Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~i~
ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA
1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH 1
1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA 1
1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA 3
2. ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH 7
2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA 8
2.1.1. Pendidikan 8
2.1.2. Kesehatan 9
2.1.3. Perumahan 12
2.1.4. Mental/Karakter 13
2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN 15
2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan 15
2.2.2. Pengembangan Sektor Energi 19
2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan 20
2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri 22
2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN 25
2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah 25
2.3.1.1 Kawasan Ekonomi Khusus 25
2.3.1.2 Kawasan Industri 26
2.3.2. Kesenjangan intra wilayah 27
3. ISU STRATEGIS WILAYAH 29
4. REKOMENDASI KEBIJAKAN 38
5. PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN 2016 38
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~1~
ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA
1. KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH
Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah,
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta
memajukan kehidupan masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas
menjadi harapan setiap daerah di Indonesia.
1.1. PERKEMBANGAN INDIKATOR UTAMA
Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan
keseimbangan pembangunan antardaerah sesuai dengan potensinya masing-masing.
Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi,
pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian
kinerja pembangunan wilayah secara umum.
1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Sumatera Utara memiliki peran penting bagi perekonomian wilayah dan
nasional, terutama melalui peran industry makan dan minuman, industri logam, dan sektor
perkebunan kelapa sawit, kopi dan kakao. Sumatera Utara juga merupakan penghasil pangan
terbesar di luar Jawa untuk komoditas padi dan jagung. Selama kurun waktu 2011-2014 kinerja
perekonomian Provinsi Sumatera Utara melambat (Gambar 1) dengan laju pertumbuhan rata-
rata 6,13 persen.
Gambar 1
Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Sumber: BPS, 2014
Selama kurun waktu 2010-2014 pendapatan per kapita di Provinsi Sumatera Utara
cenderung meningkat, namun lebih rendah dari pendapatan per kapita nasional. Dukungan
pendapatan dari sektor pertanian dan industri pengolahan, serta sektor perdagangan
mempengaruhi peningkatan pendapatan perkapita di Provinsi Sumatera Utara. Jika pada tahun
2011 2012 2013 2014
SUMATERA UTARA 6,66 6,45 6,08 5,23
INDONESIA 6,16 6,16 5,74 5,21
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
Pe
rse
n
2015 Provinsi Sumatera Utara
~2~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
2010 rasio PDRB perkapita Provinsi Sumatera Utara dan PDB Nasional sebesar 88,30 persen,
maka pada tahun 2014 rasionya meningkat menjadi 89,32 persen (Gambar 2). Hal ini berarti
secara per kapita, perekonomian Sumatera Utara bertumbuh relatif cepat dibandingkan rata-
rata provinsi lain.
Gambar 2
PDRB Per Kapita ADHB
Sumber: BPS, 2014
1.1.2. Pengurangan Pengangguran
Tingkat pengangguran di Provinsi Sumatera Utara cenderung menurun, berada di
bawah rata-rata tingkat pengangguran nasional, namun pernah lebih tinggi dari nasional.
Seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran wilayah cenderung menurun
pada tahun 2008-2015, yang menunjukkan peningkatan angkatan kerja baru selama tahun
2008-2015 masih mampu diserap oleh lapangan kerja yang tersedia. Tingkat pengangguran
terbuka Provinsi Sumatera Utara tahun 2008-2015 berkurang sebesar 3,74 persen (Gambar 3).
Gambar 3
Tingkat Pengangguran Terbuka
Sumber: BPS, 2015
2010 2011 2012 2013* 2014**
Sumatera Utara 25.412,67 26.711,24 28.036,38 29.343,04 30.482,59
Perkapita Nasional 28.778,17 30.112,57 31.519,93 32.874,76 34.127,72
0,00
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00
Rib
u R
up
iah
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumatera Utara 9,55 8,25 8,01 7,18 6,31 6,01 5,95 6,39
Nasional 8,46 8,14 7,41 6,80 6,32 5,92 5,70 5,81
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00
pe
rse
n
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~3~
1.1.3. Pengurangan Kemiskinan
Peningkatan pendapatan masyarakat dan penurunan tingkat pengangguran juga diiringi
oleh penurunan tingkat kemiskinan daerah. Pada tahun 2007-2014 persentase penduduk
miskin turun secara konsisten baik di perkotaan maupun di perdesaan (Gambar 4). Pada tahun
2014 persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara telah mencapai 9,38 persen
(Gambar 4). Kemiskinan disebabkan karena struktur sosial dalam masyarakat, yaitu kurang
mampunya memanfaatkan pengelolaan sumber daya alam yang melimpah akibat terbatasnya
tingkat pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki.
Gambar 4
Persentase Penduduk Miskin Tahun 2008-2015
Sumber: BPS, 2014
1.2. KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN/KOTA (SUMATERA
UTARA)
Kualitas pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), serta perluasan lapangan kerja.
1.2.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan
Gambar 5 menunjukkan persebaran kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara
menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tahun 2008 sampai
dengan tahun 2013, dengan penjelasan sebagai berikut. Pertama, Kabupaten Nias, Nias Barat,
Nias Utara, Tapanuli Tengah, Pakpak Bharat, Mandailing Natal, dan Kota Gunung Sitoli
merupakan daerah dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di
atas rata-rata provinsi. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang terjadi dapat mendorong
pengurangan kemiskinan secara lebih cepat (pro-growth, pro-poor). Tantangan yang harus
dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan
tetap meningkatkan upaya pengurangan kemiskinan
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Perkotaan 14,21 12,85 11,45 11,34 10,75 10,28 9,98 9,35
Perdesaan 13,63 12,29 11,56 11,29 11,89 10,53 10,1 9,40
Sumatera Utara 13,90 12,55 11,51 11,31 11,33 10,41 10,0 9,38
Nasional 16,58 15,42 14,15 13,33 12,49 11,96 11,37 10,96
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
Pe
rse
n
2015 Provinsi Sumatera Utara
~4~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Gambar 5
Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, 2013 (diolah)
Kedua, Kabupaten Samosir, Humban Hasudutan, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara,
Langkat, Toba Samosir, Dairi, Nias Selatan, dan Batu Bara terletak di kuadran II termasuk
kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata, tapi pengurangan
kemiskinan di atas rata-rata (low growth, pro-poor). Tantangan yang harus diatasi oleh
pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas dan efisiensi kebijakan dan program
pengurangan kemiskinan, dan secara bersamaan mendorong percepatan pembangunan
ekonomi dengan prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang
seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangan dan jasa.
Ketiga, KabupatenSimalungun, Asahan, Tanjung Balai, Padang Lawas, Karo, Labuan
Batu, Kota Pematang Siantar, Kota Sibolga, dan Kota Tanjung Balai terletak di kuadran III
dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata
provinsi (low growth, less pro-poor). Kinerja pembangunan daerah tersebut menegaskan bahwa
pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi
melalui peningkatan produkvititas sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu menyerap tenaga
kerja secara lebih besar dari golongan miskin. Selain itu, pemerintah daerah juga dituntut untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi berbagai kebijakan dan program pengurangan
kemiskinan.
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~5~
Keempat, Kabupaten Labuan Batu Selatan, Padang LAwas Utara, labuan Batu Utara,
Serdang Bedagai, deli Serdang, Kota Padang Sidimpuan, Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, dan
Kota Binjai terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi
pengurangan kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut belum memberi dampak
penuruan angka kemiskinan secara nyata. Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah
adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap tenaga kerja
relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha mikro, kecil, menengah dan
koperasi. Tantangan lainnya adalah meningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan
kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.
1.2.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Peningkatan IPM Gambar 6 menunjukkan distribusi kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara
berdasarkan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM selama tahun 2008-2013.
Pertama, Kabupaten Labuan Batu Utara, Nias Utara, deli Serdang, Pakpak Bharat, Nias Barat,
Nias, Labuan Batu Selatan, dan Kota Tebing Tinggi merupakan daerah dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi sejalan dengan peningkatan IPM (pro-growth, pro-
human development). Dengan kinerja yang baik ini, tantangan yang dihadapi oleh pemerintah
daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan tetap meningkatkan produktivitas
dan nilai tambah, dan sekaligus mempertahankan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik di
bidang pendidikan dan kesehatan. Gambar 6
Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Peningkatan IPM
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, 2013 (diolah)
2015 Provinsi Sumatera Utara
~6~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Kedua, Kabupaten Nias Selatan, Asahan, Labuan Batu, Tapanuli Utara, Karo, Batu Bara,
dan Dairi yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi
di bawah rata-rata, tapi peningkatan IPM di atas rata-rata (low growth, pro-human
development). Hal ini mengindikasikan bahwa berbagai kebijakan dan program pembangunan
untuk meningkatkan pelayanan publik dapat meningkatkan IPM. Tantangan yang harus diatasi
adalah mendorong percepatan pembangunan ekonomi melalui peningkatan produktivitas dan
nilai tambah sektor dan kegiatan ekonomi yang menggunakan sumber daya lokal seperti
pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.
Ketiga, Kabupaten Langkat, Tanjung Balai, Padang Lawas, Simalungun, Humbang
Hasundutan, Tapanuli Selatan, Samosir, Kota Sibolga, dan Kota Pematang Siantar terletak di
kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan peningkatan IPM di bawah rata-rata
provinsi (low growth, less pro-human development). Kondisi ini menegaskan perlunya
pemerintah daerah membenahi pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan. Selain
itu, pemerintah daerah juga harus bekerja keras mendorong seluruh SKPD untuk memacu
pembangunan ekonomi dengan meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor dan
kegiatan utama daerah.
Keempat, Kabupaten Tapanuli Tengah, padang Lawas Utara, mandailing Natal, Serdang
Bedagai, Kota Padang Sidimpuan, Kota Gunung sitoli, dan Kota Medanterletak di kuadran IV
dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di atas rata-rata, tapi peningkatan IPM di bawah rata-rata
(high-growth, less-pro human development). Tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga
keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan peningkatan mutu pelayanan publik terutama di
bidang pendidikan dan kesehatan.
1.2.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Pengangguran
Gambar 7 menunjukkan persebaran kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara
menurut rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran selama tahun 2008-
2013. Pertama, Kota Binjai, Kota Padang Sidimpuan, Kota Tebing Tinggi, Kota Medan, dan
Kabupaten Pakpak Bharat termasuk kabupaten dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan
pengurangan pengangguran di atas rata-rata provinsi. Kondisi ini menyiratkan bahwa
pertumbuhan ekonomi dapat mendorong perluasan lapangan kerja (pro-growth, pro-job).
Tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah adalah menjaga momentum pertumbuhan
dengan tetap meningkatkan produktivitas dan nilai tambah sektor-sektor yang menyerap
tenaga kerja seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan.
Kedua, Kabupaten Toba Samosir, Humbang Hasundutan, Samosir, Pematang Siantar,
Asahan, Karo, Darisi, Tapanuli Selatan, Simalungun, Langkat, Padang Lawas, dan Kota Sibolga
yang terletak di kuadran II termasuk kategori daerah dengan pertumbuhan ekonomi di bawah
rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di atas rata-rata (low growth, pro-job). Hal ini
mengindikasikan bahwa perluasan lapangan kerja terjadi pada sektor ekonomi dengan
pertumbuhan rendah seperti pertanian dan perikanan.
Ketiga, Kabupaten Batu Bara, Tapanuli Utara, Nias Selatan, Tanjung dan Balaiterletak di
kuadran III dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan pengurangan pengangguran di bawah
rata-rata provinsi (low growth, less pro-job). Hal ini menegaskan bahwa pemerintah daerah
harus bekerja keras untuk memacu pengembangan sektor atau kegiatan ekonomi yang mampu
menyerap tenaga kerja secara lebih besar.
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~7~
Gambar 7
Dampak Pertumbuhan Ekonomi terhadap Rata-Rata Pengurangan Jumlah Pengangguran
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2013
Sumber: BPS, 2013 (diolah)
Keempat, Kabupaten Deli Serdang, Tapanuli Tengah, Serdang Bedagai, Nias Barat, Nias
Utara, Labuan Batu, MandailingNatal, Padang Lawas Utara, LabuanBatu Utara, Labuan Batu
Selatan, dan Kota Gunungsitoli terletak di kuadran IV dengan rata-rata pertumbuhan tinggi di
atas rata-rata, tapi pengurangan pengangguran di bawah rata-rata (high-growth, less-pro job).
Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di wilayah tersebut, tetapi tidak
dapat menurunkan jumlah pengangguran.Daerah tersebut termasuk daerah perkebunan, dan
daerah perkotaan yang harus menampung migrasi penduduk dari daerah perdesaan. Tantangan
yang harus dihadapi adalah mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang
menyerap tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan. Tantangan lainnya
adalah mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang mampu menyerap
tenaga kerja di sektor informal.
2. ANALISIS PEMBANGUNAN WILAYAH
Pembangunan wilayah berkelanjutan bersifat multidimensi sehingga diperlukan analisis
pembangunan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah publik. Analisis
pembangunan wilayah didasarkan pada dimensi pembangunan manusia, pembangunan sektor
unggulan, serta pemerataan pembangunan dan kewilayahan.
