efektivitas model pembelajaran berbasis …/efekti... · halaman pengesahan ... lampiran 2 lembar...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
DALAM MENENTUKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN SISWA
SMK DI SURAKARTA
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
YUDI CAHYA ARIYANTO
NIM S851008055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH DALAM MENENTUKAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN SISWA
SMK DI SURAKARTA” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas
plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain
untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis
digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber
acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat
dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17 tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs
UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan
publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Program studi
Matematika PPs UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang
diterbitkan oleh Prodi Matematika PPs UNS. Apabila saya melakukan
pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan
sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, Juni 2012
Mahasiswa,
Yudi Cahya Ariyanto
NIM S851008055
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Belajar adalah kegiatan yang menyenangkan.
Karya tesis ini saya persembahkan kepada:
1. SMK yang ada di Surakarta
2. Istri dan anakku tersayang
3. Ayah dan ibu tercinta.
3. Pemerhati Pendidikan Matemátika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
bimbingan dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tesis
ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
atas kebijakannya memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah berkenan menerima
penulis untuk melanjutkan studi di Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta Program Studi Pendidikan Matematika.
3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan dorongan dalam penulisan tesis ini.
4. Dr.H. Mardiyana, M.Si., Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus
pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam
penulisan tesis ini.
5. Drs. Suyono, M.Si., pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penulisan tesis ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
6. Kepala SMK Negeri 6 Surakarta, Kepala SMK Negeri 8 Surakarta dan
Kepala SMK Kristen 2 Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian
untuk tesis ini.
7. Bapak dan Ibu guru matematika SMK Negeri 6 Surakarta, SMK Negeri 8
Surakarta dan SMK Kristen 2 Surakarta yang telah membantu dalam
penelitian tesis ini.
Mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi yang membaca.
Surakarta, Juni 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ……… iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………………………. v
KATA PENGANTAR …………………………………………………… vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xiv
ABSTRAK ………………………………………………………………. xv
ABSTRACT ……………………………………………………………… xvi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….. 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………….. 1
B. Identifikasi Masalah ………………………………………. 5
C. Pemilihan Masalah ……………………………………… 7
D. Pembatasan Masalah ………………………………………. 8
E. Rumusan Masalah ………………………………………… 8
F. Tujuan Penelitian ………………………………………… 9
G. Manfaat Penelitian ………………………………………… 10
BAB II LANDASAN TEORI ………………………………………… 12
A. Tinjauan Pustaka ………………………………………… 12
1. Pengertian Belajar……………………………………… 12
2. Pembelajaran Berbasis Masalah …………………….. 19
3. Pembelajaran Matematika Realistik …………………. 25
4. Kemampuan Penalaran ………………………………… 27
5. Hasil Belajar Matematika …………………………….. 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
a. Hasil Belajar ………………………………………. 29
b. Matematika dan Matematika di SMK ……………... 31
B. Penelitian yang Relevan …………………………………… 32
C. Kerangka Berpikir …………………………………………. 35
1. Pengaruh Model PBL terhadap Hasil Belajar Matematika 35
2. Pengaruh Kemampuan Penalaran Terhadap Hasil Belajar
Matematika …………………………………………… 36
3. Pengaruh Model PBL dan Kemampuan Penalaran
Terhadap Hasil Belajar Matematika …………………. 36
D. Hipotesis …………………………………………………… 38
BAB III METODE PENELITIAN …………………………………….. 40
A. Tempat Penelitian, Subyek Penelitian dan Waktu Penelitian 40
1. Tempat Penelitian dan Subyek Penelitian ……………. 40
2. Waktu Penelitian ………………………………………. 40
B. Jenis Penelitian ……………………………………………. 40
C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel dan Sampel Penelitian 42
1. Populasi ……………………………………………….. 42
2. Teknik Pengambilan Sampel ………………………… 43
3. Sampel Penelitian ……………………………………… 45
D. Teknik Pengumpulan Data ………………………………… 45
E. Metode Pengumpulan Data ……………………………….. 47
1. Uji Validitas Isi ……………………………………….. 47
2. Uji Reliabilitas …………………………………………. 48
3. Analisis Butir Soal …………………………………….. 48
a. Daya Pembeda …………………………………….. 48
b. Tingkat Kesukaran ………………………………… 49
F. Teknik Analisis Data ……………………………………... 50
1. Uji Prasyarat Keseimbangan populasi ………………… 50
a. Uji Normalitas …………………………………….. 50
b. Uji Homogenitas Variansi …………………………. 51
2. Uji Keseimbangan Populasi …………………………… 52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
G. Pengujian Hipotesis ………………………………………. 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………….. 62
A. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ……………………… 62
1. Instrumen Kemampuan Penalaran …………………….. 62
2. Instrumen Hasil Belajar Matematika ………………… 63
B. Hasil Uji Keseimbangan Populasi ………………………… 65
1. Uji Prasyarat Keseimbangan populasi ………………… 65
a. Uji Normalitas …………………………………….. 65
b. Uji Homogenitas Variansi …………………………. 66
2. Uji Keseimbangan Populasi …………………………… 67
C. Deskripsi Data Hasil Belajar ……………………………… 67
D. Analisis Variansi …………………………………………. 68
1. Uji Prasyarat Analisis Variansi ……..………………… 68
a. Uji Homogenitas Variansi ………………………… 68
b. Uji Normalitas …………….………………………. 69
2. Uji Hipotesis Penelitian………………………………… 69
E. Uji Lanjut Pasca Anava …………………………………… 71
F. Pembahasan Hasil Penelitian ……………………………… 72
G. Keterbatasan Penelitian …………………………………… 77
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ………………… 79
A. Kesimpulan ………………………………………………… 79
B. Implikasi ………………………………………………….. 79
1. Implikasi Teoretis …………………………………….. 80
2. Implikasi Praktis ………………………………………. 80
C. Saran ………………………………………………………. 81
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran ............................... 86
Lampiran 2 Lembar Jawab Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran ...... 98
Lampiran 3 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran ....................... 99
Lampiran 4 Uji Reliabilitas, Validitas dan Tingkat Kesukaran Soal
Tes Kemampuan Penalaran ............................................... 102
Lampiran 5 Tes Kemampuan Penalaran ............................................... 112
Lampiran 6 Lembar Jawab Tes Kemampuan Penalaran ...................... 123
Lampiran 7 Kisi-kisi Tes Akhir Hasil Belajar ..................................... 124
Lampiran 8 Soal Tes Uji Coba .............................................................. 126
Lampiran 9 Lembar Jawab Tes Uji Coba ............................................. 130
Lampiran 10 Hasil Uji Coba Soal Tes Akhir Hasil Belajar .................... 131
Lampiran 11 Uji Reliabilitas, Validitas dan Tingkat Kesukaran Soal
Tes Akhir Hasil Belajar ..................................................... 133
Lampiran 12 Soal Tes Akhir Hasil Belajar ............................................. 139
Lampiran 13 Lembar Jawab Tes Akhir .................................................. 143
Lampiran 14 Silabus Matematika Tahun Pembelajaran 2011-2012 ....... 144
Lampiran 15 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .................................. 146
Lampiran 16 Soal Tes Awal ................................................................... 171
Lampiran 17 Lembar Jawab Tes Awal ................................................... 175
Lampiran 18 Hasil Tes Awal .................................................................. 176
Lampiran 19 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 1 (Free PBL) ...... 182
Lampiran 20 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL) . 186
Lampiran 21 Uji Homogenitas antara Kelompok Eksperimen 1 (Free
PBL) dan Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL) ........ 190
Lampiran 22 Uji Keseimbangan antara Kelompok Eksperimen 1 (Free
PBL) dan Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL) ......... 195
Lampiran 23 Hasil Tes Kemampuan Penalaran dan Tes Akhir Hasil
Belajar Kelas Eksperimen 1 .............................................. 197
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
Lampiran 24 Hasil Tes Kemampuan Penalaran dan Tes Akhir Hasil
Belajar Kelas Eksperimen 2 .............................................. 200
Lampiran 25 Uji Homogenitas antara Kelompok Eksperimen 1 (Free
PBL) dan Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL) ........ 203
Lampiran 26 Uji Homogenitas antara Kelompok Kemampuan Penalaran
Tinggi, Sedang dan Rendah .............................................. 208
Lampiran 27 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 1 (Free PBL) ....... 212
Lampiran 28 Uji Normalitas Kelompok Eksperimen 2 (Modified PBL) . 216
Lampiran 29 Uji Normalitas Kelompok Kemampuan Penalaran Tinggi 220
Lampiran 30 Uji Normalitas Kelompok Kemampuan Penalaran Sedang 223
Lampiran 31 Uji Normalitas Kelompok Kemampuan Penalaran Rendah 226
Lampiran 32 Anava Dua Jalan ............................................................... 229
Lampiran 33 Uji Lanjut Pasca Anava ..................................................... 235
Lampiran 34 Surat Permohonan Ijin Penelitian ...................................... 239
Lampiran 35 Surat Keterangan Penelitian di SMK Negeri 6 Surakarta .. 240
Lampiran 36 Surat Keterangan Penelitian di SMK Negeri 8 Surakarta .. 241
Lampiran 37 Surat Keterangan Penelitian di SMK Kristen 2 Surakarta . 242
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Distribusi Nilai Matematika Ujian Nasional SMK Tahun
pembelajaran 2009/2010 di Surakarta ……………………… 3
Tabel 2 Langkah-langkah Pembelajaran Free PBL dan Modified PBL 24
Tabel 3.1 Desain Penelitian .................................................................... 41
Tabel 3.2 Daftar SMK di Surakarta yang Diurutkan Berdasarkan Rata-
rata Nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika
Tahun 2009/2010 …………………………………………… 44
Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Lilliefors .......................... 66
Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi ....................... 66
Tabel 4.3 Rangkuman Uji Keseimbangan Sampel …………………… 67
Tabel 4.4 Deskripsi Skor Hasil Belajar Matematika …………………. 67
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Lilliefors ……………………………. 68
Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Bartlet ................................................. 69
Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis ............................................ 70
Tabel 4.8 Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis .............. 71
Tabel 4.9 Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom ....................... 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Perbedaan Hasil Belajar antara model free PBL dan
modified PBL …………………………………………….. 73
Gambar 4.2 Perbedaan Hasil Belajar Menurut Kemampuan Penalaran .. 75
Gambar 4.3 Grafik Hasil Belajar ditinjau dari Model Pembelajaran
dan Kemampuan Penalaran ................................................. 77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRAK
Yudi Cahya Ariyanto, S851008055, Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis
Masalah dalam Menentukan Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan
Penalaran Siswa SMK di Surakarta. Pembimbing I: Dr. H. Mardiyana, M.Si.
Pembimbung II: Drs. Suyono, M.Si. Tesis: Program Studi Pendidikan
Matematika. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Manakah yang hasil
belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model
pembelajaran free PBL atau modified PBL? (2) Manakah yang hasil belajar
matematikanya lebih baik, siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi,
sedang atau rendah? (3) apakah perbedaan hasil belajar matematika antara
masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan
penalaran?
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain
faktorial 2x3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK di Kota
Surakarta tahun pelajaran 2011/2012. Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah
218 siswa, dengan rincian 110 siswa pada kelompok eksperimen satu dan 108
siswa pada kelompok eksperimen dua. Instrumen yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah tes hasil belajar matematika dan tes kemampuan
penalaran. Analisis soal uji coba instrumen meliputi validitas isi, tingkat
kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas
populasi menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas variansi populasi
menggunakan metode Bartlett. Dengan α = 0,05, diperoleh simpulan bahwa
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi
yang homogen. Uji keseimbangan menggunakan uji-t diperoleh simpulan bahwa
kedua kelompok eksperimen dalam keadaan yang seimbang.
Berdasar hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dapat
disimpulkan: (1) hasil belajar matematika dengan model pembelajaran modified
PBL lebih baik dari pada hasil belajar dengan model free PBL (2) Hasil belajar
matematika siswa kategori kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada hasil
belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang dan rendah, dan hasil
belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang lebih baik dari pada
hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran rendah. (3) perbedaan
hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten
pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
Kata kunci: free PBL, modified PBL, kemampuan penalaran, hasil belajar
matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
ABSTRACT
Yudi Cahya Ariyanto, S851008055, Effectiveness of Problem Based Learning in
the Determining Result of Mathematics Learning Evaluated from Reasoning
Ability Students Vocational School (SMK) in Surakarta. Advisor I: Dr. H.
Mardiyana, M.Si. Advisor II: Drs. Suyono, M.Si. A thesis of Mathematics
Education Postgraduate Programme of Sebelas Maret University. Surakarta. 2012.
The purposes of this research are to know: (1) Which is giving a better
result in learning mathematics, free Problem Based Learning or modified Problem
Based Learning (2) which have better results in learning mathematics, students
with high reasoning ability, medium or low? (3) Whether differences in
mathematics learning result of each the learning model is consistent at each
reasoning ability?
This research is a quasi-experimental research design with 2x3 factorial.
The research population was all students in the class X of Surakarta vocational
school (SMK) year 2011/2012. Sampling was conducted by stratified cluster
random sampling technique. The sample in this research amounted to 218
students, with 110 students in the one experimental group and 108 students in the
two experimental group. Instruments which are used to collect data is the test
results of mathematics learning and reasoning ability test. Analysis about the
validity of test instruments include the content, level of difficulty, distinguishing
features and reliability. Requirements test include population normality test using
the method of Lilliefors and population variance homogeneity test using the
method of Bartlett. With α = 0.05, obtained the conclusion that the samples come
from normally distributed population and have a homogeneous variance. Balance
test using the t-test obtained the conclusion that the two experimental groups in a
balanced state.
Based on the results of two-way analysis of variance with unequal cell, it
can be concluded: (1) The result of mathematics learning with modified PBL is
better than free PBL. (2) The result of learning mathematics for students with high
reasoning ability is better than students with medium and low reasoning ability,
and the result of learning mathematics for students with medium reasoning ability
is better than students with low reasoning ability. (3) The distinction in
mathematics learning result of each learning model is consistent in every
reasoning ability.
Key word: free PBL, modified PBL, reasoning ability, the result of learning
mathematics.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
DALAM MENENTUKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
DITINJAU DARI KEMAMPUAN PENALARAN SISWA
SMK DI SURAKARTA
Yudi Cahya Ariyanto, S851008055. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012.
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Manakah yang hasil belajar
matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL
atau modified PBL? (2) Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang
memiliki kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah? (3) apakah perbedaan hasil belajar
matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan
penalaran?
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain faktorial 2x3. Populasi
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMK di Kota Surakarta tahun pelajaran 2011/2012.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling. Sampel dalam
penelitian ini berjumlah 218 siswa, dengan rincian 110 siswa pada kelompok eksperimen satu dan
108 siswa pada kelompok eksperimen dua. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah tes hasil belajar matematika dan tes kemampuan penalaran. Analisis soal uji coba instrumen
meliputi validitas isi, tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji
normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas variansi populasi
menggunakan metode Bartlett. Dengan α = 0,05, diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan
menggunakan uji-t diperoleh simpulan bahwa kedua kelompok eksperimen dalam keadaan yang
seimbang.
Berdasar hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dapat disimpulkan: (1) hasil
belajar matematika dengan model pembelajaran modified PBL lebih baik dari pada hasil belajar
dengan model free PBL (2) Hasil belajar matematika siswa kategori kemampuan penalaran tinggi
lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang dan rendah, dan
hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang lebih baik dari pada hasil belajar
siswa yang mempunyai kategori penalaran rendah. (3) perbedaan hasil belajar matematika antara
masing-masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
Kata kunci: free PBL, modified PBL, kemampuan penalaran, hasil belajar matematika.
Latar Belakang Masalah
Dibanding negara-negara di ASEAN, Indonesia termasuk negara yang lambat dalam hal
proses memajukan pendidikan. Akibat dari lambatnya proses kemajuan pendidikan ini, kemajuan
bangsa menjadi terhambat. Dampak langsung yang dapat dilihat dari kejadian ini adalah
pertumbuhan lapangan kerja yang tidak dapat mengikuti pertumbuhan tenaga kerja. Akibatnya,
banyak pengangguran, kemiskinan, kejahatan, kerusuhan massa, dan lain-lain. Salah satu usaha
yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi angka pengangguran adalah dengan
mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Tapi kebijakan ini ternyata tidak
berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena banyak TKI yang terlibat masalah. Hal ini terjadi
karena TKI yang dikirim ke luar negeri kebanyakan adalah tenaga yang tidak dilengkapi dengan
keterampilan atau keahlian khusus. Mereka hanya bekerja sebagai buruh atau pembantu rumah
tangga dan bukan sebagai tenaga terampil atau tenaga ahli.
Upaya pemerintah untuk memberi bekal keterampilan pada para calon tenaga kerja, baik
yang akan bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri, adalah dengan mengoptimalkan peranan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) karena di SMK tidak hanya diberikan bekal pengetahuan, tapi
juga keterampilan. Upaya ini terkendala oleh kenyataan bahwa masih ada masyarakat yang belum
tahu tentang kompetensi keahlian yang diajarkan di SMK, pembagian SMK menurut kelompok
keahlian dan kurangnya minat masyarakat terhadap SMK. Untuk menanggulangi masalah ini,
pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional telah mensosialisasikan SMK dengan
slogannya “SMK bisa” yang banyak dipublikasikan lewat media masa maupun internet. Melalui
publikasi ini diharapkan makin banyak siswa lulusan Sekolah Manengah Pertama (SMP) yang ingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melanjutkan sekolah ke SMK atau orang tua siswa yang ingin menyekolahkan anaknya di SMK.
Dengan demikian akan semakin banyak tercipta tenaga kerja yang siap terjun di dunia kerja sesuai
dengan kompetensi yang dimilikinya.
Untuk mengukur seberapa besar kesiapan para lulusan SMK memasuki dunia kerja,
pemerintah telah menetapkan ujian nasional yang terdiri dari 4 bidang ilmu yaitu Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Matematika dan Produktif Kejuruan. Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini banyak
menuai protes dari masyarakat karena banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional. Untuk
mengatasi hal ini, syarat kelulusan akhirnya diturunkan. Tapi karena syarat lulus yang cenderung
semakin dipermudah, maka sangat sulit untuk membuat kualitas lulusan sekolah-sekolah di
Indonesia sederajad dengan lulusan negara lain. Bahkan pada pelajaran matematika, nilai 4,00
sudah dianggap lulus. Padahal untuk dapat menyamakan kualitas pendidikan di Indonesia dengan
negara lain, misalnya Singapura, batas lulus sebaiknya 7,00. Bila nilai batas lulus ini dinaikkan
maka dikhawatirkan akan semakin banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional. Berdasarkan data
di Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika
SMK tahun pelajaran 2009/2010 di Kota Surakarta masih banyak yang mendapat nilai di bawah
7,00. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Distribusi Nilai Matematika Ujian Nasional SMK
Tahun pembelajaran 2009/2010 di Surakarta
Rentang Nilai Jumlah Siswa Persentase (%)
10,00 40 0,55
9,00 – 9,99 745 10,30
8,00 – 8,99 1693 23,40
7,00 – 7,99 1802 24,91
6,00 – 6,99 1460 20,18
5,50 – 5,99 533 7,37
4,25 – 5,49 831 11,49
3,00 – 4,24 122 1,69
2,00 – 2,99 6 0,08
1,00 – 1,99 0 0,00
0,00 – 0,99 3 0,06
Jumlah 7235 100
Sumber: BSNP
Tampak bahwa yang mendapat nilai di bawah 7,00 ada 2.955 siswa atau 40,84%. Di tingkat
internasional, hasil siswa Indonesia juga belum menggembirakan. Data pada Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 menunjukkan bahwa Indonesia
menempati peringkat ke-36 dari 48 negara dengan rata-rata skor 397 jauh di bawah Malaysia
dengan peringkat ke-20 rata-rata 474 dan Singapura peringkat ke-3 dengan rata-rata 593
(http://nces.ed.gov/pubs2009/ 2009001_1.pdf diakses tanggal 5 April 2011). Data The Program for
International Student Assessment (PISA) tahun 2009 menunjukkan Indonesia menempati peringkat
ke-62 dari 66 negara dengan skor 371 sementara Thailand peringkat ke-52 dengan skor 419 dan
Singapura peringkat ke-3 dengan skor 555 (http://dx.doi.org/10.1787/888932343342 diakses
tanggal 11 April 2011). Dari kenyataan ini dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia
masih sangat rendah.
