efek ekstrak daging buah kurma ajwa (phoenix …digilib.unila.ac.id/61173/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
EFEK EKSTRAK DAGING BUAH KURMA AJWA (Phoenix dactilyfera L.)
DALAM PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley
(Skripsi)
Oleh
Abdul Azis
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
EFEK EKSTRAK DAGING BUAH KURMA AJWA (Phoenix dactilyfera L.)
DALAM PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley
Oleh
ABDUL AZIS
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT
EFFECT OF MEAT AJWA DATE EXTRACT (Phoenix dactilyfera L.) OF
WOUND HEALING IN WHITE RAT (Rattus norvegicus) Sprague Dawley
By
ABDUL AZIS
Background: Injury is a state of damage to the structure and function of skin
anatomy. One example of an open wound is a cut that has the characteristic
presence of linear tears in the skin and underlying tissue. The wound healing
process requires chemical compounds that help in the healing process. These
compounds such as tannins, flavonoids and saponins. One part of plants that
contain these substances is the date palm meat.
Method: This research was conducted in October-November 2019 at the Faculty
of Medicine, University of Lampung using the observation method. The sample of
this study consisted of 20 mice which were divided into 4 groups. The study was
conducted by making a cut in mice, after that the wound was given 4 treatments
namely povidone iodine, and meat ajwa date palm extract at a dose of 0.5 mg / ml,
0.75 mg / ml, 1 mg / ml. The data obtained in the form of time in wound healing.
Data is processed using statistical tests with a confidence level of 0.05
Results: The results showed that Ajwa date palm meat extract had an effect in the
process of wound healing in white rats descriptively but did not provide a
statistically significant effect. Conclusion: Ajwa date palm meat extract has an effect in the process of wound
healing in white rats descriptively, but does not provide a statistically significant
effect.
Keywords: ajwa dates, cut, wound healing
ABSTRAK
EFEK EKSTRAK DAGING BUAH KURMA AJWA (Phoenix dactilyfera L.)
DALAM PENYEMBUHAN LUKA PADA TIKUS PUTIH (Rattus
norvegicus) JANTAN GALUR Sprague Dawley
Oleh
ABDUL AZIS
Latar Belakang: Luka merupakan suatu keadaan rusaknya struktur dan fungsi
anatomi kulit. Salah satu contoh luka terbuka yaitu luka sayat yang memiliki ciri
adanya robekan linier pada kulit dan jaringan di bawahnya. Proses penyembuhan
luka membutuhkan senyawa kimia yang membantu dalam proses penyembuhan.
Senyawa tersebut seperti tanin, flavonoid dan saponin. Salah satu bagian
tumbuhan yang mengandung zat tersebut yaitu daging buah kurma.
Metode: Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-November 2019 di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung dengan menggunakan metode observasi.
Sampel penelitian ini terdiri dari 20 ekor tikus yang dibagi menjadi 4 kelompok.
Penelitian dilakukan dengan cara membuat luka sayat pada tikus, setelah itu luka
diberikan 4 perlakuan yaitu povidone iodine, dan ekstrak daging buah kurma
ajwa dengan dosis 0,5 mg/ml, 0,75 mg/ml, 1 mg/ml. Data yang didapatkan berupa
waktu dalam penyembuhan luka. Data diolah menggunakan uji statistik dengan
tingkat kepercayaan 0,05.
Hasil: Hasil penelitian didapatkan ekstrak daging buah kurma ajwa memiliki efek
dalam proses penyembuhan luka sayat pada tikus putih secara deskriptif namun
tidak memberikan efek yang signifikan secara statistik.
Simpulan: Ekstrak daging buah kurma ajwa memiliki efek dalam proses
penyembuhan luka sayat pada tikus putih secara deskriptif, namun tidak
memberikan efek yang signifikan secara statistik.
Kata kunci: kurma ajwa, luka sayat, penyembuhan luka
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sukaraja 19 Januari 1999 sebagai anak kedua dari lima bersaudara
pasangan Bapak Achmad Sodiq dan Ibu Susilawati. Penulis tinggal di Desa
Sukaraja kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan.
Pendidikan yang diajalani yaitu pada tahun 2004-2010 sekolah dasar (SD) di SD
Negeri 1 Sukaraja lalu di tahun 2010-2013 sekolah menengah pertama (SMP) di
SMPN 1 Rajabasa selanjutnya dari tahun 2013-2016 sekolah menengah atas
(SMA) di SMA Negeri 1 Kalianda, dilanjutkan tahun 2016 penulis berkuliah di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif organisasi Forum Study Islam
Ibnu Sina (FSIIS) Fakultas Kedokteran sebagai sekretaris umum periode
2018/2019 dan Pengurus Bidang Kastrad BEM FKUNILA periode 2018/2019.
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi penulis dengan judul “Efek
Ekstrak Daging Buah Kurma Ajwa (Phoenix Dactilyfera L.) Dalam Penyembuhan
Luka Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley” ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di
Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si selaku Rektor Universitas Lampung.
2. Dr. Dyah Wulan SRW, S.KM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
3. dr. Winda Trijayanthi, S.ked., MKK selaku Pembimbing Akademik (PA) atas
kesediannya memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses
pembelajaran.
4. dr. Novita Carolia, S.ked., M.Sc selaku Pembimbing Utama atas
kesediaannya dalam meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk
memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, dan bantuan bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Muhammad Iqbal S.Farm., M.sc., Apt selaku Pembimbing
pendamping atas semua bantuan, saran, bimbingan serta pengarahan yang
luar biasa ditengah kesibukan beliau untuk membantu dalam penyusunan
skripsi ini.
6. Dr. dr. Evi Kurniawaty, S.Ked., M.Sc. selaku Pembahas atas kesediaannya
dalam memberikan koreksi, kritik, saran, nasehat, dan bantuan untuk
perbaikan penulisan skripsi yang dilakukan oleh penulis.
7. Ibu tercinta Susilawati, terima kasih untuk selalu mendoakan demi
tercapainya semua cita-cita penulis. Terima kasih atas cinta dan kasih sayang
yang telah diberikan. Terima kasih atas dukungan, nasihat, motivasi, dan
segala pengorbanan yang telah dilakukan demi tercapainya masa depan yang
baik bagi penulis.
8. Ayah tercinta Achmad Sodiq, terimakasih untuk segala cinta dan kasih
sayang. Terima kasih atas segala pengorbanan, dorongan, motivasi, dan
pembelajaran hidup yang telah diberikan demi tercapainya cita-cita penulis.
9. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu dan pengalaman berharga yang telah
diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan
mencapai cita-cita.
