elissyah nur medina1 dyah wulansari2 fakultas ekonomi dan
TRANSCRIPT
1
DETERMINAN EFISIENSI TEKNIK INDUSTRI MINYAK SAWIT DI INDONESIA
Elissyah Nur Medina
1
Dyah Wulansari2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Surabaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efisiensi teknik perusahaan dalam industri minyak
kelapa sawit di Indonesia serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi skor efisiensi teknik
perusahaan-perusahaan tersebut. Data yang digunakan berbentuk cross-section untuk tahun 2014
dengan observasi 654 perusahaan. Metode data envelopment analysis bootstrap dengan asumsi
variable return to scale dan orientasi input digunakan untuk tahap pengukuran skor efisiensi teknik
perusahaan yang kemudian hasilnya akan dianalisis lebih lanjut sebagai variabel dependen dengan
regresi Tobit untuk tahap analisis determinan efisiensi teknik. Hasil yang diperoleh adalah rata-rata
skor efisiensi teknik industri minyak sawit belum efisien. Berdasarkan estimasi Tobit didapati
bahwa faktor lokasi, ukuran perusahaan, dan kepemilikan oleh asing signifikan terhadap skor
efisiensi teknik, sedangkan faktor ekspor dan konsentrasi pasar tidak signifikan.
Kata Kunci: data envelopment analysis bootstrap, regresi tobit, efisiensi teknik, minyak sawit
ABSTRACT
This study measures the technical efficiency of companies in the palm oil industry in
Indonesia and knows the factors that influence technical efficiency scores of companies. Data used
in the form of a cross-section for 2014 with the observation of 654 companies. Data envelopment
analysis (DEA) bootstrap method with variable return to scale (VRS) assumption and input
orientation is used for measuring technical efficiency scores, then the results will be further
analyzed as the dependent variable with Tobit regression for the analyzing determinants of
technical efficiency. The results obtained are the average technical efficiency score of the palm oil
industry at 0,8099. Based on Tobit estimation, it was found that location factors, firm size, and
foreign ownership were significant to the technical efficiency score, while the export and market
concentration were not significant.
Keywords: data envelopment analysis bootstrap, tobit regression, technical efficiency, crude palm
oil
PENDAHULUAN Menurut BPS (2015), minyak sawit adalah salah satu komoditas hasil industri pengolahan
yang memiliki peran penting dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. Produksi pengolahan minyak
sawit menjadikan Indonesia pemasok sekitar setengah dari pasokan minyak sawit dunia.
Pemanfaatan minyak sawit mentah sebagai bahan baku industri dapat memberikan efek berganda
meliputi: pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya, pengembangan wilayah industri, proses alih
teknologi, perluasan lapangan kerja, perolehan devisa, dan peningkatan penerimaan pajak.
Prospek baik dari komoditas minyak sawit di bidang perdagangan minyak nabati telah
mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu peningkatan ekspor minyak sawit dan menjadi
produsen utama minyak sawit mentah di dunia. Minyak sawit yang dihasilkan dari pohon sawit
2
yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya, yakni tahan lama,
tahan terhadap tekanan, dan memiliki toleransi suhu yang relatif tinggi.
Indonesia memperoleh manfaat ekonomi yang sangat besar dari perkebunan sawit dan
pabrik pengolahan minyak sawit. Berdasarkan data FAO (2019), kuantitas ekspor minyak sawit
Indonesia di pasar dunia pada tahun 2015 adalah sebesar 26,5 juta ton atau senilai US$ 15.385,3
juta. Kecukupan ketersediaan pasokan menentukan perkembangan pengolahan minyak sawit
domestik di Indonesia.
Negara tujuan utama ekspor komoditas minyak sawit Indonesia selama dua tahun terakhir
(2016-2017) yaitu India, Tiongkok, dan Pakistan. Pada tahun 2016 kontribusi ekspor komoditas
minyak sawit ke negara India terhadap total ekspor minyak sawit Indonesia sebesar 24,10% dengan
nilai US$ 4.901,2 juta, ke negara Tiongkok sebesar 13,04% dengan nilai US$ 2.651,8 juta dan
ekspor ke Pakistan sebesar 7,25% dengan nilai US$ 1.474,7 juta. Jika melihat pertumbuhan nilai
ekspor beberapa negara tersebut dibanding tahun 2016, semuanya mengalami kenaikan. Ekspor
minyak sawit ke India mengalami peningkatan nilai sebesar 42,08%, Tiongkok meningkat sebesar
21,07%, dan Pakistan mengalami kenaikan sebesar 13,30% (BPS, 2018:37).
Kementerian Pertanian (2014) menyatakan bahwa tingginya permintaan minyak sawit
mentah disebabkan oleh pertumbuhan populasi, peningkatan pendapatan domestik bruto negara-
negara pengimpor, bergesernya preferensi konsumen karena masalah kesehatan, harga ekonomi,
serta berkembangnya berbagai produk turunan seperti biofuel. Hal tersebut menyebabkan kenaikan
harga dunia minyak sawit mentah. Harga dunia yang tinggi memberikan insentif kepada produsen
untuk menawarkan produk mereka ke pasar ekspor.
Sumber: USDA (2019)
Gambar 1: Pertumbuhan Penawaran dan Permintaan Minyak Sawit Dunia, persen
Gambar 1 menunjukkan tren perubahan dari pertumbuhan penawaran (supply) dan
permintaan (demand) minyak sawit secara global. Sisi penawaran terdiri atas jumlah produksi dan
impor, sedangkan di sisi permintaan terdiri atas jumlah konsumsi pangan, industri, dan ekspor.
Secara rata-rata pertumbuhan penawaran lebih rendah daripada pertumbuhan permintaan. Hal ini
disebabkan meningkatnya populasi dunia, pendapatan per kapita global, dan kebutuhan minyak
sawit sebagai bahan baku industri lainnya, namun pertumbuhan produktivitas minyak sawit kurang
dapat mengimbangi permintaan konsumsi.