Kualitas pendidikan yang rendah dapat menghambat pencapaian tujuan nasional. Rendahnya
kualitas pendidikan dapat disebabkan karena kurang berhasilnya proses pembelajaran. Penyebabnya
bisa dari siswa, guru, sarana dan prasarana, model pembelajaran, proses pembelajaran, lingkungan
tempat belajar dan lain-lain. Salah satu penyebab yang berasal dari siswa adalah rendahnya
kemampuan penalaran siswa. Di samping itu, karena tiap-tiap materi pelajaran mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda, maka pemilihan model pembelajaran yang tepat juga dapat
meningkatkan hasil pembelajaran yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan.
Sebagai ilmu yang banyak memerlukan pemikiran daripada hafalan, keberhasilan siswa
dalam belajar matematika sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menggunakan nalarnya.
Kemampuan penalaran ini merupakan salah satu faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diri siswa. Faktor lain yang juga turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar matematika
adalah model pembelajaran yang digunakan guru. Faktor ini termasuk faktor eksternal yaitu faktor
yang berasal dari luar siswa. Adapun model pembelajaran yang selama ini digunakan di SMK
adalah model konvensional (ceramah). Model ini mempunyai kelemahan yaitu guru aktif sedangkan
siswanya pasif sehingga potensi siswa tidak berkembang secara optimal.
Model pembelajaran yang saat ini sedang disosialisasikan pemerintah melalui Kementerian
Pendidikan Nasional agar diterapkan di sekolah-sekolah adalah model pembelajaran yang akan
membuat siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran itu misalnya
pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) yang disingkat dengan PBL. Melalui
model ini siswa diharapkan dapat berlatih menyelesaikan persoalan dengan kemampuan penalaran
yang dimilikinya sehingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini, guru
hanya berfungsi sebagai fasilitator.
Skor hasil belajar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa dalam belajar. Model PBL menggunakan pendekatan atau strategi pembelajaran kooperatif.
Model kooperatif diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terjadi karena model
kooperatif dapat mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Di samping
itu, siswa merasa lebih nyaman bila bertanya pada teman sebaya dari pada bertanya pada gurunya.
Tinjauan Pustaka
Manusia sudah mulai melakukan kegiatan belajar sejak dia dilahirkan ke dunia ini. Dengan
belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya. Proses
belajar dapat terjadi bila seseorang menghadapi situasi atau keadaan baru yang mendorong orang itu
untuk mengetahui keadaan baru itu lebih mendalam. Rasa ingin tahu inilah yang menjadi pendorong
seseorang untuk belajar. Proses belajar dapat mengubah orang yang belum terdidik menjadi orang
yang terdidik dan orang yang belum memiliki pengetahuan tentang sesuatu menjadi orang yang
memiliki pengetahuan. James Whittaker (dalam Aunurrahman, 2009:35) mengemukakan bahwa
belajar adalah proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Winkel (2004:4) menyatakan belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Belajar akan mengubah perilaku mental
siswa yang belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2002:5). Gage (dalam Martinis, 2008:122)
mendefinisikan belajar sebagai suatu proses di mana organisme berubah perilakunya diakibatkan
pengalaman. Menurut Harold Spear (dalam Martinis, 2008:122), belajar terdiri dari pengamatan,
pendengaran, membaca dan meniru. Agar belajar dapat berkualitas dengan baik, perubahan itu
harus dilahirkan oleh pengalaman dan oleh interaksi antara orang dengan lingkungannya. Hal ini
sesuai dengan pendapat Arifin dan Aminuddin (dalam Wiji Suwarno, 2006: 53) bahwa anak didik
belajar melalui pengalamannya sendiri, kemudian terjadi interaksi antara pengalaman dengan
pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami. Pendidik hanya menyediakan
lingkungan yang menyenangkan dan berperan sebagai fasilitator atau narasumber. Tanggung jawab
terletak pada diri anak didik sendiri.
Dalam pandangan teori belajar konstruktivisme, para siswa sebagai pebelajar tidak
menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi mereka secara aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Menurut Von Glasersfeld (dalam Martinis, 2008:7), manusia dapat
mengetahui sesuatu bila telah mengonstruksinya. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi
seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Ausubel (dalam Dahar, 1988: 99)
mengatakan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar siswa adalah apa yang
telah diketahui siswa atau konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep
yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa. Sedangkan tugas seorang pengajar adalah membantu
siswa agar mampu mengonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi yang konkret. Lev
Vygotsky (dalam Arif Rohman, 2009:128) berpendapat bahwa siswa membentuk pengetahuannya
bukan hasil copy dari apa yang mereka temukan di dalam lingkungan, tapi sebagai hasil dari pikiran
dan kegiatan siswa sendiri. Ada dua hal yang ditekankan Vygotsky: (1) Perlu pembelajaran
kooperatif antar siswa sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif. (2) Semakin lama siswa belajar
akan semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri. John Steiner (dalam Slavin,
2008: 63) menjelaskan konsep perkembangan anak dalam belajar yaitu apa yang dapat dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seorang anak secara mandiri dan apa yang dapat dilakukan anak tersebut ketika dibantu oleh orang
dewasa. Kedua tingkatan perkembangan ini, oleh Vygotsky disebut sebagai perkembangan
proksimal yang dapat menunjukkan di mana anak itu berada pada masa tertentu dan juga ke mana
anak itu akan pergi. Lebih lanjut Vygotsky (dalam Slavin, 2008: 82) mengemukakan bahwa
pembelajaran yang dibantu berlangsung dalam zona perkembangan proksimal anak-anak, di mana
mereka dapat melakukan tugas-tugas baru yang berada dalam kemampuan mereka hanya dengan
bantuan guru atau teman. Anak-anak meresapkan pembelajaran, mengembangkan kemandirian dan
memecahkan masalah melalui percakapan atau dalam hati. Guru menyediakan konteks interaksi
seperti kelompok belajar bersama.
Dalam dunia pendidikan sekarang, tujuan pembelajaran tidak hanya untuk mengubah
tingkah laku siswa, tetapi membentuk karakter dan mengembangkan jiwa profesional yang
mengarah pada pembentukan kepribadian yang baik dan jujur. Praktik pembelajaran akan digeser
menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada teori kognitif dan konstruktivistik (Aunurrahman,
2009: 2). Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya pembelajaran berbasis
masalah. Prinsip pembelajaran konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan
menghasilkan sikap mental profesional dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran
selalu menantang dan menyenangkan (Anwar, 2008:1).
Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam paradigma baru pembelajaran, terjadi pergeseran pada proses belajar mengajar yaitu
dari guru aktif menjadi siswa aktif. Siswa harus diberi kesempatan untuk membangun
(mengkonstruksi) sendiri pengetahuannya. Bila siswa sendiri yang membangun pengetahuannya,
diharapkan pengetahuan itu dapat bertahan lama dan tidak mudah dilupakan. Di samping itu,
potensi yang dimiliki siswa akan dapat berkembang secara optimal.
Paham konstruktivisme ini sangat cocok bila diterapkan dengan model pembelajaran berbasis
masalah sebab konstruktivisme merupakan landasan dari pembelajaran berbasis masalah (Piaget
dalam Sugiyanto, 2009:153). Suradji (2008:47) mendefinisikan model pembelajaran berbasis
masalah sebagai suatu cara menyajikan bahan pelajaran dengan menghadapkan pelajar pada
persoalan yang harus dipecahkan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan satu dari banyak pembelajaran inovatif
yang saat ini sedang digalakkan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Seperti model pembelajaran
inovatif yang lain, model pembelajaran berbasis masalah juga mempunyai ciri pengajaran yang
berpusat pada siswa. Model pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara individu maupun dengan
cara belajar kelompok (diskusi) dengan siswa lain. Umar dan La Sulo (2005:87) mengatakan bahwa
pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan salah satu model pembelajaran yang penting
adalah model pemecahan masalah. Melalui model ini, anak diberi kebebasan dalam belajar
memecahkan masalah melalui pengalaman langsung. Sementara itu, Kelvin Seifert (2010:102)
menyatakan bahwa agar siswa tertarik dengan proses belajar mengajar maka guru harus dapat
memadukan antara metode diskusi, presentasi dan tugas-tugas individual.
Boud dan Felleti (dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem based learning is a
way of constructing and teaching course using problem as a stimulus and focus on student activity”
yang artinya pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara mengonstruksi dan mengajar
menggunakan masalah sebagai stimulus dan fokus pada aktivitas siswa. Sementara Made Wena
(2009:52) menyatakan bahwa tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di masyarakat.
Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang andal dalam pemecahan masalah, maka
diperlukan serangkaian strategi pembelajaran pemecahan masalah.
Meskipun PBL merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa lebih
aktif dalam proses belajar, namun demikian guru harus dapat menyesuaikan dengan materi
pelajaran yang akan diberikan pada siswa sebab tidak semua materi pelajaran cocok dengan model
pembelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat Suradji (2008:114) yang mengatakan bahwa
tidak ada satu metode/model yang baik untuk mencapai setiap tujuan pembelajaran. Setiap model
mempunyai kebaikan dan kelemahan. Guru perlu mengetahui kapan suatu model tepat digunakan
dan kapan harus digunakan kombinasi dari model-model itu. Guru hendaknya dapat memilih model
yang paling banyak mendatangkan hasil. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara melaksanakan pembelajaran dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan baik secara individu maupun diskusi
kelompok dan fokus pada aktivitas siswa.
Salah satu usaha untuk memperlancar proses pembelajaran matematika adalah dengan
menggunakan media pembelajaran matematika. Dalam penelitian ini, media pembelajaran yang
dipakai adalah proyektor dan lembar kerja siswa. Proyektor digunakan untuk memberi petunjuk
atau pengarahan tentang pokok-pokok materi yang akan dipelajari siswa, sedangkan lembar kerja
siswa digunakan untuk menyampaikan bahan-bahan yang akan dicari pemecahannya oleh para
siswa melalui diskusi kelompok. Lembar kerja siswa dapat diisi dengan tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa baik secara kelompok maupun secara individu.
Agar lebih jelas dalam memahami perbedaan antara free Problem Based Learning
(pembelajaran berbasis masalah murni) dan modified Problem Based Learning (pembelajaran
berbasis masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing), berikut ini disajikan
tabel langkah-langkah pelaksanaan pembelajarannya.
Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran Free PBL dan Modified PBL
Free PBL Modified PBL
1. Siswa membentuk kelompok
belajar terdiri dari 4 sampai 5
orang tiap kelompok.
2. Siswa diberi LKS kemudian
ditugaskan untuk menjawab
masalah yang disajikan dengan
berpedoman pada buku
pegangan dan mendiskusikan
masalah tersebut dengan teman
dalam kelompoknya.
3. Siswa diberi kesempatan tanya
jawab untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa tentang
materi pelajaran yang baru saja
didiskusikan.
1. Siswa membentuk kelompok
belajar terdiri dari 4 sampai 5
orang tiap kelompok.
2. Siswa diberi LKS untuk
mempelajari kejadian realistis
sehari-hari yang diuraikan di
lembaran tersebut kemudian
mencari jawaban dari masalah
yang disajikan dengan
berpedoman pada buku pegangan
dan mendiskusikan dengan teman
dalam kelompoknya.
3. Guru mendatangi tiap kelompok
dan memberi bimbingan jika ada
siswa yang kesulitan memahami
masalah yang diberikan guru.
4. Siswa diberi kesempatan tanya
jawab untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa tentang materi
pelajaran yang baru saja
didiskusikan.
Pembelajaran Matematika Realistik
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai obyek yang bersifat abstrak. Sifat
abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Kebanyakan siswa
mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Padahal
siswa akan belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan alamiah. Hal lain yang
menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang
bermakna. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajari, bukan hanya
mengetahuinya (Sugiyanto, 2009:16).
Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk
menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini
dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam
hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh
siswa (Slettenhaar dalam Ispujiati, 2009:5). Sedangkan Hans Freudental (dalam Marsigit, 2008:1)
mengatakan matematika merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik adalah
pembelajaran matematika yang memfokuskan pada permasalahan hidup yang dialami siswa sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kemampuan Penalaran
Hasil belajar matematika yang rendah kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian target (bukan pada proses pemahaman
siswa terhadap konsep-konsep matematika), tingkat keinginan siswa untuk belajar, aktivitas
pembelajaran di kelas yang mana guru aktif sementara siswa pasif, kemampuan penalaran
(reasoning ability) siswa dan lain-lain. Berkaitan dengan kemampuan penalaran, Hamzah
(2008:128) mengemukakan bahwa dalam paham konstruktivisme, belajar matematika memerlukan
penalaran. Dengan penalaran tersebut siswa dapat membentuk pengetahuan matematikanya dengan
baik. Sejalan dengan Hamzah, Suradji (2008:60) mengatakan bahwa kelompok pelajar yang cerdas
(mempunyai kemampuan penalaran tinggi), akan lebih berhasil dari pada kelompok pelajar yang
sedang / kurang karena mereka dapat membuat rencana yang tepat, mengumpulkan fakta-fakta
dengan cepat serta menarik kesimpulan-kesimpulan.
Gardner (dalam Arif Rohman, 2009:137) menyatakan bahwa kecerdasan dalam bidang
matematika adalah kemampuan akal peserta didik untuk menggunakan angka secara efektif dan
berpikir secara nalar. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap pola-pola logis dan
hubungannya, pernyataan-pernyataan, proposisi: jika-maka, sebab akibat, fungsi-fungsi dan abstrak-
abstrak yang saling berkaitan. Kecerdasan ini memuat kemampuan berpikir menurut aturan logika
serta memecahkan masalah dengan kemampuan penalaran. Sedangkan Munandar (dalam Arif
Rohman, 2009:143) mengatakan bahwa peserta didik yang berbakat dalam bidang matematika
adalah siswa yang mempunyai penalaran tajam dan berpikir logis. Sementara Jujun (1996:42)
mengatakan bahwa penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran adalah kemampuan
seseorang dalam melakukan proses berpikir untuk menarik kesimpulan berupa pengetahuan yang
dapat diterima akal.
Hasil Belajar Matematika
Seorang peserta didik yang telah belajar akan mengalami perubahan tingkah laku di dalam
kehidupannya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:174), terjadinya perubahan tingkah laku
secara tetap baik kognitif, afektif dan psikomotorik ini sering disebut dengan hasil dari belajar.
Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar (3). Sedangkan Degeng (dalam Made Wena, 2009: 6) mengatakan
bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari
penggunaan strategi pembelajaran. Hamzah (2008:213) mendefinisikan hasil belajar adalah
perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi
seseorang dengan lingkungannya.
Umar dan La Sulo (2005:50) berpendapat bahwa individu yang belajar hanya akan sampai
pada perolehan hasil belajar dan pengembangan penalaran bila ia mengalami sendiri dalam proses
hasil belajar tersebut. Senada dengan Umar dan La Sulo, Hamzah (2008:133) mengatakan bahwa
seorang anak yang ingin mencapai hasil belajarnya pada mata pelajaran matematika memerlukan
proses kerja untuk memecahkan masalah matematika.
Hasil belajar siswa dapat diketahui bila dilakukan penilaian terhadap evaluasi (tes) yang
sudah dilakukan. Aunurrahman (2009:207) mengemukakan bahwa penilaian adalah penerapan
berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana proses belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi peserta didik. Penilaian menjawab
pertanyaan tentang sebaik apa hasil belajar seorang peserta didik (siswa). Sementara Dimyati dan
Mudjiono (2002:259) mengatakan bahwa tes hasil belajar dapat digunakan untuk mengetahui
kemajuan belajar. Pada umumnya tes ini disusun oleh guru sendiri.
Matematika merupakan ilmu yang banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena
begitu pentingnya matematika dalam kehidupan ini, maka matematika sudah diajarkan mulai dari
Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Menurut Poerwadarminta (2005:723), “Matematika
adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan”. Sedangkan Johnson dan Rise
menyatakan ”Matematika adalah suatu pola berpikir, pola pengorganisasian, pembuktian yang
logis” (dalam Erman Suherman, 2008: 12). Dalam buku kurikulum (2004:202) sekolah menengah
kejuruan disebutkan bahwa matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah. Implikasi dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pandangan ini adalah (1) lingkungan belajar harus mendorong timbulnya masalah matematika (2)
siswa memecahkan masalah matematika menggunakan caranya sendiri (3) mendorong siswa untuk
berpikir logis (4) mengembangkan kompetensi untuk memecahkan masalah.
Berdasarkan pengertian hasil belajar dan pengertian matematika tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah semua efek yang dapat dijadikan indikator
untuk memperoleh informasi tentang perkembangan seseorang setelah melakukan proses belajar
matematika.
Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah penelitian yang berkaitan dengan Problem Based Learning yang
dilakukan di luar negeri:
1. Sharifah Norul Akmar SZ and Lee Siew Eng (2005).
The results indicate that PBL method has an overall positive impact on the Mathematics
Method students attitudes, activities and perceptions towards Problem-Based Learning.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model Pembelajaran Berbasis Masalah
mengindikasikan pengaruh positif terhadap kemampuan, aktivitas dan persepsi terhadap
matematika. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model
pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi yang digunakan, tempat
penelitian, modifikasi PBL dan hubungannya dengan kemampuan penalaran.
2. Xun Ge, Lourdes G. Planas, and Nelson Er (2010).
The results showed that students in both conditions significantly improved their
problem-solving scores given a chance to revise their initial problem-solving reports. In
addition, the study revealed a positive effect of the expert modeling mechanism in
supporting students’ reasoning and problem-solving processes.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model problem based learning secara
signifikan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah mekanisme
pemodelan dan mendukung penalaran siswa. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti
lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL dan penalaran.
Perbedaannya adalah pembelajarannya dengan sistem jaringan, materi yang digunakan, tempat
penelitian dan modifikasi PBL.
3. John R. Mergendoller, Nan L.Maxwell, Yolanda Bellisimo (2000).
PBL was found to be a more effective instructional approach for teaching
macroeconomics than traditional lecture–discussion (p = .05). Additional analyses
provided evidence that PBL was more effective than traditional instruction with
students of average verbal ability and below, students who were more interested in
learning economics,and students who were most and least confident in their ability to
solve problems.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model problem based learning lebih
efektif untuk mengajar makroekonomi dibanding model ceramah atau diskusi biasa ditinjau
dari kemampuan verbal siswa. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak
pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran
yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL dan kemampuan verbal.
4. Olga Pierrakos, Anna Zilberberg, and Robin Anderson (2010).
Our findings revealed that moderately structured and fairly complex undergraduate
research (UR) problems are well-suited for PBL implementation in the classroom
because they trigger the use of multiple cognitive operations in the context of a
continuously changing, dynamic.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa masalah penelitian sarjana yang kompleks
sangat cocok untuk penerapan PBL dalam kelas karena dapat memicu penggunaan beberapa
operasi kognitif dalam kaitannya dengan perubahan yang terus menerus. Kesamaannya dengan
penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL.
Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL dan
kemampuan penalaran.
5. Johannes Strobel and Angela van Barneveld (2009).
Our findings indicated that PBL was superior when it comes to long-term retention,
skill development and satisfaction of students and teachers, while traditional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
approaches were more effective for short-term retention as measured by standardized
board exams. Implications are discussed.
Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa PBL lebih efektif untuk pengembangan
ingatan dan keterampilan jangka panjang sedangkan pengajaran tradisional efektif untuk
ingatan jangka pendek. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada
model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang
digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL, tradisional (ceramah) dan kemampuan
penalaran.
6. Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons (2004).
Results of our study suggest that PBL units involving students with varied disabilities
have the potential to help students with special needs gain social skills, feel
compassion for less able students, gain self-esteem, and stay engaged in their
learning. Observational data indicated that the students in the present study were
engaged during the unit, and both teachers and students perceived that students were
more engaged than during traditional instruction.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa siswa penyandang cacat yang diberi PBL
lebih aktif dalam belajar dibanding pengajaran tradisional. Kesamaannya dengan penelitian
yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL.
Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL,
tradisional (ceramah) dan kemampuan penalaran.
Kerangka Berpikir
1. Pengaruh Model PBL terhadap Hasil Belajar Matematika
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika adalah
model pembelajaran yang ditentukan guru. Banyaknya model pembelajaran tidak berarti bahwa
semua model pembelajaran itu dipakai semua, tapi harus dipilih yang paling sesuai dengan materi
pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Hal ini dikarenakan masing-masing model
pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda-beda sehingga harus dicari materi
yang paling cocok dengan pelajaran yang akan disampaikan. Problem Based Learning (PBL)
merupakan model pembelajaran yang didasari oleh permasalahan. Model pembelajaran ini sangat
sesuai bila digunakan dalam pembelajaran matematika karena prinsip dasar matematika adalah
mencari penyelesaian dari soal atau masalah yang disajikan. Pada Standar Kompetensi memecahkan
masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real, banyak dijumpai masalah yang
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pemilihan model pembelajaran PBL
yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik diharapkan akan dapat lebih meningkatkan hasil
belajar siswa dibanding dengan free PBL.
2. Pengaruh Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar Matematika
Matematika adalah pelajaran yang banyak memerlukan penalaran dalam mencari
penyelesaian dari soal-soal yang disajikan. Perbedaan kemampuan penalaran yang dimiliki masing-
masing siswa akan menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa. Siswa yang memiliki kemampuan
penalaran tinggi akan mudah memahami maksud dari soal-soal matematika dan mudah untuk
menentukan arah penyelesaian soal-soal tersebut. Sebaliknya siswa yang kemampuan penalarannya
sedang atau bahkan rendah akan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika karena
mereka kesulitan dalam memahami soal dan menentukan arah penyelesaiannya.
3. Pengaruh Model PBL dan Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar Siswa
Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
Model PBL, apalagi PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik, sangat cocok dipakai pada
Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real karena
materi pada standar kompetensi ini banyak berhubungan dengan permasalahan hidup sehari-hari. Di
samping itu, karena karakteristik pembelajaran matematika menuntut siswa untuk dapat
memecahkan masalah berupa penyelesaian soal-soal yang diberikan guru, maka dengan model
pembelajaran berbasis masalah diharapkan kemampuan siswa dalam memahami soal-soal
matematika dapat meningkat yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Matematika adalah ilmu yang banyak memerlukan aktivitas berpikir dari pada menghafal.
Oleh karena itu kemampuan penalaran siswa yang merupakan faktor internal ikut menentukan
tinggi rendahnya hasil belajar matematika siswa. Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi akan
mudah memahami soal-soal matematika karena mudah mencari arah dari penyelesaian soal-soal
tersebut. Akibatnya, pemberian model pembelajaran yang manapun, termasuk free PBL maupun
modified PBL, akan sedikit pengaruhnya pada hasil belajarnya atau bahkan mungkin tidak ada
pengaruhnya sebab hasil belajar siswa tersebut tetap tinggi baik diberi model free PBL maupun
modified PBL. Siswa dengan kemampuan penalaran sedang sudah mampu memahami persoalan
matematika walaupun tidak sebaik siswa dengan kemampuan penalaran tinggi. Pemberian model
free PBL sudah cukup sebab mereka dapat memahami matematika tanpa bantuan pendekatan
realistik. Oleh karena itu pemberian model modified PBL akan memberi hasil belajar yang sama
dengan free PBL. Siswa dengan kemampuan penalaran rendah kurang mampu memahami
matematika yang bersifat abstrak. Untuk itu penggunaan model PBL yang dimodifikasi dengan
pendekatan realistik diharapkan dapat membantu siswa memahami persoalan matematika yang
bersifat abstrak sehingga hasil belajar siswa tersebut dapat ditingkatkan. Dengan demikian model
PBL dan kemampuan penalaran siswa akan mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Hasil belajar siswa pada model PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik lebih baik
dari pada model free PBL.
2. Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi mempunyai hasil belajar matematika yang lebih
baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan kemampuan penalaran rendah,
sedangkan siswa dengan kemampuan penalaran sedang mempunyai hasil belajar matematika
yang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
3. Perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran tidak konsisten
pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
a. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, hasil belajar siswa yang diberi
pembelajaran dengan model modified PBL sama baiknya dengan siswa yang diberi
pembelajaran dengan model free PBL.
b. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang, hasil belajar siswa yang diberi
pembelajaran dengan model modified PBL sama baiknya dengan siswa yang diberi
pembelajaran dengan model free PBL.
c. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah, hasil belajar siswa yang diberi
pembelajaran dengan model modified PBL lebih baik dari pada siswa yang diberi
pembelajaran dengan model free PBL.
d. Pada model pembelajaran free PBL, hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan
penalaran tinggi lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan
rendah, sedangkan hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang lebih baik dari
pada siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
e. Pada model pembelajaran modified PBL, hasil belajar siswa yang memiliki kemampuan
penalaran tinggi lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran sedang dan
rendah, sedangkan hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang sama baiknya
dengan siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di SMK Kota Surakarta dengan subyek penelitian siswa semester satu
tingkat X tahun pelajaran 2011/2012 dan dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran
2011/2012. Penelitian ini adalah merupakan penelitian eksperimental semu. Alasan digunakan
penelitian eksperimental semu adalah peneliti tidak mungkin mengontrol semua variabel yang
relevan. Seperti yang dikemukakan Budiyono (2003:82), ”Tujuan eksperimental semu adalah untuk
memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan
eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan atau
memanipulasi semua variabel yang relevan”. Dalam penelitian ini responden dibagi menjadi dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen 1, yaitu siswa yang mendapat
perlakuan model free PBL. Kelompok kedua adalah kelompok eksperimen 2, yaitu siswa yang
mendapat perlakuan pembelajaran matematika dengan model modified PBL. Untuk masing-masing
kelompok terdiri dari kelompok siswa dengan kemampuan penalaran tinggi, sedang dan rendah.
Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x 3 yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
B
A
b1
b2
b3
a1
a2
ab11
ab21
ab12
ab22
ab13
ab23
Keterangan :
A = Model pembelajaran
a1 = pembelajaran dengan menggunakan model free PBL
a2 = pembelajaran dengan menggunakan model modified PBL
B = Kemampuan Penalaran
b1 = Kemampuan penalaran tinggi
b2 = Kemampuan penalaran sedang
b3 = Kemampuan penalaran rendah
Populasi
Menurut Sugiyono (2008:61) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan Sukardi (2008:53) menyatakan bahwa
populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau benda yang tinggal
bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu
kesimpulan. Pada penelitian ini sebagai populasi adalah semua siswa tingkat X SMK Kota
Surakarta tahun pelajaran 2011/2012.
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono,
2008:62). Sedangkan Suharsimi Arikunto (2007:131) mengemukakan bahwa ”Sampel adalah
sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti”. Sukardi (2008:54) menyatakan bahwa sampel
adalah sebagian dari populasi yang dipilih untuk sumber data. Dalam penelitian, tidak selalu perlu
untuk meneliti semua obyek dalam populasi, karena selain membutuhkan biaya yang besar juga
memerlukan waktu yang lama. Untuk itu dengan mengambil sebagian obyek suatu populasi atau
sering disebut dengan pengambilan sampel diharapkan hasil penelitian yang diperoleh dapat
menggambarkan populasi yang bersangkutan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling yang memandang
populasi sebagai kelompok-kelompok dan stratified random sampling yang membagi SMK di
Surakarta menjadi tiga strata yaitu strata tinggi, strata sedang dan strata rendah. Dalam hal ini, kita
ambil tiga sekolah sebagai sampel yang mewakili kelompok/strata tinggi, kelompok/strata sedang
dan kelompok/strata rendah berdasarkan nilai rata-rata Ujian Nasional mata pelajaran matematika
tahun pembelajaran 2009/2010 dan masing-masing diambil 2 kelas sebagai kelas eksperimen 1 dan
kelas eksperimen 2.
Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2008:4), variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat, sedangkan variabel terikat
adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Variabel bebas, yaitu: a. model pembelajaran.
b. kemampuan penalaran.
2. Variabel terikat, yaitu: hasil belajar siswa.
Hasil Uji Keseimbangan Populasi
Hasil analisis uji–t pada tingkat signifikansi = 0,05 dapat dilihat pada tabel rangkuman
di bawah ini :
Kelompok t obs t tabel Keputusan kesimpulan
Eksperimen I
dan
Eksperimen II
0,7363 1,960 H0 diterima Sama rerata
Berdasarkan hasil uji-t tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen I dan kelompok
eksperimen II dalam keadaan seimbang.
Uji Hipotesis Penelitian
Uji hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama. Sedangkan pengolahan
datanya dilakukan dengan menggunakan paket program excel. Berdasarkan analisis uji persyaratan
diperoleh bahwa sampel random data amatan berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan
mempunyai variansi yang sama (homogen). Dengan demikian uji hipotesis dengan teknik analisis
varian dapat dilanjutkan. Rangkuman hasil uji hipotesis dengan tingkat signifikansi = 0,05
diperoleh hasil sebagai berikut:
Sumber JK dk RK Fobs Ftabel keputusan
Model Pemb (A) 250,970 1 250,9705 36,794 3,84 H0 ditolak
Penalaran (B) 1866,294 2 933,1470 136,805 3,00 H0 ditolak
Interaksi (AB) 34,129 2 17,0647 2,502 3,00 H0 diterima
Galat (G) 1446,014 212 6,8208
Total (T) 3597,408 217
Hasil rangkuman analisis varian menunjukkan bahwa:
a. Efek faktor A (model pembelajaran free PBL dan modified PBL) terhadap variabel terikat (hasil
belajar)
H0(A) ditolak. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran free
PBL dan modified PBL terhadap variabel terikat (hasil belajar).
b. Efek faktor B (kemampuan penalaran) terhadap variabel terikat (hasil belajar)
H0(B) ditolak. Berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara kemampuan penalaran terhadap
variabel terikat (hasil belajar matematika).
c. Interaksi faktor A dan B terhadap variabel terikat
H0(AB) diterima. Berarti tidak terdapat interaksi yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran dan kemampuan penalaran siswa.
Uji Lanjut Pasca Anava
Dari rangkuman hasil uji hipotesis di atas telah ditunjukkan bahwa :
1. H0(A) ditolak, maka perlu dilakukan komparasi pasca anava. Tetapi karena variabel model
pembelajaran hanya mempunyai 2 nilai (free PBL dan modified PBL), maka tidak perlu
dilakukan komparasi pasca anava.
2. H0(B) ditolak, maka perlu dilakukan komparasi pasca anava. Adapun rataan masing-masing sel
serta rangkuman komparasi gandanya dengan rumus-rumus scheffe’ hasilnya terlihat pada tabel
berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis
Model
Pembelajaran
Kategori Penalaran Rataan
Marginal Tinggi Sedang Rendah
Free PBL 17,595 12,950 9,485 13,464
Modified PBL 18,811 15,029 12,639 15,528
Rataan Marginal 18,189 13,920 11,130
Tabel Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom
F.1-.2 F.1-.3 F.2-.3
H0 1 2. .
2 3. . 1 3. .
F Scheffe’ 96,935 261,894 41,167
2F 0,05;2,212 6,00 6,00 6,00
Kesimpulan H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak
3. H0(AB) diterima, maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava antar sel sebab tidak
terdapat interaksi antara faktor A (model pembelajaran) dengan faktor B (kemampuan
penalaran).
Pembahasan Hasil Penelitian
1. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberi pembelajaran model free PBL dengan
model modified PBL. Dari rerata marginalnya yaitu free PBL = 13,464 dan modified PBL =
15,528 dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran modified PBL
lebih baik dari siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL.
2. Terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan kategori penalaran tinggi, sedang dan
rendah. Dari hasil komparasi ganda pasca anava antara siswa dengan kemampuan penalaran
tinggi dengan siswa penalaran sedang di mana H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa kategori penalaran tinggi dengan siswa kategori
penalaran sedang. Dengan membandingkan rataan marginal skor siswa kategori penalaran tinggi
(18,189) dengan skor siswa kategori penalaran sedang (13,920) maka dapat disimpulkan bahwa
siswa dengan kemampuan penalaran tinggi lebih baik hasil belajarnya dibanding dengan siswa
kemampuan penalaran sedang.
Hasil uji komparasi ganda pasca anava antara siswa kategori penalaran tinggi dengan
kategori penalaran rendah menghasilkan H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil
belajar antara siswa dengan penalaran tinggi dengan siswa penalaran rendah. Dengan
membandingkan rataan marginalnya (penalaran tinggi = 18,189 dan penalaran rendah =
11,130) dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran tinggi lebih
baik dibanding siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
Hasil uji komparasi ganda pasca anava antara siswa kategori penalaran sedang dengan
kategori penalaran rendah menghasilkan H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan hasil
belajar antara siswa dengan penalaran sedang dengan siswa penalaran rendah. Dengan
membandingkan rataan marginalnya (penalaran sedang = 13,920 dan penalaran rendah =
11,130) dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran sedang
lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
3. Model pembelajaran secara konsisten mempengaruhi hasil belajar matematika siswa, baik pada
kategori penalaran tinggi, sedang maupun rendah, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran
model modified PBL selalu lebih baik dibanding dengan hasil belajar siswa yang diberi model
pembelajaran free PBL.
Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini banyak faktor yang tidak diperhitungkan dan ini merupakan keterbatasan
dalam penelitian. Adapun beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Karena tidak semua materi pelajaran cocok dengan model pembelajaran tertentu, maka model
pembelajaran modified PBL (Pembelajaran Berbasis Masalah yang dimodifikasi dengan
pendekatan realistik terbimbing) hanya cocok diterapkan pada materi pelajaran matematika
yang berhubungan dengan keadaan realistik atau keadaan sehari-hari.
2. Adanya kegiatan di sekolah yang melibatkan siswa yang diteliti menyebabkan siswa tersebut
tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar secara teratur yang kemungkinan besar dapat
mempengaruhi hasil belajar matematikanya.
3. Dalam melaksanakan pembelajaran, peneliti mendapat bantuan dari guru matematika dari
sekolah tempat diadakannya penelitian ini. Walaupun peneliti selalu berkoordinasi dengan guru
matematika tersebut, tapi dalam pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang
disebabkan oleh terbatasnya sarana pendidikan, situasi dan kondisi siswa dan lingkungan
sekolah, serta waktu pembelajaran.
4. Data hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada Standar Kompetensi
memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real dengan Kompetensi Dasar
menerapkan operasi pada bilangan real. Untuk penyempurnakan lebih lanjut penelitian ini perlu
diujicobakan pada Standar Kompetensi yang lain.
5. Model diskusi yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan kelas menjadi ramai dan ada
kemungkinan hanya siswa tertentu saja yang terlihat aktif dalam proses pembelajaran.
6. Dalam mengerjakan soal tes, baik tes kemampuan penalaran maupun tes hasil belajar,
kemungkinan masih ada siswa yang bekerja sama sehingga akan berakibat data untuk skor
kemampuan penalaran dan hasil belajar matematika menjadi kurang murni.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis variansi dan uji lanjut setelah analisis variansi di atas dapat
disimpulkan bahwa :
1. Hasil belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing (modified PBL) lebih baik
dari pada hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL).
2. Hasil belajar matematika siswa kategori kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada hasil
belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang dan rendah, dan hasil belajar siswa
yang mempunyai kategori penalaran sedang lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang
mempunyai kategori penalaran rendah.
3. perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran konsisten pada
tiap-tiap kemampuan penalaran.
Saran
Agar hasil belajar matematika dapat ditingkatkan, maka disarankan:
1. Kepada pengajar :
a. Dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang
sesuai dengan materi pelajaran matematika yang sedang diampunya karena tidak semua
materi pelajaran matematika cocok dengan model pembelajaran tertentu.
b. Model pembelajaran berbasis masalah lebih tepat bila diterapkan dalam bentuk pembelajaran
kooperatif dengan cara diskusi kelompok antar sesama siswa. Untuk itu guru perlu
memfasilitasi dan mendukung proses pembelajaran melalui pengelompokan siswa,
menyiapkan materi diskusi dan memberi lembar kerja siswa atau modul. Dalam hal ini, peran
guru dalam proses belajar mengajar masih sangat dibutuhkan sebagai fasilitator dan
pembimbing.
2. Kepada Pihak Sekolah
a. Dalam penerimaan peserta didik baru, perlu menggunakan tes kemampuan penalaran agar
dapat memprediksi kemampuan peserta didik terutama dalam bidang matematika.
b. Memberi dukungan kepada guru agar aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan yang sifatnya
menambah pengetahuan, baik itu dari segi materi pelajaran maupun model pembelajaran.
c. Menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam segala kegiatan yang menunjang proses
pembelajaran dan peningkatan kreatifitas siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Fuady. 2008. Paradigma Baru dalam Pendidikan dan Pembelajaran, Learning is Fun.
Bandung: BMTI.
Arif Rohman. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Laks Bang
Mediatama.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
Budiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Budiyono. 2011. Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: -
Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons. 2004. Perceptions of the Value of Problem-
based Learning among Students with Special Needs and Their Teachers. The
Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 1, no. 2
Dahar, R. W. 1988. Teori-teori belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Erman Suherman. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa.
http://wordpress.com/petaanakbangsa/htm
Hamzah B. Uno. 2008. Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Ispujiati. 2009. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik. Palembang:-
Johannes Strobel and Angela van Barneveld. 2009. When is PBL More Effective? A Meta-synthesis
of Meta-analyses Comparing PBL to Conventional Classrooms. The Interdisciplinary
Journal of Problem-based Learning volume 3, no. 1
John R. Mergendoller, Nan L. Maxwell, Yolanda Bellisimo. 2000. The Effectiveness of Problem-
based Instruction: A Comparative Study of Instructional Methods and Student
Characteristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning volume 1, no. 2
Jujun S. Suriasumantri. 1996. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Kelvin Seifert. 2010. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD.
Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: BP. Dharma Bhakti.
Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Marsigit. 2008. Pendekatan Matematika Realistik pada Pembelajaran Pecahan di SMP.
Disampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI untuk Guru SMP di LPP Yogyakarta.
Martinis Yamin. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada Press.
Olga Pierrakos, Anna Zilberberg, and Robin Anderson. 2010. Understanding Undergraduate
Research Experiences through the Lens of Problem-based Learning: Implications for
Curriculum Translation. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning.
volume 4, no. 2.
Saptono, R. 2003. Is Problem Based Learning (PBL) a better approach for engineering education?.
Yogyakarta: Cafeo 21
Sharifah Norul Akmar SZ and Lee Siew Eng. 2005. Integrating Problem-Based Learning (PBL) in
Mathematics Method Course. Faculty of Education, University of Malaya.
Slavin Robert E. 2008. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Massachusets:
Allyn and Bacon Publishers.
Slavin Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Indeks.
Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Mata Padi Presindo.
Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Suradji. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.
Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Jogjakarta: Media Abadi.
Wiji Suwarno. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Xun Ge, Lourdes G. Planas, and Nelson Er. 2010. A Cognitive Support System to Scaff old Students
Problem-based Learning in a Web-based Learning Environment. The Interdisciplinary
Journal of Problem-based Learning volume 4, no. 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dibanding negara-negara di ASEAN, Indonesia termasuk negara yang
lambat dalam hal proses memajukan pendidikan. Akibat dari lambatnya proses
kemajuan pendidikan ini, kemajuan bangsa menjadi terhambat. Dampak langsung
yang dapat dilihat dari kejadian ini adalah pertumbuhan lapangan kerja yang tidak
dapat mengikuti pertumbuhan tenaga kerja. Akibatnya, banyak pengangguran,
kemiskinan, kejahatan, kerusuhan massa, dan lain-lain. Salah satu usaha yang
telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengurangi angka pengangguran
adalah dengan mengirimkan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Tapi
kebijakan ini ternyata tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena
banyak TKI yang terlibat masalah. Hal ini terjadi karena TKI yang dikirim ke luar
negeri kebanyakan adalah tenaga yang tidak dilengkapi dengan keterampilan atau
keahlian khusus. Mereka hanya bekerja sebagai buruh atau pembantu rumah
tangga dan bukan sebagai tenaga terampil atau tenaga ahli.
