elissyah nur medina1 dyah wulansari2 fakultas ekonomi dan

16
1 DETERMINAN EFISIENSI TEKNIK INDUSTRI MINYAK SAWIT DI INDONESIA Elissyah Nur Medina 1 Dyah Wulansari 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi teknik perusahaan dalam industri minyak kelapa sawit di Indonesia serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi skor efisiensi teknik perusahaan-perusahaan tersebut. Data yang digunakan berbentuk cross-section untuk tahun 2014 dengan observasi 654 perusahaan. Metode data envelopment analysis bootstrap dengan asumsi variable return to scale dan orientasi input digunakan untuk tahap pengukuran skor efisiensi teknik perusahaan yang kemudian hasilnya akan dianalisis lebih lanjut sebagai variabel dependen dengan regresi Tobit untuk tahap analisis determinan efisiensi teknik. Hasil yang diperoleh adalah rata-rata skor efisiensi teknik industri minyak sawit belum efisien. Berdasarkan estimasi Tobit didapati bahwa faktor lokasi, ukuran perusahaan, dan kepemilikan oleh asing signifikan terhadap skor efisiensi teknik, sedangkan faktor ekspor dan konsentrasi pasar tidak signifikan. Kata Kunci: data envelopment analysis bootstrap, regresi tobit, efisiensi teknik, minyak sawit ABSTRACT This study measures the technical efficiency of companies in the palm oil industry in Indonesia and knows the factors that influence technical efficiency scores of companies. Data used in the form of a cross-section for 2014 with the observation of 654 companies. Data envelopment analysis (DEA) bootstrap method with variable return to scale (VRS) assumption and input orientation is used for measuring technical efficiency scores, then the results will be further analyzed as the dependent variable with Tobit regression for the analyzing determinants of technical efficiency. The results obtained are the average technical efficiency score of the palm oil industry at 0,8099. Based on Tobit estimation, it was found that location factors, firm size, and foreign ownership were significant to the technical efficiency score, while the export and market concentration were not significant. Keywords: data envelopment analysis bootstrap, tobit regression, technical efficiency, crude palm oil PENDAHULUAN Menurut BPS (2015), minyak sawit adalah salah satu komoditas hasil industri pengolahan yang memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. Produksi pengolahan minyak sawit menjadikan Indonesia pemasok sekitar setengah dari pasokan minyak sawit dunia. Pemanfaatan minyak sawit mentah sebagai bahan baku industri dapat memberikan efek berganda meliputi: pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, pengembangan wilayah industri, proses alih teknologi, perluasan lapangan kerja, perolehan devisa, dan peningkatan penerimaan pajak. Prospek baik dari komoditas minyak sawit di bidang perdagangan minyak nabati telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu peningkatan ekspor minyak sawit dan menjadi produsen utama minyak sawit mentah di dunia. Minyak sawit yang dihasilkan dari pohon sawit 1 [email protected] 2 [email protected]

Upload: others

Post on 04-Jan-2022

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

DETERMINAN EFISIENSI TEKNIK INDUSTRI MINYAK SAWIT DI INDONESIA

Elissyah Nur Medina

1

Dyah Wulansari2

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi teknik perusahaan dalam industri minyak

kelapa sawit di Indonesia serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi skor efisiensi teknik

perusahaan-perusahaan tersebut. Data yang digunakan berbentuk cross-section untuk tahun 2014

dengan observasi 654 perusahaan. Metode data envelopment analysis bootstrap dengan asumsi

variable return to scale dan orientasi input digunakan untuk tahap pengukuran skor efisiensi teknik

perusahaan yang kemudian hasilnya akan dianalisis lebih lanjut sebagai variabel dependen dengan

regresi Tobit untuk tahap analisis determinan efisiensi teknik. Hasil yang diperoleh adalah rata-rata

skor efisiensi teknik industri minyak sawit belum efisien. Berdasarkan estimasi Tobit didapati

bahwa faktor lokasi, ukuran perusahaan, dan kepemilikan oleh asing signifikan terhadap skor

efisiensi teknik, sedangkan faktor ekspor dan konsentrasi pasar tidak signifikan.

Kata Kunci: data envelopment analysis bootstrap, regresi tobit, efisiensi teknik, minyak sawit

ABSTRACT

This study measures the technical efficiency of companies in the palm oil industry in

Indonesia and knows the factors that influence technical efficiency scores of companies. Data used

in the form of a cross-section for 2014 with the observation of 654 companies. Data envelopment

analysis (DEA) bootstrap method with variable return to scale (VRS) assumption and input

orientation is used for measuring technical efficiency scores, then the results will be further

analyzed as the dependent variable with Tobit regression for the analyzing determinants of

technical efficiency. The results obtained are the average technical efficiency score of the palm oil

industry at 0,8099. Based on Tobit estimation, it was found that location factors, firm size, and

foreign ownership were significant to the technical efficiency score, while the export and market

concentration were not significant.

Keywords: data envelopment analysis bootstrap, tobit regression, technical efficiency, crude palm

oil

PENDAHULUAN Menurut BPS (2015), minyak sawit adalah salah satu komoditas hasil industri pengolahan

yang memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. Produksi pengolahan minyak

sawit menjadikan Indonesia pemasok sekitar setengah dari pasokan minyak sawit dunia.

Pemanfaatan minyak sawit mentah sebagai bahan baku industri dapat memberikan efek berganda

meliputi: pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, pengembangan wilayah industri, proses alih

teknologi, perluasan lapangan kerja, perolehan devisa, dan peningkatan penerimaan pajak.

Prospek baik dari komoditas minyak sawit di bidang perdagangan minyak nabati telah

mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu peningkatan ekspor minyak sawit dan menjadi

produsen utama minyak sawit mentah di dunia. Minyak sawit yang dihasilkan dari pohon sawit

1 [email protected]

2 [email protected]

2

yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, yakni tahan lama,

tahan terhadap tekanan, dan memiliki toleransi suhu yang relatif tinggi.

Indonesia memperoleh manfaat ekonomi yang sangat besar dari perkebunan sawit dan

pabrik pengolahan minyak sawit. Berdasarkan data FAO (2019), kuantitas ekspor minyak sawit

Indonesia di pasar dunia pada tahun 2015 adalah sebesar 26,5 juta ton atau senilai US$ 15.385,3

juta. Kecukupan ketersediaan pasokan menentukan perkembangan pengolahan minyak sawit

domestik di Indonesia.

