efek ekstrak kayu ular (strychnos ligustrina terhadap
TRANSCRIPT
i
EFEK EKSTRAK KAYU ULAR (Strychnos ligustrina)
TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH DAN
BERAT GINJAL PADA TIKUS JANTAN Sprague
dawley YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOSIN
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
LILIS SITI NURSAADAH
NIM: 11151030000005
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
f)engan ini saya menyatakan bahwa:
l. Laporan penelitian ini merupakan hasil ksrya asli saya yang diajukan
u$tuk srernenuhi saleh satu pcrsl'erat6* memperotch gelar strata I di UiN
Syarif Hidayatullah Jakarta,
2. Scmua sumber yang $eya gunakan dalam pcnulisan ini telah sflyfl
eantumkan sesuai dengan ketcntuan yarg berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terhukti bahwa karya ini bukan karya asli saya etau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ciputa{, 02 Oktober 2018
@.LiliE $iti NursaEdah
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
EFEK EKSTRAK KAYU ULAR (Strychnos ligustrina)TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH DAN BERAT GINJAL
PADA TIKUS JANTAN Sprague dawley YANG DIINDUKSISTREPTOZOTOSIN
Laporan PenelitianDiajukan kepa<ia Program studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran untukMemenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
OlehLilis Siti Nursaadah
NIM: 11151030000005
Pembimbing I
dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, Ph.D, F'INASIMNIP. 196s1123 2003121 003
dr. Flori Ratna Sari, Ph.DNrP. 19770127 200604 2 001
PROGRAM STUDI KEDOKTERANFAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA1440Id/ 2018 M
Pembimbing II
ilt
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Penelitian be4'udul EFEK EKSTRAK KAyu ULAR (strychnosligustrina) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH DAN BERTAGTNJAL PADA TIKUS JANTAN sprague dawrey- YANG DTINDUKSTsrREPTozorosIN rurg diajukan otetr Lilis siri Nursaadah (NiMi115103000005), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran pad,a 02oktober 2018 Laporan penelitian ini telah dit".i*u sebagai salah satu syaratmemperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada program studi Kedokteran.Ciputat, oktober 20lg
Pembimbing I
dr. Hari Hendafto, Sp.pD-KEMD, ph.D. FINASIMNrP. I9651 I 23 2C03 r2 I 003
dr. Flori Ratna Sari, ph.DNIP. 19710727 2006A42 o}l
dr. MeryNitalia, Sp.pK.NiP. 1 97 81nc2a06042001
Dekan Fakultas Kedokteran UIN
dr. H. Meizi Fachriai Achmad,M.BiomedNIP.
PIMPINAN FAI(ULTAS
<ir. \-{ari Hendarto, Sp.pD-KEMD, ph.D, FINASIM\- NIP. i96s1l232OO3t2 1003\.- .* - /'
Kaprodi PSKPD
dr. Achmad Zaki,M.Epid., Sp.OT.NiP. 19780507 200501 1 00s
DEWAN PENGUJI
dr. Flori Ratna\ Sari, ph.DNIP. 19770727 200504 2 001
Pembimbing II
Penguji I Penguji II
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Sholawat serta
salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, beserta keluarganya, sahabatnya serta kita selaku umatnya.
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, penelitian ini telah selesai berkat
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. dr. Hari Hendarto, SpPD, Ph.D, FINASIM selaku Dekan FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp. OT selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh
pengajar di Pendidikan Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM.
selaku dosen pembimbing penelitian saya, yang selalu membimbing dan
mengarahkan dalam berjalannya penelitian ini.
4. Kedua orang tua tercinta H. Saryo dan Hj. Uun maemunah yang selalu
memberikan doa, nasihat, dukungan, kasih sayang, semangat, dorongan
sepanjang hidup saya. Tidak lupa juga kepada adik saya, Yayat Nurhidayat
dan seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan doa dan semangat
dalam menjalani studi Kedokteran FK UIN Syarif Hidayatullah
5. Drg. Laifa selaku penanggungjawab (PJ) modul riset FK 2015, Pak chris
Adhiyanto M.Biomed Selaku PJ laboratorium Riset, Ibu Nurlaely Mida R.
S.Si. M.Biomed. DMS selaku PJ laboratotium Animal house, Ibu Rr. Ayu
Fitri Hapsari, M. Biomed, selaku PJ laboratorium histologi, Bu Nurlaely
Mida R.S.Si. M.Biomed selaku PJ laboratorium Biokimia, dr. Nurul
Hiedayati, PhD selaku PJ laboratorium farmakologi, dan Ibu Zeti
Haryyati, M.Biomed selaku PJ laboratorium MBI yang telah memberikan
izin atas penggunaan laboratorium pada penelitian ini.
v
vi
6. Teman-teman kelompok riset saya, Auliya Yasmin Uzair, Rissa Rizkiia Z,
Rahayu Sri Wahyuni, Siti Abidah Farhani dan Agung Saputra yang
berjuang bersama dalam menyelesaikan penelitian ini.
7. Seluruh mahasiswa FK 2015 yang selalu mendukung dan memberi
semangat dalam menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah.
8. Laboran yang terlibat Mba Suryani, S.Si, Mba Lilis Wijayanti, S.Si, Mba
Novi Prasetyowati S.Si, Mba Ayi yang sangat membantu saya dalam
menjalani penelitian ini.
9. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu yang
membantu saya dalam penelitian ini.
Saya menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya
harapkan.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan
banyak manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Ciputat, 02 Oktober 2018
Lilis Siti Nursaadah
vi
vii
ABSTRAK
Lilis Siti N, Program Studi Kedokteran. Efek Ekstrak Kayu Ular (Strychnos
ligustrina) terhadap kadar glukosa darah dan berat ginjal tikus pada jantan
Sprague dawley yang di induksi streptozotosin (STZ).2018.
Diabetes Melitus adalah penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan komplikasi jangka panjang termasuk
diantaranya nefropati diabetik. Kayu ular (Strychnos ligustrina) sering digunakan sebagai
terapi pengobatan diabetes karena memiliki efek hipoglikemik. Penelitian ini untuk
mengetahui efek pemberian ekstrak kayu ular (Strychnos ligustrina) dengan dosis 8,5
mg/KgBB selama 84 hari dalam memperbaiki glukosa darah dan berat ginjal pada tikus
jantan Sprague dawley yang telah diinduksi streptozotosin. Streptozotosin merupakan zat
yang digunakan untuk membuat tikus menjadi DM. Hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kayu ular (strychnos ligustrina) dapat
memperbaiki kadar glukosa darah dan berat ginjal karena terdapat perbedaan bermakna
pada kadar glukosa darah (P =0,005) dan bermakna pada berat ginjal (P=0,009) pada
kelompok tikus DM+kayu ular dibandingkan dengan kelompok tikus lainnya.
Kesimpulannya adalah pemberian ekstrak kayu ular (strychnos ligustrina) dengan dosis
0,855 mg/KgBB selama 84 hari mampu menurunkan kadar glukosa darah dan berat ginjal
pada tikus yang telah diinduksi streptozotosin.
Kata Kunci: Kayu ular, Strychnos ligustrina, Diabetes, Glukosa Darah, Berat Ginjal,
Tikus Sparague dawley, Streptozotosin.
Lilis Siti N, Medical Study Program. Effect of extract of kayu ular (Strychnos
ligustrina) on blood glucose level and kidney weight of Sprague dawley male
rats induced by streptozotosin (STZ) .2018.
Diabetes mellitus is a metabolic disease with the characteristics of hyperglycemia
that occurs due to abnormalities in insulin secretion, insulin action or both.
Chronic hyperglycemia in diabetes is associated with long-term complications
including diabetic nephropathy. Kayu ular (Strychnos ligustrina) is often used as a
treatment for diabetes because it has hypoglycemic effects. This study to know the
effect of giving kayu ular extract (Strychnos ligustrina) at a dose of 8,5 mg/
KgBW for 84 days in repairing blood glucose and kidney weight in Sprague
dawley male rats that have been induced by streptozotocin. Streptozotosin is a
substance used to make mice become DM. Results this study showed that kayu
ular (Strychnos ligustrina) can repair blood glucose levels and kidney weight
because there were significant differences in blood glucose levels (P = 0.005) and
was significant in kidney weight (P = 0.009) in DM group with kayu ular extract
compared with groups of other mice. The Conclusion is a kayu ular extract
(strychnos ligustrina) at a dose of 0.855 mg / KgBB for 84 days was able to
reduce blood glucose and kidney weight in rats that had been induced by
streptozotosin.
Keywords: Kayu ular, Strychnos ligustrina, Diabetes, Blood Glucose, Kidney
Weight, Sprague dawley, streptozotocin.
vii
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3. Hipotesis ........................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 3
1.4.1. Umum ................................................................................................ 3
1.4.2. Khusus ............................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4
1.5.1. Bagi Peneliti ...................................................................................... 4
1.5.2. Bagi Institusi ..................................................................................... 4
1.5.3 Bagi Masyarakat................................................................................ 4
BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5
2.1 Landasan Teori .................................................................................................. 5
2.1.1 Diabetes Melitus ..................................................................................... 5
2.1.1.1 Definisi Diabetes Melitus ........................................................... 5
2.1.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ....................................................... 5
2.1.1.3 Fisiologi Pankreas dan Insulin .................................................... 6
2.1.1.4 Patologi dan Patogenesis Diabetes Melitus .............................. 10
2.1.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus......................................... 11
viii
ix
2.1.1.6 Kriteria Diabetes Melitus ......................................................... 11
2.1.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus ................................................... 14
2.1.1.8 Tatalaksana Diabetes Melitus ................................................... 17
2.1.1.9 Nefropati Diabetik .................................................................... 20
2.1.2 Tinjauan Tanaman Kayu Ular............................................................... 22
2.1.2.1 Klasifikasi Tanaman ................................................................. 22
2.1.2.2 Morfologi Tanaman Kayu Ular ................................................ 22
2.1.2.3 Kandungan Kimia Tanaman Kayu Ular ................................... 22
2.1.3 Tinjauan Streptozotosin (STZ) ............................................................. 25
2.1.3.1 Definisi STZ ............................................................................. 25
2.1.3.2 Mekanisme Kerja STZ ............................................................. 25
2.1.3.3 Dosis STZ ................................................................................. 25
2.2 Kerangka Teori................................................................................................ 28
2.2 Kerangka Konsep ............................................................................................ 29
2.4 Definisi Oprasional ......................................................................................... 30
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 31
3.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 31
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................... 31
3.2.1 Waktu Penelitian ................................................................................... 31
3.2.2 Tempat Penelitian ................................................................................. 31
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 31
3.3.1 Populasi ................................................................................................. 31
3.3.2 Sampel .................................................................................................. 31
3.3.3 Kriteria Inklusi ...................................................................................... 33
3.3.4 Kriteria Ekslusi ..................................................................................... 33
3.4 Cara Kerja Penelitian ...................................................................................... 34
3.4.1 Alat Penelitian....................................................................................... 34
3.4.2 Bahan Penelitian ................................................................................... 34
3.4.3 Adaptasi Hewan Sampel ....................................................................... 35
3.4.4 Induksi Streptozosin ............................................................................. 35
3.4.5 Pemberian Ekstrak Daun Kayu Ular ..................................................... 35
3.4.6 Sacrifice ................................................................................................ 35
ix
x
3.4.7 Pengukuran Sampel .............................................................................. 35
3.4.7.1 Glukosa Darah ............................................................................ 35
3.4.7.2 Berat Ginjal ................................................................................. 36
3.5. Alur Penelitian ............................................................................................... 37
3.6. Pengolahan Data dan Analisa Data ................................................................ 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 39
4.1 Glukosa Darah ................................................................................................. 39
4.2 Berat Ginjal ..................................................................................................... 43
4.3 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 46
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 46
5.2 Saran ................................................................................................................ 46
BAB VI KERJASAMA PENELITIAN ............................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 48
LAMPIRAN ......................................................................................................... 51