2015 Provinsi Sumatera Utara
~8~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
2.1. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA
2.1.1. Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana dalam menyiapkan sumberdaya manusia untuk
pembangunan. Penyelenggaraan pendidikan di daerah terpencil akan mampu menjembatani
kesenjangan budaya di masyarakat melalui budaya belajar di sekolah. Karena pembangunan
sektor pendidikan di Sumatera Utara memiliki peran penting, pendidikan menjadi
sektor prioritas yang berada pada urutan pertama di antara sektor-sektor prioritas lainnya.
Tingkat pendidikan di Sumatera Utara menunjukkan perubahan meningkat, namun
Angka Partisipasi Sekolah (APS) usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun (pendidikan dasar) tahun
2013 antarkota dan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara belum merata (Gambar 8). Rata-rata
APS Provinsi Sumatera Utara tahun 2013 sebesar 99,04 persen untuk usia 7-12 tahun dan 92,01
persen untuk usia 13-15 tahun. Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dengan APS terendah
meliputi Kabupaten Padang Lawas, Asahan, Tapanuli Tengah dan Labuan Batu Selatan.
Pendidikan dasar di wilayah terpencil dan terisolir di Provinsi Sumatera Utara belum terpenuhi
karena kekurangan tenaga pendidik dan layanan pendidikan lainnya. Dalam 3 tahun terakhir
APS Sumatera Utara mengalami pergeseran pada kelompok umur 16-18 tahun dan kelompok
umur 19-24 tahun, artinya terjadi peningkatan penduduk yang sedang sekolat tingkat SLTA dan
universitas. Persentase penduduk 10 tahun ke atas yang minimal telah tamat SLTA mencapai 50
persen terdapat di Kota Medan, artinya secara umum kota tersebut memiliki sumberdaya
manusia yang baik.
Gambar 8
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pendidikan Dasar Tahun 2013 (Persen)
Sumber: BPS, 2013
Capaian APS pendidikan dasar usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun berdampak pada rata-
rata lama sekolah (RLS) dan angka melek huruf (AMH) sebagai indiktor keberhasilan
pembangunan oleh MDGs di Provinsi Sumatera Utara (Gambar 9). RLS di Provinsi Sumatera
99,04
92,01
75
80
85
90
95
100
105
Kab
. Nia
s
Kab
. Man
dai
lin
g N
atal
Kab
. Tap
anu
li S
elat
an
Kab
. Tap
anu
li T
enga
h
Kab
. Tap
anu
li U
tara
Kab
. To
ba
Sam
osi
r
Kab
. Lab
uh
an B
atu
Kab
. Asa
han
Kab
. Sim
alu
ngu
n
Kab
. Dai
ri
Kab
. Kar
o
Kab
. Del
i Ser
dan
g
Kab
. Lan
gkat
Kab
. Nia
s Se
lata
n
Kab
. Hu
mb
ang
Has
un
du
tan
Kab
. Pak
pak
Bh
arat
Kab
. Sam
osi
r
Kab
. Ser
dan
g B
edag
ai
Kab
. Bat
u B
ara
Kab
. Pad
ang
Law
as U
tara
Kab
. Pad
ang
Law
as
Kab
. Lab
uh
an B
atu
Sel
atan
Kab
. Lab
uh
an B
atu
Uta
ra
Kab
. Nia
s U
tara
Kab
. Nia
s B
arat
Ko
ta S
ibo
lga
Ko
ta T
anju
ng
Bal
ai
Ko
ta P
emat
ang
Sian
tar
Ko
ta T
ebin
g T
ingg
i
Ko
ta M
edan
Ko
ta B
inja
i
Ko
ta P
adan
gsid
imp
uan
Ko
ta G
un
un
gsit
oli
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 07-12 tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) 13-15 tahun
APS 7-12 tahun Provinsi APS 13-15 tahun Provinsi
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~9~
Utara 8,45 tahun, lebih tinggi dari RLS nasional 8 tahun. AMH Provinsi Sumatera Utara tahun
2009-2013 berkisar pada angka 97,38 persen dan lebih tinggi daripada AMH nasional yang
terus meningkat dari 91 persen di tahun 2009 menjadi 94 persen di tahun 2013.
Gambar 9
Rata-Rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf Tahun 2009-2013
Sumber: BPS, 2013
Dampak dari rendahnya APS, AMH, serta RLS mempengaruhi produktivitas tenaga kerja
di Provinsi Sumatera Utara. Angkatan kerja di Provinsi Sumatera Utara memiliki tingkat
pendidikan yang rendah sehingga Sumatera Utara berada dalam ekonomi dengan produktivitas
rendah. Provinsi Sumatera Utara perlu konsisten dalam meningkatkan APS, AMH, dan RLS
sehingga penyelenggaraan layanan untuk pemerataan akses dan mutu pendidikan dapat
tercapai. Salah satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya dilakukan
analisis terhadap kondisi umum pendidikan, prioritas bidang, prioritas wilayah dan anggaran
sebagai suatu kesatuan analisis pemecahan masalah penyelenggaraan pembangunan
pendidikan di Sumatera Utara.
2.1.2. Kesehatan
Faktor kesehatan merupakan salah satu kebutuhan penting untuk pembangunan
manusia. Penyediaan fasilitas kesehatan menjadi salah satu upaya dalam meningkatkan
pembangunan kesehatan di Provinsi Sumatera Utara. Tingkat kesehatan masyarakat Sumatera
Utara belum menunjukkan hasil yang baik apabila dilihat dari indikator kesehatan, seperti
angka kematian ibu, angka kematian bayi dan balita, serta gizi buruk yang berada di atas
nasional. Angka kematian bayi di Sumatera Utara pada tahun 2012 sebanyak 40 kematian per
1000 kelahiran baru, sedangkan angka nasional menunjukkan 34 kematian per 1000 kelahiran
baru (Gambar 10). Angka ini juga mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan kondisi pada
2007, angka kematian bayi Sumatera Utara 46 kematian per 1000 kelahiran hidup. Faktor
penyebab meningkatnya AKB adalah gizi buruk penanganan persalinan yang kurang memadai,
kesehatan lingkungan yang buruk, serta wawasan masyarakat terhadap kesehatan. Kondisi
kesehatan penduduk merupakan salah satu modal bagi keberhasilan pembangunan. Dengan
penduduk yang sehat pembnagunan dapat berjalan lancar. Sebagian besar penolong kelahiran
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
7
7,5
8
8,5
9
9,5
2009 2010 2011 2012 2013
RLS_Provinsi (tahun) RLS Nasional (tahun)
AMH_Provinsi (%) AMH Nasional (persen)
2015 Provinsi Sumatera Utara
~10~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
di Sumatera Utara dilakukan oleh bidan (75,10 persen), namun masih beberapa kelahiran
dibantu tenaga dukun (5,10). Terkait dengan kesehatan balita, kesadaran penduduk Sumatera
Utara tehadap imunisasi balita tergolong tinggi , terlihat dari tingginya persentse balita yang
pernah diimnisasi sebesar 91,06 persen dari jumlah balita.
Gambar 10
Angka Kematian Bayi Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BPS, 2012
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengajukan program prioritas untuk
percepatan pembangunan kesehatan di Sumatera Utara. Program prioritas pembangunan
bidang kesehatan di Provinsi Sumatera Utara antara lain peningkatan sarana prasarana alat RS
rujukan regional di RSUD Pirngadi Kota Medan, RSUD Haji Provinsi, RSUD Djasamen Saragih
Kota Pematang Siantar, RSUD Rantau Prapat Kab. Labuhan Batu, RSUD Padang Sidempuan,
RSUD Gunung Sitoli. Pembangunan rumah sakit dan puskesmas dengan ruang rawat inap yang
diprioritaskan pada daerah yang belum terjang kau pelayanan kesehatan menjadi prioritas
pembangunan. Sementara itu jumlah puskesmas yang tersedia saat ini sebanyak 571 unit yang
terdiri dari 161 unit puskesmas perawatan dan 407 unit puskesmas non perawatan (Tabel 1).
Jumlah daerah yang memiliki puskesmas terbanyak adalah , sedangkan daerah dengan jumlah
puskesmas paling rendah adalah. Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat terwujud dari
keberadaan puskesmas yang sebagian telah ditingkatkan menjadi puskesmas rawat inap dan
puskesmas pembantu. Di samping itu terdapat 206 unit rumah sakit, balai pengipatan,
posyandu, serta apotek. Dengan demikian Sumatera Utara memiliki 29.368 unit layanan
kesehatan yang melayani 13.766.851 jiwa, yang berarti setiap satu layanan kesehatanakan
melayani 469 jiwa.
46
26
40
39
26
34
0
10
20
30
40
50
2007 2010 2012
Sumatera Utara INDONESIA
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~11~
Tabel 1
Jumlah Puskesmas dan Perawatan (Unit) Tahun 2014 Provinsi Sumatera Utara
No. Kabupaten/Kota Puskesmas Puskesmas Rawat Inap
Puskesmas Non Rawat
Inap
1 Kab. Nias 10 4 6
2 Kab. Mandailing Natal 26 3 23
3 Kab. Tapanuli Selatan 16 4 12
4 Kab. Tapanuli Tengah 23 6 17
5 Kab. Tapanuli Utara 19 6 13
6 Kab. Toba Samosir 19 2 17
7 Kab. Labuhan Batu 13 5 8
8 Kab. Asahan 22 10 12
9 Kab. Simalungun 34 8 26
10 Kab. Dairi 18 5 13
11 Kab. Karo 19 6 13
12 Kab. Deli Serdang 34 17 17
13 Kab. Langkat 30 8 22
14 Kab. Nias Selatan 36 8 28
15 Kab. Humbang Hasundutan 12 3 9
16 Kab. Pakpak Bharat 8 2 6
17 Kab. Samosir 12 5 7
18 Kab. Serdang Bedagai 20 6 14
19 Kab. Batu Bara 13 4 9
20 Kab. Padang Lawas Utara 17 3 14
21 Kab. Padang Lawas 14 4 10
22 Kab. Labuhan Batu Selatan 17 9 8
23 Kab. Labuhan Batu Utara 17 7 10
24 Kab. Nias Utara 11 5 6
25 Kab. Nias Barat 8 3 5
26 Kota Sibolga 5 1 4
27 Kota Tanjung Balai 8 1 7
28 Kota Pematang Siantar 19 0 19
29 Kota Tebing Tinggi 9 0 9
30 Kota Medan 39 13 26
31 Kota Binjai 8 2 6
32 Kota Padangsidimpuan 9 2 7
33 Kota Gunungsitoli 6 2 4
Provinsi 571 164 407
Nasional 9.740 3.395 6.345
Sumber: BPS, 2014
Untuk masalah gizi buruk, prevalensi gizi buruk dan kurang gizi pada balita di Sumatera
Utara masih tinggi. Hal ini terkait dengan status ekonomi masyarakat setempat yang tidak
menunjukkan peningkatan yang lebih baik. Penanggulangan gizi buruk bukan saja tugas dinas
2015 Provinsi Sumatera Utara
~12~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
kesehatan, namun sangat dibutuhkan juga peran serta masyarakat termasuk kepala keluarga
untuk segera melaporkan jika bayi bermasalah dengan gizi. Peran posyandu diperlukan untuk
memberikan pengetahuan mengenai sadar gizi untuk balita. Peningkatan angka kecukupan gizi
harus sejalan dengan peningkatan kesejahteraan keluarga. Program prioritas yang harus
dilakukan terkait dengan pembangunan kesehatan harus menyeluruh dari penurunan AKB,
peningkatan gizi masyarakat,jaminan kesehatan ibu hamil, serta pelatihan tenaga medis.
2.1.3. Perumahan
Arah kebijakan pada sasaran pembangunan perumahan adalah meningkatkan akses
masyarakat berpendapatan rendah terhadap hunian yang layak, aman, terjangkau serta
didukung oleh penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas yang memadai. Kebutuhan rumah
layak huni di Sumatera Utara sangat besar, mengingat masih banyaknya penduduk dengan
kepemilikan pemukiman yang belum tertata. Pemenuhan hunian yang layak dengan didukung
oleh prasarana sarana, dan utilitas yang memadai perlu mendapatkan perhatian khusus.
Beberapa fasilitas perumahan mencakup jenis atap, dinding, dan jenis lantai terluas merupakan
indikator kesejahteraan rumah tangga di bidang perumahan. Kondisi perumahan Sumatera
Utara selama tahun 2012-2014 semakin membaik, terlihat dari jumlah rumah tangga yang
memiliki perumahan dengan kondisi lantai bukan tanah, beratap layak, dan berdinding
permanen.Persentase rumah tanggga dengan lantai bukan tanah mencapai 97,46 persen
meskipun baru sebagia bangunan tempat tinggal berdinding tembok.