Negara tujuan utama ekspor komoditas minyak sawit Indonesia selama dua tahun terakhir

(2016-2017) yaitu India, Tiongkok, dan Pakistan. Pada tahun 2016 kontribusi ekspor komoditas

minyak sawit ke negara India terhadap total ekspor minyak sawit Indonesia sebesar 24,10% dengan

nilai US$ 4.901,2 juta, ke negara Tiongkok sebesar 13,04% dengan nilai US$ 2.651,8 juta dan

ekspor ke Pakistan sebesar 7,25% dengan nilai US$ 1.474,7 juta. Jika melihat pertumbuhan nilai

ekspor beberapa negara tersebut dibanding tahun 2016, semuanya mengalami kenaikan. Ekspor

minyak sawit ke India mengalami peningkatan nilai sebesar 42,08%, Tiongkok meningkat sebesar

21,07%, dan Pakistan mengalami kenaikan sebesar 13,30% (BPS, 2018:37).

Kementerian Pertanian (2014) menyatakan bahwa tingginya permintaan minyak sawit

mentah disebabkan oleh pertumbuhan populasi, peningkatan pendapatan domestik bruto negara-

negara pengimpor, bergesernya preferensi konsumen karena masalah kesehatan, harga ekonomi,

serta berkembangnya berbagai produk turunan seperti biofuel. Hal tersebut menyebabkan kenaikan

harga dunia minyak sawit mentah. Harga dunia yang tinggi memberikan insentif kepada produsen

untuk menawarkan produk mereka ke pasar ekspor.

Sumber: USDA (2019)

Gambar 1: Pertumbuhan Penawaran dan Permintaan Minyak Sawit Dunia, persen

Gambar 1 menunjukkan tren perubahan dari pertumbuhan penawaran (supply) dan

permintaan (demand) minyak sawit secara global. Sisi penawaran terdiri atas jumlah produksi dan

impor, sedangkan di sisi permintaan terdiri atas jumlah konsumsi pangan, industri, dan ekspor.

Secara rata-rata pertumbuhan penawaran lebih rendah daripada pertumbuhan permintaan. Hal ini

disebabkan meningkatnya populasi dunia, pendapatan per kapita global, dan kebutuhan minyak

sawit sebagai bahan baku industri lainnya, namun pertumbuhan produktivitas minyak sawit kurang

dapat mengimbangi permintaan konsumsi.

Pengukuran kinerja produksi menjadi sangat penting dan populer bagi perusahaan sebagai

cara untuk mencapai pengambilan keputusan yang lebih baik. Salah satu cara untuk mengukur

kinerja adalah dengan melihat tingkat efisiensi yang berhubungan dengan sumber daya yang

digunakan dan hasil yang dicapai. Efisiensi dapat digunakan sebagai ukuran tingkat sistem produksi

diterapkan prinsip ekonomi pada cara untuk menghasilkan tingkat output tertentu menggunakan

input minimal atau bagaimana menghasilkan produk seoptimal mungkin menggunakan sejumlah

input tertentu. Oleh karena itu, perlu rencana yang lebih tepat dalam mengalokasikan faktor

produksi yang dimiliki untuk menghasilkan output yang maksimal. Efisiensi teknik yang dapat

dicapai ditandai dengan produksi minyak sawit yang optimal dan harga yang efisien atas

keberhasilan produsen dalam memperoleh laba yang maksimum.

3

Efisiensi sering dikaitkan dengan kinerja perusahaan karena membandingkan antara output

dan input. Efisiensi berkaitan erat dengan produktivitas karena pengaruh penggunaan variabel input

pada output yang terlibat. Sebagai industri yang bergerak di bidang pengolahan hasil perkebunan

maka penelitian ini akan dianalisis dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu metode non-parametrik

dengan menggunakan data envelopment analysis (DEA) dengan bootstrap dan tahap kedua yaitu

metode parametrik dengan menggunakan regresi Tobit.

Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk mengukur skor efisiensi teknik

perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri minyak sawit di Indonesia serta mengestimasi

signifikansi pengaruh variabel pendukung terhadap skor efisiensi teknik pada tahun 2014. Beberapa

variabel pendukung yang dimaksud adalah ekspor perusahaan, lokasi perusahaan, kepemilikan

perusahaan, ukuran perusahaan, serta tingkat konsentrasi pasar. Hasil penelitian diharapkan dapat

digunakan untuk memacu kinerja produksi perusahaan minyak sawit agar semakin efisien dalam

mengolah minyak sawit dengan input yang minimal.

Pengukuran efisiensi teknik pada suatu industri beserta analisisnya telah banyak dilakukan.

Berikut adalah tabel ringkasan penelitian terdahulu mengenai analisis efisiensi industri:

Tabel 1: Penelitian Terdahulu

4

METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data dengan jenis data sekunder berbentuk data mikro. Data

tersebut berasal dari hasil laporan survei tahunan perusahaan industri manufaktur yang dilakukan

oleh Badan Pusat Statistik Indonesia dalam bentuk data mentah. Perusahaan industri yang dicakup

dalam survei tersebut adalah perusahaan industri besar dan sedang, yaitu perusahaan yang

mempunyai tenaga kerja 20 orang atau lebih, termasuk perusahaan industri yang baru mulai

berproduksi secara komersial pada tahun 2014. Data dipilih berdasarkan kode International

Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC) lima digit yang disesuaikan di Indonesia

menjadi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Industri minyak sawit

diklasifikasikan ke dalam kode 10431 dan 10432 dengan masing-masing jumlah observasi 598 dan

56 perusahaan untuk penelitian ini. Data ini berbentuk cross-section karena periode yang diteliti

hanya satu tahun yakni tahun 2014.

Identifikasi Variabel

Hasil perhitungan dari analisis DEA akan menghasilkan skor efisiensi teknik yang akan

digunakan sebagai variabel dependen pada regresi Tobit. Regresi Tobit mengestimasi pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen.

Tabel 2: Variabel Analisis Efisiensi Teknik

Variabel independen pada penelitian ini terdiri atas variabel dummy lokasi perusahaan,

ukuran perusahaan, kepemilikan perusahaan oleh swasta asing, ekspor perusahaan, dan konsentrasi

pasar Ukuran Perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan (Setiawan, 2009:45).

Perusahaan sengan skala besar mempunyai kapasitas produksi dalam jumlah yang besar pula.