x
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus ...................................................... 12
Tabel 2.2 Terapi Farmakologis Diabetes Melitus .................................................. 19
Tabel 4.1 Rata-rata dan standar deviasi glukosa darah tikus setiap kelompok
penelitian selama 84 hari ........................................................................................ 39
Tabel 4.2 Uji Kruskal-wallis glukosa darah selama 84 hari ................................. 41
Tabel 4.3 Hasil analisis statistik uji Mann-whitney GDS antara kelompok tikus
diabetes tanpa terapi dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes dengan terapi
ekstrak kayu ular selama 84 hari ........................................................................... 42
Tabel 4.4 Hasil analisis uji statistik Kruskal-wallis rata-rata berat ginjal pada
seluruh kelompok penelitian selama 84 hari .......................................................... 43
xi
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Rata-rata glukosa darah pada tiap kelompok ........................................ 40
Grafik 4.2 Rerata berat ginjal pada semua kelompok penelitian selama 84
hari ......................................................................................................................... 44
xii
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe-tipe sel pada pulau Langerhans ................................................... 7
Gambar 2.2 Mekanisme sekresi insulin .................................................................. 9
Gambar 2.3 Langkah-langkah diagnosis DM ........................................................ 13
Gambar 2.4 Komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular diabetes melitus ...... 16
Gambar 2.5 Strychnos ligustrina ............................................................................ 22
Gambar 2.6 Struktur kimia Streptozotosin ............................................................ 25
Gambar 2.7 Penyerapan selektif STZ oleh sel β pankreas ..................................... 26
Gambar 7.1 Surat Keterangan Tikus Sehat ........................................................... 51
Gambar 7.2 Hasil determinasi/identifikasi bahan uji ............................................ 52
Gambar 7.3 Surat Keterangan Ekstraksi kayu ular ................................................ 53
Gambar 7.4 Tikus sampai di Animal House dan dilakukan adaptasi .................... 54
Gambar 7.5 Tikus disusun pada rak penyimpanan di Animal House ................... 54
Gambar 7.6 Bahan untuk pembuatan Buffer Sitrat yaitu Natrium sitrat dan Asam
Sitrat ...................................................................................................................... 54
Gambar 7.7 Buffer Sitrat diukur di alat pH meter dengan target pH 4,5 ............... 54
Gambar 7.8 Buffer Sitrat 0,1 M dengan pH 4,5 ..................................................... 55
Gambar 7.9 Larutan Standar pH untuk kalibrasi alat pH meter ............................ 55
Gambar 7.10 Streptozotocin Bubuk ...................................................................... 55
Gambar 7.11 Pemberian Label menggunakan spidol warna hitam, merah dan biru
pada bagian proksimal pada ekor tikus ................................................................. 55
Gambar 7.12 Injeksi Streptozotocin Intraperitoneal ............................................ 56
Gambar 7.13 Pembuatan Larutan Sukrosa ............................................................ 56
Gambar 7.14 Penimbangan Bubuk Sukrosa........................................................... 56
Gambar 7.15 Sukrosa diaduk dengan magnetic stirrer ......................................... 57
Gambar 7.16 Hasil Pembuatan Sukrosa 20% ........................................................ 57
Gambar 7.17 Proses pemberian ekstrak Kayu Ular menggunakan sonde secara
peroral ................................................................................................................... 57
Gambar 7.18 Proses homogen ekstrak kayu ular dengan aquades menggunakan
vortex selama 7 menit ........................................................................................... 57
xiii
xiv
Gambar 7.19 Tempat tikus ketika akan diambil darah untuk dilakukan pengukuran
GDS ........................................................................................................................ 58
Gambar 7.20 Tempat keluar ekor tikus ketika akan diambil darah pada
pengukuran GDS .................................................................................................... 58
Gambar 7.21 Proses ketika akan dilakukan pengambilan darah ............................ 58
Gambar 7.22 Proses pengukuran Gula Darah Sewaktu dengan menggunakan
Glukocek ................................................................................................................ 58
Gambar 7.23 Proses pengambilan sampel darah tikus dari ekor tikus dengan
menggunakan needle dan spuit untuk pengukuran GDS ....................................... 59
Gambar 7.24 Anastesi tikus dengan menggunakan ether sampai tikus tidak sadar /
pingsan ................................................................................................................... 59
Gambar 7.25 Proses pemotongan Rongga Thoraks dan Abdomen tikus untuk
pengambilan organ ginjal ...................................................................................... 59
Gambar 7.26 Proses pengambilan organ ginjal .................................................... 60
Gambar 7.27 Proses penyimpanan ginjal dalam eppendorf yang berisi NaCl ...... 60
Gambar 7.28 Proses penimbangan berat organ ginjal menggunakan timbangan
analitik .................................................................................................................... 60
xiv
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Tikus Sehat ........................................................... 51
Lampiran 2 Hasil Determinasi/identifikasi Bahan Uji .......................................... 52
Lampiran 3 Hasil Determinasi/identifikasi Bahan Uji .......................................... 53
Lampiran 4 Gambar Proses Peneitian .................................................................... 54
Lampiran 5 Cara Perhitungan ................................................................................ 59
Lampiran 6 Hasil Uji Statistik SPSS ...................................................................... 64
Lampiran 7 Riwayat Penulis .................................................................................. 69
xv
xvi
DAFTAR SINGKATAN
ADA : The American Diabetes
Association
ADI : Accepted Daily Intake
AGE : Advanced Glycation end Product
ATII : Angiotensin II
ATP : Adenosin Trifosfat
D : Diabetes
D+E : Diabetes dengan Terapi Kayu Ular (Strychnos ligustrina)
0,855 mg/kgBB
DAG : Diasilgliserol
DM : Diabetes Melitus
DMG : Diabetes Melitu Gestasional
DNA : Deoxyribonucleic Acid
EAU : Eksresi Albumin Urin
ET : Endotelin
GLUT : Glucose Transporter
GSH : Glutathione
HHNK : Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Syndrome
HIV/AIDS : Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency
Deficiency Syndrome
LDL : Low Density Lipoprotein
LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
MES : Matriks Ekstraseluler
MODY : Maturity Onset Diabetic of the
Young
N : Normal
N+E : Normal dengan Terapi Kayu Ular (Strychnos ligustrina)
0,855 mg/kgBB
NADPH : Nicotinamide Adenine Dinucleotide Fosfat
NO : Nitric Oxide
xvi
xvii
PKC : Protein Kinase C
RAGE : Receptor for Advanced Glycation end Product
ROS : Reactive Oxygen Species
SRA : Sistem Renin Angiotensin
STZ : Streptozotosin
TGF-β : Transforming Growth Factor
Beta
TKF : Terminal Kidney Failure
TNM : Terapi Nutrisi Medis
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
xvii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Diabetes melitus (DM) adalah kondisi kronis yang terjadi ketika terdapat
peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak bisa menghasilkan
hormon insulin atau menggunakan insulin secara efektif. Insulin adalah hormon
penting yang diproduksi oleh pankreas yang mengangkut glukosa dari aliran darah
ke sel-sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau
ketidakmampuan sel untuk merespon insulin menyebabkan kadar glukosa darah
yang tinggi, atau hiperglikemia.1
WHO (World Health Organization) memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya
peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035.
Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Indonesia menempati peringkat ke-6
prevalensi penderita diabetes. Diabetes adalah salah satu dari 10 penyebab
kematian global bersama dengan penyakit tidak menular lainnya yaitu penyakit
kardiovasular, kanker, dan penyakit pernapasan.2
Prevalensi nasional DM di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter dan gejala
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, namun mulai usia ≥65 tahun
cenderung menurun dan cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat
pendidikan tinggi. Selain itu, DM cenderung lebih tinggi pada perempuan dari
pada laki-laki dan meningkat di warga perkotaan. Menurut data RISKESDAS
2013, prevalensi diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis
dokter sebesar 1,5%. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1%. Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI
Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi
diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi
Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur (3,3%).3
2
Jika hiperglikemia dibiarkan terlalu lama dapat menyebabkan kerusakan
berbagai sistem tubuh terutama saraf dan pembuluh darah yang mengarah pada
komplikasi, salah satunya adalah nefropati diabetik.4 Nefropati diabetik terutama
DM tipe 2, sekarang meningkat dengan cepat diseluruh dunia termasuk di negara
Asia dan merupakan salah satu komplikasi vaskular jangka panjang yang utama.5
Nefropati DM merupakan penyebab utama penyakit ginjal pada pasien yang
mendapat terapi pengganti ginjal dan terjadi pada 40% dari seluruh pasien DM
tipe 1 dan tipe 2.6 Gagal ginjal berada di urutan kedua penyebab kematian
tersering oleh diabetes, setelah infark miokardium.7
Dengan pengendalian metabolisme yang baik yaitu dengan menjaga agar
kadar glukosa darah berada dalam kategori normal, maka komplikasi akibat
diabetes melitus dapat dicegah/ditunda, namun demikian di Indonesia sendiri
target pencapaian kontrol glikemik belum tercapai secara memuaskan, yang
sebagian besar masih diatas target yang diiginkan yaitu sebesar 7%. Oleh karena
itu banyak peneliti yang berusaha untuk melakukan penanganan terhadap diabetes
melitus. Namun perlu diperhatikan juga dalam melakukan pemilihan terapi yang
sesuai yaitu memperhatikan faktor keamanan, efektifitas, ketersediaan obat, harga
dan toleransi penderita DM. Dengan ditemukannya obat-obat baru dari waktu ke
waktu memberikan kemungkinan pengendalian gukosa darah yang lebih baik.2,4
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi kesehatan,
termasuk penangan terhadap DM. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 149/SK/Menkes/IV/1978, tumbuhan obat ialah tanaman atau
bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau
sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor), atau tanaman yang diekstraksi
dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat. Salah satu jenis tanaman
yang memiliki kandungan senyawa bahan obat dan cukup potensioal adalah
tanaman kayu ular (Strychnos ligustrina).8,18
Pada penelitian kurniadi 2010, menggunakan ektrak rebusan kayu ular
membuktikan bahwa kayu ular mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus
yang dijadikan diabetes melitus. Selan itu, pada genus yang sama dengan
3
Strychnos ligustrina yaitu Strychnos potatorum juga dapat digunakan untuk
mengobati masalah ginjal sebagai antioksidan. Dan oleh karena prevelensi DM
yang meningkat serta banyaknya komplikasi yang sangat berbahaya bagi
kehidupan, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian terhadap efek
pemberian ekstrak kayu ular (strychnos ligustrina) dengan dosis 8,5 mg/KgBB
secara oral selama 84 hari terhadap kadar glukosa darah dan berat ginjal pada
tikus jantan Sprague dawley yang diinduksi oleh streptozotosin (STZ).
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian
sebagai berikut :
1. Bagaimana efek pemberian ekstrak kayu ular (Strychnnos ligustrina)
terhadap kadar glukosa darah pada tikus jantan Sprague dawley yang
diinduksi STZ?
2. Bagaimana efek pemberian ekstrak kayu ular (Strychnos ligustrina)
terhadap berat ginjal pada tikus jantan Sprague dawley yang diinduksi
STZ?
1.3. HIPOTESIS
1. Pemberian ekstrak kayu ular (Strychnos ligustrina) dapat menurunkan
kadar glukosa darah tikus jantan Sprague dawley yang di induksi STZ.
2. Pemberian ekstrak kayu ular (Strychnos ligustrina) dapat menurunkan
berat ginjal Sprague dawley yang di induksi STZ.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1. UMUM
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ektrak kayu ular
(Strychnos ligustrina) terhadap faktor metabolik dan komplikasi pada tikus
jantan Sparague dawley diabetes yang diinduksi STZ.
4
1.4.2. KHUSUS
Mengetahui efek ekstrak kayu ular (Strychnos ligustrina) 8,5 mg/kgBB
yang diberikan secara oral selama 84 hari pada tikus jantan Sparague dawley
yang diinduksi streptozotosin berupa :
1. Kadar glukosa darah
2. Berat ginjal
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. BAGI PENELITI
a. Mendapatkan pengalaman melakukan penelitian dengan metode
eksperimen.
b. Mendapatkan pengetahuan mengenai tanaman herbal yang
memiliki efek hipoglikemik.
c. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar Sarjana Kedokteran dari
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
1.4.2. BAGI INSTITUSI
Dapat menambah referensi penelitian di Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
1.4.3 BAGI MASYARAKAT
Diharapkan di masa mendatang masyarakat dapat menggunakan
ekstrak kayu ular sebagai terapi alternatif untuk mengatasi diabetes
melitus.
