Download - referat ggn somatoform sherly.docx
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
1/24
1
Bab I
Pendahuluan
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik
(sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis
yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan
emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi
di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan
penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset,
keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang
disadari atau gangguan buatan.MenurutDiagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
fourth edition (DSM-IV) terdapat 7 kategori gangguan somatoform antara lain gangguan
somatisasi (somatization disorder), gangguan somatisasi tidak terinci (undifferentiated
somatoform disorder), gangguan konversi (conversion disorder), gangguan nyeri (pain
disorder), hipokondriasis (hypochondriasis), bodydysmorphicdisorder (BDD), serta gangguan
somatoform yang tidak tergolongkan(somatoform disorder not otherwise specified-NOS).1,2
Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena banyaknya
keluhan dan melibatkan sistem organ yang multipel. Gangguan ini adalah kronis dan disertai
dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan pekerjaan, dan
perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.
Gangguan somatisasi telah dikenal sejak zaman Mesir kuno. Nama awalnya untuk
gangguan somatisasi adalah histeria, suatu keadaan yang secara tidak tepat diperkirakan hanya
mengenai wanita. Pada abad ke-17, Thomas Syndenham menemukan bahwa faktor psikologis
yang dinamakan penderitaan yang mendahului (antecendentsorrow) terlibat dalam patogenesis
gejala. Di tahun 1859, Paul Briquet, seorang dokter Perancis mengamati bayaknya gejala dan
sistem organ yang terlibat dan perjalanan penyakit yang biasanya kronis. Karena pengamatan
klinis yang tajam tersebut, gangguan ini dinamakan sindromaBriquet selama periode waktu
tertentu, walaupun istilah gangguan somatisasi menjadi standar di Amerika Serikat saat
diperkenalkan DSM edisi ketiga (DSM-III) di tahun 1980.1
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
2/24
2
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi
Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani soma yang berarti tubuh.
Gangguan somatoformdidefinisikan sebagai kelompok kelainan dimana terdapat gejala
fisik yang mengarah kepada dugaan gangguan medis namun tidak dapat dibuktikan
patologi atau bukti-bukti yang mendukung penyakit fisik sebagai penyebab gejala, serta
adanya dugaan kuat bahwa gejala-gejala tersebut berkaitan dengan faktor psikologis.
Gangguan ini mencakup interaksi antara tubuh dengan pikiran (body-mindinteraction).
Gangguan-gangguan yang termasuk di dalam kategori gangguan somatoform
memiliki beberapa ciri umum antara lain:
a. Manifestasi stres psikologik menjadi gejala somatik.
b. Perilaku sakit yang abnormal (abnormal illness behavior), disebabkan adanya
ketidaksesuaian antara pengertian yang ditangkap pasien tentang kondisi sakitnya
(perceivedillness) dengan penyakit yang dialaminya (documenteddisease).
c. Adanya amplifikasi, yaitu dimana sensasi dari gejala fisik mengakibatkan rasa
cemas (anxiety), kemudian rasa cemas dan aktivasi autonomik yang diasosiasikan
dengan rasa cemas tersebut mengakibatkan eksaserbasi gejala fisik.
d. Penderitaan (distress) yang bermakna dan seringnya angka kunjungan pelayanan
medis.
2.2 Klasifikasi Gangguan Somatoform
Terdapat beberapa versi penggolongan gangguan somatoform.
1. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition
(DSM-IV) terdapat 7 gangguan di dalam kategori gangguan somatoform:
a.
Gangguan somatisasi (somatization disorder).
b. Gangguan somatisasi tidak terinci (undifferentiated somatoform disorder).
c. Gangguan konversi (conversion disorder).
d. Gangguan nyeri (pain disorder).
e. Hipokondriasis (hypochondriasis).
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
3/24
3
f. BodyDysmorphicDisorder(BDD).
g. Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan (somatoform disorder not
otherwise specified-NOS).1,3
2. Menurut ICD-10/PPDGJ-III
a. Gangguan somatisasi (F.45.0)
b. Gangguan somatoform tidak terinci (F.45.1)
c. Gangguan hipokondrik (F.45.2)
d. Disfungsi otonomik somatoform (F.45.3)
e. Gangguan nyeri somatoform menetap (F.45.4)
f. Gangguan somatoform lainnya (F.45.8).4
3. Perbandingan antara DSM-IV dengan ICD-10
DSM IV memasukkan gangguan konversi dan body dysmorphic disorder
dalam gangguan somatoform sedangkan ICD-10 tidak. Dalam ICD-10 gangguan
konversi dimasukkan ke dalam gangguan disosiatif, dan ICD-10 juga merincikan
yang disebut disfungsi otonomik somatoform dan gangguan somatofrom jenis
lainnya yang dalam DSM-IV gejala-gejalanya mirip dengan gangguan cemas dan
gangguan depresi. Dalam ICD-10, bodydysmorphicdisorderdimasukkan ke dalam
hipokondriasis.