10. Haya Afiatni harahap yang selalu membantu dan memberikan motivasi
selama pengerjaan skripsi mulai dari awal sampai akhir
11. Yogi, Ricky, Dendi, Azis, Zidane, Agus, Merta, Aris, Danang, Hans, Hadi,
Hadrian, Rama, Maul, Naufal, Hanifah dan seluruh teman teman trigeminus
yang telah menemani perjalanan penulis dalam menimba ilmu di FK Unila.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 5
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6
2.1 Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 6
2.1.1 Kulit ................................................................................................... 6
2.1.2 Luka Sayat ........................................................................................ 11
2.1.3 Tikus ................................................................................................. 16
2.1.4 Kurma Ajwa ..................................................................................... 17
2.2 Kerangka Teori.......................................................................................... 20
2.3 Kerangka Konsep ...................................................................................... 21
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 22
3.1 Desain Penelitian ....................................................................................... 22
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 23
3.3 Alat dan Bahan .......................................................................................... 23
3.4 Subjek Penelitian ....................................................................................... 23
3.4.1 Populasi ............................................................................................ 23
3.4.2 Sampel .............................................................................................. 24
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................... 24
3.5.1 Inklusi ............................................................................................... 24
3.5.2 Eksklusi ............................................................................................ 25
3.6 Variabel Penelitian .................................................................................... 25
3.7 Prosedur Penelitian .................................................................................... 25
3.7.1 Pembuatan Ekstrak Daging Kurma Ajwa ........................................ 25
3.7.2 Pembuatan Luka Sayat ..................................................................... 27
3.7.4 Alur Penelitian ................................................................................. 29
3.8 Cara Pengumpulan Data ............................................................................ 29
3.9 Pengolahan Data ........................................................................................ 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 31
4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................... 31
4.2 Analisis Data ............................................................................................. 33
4.2.1 Analisis Univariat............................................................................. 33
4.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................... 35
4.3 Pembahasan ............................................................................................... 36
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 42
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 42
5.2 Saran .......................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44
LAMPIRAN ......................................................................................................... 48
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lapisan epidermis ................................................................................. 9
Gambar 2. Lapisan dermis .................................................................................... 10
Gambar 3. Proses penyembuhan luka ................................................................... 16
Gambar 4. Kurma ajwa ........................................................................................ 18
Gambar 5. Kerangka teori ..................................................................................... 20
Gambar 6. Kerangka konsep ................................................................................. 21
Gambar 7. Alur penelitian ..................................................................................... 29
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Aktivitas anti bakteri kurma .................................................................... 20
Tabel 2. Alat dan bahan ........................................................................................ 23
Tabel 3. Hasil Uji Fitokimia...................................................................................31
Tabel 4. Rerata waktu (hari) penyembuhan luka sayat pada tikus ........................ 32
Tabel 5. Waktu penyembuhan luka tikus ............................................................ 234
Tabel 6. Uji normalitas .......................................................................................... 35
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka merupakan suatu keadaan rusaknya struktur dan fungsi anatomi kulit.
Keadaan ini dapat disebabkan oleh keadaan seperti trauma benda tajam atau
tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan
hewan (Syamsuhidajat, 2010). Bentuk luka berbeda tergantung penyebabnya,
ada yang terbuka dan tertutup. Salah satu contoh luka terbuka yaitu luka sayat
yang memiliki ciri adanya robekan linier pada kulit dan jaringan di bawahnya
(Pusponegoro, 2005).
Luka sayat adalah salah satu jenis luka yang sulit sembuh, hal ini dikarenakan
gangguan pada pembekuan darah. Proses pembekuan darah dapat
menghambat penyembuhan luka sehingga mengalami nyeri, bengkak dan
panas dan reaksi tubuh terhadap mikroorganisme. Proses penyembuhan luka
terjadi pada jaringan yang rusak dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu fase
inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi yang merupakan fase pemulihan
kembali atau disebut remodelling jaringan (Syamsuhidajat, 2010).
Proses penyembuhan luka merupakan proses yang sangat penting dalam
kehidupan manusia sehingga perlu mendapatkan perhatian yang baik agar
2
penyembuhan dapat berlangsung dengan baik (Lastianny, 2002).
penyembuhan luka dapat terjadi dengan cepat jika berada dalam kondisi yang
normal, tetapi akan mengalami hambatan apabila mengalami berbagai macam
gangguan dan komplikasi seperti infeksi dan insufisiensi vaskular pada luka
tersebut. Oleh karena itu, diperlukan manajemen yang baik dalam perawatan
luka (Ismardianita, 2003). Manajemen perawatan luka diperlukan untuk
meningkatkan penyembuhan, mencegah kerusakan kulit lebih lanjut dan
mengurangi risiko infeksi. Perawatan luka yang paling sering dilakukan yaitu
dengan menggunakan povidone iodine 10% (Gayatri, 1999). Penggunaan zat
povidone iodine sangat efektif untuk mematikan mikroba, namun di sisi lain
akan menimbulkan iritasi pada luka karena zat-zat yang terkandung dalam
bahan antiseptik akan dianggap sebagai benda asing oleh tubuh karena
komponennya berbeda dengan sel-sel tubuh (Katzung GB, 2002). Penelitian
yang dilakukan Astuti (2007) menyebutkan bahwa penggunaan povidone
iodin dapat memperlambat penyembuhan luka. Hal ini menunjukkan bahwa
dibutuhkan pengobatan alternatif untuk membantu proses penyembuhan luka.
Proses penyembuhan luka membutuhkan senyawa kimia yang membantu
dalam proses penyembuhan. Senyawa tersebut seperti tanin, flavonoid dan
saponin. Senyawa tanin mampu menghambat hipersekresi cairan mukosa dan
menetralisir protein inflamasi. Tanin memiliki afinitas terhadap protein
sehingga protein dapat terkonsentrasi pada area luka (Suprapto, 2012).
Senyawa tanin mempunyai peran aktif dalam menghambat pertumbuhan
mikroba dengan mekanisme merusak dinding sel serta membentuk ikatan
dengan protein fungsional sel mikroba (Sudira dkk., 2011). Flavonoid
3
memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang,
antialergi dan antikanker (Artanty dkk., 2006). Saponin merupakan salah
satu senyawa yang berfungsi untuk memacu pembentukan kolagen, yaitu
protein struktur yang berperan dalam proses penyembuhan luka (Suratman
dkk., 2004). Senyawa saponin mempunyai kemampuan sebagai pembersih
sehingga senyawa ini efektif dalam menyembuhkan luka terbuka (Robinson,
1995). Selain itu saponin merupakan senyawa kimia yang dapat
meningkatkan aktivitas sistem imun tubuh dan merupakan senyawa kimia
yang mempunyai sifat anti bakteri dan anti virus (Bone dkk., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Handayany (2015) membuktikan bahwa
kandungan senyawa saponin dalam daun kecombrang memiliki efektivitas
dalam menyembuhkan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus).
Penelitian yang dilakukan Fitrian (2018) mendapat kesimpulan bahwa
kandungan senyawa saponin dalam ekstrak daun lamtoro dapat merangsang
terjadinya angiogenesis pada luka insisi tikus. Pemberian senyawa saponin
topikal pada luka dapat meningkatkan ketebalan serat kolagen yang berakibat
baik dalam penyembuhan luka (Nugraha, 2016). Penelitian diatas
memanfaatkan kandungan senyawa saponin dalam tumbuhan untuk
menyembuhkan luka. Selain tumbuhan di atas, salah satu tumbuhan yang
mangandung saponin yaitu buah kurma (Abdelrahman, 2012).
Buah kurma dalam kehidupan sehari-hari merupakan sumber pendapatan
utama dan makanan pokok bagi populasi lokal di banyak negara tempat
kurma dibudidayakan (Krueger, 2007). Buah kurma memiliki beragam
4
macam jenis salah satunya yaitu kurma ajwa. Selain mengandung senyawa
saponin kurma ajwa juga mengandung senyawa tanin dan flavonoid yang
dapat membantu dalam proses penyembuhan luka. Buah kurma memiliki
kemampuan antibakteri yang sangat baik, pada konsentrasi 0,5 mg/ml; 0,75
mg/ml dan 1 mg/ml ekstrak kurma dapat menghambat bakteri Bacillus cereus
yang saat ini telah resisten jika diberikan streptomisin (Sundar, 2017). Oleh
karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pengujian mengenai efek
ekstrak daging buah kurma ajwa (Phoenix dactilyfera L.) dalam
penyembuhan luka sayat pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur
Sprague Dawley.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah ekstrak daging buah kurma ajwa mengandung senyawa saponin,
tanin, flavonoid dan alkaloid
2. Apakah ekstrak daging buah kurma ajwa memiliki efek dalam
penyembuhan luka sayat pada tikus putih?