5
BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1 Diabetes Melitus
2.1.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan kondisi kronis yang terjadi ketika
terdapat peningkatan kadar glukosa dalam darah karena tubuh tidak bisa
menghasilkan hormon insulin atau menggunakan insulin secara efektif.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.1,6
2.1.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes
diklasifikasikan kedalam 4 bagian, yaitu :9
1. Diabetes tipe 1 (disebabkan kerusakan sel beta karena autoimun,
biasanya mengarah pada defisiensi insulin absolut)
2. Dibetes tipe 2 (disebabkan terganggunya sekresi insulin sel beta
secara progresif yang melatar belakangi resistensi insulin)
3. Diabetes melitus gestasional (diabetes yang didiagnosis pada trimester
kedua atau ketiga kehamilan yang tidak jelas penyebabnya)
4. Tipe spesifik diabetes karena penyebab yang lain, misalnya sindrom
diabetes monogenik (seperti diabetes neonatal dan Maturity Onset
Diabetic of the Young atau MODY), penyakit pankreas eksokrin
(seperti cystic fibrosis dan pankreatitis), dan diabetes yang diinduksi
obat atau kimia (seperti penggunaan glukokortikoid, pengobatan
HIV/AIDS, atau setelah transplantasi organ)
Diabetes melitus tipe 1 merupakan penyakit autoimun ketika tubuh
gagal mengenali sel beta sebagai bagian dari tubuh dan
menghancurkannya dengan antibodi dan sel darah putih. Kurang lebih
10% penderita diabetes adalah diabetes tipe 1. Karena penderita diabetes
5
6
tipe 1 mengalami defisiensi insulin, maka satu-satunya pengobatan adalah
dengan injeksi insulin. Peristiwa pencernaan makanan pada diabetes akibat
defisiensi insulin memberi gambaran ketika terjadi proses metabolisme
tanpa adanya insulin. Setelah makan, absorpsi zat gizi oleh usus
berlangsung secara normal karena proses ini tidak membutuhkan insulin.
Namun, ketika ambilan bahan makanan dari darah dan metabolisme selular
di berbagai jaringan bergantung kepada insulin, akibatnya kekurangan
bahan makanan untuk dimetabolisme sehingga sel akan mengalami
metabolisme seperti keadaan puasa.10
Diabetes melitus tipe 2 berkontribusi pada 90% dari semua penderita
diabetes. Beberapa DM tipe 2 memiliki resistensi insulin dan defisiensi
sekresi insulin. Beberapa yang lainnya memiliki sekresi insulin yang
normal atau tinggi tetapi respons sel target menurun. Selain itu, meskipun
pada diabetes tipe 2 terjadi hiperglikemia, sering juga dijumpai
peningkatan glukagon. Hal ini dikarenakan kontradiksi sel alfa pankreas,
seperti sel otot dan adiposa yang juga memerlukan insulin untuk
pengambilan glukosa. Maka dari itu pada diabetes tidak ada ambilan
glukosa oleh sel alfa, yang menyebabkan sekresi glukagon. Glukagon
kemudian menyebabkan hiperglikemi melalui proses glikogenolisis dan
glukoneogenesis.10
Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai suatu intoleransi
glukosa yang terjadi atau pertama kali ditemukan saat hamil. Definisi ini
berlaku dengan tidak memandang apakah pasien diabetes melitus
gestasional ini mendapat terapi insulin atau diet saja, juga apabila pada
pasca persalinan keadaan intoleransi glukosa masih menetap. Hal tersebut
kemungkinan pasiennya sebelum hamil sudah terjadi intoleransi glukosa.
Meskipun memiliki perbedaan pada awal perjalanan penyakitnya, baik
penderita DM tipe 1 dan 2 yang hamil maupun DMG memiliki
penatalaksanaan yang sama.6
2.1.1.3 Fisiologi Pankreas dan Insulin
Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan
endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim
7
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna.
Diantara sel-sel eksokrin diseluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok
atau pulau yaitu sel endokrin yang dikenal sebagai pulau Langerhans.
Pulau Langerhans membentuk 1-2% total massa pankreas.
Terdapat 4 sel endokrin pankreas, yaitu :11
1. Sel β yaitu sel endokrin pankreas terbanyak dengan 60% massa total
pulau yaitu tempat sintesis dan sekresi insulin.
2. Sel α merupakan 25% masa pulau yang menghasilkan hormon
glukagon
3. Sel D adalah tempat sintesis somatostatin
4. Sel F yaitu sel yang paling jarang dan mensekresi polipeptida
pankreas.
Gambar 2.1 Tipe-tipe sel pada pulau Langerhans
Sumber: Sherwood Ed.9th
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino.
Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel β, insulin disintesis
dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekursor hormon
insulin) pada retikulum endoplasma sel β. Dengan bantuan enzim
peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk
8
proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Dengan bantuan enzim peptidase
juga, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang
keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui
membran sel.6
` Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan
asam amino darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut.
Sewaktu molekul nutrien ini masuk kedarah selama keadaan absortif,
insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan
pengubahannya masing-masing menjadi glikogen, trigliserida, dan protein.
Pengangkutan glukosa antara darah dan sel dilakukan oleh suatu pembawa
membran plasma yang dikenal sebagai glucose transporter (GLUT).11
Pengontrol utama sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif
langsung antara sel β pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah.
Peningkatan kadar glukosa darah, seperti selama penyerapan makanan,
secara langsung merangsang sel β untuk mengeluarkan insulin dan
mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan
disimpan. Sebaliknya, penurunan glukosa darah dibawah normal, misalnya
sewaktu puasa, secara langsung menghambat sekresi insulin. Penurunan
laju sekresi insulin menggeser metabolisme dari pola absortif ke pasca-
absortif.11
Selama keadaan puasa, kadar glukosa darah menurun, kadar
insulin menurun, dan kadar glukagon meningkat. Perubahan hormon-
hormin ini menyababkan hati menguraikan glikogen melalui proses
glikogenolisis dan membentuk glukosa melalui proses glukoneogenesis
sehingga kadar glukosa darah dapat dipertahankan.12
9
Gambar 2.2 Mekanisme sekresi insulin
Sumber : grenspan Ed.9th
Pada gambar 2.2 glukosa merangsang sekresi insulin melalui proses
penggabungan eksitasi-sekresi. Glukosa memulai serangkaian peristiwa
yang mengubah potensial membran sel β sehingga insulin disekresikan.11
Glukosa memasuki sel β melalui GLUT-2, begitu berada dalam sel,
glukosa akan terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukosinase.
Glukosa-6-fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk ATP
(adenosin trifosfat), yang menghambat kanal kalium yang peka-ATP di
sel. Penutupan k+ akan mendepolarisasikan membran sel sehingga akan
membuka kanal Ca2+
berpintu listrik (voltaged-gated calcium channels),
yang sensitif terhadap voltase membran. Keadaan ini akan menimbulkan
aliran masuk kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi
insulin dengan membran sel dan menyekresi insulin kedalam cairan
ekstraseluler melaui eksositosis.13,16
10
2.1.1.4 Patologi dan Patogenesis Diabetes Melitus
Apapun penyebabnya, semua tipe diabetes terjadi akibat defisiensi
relatif insulin. Jaringan adiposa paling peka terhadap kerja insulin. Karena
itu, rendahnya aktifitas insulin dapat menyebabkan penekanan lipolisis dan
peningkatan penyimpanan lemak. Kadar insulin yang lebih tinggi
diperlukan untuk melawan efek glukagon di hati dan menghambat
pengeluaran glukosa oleh hati. Pada orang normal, kadar basal aktivitas
insulin mampu memerantai berbagai respons tersebut. Namun,
kemampuan otot dan jaringan peka-insulin lainnya berespon terhadap
pemberian glukosa dengan menyerap glukosa (melalui perantara insulin)
memerlukan sekresi insulin yang terstimulasi dari pankreas.14
Pada diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya gangguan sekresi
insulin atau gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ target
terutama hati dan otot. Awalnya resistensi insulin masih belum
menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel β pankreas
masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi hiperinsulinemia dan
glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian
setelah terjadi ketidaksanggupan sel β pankreas, baru akan terjadi diabetes
melitus secara klinis, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus. Seiring dengan
progresifitas penyakit, maka produksi insulin ini berangsur menurun
menimbulkan klinis hiperglikemia yang nyata. Hiperglikemia awalnya
terjadi pada fase setelah makan saat otot gagal melakukan ambilan glukosa
dengan optimal. Pada fase berikutnya dimana produksi insulin semakin
menurun, maka terjadi produksi glukosa hati yang berlebihan dan
mengakibatkan meningkatnya glukosa darah pada saat puasa.
Hiperglikemia yang terjadi memperberat gangguan sekresi insulin yang
sudah ada dan disebut dengan fenomena glukotoksisitas.6
Selain pada otot, resistensi insulin juga terjadi pada jaringan adiposa
sehingga merangsang proses lipolisis dan meningkatkan asam lemak
bebas. Hal ini juga mengakibatkan gangguan proses ambilan glukosa oleh
11
sel otot dan mengganggu sekresi insulin oleh sel β pankreas. Fenomena ini
disebut dengan lipotoksisitas.6
Meskipun pengidap diabetes tipe 2 biasanya masih menyisakan kerja
insulin endogen, hal tersebut tidak berlaku bagi pengidap diabetes tipe 1.
Selain hiperglikemia puasa dan pascamakan, pada diabetes tipe 1 juga
mengalami ketosis karena pengurangan nyata insulin menyebabkan
lipolisis simpanan lemak menjadi maksimal untuk menghasilkan substrat
bagi ketogenesis di hati yang dipicu oleh glukagon.14
2.1.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi
metabolik defisiensi insulin. Terjadinya defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma sehingga dapat menyebabkan
hiperglikemia. Jika hiperglikeminya berat dan melebihi ambang ginjal
untuk zat ini, maka timbul glikosuria.15
Glikosuria ini menginduksi
diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) yang
menyebabkan kehilangan air dan elektrolit dalam jumlah banyak sehingga
menimbulkan rasa haus (polidipsia). Dengan adanya defisiensi insulin,
skalanya akan bergeser dari anabolisme yang ditingkatkan oleh insulin
menjadi katabolisme protein dan lemak. Kemudian terjadi proteolisis dan
asam amino glukoneogenik dihilangkan oleh hati dan digunakan untuk
menggantikan glukosa. Katabolisme protein dan lemak cenderung
mengganggu keseimbangan sumber energi, yang kemudian akan
meningkatkan nafsu makan (polifagia), sehingga menggenapkan trias
klasik diabetes, yaitu: poliuria, polidipsia, dan polifagia. Walaupun nafsu
makan dan efek katabolisme lebih kuat, tetapi menyebabkan kehilangan
berat badan dan kelemahan otot dikarenakan defisiensi insulin.7
2.1.1.6 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis diabetes melitus harus didasarkan atas pemeriksaan glukosa
darah. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Selain
itu, dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun
12
kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.6
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:2
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Menurut ADA 2018, diagnosis DM dapat ditegakkan melalui cara
pada tabel dibawah ini :9
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus
1. Glukosa Plasma Puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa didefinisikan tidak ada
asupan kalori selama etidaknya 8 jam
ATAU
2. Glukosa Plasma 2 jam ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO). Tes harus dilakukan seperti yang dijelskan oleh WHO,
yang menggunakan 75 gram glukosa anhidrat terlarut dalam air
ATAU
3. AIC ≥65% (48 mmol/mol). Tes harus dilakukan di laboratorium dengan
menggunakan metode yang disertifiasi NGSP dan terstandarkan DCCT
ATAU
4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hipergglikemik, glukosa
plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
13
Langkah-langkah diagnosis DM dan glukosa terganggu :6
Gambar 2.3 Langkah-langkah diagnosis DM
Sumber : IPD, 2014
14
2.1.1.7 Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi 2 kategori mayor,
yaitu :15
a. Komplikasi Metabolik Akut
1. Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis diabetik merupakan komplikasi metabolik yang
paling serius pada diabetes tipe 1. Apabila kadar insulin sangat
menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan
oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton).
2. Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Syndrome (HHNK)
HHNK (Hyperosmolar Hyperglycemic Nonketotic Syndrome)
adalah komplikasi metabolik akut yang sering terjadi pada
penderita diabetes tipe 2 dengan usia lebih tua. Hipergikemia berat
dengan kadar glukoa serum >600 mg/dl.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang dibawah
nilai normal yaitu <50 mg/dl. Hipoglikemia terutama terjadi pada
pasien diabetes yang mengguanakn terapi dependen insulin.
b. Komplikasi kronik jangka panjang
Terdapat 3 jalur metabolisme berbeda yang terlibat dalam
patogenesis komplikasi jangka panjang, yaitu :7
1. Pembentukan produk akhir glikasi lanjut (Advanced Glycation end
Product/AGE)
AGE dibentuk sebagai akibat dari reaksi non-enzimatik
antara prekursor intrasel yang berasal dari glukosa dengan
kelompok amino dari protein intrasel dan ekstrasel. Laju
pembentukan AGE yang alami sangat dipercepat oleh adanya
hiperglikemia. AGE berikatan dengan reseptor spesifik (RAGE),
15
yang diekspresikan pada sel infamasi, endotel serta otot polos
pembuluh darah. Efek berikatannya AGE-RAGE ini adalah
pelepasan sitokin dan faktor pertumbuhan proinflamasi dari
maksrofag pada intima, terbentuknya Reactive Oxygen Species
(ROS) pada sel endotel, peningkatan aktivitas prokoagulan pada sel
endotel dan makrofag, dan peningkatan proliferasi otot polos
pembuluh darah dan sintesis matriks ekstrasel. Selain efek yang
diperantarai oleh reseptor, AGE dapat secara langsung berikatan
silang dengan protein matriks ekstrasel, sehingga menurunkan
pembuangan protein dan meningkatkan deposit protein.