Gambar 11
Persentase Rumah Tangga Kriteria Kelayakan Sanitasi dan Air Minum
Sanitasi
Air Minum
Sumber: BPS, 2013
Pembangunan perumahan yang layak huni bagi masyarakat juga harus memperhatikan
akses air minum dan sanitasi layak. Selama tahun 2010-2013 rumah tangga di Sumatera Utara
yang mendapatkan kriteria sanitasi dan air minum layak cenderung meningkat (Gambar 11).
Jumlah rumah tangga dengan kelayakan sanitasi di Provinsi Sumatera Utara meningkat pada
tahun 2010 ke tahun 2013, yaitu dari 57,1 persen menjadi 61,92 persen. Sementara itu jumlah
rumah tangga dengan kriteria kelayakan air minum di Sumatera Utara selama 2010-2013
meningkat dari 46,06 persen menjadi 67,81 persen. Akses terhadap air minum bresih masih
haus ditingkatkan, karena masih terdapat 2,56 persen rumah tangga di Sumatera Utara
57,1 56,47
59,7
61,92
55,53 55,6
57,35
60,91
50
52
54
56
58
60
62
64
2010 2011 2012 2013
Sumatera Utara Nasional
46,06
62,29 65,48
67,81
44,19
63,48 65,05
67,73
30
35
40
45
50
55
60
65
70
2010 2011 2012 2013
Sumatera Utara Nasional
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~13~
menggunakan air hujan sebagai sumber air minum. Pada tahun 2012 sumber air minum
masyarakat Provinsi Sumatera Utara yang berasal dari air ledeng dan kemasan mencapai 42,51
persen, meningkat menjadi 43,98 persen tahun 2013, dan mencapai 45,14 tahun 2014.
Permasalahan dalam penyelenggaraan air minum dan sanitasi adalah minimnya
keberlanjutan sarana dan prasarana yang telah terbangun, semakin terbatasnya sumber air
baku untuk air minum dan kurang optimalnya sinergi pembangunan air minum dan sanitasi.
Minimnya keberlanjutan sarana dan prasarana disebabkan oleh belum optimalnya kesadaran
dan pemberdayaan masyarakat, keterlibatan aktif pemerintah daerah baik dari aspek regulasi
maupun pendanaan, serta penerapan manajemen aset. Penyediaan layanan sanitasi belum
tersinergikan dengan penyediaan layanan air minum sebagai upaya pengamanan air minum
untuk pemenuhan aspek 4K (kuantitas, kualitas, kontinuitas dan keterjangkauan).
Indikator lain dalam pembangunan perumahan sanitasi dan air minum adalah
berkurangnya kawasan kumuh perkotaan dan menurunnya jumlah kekurangan tempat tinggal
berdasarkan perspektif penghuni. Kebutuhan rumah di Provinsi Sumatera Utara banyak
tersebar di daerah perkotan. Belum optimalnya pembangunan prasarana dasar pada
permukiman yang dibangun menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan kawasan
kumuh di perkotaan.
2.1.4. Mental/Karakter
Untuk mencapai Indonesia yang maju, makmur dan mandiri diperlukan sumberdaya
manusia yang unggul dan memiliki pendidikan yang baik, keahlian dan keterampikan, pekerja
keras, memiliki etos kemajuan, bersikap optimis, serta memiliki nilai luhur budaya bangsa.
Nilai-nilai luhur yang penting ditanamkan untuk mencapai kemandirian tersebut antara lain
gotong royong, toleransi, solidaritas, saling menghargai dan menghormati. Negara Indonesia
merupakan negara majemuk dengan latar belakang budaya dan adat istiadat yang beragam.
Pembangunan mental dan budaya masyarakat penting dilakukan untuk mendukung
pembangunan fisik dan mengatasi permasalahan sosial.
Pembangunan karakter melalui pendidikan dalam masyarakat merupakan upaya
meningkatkan sikap mental untuk meningkatkan nilai etis diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir, bersikap, berbuat dan memotivasi kehidupan
seseorang. Karakter erat kaitannya pola tingkah laku dan kecenderungan untuk berbuat baik.
Dalam hal ini perlu adanya usaha mengadakan pendidikan baik formal maupun informal di
lingkungan tempat tinggal untuk menggerakkan perubahan yang terjadi. Pembangunan wilayah
Sumatera Utara menuntut perubahan sikap mental manusia yang selain merupakan sarana
untuk mencapai tujuan pembangunan juga merupakan salah satu tujuan utama pembangunan
itu sendiri. Semua elemen masyarakat berperan serta dalam membangun karakter bangsa, di
antaranya melalui media massa, pada akademisi, tokoh adat, dan melalui peran organisasi
kepemudaan. Proses penanaman karakter yang dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah
meliputi pengembangan bentuk pembelajaran substantif yang materinya terkait langsung
dengan nilai, serta melalui pendidikan keagamaan.
Salah satu upaya membentuk karakter masyakarat di Sumatera Utara adalah melalui
pendidikan agama. Masyarakat Sumatera Utara cukup majemuk sehingga upaya pembentukan
karakater bisa dimulai dari pendidikan dalam keluarga, kelompok kegamaan, serta organisasi
kepemudaan lain. Keberadaan tempat ibadah untuk pendidikan karakter masyarakat menjadi
penting untuk dikembangkan (Tabel 2). Media tempat ibadah dan pendidikan guru agama
adalah komponen masyarakat yang dapat dijadikan sebagai dasar pendidikan.
2015 Provinsi Sumatera Utara
~14~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Tabel 2
Data Umat, Tempat Ibadah Provinsi Sumatera Utara
Agama Kristen Katholik Islam Hindu Budha Jumlah Umat 70640 47639 4963260 1129 4392 Tempat Ibadah 303 126 13322 1 4
Sumber: Kementerian Agama Kanwil Sumatera Utara, 2015
Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui media
sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan.
Pembangunan karakter di Sumatera Utara dapat terwujud melalui konsep pendidikan budaya
dan agama menuju masyarakat Sumatera Utara yang maju dan cerdas. Adanya keberagaman
etnis dan agama dan berkembangnya lembaga sosial dalam kehidupan masyarakat
membutuhkan peran pemuda sebagai aset pembangunan sosial. Untuk menjamin kesejahteraan
sosial keterlibatan pemuda dipelukan untuk mendorong proses pembelajaran serta
membangun komitmen bersama dalam pembangunan. Pengembangan karakter pemuda dapat
dilakukan melalui lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan karena keterlibatan pemuda
dalam hal ini sangat tinggi. Melalui peran organisasi ini pengembangan karakter yang positif
dapat dilakukan. Jumlah organisasi di Sumatera Utara yang terdaftar pada Kementerian Pemuda
dan Olahraga tahun 2014 sebanyak 10 organisasi, terdiri atas keagamaan, kekeluargaan, dan
lain-lain (Gambar 12).
Gambar 12
Bidang Organisasi di Provinsi Sumatera Utara
Sumber: Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2014 (diolah)
Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan organisasi kepemudaan adalah
adanya sifat dan karakter dari generasi muda yang tidak relevan dengan norma kehidupan
masyarakat. Melalui peran organisasi-organisasi ini pengembangan karakter yang positif dapat
dilakukan untuk menghindari masalah negatif dalam internal maupun eksternal organisasi.
Pemuda memiliki rasa tanggung jawab dalam membangun daerahnya untuk kepentingan
masyarakat. Pendidikan karakter bersifat menanamkan kebiasaan dan hal yang baik. Melalui
media sekolah, tempat ibadah, serta organisasi masyarakat kebiasaan langsung dipraktekkan
keagamaan 33%
kebangsaan 23%
kesiswaan 20%
kepartaian 14%
kekeluargaan
1%
kekaryaan 8%
Profesi 1%
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~15~
2.2. ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN
2.2.1. Pengembangan Sektor Pangan
Terwujudnya kedaulatan pangan merupakan salah satu cerminan kemandirian ekonomi
nasional. Pertanian menjadi sektor strategis pembangunan di Sumatera Utara karena potensi
sumberdaya pertanian yang melimpah di wilayah ini. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk ketahanan pangan masyarakat Sumatera Utara. Sumber pangan lokal di
Provinsi Sumatera Utara antara lain tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, perkebunan,
dan perikanan. Produksi padi di Provinsi Sumatera Utara tahun 2015 mengalami peningkatan
dari tahun sebelumnya, dan mencapai 3.866.492 ton (Gambar 13). Peningkatan produksi ini
disebabkan karena bertambahnya luas panen dan meningkatnya produktivitas. Kontribusi
produksi padi di provinsi Sumatera Utara tahun 2015 sebesar 5,16 persen terhadap produksi
padi nasional.
Gambar 13
Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Padi Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BPS, 2014
Produksi jagung di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 mencapai 687.904 ton,
meningkat sebesar 82.552 ton (13,64 persen) dari tahun 2014 sebesar 1.478.584 ton (Gambar
14). Peningkatan produksi ini juga dikarenakan bertambnhnya luas panen sebesar dan
meningkatnya produkstivitas jagung. Adanya penambahan lahan jagung di Provinsi Sumatera
Utara diharapkan dapat menambah produksi jagung di wilayah ini sehingga mampu
mengurangi impor jagung.
3.607.403
3.715.514 3.727.249
3.631.039
3.866.492
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
3.450.000
3.500.000
3.550.000
3.600.000
3.650.000
3.700.000
3.750.000
3.800.000
3.850.000
3.900.000
2011 2012 2013 2014 2015
Produksi Padi Produktivitas Padi Produktivitas Nasional
2015 Provinsi Sumatera Utara
~16~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Gambar 14
Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Jagung Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BPS, 2014
Untuk komoditas kedelai, produksi tahun 2011-2015 cenderung berfluktatif namun
memlikikecenderungan menurun. Pada tahun 2015 produksi kedelai sebesar 6.583 ton,
meningkay dibandingkan tahun 2014 sebesar 5.705 ton (Gambar 15). Meningkatnya produksi
kedelai dipengaruhi oleh bertambahnya luas panen dan meningkatnya produktivitas kedelai
Sumatera Utara sebesar pada tahun 2015.
Gambar 15
Produksi (Ton) dan Produktivitas (Ku/Ha) Tanaman Kedelai
Provinsi Sumatera Utara.
Sumber: BPS, 2014
1.294.645 1.347.124
1.183.011 1.159.795
1.478.584
0
10
20
30
40
50
60
70
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
1.600.000
2011 2012 2013 2014 2015
Produksi Jagung Produktivitas Jagung Produktivitas Nasional
11.426
5.419
3.229
5.705
6.583
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
2011 2012 2013 2014 2015
Produksi Kedelai Produktivitas Kedelai Produktivitas Nasional
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~17~
Kondisi agroekosistem Sumatera Utara sangat mendukung untuk pengembangan
komoditas pertanian. Selain padi dan jagung, berbagai sumber pangan lokal di Sumatera Utara
telah dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan. Tanaman
pangan lokal yang sudah dimanfaatkan masyarakat Sumatera Utara antara lain kacang tanah
dan ubi kayu, namun produktivitasnya terus mengalami penurunan.
Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga berasal dari peternakan.
Produksi daging di Provinsi Sumatera Utara didominasi oleh babi, dengan hasil produksi sebsar
39.584 ton pada tahun 2014. Produksi babi di Sumatera Utara terus meningkat selama 2010 –
2014 (Gambar 16). Produksi daging babi Sumatera Utara berkontribusi sebesar 12,73 persen
terhadap produksi daging babi nasional.
Gambar 16
Produksi Daging Provinsi Sumatera Utara (Ton)
Sumber: BPS, 2014
Gambar 17
Populasi Ternak Unggas Provinsi Sumatera Utara (Ribu Ekor)
Sumber: BPS, 2014
14.256
18.299
24.547
18.437
25.696
5.654 4.942 7.308
3.395
7.760
2.717 3.269 5.353
3.470 3.557
32.488 35.786
38.221 39.212 39.584
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
2010 2011 2012 2013 2014
Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kuda
Daging Kambing Daging Domba Daging Babi
11.929,50 11.963,70 12.073,40
15.545,20 16.475,70
8.350,00 8.994,40 12.055,60 15.704,30
16.383,60
45.155,00
40.167,70 42.813,20
46.064,40 47.528,60
2.026,10 2.627,00 3.107,90 2.819,90 3.111,30
0,00
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
35.000,00
40.000,00
45.000,00
50.000,00
2010 2011 2012 2013 2014
Ayam Kampung Ayam Petelur Ayam Pedaging Itik
2015 Provinsi Sumatera Utara
~18~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Peternakan unggas di Provisi Sumatera Utara juga mengalami peningkatan dengan hasil
produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah populasi ternak terbesar di Sumatera
Utara adalah ayam pedaging yaitu sebanyak 47 juta ekor pada tahun 2014, meningkat sebesar
31,18 persen dari tahun sebelumnya (Gambar 17). Ayam jenis ini banyak diminati karena lebih
menguntungkan dan mudah pemeliharaannya. Sedangkan itik sangat sedikit peminatnya di
Jawa Barat sebanyak 3 juta ekor. Peningkatan jumlah produksi dan populasi unggas didukung
adanya pemberian bantuan bibit ternak, bantuan pakan ternak, serta pengobatan ternak dari
pemerintah.