3. Berapa dosis optimal ekstrak daging buah kurma ajwa dan waktu tercepat
pada penyembuhan luka sayat?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu sebagai berikut.
1. mengetahui apakah ekstrak daging buah kurma ajwa memiliki efek dalam
penyembuhan luka sayat pada tikus putih.
2. Mengetahui dosis optimal ekstrak daging buah kurma ajwa dan waktu
tercepat pada penyembuhan luka sayat.
5
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :
1. Manfaat Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui efektifitas ekstrak daging buah kurma ajwa
untuk menyembuhkan luka pada tikus putih.
2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan Instansi Terkait
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada para tenaga
kesehatan dalam penyusunan program maupun kebijakan dalam
penanggulangan luka.
3. Manfaat Bagi Masyarakat
Dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang penyembuhan luka
dengan menggunakan ekstrak daging buah kurma ajwa.
4. Manfaat Bagi Peneliti Lain
Dapat menjadi salah satu referensi bagi peneliti lain.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Kulit
Kulit adalah suatu organ tunggal yang terberat pada tubuh manusia, yang
biasanya membentuk 15-20% dari berat badan total dan pada orang dewasa
memiliki luas permukaan sebesar 1,5 - 2 m2 yang terpapar dengan dunia
luar. kulit terdiri atas epidermis, yaitu lapisan epitel yang berasal dari
ektoderm, dan dermis, yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat yang
berasal dari mesoderm (Janqueira, 2012).
a. Epidermis
Epidermis terdiri atas epitel berlapis gepeng berkeratin yang disebut
keratinosit. Epidermis memperlihatkan perbedaan utama antara kulit
tebal yang terdapat pada telapak tangan dan kaki, dengan kulit tipis yang
terdapat pada bagian tubuh lainnya (Janqueira, 2012). epidermis terdiri
atas lima lapisan keratinosit.
Stratum basal merupakan lapisan paling dalam atau dasar di epidermis.
Lapisan ini terdiri atas satu lapisan sel kolumnar hingga kuboid yang
terletak pada membrana basalis yang memisahkan dermis dari epidermis.
7
Sel-sel saling melekat satu sama lain melalui taut sel yang disebut
desmosom, dan pada membrana basalis di bawahnya melalui
hemidesmosom. Sel di dalam stratum basal berfungsi sebagai sel induk
bagi epidermis; karena itu, di lapisan ini banyak ditemukan aktivitas
mitosis. Sel membelah dan mengalami pematangan pada saat bermigrasi
ke atas menuju lapisan superfisial. Semua sel di stratum basal
menghasilkan dan mengandung filamen keratin intermediat (filamentum
keratini) yang meningkat jumlahnya sewaktu sel bergerak ke atas
(Eroschenko, 2012).
Pada saat keratinosit bergerak ke atas epidermis, terbentuklah lapisan sel
kedua atau stratum spinosum. Lapisan ini terdiri atas empat sampai enam
tumpukan sel. Pada sediaan histologik rutin, sel di dalam lapisan ini
menciut. Akibatnya, ruang interselular memperlihatkan banyak tonjolan
dari sitoplasma, atau spina (duri), yang keluar dari permukaannya. Duri
ini mencerminkan tempat desmosom melekat pada berkas filamen keratin
intermediat, atau tonofilamen, dan sel sekitar. Pembentukan filamen
keratin di lapisan ini kemudian membentuk berkas tonofilamen
(tonofilamentum). Tonofilamen mempertahankan kohesi antara sel dan
menghasilkan resistensi terhadap abrasi pada epidermis (Eroschenko,
2012).
Sel di atas stratum spinosum kemudian terisi oleh granula keratohialin
basofilik dan membentuk lapisan ketiga, yaitu stratum granulosum.
Lapisan ini terdiri atas tiga sampai lima lapisan sel gepeng. Granulanya
tidak dibungkus oleh membran dan berkaitan dengan berkas tonofilamen
8
keratin. Kombinasi antara tonofilamen keratin dengan granula
keratohialin di sel ini menghasilkan keratin. Keratin yang dibentuk
dengan menggunakan cara ini adalah keratin lunak kulit. Selain itu,
sitoplasma sel mengandung granula lamellosum yang terbungkus
membran yang dibentuk oleh lapis ganda lemak. Granula lamellosum
dikeluarkan ke dalam ruang interselular pada lapisan stratum granulosum
sebagai lapisan lemak dan menutupi kulit. Proses ini menyebabkan kulit
relatif tidak permeabel terhadap air (Eroschenko, 2012).
Lapisan yang keempat yaitu stratum lusidum yang translusen dan kurang
jelas hanya dapat ditemukan pada daerah kulit yang tebal. Lapisan ini
terletak tepat di atas stratum granulosum dan berada di bawah stratum
korneum. Sel-selnya memiliki sususnan yang rapat dan tidak memiliki
nukleui atau organel dan telah mati. Sel gepeng ini mengandung filamen
keratin yang padat (Eroschenko, 2012).
Lapisan yang terakhir yaitu stratum korneum. Pada lapisan ini semua
nukleus dan organel telah lenyap dari sel penyusun lapisan ini. Stratum
korneum terdiri dari sel mati yang gepeng berisi filamen keratin lunak.
Sel superfisial berkeratin di lapisan ini secara terus menerus dilepaskan
atau mengalami deskuamasi dan selanjutnya diganti oleh sel baru yang
muncul dari stratum basal di sebelah dalam. Selama proses keratinisasi
ini, enzim-enzim hidrolitik merusak nukleus dan organel sitoplasma yang
selanjutnya lenyap ketika sel terisi oleh keratin (Eroschenko, 2012).
9
Gambar 1. Lapisan Epidermis (Eroschenko, 2012)
b. Dermis
Dermis adalah suatu lapisan jaringan ikat yang menunjang epidermis dan
mengikatnya pada jaringan subkutan. Ketebalan dari dermis memiliki
banyak variasi, bergantung pada daerah tubuh, dan mencapai tebal
maksimum 4 mm di daerah punggung. Dermis memiliki permukaan yang
sangat iregular dan memiliki banyak tonjolan yang disebut papilla dermis
yang saling mengunci dengan juluran epidermis. Papilla dermis ini lebih
banyak terdapat di kulit yang sering mengalami tekanan, tempat papilla
ini menguatkan taut antara dermis-epidermis (Janqueira, 2012).
Dermis merupakan suatu turunan epidermis berupa folikel rambut dan
kelenjar. Dermis tersusun atas dua lapisan dengan batas yang tidak
terlihat nyata, lapisan papilar di sebelah luar dan lapisan retikular di
sebelah dalam. Lapisan papilar tipis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar, dengan fibroblas dan sel jaringan ikat lainnya, seperti sel mast
dan makrofag. Leukosit yang keluar dari pembuluh dijumpai. Lapisan
retikular lebih tebal, yang tersusun atas jaringan ikat padat iregular dan
10
memiliki lebih banyak serat dan lebih sedikit sel daripada lapisan papilar.