2. Aktivase Protein Kinase C
Aktivasi protein kinase C (PKC) intraseluler oleh ion
kalsium dan second messenger diasilgliserol (DAG) merupakan
jalur isyarat transduksi yang penting pada banyak sistem didalam
sel. Hiperglikemia intrasel dapat merangsang sintesis DAG
sehingga menyebabkan aktivasi PKC. Efek selanjutnya dari aktivsi
PKC sangat banyak dan meliputi produksi molekul proangiogenik
seperti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) ysng
berimplikasi pada neurovaskularisasi yang tampak pada retinopati
diabetik dan molekul profibrogenik.
3. Gangguan pada jalur poliol
Pada beberapa jaringan yang tidak memerlukan insulin
untuk transpor glukosa (saraf, lensa, ginjal dan pembuluh darah),
hiperglikemia menyebabkan peningkatan glukosa intrasel yang
kemudian akan dimetabolisme oleh enzim aldose reduktase
menjadi sorbitol, dan akhirnya menjadi fruktosa, pada suatu reaksi
yang menggunakan NADPH. NADPH juga diperlukan oleh enzim
glutation reduktase pada suatu reaksi yang menghasilkan glutation
tereduksi (GSH). Setiap reduksi pada GSH akan meningkatkan
kerentanan sel terhadap stres oksidatif.
16
Selain itu, secara umum komplikasi diabetes melitus mayoritas
menyerang vaskular. Sehingga, pengelompokkan komplikasi dapat dibagi
menjadi :14
1. Komplikasi mikrovaskular
- Neuropati diabetik
- Nefropati diabetik
- Retinopati diabetik
2. Komplikasi makrovaskuar
- Penyakit arteri koroner
- Penyaki serebrovaskular
- Penyakit vaskular perifer
Gambar 2.4 Komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular diabetes melitus
Sumber: Robbin 2016
17
2.1.1.8 Tatalaksana Diabetes Melitus
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi :2
- Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki
kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
- Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
- Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Di dalam modalitas terapi diabetes melitus, dibagi menjadi :2,6
1. Terapi nonfarmakologi
a. Terapi nutrisi medis
TNM ini pada dasarnya adalah melakukan pengaturan pola makan
yang didasarkan pada status gizi, kebiasaan makan dan kodisi atau
komplikasi yang sudah ada. Kunci keberhasilan TNM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,ahli gizi, petugas kesehatan
yang lain serta diabetisi dan keluarganya). Penyandang DM perlu
diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan,
jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin
itu sendiri.
1. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
- Lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
- Protein dianjurkan sebesar 10-20% total asupan energi. Sumber ptotein
yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa
kulit, produksi susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
- Natrium dianjurkan untuk penderita diabetes sama dengan orang sehat
yaitu <2300 mg perhari.
18
- Serat dianjurkan mengonsumsi 20-35 gram/hari yang berasal daari
berbagai ssumber bahan makanan yaitu kacang-kacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
- Pemanis alternatif, aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake/ADI).
2. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penderita DM, antara lain dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah
kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
b. Edukasi
Edukasi bertujuan untuk mempromosikan tentang cara hidup sehat,
hal ini perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan.
Materi edukasi ini terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi
edukasi tingkat lanjutan. Materi ini berisi secara luas mengenai diabetes
melitus mulai dari perjalanan penyakit DM, penyulit DM dan risikonya,
perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan serta
perilaku hidup sehat bagi penderita diabetes melitus.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM
tipe 2. Selain bisa memperbaiki sensitivitas insulin, juga untuk menjaga
kebugaran tubuh serta menurunkan berat badan bagi diabetisi dengan
obesitas. Selain itu, dengan latihan fisik bisa memasukkan glukosa
kedalam sel tanpa membutuhkan insulin. Latihan jasmani dilakukan secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan
total 150 menit perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah
sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah <100 mg/dL pasien
haru mengkonsumsi karbohisrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dl
dianjurkan untuk menunda latihan jasmani. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik dengan intensitas
19
sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara mengurangi angka 220 dengan usia pasien.
2. Terapi Farmakologi
Bila dengan langkah-langkah pendekatan nonfarmakologi belum
mampu mencapai sasaran pengendalian DM, maka dianjurkan dengan
terapi farmakologi yaitu memberikan obat-obatan baik oral maupun dalam
bentuk injeksi yaitu insulin.
a. Obat diabetik oral
Tabel 2.2 Terapi Farmakologis Diabetes Melitus :
Golongan obat Cara Kerja Efek samping
utama
Penurunan
HbA1c
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi
insulin
BB naik
Hipoglikemia
1,0-2,0%
Glinid Meningkatkan sekresi
insulin
BB naik
Hipoglikemia
0,5-1,5%
Metformin Menambah sensitivitas
terhadap insulin
Dispepsia
Diare
Asidosis laktat
1,0-2,0%
Alfa
Glucosidase
inhibitor
Menghambat absorpsi
glukosa
Flatulen
Feses lembek
0,5-0,8%
Tiazolidindion Menambah sensitivitas
terhadap insulin
Edema 0,5-1,4%
DPP-IV
inhibitor
Meningkatkan sekresi
insulin, menghambat
sekresi glucagon
Muntah 0,5%-0,8%
20
Penghambat
SGLT-2
Menghambat
penyerapan kembali
glukosa di tubulus distal
ginjal
Dehidrasi,
infeksi saluran
kemih
0,8-1,0 %
b. Injeksi insulin
Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis
DM tipe 2. Injeksi insulin dapat dlakukan dengan berbagai cara, yaitu
intervena, intramuskuler, dan umumnya pada penggunaan jangka panjang
lebih disukai pemberian subkutan (SK). Preparat insulin dapat dibedakan
berdasarkan lama kerjanya yaitu kerja cepat, sedang, dan panjang.26
2.1.1.9 Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik adalah salah satu komplikasi mikrovaskular jangka
panjang pembuluh darah kapiler ginjal pada penderita diabetes. Nefropati
diabetik terutama disebabkan oleh gangguan fungsi glomerulus. Perubahan
yang terjadi pada nefropati diabetik adalah hiperfiltrasi di glomerulus,
hipertrofi glomerulus, peningkatan eksresi albumin urin (EAU),
peningkatan ketebalan membran basal, ekspansi mesangial dengan
penimbunan MES (Matriks Ekstraseluler) seperti kolagen, fibronektin dan
laminin, arteri glomerulus aferen dan eferen juga dapat mengalami
sklerosis. Glomerulosklerosis biasanya bersifat difus tetapi pada 50%
kasus berkaitan dengan sklerosis nodular. Glomerulosklerosis nodular
merupakan suatu lesi glomerulus yang tampak khas oleh deposit matriks
berlapis yang menyerupai bola pada tepi glomerulus. Komponen nodular
ini disebut nodul kimmelstiel-Wilson.6,7
Nefropati diabetik merupakan
suatu sindrom klinis yang memiliki karakteristik yaitu albuminuria
persisten (>300 mg/hari atau >200 µg/menit) yang dikonfirmasi setidaknya
2 kali setiap 3-6 bulan, penurunan progresif laju filtrasi glomerulus (LFG),
dan hipertensi arteri.17
21
Patologi pada nefropati diabetik disebabkan oleh perubahan-
perubahan metabolik, hemodinamik, dan intraselular yang kompleks. Pada
aspek metabolik, terdapat pembentukan AGEs sebagai konsekuensi
hiperglikemia dan peningkatan jalur reduktase aldosa. Perubahan-
perubahan metabolik ini mengaktifkan berbagai sinyal intraselular yang
rumit, salah satunya menyebabkan penimbunan protein MES (Matriks
Ekstraseluler) di mesangium. Aspek hemodinamik diwakili oleh peran
vasokontriktor seperti angiotensin II (ATII) dari SRA, endotelin (ET) dan
nitric oxide (NO) yang berperan dalam perkembangan dan perburukan
komplikasi mikrovaskular. Namun SRA juga memiliki efek lokal non-
hemodinamik yang bekerja secara autokrin dan parakrin di sel-sel ginjal
sebagai pemicu proliferasi sel dan berbagai sitokin lainnya. Pada tahap
lanjut akan terlibat adanya fibrosis tubulus interstisialis. Setelah terjadi
ekspansi selama bertahun-tahun, fibrosis mulai berkembang karena
pengaruh TGF-β yang merangsang pembuatan kolagen dan fibronektin.6
Terdapat 5 tahap progresifitas nefropati diabetik, yaitu :18
1. Stadium 1 (Hyperfiltration-Hypertropy Stage)
Tahap 1 berlangsung 0-5 tahun. Pada tahap ini, LFG normal atau
meningkat. Ukuran ginjal meningkat sekitar 20% dan aliran plasma
meningkat 10%-15%, sementara albuminuria dan tekanan darah dalam
kisaran normal. (bozidar dan andik)
2. Stadium 2 (The Quiet Stage)
Tahap ini terjadi setelah 5-10 tahun timbulnya DM dan ditandai oleh
kerusakan ginjal dengan penebalan membran basal dan proliferasi
mesangial. Masih belum ada tanda-tanda klinis dari tahap ini. Sebagian
penderita, LFG menunjukkan penurunan kembali ke nilai normal.
Mikroalbuminuria normal atau mendekati normal (<20 µg/min)
3. Stadium 3 (The Microalbuminuria Stage)
Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun setelah timbulnya DM.
Mikroalbuminuria telah nyata yaitu albumin 30-300 mg/dU atau nefropati
awal. Ini dalah tanda kerusakan glomerulus yang terdeteksi secara klinis
22
pertama. Tekanan darah bisa meningkat atau normal. Sekitar 40% pasien
mencapai tahap ini.
4. Stadium IV (Chronic Kidney Faiulure)
Tahap ini terjadi 15-20 tahun timbulnya DM dan merupakan tahap yang
tidak dapat diubah. Proteinuria berkembang (albumin>300 mg/dU), LFG
menurun dibawah 60 mL/menit/1,73 m2, dan tekanan darah meningkat.
5. Stadium V (Terminal Kidney Failure)
Pada tahap ini LFG<15 mL/menit/1,73 m2 dan dijumpai fibrosis ginjal.
Sekitar 50% pasien dengan TKF memerlukan terapi penggatian ginjal (dialisis
peritoneal, hemodialisis, transplantasi ginjal).
2.1.2 Tinjauan Tanaman Kayu Ular
2.1.2.1 Klasifikasi Tanaman
Gambar 2.5 Strychnos ligustrina19
Deskripsi :
Nama latin : Strychnos ligustrina Blume, Strychnos lucida R. Br.20
Klasifikasi :19
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkepung dua/dikotil)
23
Subkelas : Asteridae
Ordo : Gentianales
Famili : Loganiaceae
Genus : Strychnos
Spesies : Strychnos ligustria Blume. Syn. Strychnos lucida
R.Br.
Sinonim
bidara laut, bidara pahit, bidara putih, kayu ular (Sumatra); dara
laut, dara putih, bidara gunung (Jawa) lapai, dan bidara mapai
(Sulawesi).20
2.1.2.2 Morfologi Tanaman Kayu Ular
Strychnos lucida R. Br adalah tumbuhan yang dikenal di
Indonesia sebagai bidara laut atau kayu songga, kayu ular, di Timor
leste sebagai Ai raw moruk, dan di Thailand sebagai Phayaa mue
lek. Pohon ini memiliki famili Loganiaceae yang terdiri lebih dari
300 spesies yang ditanam di seluruh dunia.25
Tumbuhan ini endemik
asal Nusa Tenggara Barat (NTB), namun banyak juga dijumpai di
beberapa daerah yaitu di Pulau Roti, Kalimantan, Timor, Bali,
Pasaruan, Banyuwangi dan di taman Nasional Meru Betiri.20
Kayu ular ini dapat tumbuh pada ketinggian 1-1500 m dpl
(heyne 1987). Penyebaran tumbuhan ini sering dijumpai tumbuh di
tempat berbatu serta beriklim kering. Secara morfologi kayu ular
berukuran kecil seperti tanaman jeruk nipis, merupakan pohon kecil
yang berdiameter batang dapat mencapai 30 cm, bercabang tidak
teratur, tegak, tinggi mencapai 12 m, tumbuh liar di hutan dekat
pantai. Kayunya keras dan kuat. Daun tunggal, bertangkai, letak
berseling, bentuk oval, tepi rata, ujung runcing, panjang 6-12 cm,
lebar 3,5-8,5 cm. Bunga keluar dari ujung tangkai, buah bulat,
diametes ± 4 cm, warna kuning kemerahan. Batangnya memiliki
kayu yang keras dan kuat berwarna kuning pucat dan tidak berbau.