Pengukuran kinerja produksi menjadi sangat penting dan populer bagi perusahaan sebagai
cara untuk mencapai pengambilan keputusan yang lebih baik. Salah satu cara untuk mengukur
kinerja adalah dengan melihat tingkat efisiensi yang berhubungan dengan sumber daya yang
digunakan dan hasil yang dicapai. Efisiensi dapat digunakan sebagai ukuran tingkat sistem produksi
diterapkan prinsip ekonomi pada cara untuk menghasilkan tingkat output tertentu menggunakan
input minimal atau bagaimana menghasilkan produk seoptimal mungkin menggunakan sejumlah
input tertentu. Oleh karena itu, perlu rencana yang lebih tepat dalam mengalokasikan faktor
produksi yang dimiliki untuk menghasilkan output yang maksimal. Efisiensi teknik yang dapat
dicapai ditandai dengan produksi minyak sawit yang optimal dan harga yang efisien atas
keberhasilan produsen dalam memperoleh laba yang maksimum.
3
Efisiensi sering dikaitkan dengan kinerja perusahaan karena membandingkan antara output
dan input. Efisiensi berkaitan erat dengan produktivitas karena pengaruh penggunaan variabel input
pada output yang terlibat. Sebagai industri yang bergerak di bidang pengolahan hasil perkebunan
maka penelitian ini akan dianalisis dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu metode non-parametrik
dengan menggunakan data envelopment analysis (DEA) dengan bootstrap dan tahap kedua yaitu
metode parametrik dengan menggunakan regresi Tobit.
Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk mengukur skor efisiensi teknik
perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri minyak sawit di Indonesia serta mengestimasi
signifikansi pengaruh variabel pendukung terhadap skor efisiensi teknik pada tahun 2014. Beberapa
variabel pendukung yang dimaksud adalah ekspor perusahaan, lokasi perusahaan, kepemilikan
perusahaan, ukuran perusahaan, serta tingkat konsentrasi pasar. Hasil penelitian diharapkan dapat
digunakan untuk memacu kinerja produksi perusahaan minyak sawit agar semakin efisien dalam
mengolah minyak sawit dengan input yang minimal.
Pengukuran efisiensi teknik pada suatu industri beserta analisisnya telah banyak dilakukan.
Berikut adalah tabel ringkasan penelitian terdahulu mengenai analisis efisiensi industri:
Tabel 1: Penelitian Terdahulu
4
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data dengan jenis data sekunder berbentuk data mikro. Data
tersebut berasal dari hasil laporan survei tahunan perusahaan industri manufaktur yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik Indonesia dalam bentuk data mentah. Perusahaan industri yang dicakup
dalam survei tersebut adalah perusahaan industri besar dan sedang, yaitu perusahaan yang
mempunyai tenaga kerja 20 orang atau lebih, termasuk perusahaan industri yang baru mulai
berproduksi secara komersial pada tahun 2014. Data dipilih berdasarkan kode International
Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC) lima digit yang disesuaikan di Indonesia
menjadi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Industri minyak sawit
diklasifikasikan ke dalam kode 10431 dan 10432 dengan masing-masing jumlah observasi 598 dan
56 perusahaan untuk penelitian ini. Data ini berbentuk cross-section karena periode yang diteliti
hanya satu tahun yakni tahun 2014.
Identifikasi Variabel
Hasil perhitungan dari analisis DEA akan menghasilkan skor efisiensi teknik yang akan
digunakan sebagai variabel dependen pada regresi Tobit. Regresi Tobit mengestimasi pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 2: Variabel Analisis Efisiensi Teknik
Variabel independen pada penelitian ini terdiri atas variabel dummy lokasi perusahaan,
ukuran perusahaan, kepemilikan perusahaan oleh swasta asing, ekspor perusahaan, dan konsentrasi
pasar Ukuran Perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan (Setiawan, 2009:45).
Perusahaan sengan skala besar mempunyai kapasitas produksi dalam jumlah yang besar pula.
Menurut Jogiyanto (2007:282) ukuran perusahaan diukur sebagai logaritma natural dari total aset.
Ukuran perusahaan diukur dengan formula berikut:
𝐹𝑆𝑖 = ln 𝐾𝑖………………………………………………………………………………. (1)
Kepemilikan Perusahaan oleh Asing menunjukkan persentase kepemilikan oleh pemodal asing
pada setiap perusahaan industri minyak sawit di Indonesia pada tahun 2014. Perusahaan yang
dimiliki asing dikategorikan dengan minimum kepemilikan sebesar 10% menurut IMF (2002) dan
OECD (2008). Konsentrasi Pasar ukuran yang berguna untuk mengetahui struktur pasar. HHI
mencerminkan jumlah pesaing di pasar dan tingkat konsentrasi di pasar yang menjadi penentu kritis
daya saing pasar. Berikut adalah cara menghitung HHI:
𝐻𝐻𝐼 = ∑ 𝑆𝑖2𝑛
𝑖=1 ……………………………………………………………………………
(2)
Si2 = Jumlah kuadrat dari pangsa pasar setiap perusahaan.
Model Variabel Satuan Simbol
Tahap 1:
DEA
Input
Modal Rp K
Tenaga Kerja Orang L
Bahan Baku Mentah Rp M
Energi Rp E
Output Total Output Rp Q
Tahap 2:
Estimasi
Tobit
Dependen Skor Efisiensi Teknik Perusahaan Rasio TE
Independen
Dummy Lokasi Perusahaan Biner D(n)
Ukuran Perusahaan Indeks FS
Kepemilikan oleh Asing Persen FOR
Ekspor Perusahaan Persen EXP
Konsentrasi Pasar Rasio CONS
5
Teknik Analisis
Data Envelopment Analysis
Data envelopment analysis (DEA) adalah teknik matematika yang berdasarkan program
linier. DEA digunakan untuk mengukur efisiensi relatif dari DMU dengan kombinasi input dan
output. DEA adalah salah satu dari beberapa teknik yang digunakan untuk menghitung batas
praktik produksi terbaik. Coelli et al. (2005:312) menyatakan bahwa pendekatan DEA memiliki
keunggulan dalam memperkirakan skor efisiensi karena tidak memerlukan asumsi khusus yang
berbentuk fungsi produksi untuk menentukan hubungan antara input dan output.