Menurut Jogiyanto (2007:282) ukuran perusahaan diukur sebagai logaritma natural dari total aset.

Ukuran perusahaan diukur dengan formula berikut:

𝐹𝑆𝑖 = ln 𝐾𝑖………………………………………………………………………………. (1)

Kepemilikan Perusahaan oleh Asing menunjukkan persentase kepemilikan oleh pemodal asing

pada setiap perusahaan industri minyak sawit di Indonesia pada tahun 2014. Perusahaan yang

dimiliki asing dikategorikan dengan minimum kepemilikan sebesar 10% menurut IMF (2002) dan

OECD (2008). Konsentrasi Pasar ukuran yang berguna untuk mengetahui struktur pasar. HHI

mencerminkan jumlah pesaing di pasar dan tingkat konsentrasi di pasar yang menjadi penentu kritis

daya saing pasar. Berikut adalah cara menghitung HHI:

𝐻𝐻𝐼 = ∑ 𝑆𝑖2𝑛

𝑖=1 ……………………………………………………………………………

(2)

Si2 = Jumlah kuadrat dari pangsa pasar setiap perusahaan.

Model Variabel Satuan Simbol

Tahap 1:

DEA

Input

Modal Rp K

Tenaga Kerja Orang L

Bahan Baku Mentah Rp M

Energi Rp E

Output Total Output Rp Q

Tahap 2:

Estimasi

Tobit

Dependen Skor Efisiensi Teknik Perusahaan Rasio TE

Independen

Dummy Lokasi Perusahaan Biner D(n)

Ukuran Perusahaan Indeks FS

Kepemilikan oleh Asing Persen FOR

Ekspor Perusahaan Persen EXP

Konsentrasi Pasar Rasio CONS

5

Teknik Analisis

Data Envelopment Analysis

Data envelopment analysis (DEA) adalah teknik matematika yang berdasarkan program

linier. DEA digunakan untuk mengukur efisiensi relatif dari DMU dengan kombinasi input dan

output. DEA adalah salah satu dari beberapa teknik yang digunakan untuk menghitung batas

praktik produksi terbaik. Coelli et al. (2005:312) menyatakan bahwa pendekatan DEA memiliki

keunggulan dalam memperkirakan skor efisiensi karena tidak memerlukan asumsi khusus yang

berbentuk fungsi produksi untuk menentukan hubungan antara input dan output.

Menurut Coelli et al. (2005:172), model dengan teknik DEA constant return to scale (CRS)

hanya sesuai ketika semua perusahaan beroperasi pada skala optimal. Persaingan yang tidak

sempurna atau kendala keuangan dapat menyebabkan perusahaan tidak beroperasi pada skala

optimal. Maka dari itu, model dengan orientasi input variable return to scale (VRS) digunakan

untuk menghitung efisiensi teknik dalam penelitian ini. Perangkat lunak yang digunakan untuk

menghitung skor efisiensi DEA adalah R.

Model Efisiensi Teknik DEA VRS berorientasi input

Objective Function:

TEVRS = Minimize θ,λ θ,

subject to -qi + Qλ ≥ 0,

θxi – Xλ ≥ 0,

I1’λ = 1,

λ ≥ 0, …………………………………………………………… (3)

dimana:

θ = skor efisiensi perusahaan i

λ = I x 1 vektor konstanta

I = jumlah perusahaan

i = perusahaan ke-n

qi = vektor output i

xi = vektor input i

Q = matriks output I

X = matriks input I

Model 3 adalah model matematis pengukuran efisien teknik DEA dengan pendekatan

berorientasi input dan asumsi skala VRS. Variabel θ menunjukkan perhitungan efisiensi teknik

(Coelli et al., 2005). I1’λ=1 merupakan convexity constraint. The convexity constraint

menunjukkan bahwa asumsi skala VRS memastikan perusahaan yang inefisien hanya akan

dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki skala yang sama. Skor perhitungan efisiensi teknik

ini yang kemudian akan menjadi variabel dependen untuk dilakukan uji regresi Tobit.

Teknik Bootstrap

Estimasi skor efisiensi DEA memiliki kelemahan yakni tidak memperhitungkan statistical

noise yang dihasilkan dari perhitungan sehingga menyebabkan hasil estimasi yang bias dan tidak

akurat. Skor efisiensi yang digunakan untuk mengetahui determinan efisiensi dari tahap kedua

memerlukan skor yang akurat. Kelemahan ini dapat diatasi menggunakan metode bootstrap yang

diusulkan oleh Simar & Wilson (2000) untuk mendapatkan estimasi DEA yang dikoreksi biasnya.

Bootstrap adalah prosedur kalkulasi dengan iterasi sampel, yakni meniru proses pembuatan

data dari model dasar sebenarnya dan menghasilkan beberapa estimasi yang dapat digunakan untuk

inferensi statistik. Replikasi dalam bootstrap, berkaitan dengan redistribusi dengan asumsi model

acak di antara observasi. Hal ini tercermin dalam deviasi variabel model dari ekspektasi nilai,

sebagaimana yang dikalkulasikan oleh model. Semakin tinggi varian residu, semakin besar

6

confidence interval bootstrap yang dibangun dalam pengujian hipotesis. Berikut adalah model

matematis skor efisiensi bias-corrected menurut Simar & Wilson (2000):

𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) = 𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) − 𝐵𝐼𝐴𝑆�̂�𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖)

= 2𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) − 𝐵−1 ∑ 𝜃𝑏∗̂(𝑥𝑖, 𝑦𝑖)𝐵

𝑏=1 ……………………………………………… (4)

Koreksi bias dengan model 4 dapat menghasilkan error tambahan yang lebih besar dari estimasi

skor efisiensi tanpa bootstrap. Maka dari itu, model 5 hanya dapat digunakan apabila kondisi

sampel variannya sebagai berikut:

𝜎2̂ <1

3[𝐵𝐼𝐴𝑆�̂� (𝜃(𝑥𝑖 , 𝑦𝑖))]

2

…………………………………………………………………. (5)

Dimana: x = input

y = output

i = DMU atau perusahaan

𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) = true efficiency setiap DMU ke-i

𝜃𝑏∗̂(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) = pseudo efficiency setiap DMU ke-i

B = jumlah iterasi

b = iterasi ke-n

𝜎2̂ = varian

Bootstrap adalah prosedur yang bersifat asimtotik sehingga kualitas estimasi bootstrap

bergantung pada jumlah replikasi B dan besarnya sampel DMU yang diestimasi. Untuk

mempermudah perhitungan skor efisiensi DMU dengan DEA metode bootstrap, maka digunakan

perangkat lunak R dengan paket FEAR.