Semua bagian dari pohon ini terasa pahit dan yang paling pahit
adalah bagian akarnya.19,20
24
2.1.2.3 Kandungan Kimia Tanaman Kayu Ular
Kayu ular merupakan tumbuhan yang bermanfaat untuk
mengobati beberapa penyakit. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan
sebagai obat adalah kayunya. Senyawa kimia yang terkandung dalam
kayu ular berupa alkaloid (brusina, striknina), tannin <1%,
steroid/triterpenoid (saponin). Senyawa kimia ini dapat masuk
mempengaruhi jantung, hati, paru-prau, kolon, dan usus halus.20
Menurut Kementrian Kesehatan (2013), kayu ular
mengandung strikin dan brusin, serta ester asam kuinat yaitu 4-
0(3,5-dimetoksi-4-hidroksibensoil) kuinat loganin, mangan dan
silikat. Kayu ular diketahui mengandung alkaloid indol dengan total
kandungan alkaloid sebesar 1,8-5,3%. Strikin dan brusinin
merupakan senyawa utama yang terdapat pada bagian biji, daun kulit
kayu, dan seluruh bagian tanaman, sedangkan alkaloid lainnya
adalah α kolubirin, β kolubirin, ikajin, fomisin, novasin, N-
oksistriknin, dan pseudistriknin dalam jumlah sedikit. Selain itu kayu
ular juga mengandung glikosida bisirdoid, lingustrinosida, dan
alkaloid loganin, loganetin, dan asam loganan.19
Apabila ditinjau dari hasil penelitian tentang kandungan
fitokimia dari batang dan kulit kayu ular maka diketahui bahwa
kedua bagian tersebut memiliki kandungan tannin dan flavonoid
yang kuantitasnya dapat terdeteksi. Tannin merupakan astringen,
polifenol tanaman berasa pahit yang dapat mengikat dan
mengendapkan protein. Flavonoid berfungsi meningkatkan aktivitas
vitamin C sebagai antioksidan yang mencegah oksidasi LDL
kolesterol. Selain itu, terdapat kandungan alkaloid dan saponin yang
keberadaannya pada bagian tersebut dapat terdeteksi positif atau
bersifat kualitatif.19
Saponin (steroid dan triterpenoid) dapat
menurunkan kadar glukosa darah dengan salah satu mekanismenya
yaitu menghambat pelepasan enzim α-glukosidase yang berasal dari
pankreas. Selain itu saponin juga bersifat hipokolesterolemik,
imunostimulator, hipoglikemik, dan antikarsinogenik.20
25
Mekanisme kayu ular dalam menurunkan glukosa darah
dapat melalui 2 mekanisme, yaitu secara intrapankreatik dengan cara
memperbaiki (regenerasi) sel pankreas yang rusak, melindungi sel
beta dari kerusakan serta merangsang pelepasan insulin. Yang ke-2
yaitu secara ekstrapankreatik dapat berlangsung oleh alkaloid yang
terdapat pada kayu ular dengan cara menghambat absorpsi glukosa
di usus yang efeknya hampir sama dengan hormon somatostatin.
Selain itu alkaloid juga meningkatkan transportasi glukosa di dalam
darah dengan merangsang sintesis glikogen dan menghambat sintesis
glukosa.8
2.1.3 Tinjauan Streptozotosin (STZ)
2.1.3.1 Definisi STZ
Gambar 2.6 Struktur kimia Streptozotosin
Sumber : Goud 2015
Streptozotosin adalah obat induksi diabetes permanen yang
disintesis oleh bakteri tanah gram positif yaitu Streptomyces
achromogenes. STZ memiliki berat molekul 265 g/mol dengan
rumus molekul C8H15N3O7. Struktur molekul STZ mirip dengan 2-
deoksi-D-glukosa dengan penggantian pada C2 dengan gugus N-
methyl-N-nitrosourea yang merupakan bagian sitotoksik STZ dalam
merusak sel beta. Streptozotosin memiliki 4 sifat biologis yaitu
antibiotik, sitotoksis sel beta, onkolitik serta efek onkogenik.
26
Penggunaan STZ saat ini sebagian besar sebagai obat yang diteliti
untuk penelitian diabetes karena toksisitas spesifik terhadap sel beta
pankreas.21
2.1.3.2 Mekanisme Kerja STZ
Gambar 2.7 Penyerapan selektif STZ oleh sel β pankreas
Sumber : Goud. 2015
Streptozotosin adalah agen diabetogenik alami yang menginduksi
diabetes permanen pada sampel hewan dengan merusak β-sel pankreas
yang menghentikan produksi insulin. Aksi toksik STZ melibatkan
penyerapan selektif ke sel β melalui pengangkut glukosa afinitas rendah
GLUT 2 yang terdapat dalam plasma. 2-deoxy glucose dari STZ
memungkinkan serapan selektif kedalam sel β melalui GLUT 2 karena
analogi strukturalnya sama dengan glukosa (gambar 2.7a). Hepatosit dan
ginjal sel tubular juga mengekspresikan GLUT 2 transporter dan rentan
terhadap STZ sehingga terdapat kerusakan pada ginjal dan hati pada
sampel diabetes yang diinduksi STZ. STZ bersifat diabetogenik karena
menghambat produksi insulin dan selektif menghancurkan sel beta
penghasil insulin dengan menginduksi nekrosis (gambar 2.7b)
Mekanisme efektor beracun dari STZ dimulai dengan produk yang
terdekomposisi dan menghasilkan radikal bebas dan stres oksidatif,
pelepasan nitrat oksida (NO), yang menghancurkan sel β pankreas dengan
mengalkilasi DNA, merusak sistem mitokondria dan menghambat O-
GlcNAcase. Transporter glukosa afinitas rendah GLUT-2 sel β
27
mengangkut STZ ke dalam sel dan menyebabkan alkilasi DNA dan
nekrosis sel β yang ireversibel sehingga terjadinya defisiensi insulin.21
2.1.3.3 Dosis STZ
STZ menginduksi diabetes tergantung dosis diberikan baik secara
intravena atau intraperitoneal.22
Dosis STZ yang dapat digunakan pada
tikus untuk menginduksi diabetes berada pada kisaran antara 40-60
mg/kgBB secara intravena. Selain itu, STZ juga dapat diberikan secara
intraperitoneal dengan dosis yang sama atau lebih besar, namun dosis <40
mg/KgBB mungkin kurang efektif.23
Secara klinis, gejala diabetes terlihat
jelas pada tikus dalam 2-4 hari setelah injeksi tunggal intravena atau
intraperitoneal 60 mg/kgBB STZ.22
28
2.2 KERANGKA TEORI
Streptozotocin
Pembentukkan
radikal bebas
dan stress
oksidatif
Menyerang sel beta
secara selektif
Pelepasan
NO
Carbamoylation
dan alkilasi dari
komponen
seluler
Melalui GLUT 2
Penghambatan
O-GlcNAcase
Kerusakan
DNA
Nekrosis sel
beta pankreas
Defisiensi
insulin
hiperglikemia
Pembetukan
AGEs
Stres
oksidatif
Sklerosis
mesangium
difus
Penebalan
membran
basal kapiler
Glomerulosklerosis
nodular
Nefropati diabetik
Kayu ular (Strychnos
ligustrina)
Glukosa darah
menurun
Menghambat
absorpsi di
usus
saponin flavonoid Alkaloid
Menghambat
pelepasan
enzim α
glukosidase
antioksidan
Menurunkan
pembentukan ROS
Diabetes
melitus
Penimbunan
protein MES di
mesangium
Menstimulasi
SRA
29
2.3 KERANGKA KONSEP
Keterangan :
= Memperbaiki
= Variabel terikat
= Variabel bebas
Tikus jantan
Sparague dawley
Induksi STZ
Diabetes melitus
Nefropati
diabetikum
Gangguan
metabolik
Komplikasi
Ekstrak kayu ular
(Strychnos
ligustrina)
Glukosa
darah
30
2.4 DEFINISI OPERASIONAL
No Variabel Definisi
operasional
Alat ukur Cara
Pengukuran
Skala
pengukuran
1 Glukosa
Darah
Hasil
pemeriksaan
glukosa darah
sewaktu
seluruh tikus
yang tertera
pada
glukometer
dalam satuan
mg/dl
Glucocheck
merk easy
touch
Darah yang
diambil dari
ekor sampel
diteteskan
pada strip
glukometer,
interpretasi
angka yang
muncul pada
alat.
Numerik
2 Berat
Ginjal
Hasil
pengukuran
berat ginjal
pada
timbangan
analitik dalam
satuan gram
Timbangan
analitik
Ginjal sampel
diletakkan
pada
timbangan,
interpretasi
angka yang
muncul pada
alat.
Numerik
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian adalah desain penelitian
eksperimental.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2018 hingga bulan September
2018.
3.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Animal House, laboratorium
Biologi, laboratorium Farmakologi, laboratorium Riset, laboratorium
Biokimia, laboratorium MPR, laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti No.05,
Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan, Banten.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini, hewan yang digunakan untuk percobaan adalah
tikus jantan strain Sprague-Dawley berumur 12-16 minggu, dengan rentang
berat badan 172-249 gram yang diperoleh dari Departemen Patologi Institut
Pertanian Bogor (IPB). Rentang berat badan tikus yang digunakan dalam
penelitian ini, disesuaikan dengan hasil pemesanan.
3.3.2 Sampel
Pada penelitian ini, hewan percobaan dibagi empat kelompok.
Kelompok pertama adalah kelompok N (normal) sebagai kontrol negatif.
Kelompok kedua adalah kelompok N+E (Normal dngan Ekstrak) yaitu yaitu
tikus normal yang diberi ekstrak kayu ular dengan dosis 8,5 mg/KgBB selama
84 hari. Kelompok ketiga adalah kelompok D (diabetes) sebagai kontrol
31
32
positif yang telah diinduksi streptozotosin 40 mb/KgBB. Kelompok keempat
adalah D+E (Diabetes dengan Ekstrak) yaitu tikus diabetes yang telah
diinduksi streptozotosin dengan dosis 40 mg/KgBB yang kemudian diberikan
terapi ektrak tanaman kayu ular dengan dosis 8,5 mg/KgBB selama 84 hari.
Untuk menentukan jumlah sampel dalam setiap kelompok penelitian,
digunakan rumus Mead’s Equation Formula sebagai berikut :27
RUMUS MEAD : E = N-B-T
Dengan:
E = derajat kebebasan komponen kesalahan dengan rentang diantara 10-20
N = jumlah sampel dalam semua kelompok penelitian (dikurang 1)
B = blocking component (dikurang 1) B=0
T = jumlah kelompok yang diberi perlakuan/terapi (dikurang 1)
Perhitungan:
E = N – B – T
E = N – 0 – T
≥10 = (N-1) – (T-1)
≥10 = (N-1) – (4-1)
≥10 = N -4
N ≥14
E = N – B – T
E = N – 0 – T
≤20 = (N-1) – (T-1)
≤20 = (N-1) – (4-1)
≤20 = N -4
N ≤24
Dari rumus tersebut didapatkan jumlah N adalah antara 14 – 24.
Jumlah N tersebut kemudian dibagi menjadi 4 kelompok penelitian, maka
jumlah masing-masing sampel minimal tiap kelompok adalah antara 4 – 6
sampel dalam setiap keompok sehingga jumlah sampel minimal adalah 16
sampel. Jumlah sampel berada direntang 14 sampai 24, sesuai dengan rumus
Mead.
33
Alasan pemilihan MEAD sebagai rumus jumlah sampel adalah :27
1. Rumus MEAD lebih sering digunakan untuk perhitungan jumlah sampel
yang menggunakan hewan percobaan.
2. Rumus MEAD menghasilkan jumlah sampel minimal dibandingkan
rumus lainnya.