Tercapainya kondisi ketahanan dan kemandirian pangan di Provinsi Sumatera Utara
juga dipengaruhi adanya inovasi dan adopsi teknologi dalam pengembangan usaha tani
tanaman pangan, usaha tani hortikultura, usaha peternakan, dan usaha perkebunan yang
mampu memberikan dampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas petani dan
peternak. Pemerintah daerah mendorong peningkatan jumlah lahan pertanian dengan
memfungsikan kembali lahan sawah untuk ditanam padi, jagung, dan kedelai sesuai dengan
musimnya. Ketersediaan lahan di Sumatera Utara cukup luas untuk dimanfaatkan dalam
meningkatkan produksi tanaman pertanian dan kebutuhan pangan lainnya. Upaya perluasan
areal sawah sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan karena kebutuhan produksi
tanaman pangan khususnya padi terus meningkat sedangkan alih fungsi lahan cukup luas setiap
tahunnya. Untuk mendukung ketahanan pangan di Sumatera Utara diperlukan pembukaan
lahan pertanian dalam memenuhi target produksi tanaman pangan di tahun 2019 (Tabel 3).
Tabel 3
Sasaran Kedaulatan Pangan Provinsi Sumatera Utara
Desa
Mandiri
Benih
Cetak
Sawah
(Ha)*
Target Produksi 2019 (ribu ton)
Padi Jagung Kedelai Gula Daging Sapi
dan kerbau
35 8.000 4.394.901 1.915.713 10.184 69.423 41.466
*indikasi awal
Sumber: Perhitungan Bappenas, 2015
Dalam pemanfaatan dan pengolahan lahan sawah petani perlu mendapatkan pembinaan
dan didampingi secara intensif baik dalam pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, panen,
dan pasca panen oleh penyuluh pertanian dengan menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi.
Dinas pertanian perlu memantau penyaluran benih dan pupuk agar lahan sawah bisa
diusahakan secara berkelanjutan sehingga meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman
pangan. Petani juga perlu mendapatkan fasilitas berupa kemudahan dalam mengakses sarana
produksi, sumber permodalan, pengolahan hasil serta pemasaran untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahterannya.
Salah satu upaya dalam mendorong produksi dan produktivitas pangan adalah
tersedianya infrastruktur pertanian yang memadai. Pembangunan infrastruktur yang saat ini
diperlukan antara lain berupa perbaikan dan pembangunan infrastruktur pengairan, seperti
waduk dan saluran irigasi, serta pembangunan jalan yang menghubungkan sentra produksi
kepada konsumen akhir. Untuk mewujudkan ketersediaan infrastruktur tersebut, dukungan
dan koordinasi antara instansi yang membidangi pembangunan fisik serta pemerintah daerah
melalui dukungan kebijakan yang mempermudah implementasi pembangunan tersebut, mutlak
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~19~
diperlukan. Selain pembangunan infrastruktur, peningkatan produksi dan produktivitas
pertanian juga memerlukan dukungan penyediaan teknologi dan sarana produksi, serta sumber
daya manusia yang baik.
2.2.2. Pengembangan Sektor Energi
Sumberdaya energi merupakan sarana produksi dan sarana kehidupan sehari-hari yang
memegang peran penting dalam pembangunan. Ketersediaan energi yang berkesinambungan,
handal, terjangkau dan ramah lingkungan merupakan hal yang fundamental dalam membangun
industri energi yang bisa mendukung perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara.
Berdasarkan hal tersebut beberapa negara termasuk Indonesia telah mulai memanfaatkan
energi baru terbarukan (EBT) sebagai pengganti energi fosil yang cadangannya mulai menipis.
Tidak seperti negara-negara maju, pengembangan EBT di Indonesia hingga saat ini masih belum
dominan karena masih didominasi penggunaan bahan bakar fosil.
Pemerintah terus mendorong investasi sektor energi di Sumatera Utara terkait dengan
kebutuhan listrik yang cukup besar. Sistem kelistrikan di Provinsi Sumatera Utara dipasok
dengan menggunakan sistem transmisi 150kV dan transmisi 275 kV yang berasal dari Sektor
Pembangkitan Belawan, Sektor PembangkitanMedan, Sektor Pembangkitan Pandan dan Sektor
Pembangkitan Labuhan Angin (tidak termasukPulau Nias/Gunung Sitoli, Teluk Dalam, Pulau
Tello dan Pulau Sembilan yang masih beroperasisecara isolated). PLN juga melakukan swap
energy dengan PT Inalum untuk ikut membantumemenuhi kebutuhan beban puncak.
Disamping pusat-pusat pembangkit tersebut, ada beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
Hidro (PLN) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (IPP) yang memasok listrik langsung
ke sistem distribusi (20kV). Kapasitas terpasang pembangkit listrik di Provinsi Sumatera Utara
pada tahun 2013 sebesar 2178,4 MW dengan Daya Mampu Netto (DMN) 1609,5 MW. Dengan
total beban puncak pada tahun 2013 yang mencapai 1455 MW , dimana beban puncak yang
terlayani hanya sebesar 1374 MW sehingga Provinsi Sumatera Utara masih mengalami defisit
sebesar 81 MW.
Gambar 18
Rasio Elektrifikasi (%) Tahun 2014
Tidak termasuk pelanggan non PLN
Sumber: Statistik PLN, 2014
89,91
81,70
0
20
40
60
80
100
120
Ace
h
Sum
ater
a U
tara
Sum
ater
a B
arat
Ria
u
Jam
bi
Sum
ater
a Se
lata
n
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Kep
Ban
gka
Bel
itu
ng
Kep
ula
uan
Ria
u
DK
I Ja
kar
ta T
ange
ran
g
Jaw
a B
arat
Jaw
a T
enga
h
D.I
Yo
gyak
arta
Jaw
a T
imu
r
Ban
ten
B A
L I
Nu
sa T
engg
ara
Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Kal
iman
tan
Bar
at
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
Sel
atan
Kal
iman
tan
Tim
ur
dan
…
Sula
wes
i Uta
ra
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Sel
atan
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Go
ron
talo
Sula
wes
i Bar
at
Mal
uk
u
Mal
uk
u U
tara
Pap
ua
Bar
at
Pap
ua
Rasio Elektrifikasi Nasional
2015 Provinsi Sumatera Utara
~20~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat harus diimbangin dengan ketersediaan
tenaga listrik karena meningkatnya permintaan tenaga listrik. Rasio elektrifikasi di Provinsi
Sumatera Utara tahun 2014 masih di bawah 100 persen dan lebih tinggi dari rata-rata nasional
sebesar 81,70 persen (Gambar 18) namun kekurangan pasokan energi masih menjadi masalah
yang harus diatasi segera. Rasio elektrifikasi merupakan perbandingan jumlah rumah tangga
yang berlistrik dan jumlah keseluruhan rumah tangga (RUPTL PLN 2015-2024). Rasio
elektrifikasi ini menggambarkan tingkat ketersediaan energi listrik untuk masyarakat. Selama
periode 2012-2014 terjadi sedikit penambahan pembangkit listrik PLN untuk wilayah Sumatera
Utara yaitu sebesar 447,26 MW, dari 1.932,02 MW meningkat menjadi 2.379,28 MW pada tahun
2014.
Penggunaan listrik di Provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan sejalan dengan
pertumbuhan ekonominya. Namun pasokan tenaga listrik (pembangkitan) mengalami
penurunan daya mampu (derating capacity) karena umur pembangkit yang semakin tua dan
penambahan kapasitas pembangkit baru yang relatif kecil. Kota Medan merupakan pusat beban
terbesar di Sumatera Utara (hampir 60% dari seluruh demand di Provinsi ini) dengan tingkat
pertumbuhan beban yang tinggi. Sehubungan dengan kurangnya pasokan listrik di Sumatera
Utara sebagai akibat dari tidak seimbangnya penambahan pembangkit dan pertumbuhan beban,
maka pada saat beban puncak diberlakukan pemadaman bergilir. Untuk menanggulangi
pemadaman yang berkepanjangan, sementara PLN Wilayah Sumatera Utara telah melakukan
demand side management dengan cara mengurangi laju pertumbuhan beban, yaitu membuat
kuota (pembatasan) jumlah sambungan baru. Untuk mengantisipasi beban puncak, PLN
setidaknya harus memiliki tambahan cadangan listrik sebesar 30 persen sehingga bila ada
gangguan masih ada cadangan listrik yang bisa digunakan.
2.2.3. Pengembangan Sektor Kemaritiman dan Kelautan
Pembangunan ekonomi bidang maritim merupakan salah satu prioritas program kerja
pembangunan. Sasaran pengembangan ekonomi maritim dan kelautan diantaranya
termanfaatkannya sumber daya kelautan, tersedianya data dan informasi sumber daya kelautan
terintegrasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, terwujudnya tol laut
dan upaya meningkatkan pelayanan angkutan laut dan konektivitas laut. Untuk mewujudkan
sasaran tersebut, wilayah dengan potensi maritim besar perlu didorong untuk melakukan
percepatan pengembangan ekonomi kelautan. Transportasi laut bisa mendorong pertumbuhan
ekonomi berbasis maritim dan menekan angka inflasi karena disparitas harga antarwilayah
makin rendah.
Sumatera Utara memiliki luas wilayah 181.680 km2 yang terdiri atas 71.680 km2
wilayah darat dan 110.000 km2 wilayah laut dengan total panjang pantai 1.300 km. Wilayah
Provinsi Sumatera Utara memiliki posisi strategis sebagai gerbang poros maritim barat
Indonesia karena daerah ini terletak di antara Samudera Indonesia di bagian barat dan Selat
Malaka di bagian timur. Wilayah pantai barat mempunyai panjang garis pantai 755 km dan
pantai timur sepanjang 545 km. Terdapat 200 pulau-pulau kecil dan 3 pulau diantaranya
merupakan pulau-pulau kecil terluar yaitu Pulau Berhala, Pulau Simuk, dan Pulau Wunga.
Di wilayah pesisir pantai timur Sumatera terdapat 9 (sembilan) wilayah kabupaten/ kota
yaang berhadapan dengan perairan Selat Malaka, yaitu Kabupaten Langkat, Kota Medan,
Deli Serdang, Serdang Bedagai, Asahan, Batubara dan Tanjung Balai, sedangkan di wilayah
pesisir Pantai Barat terdiri dari 9 (sembilan) Kabupaten/Kota yang berhadapan dengan
Samudera Indonesia yaitu Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~21~
Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kota gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Kabupaten Nias
Utara, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Selatan. Pelabuhan laut merupakan jantung
kegiatan ekonomi maritim, karena sangat menentukan kapasitas volume perdagangan
melalui transportasi laut. Sampai saat ini terdapat 54 pelabuhan laut di Sumut yang terdiri
dari 1 pelabuhan internasional yakni pelabuhan Belawan, 13 pelabuhan nasional, 10
pelabuhan regional, dan 30 pelabuhan lokal. Beberapa prasarana pelabuhan di Sumatera
Utara disajikan dalam tabel 4.
Tabel 4
Pelabuhan di Provinsi Sumatera Utara
Kabupaten /Kota Pelabuhan
Nias Pertamina Gunung Sitoli
Kab. Tapanuli Tengah Barus, Manduamas, Oswald Siahaan/Labuan Angin
Kab. Labuhan Batu Labuan Bilik, Sei Berombang
Kab. Deli Serdang Panai Labu, Percut
Kab. Langkat Kuala Sarapu, Pangkalan Brandan, Pelabuhan Pulai Kampai,
Pelabuhan Tanjung Pura, Tapak Kuda, TUKS PT Pertamina
Kab. Nias Selatan Tello, Teluk Dalam, Teluk Dalam Baru
Kab. Serdang Bedagai Pelabuhan Pantai Cermin, Sialang Buah, Tanjung Beringin
Kab. Batubara Kuala Tanjung, Pangkalan Dodek, Tanjung Tiram
Kab, Labuanbatu Utara Leidong, Tanjung Sarang Elang
Kab. Nias Utara Lahewa
Kab. Nias Barat Sirombu
Kab. Sibolga Pertamina Sibolga, Sibolga
Kab. Tanjung Balai Tanjung Balai Asahan
Kota Medan Belawan
Kota Gunung Sitoli Gunung Sitoli
Sumber: Kementerian Perhubungan, 2015
Dari segi potensi sumber daya maritim, perairan pantai barat dan pantai timur
Sumatera Utara mengandung potensi yang sangat besar, dan layak dijadikan sebagai modal
pembangunan daerah ini. Perairan pantai timur memiliki potensi sumber daya ikan pelagis
mencapai 126.500 ton/tahun, dan ikan demersal 110.000 ton/tahun, sementara di pantai
barat potensi ikan pelagis mencapai 115.000 ton/tahun dan ikan demersal mencapai 80.000
ton. Belum lagi potensi ikan hias, rumput laut, bahan tambang dan mineral di dasar laut,
harta karun, dan jasa lingkungan laut untuk transportasi, pelabuhan niaga dan pelabuhan
perikanan. Sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor unggulan di Provinsi
Sumatera Utara. Sebagian besar produksi perikanan di Provinsi merupakan perikanan tangkap
laut dengan hasil produksi tahun 2013 sebesar 508.359 ton. Hasil perikanan budidaya di
Sumatera Utara terdiri atas budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan sawah
(mina padi) dengan hasil produksi paling tinggi pada budidaya jaring apung sebesar 83.154 ton
(gambar 19). Jenis ikan yang dibudidayakan antara lain udang windu, udang galah, gurame,
mujair, nila dan ikan mas.
