Download - Produktivitas pendidikan islam
PRODUKTIVITAS PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Afiful Ikhwan*
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………… i
Kata Pengantar …………………………………………………… ii
Daftar Isi …………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………….…………………….. 2
C. Tujuan Masalah .......................................................... 2
D. Sistematika Penulisan ………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendahuluan …………. …………...…………………. 3
B. Pengertian …………. …………...…………………..... 5
B. Penjelasan Efisiensi dan Produktivitas .……..……….. 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ………………………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 20
BAB I* Dosen Tarbiyah STAIM Tulungagung dan Mahasiswa Program Doktor MPI UIN Malang
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat dunia, dari waktu ke waktu mengalami perubahan dalam segala
aspeknya. Berbagai penemuan dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi, menyebabkan jarak / gap antar masyarakat di dunia, semakin menyempit.
Globalisasi pun menjadi sebuah fenomena tak terhindarkan.
Salah satu bidang yang mengalami “lompatan besar” dalam kehidupan
masyarakat , adalah bidang pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
sangat terasa dampaknya , sekaligus juga menimbulkan efek berantai yang sangat besar
dalam perubahan masyarakat.
Dampak perubahan di bidang pendidikan khususnya pendidikan Islam terhadap
masyarakat, terasa sangat besar dan panjang, mengingat pendidikan menyentuh
langsung persoalan-persoalan sumber daya manusia (SDM). Apalagi jika dikaitkan
dengan pembangunan masyarakat / bangsa secara keseluruhan , dimana pendidikan
menjadi bagian penting dalam “character building” dan “nation building”.
Pentingnya pendidikan dalam konteks pembangunan suatu bangsa, pada
akhirnya menyebabkan hampir semua bangsa di dunia meletakan pendidikan sebagai
prioritas dan titik perhatian. Anggaran pendidikan pun di munculkan dalam jumlah yang
cukup besar. Di Indonesia misalnya, anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari
APBN yang ada, walaupun dalam realisasinya, angka sebesar itu belum benar-benar
terpenuhi.
Pembangunan bidang pendidikan, kemudian akan bersentuhan langsung pada persoalan
paling prinsip, yakni ke-bermutuan pendidikan itu sendiri. Artinya, bahwa untuk
mampu mencapai tujuan-tujuan suatu bangsa, maka pendidikan harus dilaksanakan
secara bermutu / berkualitas.
Dalam konteks inilah, kemudian ke-bermutuan pendidikan Islam akan terkait
dengan beberapa hal, yaitu : efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas. Persoalan kemudian
adalah, apa sesungguhnya yang dimaksud dengan pendidikan yang bermutu itu ?
Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pendidikan yang bermutu? Apakah
pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan kita sudah bermutu? dan banyak lagi
persoalan-persoalan lainnya yang membutuhkan jawaban.
B. Rumusan Masalah
2
1. Apakah pendidikan yang berkualitas itu ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mutu pendidikan ?
3. Bagaimana tingkat produktivitas penyelenggaraan pendidikan di sekolah ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui bagaimana pendidikan yang berkualitas itu
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mutu pendidikan
3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat produktivitas penyelenggaraan pendidikan
di sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
PRODUKTIVITAS PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendahuluan
Produktivitas pendidikan menjadi harapan semua elemen dalam organisasi
pendidikan. Produktivitas pendidikan, bagaimanapun juga dalam prosesnya ditentukan
oleh produktivitas keputusan. Pendidikan yang produktif diwujudkan oleh keputusan
yang produktif juga. Tidak ada produktivitas tanpa keputusan. Semakin produktif suatu
keputusan semakin memungkinkan produktivitas pendidikan dalam suatu lembaga
pendidikan. Semakin jarang suatu keputusan diambil, maka makin mengurangi
produktivitas pendidikan.
Produktivitas pendidikan ini menunjukkan bukan hanya sebagai pertanda bahwa
unit-unit organisasi telah berjalan, teapi lebih dari itu, berarti telah terjadi maksimalisasi
kerja dalam suatu organisasi. Maksimalisasi kerja ini diwujudkan dengan sikap
meningkatkan kinerja, menyempurnakan cara kerja, mengawal target yang ditetapkan,
melakukan penghematan baik waktu, biaya maupun tenaga, serta sikap-sikap kreatif –
dinamis-konstruktif lainnya.
Kita menyadari dalam dinamika dan peradaban global saat ini, lembaga
pendidikan Islam menghadapi tantangan yang sangat berat. Salah satu tantangan
tersebut yakni bahwa masyarakat mulai terbelenggu dengan pandangan positivisme,
materialisme, dan kapitalisme sehingga segala sesuatu yang tidak memberikan faedah,
3
keuntungan, dan peluang akan ditinggalkan. Bertolak dari pandangan di atas bahwa
lembaga pendidikan Islam dianggap marginal oleh masyarakat memang cukup
beralasan. Masyarakat menganggap lembaga pendidikan Islam tidak profesional, tidak
berkualitas, NEM dibawah rata–rata, out put tidak mampu berkompetisi dengan yang
lain, dan bahkan dianggap manajemen madrasah amburadul.