3.1 Gangguan Somatisasi
Gangguan somatisasi merepresentasikan bentuk ekstrim dari gangguan somatoform,
dimana gejala multipel yang melibatkan berbagai sistem organ tidak dapat dijelaskan
secara medis. Beberapa bentuk kronis dari proses somatisasi tidak dapat memenuhi
kriteria gangguan somatisasi, sehingga dimasukkan dalam kategori gangguan somato-
form tidak terinci.
Prevalensi gangguan somatisasi sepanjang hidup 0,2-2% pada wanita dan 0,2%
pada pria. Rasio antara wanita dan pria adalah 5:1. Onset biasanya dimulai saat remaja.
Ditemukan pula adanya hubungan antarasexualabusedengan gangguan somatisasi. Pada
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
4/24
4
pasien-pasien semacam ini gejala umumnya berupa nyeri pelvik kronik dan gangguan
gastrointestinal fungsional.
Etiologi gangguan somatisasi antara lain:
a. Faktor Psikososial
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Secara psikososial gejala
gangguan ini merupakan bentuk komunikasi sosial yang bertujuan untuk
menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau menyimpulkan perasaan.
Pengajaran orang tua, contoh orang tua, dan budaya dapat mengakibatkan pasien
terbiasa menggunakan somatisasi.
b. Faktor Biologis
Transmisi genetik yang berperan dalam gangguan somatisasi terjadi pada 10-
20% wanita turunan pertama sedangkan saudara laki-lakinya cenderung menjadi
penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian antisosial. Pada kembar monozigot
transmisi terjadi 29% sedangkan dizigot 10%.
3.1.1 Manifestasi Klinis
Pasien yang memiliki gangguan somatisasi datang dengan keluhan somatik yang
banyak serta riwayat yang rumit. Bahkan terkadang pasien sudah melakukan pemeriksaan
dengan alat-alat canggih. Gejala umum yang dikeluhkan adalah mual, muntah, sulit
menelan, sakit pada lengan dan tungkai, nafas pendek, amnesia, komplikasi kehamilan
dan menstruasi. Pasien beranggapan ia sakit sepanjang hidupnya. Sering terdapat gejala
neurologik seperti gangguan keseimbangan, merasa ada gumpalan di tenggorokan,
afonia, retensi urin, hilang modalitas sensorik raba dan nyeri, buta, bangkitan, hilang
kesadaran bukan karena pingsan. Pasien merasa menderita dan sering mengalami depresi
serta kecemasan. Ancaman bunuh diri sering dilaporkan namun angka bunuh diri aktual
sangat jarang. Pasien gangguan somatisasi biasanya tampak mandiri, terpusat pada diri,
haus penghargaan, serta manipulatif.
Menurut DSM-IV, gangguan somatisasi memiliki kriteria diagnosis sebagai berikut:
A. Riwayat gejala fisik yang banyak (atau suatu keyakinan bahwa dirinya sakit) yang
mulai sebelum usia 30 tahun, berlangsung selama beberapa tahun, dan
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
5/24
5
mengakibatkan perilaku mencari pertolongan medis (medicalseeking behavior)
atau hendaya yang bermakna.
B. Kombinasi dari gejala-gejala yang tidak terjelaskan, yang terjadi kapanpun selama
perjalanan dari gangguan, yang semuanya harus dipenuhi. Gejala-gejala yang
dimaksud antara lain:
a. Empat gejala nyeri (melibatkan minimal 4 lokasi atau fungsi yang berbeda
meliputi kepala dan leher, abdomen, punggung, sendi, ekstremitas, dada,
rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, dan saat berkemih).
b. Dua gejala gastrointestinal selain nyeri (meliputi mual, kembung, muntah,
diare, dan intoleransi makanan).
c. Satu gejala seksual (kehilangan keinginan seksual, disfungsi seksual, mens
ireguler, perdarahan mens yang berlebihan, muntah-muntah selama hamil).
d. Satu gejala pseudoneurologik yang bukan nyeri (meliputi gangguan
keseimbangan, kelemahan, kesulitan menelan, afonia, retensi urin, halusinasi,
pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, disosiasi, dan kehilangan
kesadaran).
C. Gejala-gejala tersebut bukanlah akibat gangguan kondisi medis, ataupun kalau
terdapat gangguan kondisi medis, gejala dan efeknya pada pasien melebihi dari apa
yang biasanya dapat disebabkan gangguan kondisi medis tersebut.
D. Gejala-gejala tersebut bukanlah sesuatu yang dibuat-buat secara sengaja atau
berpura-pura.1-3
Sedangkan menurut PPDGJ III, diagnosis pasti dari gangguan somatisasi
memerlukan semua hal berikut:
(a) Adanya banyak keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan
atas adanya dasar kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun.
(b) Tidak mau menerima nasihat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan kelainan-kelainannya.
(c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan keluhan keluhan nya dan dampak dari perilakunya.4,5
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
6/24
6
3.1.2 Diagnosis Diferensial
a. Gangguan medis dengan ciri gejala kronis yang multipel dan samar. Biasanya
penyakit-penyakit tersebut masuk dalam golongan infeksi kronis, neoplasma,
endokrin, reumatologik, dan neurologik. Macam-macam kemungkinan yang dapat
ditemukan:
1. Penyakit tiroid dan paratiroid
2. Penyakit adrenal
3. Porfiria
4. Multipel Sklerosis
5. Lupus Eritematosus Sistemik dan bentuk vaskulitis lainnya
6. Myasthenia gravis
7.