Jalinan serat elastin yang menghasilkan kemampuan elastisitas pada kulit
ditemukan dilapisan ini. Ruang antara serat kolagen dan elastin terisi
dengan proteoglikan yang kaya dermatan sulfat (Janqueira, 2012).
Gambar 2. Lapisan Dermis (Eroschenko, 2012)
c. Fungsi Kulit
Kulit berkontak langsung dengan lingkungan luar tubuh. Akibatnya, kulit
banyak melakukan fungsi penting yang sebagian besar bersifat protektif.
Epitel berlapis dengan lapisan tanduk melindungi permukaan tubuh dari
abrasi mekanik dan membentuk sawar fisik terhadap patogen atau
mikroorganisme asing. Karena adanya lapisan glikolipid di antara sel
stratum granulosum, epidermis juga tidak permeabel terhadap air.
Lapisan ini juga mencegah hilangnya cairan dari tubuh melalui dehidrasi.
Peningkatan sintesis pigmen melanin dapat melindungi kulit dari radiasi
ultraviolet (Gartner, 2012).
11
Latihan fisik atau temperatur lingkungan yang panas meningkatkan
proses berkeringat. Mekanisme ini memungkinkan hilangnya sebagian
panas dari tubuh melalui penguapan keringat dari permukaan kulit.
Selain berkeringat, termoregulasi juga melibatkan dilatasi dari pembuluh
darah untuk memungkinkan aliran darah maksimum ke kulit. Fungsi ini
juga dapat meningkatkan pengeluaran panas. Sebaliknya, di daerah yang
dingin, panas tubuh dipertahankan dengan konstriksi pembuluh darah
dan penurunan aliran darah ke kulit (Gartner, 2012).
Eskresi melalui pembentukan keringat yang dihasilkan oleh kelenjar
keringat, air, larutan garam, urea dan produk sisa bernitrogen dapat
diekskresikan melalui permukaan kulit. Pengeluaran ini berfungsi untuk
menjaga sistem homeostasis tubuh, seperti keringat yang akan
dikeluarkan jika tubuh mengalami suhu yang cukup tinggi sebagai
kompensasi untuk menurunkan suhu. Pada saat kulit terpapar sinar
ultraviolet dari cahaya matahari, maka akan terbentuk vitamin D dari
molekul prekursor yang disintesis di dalam epidermis. Vitamin D
diperlukan oleh tubuh untuk absorpsi kalsium dari mukosa usus dan
metabolisme mineral yang memadai (Gartner, 2012).
2.1.2 Luka Sayat
a. Definisi
Luka adalah keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik dengan
tingkat keparahan ringan, sedang atau berat. Luka merupakan suatu
kejadian hilangnya atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan karena trauma benda tajam atau tumpul, perubahan
12
suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan
(Syamsuhidajat, 2010).
Luka sayat adalah salah satu jenis luka yang sulit sembuh, hal ini
dikarenakan gangguan pada pembekuan darah. Proses pembekuan darah
dapat menghambat penyembuhan luka sehingga mengalami nyeri,
bengkak dan panas dan reaksi tubuh terhadap mikroorganisme, fase ini
disebut inflamasi sehingga dapat menyebabkan sistem daya tahan tubuh
terganggu dan jaringan kulit mati. Proses penyembuhan luka terjadi pada
jaringan yang rusak dapat dibagi dalam tiga fase, yaitu fase inflamasi,
fase proliferasi dan fase maturasi yang merupakan fase pemulihan
kembali atau disebut remodeling jaringan (Syamsuhidajat, 2010).
b. Jenis Luka
Berdasarkan waktu dan proses penyembuhannya, suatu luka dapat
diklasifikasikan menjadi luka akut dan luka kronik. Luka akut merupakan
luka yang diakibatkan karena cedera jaringan yang dapat pulih kembali
seperti keadaan normal dengan bekas luka yang minimal dalam rentang
waktu 8-12 minggu. Penyebab utama dari luka akut adalah cedera
mekanikal karena faktor eksternal, dimana terjadi suatu kontak antara
kulit dengan permukaan yang keras atau tajam, luka tembak, dan luka
pasca operasi. Penyebab lain dari luka akut adalah luka bakar dan cedera
kimiawi, seperti terpapar sinar radiasi, tersengat listrik, terkena cairan
kimia yang besifat korosif, serta terkena suatu benda yang memiliki suhu
panas. Sementara luka kronik merupakan luka dengan proses pemulihan
yang lambat, dengan waktu penyembuhan lebih dari 12 minggu dan
13
terkadang dapat menyebabkan suatu kecacatan. Ketika terjadi luka yang
bersifat kronik, neutrofil dilepaskan dan secara signifikan meningkatkan
ezim kolagenase yang bertanggung jawab terhadap terjadinya destruksi
dari matriks penghubung jaringan. Salah satu penyebab terjadinya luka
kronik adalah kegagalan pemulihan dari luka karena kondisi fisiologis
seperti diabetes melitus (DM) dan kanker, infeksi terus-menerus, dan
rendahnya tindakan pengobatan yang diberikan (Purnama, 2017).
c. Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan proses yang melibatkan respon seluler
dan biokimia baik secara lokal maupun sistemik melibatkan proses
dinamis dan kompleks dari koordinasi serial termasuk perdarahan,
koagulasi, inisiasi respon inflamasi akut segera setelah trauma,
regenerasi, migrasi dan proliferasi jaringan ikat dan sel parenkim, serta
sintesis protein matriks ekstraselular, remodeling parenkim dan jaringan
ikat serta deposisi kolagen (T Velnar dkk., 2009). Ketika terjadi luka,
tubuh memiliki mekanisme untuk mengembalikan komponen-komponen
jaringan yang rusak dengan membentuk struktur baru dan fungsional
(Ferreira, 2006). Secara garis besar penyembuhan luka dibagi menjadi
tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi (Cohen, 2001).
Fase Inflamasi terbagi menjadi dua, yaitu Fase inflamasi awal atau fase
haemostasis dan fase inflamasi akhir. Pada saat jaringan terluka,
pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan pendarahan,
reaksi tubuh pertama sekali adalah berusaha menghentikan pendarahan
dengan mengaktifkan faktor koagulasi intrinsik dan ekstrinsik, yang
14
mengarah ke agregasi platelet dan formasi clot vasokontriksi, pengerutan
ujung pembuluh darah yang putus (retraksi) dan reaksi haemostasis.
Reaksi haemostasis akan terjadi karena darah yang keluar dari kulit yang
terluka akan mengalami kontak dengan kolagen dan matriks
ekstraseluler, hal ini akan memicu pengeluaran platelet atau dikenal juga
dengan trombosit mengekspresi glikoprotein pada membran sel sehingga
trombosit tersebut dapat beragregasi menempel satu sama lain dan
membentuk massa (clotting). Massa ini akan mengisi cekungan luka
membentuk matriks provisional sebagai scaffold untuk migrasi sel-sel
radang pada fase inflamasi. (Landén, Li, dan Ståhle, 2016)
Neutrofil merupakan suatu sumber sitokin yang memungkinkan sebagai
sinyal awal aktivasi fibroblast lokal dan keratinosit. Infiltras neutrofil
hanya berlangsung selama beberapa hari. Setelah melakukan fagositosis
neutrofil akan mati dan neutrofil yang mati akan difagositosis oleh
makrofag. Makrofag juga akan mengeluarkan hormon pertumbuhan dan
sitokin yang yang akan memperkuat sinyal awal dari degranulasi platelet
dan neutrofil (Martin, 1997). Fase inflamasi terjadi setelah terjadinya
trauma sampai hari ke-5 pasca trauma. Tujuan utama fase ini adalah
menyingkirkan jaringan yang mati, dan pencegahan kolonisasi maupun
infeksi oleh agen mikrobial patogen (Gutner GC, 2007).