2015 Provinsi Sumatera Utara
~22~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Gambar 19
Produksi Perikanan (ton) Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Sumber: BPS, 2013
Agar Sumatera Utara mampu mengembangkan industri maritim, maka di wilayah ini
harus dibangun dan dikembangkan galangan kapal yang mampu membuat kapal ukuran
menengah dan perbaikan kerusakan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan
agar pengusaha lokal terdorong untuk bergerak dalam bisnis maritim, baik dalam jasa
pengangkutan barang atau penangkapan sumberdaya ikan di laut. Selain itu, juga harus
dikembangkan pusat pengolahan produk perikanan, sehingga industri ini memberikan nilai
tambah produk perikanan, baik untuk kebutuhan domestik maupun tujuan ekspor. Oleh
sebab itu, pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus mendorong sektor swasta untuk dapat
mengembangkan industri pengolahan, dengan menyediakan fasilitas pendukungnya seperti
cold storage, pabrik es, dan fasilitas pendukung lainnya. Pengembangan sektor kelautan ini
harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan agar memberikan dampak yang besar bagi
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.2.4. Pengembangan Sektor Pariwisata dan Industri
Sektor pariwisata dan industri merupakan salah satu komponen dalam pembangunan
ekonomi. Pembangunan pariwisata dan industri harus dilakukan secara berkelanjutan sehingga
memberikan manfaat langsung untuk kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan dalam
pengembangan sektor pariwisata meliputi: pemasaran pariwisata nasional dengan
mendatangkan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara; pembangunan destinasi
pariwisata dengan meningkatkan daya tarik daerah tujuan wisata sehingga berdaya saing di
dalam dan luar negeri; pembangunan industri pariwisata dengan meningkatkan partisipasi
usaha lokal dalam industri pariwisata nasional serta meningkatkan keragaman dan daya saing
produk dan jasa pariwisata nasional di setiap destinasi pariwisata yang menjadi fokus
pemasaran; dan pembangunan kelembagaan pariwisata dengan membangun sumberdaya
manusia pariwisata serta organisasi kepariwisataan nasional. Arah kebijakan dalam
68%
6%
1%
5%
8%
11% 1%
Tangkap Laut Perairan Umum Budidaya Laut Tambak
Kolam Keramba Jaring Apung Sawah
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~23~
pengembangan sektor industri meliputi pengembangan perwilayahan industri di luar Pulau
Jawa, penumbuhan populasi industri, serta peningkatan daya saing dan produktivitas.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian Provinsi Sumatera Utara masih
rendah dibandingkan dengan potensi pariwisata yang dimilikinya. Wisatawan asing maupun
domestik yang berkunjung ke Sumatera Utara belum begitu besar. Jumlah wisatawan yang
berkunjung ke tempat wisata di Sumatera Utara meningkat setiap tahunnya walaupun
peningkatan jumlah kunjungan tersebut dianggap tidak signifikan. Hal ini juga terlihat dari
jumlah tamu yang menginap di hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Sumatera Utara
dibandingkan Indonesia secara keseluruhan Tahun 2010-2014 (Gambar 20). Jumlah tamu asing
dan domestik pada hotel dan akomodasi lain di Sumatera Utara mengalami peningkatan
terutama pada tahun 2014 sebesar 39 persen (tamu domestik) dan 4,73 persen (tamu asing). .
Gambar 20
Jumlah Tamu yang Menginap Tahun 2010-2014
Sumber: BPS, 2014
Sektor pariwisata mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan lapangan kerja dan menjadi multiplier effect untuk pengembangan sektor perekonomian yang lain. Objek wisata yang dimiliki Sumatera Utara belum ditata dengan baik menjadi daya tarik wisata unggulan, Potensi pariwisata Sumatera Utara meliputi wisqta alam, wisata budaya, dan sejarah. Beberapa objek wisata yang merupakan wisata alam merupakan kawasan strategis yang mendukung fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, yaitu Kawasan Ekosistem Leuser dan Bahorok, Kawasan Konservasi Hutan Batang Toru, serta Kawasan Konservasi Taman Nasional Batang Gadis di Kabupaten Mandailing Natal. Terkait dengan kegiatan sosial budaya objek wisata di Sumatera Utara yagn dapat dikunjungi meliputi situs dan peninggalan bersejarah Kota Cina di Kota Medan dan Kota Rantang di Kabupaten Deli Serdang, bangunan bersejarah di Koridor Kota Lama Belawan dan Kota Lama Kesawan di Kota Medan, bangunan bersejarah budaya Kesultanan Deli di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, kawasan religi dan situs candi/biara di Kabupaten Padanglawas dan Padang Lawas Utara, kawasan tradisional Bawomataluo Kabupaten Nias Selatan dan sekitarnya, kawasan religi dan situs bersejarah Islam di Barus Kabupaten Tapanuli Tengah, serta kawasan religi dan situs bersejarah suku Batak di Pusuk Buhit Kabupaten Samosir. Masih banyak potensi wisata di Sumatera Utara yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kepariwisataan di Provinsi Sumatera Utara.
135.531 151.570 319.404 355.927 490.979
1.801.370 2.208.091
3.582.574
5.707.390
6.510.348
-
10.000.000
20.000.000
30.000.000
40.000.000
50.000.000
60.000.000
70.000.000
80.000.000
90.000.000
100.000.000
-
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.000
2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Tamu Asing (Provinsi) Jumlah Tamu Indonesia (Provinsi)
Jumlah Tamu Asing (Nasional) Jumlah Tamu Indonesia (Nasional)
2015 Provinsi Sumatera Utara
~24~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Untuk sektor industri, salah satu tantangan yang dihadapi industri nasional saat ini
adalah daya saing yang rendah di pasar internasional. Faktor yang menyebabkan rendahnya
daya saing tersebut antara lain adanya peningkatan biaya energi, tingginya biaya ekonomi, serta
belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan lain yang dihadapi adalah masih lemahnya
keterkaitan antar industri (industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri
kecil dan menengah), adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di
dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi
antardaerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditas tertentu.
Potensi sumberdaya alam Sumatera Utara yang besar dalam perekonomian harus
berimbas pada kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan usaha mandiri, seperti
keberadaan industri rakyat. Sektor industri pengolahan baik skala mikro, kecil, dan menengah
maupun skala besar dan sedang perannya tidak begitu besar dalam pembentukan ekonomi
Sumatera Utara, namun berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan pemerataan
pendapatan di Provinsi Sumatera Utara Pelatihan dan ketrampilan berwirausaha perlu
diberikan kepada masyarakat di wilayah ini untuk meningkatkan daya saing saat memiliki
industri mandiri. Industri pengolahan memegang peran penting sebagai bagian proses menuju
modernisasi.
Tabel 5
Statistik Industri Besar Sedang
Uraian 2012 2013 2014
Jumlah Perusahaan (Unit) 1.022 963 996
Tenaga Kerja (orang) 154.108 154.029 167.038
Nilai Tambah (Milyar) 43.383,67 80.797,84 80.315,73 Sumber: BPSProvinsi Sumatera Utara, 2014
Gambar 21
Jumlah usaha dan Tenaga Kerja IBS Tahun 2014
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, 2014
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
0
50
100
150
200
250
300
350
Nia
s M
and
aili
ng
Nat
al
Tap
anu
li S
elat
an
Tap
anu
li T
enga
h
Tap
anu
li U
tara
T
ob
a Sa
mo
sir
Lab
uh
an B
atu
A
sah
an
Sim
alu
ngu
n
Dai
ri
Kar
o
Del
i Ser
dan
g L
angk
at
Nia
s Se
lata
n
Hu
mb
ang
Has
un
du
tan
P
akp
ak B
har
at
Sam
osi
r Se
rdan
g B
edag
ai
Bat
u B
ara
Pad
ang
Law
as U
tara
P
adan
g L
awas
L
abu
han
Bat
u S
elat
an
Lab
uh
an B
atu
Uta
ra
Nia
s U
tara
N
ias
Bar
at
Ko
ta S
ibo
lga
Ko
ta T
anju
ng
Bal
ai
Ko
ta P
emat
ang
Sian
tar
Ko
ta T
ebin
g T
ingg
i K
ota
Med
an
Ko
ta B
inja
i K
ota
Pad
ang
Sid
emp
uan
K
ota
Gu
nu
ng
Sito
li
jumlah perusahaan tenaga kerja
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~25~
Pada tahun 2014 jumlah usaha industri besar sedang di Sumatera Utara sebanyak 966
perusahaan atau mengalami penurunan dari tahun sebelumnya sebesar 3,31 persen (Tabel 5).
Jumlah perusahaan industri besar sedang di Sumatera Utara paling banyak terdapat di
Kabupaten Deli Serdang yaitu sebanyak 325 perusahaan atau sebesar 32,63 persen. Pada tahun
2014 jumlah IBS terbesar terdapat di Kabupaten deli Serdang yaitu sebanyak 325 perusahaan,
nemun penyerapan tenaga kerja terbesar kelompok IBS berada di Kota Medan sebanyak 52.239
orang (Gambar 21). Pada kelompok IBS ini jenis industrinya meliputi industri makanan
minuman dan tembakau, tekstil dan pakaian jadi, kayu dan perabot rumah tangga, keras, kimia
dan plastik, dan industri pengolahan lainnya.
2.3. ANALISIS PEMERATAAN DAN PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN
2.3.1. Pusat Pertumbuhan Wilayah
Pusat pertumbuhan wilayah banyak ditentukan berdasarkan potensi yang dimilikinya.
Peningkatan infrastruktur dan ketersediaan sarana mampu mendukung percepatan
pembangunan. Ketersediaan infrastruktur yang lengkap di suatu wilayah juga bisa digunakan
sebagai dasar dalam penetapan pusat pertumbuhan, karena hierarki suatu kota yang besar
akan mempercepat wilayah lain untuk berkembang. Hierarki kota dapat menentukan jenjang
pelayanan terkait dengan pusat pelayanan di kota.
2.3.1.1. Kawasan Ekonomi Khusus
Untuk mempercepat pengembangan ekonomi wilayah dan menjaga keseimbangan
kemajuan daerah perlu dikembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). KEK dikembangkan
melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan gesostrategi dan
berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Pengembangan KEK di Provinsi
Sumatera Utara adalah di Sei Mangkei yang berlokasi di Kabupaten Simalungun dengan fokus
pembangunan pada industri pengolahan CPO. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei
memiliki lahan seluas 1933.80 Ha dengan status Hak Pengelolaan Lahan (HPL). KEK Sei
Mangkei terletak di Kecamatan Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera
Utara. Jarak dari KEK Sei Mangkei menuju Kota Medan ± 144 Km, akses ke jalan lintas
Sumatra ± 10 Km, ke Pelabuhan Kuala Tanjung ± 40 Km dan jarak ke Bandara Internasional
Kuala Namu ± 115 Km. KEK Sei Mangkei merupakan sebuah kawasan industri yang berada
di sentra bahan baku berbasis agro , dimana kondisi tersebut tidak dimiliki oleh kawasan
industri lainnya di Indonesia.
Perkembangan pembangunan KEK Sei Mangke terkait infrastruktur pendukung
wilayah meliputi energi listrik, gas, IPAL, serta pembangunan rel kereta api. PLN telah
memasok daya tarik listrik sebesar 10 MW namun pasokan listrik tersebut sering
mengalami flukstuasi tegangan. Rencana ke depan akan dibangun gardu induk baru di KEK
Sei Mangkei dengan kapasitas 60 MW, dan target selesai pada Februari 2016. Infrastruktur
dalam kawasan di KEK Sei Mangkei selesai dibangun untuk tahap 1.
KEK Sei Mangkei diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sebesar 83.304 orang,
dengan nilai investasi pembangunan kawasan sebesar 5,7 T rupiah dan diperkirakan
menarik investasi 123,3 T hingga tahun 2025. Beberapa investasi di KEK Sei Mengke
disajikan pada Tabel 6. Industri agro yang terdapat di KEK Sei Mangke meliputi hirlirisasi
kelapa sawit, hilirisasi karet, sarana pendukung produksi, serta aneka industri.