Hal ini diperkuat pandangan bahwa kelemahan sistem pendidikan Islam, yakni
(1) mementingkan materi di atas metodologi, (2) mementingkan memori diatas analisis
dan dialog, (3) mementingkan pikiran vertikal diatas literal, (4) mementingkan
penguatan pada “otak kiri” diatas “otak kanan”, (5) materi pelajaran agama yang
diberikan masih bersifat tradisional, belum menyentuh aspek rasional, (6) penekanan
yang berlebihan pada ilmu sebagai produk final, bukan pada proses metodologinya, dan
(7) mementingkan orientasi “memiliki” di atas “menjadi”.†
Pandangan ini, dapat terbukti di lapangan bahwa lembaga pendidikan Islam
yang ada di lapangan (misalnya: Tulungagung, Blitar, Kediri, Trenggalek, Pacitan,
Ponorogo, Madiun, Malang, dan bahkan hampir seluruh lembaga pendidikan Islam yang
ada di Indonesia) terutama madrasah swasta tidak mampu memberikan pembaharuan
dan pencerahan bagi pendidikan Islam, akibat mendirikan madrasah yang hanya
mementingkan kuantitas bukan kualitas. Begitu juga keberadaan Madrasah-Madrasah
swasta sebagian besar mengalami nasib yang sama, yakni keberadaannya la yamutu
wala yahya/wujuduhu kaadamihi, dapat dibilang hidup segan mati tak mau.
Maka perlu dikerahkan semua pikiran, tenaga dan strategi untuk bisa
mewujudkan mutu dalam lembaga pendidikan termasuk lembaga pendidikan Islam agar
punya daya saing dengan lembaga pendidikan umum. Mutu pendidikan yang
dimaksudkan di sini adalah kemampuan lembaga pendidikan Islam dalam
mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar
se-optimal mungkin. Dalam konteks pendidikan, menurut Departemen Pendidikan
Nasional sebagaimana dikutip Mulyasa, pengertian mutu mencakup input, proses dan
output pendidikan.
Dewasa ini semua lembaga pendidikan berorientasi pada mutu. Lembaga
pendidikan dikatakan ‘bermutu’ jika input, proses dan hasilnya dapat memenuhi
persyaratan yang dituntut oleh pengguna jasa pendidikan. Bila performance-nya dapat
† Abul Raihan, Efektifitas, Efisiensi, Dan Produktivitas Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam, dalam http://Abulraihan.Wordpress.Com/2009/05/25/Efektifitas-Efisiensi-Dan-Produktivitas-Manajemen-Peningkatan-Mutu-Pendidikan-Islam/, Diakses Minggu 10 Juli 2011
4
melebihi persyaratan yang dituntut oleh stakeholder (user) maka dikatakan unggul.
Lantaran tuntutan persayaratan yang dikehendaki para pengguna jasa terus berubah dan
berkembang kualitasnya, maka pengertian mutu juga bersifat dinamis, terus
berkembang dan terus berada dalam persaingan yang terus menerus yang juga
mempengaruhi produktivitas Pendidikan Islam itu sendiri.
Sehubungan dengan hal tersebut, keberhasilan dalam produktif atau tidaknya
lembaga pendidikan Islam tersebut bisa dilihat dari tiga indikator yaitu efisiensi,
efektifitas, dan produktivitas. Tiga indikator tersebut saling berkaitan satu dengan
lainnya, walaupun pada tataran praktik masing-masing bisa berdiri sendiri-
sendiri .Untuk bisa dideteksi sejak dini sejauh mana produktif atau tidaknya lembaga
pendidikan Islam tersebut, maka ketiga indikator (efisiensi, efektifitas, dan
produktivitas) dalam manajemen peningkatan mutu harus sejak awal ditetapkan.
Sehingga kekurangan atau kelemahan yang muncul dapat diperbaiki dan kelebihannya
dapat dipertahankan.
B. Pengertian
1. Produktivitas
a. Secara umum, produktifitas berarti “keinginan” dan upaya manusia
untuk selalu meningkatkat kualitas kehidupan di segala bidang.
b. Secara filosofis, produktivitas adalah sikap mental yang berpandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
sedangkan hari esok harus lebih baik dari hari ini
c. Secara teknis, produktivitas merupakan perbandingan antara output
dan input (Dewan Produktivitas Nasional , 1983)
2. Efektifitas
Efektifitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), dikemukakan
bahwa efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur dan
mujarab, dapat membawa hasil. Sondang P. Siagian (2001 : 24) memberikan
definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan
prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk
menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas
menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan.
Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya.
Sementara itu Abdurahmat (2003:92) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya,
5
sarana dan prasaranadalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya
untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya.
Roulette (1999:1) mendefinisikan efektivitas adalah dengan melakukan hal yang
benar pada saat yang tepat untuk jangka waktu yang panjang, baik pada organisasi
tersebut dan pelanggan. Selanjutnya Hodge (1984:299) menguraikan bahwa
efektivitas sebagai ukuran suksesnya organisasi didefinisikan sebagai kemampuan
organisasi untuk mencapai segala keperluannya. Ini berarti bahwa organisasi
mampu menyusun dan mengorganisasikan sumber daya untuk mencapai tujuan.
Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya
suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian
efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : “Efektifitas adalah
suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu)
telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi
efektifitasnya”.
Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35)
adalah sebagai berikut : “ Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur
dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya dengan output
realisasi. Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984)
adalah : “ Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai
dengan output yang diharapkan dari sejumlah input “.
Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa
efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target
tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu.
Dalam pengelolaan sekolah, efektifitas berkaitan dengan terlaksananya
semua tugas pokok, tercapainya tujuan, ketepatan waktu dan adanya partisipasi aktif
dari masyarakat, mendapatkan serta memanfaatkan sumber daya dan sumber belajar
untuk mewujudkan tujuan sekolah (Mulyasa, 2002).
Efektifitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), dikemukakan
bahwa efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) manjur dan
mujarab, dapat membawa hasil.
Efektifitas merupakan sebuah fenomena yang mengandung banyak segi,
sehingga sedikit sekali orang yang dapat memaksimalkan ke-efektivitasan sesuai
dengan ke-efektivitasan itu sendiri . Atau dapat dikatakan bahwa efektivitas masih
6
merupakan sebuah konsepsi yang bersifat elusive (sulit diraih) yang harus
didefinisikan secara jelas. Sehingga efektivitas organisasi atau lembaga pendidikan
memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, bergantung pada kerangka acuan yang
dipakai.
Bagi Etzioni, keefektifan merupakan derajat di mana sebuah organisasi
mencapai tujuannya . Sedangkan menurut Sergiovani, keefektifan merupakan
kesesuaian antara hasil yang dicapai oleh organisasi dengan tujuan yang telah
dirumuskan .Kemudian Scheerens mengemukakan bahwa efektivitas sebagai konsep
kausal secara esensial, di mana hubungan maksud-hingga-tujuan (means-to-end
relationship) serupa dengan hubungan sebab-akibat (cause-effect relationship),
terdapat tiga komponen utama yang harus diperhatikan dalam studi tentang
efektivitas organisasi pendidikan, yaitu: (1) cakupan pengaruh; (2) kesempatan aksi
yang digunakan untuk mencapai pengaruh tertentu (ditandai sebagai mode
pendidikan); dan (3) fungsi-fungsi dan mekanisme yang mendasari yang
menjelaskan mengapa tindakan tertentu mendorong ke arah pencapain-pengaruh .
Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa efektifitas organisasi‡
merupakan kemampuan organisasi untuk merealisasikan berbagai tujuan dan
kemampuannya untuk beradaptasi dengan lingkungan dan mampu bertahan agar
tetap eksis/hidup. Sehingga organisasi dikatakan efektif jika organisasi tersebut
mampu menciptakan suasana kerja dimana para pekerja tidak hanya melaksanakan
tugas yang telah dibebankan kepadanya, tetapi juga membuat suasana supaya
pekerja lebih bertanggung jawab, bertindak secara kreatif demi peningkatan efisiensi
dalam mencapai tujuan.
Konsep efektivitas pendidikan mengacu pada kinerja unit organisasi, oleh
sebab itu maksud dari efektivitas sesungguhnya pencapaian tujuan, maka asumsi
kriteria yang digunakan harus mencerminkan sasaran akhir dari organisasi itu
sendiri. Efektifitas pendidikan dalam setiap tahapannya berproses pada das sollen
dan dessein dengan indikator-indikator sebagai berikut :
a. Indikator input, meliputi karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan dan
materi pendidikan serta kapasitas manajemen.
b. Indikator proses, meliputi prilaku administratif, alokasi waktu guru, dan
alokasi waktu peserta didik.
‡ Untuk selanjutnya kata “organisasi” bisa dipahami dengan “Lembaga Pendidikan Islam” di sesuaikan dengan judul besar pembahasannya.
7
c. Indikator out put, berupa hasil-hasil dalam bentuk perolehan peserta didik
meliputi hasil prestasi belajar, sikap, keadilan dan persamaan.
d. Indikator out come, meliputi jumlah lulusan ketingkat pendidikan
berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta
pendapatan.
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa efektifitas merupakan satu dimensi
tujuan manajemen yang berfokus pada hasil, sasaran, dan target yang diharapkan.
Lembaga pendidikan yang efektif adalah lembaga pendidikan yang menetapkan
keberhasilan pada input, proses, output, dan outcome yang ditandai dengan
berkualitasnya indikator-indikator tersebut. Sehingga dengan demikian, efektifitas
lembaga pendidikan bukan sekedar pencapaian sasaran dan terpenuhinya berbagai
kebutuhan untuk mencapai sasaran, tetapi berkaitan erat dengan syaratnya indikator
tersebut dengan mutu, atau dengan kata lain ditetapkannya pengembangan mutu
lembaga pendidikan.