Regresi Tobit

Skor efisiensi DEA berada di kisaran 0 sampai dengan 1 sehingga apabila dijadikan

variabel dependen, maka sebagai variabel dependen yang terbatas. Berdasarkan analisis dari

penelitian-penelitian sebelumnya, penggunaan model Tobit tersensor dapat menangani karakteristik

dari distribusi pengukuran efisiensi dan dengan demikian memberikan hasil yang dapat memandu

kebijakan untuk meningkatkan kinerja. Ukuran efisiensi DEA yang diperoleh pada tahap pertama

adalah variabel dependen dalam model Tobit tahap kedua.

Model Tobit atau regresi disensor dirancang untuk memperkirakan hubungan linear antara

variabel ketika ada baik sensor bawah/kiri atau atas/kanan dalam variabel dependen. Tujuan dari

tahap kedua ini adalah untuk dengan menganalisis pengaruh variabel independen terhadap skor

efisiensi teknik dari hasil DEA. Model Tobit pertama kali disarankan dalam literatur ekonometrik

oleh Tobin (1958). Model ini juga dikenal sebagai model regresi terpotong atau disensor di mana

ekspektasi kesalahan tidak sama dengan nol.

Model regresi Tobit berikut adalah model yang digunakan dalam penelitian ini dengan data

yang berbentuk cross-section: 𝑇𝐸𝑖

∗ = 𝛽0 + 𝛽1𝐷11𝑖 + ⋯ + 𝛽26𝐷94𝑖 + 𝛽27𝐹𝑆𝑖 + 𝛽28𝐹𝑂𝑅𝑖 + 𝛽29𝐸𝑋𝑃𝑖 + 𝛽30𝐶𝑂𝑁𝑆𝑖 + 𝑒𝑖

𝑇𝐸𝑖 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑇𝐸𝑖∗ ≤ 0 ; sensor kiri;

𝑇𝐸𝑖 = 𝑇𝐸𝑖∗ 𝑗𝑖𝑘𝑎 0 < 𝑇𝐸𝑖

∗ < 1 ; tidak tersensor;

𝑇𝐸𝑖 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑇𝐸𝑖∗ ≥ 1 ; sensor kanan; ....………………………………………………………………

(6) dimana:

TEi = skor efisiensi teknik perusahaan i

D11i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Aceh

D12i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sumatera Utara

D13i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sumatera Barat

D14i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Riau

D15i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Jambi

D16i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan

7

D17i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Bengkulu

D18i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Lampung

D19i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kep. Bangka Belitung

D21i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kep. Riau

D31i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta

D32i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Jawa Barat

D33i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah

D35i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Jawa Timur

D36i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Banten

D61i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Barat

D62i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Tengah

D63i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Selatan

D64i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Timur

D65i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Utara

D72i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Tengah

D73i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Selatan

D74i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Tenggara

D76i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Barat

D91i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Papua Barat

D94i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Papua

FSi = ukuran perusahaan i

FORi = persentase kepemilikan modal oleh asing di perusahaan i

EXPi = persentase ekspor perusahaan i

CONSi = Herfindahl-Hirschman Index / tingkat konsentrasi pasar perusahaan i

ei = error.

Variabel dependen TEi* menunjukkan skor efisiensi teknik yang berada di antara 0 dan 1,

variabel tersebut disensor dari kiri dan kanan. Logika untuk penggunaan model Tobit setelah tahap

DEA adalah bahwa skor efisiensi teknik antara 0 dan 1 maka regresi yang disensor harus

digunakan. Model Tobit merupakan maximum likelihood estimation (MLE) yang dihasilkan

melalui proses iterasi. MLE mengestimasi koefisien (β) variabel independen dan varians (σ2).

Model Tobit memiliki dua asumsi dasar yaitu normalitas dan homoskedastisitas. Interpretasi dari

koefisien hasil estimasi Tobit dilihat berdasarkan efek marjinalnya. 𝜕𝐸[𝑦]

𝜕𝑥𝑘= Φ (

𝑋𝑖𝛽

𝜎) 𝛽𝑘 ………………………………………………………………. (7)

Model 10 adalah efek marjinal yang digunakan dalam penelitian ini, yakni efek marginal dari nilai

ekspektasi variabel dependen kondisional yang tidak disensor.

Interpretasi efek marjinal dilakukan dengan melihat tanda koefisien dan nilai koefisien hasil

estimasi sebagai dampak perubahan dari variabel independen terhadap variabel dependen yang

tidak mengandung observasi tersensor. Jika tanda dari nilai estimasi tobit suatu variabel independen

positif dan nilai variabel tersebut meningkat, maka secara rata-rata akan meningkatkan nilai

variabel dependen sebesar koefisien variabel independen tersebut pada seluruh rata-rata observasi

dan sebaliknya pula. Jika variabel bebas adalah variabel dummy dan tanda dari nilai estimasi tobit

suatu variabel positif, maka secara rata-rata variabel dependen akan meningkat sebesar koefisien

variabel dummy ketika X=1, dibanding ketika X=0.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Obyek Penelitian

Perkembangan Industri Minyak Sawit di Indonesia

Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit bunches (FFB) menjadi minyak

sawit melalui beberapa tahap. Gambar 3 menunjukkan aliran bahan baku dan sumber daya yang

8

digunakan. Gambar tersebut selain menunjukkan teknologi proses yang terjadi, juga

memperlihatkan adanya peluang untuk meningkatkan efisiensi proses dengan cara mengaplikasikan

teknologi industri dengan input yang tersedia.

Sumber: Archer et al (2018)

Gambar 2: Proses Pengolahan Minyak Sawit

Secara umum, produksi minyak sawit mentah didasari input bahan perawatan tanaman

sawit, TBS, serta energi. TBS yang telah diolah menjadi minyak sawit mentah (CPO) dapat

langsung dijual ke dalam negeri, diekspor, maupun diolah lebih lanjut untuk mendapat nilai tambah

dari produk turunan. Beberapa hasil olahan lanjut CPO antara lain: minyak sawit inti untuk pangan

(contoh: minyak goreng), biogas, biodiesel, dan gliserol.