Upaya pemerintah untuk memberi bekal keterampilan pada para calon
tenaga kerja, baik yang akan bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri,
adalah dengan mengoptimalkan peranan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
karena di SMK tidak hanya diberikan bekal pengetahuan, tapi juga keterampilan.
Upaya ini terkendala oleh kenyataan bahwa masih ada masyarakat yang belum
tahu tentang kompetensi keahlian yang diajarkan di SMK, pembagian SMK
menurut kelompok keahlian dan kurangnya minat masyarakat terhadap SMK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Untuk menanggulangi masalah ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
Nasional telah mensosialisasikan SMK dengan slogannya “SMK bisa” yang
banyak dipublikasikan lewat media masa maupun internet. Melalui publikasi ini
diharapkan makin banyak siswa lulusan Sekolah Manengah Pertama (SMP) yang
ingin melanjutkan sekolah ke SMK atau orang tua siswa yang ingin
menyekolahkan anaknya di SMK. Dengan demikian akan semakin banyak
tercipta tenaga kerja yang siap terjun di dunia kerja sesuai dengan kompetensi
yang dimilikinya.
Untuk mengukur seberapa besar kesiapan para lulusan SMK memasuki
dunia kerja, pemerintah telah menetapkan ujian nasional yang terdiri dari 4 bidang
ilmu yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Produktif Kejuruan.
Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini banyak menuai protes dari masyarakat
karena banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional. Untuk mengatasi hal ini,
syarat kelulusan akhirnya diturunkan. Tapi karena syarat lulus yang cenderung
semakin dipermudah, maka sangat sulit untuk membuat kualitas lulusan sekolah-
sekolah di Indonesia sederajad dengan lulusan negara lain. Bahkan pada pelajaran
matematika, nilai 4,00 sudah dianggap lulus. Padahal untuk dapat menyamakan
kualitas pendidikan di Indonesia dengan negara lain, misalnya Singapura, batas
lulus sebaiknya 7,00. Bila nilai batas lulus ini dinaikkan maka dikhawatirkan akan
semakin banyak siswa yang tidak lulus ujian nasional. Berdasarkan data di Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP), nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran
Matematika SMK tahun pelajaran 2009/2010 di Kota Surakarta masih banyak
yang mendapat nilai di bawah 7,00. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Tabel 1. Distribusi Nilai Matematika Ujian Nasional SMK
Tahun pembelajaran 2009/2010 di Surakarta
Rentang Nilai Jumlah Siswa Persentase (%)
10,00 40 0,55
9,00 – 9,99 745 10,30
8,00 – 8,99 1693 23,40
7,00 – 7,99 1802 24,91
6,00 – 6,99 1460 20,18
5,50 – 5,99 533 7,37
4,25 – 5,49 831 11,49
3,00 – 4,24 122 1,69
2,00 – 2,99 6 0,08
1,00 – 1,99 0 0,00
0,00 – 0,99 3 0,06
Jumlah 7235 100
Sumber: BSNP
Tampak bahwa yang mendapat nilai di bawah 7,00 ada 2.955 siswa atau 40,84%.
Di tingkat internasional, hasil siswa Indonesia juga belum menggembirakan. Data
pada Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007
menunjukkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-36 dari 48 negara dengan
rata-rata skor 397 jauh di bawah Malaysia dengan peringkat ke-20 rata-rata 474
dan Singapura peringkat ke-3 dengan rata-rata 593 (http://nces.ed.gov/pubs2009/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2009001_1.pdf diakses tanggal 5 April 2011). Data The Program for
International Student Assessment (PISA) tahun 2009 menunjukkan Indonesia
menempati peringkat ke-62 dari 66 negara dengan skor 371 sementara Thailand
peringkat ke-52 dengan skor 419 dan Singapura peringkat ke-3 dengan skor 555
(http://dx.doi.org/10.1787/888932343342 diakses tanggal 11 April 2011). Dari
kenyataan ini dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih
sangat rendah.
Kualitas pendidikan yang rendah dapat menghambat pencapaian tujuan
nasional. Rendahnya kualitas pendidikan dapat disebabkan karena kurang
berhasilnya proses pembelajaran. Penyebabnya bisa dari siswa, guru, sarana dan
prasarana, model pembelajaran, proses pembelajaran, lingkungan tempat belajar
dan lain-lain. Salah satu penyebab yang berasal dari siswa adalah rendahnya
kemampuan penalaran siswa. Di samping itu, karena tiap-tiap materi pelajaran
mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, maka pemilihan model
pembelajaran yang tepat juga dapat meningkatkan hasil pembelajaran yang pada
akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan.
Sebagai ilmu yang banyak memerlukan pemikiran daripada hafalan,
keberhasilan siswa dalam belajar matematika sangat dipengaruhi oleh
kemampuannya dalam menggunakan nalarnya. Kemampuan penalaran ini
merupakan salah satu faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
siswa. Faktor lain yang juga turut menentukan keberhasilan siswa dalam belajar
matematika adalah model pembelajaran yang digunakan guru. Faktor ini termasuk
faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar siswa. Adapun model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
pembelajaran yang selama ini digunakan di SMK adalah model konvensional
(ceramah). Model ini mempunyai kelemahan yaitu guru aktif sedangkan siswanya
pasif sehingga potensi siswa tidak berkembang secara optimal.
Model pembelajaran yang saat ini sedang disosialisasikan pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan Nasional agar diterapkan di sekolah-sekolah
adalah model pembelajaran yang akan membuat siswa terlibat aktif dalam proses
belajar mengajar. Model pembelajaran itu misalnya pembelajaran berbasis
masalah (Problem Based Learning) yang disingkat dengan PBL. Melalui model
ini siswa diharapkan dapat berlatih menyelesaikan persoalan dengan kemampuan
penalaran yang dimilikinya sehingga siswa terlibat aktif dalam proses belajar
mengajar. Dalam hal ini, guru hanya berfungsi sebagai fasilitator.
Skor hasil belajar merupakan salah satu indikator untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam belajar. Model PBL menggunakan pendekatan atau
strategi pembelajaran kooperatif. Model kooperatif diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terjadi karena model kooperatif dapat
mendorong siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Di samping
itu, siswa merasa lebih nyaman bila bertanya pada teman sebaya dari pada
bertanya pada gurunya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan beberapa
permasalahan yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
1. Guru sebagai pendidik mempunyai peran penting dalam menentukan
keberhasilan siswa dalam belajar. Banyak guru yang mengajar tidak sesuai
dengan disiplin ilmu yang dimilikinya. Ada kemungkinan ketidaksesuaian ini
menyebabkan proses transfer pengetahuan tidak berjalan seperti yang
diharapkan. Untuk itu dapat diteliti apakah kesesuaian disiplin ilmu yang
dimiliki guru dengan pelajaran yang diampu mempengaruhi hasil belajar
siswa.
2. Adanya ruang khusus untuk belajar, buku-buku dan alat tulis yang lengkap
akan membantu siswa dalam belajar. Terkait dengan hal ini dapat diteliti
apakah sarana belajar yang lengkap dan memadai akan meningkatkan hasil
belajar siswa.
3. Tiap-tiap materi dalam pelajaran matematika mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda. Untuk itu, pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat
diperlukan. Ada kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa dalam pelajaran
matematika karena guru kurang tepat dalam memilih model pembelajaran.
Terkait dengan hal ini, dapat diteliti apakah penerapan model pembelajaran
berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya pada
Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi
bilangan real.
4. Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang menuntut
siswa dapat menyelesaikan masalah secara mandiri/kelompok dan terlibat
aktif dalam proses pembelajaran. Ada kemungkinan siswa mengalami
kesulitan dalam memahami permasalahan yang akan dicari pemecahannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Untuk itu dapat diteliti, apakah model PBL yang dimodifikasi dengan
pendekatan realistik terbimbing (modified PBL) memberi hasil yang lebih
baik dibanding pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL).
5. Di samping faktor eksternal, faktor internal pada diri siswa sangat besar
peranannya dalam menentukan hasil belajar siswa yang bersangkutan. Salah
satu faktor internal itu adalah kemampuan penalaran siswa. Sebagai mata
pelajaran yang banyak membutuhkan penalaran dari pada hafalan, maka ada
kemungkinan perbedaan kemampuan penalaran menyebabkan perbedaan
hasil belajar siswa. Terkait dengan hal ini, dapat diteliti apakah kemampuan
penalaran siswa mempunyai peranan dalam menentukan hasil belajarnya.
C. Pemilihan Masalah
Karena keterbatasan peneliti, maka tidak semua permasalahan di atas akan
diteliti. Peneliti hanya akan meneliti permasalahan ketiga, keempat dan kelima
yaitu membandingkan hasil belajar matematika siswa yang diberi model
pembelajaran Problem Based Learning, baik yang free PBL maupun modified
PBL, bila ditinjau dari kemampuan penalaran siswa. Modified PBL dipilih dengan
pendekatan realistik terbimbing karena untuk Standar Kompetensi memecahkan
masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real sangat cocok bila
menggunakan pendekatan realistik. Di samping itu, materi dalam standar
kompetensi ini banyak berhubungan dengan permasalahan hidup sehari-hari
sehingga model pembelajaran berbasis masalah sangat cocok bila diterapkan pada
materi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
D. Pembatasan Masalah
1. Materi matematika yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi pada
Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi
bilangan real dengan Kompetensi Dasar menerapkan operasi pada bilangan
real yang diajarkan pada siswa kelas X SMK di Surakarta Tahun Pembelajaran
2011/2012.
2. Model pembelajaran yang dipakai untuk eksperimen adalah free Problem
Based Learning dan modified Problem Based Learning dengan pendekatan
realistik terbimbing.
3. Hasil belajar matematika diperoleh dari tes pada Standar Kompetensi
memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real dengan
Kompetensi Dasar menerapkan operasi pada bilangan real.
4. Skor kemampuan penalaran diperoleh dari tes kemampuan penalaran dan
dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah tersebut di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi
pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL?
2. Manakah yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang memiliki
kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah?
3. Apakah perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model
pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
a. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, manakah yang
hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran
dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL?
b. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang, manakah yang
hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran
dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL?
c. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah, manakah yang
hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran
dengan model pembelajaran free PBL atau modified PBL?
d. Pada model pembelajaran free PBL, manakah yang hasil belajar
matematikanya lebih baik, siswa dengan kemampuan penalaran tinggi,
sedang atau rendah?
e. Pada model pembelajaran modified PBL, manakah yang hasil belajar
matematikanya lebih baik, siswa dengan kemampuan penalaran tinggi,
sedang atau rendah?
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. untuk mengetahui mana yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa
yang diberi pembelajaran dengan model pembelajaran free PBL atau modified
PBL.
2. untuk mengetahui mana yang hasil belajar matematikanya lebih baik, siswa
yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, sedang atau rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
3. untuk mengetahui apakah perbedaan hasil belajar matematika antara masing-
masing model pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
a. pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, mana yang hasil
belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan
model pembelajaran free PBL atau modified PBL.
b. pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang, mana yang hasil
belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan
model pembelajaran free PBL atau modified PBL.
c. pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah, mana yang hasil
belajar matematikanya lebih baik, siswa yang diberi pembelajaran dengan
model pembelajaran free PBL atau modified PBL.
d. pada model pembelajaran free PBL, mana yang hasil belajar
matematikanya lebih baik, siswa dengan kemampuan penalaran tinggi,
sedang atau rendah.
e. pada model pembelajaran modified PBL, mana yang hasil belajar
matematikanya lebih baik, siswa dengan kemampuan penalaran tinggi,
sedang atau rendah.
G. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. memberikan gambaran pada pelaksana pendidikan tentang model
pembelajaran khususnya model pembelajaran Problem Based Learning dan
pengaruhnya terhadap hasil belajar matematika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
2. membantu guru dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencari solusi dalam kaitannya dengan masalah-masalah pembelajaran yang
berhubungan dengan perbedaan kemampuan penalaran siswa.
3. membantu guru agar memahami karakteristik model pembelajaran sehingga
dapat menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran
tertentu.
4. menjadi acuan dan bahan pertimbangan bagi para peneliti pendidikan yang
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Belajar
Manusia sudah mulai melakukan kegiatan belajar sejak dia dilahirkan ke
dunia ini. Dengan belajar manusia dapat mengembangkan potensi-potensi
kemampuan yang dimilikinya. Proses belajar dapat terjadi bila seseorang
menghadapi situasi atau keadaan baru yang mendorong orang itu untuk
mengetahui keadaan baru itu lebih mendalam. Rasa ingin tahu inilah yang
menjadi pendorong seseorang untuk belajar. Proses belajar dapat mengubah orang
yang belum terdidik menjadi orang yang terdidik dan orang yang belum memiliki
pengetahuan tentang sesuatu menjadi orang yang memiliki pengetahuan. James
Whittaker (dalam Aunurrahman, 2009:35) mengemukakan bahwa belajar adalah
proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Winkel (2004:4) menyatakan belajar adalah aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai
sikap. Belajar akan mengubah perilaku mental siswa yang belajar (Dimyati dan
Mudjiono, 2002:5). Gage (dalam Martinis, 2008:122) mendefinisikan belajar
sebagai suatu proses di mana organisme berubah perilakunya diakibatkan
pengalaman. Menurut Harold Spear (dalam Martinis, 2008:122), belajar terdiri
dari pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Agar belajar dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
berkualitas dengan baik, perubahan itu harus dilahirkan oleh pengalaman dan oleh
interaksi antara orang dengan lingkungannya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Arifin dan Aminuddin (dalam Wiji Suwarno, 2006: 53) bahwa anak didik belajar
melalui pengalamannya sendiri, kemudian terjadi interaksi antara pengalaman
dengan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinya secara alami. Pendidik
hanya menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan berperan sebagai
fasilitator atau narasumber. Tanggung jawab terletak pada diri anak didik sendiri.
Dalam pandangan teori belajar konstruktivisme, para siswa sebagai
pebelajar tidak menerima begitu saja pengetahuan yang mereka dapatkan, tetapi
mereka secara aktif membangun pengetahuannya sendiri. Menurut Von
Glasersfeld (dalam Martinis, 2008:7), manusia dapat mengetahui sesuatu bila
telah mengonstruksinya. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi
seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya. Ausubel (dalam Dahar,
1988: 99) mengatakan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi
belajar siswa adalah apa yang telah diketahui siswa atau konsep baru atau
informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam
struktur kognitif siswa. Apalagi sebenarnya siswa telah memiliki satu set idea dan
pengalaman yang membentuk struktur kognitifnya melalui interaksi mereka
dengan lingkungan. Sedangkan tugas seorang pengajar adalah membantu siswa
agar mampu mengonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi yang konkret.
Lev Vygotsky (dalam Arif Rohman, 2009:128) berpendapat bahwa siswa
membentuk pengetahuannya bukan hasil copy dari apa yang mereka temukan di
dalam lingkungan, tapi sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri. Ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
dua hal yang ditekankan Vygotsky: (1) Perlu pembelajaran kooperatif antar siswa
sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif. (2) Semakin lama
siswa belajar akan semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.
John Steiner (dalam Slavin, 2008: 63) menjelaskan konsep perkembangan anak
dalam belajar yaitu apa yang dapat dilakukan seorang anak secara mandiri dan apa
yang dapat dilakukan anak tersebut ketika dibantu oleh orang dewasa. Kedua
tingkatan perkembangan ini, oleh Vygotsky disebut sebagai perkembangan
proksimal yang dapat menunjukkan di mana anak itu berada pada masa tertentu
dan juga ke mana anak itu akan pergi. Lebih lanjut Vygotsky (dalam Slavin, 2008:
82) mengemukakan bahwa pembelajaran yang dibantu berlangsung dalam zona
perkembangan proksimal anak-anak, di mana mereka dapat melakukan tugas-
tugas baru yang berada dalam kemampuan mereka hanya dengan bantuan guru
atau teman. Anak-anak meresapkan pembelajaran, mengembangkan kemandirian
dan memecahkan masalah melalui percakapan atau dalam hati. Guru menyediakan
konteks interaksi seperti kelompok belajar bersama.
Dalam dunia pendidikan sekarang, tujuan pembelajaran tidak hanya untuk
mengubah tingkah laku siswa, tetapi membentuk karakter dan mengembangkan jiwa
profesional yang mengarah pada pembentukan kepribadian yang baik dan jujur.
Praktik pembelajaran akan digeser menjadi pembelajaran yang lebih bertumpu pada
teori kognitif dan konstruktivistik (Aunurrahman, 2009: 2). Penekanannya adalah
pada mempelajari cara belajar dan bukan hanya sekedar pada mempelajari materi
pelajaran dengan tujuan untuk mendapat hasil secara instan. Sedangkan pendekatan,
strategi dan model pembelajarannya mengacu pada konsep konstruktivisme yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
mendorong dan menghargai usaha belajar siswa untuk membentuk sendiri
pengetahuannya. Dengan pembelajaran konstruktivisme memungkinkan terjadinya
pembelajaran berbasis masalah. Siswa sebagai subyek terlibat langsung dengan
masalah dan tertantang untuk belajar menyelesaikan berbagai masalah yang relevan
dengan kehidupan mereka. Dengan skenario pembelajaran berbasis masalah ini siswa
akan berusaha memberdayakan seluruh potensi akademik dan strategi yang mereka
miliki untuk menyelesaikan masalah secara individu/kelompok. Prinsip pembelajaran
konstruktivisme yang berorientasi pada masalah dan tantangan akan menghasilkan
sikap mental profesional dalam pola pikir siswa, sehingga kegiatan pembelajaran
selalu menantang dan menyenangkan (Anwar, 2008:1).
Pengajaran konstruktivisme yang mendorong konstruksi pengetahuan
secara aktif memiliki beberapa ciri: (1) menyediakan peluang kepada siswa
belajar dari tujuan yang ditetapkan dan mengembangkan ide-ide secara lebih luas;
(2) mendukung kemandirian siswa belajar dan berdiskusi, membuat hubungan,
merumuskan kembali ide-ide, dan menarik kesimpulan sendiri; (3) sharing
dengan siswa mengenai pentingnya pesan bahwa dunia adalah tempat yang
kompleks di mana terdapat pandangan yang multi dan kebenaran sering
merupakan hasil interpretasi; (4) menempatkan pembelajaran berpusat pada siswa
dan penilaian yang mampu mencerminkan berpikir divergen siswa (Santyasa,
2005:6).
Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivisme mendasarkan diri pada
tiga fokus belajar, yaitu: (1) proses, (2) tranfer belajar, dan (3) bagaimana belajar.
Fokus yang pertama proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk
mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
didasari oleh asumsi bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa berkembang
secara alamiah. Oleh sebab itu, paradigma pembelajaran hendaknya
mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai manusia dibandingkan hanya
menganggap mereka belajar dari apa yang dipresentasikan oleh guru. Implikasi
nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat
pada kurikulum menuju pendidikan berpusat pada siswa. Dalam pendidikan
berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya bagaimana
membantu para siswa melakukan revolusi kognitif. Model pembelajaran
perubahan konseptual merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan
pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang fokus pada proses pembelajaran adalah
suatu nilai utama pendekatan konstruktivisme. Fokus yang kedua transfer belajar,
mendasarkan diri pada premis siswa dapat “menggunakan” dibandingkan hanya
dapat “mengingat” apa yang dipelajari. Satu nilai yang dapat dipetik dari premis
tersebut, bahwa belajar bermakna harus diyakini memiliki nilai yang lebih baik
dibandingkan dengan belajar menghafal, dan pemahaman lebih baik dibandingkan
hafalan. Selanjutnya pemahaman mendalam dapat dipandang sebagai kemampuan
mentransfer apa yang dipelajari ke dalam situasi baru. Fokus yang ketiga
“bagaimana belajar” memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan “apa
yang dipelajari”. Alternatif pencapaian “bagaimana belajar” adalah dengan
memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas
belajar untuk keterampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan berpikir
merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar “bagaimana belajar” (Santyasa,
2005:7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang berpaham konstruktivisme di
antaranya sebagai berikut:
a. Pengertian dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun
sosial,
b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya
dengan keaktifan siswa itu sendiri untuk bernalar,
c. Siswa aktif mengonstruksi terus menerus sehingga selalu terjadi perubahan
konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan
konsep ilmiah,
d. Guru sekadar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses
konstruksi siswa berjalan mulus sesuai dengan kemampuan siswa.