Mulyasa kemudian memberikan barometer terhadap efektifitas sebuah
lembaga pendidikan. Menurutnya barometer efektifitas dapat dilihat dari kualitas
program, ketepatan penyusunan, kepuasan, keluwesan, dan adaptasi, semangat kerja,
motivasi, ketercapaian tujuan, ketepatan waktu, serta ketepatan pendayagunaan
sarana, prasarana, dan sumber belajar dalam meningkatkan mutu lembaga
pendidikan.§
Dari uraian di atas nampak jelas bahwa kajian tentang efektifitas pendidikan
harus dilihat secara sistemik mulai dari input sampai dengan outcome, dengan
indikator yang tidak hanya bersifat kuantitatif, tetapi juga bersifat kualitatif. Sudah
lama kita mendambakan sebuah pendidikan yang berkualitas, sehingga tuntutan
terhadap kualitas sangat semarak dan perwujudannya sangat urgen karena mutu
sudah menjadi a very critical competitive variable dalam persaingan internasional.
3. Efisiensi
Pengertian efisiensi menurut Mulyamah (1987;3) yaitu: “Efisiensi
merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan
dengan penggunaan yang direalisasikan atau perkataam lain penggunaan yang
sebenarnya”
§ E. Mulyasa. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Karakteristik dan Implementasi. (Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. 2003)
8
Sedangkan pengertian efisiensi menurut SP.Hasibuan (1984;233-4) yang
mengutip pernyataan H. Emerson adalah: “Efisiensi adalah perbandingan yang
terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-
sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan
penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah
diselesaikan.”
Efisiensi adalah perbandingan terbaik antara suatu kegiatan dengan hasilnya.
Menurut definisi ini, efisiensi terdiri atas 2 unsur yaitu kegiatan dan hasil dari
kegiatan tersebut. Kedua unsur ini masing-masing dapat dijadikan pangkal untuk
mengembangkan pengertian efisiensi berikut.
4. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau
untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan
hukum/pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
C. Penjelasan Efisiensi dan Produktivitas
1. Efisiensi
Efisiensi menurut Dharma dalam Mulyasa mengacu pada ukuran
penggunaan daya yang langka oleh organisasi . Efisiensi juga ditekankan pada
perbandingan antara input/sumber daya dengan out put. Sehingga suatu kegiatan
dikatakan efisien bila tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan atau
pemakaian sumber daya yang minimal . Efisiensi dengan demikian merupakan
perbandingan antara input dengan out put, tenaga dengan hasil, perbelanjaan dan
masukan, serta biaya dengan kesenangan yang dihasilkan.
Dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai kegairahan atau motivasi
belajar yang tinggi, semangat kerja yang besar, kepercayaan berbagai pihak, dan
pembiayaan, waktu, dan tenaga sekecil mungkin tetapi hasil yang didapatkan
maksimal. Dengan demikian, efisiensi merupakan faktor yang sangat urgen dalam
rangka manajemen peningkatan mutu pendidikan Islam. Hal ini karena lembaga
pendidikan Islam secara umum dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana,
yang secara langsung berdampak terhadap kegiatan manajemen.
Di atas telah dikemukakan bahwa efisiensi merupakan perbandingan antara
input dan output. Dalam pendidikan, input adalah sumber daya yang digunakan
9
untuk melaksanakan kegiatan pendidikan dan pengajaran dalam rangka mencapai
tujuan yang telah dirumuskan. Sumber daya tersebut terkait dengan nilai, serta
faktor manusia dan ekonomi. Nilai menggariskan tujuan serta isi pendidikan, faktor
manusia merupakan pelaksana pendidikan, dan faktor ekonomi menyangkut biaya
dan fasilitas penyelenggaraan. Secara operasional, masukan tersebut adalah peserta
didik, guru, ruang kelas, buku teks, peralatan, kurikulum serta sarana pendidikan.
Masukan ini bisa dinyatakan dalam bentuk biaya pendidikan per peserta didik setiap
tahun. Sehingga untuk mengetahui tingkat efisiensi pengelolaan lembaga
pendidikan, dapat dihitung dari banyaknya tahun yang dihabiskan peserta didik
dalam siklus tertentu untuk menyelesaikan studinya. Efisiensi ini akan menurun juka
ada peserta didik yang mengulang atau DO.
Selain dianalisis dari perbandingan komponen input dan output, efisiensi
juga bisa ditinjau dari sisi proses pendidikan, dimana merupakan interaksi antara
faktor manusiawi dan non manusiawi dalam rangka mencapai tujuan yang
dirumuskan sesuai dengan rentang waktu yang telah ditentukan. Sehingga
pendidikan dikatakan efisien jika proses atau kegiatan pengelolaan lembaga
pendidikan dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
Aan Komariah dan Cepi Triatna mengklasifikasikan efisiensi menjadi
efisiensi internal dan eksternal. Efisiensi internal menunjuk kepada hubungan antara
output pendidikan dan input (sumber daya) yang digunakan untuk memproses atau
menghasilkan output pendidikan.