Fase proliferasi merupakan fase yang terdiri atas proses destruktif atau
pembersihan, proses proliferasi atau pelepasan sel-sel baru untuk
pertumbuhan, dan epitelisasi atau migrasi sel untuk penutupan luka.
Proses destruktif, sel polimorf dan makrofag berperan dalam membunuh
15
bakteri jahat, kemudian akan terjadi proses debris atau pembersihan luka.
Makrofag disini juga berperan untuk menstimulasi fibroblas dalam
menghasilkan kolagen dan elastin, serta terjadi proses pembentukan
pembuluh darah. Proses granulasi ditandai dengan tumbuhnya sel baru
yang dibentuk oleh kolagen dan elastin, dimana luka yang tadinya
memiliki kedalaman tertentu, permukaannya menjadi rata dengan tepi
luka. Proses yang terakhir yaitu epitelisasi yang terjadi setelah tumbuh
jaringan baru dan dimulai dari tepi luka yang mengalami migrasi atau
perpindahan sel membentuk lapis tipis menutupi luka (Arisanty 2013).
Fase remodeling atau maturasi terjadi mulai hari ke-21 sampai lebih dari
2 bulan bahkan beberapa tahun setelah luka. Aktivitas utama yang terjadi
adalah penguatan jaringan bekas luka dengan aktivitas remodeling
kolagen dan elastin pada kulit. Kontraksi sel kolagen dan elastin terjadi
sehingga menyebabkan penekanan ke atas permukaan kulit. Kolagen
akan menguatkan ikatan sel kulit baru karena kulit masih rentan terhadap
gesekan tekanan. Serabut-serabut kolagen akan menyebar dengan saling
terikat dan menyatu sehingga berangsur-angsur menyokong pemulihan
jaringan (Arisanty, 2013).
16
Gambar 3. Proses Penyembuhan Luka (Gutner, GC 2007)
2.1.3 Tikus
Tikus putih (Rattus norvegicus) atau disebut juga disebut juga tikus
Norwegia merupakan salah satu hewan yang sering digunakan dalam
eksperimental laboratorium. Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus)
yaitu sebagai berikut (Sharp dan Villano, 2013).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Tikus mempunyai sifat yang membedakannya dari hewan percobaan lain
yaitu tikus tidak dapat mengalami muntah. Hal tersebut karena struktur
anatomi yang tidak lazim di daerah esofagus bermuara ke dalam lambung
17
dan tidak mempunyai kantong empedu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998).
Selain itu, tikus putih memiliki keuntungan sebagai model yang
mencerminkan karakter fungsional dari sistem yang berada pada tubuh
mamalia. Tikus juga merupakan salah satu dari berbagai hewan
eksperimental yang populer dalam studi fungsi reproduksi. Salah satu
keuntungannya adalah memiliki waktu siklus reproduksi yang lebih singkat
dar hewan percobaan lainnya (Krinke, 2000).
Tikus putih yang digunakan untuk percobaan laboratorium yang dikenal ada
tiga macam galur yaitu Sprague Dawley, Long Evans dan Wistar. Tikus
galur Sprague-Dawley dinamakan demikian karena ditemukan oleh seorang
ahli Kimia dari Universitas Wisconsin, Dawley. Dalam penamaan galur ini,
dia mengkombinasikan dengan nama pertama dari istri pertamanya yaitu
Sprague dan namanya sendiri menjadi Sprague Dawley. Tikus putih
memiliki beberapa sifat yang menguntungkan sebagai hewan uji penelitian
di antaranya perkembangbiakan cepat, mempunyai ukuran yang lebih besar
dari mencit, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak. Tikus putih juga
memiliki ciri-ciri morfologis seperti albino, kepala kecil, dan ekor yang
lebih panjang dibandingkan badannya, pertumbuhannya cepat,
temperamennya baik, kemampuan laktasi tinggi, dan tahan terhadap arsenik
tiroksid (Akbar, 2010).
2.1.4 Kurma Ajwa
Kurma Ajwa adalah jenis kurma yang terkenal di kota Madinah. Ciri-ciri
dari kurma Ajwa adalah buahnya berbentuk elips, ketika belum matang
18
warnanya merah terang dan berubah warna menjadi sawo matang ketika
matang (Hammad, 2014).
Kurma ajwa atau dengan nama latin Phoenix dactylifera L. memiliki
taksonomi sebagai berikut (Krueger, 2007) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Famili : Palmae
Genus : Phoenix
Spesies : Phoenix dactylifera L.
Gambar 4. Kurma Ajwa (Rahmani, 2014)
a. Stadium Kematangan Kurma
Seperti buah-buahan lainnya, kematangan buah kurma dapat dibagi
menjadi beberapa stadium. Terdapat lima stadium kematangan buah
kurma yang pertama stadium habobouk, kimri, khalal, rutab dan tamar.
Stadium yang paling baik adalah stadium rutab dan khalal karena pada
stadium ini tekstur buah kurma menjadi lembut dan mengandung banyak
soluble tanin, dan sedikit mengandung air (Al-Shahib dan Marshall,
2003).
19
b. Kandungan dan Khasiat Kurma Ajwa
Kurma ajwa mengandung asam salisilat yang bersifat anti pembekuan
darah, anti inflamasi, dan menghilangkan rasa nyeri (Satuhu, 2010).
Buah kurma mengandung banyak senyawa aktif seperti flavonoid,
alkaloid, tanin dan saponin (Al-Samarai dkk., 2016). Flavonoid adalah
komponen fenol tumbuhan, yang sangat menarik karena antioksidannya.
Bioteknologi mikroba, dalam beberapa tahun terakhir, telah
memungkinkan produksi massal berbagai jenis flavonoid yang berguna
untuk keperluan farmasi. Ulasan ini menyoroti berbagai kegiatan biologis
penting flavonoid yang dikaitkan dengan kesehatan manusia (Tiwari dan
Husain, 2017). Flavonoid memiliki aktivitas antioksidan, anti bakteri,
anti virus, anti radang, antialergi dan anti kanker (Artanti dkk., 2006).
Kurma Ajwa merupakan varietas kurma dengan kandungan flavonoid
tertinggi kedua dari seluruh varietas yang ada sehingga dapat memiliki
efek yang lebih kuat dibandingkan varietas yang lain (Hamad dkk.,
2015).
Alkaloid sebagai antibakteri dapat merusak komponen yang menyusun
peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga terjadi kematian sel bakteri.
Mekanisme lain dari senyawa alkaloid yaitu menghambat enzim
tropoisomerase sel bakteri (Karou dkk., 2005). Tanin mempunyai peran
aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara merusak
dinding serta membentuk ikatan dengan protein sel bakteri (Sudira dkk.,
2011). Saponin merupakan salah satu senyawa yang memacu
pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses
20
penyembuhan luka (Suratman dkk., 1996). Saponin mempunyai
kemampuan sebagai pembersih sehingga senyawa ini efektif dalam
menyembuhkan luka terbuka (Robinson, 1995). Bagian dari buah kurma
yang mengandung banyak saponin, flavonoid dan tanin yaitu bagian
dagingnya (Al-Daihan dan Bath, 2012). Suatu uji antibakteri
menyebutkan bahwa kurma memiliki aktivitas antibakteri yang cukup
baik, adapun rincian dari uji tersebut terdapat dalam tabel 1.