2015 Provinsi Sumatera Utara
~26~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Tabel 6
Investasi di KEK Sei Mangke
Investor Jenis Industri/Infrastruktur Luas Areal
(Ha) PT Unilever Oleochemical Indonesia Industri Oleokimia 27,39
PT Pertamina, PTPN III, POSCO Energy IPP PLTGU 250 MW 10,00 – 20,00
PT PLN (Persero) Gardu Induk 150 KV 14,2
PT Pertagas Niaga Metering Gas Station 0,88
Kementerian Perindustrian Gedung Pusat Inovasi Sawit 1,02
PTPN III PKO 4
PTPN III PKS 4
PTPN III PLTBS 4
PTPN III dan PTPN IV Pabrik Minyak Goreng 8
Kementerian Perindutrian Tank Farm 9
Kementerian Perindutrian Dry Port 14
Kementerian Perindutrian Jalur Kereta Api 35
Kementerian Perindutrian Jalan Poros ROW 62 22
PT. Agro Jaya Perdana PKO 1,5
PT. STTC (Sumatra Tobacco Trading Company) Aneka Industri 10
PTPN III dan Mitra Strategis Industri Ban Sepeda Motor 10
Sumber: PTPN,2015
Salah satu syarat pengembangan KEK adalah ketersediaan investor yang akan
menggerakkan investasi di wilayah tersebut. KEK bertujuan untuk mempercepat pembangunan
dan mengurangi kesenjangan dalam masyarakat melalui hadirnya aktivitas ekonomi yang
memberikan nilai tambah. Terbentuknya KEK diharapkan semakin membangun daya saing
wilayah dengan memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
2.3.1.2. Kawasan Industri
Percepatan pembangunan wilayah juga didukung oleh pembangunan lokasi industri
berupa Kawasan Industri (KI). KI bertujuan untuk mengendalikan tata ruang, meningkatkan
upaya industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah,
meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, serta memberikan
kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur yang terkoordinasi antar
sektor terkait. Arah pengembangan KI di luar Pulau Jawa diharapkan dapat menciptakan
pemerataan pembangunan ekonomi dan meningkatkan efisiensi sistem logistik dan KI sebagai
pergerakan utama pusat-pusat pertumbuhan baru. KI di Sumatera Utara terletak di Sei Mangkei
Kabupaten Simalungun dan Kuala Tanjung Kabupaten Batu Bara. KEK Sei Mangkei merupakan
sebuah kawasan industri yang berada di sentra bahan baku berbasis agro, sedangkan KI
Kuala Tanjung indutri aluminium.
Kawasan industri Kuala Tanjung memiliki luas 1.500 hektar dan akan dikembangkan
menjadi 6 ribu hektar. Biaya pembebasan lahan diperkirakan mencapai 30 ribu rupiah per m2,
sehingga total biaya sekitar 350 milyar. Adapun biaya pengembangan infrastruktur meliputi
jalan dan jaringan listrik ditaksir sekitar sekitar 2,1 trilyun rupiah). Pembangunan kawasan
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~27~
industri Kuala Tanjung untuk mengantisipasi kembalinya PT Indonesia Asahan Aluminium
(Inalum) ke Indonesia Oktober mendatang. Nantinya, perusahaan di kawasan itu dapat
memanfaatkan aluminium produksi Inalum sebagai bahan baku (Kemenperin, 2015.
Kawasan Industri Sei Mangkei adalah kawasan yang berbasis Kelapa Sawit, kawasan
hijau yang ramah lingkungan, menciptakan banyak lapangan kerja dan industri terintegrasi
yang diharapkan akan terjadi peningkatan efisiensi dan daya saing. Saat ini di Sei Mangkei
sudah selesai Pembangunan Pabrik Kelapa Sawit dengan kapasitas 75 Ton TBS/Jam; sedangkan
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa berkekuatan 2 x 3,5 MW dan Pabrik Minyak
Inti Sawit atau PKO Kapasitas 400 Ton inti sawit/hari juga sudah selesai di bangun. Industri
hilir kelapa sawit yang akan dibangun segera antara lain adalah: pabrik biodiesel yang
terintegrasi dengan betacarothene, tocopherol & tocotrienol, industri surfactant, oleokimia,
industri olein untuk minyak goreng dengan kapasitas 600.000 ton per tahun, dan Pemanfaatan
limbah cair Biogas PKS untuk menghasilkan tenaga listrik sebesar 2 MW. Pembangunan
infrastruktur dalam kawasan yang telah ilaksanakan adalah infrastruktur sarana jalan kawasan,
infrastruktur untuk saluran induk dan drainase, pengolahan air bersih dan unit pengolahan
limbah kawasan. Infrastruktur eksternal kawasan yang juga akan dibangun adalah akses rel
kereta api dari Sei Mangkei ke stasiun Perlanaan dan Pelabuhan Kuala Tanjung.
2.3.2. Kesenjangan intra wilayah.
Tingkat kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang
ditunjukan dengan nilai indeks wiliamson dari tahun 2009-2013 berkisar antara 0.49 -0,50 dan
berada dibawah rata-rata nasional. Ketimpangan pembangunan yang terjadi di Sumatera Utara
tergolong pada kelompok ketimpangan sedang (Gambar 22) Penyebab kesenjangan ekonomi
dan sosial di Provinsi Sumatera Utara antara lain perbedaan struktur ekonomi masyarakat yang
tinggal di perkotaan dan perdesaan. Kondisi ini menghadapkan Sumatera Utara pada tantangan
untuk meningkatkan, memeratakan, dan memperluas jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan,
pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya, serta jangkauan informasi sampai ke seluruh pelosok
daerah.
Gambar 22
Perkembangan Kesenjangan Ekonomi (Indeks Williamson) 2009-2013
Sumber: BPS, 2013 (diolah)
0,50 0,50 0,49 0,49 0,49
0,78 0,78 0,80 0,80 0,78
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
2009 2010 2011 2012 2013
Sumatera Utara Nasional
2015 Provinsi Sumatera Utara
~28~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Kesenjangan ekonomi antarkota dan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara cukup
tinggi, terlihat dari besarnya gap antara kabupaten atau kota dengan PDRB perkapita tertinggi
dan PDRB perkapita terendah (Tabel 7). Pendapatan perkapita di Provinsi Sumatera Utara
relatif lebih tinggi daripada pendapatan perkapita kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera
Utara. Kota Medan sebagai ibukota provinsi memiliki pencapatan perkapita tingi karena
didukung ketersediaan infrastruktur yang menunjang seluruh aktivitas perekonomiannya.
Sementara itu PDRB perkapita di Batu Bara juga tinggi didukung keberadaan PT Inalum.
Walaupun secara riil pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Batu Bara tidak tinggi,
meningkat.
Tabel 7
Perkembangan Nilai PDRB Perkapita ADHB dengan Migas Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2008-2013 (000/jiwa)
Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Nias 7.953 7.582 8.653 9.794 10.776 12.187
Mandailing Natal - 8.402 9.150 10.419 11.643 13.220
Tapanuli Selatan - 10.483 11.928 13.400 14.834 16.550
Tapanuli Tengah - 6.528 7.416 8.020 8.777 9.846
Tapanuli Utara 7.554 12.182 13.596 14.692 15.971 17.755
Toba Samosir 9.611 17.666 19.760 22.052 24.956 28.242
Labuhan Batu 5.689 16.262 18.247 20.041 22.041 24.498
Asahan 5.918 15.675 17.798 20.128 22.430 25.299
Simalungun 6.034 11.352 12.641 14.072 15.686 17.529
Dairi 11.418 12.564 13.956 15.503 17.255 19.367
Karo 15.939 16.298 18.934 21.184 23.139 25.441
Deli Serdang 16.775 19.395 22.122 24.459 26.750 30.854
Langkat - 15.322 17.563 19.974 22.431 25.264
Nias Selatan - 6.990 7.725 8.297 8.990 9.771
Humbang Hasundutan 14.433 12.816 14.325 15.989 17.987 20.183
Pakpak Bharat 10.241 7.288 8.148 8.926 9.854 10.999
Samosir 11.561 12.690 13.915 15.192 16.608 18.300
Serdang Bedagai 14.911 14.250 16.277 18.218 20.481 23.253
Batu Bara 17.753 38.836 43.987 49.684 53.990 57.211
Padang Lawas Utara 13.769 6.470 7.671 8.487 9.267 10.286
Padang Lawas 6.506 6.095 7.045 7.931 8.627 9.499
Labuhan Batu Selatan 11.830 20.029 22.525 24.790 27.342 30.590
Labuhan Batu Utara 6.644 19.086 21.574 24.082 26.968 30.544
Nias Utara 11.480 7.872 8.903 10.035 10.969 12.311
Nias Barat 12.552 6.200 7.187 8.148 8.968 10.083
Kota Sibolga 35.551 16.063 18.221 19.952 22.041 24.775
Kota Tanjung Balai 14.609 18.071 19.926 21.339 22.984 24.778
Kota Pematang Siantar 16.440 16.017 17.687 18.982 20.286 21.751
Kota Tebing Tinggi 14.855 14.106 15.793 17.604 19.696 22.637
Kota Medan 12.833 34.750 39.602 43.933 48.909 55.151
Kota Binjai 31.479 16.283 18.535 21.090 24.098 26.813
Kota Padang Sidempuan 15.832 10.022 10.915 11.750 12.835 14.110
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~29~
Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Kota Gunung Sitoli 9.775 14.236 15.871 17.931 19.496 22.111
Sumatera Utara 16.813 18.325 21.112 23.778 26.185 29.722 Sumber: BPS, 2013
3. ISU STRATEGIS WILAYAH
Isu strategis merupakan permasalahan pembangunan yang memiliki kriteria yaitu: (i)
berdampak besar bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional; (ii) merupakan akar
permasalahan pembangunan di daerah; dan (iii) mengakibatkan dampak buruk berantai pada
pencapaian sasaran pembangunan yang lain jika tidak segera diperbaiki. Berdasarkan
gambaran kinerja pembangunan wilayah, analisis pembangunan, serta identifikasi
permasalahan yang telah dilakukan, maka isu-isu strategis Provinsi Sumatera Utara adalah
sebagai berikut:
1. Transformasi Struktural (Industrialisasi) Berjalan Lambat
Struktur perekonomian daerah secara sektoral relatif seimbang. Pada tahun 2013 peran
industri pengolahan dan pertanian relatif sama besar, diikuti dengan sektor perdagangan (Tabel
8). Industri pengolahan yang menjadi sektor andalan antara lain industri pengolahan hasil
pertanian, perkebunan, dan hasil hutan seperti minyak kelapa sawit (CPO), rotan, kayu lapis,
cramb rubber, dan sebagainya. Hal ini menunjukkan potensi Sumatera Utara sebagai pusat
pengembangan industri nasional khususnya di wilayah Sumatera Bagian Utara.
Tabel 8
Struktur PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014
Lapangan Usaha
Distribusi Persentase (%)
ADHK ADHB
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 24,85 23,18
2. Pertambangan dan Penggalian 1,31 1,33
3. Industri Pengolahan 19,79 19,90
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,13 0,10
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan 0,09 0,10
6. Konstruksi 12,25 13,60
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 17,59 17,11
8. Transportasi dan Pergudangan 4,55 4,95
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2,20 2,35
10. Informasi dan Komunikasi 2,46 1,96
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 3,12 3,28
12. Real Estat 4,08 4,35
13. Jasa Perusahaan 0,86 0,92
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 3,30 3,60
15. Jasa Pendidikan 2,02 1,90
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,91 0,88
17. Jasa lainnya 0,49 0,51 Sumber: BPS, 2014
2015 Provinsi Sumatera Utara
~30~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Apabila ditelusuri lebih lanjut berdasarkan analisis sektor basis, sektor pertanian;
pengadaan air, pengelolaan sampah limbah; konstruksi, perdagangan besar dan eceran, reparasi
mobil dan sepeda motor; transportsi dan pergudangan; real estat merupakan sektor-sektor
tradable (dapat diperdagangkan antardaerah), dengan nilai location quotient lebih besar dari
satu (LQ>1). Hal ini menunjukkan Provinsi Sumatera Utara memiliki proportional share lebih
besar dari rata-rata daerah lain untuk sektor-sektor tersebut (Tabel 9).
Tabel 9
Nilai LQ Sektor Ekonomi Provinsi Sumatera Utara
Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013 2014
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1,84 1,87 1,88 1,88 1,90
2. Pertambangan dan Penggalian 0,10 0,10 0,11 0,14 0,14
3. Industri Pengolahan 0,89 0,87 0,87 0,86 0,84
4. Pengadaan Listrik dan Gas 0,52 0,59 0,54 0,50 0,50
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah 1,07 1,08 1,10 1,11 1,13
6. Konstruksi 1,26 1,28 1,25 1,25 1,25
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 1,27 1,26 1,25 1,25 1,27
8. Transportasi dan Pergudangan 1,20 1,21 1,21 1,23 1,20
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0,72 0,72 0,72 0,73 0,73
10. Informasi dan Komunikasi 0,59 0,58 0,57 0,55 0,53
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 0,85 0,86 0,86 0,86 0,85
12. Real Estat 1,35 1,37 1,37 1,37 1,37
13. Jasa Perusahaan 0,54 0,55 0,55 0,54 0,53
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 0,91 0,93 0,92 0,93 0,95
15. Jasa Pendidikan 0,69 0,66 0,64 0,64 0,63
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0,79 0,83 0,84 0,87 0,86
17. Jasa lainnya 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 Nilai LQ dihitung menggunakan PDRB ADHK Tahun 2010
Sumber: BPS, 2014(diolah)
Sektor pertanian perlu dikembangkan untuk mendukung kedaulatan pangan sesuai
dengan agenda prioritas pembangunan. Upaya mencapai kedaulatan pangan dilakukan dengan
meningkatkan produksi pertanian sekaligus menggerakkan usaha industri pengolahan hasil-
hasil pertanian. Ada dua alasan yang mendukung hal tersebut. Pertama, sektor pertanian
primer memiliki elastisitas permintaan yang rendah terhadap pendapatan. Hal ini ditunjukkan
dengan relatif bertahannya kinerja pertumbuhan sektor pertanian di masa krisis, namun ketika
situasi ekonomi membaik dan pendapatan masyarakat meningkat permintaan terhadap
komoditas pertanian tidak meningkat dengan proporsi yang sama. Berbeda halnya dengan
permintaan terhadap produk manufaktur, yang sangat elastis terhadap peningkatan
pendapatan. Kedua, sektor industri pengolahan non migas sangat potensial dalam menciptakan
nilai tambah, mendorong perkembangan sektor-sektor lain dan menciptakan lapangan kerja.