Menurut Coomb dan Hallak sebagaimana dikutip Aan Komariah, terdapat
tiga kategori teknik untuk memperbaiki efisiensi sistem pendidikan :
a. Efisiensi dapat diperbaiki dengan mengubah jumlah, kualitas, dan proporsi
input atau dengan menggunakan input-input yang ada secara lebih intensif,
tanpa mengubah secara mendasar kondisi dan teknologi yang ada atau fungsi
produksi.
b. Tahap berikutnya, efisiensi dapat ditingkatkan dengan memodifikasi
rancangan dasar sistem secara substansial, meliputi pengenalan komponen-
komponen dan teknologi baru yang berbeda, seperti pengajaran tim, televisi
pendidikan, dan laboratorium bahasa.
c. Pendekatan yang lebih radikal untuk memperbaiki efisiensi yang ada untuk
merancang alternatif baru ”sistem belajar mengajar” yang membedakan
secara radikal dari yang konvensional .
10
Diatas telah dikemukakan bahwa efisiensi diklasifikasikan menjadi (1)
efisiensi internal dan (2) efisiensi eksternal. Dalam kajian sistem pendidikan,
dengan diberlakukannya school based management (manajemen berbasis sekolah)
diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan melalui perbaikan serta
peningkatan efisiensi internal pendidikan melalui inovasi manajemen serta
pembelajaran yang menyertainya, seperti peningkatan peran dewan sekolah,
penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dll. Sementara itu
efisiensi eksternal merujuk pada hubungan antara keuntungan kumulatif yang
diperoleh dari sistem lebih dari satu periode tertentu dan input-input yang sesuai
digunakan dalam menghasilkan keuntungan.
Dalam dunia pendidikan, upaya dalam rangka meningkatkan efisiensi
pendidikan dalam konteks peningkatan mutu, paling tidak dapat ditentukan oleh dua
hal, yakni manajemen pendidikan yang profesional dan partisipasi dalam
pengelolaan pendidikan yang meluas. Dalam hal ini, analisis terhadap efisiensi
pendidikan juga dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan dengan
tidak memperhatikan secara terinci unsur-unsur biaya yang digunakan dalam proses
pendidikan (agregate approach), serta pendekatan yang memperhitungkan kontribusi
biaya secara terinci dalam proses pendidikan untuk menghasilkan keluaran
(ingredient approach). Kedua pendekatan nampak berbeda dalam memperhitungkan
biaya dalam proses pendidikan, yang satu menggunakan total biaya dalam menilai
kontribusi biaya terhadap pendidikan, sedangkan yang satu memperhitungkan
kontribusi per unsur . Namun demikian, tujuan yang ingin dicapai kedua pendekatan
tersebut sama, yaitu mengidentifikasi dampak maupun akses penggunaan biaya.
Dari penjelasan di atas nampak jelas bahwa perbedaan karaktersitik situasi
dan input yang terlibat mempunyai implikasi pada biaya pendidikan yang
diperlukan. Karena itu keputusan tentang efisiensi haruslah kontekstual dan
proporsional. Keputusan kontekstual dan proporsional ini sangat membutuhkan
ketersediaan informasi tentang karakteristik situasi dan input yang terlibat dalam
proses pendidikan dalam jumlah dan mutu yang memadai.
Dengan demikian, dalam menganalisis efektifitas mutu pendidikan
sebagaimana juga dalam efektifitas pendidikan harus diperhatikan aspek input dan
proses pendidikan tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut, maka sistem pendataan
yang akurat, tepat guna, dan waktu perlu dikonstruksi secara mendasar melalui
11
peningkatan infrastruktur teknologi informasi pada setiap lembaga pendidikan, yang
meliputi kemampuan staf, arus data yang melekat dalam proses manajemen, pusat
pelatihan pendataan, serta sarana prasarana pendukung.
Dalam konteks peningkatan mutu pendidikan melalui efisiensi pengelolaan
pendidikan, analisis serta pengkajian data dan informasi perlu dilakukan secara
simultan, terus-menerus, dan mendalam agar setiap unit kerja dalam lembaga
pendidikan dapat melaksanakan manajemen secara efisien.**
2. Produktivitas
a. Secara umum, produktifitas berarti “keinginan” dan upaya manusia
untuk selalu meningkatkat kualitas kehidupan di segala bidang.
b. Secara filosofis, produktivitas adalah sikap mental yang berpandangan
bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin,
sedangkan hari esok harus lebih baik dari hari ini
c. Secara teknis, produktivitas merupakan perbandingan antara output
dan input††
Produktivitas merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh
(output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat
dinyatakan dengan kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output merupakan jumlah
lulusan, sedangkan input merupakan jumlah tenaga kerja sekolah, dan sumber daya
lainnya. Sedangkan produktivitas dalam ukuran kualitas tidak dapat diukur dengan
uang, ia digambarkan dari ketetapan penggunaan metode dan alat yang tersedia
sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang
tersedia serta mendapatkan respon positif bahkan pujian dari orang lain atas hasil
kerjanya .