Sumber: BPS, 2015

Gambar 3: Sebaran Kontribusi Nilai Produksi Minyak Sawit di Indonesia, 2014

Lokasi produksi minyak sawit, secara geografis, tersebar di seluruh Indonesia namun ada

beberapa lokasi yang menjadi dominan sebagai produsen. Perusahaan minyak sawit yang berlokasi

di Pulau Sumatera memiliki kontribusi yang terbesar terhadap jumlah output komoditas minyak

sawit pada tahun 2014 (gambar 3) dengan jumlah perusahaan sebanyak 463 perusahaan.

Kemudian, kontribusi besar selanjutnya disusul oleh Pulau Kalimantan (143 perusahaan) dan Pulau

Sulawesi (15 perusahaan). Pulau lainnya mencakup pulau Jawa, Maluku, dan Papua secara agregat

berjumlah 38 perusahaan.

Pulau

Sumatera;

76,69%

Pulau

Kalimantan;

16,62%

Pulau Sulawesi;

1,76% Pulau-pulau

lainnya; 4,93%

9

Hasil Analisis

Analisis Efisiensi Teknik

Skor efisiensi teknik penelitian ini diperoleh dengan metode DEA Bootstrap. Asumsi

variable return-to-scale (VRS) yang digunakan dalam penelitian ini diartikan bahwa setiap

perusahaan diasumsikan beroperasi pada skala yang belum optimal. Rentang skor efisiensi teknik

yang diperoleh adalah 0-1, dimana perusahaan dengan skor efisiensi 0 adalah perusahaan yang

paling tidak efisien dan skor efisiensi 1 adalah perusahaan yang paling efisien.

Prosedur Bootstrap pada penelitian ini menggunakan ukuran efisiensi Farrell yang

merupakan fungsi resiprokal dari ukuran efisiensi Shepard. Prosedur ini bersifat asimtotik sehingga

skor efisiensi yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak ada yang mencapai skor sama dengan 1.

Tabel 3: Ringkasan Statistik Perhitungan Efisiensi Industri Minyak Sawit di Indonesia, 2014

Hasil Mean Min Max Std.Dev.

Eff 0,8276 0,1641 1,0000 0,2320

Eff-Bias 0,8099 0,1524 0,9991 0,2322

Bias 0,0406 0,4680 0,0009 0,0620

Var 2,3046 0,0001 9,9814 2,9958

Lower CI 0,7884 0,1387 0,9973 0,2350

Upper CI 0,8260 0,1632 0,9999 0,2322

Tabel 3 menunjukkan estimasi pengukuran efisiensi input Farrell dari penelitian ini. Baris

Eff adalah estimasi skor efisiensi teknik sebelum terkoreksi oleh bias. Eff-Bias adalah skor efisiensi

teknik yang telah terkoreksi oleh bias, didapatkan dari estimasi Eff dikurangi estimasi Bias. Bias

adalah estimasi bias yang dihasilkan oleh proses bootstrap. Var adalah estimasi varians. Lower CI

adalah estimasi batas bawah (2,5%) untuk confidence interval sebesar 95% yang diperoleh dari

metode bootstrap. Upper CI adalah estimasi batas atas (97,5%) untuk confidence interval sebesar

95% yang diperoleh dari metode bootstrap.

Berdasarkan hasil pengukuran efisiensi dengan DEA Bootstrap, rata-rata skor efisiensi

teknik dari seluruh perusahaan industri minyak sawit pada tahun 2014 adalah 0,8099. Hal ini

menunjukkan bahwa inefisiensi dalam kegiatan produksi adalah sebesar 0,1901. Secara

keseluruhan, output yang ditentukan dapat dicapai apabila perusahaan dapat mengurangi input

sebesar 19,01% sehingga efisien secara teknik.

Gambar 4: Rata-rata Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit berdasarkan Kode ISIC, 2014

Pada gambar 4, perusahaan dalam industri minyak mentah sawit/crude palm oil dengan

kode 10431 memiliki rata-rata skor efisiensi sebesar 0,8123 dengan inefisiensi sebesar 0,1877. Skor

ini menandakan bahwa dengan mengurangi input sebesar 18,77%, maka perusahaan dengan kode

industri 10431 akan menjadi perusahaan yang efisien. Perusahaan dalam industri minyak goreng

sawit dengan kode 10432 memiliki rata-rata skor efisiensi sebesar 0,7849 dengan inefisiensi sebesar

0,2151, maka dengan mengurangi input sebesar 21,51% akan menjadikan perusahaan yang efisien.

10

Gambar 5 Rata-rata Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit berdasarkan Kepemilikan

Perusahaan, 2014

Berdasarkan gambar 5, perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan swasta asing

menunjukkan skor efisiensi yang paling tinggi yakni sebesar 0,8382. Kemudian, perusahaan swasta

nasional memiliki rata-rata skor efisiensi sebesar sebesar 0,8072 dan perusahaan pemerintah

sebesar 0,7969. Apabila perusahaan-perusahaan tersebut mengurangi input mereka; perusahaan

swasta asing sebesar 18,16%, perusahaan swasta nasional sebesar 19,28%, dan perusahaan

pemerintah sebesar 20,31%, maka akan menjadi efisien dengan input yang optimal.

Gambar 6: Rata-rata Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit berdasarkan Kegiatan Ekspor,

2014

Pada gambar 6, perusahaan yang hasil produksinya diekspor hanya memiliki rata-rata skor

efisiensi sebesar 0,8077, sedangkan perusahaan yang tidak melakukan kegiatan ekspor memiliki

rata-rata skor efisiensi yang lebih tinggi, yakni sebesar 0,8105. Jika perusahaan pelaku ekspor dapat

engurangi input sebesar 19,23% dan perusahaan non pelaku ekspor sebesar 18,95%, maka akan

menjadi perusahaan yang efisien.

Gambar 7 menunjukkan rata-rata skor efisiensi teknik serta jumlah perusahaan dari

provinsi-provinsi yang melakukan kegiatan produksi minyak sawit pada tahun 2014. Inefisiensi

produksi dapat dikurangi apabila masing-masing provinsi mampu mengurangi input dengan

mencapai skor efisiensi sama dengan 1, maka secara rata-rata provinsi-provinsi tersebut dapat

dikatakan efisien secara teknik.