Menurut Coelli et al. (2005:172), model dengan teknik DEA constant return to scale (CRS)
hanya sesuai ketika semua perusahaan beroperasi pada skala optimal. Persaingan yang tidak
sempurna atau kendala keuangan dapat menyebabkan perusahaan tidak beroperasi pada skala
optimal. Maka dari itu, model dengan orientasi input variable return to scale (VRS) digunakan
untuk menghitung efisiensi teknik dalam penelitian ini. Perangkat lunak yang digunakan untuk
menghitung skor efisiensi DEA adalah R.
Model Efisiensi Teknik DEA VRS berorientasi input
Objective Function:
TEVRS = Minimize θ,λ θ,
subject to -qi + Qλ ≥ 0,
θxi – Xλ ≥ 0,
I1’λ = 1,
λ ≥ 0, …………………………………………………………… (3)
dimana:
θ = skor efisiensi perusahaan i
λ = I x 1 vektor konstanta
I = jumlah perusahaan
i = perusahaan ke-n
qi = vektor output i
xi = vektor input i
Q = matriks output I
X = matriks input I
Model 3 adalah model matematis pengukuran efisien teknik DEA dengan pendekatan
berorientasi input dan asumsi skala VRS. Variabel θ menunjukkan perhitungan efisiensi teknik
(Coelli et al., 2005). I1’λ=1 merupakan convexity constraint. The convexity constraint
menunjukkan bahwa asumsi skala VRS memastikan perusahaan yang inefisien hanya akan
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki skala yang sama. Skor perhitungan efisiensi teknik
ini yang kemudian akan menjadi variabel dependen untuk dilakukan uji regresi Tobit.
Teknik Bootstrap
Estimasi skor efisiensi DEA memiliki kelemahan yakni tidak memperhitungkan statistical
noise yang dihasilkan dari perhitungan sehingga menyebabkan hasil estimasi yang bias dan tidak
akurat. Skor efisiensi yang digunakan untuk mengetahui determinan efisiensi dari tahap kedua
memerlukan skor yang akurat. Kelemahan ini dapat diatasi menggunakan metode bootstrap yang
diusulkan oleh Simar & Wilson (2000) untuk mendapatkan estimasi DEA yang dikoreksi biasnya.
Bootstrap adalah prosedur kalkulasi dengan iterasi sampel, yakni meniru proses pembuatan
data dari model dasar sebenarnya dan menghasilkan beberapa estimasi yang dapat digunakan untuk
inferensi statistik. Replikasi dalam bootstrap, berkaitan dengan redistribusi dengan asumsi model
acak di antara observasi. Hal ini tercermin dalam deviasi variabel model dari ekspektasi nilai,
sebagaimana yang dikalkulasikan oleh model. Semakin tinggi varian residu, semakin besar
6
confidence interval bootstrap yang dibangun dalam pengujian hipotesis. Berikut adalah model
matematis skor efisiensi bias-corrected menurut Simar & Wilson (2000):
𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) = 𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) − 𝐵𝐼𝐴𝑆�̂�𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖)
= 2𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) − 𝐵−1 ∑ 𝜃𝑏∗̂(𝑥𝑖, 𝑦𝑖)𝐵
𝑏=1 ……………………………………………… (4)
Koreksi bias dengan model 4 dapat menghasilkan error tambahan yang lebih besar dari estimasi
skor efisiensi tanpa bootstrap. Maka dari itu, model 5 hanya dapat digunakan apabila kondisi
sampel variannya sebagai berikut:
𝜎2̂ <1
3[𝐵𝐼𝐴𝑆�̂� (𝜃(𝑥𝑖 , 𝑦𝑖))]
2
…………………………………………………………………. (5)
Dimana: x = input
y = output
i = DMU atau perusahaan
𝜃(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) = true efficiency setiap DMU ke-i
𝜃𝑏∗̂(𝑥𝑖, 𝑦𝑖) = pseudo efficiency setiap DMU ke-i
B = jumlah iterasi
b = iterasi ke-n
𝜎2̂ = varian
Bootstrap adalah prosedur yang bersifat asimtotik sehingga kualitas estimasi bootstrap
bergantung pada jumlah replikasi B dan besarnya sampel DMU yang diestimasi. Untuk
mempermudah perhitungan skor efisiensi DMU dengan DEA metode bootstrap, maka digunakan
perangkat lunak R dengan paket FEAR.
Regresi Tobit
Skor efisiensi DEA berada di kisaran 0 sampai dengan 1 sehingga apabila dijadikan
variabel dependen, maka sebagai variabel dependen yang terbatas. Berdasarkan analisis dari
penelitian-penelitian sebelumnya, penggunaan model Tobit tersensor dapat menangani karakteristik
dari distribusi pengukuran efisiensi dan dengan demikian memberikan hasil yang dapat memandu
kebijakan untuk meningkatkan kinerja. Ukuran efisiensi DEA yang diperoleh pada tahap pertama
adalah variabel dependen dalam model Tobit tahap kedua.
Model Tobit atau regresi disensor dirancang untuk memperkirakan hubungan linear antara
variabel ketika ada baik sensor bawah/kiri atau atas/kanan dalam variabel dependen. Tujuan dari
tahap kedua ini adalah untuk dengan menganalisis pengaruh variabel independen terhadap skor
efisiensi teknik dari hasil DEA. Model Tobit pertama kali disarankan dalam literatur ekonometrik
oleh Tobin (1958). Model ini juga dikenal sebagai model regresi terpotong atau disensor di mana
ekspektasi kesalahan tidak sama dengan nol.