Ada pula yang menekankan produktivitas pada sisi pemberian perhatian dan
kepuasan kepada pelanggan, sehingga semakin banyak dan semakin memuaskan
pelayanan yang diberikan sebuah corporate atau lembaga terhadap customer, maka
semakin produktif lembaga tersebut. Produktivitas dalam dunia pendidikan
berkaitan erat dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya
untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dalam konteks
produktivitas pendidikan, sumber-sumber pendidikan dipadukan dengan cara-cara
yang berbeda. Perpaduan tersebut sama halnya dengan upaya memproduksi pakaian
** E. Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi dan Implementasi . (Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya. 2003)
†† Dewan Produktivitas Nasional , 1983
12
yang menggunakan teknik-teknik yang berbeda dalam memadukan buruh, modal,
dan pengetahuan. Untuk mengusai teknik-teknik tersebut diperlukan proses belajar.
Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan.
Sekolah pun semakin berkembang seiring dengan besarnya tuntutan pendidikan
yang harus dikembangkan. Perubahan dalam intensitas tenaga kependidikan pun
kemudian harus dilakukan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga perlu
diaplikasikan model ketrampilan mengajar yang bervariasi.
Secara sederhana produktivitas pendidikan dapat diukur dengan melihat
indeks pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book,
dengan cara menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang dididik.
Namun cara ini merupakan pengukuran cara kasar terhadap produk riil
kependidikan. Cara ini pun tidak menceritakan sama sekali tentang kualitas lulusan
lembaga pendidikan, juga derajat efisiensi berbagai sumber yang digunakan.
Sehingga pengukuran output pendidikan dengan cara yang rasional penting untuk
dipertimbangkan, namun juga perlu disadari bahwa pengukuran ini tidak dapat
memberi indikasi langsung mengenai kuantitas pengajaran yang diterima setiap
peserta didik.
Kriteria keberhasilan manajemen pendidikan adalah produktivitas
pendidikan yang dapat diukur dari sudut efektivitas dan efesiensi pendidikan.
Efektivitas pendidikan dapat dilihat dari sudut prestasi, mutu, nilai ekonomis, dan
proses pendidikan. Sementara itu, maksud efesiensi pendidikan adalah dengan
memanfaatkan tenaga, fasilitas, dan waktu sesedikit mungkin yang mampu
menghasilkan sesuatu yang banyak, bermutu, relevan, dan bernilai ekonomi yang
tinggi. Efesiensi pendidikan memiliki arti sebagai hubungan antara pendayagunaan
sumber-sumber pendidikan yang terbatas sehingga mencapai optimalisasi yang
tinggi. Kalau efektivitas membandingkan antara input atau sumber daya dengan
output.
Tampaknya, baik efektivitas maupun efesiensi pendidikan sama-sama
berorientasi pada hasil. Hanya saja pada efektivitas ada usaha mewujudkan relevansi
antara perencanaan dengan tujuan, sedangkan pada efesiensi terdapat usaha
mewujudkan fungsi maksimal dari sumber daya yang ada. Efesiensi ini tidak
berbeda sama sekali dengan prinsip ekonomi yang menyatakan penggunaan modal
yang sedikit mungkin untuk menghasilkan keuntungan yang sebanyak mungkin.
13
Bedanya, keberhasilan ekonomi melalui prinsip ini bisa berkonotasi merugikan
orang lain, sedangkan dalam pendidikan tidak berimbas pada kerugian peserta didik.
Allan Thomas sebagaimana dikutip Mulyasa maupun Nanang Fatah
mengatakan bahwa produktivitas pendidikan dapat ditinjau dari tiga dimensi berikut
ini.
1. Produktivitas sekolah dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa baik
layanan yang diberikan oleh guru, kepala sekolah, maupun yang lain dalam
proses pendidikan.
2. Produktivitas sekolah dari segi keluaran perubahan perilaku dengan melihat
nilai-nilai yang diperoleh peserta didik dalam periode belajar tertentu.
3. Produktivitas sekolah dari keluaran ekonomis yang berkaitan dengan
pembiayaan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini menyangkut “harga“
layanan yang diberikan dan “perolehan“ yang ditimbulkan oleh layanan itu
atau disebut “peningkatan nilai balik“.
Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa pengukuran produktivitas
pendidikan erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, yang sangat bergantung
pada akurasi kerangka yang digunakan dalam analisis dan kualitas data. Dalam
konteks ini agaknya tidak perlu diperdebatkan bagaimana pengukuran pendidikan
dalam pertumbuhan ekonomi, sebab umumnya riset mengenai ini membuktikan
bahwa peranan pendidikan tetap substansial dalam pertumbuhan ekonomi.
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui produktivitas pendidikan dalam
konteks peningkatan mutu pendidikan, antara lain dapat dilakukan dengan analisis
efektifitas biaya, analisis biaya minimal, dan analisis manfaat
Hal ini mengandung pengertian bahwa produktivitas ditentukan oleh fungsi
administratif, psikologis, dan ekonomis. Dalam konteks pendidikan Islam,
diharapkan fungsi tersebut bisa dikembangkan dengan tambahan fungsi lain, seperti
fungsi sosial dan fungsi kultural. Produktivitas sekolah dari segi keluaran sosial
dapat diperhatikan pada seberapa jauh wawasan bermasyarakat yang diperoleh
dalam proses pembelajaran oleh peserta didik, kemudian seberapa baik mereka
mampu mengaplikasikan bahkan mengembangkannya dimasyarakat, baik
masyarakat sekolah maupun masyarakat luas. Sementara itu, produktivitas sekolah
dari segi keluaran kultural dapat diperhatikan pada seberapa besar peserta didik
mampu berkreasi sebagai akibat rangsangan dari pembelajaran disekolah.