Ciri-ciri pembelajaran matematika secara konstruktivisme sebagai berikut.
a. Siswa terlibat secara aktif dalam belajarnya,
b. Siswa belajar materi matematika, secara bermakna,
c. Siswa belajar bagaimana belajar itu,
d. Informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebelumnya sehingga
menyatu dengan skema yang telah dimiliki siswa,
e. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan,
f. Berorientasi pada pemecahan masalah (Defantri, 2009:3)
Belajar matematika, tidak sekadar learning to know, melainkan harus
ditingkatkan menjadi learning to do, learning to be, hingga learning to live
together (Unesco dalam Aunurrahman, 2009:6). Pengajaran matematika perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
diperbarui secara mendasar menjadi pembelajaran matematika. Terjadi pergeseran
paradigma dalam proses pembelajaran matematika, yaitu:
a. Dari berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa,
b. Dari mengajar menjadi belajar,
c. Dari berdasar pada materi pelajaran menjadi berdasar pada kompetensi
pelajaran,
d. Dari hasil belajar menjadi proses belajar,
Menurut Arif Rohman (2009:181), pengetahuan yang dimiliki seseorang
tidak dapat dengan mudah dipindahkan begitu saja kepada orang lain, termasuk
pengetahuan dari guru tidak bisa dengan mudah dipindahkan ke siswa, tetapi
siswa sendirilah yang harus mengartikannya. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa
belajar merupakan proses aktif pelajar dalam mengkonstruksi pengetahuannya.
Oleh Karena itu, Paul Suparno (dalam Arif Rohman, 2009:181)
menyebutkan ciri-ciri belajar menurut paham konstruktivisme sebagai berikut:
a. Belajar berarti membentuk makna.
b. Proses konstruksi membentuk pengetahuan berlangsung terus menerus.
c. Belajar bukanlah kegiatan membentuk fakta, tetapi pengembangan
pemikiran dengan membuat pengertian baru.
d. Belajar bukan hasil dari perkembangan tetapi merupakan perkembangan
itu sendiri.
e. Perkembangan memerlukan penemuan baru dan rekonstruksi pemikiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
f. Proses belajar adalah skema seorang dalam keraguan yang mendorong
pemikiran lebih lanjut.
g. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan pelajar.
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan proses perubahan tingkah laku yang ditimbulkan melalui latihan
atau pengalaman sehingga dapat membentuk karakter dan mengembangkan
jiwa profesional.
2. Pembelajaran Berbasis Masalah
Dalam paradigma baru pembelajaran, terjadi pergeseran pada proses belajar
mengajar yaitu dari guru aktif menjadi siswa aktif. Siswa harus diberi kesempatan
untuk membangun (mengkonstruksi) sendiri pengetahuannya. Bila siswa sendiri
yang membangun pengetahuannya, diharapkan pengetahuan itu dapat bertahan
lama dan tidak mudah dilupakan. Di samping itu, potensi yang dimiliki siswa
akan dapat berkembang secara optimal.
Paham konstruktivisme ini sangat cocok bila diterapkan dengan model
pembelajaran berbasis masalah sebab konstruktivisme merupakan landasan dari
pembelajaran berbasis masalah (Piaget dalam Sugiyanto, 2009:153). Suradji
(2008:47) mendefinisikan model pembelajaran berbasis masalah sebagai suatu
cara menyajikan bahan pelajaran dengan menghadapkan pelajar pada persoalan
yang harus dipecahkan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan satu dari banyak
pembelajaran inovatif yang saat ini sedang digalakkan dalam sistem pendidikan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Indonesia. Seperti model pembelajaran inovatif yang lain, model pembelajaran
berbasis masalah juga mempunyai ciri pengajaran yang berpusat pada siswa.
Model pembelajaran ini dapat dilaksanakan secara individu maupun dengan cara
belajar kelompok (diskusi) dengan siswa lain. Umar dan La Sulo (2005:87)
mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses eksperimental dan salah satu
model pembelajaran yang penting adalah model pemecahan masalah. Melalui
model ini, anak diberi kebebasan dalam belajar memecahkan masalah melalui
pengalaman langsung. Sementara itu, Kelvin Seifert (2010:102) menyatakan
bahwa agar siswa tertarik dengan proses belajar mengajar maka guru harus dapat
memadukan antara metode diskusi, presentasi dan tugas-tugas individual.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL) mengambil
psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya tidak banyak pada apa
yang sedang dikerjakan siswa (perilakunya), tetapi pada apa yang dipikirkan
(kognisinya). Meskipun demikian, peran guru dalam PBL kadang-kadang juga
diperlukan untuk menjelaskan berbagai hal kepada siswa terutama dalam hal
membawa ide abstrak ke dalam keadaan realistik. Hal ini dikarenakan PBL
merupakan model pembelajaran tingkat tinggi dalam arti hanya siswa yang
mempunyai penalaran tinggi yang mampu mengikuti proses pembelajaran dengan
baik, sedangkan siswa dengan penalaran sedang apalagi rendah akan kesulitan
memahami masalah yang diberikan. Kelemahan PBL ini dapat ditanggulangi
dengan memodifikasinya menggunakan pendekatan realistik yang dibimbing oleh
guru. Walaupun peran guru diperlukan, tetapi guru harus lebih menempatkan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir
dalam menyelesaikan masalahnya sendiri.
Boud dan Felleti (dalam Saptono, 2003) menyatakan bahwa “Problem based
learning is a way of constructing and teaching course using problem as a stimulus
and focus on student activity” yang artinya pembelajaran berbasis masalah adalah
suatu cara mengonstruksi dan mengajar menggunakan masalah sebagai stimulus
dan fokus pada aktivitas siswa. Sementara Made Wena (2009:52) menyatakan
bahwa tujuan akhir pembelajaran adalah menghasilkan siswa yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak
di masyarakat. Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang andal
dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangkaian strategi pembelajaran
pemecahan masalah.
Meskipun PBL merupakan model pembelajaran yang diharapkan dapat
membuat siswa lebih aktif dalam proses belajar, namun demikian guru harus
dapat menyesuaikan dengan materi pelajaran yang akan diberikan pada siswa
sebab tidak semua materi pelajaran cocok dengan model pembelajaran tertentu.
Hal ini sesuai dengan pendapat Suradji (2008:114) yang mengatakan bahwa tidak
ada satu metode/model yang baik untuk mencapai setiap tujuan pembelajaran.
Setiap model mempunyai kebaikan dan kelemahan. Guru perlu mengetahui kapan
suatu model tepat digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari model-
model itu. Guru hendaknya dapat memilih model yang paling banyak
mendatangkan hasil. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu cara melaksanakan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dengan menghadapkan siswa pada persoalan yang harus dipecahkan baik secara
individu maupun diskusi kelompok dan fokus pada aktivitas siswa.
Salah satu usaha untuk memperlancar proses pembelajaran matematika
adalah dengan menggunakan media pembelajaran matematika. Media
pembelajaran adalah sarana dan prasarana yang dapat berupa software atau
hardware yang digunakan untuk membantu proses belajar-mengajar. Hardware
yang dimaksud antara lain : OHP, radio, tape recorder, TV, slide, proyektor,
lembar kerja dan film. Sedangkan software yang dimaksud adalah informasi atau
cerita yang terdapat dalam film, bahan pelajaran yang terdapat dalam slide dan
perangkat lunak komputer.
Media pembelajaran yang banyak dipakai oleh guru dalam proses belajar
mengajar adalah media pembelajaran bentuk lembar kerja siswa atau dapat berupa
modul. Media ini paling populer di dunia pendidikan karena mudah
pembuatannya, memerlukan biaya yang relatif murah dan juga waktu pembuatan
yang lebih singkat dibanding media pembelajaran lain.
Dalam penelitian ini, media pembelajaran yang dipakai adalah proyektor
dan lembar kerja siswa. Proyektor digunakan untuk memberi petunjuk atau
pengarahan tentang pokok-pokok materi yang akan dipelajari siswa, sedangkan
lembar kerja siswa digunakan untuk menyampaikan bahan-bahan yang akan dicari
pemecahannya oleh para siswa melalui diskusi kelompok. Lembar kerja siswa
dapat diisi dengan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh siswa baik secara
kelompok maupun secara individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam memberikan
tugas kepada siswa antara lain:
1) Tugas harus jelas.
2) Petunjuk cara mengerjakan tugas harus jelas.
3) Tugas harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
4) Sumber yang digunakan siswa dalam mengerjakan tugas harus dikemukakan.
5) Bentuk laporan mudah dipahami dan dikerjakan oleh siswa.
6) Hasil pekerjaan harus diperiksa atau dinilai serta dikoreksi (apabila ada yang
salah).
7) Pekerjaan yang sudah dikoreksi dikembalikan pada siswa sehingga siswa tahu
kesalahannya dalam mengerjakan tugas.
8) Mengadakan tanya jawab seputar tugas tersebut dengan tujuan untuk
mengetahui kedalaman materi pelajaran yang sudah dikuasai siswa.
Kelebihan pemberian tugas antara lain siswa mengalami dan mendalami
sendiri pengetahuan yang didapatkannya, sehingga pengetahuan itu akan tinggal
lama dalam pikirannya. Apalagi dalam melaksanakan tugas ditunjang dengan
minat dan perhatian siswa serta kejelasan tujuan mereka belajar. Dalam hal ini
siswa juga mengembangkan daya berpikirnya sendiri, daya inisiatif, daya kreatif,
tanggung jawab dan melatih kemandirian. Agar lebih jelas dalam memahami
perbedaan antara free Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah
murni) dan modified Problem Based Learning (pembelajaran berbasis masalah
yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing), berikut ini disajikan
tabel langkah-langkah pelaksanaan pembelajarannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Tabel 2. Langkah-langkah Pembelajaran Free PBL dan Modified PBL
Free PBL Modified PBL
1. Siswa membentuk kelompok
belajar terdiri dari 4 sampai 5
orang tiap kelompok.
2. Siswa diberi LKS kemudian
ditugaskan untuk menjawab
masalah yang disajikan dengan
berpedoman pada buku
pegangan dan mendiskusikan
masalah tersebut dengan teman
dalam kelompoknya.
3. Siswa diberi kesempatan tanya
jawab untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa tentang
materi pelajaran yang baru saja
didiskusikan.
1. Siswa membentuk kelompok
belajar terdiri dari 4 sampai 5
orang tiap kelompok.
2. Siswa diberi LKS untuk
mempelajari kejadian realistis
sehari-hari yang diuraikan di
lembaran tersebut kemudian
mencari jawaban dari masalah
yang disajikan dengan
berpedoman pada buku pegangan
dan mendiskusikan dengan teman
dalam kelompoknya.
3. Guru mendatangi tiap kelompok
dan memberi bimbingan jika ada
siswa yang kesulitan memahami
masalah yang diberikan guru.
4. Siswa diberi kesempatan tanya
jawab untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa tentang materi
pelajaran yang baru saja
didiskusikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
3. Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika selama ini cenderung menjadikan dunia nyata
sebagai tempat mengaplikasikan konsep. Akibatnya, siswa yang kurang
menghayati atau memahami konsep-konsep matematika akan mengalami
kesulitan untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Salah
satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman
sehari-hari dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah
pembelajaran Matematika Realistik.
Matematika Realistik menggunakan konteks dunia nyata, model-model,
produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan. Pembelajaran
Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa
mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Dengan
demikian, pembelajaran Matematika Realistik akan mempunyai kontribusi yang
sangat tinggi dengan pemahaman siswa tentang konsep matematika.
Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai obyek yang
bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan
dalam matematika. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam
mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Padahal siswa akan
belajar lebih baik jika lingkungan belajar diciptakan alamiah. Hal lain yang
menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran
matematika kurang bermakna. Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami
apa yang dipelajari, bukan hanya mengetahuinya (Sugiyanto, 2009:16).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Pembelajaran Matematika Realistik atau Realistic Mathematics Education
(RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika. Teori ini
pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh
Institut Freudenthal. Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang
mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika
merupakan aktivitas manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan siswa
dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas
manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali
ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan
melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”.
Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada
sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar dalam Ispujiati, 2009:5).
Menurut Hans Freudental (dalam Marsigit, 2008:1) matematika
merupakan aktivitas insani dan harus dikaitkan dengan realitas. Dengan demikian
ketika siswa melakukan kegiatan belajar matematika maka dalam dirinya terjadi
proses matematisasi. Terdapat dua macam matematisasi, yaitu: (1) matematisasi
horisontal dan (2) matematisasi vertikal. Matematisasi horisontal berproses dari
dunia nyata ke dalam simbol-simbol matematika. Proses ini terjadi pada siswa
ketika ia dihadapkan pada problematika kehidupan/situasi nyata. Sedangkan
matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi di dalam sistem matematika
itu sendiri; misalnya penemuan strategi menyelesaikan soal, mengaitkan
hubungan antar konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus/temuan rumus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Matematika Realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika
sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa
sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai
sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika
formal. Pembelajaran Matematika Realistik di kelas berorientasi pada
karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan
kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.
Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep
matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang
lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
realistik adalah pembelajaran matematika yang memfokuskan pada permasalahan
hidup yang dialami siswa sendiri.
4. Kemampuan Penalaran
Hasil belajar matematika yang rendah kemungkinan disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain pembelajaran yang lebih berorientasi pada pencapaian
target (bukan pada proses pemahaman siswa terhadap konsep-konsep
matematika), tingkat keinginan siswa untuk belajar, aktivitas pembelajaran di
kelas yang mana guru aktif sementara siswa pasif, kemampuan penalaran
(reasoning ability) siswa dan lain-lain. Berkaitan dengan kemampuan penalaran,
Hamzah (2008:128) mengemukakan bahwa dalam paham konstruktivisme, belajar
matematika memerlukan penalaran. Dengan penalaran tersebut siswa dapat
membentuk pengetahuan matematikanya dengan baik. Sejalan dengan Hamzah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Suradji (2008:60) mengatakan bahwa kelompok pelajar yang cerdas (mempunyai
kemampuan penalaran tinggi), akan lebih berhasil dari pada kelompok pelajar
yang sedang / kurang karena mereka dapat membuat rencana yang tepat,
mengumpulkan fakta-fakta dengan cepat serta menarik kesimpulan-kesimpulan.
Gardner (dalam Arif Rohman, 2009:137) menyatakan bahwa kecerdasan
dalam bidang matematika adalah kemampuan akal peserta didik untuk
menggunakan angka secara efektif dan berpikir secara nalar. Kecerdasan ini
mencakup kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungannya, pernyataan-
pernyataan, proposisi: jika-maka, sebab akibat, fungsi-fungsi dan abstrak-abstrak
yang saling berkaitan. Kecerdasan ini memuat kemampuan berpikir menurut
aturan logika serta memecahkan masalah dengan kemampuan penalaran.
Sedangkan Munandar (dalam Arif Rohman, 2009:143) mengatakan bahwa peserta
didik yang berbakat dalam bidang matematika adalah siswa yang mempunyai
penalaran tajam dan berpikir logis. Sementara Jujun (1996:42) mengatakan bahwa
penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang
berupa pengetahuan.
Berpikir kritis dalam belajar matematika merupakan suatu peoses kognitif
atau tindakan mental dalam usaha memperoleh pengetahuan matematika
berdasarkan penalaran matematis. Penalaran matematis meliputi menarik
kesimpulan logis; memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta,
sifat-sifat, dan hubungan untuk menganalisis situasi matematis; menarik analogi
dan generalisasi; menyusun dan menguji konjektur; memberikan lawan contoh;
mengikuti aturan inferensi; memeriksa validitas argumen; menyusun argumen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
yang valid; menyusun pembuktian langsung, tak langsung dan menggunakan
induksi matematis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemampuan
penalaran adalah kemampuan seseorang dalam melakukan proses berpikir untuk
menarik kesimpulan berupa pengetahuan yang dapat diterima akal.
5. Hasil Belajar Matematika
a. Hasil Belajar
Seorang peserta didik yang telah belajar akan mengalami perubahan tingkah
laku di dalam kehidupannya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:174),
terjadinya perubahan tingkah laku secara tetap baik kognitif, afektif dan
psikomotorik ini sering disebut dengan hasil dari belajar. Lebih lanjut mereka
mengatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar (3). Sedangkan Degeng (dalam Made Wena, 2009: 6)
mengatakan bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai
indikator tentang nilai dari penggunaan strategi pembelajaran. Hamzah (2008:213)
mendefinisikan hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap
dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan
lingkungannya.
Umar dan La Sulo (2005:50) berpendapat bahwa individu yang belajar
hanya akan sampai pada perolehan hasil belajar dan pengembangan penalaran bila
ia mengalami sendiri dalam proses hasil belajar tersebut. Senada dengan Umar
dan La Sulo, Hamzah (2008:133) mengatakan bahwa seorang anak yang ingin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
mencapai hasil belajarnya pada mata pelajaran matematika memerlukan proses
kerja untuk memecahkan masalah matematika.
Hasil belajar siswa dapat diketahui bila dilakukan penilaian terhadap
evaluasi (tes) yang sudah dilakukan. Aunurrahman (2009:207) mengemukakan
bahwa penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat
penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana proses belajar peserta
didik atau ketercapaian kompetensi peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan
tentang sebaik apa hasil belajar seorang peserta didik (siswa). Sementara Dimyati
dan Mudjiono (2002:259) mengatakan bahwa tes hasil belajar dapat digunakan
untuk mengetahui kemajuan belajar. Pada umumnya tes ini disusun oleh guru
sendiri.
Usaha-usaha yang perlu dilakukan oleh guru untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dapat dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas serta
kelebihan-kelebihan yang ada di lingkungan sekolah antara lain:
1. Meningkatkan keterampilan guru atau siswa dalam menggunakan alat bantu
ajar.
2. Meningkatkan keterampilan guru dalam menggunakan model yang tepat.
3. Memanfaatkan alat atau bahan yang tersedia dan mudah didapat sebagai
sumber belajar.
Selain itu, untuk menghadapi dan menyikapi kurikulum yang berbasis
kompetensi yang kemudian disempurnakan menjadi kurikulum tingkat satuan
pendidikan, para guru diharapkan dapat selalu menyesuaikan diri dan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mengikuti perubahan kurikulum yang selalu berkembang mengikuti
perkembangan jaman.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar
adalah semua efek yang dapat dijadikan indikator untuk memperoleh informasi
tentang perkembangan seseorang setelah melakukan proses belajar.
b. Matematika dan Matematika di SMK
Matematika merupakan ilmu yang banyak diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Karena begitu pentingnya matematika dalam kehidupan ini, maka
matematika sudah diajarkan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan
Tinggi. Menurut Poerwadarminta (2005:723), “Matematika adalah ilmu tentang
bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan, dan prosedur operasional yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah mengenai bilangan”. Sedangkan
Johnson dan Rise menyatakan ”Matematika adalah suatu pola berpikir, pola
pengorganisasian, pembuktian yang logis” (dalam Erman Suherman, 2008: 12).
Dalam buku kurikulum (2004:202) sekolah menengah kejuruan disebutkan bahwa
matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah. Implikasi dari pandangan ini
adalah (1) lingkungan belajar harus mendorong timbulnya masalah matematika
(2) siswa memecahkan masalah matematika menggunakan caranya sendiri (3)
mendorong siswa untuk berpikir logis (4) mengembangkan kompetensi untuk
memecahkan masalah.
Pada dasarnya, pengertian matematika di SMK sama dengan pengertian
matematika pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada titik berat materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pelajarannya yang mana matematika di SMK lebih menitikberatkan pada
aplikasinya pada kehidupan nyata dan dunia kerja.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika
adalah ilmu yang mempelajari tentang bilangan-bilangan dan hubungan antar
bilangan yang dalam penyelesaiannya diperlukan pola berpikir, pola
pengorganisasian dan pembuktian logis (nalar).