11

Gambar 7: Rata-rata Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit berdasarkan Provinsi, 2014

Analisis Regresi Tobit

Skor efisiensi teknik yang merupakan hasil pengukuran dengan metode DEA Bootstrap

selanjutnya digunakan sebagai variabel dependen untuk estimasi model determinan efisiensi teknik

dengan regresi Tobit. Sub-bab ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi skor efisiensi

teknik. Data penelitian ini berbentuk cross-section dengan jumlah observasi sebanyak 654

perusahaan pada tahun 2014. Kolom koefisien latent variable pada tabel 4 adalah hasil estimasi

regresi Tobit untuk efek marjinal variabel dependen laten. Kolom koefisien actual variable pada

tabel 4 adalah hasil estimasi regresi Tobit di mana koefisiennya adalah efek marjinal ekspektasi

nilai yang diharapkan (E (y | 0 < y < 1)). Variabel dependen (y) memiliki syarat tidak disensor

sebelah kiri/batas bawah (0) dan sebelah kanan/batas atas (1).

Tabel 4: Hasil Estimasi Regresi Tobit dan Efek Marginal Tobit

Variabel Latent Variable p-value t Actual Variable p-value z

D11 0,35190 0,000* 0,14165 0,000

D12 0,29686 0,000* 0,14694 0,000

D13 0,42211 0,000* 0,15889 0,000

D14 0,31926 0,000* 0,15814 0,000

D15 0,33180 0,000* 0,14185 0,000

D16 0,34924 0,000* 0,14180 0,000

D17 0,34537 0,000* 0,13923 0,000

D18 0,26956 0,000* 0,11837 0,000

D19 0,23763 0,000* 0,10832 0,000

D21 0,17905 0,429 0,08667 0,308

D31 0,19891 0,011* 0,09416 0,001

D32 0,29307 0,000* 0,12448 0,000

D33 0,36964 0,000* 0,14196 0,000

D35 0,23608 0,008* 0,10709 0,000

D36 0,34564 0,001* 0,13653 0,000

D61 0,34233 0,000* 0,14044 0,000

D62 0,43811 0,000* 0,16936 0,000

D63 0,28615 0,000* 0,12398 0,000

D64 0,23607 0,000* 0,11072 0,000

D65 0,20999 0,010* 0,09806 0,000

D72 0,46080 0,000* 0,16016 0,000

D73 0,36666 0,000* 0,14130 0,000

12

D74 0,04907 0,511 0,02787 0,485

D76 0,27864 0,024* 0,11997 0,001

D91 0,38740 0,003* 0,14574 0,000

D94 0,47075 0,000* 0,16153 0,000

FS -0,07067 0,000* -0,04253 0,000

FOR 0,00059 0,010* 0,00035 0,010

EXP 0,00002 0,958 0,00001 0,958

CONS 0,05188 0,585 0,03122 0,584

Konstanta 1,22159 0,74246

Jumlah Observasi: 654

Prob > F : 0,0000

Jumlah Observasi Tersensor Sebelah Kiri: 0

Jumlah Observasi Tidak Tersensor: 654

Jumlah Observasi Tersensor Sebelah Kanan: 0

Catatan: * Signifikansi ditingkat α = 5%

Apabila koefisien efek marjinal bernilai positif maka variabel independen mempunyai

pengaruh yang searah dengan variabel dependen, dan jika koefisien efek marjinal bernilai negatif

maka variabel independen mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan variabel dependen.

Variabel independen yang berkoefisien positif adalah seluruh variabel dummy lokasi, variabel

kepemilikan asing, ekspor, dan konsentrasi pasar; sedangkan variabel yang berkoefisien negatif

adalah ukuran perusahaan.

Hasil Pengujian Statistik

Pada tabel 4, seluruh variabel independen dummy provinsi dengan kode D11-D94 (kecuali

D21 dan D74), ukuran perusahaan (FS), dan kepemilikan perusahaan oleh swasta asing (FOR)

berpengaruh secara signifikan pada level 5% terhadap variabel dependen skor efisiensi teknik.

Variabel independen dummy Provinsi Kep. Riau (D21), dummy Provinsi Sulawesi Tenggara (D74),

ekspor perusahaan (EXP), dan konsentrasi pasar (CONS) tidak berpengaruh secara signifikan.

Variabel independen yang signifikan secara simultan terhadap variabel dependen diketahui

dengan melakukan uji F. Apabila variabel independen secara bersamaan memiliki nilai probabilitas

F (Prob > F) di bawah confidence interval 0,05 maka variabel tersebut berpengaruh signifikan

secara simultan terhadap variabel dependen, dan jika variabel independen memiliki nilai

probabilitas F di atas confidence interval 0,05 maka variabel tersebut tidak signifikan secara

simultan terhadap variabel dependen. Berdasarkan tabel 4, didapati nilai probabilitas F sebesar

0,0000 yang mana lebih rendah daripada confidence interval yang ditetapkan, maka seluruh

variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen skor efisiensi teknik.

Pembahasan

Pembahasan Analisis Efisiensi

Secara umum, provinsi-provinsi yang berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki

jumlah perusahaan yang cukup banyak daripada provinsi-provinsi di Pulau lainnya. Beberapa

provinsi lokasi perusahaan yang memiliki rata-rata skor efisiensi tertinggi berada di Provinsi Papua,

Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan (gambar 7). Provinsi-provinsi tersebut memiliki skor efisiensi

tertinggi, namun jumlah perusahaannya terbilang sedikit. Hal tersebut menyebabkan skor efisiensi

teknik di provinsi-provinsi dengan skor tertinggi kurang dapat ditunjukkan dari variasi jumlah

perusahaan provinsi-provinsi tersebut. Namun demikian, perusahaan-perusahaan tersebut dapat

mengelola produksinya dengan sangat baik sehingga memperoleh skor efisiensi yang tinggi secara

rata-rata daripada provinsi-provinsi lainnya.

Berdasarkan kepemilikan usaha, perusahaan yang dikelola oleh swasta asing menjadi

paling efisien secara teknik, kemudian diikuti oleh swasta nasional dan pemerintah. Perusahaan

yang dikelola oleh swasta asing pada umumnya memiliki dana yang lebih banyak dari FDI

13

sehingga dapat menggunakan teknologi produksi yang lebih efisien, input yang berkualitas, dan

hasil output yang lebih banyak daripada perusahaan yang dikelola oleh swasta nasional dan

pemerintah. Perusahaan yang tidak mengekspor hasil produksinya lebih efisien daripada

perusahaan yang melakukan ekspor. Hal ini disebabkan, perusahaan yang menjual hasil

produksinya ke domestik akan diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk turunan minyak

sawit yang akan menambah nilai produk.