3.3.3 Kriteria Inklusi
1. Tikus sehat dibuktikan dengan surat keterangan tikus sehat
2. Tikus sehat belum pernah dijadikan penelitian eksperimen lain
3. Tikus jantan Sprague dawley berumur 16 minggu dengan berat badan
172-249 gram
4. Kelompok Kontrol Positif: tikus jantan Sprague dawley yang di
induksi STZ (D)
5. Kelompok Kontrol Negatif : tikus jantan Sprague dawley yang tidak di
induksi STZ (N)
6. GDS < 200 mg/dl adalah normal
7. GDS >200 mg/dl adalah diabetes
3.3.4 Kriteria Ekslusi
1. Mati sebelum mendapat perlakuan
2. Tikus yang diinduksi streptozotosin namun tidak mengalami
diabetes
3. Tikus cacat
4. Tikus sakit
34
3.4 Cara Kerja Penelitian
3.4.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. 1. Alat kandang tikus
2. 2. Tempat makan dan minum tikus
3. 3. Handscoon
4. 4. Masker
5. Glukometer merk Easy Touch dan
Nesco
5. 6. Glucotest strip merk Easy Touch dan
Nesco
6. 7. Neraca digital
7. 8. Needle
8. 9. Oral sonde
9. 10. Alcohol swab
10. 11. Tissue
11. 12. Sentrifuge
10. 13. Minor set
11. 14. Neraca analitik
12. 15. Timbangan digital
13. 16. kulkas -70oC
14. 17. Termos es
15. 18. Vortex
16. 19. Stirrer
17. 20. pH meter
18. 21. Toples
19. 22. falcon tube
20. 23. Timbangan analitik
21. 24. Eppendorf
3.4.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Ekstrak kayu ular
2. Streptozotosin
3. Buffer Sitrat
4. Sukrosa 10%
5. Ether
6. Aquadest
7. NaCl
35
3.4.3 Adaptasi Hewan Sampel
Sampel diadaptasikan di Animal house selama 14 hari terhitung
dari hari pertama tikus datang. Adaptasi dilakukan dengan pemberian
makanan dan minuman yang disamakan semua tikus. Adaptasi
bertujuan agar semua tikus berada dalam kondisi yang sama saat
dilakukan penelitian dan menghindari objek mengalami kondisi stress.
3.4.4 Induksi Streptozosin
Setelah tikus adaptasi selama 14 hari di animal house, pada hari
15,16,17 dan 18 tikus diinduksi streptozotosin dengan dosis 40
mg/kgBB secara intraperitoneal. Tikus yang sudah disuntik kemudian
diberi larutan sukrosa 20% serta diberi makan yang cukup dalam 24
jam untuk mencegah hipoglikemia. Pengukuran kadar glukosa darah
sewaktu dilakukan pada hari ke-5 setelah induksi streptozotosin. Tikus
dengan kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 250 mg/dl dikatakan
sebagai kelompok tikus DM.
3.4.5 Pemberian Ekstrak Daun Kayu Ular
Tikus yang mengalami DM dengan perlakuan dan tikus normal
dengan perlakuan diberikan ekstrak kayu ular (Strychnos ligustrina)
dengan dosis 8,5 mg/KgBb selama 84 hari per oral dengan
menggunakan alat sonde yang kemudian dihitung sebagai hari ke-1.
Pemilihan dosis yang digunakan dalam penelitian berasal dari range
jurnal penelitian Oyedemi, et all 2012 menggunakan ekstrak Strychnos
henningsii yang masih dalam satu genus dengan Strychnos ligustrina
125 mg/KgBB dan penelitian Rajesh, et al 2012 menggunakan
Strychnos nux-vomiva yang juga masih dalam satu genus dengan
Strychnos ligustrina 3,6 mg/KgBB dapat menurunkan kadar glukosa
darah signifikan p< 0,05. Dari penelitian tersebut didapatkan range
dosis 3,6-125 mg/KgBB maka peneliti memilih dosis 8,5 mg/KgBB.28,29
3.4.6 Sacrifice (pembedahan)
Setelah perlakuan selesai, pada hari ke 84 semua kelompok tikus di
sacrifice. Tikus dimasukkan kedalam toples yang berisi tissue dan
diberi ether sampai tikus tidak berespon ketika diberi rangsangan,
36
kemudian tikus dibedah untuk diambil organ ginjalnya dan dimasukkan
kedalam eppendorf.
3.4.7 Pengukuran Sampel
3.4.7.1 Glukosa Darah
Pengukuran kadar glukosa darah sewaktu dilakukan sebanyak 4
kali yaitu satu kali sebelum tikus diabetes dan selama waktu pemberian
ekstrak setiap 4 minggu setelah pemberian ekstrak sampai hari ke 84
yaitu ke 1,28,56 dan 84 sebelum tikus di sacrifice. Sebelum melakukan
pengukuran, tikus terlebih dahulu dibius menggunakan larutan ether.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi rasa sakit saat pengukuran gula
darah sewaktu. Setelah itu, ekor tikus dibersihkan terlebih dahulu
menggunakan alcohol swab untuk mengurangi kontaminasi bakteri,
kemudian dilakukan pengambilan darah pada ekor tikus dengan
menggunakan needle berukuran 23G dan 26G. Darah yang keluar pada
ekor tikus kemudian diteteskan pada glukotest strip darah dan kemudian
dilihat hasilnya pada glukometer. Perdarahan yang terjadi kemudian
dihemostasis dengan melakukan penekanan langsung pada tempat
pengambilan darah untuk mencegah infeksi.
3.4.8.2 Berat Ginjal
Pengambilan ginjal dilakukan pada semua kelompok tikus
setelah hari ke 84 pemberian ekstrak kayu ular tikus jantan strain
Sprague dawley di sacrifice. Organ ginjal diambil dan dimasukkan
kedalam larutan NaCl 0,9% dan dikeringkan. Ginjal diambil selanjutnya
dimasukkan kedalam tabung eppendorf dan kemudian disimpan dalam
kulkas -70 C. Selanjutnya organ ginjal diambil dari kulkas dan
dilakukan proses penimbangan dengan menggunakan timbangan
analitik dan dilihat hasil dari penimbangan tersebut. Berat ginjal
diperoleh dari hasil perhitungan berat ginjal dibagi berat badan saat
sacrifice.
37
3.5. Alur Penelitian
Tikus tiba di animal house
Pembagian kelompok
Adaptasi tikus di animal house selama 14 hari,
diberi makan dan minum setiap hari. Setiap 3
tikus diletakkan dalam 1 kandang
pengukuran BB dan glukosa
Tikus diinduksi
streptozotosin 40 mg/KgBB
Kontrol negatif
Kelompok N
dengan GDS
<200 mg/dl
kelompok N+E
dengan GDS<200
mg/dl+pemberian
ekstrak kayu ular
8,5 mg/KgBB
Pemberian sukrosa 20%
peroral
Perlakuan
kelompok D+E
dengan GDS >200
mg/dl+pemberian
ekstrak kayu ular
8,5 mg/KgBB
Kontrol positif
kelompok dengan
GDS >200 mg/dl
tanpa pemberian
ekstrak kayu ular
8,5 mg/KgBB
Penimbangan berat ginjal
dengan melepaskan kapsula
renalis
Sacrifice seluruh kelompok
tikus, pembiusan dengan ether,
pengambilan organ ginjal
Pengukuran kadar glukosa
darah setiap 4 minggu sekali
38
3.6. Pengolahan Data dan Analisa Data
Setelah dilakukan pengambilan data, selanjutnya data diolah dengan
menggunakan program SPSS versi 22.0. Data yang diamati adalah berupa glukosa
darah dan berat ginjal. Jenis penelitian ini termasuk analitik komparatif numerik
tidak berpasangan yang membandingkan variabel dengan skala pengukuran
numerik pada lebih dari 2 kelompok. Sebelum dilakukan uji tersebut, perlu
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data. Pada pengolahan data glukosa
darah dilakukan uji kruskal-wallis dikarenakan uji normalitas didapatkan hasil
yang tidak sigifikan. Begitu juga dengan pengolahan data berat ginjal didapatkan
uji homogenitas tidak signifikan sehingga dilakukan uji Kruskal-wallis.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Glukosa Darah
Data glukosa darah yang diamati adalah jumlah rata-rata glukosa darah
sewaktu pada tikus yang diambil dari kelompok tikus normal (N) sebagai kontrol
negatif, kelompok tikus normal yang diberi ektrak kayu ular dengan dosis 8,5
mg/KgBB selama 84 hari (N+E), kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D) sebagai
kontrol positif, dan kelompok tikus DM yang diberi ektrak kayu ular dengan dosis
8,5 mg/KgBB selama 84 hari (D+E). Data yang diambil yaitu data GDS awal
penelitian pada hari ke-1, hari ke-28, hari ke-56 dan hari ke-84. Data yang
didapatkan selama penilitian adalah :
Tabel 4.1 Rata-rata dan standar deviasi glukosa darah tikus setiap kelompok
penelitian selama 84 hari
GDS Mean±SD (mg/dl)
Sampel Hari-1 Hari-28 Hari-56 Hari-84
N 114.2±18,71 111±16.06 112.5±16.09 109.2±16.24
N+E 101.2±27.2 106±8.91 104.7±13.3 111.2±32.3
D 491.1±135.8 370±105.4 586±24.25 559±40.51
D+E 510.3±96.62 345.3±134 440±55.33 311±124,7 Ket : SD = Standar deviasi, N = Normal, N+E = Normal dengan terapi kayu ular 8,5 mg/KgBB, D
= Diabetes, D+E = Diabetes dengan terapi kayu ular 8,5 mg/KgBB
39
40
Grafik 4.1 Rata-rata glukosa darah tikus pada setiap kelompok penelitian selama
84 hari
Ket: N = Normal, N+E = Normal dengan terapi kayu ular 8,5 mg/KgBB, D = Diabetes tanpa terapi
kayu ular 8,5 mg/KgBB, D+E = Diabetes dengan terapi kayu ular 8,5 mg/KgBB
Pada tabel 4.1 dan grafik 4.1 diatas dapat dilihat bahwa kadar rata-rata
glukosa darah pada kelompok tikus normal didapatkan hasil normal yaitu GDS
<250 mg/dL. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa glukosa darah pada tikus
normal berada pada nilai yang normal. Sedangkan rata-rata kadar GDS pada
kelompok tikus diabetes tanpa terapi dan kelompok tikus dengan terapi
mengalami peningkatan yang tinggi yaitu >250 mg/dL. Hal tersebut dikarenakan
STZ yang diinduksikan pada tikus mempengaruhi kadar glukosa darah dengan
merusak DNA yang menyebabkan nekrosis pada sel beta pankreas dan
mengganggu produksi insulin.
Pada kelompok tikus normal yang diberikan ekstrak kayu ular 8,5 mg/KgBB
selama 84 hari mengalami penurunan yang fluktuatif, pada hasil data diatas
menunjukan nilai GDS pada hari ke-84 mengalami peningkatan, dan mengalami
penurunan pada hari ke-1, hari ke-28, serta hari ke-56, dan nilai penurunan GDS
pada tikus normal dengan ekstrak kayu ular masih lebih rendah dari pada tikus
normal yang tidak diberi ekstrak kayu ular. Selain itu, hasil pengukuran pada
kelompok tikus diabetes yang diberi ekstrak kayu ular 8,5 mg/KgBB selama 84
hari mengalami penurunan yang fluktuatif juga dibandingkan dengan tikus
0
100
200
300
400
500
600
700
1 28 56 84
GD
S (m
g/d
l)
HARI
N N+E D D+E
41
diabetes yang tidak diberi ektrak kayu ular, pada grafik menunjukkan GDS pada
tikus diabetes dengan ekstrak sempat mengalami peningkatan pada hari ke-1 dan
hari ke-56 yang kemudian mengalami penurunan pada hari ke-28, dan hari ke-84
dan nilai penurunan GDS lebih rendah dari pada kelompok tikus diabetes yang
tidak diberi ekstrak kayu ular. Kedua hal ini menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak kayu ular dengan dosis 8,5 mg/KgBB selama 84 hari dapat menurunkan
kadar GDS baik pada tikus diabetes maupun tikus normal.
Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi dikarenakan pemberian ekstrak
kayu ular (strychnos ligustrina) 8,5 mg/KgBB selama 84 hari. Salah satu
kandungan kayu ular adalah alkaloid yang mampu menurunkan kadar glukosa
darah dengan cara menghambat absorpsi di usus, meningkatkan transportasi
glukosa di dalam darah dengan merangsang sintesis glikogen dan menghambat
sintesis glukosa. Selain itu, kayu ular juga mengandung Saponin (steroid dan
triterpenoid) yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan salah satu
mekanismenya yaitu menghambat pelepasan enzim α-glukosidase.20,8
Analisis data yang dilakukan pertama kali adalah uji normalitas dan
homogenitas pada data glukosa darah semua kelompok tikus untuk mengetahui
distribusi data secara signifikan. Hasil analisa data yang didapatkan pada uji
tersebut menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal dengan p <0,05
sehingga selanjutnya dilakukan uji Kruskal-wallis.
Tabel 4.2 Uji Kruskal-wallis glukosa darah selama 84 Hari
Sampel Mean±SD P. value
N 111±16,77
0,005 N+E 106±20,42
D 505±76,49
D+E 365,3±102,6 Ket : SD = Standar deviasi, N = Normal, N+E = Normal dengan terapi kayu ular 8,5 mg/KgBB,
D = Diabetes, D+E = Diabetes dengan terapi kayu ular 8,5 mg/KgBB
Berdasarkan tabel hasil uji Kruskal-wallis didapatkan p value <0,05 yaitu P =
0,005 yang menunjukkan terdapat perbedaan rata-rata glukosa darah yang
bermakna antar semua kelompok penelitian.
42
Selanjutnya dilakukan kembali uji Mann-Whitney untuk mengetahui pada hari
keberapa terjadi perbedaan rata-rata kadar GDS pada kelompok tikus diabetes
tanpa terapi dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes dengan terapi ekstrak
kayu ular.
Tabel 4.3 Hasil analisis statistik uji Mann-whitney GDS antara kelompok tikus
diabetes tanpa terapi dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes dengan terapi
ekstrak kayu ular selama 84 hari.
Hari KELOMPOK TIKUS P-value Mann-whitney
1
D VS D+E
0,827 28 0,827 56 0,046* 84 0,046*
Ket: D = Diabetes, D+E = Diabetes dengan terapi ekstrak kayu ular 8,5 mg/kgBB selama 84 hari,
* = p<0,05
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata GDS
kelompok tikus diabetes tanpa terapi dibandingkan dengan kelompok tikus
dengan terapi ekstrak kayu ular yaitu pada hari ke-56 dan hari ke-84 memiliki
hasil yang signifikan. Sedangkan pada hari ke-1 dan hari ke-28 kelompok tikus
diabetes dengan terapi ekstrak kayu ular mengalami penurunan kadar glukosa
darah namun tidak mengalami perbedaan yang dignifikan. Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan ekstrak kayu ular sebagai terapi DM mampu menurunkan
kadar glukosa darah setelah penggunaan selama 56 atau sampai 84 hari.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi (2010) mengenai efek
anti diabetes rebusan kayu ular 2 ml/200 BB tikus pada tikus diabetes mampu
memberikan reaksi dalam menurunkan kadar glukosa darah, yang berarti kayu
ular mampu merangsang reseptor insulin pada sel beta yang tidak rusak
sempurna.8 Dari hasil studi yang dilakukan oleh peneliti juga menunjukkan
bahwa adanya perbedaan rata-rata penurunan kadar glukosa darah yang signifikan
antar kelompok normal, normal dengan terapi kayu ular 8,5 mg/kgBB selama 84
hari, diabetes tanpa terapi, dan diabetes dengan terapi kayu ular 8,5 mg/kgBB
selama 84 hari dengan p value (0,005).
43
4.2 Berat ginjal
Pengukuran berat ginjal dilakukan pada akhir penelitian pada kelompok
tikus normal (N) sebagai kontrol negatif, kelompok tikus normal yang diberi
ekstrak kayu ular 8,5 mg/KgBB selama 84 hari (N+E), kelompok tikus diabetes
(D) dan kelompok tikus diabetes yang diberi ekstrak kayu ular 8,5 mg/KgBB
(D+E).
Analisis data statistik yang dilakukan adalah uji normalitas dan
homogenitas berat ginjal pada semua kelompok. Uji normalitas hasilnya
didapatkan p >0.05 menunjukkan bahwa data tersebut normal, selanjutnya
dilakukan uji homogenitas, lalu didapatkan hasil p <0.05 yang menunjukkan
bahwa data tersebut tidak homogen sehingga selanjutnya adalah melakukan uji
Kruskal wallis.
Data yang didapatkan selama penelitian adalah :
Tabel 4.4 Hasil analisis uji statistik Kruskal-wallis rata-rata berat ginjal pada
seluruh kelompok penelitian selama 84 hari.
BERAT GINJAL Mean±SD
SAMPEL MEAN p-value Kruskal-wallis
N 3.18±0.19
0.009 N+E 2.86±0.06
D 4.67±1.06
D+E 4.02±0.50 Ket : SD = Standar deviasi, N = Normal, N+E = Normal dengan terapi kayu ular 0,855 mg/KgBB,
D = Diabetes, D+E Diabetes dengan terapi kayu ular 0,855 mg/KgBB
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata berat ginjal pada
semua kelompok tikus penelitian selama 84 hari didapatkan hasil p value <0.05
yaitu p = 0.009 yang menunjukkan terdapat perbedaan rerata berat ginjal yang
signifikan pada semua kelompok penelitian.
44
Grafik 4.2 Rerata berat ginjal pada semua kelompok penelitian selama 84 hari dan
hasil uji statistik Mann-whitney berat ginjal
Ket: N = Normal, N+E = Normal dengan terapi kayu ular 8,5 mg/KgBB, D = Diabetes tanpa terapi
kayu ular 8,5 mg/KgBB, D+E = Diabetes dengan terapi kayu ular 8,5 mg/KgBB, NS = tidak
signifikan (non significant), * = p<0,05
Uji Mann-whitney dilakukan untuk mengetahui kelompok tikus mana saja yang
mengalami perbedaan yang signifikan. Berdasarkan grafik 4.2 hasil uji Mann-
whitney didapatkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata berat ginjal yang
signifikan pada kelompok N dibandingkan kelompok N+E (p=0,034), kelompok
N+E dibandingkan dengan kelompok D (p=0,034), kelompok D dibandingkan
kelompok N (p=0,034), kelompok D+E dibandingkan kelompok N+E (p=0,034),
kelompok D+E dibandingkan kelompok N (p=0,034), sedangkan pada kelompok
D dibandingkan kelompok D+E (p=0,275) menunjukkan perbedaan yang tidak
signifikan.
Tabel 4.4 dan grafik 4.2 diatas menunjukkan bahwa rata-rata berat ginjal pada
kelompok tikus diabetes (D) berada pada tingkat berat ginjal yang paling tinggi
jika dibandingkan dengan kelompok tikus lain. Jika dibandingkan kelompok
normal (N) dengan kelompok normal dengan terapi (N+E) menunjukkan memiliki
berat ginjal lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus dengan terapi (N+E).
Kemudian jika dibandingkan kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D) dengan
0
1
2
3
4
5
6
N N+E D D+E
Be
rat
Gin
jal
Kelompok Tikus
*
*
* NS
*
*
45
kelompok tikus diabetes dengan terapi (D+E) tingkat berat ginjal lebih tinggi
daripada kelompok tikus diabetes tanpa terapi (D). Hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak kayu ular 8,5 mg/kgBB selama 84 hari mampu menurunkan berat ginjal
pada tikus diabetes.
Hiperglikemia pada diabetes melitus menyebabkan perubahan fungsi ginjal.
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan pembentukan AGEs, stress oksidatif,
aktivasi jalur poliol dan pengaktifan hexosamine yang akhirnya menyebabkan
inflamasi dan kerusakan ginjal.23
Kandungan yang terdapat pada kayu ular yaitu
alkaloid dan flavonoid sebagai anti oksidan. Flavonoid yang terdapat pada kayu
ular mampu mencegah akumulasi AGEs yang efektif pada hewan diebetes sebagai
renoprotective.20,24
Selain itu, dikemukakan dan disimpulkan oleh Sadono (2011),
bahwa bagian pohon yang memiliki aktivitas antioksidan paling besar adalah
ekstrak metanol kayu.20
Pada genus yang sama dengan Strychnos ligustrina yaitu
Strychnos potatorum sebagai antioksidan dapat digunakan untuk mengobati
masalah ginjal.30
Terapi antioksidan dapat memperbaiki atau menghambat
nefropati diabetik pada hewan penelitian. Terdapat laporan bahwa hipertrofi
glomerulus terhambat melalui konsumsi ekstrak antioksidan herbal.31
4.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang dimiliki dalam penelitian ini diantaranya :
1. Dosis yang dipakai hanya 1, sehingga tidak terdapat perbandingan hasil
antara kelompok dosis.
2. Referensi mengenai ektrak kayu ular masih kurang.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji statistik dan pembahasan pada penelitian, maka
peneliti dapat menyimpulkan bahwa :
1. Pemberian ekstrak kayu ular (Strychnos ligustrina) dengan dosis 8,5
mg/KgBB selama 84 hari dapat menurunkan glukosa darah tikus jantan
strain Sprague dawley yang diinduksi STZ secara signifikan (p-value
0,005) dibandingkan dengan kelompok tikus DM tanpa terapi, normal
dengan terapi dan normal.
2. Pemberian ekstrak kayu ular (Strychnos ligustrina) dengan dosis 8,5
mg/KgBB selama 84 hari dapat menurunkan berat ginjal tikus jantan strain
sprague dawley yang diinduksi STZ secara signifikan (p-value 0.009) pada
tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi STZ dibandingkan
dengan kelompok tikus DM tanpa terapi, normal dengan terapi dan
normal.
5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang efek ekstrak kayu ular
(Strychonus ligustrina) terhadap tikus yang diinduksi Streptozotosin
dengan membandingkan beberapa dosis, agar dapat ditentukan kadar dosis
yang memberikan efek terbaik.
2. Melakukan penelitian lebih lanjut tentang efek ekstrak kayu ular
(Strychonus ligustrina) terhadap organ ginjal yang menggunakan
parameter lain seperti ureum, kreatinin, albumin, dan histopatologi.
46
47
BAB VI
KERJASAMA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan bagian kerjasama antara penelitian mahasiswa
dengan kelompok penelitian diabetes dan regenerasi pankreas FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yaitu dr. Flori Ratna Sari, Ph.D dan dr. Hari Hendarto,
Sp.PD, KEMD, Ph.D, FINASIM.
47
48
DAFTAR PUSTAKA
1. International Federation of Diabetes. IDF Diabetes Atlas 6th Ed. 2017
2. PERKENIKonsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2 di
Indonesia. Jakarta: PERKENI. 2015
3. Balitbang Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI. 2013
4. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Situasi
dan Analisis DM. Jakarta: Infodatin Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. 2014
5. Tomino, Yasuhiko., Gohda, Tomohito. The Prevalence and Management
of Diabetic Nephropathy in Asia. Kidney Dis 2015;1:52–60
6. Sudoyo,AW. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Diabetes Melitus di
Indonesia. Jakarta: Interna Publishing. 2015
7. Kumar,Abbas, Fausto. Pathologic Basis of Disease. 10th
ed. USA:
Saunders. 2016
8. Kuniadi. Anti Diabetic Effects of Boiled Sea Jujube on White Rats Induced
Alloxan. Majalah llmu Faal Indonesia Vol 9 / 2 / 2010
9. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes
mellitus. Diabetes Care. 2018
10. Silverthorn, Dee Unglaub. Fisiologi manusia. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2013
11. Sherwood,Lauralee. Human Physology:From Cell to System 9th
ed. US:
Brooks/Cole Cengage Learning. 2016
12. Dawn.B. mark, PhD.dkk. Biokimia kedokteran Dasar. Jakarta, EGC. 2000
13. Guyton, A.C. and Hall, J.E. Textbook of Medical Physiology 13th
ed.
Philadelphia, PA, USA : Elsevier Saunders. 2016
14. Ganong WF. Review of Medical Physiology. Jakarta; EGC. 2017
15. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit ed.6.Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015
16. Greenspan, F.S. dan Gardner, D.G. Basic and Clinical Endokrinology 9th
ed. Lange Medical Books/McGraw-Hill Companies. USA. 2011
48
49
17. Batuman, Vecihi., Khardori Romesh. Diabetic Nephropathy. Diabetic
Nephropathy Practice Essentials, Pathophysiology, Etiology. 2017
18. Vujicic, Bozidar., Turk, Tamara, dkk. Diabetic Nephropathy.Vujičić et al.,
licensee InTech. 2012
19. Setiawan, Ogi., Wahyuni, Nurul., dkk. Bidara Laut (Strychnos ligustruna
blume) syn.S.Lucida R. Br: Sumber bahan obat potensial di Nusa
Tenggara Barat dan Bali. Forda Press. 2014
20. Gusmailina., Komarayati, Sri., Eksplorasi potensi senyawa organik kayu
ular. Pros sem nas masy biodiv indon Volume 1, Nomor 7. 2015
21. Goud BJ, Dwarakanath, Swamy BKC. Streptozotocin - A Diabetogenic
Agent in Animal Models. International Journal of Pharmacy and
Pharmatical Research. 2015
22. Abeeleh, M.A., Ismail, Z.B., Alzaben, K.R, Abu-Halaweh, S.A., Al-Essa,
M.K., Abuabeeleh, J., (2009). Induction of Diabetes Mellitus in Rats
Using Intraperitoneal Streptozotocin: A Comparison between 2 Strains of
Rats. European Journal of Scientific Research. 32(3): 398-402.