14
Dua fungsi sebagai penentu produktivitas ini begitu bermakna dalam
pengembangan. Naluri pengembangan ini menjadi salah satu titik kelemahan
pendidikan di Indonesia sehingga daya pikir lulusan-lulusan sekolah menjadi
tumpul. Akibatnya, dalam berpikir mereka sangat terikat, kering gagasan atau ide
energik, kemudian memperbanyak pengangguran. Ini semua terjadi karena model
pembelajarannya lebih menekankan pada penguasaan hafalan. Injeksinya melalui
pola pembelajaran yang menjadikan peserta didik bersikap aktif-kreatif, memburu,
dan menemukan sesuatu. Bila ini terwujud berarti pola pembelajaran itu efektif.
Menurut Madhi, kepemimpinan efektif adalah kepemimpinan yang dibarengi
oleh pemimpin yang mampu menerjemahkan fungsinya menjadi perilaku nyata.
Kepemimpinan efektif bukan sekedar pusat kedudukan atau kekuatan, tetapi
merupakan interaksi aktif yang efektif.‡‡
Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan
kewajiban dilaksanakan di dalam suatu organisasi. Seseorang yang secara resmi
diangkat menjadi kepala suatu group I kelompok bisa saja ia berfungsi atau
mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang
yang unik dan tidak diwariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah
memiliki karekteristik tertentu yang timbul pada situasi -situasi yang berbeda.§§
Efektivitas kepemimpinan dalam mencapai tujuan dapat diperoleh dengan cara
sebagai berikut.
1. Kapabilitas (al-kafa’ah), kemampuan yang berkesinambungan, bekerja,
dan mempresentasikannya.
2. Pemahaman (al-fahm), yaitu ketajaman melihat tujuan dan memahami
konsepsinya.
3. Koordinasi (al-tandhim), artinya kemampuan mendefinisikan tugas
merencanakan hubungan kerja dan mengorganisasikannya, mengefektifkan
penyampaian dan penerimaan informasi.
Perpaduan al-kaf’ah, al-fahm, dan al-tandhim dapat mengontrol perencanaan
supaya bisa diarahkan sesuai dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
Tentunya, disamping ketiga kondisi itu harus ada rasionalisasi, baik pada tingkat
perencanaan maupun tujuan. Perencanaan rasional artinya sesuai dengan potensi ‡‡ Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: Erlangga, 2007) H. 297-300§§ Nisrul Irawati, Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan Yang Mampu Mengambil Keputusan Yang
Tepat, (Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004), h. 2
15
yang ada, sedang tujuannya juga rasional, artinya sangat memungkinkan untuk
dicapai.
Adapun “efesiensi“ menurut Ibrahim Bafadhal, “Merupakan suatu konsepsi
perbandingan antara pelaksanaan suatu program dengan hasil akhir yang diraih atau
dicapai“. Rendahnya biaya dan tenaga yang dikerahkan dalam pelaksanaan suatu
program, tapi diiringi hasil yang semakin tinggi berarti sangat efesien. Apabila biaya
dan tenaga yang dikeluarkan dalam pelaksanaan suatu program tinggi, sedangkan
hasil yang dicapai juga tinggi berarti belum efesien, apalagi bila biaya dan tenaga
yang dikerahkan tergolong tinggi sedangkan hasil yang dicapai rendah berarti sangat
tidak efesien, bahkan pemborosan.
Dalam pandangan Islam, pemborosan itu menjadi larangan karena mengarah
pada kerugian, bahkan kehancuran. Allah swt berfirman:
(26) Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan
dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. (27) Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar
kepada Tuhannya. (Q.S al-Isra’: 26-27)***
Ayat ini mengandung beberapa pesan yang dapat kita
angkat: (1) Seseorang perlu memiliki prioritas tertentu; (2)
Prioritas itu diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan; (3)
Anjuran bersikap hemat dalam mengatur ekonomi; (4) Larangan
bersikap boros (menjadi pemboros); dan (5) Pemborosan bukan
hanya terkait dengan dimensi ekonomi melainkan juga terkait
dengan dimensi teologi.
Untuk menghindari pemborosan (tabdzir) sekaligus
mengembalikan kepada efesiensi dibutuhkan pengondisian dan
langkah-langkah strategis. Mulyasa menyatakan, “Upaya
peningkatan efisien pendidikan paling tidak dapat ditentukan oleh
*** Depag RI, Al-Qor’an Dan Tarjamahnya, (Jakarta: Depag RI, 1990) H.
16
dua hal, yakni manajemen pendidikan yang profesional dan
partisipasi dalam pengelolaan pendidikan yang meluas. Sedangkan
Made Pidarta mengatakan bahwa manajemen yang efisien dapat
diperoleh dengan cara sebagai berikut:
1. Mengerjakan sesuatu dengan benar.
2. Kalau terjadi permasalahan dalam organisasi hendaknya
segera diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
3. Mengamankan sumber-sumber pendidikan dengan cara
mengoordinasikan sumber-sumber pendidikan itu dengan
sebaik-baiknya.