Gambar 8 adalah distribusi frekuensi skor efisiensi teknik seluruh perusahaan dalam

industri minyak sawit dengan interval 0,05. Hampir setengah dari seluruh perusahaan (318 dari 654

perusahaan) skor efisiensinya berada pada blok yang paling mendekati nilai 1 (kisaran 0,95-1,00).

Namun tidak ada perusahaan yang skor efisiensinya bernilai 1. Hal tersebut disebabkan oleh proses

smoothing dari bias bootstrap. Potensi bias yang terjadi adalah korelasi kuat antar skor efisiensi

yang dihasilkan dari DEA tanpa bootstrap karena perhitungan efisiensi suatu perusahaan

menggabungkan pengamatan semua perusahaan lain dalam set data yang sama.

Meski tidak ada perusahaan yang efisien secara sempurna, gambar 8 menunjukkan bahwa

lebih dari setengah jumlah perusahaan efisiensinya berada diatas rata-rata. Skor efisiensi terendah

adalah sebesar 0,15238 yang dimiliki oleh PSID 68278, sedangkan skor efisiensi tertinggi adalah

sebesar 0,9991 yang dimiliki oleh PSID 2061.

Gambar 8: Histogram Distribusi Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit, 2014

Hasil analisis pada tahap pertama ini menunjukkan bahwa secara umum perusahaan-

perusahaan minyak sawit beroperasi belum efisien. Peran pemerintah dengan kebijakan yang

mendukung kinerja produksi minyak sawit dapat membantu pengalokasian input yang optimal.

Selain itu, kondisi pasar persaingan yang sempurna menyebabkan tingginya skor efisiensi teknik

perusahaan secara rata-rata. Untuk mendapatkan hasil produksi minyak sawit yang ditentukan,

maka optimalisasi penggunaan input serta kombinasi yang tepat harus dilakukan oleh perusahaan-

perusahaan agar efisiensi yang lebih tinggi dapat dicapai.

Pembahasan Regresi Tobit

Tahap kedua pada penelitian ini membahas analisis determinan pada industri minyak sawit

di Indonesia. Tahap kedua dapat dilakukan apabila tahap pertama telah dilaksanakan sebelumnya.

Hasil regresi Tobit menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan skor

efisiensi teknik untuk industri minyak sawit di Indonesia secara positif maupun negatif serta secara

signifikan maupun tidak signifikan.

Perusahaan penghasil minyak sawit yang berlokasi di hampir seluruh provinsi (kecuali

Provinsi Kep. Riau dan Sulawesi Tenggara) memiliki koefisien yang positif dan signifikan secara

individual. Seluruh variabel dummy lokasi berkoefisien positif karena Provinsi Maluku yang

menjadi basis adalah provinsi yang memiliki rata-rata skor efisiensi terendah dibandingkan

provinsi-provinsi lainnya. Secara geografis, daerah-daerah tersebut cocok sebagai lokasi

perkebunan terutama perkebunan sawit karena dukungan jenis dan struktur tanah serta iklim. Pabrik

pengolahan minyak sawit juga pada umumnya terletak berdekatan dengan sumber inputnya, yakni

perkebunan sawit. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi biaya transportasi apabila pabrik

14

terletak jauh dari sumbernya. Adanya kesepakatan dengan pemerintah setempat dapat

memperlancar kegiatan produksi.

Variabel ukuran perusahaan (firm size) memiliki koefisien yang negatif serta signifikan

terhadap skor efisiensi teknik industri minyak sawit. Hal ini disebabkan ukuran perusahaan

meningkatkan kompleksitas manajemen dan biaya. Pengawasan yang detail pada perusahaan

berskala besar kurang dapat dilakukan daripada di perusahaan berskala kecil. Selain itu, perusahaan

berskala besar dengan efisiensi teknik yang rendah lebih mampu tetap berada di pasar bahkan jika

mereka memiliki masalah ekonomi daripada perusahaan berskala kecil di persaingan dalam pasar.

Oleh sebab itu, perusahaan berskala kecil yang bertahan di persaingan dalam pasar rata-rata

menunjukkan tingkat efisiensi teknik yang lebih tinggi daripada perusahaan berskala besar.

Variabel kepemilikan perusahaan oleh swasta asing memiliki koefisien yang positif serta

signifikan terhadap skor efisiensi teknik industri minyak sawit. Perusahaan yang dikelola oleh pihak

asing pada umumnya dapat memanfaatkan teknologi yang belum diketahui oleh perusahaan yang

dikelola oleh lokal sehingga perusahaan asing memiliki keuntungan untuk memproduksi minyak

sawit dengan kombinasi input yang lebih efisien. Selain itu, pendanaan investor asing yang besar

dapat digunakan untuk melakukan penelitian dan pengembangan yang lebih mutakhir serta

memiliki input yang lebih berkualitas untuk kegiatan produksi yang lebih efisien pula.

Variabel dummy lokasi yang positif namun tidak signifikan adalah Provinsi Kep. Riau dan

Sulawesi Tenggara. Lokasi-lokasi tersebut tidak signifikan karena rata-rata skor efisiensi di

provinsi-provinsi tersebut termasuk terendah sehingga tidak ada pengaruh secara signifikan, selain

itu jumlah perusahaan yang beroperasi terlalu sedikit pula. Variabel ekspor memiliki koefisien yang

positif namun tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan dari jumlah perusahaan minyak sawit yang

melakukan ekspor lebih sedikit daripada yang tidak melakukan ekspor sehingga pengaruh kegiatan

ekspor tidak terlalu berarti. Selanjutnya, didapati variabel konsentrasi pasar dengan koefisien yang

positif namun tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena sub-sektor industri minyak sawit yang

diteliti hanya dua sub-sektor saja dan salah satu sub-sektor (10431) sangat mendominasi jumlah

perusahaan. Selain itu, konsentrasi pasar dari kedua sub-sektor yang masuk dalam pasar persaingan

sempurna tidak memiliki perbedaan yang berarti dalam mempengaruhi skor efisiensi teknik

perusahaan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan pembahasan pada penelitian ini,

diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu pada analisis efisiensi dengan data envelopment analysis

bootstrap dengan asumsi variable return to scale dan berorientasi input, didapati rata-rata skor

efisiensi teknik dari 654 perusahaan industri minyak sawit di Indonesia pada tahun 2014 adalah

sebesar 0,8099 Sub-sektor industri minyak mentah sawit (ISIC 10431) memiliki rata-rata skor

efisiensi sebesar 0,8123 sedangkan industri minyak goreng sawit (ISIC 10432) rata-rata memiliki

skor efisiensi sebesar 0,7849. Skor efisiensi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan

industri minyak sawit belum bekerja secara efisien karena skornya yang kurang dari 100%. Secara

keseluruhan, karena inefisiensi sebesar 0,1901 maka input harus dikurangi sebesar 19,01% untuk

mencapai produksi yang efisien.