Model regresi Tobit berikut adalah model yang digunakan dalam penelitian ini dengan data
yang berbentuk cross-section: 𝑇𝐸𝑖
∗ = 𝛽0 + 𝛽1𝐷11𝑖 + ⋯ + 𝛽26𝐷94𝑖 + 𝛽27𝐹𝑆𝑖 + 𝛽28𝐹𝑂𝑅𝑖 + 𝛽29𝐸𝑋𝑃𝑖 + 𝛽30𝐶𝑂𝑁𝑆𝑖 + 𝑒𝑖
𝑇𝐸𝑖 = 0 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑇𝐸𝑖∗ ≤ 0 ; sensor kiri;
𝑇𝐸𝑖 = 𝑇𝐸𝑖∗ 𝑗𝑖𝑘𝑎 0 < 𝑇𝐸𝑖
∗ < 1 ; tidak tersensor;
𝑇𝐸𝑖 = 1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑇𝐸𝑖∗ ≥ 1 ; sensor kanan; ....………………………………………………………………
(6) dimana:
TEi = skor efisiensi teknik perusahaan i
D11i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Aceh
D12i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sumatera Utara
D13i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sumatera Barat
D14i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Riau
D15i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Jambi
D16i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan
7
D17i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Bengkulu
D18i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Lampung
D19i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kep. Bangka Belitung
D21i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kep. Riau
D31i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta
D32i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Jawa Barat
D33i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah
D35i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Jawa Timur
D36i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Banten
D61i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Barat
D62i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Tengah
D63i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Selatan
D64i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Timur
D65i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Kalimantan Utara
D72i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Tengah
D73i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Selatan
D74i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Tenggara
D76i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Sulawesi Barat
D91i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Papua Barat
D94i = dummy perusahaan i yang berlokasi di Provinsi Papua
FSi = ukuran perusahaan i
FORi = persentase kepemilikan modal oleh asing di perusahaan i
EXPi = persentase ekspor perusahaan i
CONSi = Herfindahl-Hirschman Index / tingkat konsentrasi pasar perusahaan i
ei = error.
Variabel dependen TEi* menunjukkan skor efisiensi teknik yang berada di antara 0 dan 1,
variabel tersebut disensor dari kiri dan kanan. Logika untuk penggunaan model Tobit setelah tahap
DEA adalah bahwa skor efisiensi teknik antara 0 dan 1 maka regresi yang disensor harus
digunakan. Model Tobit merupakan maximum likelihood estimation (MLE) yang dihasilkan
melalui proses iterasi. MLE mengestimasi koefisien (β) variabel independen dan varians (σ2).
Model Tobit memiliki dua asumsi dasar yaitu normalitas dan homoskedastisitas. Interpretasi dari
koefisien hasil estimasi Tobit dilihat berdasarkan efek marjinalnya. 𝜕𝐸[𝑦]
𝜕𝑥𝑘= Φ (
𝑋𝑖𝛽
𝜎) 𝛽𝑘 ………………………………………………………………. (7)
Model 10 adalah efek marjinal yang digunakan dalam penelitian ini, yakni efek marginal dari nilai
ekspektasi variabel dependen kondisional yang tidak disensor.
Interpretasi efek marjinal dilakukan dengan melihat tanda koefisien dan nilai koefisien hasil
estimasi sebagai dampak perubahan dari variabel independen terhadap variabel dependen yang
tidak mengandung observasi tersensor. Jika tanda dari nilai estimasi tobit suatu variabel independen
positif dan nilai variabel tersebut meningkat, maka secara rata-rata akan meningkatkan nilai
variabel dependen sebesar koefisien variabel independen tersebut pada seluruh rata-rata observasi
dan sebaliknya pula. Jika variabel bebas adalah variabel dummy dan tanda dari nilai estimasi tobit
suatu variabel positif, maka secara rata-rata variabel dependen akan meningkat sebesar koefisien
variabel dummy ketika X=1, dibanding ketika X=0.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Obyek Penelitian
Perkembangan Industri Minyak Sawit di Indonesia
Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit bunches (FFB) menjadi minyak
sawit melalui beberapa tahap. Gambar 3 menunjukkan aliran bahan baku dan sumber daya yang
8
digunakan. Gambar tersebut selain menunjukkan teknologi proses yang terjadi, juga
memperlihatkan adanya peluang untuk meningkatkan efisiensi proses dengan cara mengaplikasikan
teknologi industri dengan input yang tersedia.
Sumber: Archer et al (2018)
Gambar 2: Proses Pengolahan Minyak Sawit
Secara umum, produksi minyak sawit mentah didasari input bahan perawatan tanaman
sawit, TBS, serta energi. TBS yang telah diolah menjadi minyak sawit mentah (CPO) dapat
langsung dijual ke dalam negeri, diekspor, maupun diolah lebih lanjut untuk mendapat nilai tambah
dari produk turunan. Beberapa hasil olahan lanjut CPO antara lain: minyak sawit inti untuk pangan
(contoh: minyak goreng), biogas, biodiesel, dan gliserol.
Sumber: BPS, 2015
Gambar 3: Sebaran Kontribusi Nilai Produksi Minyak Sawit di Indonesia, 2014
Lokasi produksi minyak sawit, secara geografis, tersebar di seluruh Indonesia namun ada
beberapa lokasi yang menjadi dominan sebagai produsen. Perusahaan minyak sawit yang berlokasi
di Pulau Sumatera memiliki kontribusi yang terbesar terhadap jumlah output komoditas minyak
sawit pada tahun 2014 (gambar 3) dengan jumlah perusahaan sebanyak 463 perusahaan.
Kemudian, kontribusi besar selanjutnya disusul oleh Pulau Kalimantan (143 perusahaan) dan Pulau
Sulawesi (15 perusahaan). Pulau lainnya mencakup pulau Jawa, Maluku, dan Papua secara agregat
berjumlah 38 perusahaan.
Pulau
Sumatera;
76,69%
Pulau
Kalimantan;
16,62%
Pulau Sulawesi;
1,76% Pulau-pulau
lainnya; 4,93%
9
Hasil Analisis
Analisis Efisiensi Teknik
Skor efisiensi teknik penelitian ini diperoleh dengan metode DEA Bootstrap. Asumsi
variable return-to-scale (VRS) yang digunakan dalam penelitian ini diartikan bahwa setiap
perusahaan diasumsikan beroperasi pada skala yang belum optimal. Rentang skor efisiensi teknik
yang diperoleh adalah 0-1, dimana perusahaan dengan skor efisiensi 0 adalah perusahaan yang
paling tidak efisien dan skor efisiensi 1 adalah perusahaan yang paling efisien.