Di Provinsi Sumatera Utara terdapat potensi pengolahan kopi dengan luas penanaman
yang terus bertambah di beberapa kabupaten. Permasalahan yang dihadapi adalah terbatasnya
tenaga penyuluh lapangan, baik dari segi jumlah maupun mutu, untuk melakukan tugastugas
pendampingan, terbatasnya sarana produksi terutama pestisida, terbatasnya sumber dana
pengembangan kopi, rendahnya nilai tambah, dan rendahnya proses pengolahan.
Selama periode 2011-2015, perubahan orang bekerja di sektor industri pengolaan,
perdagangan, bangunan, dan angkutan menunjukkan peningkatan tertinggi, sementara orang
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~31~
bekerja sektor pertanian dan jasa-jasa cenderung menurun (Tabel 10). Hal ini menunjukkan
terjadinya kesenjangan sektoral, di mana sektor yang tumbuh tinggi tidak berkontribusi
signifikan dalam penciptaan lapangan kerja, dan sebaliknya sektor penyerap tenaga kerja
tumbuh lambat. Ke depan perlu didorong industrialisasi di daerah untuk mengatasi dilema ini.
Sektor industri pengolahan masih perlu berkembang lagi sehingga mampu menyerap angkatan
kerja baru dan menyerap tenaga kerja yang menumpuk di sektor lain yang kurang produktif.
Tabel 10
Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2011-2015
No. Lapangan Pekerjaan 2011 2015 (Feb) Perubahan 1 Pertanian 2.595.244 2.483.154 -112.090 2 Pertambangan 30.299 30.493 194 3 Industri Pengolahan 493.999 527.943 33.944 4 Listrik, Gas, Air 11.390 18.150 6.760 5 Bangunan 332.790 387.964 55.174 6 Perdagangan, Hotel, Restoran 1.180.919 1.351.521 170.602 7 Angkutan & Telekomunikasi 246.993 338.633 91.640 8 Keuangan 119.250 136.485 17.235 9 Jasa-Jasa 994.449 897.031 -97.418
Total 6.005.333 6.171.374 166.041
Sumber: BPS, 2014
2. Pertumbuhan Ekonomi Masih Perlu Didorong Investasi
Dari sisi pengeluaran (penggunaan) pendorong utama pertumbuhan ekonomi selama
2010-2014 adalah pada konsumsi rumah tangga, yang berkontribusi di atas 50 persen (Tabel
11). Dalam konteks pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan, hal ini sebenarnya
kurang ideal. Konsumsi meskipun menyelamatkan perekonomian domestik selama krisis global
tidak bisa diandalkan sebagai mesin pendorong pertumbuhan daerah dalam jangka panjang.
Pertumbuhan yang bertumpu pada konsumsi akan menggerus potensi tabungan masyarakat.
Pertumbuhan tinggi memerlukan penambahan stok kapital untuk menunjang produksi di sektor
riil. Oleh karena itu peran investasi dalam perekonomian perlu ditingkatkan.
Tabel 11
PDRB Menurut Penggunaan 2014
Penggunaan Kontribusi (%)
ADHK 2010 ADHB
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 51,44 54,79
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 1,08 0,98
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerlntah 7,22 7,79
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 29,59 31,81
5. Perubahan Inventor! 2,33 1,11
6. Ekspor Luar Negeri 44,42 36,07
7. Impor Luar Negeri 36,09 32,54
8. Net Ekspor Antar Daerah 0,00 0,00
Total 100 100 Sumber : BPS, 2014
2015 Provinsi Sumatera Utara
~32~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Sejalan dengan kebijakan percepatan pembangunan di Sumatera Utara, kegiatan
investasi perlu ditingkatkan dengan mengembangkan potensi wilayah, meliputi sumber daya
alam, sumber daya hutan dan perairan, pengembangan pertanian dan agribisnis, serta potensi
pariwisata yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian daerah dan
kesejahteraan masyarakat. Mengingat pentingnya investasi bagi pertumbuhan ekonomi daerah,
hal yang perlu diperhatikan adalah kelembagaan yang ramah dunia usaha. Pencapaian nilai
tambah pada komponen investasi diantaranya dipengaruhi oleh pembenahan sarana
infrastruktur, pengurusan perizinan usaha, kepastian hukum dan kondisi keamanan suatu
daerah.
3. Kondisi Infrastruktur Wilayah Kurang Memadai untuk Mendukung Logistik
yang Efisien Pembangunan infrastruktur yang baik akan menjamin efisiensi, memperlancar
pergerakan barang dan jasa, dan meningkatkan nilai tambah perekonomian. Ketersediaan
infrastruktur merupakan salah satu faktor pendorong produktivitas daerah. Keberadaan
infratsruktur seperti jalan raya dan jembatan akan mampu membuka akses bagi masyarakat
dalam melaksanakan aktivitas ekonomi. Provinsi Sumatera Utara dilayani oleh jaringan jalan
sepanjang 38.751,04 km, terdiri atas jalan nasional 2.249,64 km, jalan provinsi 3.048,50, dan
jalan kabupaten/kota 33.452,90 km. Pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan sarana
transportasi dan ketersediaan jaringan listrik yang memadai. Kerapatan jalan yang
menunjukkan rasio panjang jalan terhadap luas wilayah di Provinsi Sumatera Utara menempati
peringkat 12 dibandingkan provinsi lain di Indonesia (Tabel 12).
Tabel 12
Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Provinsi Tahun 2014
No. Provinsi PDRB Per Kapita
(Ribu Rp)
Kerapatan
Jalan
1 DKI Jakarta 136.407,58 1068,36
2 D.I Yogyakarta 21.873,72 136,19
3 Bali 29.666,48 133,20
4 Jawa Tengah 22.858,32 90,56
5 Jawa Timur 32.703,80 89,03
6 Banten 29.961,85 70,84
7 Sulawesi Selatan 27.760,65 69,98
8 Jawa Barat 24.961,05 69,55
9 Kepulauan Riau 76.753,11 60,40
10 Lampung 23.648,76 56,85
11 Sumatera Barat 25.963,24 54,57
12 Sumatera Utara 30.482,59 50,41
13 Sulawesi Utara 27.804,68 49,14
14 Nusa Tenggara Barat 15.351,54 43,52
15 Bengkulu 19.631,40 43,06
16 Gorontalo 18.627,37 42,76
17 Nusa Tenggara Timur 10.742,42 42,10
18 Sulawesi Barat 19.211,14 41,93
19 Aceh 23.199,49 39,86
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~33~
No. Provinsi PDRB Per Kapita
(Ribu Rp)
Kerapatan
Jalan
20 Sulawesi Tenggara 27.898,88 31,32
21 Sulawesi Tengah 25.316,32 30,38
22 Kalimantan Selatan 27.230,80 30,16
23 Kep Bangka Belitung 32.868,70 29,62
24 Riau 72.331,01 28,27
25 Jambi 36.088,33 26,65
26 Maluku Utara 16.872,31 19,39
27 Sumatera Selatan 30.627,55 18,71
28 Maluku 14.230,08 16,61
29 Kalimantan Timur 123.985,45 12,13
30 Kalimantan Barat 22.707,79 10,42
31 Kalimantan Tengah 30.220,97 9,93
32 Papua Barat 59.156,84 8,40
33 Papua 38.891,99 5,26
Sumber: BPS (2014)
Berdasarkan asumsi terdapat korelasi antara tingkat kerapatan jalan dan tingkat
pendapatan perkapita dalam suatu perekonomian, dengan menggunakan data 33 provinsi
terlihat hubungan positif antara PDRB per kapita dan tingkat kerapatan jalan (Gambar 23).
Semakin tinggi pendapatan per kapita wilayah kerapatan jalannya cenderung tinggi pula.
Provinsi-provinsi yang posisinya di bawah kurva linier tersebut berarti mengalami defisiensi
infrastruktur jalan. Dengan menggunakan ukuran ini terlihat bahwa posisi Sumatera Utara
relatif lebih baik dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Secara kuantitas jaringan jalan daerah
relatif cukup dan Sumatera Utara tidak mengalami defisiensi infrastruktur jalan.
Gambar 23
Hubungan antara Kerapatan Jalan dan PDRB Per Kapita Tahun 2014
Sumber: BPS (2014) - diolah
y = 0,2139x - 0,008 R² = 0,0149
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
6,80 7,00 7,20 7,40 7,60 7,80 8,00 8,20
Lo
g K
era
pa
tan
Ja
lan
Log PDRB per kapita
Sumatera Utara
2015 Provinsi Sumatera Utara
~34~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Secara kualitas, kondisi jalan di Provinsi Sumatera Utara belum cukup baik dan perlu
mendapatkan perhatian dari pemerintah. Pada tahun 2012 kondisi jalan berkategori baik 14,4
ribu km turun menjadi 14 km tahun 12 atau mengalami penurunan sebesar 14,6 persen. Untuk
kategori jalan rusak berat bertamnah menjadi 32,2 persen. Kondisi jalan yang buruk akan
meningkatkan waktu tempuh perjalanan dan membengkakkan biaya distribusi barang antar
daerah, yang pada gilirannya menghambat perekonomian daerah. Dengan adanya perbedaan
kapasitas fiskal antardaerah, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya peningkatan
integrasi jaringan jalan antarwilayah.
Gambar 24
Konsumsi Listrik per Kapita (KWh) Tahun 2014
Sumber: Statistik PLN, 2014
Gambar 25
Hubungan Konsumsi Listrik dan Pendapatan Tahun 2014
Sumber: BPS (2014), Statistik PLN (2014) - diolah
600,80 787,60
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
Ace
h
Sum
ater
a U
tara
Sum
ater
a B
arat
Ria
u
Jam
bi
Sum
ater
a Se
lata
n
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Kep
Ban
gka
Bel
itu
ng
Kep
ula
uan
Ria
u
DK
I Ja
kar
ta T
ange
ran
g
Jaw
a B
arat
Jaw
a T
enga
h
D.I
Yo
gyak
arta
Jaw
a T
imu
r
Ban
ten
B A
L I
Nu
sa T
engg
ara
Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Kal
iman
tan
Bar
at
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
Sel
atan
Kal
iman
tan
Tim
ur
dan
…
Sula
wes
i Uta
ra
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Sel
atan
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Go
ron
talo
Sula
wes
i Bar
at
Mal
uk
u
Mal
uk
u U
tara
Pap
ua
Bar
at
Pap
ua
Konsumsi Listrik Rata-Rata Nasional
y = 0,648x - 2,1557 R² = 0,3755
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
3,50
4,00
6,80 7,00 7,20 7,40 7,60 7,80 8,00 8,20
Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~35~
Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan listrik.
Konsumsi listrik di Sumatera Utara termasuk rendah (600,8) dan kurang dari rata-rata tingkat
konsumsi listrik nasional sebesar 787,6 kWh (Gambar 24). Untuk mengukur defisiensi terhadap
infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara
pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita terlihat hubungan yang positif antara PDB
per kapita dengan tingkat konsumsi listrik (Gambar 25). Wilayah yang memiliki posisi di bawah
kurva linier mengalami defisiensi infrastruktur listrik. Semakin tinggi pendapatan perkapita
suatu perekonomian, konsumsi listriknya cenderung semakin tinggi pula. Posisi Sumatera Utara
berada di atas linier, menunjukkan konsumsi listrik Sumatera Utara lebih tinggi dari di provinsi
lain yang memiliki pendapatan perkapita sama. Dengan demikian, ketersediaan jaringan listrik
bukan menjadi masalah di Sumatera Utara
4. Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia
Semakin tinggi kualitas sumber daya manusia di suatu daerah, semakin produktif
angkatan kerja, dan semakin tinggi peluang melahirkan inovasi yang menjadi kunci
pertumbuhan secara berkelanjutan. Kualitas sumber daya manusia di Sumatera Utara yang
ditunjukkan melalui nilai IPM relatif meningkat tahun 2014 dibandingkan tahun 2010 dan
hampir menyamai IPM nasional sebesar 68,9 (Gambar 26). Nilai IPM di Sumatera Utara
tergolong sedang (60-70) dan menempati urutan keempat di Sumatera, atau urutan kesepuluh
dari 34 provinsi di Indonesia. Nilai IPM ini sudah menerapkan metode baru yang lebih
merepresentasikan kondisi saat ini. Nilai IPM Sumatera Utara memperlihatkan kecenderungan
terus meningkat, yangmengindikasikan adanya kemajuan pembangunan yang dilaksanakan dari
tahun ke tahun dan mencerminkan capaian kemajuan di bidang pendidikan kesehatan, dan
ekonomi.