Pada hasil regresi Tobit, faktor-faktor yang mempengaruhi skor efisiensi teknik secara

signifikan adalah faktor lokasi perusahaan seluruh provinsi (kecuali Provinsi Kep. Riau dan

Sulawesi Tenggara), ukuran perusahaan, serta kepemilikan oleh swasta asing. Seluruh faktor

memiliki pengaruh secara positif kecuali faktor ukuran perusahaan yang memiliki pengaruh secara

negatif. Faktor sebagian lokasi perusahaan (Kep. Riau dan Sulawesi Tenggara), ekspor perusahaan,

dan konsentrasi pasar tidak memiliki pengaruh secara signifikan.

15

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan, penulis memberikan beberapa saran yang

dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya maupun pengambilan keputusan, yaitu

perusahaan-perusahaan dengan skor efisiensi rendah yang belum dimiliki oleh pihak swasta asing

dapat melakukan kerjasama dengan mereka karena hasil regresi menunjukkan adanya pengaruh

signifikan dari kepemilikan asing terhadap kenaikan skor efisiensi teknik perusahaan. Pengaruh

negatif dari ukuran perusahaan terhadap efisiensi teknik dapat diatasi dengan adanya perbaikan

manajemen produksi dalam lingkungan perusahaan serta optimalisasi penggunaan input yang lebih

berkualitas agar efisiensi yang lebih tinggi dapat tercapai. Meski minyak sawit adalah komoditas

ekspor utama negara Indonesia, hasil regresi tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap

efisiensi teknik karena jumlah perusahaan pengekspor yang sedikit. Oleh karena itu, perusahaan-

perusahaan lainnya yang belum melakukan ekspor, bersama dengan dukungan pemerintah, agar

mengusahakan hasil produksi mereka dapat diekspor.

REFERENSI Archer, S. A., Murphy, R. J., & Steinberger-

Wilckens, R. (2018). Methodological

analysis of palm oil biodiesel life cycle

studies. Renewable and Sustainable

Energy Reviews, 94, 694-704.

Badan Pusat Statistik. (2009). Klasifikasi

baku lapangan usaha

Indonesia. Jakarta BPS.

-------------------------. (2015). Survei tahunan

perusahaan industri manufaktur 2014.

Jakarta: Sub Direktorat Statistik

Industri Besar dan Sedang, BPS.

Coelli, T. J., Rao, D. S. P., O'Donnell, C. J.,

& Battese, G. E. (2005). An

introduction to efficiency and

productivity analysis. Springer Science

& Business Media.

FAO. (2019). Rankings of palm oil exports:

countries by commodity, 2015.

Retrieved from

http://www.fao.org/faostat/en/#ranking

s/countries_by_commodity_exports.

Farrell, M. J. (1957). The measurement of

productive efficiency. Journal of the

Royal Statistical Society: Series A

(General), 120(3), 253-281.

Greene, W. H. (2008). The econometric

approach to efficiency analysis. The

measurement of productive efficiency

and productivity growth, 1(1), 92-250.

Hart, J., Miljkovic, D., & Shaik, S. (2015).

The impact of trade openness on

technical efficiency in the agricultural

sector of the European Union. Applied

Economics, 47(12), 1230-1247.

Haryanto, T., Talib, B. A., & Salleh, N. H. M.

(2016). Technical Efficiency and

Technology Gap in Indonesian Rice

Farming. AGRIS on-line Papers in

Economics and Informatics, 8(665-

2016-45102), 29-38.

Heriqbaldi, U., Purwono, R., Haryanto, T., &

Primanthi, M. R. (2015). An analysis of

technical efficiency of rice production in

Indonesia. Asian Social Science, 11(3),

91.

IMF. (2002). International Investment

Position: A Guide to Data Sources.

Washington: International Monetary

Fund, Statistics Department.

Ismiasih, I. (2018). Technical Efficiency of

Palm Oil Production in West

Kalimantan. HABITAT, 28(3), 91-98.

Jogiyanto, H. M. (2007). Teori portofolio dan

analisis investasi. BPFE.

Kementerian Pertanian. (2014). Outlook

kelapa sawit 2014. Jakarta: Pusat Data

dan Sistem Informasi Pertanian -

Sekretariat Jenderal - Kementerian

Pertanian.

Lipczynski, J., Wilson, J. O., Goddard, J. A.,

& Goddard, J. (2005). Industrial

organization: competition, strategy,

policy. Pearson Education.

Muhtarom, A., Haryanto, T., & Istifadah, N.

(2019). Analysis of Agricultural Food

Crop Productivity Planning District-

District in East Java Province of

Indonesia with A Non-Parametric

Approach. Media Trend, 14(1), 49-56.

16

OECD. (2008). OECD benchmark definition

of foreign direct investment. Paris:

Organisation for Economic Co-

operation and Development.

Shahverdi, Z., & Hj Abd Jalil, S. (2015).

Inefficiency of Malaysian palm oil

refineries and the impact of different

factors on its inefficiency. International

Journal of Organizational

Leadership, 4, 342-355.

Simar, L., & Wilson, P. W. (2000). Statistical

inference in nonparametric frontier

models: The state of the art. Journal of

productivity analysis, 13(1), 49-78.

Stephanie, H., Tinaprilla, N., & Rifin, A.

(2018). Efisiensi Pabrik Kelapa Sawit

di Indonesia. Jurnal Agribisnis

Indonesia, 6(1), 13-22.

Tobin, J. (1958). Estimation of relationships

for limited dependent

variables. Econometrica: journal of the

Econometric Society, 24-36.

USDA, F. (2019). Oilseeds: world markets

and trade. Retrieved from:

https://downloads.usda.library.cornell.e

du/usda-

esmis/files/tx31qh68h/4m90f6500/2n4

9tc47b/oilseeds.pdf

Wilson, P. W. (2008). FEAR: A software

package for frontier efficiency analysis

with R. Socio-economic planning

sciences, 42(4), 247-254.