23. Szkudelski, T., (2001), The Mechanism Of Alloxan And Streptozotocin
Action In β Cells Of The Rat Pankreas, Physiology Research, 50:54-536.
24. Musabayane., The effects of medicinal plants on renal function and blood
pressure in diabetes mellitus. Cardiovasc J Afr. 2012 Sep;23(8):462-8.
25. Sarmento, Nevio., Worachartcheewan., Apilak, dkk. Antimicrobial,
antioxidant and anticancer activities of strychnos lucida r. Br. Sarmento et
al., Afr J Tradit Complement Altern Med. (2015) 12(4):122-127
26. Syarif, Amir., Estuningtya, Ari. Dkk. Farmakologi dan Terapi.
Departemen Farmaklogi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia.
Ed 5. 2017
27. Singh AS, Masuku MB. Sampling techniques and determination of sample
size in applied statistic research: an overview. Int. J. ECM. 2014
28. Bhati, Rajesh. Strychnos nux-vomica seeds: Pharmacognostical
standardization, extraction, and antidibetic activity. Journal of Ayurveda
& Integrative medicine. 2012
50
29. Oyedemi, Sunday. Antidiabetic Activities of Aqueous Stem Bark Extract of
Strychnos henningsii Gilg in streptozotocin-nicotinamide Type 2 Diabetic
Rats. Iranian Journal of Pharmaceutical Research (2012), 11(1): 221-228.
2012
30. Chaudhary, rupali R. Kalkar, Surekha A. Dkk. In Vitro Evaluation of the
Antioxidant Potensial of Strychnos Potatorum L. E-ISSN 2249-7544.2015
31. Tavafi, Majid. Diabetic nephropathy and antioxidants. J Nephropathol
v.2(1); 2013 Jan PMC3886179
51
LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Keterangan Tikus Sehat
Gambar 7.1 Surat Keterangan Tikus Sehat
Gambar 7.1 Surat Keterangan Tikus Sehat
52
Lampiran 2
Hasil Determinasi/Identifikasi Bahan Uji
Gambar 7.2 Hasil determinasi/identifikasi bahan uji
52
53
Lampiran 3
Ekstraksi Kayu Ular
Gambar 7.3 Surat Keterangan Ekstraksi Kayu Ular
53
54
Lampiran 4
Gambar Proses Penelitian
1. Kedatangan tikus dan adaptasi di animal house
Gambar 7.4 Tikus sampai di Animal House
dan dilakukan adaptasi
Gambar 7.5 Tikus disusun pada rak
penyimpanan di Animal House
2. Pembuatan Buffer Sitrat
Gambar 7.6 Bahan untuk pembuatan Buffer
Sitrat yaitu Natrium sitrat dan Asam Sitrat
Gambar 7.7 Buffer Sitrat diukur di alat pH
meter dengan target pH 4,5
54
55
Gambar 7.8 Buffer Sitrat 0,1 M dengan pH
4,5
Gambar 7.9 Larutan Standar pH untuk
kalibrasi alat pH meter
3. Pemberian Label dan Induksi Streptozotocin
Gambar 7.10 Streptozotocin Bubuk
Gambar 7.11 Pemberian Label
menggunakan spidol warna hitam, merah
dan biru pada bagian proksimal pada ekor
tikus
56
Gambar 7.12 Injeksi Streptozotocin
Intraperitoneal
4. Pembuatan Larutan Sukrosa
Gambar 7.13 Pembuatan Larutan
Sukrosa
Gambar 7.14 Penimbangan Bubuk Sukrosa
57
Gambar 7.15 Sukrosa diaduk dengan
magnetic stirrer
Gambar 7.16 Hasil Pembuatan Sukrosa 20%
5. Pembuatan dan proses pemberian Ekstrak Kayu Ular
Gambar 7.17 Proses pemberian
ekstrak Kayu Ular menggunakan
sonde secara peroral
Gambar 7.18 Proses homogen ekstrak kayu ular
dengan aquades menggunakan vortex selama 7
menit
58
6. Proses pengukuran GDS
Gambar 7.19 Tempat tikus ketika akan
diambil darah untuk dilakukan pengukuran
GDS
Gambar 7.21 Proses ketika akan dilakukan
pengambilan darah
Gambar 7.20 Tempat keluar ekor tikus
ketika akan diambil darah pada pengukuran
GDS
Gambar 7.22 Proses pengukuran Gula
Darah Sewaktu dengan menggunakan
Glukocek
59
Gambar 7.23 Proses pengambilan sampel
darah tikus dari ekor tikus dengan
menggunakan needle dan spuit untuk
pengukuran GDS
7. Proses Sacrifice Tikus
Gambar 7.24 Anastesi tikus dengan
menggunakan ether sampai tikus tidak
sadar / pingsan
Gambar 7.25 Proses pemotongan Rongga Thoraks
dan Abdomen tikus untuk pengambilan organ ginjal
60
Gambar 7.26 Proses pengambilan organ
ginjal
Gambar 7.27 Proses penyimpanan ginjal
dalam eppendorf yang berisi NaCl
Gambar 7.28 Proses penimbangan berat
organ ginjal menggunakan timbangan
analitik
61
Lampiran 5
Cara Perhitungan
a) Pembuatan Buffer Sitrat
Buffer sitrat yang digunakan yaitu buffer sitrat 0,1 M dengan pH 4,5. Untuk
mendapatkannya harus mencampurkan :
Larutan A : 2,101 gr Asam Sitrat dalam 100 ml akuades
Larutan B : 2,941 gr Na Sitrat dalam 100 ml akuades
Homogenisasi larutan A dengan menggunakan magnetic stirrer
Dan homogenisasi larutan B dengan menggunakan magnetic stirrer
Untuk membuat Buffer Sitrat 0,1 M dengan pH 4,4 , maka campurkan Larutan A
sebanyak 28 ml dan Larutan B sebanyak 22 ml. Kemudian volume ditambah
menggunakan akuades sampai volume 100 ml , lalu homogenkan menggunakan
magnetic stirrer
Kemudian pH Buffer Sitrat diukur di alat pH meter terkalibrasi
dengan target pH 4,5
Menambahkan NaOH 1M bila pH Buffer terlalu asam atau
menambahkan HCl 1M bila pH Buffer terlalu basa kedalam Larutan Buffer Sitrat
sampai mencapai target pH 4,5
61
62
b) Pembuatan Induksi Streptozotocin
Dosis streptozotocin yang digunakan adalah 40 mg/kgBB.
=
=
100 gram BB dilarutkan dengan 0,1 ml buffer sitrat
Maka
Dari hasil pengukuran BB tikus, rerata BB tikus yang akan disuntik pada hari 15
adalah 230 gram include tikus dengan ekstrak kayu ular
Cara pencampuran STZ dengan buffer sitrat :
1. Hitung BB tikus yang akan disuntik (ex:230 gram)
2. Dosis STZ =
x 230 gram
= 9,2 mg tikus
3. Menentukan dosis buffer sitrat (pelarut) yang digunakan
Dosis buffer sitrat yang digunakan =
=
= 0,23 ml buffer sitrat tikus dengan brat 230 gram.
c) Pembuatan Sukrosa 20%
Larutan sukrosa yang digunakan pada penelitian ini adalah sukrosa 20% sama dengan
20 gr sukrosa / 100 mL akuades.
Maka campurkan sukrosa seberat 20 gr dan 100 mL akuades kemudian
dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer
63
d) Pembuatan Ekstrak Kayu Ular
Dosis yang digunakan adalah 8,5 mg/kgBB
=
=
=
=
Pembuatan sediaan untuk 10 tikus dengan berat badan 200 g
10 x 200 x
= 17 mg
Dosis pelarut untuk ekstrak kayu ular
=
X = 20 ml
Jadi untuk melarutkan 17 mg diperlukan 20 ml aquades. Tikus diberikan 1 ml setiap
100 gr (untuk mencapai dosis 8,5 mg/kgBB).
64
Lampiran 6
Hasil Uji Statistik SPSS
1. HASIL UJI GDS
a. Uji Normalitas GDS
Tests of Normality
Group Tikus
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
GDS_22_Jan D + E ,219 3 . ,987 3 ,783
D ,297 3 . ,916 3 ,440
N+E ,254 4 . ,955 4 ,745
N ,192 4 . ,990 4 ,959
GDS_17_Feb D + E ,320 3 . ,884 3 ,337
D ,264 3 . ,954 3 ,589
N+E ,284 4 . ,867 4 ,287
N ,200 4 . ,987 4 ,940
GDS_25_Mar D + E ,245 3 . ,970 3 ,670
D ,385 3 . ,750 3 ,000
N+E ,220 4 . ,949 4 ,712
N ,213 4 . ,983 4 ,919
GDS_20_Apr D + E ,385 3 . ,750 3 ,000
D ,178 3 . 1,000 3 ,959
N+E ,274 4 . ,894 4 ,402
N ,219 4 . ,928 4 ,584
a. Lilliefors Significance Correction
b. Uji Homogenitas GDS
Test of Homogeneity of Variances
Levene Statistic df1 df2 Sig.
GDS_22_Jan 3,620 3 10 ,053
GDS_17_Feb 10,179 3 10 ,002
GDS_25_Mar 3,383 3 10 ,062
GDS_20_Apr 10,664 3 10 ,002
64
65
c. Uji Kruskal-wallis GDS
d. Uji mann-whitney kelompok tikus D+E vs D
Test Statisticsa
GDS_17_Feb
Mann-Whitney U 4,000
Wilcoxon W 10,000
Z -,218
Asymp. Sig. (2-tailed) ,827
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
HARI KE-1 HARI KE-28
Test Statisticsa
GDS_20_Apr
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 6,000
Z -1,993
Asymp. Sig. (2-tailed) ,046
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,100b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
HARI KE-56 HARI KE-84
Test Statisticsa
GDS_22_Jan
Mann-Whitney U 4,000
Wilcoxon W 10,000
Z -,218
Asymp. Sig. (2-tailed) ,827
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
Test Statisticsa
GDS_11_Mar
Mann-Whitney U 4,500
Wilcoxon W 10,500
Z ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1,000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1,000b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
66
2.HASIL UJI SPSS BERAT GINJAL
a. Uji normalitas berat ginjal
Tests of Normality
Group Tikus
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
BERATGINJAL D + E ,261 3 . ,957 3 ,601
D ,223 3 . ,985 3 ,766
N+E ,204 4 . ,950 4 ,717
N ,240 4 . ,954 4 ,741
a. Lilliefors Significance Correction
b. Uji homogenitas berat ginjal
Test of Homogeneity of Variances
BERATGINJAL
Levene Statistic df1 df2 Sig.
4,738 3 10 ,026
c. Uji Kruskal-wallis berat ginjal
67
d. Uji Mann-whitney berat ginjal
Test Statisticsa
BERATGINJAL
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 10,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,057b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
D vs D+E D vs N
Test Statisticsa
BERATGINJAL
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 10,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,057b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
D vs N+E N vs N+E
Test Statisticsa
BERATGINJAL
Mann-Whitney U 2,000
Wilcoxon W 8,000
Z -1,091
Asymp. Sig. (2-tailed) ,275
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,400b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
Test Statisticsa
BERATGINJAL
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 10,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,057b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
68
Test Statisticsa
BERATGINJAL
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 10,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,057b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
D+E vs N+E D+E vs N
Test Statisticsa
BERATGINJAL
Mann-Whitney U ,000
Wilcoxon W 10,000
Z -2,121
Asymp. Sig. (2-tailed) ,034
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] ,057b
a. Grouping Variable: Group Tikus
b. Not corrected for ties.
69
Lampiran 7
Riwayat Penulis
Riwayat Penulis
Identitas
Nama : Lilis Siti Nursaadah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Ciamis, 27 September 1997
Agama : Islam
Alamat : jl. Kubang RT/RW 02/07 Ds. Andapraja Kec. Rajadesa,
Ciamis
e-Mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2003-2009 : SDN 2 Andapraja
2009-2012 : MTsN 28 Rajadesa
2012-2015 : MAN 2 Ciamis
2015-Sekarang : Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
69