Endometriosis
8. Fibromyalgia
9. Gejala awal dari keganasan
10. Sifilis
11. Penyakit Lyme
12. Infeksi HIV
13. Sindroma Temporomandibular
14. Irritable bowel disease atau Inflammatory bowel disease
15. Sindroma lelah kronik
b. Gangguan psikiatrik relevan yang mungkin menjadi diagnosa diferensial utama
ataupun komorbid:
1. Schizophreniadengan waham somatik multipel dan gangguan delusional tipe
somatik. Pada schizophrenia keluhan umumnya bersifat aneh-aneh, serta
disertai gejala khas psikotik seperti halusinasi dan gangguan berpikir yang
jelas. Pada gangguan delusional tidak terdapat gejala psikotik. Preokupasi
somatik yang spesifik ada tanpa gangguan berpikir serta lebih terkesan masuk
akal.
2. Gangguan panik, dimana gejala fisik hanya saat episode serangan.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
7/24
7
3. Malingering(pura-pura), terjadi ketika pasien hendak mendapatkansecondary
gain.
4. Gangguan factitius, dimana pasien tidak memiliki motif mendapatkan
secondarygain, namun menikmati menjadi orang sakit. Ia mengarang gejala
dan riwayat penyakit yang dideritanya.
5. Depresi kronik.
6. Gangguan cemas umum dengan manifestasi somatik multipel.
7. Penyalahgunaan zat.
3.1.3 Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit gangguan somatisasi bersifat kronik. Diagnosis biasanya
ditegakkan sebelum usia 25 tahun, namun gejala awal sudah dimulai saat remaja.
Masalah menstruasi merupakan gejala paling dini yang muncul pada wanita. Keluhan
seksual sering berkaitan dengan perselisihan dalam perkawinan. Periode keluhan yang
ringan 6-9 bulan, sedangkan yang berat 9-12 bulan. Biasanya pasien sudah memulai
mencari pertolongan medis sebelum 1 tahun.
3.1.4 Tatalaksana
Pendekatan untuk tatalaksana gangguan somatisasi harus bersifat realistis dan
berfokus pada care dan bukan cure. Beberapa poin klinis yang penting berdasarkan
asumsi bahwa adanya kebutuhan psikologis yang merupakan penyebab mendasar dari
gangguan somatisasi antara lain:
1. Pasien tidak selalu mencari kesembuhan tetapi mungkin menginginkan adanya
relasi dengan praktisi.
2. Pasien ingin dokter mengakui bahwa dirinya sakit.
3. Berikan reassurance (dukungan) secara lambat dan berhati-hati. Pasien seringkali
tidak suka dan menolak (resisten) dengan pernyataan-pernyataan bahwa dirinya
tidak sakit, bahwa gejalanya bersumber dari emosi/psikis.
4. Hindari dikotomi tubuh-pikiran dalam menginterpretasikan gejala.
5. Tunjukkan kepedulian pada distress (penderitaan) pasien dan tunjukkan keinginan
untuk menolong.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
8/24
8
6. Hindari penjelasan prematur mengenai hubungan antara gejala fisik dan fenomena
psikologis. Lakukan penjelasan secara bertahap yang membuat pasien mengerti dan
menganggapnya serius. Hindari saran-saran yang menyatakan bahwa segala
masalah terletak dalam kepala pasien
7. Targetkan optimalisasi fungsi
a. Usahakan untuk mengerti sumber stres dan sarana coping, serta tetapkan
target untuk perilaku adaptasi yang lebih baik.
b. Tanamkan agar pola perilaku dan komunikasi pasien jangan seperti orang
sakit terus menerus. Kapan saja bila memungkinkan, bicarakan hal-hal lain
dan diskusikanlah selain daripada gejala fisik.
c. Ajarkan bahwa adanya relasi erat antara tubuh, otak, dan pikiran dengan
menggunakan contoh-contoh sederhana yang bisa diterima pasien (muka
memerah bila merasa malu, mulut kering bila berbicara di depan umum, sesak
dan jantung berdegup cepat bila cemas, sakit kepala bila tegang).
8. Buat jadwal pertemuan terencana, misalnya 1 bulan sekali.
9. Batasi penggunaan alat diagnostik dan obat-obatan. Beberapa pemeriksaan fisik
yang terfokus dan pemeriksaan lab yang kadang-kadang saja sifatnya. Tanda (sign)
harus lebih diandalkan daripada gejala (symptoms).
10. Terapi kelompok dan terapi kognitif-perilaku dapat bermanfaat.
11. Belum terdapat psikofarmaka yang efektif untuk mengatasi gejala gangguan
somatisasi, dan hanya dianjurkam bila terbukti ada komorbid gangguan psikiatris
lainnya.