Prosedur Bootstrap pada penelitian ini menggunakan ukuran efisiensi Farrell yang
merupakan fungsi resiprokal dari ukuran efisiensi Shepard. Prosedur ini bersifat asimtotik sehingga
skor efisiensi yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak ada yang mencapai skor sama dengan 1.
Tabel 3: Ringkasan Statistik Perhitungan Efisiensi Industri Minyak Sawit di Indonesia, 2014
Hasil Mean Min Max Std.Dev.
Eff 0,8276 0,1641 1,0000 0,2320
Eff-Bias 0,8099 0,1524 0,9991 0,2322
Bias 0,0406 0,4680 0,0009 0,0620
Var 2,3046 0,0001 9,9814 2,9958
Lower CI 0,7884 0,1387 0,9973 0,2350
Upper CI 0,8260 0,1632 0,9999 0,2322
Tabel 3 menunjukkan estimasi pengukuran efisiensi input Farrell dari penelitian ini. Baris
Eff adalah estimasi skor efisiensi teknik sebelum terkoreksi oleh bias. Eff-Bias adalah skor efisiensi
teknik yang telah terkoreksi oleh bias, didapatkan dari estimasi Eff dikurangi estimasi Bias. Bias
adalah estimasi bias yang dihasilkan oleh proses bootstrap. Var adalah estimasi varians. Lower CI
adalah estimasi batas bawah (2,5%) untuk confidence interval sebesar 95% yang diperoleh dari
metode bootstrap. Upper CI adalah estimasi batas atas (97,5%) untuk confidence interval sebesar
95% yang diperoleh dari metode bootstrap.
Berdasarkan hasil pengukuran efisiensi dengan DEA Bootstrap, rata-rata skor efisiensi
teknik dari seluruh perusahaan industri minyak sawit pada tahun 2014 adalah 0,8099. Hal ini
menunjukkan bahwa inefisiensi dalam kegiatan produksi adalah sebesar 0,1901. Secara
keseluruhan, output yang ditentukan dapat dicapai apabila perusahaan dapat mengurangi input
sebesar 19,01% sehingga efisien secara teknik.
Gambar 4: Rata-rata Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit berdasarkan Kode ISIC, 2014
Pada gambar 4, perusahaan dalam industri minyak mentah sawit/crude palm oil dengan
kode 10431 memiliki rata-rata skor efisiensi sebesar 0,8123 dengan inefisiensi sebesar 0,1877. Skor
ini menandakan bahwa dengan mengurangi input sebesar 18,77%, maka perusahaan dengan kode
industri 10431 akan menjadi perusahaan yang efisien. Perusahaan dalam industri minyak goreng
sawit dengan kode 10432 memiliki rata-rata skor efisiensi sebesar 0,7849 dengan inefisiensi sebesar
0,2151, maka dengan mengurangi input sebesar 21,51% akan menjadikan perusahaan yang efisien.
10
Gambar 5 Rata-rata Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit berdasarkan Kepemilikan
Perusahaan, 2014
Berdasarkan gambar 5, perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan swasta asing
menunjukkan skor efisiensi yang paling tinggi yakni sebesar 0,8382. Kemudian, perusahaan swasta
nasional memiliki rata-rata skor efisiensi sebesar sebesar 0,8072 dan perusahaan pemerintah
sebesar 0,7969. Apabila perusahaan-perusahaan tersebut mengurangi input mereka; perusahaan
swasta asing sebesar 18,16%, perusahaan swasta nasional sebesar 19,28%, dan perusahaan
pemerintah sebesar 20,31%, maka akan menjadi efisien dengan input yang optimal.
Gambar 6: Rata-rata Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit berdasarkan Kegiatan Ekspor,
2014
Pada gambar 6, perusahaan yang hasil produksinya diekspor hanya memiliki rata-rata skor
efisiensi sebesar 0,8077, sedangkan perusahaan yang tidak melakukan kegiatan ekspor memiliki
rata-rata skor efisiensi yang lebih tinggi, yakni sebesar 0,8105. Jika perusahaan pelaku ekspor dapat
engurangi input sebesar 19,23% dan perusahaan non pelaku ekspor sebesar 18,95%, maka akan
menjadi perusahaan yang efisien.
Gambar 7 menunjukkan rata-rata skor efisiensi teknik serta jumlah perusahaan dari
provinsi-provinsi yang melakukan kegiatan produksi minyak sawit pada tahun 2014. Inefisiensi
produksi dapat dikurangi apabila masing-masing provinsi mampu mengurangi input dengan
mencapai skor efisiensi sama dengan 1, maka secara rata-rata provinsi-provinsi tersebut dapat
dikatakan efisien secara teknik.
11
Gambar 7: Rata-rata Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit berdasarkan Provinsi, 2014
Analisis Regresi Tobit
Skor efisiensi teknik yang merupakan hasil pengukuran dengan metode DEA Bootstrap
selanjutnya digunakan sebagai variabel dependen untuk estimasi model determinan efisiensi teknik
dengan regresi Tobit. Sub-bab ini menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi skor efisiensi
teknik. Data penelitian ini berbentuk cross-section dengan jumlah observasi sebanyak 654
perusahaan pada tahun 2014. Kolom koefisien latent variable pada tabel 4 adalah hasil estimasi
regresi Tobit untuk efek marjinal variabel dependen laten. Kolom koefisien actual variable pada
tabel 4 adalah hasil estimasi regresi Tobit di mana koefisiennya adalah efek marjinal ekspektasi
nilai yang diharapkan (E (y | 0 < y < 1)). Variabel dependen (y) memiliki syarat tidak disensor
sebelah kiri/batas bawah (0) dan sebelah kanan/batas atas (1).