Gambar 26
Nilai IPM Provinsi di Indonesia Tahun 2010 dan 2014
Sumber: BPS, 2014
Apabila dilihat dari struktur angkatan kerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, proporsi angkatan kerja di Sumatera Utara dengan ijasah minimal SMA meningkat
dari 38,45 persen pada tahun 2012 menjadi 45,34 persen pada tahun 2015 (Tabel 13).
68,87 68,9
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Ace
h
Sum
ater
a U
tara
Sum
ater
a B
arat
Ria
u
Jam
bi
Sum
ater
a Se
lata
n
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Kep
Ban
gka
Bel
itu
ng
Kep
ula
uan
Ria
u
DK
I Ja
kar
ta
Jaw
a B
arat
Jaw
a T
enga
h
D.I
Yo
gyak
arta
Jaw
a T
imu
r
Ban
ten
B A
L I
Nu
sa T
engg
ara
Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Kal
iman
tan
Bar
at
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
Sel
atan
Kal
iman
tan
Tim
ur
Kal
iman
tan
Uta
ra
Sula
wes
i Uta
ra
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Sel
atan
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Go
ron
talo
Sula
wes
i Bar
at
Mal
uk
u
Mal
uk
u U
tara
Pap
ua
Bar
at
Pap
ua
2010 2014 Nasional
2015 Provinsi Sumatera Utara
~36~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
Angkatan kerja dengan pendidikan SD dan SMP masih mendominasi angkatan kerja di Sumatera
Utara dan masih menunjukkan peningkatan yang besar. Perbaikan kualitas angkatan kerja
merupakan modal berharga untuk mendukung industrialiasi berbasis sumber daya alam
setempat.
Tabel 13
Angkatan Kerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan
No. Pendidikan yang
Ditamatkan 2012 2015 Perubahan
1 ≤ SD 2.524.403 2.160.752 -363.651
2 SMP 1.512.373 1.443.084 -69.289
3 SMA (Umum dan Kejuruan) 2.001.392 2.355.143 353.751
5 Diploma I/II/III/Akademi 177.212 177.323 111
6 Universitas 342.826 456.304 113.478
Total 6.558.206 6.592.606 34.400 Sumber: BPS, 2015
5. Terbatasnya Mobilitas Tabungan Masyarakat
Salah satu sumber pendanaan investasi dan usaha ekonomi masyarakat adalah
tabungan masyarakat. Melalui fungsi intermediasi perbankan, tabungan masyarakat akan
berkembang apabila dikonversi menjadi investasi di sektor-sektor produktif. Imbal hasil
dari investasi ini sebagian akan dikonsumsi dan sebagian akan ditabung oleh masyarakat.
Demikian seterusnya sehingga terjadi perputaran dan pertumbuhan ekonomi. Rasio
pinjaman terhadap simpanan di Sumatera Utara nilainya kurang dari satu, menunjukkan
rendahnya posisi pinjaman dibandingkan simpanan. Hal ini juga berarti kegiatan investasi di
Sumatera Utara ditentukan oleh simpanan masyarakat. Rasio tersebut masih berada di bawah
rata-rata nasional yang mencapai 0.92 (Tabel 14).
Tabel 14
Rasio Simpanan dan Pinjaman di Bank Umum dan BPR Tahun 2014
Wilayah Posisi Pinjaman di Bank Umum dan BPR (Milyar Rp)
Posisi Simpanan di bank Umum dan BPR (Milyar Rp)
Rasio Pinjaman terhadap Simpanan
Rasio PMTB
terhadap Simpanan
Sumatera Utara 162.590,03 178.771,17 0,91 0,93
Nasional 3.707.916,34 4.013.816,57 0,92 0,85
Sumber: Bank Indonesia, 2014
Rendahnya posisi pinjaman di Provinsi Sumatera Utara karena penyaluran kredit
perbankan yang terkendala beberapa permasalahan, diantaranya permintaan kredit dari
debitur yang bersifat rendah. Tingkat bunga kredit bank umum maupun BPR juga saat ini masih
dianggap terlalu tinggi untuk penyaluran kredit. Penyaluran kredit sebagian besar diberikan
pada usaha mikro, kecil, dan menengah, yang sejalan dengan sasaran pembangunan ekonomi
Provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada golongan ini.
Rasio PMTB terhadap simpanan di Sumatera Utara nilainya kurang dari satu,
menunjukkan masih rendahnya investasi fisik di daerah. PMTB biasa disebut investasi fisik
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~37~
karena dihitung dari penanaman modal yang benar-benar menghasilkan nilai tambah dan
bukan dihitung dari realisasi penanaman modal yang tercatat pada Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM)
6. Kualitas Belanja Pemerintah Daerah Kurang Mendukung Pertumbuhan
Investasi pemerintah yang umumnya merupakan pembangunan dan pemeliharaan
prasarana publik yang bersifat non excludable dan atau non rivalry memiliki peran yang tidak
tergantikan dibandingkan dengan peran swasta. Peran pemerintah semakin penting di daerah-
daerah relatif tertinggal, di mana tingkat investasi swasta masih rendah. Pada daerah-daerah ini
investasi pemerintah diharapkan dapat meningkatkan daya tarik daerah melalui pembangunan
infrastruktur wilayah seperti jalan, listrik, irigasi, dan prasarana transportasi lainnya, serta
peningkatan sumberdaya manusia (SDM). Tanpa itu, sulit diharapkan dunia usaha daerah dapat
berkembang.
Komitmen pemerintah daerah dalam memprioritaskan investasi publik dapat
ditunjukkan melalui rasio belanja modal pemerintah daerah terhadap total belanja pemerintah
kabupaten/kota dan provinsi di Sumatera Utara. Rasio belanja modal di Sumatera Utara pada
tahun 2014 sebesar 16,57 persen, dan rasio belanja pegawai sebesar 14,79 persen (Gambar 27).
Kondisi ini belum cukup memacu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya
dalam mengurangi tingkat kemiskinan dan peningkatan kualitas SDM. Pemerintah perlu
melakukan upaya pengembangan program penanggulangan kemiskinan dan peningkatan SDM
secara tepat dan berkelanjutan, dengan alokasi alokasi anggaran yang memadai.
Gambar 27
Komposisi Belanja Pemerintah Daerah 2014
Sumber: BPS, 2013
Beberapa hal yang menyebabkan tidak tercapainya indikator kinerja tercapainya
realisasi keuangan di Sumatera Utara adalah karena belum terlaksananya sistem pengendalian
internal pemerintah di lingkungan SKPD, adanya pemekaran wilayah yang belum masuk dalam
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Ace
h
Sum
ater
a U
tara
Sum
ater
a B
arat
Ria
u
Jam
bi
Sum
ater
a Se
lata
n
Ben
gku
lu
Lam
pu
ng
Kep
Ban
gka
Bel
itu
ng
Kep
ula
uan
Ria
u
DK
I Ja
kar
ta
Jaw
a B
arat
Jaw
a T
enga
h
D.I
Yo
gyak
arta
Jaw
a T
imu
r
Ban
ten
Bal
i
Nu
sa T
engg
ara
Bar
at
Nu
sa T
engg
ara
Tim
ur
Kal
iman
tan
Bar
at
Kal
iman
tan
Ten
gah
Kal
iman
tan
Sel
atan
Kal
iman
tan
Tim
ur
Sula
wes
i Uta
ra
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Sel
atan
Sula
wes
i Ten
ggar
a
Go
ron
talo
Sula
wes
i Bar
at
Mal
uk
u
Mal
uk
u U
tara
Pap
ua
Bar
at
Pap
ua
Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal Belanja Pegawai Belanja Lain-lain
2015 Provinsi Sumatera Utara
~38~ Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015
rencana pembiayaan, dan beberapa faktor alam yang menghambat pelaksanaan program
kegiatan. Proporsi dana otonomi khusus wilayah Sumatera Utara dialokasikan untuk berbagai
belanja pembangunan yang telah diprogramkan oleh pemerintah daerah, mencakup
pembangunan infrastruktur, pembangunan sektoral, belanja modal dan belanja rutin dalam
memacu pembangunan di wilayah Sumatera Utara dan berdampak nyata terhadap kebutuhan
pembangunan di wilayah Sumatera Utara.
4. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Penanganan isu-isu di atas diperkirakan dapat meningkatkan kinerja perekonomian
daerah secara keseluruhan. Salah satu agenda prioritas pembangunan adalah mewujudkan
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik. Oleh karena
itu disarankan beberapa kebijakan operasional sebagai berikut:
a. Penyederhanaan proses perijinan usaha dengan mengurangi waktu dan besarnya
biaya yang diperlukan;
b. Pemantapan dan pemeliharaan jaringan jalan wilayah;
c. Peningkatan kapasitas produksi listrik wilayah;
d. Peningkatan penyuluhan pertanian dan akses petani terhadap teknlogi tepat guna;
e. Pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi;
f. Perbaikan distribusi dan akses petani pada sarana produksi pertanian;
g. Peningkatan akses pendidikan menengah dan pendidikan vokasional;
h. Revitalisasi balai latihan kerja;
i. Peningkatan alokasi belanja modal pemerintah untuk infrastruktur daerah.
5. PROSPEK PEMBANGUNAN TAHUN 2016
Perkembangan perekonomian di Sumatera Utara secara makro relatif baik meskipun
belum diikuti perkembangan kualitas sumber daya manusia dan peningkatan kesejahteraan
masyarakatnya. Tingkat kesenjangan konsumsi masyarakat di Provinsi Sumatera Utara (indeks
gini) selama periode 2008-2013 mengalami sedikit peningkatan dari angka 0,31menjadi 0,35,
lebih rendah dari angka nasional yang sebesar 0,35 pada tahun 2008 menjadi 0,4 pada tahun
2013. Kesenjangan output antarkabupaten/kota di Sumatera Utara tergolong tinggi secara
nasional sehingga kurang mendukung dalam menjaga stabilitas perekonomian wilayah.
Percepatan pengembangan ekonomi Sumatera Utara diperkirakan akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan. Perbaikan kinerja ekonomi yang cukup
signifikan terjadi di wilayah KBI dengan faktor pendorong utama datang dari komponen ekspor
luar negeri. Manfaat dari proyek-proyek infrastruktur utama di kota-kota pusat pertumbuhan
diperkirakan tak hanya memberi manfaat kota bersangkutan tetapi juga wilayah sekitarnya.
Berdasarkan modal pembangunan yang dimiliki dan semakin meningkatnya kinerja
pembangunan, prospek pembangunan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016 dalam mendukung
pencapaian target RPJMN 2015-2019 adalah sebagai berikut:
1. Sasaran pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 6,1 –
8.,1 persen dimungkinkan dapat tercapai dengan meningkatkan optimalisasi potensi
sumberdaya yang dimiliki daerah, sejalan dengan peningkatan pembangunan
infrastruktur. Perekonomian Sumatera tahun 2016 diproyeksikan dapat tumbuh lebih
tinggi dibandingkan tahun 2015, dan terjadi di seluruh provinsi di Sumatera.
Peningkatan kinerja industri pengolahan di Sumatera Utara seiring beroperasinya KEK
Provinsi Sumatera Utara 2015
Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Sumatera Utara 2015 ~39~
dan KI di Sei Mangke yang turut meningkatkan perekonomian wilayah. Kenaikan
kapasitas produksi domestik akan semakin didorong oleh berjalannya hilirisasi yang
antara lain ditandai dari beroperasinya kawasan industri Sei Mangke di Sumatera Utara
2. Upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara harus dilakukan dengan
optimal agar sesuai dengan Buku III RPJMN 2015-2019. Sasaran pengurangan tingkat
kemiskinan dalam Buku III RPJMN 2015-2019 adalah 9,2 – 6,7 persen, sedangkan pada
tahun 2014 tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara sebesar 9,38 persen, untuk
itu diperlukan upaya konsisten untuk menurunkan tingkat kemiskinan di provinsi ini.
Selama kurun waktu 2015-2019 Provinsi Sumatera Utara harus menurunkan
persentase penduduk miskin sebesar 2,68 poin persentase atau 0,54 poin persentase
per tahun.
3. Prospek pencapaian sasaran-sarasan utama pembangunan Provinsi Sumatera Utara
akan sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan baik internal daerah Sumatera Utara
maupun lingkungan eksternal. Dampak krisis di Eropa dan pelambatan arus
perdagangan global merupakan ancaman eksternal yang bisa mengganggu kinerja
perekonomian daerah, antara lain melalui transmisi perdagangan komoditas ekspor
sektor kehutanan dan perikanan.