3.1.5 Prognosis
Gangguan somatisasi cenderung bersifat kronis dan berfluktuasi. Remisi total
jarang tercapai. Dengan tatalaksana yang tepat maka distress dapat dikurangi namun
tidak dapat sama sekali dihilangkan.1,2
4.1 Gangguan Somatoform Tidak Terinci
Pasien yang memiliki riwayat gangguan somatisasi dan pada kunjungan tidak
memenuhi kriteria lengkap (jumlah dan lokasi spesifik) dari gangguan somatisasi
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
9/24
9
dimasukkan sebagai gangguan somatoform tidak terinci (undifferentiatedsomatoform
disorder), dengan kriteria diagnostik menurut DSM-IV-TR yaitu:
A. Satu atau lebih keluhan fisik (mis. lelah; hilang nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih).
B. Baik 1) atau 2):
1) setelah pemeriksaan yang sesuai, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya
oleh keadaan medis yang diketahui atau efek langsung suatu zat.
2) Jika terdapat keadaan medis umum terkait, keluhan fisik atau hendaya sosial
atau pekerjaan yang diakibatkan melebihi yang diperkirakan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, atau teuan laboratorium.
C. Gejala menimbulkan distres yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi
sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.
D. Durasi gangguan sedikitnya selama 6 bulan.
E. Gangguan tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan jiwa lain (mis. gangguan
somatoform lain, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguana ansietas, gangguan
tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak dibuat dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan
atau malingering).1,2
Sedangkan kriteria diagnosis berdasarkan PPDGJ III yaitu:
Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi
gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi;
Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyebab psikologis belum elas, akan tetapi
tidak boleh ada penyebab fisik dari keluhan-keluhannya.3
6.1 Gangguan Konversi
Gangguan konversi didefinisikan sebagai kehilangan fungsi tubuh yang tidak sesuai
dengan konsep anatomi dan fisiologi dari sistem saraf pusat dan tepi. DSM-IV membatasi
gangguan konversi hanya pada gejala neurologik.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
10/24
10
6.1.1 Epidemiologi
Data statistik yang dimiliki saat ini terbatas, dan angka prevalensi diperkirakan 1-
3% dari jumlah kunjungan rawat jalan. Angka berbeda untuk setiap jenis populasi. 5-15%
kasus gangguan konversi pada pasien yang memerlukan konsultasi di sebuah rumah sakit
umum dilaporkan oleh beberapa peneliti. Di Amerika Serikat, terdapat rumah sakit
veteran dimana 25-30% pasiennya mengalami gangguan konversi. Gangguan konversi
jauh lebih umum pada wanita, populasi pedesaan, penduduk negara berkembang, orang-
orang status sosioekonomi rendah, anggota militer yang pernah terpapar medan perang,
dan pengetahuan medis yang rendah.
6.1.2 Etiologi
a.
Faktor psikoanalitik
Sesuai nama gangguan yaitu konversi, menurut teori psikoanalitik pasien-
pasien tersebut memiliki konflik alam bawah sadar yang tidak terselesaikan.
Konflik terjadi ketika muncul hasrat tetapi oleh alam bawah sadar dikenali sebagai
sesuatu yang terlarang. Konflik ini menimbulkan suatu kecemasan yang kemudian
demi mengurangi rasa cemas itu maka dikonversikan menjadi gejala fisik yang
sebetulnya adalah ekspresi samar dari hasrat terlarang tersebut. Misalnya pasien
gangguan konversi dengan gejala vaginismus mengeluarkan gejala tersebut untuk
melindungi pasien dari konflik akibat hasrat seksual yang terlarang. Jadi dapat
disimpulkan pada gangguan somatoform gejala-gejalanya bersifat simbolik.
b. Faktor pembelajaran
Ada teori yang menyebutkan gejala konversi dapat dilihat sebagai perilaku
yang dapat dipelajari secara classicconditioning.
c. Faktor biologis
Terjadi hipometabolisme pada area hemisfer serebri yang dominan dan
hipermetabolisme pada area yang non dominan.
6.1.3 Gejala Klinis
Dapat terjadi berbagai macam gejala neurologis pada gangguan konversi. Presentasi
klinis yang dianggap paling umum adalah psychogenic non-epileptic seizure
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
11/24
11
(pseudoseizure). Gejala pseudoneurologik berupa kelemahan ekstremitas lebih jarang.
Gejala konversi yang ringan kadang-kadang terjadi, misalnya nyeri dada pada saat
kehilangan orang yang dicintai.
6.1.4 Kriteria Diagnosis
Pedoman diagnostik gangguan konversi menurut DSM IV-TR adalah sebagai berikut:
A. Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motorik volunter atau
sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi medis lain.
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena
awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor
lain.
C.
Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau berpura-pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan
sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau
sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau
memerlukan pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi
semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan
dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan jenis gejala atau defisit:
Dengan gejala atau defisit motorik.
Dengan gejala atau defisit sensorik.
Dengan bangkitan atau kejang.