Tabel 4: Hasil Estimasi Regresi Tobit dan Efek Marginal Tobit
Variabel Latent Variable p-value t Actual Variable p-value z
D11 0,35190 0,000* 0,14165 0,000
D12 0,29686 0,000* 0,14694 0,000
D13 0,42211 0,000* 0,15889 0,000
D14 0,31926 0,000* 0,15814 0,000
D15 0,33180 0,000* 0,14185 0,000
D16 0,34924 0,000* 0,14180 0,000
D17 0,34537 0,000* 0,13923 0,000
D18 0,26956 0,000* 0,11837 0,000
D19 0,23763 0,000* 0,10832 0,000
D21 0,17905 0,429 0,08667 0,308
D31 0,19891 0,011* 0,09416 0,001
D32 0,29307 0,000* 0,12448 0,000
D33 0,36964 0,000* 0,14196 0,000
D35 0,23608 0,008* 0,10709 0,000
D36 0,34564 0,001* 0,13653 0,000
D61 0,34233 0,000* 0,14044 0,000
D62 0,43811 0,000* 0,16936 0,000
D63 0,28615 0,000* 0,12398 0,000
D64 0,23607 0,000* 0,11072 0,000
D65 0,20999 0,010* 0,09806 0,000
D72 0,46080 0,000* 0,16016 0,000
D73 0,36666 0,000* 0,14130 0,000
12
D74 0,04907 0,511 0,02787 0,485
D76 0,27864 0,024* 0,11997 0,001
D91 0,38740 0,003* 0,14574 0,000
D94 0,47075 0,000* 0,16153 0,000
FS -0,07067 0,000* -0,04253 0,000
FOR 0,00059 0,010* 0,00035 0,010
EXP 0,00002 0,958 0,00001 0,958
CONS 0,05188 0,585 0,03122 0,584
Konstanta 1,22159 0,74246
Jumlah Observasi: 654
Prob > F : 0,0000
Jumlah Observasi Tersensor Sebelah Kiri: 0
Jumlah Observasi Tidak Tersensor: 654
Jumlah Observasi Tersensor Sebelah Kanan: 0
Catatan: * Signifikansi ditingkat α = 5%
Apabila koefisien efek marjinal bernilai positif maka variabel independen mempunyai
pengaruh yang searah dengan variabel dependen, dan jika koefisien efek marjinal bernilai negatif
maka variabel independen mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan variabel dependen.
Variabel independen yang berkoefisien positif adalah seluruh variabel dummy lokasi, variabel
kepemilikan asing, ekspor, dan konsentrasi pasar; sedangkan variabel yang berkoefisien negatif
adalah ukuran perusahaan.
Hasil Pengujian Statistik
Pada tabel 4, seluruh variabel independen dummy provinsi dengan kode D11-D94 (kecuali
D21 dan D74), ukuran perusahaan (FS), dan kepemilikan perusahaan oleh swasta asing (FOR)
berpengaruh secara signifikan pada level 5% terhadap variabel dependen skor efisiensi teknik.
Variabel independen dummy Provinsi Kep. Riau (D21), dummy Provinsi Sulawesi Tenggara (D74),
ekspor perusahaan (EXP), dan konsentrasi pasar (CONS) tidak berpengaruh secara signifikan.
Variabel independen yang signifikan secara simultan terhadap variabel dependen diketahui
dengan melakukan uji F. Apabila variabel independen secara bersamaan memiliki nilai probabilitas
F (Prob > F) di bawah confidence interval 0,05 maka variabel tersebut berpengaruh signifikan
secara simultan terhadap variabel dependen, dan jika variabel independen memiliki nilai
probabilitas F di atas confidence interval 0,05 maka variabel tersebut tidak signifikan secara
simultan terhadap variabel dependen. Berdasarkan tabel 4, didapati nilai probabilitas F sebesar
0,0000 yang mana lebih rendah daripada confidence interval yang ditetapkan, maka seluruh
variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen skor efisiensi teknik.
Pembahasan
Pembahasan Analisis Efisiensi
Secara umum, provinsi-provinsi yang berada di Pulau Sumatera dan Kalimantan memiliki
jumlah perusahaan yang cukup banyak daripada provinsi-provinsi di Pulau lainnya. Beberapa
provinsi lokasi perusahaan yang memiliki rata-rata skor efisiensi tertinggi berada di Provinsi Papua,
Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan (gambar 7). Provinsi-provinsi tersebut memiliki skor efisiensi
tertinggi, namun jumlah perusahaannya terbilang sedikit. Hal tersebut menyebabkan skor efisiensi
teknik di provinsi-provinsi dengan skor tertinggi kurang dapat ditunjukkan dari variasi jumlah
perusahaan provinsi-provinsi tersebut. Namun demikian, perusahaan-perusahaan tersebut dapat
mengelola produksinya dengan sangat baik sehingga memperoleh skor efisiensi yang tinggi secara
rata-rata daripada provinsi-provinsi lainnya.
Berdasarkan kepemilikan usaha, perusahaan yang dikelola oleh swasta asing menjadi
paling efisien secara teknik, kemudian diikuti oleh swasta nasional dan pemerintah. Perusahaan
yang dikelola oleh swasta asing pada umumnya memiliki dana yang lebih banyak dari FDI
13
sehingga dapat menggunakan teknologi produksi yang lebih efisien, input yang berkualitas, dan
hasil output yang lebih banyak daripada perusahaan yang dikelola oleh swasta nasional dan
pemerintah. Perusahaan yang tidak mengekspor hasil produksinya lebih efisien daripada
perusahaan yang melakukan ekspor. Hal ini disebabkan, perusahaan yang menjual hasil
produksinya ke domestik akan diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk turunan minyak
sawit yang akan menambah nilai produk.
Gambar 8 adalah distribusi frekuensi skor efisiensi teknik seluruh perusahaan dalam
industri minyak sawit dengan interval 0,05. Hampir setengah dari seluruh perusahaan (318 dari 654
perusahaan) skor efisiensinya berada pada blok yang paling mendekati nilai 1 (kisaran 0,95-1,00).
Namun tidak ada perusahaan yang skor efisiensinya bernilai 1. Hal tersebut disebabkan oleh proses
smoothing dari bias bootstrap. Potensi bias yang terjadi adalah korelasi kuat antar skor efisiensi
yang dihasilkan dari DEA tanpa bootstrap karena perhitungan efisiensi suatu perusahaan
menggabungkan pengamatan semua perusahaan lain dalam set data yang sama.