Sesuai dengan pengertian hasil belajar dan pengertian matematika tersebut
di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah semua efek yang
dapat dijadikan indikator untuk memperoleh informasi tentang perkembangan
seseorang setelah melakukan proses belajar matematika.
B. Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah penelitian yang berkaitan dengan Problem Based
Learning yang dilakukan di luar negeri:
1. Sharifah Norul Akmar SZ and Lee Siew Eng (2005).
The results indicate that PBL method has an overall positive impact
on the Mathematics Method students attitudes, activities and
perceptions towards Problem-Based Learning.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model Pembelajaran
Berbasis Masalah mengindikasikan pengaruh positif terhadap kemampuan,
aktivitas dan persepsi terhadap matematika. Kesamaannya dengan penelitian
yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
PBL. Perbedaannya adalah materi yang digunakan, tempat penelitian,
modifikasi PBL dan hubungannya dengan kemampuan penalaran.
2. Xun Ge, Lourdes G. Planas, and Nelson Er (2010).
The results showed that students in both conditions significantly
improved their problem-solving scores given a chance to revise their
initial problem-solving reports. In addition, the study revealed a
positive effect of the expert modeling mechanism in supporting
students’ reasoning and problem-solving processes.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model problem based
learning secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah mekanisme pemodelan dan mendukung penalaran
siswa. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada
model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL dan penalaran. Perbedaannya
adalah pembelajarannya dengan sistem jaringan, materi yang digunakan,
tempat penelitian dan modifikasi PBL.
3. John R. Mergendoller, Nan L.Maxwell, Yolanda Bellisimo (2000).
PBL was found to be a more effective instructional approach for
teaching macroeconomics than traditional lecture–discussion (p =
.05). Additional analyses provided evidence that PBL was more
effective than traditional instruction with students of average verbal
ability and below, students who were more interested in learning
economics,and students who were most and least confident in their
ability to solve problems.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa model problem based
learning lebih efektif untuk mengajar makroekonomi dibanding model
ceramah atau diskusi biasa ditinjau dari kemampuan verbal siswa.
Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model
pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL dan
kemampuan verbal.
4. Olga Pierrakos, Anna Zilberberg, and Robin Anderson (2010).
Our findings revealed that moderately structured and fairly complex
undergraduate research (UR) problems are well-suited for PBL
implementation in the classroom because they trigger the use of
multiple cognitive operations in the context of a continuously
changing, dynamic.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa masalah penelitian
sarjana yang kompleks sangat cocok untuk penerapan PBL dalam kelas
karena dapat memicu penggunaan beberapa operasi kognitif dalam kaitannya
dengan perubahan yang terus menerus. Kesamaannya dengan penelitian yang
peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran yang digunakan yaitu
PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang digunakan, tempat
penelitian, modifikasi PBL dan kemampuan penalaran.
5. Johannes Strobel and Angela van Barneveld (2009).
Our findings indicated that PBL was superior when it comes to long-
term retention, skill development and satisfaction of students and
teachers, while traditional approaches were more effective for short-
term retention as measured by standardized board exams.
Implications are discussed.
Hasil penelitian mereka mengindikasikan bahwa PBL lebih efektif
untuk pengembangan ingatan dan keterampilan jangka panjang sedangkan
pengajaran tradisional efektif untuk ingatan jangka pendek. Kesamaannya
dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak pada model pembelajaran
yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah materi pelajaran yang
digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL, tradisional (ceramah) dan
kemampuan penalaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
6. Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons (2004).
Results of our study suggest that PBL units involving students with
varied disabilities have the potential to help students with special
needs gain social skills, feel compassion for less able students, gain
self-esteem, and stay engaged in their learning. Observational data
indicated that the students in the present study were engaged during
the unit, and both teachers and students perceived that students were
more engaged than during traditional instruction.
Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa siswa penyandang
cacat yang diberi PBL lebih aktif dalam belajar dibanding pengajaran
tradisional. Kesamaannya dengan penelitian yang peneliti lakukan terletak
pada model pembelajaran yang digunakan yaitu PBL. Perbedaannya adalah
materi pelajaran yang digunakan, tempat penelitian, modifikasi PBL,
tradisional (ceramah) dan kemampuan penalaran.
C. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh Model PBL terhadap Hasil Belajar Matematika
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar
matematika adalah model pembelajaran yang ditentukan guru. Banyaknya model
pembelajaran tidak berarti bahwa semua model pembelajaran itu dipakai semua,
tapi harus dipilih yang paling sesuai dengan materi pelajaran yang akan
disampaikan kepada siswa. Hal ini dikarenakan masing-masing model
pembelajaran mempunyai karakteristik tertentu yang berbeda-beda sehingga harus
dicari materi yang paling cocok dengan pelajaran yang akan disampaikan.
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran yang didasari
oleh permasalahan. Model pembelajaran ini sangat sesuai bila digunakan dalam
pembelajaran matematika karena prinsip dasar matematika adalah mencari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
penyelesaian dari soal atau masalah yang disajikan. Pada Standar Kompetensi
memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real, banyak
dijumpai masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Oleh karena
itu, pemilihan model pembelajaran PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan
realistik diharapkan akan dapat lebih meningkatkan hasil belajar siswa dibanding
dengan free PBL.
2. Pengaruh Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar Matematika
Matematika adalah pelajaran yang banyak memerlukan penalaran dalam
mencari penyelesaian dari soal-soal yang disajikan. Perbedaan kemampuan
penalaran yang dimiliki masing-masing siswa akan menyebabkan perbedaan hasil
belajar siswa. Siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi akan mudah
memahami maksud dari soal-soal matematika dan mudah untuk menentukan arah
penyelesaian soal-soal tersebut. Sebaliknya siswa yang kemampuan penalarannya
sedang atau bahkan rendah akan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal
matematika karena mereka kesulitan dalam memahami soal dan menentukan arah
penyelesaiannya.
3. Pengaruh Model PBL dan Kemampuan Penalaran terhadap Hasil Belajar
Siswa
Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan meningkatkan hasil belajar
matematika siswa. Model PBL, apalagi PBL yang dimodifikasi dengan
pendekatan realistik, sangat cocok dipakai pada Standar Kompetensi memecahkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
masalah berkaitan dengan konsep operasi bilangan real karena materi pada standar
kompetensi ini banyak berhubungan dengan permasalahan hidup sehari-hari. Di
samping itu, karena karakteristik pembelajaran matematika menuntut siswa untuk
dapat memecahkan masalah berupa penyelesaian soal-soal yang diberikan guru,
maka dengan model pembelajaran berbasis masalah diharapkan kemampuan siswa
dalam memahami soal-soal matematika dapat meningkat yang pada gilirannya
akan meningkatkan hasil belajarnya.
Matematika adalah ilmu yang banyak memerlukan aktivitas berpikir dari
pada menghafal. Oleh karena itu kemampuan penalaran siswa yang merupakan
faktor internal ikut menentukan tinggi rendahnya hasil belajar matematika siswa.
Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi akan mudah memahami soal-soal
matematika karena mudah mencari arah dari penyelesaian soal-soal tersebut.
Akibatnya, pemberian model pembelajaran yang manapun, termasuk free PBL
maupun modified PBL, akan sedikit pengaruhnya pada hasil belajarnya atau
bahkan mungkin tidak ada pengaruhnya sebab hasil belajar siswa tersebut tetap
tinggi baik diberi model free PBL maupun modified PBL. Siswa dengan
kemampuan penalaran sedang sudah mampu memahami persoalan matematika
walaupun tidak sebaik siswa dengan kemampuan penalaran tinggi. Pemberian
model free PBL sudah cukup sebab mereka dapat memahami matematika tanpa
bantuan pendekatan realistik. Oleh karena itu pemberian model modified PBL
akan memberi hasil belajar yang sama dengan free PBL. Siswa dengan
kemampuan penalaran rendah kurang mampu memahami matematika yang
bersifat abstrak. Untuk itu penggunaan model PBL yang dimodifikasi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
pendekatan realistik diharapkan dapat membantu siswa memahami persoalan
matematika yang bersifat abstrak sehingga hasil belajar siswa tersebut dapat
ditingkatkan. Dengan demikian model PBL dan kemampuan penalaran siswa akan
mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil belajar siswa pada model PBL yang dimodifikasi dengan pendekatan
realistik lebih baik dari pada model free PBL.
2. Siswa dengan kemampuan penalaran tinggi mempunyai hasil belajar
matematika yang lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran
sedang dan kemampuan penalaran rendah, sedangkan siswa dengan
kemampuan penalaran sedang mempunyai hasil belajar matematika yang
lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
3. Perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model
pembelajaran tidak konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
a. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran tinggi, hasil belajar
siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL sama baiknya
dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL.
b. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran sedang, hasil belajar
siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL sama baiknya
dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
c. Pada siswa yang memiliki kemampuan penalaran rendah, hasil belajar
siswa yang diberi pembelajaran dengan model modified PBL lebih baik
dari pada siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL.
d. Pada model pembelajaran free PBL, hasil belajar siswa yang memiliki
kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada siswa dengan
kemampuan penalaran sedang dan rendah, sedangkan hasil belajar siswa
dengan kemampuan penalaran sedang lebih baik dari pada siswa dengan
kemampuan penalaran rendah.
e. Pada model pembelajaran modified PBL, hasil belajar siswa yang memiliki
kemampuan penalaran tinggi lebih baik dari pada siswa dengan
kemampuan penalaran sedang dan rendah, sedangkan hasil belajar siswa
dengan kemampuan penalaran sedang sama baiknya dengan siswa dengan
kemampuan penalaran rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian, Subyek Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian dan Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMK Kota Surakarta dengan subyek penelitian
siswa semester satu tingkat X tahun pelajaran 2011/2012.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal tahun pelajaran
2011/2012. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan meliputi: penyusunan usulan penelitian, penyusunan
instrumen penelitian, pengajuan ijin penelitian, membicarakan instrumen
dengan guru setempat. Tahap ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai
dengan bulan Agustus 2011.
b. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan meliputi uji coba instrumen dan pengumpulan data
sampel. Tahap ini dilaksanakan bulan Agustus 2011 sampai dengan
Nopember 2011.
c. Tahap penyusunan laporan
Penyusunan laporan dilakukan pada bulan Desember 2011 sampai Mei 2012.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan penelitian eksperimental semu. Alasan
digunakan penelitian eksperimental semu adalah peneliti tidak mungkin
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
mengontrol semua variabel yang relevan. Seperti yang dikemukakan Budiyono
(2003:82), ”Tujuan eksperimental semu adalah untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen
yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan
atau memanipulasi semua variabel yang relevan”. Dalam penelitian ini responden
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok eksperimen 1,
yaitu siswa yang mendapat perlakuan model free PBL. Kelompok kedua adalah
kelompok eksperimen 2, yaitu siswa yang mendapat perlakuan pembelajaran
matematika dengan model modified PBL. Untuk masing-masing kelompok terdiri
dari kelompok siswa dengan kemampuan penalaran tinggi, sedang dan rendah.
Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x 3 yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Desain Penelitian
B
A
b1
b2
b3
a1
a2
ab11
ab21
ab12
ab22
ab13
ab23
Keterangan :
A = Model pembelajaran
a1 = pembelajaran dengan menggunakan model free PBL
a2 = pembelajaran dengan menggunakan model modified PBL
B = Kemampuan Penalaran
b1 = Kemampuan penalaran tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
b2 = Kemampuan penalaran sedang
b3 = Kemampuan penalaran rendah
Pelaksanaan penelitian menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut:
a. Melakukan observasi
Observasi SMK meliputi observasi objek penelitian, pengajaran dan fasilitas
yang dimiliki.
b. Mengambil kelas mana yang akan digunakan untuk penelitian dan kelas untuk
uji coba instumen.
c. Melakukan tes kemampuan penalaran
d. Memberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model free
PBL pada kelas eksperimen 1 dan modified PBL pada kelas eksperimen 2.
e. Mengadakan tes untuk mengetahui hasil belajar siswa.
C. Populasi, Teknik Pengambilan Sampel dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2008:61) populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas obyek / subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Sedangkan Sukardi (2008:53) menyatakan bahwa populasi
adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa atau benda yang
tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target
kesimpulan dari hasil akhir suatu kesimpulan. Pada penelitian ini sebagai
populasi adalah semua siswa tingkat X SMK Kota Surakarta tahun pelajaran
2011/2012.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2008:62). Sedangkan Suharsimi Arikunto (2007:131)
mengemukakan bahwa ”Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang
akan diteliti”. Sukardi (2008:54) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian dari
populasi yang dipilih untuk sumber data. Dalam penelitian, tidak selalu perlu
untuk meneliti semua obyek dalam populasi, karena selain membutuhkan biaya
yang besar juga memerlukan waktu yang lama. Untuk itu dengan mengambil
sebagian obyek suatu populasi atau sering disebut dengan pengambilan sampel
diharapkan hasil penelitian yang diperoleh dapat menggambarkan populasi yang
bersangkutan.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara cluster random sampling yang
memandang populasi sebagai kelompok-kelompok dan stratified random
sampling yang membagi SMK di Surakarta menjadi tiga strata yaitu strata tinggi,
strata sedang dan strata rendah. Dalam hal ini, kita ambil tiga sekolah sebagai
sampel yang mewakili kelompok/strata tinggi, kelompok/strata sedang dan
kelompok/strata rendah berdasarkan nilai rata-rata Ujian Nasional mata pelajaran
matematika tahun pembelajaran 2009/2010 dan masing-masing diambil 2 kelas
sebagai kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2. Berikut ini adalah data SMK
di Kota Surakarta yang disusun berdasarkan rata-rata nilai Ujian Nasional mata
pelajaran matematika tahun pembelajaran 2009/2010 yang diperoleh dari Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 3.2 Daftar SMK di Surakarta yang Diurutkan Berdasarkan Rata-rata Nilai
Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika Tahun 2009/2010
No. Nama Sekolah Rata-rata Nilai
UN Matematika
Kelompok/
Strata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
SMK Farmasi Nasional Surakarta
SMK Negeri 2 Surakarta
SMK Kasatriyan Surakarta
SMK Analis Kesehatan Nasional
SMK Negeri 6 Surakarta
SMK Negeri 4 Surakarta
SMK Negeri 5 Surakarta
SMK Negeri 1 Surakarta
SMK Marganingsih Surakarta
SMK Negeri 7 Surakarta
SMK Tunas Pembangunan 3 Surakarta
SMK Negeri 3 Surakarta
SMK Katolik Mikael Surakarta
SMK Sahid Surakarta
8.68
8.26
8.23
8.18
8.10
8.06
7.82
7.81
7.56
7.54
7.50
7.49
7.37
7.29
Tinggi
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
SMK Negeri 9 Surakarta
SMK Murni 1 Surakarta
SMK Bhinneka Karya Surakarta
SMK Wijaya Kusuma Surakarta
SMK Negeri 8 Surakarta
SMK PGRI 1 Surakarta
SMK Purnama Surakarta
SMK Cokroaminoto 2 Surakarta
SMK Pancasila Surakarta
SMK Kristen 1 Surakarta
SMK Muhammadiyah 1 Surakarta
SMK Muhammadiyah 3 Surakarta
SMK Batik 1 Surakarta
SMK Tunas Pembangunan 2 Surakarta
7.16
7.03
6.98
6.95
6.90
6.88
6.88
6.84
6.80
6.72
6.63
6.61
6.38
6.32
Sedang
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
SMK Warga Surakarta
SMK Kristen Margoyudan Surakarta
SMK Kristen (SMKK) Surakarta
SMK Kristen 2 Surakarta
SMK Muhammadiyah 2 Surakarta
SMK Batik 2 Surakarta
SMK Kanisius Surakarta
SMK Jayawisata Surakarta
SMK Murni 2 Surakarta
SMK Santo Paulus Surakarta
SMK Bina Mandiri Indonesia Surakarta
SMK Cokroaminoto 1 Surakarta
SMK PGRI 2 Surakarta
SMK Tunas Pembangunan 1 Surakarta
6.25
6.20
6.04
5.97
5.96
5.95
5.87
5.82
5.82
5.61
5.56
5.40
5.16
4.63
Rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 3 SMK, masing-masing diambil 2
kelas, dipilih secara acak dan mewakili kelompok/strata tinggi, sedang dan
rendah, yaitu:
a. SMK Negeri 6 Surakarta mewakili kelompok/strata tinggi.
b. SMK Negeri 8 Surakarta mewakili kelompok/strata sedang.
c. SMK Kristen 2 Surakarta mewakili kelompok/strata rendah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2008:4), variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel terikat, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi:
1. Variabel bebas, yaitu: a. model pembelajaran
b. kemampuan penalaran
2. Variabel terikat, yaitu: hasil belajar siswa
Untuk lebih jelasnya ketiga variabel akan diuraikan sebagai berikut:
1a. Variabel Model Pembelajaran
Variabel ini dibagi menjadi 2 bagian, yaitu model free PBL dan model
modified PBL. Model free PBL adalah model pembelajaran berbasis masalah
tanpa modifikasi apapun. Model modified PBL adalah model PBL yang
dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing. Dalam pelaksanaannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
dilakukan dengan cara mengadakan eksperimen terhadap sampel-sampel yang
telah ditentukan. Sebagai indikator keberhasilan pembelajaran adalah skor
hasil tes yang diadakan pada akhir pembelajaran. Skala pengukuran yang
digunakan dalam mengumpulkan data variabel ini adalah skala nominal.
1b. Variabel kemampuan penalaran
Kemampuan penalaran adalah kemampuan siswa dalam menarik
kesimpulan logis berdasarkan fakta, sumber dan argumen yang relevan.
Variabel ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok dengan kemampuan
penalaran tinggi, kelompok dengan kemampuan penalaran sedang dan
kelompok dengan kemampuan penalaran rendah. Data dari variabel ini
diperoleh dari hasil tes kemampuan penalaran pada sampel yang telah
ditentukan. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal sedangkan
indikator yang digunakan untuk menentukan kelompok diperoleh dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut: kelompok penalaran tinggi dengan
skor lebih dari ̅
, penalaran sedang dengan skor ̅
sampai ̅
dan penalaran rendah dengan skor kurang dari ̅
. ( X adalah rata-rata
dan s adalah standar deviasi).
2. Variabel Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar siswa adalah skor yang diperoleh siswa setelah diadakan
tes pada akhir pembelajaran yaitu setelah dilakukan perlakuan dengan model
free PBL maupun modified PBL. Adapun skala pengukurannya adalah skala
interval.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data
adalah metode tes. Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai kemampuan penalaran dan hasil belajar siswa. Tes
yang digunakan berupa tes obyektif berbentuk pilihan ganda. Sebelum digunakan
untuk mengambil data penelitian, instrumen tersebut diuji terlebih dahulu dengan
uji validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kualitas tes tersebut. Sedangkan
untuk menguji butir instrumen digunakan uji daya pembeda dan tingkat
kesukaran. Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas X PW 2 SMK Negeri 6
Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012.
1. Uji Validitas Isi
Karena instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes,
maka uji validitas isi dilakukan dengan cara membandingkan antara isi
instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Oleh karena itu
untuk melakukan uji validitas isi ini diperlukan validator yaitu orang yang
dipandang ahli atau sudah berpengalaman dengan materi yang telah
diajarkan dan akan diujikan. Sebelum menyusun soal tes, terlebih dahulu
dibuat kisi-kisi yang mencakup materi pelajaran yang diajarkan beserta
indikatornya dengan tujuan agar penyusunan soal tes dapat dilakukan
dengan mudah dan sistematis. Soal tes tersebut kemudian dikonsultasikan
dengan validator agar dapat dilakukan perbaikan bila ada kekurangan dan
kelemahannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
2. Uji Reliabilitas
Reliabel artinya tetap, dapat dipercaya, andal dan lain-lain. Suatu
instrumen dikatakan reliabel bila hasil pengukuran yang diperoleh dari
instrumen tersebut relatif sama (tetap) bila pengukuran tersebut dilakukan
pada orang yang sama pada waktu yang berlainan (Budiyono, 2011:13).
Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh
Kuder dan Richardson yang diberi nama K-R 20 sebagai berikut :
2
2
111
t
iit
s
qps
n
nr
dengan :
11r = indeks reliabilitas instrumen
n = cacah butir instrumen
ip = proporsi cacah subyek yang menjawab benar pada butir ke-i
iq = nipi ,...,2,1,1
2
ts =variansi total
Dalam penelitian ini instrumen disebut reliabel apabila indeks reliabilitas
lebih dari 0,70 (r11 > 0,70). (Budiyono, 2003:69)
3. Analisis Butir Soal
a. Daya Pembeda
Suatu butir soal dikatakan mempunyai daya pembeda jika
kelompok siswa yang pandai menjawab benar lebih banyak dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
kelompok siswa yang kurang pandai. Untuk mengetahui daya beda
suatu butir soal digunakan koefisien korelasi biserial titik
2222 YYnXXn
YXXYnrD pbis
Keterangan :
pbisr = indeks daya pembeda untuk butir ke-i
n = cacah subyek yang dikenai tes
X = skor untuk butir ke-i
Y = skor total (dari subyek uji coba) (Budiyono, 2011:33)
Jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i ≥ 0,3 maka butir tersebut
dikatakan mempunyai daya pembeda yang baik. Sebaliknya jika
indeks daya pembeda untuk butir ke-i < 0,3 maka butir tersebut harus
dibuang.
b. Tingkat Kesukaran
Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran
yang memadai artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.
Untuk menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes digunakan
rumus:
N
BP
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyak peserta tes yang menjawab soal benar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
N = Banyak seluruh peserta tes (Budiyono, 2011:30)
Dalam penelitian ini soal dianggap baik jika 0,30 P 0,70.
F. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Keseimbangan Populasi
a. Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini dari
populasi distribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas ini digunakan
metode Lilliefors dengan prosedur :
1) Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berditribusi normal
2) Statistik Uji
L = Maks |F(zi) – S(zi)|
dengan :
F(zi) = P(Z≤zi) ; Z ~ N(0,1)
s
XXz i
i
)(
zi = bilangan baku
Xi = skor item
X = rata-rata
s = standar deviasi
S(zi) = proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
3) Taraf Signifikansi 05,0
4) Daerah Kritik (DK)
DK = { L| L L α ; n }
5) Keputusan Uji
H0 ditolak jika Lhitung terletak di daerah kritik
6) Kesimpulan
a) Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0
diterima
b) Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H0
ditolak. (Budiyono, 2004:171)
b. Uji Homogenitas Variansi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian
mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini
digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat dengan prosedur
sebagai berikut :
1) Hipotesis
H0 : 22
2
2
1...
k (populasi-populasi homogen)
H1 : tidak semua variansi sama (populasi-populasi tidak homogen)
2) Statistik Uji yang digunakan :
c
303,22 (f logRKG -
k
j 1
fj log sj2
)
dengan :
)1(~ 22 k
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
f
1
f
1
)1k(3
11c
j
;
j
j
f
SSRKG ;
j
2
j2
jjn
XXSS
k = banyaknya populasi=banyaknya sampel
k = 2 untuk model pembelajaran,
k = 3 untuk kemampuan penalaran siswa
f = derajat kebebasan RKG = N – k
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran)
fj = derajat kebebasan untuk sj = nj – 1
j = 1,2,…,k
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j
3) Taraf signifikansi 05,0
4) Daerah Kritik (DK)
DK= 1:222 | k
5) Keputusan uji
H0 ditolak jika hitung2 terletak di daerah kritik
6) Kesimpulan
Populasi-populasi homogen jika H0 diterima
Populasi-populasi tidak homogen jika H0 ditolak
(Budiyono, 2004: 176-177)
2. Uji Keseimbangan Populasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok dalam
keadaan seimbang sebelum eksperimen dilakukan. Uji yang digunakan adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
uji-t. Untuk keperluan uji hipotesis ini data diolah dengan bantuan paket program
Excel. Adapun prosedur uji-t adalah sebagai berikut:
a. Hipotesis
H0 : 21 μμ (kedua kelompok dalam keadaan yang seimbang)
H1 : 21 μμ (kedua kelompok dalam keadaan yang tidak seimbang)
b. Taraf signifikansi = 0,05
c. Statistik uji yang digunakan :
21
p
21
n
1
n
1s
XXt
~ t(n1+n2-2)
Keterangan :
t = tobs
X 1 = mean dari sampel kelompok eksperimen 1
X 2 = mean dari sampel kelompok eksperimen 2
n1 = ukuran sampel kelompok eksperimen 1
n2 = ukuran sampel kelompok eksperimen 2
2
ps = variansi gabungan;
2
)1()1(
21
2
22
2
112
nn
snsnsp
d. Daerah Kritik
DK = { t|t < -tα/2 atau t > tα/2 }
e. Keputusan uji
H0 ditolak jika t DK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
f. Kesimpulan
1) kedua kelompok dalam keadaan yang seimbang jika H0 diterima.
2) kedua kelompok dalam keadaan yang tidak seimbang jika H0 ditolak.
(Budiyono, 2004: 151)
G. Pengujian Hipotesis
Sebelum pengujian hipotesis dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan
uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas
dilakukan lima kali sedangkan uji homogenitas dilakukan dua kali. Prosedur uji
prasyarat hipotesis ini sama dengan prosedur uji prasyarat keseimbangan populasi
yang sudah dibahas di muka.
Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel
tak sama, dengan model sebagai berikut :
ijkijjiijk )(X
dengan :
ijkX = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
μ = rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)
i = efek baris ke-i pada variabel terikat
j = efek baris ke-j pada variabel terikat
ij = kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat
ijk = deviasi data amatan terhadap rataan populasinya ijμ yang berdistribusi
normal dengan rataan 0 dan variansi 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
i = 1,2; 1 = model pembelajaran free PBL
2 = model pembelajaran modified PBL
j = 1,2,3; 1= kemampuan penalaran tinggi
2= kemampuan penalaran sedang
3= kemampuan penalaran rendah
k = 1,2,....,nij; nij = cacah data amatan pada setiap sel ij
(Budiyono, 2004:207)
Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama, yaitu :
a. Hipotesis
H0A : αi = 0 untuk setiap i = 1,2 (tidak ada perbedaan efek antara baris
terhadap variabel terikat)
H1A : paling sedikit ada satu αi yang tidak nol (ada perbedaan efek
antara baris terhadap variabel terikat)
H0B : βj = 0 untuk setiap j= 1,2,3 (tidak ada perbedaan efek antar kolom
terhadap variabel terikat)
H1B : paling sedikit ada satu βj yang tidak nol (ada perbedaan efek
antar kolom terhadap variabel terikat)
H0AB : ij = 0 untuk setiap i =1,2 dan j = 1,2,3 (tidak ada interaksi baris
dan kolom terhadap variabel terikat)
H1AB : paling sedikit ada satu ij yang tidak nol (ada interaksi baris dan
kolom terhadap variabel terikat)
(Budiyono, 2004:211)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
b. Komputasi
1) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama didefinisikan notasi-
notasi sebagai berikut.
nij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-i kolom ke-j)
= cacah data amatan pada sel ij
= frekuansi sel ij
hn = rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
j,i ijn
1
pq
j,i
ijnN = banyaknya seluruh data amatan
ij
k
ijk
k
ijkijn
X
XSS
2
2
= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij
ijAB = rataan pada sel ij
i
iji ABA = jumlah rataan pada baris ke-i
j
ijj ABB = jumlah rataan pada baris ke-j
j,i
ijABG = jumlah rataan semua sel
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1),
(2), (3), (4), dan (5) sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
pq
G1
2
; j,i
ijSS2 ; i
2
i
q
A3 ;
j
2
j
p
B4 ;
j,i
2
ijAB5
2) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima jumlah
kuadrat, yaitu:
JKA = hn {(3) – (1)}
JKB = hn {(4) – (1)}
JKAB = hn {(1) + (5) – (3) – (4)}
JKG = (2)
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG
dengan:
JKA = jumlah kuadrat baris
JKB = jumlah kuadrat kolom
JKAB = jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom
JKG = jumlah kuadrat galat
JKT = jumlah kuadrat total
3) Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah
dkA = p – 1 dkB = q – 1
dkAb = (p – 1) (q – 1) dkG = N – pq
dkT = N – 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4) Rataan kuadrat
dkA
JKARKA
dkAB
JKABRKAB
dkB
JKBRKB
dkG
JKGRKG
5) Statistik Uji
a) Untuk H0A adalah RKG
RKAFa yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p–1 dan N–pq.
b) Untuk H0B adalah RKG
RKBFb yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q–1 dan N–pq.
c) Untuk H0AB adalah RKG
RKABFab yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p – 1) (q – 1)
dan N – pq.
6) Taraf Signifikansi 05,0
7) Daerah Kritik
a) Daerah kritik untuk Fa adalah DK = { F | F > Fα; p – 1, N – pq }
b) Daerah kritik untuk Fb adalah DK = { F | F > Fα; q – 1, N – pq }
c) Daerah kritik untuk Fab adalah DK = { F | F > Fα; (p – 1)(q – 1) , N – pq}
8) Keputusan Uji
H0 ditolak jika Fhitung terletak di daerah kritik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
9) Rangkuman Analisis
Sumber JK dk RK Fhit Ftabel
Baris (A) JKA p – 1 RKA Fa Ftabel
Kolom (B) JKB q – 1 RKB Fb Ftabel
Interaksi
(AB)
JKAB (p – 1) (q – 1) RKAB Fab Ftabel
Galat (G) JKG N – pq RKG - -
Total JKT N – 1 - - -
(Budiyono, 2004: 229-233)
Untuk keperluan uji hipotesis ini data diolah dengan bantuan paket program
Excel.
c. Untuk uji lanjut pasca anava, digunakan metode Scheffe untuk anava dua
jalan. Uji lanjut pasca anava ini digunakan bila dalam pengujian hipotesis
telah dibuktikan bahwa: (1) terdapat pengaruh dari perbedaan perlakuan yang
diberikan. (2) terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan
kemampuan penalaran. (3) lebih dari dua nilai yang dibandingkan.
Langkah-langkah dalam menggunakan Metode Scheffe adalah sebagai
berikut.
1) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata.
2) Merumuskan hipotesis yang bersesuaiandengan komparasi tersebut.
3) Menentukan taraf signifikansi α = 0,05
4) Mencari harga statistik uji F dengan cara sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
a) Komparasi rataan antar baris
Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar baris tidak perlu dilakukan
sebab hanya terdiri dari 2 baris sehingga keputusan uji dapat diambil
berdasarkan nilai rataan.
b) Komparasi rataan antar kolom
Uji Scheffe untuk komparasi rataan antar kolom adalah:
j.i.
2
j.i.
j.i.
n
1
n
1RKG
XXF
dengan:
.j.iF = nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j
.iX = rataan pada kolom ke-i
.jX = rataan pada kolom ke-j
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi
.in = ukuran sampel kolom ke-i
.jn = ukuran sampel kolom ke-j
Daerah kritik
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (q – 1)Fα; q – 1, N – pq }
c) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
Uji Scheffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
kjij
2
kjij
kjij
n
1
n
1RKG
XXF
dengan:
kjijF = nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan
pada sel kj
ijX = rataan pada sel ij
kjX = rataan pada sel kj
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan
analisis variansi
ijn = ukuran sel ij
kjn = ukuran sel kj
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK={F | F > (pq – 1)Fα; pq – 1, N – pq}
d) Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama
Uji Scheffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama
adalah sebagai berikut.
ikij
2
ikij
ikij
n
1
n
1RKG
XXF
Daerah kritik untuk uji itu ialah: DK = { F | F > (pq – 1)Fα; pq – 1, N – pq}.
5) Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda.
6) Menentukan kesimpulan berdasarkan keputusan uji.
(Budiyono, 2004:214-215)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
Uji coba instumen penelitian bertujuan untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas instrumen. Instrumen penelitian yang diujicobakan adalah tes
kemampuan penalaran dan tes hasil belajar matematika peserta didik.
1. Instrumen Kemampuan Penalaran
a. Validitas Instrumen
Sebelum instrumen tes kemampuan penalaran diujicobakan, terlebih
dahulu diuji validitas isinya dengan tujuan untuk mengetahui apakah isi
instrumen tersebut dapat mengukur aspek kemampuan penalaran yang akan
diteliti. Uji validitas isi dilakukan oleh Drs. Subardo selaku koordinator guru
Bimbingan dan Penyuluhan di SMK Negeri 6 Surakarta, Drs. Ramli selaku guru
matematika di SMK Negeri 6 Surakarta yang juga merupakan pengurus MGMP
matematika Kota Surakarta dan Sigit Ari Wicaksono, M.Pd. selaku guru
matematika di SMK Kristen 2 Surakarta. Pemilihan validator tersebut dilakukan
juga dengan pertimbangan telah mengajar cukup lama yaitu lebih dari 15 tahun
sehingga mempunyai pengalaman mengajar yang memadai.
b. Reliabilitas Instrumen
Hasil uji coba 50 butir instrumen tes kemampuan penalaran terhadap 33
responden menunjukkan bahwa besarnya indeks reliabilitas r11= 0,8936 (lihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Lampiran 4). Karena r11 > 0,70, maka instrumen tes kemampuan penalaran
tersebut reliabel.
c. Daya Pembeda
Dari hasil penghitungan daya pembeda dengan koefisien biserial titik
diperoleh kesimpulan bahwa dari 50 butir pertanyaan kemampuan penalaran
hanya 39 pertanyaan yang dipakai karena mempunyai indeks daya pembeda (D)
≥ 0,30 (Lampiran 4).
d. Tingkat Kesukaran
Hasil penghitungan tingkat kesukaran menunjukkan bahwa dari 50 butir
pertanyaan tes kemampuan penalaran, hanya 39 butir yang memenuhi syarat
untuk nilai P yaitu 0,30 ≤ P ≤ 0,70.
Berdasarkan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat
kesukaran disimpulkan bahwa dari 50 butir pertanyaan tes kemampuan penalaran
hanya 39 butir yang memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk penelitian yaitu
nomor 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 24, 25, 26, 28,
29, 30, 32, 33, 34, 37, 38, 39, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50. Sedangkan
nomor-nomor yang tidak digunakan dalam penelitian ada 11 nomor yaitu nomor
4, 10, 11, 21, 23, 27, 31, 35, 35, 40, 41 (Lampiran 4).
2. Instrumen Hasil Belajar Matematika
a. Validitas Instrumen
Sebelum instrumen tes hasil belajar matematika diujicobakan, terlebih
dahulu diuji validitas isinya dengan tujuan untuk mengetahui apakah isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
instrumen tersebut dapat mengukur aspek hasil belajar matematika yang akan
diteliti. Uji validitas isi dilakukan oleh Drs. Ramli selaku guru matematika di
SMK Negeri 6 Surakarta yang juga merupakan pengurus MGMP matematika
Kota Surakarta dan Sigit Ari Wicaksono, M.Pd. selaku guru matematika di SMK
Kristen 2 Surakarta.
b. Reliabilitas Instrumen
Hasil uji coba 25 butir instrumen tes hasil belajar matematika terhadap 33
responden menunjukkan bahwa besarnya indeks reliabilitas r11= 0,8312 (lihat
Lampiran 11). Karena r11 > 0,70, maka instrumen tersebut reliabel.
c. Daya Pembeda
Dari hasil penghitungan daya pembeda dengan koefisien biserial titik
diperoleh kesimpulan bahwa dari 25 butir pertanyaan tes hasil belajar hanya 23
pertanyaan yang dipakai karena mempunyai indeks daya pembeda (D) ≥ 0,30
(Lampiran 11).
d. Tingkat Kesukaran
Hasil penghitungan tingkat kesukaran menunjukkan bahwa dari 25 butir
soal tes hasil belajar matematika hanya 23 butir yang memenuhi syarat untuk
nilai P yaitu 0,30 ≤ P ≤ 0,70.
Berdasarkan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat
kesukaran disimpulkan bahwa dari 25 butir soal tes hasil belajar matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
hanya 23 butir yang memenuhi syarat dan dapat digunakan untuk penelitian yaitu
nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23,
24. Sedangkan nomor-nomor yang tidak digunakan dalam penelitian ada 2
nomor yaitu nomor 12 dan 25 (Lampiran 11).
B. Hasil Uji Keseimbangan Populasi
Sebelum kedua sampel mendapat perlakuan proses pembelajaran yang
berbeda, maka perlu diuji dulu apakah kedua sampel itu berasal dari populasi
yang seimbang. Karena materi pada Standar Kompetensi memecahkan masalah
berkaitan dengan konsep operasi bilangan real, khususnya pada Kompetensi
Dasar menerapkan operasi pada bilangan real, dasar-dasarnya telah diajarkan di
SMP, maka sampel dalam penelitian ini yang diambil dari siswa-siswi kelas X
SMK telah mempunyai kemampuan awal tentang operasi bilangan real.
Sehingga soal-soal tes awal yang digunakan meliputi tes pada operasi bilangan
real.
1. Uji Prasyarat Keseimbangan Populasi
a. Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan untuk
uji keseimbangan pada kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II
memenuhi persyaratan uji-t. Hasil analisis uji Normalitas Lilliefors untuk setiap
kelompok dengan tingkat signifikansi = 0,05 dapat dilihat dari tabel
rangkuman berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Lilliefors
Kelompok
Lobs Ltabel Keputusan Kesimpulan
Eksperimen I 0,0724 0,0845 H0 diterima Berdistribusi Normal
Eksperimen II 0,0838 0,0853 H0 diterima Berdistribusi Normal
(lihat Lampiran 19 dan 20)
b. Uji Homogenitas Variansi
Selain uji Normalitas juga perlu dilakukan uji homogenitas variansi. Jika
data yang digunakan untuk uji keseimbangan normal dan homogen maka, uji
keseimbangan antara kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II
dengan uji-t dapat digunakan. Hasil analisis uji homogenitas variansi kelompok
eksperimen I dan kelompok eksperimen II dengan uji Bartlett pada tingkat
signifikansi = 0,05 menunjukkan bahwa 2
obsχ = 1,9016. Daerah kritik untuk
uji ini DK = { 1;05,0222
k = 3,841}. Karena 2
obsχ DK maka H0 diterima.
Jadi kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II mempunyai variansi
yang sama (homogen). Proses penghitungan uji homogenitas ini dapat dilihat
pada Lampiran 21.
Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Variansi
Kelompok
2
obs
2
tabel
Keputusan
Kesimpulan
Eksperimen I dan
Eksperimen II 1,9016
3,841
H0 diterima
Kedua kelompok
mempunyai variansi
yang homogen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
2. Uji keseimbangan Populasi
Hasil analisis uji–t pada tingkat signifikansi = 0,05 dapat dilihat pada
tabel rangkuman di bawah ini :
Tabel 4.3 Rangkuman Uji Keseimbangan Populasi
Kelompok t obs t tabel Keputusan kesimpulan
Eksperimen I
dan
Eksperimen II
0,7363 1,960 H0 diterima Sama rerata
(lihat Lampiran 22)
Berdasarkan hasil uji-t tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen
I dan kelompok eksperimen II dalam keadaan seimbang.