Dengan gejala campuran.1,3
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
12/24
12
Menurut PPDGJ III, untuk diagnostik pasti maka hal-hal di bwah ini harus ada:
(a) Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan yang tercantum
pada F.44;
(b) Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala-gejala
tersebut;
(c) Bukti adanya penyebab psikologis, dalam bentuk hubungan kurun waktu yang
jelas dengan problem dan kejadian-kejadian yang stressful atau hubungan interpersonal
yang terganggu (meskipun hal tersebut disangkal oleh penderita).4
6.1.5 Diagnosis Diferensial
a. Gangguan Medis
Gangguan medis seperti yang tercantum dalam diferensial diagnosis untuk
gangguan somatisasi perlu dipertimbangkan sebelum membuat diagnosis gangguan
konversi.
b. Gangguan Psikiatris
Daftar yang sama pada bagian diferensial diagnosis untuk gangguan
somatisasi.
6.1.6
Perjalanan Penyakit
Hampir semua gejala awal (90-100%) dari pasien dengan gangguan konversi
membaik dalam waktu beberapa hari sampai kurang dari sebulan. Sebanyak 75% pasien
tidak pernah mengalami gangguan ini lagi, namun 25% mengalami episode tambahan
saat stresor psikis muncul kembali.
6.1.7 Tatalaksana
Sebelum memulai tatalaksana kita perlu kembali pada pemahaman teori gangguankonversi bahwa gejala merupakan suatu bentuk perlindungan pasien terhadap kecemasan
akibat konflik intrapsikis. Menghilangkan mekanisme defense ini (misal melalui
hypnosis) akan membuat pasien merasa rentan dan tak berdaya, sehingga penanganan
haruslah memperhatikan stresor psikologis yang mendasari munculnya gejala konversi.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
13/24
13
a. Terapi non farmakologis
Sugesti yang kuat serta pendidikan yang empatik sangat penting. Mirip
dengan gangguan somatisasi pasien perlu diajarkan hubungan erat antara pikiran,
otak, dan tubuh. Dokter perlu berbicara secara apa adanya tentang definsi dan
pemahaman medis terkini mengenai gangguan konversi serta berbicara dengan
yakin bahwa gejala ini akan sembuh dengan cepat.
b. Wawancara pasien dibawah pengaruh amobarbital atau hypnosis
Ketika sugesti dan edukasi tidak berhasil dilakukan, maka teknik amobarbital
dan hypnosis dapat dicoba. Penggunaan teknik ini membutuhkan pelatihan dan
pengalaman, dapat membantu praktisi untuk memasuki wilayah konflik intrapsikis
yang sebelumnya ditutup oleh pasien. Selama masa altered-state pasien dapat
mengalami penurunan gejala karena efek relaksasi. Amobarbital sendiri perlu
diingat adalah obat anti kejang sehingga ia dapat mengurangi gejala kejang akibat
real-seizure.
Indikasi terapi ini adalah untuk pemulihan fungsi pseudoneurologik,
membedakan gangguan konversi dengan malingering, abreaksi gangguan stres
pasca trauma, pemulihan memori akibat fugue psikogenik dan amnesia.
Kontraindikasi terapi ini antara lain absolut bila ada riwayat alergi dan porfiria,
adanya infeksi atau sumbatan saluran pernapasan, gangguan fungsi jantung, liver
dan renal yang berat, kecanduan barbiturate, hipotensi atau hipertensi yang
signifikan, minimal 12 jam sesudah minum alkohol terakhir bila ada kecurigaan
keracunan alkohol, pasien paranoid, serta pasien menolak prosedur.
Risiko dari terapi ini yang utama adalah gangguan pernapasan yang dapat
mengarah kepada apneu, khususnya jika pemberian terlalu cepat (>50mg/min) atau
dosis terlalu besar (>500 mg), kolaps vasomotor dan laryngospasm, lebih jarang
ditemukan, serta regresi psikotik.
c.
Psikoterapi Psikodinamik
Dapat membantu pasien memahami konflik intrapsikis dan simbolisasi.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
14/24
14
6.1.8 Prognosis
Faktor-faktor yang membuat prognosis lebih baik antara lain onset yang akut,
stresor yang teridentifikasi, durasi gejala singkat, level kecerdasan pasien, gejala
kelumpuhan, gejala kebutaan. Pasien dengan gejala kejang atau tremor biasanya memiliki
prognosis lebih buruk.1,3
6.1 Hipokondriasis
Hipokondriasis didefinisikan sebagai seseorang yang berpreokupasi dengan
ketakutan atau keyakinan menderita penyakit yang serius dan tidak mau menerima
penjelasan medis yang menunjukkan bahwa dirinya tidak menderita sakit.
1.1.1
Epidemiologi
Prevalensi hipokondriasis pada rawat jalan adalah 4-9%.
1.1.2 Etiologi
Hipokondriasis disebabkan pasien memiliki skema kognitif yang salah. Pasien
menginterpretasikan sensasi fisik yang mereka rasakan secara berlebihan. Menurut teori
psikodinamik hipokondriasis terjadi karena permusuhan dan agresi dipindahkan ke dalam
bentuk somatik melalui mekanisme repression dan displacement. Kemarahan yang
dimaksud berasal dari kejadian penolakan dan ketidakpuasan di masa lalu. Selain
kemarahan, dapat juga penyebabnya adlaah rasa bersalah dan gejala timbul karena pasien
ingin menebus kesalahannya melalui penderitaan somatik.
1.1.3 Gambaran Klinik
Pasien terus merasa dirinya menderita penyakit serius yang belum bisa dideteksi
walaupun hasil laboratorium sudah menyatakan negatif dan dokter sudah meyakinkan
bahwa pasien tidak mengidap sakit yang serius.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
15/24
15
1.1.4 Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV antara lain:
A. Preokupasi dengan ketakutan atau ide bahwa seseorang mempunyai penyakit serius
berdasarkan interpretasi yang salah terhadap gejala-gejala tubuh.
B. Preokupasi menetap meskipun telah dilakukan evaluasi medik dan penentraman.
C. Keyakinan pada kriteria A tidak mempunyai intensitas waham (seperti gangguan
waham jenis somatik) dan tak terbatas pada kepedulian tentang penampilan seperti
pada gangguan dismorfik tubuh).
D. Preokupasi menimbulkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau hendaya
dalam bidang sosial, pekerjaan dan fungsi penting lainnya.
E. Lamanya gangguan sekurangnya 6 bulan.
F. Preokupasi bukan disebabkan karenan gangguan cemas menyeluruh, gangguan
obsesif kompulsif, gangguan panik, episode depresif, cemas perpisahanm atau
gangguan somatoform lainnya.1,3
Sedangkan berdasarkan PPDGJ III, untuk mendiagnosis pasti kedua hal di bawah
ini harus ada:
(a) Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang
serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-
ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, atauoun adanya
preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan penampakan
fisiknya (tidak sampai waham);
(b) Tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-
keluhannya.4
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
16/24
16
1.1.5 Diferensial Diagnosis
a. Gangguan Medis
1. Gangguan reumatologik, endokrinologik, infeksi, neoplasma, neurologik
harus disingkirkan sebelum mendapatkan diagnosis hipokondriasis.
2. Komorbid yang sering adalahfibromyalgia, irritablebowelsyndrome, chronic
fatiguesyndrome, dan temporomandibularjointsyndrome
b. Gangguan psikiatrik
1. Gangguan obsesif kompulsif
2. Gangguan afektif
3. Demensia
4. Skizofrenia
5.
Gangguan delusional tipe somatik
6. Bodydysmorphicdisorder
7. Malingering
8. Gangguan somatoform lain
1.1.6 Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit hipokondriasis biasanya episodik, yang durasinya setiap
episode berkisar antara bulan-tahun. Dapat terjadi periode tenang di antara episode-
episode.
1.1.7 Tatalaksana
a. Kesabaran dan reassurance adalah kunci sebab pasien hipokondriasis sering
menggunakan sumber daya medis dan menguras waktu dokter.
b. Psikoterapi
a. Psikoterapi psikoanalitik umumnya tidak bermanfaat.
b.
Terapi suportif bermanfaat bila didukung adanya informasi akurat mengenai
gejala, edukasi mengenai mispersepsi dan misinterpretasi gejala dan sensasi
somatik, kunjungan dan pemeriksaan fisik secara berkala, reassurance, serta
penggunaan obat anti cemas (anxiolytic) singkat selama periode stress tinggi
c. Terapi kognitif-perilaku (CBT) merupakan bentuk psikoterapi pilihan.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
17/24
17
d. Farmakoterapi
Obat golongan SSRI bermanfaat pada pasien dengan hipokondriasis terisolasi
(tanpa komorbid psikiatris seperti gangguan cemas atau panik). Fluoxetine atau
paroxetine dengan dosis maksimal 60 mg/hari dan dapat juga sertraline dosis
minimal 150 mg/hari.
1.1.8 Prognosis
Hipokondriasis cenderung menjadi kronis dengan periode remisi dan eksaserbasi
yang dipicu stres. Prognosis yang baik berkaitan dengan status sosial ekonomi yang
tinggi, pengobatan terhadap cemas dan depresi yang responsif, onset gejala mendadak,
tidak ada gangguan kepribadian, dan tidak ada gangguan medis non-psikiatrik yang
terkait. Bila yang menderita hipokondriasis adalah anak-anak maka akan membaik saat
remaja atau dewasa awal.
7.1 Gangguan Nyeri
Menurut DSM-IV gangguan nyeri adalah nyeri yang merupakan keluhan utama dan
menjadi fokus perhatian klinis. Faktor psikologislah yang berperan dalam pengalaman
nyeri pasien dan perilaku mencari pertolongan medis.
7.1.1 Epidemiologi
Sekitar 7 juta orang di Amerika mengeluhkan hendaya akibat nyeri pinggang
bawah. Gejala nyeri sendiri merupakan gejala paling umum yang akan dijumpai dalam
praktik kedokteran. Waspadai keluhan nyeri akibat ketergantungan opioid dan
benzodiazepine iatrogenik. Nyeri kronik biasanya dikaitkan dengan gejala depresi berat
(25-50%), atau dystimia (60-100%).
7.1.2
Etiologi
1. Faktor Psikodinamik
a. Bentuk ekspresi konflik intrapsikis secara simbolik melalui tubuh.
b. Pasien dengan aleksitimia tidak mampu perasaannya secara verbal sehingga
menggunakan tubuh untuk mengekspresikan diri.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
18/24
18
c. Beberapa orang menganggap luka emosional sebagai kelemahan sehingga
memindahkan (displacing) masalah pada tubuh.
d. Bisa juga sebagai bentuk penebusan terhadap rasa berdosa atau bersalah.
e. Cara untuk mencari cinta.
2. Faktor perilaku
Perilaku nyeri diperkuat ketika pasien dihargai atau dicemaskan dan dihambat
ketika pasien diabaikan.
3. Faktor interpersonal
Nyeri yang sulit diobati dapat menjadi sarana untuk memanipulasi hubungan
interpersonal, misalnya memastikan kesetiaan pasangan untuk mempertahankan
perkawinan yang rapuh.
4.
Faktor Biologis
Defisiensi endorfin dapat menjadi penyebab. Demikian juga pada pasien
dengan kelainan struktur limbik dan sensorik, abnormalitas tersebut dapat menjadi
faktor predisposisi.
7.1.3 Gambaran klinik
Pasien dengan gangguan nyeri akan datang dengan keluhan utama nyeri di berbagai
lokasi biasanya nyeri pinggang bawah, nyeri kepala, nyeri fasial atipikial. Pasien
umumnya punya riwayat panjang perawatan medis dan pembedahan. Banyak yang
mengunjungi beberapa dokter, meminta obat dalam jumlah besar, bahkan mendesak
pembedahan.
7.1.4 Kriteria Diagnosis
Berdasarkan DSM-IV, diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya:
A.
Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dancukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
19/24
19
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannya nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dipareunia.1,3
Berdasarkan PPDGJ III, kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut:
Keluhan utama adalah nyeri berat menyiksa dan menetap, yang tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun gangguan fisik.
Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau masalah
psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadika alasan dalam mempengaruhi
adanya gangguan tersebut.
Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan baik personal maupun
medis untuk yang bersangkutan.4
7.1.5 Diagnosis Diferensial
1.
Gangguan nyeri berasosiasi dengan kondisi medik umum.2. Gangguan somatisasi yang menonjol gejala nyerinya.
3. Hipokondriasis.
4. Malingering.
7.1.6 Perjalanan Penyakit
Nyeri muncul secara tiba-tiba dan derajat keparahan meningkat dalam beberapa
minggu atau bulan.
7.1.7 Tatalaksana
1. Kenali dan tangani semua gangguan medis umum yang mungkin berkontribusi
terhadap gejala nyeri.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
20/24
20
2. Seperti pada gangguan somatisasi dan hipokondriasis, target tatalaksana bukanlah
kesembuhan melainkan perawatan, sebab tidak mungkin menghilangkan nyeri.
3. Terapis perlu mendiskusikan sejak awal bahwa sumber nyeri pasien adalah
psikogenik, menjelaskan berbagai sirkuit dalam otak yang terlibat dengan emosi
seperti sistem limbik akan mempengaruhi sensorik. Namun terapis harus
memahami bahwa nyeri yang dialami pasien sebagai sesuatu yang nyata.
4. Klinik nyeri (pain clinic) dengan pendekatan multidisipliner sering bermanfaat,
sekaligus menunjukkan pada pasien bahwa penderitaan mereka ditangani secara
serius.
5. Terapi perilaku yang membimbing pasien untuk menerima rasa nyeri dan
mengoptimalisasi fungsi mereka walaupun tetap ada rasa nyeri.
6.
Farmakoterapi yang dapat menolong adalah golongan antidepresan trisiklik dan
SSRI. Golongan analgetik, sedatif, dan anticemas tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan ketergantungan dan memperparah gejala.
7.1.8 Prognosis
Prognosis umumnya kronik dan pada akhirnya menimbulkan penderitaan dan
ketidakberdayaan.
8.1 Bodydysmorphicdisorder
Pasien dengan Body dysmorphic disorder (BDD) mempunyai perasaan subyektif
pervasif bahwa penampilannya buruk padahal penampilannya normal atau bahkan baik.
Inti dari kelainan ini adalah bahwa pasien berkeyakinan kuat bahwa dirinya tidak menarik
atau menjijikkan. Keyakinan ini sulit diredakan dengan pujian atau penentraman. Pasien
biasanya mencari ahli kulit, bedah plastik, atau internis.
8.1.1
Epidemiologi
Penelitian untuk gangguan ini minim karena pasien umumnya tidak ke psikiater.