Meski tidak ada perusahaan yang efisien secara sempurna, gambar 8 menunjukkan bahwa
lebih dari setengah jumlah perusahaan efisiensinya berada diatas rata-rata. Skor efisiensi terendah
adalah sebesar 0,15238 yang dimiliki oleh PSID 68278, sedangkan skor efisiensi tertinggi adalah
sebesar 0,9991 yang dimiliki oleh PSID 2061.
Gambar 8: Histogram Distribusi Skor Efisiensi Teknik Industri Minyak Sawit, 2014
Hasil analisis pada tahap pertama ini menunjukkan bahwa secara umum perusahaan-
perusahaan minyak sawit beroperasi belum efisien. Peran pemerintah dengan kebijakan yang
mendukung kinerja produksi minyak sawit dapat membantu pengalokasian input yang optimal.
Selain itu, kondisi pasar persaingan yang sempurna menyebabkan tingginya skor efisiensi teknik
perusahaan secara rata-rata. Untuk mendapatkan hasil produksi minyak sawit yang ditentukan,
maka optimalisasi penggunaan input serta kombinasi yang tepat harus dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan agar efisiensi yang lebih tinggi dapat dicapai.
Pembahasan Regresi Tobit
Tahap kedua pada penelitian ini membahas analisis determinan pada industri minyak sawit
di Indonesia. Tahap kedua dapat dilakukan apabila tahap pertama telah dilaksanakan sebelumnya.
Hasil regresi Tobit menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan skor
efisiensi teknik untuk industri minyak sawit di Indonesia secara positif maupun negatif serta secara
signifikan maupun tidak signifikan.
Perusahaan penghasil minyak sawit yang berlokasi di hampir seluruh provinsi (kecuali
Provinsi Kep. Riau dan Sulawesi Tenggara) memiliki koefisien yang positif dan signifikan secara
individual. Seluruh variabel dummy lokasi berkoefisien positif karena Provinsi Maluku yang
menjadi basis adalah provinsi yang memiliki rata-rata skor efisiensi terendah dibandingkan
provinsi-provinsi lainnya. Secara geografis, daerah-daerah tersebut cocok sebagai lokasi
perkebunan terutama perkebunan sawit karena dukungan jenis dan struktur tanah serta iklim. Pabrik
pengolahan minyak sawit juga pada umumnya terletak berdekatan dengan sumber inputnya, yakni
perkebunan sawit. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi biaya transportasi apabila pabrik
14
terletak jauh dari sumbernya. Adanya kesepakatan dengan pemerintah setempat dapat
memperlancar kegiatan produksi.
Variabel ukuran perusahaan (firm size) memiliki koefisien yang negatif serta signifikan
terhadap skor efisiensi teknik industri minyak sawit. Hal ini disebabkan ukuran perusahaan
meningkatkan kompleksitas manajemen dan biaya. Pengawasan yang detail pada perusahaan
berskala besar kurang dapat dilakukan daripada di perusahaan berskala kecil. Selain itu, perusahaan
berskala besar dengan efisiensi teknik yang rendah lebih mampu tetap berada di pasar bahkan jika
mereka memiliki masalah ekonomi daripada perusahaan berskala kecil di persaingan dalam pasar.
Oleh sebab itu, perusahaan berskala kecil yang bertahan di persaingan dalam pasar rata-rata
menunjukkan tingkat efisiensi teknik yang lebih tinggi daripada perusahaan berskala besar.
Variabel kepemilikan perusahaan oleh swasta asing memiliki koefisien yang positif serta
signifikan terhadap skor efisiensi teknik industri minyak sawit. Perusahaan yang dikelola oleh pihak
asing pada umumnya dapat memanfaatkan teknologi yang belum diketahui oleh perusahaan yang
dikelola oleh lokal sehingga perusahaan asing memiliki keuntungan untuk memproduksi minyak
sawit dengan kombinasi input yang lebih efisien. Selain itu, pendanaan investor asing yang besar
dapat digunakan untuk melakukan penelitian dan pengembangan yang lebih mutakhir serta
memiliki input yang lebih berkualitas untuk kegiatan produksi yang lebih efisien pula.
Variabel dummy lokasi yang positif namun tidak signifikan adalah Provinsi Kep. Riau dan
Sulawesi Tenggara. Lokasi-lokasi tersebut tidak signifikan karena rata-rata skor efisiensi di
provinsi-provinsi tersebut termasuk terendah sehingga tidak ada pengaruh secara signifikan, selain
itu jumlah perusahaan yang beroperasi terlalu sedikit pula. Variabel ekspor memiliki koefisien yang
positif namun tidak signifikan. Hal ini ditunjukkan dari jumlah perusahaan minyak sawit yang
melakukan ekspor lebih sedikit daripada yang tidak melakukan ekspor sehingga pengaruh kegiatan
ekspor tidak terlalu berarti. Selanjutnya, didapati variabel konsentrasi pasar dengan koefisien yang
positif namun tidak signifikan. Hal ini disebabkan karena sub-sektor industri minyak sawit yang
diteliti hanya dua sub-sektor saja dan salah satu sub-sektor (10431) sangat mendominasi jumlah
perusahaan. Selain itu, konsentrasi pasar dari kedua sub-sektor yang masuk dalam pasar persaingan
sempurna tidak memiliki perbedaan yang berarti dalam mempengaruhi skor efisiensi teknik
perusahaan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, dan pembahasan pada penelitian ini,
diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu pada analisis efisiensi dengan data envelopment analysis
bootstrap dengan asumsi variable return to scale dan berorientasi input, didapati rata-rata skor
efisiensi teknik dari 654 perusahaan industri minyak sawit di Indonesia pada tahun 2014 adalah
sebesar 0,8099 Sub-sektor industri minyak mentah sawit (ISIC 10431) memiliki rata-rata skor
efisiensi sebesar 0,8123 sedangkan industri minyak goreng sawit (ISIC 10432) rata-rata memiliki
skor efisiensi sebesar 0,7849. Skor efisiensi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan
industri minyak sawit belum bekerja secara efisien karena skornya yang kurang dari 100%. Secara
keseluruhan, karena inefisiensi sebesar 0,1901 maka input harus dikurangi sebesar 19,01% untuk
mencapai produksi yang efisien.