Tabel 1. Aktivitas Anti Bakteri Biji Kurma Ajwa (Sundar dkk., 2017)
Nama Bakteri 0,5 mg/ml 0,75mg/ml 1 mg/ml Kontrol positif (streptomisin)
Eschericia coli 15 mm 18 mm 20 mm 15 mm
Bacillus cereus 14 mm 15 mm 17 mm -
2.2` Kerangka Teori
Gambar 5. Kerangka Teori
Mempercepat penyembuhan
luka (inflamasi, proliferasi,
maturasi)
Saponin
Wound healing
(meningkatkan kolagen)
Tanin dan
Flavonoid
Anti bakteri
Ekstrak Daging
Kurma Ajwa
21
2.3 Kerangka Konsep
Gambar 6. Kerangka Konsep
2.4 Hipotesis
Ekstrak daging buah kurma ajwa dapat mempercepat menyembuhkan luka
sayat.
Kontrol
Ektrak daging
kurma ajwa
Tikus di anastesi
dan diberikan
sayatan sedalam
2 mm dengan
panjang 2 cm
menggunakan
scalpel
Hasil klinis
didapatkan
dengan melihat
dan mengukur
panjang
penyembuhan
kulit persatuan
waktu
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian eksperimental laboratorik yang
akan menggunakan metode rancangan acak terkontrol dengan pola post test
only controlled group design. Tikus penelitian ini didapat dari Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Pemilihan secara random yang
dibagi menjadi 4 kelompok sebanyak 24 ekor tikus putih (Rattus norvegicus)
jantan dewasa galur Sprague Dawley berumur 3-4 bulan, dan berat 100-200
gram akan digunakan sebagai subjek penelitian. Adapun kelompok
perlakuanya yaitu sebagai berikut.
1. Kelompok kontrol yaitu tikus yang diberi Luka sayat yang akan dibiarkan
sembuh secara normal hanya diberikan povidone iodin tanpa pemberian
zat tambahan,
2. Kelompok tikus yang diberi luka sayat, selama proses kesembuhan akan
diberikan povidone iodin dan ekstrak kurma ajwa dosis 0,5 mg/ml.
3. Kelompok tikus yang diberi luka sayat, selama proses kesembuhan akan
diberikan povidone iodin dan ekstrak kurma ajwa dosis 0,75 mg/ml.
23
4. Kelompok tikus yang diberi luka sayat, selama proses kesembuhan akan
diberikan povidone iodin dan ekstrak kurma ajwa dosis 1 mg/ml.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung untuk observasi keadaan tikus dan
laboratorium kimia FMIPA Universitas Lampung untuk pembuatan ekstrak
daging buah kurma ajwa. Penelitian dilakukan pada bulan September -
Oktober 2019.
3.3 Alat dan Bahan
Tabel 2. Alat dan Bahan
Alat Bahan
pisau cukur dan gagangnya Plester
Sarung tangan steril Obat anestesi dan akuades
Bengkok Spuit + jarum
Kom steril Kassa steril dan alkohol 90%
Scalpel Pakan dan minum
Jas lab Ekstrak daging kurma ajwa
Gunting Povidone iodine 10%
3.4 Subjek Penelitian
3.4.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti di
dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini, populasi yang akan digunakan
adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague Dawley
berumur 3- 4 bulan dan berat 100-200 gram.
24
3.4.2 Sampel
Sampel yang digunakan dihitung berdasarkan rumus Frederer yaitu:
(n-1)(t-1) ≥ 15
Dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah
pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. Penelitian ini
menggunakan 4 kelompok perlakuan sehingga perhitungan sampel menjadi:
t (n-1) ≥ 15
4 (n-1) ≥ 15
4n-4 ≥ 15
4n ≥ 19
n ≥ 4,75
Jadi, sampel yang digunakan tiap kelompok percobaan sebanyak 5 sampel
dan jumlah kelompok yang digunakan adalah 4 kelompok sehingga
penelitian ini akan menggunakan 20 ekor dari populasi yang ada.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Inklusi
1. Sehat (tidak ada penampakan rambut kusam, rontok, atau botak dan
aktif).
2. Memiliki kisaran berat badan antara 100-200 gram.
3. Berjenis kelamin jantan.
4. Berusia sekitar 3-4 bulan.
25
3.5.2 Eksklusi
1. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di
dalam laboratorium.
2. Mati selama masa pemberian perlakuan
3.6 Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas (Independent variable)
Zat aktif yang diberikan pada tikus putih, yaitu ekstrak daging kurma ajwa
dan povidone iodin.
2. Variabel Terikat (Dependent variable)
Tingkat kesembuhan kulit tikus putih dengan luka sayat.
3.7 Prosedur Penelitian
Sebelum dilakukan perlakuan kepada semua tikus yang ada di laboratorium,
terlebih dahulu tikus diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium selama
tujuh hari kemudian dilanjutkan dengan prosedur penelitian berikutnya.
3.7.1 Pembuatan Ekstrak Daging Kurma Ajwa
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging kurma ajwa
sebagai bahan baku utama, dan metanol sebagai pelarut pada proses
ekstraksi. Varietas kurma yang digunakan adalah kurma ajwa. Analisis yang
dilakukan uji fitokimia yaitu untuk melihat adanya kandungan alkaloid,
flavonoid, tanin dan saponin.
1. Prosedur Pembuatan Serbuk Daging Kurma
Sampel daging kurma dicuci bersih. Sampel daging kurma dikeringkan
pada oven dengan suhu 50oC hingga berat konstan tercapai. Setelah
26
dikeringkan, sampel dihaluskan menggunakan ball mill dan blender.
Sampel diayak dengan menggunakan ayakan 50 mesh hingga diperoleh
serbuk daging kurma.
2. Tahap Pelaksanaan
Serbuk yang telah dihasilkan selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan cara
maserasi menggunakan pelarut metanol dengan perbandingan 1:2.
Larutan didiamkan selama 2 x 24 jam, kemudian dipisahkan hingga
diperoleh filtrat dan residu. Filtrat metanol yang didapat kemudian
dievaporasi menggunakan rotary evaporator untuk menguapkan pelarut
hingga didapat ekstrak kental (Abdillah dkk., 2017)
3. Analisis Fitokimia
a) Uji Alkaloid
Sebanyak ± 1 mL ekstrak cair ditambahkan 5 mL kloroform dan 2
tetes NH4OH kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 6
mL H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan ke dalam tabung
reaksi yang lain. Lapisan asam diteteskan pada plat tetes dan
ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf yang akan
menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, coklat, dan merah
jingga (DepKes RI, 1989).
b) Uji Flavonoid
Sebanyak ± 1 mL ekstrak cair masing-masing ditambahkan dengan
serbuk Mg dan asam klorida 2 N kemudian dipanaskan di atas
penangas air. Setelah itu ditambahkan dengan amil alkohol, dikocok
27
hingga tercampur rata. Hasil positifnya adalah tertariknya warna
kuning-merah pada lapisan alkohol (DepKes RI, 1995).
c) Uji Saponin
Sebanyak ± 1 mL ekstrak cair dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan dan kemudian dikocok
kuat-kuat selama 10 detik. Reaksi positif jika terbentuk buih yang
mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10
cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang
(DepKes RI, 1979).
d) Uji Tanin
Sebanyak ± 2 mL ekstrak cair dan ditambahkan 3 tetes pereaksi besi
(III) klorida (FeCl3) dan bereaksi positif jika larutan berwarna biru
atau hitam, untuk memastikan ada atau tidaknya tanin, sampel
ditambahkan gelatin hingga terbentuk endapan putih (Fransworth,
1996).
