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka
dapat disimpulkan bahwa prolematika guru pendamping khusus dalam menangani
peserta didik berkebutuhan khusus di SDN Gadang 2 Banjarasmin yaitu sebagai
berikut:
1. Guru pendamping khusus memiliki pengetahuan umum tentang
pendidikan inklusif, guru pendamping khusus mengetahui bahwa pada
dasarnya pendidikan inklusif merupakan pendidikan tanpa diskriminasi,
guru pendamping khusus juga memiliki pengetahuan mengenai tujuan,
fungsi dan manfaat dilaksanakannya pendidikan inklusif.
2. Guru pendamping khusus menjalankan peran dan tugasnya dalam
mendampingi anak berkebutuhan khusus berdasarkan karakteristik dan
kemampuan peserta didik. Namun guru pendamping khusus tidak
bekerjasama dengan guru reguler dalam menyiapkan materi ajar.
3. Koordinasi guru pendamping khusus dan guru reguler dalam menangani
peserta didik berkebutuhan khusus masih kurang. Guru pendamping
khusus tidak dilibatkan dalam proses identifikasi dan asesmen.
Pelaksanaan mengenai kurikulum yang fleksibel tidak direalisasikan,
karena minimnya pengetahuan guru pendamping khusus tentang
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, maka saran yang dapat
diajukan antara lain:
1. Bagi Guru Pendamping Khusus
Guru pendamping khusus dalam melaksanakan peran dan tugasnya agar
dapat menggali lebih banyak lagi tentang pendidikan inklusif dan
penanganan peserta didik berkebutuhan khusus.
2. Bagi Guru Reguler
81
70
Guru reguler dalam melaksanakan perencanaan dan pembelajaran untuk
peserta didik berkebutuhan khusus agar dapat melihat karakteristik anak
dan menyesuaikan pembelajaran dengan kamampuan anak.
3. Bagi Kepala Sekolah
Perlunya mengadakan pelatihan dan bekerjasama dengan instansi terkait
untuk meningkatkan kemampuan guru pendamping khusus dan guru
reguler dalam menjalankan sistem pendidikan inklusif.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Tanzeh. 2011. Metodologi Penelitian Praktis. Yogyakarta: Teras.
Ghony, M. Djunaidi. & Fauzan Almanshur. (2014). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Hadari, Nawawi. 2000. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Imam, Gunawan. 2013. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta:
Bumi Aksara.
Miles, Mattew B. and A. Michael Huberman. (1994). Qualitative Data Analysis.
Thousand Oaks: Sage.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi, Ari Kunto. 1991. Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sumadi, Suryabrata. 1987. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali.