“Why should we be concerned about Global Warming?”
Pendahuluan
Global warming adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan
daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18
°C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global
sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya
konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca.
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik,
termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang
dikemukakan IPCC tersebut.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang
lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global
yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya
berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan
yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta
perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah
yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai
apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan
pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang
ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan
meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah
kaca.
Penjelasan penyebab pemanasan global
Efek rumah kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi
tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini
tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi.
Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya.
Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa
luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur dioksida dan metana
yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan
kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan
gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang
melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.
Energi yang masuk ke Bumi:
25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
25% diserap awan
45% diserap permukaan bumi
5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan
permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan
oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam
keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan
suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida,
nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik
seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan
penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Efek umpan balik
Penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh berbagai proses umpan balik yang
dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air, pada kasus pemanasan akibat
bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan
menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri
merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap
air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah
kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri.
(Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembapan
relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi
menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2
memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila
dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan,
sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan
tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga
meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau
pendinginan tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian
awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain
karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas
komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang
digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan
balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan
dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam
Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya
(albedo) oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair
dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut,
daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki
kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan
akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah
pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus
yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku
(permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain
itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif.
Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal
ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga
membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon
yang rendah.
Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan
diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat
ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah
meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah
kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak
telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi
kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan
efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.)
Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin
telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek
pendinginan sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin
telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan dari Duke University
memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50%
peningkatan suhu rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara
tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang
dijadikan pedoman saat ini membuat perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah
kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek
pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh.
Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan
sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang
terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss
menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan"
dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan
kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini
terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh
Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global
dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari
maupun variasi dalam sinar kosmis.
Dampak pemanasan global terhadap Banda Aceh
Kenaikan suhu itu mungkin tidak terlihat terlalu tinggi, tetapi di daerah tertentu seperti
Banda Aceh, kenaikan itu dapat memberikan dampak yang parah dan terutama pada
penduduk miskin. Iklim global merupakan suatu sistem yang rumit dan pemanasan
global akan berinteraksi dengan berbagai pengaruh lainnya, tetapi tampaknya di Banda
Aceh perubahan ini akan makin memperparah berbagai masalah iklim yang sudah ada.
Kita sudah begitu rentan terhadap begitu banyak ancaman yang berkaitan dengan iklim
seperti banjir, kemarau panjang, angin kencang, longsor, dan kebakaran hutan (Diagram
1). Kini semua itu dapat bertambah sering dan bertambah parah. Salah satu pengaruh
utama iklim di Indonesia adalah ‘El Niño-Southern Oscillation’ yang setiap beberapa
tahun memicu berbagai peristiwa cuaca ekstrem kita. El Niño berkaitan dengan berbagai
perubahan arus laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan air laut menjadi luar biasa
hangat. Kejadian sebaliknya, arus menjadi amat dingin, yang disebut La Niña. Yang
terkait dengan peristiwa ini adalah ‘Osilasi Selatan’ (Southern Oscillation) yaitu
perubahan tekanan atmosfer di belahan dunia sebelah selatan. Perpaduan seluruh
fenomena inilah yang dinamakan El Niño-Southern Oscillation atau disingkat ENSO.
Diagram 1: Tingkat Kerawanan Terhadap Bencana Alam
Bahaya lain yang berkaitan dengan iklim di Indonesia adalah lokasi dan pergerakan
siklon tropis di wilayah selatan timur Samudera India (Januari sampai April) dan sebelah
timur samudera Pasifik (Mei sampai Desember). Di beberapa wilayah Indonesia seperti
Banda Aceh hal ini dapat menyebabkan angin kencang dan curah hujan tinggi yang dapat
berlangsung hingga berjam-jam atau berhari-hari. Angin kencang juga sering terjadi
selama peralihan angin munson (angin musim hujan) dari arah timur laut ke barat daya.
Selama tahun-tahun terakhir ini, berbagai peristiwa iklim ekstrem ini menjadi lebih
sering dan dampak yang ditimbulkannya menjadi lebih parah (Diagram 2). Dalam kurun
waktu tahun 1844 dan 1960 kemarau panjang terjadi rata-rata setiap empat tahun, tetapi
antara tahun 1961 dan 2006 meningkat menjadi setiap tiga tahun. Banjir juga makin
sering melanda dalam kurun waktu 2001-2004, telah dilaporkan bencana banjir di Aceh
yang diakibatkan oleh global warming terjadi sebanyak 46 kali di tahun 2007, 100 kali
pada tahun 2008, dan semakin meningkat menjadi 134 kali pada tahun 2009 dan sekitar
530 kali banjir, yang melanda hampir di seluruh provinsi di Indonesia (Diagram 3).
Tingkat kerusakannya juga meningkat. Kejadian El Niño 1997-1998 adalah yang paling
parah selama 50 tahun; tahun 1998 memang merupakan tahun terpanas dalam abad dua
puluh ini.
Diagram 2: Jumlah Kejadian Bencana di Indonesia, 1993 - 2002
Diagram 3: Jumlah Kejadian Banjir, 2001 - 2004
Perubahan musim dan curah hujan – Dalam beberapa tahun ini para petani di desa-desa
di Indonesia sudah membicarakan mengenai musim yang tidak normal.
Di sebagian besar wilayah di Aceh selama kurun waktu 1960-1990 dan 1991-2003, awal
musim hujan kini menjadi terlambat 10 hingga 20 hari dan awal kemarau menjadi
terlambat 10 hingga 60 hari. Berbagai pergeseran serupa juga sudah dirasakan di pulau
Jawa. Pola-pola ini berpeluang untuk berlanjut. Di masa akan datang, sebagian wilayah
Indonesia, terutama wilayah yang terletak di sebelah selatan katulistiwa, dapat
mengalami musim kemarau yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek
tetapi dengan curah yang lebih tinggi dengan tipe perubahan dalam pola seperti yang
digambarkan dalam Diagram 4. Di samping itu,iklim juga kemungkinan akan menjadi
makin berubah-ubah,dengan makin seringnya curah hujan yang tidak menentu. Suhu
yang lebih tinggi juga dapat mengeringkan tanah, mengurangi sumber air tanah,
mendegradasi lahan, dan dalam beberapa kasus dapat mengakibatkan penggurunan.
Diagram 4: Kecenderungan Pola Curah Hujan di Jawa dan Bali
Sumber: Naylor dkk, 2007
Penjelasan efek pemanasan global di kedua MEDCs (More Economically Developed
Country) dan LEDCs (Less Economically Developed Country)
MEDCs dan LEDCs ------ Dampak perubahan iklim dapat diukur sebagai biaya ekonomi
(Smith et al., 2001:936-941). Hal ini terutama cocok untuk dampak pasar, yaitu dampak
yang terkait dengan transaksi pasar dan secara langsung mempengaruhi GDP. Moneter
dampak non-pasar, misalnya, dampak terhadap kesehatan manusia dan ekosistem , lebih
sulit untuk menghitung. Kesulitan lain dengan perkiraan dampak tercantum di bawah ini:
Kesenjangan pengetahuan: Menghitung dampak distribusi membutuhkan
pengetahuan geografis rinci, tetapi ini merupakan sumber utama ketidakpastian
dalam model iklim .
Kerentanan: Dibandingkan dengan negara-negara maju, ada pemahaman yang
terbatas dari potensi pasar sektor dampak perubahan iklim di negara berkembang.
Adaptasi: Tingkat masa depan kapasitas adaptasi pada manusia dan sistem alam
terhadap perubahan iklim akan mempengaruhi bagaimana masyarakat akan
terpengaruh oleh perubahan iklim. Penilaian mungkin kurang atau melebih-
lebihkan kemampuan adaptif, yang mengarah ke bawah atau perkiraan yang
terlalu tinggi dampak positif atau negatif.
Tren sosial ekonomi: prediksi Masa Depan pengembangan mempengaruhi
perkiraan dampak perubahan iklim di masa depan, dan dalam beberapa kasus,
perkiraan yang berbeda dari perkembangan tren menyebabkan pembalikan dari
prediksi positif, prediksi negatif, dampak (dan sebaliknya).
Dalam penilaian sastra, Smith et al (2001:957-958) menyimpulkan, dengan keyakinan
menengah, bahwa:
perubahan iklim akan meningkatkan kesenjangan pendapatan antara dan di dalam
negara.
sedikit peningkatan suhu rata-rata global (sampai 2 ° C, diukur terhadap tingkat
1990) akan menghasilkan dampak sektor pasar negatif bersih di banyak negara
berkembang dan dampak sektor pasar yang positif bersih di banyak negara maju.
Dengan keyakinan tinggi, diperkirakan bahwa dengan media (2-3 ° C) untuk tingkat
tinggi pemanasan (lebih dari 3 ° C), dampak negatif akan diperburuk, dan dampak positif
bersih akan mulai menurun dan akhirnya berubah negatif.
Contoh Dampak di Indonesia
Sektor Pasar
Pertanian
Di antara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim adalah para petani
Indonesia. Sejauh ini, para petani di Jawa berhasil menanam padi dua kali dalam setahun,
tetapi dengan perubahan iklim, panen kali kedua tampaknya akan menjadi lebih rentan.
Oleh karena itu, para petani yang sudah banyak berpengalaman mengatasi dampak buruk
kejadian iklim yang ekstrem akan harus lebih banyak beradaptasi lagi di masa
mendatang.
Perikanan
Industri perikanan telah dipengaruhi oleh perubahan iklim. Bukti masa kelimpahan ikan
dan ukuran dapat dilihat pada foto-foto lama. Loren McClenachan, seorang mahasiswa
pascasarjana di Scripps Institute of Oceanography di University of California-San Diego,
menemukan arsip sejarah foto-foto lama, dari Florida Key West, di Monroe Negara
Public Library. Arsip itu berisi gambar kapal serangkaian pembuluh disebut Gulf Stream
dan Greyhound. Foto-foto lama dari tangkapan menunjukkan ikan yang lebih besar dan
lebih besar hasil tangkapan sementara foto terbaru menunjukkan penurunan kelimpahan
ikan dan ukuran. Penelitian menunjukkan bahwa nelayan rekreasi dan komersial
mungkin telah menyebabkan overfishing kronis tetapi catatan sejarah dari bagian lain
dunia telah menunjukkan penurunan stok ikan mereka juga.
Dampak non-pasar
Smith et al. (2001:942) memperkirakan bahwa perubahan iklim kemungkinan akan
mengakibatkan dampak non-pasar diucapkan. Sebagian besar dampak yang diperkirakan
akan negatif. The literature assessment by Smith et al. (2001) suggested that climate
change would cause substantial negative health impacts in developing countries.
Penilaian sastra oleh Smith et al. (2001) mengemukakan bahwa perubahan iklim akan
menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan substansial di negara berkembang.
Smith et al. (2001) noted that few of the studies they reviewed had adequately accounted
for adaptation. Smith et al. (2001) mencatat bahwa beberapa studi mereka terakhir telah
cukup menyumbang adaptasi. In a literature assessment, Confalonieri et al. (2007:415)
found that in the studies that had included health impacts, those impacts contributed
substantially to the total costs of climate change. Dalam penilaian sastra, Confalonieri et
al. (2007:415) menemukan bahwa dalam studi yang termasuk dampak kesehatan,
dampak-dampak tersebut memberikan kontribusi besar terhadap total biaya perubahan
iklim.
Evaluasi sudut pandang yang berbeda dipegang tentang pemanasan global dengan
MEDCs dan LEDCs
LEDCs
- harus menggunakan sumber energi yang tersedia bagi mereka, yang
mungkin berarti pembakaran bahan bakar fosil dan sebagainya
menciptakan hujan lebih asam dan berkontribusi terhadap pemanasan
global dan penipisan ozon
- tidak memiliki uang untuk membersihkan emisi dari pembangkit listrik
mereka, pabrik-pabrik dan kendaraan.
MEDCs
- telah membuat sebagian besar polusi di masa lalu
- Amerika Serikat masih menghasilkan sebagian besar gas rumah kaca dan
telah dikonsumsi sebagian besar sumber daya
LEDCs beresiko banjir dari kenaikan permukaan laut melihat kegiatan di MEDCs
sebagai ancaman global terbesar bagi dunia.
MEDCs melihat industri baru LEDCs sebagai ancaman terbesar karena pembakaran
bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan polusi
Solusi
Tidak ada solusi tunggal untuk pemanasan global, yang terutama masalah terlalu banyak
panas-perangkap karbon dioksida (CO2), metana dan dinitrogen oksida dalam atmosfer.
Meningkatkan efisiensi energi: Energi yang digunakan untuk listrik, panas, dan
dingin rumah kita, bisnis, dan industri merupakan kontributor tunggal terbesar
pemanasan global. Teknologi efisiensi energi memungkinkan kita untuk
menggunakan energi lebih sedikit untuk mendapatkan tingkat yang lebih tinggi
yang sama-atau produksi, pelayanan, dan kenyamanan. Pendekatan ini memiliki
potensi besar untuk menghemat energi dan uang, dan dapat digunakan dengan
cepat.
Penghijauan transportasi: Emisi Sektor transportasi ini telah meningkat pada
tingkat yang lebih cepat daripada sektor energi menggunakan lainnya selama
dekade terakhir. Berbagai solusi ada di tangan, termasuk meningkatkan efisiensi
(mil per galon) di semua moda transportasi, beralih ke bahan bakar rendah
karbon, dan mengurangi kendaraan mil perjalanan melalui pertumbuhan cerdas
dan sistem transportasi massal yang lebih efisien.
Revving energi terbarukan: Sumber energi terbarukan seperti matahari, angin,
panas bumi dan bioenergi yang tersedia di seluruh dunia. Beberapa studi telah
menunjukkan bahwa energi terbarukan memiliki potensi teknis untuk memenuhi
sebagian besar kebutuhan energi kita. Teknologi terbarukan dapat digunakan
dengan cepat, semakin hemat biaya, dan menciptakan lapangan kerja sekaligus
mengurangi polusi.
Pentahapan keluar listrik bahan bakar fosil: Secara dramatis mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil-terutama karbon-intensif batubara sangat penting
untuk mengatasi perubahan iklim.
Mengelola hutan dan pertanian: Secara keseluruhan, deforestasi tropis dan
emisi dari pertanian mewakili hampir 30 persen dari emisi yang memerangkap
panas di dunia. Kita bisa memerangi pemanasan global dengan mengurangi emisi
dari deforestasi dan degradasi hutan dan dengan membuat praktik produksi
makanan kita lebih berkelanjutan.
Menjelajahi nuklir: Karena hasil listrik tenaga nuklir di beberapa emisi
pemanasan global, saham meningkat dari tenaga nuklir dalam bauran energi dapat
membantu mengurangi pemanasan global
Mengembangkan dan menggunakan teknologi rendah karbon dan nol-
karbon baru: Penelitian dan pengembangan generasi berikutnya dari teknologi
rendah karbon akan sangat penting untuk pengurangan abad pertengahan dalam
emisi global. Penelitian saat ini pada teknologi baterai, bahan-bahan baru untuk
sel surya, memanfaatkan energi dari sumber-sumber baru seperti bakteri dan
ganggang, dan daerah inovatif lainnya bisa memberikan terobosan penting.
Memastikan pembangunan berkelanjutan: Negara-negara di dunia-dari yang
paling ke paling maju-bervariasi secara dramatis dalam kontribusi mereka
terhadap masalah perubahan iklim dan dalam tanggung jawab dan kapasitas untuk
menghadapinya mereka. Sebuah kompak global yang sukses terhadap perubahan
iklim harus mencakup bantuan keuangan dari negara-negara kaya ke negara-
negara miskin untuk membantu membuat transisi ke jalur pembangunan rendah
karbon dan untuk membantu beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
Kesimpulan
Pemanasan global adalah tantangan besar bagi masyarakat global kita. Sangat sedikit
keraguan bahwa pemanasan global akan mengubah iklim kita di abad berikutnya. Jadi
apa solusi untuk pemanasan global? Pertama, harus ada solusi politik internasional.
Kedua, dana untuk mengembangkan produksi energi murah dan bersih harus
ditingkatkan, karena semua pembangunan ekonomi didasarkan pada peningkatan
penggunaan energi. Kita tidak harus pin semua harapan kami pada politik global dan
teknologi energi bersih, jadi kita harus mempersiapkan diri untuk yang terburuk dan
beradaptasi. Jika diterapkan sekarang, banyak biaya dan kerusakan yang bisa disebabkan
oleh perubahan iklim dapat dikurangi.
Cara terbaik untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim adalah beralih ke bentuk-bentuk
pembangunan yang lebih berkelanjutan, belajar untuk hidup dengan cara-cara yang
menghargai dan serasi dengan alam. Perubahan iklim merupakan ancaman yang serius
dan suatu peringatan untuk menyadarkan kita. Namun, kita juga dapat menggunakan
kesempatan ini sebagai momentum baru bagi upaya-upaya perlindungan lingkungan
hidup kita. Di Indonesia kita beruntung memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah
dan Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekargaman hayati yang paling
kaya dan paling beragam di dunia. Semua itu sudah sepantasnya kita lestarikan suatu
warisan untuk generasi penerus. Namun, ada juga suatu kepentingan tersendiri yang kuat.
Sejauh mana keharusan kita menyelamatkan lingkungan, sedemikian pula kita
bergantung pada lingkungan untuk menyelamatkan kita.
Sumber:
en.wikipedia.org/wiki/Global_warming, 2014
http://en.wikipedia.org/wiki/Economic_impacts_of_climate_change, 2014
Sisi Lain Perubahan Iklim, UNDP Indonesia, 2007