Awitan umumnya 15-30 tahun dan terjadi pada wanita lebih banyak daripada pria. Ada
penelitian yang mengatakan bahwa 90% pasien BDD pernah mengalami satu episode
depresi berat, 70% mengalami gangguan cemas, dan 30% mengalami gangguan psikotik.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
21/24
21
8.1.2 Etiologi
Penyebab penyakit ini belum banyak diketahui. Konsep stereotipik dengan
keindahan tubuh yang dianut dalam keluarga atau masyarakat berpengaruh besar pada
pasien BDD. Menurut teori psikodinamik, BDD disebabkan konflik seksual atau
emosional yang dipindahkan ke organ tubuh lain yang tak terkait.
8.1.3 Gambaran klinik
Pasien mengeluhkan bagian tubuh tertentu yang paling sering ialah wajah dan
hidung, rambut, buah dada, dan genitalia. Ada penelitian menyatakan pasien
mengeluhkan empat bagian tubuh selama penyakit berlangsung. Varian pada pria adalah
usaha untuk memperbesar otot-ototnya sampai menganggu kehidupan sehari-hari. Pasien
seringkali mempunya kepribadian dengan ciri obsesif-kompulsif, skizoid, dan narsistik.
8.1.4 Kriteria Diagnosis
Berdasarkan DSM IV-TR, adalah sebagai berikut:
A. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan sedikit
anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan dengan nyata.
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya,
ketidakpuasan dengan bentuk dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).1,3
Berdasarkan PPDGJ III, untuk diagnostik pasti harus dipenuhi kedua hal berikut:
Keyakinan yang menetap perihal adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik
yang serius yang melandasi keluhan atau keluhan-keluhannya, meskipun
pemeriksaan yang berulang tidak menujnang adanya alas an fisik yang memadai,
ataupun adanya preokupasi yang menetap terhadap adanya deformitas atau
perubahan bentuk/penampakan.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
22/24
22
Penolakan yang menetap dan tidak mau menerima nasihat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas
fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.4
8.1.5 Diagnosis Diferensial
1. Depresi.
2. OCD, memiliki kemiripan secara fenomena maupun neurobiologis dengan BDD.
Pasien BDD akan berulangkali melihat tubuhnya di cermin dan memakan waktu
berjam-jam untuk memikirkan penampilan mereka.
3. Anorexia nervosa.
4. Transeksualisme.
5.
Skizofrenia dengan delusi somatik.
6. Gangguan waham, tipe somatik
8.1.6 Perjalanan Klinis
Awitan bertahap, dimana kepedulian tehadap bagian tubuh tertentu akan semakin
menjadi-jadi sehingga mencari bantuan medis atau operasi untuk mengatasinya. Derajat
kepedulian dapat meningkat atau menyusut, tetapi umumnya menjadi kronis bila tidak
diobati.
8.1.7 Tatalaksana
1. Tidak ada bukti bahwa bila permintaan bedah plastik dilakukan akan memperbaiki
persepsi pasien tentang cacat tubuhnya. Tindakan bedah harus dihindari bila BDD
dicurigai.
2. Terapi kognitif-perilaku paling efektif diantara opsi jenis psikoterapi lain.
3. Obat yang dipakai untuk gangguan obsesif-kompulsif seperti SSRI dan
Clomipramine dapat memberi kelegaan pada pasien BDD.
4. Golongan antipsikotik dapat diberi bila muncul gejala psikotik.
5. Karena BDD sering komorbid dengan depresi, maka dalam kasus-kasus seperti ini
pengggunaan antidepresan dapat dibenarkan.
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
23/24
23
9.1 Gangguan Somatoform yang tidak tergolongkan
Kategori ini adalah suatu kategori untuk pasien yang memiliki gejala diperkirakan
sebagai gangguan somatoform tetapi tidak memenuhi kriteria spesifik untuk salah satu
jenis gangguan somatoform. Bisa jadi pasien tersebut memiliki gejala yang tidak ada
pada kategori lain sepertipseudocyesisatau tidak memenuhi kriteria waktu 6 bulan.
Kriteria diagnosis kategori Gangguan somatoform tidak tergolongkan (somatoform
disordersnototherwisespecified) berdasarkan DSM-IV antara lain:
Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan
gastrointestinal atau saluran kemih)
A. Salah satu (1) atau (2)
1) Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat
(misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2) Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang
diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratonium.
B. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
C. Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
D. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya
gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan,
gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
E. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan
buatan atau berpura-pura).1,3
-
8/11/2019 referat ggn somatoform sherly.docx
24/24
24
Bab III
Kesimpulan
Gangguan somatoform adalah jenis gangguan mental dimana terdapat prosessomatisasi sehingga konflik intra-psikis dimanifestasikan sebagai gejala fisik. Gejala fisik
merupakan keluhan utama pasien, yang tidak disebabkan atau dijelaskan sepenuhnya oleh
gangguan kondisi medis umum lainnya ataupun gangguan mental lainnya. Perjalanan
klinis gangguan-gangguan yang termasuk dalam gejala ini umumnya kronis dan
cenderung berulang atau menetap. Tatalaksana diarahkan pada manajemen dan bukan
cure. Edukasi, dukungan, dan psikoterapi bermanfaat dalam membantu meringankan
gejala. Psikofarmaka dapat bermanfaat pada beberapa jenis gangguan tetapi tidak pada
jenis lainnya.