4. Setiap petugas baik pegawai atau guru/dosen diharuskan
mengikuti tugas-tugas pekerjaan.
5. Setiap manajer diharapkan dapat menekan biaya pendidikan
dengan tidak mengorbankan produksi.
Efisiensi ini sangat bermakna dalam pengelolaan lembaga
pendidika Islam. Ada beberapa alasan untuk mendasari makna
efesiensi itu khususnya bagi lembaga pendidikan Islam, baik
alasan konvensional maupun fungsional, antara lain sebagai
berikut:
1. Secara realitas faktor terbesar kendala lembaga pendidikan
Islam adalah persoalan pendanaan. Dengan melakukan
efisiensi, dana yang serba terbatas bahkan serba kurang itu
dapat dikelola untuk mewujudkan hasil yang memadai.
2. Secara strategis dapat melatih para pimpinan lembaga
pendidikan Islam untuk senantiasa berfikir dan bertindak
secara produktif (berorientasi menghasilkan sesuatu).
3. Secara psikologis, ketika pemimpin lembaga pendidikan
Islam mau menjalankan tugasnya agar dapat memantapkan
niatnya bahwa kepemimpinannya itu untuk mengembangkan
lembaga bukan memperkaya diri melalui lembaga itu.
4. Secara fungsional, penerapan prinsip efesiensi dalam
mengelola lembaga pendidikan Islam dapat dilakukan
17
penghematan biaya dan tenaga dengan tidak mengorbankan
hasil yang ingin dicapai.
Dengan begitu, prinsip efisiensi ini harus dimiliki oleh
komunitas lembaga pendidikan Islam dengan cara sebagai berikut:
1. Mentradisikan mereka untuk serba menghemat biaya mapun
tenaga.
2. Mentradisikan mereka untuk senantiasa menyeleksi
kebutuhan yang penting-penting saja.
3. Mentradisikan mereka untuk konsisten dengan skala
prioritas terutama bila terjadi kesenjangan antara sumber
dana serta daya daya dengan tingkat kebutuhan.
4. Mentradisikan mereka untuk menjalankan komitmen
mengaplikasikan skala prioritas itu.
5. Mentradisikan mereka untuk mampu merealisasikan hasil
yang baik hanya dengan biaya dan tenaga yang relatif
sedikit.
Hal ini bukan berarti biaya pendidikan Islam harus dikurangi,
tetapi bagaimana dengan biaya yang relatif kecil dapat mencapai
hasil yang relatif besar. Konsekuensinya, bila biaya yang dipakai
bertambah besar, maka hasil yang dicapai semakin besar pula.
Alokasi biaya untuk pendidikan Islam itu harus diorientasikan
untuk mencapai hasil pendidikan Islam yang sangat memuaskan
semua pihak, baik siswa/mahasiswa/santri,
guru/dosen/kyai/ustadz, masyarakat, pemerintah, maupun para
pengguna lulusan.†††
††† Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam…, H. 300-304
18
BAB III
PENUTUP
Kesimipulan
1. Produktivitas (dalam pengertian yang umum) , sangat berkaitan dengan upaya
peningkatan mutu. Dalam konteks pendidikan, produktivitas berkaitan dengan
mutu atau kualitas pendidikan.
2. Peningkatan produktivitas pendidikan mengandung beberapa aspek , antara
lain : efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan di
sekolah.
3. Faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas, adalah : kurikulum , sarana
dan prasarana, manajerial, kepemimpinan, dan sebagainya
Efektifitas, efisiensi, serta produktivitas manajemen pendidikan harus ditetapkan
sejak awal agar dampaknya dapat dideteksi sejak dini terhadap pencapaian tujuan
pendidikan. Selain itu, efektifitas, efisiensi, dan produktifitas menjadi prasarat utama
untuk memperjelas orientasi dalam pengelolaan suatu lembaga pendidikan Islam.
Sehingga lembaga pendidikan tampil sebagai lembaga yang memiliki daya tarik dan
mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Agama Departemen. 1990. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Depag RI.
Irawati Nisrul, Kepemimpinan Efektif, Kepemimpinan Yang Mampu Mengambil Keputusan Yang Tepat, (Medan: Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, 2004)
Mulyasa. E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. E. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi dan Implementasi . Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
Pendidikan Nasional Departemen. 2000. Panduan Manajemen Sekolah. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
Qomar Mujamil. 2007. Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam; Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: Erlangga.
Raihan Abul. Efektifitas, Efisiensi, Dan Produktivitas Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam. Dalam http://Abulraihan.Wordpress.Com/2009/05/25/Efektifitas-Efisiensi-Dan-Produktivitas-Manajemen-Peningkatan-Mutu-Pendidikan-Islam/ Diakses Minggu 10 Juli 2011.
Sukmadinata Nana Syaodih. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
20