Pada hasil regresi Tobit, faktor-faktor yang mempengaruhi skor efisiensi teknik secara
signifikan adalah faktor lokasi perusahaan seluruh provinsi (kecuali Provinsi Kep. Riau dan
Sulawesi Tenggara), ukuran perusahaan, serta kepemilikan oleh swasta asing. Seluruh faktor
memiliki pengaruh secara positif kecuali faktor ukuran perusahaan yang memiliki pengaruh secara
negatif. Faktor sebagian lokasi perusahaan (Kep. Riau dan Sulawesi Tenggara), ekspor perusahaan,
dan konsentrasi pasar tidak memiliki pengaruh secara signifikan.
15
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan, penulis memberikan beberapa saran yang
dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya maupun pengambilan keputusan, yaitu
perusahaan-perusahaan dengan skor efisiensi rendah yang belum dimiliki oleh pihak swasta asing
dapat melakukan kerjasama dengan mereka karena hasil regresi menunjukkan adanya pengaruh
signifikan dari kepemilikan asing terhadap kenaikan skor efisiensi teknik perusahaan. Pengaruh
negatif dari ukuran perusahaan terhadap efisiensi teknik dapat diatasi dengan adanya perbaikan
manajemen produksi dalam lingkungan perusahaan serta optimalisasi penggunaan input yang lebih
berkualitas agar efisiensi yang lebih tinggi dapat tercapai. Meski minyak sawit adalah komoditas
ekspor utama negara Indonesia, hasil regresi tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap
efisiensi teknik karena jumlah perusahaan pengekspor yang sedikit. Oleh karena itu, perusahaan-
perusahaan lainnya yang belum melakukan ekspor, bersama dengan dukungan pemerintah, agar
mengusahakan hasil produksi mereka dapat diekspor.
REFERENSI Archer, S. A., Murphy, R. J., & Steinberger-
Wilckens, R. (2018). Methodological
analysis of palm oil biodiesel life cycle
studies. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 94, 694-704.
Badan Pusat Statistik. (2009). Klasifikasi
baku lapangan usaha
Indonesia. Jakarta BPS.
-------------------------. (2015). Survei tahunan
perusahaan industri manufaktur 2014.
Jakarta: Sub Direktorat Statistik
Industri Besar dan Sedang, BPS.
Coelli, T. J., Rao, D. S. P., O'Donnell, C. J.,
& Battese, G. E. (2005). An
introduction to efficiency and
productivity analysis. Springer Science
& Business Media.
FAO. (2019). Rankings of palm oil exports:
countries by commodity, 2015.
Retrieved from
http://www.fao.org/faostat/en/#ranking
s/countries_by_commodity_exports.
Farrell, M. J. (1957). The measurement of
productive efficiency. Journal of the
Royal Statistical Society: Series A
(General), 120(3), 253-281.
Greene, W. H. (2008). The econometric
approach to efficiency analysis. The
measurement of productive efficiency
and productivity growth, 1(1), 92-250.
Hart, J., Miljkovic, D., & Shaik, S. (2015).
The impact of trade openness on
technical efficiency in the agricultural
sector of the European Union. Applied
Economics, 47(12), 1230-1247.
Haryanto, T., Talib, B. A., & Salleh, N. H. M.
(2016). Technical Efficiency and
Technology Gap in Indonesian Rice
Farming. AGRIS on-line Papers in
Economics and Informatics, 8(665-
2016-45102), 29-38.
Heriqbaldi, U., Purwono, R., Haryanto, T., &
Primanthi, M. R. (2015). An analysis of
technical efficiency of rice production in
Indonesia. Asian Social Science, 11(3),
91.
IMF. (2002). International Investment
Position: A Guide to Data Sources.
Washington: International Monetary
Fund, Statistics Department.
Ismiasih, I. (2018). Technical Efficiency of
Palm Oil Production in West
Kalimantan. HABITAT, 28(3), 91-98.
Jogiyanto, H. M. (2007). Teori portofolio dan
analisis investasi. BPFE.
Kementerian Pertanian. (2014). Outlook
kelapa sawit 2014. Jakarta: Pusat Data
dan Sistem Informasi Pertanian -
Sekretariat Jenderal - Kementerian
Pertanian.
Lipczynski, J., Wilson, J. O., Goddard, J. A.,
& Goddard, J. (2005). Industrial
organization: competition, strategy,
policy. Pearson Education.
Muhtarom, A., Haryanto, T., & Istifadah, N.
(2019). Analysis of Agricultural Food
Crop Productivity Planning District-
District in East Java Province of
Indonesia with A Non-Parametric
Approach. Media Trend, 14(1), 49-56.
16
OECD. (2008). OECD benchmark definition
of foreign direct investment. Paris:
Organisation for Economic Co-
operation and Development.
Shahverdi, Z., & Hj Abd Jalil, S. (2015).
Inefficiency of Malaysian palm oil
refineries and the impact of different
factors on its inefficiency. International
Journal of Organizational
Leadership, 4, 342-355.
Simar, L., & Wilson, P. W. (2000). Statistical
inference in nonparametric frontier
models: The state of the art. Journal of
productivity analysis, 13(1), 49-78.
Stephanie, H., Tinaprilla, N., & Rifin, A.
(2018). Efisiensi Pabrik Kelapa Sawit
di Indonesia. Jurnal Agribisnis
Indonesia, 6(1), 13-22.
Tobin, J. (1958). Estimation of relationships
for limited dependent
variables. Econometrica: journal of the
Econometric Society, 24-36.
USDA, F. (2019). Oilseeds: world markets
and trade. Retrieved from:
https://downloads.usda.library.cornell.e
du/usda-
esmis/files/tx31qh68h/4m90f6500/2n4
9tc47b/oilseeds.pdf
Wilson, P. W. (2008). FEAR: A software
package for frontier efficiency analysis
with R. Socio-economic planning
sciences, 42(4), 247-254.