3.7.2 Pembuatan Luka Sayat
1. Mencukur bagian punggung dari tikus putih.
2. Melakukan anestesi pada area kulit yang akan dibuat luka sayat dengan
dosis 0,2 cc lidokain dalam 2 cc akuades.
3. Kulit punggung disayat menggunakan scalpel dengan kedalaman luka
dua milimeter dan panjang luka dua centimeter (Handian, 2006).
3.7.3 Prosedur Penanganan Luka Sayat
Penanganan dilakukan sebanyak dua kali sehari dan selalu dibersihkan
sebelum mengaplikasikan ekstrak kurma ajwa dan bioplacenton topikal ke
28
tikus putih dengan cara membersihkanya dengan air aquades. Berikut adalah
tahapan prosedur penanganan luka sayat yang akan diaplikasikan pada luka
sayat, yaitu:
1. Menempatkan perlak yang dilapisi kain di bawah luka yang akan dirawat
2. Mengatur posisi tikus untuk mempermudah tindakan
3. Mendekatkan bengkok dan plastik
4. Memakai sarung tangan steril
5. Menyiapkan kasa
6. Mengolesi bagian luka yang telah terinfeksi dengan povidone iodin
7. Kelompok tikus 1 sebagai kontrol, untuk kelompok kontrol balutan
hanya diberikan povidone iodin
8. Mengolesi bagian luka kelompok tikus 2 dengan ekstrak daging kurma
ajwa dosis 0,5 mg/ml sampai menutup seluruh permukaan luka.
9. Mengolesi bagian luka kelompok tikus 3 dengan ekstrak daging kurma
ajwa dosis 0,75 mg/ml sampai menutup seluruh permukaan luka.
10. Mengolesi bagian luka kelompok tikus 4 dengan ekstrak daging kurma
ajwa dosis 1 mg/ml sampai menutup seluruh permukaan luka.
11. Menutup luka dengan kasa steril
29
3.7.4 Alur Penelitian
Gambar 7. Alur penelitian
3.8 Cara Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan teknik observasi eksperimen, dimana sampel
yang ada dibagi menjadi 4 kelompok, kemudian dilakukan pengamatan setiap
hari untuk melihat penyembuhan secara makroskopis. Pengamatan ini
dilakukan mulai awal dari mulai pemberian terapi sampai hari terakhir
Interpretasi hasil
Diadaptasi selama 7 hari
Kelompok 3 Kelompok 3 Kelompok 1
Menimbang berat badan tikus
Kelompok 2
ekstrak kurma
ajwa 0,5 mg/ml
Perawatan luka dengan menggunakan povidone iodine
Melakukan prosedur pembuatan luka
Diadaptasi selama 7 hari
Kelompok 4 Kelompok 2 Kelompok 1
Menimbang berat badan tikus
Kelompok 3
ekstrak kurma
ajwa 0,75 mg/ml
Kelompok 4
ekstrak kurma
ajwa 1 mg/ml
Hitung panjang luka setiap hari, dari hari 1-14
Kelompok 1
Tanpa perlakuan
30
penyembuhan untuk mengetahui perubahannya dengan batas waktu penelitian
selama 14 hari. Panjang luka sayat rata-rata dihitung dengan cara berikut.
Keterangan :
Lx = Panjang rata rata ` L4 = Panjang 4
L1 = Panjang 1 L5 = Panjang 5
L2 = Panjang 2 L6 = Panjang 6
L3 = Panjang 3
Lalu untuk mengukur persentase kesembuhan dilakukan dengan
menggunakan rumus
x 100%
Keterangan :
Px = Persentase hari ke-n
Ln = Panjang hari ke-n
Ls = Panjang hari sebelumnya
3.9 Pengolahan Data
Hasil pengukuran panjang yang dihasilkan dari penelitian ini selanjutnya
dibuat rataannya dan dihitung simpangannya dengan menggunakan standard
deviasi (rerata ± SD). Selanjutnya data yang didapatkan pada penelitian ini
dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan Uji Tukey dengan selang kepercayaan 9 (α=0.05) dengan
menggunakan perangkat lunak pengolah data (Mattjik dan Sumertajaya,
2006).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkann hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Terdapat kandungan senyawa saponin, flavonoid dan tanin dalam ekstrak
kurma ajwa.
2. Ekstrak daging buah kurma ajwa memiliki efek dalam penyembuhan luka
sayat pada tikus putih secara deskriptif, namun tidak memberikan efek
secara signifikan secara statistik.
3. Dosis optimal ekstrak daging buah kurma ajwa dalam penelitian ini adalah
1 mg/ml dengan waktu penyembuhan luka sayat 10 hari.
5.2 Saran
Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut secara mikroskopis, seperti penelitian
untuk memeriksa jumlah sel radang, derajat angiogenesis, dan jumlah
fibroblast.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan perbandingan konsentrasi yang
lebih besar dari 1 mg/ml pada ekstrak.
3. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat perbandingan efektivitas
ekstrak daging buah kurma ajwa dengan povidone iodine 10%.
43
4. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar senyawa saponin, tanin
dan flavonoid dalam ekstrak kurma ajwa
DAFTAR PUSTAKA
Abdelrahman, H.A. 2012. Protective Effect of Dates (Phoenix Dactylifera L.) and
Licoricae (Glycoriza glabra) on Carbon Tetrachloridae-Induced
Hepatotoxicity in Dogs. Global Veterinaria Journal. 9 (2): 184-191.
Abdillah, M., Nazillah, N.R.K. dan Agustina, E. 2017 Identifikasi Senyawa Aktif
Dalam Ekstrak Metanol Daging Buah Kurma Ajwa (Phoenix Dactylifera
L.). Prosiding seminar nasional iii tahun 2017. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Akbar B. 2010. Tumbuhan Dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi
Sebagai Bahan Antifertilitas. Jakarta: Adabia Press.
Al-Daihan, Sooad., Bhat. dan Ramesa Shafi. 2012. Antibacterial activities of
extracts of leaf, fruit, seed and bark of Phoenix dactylifera. African Journal
of Biotehnology. Vol 11(42). Hal.10021-10025.
Al-Shahib, W. dan R.J. Marshall. 2003. The Fruit of The Date Palm : its possible
use as the best food for the future?. International Journal of Food Sciences
and Nutrition.54(4): p. 247-259.
Al-Shamarai,A.h., Al-salihi,F.G. dan Al-Shamarai, R.R. 2016 Phytochemical
constituents and nutrient evaluation of date palm (Phoenix dactylifera, L.)
pollen grains. Tikrit Journal of Pure Science 21 (1). ISSN: 1813 – 1662
Arisanty, I. P. 2013. Manajemen Perawatan Luka :Konsep Dasar. Jakarta : EGC.
Artanti, N. M. dan Hanafi, M. Y. 2006. Isolation and identification of active
antioxsidant compound from star fruit mistletoe Dendrophthoe pentandra
Ethanol extract, Journal of aplied sciences 6(8) 1659-1663.