C. Deskripsi Data Hasil Belajar
Data hasil belajar matematika siswa dapat dilihat pada Lampiran 23 dan
24. Secara deskriptif disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.4 Deskripsi Skor Hasil Belajar Matematika
Variabel N Min Maks Rerata St Dev Jumlah
Eksperimen I 110 4 21 13,464 4,2527 1481
Eksperimen II 108 6 23 15,528 3,5293 1679
Penalaran
Tinggi 74 6 23 18,189 2,9409 1346
Penalaran
Sedang 75 6 20 13,920 2,5250 1044
Penalaran
Rendah 69 4 17 11,130 3,0257 768
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
D. Analisis Variansi
1. Uji Prasyarat Analisis Variansi
a. Uji Homogenitas Variansi
Dalam penelitian ini uji homogenitas variansi yang digunakan adalah
uji Bartlett dengan tingkat signifikansi = 0,05. Rangkuman hasil penelitian
untuk uji homogenitas sebagai berikut:
Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Bartlet
Kelompok 2
obs 2
tabel Keputusan Kesimpulan
Eksperimen I dan
Eksperimen II
3,7115 3,841 H0 diterima
Kedua kelompok
mempunyai
variansi sama
Kategori Tinggi,
Sedang, Rendah
2,854 5,991 H0 diterima
Ketiga kelompok
mempunyai
variansi sama
Berdasarkan uji Bartlett dapat disimpulkan bahwa kelompok
eksperimen I (free PBL) dan kelompok eksperimen II (modified PBL)
mempunyai variansi yang sama (homogen). Begitu pula dengan kelompok
penalaran tinggi, sedang, dan rendah. Ketiga kelompok itu mempunyai variansi
yang sama (homogen). Proses penghitungan uji prasyarat ini dapat dilihat pada
Lampiran 25 dan 26.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
b. Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data sampel random berasal
dari populasi yang berdistribusi normal. Dalam penelitian ini uji yang digunakan
adalah uji Lilliefors dengan tingkat signifikansi = 0,05. Proses penghitungan
uji normalitas dapat dilihat pada Lampiran 27 sampai dengan Lampiran 31. Hasil
uji normalitas disajikan dalam rangkuman sebagai berikut:
Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Lilliefors
Kelompok
Lobs Ltabel Keputusan Kesimpulan
Eksperimen I 0,0643 0,0845 H0 diterima Berdistribusi Normal
Eksperimen II 0,0717 0,0853 H0 diterima Berdistribusi Normal
Penalaran
Tinggi 0,0750 0,1030 H0 diterima Berdistribusi Normal
Penalaran
Sedang 0,1014 0,1023 H0 diterima Berdistribusi Normal
Penalaran
Rendah 0,0967 0,1067 H0 diterima Berdistribusi Normal
2. Uji Hipotesis Penelitian
Uji hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama.
Sedangkan pengolahan datanya dilakukan dengan menggunakan paket program
excel. Berdasarkan analisis uji persyaratan diperoleh bahwa sampel random data
amatan berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi
yang sama (homogen). Dengan demikian uji hipotesis dengan teknik analisis
varian dapat dilanjutkan. Rangkuman hasil uji hipotesis dengan tingkat
signifikansi = 0,05 diperoleh hasil sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Hipotesis
Sumber JK dk RK Fobs Ftabel keputusan
Model Pemb (A) 250,970 1 250,9705 36,794 3,84 H0 ditolak
Penalaran (B) 1866,294 2 933,1470 136,805 3,00 H0 ditolak
Interaksi (AB) 34,129 2 17,0647 2,502 3,00 H0 diterima
Galat (G) 1446,014 212 6,8208
Total (T) 3597,408 217
(Lihat Lampiran 32)
Hasil rangkuman analisis varian menunjukkan bahwa:
a. Efek faktor A (model pembelajaran free PBL dan modified PBL) terhadap
variabel terikat (hasil belajar)
H0(A) ditolak. Hal ini berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara model
pembelajaran free PBL dan modified PBL terhadap variabel terikat (hasil
belajar).
b. Efek faktor B (kemampuan penalaran) terhadap variabel terikat (hasil
belajar)
H0(B) ditolak. Berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara kemampuan
penalaran terhadap variabel terikat (hasil belajar matematika).
c. Interaksi faktor A dan B terhadap variabel terikat
H0(AB) diterima. Berarti tidak terdapat interaksi yang signifikan antara
penggunaan model pembelajaran dan kemampuan penalaran siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
E. Uji Lanjut Pasca Anava
Dari rangkuman hasil uji hipotesis di atas telah ditunjukkan bahwa :
1. H0(A) ditolak, maka perlu dilakukan komparasi pasca anava. Tetapi karena
variabel model pembelajaran hanya mempunyai 2 nilai (free PBL dan
modified PBL), maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava.
2. H0(B) ditolak, maka perlu dilakukan komparasi pasca anava. Adapun rataan
masing-masing sel serta rangkuman komparasi gandanya dengan rumus-
rumus scheffe’ hasilnya terlihat pada tabel berikut :
Tabel 4.8 Rataan Masing-masing Sel dari Data Uji Hipotesis
Model
Pembelajaran
Kategori Penalaran Rataan
Marginal Tinggi Sedang Rendah
Free PBL 17,595 12,950 9,485 13,464
Modified PBL 18,811 15,029 12,639 15,528
Rataan Marginal 18,189 13,920 11,130
(lihat Lampiran 33)
Tabel 4.9 Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom
F.1-.2 F.1-.3 F.2-.3
H0 1 2. . 2 3. . 1 3. .
F Scheffe’ 96,935 261,894 41,167
2F 0,05;2,212 6,00 6,00 6,00
Kesimpulan H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
3. H0(AB) diterima, maka tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava antar sel
sebab tidak terdapat interaksi antara faktor A (model pembelajaran) dengan
faktor B (kemampuan penalaran).
F. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dan uji lanjut pasca anava yang
telah diuraikan di atas dapat dijelaskan ketiga hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. Perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diberi pembelajaran
model free PBL dengan model modified PBL
Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis diperoleh bahwa H0(A) ditolak.
Ini berarti, terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diberi
pembelajaran model free PBL dengan model modified PBL. Dari rerata
marginalnya yaitu free PBL = 13,464 dan modified PBL = 15,528 dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran modified
PBL lebih baik dari siswa yang diberi pembelajaran dengan model free PBL.
Dengan bantuan program paket statistik Minitab 16, grafiknya terlihat
sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
modified PBLfree PBL
17
16
15
14
13
12
Model Pembelajaran
Me
an
Main Effects Plot for Marginal MeanData Means
Gambar 4.1 Perbedaan Hasil Belajar antara model free PBL dan modified
PBL
Hasil uji hipotesis ini didukung pendapat Lev Vygotsky (dalam Slavin,
2008:82) yang mengatakan bahwa anak didik melakukan tugas-tugas baru
yang berada dalam kemampuan mereka dengan lebih baik bila mendapat
bimbingan guru atau teman (bisa melalui diskusi kelompok) dan pendapat
Sugiyanto (2009:16) yang menyatakan bahwa belajar akan lebih bermakna
jika siswa mengalami dalam kehidupan sehari-hari apa yang dipelajari.
2. Perbedaan hasil belajar matematika ditinjau dari kategori tes kemampuam
penalaran
Hasil analisis uji hipotesis menunjukkan bahwa H0(B) ditolak. Hal ini
berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan kategori
penalaran tinggi, sedang dan rendah. Dari hasil komparasi ganda pasca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
anava antara siswa dengan kemampuan penalaran tinggi dengan siswa
penalaran sedang di mana H0 ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa kategori penalaran tinggi
dengan siswa kategori penalaran sedang. Dengan membandingkan rataan
marginal skor siswa kategori penalaran tinggi (18,189) dengan skor siswa
kategori penalaran sedang (13,920) maka dapat disimpulkan bahwa siswa
dengan kemampuan penalaran tinggi lebih baik hasil belajarnya dibanding
dengan siswa kemampuan penalaran sedang.
Hasil uji komparasi ganda pasca anava antara siswa kategori penalaran
tinggi dengan kategori penalaran rendah menghasilkan H0 ditolak. Hal ini
berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan penalaran tinggi
dengan siswa penalaran rendah. Dengan membandingkan rataan
marginalnya (penalaran tinggi = 18,189 dan penalaran rendah = 11,130)
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran
tinggi lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
Hasil uji komparasi ganda pasca anava antara siswa kategori penalaran
sedang dengan kategori penalaran rendah menghasilkan H0 ditolak. Hal ini
berarti terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa dengan penalaran
sedang dengan siswa penalaran rendah. Dengan membandingkan rataan
marginalnya (penalaran sedang = 13,920 dan penalaran rendah = 11,130)
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan kemampuan penalaran
sedang lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan penalaran rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Dengan bantuan program paket statistik Minitab 16, grafiknya terlihat
sebagai berikut :
TinggiSedangRendah
20
18
16
14
12
10
Kemampuan Penalaran
Me
an
Main Effects Plot for Marginal MeanData Means
Gambar 4.2 Perbedaan Hasil Belajar Menurut Kemampuan Penalaran
Hasil uji hipotesis ini didukung pendapat Suradji (2008:60) yang
mengatakan bahwa semakin tinggi kemampuan penalaran seseorang akan
semakin tinggi pula hasil belajar matematikanya dan pendapat Munandar
(dalam Arif Rohman, 2009:143) yang mengatakan bahwa siswa berbakat
dalam matematika adalah siswa yang mempunyai penalaran tajam dan
berpikir logis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
3. Perbedaan hasil belajar matematika berdasar model pembelajaran dan
kategori kemampuan penalaran
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa H0(AB) diterima. Hal ini berarti
bahwa model pembelajaran secara konsisten mempengaruhi hasil belajar
matematika siswa, baik pada kategori penalaran tinggi, sedang maupun
rendah, hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran model modified PBL
selalu lebih baik dibanding dengan hasil belajar siswa yang diberi model
pembelajaran free PBL.
Hasil uji hipotesis ini tidak sesuai dengan hipotesis yang peneliti
ajukan yaitu perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model
pembelajaran tidak konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
Kemungkinan yang menjadi penyebab adalah faktor model pembelajaran
berbasis masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing
lebih dominan dalam mempengaruhi hasil pembelajaran dari pada model
pembelajaran berbasis masalah murni. Peran guru dalam membimbing masih
diperlukan dalam menjembatani antara sifat abstrak matematika dengan
keadaan realistik yang mudah dipahami siswa. Walaupun peran guru
diperlukan, guru harus dapat menempatkan diri sebagai fasilitator dan hanya
memberikan bimbingan bila siswa mengalami kesulitan dalam memahami
sifat abstrak matematika. Sesuai dengan kenyataan ini, pendapat dari Lev
Vygotsky dan Sugiyanto sangat relevan. Di samping itu, faktor keterbatasan
penelitian kemungkinan ikut menjadi penyebab ketidaksesuaian antara
hipotesis penelitian dengan hasil penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Dengan bantuan program statistik Minitab 16, konsistensi (tidak
adanya interaksi) antara model pembelajaran dengan kemampuan penalaran
siswa terlihat dalam grafik berikut :
TinggiSedangRendah
20
18
16
14
12
10
Kemampuan Penalaran
Me
an
Free PBL
Modified PBL
Pembelajaran
Model
Interaction PlotData Means
Gambar 4.3 Grafik Hasil Belajar ditinjau dari Model Pembelajaran dan
Kemampuan Penalaran
G. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini banyak faktor yang tidak diperhitungkan dan ini
merupakan keterbatasan dalam penelitian. Adapun beberapa hal yang menjadi
keterbatasan dalam penelitian ini antara lain:
1. Karena tidak semua materi pelajaran cocok dengan model pembelajaran
tertentu, maka model pembelajaran modified PBL (Pembelajaran Berbasis
Masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing) hanya
cocok diterapkan pada materi pelajaran matematika yang berhubungan
dengan keadaan realistik atau keadaan sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
2. Adanya kegiatan di sekolah yang melibatkan siswa yang diteliti
menyebabkan siswa tersebut tidak dapat mengikuti proses belajar mengajar
secara teratur yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi hasil belajar
matematikanya.
3. Dalam melaksanakan pembelajaran, peneliti mendapat bantuan dari guru
matematika dari sekolah tempat diadakannya penelitian ini. Walaupun
peneliti selalu berkoordinasi dengan guru matematika tersebut, tapi dalam
pelaksanaannya masih terdapat kendala-kendala yang disebabkan oleh
terbatasnya sarana pendidikan, situasi dan kondisi siswa dan lingkungan
sekolah, serta waktu pembelajaran.
4. Data hasil belajar yang digunakan dalam penelitian ini hanya terbatas pada
Standar Kompetensi memecahkan masalah berkaitan dengan konsep operasi
bilangan real dengan Kompetensi Dasar menerapkan operasi pada bilangan
real. Untuk penyempurnakan lebih lanjut penelitian ini perlu diujicobakan
pada Standar Kompetensi yang lain.
5. Model diskusi yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan kelas
menjadi ramai dan ada kemungkinan hanya siswa tertentu saja yang terlihat
aktif dalam proses pembelajaran.
6. Dalam mengerjakan soal tes, baik tes kemampuan penalaran maupun tes
hasil belajar, kemungkinan masih ada siswa yang bekerja sama sehingga
akan berakibat data untuk skor kemampuan penalaran dan hasil belajar
matematika menjadi kurang murni.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 79
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis variansi dan uji lanjut setelah analisis variansi di
atas dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil belajar matematika siswa yang diberi pembelajaran dengan model
pembelajaran berbasis masalah yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik
terbimbing (modified PBL) lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang diberi
pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL).
2. Hasil belajar matematika siswa kategori kemampuan penalaran tinggi lebih
baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran sedang
dan rendah, dan hasil belajar siswa yang mempunyai kategori penalaran
sedang lebih baik dari pada hasil belajar siswa yang mempunyai kategori
penalaran rendah.
3. perbedaan hasil belajar matematika antara masing-masing model pembelajaran
konsisten pada tiap-tiap kemampuan penalaran.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis akan menyampaikan implikasi
yang bermanfaat secara teoretis maupun praktis dalam upaya meningkatkan hasil
belajar matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
1. Implikasi Teoretis
Implikasi teoretis yang penting dalam penelitian ini berupa penggunaan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang dimodifikasi
dengan pendekatan realistik terbimbing lebih baik dari model pembelajaran
berbasis masalah murni (free PBL). Sebagai konsekuensinya, tugas guru
matematika masih sangat dibutuhkan agar para siswa dapat lebih mudah
menyerap dan memahami materi pelajaran matematika.
Tes kemampuan penalaran dapat diterapkan dalam rangka untuk
menjaring dan menyeleksi calon peserta didik baru atau calon tenaga kerja
yang membutuhkan pengetahuan dan kemampuan matematika yang tinggi,
misalnya di bidang teknologi dan informatika.
2. Implikasi Praktis
Karena telah terbukti bahwa model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) yang dimodifikasi dengan pendekatan realistik terbimbing
lebih baik dari model pembelajaran berbasis masalah murni (free PBL), maka
diharapkan para guru matematika dapat menerapkan model pembelajaran
modified PBL ini dalam proses belajar mengajar di sekolah. Di samping itu
guru diharapkan dapat membuat dan mengembangkan suatu bentuk bimbingan
yang dapat digunakan bersama-sama dengan model pembelajaran berbasis
masalah karena ternyata banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
mempelajari materi matematika yang secara umum mempunyai sifat abstrak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Agar proses belajar mengajar dengan model pembelajaran berbasis
masalah dapat dilaksanakan secara optimal dalam mencapai tujuan
pembelajaran, ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh guru, antara lain:
1. Perlu diberikan penjelasan mengenai prosedur pembelajaran berbasis
masalah yang sejelas-jelasnya kepada siswa, agar siswa dapat belajar
mandiri atau dengan diskusi kelompok untuk memecahkan masalah yang
diberikan guru.
2. Perlu menumbuhkan sikap pantang menyerah kepada siswa dalam
mencari, mencoba dan menentukan pemecahan masalah melalui kejadian
kehidupan sehari-hari .
3. Perlu diusahakan lingkungan belajar yang mendukung kegiatan belajar
siswa untuk mencari, mencoba dan memecahkan masalah yang dihadapi
terutama yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari baik secara mandiri
maupun melalui diskusi kelompok.
C. Saran
Agar hasil belajar matematika dapat ditingkatkan, maka disarankan:
1. Kepada pengajar :
a. Dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya menggunakan model
pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran matematika yang sedang
diampunya karena tidak semua materi pelajaran matematika cocok dengan
model pembelajaran tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
b. Model pembelajaran berbasis masalah lebih tepat bila diterapkan dalam
bentuk pembelajaran kooperatif dengan cara diskusi kelompok antar sesama
siswa. Untuk itu guru perlu memfasilitasi dan mendukung proses
pembelajaran melalui pengelompokan siswa, menyiapkan materi diskusi
dan memberi lembar kerja siswa atau modul. Dalam hal ini, peran guru
dalam proses belajar mengajar masih sangat dibutuhkan sebagai fasilitator
dan pembimbing.
2. Kepada Pihak Sekolah
a. Dalam penerimaan peserta didik baru, perlu menggunakan tes kemampuan
penalaran agar dapat memprediksi kemampuan peserta didik terutama dalam
bidang matematika.
b. Memberi dukungan kepada guru agar aktif dalam mengikuti kegiatan-
kegiatan yang sifatnya menambah pengetahuan, baik itu dari segi materi
pelajaran maupun model pembelajaran.
c. Menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam segala kegiatan yang
menunjang proses pembelajaran dan peningkatan kreatifitas siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Fuady. 2008. Paradigma Baru dalam Pendidikan dan Pembelajaran,
Learning is Fun. Bandung: BMTI.
Arif Rohman. 2009. Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Yogyakarta:
Laks Bang Mediatama.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
Budiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Budiyono. 2011. Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: -
Brian R. Belland, Peggy A. Ertmer, Krista D. Simons. 2004. Perceptions of the
Value of Problem-based Learning among Students with Special Needs
and Their Teachers. The Interdisciplinary Journal of Problem-based
Learning volume 1, no. 2
Dahar, R. W. 1988. Teori-teori belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan
Tinggi.
Defantri. 2009. Pembelajaran Matematika di Sekolah. http://defantri.blogspot.
com/2009/05/pembelajaran-matematika-di-sekolah.html (diakses tanggal
7 Juli 2011).
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
Erman Suherman. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi
Kompetensi Siswa. http://wordpress.com/petaanakbangsa/htm
Hamzah B. Uno. 2008. Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar
Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Ispujiati. 2009. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Realistik. Palembang:-
Johannes Strobel and Angela van Barneveld. 2009. When is PBL More Effective?
A Meta-synthesis of Meta-analyses Comparing PBL to Conventional
Classrooms. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning
volume 3, no. 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
John R. Mergendoller, Nan L. Maxwell, Yolanda Bellisimo. 2000. The
Effectiveness of Problem-based Instruction: A Comparative Study of
Instructional Methods and Student Characteristics. The Interdisciplinary
Journal of Problem-based Learning volume 1, no. 2
Jujun S. Suriasumantri. 1996. Filsafat Ilmu. Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
Kelvin Seifert. 2010. Manajemen Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan.
Yogyakarta: IRCiSoD.
Kurikulum 2004 Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: BP. Dharma Bhakti.
Made Wena. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan
Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Marsigit. 2008. Pendekatan Matematika Realistik pada Pembelajaran Pecahan di
SMP. Disampaikan pada Pelatihan Nasional PMRI untuk Guru SMP di
LPP Yogyakarta.
Martinis Yamin. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung
Persada Press.
Olga Pierrakos, Anna Zilberberg, and Robin Anderson. 2010. Understanding
Undergraduate Research Experiences through the Lens of Problem-
based Learning: Implications for Curriculum Translation. The
Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning. volume 4, no. 2.
Poerwodarminto, W.J.S. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: CV.
Tarsito.
Santyasa, I Wayan. 2005. Model Pembelajaran Inovatif dalam Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompentensi. Disampaikan dalam Penataran Guru
SMP, SMA, SMK di Kabupaten Jembrana, Bali.
Saptono, R. 2003. Is Problem Based Learning (PBL) a better approach for
engineering education?. Yogyakarta: Cafeo 21
Sharifah Norul Akmar SZ and Lee Siew Eng. 2005. Integrating Problem-Based
Learning (PBL) in Mathematics Method Course. Faculty of Education,
University of Malaya.
Slavin Robert E. 2008. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice.
Massachusets: Allyn and Bacon Publishers.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Slavin Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: PT.
Indeks.
Sugiyanto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Mata Padi
Presindo.
Sugiyono. 2008. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sukardi. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Suradji. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.
Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Winkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Jogjakarta: Media Abadi.
Wiji Suwarno. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz.
Xun Ge, Lourdes G. Planas, and Nelson Er. 2010. A Cognitive Support System to
Scaff old Students Problem-based Learning in a Web-based Learning
Environment. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning
volume 4, no. 1.