Astuti, S.A.P. dan Warsiti. 2013. Perbedaan lama penyembuhan luka perineum
antara yang diberi povidone iodine dan tidak diberi povidone iodine pada
ibu post partum di BPS pipin heriyanti dan BPS Walginem. Naskah
Publikasi. STIKES Aisyiyah Yogyakarta
Bone, K. dan Mills, S. 2013. Principles and Practice of Phytotherapy Modern
Herbal Medicine. Elseveir, USA.
Cohen, E. 2001. Chitin Synthesis and Inhibition: A Revisit Pest Manag. Sci. 51,
964-950.
45
DepKes RI. 1977. Materia Medika Indonesia, Jilid I. Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat Dan Makanan. Jakarta.
Eroschenko, V. P. 2012. Atlas Histologi Difiore. Jakarta: EGC.
Ferreira, M.C., Tuma, P., Carvalho, V. F., Kamamoto, F. Complex Wounds.
Clinics. 2006; 61: 571-578.
Fitrian, A., Bashori, A. dan Sudiana, I.K. 2018 Efek Angiogenesis Gel Ekstrak
Daun Lamtoro (Leucaena Leucocephala) Pada Luka Insisi Tikus Jurnal
Biosains Pascasarjana Vol. 20 No. 1 pp.
Fransworth N.R. 1996. Biological and phytochemical screening of plants. Journal
Gartner, LP. dan Hiatt, J.L. 2012. Atlas Berwarna Histologi. ED ke 5.
Penerjemah: Gunawijaya F.H. Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara
Publisher.
Gayatri D. 1999. Perkembangan Manajemen Perawatan Luka: Dulu Dan Kini. J
Keperawatan Indo, 2(8): 304-308.
Gutner, GC,. 2007. Wound Healing, Normal and Abnormal. In Grabb and Smith’s
Plastic Surgery 6th edition. pp. 15-22. Philadelphia: Elseviers.
Handayany, G.N., Mukhriani, dan Halim R.M. 2015 Uji Efek Penyembuhan Luka
Sayat Ekstrak Etanol Daun Kecombrang (Etlingera Elatior) Dalam Bentuk
Sediaan Gel Terhadap Kelinci (Oryctolagus cuniculus) JK FIK UINAM.
Vol.3 No.2 Hal 54-58.
Handian F I. 2006. Efektivitas Perawatan Menggunakan Madu Nektar Flora
Dibandingkan Dengan Silver Sulfadiazine Terhadap Penyembuhan Luka
Bakar Derajat II Terinfeksi Pada Marmut. (Skripsi). Malang: FK Unibraw
Hamad I., Abdelgawad H., Al Jaouni S., Zinta G., Asard H., Hassan S, dkk.
Metabolic analysis of various date palm fruit (Phoenix dactylifera L.)
cultivars from Saudi Arabia to assess their nutritional quality. Molecules.
2015;20(8):13620–41
Hammad, S. 2014. Kedokteran Nabi. Solo: PT Aqwam media profetika. h.260.
Ismardianita, E. dan Soebijanto, S. 2003, Pengaruh Kuretase Terhadap
Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi Kajian Histologi Pada Tikus
Putih Galur Wistar, Dentika Dental Jurnal, 8(2) : 75-80
Junqueira, L.C. and J. Carneiro. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. 10th ed.
Jakarta: EGC. Hal 261-278
Karou, D., Dicko, M. H., Simpore, J. dan Traore, A. S., 2005, Antioxidant and
Antibacterial Activities of Polyphenol From Ethnomedicinal Plant of
Burkina Faso, African Journal of Biotechnology, 4 (8), 823-828.
46
Katzung, G.B. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik. Penterjemah: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika. hal. 457-458.
Krinke, G. J. 2000. The Handbook of Experimental Animals The Laboratory Rat.
Academy Press, New York. Pp. 45-50, 295-296.
Krueger, R.R. 2007. Nutritional dynamics of date palm (Phoenix dactylifera L.).
Acta Hort. 736:177–186.
Landén, N. X., Li, D. and Ståhle, M. 2016. Transition from inflammation to
proliferation: a critical step during wound healing. Cellular and Molecular
Life Sci. 73(20), p.3861–3885.
Lastianny. 2002. Mengenal dan memanfaatkan khasiat daun pare untuk
penyembuhan luka. Pionir Jaya : Bandung. Hal. 41 - 4
Martin, P. 1997. Wound healing-aiming for perfect skin regeneration. Science
magazine. Vol 276. 4 april 1997 [article]. http://www.sciencemag.org [10
Desember 2018]
Nugraha, G.A.F. Ilmiawan, M.I. dan Pratiwi, S.E. 2016 Efek Pemberian Ekstrak
Etanol 70% Daun Karamunting (Rhodomyrtus Tomentosa (Aiton) Hassk)
Topikal Terhadap Gambaran Histopatologi Ketebalan Serat Kolagen
Penyembuhan Luka Insisi Kulit Tikus Putih Galur Wistar. Naskah
Publikasi. Universitas Tanjung Pura. Hal 1-17
Purnama, H., Sriwidodo. dan Ratnawulan S. 2017. Review Sistematik: Proses
Penyembuhan dan Pemaparan Luka. Jurnal Farmaka. Vol 15 No 2. Hal
251-258.
Pusponegoro. 2005. Perspektif Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta: EG
Rahmani, A.H., Aly, S.M., Ali, H., Babiker, A.Y., Srikar, S. dan Khan, A,A.
2014. Therapeutic effects of date fruits (Phoenix dactylifera L.) in the
prevention of disease via modulation of anti-inflammatory, anti-oxidant
and anti tumor activity. Int J Clin Exp Med. 7(3): 827-33.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-
216, Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
Satuhu, S. 2010. Kurma, Kasiat dan Olahannya. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal.
7- 10.
Sharp, P. dan Villano, J., 2013, The Laboratory Rat, Edisi 2, 9-11, CRC Press,
California.
Smith, B.J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia.
Jakarta. Hlm. 228 – 233
47
Sudira, I. W., Merdana, I. dan Wibawa, I. 2011. Uji daya hambat ekstrak daun
kedondong (Lannea Grandis Engl) terhadap pertumbuhan bakteri Erwinia
carotovora. Buletin Veteriner Udayana, 3(1), 45-50.
Sundar, R.D.V., Sagaran, G. Shankar, S. Settu, S. dan Ravi, L. 2017 Bioactivity of
Phoenix Dactylifera Seed and Its Phytochemical Analysis. International
Journal of Green Pharmacy. Vol. 11 (2). Hal 292-297
Suprapto, AK. 2012. Efek Salep Ekstrak Metanoldan Salep Serbuk Daun Sosor
Bebek (Kalanchoe pinnata (Lamk)) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat
Pada Mencit (Karya Tulis Ilmiah). Bandung: Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.
Suratman., Sumiwi, A.S. dan Gozali D. 2004. Pengaruh Ekstrak Antanan dalam
Bentuk Salep, Krim dan Jelly terhadap Penyembuhan Luka Bakar. Jurnal
Cermin Kedokteran 108:31-36
Syamsuhidajat R. dan Jong, W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta : EGC.
T Velnar., T Bailey. dan V Smrkolj. 2009. The Wound Healing Process : an
Overview of Cellular and Molecular Mechanism, The J of International
Medical Research, p.1528-42.
Tiwari, S.C. dan Husain, N. 2017 biological activities an role of flavonoids in
human health a review. Indian j. Sci.Res. 12(2): 193-196.